Top Banner
KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL KARENA EFEK SAMPING KONTRASEPSI Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
84

KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Oct 11, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

KARENA EFEK SAMPING KONTRASEPSI

Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI)

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)

KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

KARENA EFEK SAMPING KONTRASEPSI

Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI)

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)

Page 2: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

I

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Allah SWT karena berkat dan

rahmat-Nyalah buku konsensus ini dapat kami selesaikan. Dalam buku konsensus ini

kami membahas tentang “Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal

Karena Efek Samping Kontrasepsi.”

Buku ini dibuat sebagai salah satu wujud kegiatan dari Himpunan Endokrinologi

Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), dalam rangka mendukung program

MDGs serta membantu para sejawat dalam memperdalam pemahaman dan

pengetahuan tentang pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh pemakaian

kontrasepsi. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi rekan sejawat dalam

menangani kasus pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh penggunaan

kontrasepsi.

Kami menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, buku ini

tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap

saran dan kritik demi perbaikan buku ini ke depannya.

Akhirnya, kami berharap buku konsensus ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Hormat kami

Ketua HIFERI

Andon Hestiantoro, dr, SP.OG (K)

Page 3: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

II

Abadi, dr Sp.OG (K) HIFERI Cabang Palembang Apter Patay, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Papua Ashon Sa'adi, dr Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Budi Santoso, Dr.dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Dwi Haryadi, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Jogjakarta EkaRusdianto G, Dr.dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Jakarta Frizar Irmansjah, dr. Sp.OG(K) HIFERI Cabang Jakarta Hary Tjahjanto, dr. Sp.OG (K)

HIFERI Cabang Semarang Hardian Sauqi, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Banjarmasin Hilwah Nora, dr. M.Med. Sci, Sp.OG HIFERI Cabang Aceh Imelda E Baktiana Hutagaol, dr. Msi.Med, Sp.OG (K)

HIFERI Cabang Pekanbaru John Rambulangi, Prof.dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Makasar Julianto Witjaksono, dr. Sp.OG (K) BKKBN

Ketut Darmayasa, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Bali

Linda M. Mamengko, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Manado M. Fidel Ganis Siregar, Dr.dr. M.Ked (OG), Sp.OG (K) HIFERI Cabang Medan M. Noor Pramono, Prof. dr .M.MedSc, Sp.OG (K)

HIFERI Cabang Semarang Nanang W Astarto, dr. Sp.OG (K), MARS

HIFERI Cabang Bandung Relly Y. Primariawan, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Sri Ratna Dwiningsih, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Soehartono DS, Prof. dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Tri Wahyudi, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Pontianak Hj. Uki Retni Budihastuti, dr. Sp.OG(K)

HIFERI Cabang Solo Widjajanto Ngartjono, dr Sp.OG (K) HIFERI Cabang Malang Yanasta, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Padang

KONTRIBUTOR NARASUMBER

Prof. Dr. dr. Biran Affandi, Sp.OG (K)HIFERI Cabang Jakarta

EDITOR UTAMA

Andon Hestiantoro, dr, Sp.OG (K)

Ketua HIFERI Pusat

EDITOR PEMBANTU

Kanadi Sumapradja, dr. Sp.OG (K), Mrepsc.

Anggota bidang ilmiah dan P2KB HIFERI Pusat

Mila Maidarti, dr. Sp.OG

Shanty Olivia, dr. SpOG

HIFERI Pusat

Page 4: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

III

Abadi, dr Sp.OG (K) HIFERI Cabang Palembang Apter Patay, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Papua Ashon Sa'adi, dr Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Budi Santoso, Dr.dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Dwi Haryadi, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Jogjakarta EkaRusdianto G, Dr.dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Jakarta Frizar Irmansjah, dr. Sp.OG(K) HIFERI Cabang Jakarta Hary Tjahjanto, dr. Sp.OG (K)

HIFERI Cabang Semarang Hardian Sauqi, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Banjarmasin Hilwah Nora, dr. M.Med. Sci, Sp.OG HIFERI Cabang Aceh Imelda E Baktiana Hutagaol, dr. Msi.Med, Sp.OG (K)

HIFERI Cabang Pekanbaru John Rambulangi, Prof.dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Makasar Julianto Witjaksono, dr. Sp.OG (K) BKKBN

Ketut Darmayasa, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Bali

Linda M. Mamengko, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Manado M. Fidel Ganis Siregar, Dr.dr. M.Ked (OG), Sp.OG (K) HIFERI Cabang Medan M. Noor Pramono, Prof. dr .M.MedSc, Sp.OG (K)

HIFERI Cabang Semarang Nanang W Astarto, dr. Sp.OG (K), MARS

HIFERI Cabang Bandung Relly Y. Primariawan, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Sri Ratna Dwiningsih, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Soehartono DS, Prof. dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya Tri Wahyudi, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Pontianak Hj. Uki Retni Budihastuti, dr. Sp.OG(K)

HIFERI Cabang Solo Widjajanto Ngartjono, dr Sp.OG (K) HIFERI Cabang Malang Yanasta, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Padang

KONTRIBUTOR NARASUMBER

Prof. Dr. dr. Biran Affandi, Sp.OG (K)HIFERI Cabang Jakarta

EDITOR UTAMA

Andon Hestiantoro, dr, Sp.OG (K)

Ketua HIFERI Pusat

EDITOR PEMBANTU

Kanadi Sumapradja, dr. Sp.OG (K), Mrepsc.

Anggota bidang ilmiah dan P2KB HIFERI Pusat

Mila Maidarti, dr. Sp.OG

Shanty Olivia, dr. SpOG

HIFERI Pusat

Page 5: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

IV

DAFTAR ISI

KONTRIBUTOR………………………………………………………………..... i KATA PENGANTAR KETUA PB HIFERI-POGI…………………………… ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................... v DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vi BAB I. PENDAHULUAN …………………………………….……………...…. 1

1.1. Latar belakang …………………………………………….……... 1 1.2. Permasalahan ……………………………………………………. 2 1.3. Tujuan …………………………………………………………… 3

1.3.1. Tujuan umum ………………………………….………... 3 1.3.2. Tujuan khusus …………………………………………... 3

1.4. Sasaran ………………………………………………………….. 3 1.5. Dokumen terkait lainnya ………………………………………... 4

BAB II. METODOLOGI ………………………………….……………..……. 5 BAB III. TERMINOLOGI ……………………………………..……………… 7

3.1. Definisi haid normal ………………………………...………...… 7 3.2. Definisi pendarahan uterus abnormal (PUA) ……………………. 8 3.3. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan …………..….….. 8 3.4. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan…………….. 9 3.5. Pendarahan sela (breakthrough bleeding) ………………..……. 12 3.6. Pendarahan lucut (withdrawal bleeding) ………………………. 12 3.7. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan saat ini………………... 13

BAB IV. PATOFISIOLOGI PUA AKIBAT KONTRASEPSI …………….. 16 4.1. Patofisiologi pendarahan sela (breakthrough bleeding) …………… 16 4.1.1 Pendarahan sela progesteron …..……………………….… 16 4.1.2. Pendarahan sela estrogen/estrogen breakthrough bleeding 16

4.2. Patofisiologi pendarahan lucut (withdrawal bleeding) …………….. 18 4.2.1. Pendarahan lucut estrogen ………………………............. 18 4.2.2. Pendarahan lucut progesterone ……………..………….…. 18

4.3. Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi non hormonal ……….…. 20 4.3.1. PUA akibat AKDR ……………………………..……........ 20 4.3.2. PUA karena sterilisasi …………………………………….. 21

4.4. Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi hormonal …………….… 22 4.4.1. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis

kontrasepsi hormonal kombinasi ……………………….. 22 4.4.2 Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis

kontrasepsi progestin only…………………………………. 23

BAB V. PENDEKATAN DIAGNOSIS PUA-I KARENA KONTRASEPSI 25 5.1. Anamnesis …………………………………………………...…… 25 5.2. Pemeriksaan fisik ………………………………………………… 28 5.3. Pemeriksaan laboratorium …………………………………….…. 28

5.3.1 Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi ……………. 28 5.3.2. Gambar hormon reproduksi haid normal …………………. 30 5.3.3. Gambaran hormon reproduksi pada haid abnormal ………. 32 5.3.4. Pemeriksaan fungsi hemostasis untuk

menyingkirkan kemungkinan gangguan koagulasi ……….. 33 5.4. Pemeriksaan ultrasonografi ………………………………….…… 34 5.5. Saline Infusion Sonography (SIS) ………………………………... 42

BAB VI. PENDEKATAN TERAPI PUA AKIBAT KONTRASEPSI ……… 44 6.1. Terapi non hormonal …………………………………………….. 44 6.2. Terapi non hormonal pada pendarahan karena kontrasepsi

nonhormonal ……………………………………………………. 47 6.3 Terapi nonhormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal … 48 6.4. Pendekatan terapi PUA akibat kontrasepsi non-hormonal AKDR 49 6.5. Terapi hormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal …….. 50

6.5.1. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal kombinasi ......................................... 50

6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal progestin only .................................... 51

BAB VII. ALGORITMA TATA LAKSANA PUA-I KARENA EFEK SAMPING KONTRASEPSI

7.1. Algoritma tatalaksana pendarahan karena efek samping PKK…… 57 7.2. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping kontrasepsi

progestin………………………………………………………….. 59 7.3. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping implan……… 61 7.4. Algoritma tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR ………… 64

LAMPIRAN ……………………………………………………………………... 65 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 69

Page 6: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

V

DAFTAR ISI

KONTRIBUTOR………………………………………………………………..... i KATA PENGANTAR KETUA PB HIFERI-POGI…………………………… ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................... v DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vi BAB I. PENDAHULUAN …………………………………….……………...…. 1

1.1. Latar belakang …………………………………………….……... 1 1.2. Permasalahan ……………………………………………………. 2 1.3. Tujuan …………………………………………………………… 3

1.3.1. Tujuan umum ………………………………….………... 3 1.3.2. Tujuan khusus …………………………………………... 3

1.4. Sasaran ………………………………………………………….. 3 1.5. Dokumen terkait lainnya ………………………………………... 4

BAB II. METODOLOGI ………………………………….……………..……. 5 BAB III. TERMINOLOGI ……………………………………..……………… 7

3.1. Definisi haid normal ………………………………...………...… 7 3.2. Definisi pendarahan uterus abnormal (PUA) ……………………. 8 3.3. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan …………..….….. 8 3.4. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan…………….. 9 3.5. Pendarahan sela (breakthrough bleeding) ………………..……. 12 3.6. Pendarahan lucut (withdrawal bleeding) ………………………. 12 3.7. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan saat ini………………... 13

BAB IV. PATOFISIOLOGI PUA AKIBAT KONTRASEPSI …………….. 16 4.1. Patofisiologi pendarahan sela (breakthrough bleeding) …………… 16 4.1.1 Pendarahan sela progesteron …..……………………….… 16 4.1.2. Pendarahan sela estrogen/estrogen breakthrough bleeding 16

4.2. Patofisiologi pendarahan lucut (withdrawal bleeding) …………….. 18 4.2.1. Pendarahan lucut estrogen ………………………............. 18 4.2.2. Pendarahan lucut progesterone ……………..………….…. 18

4.3. Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi non hormonal ……….…. 20 4.3.1. PUA akibat AKDR ……………………………..……........ 20 4.3.2. PUA karena sterilisasi …………………………………….. 21

4.4. Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi hormonal …………….… 22 4.4.1. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis

kontrasepsi hormonal kombinasi ……………………….. 22 4.4.2 Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis

kontrasepsi progestin only…………………………………. 23

BAB V. PENDEKATAN DIAGNOSIS PUA-I KARENA KONTRASEPSI 25 5.1. Anamnesis …………………………………………………...…… 25 5.2. Pemeriksaan fisik ………………………………………………… 28 5.3. Pemeriksaan laboratorium …………………………………….…. 28

5.3.1 Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi ……………. 28 5.3.2. Gambar hormon reproduksi haid normal …………………. 30 5.3.3. Gambaran hormon reproduksi pada haid abnormal ………. 32 5.3.4. Pemeriksaan fungsi hemostasis untuk

menyingkirkan kemungkinan gangguan koagulasi ……….. 33 5.4. Pemeriksaan ultrasonografi ………………………………….…… 34 5.5. Saline Infusion Sonography (SIS) ………………………………... 42

BAB VI. PENDEKATAN TERAPI PUA AKIBAT KONTRASEPSI ……… 44 6.1. Terapi non hormonal …………………………………………….. 44 6.2. Terapi non hormonal pada pendarahan karena kontrasepsi

nonhormonal ……………………………………………………. 47 6.3 Terapi nonhormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal … 48 6.4. Pendekatan terapi PUA akibat kontrasepsi non-hormonal AKDR 49 6.5. Terapi hormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal …….. 50

6.5.1. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal kombinasi ......................................... 50

6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal progestin only .................................... 51

BAB VII. ALGORITMA TATA LAKSANA PUA-I KARENA EFEK SAMPING KONTRASEPSI

7.1. Algoritma tatalaksana pendarahan karena efek samping PKK…… 57 7.2. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping kontrasepsi

progestin………………………………………………………….. 59 7.3. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping implan……… 61 7.4. Algoritma tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR ………… 64

LAMPIRAN ……………………………………………………………………... 65 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 69

Page 7: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

VI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembagian PUA …………………………………………………… 8

Gambar 2. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab ( FIGO)………………….. 10

Gambar 3. Patofisiologi pendarahan sela estrogen .............................................. 17

Gambar 4. Piktogram menstruasi dengan setara kehilangan darah …………… 30

Gambar 5. Siklus haid normal………………………………………………….. 32

Gambar 6A.Gambaran endometrium fase proliferasi.......................................... 37

Gambar 6B. Folikel dengan berbagai ukuran pada fase proliferasi ................... 37

Gambar 7A. Endometrium fase sekresi .............................................................. 38

Gambar 7B. USG Doppler Korpus luteum fase luteal ....................................... 38

Gambar 8. Diagram dan USG menunjukkan fase menstruasi............................. 39 Gambar 9. Polip Endometrium………………………………………………… 39

Gambar 10. Potongan sagital TVS menunjukkan penebalan endometrium 16 mm 40

Gambar 11. Gambaran aspek ovarium polikistik ................................................ 41

Gambar 12. Gambar Polip Endometrium pada pemeriksaan SIS………………. 42

Gambar 13. Asam traneksamat menghambat aktivator plasminogen endometrium 45

Gambar 14.Mekanisme kerja AINS ……………………………………………. 46

Gambar 15. Penanganan Pendarahan karena Efek Samping PKK …………….. 57

Gambar 16. Penanganan Pendarahan karena Efek Samping Kontrasepsi Progestin 59

Gambar 17. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping implan ……… 61

Gambar 18. Pilihan terapi pada perempuan pengguna kontrasepsi

hormonal dengan keluhan pendarahan …………………………… 63

Gambar 19. Algoritma tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR …………… 64

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi .................. 7

Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia 1

5-44 tahun ............................................................................................... 9

Tabel 3.3. Perkembangan Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK) ................................. 14

Tabel 5.1. Anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis banding perdarahan

uterus abnormal ....................................................................................... 25

Tabel 5.2. Anamnesis keluhan perdarahan pada penggunaan kontrasepsi

hormonal .................................................................................................. 26

Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan

kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang................ 27

Tabel 5. 4.Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC .................. 29

Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan ...................................... 43

Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi …………………………….... 44

Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUA –I karena kontrasepsi

hormonal progestin …………………………………………………...... 55

Tabel 6.3. Daftar obat PUA-I……………………………………………………… 56

Tabel 6.4. Pendekatan Terapi PUA Sesuai Level Pelayanan ……………………… 56

Page 8: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

VII

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pembagian PUA …………………………………………………… 8

Gambar 2. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab ( FIGO)………………….. 10

Gambar 3. Patofisiologi pendarahan sela estrogen .............................................. 17

Gambar 4. Piktogram menstruasi dengan setara kehilangan darah …………… 30

Gambar 5. Siklus haid normal………………………………………………….. 32

Gambar 6A.Gambaran endometrium fase proliferasi.......................................... 37

Gambar 6B. Folikel dengan berbagai ukuran pada fase proliferasi ................... 37

Gambar 7A. Endometrium fase sekresi .............................................................. 38

Gambar 7B. USG Doppler Korpus luteum fase luteal ....................................... 38

Gambar 8. Diagram dan USG menunjukkan fase menstruasi............................. 39 Gambar 9. Polip Endometrium………………………………………………… 39

Gambar 10. Potongan sagital TVS menunjukkan penebalan endometrium 16 mm 40

Gambar 11. Gambaran aspek ovarium polikistik ................................................ 41

Gambar 12. Gambar Polip Endometrium pada pemeriksaan SIS………………. 42

Gambar 13. Asam traneksamat menghambat aktivator plasminogen endometrium 45

Gambar 14.Mekanisme kerja AINS ……………………………………………. 46

Gambar 15. Penanganan Pendarahan karena Efek Samping PKK …………….. 57

Gambar 16. Penanganan Pendarahan karena Efek Samping Kontrasepsi Progestin 59

Gambar 17. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping implan ……… 61

Gambar 18. Pilihan terapi pada perempuan pengguna kontrasepsi

hormonal dengan keluhan pendarahan …………………………… 63

Gambar 19. Algoritma tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR …………… 64

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi .................. 7

Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia 1

5-44 tahun ............................................................................................... 9

Tabel 3.3. Perkembangan Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK) ................................. 14

Tabel 5.1. Anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis banding perdarahan

uterus abnormal ....................................................................................... 25

Tabel 5.2. Anamnesis keluhan perdarahan pada penggunaan kontrasepsi

hormonal .................................................................................................. 26

Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan

kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang................ 27

Tabel 5. 4.Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC .................. 29

Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan ...................................... 43

Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi …………………………….... 44

Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUA –I karena kontrasepsi

hormonal progestin …………………………………………………...... 55

Tabel 6.3. Daftar obat PUA-I……………………………………………………… 56

Tabel 6.4. Pendekatan Terapi PUA Sesuai Level Pelayanan ……………………… 56

Page 9: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

VIII

DAFTAR SINGKATAN

17-0H Progesterone : 17-Hidroxy Oxide Progesterone g : mikrogram U : mikrounit

AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Ang-1 : Angiopoietin-1 Ang-2 : Angiopoietin-2 bFGF : basic Fibroblast Growth Factor BT : Bleeding Time BTB : Break Through Bleeding CL : Corpus Luteum cm : centimeter COX : Cyclooxygenase CT : Clotting Time CTP : Combined Transdermal Patch Cu-IUD : Copper Intra Uterine Device CVR : Combined Vaginal Ring dkk : dan kawan-kawan dl : desiliter DMPA : Depot Medroxyprogesterone Asetat EE : Etinil estradiol FIGO : Federation of Gynecology and Obstertics FSH : Follicle Stimulating Hormone GnRH : Gonadotrophin Releasing Hormone GPP : Good Practice Point Hb : Hemoglobin HIFERI : Himpunan Fertilisasi dan Infertilitas Indonesia Ht : Hematokrit ITP : Idiopathic Thrombocytopenia Purpura IUD : Intra Uterine Device L : Liter LARCs : Long Acting Reversible Contaceptives LH : Luteinizing Hormone LNG : Levonorgestrel LNG-IUS : Levonorgestrel Intrauterine System LR : Likelihood Ratio mIU : mili Internasional Unit mL : mililiter MMP : Matrix Metalloproteinase NET-EN : Norethisterone enanthate ng : nanogram ml : mililiter nmol : nanomol NO : Nitrit Oksida NPV : Negative Predictive Value PBACS : Pictoral Blood Assessment Chart PDGF : Platelet Derived Growth Factor pg : pikogram

PG : Prostaglandin PGE2 : Prostaglandin E2 PGF2a : Prostaglandin F2a PKK : Pil Kontrasepsi Kombinasi PKMI : Persatuan Kontrasepsi Mantap Indonesia PNPK : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran POCs : Progestogen Only POP : Progestin Only Pill PPV : Positive Predictive Value PPK : Panduan Praktik Klinis PUA : Pendarahan Uterus Abnormal PUA-A : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Adenomiosis PUA-C : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Coagulopathy PUA-I : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Iatrogenik PUA-L : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Leiomioma PUA-M : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Malignancy dan hyperplasia PUA-N : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh penyebab

lain yang sulit diklasifikasi (Not yet classified) PUA-O : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh gangguan Ovulasi PUA- P : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Polip PUD : Pendarahan Uterus disfungsional PUS : Pasangan Usia Subur SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia SIS : Saline Infusion Sonography SOPK : Sindrom Ovarium Polikistik TIMP : Tissue Inhibitors of Metalloproteinase TVS : Transvaginal U : Unit UKMEC : United Kingdom Medical Eligibility Criteria USG : Ultrasonografi VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor WHO : World Health Organization

Page 10: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

IX

DAFTAR SINGKATAN

17-0H Progesterone : 17-Hidroxy Oxide Progesterone g : mikrogram U : mikrounit

AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Ang-1 : Angiopoietin-1 Ang-2 : Angiopoietin-2 bFGF : basic Fibroblast Growth Factor BT : Bleeding Time BTB : Break Through Bleeding CL : Corpus Luteum cm : centimeter COX : Cyclooxygenase CT : Clotting Time CTP : Combined Transdermal Patch Cu-IUD : Copper Intra Uterine Device CVR : Combined Vaginal Ring dkk : dan kawan-kawan dl : desiliter DMPA : Depot Medroxyprogesterone Asetat EE : Etinil estradiol FIGO : Federation of Gynecology and Obstertics FSH : Follicle Stimulating Hormone GnRH : Gonadotrophin Releasing Hormone GPP : Good Practice Point Hb : Hemoglobin HIFERI : Himpunan Fertilisasi dan Infertilitas Indonesia Ht : Hematokrit ITP : Idiopathic Thrombocytopenia Purpura IUD : Intra Uterine Device L : Liter LARCs : Long Acting Reversible Contaceptives LH : Luteinizing Hormone LNG : Levonorgestrel LNG-IUS : Levonorgestrel Intrauterine System LR : Likelihood Ratio mIU : mili Internasional Unit mL : mililiter MMP : Matrix Metalloproteinase NET-EN : Norethisterone enanthate ng : nanogram ml : mililiter nmol : nanomol NO : Nitrit Oksida NPV : Negative Predictive Value PBACS : Pictoral Blood Assessment Chart PDGF : Platelet Derived Growth Factor pg : pikogram

PG : Prostaglandin PGE2 : Prostaglandin E2 PGF2a : Prostaglandin F2a PKK : Pil Kontrasepsi Kombinasi PKMI : Persatuan Kontrasepsi Mantap Indonesia PNPK : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran POCs : Progestogen Only POP : Progestin Only Pill PPV : Positive Predictive Value PPK : Panduan Praktik Klinis PUA : Pendarahan Uterus Abnormal PUA-A : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Adenomiosis PUA-C : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Coagulopathy PUA-I : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Iatrogenik PUA-L : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Leiomioma PUA-M : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Malignancy dan hyperplasia PUA-N : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh penyebab

lain yang sulit diklasifikasi (Not yet classified) PUA-O : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh gangguan Ovulasi PUA- P : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh Polip PUD : Pendarahan Uterus disfungsional PUS : Pasangan Usia Subur SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia SIS : Saline Infusion Sonography SOPK : Sindrom Ovarium Polikistik TIMP : Tissue Inhibitors of Metalloproteinase TVS : Transvaginal U : Unit UKMEC : United Kingdom Medical Eligibility Criteria USG : Ultrasonografi VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor WHO : World Health Organization

Page 11: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program keluarga berencana hingga saat ini masih jauh dari kata selesai. Hal ini

disebabkan oleh karena masih terdapat lebih dari 120 juta perempuan di seluruh dunia

yang ingin mencegah kehamilan, namun mereka maupun pasangannya tidak

menggunakan kontrasepsi.1 Jika program keluarga berencana di Indonesia tidak berjalan

dengan baik, maka diperkirakan penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta jiwa pada

tahun 2025. Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan masalah yang cukup serius dalam

bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya, termasuk keamanan, yang pada akhirnya

akan berdampak pula pada masalah kesehatan.2 Pasangan Usia Subur (PUS) yang ingin

menunda kehamilan atau tidak ingin punya anak lagi namun tidak menggunakan

kontrasepsi (unmet need), diperkirakan dapat mencapai angka 8,6% bahkan mungkin

dapat mencapai angka 9% menurut SDKI 2007 dan PKMI.2-4 Alasan untuk tidak

menggunakan alat kontrasepsi diantaranya adalah: pelayanan dan alat yang belum

tersedia atau amat terbatas, kekhawatiran akan efek samping, kondisi kesehatan klien

dan kurangnya pengetahuan tentang pilihan dan penggunaan alat kontrasepsi.1

Alat kontrasepsi yang baik, harus dapat menggabungkan aspek keamanan dan

efektifitas dengan kenyamanan penggunaan, dan idealnya dapat pula memberikan

manfaat kesehatan tambahan. Kontrasepsi progestogen only (POCs) telah digunakan

secara luas diseluruh dunia dan terbukti merupakan alat kontrasepsi yang aman dan

efektif. Namun sayangnya efek samping yang tidak diinginkan berupa pendarahan

sela/breakthrough bleeding (BTB) masih merupakan masalah yang sering terjadi pada

semua modalitas POC. Kejadian pendarahan abnormal tersebut sering mengakibatkan

penghentian penggunaan alat kontrasepsi tersebut.5

Pendarahan uterus abnormal adalah efek samping yang umumnya dapat terjadi

pada penggunaan kontrasepsi hormonal. Meskipun pendarahan ini jarang

membahayakan, tetapi kadang mengkhawatirkan bagi beberapa pengguna, sehingga

mereka menghentikan penggunaan kontrasepsi hormonal.

BAB I

Page 12: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

2

Sebuah penelitian mendapatkan 32% dari 1.657 perempuan menghentikan

penggunaan PKK, dalam waktu 6 bulan. Empat puluh enam persen diantaranya

menghentikan penggunaan PKK akibat efek samping pendarahan. Kebanyakan

perempuan yang menghentikan menggunakan kontrasepsi hormonal memilih untuk

tidak menggunakan metode kontrasepsi lainnya sehingga berisiko tinggi untuk

terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Saat ini diperkirakan sepertiga dari 3 juta

kehamilan yang tidak diinginkan di Amerika Serikat setiap tahun terkait dengan

penghentian PKK.5 Penelitian Mansour dkk, 2008, mendapatkan 49% klien

menghentikan penggunaan implan yang dikaitkan dengan gangguan pendarahan sebagai

berikut: amenorea (22,2%) infrequent bleeding (33,6%), frequent bleeding (6,7%), dan

pendarahan berkepanjangan (prolonged bleeding) (17,7%). 6

Mekanisme pasti pendarahan yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi

hormonal belum jelas. Namun bukti yang ada saat ini menunjukkan terdapatnya

kerapuhan di pembuluh darah endometrium. Perubahan lokal lapisan endometrium

sebagai respon terhadap pengaruh hormon steroid, integritas struktural, perfusi jaringan

dan faktor angiogenik lokal dapat berperan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap

kejadian pendarahan akibat kontrasepsi hormonal.5 Pemberian hormon steroid seks

dalam bentuk kontrasepsi hormonal, akan mempengaruhi pola histologi endometrium.

Respon endometrium terhadap kontrasepsi hormonal ditentukan berdasarkan atas

konsentrasi, dosis, formulasi, rute ,waktu dan durasi pemberian.7 Pendekatan yang

efektif untuk mengelola pasien dengan pendarahan saat menggunakan kontrasepsi

sangat diperlukan guna membantu perempuan tersebut tetap merasa puas dengan

metode kontrasepsi yang mereka pilih. Sikap tersebut tentu akan menghindari terjadinya

kehamilan yang tidak diinginkan akibat penghentian penggunaan alat kontrasepsi. 8,9

1.2. Permasalahan

1. Kurangnya pengetahuan tentang pilihan dan penggunaan kontrasepsi.

2. Kurangnya pengetahuan tentang efek samping pendarahan akibat penggunaan alat

kontrasepsi hormonal dan non hormonal

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan pedoman ini adalah untuk memberikan panduan kebijakan bagi para pengambil

keputusan dan komunitas ilmiah yang telah dilengkapi dengan seperangkat rekomendasi

yang dapat digunakan untuk mengembangkan atau merevisi pedoman kriteria kelayakan

medis pada penggunaan kontrasepsi dan penanganan pendarahan akibat efek samping

kontrasepsi hormonal

1.3.2. Tujuan khusus

a. Membuat rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah (scientific evidence) untuk

membantu para praktisi untuk memberikan informasi yang paling up-to-date

tentang keamanan metode kontrasepsi untuk klien dengan kondisi kesehatan

tertentu.

b. Memberikan rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah kepada para klinisi dalam

melakukan diagnosis, evaluasi dan tatalaksana pendarahan karena efek samping

kontrasepsi hormonal

c. Memberi rekomendasi bagi rumah sakit/penentu kebijakan untuk penyusunan

protokol setempat atau Panduan Praktik Klinis (PPK), dengan melakukan

adaptasi terhadap konsensus ini.

d. Menjadi panduan dalam penanganan pendarahan akibat efek samping kontrasepsi

di rumah sakit maupun pusat layanan primer.

e. Membantu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana.

1.4. Sasaran

Semua tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi dan terlibat dalam

penanganan kasus pendarahan pada pemakaian kontrasepsi hormonal dan non hormonal

termasuk dokter spesialis, dokter umum, bidan dan perawat. Panduan ini juga

diharapkan dapat diterapkan di rumah sakit maupun di pusat layanan primer, pembuat

kebijakan di lingkungan rumah sakit, institusi pendidikan, serta kelompok profesi

terkait.

Page 13: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

3

Sebuah penelitian mendapatkan 32% dari 1.657 perempuan menghentikan

penggunaan PKK, dalam waktu 6 bulan. Empat puluh enam persen diantaranya

menghentikan penggunaan PKK akibat efek samping pendarahan. Kebanyakan

perempuan yang menghentikan menggunakan kontrasepsi hormonal memilih untuk

tidak menggunakan metode kontrasepsi lainnya sehingga berisiko tinggi untuk

terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Saat ini diperkirakan sepertiga dari 3 juta

kehamilan yang tidak diinginkan di Amerika Serikat setiap tahun terkait dengan

penghentian PKK.5 Penelitian Mansour dkk, 2008, mendapatkan 49% klien

menghentikan penggunaan implan yang dikaitkan dengan gangguan pendarahan sebagai

berikut: amenorea (22,2%) infrequent bleeding (33,6%), frequent bleeding (6,7%), dan

pendarahan berkepanjangan (prolonged bleeding) (17,7%). 6

Mekanisme pasti pendarahan yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi

hormonal belum jelas. Namun bukti yang ada saat ini menunjukkan terdapatnya

kerapuhan di pembuluh darah endometrium. Perubahan lokal lapisan endometrium

sebagai respon terhadap pengaruh hormon steroid, integritas struktural, perfusi jaringan

dan faktor angiogenik lokal dapat berperan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap

kejadian pendarahan akibat kontrasepsi hormonal.5 Pemberian hormon steroid seks

dalam bentuk kontrasepsi hormonal, akan mempengaruhi pola histologi endometrium.

Respon endometrium terhadap kontrasepsi hormonal ditentukan berdasarkan atas

konsentrasi, dosis, formulasi, rute ,waktu dan durasi pemberian.7 Pendekatan yang

efektif untuk mengelola pasien dengan pendarahan saat menggunakan kontrasepsi

sangat diperlukan guna membantu perempuan tersebut tetap merasa puas dengan

metode kontrasepsi yang mereka pilih. Sikap tersebut tentu akan menghindari terjadinya

kehamilan yang tidak diinginkan akibat penghentian penggunaan alat kontrasepsi. 8,9

1.2. Permasalahan

1. Kurangnya pengetahuan tentang pilihan dan penggunaan kontrasepsi.

2. Kurangnya pengetahuan tentang efek samping pendarahan akibat penggunaan alat

kontrasepsi hormonal dan non hormonal

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan pedoman ini adalah untuk memberikan panduan kebijakan bagi para pengambil

keputusan dan komunitas ilmiah yang telah dilengkapi dengan seperangkat rekomendasi

yang dapat digunakan untuk mengembangkan atau merevisi pedoman kriteria kelayakan

medis pada penggunaan kontrasepsi dan penanganan pendarahan akibat efek samping

kontrasepsi hormonal

1.3.2. Tujuan khusus

a. Membuat rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah (scientific evidence) untuk

membantu para praktisi untuk memberikan informasi yang paling up-to-date

tentang keamanan metode kontrasepsi untuk klien dengan kondisi kesehatan

tertentu.

b. Memberikan rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah kepada para klinisi dalam

melakukan diagnosis, evaluasi dan tatalaksana pendarahan karena efek samping

kontrasepsi hormonal

c. Memberi rekomendasi bagi rumah sakit/penentu kebijakan untuk penyusunan

protokol setempat atau Panduan Praktik Klinis (PPK), dengan melakukan

adaptasi terhadap konsensus ini.

d. Menjadi panduan dalam penanganan pendarahan akibat efek samping kontrasepsi

di rumah sakit maupun pusat layanan primer.

e. Membantu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana.

1.4. Sasaran

Semua tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi dan terlibat dalam

penanganan kasus pendarahan pada pemakaian kontrasepsi hormonal dan non hormonal

termasuk dokter spesialis, dokter umum, bidan dan perawat. Panduan ini juga

diharapkan dapat diterapkan di rumah sakit maupun di pusat layanan primer, pembuat

kebijakan di lingkungan rumah sakit, institusi pendidikan, serta kelompok profesi

terkait.

Page 14: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

4

1.5. Dokumen terkait lainnya

Pedoman ini dimaksudkan untuk melengkapi panduan yang telah ada dan yang

telah diusulkan lainnya, relevansi termasuk :

Panduan tatalaksana pendarahan uterus abnormal

Kriteria kelayakan medis WHO 2009

Kriteria kelayakan medis UKMEC 2009

Management of Unscheduled Bleeding in Women Using Hormonal

Contraception, 2009 Faculty of Sexual & Reproductive Healthcare

Clinical Guidance

METODOLOGI

Penelusuran bukti sekunder berupa uji klinis, meta analisis, Randomised

Controlled Trial (RCT), telaah sistematik, ataupun panduan berbasis bukti sistematik.

Penelusuran artikel yang dilakukan dengan menggunakan kata kunci “unscheduled

bleeding and contraception” mendapatkan 1 artikel dari situs Cochrane Systematic

Database Review. Sedangkan dengan menggunakan kata kunci “contraception”

didapatkan 56 artikel, dan dengan kata kunci “abnormal bleeding” didapatkan 26

artikel. Penelusuran bukti primer dilakukan dengan mesin pencari Pubmed. Pencarian

dengan menggunakan kata kunci tersebut dilakukan dengan batasan publikasi dalam

kurun waktu 10 tahun terakhir dan publikasi yang menggunakan bahasa inggris, pada

akhirnya didapatkan sebanyak 14 artikel.

A. Penilaian – Telaah Kritis Pustaka

Setiap bukti yang diperoleh telah dilakukan telaah kritis oleh pakar dalam

bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

B. Peringkat Bukti (hierarchy of evidence)

Levels of evidence ditentukan berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan oleh

Oxford Center for Evidence-based Medicine Levels of Evidence yang dimodifikasi

untuk keperluan praktis, sehingga peringkat bukti adalah sebagai berikut:

IA : metaanalisis, uji klinis

IB : uji klinis yang besar dengan validitas yang baik

IC : all or none

II : uji klinis tidak terandomisasi

III : studi observasional (kohort, kasus kontrol)

IV : konsensus dan pendapat ahli

BAB II

Page 15: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

5

1.5. Dokumen terkait lainnya

Pedoman ini dimaksudkan untuk melengkapi panduan yang telah ada dan yang

telah diusulkan lainnya, relevansi termasuk :

Panduan tatalaksana pendarahan uterus abnormal

Kriteria kelayakan medis WHO 2009

Kriteria kelayakan medis UKMEC 2009

Management of Unscheduled Bleeding in Women Using Hormonal

Contraception, 2009 Faculty of Sexual & Reproductive Healthcare

Clinical Guidance

METODOLOGI

Penelusuran bukti sekunder berupa uji klinis, meta analisis, Randomised

Controlled Trial (RCT), telaah sistematik, ataupun panduan berbasis bukti sistematik.

Penelusuran artikel yang dilakukan dengan menggunakan kata kunci “unscheduled

bleeding and contraception” mendapatkan 1 artikel dari situs Cochrane Systematic

Database Review. Sedangkan dengan menggunakan kata kunci “contraception”

didapatkan 56 artikel, dan dengan kata kunci “abnormal bleeding” didapatkan 26

artikel. Penelusuran bukti primer dilakukan dengan mesin pencari Pubmed. Pencarian

dengan menggunakan kata kunci tersebut dilakukan dengan batasan publikasi dalam

kurun waktu 10 tahun terakhir dan publikasi yang menggunakan bahasa inggris, pada

akhirnya didapatkan sebanyak 14 artikel.

A. Penilaian – Telaah Kritis Pustaka

Setiap bukti yang diperoleh telah dilakukan telaah kritis oleh pakar dalam

bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

B. Peringkat Bukti (hierarchy of evidence)

Levels of evidence ditentukan berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan oleh

Oxford Center for Evidence-based Medicine Levels of Evidence yang dimodifikasi

untuk keperluan praktis, sehingga peringkat bukti adalah sebagai berikut:

IA : metaanalisis, uji klinis

IB : uji klinis yang besar dengan validitas yang baik

IC : all or none

II : uji klinis tidak terandomisasi

III : studi observasional (kohort, kasus kontrol)

IV : konsensus dan pendapat ahli

BAB II

Page 16: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

6

C. Derajat Rekomendasi

Berdasarkan peringkat bukti, rekomendasi/simpulan dibuat sebagai berikut:

1) Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level IA atau IB.

2) Rekomendasi B bila berdasar pada bukti level IC atau II.

3) Rekomendasi C bila berdasar pada bukti level III atau IV

TERMINOLOGI

3.1. Definisi Haid Normal

Berdasarkan konsensus HIFERI 2013 di Bogor telah disepakati bahwa definisi

haid normal adalah suatu proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran darah, mukus

(lendir) dan seluler debris dari uterus secara periodik dengan interval waktu tertentu

yang terjadi sejak menars sampai menopause dengan pengecualian pada masa

kehamilan dan menyusui, yang merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ

hormonal.10 Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi dapat dilihat

pada tabel berikut.11,12

Tabel 3.1. Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi12

Dimensi klinis menstruasi Indikator

klinik

Batas normal

Menstruasi dan siklus menstruasi - (percentil 5 – 95 th)

Frekuensi menstruasi (hari) Sering <24

Normal 21-35

Jarang >38

Keteraturan siklus menstruasi, variasi

dari siklus ke siklus selama 12 bulan

(hari)

Tidak ada Tidak ada pendarahan

Reguler Variasi ±2-20 hari

Ireguler Variasi > 20 hari

Durasi (hari) Memanjang >8.0

Normal 4.5-8.0

Memendek <4.5

Volume kehilangan darah perbulan

(ml)

Banyak >80

Normal 5-80

Sedikit <5

BAB III

Page 17: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

7

C. Derajat Rekomendasi

Berdasarkan peringkat bukti, rekomendasi/simpulan dibuat sebagai berikut:

1) Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level IA atau IB.

2) Rekomendasi B bila berdasar pada bukti level IC atau II.

3) Rekomendasi C bila berdasar pada bukti level III atau IV

TERMINOLOGI

3.1. Definisi Haid Normal

Berdasarkan konsensus HIFERI 2013 di Bogor telah disepakati bahwa definisi

haid normal adalah suatu proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran darah, mukus

(lendir) dan seluler debris dari uterus secara periodik dengan interval waktu tertentu

yang terjadi sejak menars sampai menopause dengan pengecualian pada masa

kehamilan dan menyusui, yang merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ

hormonal.10 Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi dapat dilihat

pada tabel berikut.11,12

Tabel 3.1. Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi12

Dimensi klinis menstruasi Indikator

klinik

Batas normal

Menstruasi dan siklus menstruasi - (percentil 5 – 95 th)

Frekuensi menstruasi (hari) Sering <24

Normal 21-35

Jarang >38

Keteraturan siklus menstruasi, variasi

dari siklus ke siklus selama 12 bulan

(hari)

Tidak ada Tidak ada pendarahan

Reguler Variasi ±2-20 hari

Ireguler Variasi > 20 hari

Durasi (hari) Memanjang >8.0

Normal 4.5-8.0

Memendek <4.5

Volume kehilangan darah perbulan

(ml)

Banyak >80

Normal 5-80

Sedikit <5

BAB III

Page 18: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

8

3.2. Definisi Pendarahan Uterus Abnormal

Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.

Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit,

dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.13

3.3. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan.13

A. Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan haid

yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera untuk mencegah

kehilangan darah. Pendarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi

PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.

B. Pendarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk

pendarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini

biasanya tidak memerlukan penanganan yang segera seperti PUA akut.

C. Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan pendarahan haid

yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Pendarahan dapat terjadi kapan

saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan

untuk menggantikan terminologi metroragia.

Pola pendarahan secara umum pada penggunaan kontrasepsi dapat terkait

dengan jumlah, lama maupun keteraturan dari pendarahan. Kelainan pendarahannya

dapat berupa pendarahan ringan, jarang dan kadang pendarahan lama. Berdasarkan pola

pendarahan yang ditemukan seringkali kelainan tersebut tidak akan menyebabkan

anemia defisiensi besi.11 Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan

usia 15 - 44 tahun dapat dilihat pada tabel 3.2.7

PUA

B. Akut B. Kronik C. Pendarahan tengah

(intermenstrual bleeding)

Gambar 1. Pembagian PUA

Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia

15 - 44 tahun

Scheduled bleeding Menstruasi atau pendarahan regular pada penggunaan

kontrasepsi hormonal kombinasi (menggunakan

pembalut)

Unscheduled bleeding

- Frequent bleeding

Prolonged bleeding

Irregular bleeding

Pendarahan sela

(Breakthrough

bleeding)

Pendarahan di luar siklus haid

Pendarahan lebih dari lima episodea

Satu atau lebih episode pendarahan yang berlangsung

selama 14 hari atau lebih

Pendarahan yang terjadi antara 3 dan 5 episode dengan

kurang dari 3 hari bleeding free interval berlangsung

selama 14 hari atau lebih

Pendarahan di luar siklus haid (unscheduled bleeding)

pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi

hormonal

Pendarahan bercak

(spotting)

Pendarahan yang tidak memerlukan pembalutb

a. Episode Pendarahan yang digunakan untuk menggambarkan pola pendarahan dari

waktu ke waktu, dimulai pada hari pertama menggunakan metode kontrasepsi dan

berlangsung setidaknya 90 hari.

b. Definisi pendarahan bercak (spotting) dan pendarahan sela (breakthrough bleeding)

yang digunakan pada pedoman ini.

3.4. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan

Klasifikasi utama PUA berdasarkan FIGO dapat dilihat pada bagan 2. Sistem

klasifikasi ini telah disetujui oleh dewan eksekutif FIGO sebagai sistem klasifikasi

PUA berdasarkan FIGO. Terdapat 9 kategori utama yang disusun berdasarkan akronim

“PALM-COEIN” 13.

Kelompok “PALM” adalah merupakan kelompok kelainan struktur penyebab

PUA yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan

histopatologi.

Page 19: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

9

3.2. Definisi Pendarahan Uterus Abnormal

Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.

Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit,

dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.13

3.3. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan.13

A. Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan haid

yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera untuk mencegah

kehilangan darah. Pendarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi

PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.

B. Pendarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk

pendarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini

biasanya tidak memerlukan penanganan yang segera seperti PUA akut.

C. Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan pendarahan haid

yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Pendarahan dapat terjadi kapan

saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan

untuk menggantikan terminologi metroragia.

Pola pendarahan secara umum pada penggunaan kontrasepsi dapat terkait

dengan jumlah, lama maupun keteraturan dari pendarahan. Kelainan pendarahannya

dapat berupa pendarahan ringan, jarang dan kadang pendarahan lama. Berdasarkan pola

pendarahan yang ditemukan seringkali kelainan tersebut tidak akan menyebabkan

anemia defisiensi besi.11 Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan

usia 15 - 44 tahun dapat dilihat pada tabel 3.2.7

PUA

B. Akut B. Kronik C. Pendarahan tengah

(intermenstrual bleeding)

Gambar 1. Pembagian PUA

Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia

15 - 44 tahun

Scheduled bleeding Menstruasi atau pendarahan regular pada penggunaan

kontrasepsi hormonal kombinasi (menggunakan

pembalut)

Unscheduled bleeding

- Frequent bleeding

Prolonged bleeding

Irregular bleeding

Pendarahan sela

(Breakthrough

bleeding)

Pendarahan di luar siklus haid

Pendarahan lebih dari lima episodea

Satu atau lebih episode pendarahan yang berlangsung

selama 14 hari atau lebih

Pendarahan yang terjadi antara 3 dan 5 episode dengan

kurang dari 3 hari bleeding free interval berlangsung

selama 14 hari atau lebih

Pendarahan di luar siklus haid (unscheduled bleeding)

pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi

hormonal

Pendarahan bercak

(spotting)

Pendarahan yang tidak memerlukan pembalutb

a. Episode Pendarahan yang digunakan untuk menggambarkan pola pendarahan dari

waktu ke waktu, dimulai pada hari pertama menggunakan metode kontrasepsi dan

berlangsung setidaknya 90 hari.

b. Definisi pendarahan bercak (spotting) dan pendarahan sela (breakthrough bleeding)

yang digunakan pada pedoman ini.

3.4. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan

Klasifikasi utama PUA berdasarkan FIGO dapat dilihat pada bagan 2. Sistem

klasifikasi ini telah disetujui oleh dewan eksekutif FIGO sebagai sistem klasifikasi

PUA berdasarkan FIGO. Terdapat 9 kategori utama yang disusun berdasarkan akronim

“PALM-COEIN” 13.

Kelompok “PALM” adalah merupakan kelompok kelainan struktur penyebab

PUA yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan

histopatologi.

Page 20: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

10

Kelompok “COEIN” adalah merupakan kelompok kelainan non struktur

penyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.

PUA terkait dengan penggunaan hormon steroid seks eksogen, AKDR, atau

agen sistemik atau lokal lainnya diklasifikasikan sebagai “iatrogenik”.

Gambar 2: Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab ( FIGO)

Keterangan:

A. Polip (PUA-P)

Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal mungkin

tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Polip

endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium.14

Klasifikasi PUA

(FIGO)

PALM COEIN

A. Polip

B. Adenomiosis

C. Leiomioma

D. Malignancy and

hyperplasia

E. Coagulopathy

F. Ovulatory dysfunction

G. Endometrial

H. Iatrogenik

I. Not yet classified

struktural Non struktural

B. Adenomiosis (PUA-A)

Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan

uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium ektopik,

non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi oleh jaringan

miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.13,15

C. Leiomioma uteri (PUA-L)

Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan myometrium.13

Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi: submukosum, intramural,

subserosum.13

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal berlebihan dari kelenjar

endometrium. Gambaran dari hiperplasi endometrium dapat dikategorikan sebagai:

hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan atipik, dan hiperplasia endometrium

kompleks non atipik dan atipik.16, 17

E. Coagulopathy (PUA-C)

Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis sistemik

yang mengakibatkan PUA.13

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan ketidakseimbangan hormonal

yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan uterus abnormal.13

G. Endometrial (PUA-E)

Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid

teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.13

Page 21: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

11

Kelompok “COEIN” adalah merupakan kelompok kelainan non struktur

penyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.

PUA terkait dengan penggunaan hormon steroid seks eksogen, AKDR, atau

agen sistemik atau lokal lainnya diklasifikasikan sebagai “iatrogenik”.

Gambar 2: Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab ( FIGO)

Keterangan:

A. Polip (PUA-P)

Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal mungkin

tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Polip

endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium.14

Klasifikasi PUA

(FIGO)

PALM COEIN

A. Polip

B. Adenomiosis

C. Leiomioma

D. Malignancy and

hyperplasia

E. Coagulopathy

F. Ovulatory dysfunction

G. Endometrial

H. Iatrogenik

I. Not yet classified

struktural Non struktural

B. Adenomiosis (PUA-A)

Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan

uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium ektopik,

non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi oleh jaringan

miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.13,15

C. Leiomioma uteri (PUA-L)

Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan myometrium.13

Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi: submukosum, intramural,

subserosum.13

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal berlebihan dari kelenjar

endometrium. Gambaran dari hiperplasi endometrium dapat dikategorikan sebagai:

hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan atipik, dan hiperplasia endometrium

kompleks non atipik dan atipik.16, 17

E. Coagulopathy (PUA-C)

Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis sistemik

yang mengakibatkan PUA.13

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan ketidakseimbangan hormonal

yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan uterus abnormal.13

G. Endometrial (PUA-E)

Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid

teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.13

Page 22: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

12

H. Iatrogenik (PUA-I)

Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan

hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat antikoagulan) atau

AKDR.13

I. Not yet classified (PUA-N)

Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan

dalam klasifikasi (misalnya adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena).13

3.5. Pendarahan sela (Breakthrough bleeding)18

Merupakan pendarahan yang terjadi akibat paparan terhadap hormon tertentu

secara terus menerus pada lapisan endometrium. Kejadian pendarahan umumnya tidak

dapat diprediksi, dan jenis pendarahannya dapat berupa pendarahan ringan dan

pendarahan bercak (spotting). Berdasarkan mekanisme penyebabnya, maka pendarahan

sela dapat dibagi menjadi:

Progesteron Breakthrough Bleeding

Progesteron breakthrough bleeding adalah pendarahan bercak yang terjadi ketika rasio

progesteron terhadap estrogen tinggi.

Estrogen Breakthrough Bleeding

Pola pendarahan akibat pengaruh paparan estrogen terus-menerus. Jumlah dan durasi

estrogen breakthrough bleeding dapat bervariasi, tergantung pada jumlah dan durasi

stimulasi unopposed estrogen terhadap endometrium.

3.6. Pendarahan Lecut / withdrawal bleeding18

Adalah pendarahan yang terjadi karena turunnya kadar hormon

estrogen/progesteron dengan ciri pendarahan yang umumnya teratur, dapat diprediksi,

dan konsisten dalam volume dan durasi. Berdasarkan mekanisme penyebabnya, maka

pendarahan lecut dapat dibagi menjadi:

Pendarahan lecut estrogen/ Estrogen withdrawal bleeding

Adalah pendarahan yang terjadi karena turunnya kadar hormon estrogen.

Pendarahan lecut progesterone/ Progesterone withdrawal bleeding

Adalah pendarahan yang disebabkan penurunan kadar hormon progesteron.

3.7. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan saat ini

A. Kontrasepsi Non Hormonal1

Kontrasepsi non hormonal adalah metode kontrasepsi yang tidak menggunakan

kerja hormon untuk mencegah suatu kehamilan. Termasuk kedalam kontrasepsi non

hormonal, adalah:

1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Adalah alat kontrasepsi kecil yang dimasukkan melalui leher rahim dan diposisikan

dalam rongga rahim, dengan mekanisme kerja terutama dengan menghambat

fertilisasi. Meski demikian reaksi inflamasi yang terjadi di endometrium dapat

menghambat terjadinya implantasi.19

2. Metode barrier kondom pria dan perempuan

3. Metode amenore laktasi

4. Metode kontrasepsi sterilisasi perempuan

Merupakan kontrasepsi permanen pada perempuan yang tidak menginginkan punya

anak.1

Terdapat 2 pendekatan bedah yang paling sering digunakan:

- Minilaparotomy

- Laparoskopi

5. Spermisida dan Diafragma

6. Metode senggama terputus

7. Metode pantang berkala

B. Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal adalah penggunaan hormon untuk mencegah kehamilan.

Kontrasepsi hormonal secara garis besar terbagi menjadi kontrasepsi kombinasi

(menggunakan kombinasi hormon estrogen dan progestin) dan kontrasepsi progestin

only (hanya menggunakan hormon progestin).1

B.1. Perkembangan kontrasepsi hormonal kombinasi

Sejak diperkenalkan pertama kali pil kontrasepsi kombinasi (PKK) telah

mengalami perkembangan yang cukup banyak. Perkembangan ini dilakukan untuk

menurunkan kejadian yang tidak diinginkan akibat penggunaan hormon dikaitkan

Page 23: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

13

H. Iatrogenik (PUA-I)

Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan

hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat antikoagulan) atau

AKDR.13

I. Not yet classified (PUA-N)

Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan

dalam klasifikasi (misalnya adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena).13

3.5. Pendarahan sela (Breakthrough bleeding)18

Merupakan pendarahan yang terjadi akibat paparan terhadap hormon tertentu

secara terus menerus pada lapisan endometrium. Kejadian pendarahan umumnya tidak

dapat diprediksi, dan jenis pendarahannya dapat berupa pendarahan ringan dan

pendarahan bercak (spotting). Berdasarkan mekanisme penyebabnya, maka pendarahan

sela dapat dibagi menjadi:

Progesteron Breakthrough Bleeding

Progesteron breakthrough bleeding adalah pendarahan bercak yang terjadi ketika rasio

progesteron terhadap estrogen tinggi.

Estrogen Breakthrough Bleeding

Pola pendarahan akibat pengaruh paparan estrogen terus-menerus. Jumlah dan durasi

estrogen breakthrough bleeding dapat bervariasi, tergantung pada jumlah dan durasi

stimulasi unopposed estrogen terhadap endometrium.

3.6. Pendarahan Lecut / withdrawal bleeding18

Adalah pendarahan yang terjadi karena turunnya kadar hormon

estrogen/progesteron dengan ciri pendarahan yang umumnya teratur, dapat diprediksi,

dan konsisten dalam volume dan durasi. Berdasarkan mekanisme penyebabnya, maka

pendarahan lecut dapat dibagi menjadi:

Pendarahan lecut estrogen/ Estrogen withdrawal bleeding

Adalah pendarahan yang terjadi karena turunnya kadar hormon estrogen.

Pendarahan lecut progesterone/ Progesterone withdrawal bleeding

Adalah pendarahan yang disebabkan penurunan kadar hormon progesteron.

3.7. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan saat ini

A. Kontrasepsi Non Hormonal1

Kontrasepsi non hormonal adalah metode kontrasepsi yang tidak menggunakan

kerja hormon untuk mencegah suatu kehamilan. Termasuk kedalam kontrasepsi non

hormonal, adalah:

1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Adalah alat kontrasepsi kecil yang dimasukkan melalui leher rahim dan diposisikan

dalam rongga rahim, dengan mekanisme kerja terutama dengan menghambat

fertilisasi. Meski demikian reaksi inflamasi yang terjadi di endometrium dapat

menghambat terjadinya implantasi.19

2. Metode barrier kondom pria dan perempuan

3. Metode amenore laktasi

4. Metode kontrasepsi sterilisasi perempuan

Merupakan kontrasepsi permanen pada perempuan yang tidak menginginkan punya

anak.1

Terdapat 2 pendekatan bedah yang paling sering digunakan:

- Minilaparotomy

- Laparoskopi

5. Spermisida dan Diafragma

6. Metode senggama terputus

7. Metode pantang berkala

B. Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal adalah penggunaan hormon untuk mencegah kehamilan.

Kontrasepsi hormonal secara garis besar terbagi menjadi kontrasepsi kombinasi

(menggunakan kombinasi hormon estrogen dan progestin) dan kontrasepsi progestin

only (hanya menggunakan hormon progestin).1

B.1. Perkembangan kontrasepsi hormonal kombinasi

Sejak diperkenalkan pertama kali pil kontrasepsi kombinasi (PKK) telah

mengalami perkembangan yang cukup banyak. Perkembangan ini dilakukan untuk

menurunkan kejadian yang tidak diinginkan akibat penggunaan hormon dikaitkan

Page 24: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

14

dengan dosis dan jenis hormon tersebut. Perkembangan yang telah dilakukan pada PKK

adalah menurunkan dosis estrogen, menggunakan preparat progestin generasi terbaru,

mempersingkat durasi hormone free interval dan mengembangkan cara pemberian yang

tidak menggunakan jalur enteral (transdermal dan vaginal). Saat ini di beberapa negara

juga sudah tersedia Patch transdermal kombinasi/ Combined transdermal patch (CTP)

yang melepaskan rata-rata 33.9 g EE dan 203 g norelgestromin per 24 jam dan Ring

vagina kombinasi/ Combined vaginal ring (CVR)/ Nuvaring® yang melepaskan EE dan

etonogestrel pada rata-rata 15 g dan 120 g per hari.

Selain memiliki efek utama untuk mencegah terjadinya kehamilan, ternyata

PKK juga memiliki efek non kontrasepsi yang banyak dimanfaatkan dalam kepentingan

klinik sehari-hari. Beberapa efek non kontrasepsi dari PKK yang sering digunakan di

antaranya adalah untuk tujuan mengendalikan siklus haid, mengurangi durasi dan

jumlah pendarahan dan mengurangi resiko kanker endometrium dan ovarium.20 Adapun

perkembangan pil kontrasepsi kombinasi dapat dilihat pada tabel 3.3

Tabel 3.3. Perkembangan Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK).18

Isi

GENERASI Etinil estradiol (mcg) PROGESTIN

I > 50 ( PKK dosis rendah , EE < 50mcg )

II 35

30

20

Levonorgestrel (Lng)

Norgestimate

Golongan norethindrone yang lain

III 20 - 25 - 30 Desogestrel atau gestodene

IV 30 – 20 Drospirenon, dienogest

B.2. Jenis dan perkembangan kontrasepsi hormonal progestin-only

Jenis kontrasepsi yang hanya mengandung progestogen saja terdiri dari pil,

suntik, implan dan LNG IUS (levonorgestrel intrauterine system).1

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Progestin only pil (POP)

Adalah pil kontrasepsi yang mengandung progestin saja dengan dosis yang

sangat rendah seperti hormon alami progesteron dalam tubuh perempuan.20

Progestogen LARCs (Long Acting Reversible Contraceptives) meliputi:

- Etonogestrel implan, seperti Implanon®

- Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA)

- Levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS)

Implan

Adalah merupakan alat kontrasepsi berupa batang plastik kecil atau kapsul,

masing-masing seukuran batang korek api, yang dapat melepaskan progestin seperti

hormon progesteron alami dalam tubuh perempuan, dan dipasang di bawah kulit pada

bagian dalam lengan atas 1.

Macam-macam implan:

- Jadelle®: 2 batang, efektif selama 5 tahun .

- Implanon®

- Sino-Implan (II), juga dikenal sebagai Femplant, Trust Implan, dan Zarin: 2 batang,

efektif selama 4 tahun (dapat diperpanjang sampai 5 tahun).

- Norplant®: 6 kapsul, digunakan selama 5 tahun (beberapa penelitian besar

melaporkan efektifitasnya sampai 7 tahun).

Suntik progestin

Adalah merupakan jenis kontrasepsi dalam bentuk suntikan depot yang

mengandung Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan norethisterone

enanthate (NET-EN) masing-masing berisi progestin seperti hormon progesteron alami

dalam tubuh perempuan.1 Hormon tersebut akan didepot di dalam otot dan dilepaskan

secara perlahan sehingga akan habis dalam waktu tertentu.

Page 25: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

15

dengan dosis dan jenis hormon tersebut. Perkembangan yang telah dilakukan pada PKK

adalah menurunkan dosis estrogen, menggunakan preparat progestin generasi terbaru,

mempersingkat durasi hormone free interval dan mengembangkan cara pemberian yang

tidak menggunakan jalur enteral (transdermal dan vaginal). Saat ini di beberapa negara

juga sudah tersedia Patch transdermal kombinasi/ Combined transdermal patch (CTP)

yang melepaskan rata-rata 33.9 g EE dan 203 g norelgestromin per 24 jam dan Ring

vagina kombinasi/ Combined vaginal ring (CVR)/ Nuvaring® yang melepaskan EE dan

etonogestrel pada rata-rata 15 g dan 120 g per hari.

Selain memiliki efek utama untuk mencegah terjadinya kehamilan, ternyata

PKK juga memiliki efek non kontrasepsi yang banyak dimanfaatkan dalam kepentingan

klinik sehari-hari. Beberapa efek non kontrasepsi dari PKK yang sering digunakan di

antaranya adalah untuk tujuan mengendalikan siklus haid, mengurangi durasi dan

jumlah pendarahan dan mengurangi resiko kanker endometrium dan ovarium.20 Adapun

perkembangan pil kontrasepsi kombinasi dapat dilihat pada tabel 3.3

Tabel 3.3. Perkembangan Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK).18

Isi

GENERASI Etinil estradiol (mcg) PROGESTIN

I > 50 ( PKK dosis rendah , EE < 50mcg )

II 35

30

20

Levonorgestrel (Lng)

Norgestimate

Golongan norethindrone yang lain

III 20 - 25 - 30 Desogestrel atau gestodene

IV 30 – 20 Drospirenon, dienogest

B.2. Jenis dan perkembangan kontrasepsi hormonal progestin-only

Jenis kontrasepsi yang hanya mengandung progestogen saja terdiri dari pil,

suntik, implan dan LNG IUS (levonorgestrel intrauterine system).1

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Progestin only pil (POP)

Adalah pil kontrasepsi yang mengandung progestin saja dengan dosis yang

sangat rendah seperti hormon alami progesteron dalam tubuh perempuan.20

Progestogen LARCs (Long Acting Reversible Contraceptives) meliputi:

- Etonogestrel implan, seperti Implanon®

- Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA)

- Levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS)

Implan

Adalah merupakan alat kontrasepsi berupa batang plastik kecil atau kapsul,

masing-masing seukuran batang korek api, yang dapat melepaskan progestin seperti

hormon progesteron alami dalam tubuh perempuan, dan dipasang di bawah kulit pada

bagian dalam lengan atas 1.

Macam-macam implan:

- Jadelle®: 2 batang, efektif selama 5 tahun .

- Implanon®

- Sino-Implan (II), juga dikenal sebagai Femplant, Trust Implan, dan Zarin: 2 batang,

efektif selama 4 tahun (dapat diperpanjang sampai 5 tahun).

- Norplant®: 6 kapsul, digunakan selama 5 tahun (beberapa penelitian besar

melaporkan efektifitasnya sampai 7 tahun).

Suntik progestin

Adalah merupakan jenis kontrasepsi dalam bentuk suntikan depot yang

mengandung Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan norethisterone

enanthate (NET-EN) masing-masing berisi progestin seperti hormon progesteron alami

dalam tubuh perempuan.1 Hormon tersebut akan didepot di dalam otot dan dilepaskan

secara perlahan sehingga akan habis dalam waktu tertentu.

Page 26: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

16

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

PATOFISIOLOGI PUA-I KARENA

KONTRASEPSI

4.1. Patofisiologi Pendarahan sela/breakthrough bleeding.18,21

4.1.1. Pendarahan sela progesteron

Pendarahan sela progesteron terjadi ketika rasio progesteron terhadap estrogen tinggi.

Pemberian progestin eksogen secara terus menerus dapat mengakibatkan pendarahan

intermiten dengan durasi yang bervariasi, namun umumnya cukup ringan. Kondisi ini

dapat dihindari jika tubuh masih memiliki kadar estrogen yang cukup untuk

mengimbangi progestin. Contoh dari pendarahan sela progesteron adalah pendarahan

yang terjadi pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi progestin saja. Pada

perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi estrogen-progestin dapat

pula mengakibatkan terjadinya pendarahan sela progesteron apabila komponen

progestin menjadi lebih dominan dibandingkan dengan komponen estrogennya.

Gambaran histologi pendarahan sela progesteron menggambarkan adanya “penekanan

fase sekresi” yang mengakibatkan terjadinya atropi pada jaringan endometrium.

4.1.2.Pendarahan sela estrogen/estrogen breakthrough bleeding 18,21

Lapisan endometrium menerima signal dari estrogen dengan kadar yang

berfluktuasi. Estrogen akan memicu proliferasi endometrium sehingga mencapai

ketebalan yang tidak normal dan sangat rapuh. Pertumbuhan endometrium yang tidak

normal ini mencakup epitel, stroma dan mikrovaskuler. Pertumbuhan lapisan

endometrium yang hanya dipicu oleh hormon estrogen saja tanpa adanya efek

progesteron, akan memicu pertumbuhan endometrium dengan kehilangan struktur yang

berfungsi untuk menunjang stroma untuk mempertahankan stabilitas lapisan

endometrium. Kapiler vena pada kondisi proliferasi endometrium yang persisten dan

hiperplasia endometrium, akan meningkat, berdilatasi dan seringkali terbentuk saluran

ireguler yang tidak normal dan rapuh sehingga mudah menyebabkan terjadinya

pendarahan.

BAB IV

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Beberapa penelitian sebelumnya ternyata memperlihatkan, pendarahan sela

estrogen yang terjadi ternyata tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya densitas

pembuluh darah yang tidak normal, rapuh, rentan robekan. Tapi juga disebabkan oleh

karena adanya pelepasan enzym proteolitik lisosom dari sekitar sel epitel dan sel

stroma, dan juga adanya migrasi sel-sel leukosit dan makrofag. Sel-sel imun tersebut

selanjutnya memicu pelepasan prostaglandin, terutama PGE2 (vasodilatasi), yang lebih

dominan dibandingkan dengan PGF2� (vasokontriksi).

Pendarahan yang terjadi pada pendarahan sela estrogen adalah pola pendarahan

yang berbeda pada perempuan dengan anovulasi kronik. Jumlah dan durasi pendarahan

sela estrogen dapat bervariasi, tergantung pada jumlah dan lamanya stimulasi estrogen

tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap lapisan endometrium. Paparan estrogen

kronis dosis rendah biasanya menyebabkan bercak/spotting intermiten yang umumnya

ringan, namun berlangsung lama. Sebaliknya, stimulasi estrogen dosis tinggi dalam

jangka waktu yang lama, menyebabkan amenore yang lama yang diselingi episode

pendarahan akut yang lamanya bervariasi.

Gambar 3. Patofisiologi pendarahan sela estrogen

Tonus pembuluh darah

menurun

Estrogen breakthrough bleeding

Proliferasi berlebihan

endometrium

Meningkatkan fragilitas

pembuluh darah

Kadar NO endometrium

meningkat

MMPs dan PGE2

meningkat

VEGF stroma

endometrium

Unopposed estrogen

Page 27: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

17

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

PATOFISIOLOGI PUA-I KARENA

KONTRASEPSI

4.1. Patofisiologi Pendarahan sela/breakthrough bleeding.18,21

4.1.1. Pendarahan sela progesteron

Pendarahan sela progesteron terjadi ketika rasio progesteron terhadap estrogen tinggi.

Pemberian progestin eksogen secara terus menerus dapat mengakibatkan pendarahan

intermiten dengan durasi yang bervariasi, namun umumnya cukup ringan. Kondisi ini

dapat dihindari jika tubuh masih memiliki kadar estrogen yang cukup untuk

mengimbangi progestin. Contoh dari pendarahan sela progesteron adalah pendarahan

yang terjadi pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi progestin saja. Pada

perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi estrogen-progestin dapat

pula mengakibatkan terjadinya pendarahan sela progesteron apabila komponen

progestin menjadi lebih dominan dibandingkan dengan komponen estrogennya.

Gambaran histologi pendarahan sela progesteron menggambarkan adanya “penekanan

fase sekresi” yang mengakibatkan terjadinya atropi pada jaringan endometrium.

4.1.2.Pendarahan sela estrogen/estrogen breakthrough bleeding 18,21

Lapisan endometrium menerima signal dari estrogen dengan kadar yang

berfluktuasi. Estrogen akan memicu proliferasi endometrium sehingga mencapai

ketebalan yang tidak normal dan sangat rapuh. Pertumbuhan endometrium yang tidak

normal ini mencakup epitel, stroma dan mikrovaskuler. Pertumbuhan lapisan

endometrium yang hanya dipicu oleh hormon estrogen saja tanpa adanya efek

progesteron, akan memicu pertumbuhan endometrium dengan kehilangan struktur yang

berfungsi untuk menunjang stroma untuk mempertahankan stabilitas lapisan

endometrium. Kapiler vena pada kondisi proliferasi endometrium yang persisten dan

hiperplasia endometrium, akan meningkat, berdilatasi dan seringkali terbentuk saluran

ireguler yang tidak normal dan rapuh sehingga mudah menyebabkan terjadinya

pendarahan.

BAB IV

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Beberapa penelitian sebelumnya ternyata memperlihatkan, pendarahan sela

estrogen yang terjadi ternyata tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya densitas

pembuluh darah yang tidak normal, rapuh, rentan robekan. Tapi juga disebabkan oleh

karena adanya pelepasan enzym proteolitik lisosom dari sekitar sel epitel dan sel

stroma, dan juga adanya migrasi sel-sel leukosit dan makrofag. Sel-sel imun tersebut

selanjutnya memicu pelepasan prostaglandin, terutama PGE2 (vasodilatasi), yang lebih

dominan dibandingkan dengan PGF2� (vasokontriksi).

Pendarahan yang terjadi pada pendarahan sela estrogen adalah pola pendarahan

yang berbeda pada perempuan dengan anovulasi kronik. Jumlah dan durasi pendarahan

sela estrogen dapat bervariasi, tergantung pada jumlah dan lamanya stimulasi estrogen

tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap lapisan endometrium. Paparan estrogen

kronis dosis rendah biasanya menyebabkan bercak/spotting intermiten yang umumnya

ringan, namun berlangsung lama. Sebaliknya, stimulasi estrogen dosis tinggi dalam

jangka waktu yang lama, menyebabkan amenore yang lama yang diselingi episode

pendarahan akut yang lamanya bervariasi.

Gambar 3. Patofisiologi pendarahan sela estrogen

Tonus pembuluh darah

menurun

Estrogen breakthrough bleeding

Proliferasi berlebihan

endometrium

Meningkatkan fragilitas

pembuluh darah

Kadar NO endometrium

meningkat

MMPs dan PGE2

meningkat

VEGF stroma

endometrium

Unopposed estrogen

Page 28: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

18

4.2. Patofisiologi pendarahan lucut /withdrawal bleeding 18,21

Pendarahan menstruasi normal pada akhir dari siklus yang berovulasi terjadi

akibat turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron karena korpus luteum yang

mengalami degenerasi (estrogen-progesteron withdrawal). Mekanisme yang sama dapat

terjadi ketika korpus luteum diangkat pada tindakan bedah atau ketika terdapat

gangguan pada hormon gonadotropin di fase luteal. Kejadian pendarahan yang

mengikuti penghentian pemberian estrogen dan progestin pada terapi hormon

pascamenopause yang diberikan secara siklik dan pendarahan yang terjadi pada akhir

siklus PKK dapat pula dikategorikan sebagai pendarahan lucut.

4.2.1.Pendarahan lucut estrogen 18,21

Pendarahan yang disebabkan karena turunnya kadar hormon estrogen (estrogen

withdrawal), sebelum terjadi ovulasi (fase folikular). Salah satu contoh klinis adalah

pendarahan yang terjadi pasca tindakan ooforektomi bilateral pada fase folikular.

Pendarahan yang terjadi setelah pengangkatan indung telur dapat diperlambat dengan

pemberian estrogen eksogen. Akan tetapi pendarahan akan tetap terjadi jika terapi

estrogen dihentikan.

4.2.2.Pendarahan lucut progesteron. 18,21

Pendarahan lucut progesteron adalah pendarahan yang disebabkan penurunan

kadar hormon progesteron. Dapat terjadi pada saat pemberian progestogen dihentikan.

Pendarahan lucut progesteron umumnya hanya terjadi jika lapisan endometrium

sebelumnya terpapar dengan hormon estrogen baik yang berasal dari endogen atau

eksogen terlebih dahulu. Jumlah dan lamanya pendarahan dapat sangat bervariasi dan

umumnya berhubungan dengan kadar dan lamanya stimulasi estrogen pada proliferasi

endometrium.

Page 29: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

19

4.2. Patofisiologi pendarahan lucut /withdrawal bleeding 18,21

Pendarahan menstruasi normal pada akhir dari siklus yang berovulasi terjadi

akibat turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron karena korpus luteum yang

mengalami degenerasi (estrogen-progesteron withdrawal). Mekanisme yang sama dapat

terjadi ketika korpus luteum diangkat pada tindakan bedah atau ketika terdapat

gangguan pada hormon gonadotropin di fase luteal. Kejadian pendarahan yang

mengikuti penghentian pemberian estrogen dan progestin pada terapi hormon

pascamenopause yang diberikan secara siklik dan pendarahan yang terjadi pada akhir

siklus PKK dapat pula dikategorikan sebagai pendarahan lucut.

4.2.1.Pendarahan lucut estrogen 18,21

Pendarahan yang disebabkan karena turunnya kadar hormon estrogen (estrogen

withdrawal), sebelum terjadi ovulasi (fase folikular). Salah satu contoh klinis adalah

pendarahan yang terjadi pasca tindakan ooforektomi bilateral pada fase folikular.

Pendarahan yang terjadi setelah pengangkatan indung telur dapat diperlambat dengan

pemberian estrogen eksogen. Akan tetapi pendarahan akan tetap terjadi jika terapi

estrogen dihentikan.

4.2.2.Pendarahan lucut progesteron. 18,21

Pendarahan lucut progesteron adalah pendarahan yang disebabkan penurunan

kadar hormon progesteron. Dapat terjadi pada saat pemberian progestogen dihentikan.

Pendarahan lucut progesteron umumnya hanya terjadi jika lapisan endometrium

sebelumnya terpapar dengan hormon estrogen baik yang berasal dari endogen atau

eksogen terlebih dahulu. Jumlah dan lamanya pendarahan dapat sangat bervariasi dan

umumnya berhubungan dengan kadar dan lamanya stimulasi estrogen pada proliferasi

endometrium.

Page 30: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

20

4.3. Pendarahan pada Penggunaan Kontrasepsi Non-Hormonal

Berdasarkan penelitian dan bukti yang ada, alat kontrasepsi non-hormonal yang

berpotensi dapat menyebabkan PUA adalah metode kontrasepsi sterilisasi dan alat

kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

4.3.1. PUA-I karena efek samping AKDR

Telah dilaporkan meskipun AKDR tidak mempengaruhi ovulasi, dapat terjadi

pendarahan menstruasi yang terjadi lebih awal daripada siklus menstruasi yang normal.

Efek samping paling sering dari kontrasepsi AKDR adalah pendarahan yang berlebihan

pada saat menstruasi. Gangguan menstruasi yang umum ditemukan pada penggunaan

AKDR terutama dapat terjadi dalam kurun waktu antara tiga sampai enam bulan

pertama pasca insersi AKDR. 22,23 Gangguan haid yang terjadi dapat berupa timbulnya

rasa nyeri, maupun terjadinya pendarahan yang bersifat lama dan berkepanjangan.

Meskipun keluhan ini biasanya membaik, seringkali dapat menjadi alasan penyebab

untuk penghentian penggunaan AKDR. Kejadian infeksi maupun kemungkinan

terdapatnya kelainan ginekologi perlu disingkirkan apabila pendarahan tidak teratur

terus berlangsung.24 Etiologi pendarahan yang terkait dengan penggunaan LNG-IUS

memiliki mekanisme yang lebih kompleks. Amenore atau pendarahan ringan (65%)

terjadi setelah 1 tahun pertama penggunaan LNG-IUS. Terdapat perbedaan bermakna

pada kejadian pendarahan antara penggunaan LNG-IUS dan Cu-IUD (CuT380A)

dalam waktu 3 dan 36 bulan penggunaan. 25-27

Jumlah pendarahan yang hilang selama menstruasi biasanya 2 kali lipat pasca

insersi IUD. Pendarahan akibat penggunaan AKDR yang lebih sering dengan jumlah

yang berlebihan dan masa pendarahan yang memanjang berpotensi dapat menyebabkan

terjadinya anemia defisiensi besi. Dalam kurun waktu 1 tahun diperkirakan 10-155

perempuan akan menghentikan pemakaian AKDR karena efek samping pendarahan

yang cukup mengganggu.1

Terdapat beberapa mekanisme penyebab kelainan pendarahan pada pengguna

AKDR. Beberapa studi melaporkan bahwa pemasangan AKDR dapat meningkatkan

produksi prostaglandin di endometrium yang mengakibatkan peningkatan vaskularisasi,

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat aktivitas trombosit, yang

pada akhirnya dapat memicu terjadinya peningkatan jumlah darah menstruasi.

Penelitian terbaru melaporkan bahwa pemasangan AKDR menyebabkan

peningkatan ekspresi COX-2 (siklooksigenase isoenzim 2), yang selanjutnya akan

diikuti dengan peningkatan biosintesis prostanoid dan ekspresi faktor pro-angiogenik,

seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), bFGF (basic fibroblast growth

factor), PDGF (platelet-derived growth factor), Ang-1(angiopoietin-1) dan Ang-2

(angiopoietin-2) dan sebaliknya akan terjadi down-regulation dari ekspresi gen anti-

angiogenik seperti cathepsin-D. 18,28-30

Meski demikian ternyata produksi prostaglandin pada pengguna AKDR hanya

bersifat sementara. El-Sahwi et al. mengamati terdapatnya kenaikan PGF2a dan PGE2

yang bermakna dari hasil bilasan endometrium 3 bulan pasca insersi AKDR. Akan

tetapi peningkatan konsentrasi prostaglandin tidak ditemukan pada pasien yang telah

menggunakan AKDR selama minimal 2 tahun. Kenaikan konsentrasi prostaglandin

sementara pasca insersi AKDR ternyata bertepatan dengan meningkatnya jumlah

pendarahan dan timbulnya nyeri saat menstruasi31. Xin dkk, menemukan bahwa

terdapat ekspresi berlebihan mRNA dan protein enzim COX-2 yang menyebabkan

produksi berlebihan prostaglandin di endometrium pasca insersi AKDR. 32

Zat vasoaktif lain yang juga mungkin terlibat adalah nitrit oksida (NO) yang

merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan endotel pembuluh darah. NO yang

disintesis sebagai respon terhadap reaksi inflamasi akibat adanya AKDR di

endometrium berhubungan dengan peningkatan sintesis prostaglandin. NO berinteraksi

langsung dengan meningkatkan aktivitas enzim siklooksigenase yang bertanggung

jawab terhadap sintesis prostaglandin. 33-36

4.3.2. PUA-I karena efek samping sterilisasi

Saat ini beberapa penelitian telah membuktikan adanya kaitan antara tindakan

sterilisasi dengan gangguan haid berupa keluhan premenstruasi, pendarahan menstruasi

yang lama dan banyak serta nyeri haid. Keluhan tersebut disebabkan oleh karena

terjadinya gangguan sirkulasi darah di dalam dan di sekitar tuba fallopi dan ovarium,

penekanan pada saraf dan perlengketan di rongga panggul.

Page 31: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

21

4.3. Pendarahan pada Penggunaan Kontrasepsi Non-Hormonal

Berdasarkan penelitian dan bukti yang ada, alat kontrasepsi non-hormonal yang

berpotensi dapat menyebabkan PUA adalah metode kontrasepsi sterilisasi dan alat

kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

4.3.1. PUA-I karena efek samping AKDR

Telah dilaporkan meskipun AKDR tidak mempengaruhi ovulasi, dapat terjadi

pendarahan menstruasi yang terjadi lebih awal daripada siklus menstruasi yang normal.

Efek samping paling sering dari kontrasepsi AKDR adalah pendarahan yang berlebihan

pada saat menstruasi. Gangguan menstruasi yang umum ditemukan pada penggunaan

AKDR terutama dapat terjadi dalam kurun waktu antara tiga sampai enam bulan

pertama pasca insersi AKDR. 22,23 Gangguan haid yang terjadi dapat berupa timbulnya

rasa nyeri, maupun terjadinya pendarahan yang bersifat lama dan berkepanjangan.

Meskipun keluhan ini biasanya membaik, seringkali dapat menjadi alasan penyebab

untuk penghentian penggunaan AKDR. Kejadian infeksi maupun kemungkinan

terdapatnya kelainan ginekologi perlu disingkirkan apabila pendarahan tidak teratur

terus berlangsung.24 Etiologi pendarahan yang terkait dengan penggunaan LNG-IUS

memiliki mekanisme yang lebih kompleks. Amenore atau pendarahan ringan (65%)

terjadi setelah 1 tahun pertama penggunaan LNG-IUS. Terdapat perbedaan bermakna

pada kejadian pendarahan antara penggunaan LNG-IUS dan Cu-IUD (CuT380A)

dalam waktu 3 dan 36 bulan penggunaan. 25-27

Jumlah pendarahan yang hilang selama menstruasi biasanya 2 kali lipat pasca

insersi IUD. Pendarahan akibat penggunaan AKDR yang lebih sering dengan jumlah

yang berlebihan dan masa pendarahan yang memanjang berpotensi dapat menyebabkan

terjadinya anemia defisiensi besi. Dalam kurun waktu 1 tahun diperkirakan 10-155

perempuan akan menghentikan pemakaian AKDR karena efek samping pendarahan

yang cukup mengganggu.1

Terdapat beberapa mekanisme penyebab kelainan pendarahan pada pengguna

AKDR. Beberapa studi melaporkan bahwa pemasangan AKDR dapat meningkatkan

produksi prostaglandin di endometrium yang mengakibatkan peningkatan vaskularisasi,

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat aktivitas trombosit, yang

pada akhirnya dapat memicu terjadinya peningkatan jumlah darah menstruasi.

Penelitian terbaru melaporkan bahwa pemasangan AKDR menyebabkan

peningkatan ekspresi COX-2 (siklooksigenase isoenzim 2), yang selanjutnya akan

diikuti dengan peningkatan biosintesis prostanoid dan ekspresi faktor pro-angiogenik,

seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), bFGF (basic fibroblast growth

factor), PDGF (platelet-derived growth factor), Ang-1(angiopoietin-1) dan Ang-2

(angiopoietin-2) dan sebaliknya akan terjadi down-regulation dari ekspresi gen anti-

angiogenik seperti cathepsin-D. 18,28-30

Meski demikian ternyata produksi prostaglandin pada pengguna AKDR hanya

bersifat sementara. El-Sahwi et al. mengamati terdapatnya kenaikan PGF2a dan PGE2

yang bermakna dari hasil bilasan endometrium 3 bulan pasca insersi AKDR. Akan

tetapi peningkatan konsentrasi prostaglandin tidak ditemukan pada pasien yang telah

menggunakan AKDR selama minimal 2 tahun. Kenaikan konsentrasi prostaglandin

sementara pasca insersi AKDR ternyata bertepatan dengan meningkatnya jumlah

pendarahan dan timbulnya nyeri saat menstruasi31. Xin dkk, menemukan bahwa

terdapat ekspresi berlebihan mRNA dan protein enzim COX-2 yang menyebabkan

produksi berlebihan prostaglandin di endometrium pasca insersi AKDR. 32

Zat vasoaktif lain yang juga mungkin terlibat adalah nitrit oksida (NO) yang

merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan endotel pembuluh darah. NO yang

disintesis sebagai respon terhadap reaksi inflamasi akibat adanya AKDR di

endometrium berhubungan dengan peningkatan sintesis prostaglandin. NO berinteraksi

langsung dengan meningkatkan aktivitas enzim siklooksigenase yang bertanggung

jawab terhadap sintesis prostaglandin. 33-36

4.3.2. PUA-I karena efek samping sterilisasi

Saat ini beberapa penelitian telah membuktikan adanya kaitan antara tindakan

sterilisasi dengan gangguan haid berupa keluhan premenstruasi, pendarahan menstruasi

yang lama dan banyak serta nyeri haid. Keluhan tersebut disebabkan oleh karena

terjadinya gangguan sirkulasi darah di dalam dan di sekitar tuba fallopi dan ovarium,

penekanan pada saraf dan perlengketan di rongga panggul.

Page 32: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

22

Penelitian Gentile dkk, 1998, menemukan adanya gangguan menstruasi pasca

sterilisasi yang dikaitkan dengan gangguan fungsi ovarium yang dapat mengakibatkan

pendarahan uterus abnormal, dismenore, dispareunia , nyeri panggul dan gangguan

hormonal yang disebut sebagai sindrom pasca ligasi tuba. 38 (level of evidene III) .

Cevrioglu AS, 2004 pada penelitiannya mendapatkan bahwa komplikasi yang

berkaitan dengan pendarahan uterus abnormal pasca sterilisasi tuba dianggap berkaitan

dengan gangguan aliran darah arteri ke ovarium dan gangguan drainase vena karena

pleksus vena terletak di dekat arteri. 37,38 (level of evidence III). Ozyer 2012,

mendapatkan kejadian gangguan fungsi ovarium ternyata lebih rendah pada kelompok

yang dilakukan sterilisasi pasca operasi sesar. Volume rata-rata ovarium dan jumlah

folikel antral lebih rendah pada kelompok yang dilakukan sterilisasi tuba secara elektif

dibandingkan dengan sterilisasi tuba yang dilakukan selama operasi sesar (level of

evidence III).39

Pengaruh sterilisasi terhadap pola pendarahan ataupun cadangan ovarium masih

bersifat kontroversi. Collaborative Review of Sterilization Working Group 2000,

mendapatkan bahwa selama 5 tahun observasi, perempuan yang menjalani sterilisasi

ternyata lebih mungkin mengalami pemendekan durasi haid, dismenorea, dan

ketidakteraturan siklus menstruasi.40 (level of evidence III). Di sisi lain, penelitian

Dede FS, dkk 2006 tidak mendapatkan perbedaan bermakna dalam hal perubahan pola

menstruasi, cadangan ovarium dan kejadian dismenorea pasca sterilisasi tuba

menggunakan elektrokauter.41 (level of evidence III).

Rekomendasi

Pengguna kontrasepsi IUD harus diberikan informasi tentang pendarahan ireguler,

pendarahan ringan, berat, ataupun pendarahan yang berkepanjangan yang umumnya

terjadi pada 3 sampai 6 bulan pertama penggunaan IUD (Rekomendasi C).42

4.4. Pendarahan pada Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

4.4.1. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis kontrasepsi hormonal

kombinasi

Penggunaan PKK umumnya jarang menjadi masalah yang memicu penghentian

penggunaan kontrasepsi, karena >90% pengguna PKK tidak mengalami gangguan pola

pendarahan. Sebagian besar penyebab gangguan pendarahan pada pengguna PKK

adalah disebabkan oleh karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang

dapat disebabkan akibat pasien tidak meminum satu atau beberapa pil atau akibat

interaksi dengan obat-obatan tertentu (contohnya rifampisin), dan malabsorpsi (muntah

dalam 2 jam setelah minum pil atau diare berat). 43,44

Kejadian pendarahan irreguler mencapai 20% dari seluruh pengguna

kontrasepsi hormonal kombinasi. 20 Penggunaan PKK estrogen dosis rendah dapat

memicu terjadinya pendarahan abnormal, karena estrogen dosis rendah tidak dapat

mempertahankan integritas endometrium, sementara progestin akan menyebabkan

endometrium mengalami atropi. Kedua kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan

pendarahan bercak. Pada penggunaan kontrasepsi kombinasi, pendarahan yang terjadi

bervariasi tergantung jenis, dosis dan lamanya pemakaian pil progestin, rasio dosis

estrogen dan progestin, kadar estrogen (E2) dan progesterone endogen dan respon

endometrium terhadap pemberian kontrasepsi hormonal yang sangat bersifat individual.

Gambaran histologi yang berkaitan dengan pendarahan sela pada penggunaan PKK

dihubungkan dengan adanya angiogenesis endometrium yang abnormal. Perubahan

struktural dan kerapuhan pembuluh darah yang mengkibatkan terjadinya kerusakan dan

pendarahan, yang terlihat terutama pada awal (bulan) penggunaan kontrasepsi

kombinasi dosis rendah atau yang mengandung progestin saja.45

4.4.2. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis kontrasepsi hormonal

progestin-only 45,46

Pendarahan sela pada pengguna kontrasepsi progestin-only disebabkan oleh

paparan endometrium terhadap progestogen dengan dosis yang relatif konstan dan

berlangsung secara terus menerus. Pendarahan sela berkaitan dengan serangkaian

gangguan molekuler yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah akibat gangguan

angiogenesis, meningkatnya fragilitas pembuluh darah, hilangnya integritas endotel,

epitel dan stroma struktur penunjang. Penyebab pasti kerapuhan pembuluh darah belum

sepenuhnya dimengerti. Aktivitas matriks metalloproteinase (MMP) endometrium pada

pengguna kontrasepsi progestogen meningkat, terutama MMP-9 dan aktivitas Tissue

Inhibitory Metalo Proteinase (TIMP) yang menurun. Hal ini menyebabkan lemahnya

jaringan penunjang disekitar pembuluh darah, dan di bawah epitel, sehingga

endometrium menjadi rapuh, dan terjadi kerusakan pada pembuluh darah, yang pada

akhirnya dapat memicu terjadinya pendarahan pada pengguna kontrasepsi progestin.

Page 33: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

23

Penelitian Gentile dkk, 1998, menemukan adanya gangguan menstruasi pasca

sterilisasi yang dikaitkan dengan gangguan fungsi ovarium yang dapat mengakibatkan

pendarahan uterus abnormal, dismenore, dispareunia , nyeri panggul dan gangguan

hormonal yang disebut sebagai sindrom pasca ligasi tuba. 38 (level of evidene III) .

Cevrioglu AS, 2004 pada penelitiannya mendapatkan bahwa komplikasi yang

berkaitan dengan pendarahan uterus abnormal pasca sterilisasi tuba dianggap berkaitan

dengan gangguan aliran darah arteri ke ovarium dan gangguan drainase vena karena

pleksus vena terletak di dekat arteri. 37,38 (level of evidence III). Ozyer 2012,

mendapatkan kejadian gangguan fungsi ovarium ternyata lebih rendah pada kelompok

yang dilakukan sterilisasi pasca operasi sesar. Volume rata-rata ovarium dan jumlah

folikel antral lebih rendah pada kelompok yang dilakukan sterilisasi tuba secara elektif

dibandingkan dengan sterilisasi tuba yang dilakukan selama operasi sesar (level of

evidence III).39

Pengaruh sterilisasi terhadap pola pendarahan ataupun cadangan ovarium masih

bersifat kontroversi. Collaborative Review of Sterilization Working Group 2000,

mendapatkan bahwa selama 5 tahun observasi, perempuan yang menjalani sterilisasi

ternyata lebih mungkin mengalami pemendekan durasi haid, dismenorea, dan

ketidakteraturan siklus menstruasi.40 (level of evidence III). Di sisi lain, penelitian

Dede FS, dkk 2006 tidak mendapatkan perbedaan bermakna dalam hal perubahan pola

menstruasi, cadangan ovarium dan kejadian dismenorea pasca sterilisasi tuba

menggunakan elektrokauter.41 (level of evidence III).

Rekomendasi

Pengguna kontrasepsi IUD harus diberikan informasi tentang pendarahan ireguler,

pendarahan ringan, berat, ataupun pendarahan yang berkepanjangan yang umumnya

terjadi pada 3 sampai 6 bulan pertama penggunaan IUD (Rekomendasi C).42

4.4. Pendarahan pada Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

4.4.1. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis kontrasepsi hormonal

kombinasi

Penggunaan PKK umumnya jarang menjadi masalah yang memicu penghentian

penggunaan kontrasepsi, karena >90% pengguna PKK tidak mengalami gangguan pola

pendarahan. Sebagian besar penyebab gangguan pendarahan pada pengguna PKK

adalah disebabkan oleh karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang

dapat disebabkan akibat pasien tidak meminum satu atau beberapa pil atau akibat

interaksi dengan obat-obatan tertentu (contohnya rifampisin), dan malabsorpsi (muntah

dalam 2 jam setelah minum pil atau diare berat). 43,44

Kejadian pendarahan irreguler mencapai 20% dari seluruh pengguna

kontrasepsi hormonal kombinasi. 20 Penggunaan PKK estrogen dosis rendah dapat

memicu terjadinya pendarahan abnormal, karena estrogen dosis rendah tidak dapat

mempertahankan integritas endometrium, sementara progestin akan menyebabkan

endometrium mengalami atropi. Kedua kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan

pendarahan bercak. Pada penggunaan kontrasepsi kombinasi, pendarahan yang terjadi

bervariasi tergantung jenis, dosis dan lamanya pemakaian pil progestin, rasio dosis

estrogen dan progestin, kadar estrogen (E2) dan progesterone endogen dan respon

endometrium terhadap pemberian kontrasepsi hormonal yang sangat bersifat individual.

Gambaran histologi yang berkaitan dengan pendarahan sela pada penggunaan PKK

dihubungkan dengan adanya angiogenesis endometrium yang abnormal. Perubahan

struktural dan kerapuhan pembuluh darah yang mengkibatkan terjadinya kerusakan dan

pendarahan, yang terlihat terutama pada awal (bulan) penggunaan kontrasepsi

kombinasi dosis rendah atau yang mengandung progestin saja.45

4.4.2. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis kontrasepsi hormonal

progestin-only 45,46

Pendarahan sela pada pengguna kontrasepsi progestin-only disebabkan oleh

paparan endometrium terhadap progestogen dengan dosis yang relatif konstan dan

berlangsung secara terus menerus. Pendarahan sela berkaitan dengan serangkaian

gangguan molekuler yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah akibat gangguan

angiogenesis, meningkatnya fragilitas pembuluh darah, hilangnya integritas endotel,

epitel dan stroma struktur penunjang. Penyebab pasti kerapuhan pembuluh darah belum

sepenuhnya dimengerti. Aktivitas matriks metalloproteinase (MMP) endometrium pada

pengguna kontrasepsi progestogen meningkat, terutama MMP-9 dan aktivitas Tissue

Inhibitory Metalo Proteinase (TIMP) yang menurun. Hal ini menyebabkan lemahnya

jaringan penunjang disekitar pembuluh darah, dan di bawah epitel, sehingga

endometrium menjadi rapuh, dan terjadi kerusakan pada pembuluh darah, yang pada

akhirnya dapat memicu terjadinya pendarahan pada pengguna kontrasepsi progestin.

Page 34: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

24

Metabolisme asam arakidonat endometrium pada pengguna kontrasepsi progestin

terganggu, yang ditunjukkan dengan peningkatan bermakna kadar PGF2 dan metabolit

epoxide.

Perubahan pola pendarahan adalah alasan paling umum bagi seorang perempuan

untuk menghentikan penggunaan POPs. Antara 10% - 25% perempuan pengguna POP

umumnya akan menghentikan metode ini dalam waktu 1 tahun karena komplikasi

berupa pendarahan. Hampir setengah dari pengguna POPs mengalami pendarahan

berkepanjangan dan sampai 70% dilaporkan mengalami pendarahan sela atau bercak

dalam satu atau lebih siklus. Pola pendarahan terkait dengan penggunaan POPs

mungkin terkait dengan jenis progestogen yang digunakan, dosis dan konsentrasi

estradiol endogen dalam sirkulasi. Terjadinya ovulasi dan konsentrasi progestogen

endogen juga dapat mempengaruhi pola pendarahan yang terjadi. Dibandingkan dengan

Norplant, pola pendarahan selama penggunaan kontrasepsi implan ditandai dengan

pendarahan lebih sedikit, tetapi juga oleh pola lebih bervariasi. Secara keseluruhan

terdapat sedikit peningkatan konsentrasi hemoglobin selama penggunaan kontrasepsi

implan.47,48 Perubahan pendarahan yang lebih menonjol terjadi dalam 3 bulan pertama

setelah insersi. Mayoritas perempuan menghentikan kontrasepsi implan dalam 1 tahun

pertama digunakan karena masalah pendarahan 47,48.

(level of evidence III).

Page 35: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

25

Metabolisme asam arakidonat endometrium pada pengguna kontrasepsi progestin

terganggu, yang ditunjukkan dengan peningkatan bermakna kadar PGF2 dan metabolit

epoxide.

Perubahan pola pendarahan adalah alasan paling umum bagi seorang perempuan

untuk menghentikan penggunaan POPs. Antara 10% - 25% perempuan pengguna POP

umumnya akan menghentikan metode ini dalam waktu 1 tahun karena komplikasi

berupa pendarahan. Hampir setengah dari pengguna POPs mengalami pendarahan

berkepanjangan dan sampai 70% dilaporkan mengalami pendarahan sela atau bercak

dalam satu atau lebih siklus. Pola pendarahan terkait dengan penggunaan POPs

mungkin terkait dengan jenis progestogen yang digunakan, dosis dan konsentrasi

estradiol endogen dalam sirkulasi. Terjadinya ovulasi dan konsentrasi progestogen

endogen juga dapat mempengaruhi pola pendarahan yang terjadi. Dibandingkan dengan

Norplant, pola pendarahan selama penggunaan kontrasepsi implan ditandai dengan

pendarahan lebih sedikit, tetapi juga oleh pola lebih bervariasi. Secara keseluruhan

terdapat sedikit peningkatan konsentrasi hemoglobin selama penggunaan kontrasepsi

implan.47,48 Perubahan pendarahan yang lebih menonjol terjadi dalam 3 bulan pertama

setelah insersi. Mayoritas perempuan menghentikan kontrasepsi implan dalam 1 tahun

pertama digunakan karena masalah pendarahan 47,48.

(level of evidence III).

Page 36: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

26

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Anamnesis pada pendarahan karena kontrasepsi hormonal dapat dilihat pada tabel 5.2.7

Tabel 5.2. Anamnesis keluhan pendarahan pada penggunaan kontrasepsi

hormonal

ANAMNESIS (Rekomendasi C)

- Metode kontrasepsi apakah yang digunakan sekarang dan sudah berapa lama?

- Bagaimana pola pendarahan sebelum menggunakan kontrasepsi ini? Dan

bagaimana pola pendarahan sejak memulai menggunakan kontrasepsi sampai

sekarang?

- Bagaimana cara pemakaian kontrasepsi tersebut? Apakah ada riwayat tidak

minum pil?

- Bagaimana pola pendarahan yang berlangsung akibat kontrasepsi tersebut?

Berapakah jumlah hari berdarah dalam 1 bulan? Berapa episode pendarahan

dalam 1 bulan? Adakah pendarahan selama atau sesudah hubungan seksual?

Apakah pendarahan berkaitan dengan nyeri abdomen atau keluhan berkemih?

- Bila menggunakan kontrasepsi implan, maka tanyakan kapan implan dipasang,

apakah implan dapat diraba?

- Adakah kemungkinan pasien hamil?

- Apakah terdapat riwayat menggunakan obat-obatan yang mungkin akan

berinteraksi dengan metode kontrasepsi yang digunakan? Adakah penyakit

tertentu yang mungkin akan mempengaruhi penyerapan kontrasepsi peroral?

(contohnya obat antiepilepsi) (level of evidence II)

- Apakah pasien merokok? Bila iya, berapa bungkus perhari?

- Apakah terdapat risiko penyakit menular seksual?

- Kapan pemeriksaan penyaring kanker mulut rahim dilakukan?

- Adakah keluhan lain yang mungkin menjadi sebab pendarahan seperti nyeri

abdomen atau nyeri pelvik, pendarahan setelah berhubungan, dispareunia, atau

adanya pendarahan hebat?

Pola pendarahan karena efek samping kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan

kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang.7

Metode Kontrasepsi Pola pendarahan dalam 3

bulan pertama

Pola pendarahan jangka panjang

KONTRASEPSI

HORMONAL

KOMBINASI

(Patch, pil )

Hingga 20% pengguna pil

kontrasepsi kombinasi

memiliki pendarahan yang

ireguler. Tidak ada

perbedaan bermakna antara

penggunaan pil atau patch

Pendarahan biasanya tertangani.

Aktivitas ovarium ditekan secara

efektif

KONTRASEPSI

PROGESTOGEN

Pil

progestin

Sepertiga perempuan

mengalami perubahan pola

pendarahan dan 1

dari 10 mengalami

pendarahan yang sering

(frequent bleeding)

Pendarahan mungkin tidak berhenti

seiring waktu dan aktivitas ovarium

tidak sepenuhnya ditekan. Sekitar

10-15% akan mengalami amenorea,

sampai 50% pendarahan biasa, 30-

40% pendarahan ireguler

Suntikan

progestin

Gangguan pendarahan

(spotting, pendarahan

ringan, berat atau

berkepanjangan) sering

terjadi.

Sampai 35% mengalami

amenorea selama 3 bulan.

Sampai 70% akan mengalami

amenorea dalam 1 tahun

Implan

progestin

Gangguan pendarahan

sering terjadi

Dalam waktu 6 bulan penggunaan,

30% akan mengalami pendarahan

yang tidak sering, 10-20%

pendarahan lama.

LNG-IUS

Sering terjadi pendarahan

ireguler, ringan atau berat

(dalam 6 bulan pertama)

65 % akan mengalami amenorea

atau pendarahan akan berkurang

dalam 1 tahun

Page 37: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

27

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Anamnesis pada pendarahan karena kontrasepsi hormonal dapat dilihat pada tabel 5.2.7

Tabel 5.2. Anamnesis keluhan pendarahan pada penggunaan kontrasepsi

hormonal

ANAMNESIS (Rekomendasi C)

- Metode kontrasepsi apakah yang digunakan sekarang dan sudah berapa lama?

- Bagaimana pola pendarahan sebelum menggunakan kontrasepsi ini? Dan

bagaimana pola pendarahan sejak memulai menggunakan kontrasepsi sampai

sekarang?

- Bagaimana cara pemakaian kontrasepsi tersebut? Apakah ada riwayat tidak

minum pil?

- Bagaimana pola pendarahan yang berlangsung akibat kontrasepsi tersebut?

Berapakah jumlah hari berdarah dalam 1 bulan? Berapa episode pendarahan

dalam 1 bulan? Adakah pendarahan selama atau sesudah hubungan seksual?

Apakah pendarahan berkaitan dengan nyeri abdomen atau keluhan berkemih?

- Bila menggunakan kontrasepsi implan, maka tanyakan kapan implan dipasang,

apakah implan dapat diraba?

- Adakah kemungkinan pasien hamil?

- Apakah terdapat riwayat menggunakan obat-obatan yang mungkin akan

berinteraksi dengan metode kontrasepsi yang digunakan? Adakah penyakit

tertentu yang mungkin akan mempengaruhi penyerapan kontrasepsi peroral?

(contohnya obat antiepilepsi) (level of evidence II)

- Apakah pasien merokok? Bila iya, berapa bungkus perhari?

- Apakah terdapat risiko penyakit menular seksual?

- Kapan pemeriksaan penyaring kanker mulut rahim dilakukan?

- Adakah keluhan lain yang mungkin menjadi sebab pendarahan seperti nyeri

abdomen atau nyeri pelvik, pendarahan setelah berhubungan, dispareunia, atau

adanya pendarahan hebat?

Pola pendarahan karena efek samping kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan

kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang.7

Metode Kontrasepsi Pola pendarahan dalam 3

bulan pertama

Pola pendarahan jangka panjang

KONTRASEPSI

HORMONAL

KOMBINASI

(Patch, pil )

Hingga 20% pengguna pil

kontrasepsi kombinasi

memiliki pendarahan yang

ireguler. Tidak ada

perbedaan bermakna antara

penggunaan pil atau patch

Pendarahan biasanya tertangani.

Aktivitas ovarium ditekan secara

efektif

KONTRASEPSI

PROGESTOGEN

Pil

progestin

Sepertiga perempuan

mengalami perubahan pola

pendarahan dan 1

dari 10 mengalami

pendarahan yang sering

(frequent bleeding)

Pendarahan mungkin tidak berhenti

seiring waktu dan aktivitas ovarium

tidak sepenuhnya ditekan. Sekitar

10-15% akan mengalami amenorea,

sampai 50% pendarahan biasa, 30-

40% pendarahan ireguler

Suntikan

progestin

Gangguan pendarahan

(spotting, pendarahan

ringan, berat atau

berkepanjangan) sering

terjadi.

Sampai 35% mengalami

amenorea selama 3 bulan.

Sampai 70% akan mengalami

amenorea dalam 1 tahun

Implan

progestin

Gangguan pendarahan

sering terjadi

Dalam waktu 6 bulan penggunaan,

30% akan mengalami pendarahan

yang tidak sering, 10-20%

pendarahan lama.

LNG-IUS

Sering terjadi pendarahan

ireguler, ringan atau berat

(dalam 6 bulan pertama)

65 % akan mengalami amenorea

atau pendarahan akan berkurang

dalam 1 tahun

Page 38: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

28

5.2. Pemeriksaan Fisik13

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan

hemodinamik.

Pastikan bahwa pendarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan

dengan kehamilan.

Pemeriksaan IMT, tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau

manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan

lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.

Menyingkirkan kehamilan

Pemeriksaan ginekologi

Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap

smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia

endometrium atau keganasan.

- Pada pemakaian kontrasepsi yang teratur dan benar, pemeriksaan menggunakan

spekulum harus dilakukan apabila terdapat keluhan pendarahan yang menetap,

atau perubahan pendarahan setelah minimal 3 bulan pemakaian kontrasepsi, tidak

berhasil dengan terapi medikamentosa, atau apabila belum pernah dilakukan

skrining kanker serviks. (GPP)

- Pemakaian kontrasepsi yang benar dan konsisten, disamping pemeriksaan

spekulum, pemeriksaan bimanual harus dilakukan bila keluhan pendarahan

disertai gejala lain (seperti nyeri, dispareunia atau pernarahan berat). (GPP)

5.3. Pemeriksaan laboratorium

5.3.1. Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi

- Perkiraan dari pasien sendiri terhadap perkiraan darah yang hilang.

- Menghitung jumlah hari menstruasi

- Menghitung jumlah produk sanitari yang digunakan

- Mengukur kadar hemoglobin

- Tabel penilai kehilangan darah Pictorial (PBACS)

Tabel 5. 4. Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC

Pembalut

Nilai 1 Bercak pada pembalut

Nilai 5 Memenuhi setengah dari pembalut

Nilai 20 Memenuhi seluruh pembalut

Tampon

Nilai 1 Bercak pada tampon

Nilai 5 Memenuhi setengah dari tampon

Nilai 10 Memenuhi seluruh tampon

Bekuan darah

Nilai 1 Bekuan kecil darah (Australian 5 cent coin)

Nilai 5 Bekuan besar darah (Australian 50 cent coin)

Nilai 5 Setiap episode keluaran bekuan darah

Page 39: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

29

5.2. Pemeriksaan Fisik13

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan

hemodinamik.

Pastikan bahwa pendarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan

dengan kehamilan.

Pemeriksaan IMT, tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau

manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan

lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.

Menyingkirkan kehamilan

Pemeriksaan ginekologi

Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap

smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia

endometrium atau keganasan.

- Pada pemakaian kontrasepsi yang teratur dan benar, pemeriksaan menggunakan

spekulum harus dilakukan apabila terdapat keluhan pendarahan yang menetap,

atau perubahan pendarahan setelah minimal 3 bulan pemakaian kontrasepsi, tidak

berhasil dengan terapi medikamentosa, atau apabila belum pernah dilakukan

skrining kanker serviks. (GPP)

- Pemakaian kontrasepsi yang benar dan konsisten, disamping pemeriksaan

spekulum, pemeriksaan bimanual harus dilakukan bila keluhan pendarahan

disertai gejala lain (seperti nyeri, dispareunia atau pernarahan berat). (GPP)

5.3. Pemeriksaan laboratorium

5.3.1. Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi

- Perkiraan dari pasien sendiri terhadap perkiraan darah yang hilang.

- Menghitung jumlah hari menstruasi

- Menghitung jumlah produk sanitari yang digunakan

- Mengukur kadar hemoglobin

- Tabel penilai kehilangan darah Pictorial (PBACS)

Tabel 5. 4. Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC

Pembalut

Nilai 1 Bercak pada pembalut

Nilai 5 Memenuhi setengah dari pembalut

Nilai 20 Memenuhi seluruh pembalut

Tampon

Nilai 1 Bercak pada tampon

Nilai 5 Memenuhi setengah dari tampon

Nilai 10 Memenuhi seluruh tampon

Bekuan darah

Nilai 1 Bekuan kecil darah (Australian 5 cent coin)

Nilai 5 Bekuan besar darah (Australian 50 cent coin)

Nilai 5 Setiap episode keluaran bekuan darah

Page 40: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

30

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Piktogram menstruasi (Piktogram ini digunakan sebagai modifikasi teknik PBAC

sebelumnya)

Gambar 4. Piktogram menstruasi dengan setara kehilangan darah

Rekomendasi Mengukur kehilangan darah menstruasi baik secara langsung (alkaline haematin)

maupun tidak langsung (grafik penilaian kehilangan darah bergambar ) tidak rutin

dianjurkan untuk HMB. Kehilangan darah menstruasi adalah masalah harus

ditentukan bukan dengan mengukur kehilangan darah tetapi oleh wanita itu sendiri.

Good pratice point, Rekomendasi C49

Kehilangan darah selama menstruasi dapat dinilai secara sederhana, objektif

ataupun dengan piktograf atau skor pendarahan. Pengukuran jumlah darah yang

hilang dapat digunakan untuk menilai efektifitas pengobatan (level of evidence

II).

5.3.2. Gambaran hormon reproduksi haid normal Siklus menstruasi normal terdiri dari tiga fase: fase folikuler, ovulasi, dan fase luteal.

Fase folikuler berlangsung selama 10-14 hari atau panjangnya bervariasi sesuai dengan

panjangnya siklus menstruasi. 18

Haid normal.18

Perekrutan folikel dominan terjadi selama hari 5- 7, akibatnya, kadar estradiol mulai

meningkat secara bermakna pada hari ke 7. Kadar estradiol, berasal dari folikel

dominan, meningkat terus dan melalui efek umpan balik negatif, menekan pelepasan

FSH

Peralihan dari penekanan ke stimulasi pelepasan LH terjadi karena kenaikan kadar

estradiol selama fase midfollikular.

Kadar estradiol yang diperlukan untuk mencapai umpan balik positif lebih dari 200

pg / mL, dan konsentrasi ini harus dipertahankan sekitar 50 jam. Kadar estrogen ini

tidak pernah terjadi sampai folikel dominan mencapai diameter 15 mm.

Peningkatan kadar estrogen akan memicu penurunan FSH, sementara kenaikan

estrogen di fase midfolikular memberikan pengaruh umpan balik positif terhadap

sekresi LH. Penurunan kadar FSH dan peningkatan LH pada fase midfolikular akan

memicu terjadinya program seleksi pada kohort folikel.

Melalui reseptornya, LH memulai luteinisasi dan produksi progesteron dari lapisan

granulosa. Meningkatnya kadar progesteron preovulasi menyebabkan umpan balik

positif estrogen yang mungkin diperlukan untuk memicu puncak FSH pada

pertengahan siklus.

Kadar LH meningkat terus selama fase folikuler akhir, merangsang produksi

androgen di sel teka dan mengoptimalkan pematangan akhir dan fungsi folikel

dominan. Produksi hormon estrogen menjadi cukup untuk mencapai dan

mempertahankan kadar ambang estradiol perifer yang diperlukan untuk mendorong

lonjakan LH.

36 jam pasca lonjakan LH akan memicu terjadinya ovulasi

Selanjutnya di bawah pengaruh hormon FSH dan LH sel-sel lutein akan

menghasilkan hormon estrogen dan terutama progesteron yang akan mencapai

puncaknya di 7 hari pasca ovulasi

Apabila dalam waktu 14 hari tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan

mengalami degenerasi. Kematian korpus luteum menyebabkan penurunan kadar

estradiol, progesteron, dan inhibin sirkulasi.

Sampai 36-48 jam sebelum menstruasi, masih terdapat sekresi gonadotropin ditandai

dengan pulsasi LH yang jarang dan kadar FSH rendah yang merupakan khas akhir

Page 41: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

31

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Piktogram menstruasi (Piktogram ini digunakan sebagai modifikasi teknik PBAC

sebelumnya)

Gambar 4. Piktogram menstruasi dengan setara kehilangan darah

Rekomendasi Mengukur kehilangan darah menstruasi baik secara langsung (alkaline haematin)

maupun tidak langsung (grafik penilaian kehilangan darah bergambar ) tidak rutin

dianjurkan untuk HMB. Kehilangan darah menstruasi adalah masalah harus

ditentukan bukan dengan mengukur kehilangan darah tetapi oleh wanita itu sendiri.

Good pratice point, Rekomendasi C49

Kehilangan darah selama menstruasi dapat dinilai secara sederhana, objektif

ataupun dengan piktograf atau skor pendarahan. Pengukuran jumlah darah yang

hilang dapat digunakan untuk menilai efektifitas pengobatan (level of evidence

II).

5.3.2. Gambaran hormon reproduksi haid normal Siklus menstruasi normal terdiri dari tiga fase: fase folikuler, ovulasi, dan fase luteal.

Fase folikuler berlangsung selama 10-14 hari atau panjangnya bervariasi sesuai dengan

panjangnya siklus menstruasi. 18

Haid normal.18

Perekrutan folikel dominan terjadi selama hari 5- 7, akibatnya, kadar estradiol mulai

meningkat secara bermakna pada hari ke 7. Kadar estradiol, berasal dari folikel

dominan, meningkat terus dan melalui efek umpan balik negatif, menekan pelepasan

FSH

Peralihan dari penekanan ke stimulasi pelepasan LH terjadi karena kenaikan kadar

estradiol selama fase midfollikular.

Kadar estradiol yang diperlukan untuk mencapai umpan balik positif lebih dari 200

pg / mL, dan konsentrasi ini harus dipertahankan sekitar 50 jam. Kadar estrogen ini

tidak pernah terjadi sampai folikel dominan mencapai diameter 15 mm.

Peningkatan kadar estrogen akan memicu penurunan FSH, sementara kenaikan

estrogen di fase midfolikular memberikan pengaruh umpan balik positif terhadap

sekresi LH. Penurunan kadar FSH dan peningkatan LH pada fase midfolikular akan

memicu terjadinya program seleksi pada kohort folikel.

Melalui reseptornya, LH memulai luteinisasi dan produksi progesteron dari lapisan

granulosa. Meningkatnya kadar progesteron preovulasi menyebabkan umpan balik

positif estrogen yang mungkin diperlukan untuk memicu puncak FSH pada

pertengahan siklus.

Kadar LH meningkat terus selama fase folikuler akhir, merangsang produksi

androgen di sel teka dan mengoptimalkan pematangan akhir dan fungsi folikel

dominan. Produksi hormon estrogen menjadi cukup untuk mencapai dan

mempertahankan kadar ambang estradiol perifer yang diperlukan untuk mendorong

lonjakan LH.

36 jam pasca lonjakan LH akan memicu terjadinya ovulasi

Selanjutnya di bawah pengaruh hormon FSH dan LH sel-sel lutein akan

menghasilkan hormon estrogen dan terutama progesteron yang akan mencapai

puncaknya di 7 hari pasca ovulasi

Apabila dalam waktu 14 hari tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan

mengalami degenerasi. Kematian korpus luteum menyebabkan penurunan kadar

estradiol, progesteron, dan inhibin sirkulasi.

Sampai 36-48 jam sebelum menstruasi, masih terdapat sekresi gonadotropin ditandai

dengan pulsasi LH yang jarang dan kadar FSH rendah yang merupakan khas akhir

Page 42: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

32

fase luteal. Selama transisi dari fase luteal ke fase folikuler berikutnya, GnRH dan

gonadotropin dilepaskan sebagai efek penghambatan estradiol, progesteron, dan

inhibin.

Gambar 5. Siklus haid normal

5.3.3. Gambaran hormon reproduksi pada haid abnormal Pasien yang mengalami menstruasi yang tidak teratur, kewajiban untuk

menyingkirkan kemungkinan penyakit sistemik seperti hipotiroidisme dan

produksi prolaktin abnormal merupakan suatu keharusan.

Berdasarkan klasifikasi FIGO 2011, pada PUA pemeriksaan laboratorium

hormonal bermanfaat pada PUA yang disebabkan oleh :

o Gangguan ovulasi (AUB-O)

Pemeriksaan kadar FSH, LH, dan estradiol akan membantu mengidentifikasi

etiologi disfungsi poros hipotalamus-hipofisis-gonad. FSH / LH / estradiol dapat

dinilai pada hari ke-3 pada siklus menstruasi yang teratur atau kapan saja pada

siklus menstruasi yang tidak teratur.

Peningkatan kadar FSH dan LH dan rendahnya kadar estradiol serum sesuai

dengan rendahnya cadangan ovarium atau kegagalan ovarium primer.

Rendahnya kadar FSH dan LH sesuai dengan disfungsi ovarium sekunder karena

gangguan pada hipotalamus atau hipofisis.

sel/mm ) sel/mm )

sel/mm )

Page 43: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

33

fase luteal. Selama transisi dari fase luteal ke fase folikuler berikutnya, GnRH dan

gonadotropin dilepaskan sebagai efek penghambatan estradiol, progesteron, dan

inhibin.

Gambar 5. Siklus haid normal

5.3.3. Gambaran hormon reproduksi pada haid abnormal Pasien yang mengalami menstruasi yang tidak teratur, kewajiban untuk

menyingkirkan kemungkinan penyakit sistemik seperti hipotiroidisme dan

produksi prolaktin abnormal merupakan suatu keharusan.

Berdasarkan klasifikasi FIGO 2011, pada PUA pemeriksaan laboratorium

hormonal bermanfaat pada PUA yang disebabkan oleh :

o Gangguan ovulasi (AUB-O)

Pemeriksaan kadar FSH, LH, dan estradiol akan membantu mengidentifikasi

etiologi disfungsi poros hipotalamus-hipofisis-gonad. FSH / LH / estradiol dapat

dinilai pada hari ke-3 pada siklus menstruasi yang teratur atau kapan saja pada

siklus menstruasi yang tidak teratur.

Peningkatan kadar FSH dan LH dan rendahnya kadar estradiol serum sesuai

dengan rendahnya cadangan ovarium atau kegagalan ovarium primer.

Rendahnya kadar FSH dan LH sesuai dengan disfungsi ovarium sekunder karena

gangguan pada hipotalamus atau hipofisis.

sel/mm ) sel/mm )

sel/mm )

Page 44: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

34

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Rekomendasi Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan pada semua perempuan dengan HMB.

Pemeriksaan ini harus dilakukan paralel dengan pengobatan HMB yang diberikan.

(Rekomendasi C)

Pemeriksaan gangguan koagulasi harus dipertimbangkan pada perempuan dengan

HMB sejak menarche dan memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan gangguan

koagulasi. (Rekomendasi C)

Pemeriksaan serum feritin tidak harus dilakukan secara rutin pada perempuan dengan

pendarahan uterus abnormal. (Rekomendasi B)

Pemeriksaan hormonal tidak dilakukan pada perempuan dengan HMB.

(Rekomendasi C)

Pemeriksaan hormon tiroid seharusnya hanya dilakukan bila terdapat tanda dan

gejala penyakit tiroid hadir. (Rekomendasi C)49

5.4.Pemeriksaan ultrasonografi

Sebuah systematic review penggunaan USG, sonohysteroscopy dan histeroskopi

pada populasi AUB. Kajian ini menemukan akurasi setiap penelitian memiliki variasi

luas. Untuk USG transvaginal (TVS) (sepuluh penelitian) dengan kisaran sensitivitas

48-100% dan spesifisitas 12-100%, untuk identifikasi setiap patologi intrauterin.

Sonohysteroscopy (11 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 85–100% dan spesifisitas

50–100. Hysteroscopy (3 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 90–97% dan spesifisitas

62–93%. Systematic review ini menyimpulkan bahwa ketiga metode pemeriksaan

tersebut mempunyai akurasi minimal sedang untuk mengidentifikasi kelainan di uterus 56,57 (level of evidence II)

Penelitian oleh Critchley, dkk 2001 mendapatkan akurasi USG untuk

mengidentifikasi kanker endometrium mempunyai sensitifitas 66.7%, spesifisitas

55.7%, PPV 6.9% dan NPV 97%.58 (level of evidene 1b)

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Saline infusion sonography

Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di (n = 223) di Turkey membandingkan

TVS, hysteroscopy dan saline infusion sonography, menggunakan biopsi, dan dilatasi

dan kuretase sebagai referensi. Saline infusion sonography untuk mendeteksi mioma

uteri submukosum dibandingkan dengan histologi: sensitivitas = 81.3%, spesitifitas =

98.0%, PPV = 81.3%, NPV = 98.0%, LR+ = 40.35, LR = 0.19.59 (Level of evidence

II).

Histeroskopi

Tindakan pemeriksaan histeroskopi saat ini dapat dilakukan di poliklinik rawat

jalan, tanpa membutuhkan anestesi umum (office hysteroscopy). Histeroskopi di

poliklinik rawat jalan umumnya dapat ditolera nsi dan diterima sangat baik oleh pasien.

Histeroskopi digunakan sebagai alat diagnostik hanya ketika hasil USG tidak dapat

disimpulkan.60

Rekomendasi

- USG panggul, baik abdomen (suprapubik) dan transvaginal, direkomendasikan

sebagai prosedur lini pertama diagnosis etiologi AUB (Rekomendasi A).

- Doppler ultrasonografi memberikan informasi tambahan yang berguna untuk

mengetahui kelainan endometrium dan miometrium (Rekomendasi B).

- Histeroskopi atau histerosonografi dapat digunakan sebagai prosedur lini kedua

apabila pemeriksaan USG menunjukkan adanya kelainan intrauterin atau jika

perawatan medis gagal setelah 3-6 bulan (Rekomendasi B).

- Pada pasien dengan faktor risiko kanker endometrium (harus kombinasikan

dengan biopsi terarah) (Rekomendasi B).

Gambaran sonografi ovarium dan endometrium normal

Pencitraan uterus normal melalui ultrasonografi transvaginal mencitrakan uterus

dalam bidang longitudinal dan horizontalnya dan memberikan informasi ukuran, bentuk

dan posisi uterus dalam satuan sentimeter. Ukuran dan bentuk uterus berubah sesuai

usia pasien namun pada masa reproduksi umumnya berukuran 7x4x4 cm. Tampilan

miometrium akan memberikan gambaran tekstur yang homogen dengan ekogenisitas

rendah/medium.

Page 45: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

35

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Rekomendasi Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan pada semua perempuan dengan HMB.

Pemeriksaan ini harus dilakukan paralel dengan pengobatan HMB yang diberikan.

(Rekomendasi C)

Pemeriksaan gangguan koagulasi harus dipertimbangkan pada perempuan dengan

HMB sejak menarche dan memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan gangguan

koagulasi. (Rekomendasi C)

Pemeriksaan serum feritin tidak harus dilakukan secara rutin pada perempuan dengan

pendarahan uterus abnormal. (Rekomendasi B)

Pemeriksaan hormonal tidak dilakukan pada perempuan dengan HMB.

(Rekomendasi C)

Pemeriksaan hormon tiroid seharusnya hanya dilakukan bila terdapat tanda dan

gejala penyakit tiroid hadir. (Rekomendasi C)49

5.4.Pemeriksaan ultrasonografi

Sebuah systematic review penggunaan USG, sonohysteroscopy dan histeroskopi

pada populasi AUB. Kajian ini menemukan akurasi setiap penelitian memiliki variasi

luas. Untuk USG transvaginal (TVS) (sepuluh penelitian) dengan kisaran sensitivitas

48-100% dan spesifisitas 12-100%, untuk identifikasi setiap patologi intrauterin.

Sonohysteroscopy (11 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 85–100% dan spesifisitas

50–100. Hysteroscopy (3 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 90–97% dan spesifisitas

62–93%. Systematic review ini menyimpulkan bahwa ketiga metode pemeriksaan

tersebut mempunyai akurasi minimal sedang untuk mengidentifikasi kelainan di uterus 56,57 (level of evidence II)

Penelitian oleh Critchley, dkk 2001 mendapatkan akurasi USG untuk

mengidentifikasi kanker endometrium mempunyai sensitifitas 66.7%, spesifisitas

55.7%, PPV 6.9% dan NPV 97%.58 (level of evidene 1b)

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Saline infusion sonography

Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di (n = 223) di Turkey membandingkan

TVS, hysteroscopy dan saline infusion sonography, menggunakan biopsi, dan dilatasi

dan kuretase sebagai referensi. Saline infusion sonography untuk mendeteksi mioma

uteri submukosum dibandingkan dengan histologi: sensitivitas = 81.3%, spesitifitas =

98.0%, PPV = 81.3%, NPV = 98.0%, LR+ = 40.35, LR = 0.19.59 (Level of evidence

II).

Histeroskopi

Tindakan pemeriksaan histeroskopi saat ini dapat dilakukan di poliklinik rawat

jalan, tanpa membutuhkan anestesi umum (office hysteroscopy). Histeroskopi di

poliklinik rawat jalan umumnya dapat ditolera nsi dan diterima sangat baik oleh pasien.

Histeroskopi digunakan sebagai alat diagnostik hanya ketika hasil USG tidak dapat

disimpulkan.60

Rekomendasi

- USG panggul, baik abdomen (suprapubik) dan transvaginal, direkomendasikan

sebagai prosedur lini pertama diagnosis etiologi AUB (Rekomendasi A).

- Doppler ultrasonografi memberikan informasi tambahan yang berguna untuk

mengetahui kelainan endometrium dan miometrium (Rekomendasi B).

- Histeroskopi atau histerosonografi dapat digunakan sebagai prosedur lini kedua

apabila pemeriksaan USG menunjukkan adanya kelainan intrauterin atau jika

perawatan medis gagal setelah 3-6 bulan (Rekomendasi B).

- Pada pasien dengan faktor risiko kanker endometrium (harus kombinasikan

dengan biopsi terarah) (Rekomendasi B).

Gambaran sonografi ovarium dan endometrium normal

Pencitraan uterus normal melalui ultrasonografi transvaginal mencitrakan uterus

dalam bidang longitudinal dan horizontalnya dan memberikan informasi ukuran, bentuk

dan posisi uterus dalam satuan sentimeter. Ukuran dan bentuk uterus berubah sesuai

usia pasien namun pada masa reproduksi umumnya berukuran 7x4x4 cm. Tampilan

miometrium akan memberikan gambaran tekstur yang homogen dengan ekogenisitas

rendah/medium.

Page 46: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

36

Visualisasi endometrium dilakukan mulai dari serviks hingga fundus untuk

menilai kontinuitas miometrium-endometrium. Ditemukannya gambaran massa pada

uterus dideskripsikan sebagai gambaran fokal bila massanya berbatas tegas membentuk

gema tertentu atau gambaran difus bila pembesaran terjadi pada seluruh lapang

pemeriksaan. Sinkronisasi antara pertumbuhan endometrium dan ovarium harus selalu

dideskripsikan bila ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Pada awal

menstruasi kadang tampak gambaran pengumpulan darah (anekoik) pada kavum uteri.

Pencitraan ovarium normal melalui ultrasonografi transvaginal akan

memberikan gambaran struktur ovoid pada antero medial dalam fossa ovarica tepat

diatas arteri iliaka interna. Dengan tanda khas berupa gambaran anekoik dari folikel-

folikel. Volume ovarium dewasa kurang lebih 4,3 cm3 dengan ukuran 3-4 mm.

Fase Proliferasi

Perekrutan folikel dimulai sebelum onset menstruasi. Penumpukan cairan di

antrum folikel menyebabkan folikel bertambah besar dan terlihat pada pemeriksaan

USG. Saat ukuran folikel 1 – 2 mm, dapat dilihat dengan TVS. Pada hari ke-5 sampai 7,

beberapa folikel yang terlihat dalam ovarium. Pada hari ke 8-12, satu atau lebih folikel

dominan akan terlihat. Rerata diameter folikel non dominan biasanya berukuran lebih

kecil dari 14 mm. Pada hari ke 4-5 sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel

dominan 2-3 mm/ hari mencapai rerata diameter maksimum kurang lebih 20 mm

(berkisar 16-30 mm). Kira-kira 24 jam sebelum ovulasi akan tampak gambaran cincin

hipoechoik pada pemeriksaan USG. Kadangkala terlihat kumulus ooforus.61,62

Gambaran fase proliferasi awal endometrium berupa garis tipis yang ekogenik

dengan tebal 1-4 mm. Dengan progresifnya fase proliferasi, ekogenisitas endometrium

berkurang dbandingkan miometrium sekitarnya. Gambaran endometrium fase

proliferasi akhir berupa gambaran triple layer. Ketebalan endometrium normal 4-8 mm

pada fase proliferasi dan 8-12 mm selama periode periovulasi (Gambar 6A dan 6B).62

Gambar 6. A.Gambaran endometrium fase proliferasi, B. Folikel dengan berbagai

ukuran pada fase proliferasi.62

Gambaran ultrasonografi periode periovulasi sebagai berikut 62:

1. Gambaran 3 garis endometrium hilang

2. Menurunnya ukuran folikel

3. Bentuk folikel irreguler dan hiperekoik

4. Gambaran cairan di kavum Douglas

Fase Sekresi

Pada pemeriksaan USG endometrium tampak sebagai lapisan yang homogen

dan hiperekogenik dengan tebal 8-16 mm dan tidak berubah sampai menstruasi dimulai.

Apabila tidak terjadi kehamilan, ketebalan endometrium mulai berkurang, namun

ekogenisitasnya tidak berubah (Gambar 7.A).62

B

A

Page 47: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

37

Visualisasi endometrium dilakukan mulai dari serviks hingga fundus untuk

menilai kontinuitas miometrium-endometrium. Ditemukannya gambaran massa pada

uterus dideskripsikan sebagai gambaran fokal bila massanya berbatas tegas membentuk

gema tertentu atau gambaran difus bila pembesaran terjadi pada seluruh lapang

pemeriksaan. Sinkronisasi antara pertumbuhan endometrium dan ovarium harus selalu

dideskripsikan bila ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Pada awal

menstruasi kadang tampak gambaran pengumpulan darah (anekoik) pada kavum uteri.

Pencitraan ovarium normal melalui ultrasonografi transvaginal akan

memberikan gambaran struktur ovoid pada antero medial dalam fossa ovarica tepat

diatas arteri iliaka interna. Dengan tanda khas berupa gambaran anekoik dari folikel-

folikel. Volume ovarium dewasa kurang lebih 4,3 cm3 dengan ukuran 3-4 mm.

Fase Proliferasi

Perekrutan folikel dimulai sebelum onset menstruasi. Penumpukan cairan di

antrum folikel menyebabkan folikel bertambah besar dan terlihat pada pemeriksaan

USG. Saat ukuran folikel 1 – 2 mm, dapat dilihat dengan TVS. Pada hari ke-5 sampai 7,

beberapa folikel yang terlihat dalam ovarium. Pada hari ke 8-12, satu atau lebih folikel

dominan akan terlihat. Rerata diameter folikel non dominan biasanya berukuran lebih

kecil dari 14 mm. Pada hari ke 4-5 sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel

dominan 2-3 mm/ hari mencapai rerata diameter maksimum kurang lebih 20 mm

(berkisar 16-30 mm). Kira-kira 24 jam sebelum ovulasi akan tampak gambaran cincin

hipoechoik pada pemeriksaan USG. Kadangkala terlihat kumulus ooforus.61,62

Gambaran fase proliferasi awal endometrium berupa garis tipis yang ekogenik

dengan tebal 1-4 mm. Dengan progresifnya fase proliferasi, ekogenisitas endometrium

berkurang dbandingkan miometrium sekitarnya. Gambaran endometrium fase

proliferasi akhir berupa gambaran triple layer. Ketebalan endometrium normal 4-8 mm

pada fase proliferasi dan 8-12 mm selama periode periovulasi (Gambar 6A dan 6B).62

Gambar 6. A.Gambaran endometrium fase proliferasi, B. Folikel dengan berbagai

ukuran pada fase proliferasi.62

Gambaran ultrasonografi periode periovulasi sebagai berikut 62:

1. Gambaran 3 garis endometrium hilang

2. Menurunnya ukuran folikel

3. Bentuk folikel irreguler dan hiperekoik

4. Gambaran cairan di kavum Douglas

Fase Sekresi

Pada pemeriksaan USG endometrium tampak sebagai lapisan yang homogen

dan hiperekogenik dengan tebal 8-16 mm dan tidak berubah sampai menstruasi dimulai.

Apabila tidak terjadi kehamilan, ketebalan endometrium mulai berkurang, namun

ekogenisitasnya tidak berubah (Gambar 7.A).62

B

A

Page 48: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

38

Gambar.7. A. Endometrium fase sekresi, B. USG Doppler Korpus luteum fase luteal.62

Korpus luteum dapat menahan cairan selama 4 sampai 5 hari berikutnya dan

ukurannya bertambah menjadi 2-3 cm selama fase luteal. Korpus luteum yang terisi

darah disebut ‘korpus hemoragikum’. Pertumbuhan korpus luteum diasosiasikan dengan

peningkatan aliran darah dan kadar progesterone serum fase luteal.

Segera setelah ovulasi, dinding folikel menjadi sangat vaskuler pada 48-72 jam

pertama, terdapat cincin vaskuler yang jelas, yang muncul setelah corpus luteum matang

dan dapat dilihat dengan pemeriksaan Doppler berwarna atau Power Doppler. Bila tidak

terjadi kehamilan, korpus luteum secara bertahap akan mangalami involusi dan atropi

menjadi corpus albikans.62

Fase Menstruasi

Menstruasi dimulai pada saat kadar estrogen dan progesteron menurun pada

akhir siklus ovarium, menyebabkan meluruhnya lapisan fungsional endometrium.

Gambaran USG fase menstruasi bervariasi tergantung pada jumlah darah dan fragmen

endometrium, yang terlihat sebagai debris ekogenik. Lapisan basalis tampak sebagai

garis yang tipis, ireguler, dan hiperekogenik (Gambar 8 ).

B

B

A

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Gambar 8: Diagram dan USG menunjukkan fase menstruasi.62

Gambaran sonografi ovarium dan endometrium pada kasus pendarahan uterus abnormal

Polip endometrium

Pemeriksaan ultrasonografi TVS polip endometrium tampak sebagai gambaran

hyperechoic dengan penebalan fokal endometrium dalam lumen uterus, dikelilingi oleh

halo hyperechoic tipis 63. Polip mungkin muncul sebagai penebalan endometrium

nonspesifik atau massa fokal dalam rongga endometrium. Gambaran TVS pada fase

proliferasi memberikan hasil yang paling dapat diandalkan.

Rekomendasi

-

seharusnya dilakukan penelitian lebih lanjut bila memungkinkan (Rekomendasi B).

- Menambahkan kontras intrauterin pada pemeriksaan USG (dengan atau tanpa 3-D)

meningkatkan kemampuan diagnosis polip endometrium (Rekomendasi B).

Gambar 9. Polip endometrium ( sumber: HIFERI bandung)

Page 49: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

39

Gambar.7. A. Endometrium fase sekresi, B. USG Doppler Korpus luteum fase luteal.62

Korpus luteum dapat menahan cairan selama 4 sampai 5 hari berikutnya dan

ukurannya bertambah menjadi 2-3 cm selama fase luteal. Korpus luteum yang terisi

darah disebut ‘korpus hemoragikum’. Pertumbuhan korpus luteum diasosiasikan dengan

peningkatan aliran darah dan kadar progesterone serum fase luteal.

Segera setelah ovulasi, dinding folikel menjadi sangat vaskuler pada 48-72 jam

pertama, terdapat cincin vaskuler yang jelas, yang muncul setelah corpus luteum matang

dan dapat dilihat dengan pemeriksaan Doppler berwarna atau Power Doppler. Bila tidak

terjadi kehamilan, korpus luteum secara bertahap akan mangalami involusi dan atropi

menjadi corpus albikans.62

Fase Menstruasi

Menstruasi dimulai pada saat kadar estrogen dan progesteron menurun pada

akhir siklus ovarium, menyebabkan meluruhnya lapisan fungsional endometrium.

Gambaran USG fase menstruasi bervariasi tergantung pada jumlah darah dan fragmen

endometrium, yang terlihat sebagai debris ekogenik. Lapisan basalis tampak sebagai

garis yang tipis, ireguler, dan hiperekogenik (Gambar 8 ).

B

B

A

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Gambar 8: Diagram dan USG menunjukkan fase menstruasi.62

Gambaran sonografi ovarium dan endometrium pada kasus pendarahan uterus abnormal

Polip endometrium

Pemeriksaan ultrasonografi TVS polip endometrium tampak sebagai gambaran

hyperechoic dengan penebalan fokal endometrium dalam lumen uterus, dikelilingi oleh

halo hyperechoic tipis 63. Polip mungkin muncul sebagai penebalan endometrium

nonspesifik atau massa fokal dalam rongga endometrium. Gambaran TVS pada fase

proliferasi memberikan hasil yang paling dapat diandalkan.

Rekomendasi

-

seharusnya dilakukan penelitian lebih lanjut bila memungkinkan (Rekomendasi B).

- Menambahkan kontras intrauterin pada pemeriksaan USG (dengan atau tanpa 3-D)

meningkatkan kemampuan diagnosis polip endometrium (Rekomendasi B).

Gambar 9. Polip endometrium ( sumber: HIFERI bandung)

Page 50: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

40

Leiomioma uteri

Diagosis mioma submukosum secara USG adalah berdasarkan distorsi kontur

uterus baik fokal ataupun difus, pembesaran uterus dan perubahan tekstur. Tekstur

sonografinya bervariasi dari hipoekoik hingga ekogenik dan berbatas tegas bergantung

dari jumlah otot polos dan jaringan penyambung. Salah satu ciri khas yang

membedakan mioma uteri adalah adanya gambaran pseudokapsel dan shadowing

dengan bercak kalsifikasi. Mioma uteri dengan degenerasi kistik akan memberikan

gambaran anekoik.63

Kecurigaan hiperplasia endometrium

Kecurigaan hiperplasia endometrium ditegakkan dengan ditemukannya

gambaran diskontinuitas fokal endometrium, adanya deformasi, hilangnya garis sentral

ekogenik ataupun ekspansi fokal endometrium. Kecurigaan akan adanya hiperplasia

endometrium akan semakin dikuatkan dengan menggunakan saline infusion sono

histerosalpingografi (SIS) yang akan lebih meningkatkan sensivitas dan spesifitas dari

diagnosis.

Tindakan biopsi dilakukan hanya berdasarkan adanya kecurigaan utama dan

faktor risiko. Indikasi dilakukan biopsi endometrium pada wanita perimenopause dan

postmenopause adalah sebagai berikut :

1. Biopsi tidak diperlukan bila tebal endometrium <5mm

2. Biopsi diindikasikan bila riwayat klinis menemukan unopposed estrogen lama

dengan endometrium yang normal (5 – 12 mm).

3. Biopsi perlu dilakukan pada endometrium dengan ketebalan > 12mm.

Gambar 10. Potongan sagital TVS menunjukkan penebalan endometrium 16 mm. 64

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Adenomiosis

Pembesaran difus uterus (globuler) dengan gambaran heterogenitas,

endometrium intak, batas endometrium-miometrum yang ireguler dan perubahan kistik

kecil serta area hiperekogenik di miometrium adalah penampakan khas adenomiosis.

Cenderung ditemukan adanya asimetri anteroposterior pada gambaran longitudinal

uterus 64

Karsinoma endometrium

Gambaran UGS karsinoma endometrium berupa penebalan endometrium lebih

dari 5 mm pada perempuan post menopause dan lebih dari 8 mm pada perimenopause,

endometrium hiperekhoik, batas endometrium dan lapisan dibawahnya tidak tidak jelas,

adanya cairan intrauterine, dll.62

Sindroma ovarium polikistik

Kriteria USG dari ovarium polikistik adalah: folikel multipel (n>12),

berdiameter kecil (2-9mm) dengan volume ovarium lebih besar dari 10 cm .

Gambar 11. Gambaran aspek ovarium polikistik

(Sumber gambar: Revised 2003 consensus on diagnostic criteria and long-term health risks related to polycystic ovary syndrome. Fertil Steril. 2004;81(1):19-25)

3

Page 51: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

41

Leiomioma uteri

Diagosis mioma submukosum secara USG adalah berdasarkan distorsi kontur

uterus baik fokal ataupun difus, pembesaran uterus dan perubahan tekstur. Tekstur

sonografinya bervariasi dari hipoekoik hingga ekogenik dan berbatas tegas bergantung

dari jumlah otot polos dan jaringan penyambung. Salah satu ciri khas yang

membedakan mioma uteri adalah adanya gambaran pseudokapsel dan shadowing

dengan bercak kalsifikasi. Mioma uteri dengan degenerasi kistik akan memberikan

gambaran anekoik.63

Kecurigaan hiperplasia endometrium

Kecurigaan hiperplasia endometrium ditegakkan dengan ditemukannya

gambaran diskontinuitas fokal endometrium, adanya deformasi, hilangnya garis sentral

ekogenik ataupun ekspansi fokal endometrium. Kecurigaan akan adanya hiperplasia

endometrium akan semakin dikuatkan dengan menggunakan saline infusion sono

histerosalpingografi (SIS) yang akan lebih meningkatkan sensivitas dan spesifitas dari

diagnosis.

Tindakan biopsi dilakukan hanya berdasarkan adanya kecurigaan utama dan

faktor risiko. Indikasi dilakukan biopsi endometrium pada wanita perimenopause dan

postmenopause adalah sebagai berikut :

1. Biopsi tidak diperlukan bila tebal endometrium <5mm

2. Biopsi diindikasikan bila riwayat klinis menemukan unopposed estrogen lama

dengan endometrium yang normal (5 – 12 mm).

3. Biopsi perlu dilakukan pada endometrium dengan ketebalan > 12mm.

Gambar 10. Potongan sagital TVS menunjukkan penebalan endometrium 16 mm. 64

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Adenomiosis

Pembesaran difus uterus (globuler) dengan gambaran heterogenitas,

endometrium intak, batas endometrium-miometrum yang ireguler dan perubahan kistik

kecil serta area hiperekogenik di miometrium adalah penampakan khas adenomiosis.

Cenderung ditemukan adanya asimetri anteroposterior pada gambaran longitudinal

uterus 64

Karsinoma endometrium

Gambaran UGS karsinoma endometrium berupa penebalan endometrium lebih

dari 5 mm pada perempuan post menopause dan lebih dari 8 mm pada perimenopause,

endometrium hiperekhoik, batas endometrium dan lapisan dibawahnya tidak tidak jelas,

adanya cairan intrauterine, dll.62

Sindroma ovarium polikistik

Kriteria USG dari ovarium polikistik adalah: folikel multipel (n>12),

berdiameter kecil (2-9mm) dengan volume ovarium lebih besar dari 10 cm .

Gambar 11. Gambaran aspek ovarium polikistik

(Sumber gambar: Revised 2003 consensus on diagnostic criteria and long-term health risks related to polycystic ovary syndrome. Fertil Steril. 2004;81(1):19-25)

3

Page 52: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

42

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

5.5. Saline Infusion Sonography (SIS)

Saline infusion sonography (SIS) bermanfaat dalam penilaian distorsi kavum uteri yang

disebabkan oleh mioma. SIS paling baik dilakukan saat fase proliferasi dari siklus

menstruasi, setelah menstruasi dan sebelum terjadinya ovulasi

Gambar 12. Gambaran polip endometrium pada pemeriksaan SIS

(sumber gambar: HIFERI bandung)

Diagnosis pendarahan uterus abnormal karena penggunaan kontrasepsi berdasarkan

tingkat pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.5

Rekomendasi65 - Pencitraan harus dilakukan dalam situasi berikut:

Uterus teraba pada pemeriksaan abdomen

Pada pemeriksaan dalam teraba massa di rongga panggul dengan asal tidak

pasti

Gagal dengan terapi medikamentosa (Good Practice Point, Rekomendasi D)

- USG adalah alat diagnostik lini pertama untuk mengidentifikasi kelainan

struktural (Rekomendasi A)

- Histeroskopi harus digunakan sebagai alat diagnostik hanya apabila hasil USG

tidak dapat disimpulkan, misalnya, untuk menentukan lokasi fibroid yang tepat

(Rekomendasi A).

- Saline infus sonografi tidak digunakan sebagai alat diagnostik lini pertama

(Rekomendasi A)

- Dilatasi dan kuretase saja tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik

(Rekomendasi B)

Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan

Jenis pemeriksaan Pelayanan

primer

Pelayanan

sekunder

Pelayanan tertier

Pemeriksaan

laboratorium

+ + +

Darah rutin (Hb,

trombosit, lekosit,

HT)

+ + +

Pemeriksaan

hemostasis

sederhana (BT dan

CT)

+ + +

Pemeriksaan

hemostasis lengkap

+

Pemeriksaan

hormonal

+ + +

Pemeriksaan USG + +

Pemeriksaan

histeroskopi

poliklinik

+

Salin infusion

sonografi

+ +

Page 53: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

43

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

5.5. Saline Infusion Sonography (SIS)

Saline infusion sonography (SIS) bermanfaat dalam penilaian distorsi kavum uteri yang

disebabkan oleh mioma. SIS paling baik dilakukan saat fase proliferasi dari siklus

menstruasi, setelah menstruasi dan sebelum terjadinya ovulasi

Gambar 12. Gambaran polip endometrium pada pemeriksaan SIS

(sumber gambar: HIFERI bandung)

Diagnosis pendarahan uterus abnormal karena penggunaan kontrasepsi berdasarkan

tingkat pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.5

Rekomendasi65 - Pencitraan harus dilakukan dalam situasi berikut:

Uterus teraba pada pemeriksaan abdomen

Pada pemeriksaan dalam teraba massa di rongga panggul dengan asal tidak

pasti

Gagal dengan terapi medikamentosa (Good Practice Point, Rekomendasi D)

- USG adalah alat diagnostik lini pertama untuk mengidentifikasi kelainan

struktural (Rekomendasi A)

- Histeroskopi harus digunakan sebagai alat diagnostik hanya apabila hasil USG

tidak dapat disimpulkan, misalnya, untuk menentukan lokasi fibroid yang tepat

(Rekomendasi A).

- Saline infus sonografi tidak digunakan sebagai alat diagnostik lini pertama

(Rekomendasi A)

- Dilatasi dan kuretase saja tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik

(Rekomendasi B)

Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan

Jenis pemeriksaan Pelayanan

primer

Pelayanan

sekunder

Pelayanan tertier

Pemeriksaan

laboratorium

+ + +

Darah rutin (Hb,

trombosit, lekosit,

HT)

+ + +

Pemeriksaan

hemostasis

sederhana (BT dan

CT)

+ + +

Pemeriksaan

hemostasis lengkap

+

Pemeriksaan

hormonal

+ + +

Pemeriksaan USG + +

Pemeriksaan

histeroskopi

poliklinik

+

Salin infusion

sonografi

+ +

Page 54: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

44

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

PENDEKATAN TERAPI PUA-I KARENA KONTRASEPSI

Pendarahan akibat kontrasepsi hormonal merupakan hal yang biasa pada

beberapa bulan pertama penggunaan dan terapi medis sebaiknya ditunda setelah 3 bulan

pertama penggunaan. Meskipun demikian, jika pasien meminta, pilihan terapi yang

paling minimal dapat dipertimbangkan. Secara garis besar penatalaksanaan PUA akibat

kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 6.1.

Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi

PUA

Terapi Nonhormonal hormonal

Kontrasepsi Non Hormonal + + Kontrasepsi Hormonal:

1. Kombinasi 2. Progestin only

+ +

+ +

6.1. Terapi Non-Hormonal

Terapi nonhormonal merupakan terapi lini pertama PUA, karena efek samping

dan risiko yang lebih sedikit. NSAID telah digunakan untuk terapi menoragia,

dismenorea, dan pendarahan sela pada penggunaan PKK atau IUS. Pada November

2009, US food and drug Administration (FDA) menyetujui penggunaan agen

fibrinolitik, asam traneksamat, sebagai terapi nonhormonal pada menoragia.

1. Konseling

Pemahaman dan motivasi yang baik merupakan manajemen jangka panjang

terbaik dalam menangani pendarahan abnormal akibat penggunaan kontrasepsi.

Pendarahan karena kontrasepsi biasanya akan berhenti setelah 3 siklus. Oleh karena itu

konseling yang baik mengenai bentuk pendarahan yang mungkin terjadi pada masing-

masing metode kontrasepsi sangat diperlukan, sehingga dapat diantisipasi bila terjadi

efek samping dari metode yang mereka pilih Tingkat penghentian tergantung pada jenis

BAB VI

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

atau perubahan pola pendarahan dan keinginan beradaptasi dan mentoleransi perubahan

tersebut.. Konseling yang efektif tentang kemungkinan pendarahan dapat membantu

mengurangi tingkat penghentian penggunaan kontrasepsi.66,67

2. Asam traneksamat

Asam traneksamat merupakan inhibitor kompetitif aktivasi plasminogen,

sehingga bertindak sebagai antifibrinolitik. Asam traneksamat menghambat faktor yang

terkait dengan pembekuan darah, tetapi tidak berpengaruh pada koagulasi pada

pembuluh darah yang sehat. Asam traneksamat tampaknya tidak mempengaruhi jumlah

platelet atau agregasi ptalet tetapi bekerja dengan mengurangi pemecahan fibrin. Dosis

untuk PUA adalah 1 g (2 × 500 mg tablet) 3 sampai 4 kali sehari, yang diberikan pada

awal pendarahan hingga 4 hari 79.

Gambar 13: Asam traneksamat menghambat aktivator plasminogen endometrium

3. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)

AINS menurunkan sintesis prostaglandin dengan menghambat enzim

siklooksigenase. Progesterone diperlukan untuk meningkatkan asam arachidonat, yang

merupakan prekursor PGF2 alpha/E2 (PGA2a). Apabila kadar progesteron menurun,

akan terjadi penghambatan konversi asam arachidonat yang menyebabkan penurunan

PGF2a/PGE2 sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan PUA.29

Koagulasi

FibrinFibrinogen

Fibrin

degr on

product

Plasminogen Plasmin

Tissue plasminogen

Trombin

Asam

Page 55: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

45

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

PENDEKATAN TERAPI PUA-I KARENA KONTRASEPSI

Pendarahan akibat kontrasepsi hormonal merupakan hal yang biasa pada

beberapa bulan pertama penggunaan dan terapi medis sebaiknya ditunda setelah 3 bulan

pertama penggunaan. Meskipun demikian, jika pasien meminta, pilihan terapi yang

paling minimal dapat dipertimbangkan. Secara garis besar penatalaksanaan PUA akibat

kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 6.1.

Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi

PUA

Terapi Nonhormonal hormonal

Kontrasepsi Non Hormonal + + Kontrasepsi Hormonal:

1. Kombinasi 2. Progestin only

+ +

+ +

6.1. Terapi Non-Hormonal

Terapi nonhormonal merupakan terapi lini pertama PUA, karena efek samping

dan risiko yang lebih sedikit. NSAID telah digunakan untuk terapi menoragia,

dismenorea, dan pendarahan sela pada penggunaan PKK atau IUS. Pada November

2009, US food and drug Administration (FDA) menyetujui penggunaan agen

fibrinolitik, asam traneksamat, sebagai terapi nonhormonal pada menoragia.

1. Konseling

Pemahaman dan motivasi yang baik merupakan manajemen jangka panjang

terbaik dalam menangani pendarahan abnormal akibat penggunaan kontrasepsi.

Pendarahan karena kontrasepsi biasanya akan berhenti setelah 3 siklus. Oleh karena itu

konseling yang baik mengenai bentuk pendarahan yang mungkin terjadi pada masing-

masing metode kontrasepsi sangat diperlukan, sehingga dapat diantisipasi bila terjadi

efek samping dari metode yang mereka pilih Tingkat penghentian tergantung pada jenis

BAB VI

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

atau perubahan pola pendarahan dan keinginan beradaptasi dan mentoleransi perubahan

tersebut.. Konseling yang efektif tentang kemungkinan pendarahan dapat membantu

mengurangi tingkat penghentian penggunaan kontrasepsi.66,67

2. Asam traneksamat

Asam traneksamat merupakan inhibitor kompetitif aktivasi plasminogen,

sehingga bertindak sebagai antifibrinolitik. Asam traneksamat menghambat faktor yang

terkait dengan pembekuan darah, tetapi tidak berpengaruh pada koagulasi pada

pembuluh darah yang sehat. Asam traneksamat tampaknya tidak mempengaruhi jumlah

platelet atau agregasi ptalet tetapi bekerja dengan mengurangi pemecahan fibrin. Dosis

untuk PUA adalah 1 g (2 × 500 mg tablet) 3 sampai 4 kali sehari, yang diberikan pada

awal pendarahan hingga 4 hari 79.

Gambar 13: Asam traneksamat menghambat aktivator plasminogen endometrium

3. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)

AINS menurunkan sintesis prostaglandin dengan menghambat enzim

siklooksigenase. Progesterone diperlukan untuk meningkatkan asam arachidonat, yang

merupakan prekursor PGF2 alpha/E2 (PGA2a). Apabila kadar progesteron menurun,

akan terjadi penghambatan konversi asam arachidonat yang menyebabkan penurunan

PGF2a/PGE2 sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan PUA.29

Koagulasi

FibrinFibrinogen

Fibrin

degr on

product

Plasminogen Plasmin

Tissue plasminogen

Trombin

Asam

Page 56: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

46

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Gambar 14.Mekanisme kerja AINS

Metaanalisis Cochrane , Lethaby dkk melakukan evaluasi 16 penelitian RCTs

kecil dan melaporkan bahwa NSAIDs superior dibandingkan placebo dan sebanding

dengan pengobatan lain untuk PUA. Tidak tampak perbedaan efektifitas bila

dibandingkan dengan inhibitor PG yang lain. Dosis asam mefenamat 500 mg, 3 kali

perhari sampai 5 hari dan naproxen 250-275mg (level of evidence I A)80

Satu systematic review tentang NSAID mendapatkan asam mefenamat

memberikan respon yang paling baik untuk menurunkan MBL. Respon paling rendah

didapatkan pada ibuprofen (pooled result asam mefenamat pada 10 penelitian)

menurunkan MBL=29%[95% CI 27.9% - 30.2%]; diklofenak (2 penelitian)

menurunkan MBL=26.4% [95% CI 24.6% -28.3%]; naproxen (5 penelitian)

penurunan MBL=16.2% [95% CI 13.6% - 18.7%]) (level of evidence 1A)81,82

4. Doksisiklin

Perdarahan uterus abnormal telah dikaitkan dengan up-regulasi matriks

metalloproteinase (MMP), suatu kelompok zink protease dependent yang mendegradasi

matriks ekstraseluler. Progesteron diketahui dapat mengatur aktivitas MMP dengan

meningkatkan ekspresi MMP-3 dan MMP-9 di endometrium yang berhubungan dengan

penggunaan LNG IUS, subdermal levonorgestrel dan depot medroxyprogesterone

acetate. Kadar MMPs dari sampel endometrium menunjukkan korelasi positif dengan

jumlah perdarahan endometrium pada perempuan yang menggunakan implant

levonorgestrel.12 Meskipun aktivitas MMP endometrium pada perempuan yang

menggunakan OCP belum diteliti secara khusus, efek serupa dapat terjadi pada

Phospholipid pada membrane sel

phospolopase

Asam ara idona

in (PGF2 /PGI2/PGE2/TXA2

sese X AINS,ASA

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

penggunaan OCP. Selain dari sifat antimikroba, doksisiklin menyebabkan khelasi atom

mg/ hari) dibandingkan dengan efek antimikroba (100-200 mg/ hari). Dosis

subantimikroba doksisiklin dapat digunakan jangka panjang tanpa resistensi

antimikroba, perubahan flora normal atau meningkatkan efek samping gastrointestinal.

Pendekatan ini berguna untuk mengelola perdarahan pada perempuan yang

menggunakan OCP jangka panjang.65 (level of evidence IB)

6.2. Terapi nonhormonal pada pendarahan karena kontrasepsi nonhormonal

1. Asam traneksamat

secara klinis penting dalam menurunkan MBL pada pasien yang menggunakan

kontrasepsi AKDR dengan keluhan pendarahan. Systematic review dari 7 penelitian

melaporkan adanya penurunan MBL sebesar 46.7% (95% CI 47.9% to 51.6%) pada

penggunaan asam traneksamat (level of evidence 1B)

P

2. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid)

Penelitan lain yang berdasarkan 5 penelitian RCT menyimpulkan bahwa

pemberian asam mefenamat peroral 2.0–4.5 gram perhari selama 4-7 hari per siklus

menurunkan MBL 34–59% selama 2-3 siklus (level of evidence 1B)

Rekomendasi

Pendarahan uterus abnormal dapat diterapi dengan AINS dan asam traneksamat

(Rekomendasi B)30

Page 57: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

47

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Gambar 14.Mekanisme kerja AINS

Metaanalisis Cochrane , Lethaby dkk melakukan evaluasi 16 penelitian RCTs

kecil dan melaporkan bahwa NSAIDs superior dibandingkan placebo dan sebanding

dengan pengobatan lain untuk PUA. Tidak tampak perbedaan efektifitas bila

dibandingkan dengan inhibitor PG yang lain. Dosis asam mefenamat 500 mg, 3 kali

perhari sampai 5 hari dan naproxen 250-275mg (level of evidence I A)80

Satu systematic review tentang NSAID mendapatkan asam mefenamat

memberikan respon yang paling baik untuk menurunkan MBL. Respon paling rendah

didapatkan pada ibuprofen (pooled result asam mefenamat pada 10 penelitian)

menurunkan MBL=29%[95% CI 27.9% - 30.2%]; diklofenak (2 penelitian)

menurunkan MBL=26.4% [95% CI 24.6% -28.3%]; naproxen (5 penelitian)

penurunan MBL=16.2% [95% CI 13.6% - 18.7%]) (level of evidence 1A)81,82

4. Doksisiklin

Perdarahan uterus abnormal telah dikaitkan dengan up-regulasi matriks

metalloproteinase (MMP), suatu kelompok zink protease dependent yang mendegradasi

matriks ekstraseluler. Progesteron diketahui dapat mengatur aktivitas MMP dengan

meningkatkan ekspresi MMP-3 dan MMP-9 di endometrium yang berhubungan dengan

penggunaan LNG IUS, subdermal levonorgestrel dan depot medroxyprogesterone

acetate. Kadar MMPs dari sampel endometrium menunjukkan korelasi positif dengan

jumlah perdarahan endometrium pada perempuan yang menggunakan implant

levonorgestrel.12 Meskipun aktivitas MMP endometrium pada perempuan yang

menggunakan OCP belum diteliti secara khusus, efek serupa dapat terjadi pada

Phospholipid pada membrane sel

phospolopase

Asam ara idona

in (PGF2 /PGI2/PGE2/TXA2

sese X AINS,ASA

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

penggunaan OCP. Selain dari sifat antimikroba, doksisiklin menyebabkan khelasi atom

mg/ hari) dibandingkan dengan efek antimikroba (100-200 mg/ hari). Dosis

subantimikroba doksisiklin dapat digunakan jangka panjang tanpa resistensi

antimikroba, perubahan flora normal atau meningkatkan efek samping gastrointestinal.

Pendekatan ini berguna untuk mengelola perdarahan pada perempuan yang

menggunakan OCP jangka panjang.65 (level of evidence IB)

6.2. Terapi nonhormonal pada pendarahan karena kontrasepsi nonhormonal

1. Asam traneksamat

secara klinis penting dalam menurunkan MBL pada pasien yang menggunakan

kontrasepsi AKDR dengan keluhan pendarahan. Systematic review dari 7 penelitian

melaporkan adanya penurunan MBL sebesar 46.7% (95% CI 47.9% to 51.6%) pada

penggunaan asam traneksamat (level of evidence 1B)

P

2. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid)

Penelitan lain yang berdasarkan 5 penelitian RCT menyimpulkan bahwa

pemberian asam mefenamat peroral 2.0–4.5 gram perhari selama 4-7 hari per siklus

menurunkan MBL 34–59% selama 2-3 siklus (level of evidence 1B)

Rekomendasi

Pendarahan uterus abnormal dapat diterapi dengan AINS dan asam traneksamat

(Rekomendasi B)30

Page 58: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

48

3. Doksisiklin

Systematic review yang dilakukan oleh Godfrey dkk, menyimpulkan AINS dan

antifibrinolitik dapat mencegah pendarahan ireguler pada penggunaan kontrasepsi

AKDR.66 (Level of evidence 1-II)

6.3 Terapi nonhormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal

1. Konseling

Perubahan menstruasi terjadi pada hampir semua perempuan yang menggunakan

DMPA dan merupakan penyebab paling sering penghentian metode kontrasepsi ini dan

semua kontrasepsi progestogen lainnya. 68 (level of evidence III) Konseling terstruktur

yang bersifat proaktif sebelum suntikan DMPA, pemasangan implan ataupun LNG IUS

dan penggunaan POP, dapat meningkatkan toleransi terhadap perubahan pola

pendarahan menstruasi. Selama bulan-bulan pertama pemakaian episode unscheduled

bleeding dan spotting yang berlangsung selama tujuh hari atau lebih merupakan hal

yang biasa. Pendarahan berkurang dengan tetap melanjutkan penggunaan kontrasepsi. 69,70

Rekomendasi

- Informasi mengenai perubahan pola pendarahan pada POP yang umum adalah: 2 dari

10 perempuan tidak mengalami pendarahan, 4 dari 10 mengalami pendarahan reguler

dan 4 dari 10 dengan pendarahan tidak teratur. (Rekomendasi C)

- Pasien yang menggunakan kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan tanpa

disertai kelainan organik, sangat disarankan untuk menunggu selama 2-3 bulan

sebelum mengganti metode kontrasepsi (Rekomendasi C)11

2.Asam traneksamat

Metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin saja telah diteliti bahkan

lebih luas daripada Cu-IUD. Cochrane 2007, melakukan tinjauan pada 23 penelitian

acak yang meneliti obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan atau pencegahan

pendarahan akibat kontrasepsi progestin. Beberapa intervensi, seperti inhibitor

prostaglandin, estrogen, tamoxifen dan asam traneksamat, diusulkan sebagai obat-

obatan yang dapat membantu menghentikan pendarahan, namun hasil tinjauan tidak

mendukung penggunaan klinis rutin dari salah satu rejimen tersebut, terutama untuk

efek jangka panjang (level of evidence IA). 8

3. Doksisiklin

Penelitian RCT tersamar ganda Kaneshiro, dkk 2012, melaporkan jumlah hari

pendarahan dan pendarahan bercak menurun pada kedua kelompok yang mendapat

terapi doksisiklin ataupun kelompok kontrol selama pengamatan pada empat siklus.

Meskipun yang subyek menerima doksisiklin menunjukkan kecenderungan lebih sedikit

pendarahan dan hari bercak, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara

kelompok dalam jumlah rata-rata hari berdarah dan pendarahan bercak pada 84 hari

pertama dan semua 112 hari penelitian. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan dosis antimikroba doksisiklin yang lebih tinggi (100 mg dua kali

sehari) dimulai pada saat terjadi pendarahan dan pendarahan bercak dan dilanjutkan

selama 5 hari tidak mengurangi pendarahan dan pendarahan bercak. Secara

keseluruhan, kedua penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksisiklin dosis rendah

terus menerus dapat mengubah aktivitas MMPs yang menyebabkan pendarahan selama

penggunaan pil kontrasepsi oral. Namun, setelah pendarahan terjadi, bahkan doksisiklin

dosis tinggi tidak dapat menjaga stabilitas endometrium. 65 (level of evidence IB)

4.AINS

Pendarahan uterus abnormal karena efek samping DMPA dapat diterapi baik

dengan estrogen eksogen atau pun AINS selama 1 minggu.71

6.4. Pendekatan Terapi PUA akibat Kontrasepsi Non-Hormonal AKDR

Pendarahan uterus kerap kali terjadi pada penggunaan kontrasepsi AKDR

hormonal dan non hormonal. Pendarahan abnormal ini biasanya terjadi pada

penggunaan 3-6 bulan pertama AKDR hormonal, dan pendarahan abnormal yang tidak

teratur, banyak kerap dialami oleh pengguna AKDR non hormonal. Akan tetapi pada

pengguna AKDR hormonal, 50% pengguna akan mengalami amenorea setelah 2 tahun

penggunaan. Apabila pendarahan yang terjadi disertai dengan nyeri, maka terdapat

beberapa kemungkinan penyebab, lokasi AKDR sebaiknya dievaluasi, dan tidak

menutup kemungkinan AKDR yang tertanam di dalam miometrium dapat juga

Page 59: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

49

3. Doksisiklin

Systematic review yang dilakukan oleh Godfrey dkk, menyimpulkan AINS dan

antifibrinolitik dapat mencegah pendarahan ireguler pada penggunaan kontrasepsi

AKDR.66 (Level of evidence 1-II)

6.3 Terapi nonhormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal

1. Konseling

Perubahan menstruasi terjadi pada hampir semua perempuan yang menggunakan

DMPA dan merupakan penyebab paling sering penghentian metode kontrasepsi ini dan

semua kontrasepsi progestogen lainnya. 68 (level of evidence III) Konseling terstruktur

yang bersifat proaktif sebelum suntikan DMPA, pemasangan implan ataupun LNG IUS

dan penggunaan POP, dapat meningkatkan toleransi terhadap perubahan pola

pendarahan menstruasi. Selama bulan-bulan pertama pemakaian episode unscheduled

bleeding dan spotting yang berlangsung selama tujuh hari atau lebih merupakan hal

yang biasa. Pendarahan berkurang dengan tetap melanjutkan penggunaan kontrasepsi. 69,70

Rekomendasi

- Informasi mengenai perubahan pola pendarahan pada POP yang umum adalah: 2 dari

10 perempuan tidak mengalami pendarahan, 4 dari 10 mengalami pendarahan reguler

dan 4 dari 10 dengan pendarahan tidak teratur. (Rekomendasi C)

- Pasien yang menggunakan kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan tanpa

disertai kelainan organik, sangat disarankan untuk menunggu selama 2-3 bulan

sebelum mengganti metode kontrasepsi (Rekomendasi C)11

2.Asam traneksamat

Metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin saja telah diteliti bahkan

lebih luas daripada Cu-IUD. Cochrane 2007, melakukan tinjauan pada 23 penelitian

acak yang meneliti obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan atau pencegahan

pendarahan akibat kontrasepsi progestin. Beberapa intervensi, seperti inhibitor

prostaglandin, estrogen, tamoxifen dan asam traneksamat, diusulkan sebagai obat-

obatan yang dapat membantu menghentikan pendarahan, namun hasil tinjauan tidak

mendukung penggunaan klinis rutin dari salah satu rejimen tersebut, terutama untuk

efek jangka panjang (level of evidence IA). 8

3. Doksisiklin

Penelitian RCT tersamar ganda Kaneshiro, dkk 2012, melaporkan jumlah hari

pendarahan dan pendarahan bercak menurun pada kedua kelompok yang mendapat

terapi doksisiklin ataupun kelompok kontrol selama pengamatan pada empat siklus.

Meskipun yang subyek menerima doksisiklin menunjukkan kecenderungan lebih sedikit

pendarahan dan hari bercak, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara

kelompok dalam jumlah rata-rata hari berdarah dan pendarahan bercak pada 84 hari

pertama dan semua 112 hari penelitian. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan dosis antimikroba doksisiklin yang lebih tinggi (100 mg dua kali

sehari) dimulai pada saat terjadi pendarahan dan pendarahan bercak dan dilanjutkan

selama 5 hari tidak mengurangi pendarahan dan pendarahan bercak. Secara

keseluruhan, kedua penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksisiklin dosis rendah

terus menerus dapat mengubah aktivitas MMPs yang menyebabkan pendarahan selama

penggunaan pil kontrasepsi oral. Namun, setelah pendarahan terjadi, bahkan doksisiklin

dosis tinggi tidak dapat menjaga stabilitas endometrium. 65 (level of evidence IB)

4.AINS

Pendarahan uterus abnormal karena efek samping DMPA dapat diterapi baik

dengan estrogen eksogen atau pun AINS selama 1 minggu.71

6.4. Pendekatan Terapi PUA akibat Kontrasepsi Non-Hormonal AKDR

Pendarahan uterus kerap kali terjadi pada penggunaan kontrasepsi AKDR

hormonal dan non hormonal. Pendarahan abnormal ini biasanya terjadi pada

penggunaan 3-6 bulan pertama AKDR hormonal, dan pendarahan abnormal yang tidak

teratur, banyak kerap dialami oleh pengguna AKDR non hormonal. Akan tetapi pada

pengguna AKDR hormonal, 50% pengguna akan mengalami amenorea setelah 2 tahun

penggunaan. Apabila pendarahan yang terjadi disertai dengan nyeri, maka terdapat

beberapa kemungkinan penyebab, lokasi AKDR sebaiknya dievaluasi, dan tidak

menutup kemungkinan AKDR yang tertanam di dalam miometrium dapat juga

Page 60: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

50

berhubungan dengan pendarahan uterus abnormal yang terjadi. Pendarahan uterus

abnormal yang persisten, memerlukan evaluasi lanjutan terhadap adanya kemungkinan

infeksi.5

Setelah penggunaan IUD selama 4-6 bulan, bila terjadi pendarahan uterus

abnormal, pertimbangkan pemberian pil kontrasepsi oral selama 1 siklus, jika

pendarahan berlanjut, pertimbangkan mengganti metode kontrasepsi.

6.5. Terapi hormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal

6.5.1. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping Kontrasepsi Hormonal

Kombinasi

Pada penggunaan pil kombinasi, pendarahan uterus yang tiba-tiba terjadi pada

lebih dari 30% pada awal penggunaannya, dan menurun menjadi 10% setelah 3 bulan

penggunaan. Penggunaan pil kombinasi ini secara kontinyu dapat menghindari

terjadinya pendarahan. Bila dibandingkan dengan pengunaan secara interval bulanan

maka penggunaan secara kontinyu ini dapat menurunkan jumlah hari pendarahan

menstruasi, akan tetapi akan semakin sering timbul pendarahan yang tiba-tiba dan

spotting. Tatalaksananya adalah sebagai berikut:

- Secara umum tidak direkomendasikan mengganti pil COC dalam waktu 3 bulan

penggunaan karena gangguan pendarahan akan dapat teratasi dalam waktu 3 bulan.

(GPP)83

- Pengguna pil COC , harus menggunakan dosis EE terkecil untuk dapat mengontrol

siklus haid dengan baik. Dosis EE dapat ditingkatkan sampai kadar maksimum yaitu

35μg.(GPP)

- Data yang ada, tidak mendukung peningkatan dosis EE pada perempuan yang sudah

menggunakan dosis COC 30 g. Meskipun demikian, meningkatkan dosis EE

sampai 35 g dapat memperbaiki pola pendarahan pada beberapa perempuan.84

- Systematic review menyatakan bahwa pengobatan dengan estrogen saja, atau

sebagai PKK, akan mengurangi jumlah episode hari pendarahan yang sedang

berlangsung dan efek ini berlangsung selama beberapa bulan setelah pengobatan

jika dibandingkan dengan plasebo pada pengguna implan LNG.

- Bila pendarahan tidak membaik, produk yang lebih estrogenik harus

direkomendasikan (Rekomendasi B). Pemberian lanjutan disarankan pada

perempuan dengan pendarahan yang berat atau berkepanjangan (tapi tidak teratur)

(Kelas B). Apabila telah digunakan beberapa produk yang berbeda, tetapi

pendarahan tetap berlangsung, maka perlu dipikirkan untuk mengganti metode

kontrasepsi (GPP).11

- Meskipun penelitian individual menyatakan bahwa pendarahan dapat mengalami

perbaikan dengan COC yang berisi progesteron tertentu, hal ini belum terbukti pada

review sistematis. Pengunaan COC pada siklus yang memanjang bersifat aman dan

ditoleransi dengan baik serta dapat mengurangi hari pendarahan. Meskipun

demikian, saat ini belum ada data yang cukup untuk mendukung penggunaan

regimen continuous dibandingkan dengan regimen siklik yang berlisensi untuk

memperbaiki pendarahan. - Review Cochrane menyimpulkan tidak terdapat bukti yang cukup untuk

merekomendasikan penggunaan PKK bifasik dan trifasik untuk memperbaiki pola

pendarahan 85,86

6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal

progestin only

Perubahan siklus menstruasi yang terjadi pada penggunaan DMPA dapat berupa

amenorea (12%) pada penggunaan 3 bulan pertama dan 46 % setelah penggunaan 1

tahun. Apabila terjadi pendarahan, jarang sekali bersifat berat, akan tetapi hal inilah

yang sering kali menyebabkan penggunaan metode ini tidak berlanjut. Penyebab

pendarahan abnormal pada DMPA ini tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan

penelitian, diduga penyebabnya ialah endometritis kronis atau atropi. Bahkan dari hasil

biopsy endometrium menunjukan bahwa endometritis yang terjadi adalah akibat dari

atropi endometrium, bukan disebabkan oleh infeksi. Pendarahan yang terjadi akan

menurun dan berkurang seiring waktu pemakaian. Pendarahan ini kemungkinan juga

disebabkan oleh paparan kontinyu progesterone dengan dosis menetap pada

endometrium yang akan menyebabkan endometrium kurang menerima paparan dari

estrogen. Hal ini akan menyebabkan perubahan histopatologi endometrium, yang tidak

mengalami fase sekresi, menjadi tipis. Perubahan pada permukaan endometrium

menyebabkan permukaan endometrium tidak rata karena proses ini tidak terjadi pada

Page 61: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

51

berhubungan dengan pendarahan uterus abnormal yang terjadi. Pendarahan uterus

abnormal yang persisten, memerlukan evaluasi lanjutan terhadap adanya kemungkinan

infeksi.5

Setelah penggunaan IUD selama 4-6 bulan, bila terjadi pendarahan uterus

abnormal, pertimbangkan pemberian pil kontrasepsi oral selama 1 siklus, jika

pendarahan berlanjut, pertimbangkan mengganti metode kontrasepsi.

6.5. Terapi hormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal

6.5.1. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping Kontrasepsi Hormonal

Kombinasi

Pada penggunaan pil kombinasi, pendarahan uterus yang tiba-tiba terjadi pada

lebih dari 30% pada awal penggunaannya, dan menurun menjadi 10% setelah 3 bulan

penggunaan. Penggunaan pil kombinasi ini secara kontinyu dapat menghindari

terjadinya pendarahan. Bila dibandingkan dengan pengunaan secara interval bulanan

maka penggunaan secara kontinyu ini dapat menurunkan jumlah hari pendarahan

menstruasi, akan tetapi akan semakin sering timbul pendarahan yang tiba-tiba dan

spotting. Tatalaksananya adalah sebagai berikut:

- Secara umum tidak direkomendasikan mengganti pil COC dalam waktu 3 bulan

penggunaan karena gangguan pendarahan akan dapat teratasi dalam waktu 3 bulan.

(GPP)83

- Pengguna pil COC , harus menggunakan dosis EE terkecil untuk dapat mengontrol

siklus haid dengan baik. Dosis EE dapat ditingkatkan sampai kadar maksimum yaitu

35μg.(GPP)

- Data yang ada, tidak mendukung peningkatan dosis EE pada perempuan yang sudah

menggunakan dosis COC 30 g. Meskipun demikian, meningkatkan dosis EE

sampai 35 g dapat memperbaiki pola pendarahan pada beberapa perempuan.84

- Systematic review menyatakan bahwa pengobatan dengan estrogen saja, atau

sebagai PKK, akan mengurangi jumlah episode hari pendarahan yang sedang

berlangsung dan efek ini berlangsung selama beberapa bulan setelah pengobatan

jika dibandingkan dengan plasebo pada pengguna implan LNG.

- Bila pendarahan tidak membaik, produk yang lebih estrogenik harus

direkomendasikan (Rekomendasi B). Pemberian lanjutan disarankan pada

perempuan dengan pendarahan yang berat atau berkepanjangan (tapi tidak teratur)

(Kelas B). Apabila telah digunakan beberapa produk yang berbeda, tetapi

pendarahan tetap berlangsung, maka perlu dipikirkan untuk mengganti metode

kontrasepsi (GPP).11

- Meskipun penelitian individual menyatakan bahwa pendarahan dapat mengalami

perbaikan dengan COC yang berisi progesteron tertentu, hal ini belum terbukti pada

review sistematis. Pengunaan COC pada siklus yang memanjang bersifat aman dan

ditoleransi dengan baik serta dapat mengurangi hari pendarahan. Meskipun

demikian, saat ini belum ada data yang cukup untuk mendukung penggunaan

regimen continuous dibandingkan dengan regimen siklik yang berlisensi untuk

memperbaiki pendarahan. - Review Cochrane menyimpulkan tidak terdapat bukti yang cukup untuk

merekomendasikan penggunaan PKK bifasik dan trifasik untuk memperbaiki pola

pendarahan 85,86

6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal

progestin only

Perubahan siklus menstruasi yang terjadi pada penggunaan DMPA dapat berupa

amenorea (12%) pada penggunaan 3 bulan pertama dan 46 % setelah penggunaan 1

tahun. Apabila terjadi pendarahan, jarang sekali bersifat berat, akan tetapi hal inilah

yang sering kali menyebabkan penggunaan metode ini tidak berlanjut. Penyebab

pendarahan abnormal pada DMPA ini tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan

penelitian, diduga penyebabnya ialah endometritis kronis atau atropi. Bahkan dari hasil

biopsy endometrium menunjukan bahwa endometritis yang terjadi adalah akibat dari

atropi endometrium, bukan disebabkan oleh infeksi. Pendarahan yang terjadi akan

menurun dan berkurang seiring waktu pemakaian. Pendarahan ini kemungkinan juga

disebabkan oleh paparan kontinyu progesterone dengan dosis menetap pada

endometrium yang akan menyebabkan endometrium kurang menerima paparan dari

estrogen. Hal ini akan menyebabkan perubahan histopatologi endometrium, yang tidak

mengalami fase sekresi, menjadi tipis. Perubahan pada permukaan endometrium

menyebabkan permukaan endometrium tidak rata karena proses ini tidak terjadi pada

Page 62: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

52

seluruh permukaan. Berikut masing-masing penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi

hormonal progestin only:

Pil Progestogen-only (POP)

- PUA baik berupa pendarahan yang tidak teratur ataupun spotting karena kontrasepsi

progestin only, dapat diperbaiki baik dengan pemberian estrogen ataupun dengan

mengurangi durasi pemberian 1 hari, sehingga meningkatkan interruption window

(8 hari, bukan 7 hari) (GPP). Namun hal ini tidak menunjukkan perbaikan pada

beberapa perempuan, sehingga mengganti metode kontrasepsi menjadi indikasi.

Umumnya PUA yang terjadi pada pemakaian kontrasepsi progestin,

direkomendasikan untuk mengganti jenis pil kontrasepsi (GPP). Tidak ada data

tentang rekomendasi pemberian AINS, antifibrinolitik, atau ditambahkan estradiol

untuk mengurangi pendarahan terkait dengan pil progestin mikro (GPP).11 - Belum ada bukti yang diidentifikasi dan menyatakan bahwa 1 POP berhubungan

dengan pendarahan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis yang lain

(termasuk pil desogestrel-only). Meskipun pendarahan dapat berhenti seiring

jalannya waktu, belum ada data untuk menjelaskan berapa lama waktu yang

dibutuhkan bagi seorang perempuan yang mengharapkan pendarahan-nya berhenti

atau membaik. Belum ada bukti bahwa terjadi perbaikan pendarahan dengan

penggunaan 2 POP per hari, meskipun hal ini telah digunakan dalam praktik

klinik.87

Progestogen-only injectable contraception - Review Cochrane mengevaluasi efek estrogen pada pendarahan karena DMPA.

Studi terandomisasi ini mengikutsertakan 278 perempuan pengguna DMPA dengan

pendarahan yang ireguler yang telah dilakukan randomisasi untuk menerima salah

satu dari EE (50 g), estrogen sulphate (2.5 mg) atau plasebo setiap hari selama 14

hari. Meskipun penelitian ini didesain untuk mengidentifikasi baik efek jangka

pendek maupun jangka panjang, terdapat angka penghentian penggunaan

kontrasepsi yang tinggi (40% pada masing-masing kelompok) sehingga memberikan

risiko bias yang besar. Hanya EE yang efektif dalam menghentikan pendarahan

dalam 14 hari terapi ((RR) 0.26, 95% CI0.11–0.60)). Meskipun demikian, pada 3

bulan berikutnya, efek manfaat dari 50 g EE pada pendarahan adalah minimal (RR

0.06, 95% CI 0.00–1.00).88

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

- Tidak ada bukti langsung mengenai penggunaan COC dosis rendah (<50 g) untuk

menatalaksana unscheduled bleeding pada perempuan yang menggunakan injeksi

progestogen-only. Meskipun demikian UKSPR mendukung penggunaan EE sebagai

pilihan terapi jangka pendek pada perempuan dengan pendarahan ringan atau berat

yang menggunakan injeksi progestogen-only. Belum ada rekomendasi yang

diberikan berkaitan dengan penggunaan NSAID. Bukti-bukti yang baru

menunjukkan adanya manfaat jangka pendek dari penggunaan asam mefenamat.75

- Satu studi RCT menunjukkan bahwa mifepristone (50 mg dosis tunggal pada hari

ke-14 dan setiap 2 minggu selama 6 siklus) dilaporkan menyebabkan pengurangan

yang signifikan dari BTB dibandingkan dengan plasebo.

- Berdasarkan data yang terbatas, CEU merekomendasikan bahwa sebagai lini

pertama, COC dapat digunakan oleh perempuan yang menggunakan injeksi

progestogen-only jika tidak ada kontraindikasi. COC dapat digunakan sampai 3

bulan bersamaan dengan lanjutan DMPA.75 - Sebuah RCT kecil menyatakan bahwa terdapat beberapa bukti bahwa Cox- 2

inhibitor (valdecoxib) efektif dalam terapi pendarahan uterus dengan DMPA,

meskipun demikian penggunaannya untuk tujuan ini masih belum berlisensi.89

Progestogen-only implants90.

- Data yang berhubungan dengan manajemen pendarahan yang berhubungan dengan

implant masih terbatas.

- Riset menyatakan bahwa doxycycline dan mifepristone dapat bermanfaat, namun

masih terdapat keterbatasan bukti untuk mendukung penggunaannya dalam praktik

rutin.

- Untuk perempuan dengan pendarahan ringan atau berat dengan implant,

penggunaan estrogen, atau NSAID direkomendasikan, meskipun dosis dan

durasinya masih belum dispesifikasikan.

Levonorgestrel-releasing IUS

- Belum ada bukti yang mampu diidentifikasi berkaitan dengan pilihan terapi untuk

perempuan yang mengeluhkan unscheduled bleeding dengan levonorgestrel-

releasing IUS. Penetapan informasi yang baik mengenai ekspektasi pola pendarahan

yang kemungkinan dapat dialami merupakan bagian penting dari manajemen.

Page 63: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

53

seluruh permukaan. Berikut masing-masing penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi

hormonal progestin only:

Pil Progestogen-only (POP)

- PUA baik berupa pendarahan yang tidak teratur ataupun spotting karena kontrasepsi

progestin only, dapat diperbaiki baik dengan pemberian estrogen ataupun dengan

mengurangi durasi pemberian 1 hari, sehingga meningkatkan interruption window

(8 hari, bukan 7 hari) (GPP). Namun hal ini tidak menunjukkan perbaikan pada

beberapa perempuan, sehingga mengganti metode kontrasepsi menjadi indikasi.

Umumnya PUA yang terjadi pada pemakaian kontrasepsi progestin,

direkomendasikan untuk mengganti jenis pil kontrasepsi (GPP). Tidak ada data

tentang rekomendasi pemberian AINS, antifibrinolitik, atau ditambahkan estradiol

untuk mengurangi pendarahan terkait dengan pil progestin mikro (GPP).11 - Belum ada bukti yang diidentifikasi dan menyatakan bahwa 1 POP berhubungan

dengan pendarahan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis yang lain

(termasuk pil desogestrel-only). Meskipun pendarahan dapat berhenti seiring

jalannya waktu, belum ada data untuk menjelaskan berapa lama waktu yang

dibutuhkan bagi seorang perempuan yang mengharapkan pendarahan-nya berhenti

atau membaik. Belum ada bukti bahwa terjadi perbaikan pendarahan dengan

penggunaan 2 POP per hari, meskipun hal ini telah digunakan dalam praktik

klinik.87

Progestogen-only injectable contraception - Review Cochrane mengevaluasi efek estrogen pada pendarahan karena DMPA.

Studi terandomisasi ini mengikutsertakan 278 perempuan pengguna DMPA dengan

pendarahan yang ireguler yang telah dilakukan randomisasi untuk menerima salah

satu dari EE (50 g), estrogen sulphate (2.5 mg) atau plasebo setiap hari selama 14

hari. Meskipun penelitian ini didesain untuk mengidentifikasi baik efek jangka

pendek maupun jangka panjang, terdapat angka penghentian penggunaan

kontrasepsi yang tinggi (40% pada masing-masing kelompok) sehingga memberikan

risiko bias yang besar. Hanya EE yang efektif dalam menghentikan pendarahan

dalam 14 hari terapi ((RR) 0.26, 95% CI0.11–0.60)). Meskipun demikian, pada 3

bulan berikutnya, efek manfaat dari 50 g EE pada pendarahan adalah minimal (RR

0.06, 95% CI 0.00–1.00).88

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

- Tidak ada bukti langsung mengenai penggunaan COC dosis rendah (<50 g) untuk

menatalaksana unscheduled bleeding pada perempuan yang menggunakan injeksi

progestogen-only. Meskipun demikian UKSPR mendukung penggunaan EE sebagai

pilihan terapi jangka pendek pada perempuan dengan pendarahan ringan atau berat

yang menggunakan injeksi progestogen-only. Belum ada rekomendasi yang

diberikan berkaitan dengan penggunaan NSAID. Bukti-bukti yang baru

menunjukkan adanya manfaat jangka pendek dari penggunaan asam mefenamat.75

- Satu studi RCT menunjukkan bahwa mifepristone (50 mg dosis tunggal pada hari

ke-14 dan setiap 2 minggu selama 6 siklus) dilaporkan menyebabkan pengurangan

yang signifikan dari BTB dibandingkan dengan plasebo.

- Berdasarkan data yang terbatas, CEU merekomendasikan bahwa sebagai lini

pertama, COC dapat digunakan oleh perempuan yang menggunakan injeksi

progestogen-only jika tidak ada kontraindikasi. COC dapat digunakan sampai 3

bulan bersamaan dengan lanjutan DMPA.75 - Sebuah RCT kecil menyatakan bahwa terdapat beberapa bukti bahwa Cox- 2

inhibitor (valdecoxib) efektif dalam terapi pendarahan uterus dengan DMPA,

meskipun demikian penggunaannya untuk tujuan ini masih belum berlisensi.89

Progestogen-only implants90.

- Data yang berhubungan dengan manajemen pendarahan yang berhubungan dengan

implant masih terbatas.

- Riset menyatakan bahwa doxycycline dan mifepristone dapat bermanfaat, namun

masih terdapat keterbatasan bukti untuk mendukung penggunaannya dalam praktik

rutin.

- Untuk perempuan dengan pendarahan ringan atau berat dengan implant,

penggunaan estrogen, atau NSAID direkomendasikan, meskipun dosis dan

durasinya masih belum dispesifikasikan.

Levonorgestrel-releasing IUS

- Belum ada bukti yang mampu diidentifikasi berkaitan dengan pilihan terapi untuk

perempuan yang mengeluhkan unscheduled bleeding dengan levonorgestrel-

releasing IUS. Penetapan informasi yang baik mengenai ekspektasi pola pendarahan

yang kemungkinan dapat dialami merupakan bagian penting dari manajemen.

Page 64: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

54

KESIMPULAN

- Pendarahan adalah hal biasa terjadi pada beberapa bulan pertama menggunakan

kontrasepsi yang hanya mengandung progestin dan keluhan dapat menghilang

tanpa pengobatan. Namun terapi terhadap efek samping dapat dipertimbangkan

jika dapat meningkatkan kepatuhan pasien. (GPP)

- Tidak didapatkan bukti yang menunjukkan bahwa merubah jenis dan dosis pil

yang hanya mengandung progestogen dapat mengurangi gejala pendarahan tetapi

hal ini bermanfaat pada beberapa pasien. (GPP)

- Pendarahan pada pengguna kontrasepsi injeksi, implant atau LNG IUS yang masih

ingin melanjutkan menggunakan metode tersebut, dan layak secara medis, COC

dapat digunakan sampai 3 bulan. (GPP)

REKOMENDASI

Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi injeksi yang hanya berisi progestin , asam

mefenamat 500 mg 2 x perhari (atau sampai 3 kali perhari) selama 5 hari dapat

mengurangi lamanya episode pendarahan tetapi mempunyai efek yang minimal

terhadap pendarahan dalam periode lama (Rekomendasi B)

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUA–I karena kontrasepsi hormonal progestin

Jenis pengobatan

Implan DMPA LNG IUD

PKK Penelitian selama 3 bulan pada perempuan pengguna Norplant, menunjukkan penurunan pada lamanya episode pendarahan/spotting , namun tidak pada jumlah episode pendarahan pada pemakaian 30 mcg EE dan 150 mcg levonorgestrel 72 Level of evidence: II

Tidak ditemukan penelitian terkait PKK

Tidak ditemukan penelitian terkait PKK

Obat-obatan anti inflamasi nonsteroid (AINS) –Dimulai saat pendarahan mulai terjadi

Penelitian pada pengguna kontrasepsi norplant: 1) Asam mefenamat 500 mg 2 kali perhari selama 5 hari dapat mengurangi jumlah hari berdarah/spotting dan menurunkan jumlah perempuan pengguna kontrasepsi dengan keluhan pendarahan uterus abnormal karena efek samping kontrasepsi73

Level of evidence: II 2) Ibuprofen peroral 800 mg 3 kali perhari selama 5 hari mengurangi lamanya pendarahan 74 Level of evidence: III

Pada penelitian efektifitas asam mefenamat pada pendarahan didapatkan bahwa lebih banyak perempuan pada kelompok yang diberikan asam mefenamat 500 mg 2 kali sehari selama 5 hari , pendarahan berhenti dalam waktu 7 hari pengobatan dibandingkan dengan kelompok plasebo75

Level of evidence III

Tidak ditemukan penelitian terkait AINS

Asam salisilat (aspirin)

Tidak terdapat bukti yang menyatakan bermanfaat 21 Level of evidence: II

Tidak ditemukan penelitian terkait asam salisilat

Tidak ditemukan penelitian terkait asam salisilat

Asam traneksamat – dimulai pada saat terjadi pendarahan

Penelitian skala kecil pada perempuan yang menggunakan Norplant menunjukkan lebih banyak perempuan dengan keluhan PUA , pendarahan berhenti dalam waktu 7 hari penggunaan asam traneksamat 500 mg 2 kali perhari selama 5 hari dibandingkan kelompok plasebo. 77 Level of evidence: II

Asam traneksamat 250 mg 4 kali perhari lebih efektif dibandingkan plasebo pada terapi jangka pendek pendarahan uterus yang tidak teratur/spotting terkait penggunaan kontrasepsi DMPA 78 Level of evidence: II

Tidak ditemukan penelitian terkait asam traneksamat

Vitamin E Tidak ada bukti yang menunjukkan bermanfaat 76

Level of evidence: II

Tidak ditemukan penelitian terkait vitamin E

Tidak ditemukan penelitian terkait vitamin E

Page 65: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

55

KESIMPULAN

- Pendarahan adalah hal biasa terjadi pada beberapa bulan pertama menggunakan

kontrasepsi yang hanya mengandung progestin dan keluhan dapat menghilang

tanpa pengobatan. Namun terapi terhadap efek samping dapat dipertimbangkan

jika dapat meningkatkan kepatuhan pasien. (GPP)

- Tidak didapatkan bukti yang menunjukkan bahwa merubah jenis dan dosis pil

yang hanya mengandung progestogen dapat mengurangi gejala pendarahan tetapi

hal ini bermanfaat pada beberapa pasien. (GPP)

- Pendarahan pada pengguna kontrasepsi injeksi, implant atau LNG IUS yang masih

ingin melanjutkan menggunakan metode tersebut, dan layak secara medis, COC

dapat digunakan sampai 3 bulan. (GPP)

REKOMENDASI

Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi injeksi yang hanya berisi progestin , asam

mefenamat 500 mg 2 x perhari (atau sampai 3 kali perhari) selama 5 hari dapat

mengurangi lamanya episode pendarahan tetapi mempunyai efek yang minimal

terhadap pendarahan dalam periode lama (Rekomendasi B)

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUA–I karena kontrasepsi hormonal progestin

Jenis pengobatan

Implan DMPA LNG IUD

PKK Penelitian selama 3 bulan pada perempuan pengguna Norplant, menunjukkan penurunan pada lamanya episode pendarahan/spotting , namun tidak pada jumlah episode pendarahan pada pemakaian 30 mcg EE dan 150 mcg levonorgestrel 72 Level of evidence: II

Tidak ditemukan penelitian terkait PKK

Tidak ditemukan penelitian terkait PKK

Obat-obatan anti inflamasi nonsteroid (AINS) –Dimulai saat pendarahan mulai terjadi

Penelitian pada pengguna kontrasepsi norplant: 1) Asam mefenamat 500 mg 2 kali perhari selama 5 hari dapat mengurangi jumlah hari berdarah/spotting dan menurunkan jumlah perempuan pengguna kontrasepsi dengan keluhan pendarahan uterus abnormal karena efek samping kontrasepsi73

Level of evidence: II 2) Ibuprofen peroral 800 mg 3 kali perhari selama 5 hari mengurangi lamanya pendarahan 74 Level of evidence: III

Pada penelitian efektifitas asam mefenamat pada pendarahan didapatkan bahwa lebih banyak perempuan pada kelompok yang diberikan asam mefenamat 500 mg 2 kali sehari selama 5 hari , pendarahan berhenti dalam waktu 7 hari pengobatan dibandingkan dengan kelompok plasebo75

Level of evidence III

Tidak ditemukan penelitian terkait AINS

Asam salisilat (aspirin)

Tidak terdapat bukti yang menyatakan bermanfaat 21 Level of evidence: II

Tidak ditemukan penelitian terkait asam salisilat

Tidak ditemukan penelitian terkait asam salisilat

Asam traneksamat – dimulai pada saat terjadi pendarahan

Penelitian skala kecil pada perempuan yang menggunakan Norplant menunjukkan lebih banyak perempuan dengan keluhan PUA , pendarahan berhenti dalam waktu 7 hari penggunaan asam traneksamat 500 mg 2 kali perhari selama 5 hari dibandingkan kelompok plasebo. 77 Level of evidence: II

Asam traneksamat 250 mg 4 kali perhari lebih efektif dibandingkan plasebo pada terapi jangka pendek pendarahan uterus yang tidak teratur/spotting terkait penggunaan kontrasepsi DMPA 78 Level of evidence: II

Tidak ditemukan penelitian terkait asam traneksamat

Vitamin E Tidak ada bukti yang menunjukkan bermanfaat 76

Level of evidence: II

Tidak ditemukan penelitian terkait vitamin E

Tidak ditemukan penelitian terkait vitamin E

Page 66: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

56

Adapun dosis dan macam obat yang digunakan pada PUA-I karena kontrasepsi dapat

dilihat pada table berikut:

Tabel 6.3. Daftar obat PUA I

Jenis terapi Dosis

AINS 800 mg 3 kali/hari selama 1 - 2 minggu, contoh ibuprofen

800 mg 3 kali perhari selama 1 - 2 minggu

Supplementasi estrogen EEK 0.625 - 1.25 mg /hari selama 1 - 2 minggu

Ethinyl estradiol (Estinyl) 20

mcg perhari selama 1 - 2

minggu

20 mcg perhari selama 1-2 minggu

Estradiol (Estrase) 0.5 to 1 mg per hari selama 1 - 2 minggu

Tabel 6.4. Pendekatan Terapi PUA Sesuai Level Pelayanan

Jenis Terapi Level Primer (PPK1)

Level Sekunder (PPK2)

Level Tersier (PPK3)

Terapi Non-Hormonal

1. Konseling + + +

2. AINS + + +

3. Antifibrinolitik + + +

4.Antibiotik + + +

Tes kehamilan

dan konseling

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang penting

2.Apakah terdapat kelainan4.Nilai kepatuhan minum pil,riwayat

tidak minum 1 atau beberapa pil

Dalam 3 bulan pertama

penggunaan kontrasepsi

Tidak Ya

3.Tatalaksana sesuai

kelainan/rujuk

Ya Tidak

Setelah 3 bulan penggunaan

kontrasepsi kontrasepsi

5.Konseling dan yakinkan

bahwa perdarahan tersebut

hal biasa, catat siklus7.Cek klamidia, gonorrhea (endometritis)

Suplemental estrogen 1 2 minggu/sampai

perdarahan berhenti

7.AINS (ibuprofen 800 mg 3x

sehari) selama 2 minggu atau

sampai perdarahan berhenti

Tidak ada perubahan

8. Pendarahan menetap, lakukan TVS, SIS

atau histeroskopi untuk menyingkirkan

kelainan saluran reproduksi

Apakah terdapat kelainan9.Ulangi pengobatan/hentikan

penggunaan PKK, sarankan jenis

kontrasepsi lain

1. Pendarahan sela (breakthrough bleeding)

6.Pasien tidak ingin melanjutkan

PKK /perdarahan menetap >3

bulan

YaTidak

ALGORITMA TATALAKSANA PUA-I KARENA EFEK

SAMPING KONTRASEPSI

7.1. Algoritma tatalaksana pendarahan karena efek samping PKK

Gambar 15. Penanganan Pendarahan karena Efek Samping PKK

BAB VII

Page 67: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

57

Adapun dosis dan macam obat yang digunakan pada PUA-I karena kontrasepsi dapat

dilihat pada table berikut:

Tabel 6.3. Daftar obat PUA I

Jenis terapi Dosis

AINS 800 mg 3 kali/hari selama 1 - 2 minggu, contoh ibuprofen

800 mg 3 kali perhari selama 1 - 2 minggu

Supplementasi estrogen EEK 0.625 - 1.25 mg /hari selama 1 - 2 minggu

Ethinyl estradiol (Estinyl) 20

mcg perhari selama 1 - 2

minggu

20 mcg perhari selama 1-2 minggu

Estradiol (Estrase) 0.5 to 1 mg per hari selama 1 - 2 minggu

Tabel 6.4. Pendekatan Terapi PUA Sesuai Level Pelayanan

Jenis Terapi Level Primer (PPK1)

Level Sekunder (PPK2)

Level Tersier (PPK3)

Terapi Non-Hormonal

1. Konseling + + +

2. AINS + + +

3. Antifibrinolitik + + +

4.Antibiotik + + +

Tes kehamilan

dan konseling

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang penting

2.Apakah terdapat kelainan4.Nilai kepatuhan minum pil,riwayat

tidak minum 1 atau beberapa pil

Dalam 3 bulan pertama

penggunaan kontrasepsi

Tidak Ya

3.Tatalaksana sesuai

kelainan/rujuk

Ya Tidak

Setelah 3 bulan penggunaan

kontrasepsi kontrasepsi

5.Konseling dan yakinkan

bahwa perdarahan tersebut

hal biasa, catat siklus7.Cek klamidia, gonorrhea (endometritis)

Suplemental estrogen 1 2 minggu/sampai

perdarahan berhenti

7.AINS (ibuprofen 800 mg 3x

sehari) selama 2 minggu atau

sampai perdarahan berhenti

Tidak ada perubahan

8. Pendarahan menetap, lakukan TVS, SIS

atau histeroskopi untuk menyingkirkan

kelainan saluran reproduksi

Apakah terdapat kelainan9.Ulangi pengobatan/hentikan

penggunaan PKK, sarankan jenis

kontrasepsi lain

1. Pendarahan sela (breakthrough bleeding)

6.Pasien tidak ingin melanjutkan

PKK /perdarahan menetap >3

bulan

YaTidak

ALGORITMA TATALAKSANA PUA-I KARENA EFEK

SAMPING KONTRASEPSI

7.1. Algoritma tatalaksana pendarahan karena efek samping PKK

Gambar 15. Penanganan Pendarahan karena Efek Samping PKK

BAB VII

Page 68: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

58

Keterangan (Algoritma tatalaksana pendarahan karena efek samping PKK) :

1. Pendarahan sela (breakthrough bleeding) pada penggunaan PKK, anamnesis dan

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang penting.

2. Apakah terdapat kelainan, bila iya lanjutkan ke langkah 3, bila tidak, lanjutkan ke

langkah 4.

3. Tatalaksana sesuai kelainan/rujuk.

4. Nilai kepatuhan minum pil,riwayat tidak minum 1 atau beberapa pil, jika terdapat

riwayat tidak minum pil, lakukan tes kehamilan dan konseling , Jika pendarahan

sela terjadi dalam 3 bulan pertama lanjutkan ke langkah 5, jika lebih dari 3 bulan

lanjutkan ke langkah 7.

5. Konseling dan yakinkan bahwa pendarahan tersebut hal biasa, catat siklus.

(Rekomendasi C)

6. Pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau pendarahan menetap >3 bulan,

lanjutkan ke langkah 7.

7. AINS (ibuprofen 800 mg 3x sehari selama 2 minggu atau sampai pendarahan

berhenti .Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila

positif berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum

PKK secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen

(supplemental estrogen 1-2 minggu) (Rekomendasi B) atau sampai pendarahan

berhenti. Jika usia pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium.

8. Jika tidak ada perubahan/pendarahan menetap lakukan TVS, SIS atau

histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi, jika terdapat

kelainan lanjutkan ke langkah 3, jika tidak terdapat kelainan lanjutkan ke langkah

9. (Rekomendasi B).

9. Ulangi pengobatan/hentikan penggunaan PKK, sarankan jenis kontrasepsi lain.

7.2 Algoritme tatalaksana PUA-I karena efek samping kontrasepsi progestin

Gambar 16. Penanganan Pendarahan karena Efek Samping Kontrasepsi Progestin

14.Pendarahan berlanjut setelah 6 bulan

Lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk

menyingkirkan kelainan saluran reproduksi

13.Tambahkan PKK dosis rendah selama

2 3 bulan/suntik DMPA tiap 2 bulan

yaTidak

Kepatuhan/

compliance baik

5.Tatalaksana sesuai penyebab

6.Nilai kepatuhan

4.Anamnesis, pemeriksaan fisik, ginekologi,

pemeriksaan laboratorium, apakah terdapat kelainan?

3.Pendarahan pada penggunaan progestin

7b.>4 6 bulan penggunaan kontrasepsi, Nilai

pola pendarahan dengan menstrual diary

9.Terapi lini pertama AINS / asam

mefenamat dan asam traneksamat

,tambahkan estrogen 1 2 minggu

atau sampai pendarahan berhenti

10.Perdarahan menetap

11.Terapi lini kedua

POP DMPA

12.Ganti dengan PKK

Pendarahan berhenti

Ulangi pengobatan untuk

episode pendarahan berikutnya

1.Amenorea atau pendarahan bercak

2.Menasihati pasien bahwa hal tersebut

merupakan hal yang diharapkan

7a.<4 6 bulan

penggunaan kontrasepsi

15.Berikan estrogen jangka pendek ,

pertimbangkan mengganti metode kontrasepsi

16.Pendarahan persisten yang mengganggu

17.Diskusikan metode kontrasepsi alternatif

Kepatuhan/

compliane tidak baik

8.Konseling

Tidak ada kelainan

Page 69: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

59

Keterangan (Algoritma tatalaksana pendarahan karena efek samping PKK) :

1. Pendarahan sela (breakthrough bleeding) pada penggunaan PKK, anamnesis dan

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang penting.

2. Apakah terdapat kelainan, bila iya lanjutkan ke langkah 3, bila tidak, lanjutkan ke

langkah 4.

3. Tatalaksana sesuai kelainan/rujuk.

4. Nilai kepatuhan minum pil,riwayat tidak minum 1 atau beberapa pil, jika terdapat

riwayat tidak minum pil, lakukan tes kehamilan dan konseling , Jika pendarahan

sela terjadi dalam 3 bulan pertama lanjutkan ke langkah 5, jika lebih dari 3 bulan

lanjutkan ke langkah 7.

5. Konseling dan yakinkan bahwa pendarahan tersebut hal biasa, catat siklus.

(Rekomendasi C)

6. Pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau pendarahan menetap >3 bulan,

lanjutkan ke langkah 7.

7. AINS (ibuprofen 800 mg 3x sehari selama 2 minggu atau sampai pendarahan

berhenti .Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila

positif berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum

PKK secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen

(supplemental estrogen 1-2 minggu) (Rekomendasi B) atau sampai pendarahan

berhenti. Jika usia pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium.

8. Jika tidak ada perubahan/pendarahan menetap lakukan TVS, SIS atau

histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi, jika terdapat

kelainan lanjutkan ke langkah 3, jika tidak terdapat kelainan lanjutkan ke langkah

9. (Rekomendasi B).

9. Ulangi pengobatan/hentikan penggunaan PKK, sarankan jenis kontrasepsi lain.

7.2 Algoritme tatalaksana PUA-I karena efek samping kontrasepsi progestin

Gambar 16. Penanganan Pendarahan karena Efek Samping Kontrasepsi Progestin

14.Pendarahan berlanjut setelah 6 bulan

Lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk

menyingkirkan kelainan saluran reproduksi

13.Tambahkan PKK dosis rendah selama

2 3 bulan/suntik DMPA tiap 2 bulan

yaTidak

Kepatuhan/

compliance baik

5.Tatalaksana sesuai penyebab

6.Nilai kepatuhan

4.Anamnesis, pemeriksaan fisik, ginekologi,

pemeriksaan laboratorium, apakah terdapat kelainan?

3.Pendarahan pada penggunaan progestin

7b.>4 6 bulan penggunaan kontrasepsi, Nilai

pola pendarahan dengan menstrual diary

9.Terapi lini pertama AINS / asam

mefenamat dan asam traneksamat

,tambahkan estrogen 1 2 minggu

atau sampai pendarahan berhenti

10.Perdarahan menetap

11.Terapi lini kedua

POP DMPA

12.Ganti dengan PKK

Pendarahan berhenti

Ulangi pengobatan untuk

episode pendarahan berikutnya

1.Amenorea atau pendarahan bercak

2.Menasihati pasien bahwa hal tersebut

merupakan hal yang diharapkan

7a.<4 6 bulan

penggunaan kontrasepsi

15.Berikan estrogen jangka pendek ,

pertimbangkan mengganti metode kontrasepsi

16.Pendarahan persisten yang mengganggu

17.Diskusikan metode kontrasepsi alternatif

Kepatuhan/

compliane tidak baik

8.Konseling

Tidak ada kelainan

Page 70: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

60

Keterangan (Algoritme tatalaksana pendarahan karena efek samping kontrasepsi progestin): 1) Jika keluhan berupa amenorea atau pendarahan bercak, lanjutkan ke 2

2) Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal yang diharapkan

3) Jika efek samping berupa pendarahan, lanjutkan ke 4

4) Lakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status ginekologi, pemeriksaan

laboratorium, apakah terdapat kelainan? Jika iya, lanjutkan ke langkah 5, jika tidak

lanjutkan ke langkah 6

5) Tatalaksana sesuai penyebab kelainan

6) Nilai kepatuhan, apakah pil digunakan pada waktu yang sama setiap hari? Apakah

suntik DMPA sudah diberikan setiap 3 bulan? Bila kepatuhan tidak baik, lanjutkan ke

langkah 8, bila kepatuhan baik tentukan apakah penggunaan kontrasepsi sudah

berlangsung > 4-6 bulan atau < 4-6 bulan (Rekomendasi B).

7) 7.a.Penggunaan kontrasepsi <4-6 bulan, lanjutkan ke langkah 8,dan 7.b.jika >4-6

bulan, lanjutkan ke langkah 9

8) Lakukan konseling, singkirkan kemungkinan kehamilan

9) Terapi lini pertama AINS (ibuprofen 800 mg 3x /hari atau asam mefenamat 3x500mg

perhari Selama 1-2 minggu/ sampai pendarahan berhenti tambahkan asam traneksamat

3-4x 500mg/1g dan estrogen 1-2 minggu atau sampai pendarahan berhenti

(Rekomendasi B)

10) Bila pendarahan menetap, lanjutkan ke langkah 11

11) Lakukan terapi lini kedua. Pada pemakaian POP, lanjutkan ke langkah 12. Pada

penggunaan DMPA lanjutkan ke langkah 13

12) Ganti metode kontrasepsi dengan PKK

13) Tambahkan PKK dosis rendah selama 2-3 bulan/suntik DMPA atau suntik DMPA

tiap 2 bulan (Rekomendasi B)

14) Bila pendarahan berlanjut setelah 6 bulan, lanjutkan ke langkah 15

15) Berikan estrogen jangka pendek (EEK 1.25 mg 4 x sehari selama 7 hari. Dapat

diulang jika pendarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan pemilihan metode

kontrasepsi lain

16) Jika pendarahan persisten dan mengganggu, lanjutkan ke langkah 17

17) Jika pendarahan pervaginam menetap dan mengganggu pertimbangkan metode

kontrasepsi alternatif

7.3. Algoritme tatalaksana PUA-I karena efek samping implan

Gambar 17. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping implant

Ya

1. Pendarahan persisten (pendarahan lama/sering) atau perubahan pola pendarahan yang tidak dapat ditoleransi setelah minimal 6 bulan setelah pemasangan implan

5. pasang implant/terapi dengan obat gagal

2. Anamnesis riwayat penyakit lengkap ,bagaimana riwayat skrining kanker ,Singkirkan kemungkinan STD dan kehamilan, pemeriksaan fisik (nilai : apakah terdapat gejala lain seperti nyeri pinggang, dispareunia dll?) ,pemeriksaan ginekologi dan laboratorium

3. < 6 bulan setelah pasang implant

3A. Normal, tidak ada gejala lain

3B. Abnormal (tatalaksana sesuai

penyebab atau rujuk

6. Tawarkan terapi obat/ melepas implant atau merubah metode kontrasepsi

4. Konseling dan follow up, pertimbangkan medikamentosa bila pasien meminta

4. Pendarahan menetap

7. Tergantung usia dan faktor risiko kanker endometrium, maka dapat dilakukan:

USG, penilaian lanjut endometrium (pertimbangkan bila usia>45 tahun atau lebih dan perempuan usia muda dengan obese, sindrom ovarium polikistik)

4. Metode kontrasepsi dapat dilanjutkan

Ya

Tidak

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Page 71: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

61

Keterangan (Algoritme tatalaksana pendarahan karena efek samping kontrasepsi progestin): 1) Jika keluhan berupa amenorea atau pendarahan bercak, lanjutkan ke 2

2) Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal yang diharapkan

3) Jika efek samping berupa pendarahan, lanjutkan ke 4

4) Lakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status ginekologi, pemeriksaan

laboratorium, apakah terdapat kelainan? Jika iya, lanjutkan ke langkah 5, jika tidak

lanjutkan ke langkah 6

5) Tatalaksana sesuai penyebab kelainan

6) Nilai kepatuhan, apakah pil digunakan pada waktu yang sama setiap hari? Apakah

suntik DMPA sudah diberikan setiap 3 bulan? Bila kepatuhan tidak baik, lanjutkan ke

langkah 8, bila kepatuhan baik tentukan apakah penggunaan kontrasepsi sudah

berlangsung > 4-6 bulan atau < 4-6 bulan (Rekomendasi B).

7) 7.a.Penggunaan kontrasepsi <4-6 bulan, lanjutkan ke langkah 8,dan 7.b.jika >4-6

bulan, lanjutkan ke langkah 9

8) Lakukan konseling, singkirkan kemungkinan kehamilan

9) Terapi lini pertama AINS (ibuprofen 800 mg 3x /hari atau asam mefenamat 3x500mg

perhari Selama 1-2 minggu/ sampai pendarahan berhenti tambahkan asam traneksamat

3-4x 500mg/1g dan estrogen 1-2 minggu atau sampai pendarahan berhenti

(Rekomendasi B)

10) Bila pendarahan menetap, lanjutkan ke langkah 11

11) Lakukan terapi lini kedua. Pada pemakaian POP, lanjutkan ke langkah 12. Pada

penggunaan DMPA lanjutkan ke langkah 13

12) Ganti metode kontrasepsi dengan PKK

13) Tambahkan PKK dosis rendah selama 2-3 bulan/suntik DMPA atau suntik DMPA

tiap 2 bulan (Rekomendasi B)

14) Bila pendarahan berlanjut setelah 6 bulan, lanjutkan ke langkah 15

15) Berikan estrogen jangka pendek (EEK 1.25 mg 4 x sehari selama 7 hari. Dapat

diulang jika pendarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan pemilihan metode

kontrasepsi lain

16) Jika pendarahan persisten dan mengganggu, lanjutkan ke langkah 17

17) Jika pendarahan pervaginam menetap dan mengganggu pertimbangkan metode

kontrasepsi alternatif

7.3. Algoritme tatalaksana PUA-I karena efek samping implan

Gambar 17. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping implant

Ya

1. Pendarahan persisten (pendarahan lama/sering) atau perubahan pola pendarahan yang tidak dapat ditoleransi setelah minimal 6 bulan setelah pemasangan implan

5. pasang implant/terapi dengan obat gagal

2. Anamnesis riwayat penyakit lengkap ,bagaimana riwayat skrining kanker ,Singkirkan kemungkinan STD dan kehamilan, pemeriksaan fisik (nilai : apakah terdapat gejala lain seperti nyeri pinggang, dispareunia dll?) ,pemeriksaan ginekologi dan laboratorium

3. < 6 bulan setelah pasang implant

3A. Normal, tidak ada gejala lain

3B. Abnormal (tatalaksana sesuai

penyebab atau rujuk

6. Tawarkan terapi obat/ melepas implant atau merubah metode kontrasepsi

4. Konseling dan follow up, pertimbangkan medikamentosa bila pasien meminta

4. Pendarahan menetap

7. Tergantung usia dan faktor risiko kanker endometrium, maka dapat dilakukan:

USG, penilaian lanjut endometrium (pertimbangkan bila usia>45 tahun atau lebih dan perempuan usia muda dengan obese, sindrom ovarium polikistik)

4. Metode kontrasepsi dapat dilanjutkan

Ya

Tidak

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Page 72: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

62

Keterangan (Algoritma tatalaksana pendarahan uterus abnormal karena efek samping

kontrasepsi implan) :

1. Semua perempuan yang menggunakan kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan

persisten (perdarahan lama/sering) atau perubahan pola perdarahan yang tidak dapat

ditoleransi setelah minimal 6 bulan setelah pemasangan implant, lanjutkan ke langkah 2.

2. Lakukan anamnesis untuk menilai : kemungkinan STD dan kehamilan, riwayat skrining

kanker serviks. Jika terdapat keluhan yang berkaitan dengan penyakit menular seksual, atau

test kehamilan positif, temuan abnormal pada pemeriksaan fisik, ginekologi dan

laboratorium, lakukan tatalaksana. Jika tidak, lanjutkan ke langkah 3.

3. Jika keluhan pendarahan kurang dari 6 bulan, nilai apakah terdapat pendarahan yang

persisten, dispareunia dan belum pernah dilakukan skrining kanker serviks. Jika iya,

lanjutkan ke langkah 6, jika tidak lanjutkan ke langkah 4.

4. Lakukan konseling bahwa pendarahan tersebut adalah hal biasa, lakukan follow up,

pertimbangkan terapi medikamentosa bila pasien meminta. Terapi lini pertama AINS

(ibuprofen 800 mg 3x /hari atau asam mefenamat 3x500mg perhari), selama 1-2 minggu/

sampai pendarahan berhenti, tambahkan asam traneksamat 3-4x 500mg/1g dan estrogen 1-2

minggu atau sampai pendarahan berhenti (Rekomendasi B)

Jika pendarahan tidak menetap, metode kontrasepsi dapat dilanjutkan jika pendarahan

menetap, lanjutkan ke langkah 7.

5.

langkah 7

6. Tawarkan terapi obat/ melepas implant atau merubah metode kontrasepsi

7. Lakukan tatalaksana yang sesuai kelainan atau rujuk, tergantung usia dan faktor risiko

kanker endometrium, maka dapat dilakukan: USG, untuk penilaian endometrium lebih lanjut

(pertimbangkan bila usia>45 tahun / lebih dan perempuan usia muda dengan obese dan

sindrom ovarium polikistik).

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Gambar 18. Pilihan terapi pada perempuan pengguna kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan

Pilihan Terapi pada Perempuan Pengguna Kontrasepsi Hormonal dengan Keluhan

Perdarahan

Pil kontrasepsi progestogenImplan progestogen,

injeksi atau LNG IUSPengguna kontrasepsi

hormonal kombinasi

Pil yang sama dapat dilanjutkan

selama minimal 3 bulan,

mengingat perdarahan akan

tertangani dalam waktu 3 bulan

Gunakan pil kontrasepsi

kombinasi dengan dosis EE yang

dapat mengontrol siklus dengan

baik

Pertimbangkan untuk dosis EE

sampai kadar maksimum yaitu

35μg.

Dapat dicoba COC yang berbeda

tetapi tidak ada bukti yang

menyatakan bahwa salah satu

obat dapat mengontrol siklus

lebih baik dibandingkan obat lain

Tidak ada bukti bahwa

mengganti dosis atau jenis

progestogen dapat memperbaiki

siklus

Tidak terdapat data tentang

pengginaan patch, metode ini

dapat dilanjutkan sampai

minimal 3 bulan

Tidak terdapat data bahwa

penggunaan 2 POP perhari dapat

memperbaiki perdarahan

Tidak terdapat data, pil yang

berisi desogestrel saja

menunjukkan pola perdarahan

yang lebih baik dibandingkan

POP

Dapat digunakan POP lain

meskipun tidak ada data bahwa

mengganti jenis atau dosis dapat

memperbaiki perdarahan

COC Lini pertama (30 35μg EE

dengan levonorgestrel atau

norethisterone) dapat digunakan

sampai 3 bulan secara terus

menerus atau dalam bentuk

regimen siklik

Tidak ada data bahwa

mengurangi interval waktu untuk

injeksi DMPA dapat memperbaiki

pola perdarahan, namun injeksi

dapat diberikan sampai 2 minggu

lebih awal.

Asam mefenamat 500 mg 2x

perhari (atau 3x perhari) selama

5 hari, pada penggunaan DMPA

dengan keluhan perdarahan

tidak memberikan manfaat

jangka panjang

Page 73: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

63

Keterangan (Algoritma tatalaksana pendarahan uterus abnormal karena efek samping

kontrasepsi implan) :

1. Semua perempuan yang menggunakan kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan

persisten (perdarahan lama/sering) atau perubahan pola perdarahan yang tidak dapat

ditoleransi setelah minimal 6 bulan setelah pemasangan implant, lanjutkan ke langkah 2.

2. Lakukan anamnesis untuk menilai : kemungkinan STD dan kehamilan, riwayat skrining

kanker serviks. Jika terdapat keluhan yang berkaitan dengan penyakit menular seksual, atau

test kehamilan positif, temuan abnormal pada pemeriksaan fisik, ginekologi dan

laboratorium, lakukan tatalaksana. Jika tidak, lanjutkan ke langkah 3.

3. Jika keluhan pendarahan kurang dari 6 bulan, nilai apakah terdapat pendarahan yang

persisten, dispareunia dan belum pernah dilakukan skrining kanker serviks. Jika iya,

lanjutkan ke langkah 6, jika tidak lanjutkan ke langkah 4.

4. Lakukan konseling bahwa pendarahan tersebut adalah hal biasa, lakukan follow up,

pertimbangkan terapi medikamentosa bila pasien meminta. Terapi lini pertama AINS

(ibuprofen 800 mg 3x /hari atau asam mefenamat 3x500mg perhari), selama 1-2 minggu/

sampai pendarahan berhenti, tambahkan asam traneksamat 3-4x 500mg/1g dan estrogen 1-2

minggu atau sampai pendarahan berhenti (Rekomendasi B)

Jika pendarahan tidak menetap, metode kontrasepsi dapat dilanjutkan jika pendarahan

menetap, lanjutkan ke langkah 7.

5.

langkah 7

6. Tawarkan terapi obat/ melepas implant atau merubah metode kontrasepsi

7. Lakukan tatalaksana yang sesuai kelainan atau rujuk, tergantung usia dan faktor risiko

kanker endometrium, maka dapat dilakukan: USG, untuk penilaian endometrium lebih lanjut

(pertimbangkan bila usia>45 tahun / lebih dan perempuan usia muda dengan obese dan

sindrom ovarium polikistik).

Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi

Gambar 18. Pilihan terapi pada perempuan pengguna kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan

Pilihan Terapi pada Perempuan Pengguna Kontrasepsi Hormonal dengan Keluhan

Perdarahan

Pil kontrasepsi progestogenImplan progestogen,

injeksi atau LNG IUSPengguna kontrasepsi

hormonal kombinasi

Pil yang sama dapat dilanjutkan

selama minimal 3 bulan,

mengingat perdarahan akan

tertangani dalam waktu 3 bulan

Gunakan pil kontrasepsi

kombinasi dengan dosis EE yang

dapat mengontrol siklus dengan

baik

Pertimbangkan untuk dosis EE

sampai kadar maksimum yaitu

35μg.

Dapat dicoba COC yang berbeda

tetapi tidak ada bukti yang

menyatakan bahwa salah satu

obat dapat mengontrol siklus

lebih baik dibandingkan obat lain

Tidak ada bukti bahwa

mengganti dosis atau jenis

progestogen dapat memperbaiki

siklus

Tidak terdapat data tentang

pengginaan patch, metode ini

dapat dilanjutkan sampai

minimal 3 bulan

Tidak terdapat data bahwa

penggunaan 2 POP perhari dapat

memperbaiki perdarahan

Tidak terdapat data, pil yang

berisi desogestrel saja

menunjukkan pola perdarahan

yang lebih baik dibandingkan

POP

Dapat digunakan POP lain

meskipun tidak ada data bahwa

mengganti jenis atau dosis dapat

memperbaiki perdarahan

COC Lini pertama (30 35μg EE

dengan levonorgestrel atau

norethisterone) dapat digunakan

sampai 3 bulan secara terus

menerus atau dalam bentuk

regimen siklik

Tidak ada data bahwa

mengurangi interval waktu untuk

injeksi DMPA dapat memperbaiki

pola perdarahan, namun injeksi

dapat diberikan sampai 2 minggu

lebih awal.

Asam mefenamat 500 mg 2x

perhari (atau 3x perhari) selama

5 hari, pada penggunaan DMPA

dengan keluhan perdarahan

tidak memberikan manfaat

jangka panjang

Page 74: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

64

7.4. Algoritme tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR

Gambar 19. Algoritma tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR Keterangan:

1. Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjutkan ke 2. 2. Berikan doksisiklin 2x100 mg sehari selama 10 hari karena pendarahan pada

pertimbangkan untuk mengangkat AKDR. 3. Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan

pertama,lanjutkan ke 4. Jika tidak, lanjutkan ke 5 4. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS. Jika

setelah 6 bulan pendarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati, lanjutkan ke 5 (rekomendasi B)

5. Berikan PKK untuk 1 siklus 6. Jika pendarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia

pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium

Tidak

1. Nyeri pada uterus 2. Doksisiklin 2x100mg /hari selama 10

hari, pertimbangkan pengangkatan

4. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika

perlu dapat ditambahkan AINS

5. Berikan PKK untuk 1 siklus 4. Perdarahan abnormal

berlanjut setelah 6 bulan , atau

pasien ingin diterapi

6. Jika perdarahan abnormal

menetap, angkat AKDR, Pada

pasien berusia>35 tahun, lakukan

biopsy endometrium

Tidak

Ya

Ya3. Penggunaan 4 6 bulan pertama

LAMPIRAN

Tabel 1. Nilai laboratorium normal kadar hormon basal

Nilai normal SI Conventional

FSH (basal) 5-20 IU/L mIU/mL

LH (basal) 5-25 IU/L mIU/mL

E2 (basal) 70-220 pmol/L 20-60 pg/mL

P (mid luteal) 6-64 nmol//L 2-20 ng/mL

Tabel 2.Nilai laboratorium normal

Nama Pemeriksaan Nilai Rujukan Satuan Hemoglobin 11,7 – 15,5 g/dL Hematokrit 35 – 47 % Eritrosit 3,8 – 5,2 106/uL MCV 80 – 100 Fl MCH 26 – 34 Pg MCHC 32 – 36 g/dL Leukosit 3,6 – 11,0 103/uL Basofil 0 – 1 % Eosinofil 2 – 4 % Neutrofil 50 – 70 % Limfosit 25 – 40 % Monosit 2 – 8 % Trombosit 150 – 440 103/uL LED 0 – 20 mm/jam Waktuprotrombin 11,9 – 14,4 Detik APTT 23,6 – 34,8 Detik Fibrinogen 200 – 400 Mg/dL D-Dimer <500 Ng/mL GOT <27 U/L Gamma GT <39 U/L Fosfatase Alkali 42 – 98 U/L Cholesterol Total <200 mg/dL LDL Direk <100 mg/dL HDL >40 mg/dL Trigliserida <150 mg/dL Urean N 6 – 20 mg/dL SHBG 26,1 – 110 nmol/L TSHs 0,550 – 4,780 ulU/mL

Page 75: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

65

7.4. Algoritme tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR

Gambar 19. Algoritma tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR Keterangan:

1. Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjutkan ke 2. 2. Berikan doksisiklin 2x100 mg sehari selama 10 hari karena pendarahan pada

pertimbangkan untuk mengangkat AKDR. 3. Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan

pertama,lanjutkan ke 4. Jika tidak, lanjutkan ke 5 4. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS. Jika

setelah 6 bulan pendarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati, lanjutkan ke 5 (rekomendasi B)

5. Berikan PKK untuk 1 siklus 6. Jika pendarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia

pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium

Tidak

1. Nyeri pada uterus 2. Doksisiklin 2x100mg /hari selama 10

hari, pertimbangkan pengangkatan

4. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika

perlu dapat ditambahkan AINS

5. Berikan PKK untuk 1 siklus 4. Perdarahan abnormal

berlanjut setelah 6 bulan , atau

pasien ingin diterapi

6. Jika perdarahan abnormal

menetap, angkat AKDR, Pada

pasien berusia>35 tahun, lakukan

biopsy endometrium

Tidak

Ya

Ya3. Penggunaan 4 6 bulan pertama

LAMPIRAN

Tabel 1. Nilai laboratorium normal kadar hormon basal

Nilai normal SI Conventional

FSH (basal) 5-20 IU/L mIU/mL

LH (basal) 5-25 IU/L mIU/mL

E2 (basal) 70-220 pmol/L 20-60 pg/mL

P (mid luteal) 6-64 nmol//L 2-20 ng/mL

Tabel 2.Nilai laboratorium normal

Nama Pemeriksaan Nilai Rujukan Satuan Hemoglobin 11,7 – 15,5 g/dL Hematokrit 35 – 47 % Eritrosit 3,8 – 5,2 106/uL MCV 80 – 100 Fl MCH 26 – 34 Pg MCHC 32 – 36 g/dL Leukosit 3,6 – 11,0 103/uL Basofil 0 – 1 % Eosinofil 2 – 4 % Neutrofil 50 – 70 % Limfosit 25 – 40 % Monosit 2 – 8 % Trombosit 150 – 440 103/uL LED 0 – 20 mm/jam Waktuprotrombin 11,9 – 14,4 Detik APTT 23,6 – 34,8 Detik Fibrinogen 200 – 400 Mg/dL D-Dimer <500 Ng/mL GOT <27 U/L Gamma GT <39 U/L Fosfatase Alkali 42 – 98 U/L Cholesterol Total <200 mg/dL LDL Direk <100 mg/dL HDL >40 mg/dL Trigliserida <150 mg/dL Urean N 6 – 20 mg/dL SHBG 26,1 – 110 nmol/L TSHs 0,550 – 4,780 ulU/mL

Page 76: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

66

Nama Pemeriksaan NilaiRujukan Satuan LH 3,26 mlU/m

L FSH Follicular phase

2,5 – 10,2 Midcycle peak phase 3,4 – 33,4 Luteal phase 1,5 – 9,1 Perempuanhamil<0,3 Postmenopausal 23,0 – 116,3

mlU/mL

Free Testosteron Index

0,51 – 6,53 %

Testosteron Perempuan 20-49: 8,4 – 48,1 Perempuan>50 : 2,9 – 40,8

ng/dL

GTT Puasa <100 mg/dL GTT 2 Jam <140 mg/dL Insulin Puasa 3,2 – 28,5 ulU/mL Prolaktin Tidakhamil: 2,8 -

29,2 Hamil : 9,7 – 208,5 Postmenopausal : 1,8 – 20,3

ng/dL

Tabel 3. Daftar nama obat-obatan pada PUA-I

No Nama Generik Formulasi (Bentuk Sediaan, Kekuatan, dan Kemasan)

Anti Fibrinolitik

1 Asam traneksamat

500 mg/tablet; 250 mg/kapsul; 50 mg/ml; 100 mg/ml (Kalnex®) 250 mg/kaps; 500 mg/tab film coated; 250 mg/5ml; 500mg/5ml (Transamin®)

Anti Inflamasi Non Steroid 1 Asam mefenamat 500 mg / tab; 500 mg/kaplet (Ponstan®), (Mefinal®)

2 Ibuprofen Tab 200mg, botol 100 tab Tablet 400mg, botol 100 tab

3. Asam asetil salisilat (Asetosal) Tab 100 mg, kotak10 blister@ 10 tablet Tab 500 mg, kotak 10 blister@ 10 tablet

Estrogen Alamiah 1. 17 Estradiol 1 mg & 2 mg/tab 2. Estrogen ekuin konjugasi Tab 0,625 mg, kotak, strip 28 tablet Estrogen Sintetik 1. Etinil Estradiol 0.05 mg, 1 botol @ 100 tablet (Lynoral®) Progestin Sintetik 1. Didrogesteron Tablet 10 mg,1 strip 10 tablet

2. Desogestrel Tablet 0,075 mg, box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@ 28 tablet (Cerazette®)

3. Lynestrenol Tablet 0,5 mg. box 3 blister @ 28 tablet (Exulton®) Tablet 5 mg. Box 10 strip,@ 10 tablet (Endometril®)

4. Medroksi progesterone asetat Tab 250 mg, btl 50 tab Inj 200 mg/ml, kotak 1 vial 2,5 ml

3. Noretisteron Tablet 5 mg, Botol 30 tablet 4. Nomegestrol asetat Kaplet 5 mg, box 3 blister@ 10 tablet 5 Depo medroksi progestero nasetat Injeksi depo 150 mg

Pil Kontrasepsi Kombinasi

1. 17 estradiol + Nomegestrol asetat (24-4 rejimen)

Normogestrol acetate 2.5 mg + Etinil Estradiol 1,5 mg

2 Etinil Estradiol + Desogestrel (21-7 rejimen)

Desogestrel 0,15 mg + Etinil Estradiol 0,03 mg; box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@ 28 tablet (Mercilon®) Desogestrel 0,15 mg + Etinil Estradiol 0,035 mg; box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@ 28 tablet (Marvelon®)

Page 77: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

67

Nama Pemeriksaan NilaiRujukan Satuan LH 3,26 mlU/m

L FSH Follicular phase

2,5 – 10,2 Midcycle peak phase 3,4 – 33,4 Luteal phase 1,5 – 9,1 Perempuanhamil<0,3 Postmenopausal 23,0 – 116,3

mlU/mL

Free Testosteron Index

0,51 – 6,53 %

Testosteron Perempuan 20-49: 8,4 – 48,1 Perempuan>50 : 2,9 – 40,8

ng/dL

GTT Puasa <100 mg/dL GTT 2 Jam <140 mg/dL Insulin Puasa 3,2 – 28,5 ulU/mL Prolaktin Tidakhamil: 2,8 -

29,2 Hamil : 9,7 – 208,5 Postmenopausal : 1,8 – 20,3

ng/dL

Tabel 3. Daftar nama obat-obatan pada PUA-I

No Nama Generik Formulasi (Bentuk Sediaan, Kekuatan, dan Kemasan)

Anti Fibrinolitik

1 Asam traneksamat

500 mg/tablet; 250 mg/kapsul; 50 mg/ml; 100 mg/ml (Kalnex®) 250 mg/kaps; 500 mg/tab film coated; 250 mg/5ml; 500mg/5ml (Transamin®)

Anti Inflamasi Non Steroid 1 Asam mefenamat 500 mg / tab; 500 mg/kaplet (Ponstan®), (Mefinal®)

2 Ibuprofen Tab 200mg, botol 100 tab Tablet 400mg, botol 100 tab

3. Asam asetil salisilat (Asetosal) Tab 100 mg, kotak10 blister@ 10 tablet Tab 500 mg, kotak 10 blister@ 10 tablet

Estrogen Alamiah 1. 17 Estradiol 1 mg & 2 mg/tab 2. Estrogen ekuin konjugasi Tab 0,625 mg, kotak, strip 28 tablet Estrogen Sintetik 1. Etinil Estradiol 0.05 mg, 1 botol @ 100 tablet (Lynoral®) Progestin Sintetik 1. Didrogesteron Tablet 10 mg,1 strip 10 tablet

2. Desogestrel Tablet 0,075 mg, box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@ 28 tablet (Cerazette®)

3. Lynestrenol Tablet 0,5 mg. box 3 blister @ 28 tablet (Exulton®) Tablet 5 mg. Box 10 strip,@ 10 tablet (Endometril®)

4. Medroksi progesterone asetat Tab 250 mg, btl 50 tab Inj 200 mg/ml, kotak 1 vial 2,5 ml

3. Noretisteron Tablet 5 mg, Botol 30 tablet 4. Nomegestrol asetat Kaplet 5 mg, box 3 blister@ 10 tablet 5 Depo medroksi progestero nasetat Injeksi depo 150 mg

Pil Kontrasepsi Kombinasi

1. 17 estradiol + Nomegestrol asetat (24-4 rejimen)

Normogestrol acetate 2.5 mg + Etinil Estradiol 1,5 mg

2 Etinil Estradiol + Desogestrel (21-7 rejimen)

Desogestrel 0,15 mg + Etinil Estradiol 0,03 mg; box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@ 28 tablet (Mercilon®) Desogestrel 0,15 mg + Etinil Estradiol 0,035 mg; box 1 blister @ 28 tablet, box 3 blister@ 28 tablet (Marvelon®)

Page 78: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

68

No Nama Generik Formulasi (Bentuk Sediaan, Kekuatan, dan Kemasan)

3 Etinil estradiol + Levonogestrel (21-7 rejimen)

Levonorgestrel 150 mcg + Etinil Estradiol 30 mcg

2. Etinil estradiol + Cyproteron asetat (21-7 rejimen)

Cyproterone acetate 2 mg + Etinil estradiol 0.035 mg

3. Etinil estradiol + Drospirenone (21-7 rejimen)

Drosperinone 3 mg + Etinil Estradiol 30 mcg

4. Etinil estradiol + Drospirenone (24-4 rejimen)

Drosperinone 3 mg + Etinil Estradiol 20 mcg

Susuk Kontrasepsi (Implan)

1 Implan 1 rod 68 mg etonogestrel (Implanon/ Implanon NXT®)

2 Implan 2 rods 75 mg levonorgestrel/rods

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

1 Levonorgestrel IUS (Intra Uterine System)

Levonorgestrel 52 mg

2 Copper T (set/buah) T-shaped IUD dengan kawat tembaga

Antibiotik

1 Doksisiklin Kapsul 100 mg (sebagai hiklat/HCL) Kotak 10 strip @ 10 kapsul

Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Family Planning A Global Handbook for Providers-Evidence-Based Guidance Developed. 2011. Whqlibdoc.who.int/publications /2011/9780978856373 eng.pdf .

2. Biran Affandi. Penduduk Indonesia mencapai 273 juta tahun 2025. Antara . 11-11-2006. 3-2-2010.

3. Abdul Bari Saifuddin. Konseling dan Persetujuan Tindakan Medis. In: Biran Affandi, Moh.Baharuddin, Soekaemi Soekir, editors. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. 2 ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. U1-U7.

4. Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia. Hasil Muktamar IX, Surabaya 5 Agustus 2009. PKMI; 2010.

5. Schrager S. Abnormal Uterine Bleeding Associated with Hormonal Contraception.AmFam Physician. 2002 May 15;65(10):2073-2081.

6. Mansour D, Korver T, Petrova MM, Frase I. The effects of Implanon on mentrual bleeding patterns. The european Journal of Contraception and Reproductive Health Care June 2008;13 (S1):13-28

7. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare in collaboration with the Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Management of Unscheduled Bleeding in Women Using Hormonal Contraception. 2009:1-16. www.fsrh.org/pdfs/unscheduledbleedingmay09.pdf

8. Wiegratz I, Stahlberg S, Manthey T, et al. Effect of extended-cycleregimen with an oral contraceptive containing 30 mcg ethinylestradioland 2 mg dienogest on bleeding patterns, safety, acceptance andcontraceptive efficacy. Contraception 2011;84:133–43.

9. Miller L, Hughes JP. Continuous combination oral contraceptive pillsto eliminate withdrawal bleeding: a randomized trial. Obstet Gynecol2003;101:653–61.

10. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI). Konsensus HIFERI, Bogor 24-25 agustus 2013

11. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry J, Agostini A, Bazot M, Brailly-Tabard S, Brun JL, De Raucourt, Gervaise A. Clinical practice guidelines on menorrhagia: management of abnormal uterine bleeding before menopause. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 152 (2010) 133–137

12. Munro MG,Critchley H, Fraser IA. The FIGO systems for nomenclature and classificationof causes of abnormal uterine bleeding in thereproductive years: who needs them?Am J ObstetGynecol 2012

13. Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS. The FIGO classification of causes of abnormal uterine bleeding in the reproductive years. Fertility and Sterility.2011.( 95) 7.

14. Kim KR, Peng R, Ro JY, Robboy SJ. A diagnostically useful histopathologic feature of endometrial polyp: the long axis of endometrial glands arranged parallel to surface epithelium. Am J SurgPathol. 2004;28:1057–1062.

15. Bird C, McElin T, Manalo-Estrella P. The elusive adenomyosis of the uterus revisited. Am J Obstet Gynecol. 1972;112:583–593.

16. Salman MC, Usubutun A, Boynukalin K, Yuce K. Comparison of WHO and endometrial intraepithelial neoplasia classifications in predicting the presence of coexistent malignancy in endometrial hyperplasia. J GynecolOncol. 2010;21:97–101

Page 79: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

No Nama Generik Formulasi (Bentuk Sediaan, Kekuatan, dan Kemasan)

3 Etinil estradiol + Levonogestrel (21-7 rejimen)

Levonorgestrel 150 mcg + Etinil Estradiol 30 mcg

2. Etinil estradiol + Cyproteron asetat (21-7 rejimen)

Cyproterone acetate 2 mg + Etinil estradiol 0.035 mg

3. Etinil estradiol + Drospirenone (21-7 rejimen)

Drosperinone 3 mg + Etinil Estradiol 30 mcg

4. Etinil estradiol + Drospirenone (24-4 rejimen)

Drosperinone 3 mg + Etinil Estradiol 20 mcg

Susuk Kontrasepsi (Implan)

1 Implan 1 rod 68 mg etonogestrel (Implanon/ Implanon NXT®)

2 Implan 2 rods 75 mg levonorgestrel/rods

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

1 Levonorgestrel IUS (Intra Uterine System)

Levonorgestrel 52 mg

2 Copper T (set/buah) T-shaped IUD dengan kawat tembaga

Antibiotik

1 Doksisiklin Kapsul 100 mg (sebagai hiklat/HCL) Kotak 10 strip @ 10 kapsul

Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Family Planning A Global Handbook for Providers-Evidence-Based Guidance Developed. 2011. Whqlibdoc.who.int/publications /2011/9780978856373 eng.pdf .

2. Biran Affandi. Penduduk Indonesia mencapai 273 juta tahun 2025. Antara . 11-11-2006. 3-2-2010.

3. Abdul Bari Saifuddin. Konseling dan Persetujuan Tindakan Medis. In: Biran Affandi, Moh.Baharuddin, Soekaemi Soekir, editors. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. 2 ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. U1-U7.

4. Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia. Hasil Muktamar IX, Surabaya 5 Agustus 2009. PKMI; 2010.

5. Schrager S. Abnormal Uterine Bleeding Associated with Hormonal Contraception.AmFam Physician. 2002 May 15;65(10):2073-2081.

6. Mansour D, Korver T, Petrova MM, Frase I. The effects of Implanon on mentrual bleeding patterns. The european Journal of Contraception and Reproductive Health Care June 2008;13 (S1):13-28

7. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare in collaboration with the Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Management of Unscheduled Bleeding in Women Using Hormonal Contraception. 2009:1-16. www.fsrh.org/pdfs/unscheduledbleedingmay09.pdf

8. Wiegratz I, Stahlberg S, Manthey T, et al. Effect of extended-cycleregimen with an oral contraceptive containing 30 mcg ethinylestradioland 2 mg dienogest on bleeding patterns, safety, acceptance andcontraceptive efficacy. Contraception 2011;84:133–43.

9. Miller L, Hughes JP. Continuous combination oral contraceptive pillsto eliminate withdrawal bleeding: a randomized trial. Obstet Gynecol2003;101:653–61.

10. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI). Konsensus HIFERI, Bogor 24-25 agustus 2013

11. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry J, Agostini A, Bazot M, Brailly-Tabard S, Brun JL, De Raucourt, Gervaise A. Clinical practice guidelines on menorrhagia: management of abnormal uterine bleeding before menopause. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 152 (2010) 133–137

12. Munro MG,Critchley H, Fraser IA. The FIGO systems for nomenclature and classificationof causes of abnormal uterine bleeding in thereproductive years: who needs them?Am J ObstetGynecol 2012

13. Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS. The FIGO classification of causes of abnormal uterine bleeding in the reproductive years. Fertility and Sterility.2011.( 95) 7.

14. Kim KR, Peng R, Ro JY, Robboy SJ. A diagnostically useful histopathologic feature of endometrial polyp: the long axis of endometrial glands arranged parallel to surface epithelium. Am J SurgPathol. 2004;28:1057–1062.

15. Bird C, McElin T, Manalo-Estrella P. The elusive adenomyosis of the uterus revisited. Am J Obstet Gynecol. 1972;112:583–593.

16. Salman MC, Usubutun A, Boynukalin K, Yuce K. Comparison of WHO and endometrial intraepithelial neoplasia classifications in predicting the presence of coexistent malignancy in endometrial hyperplasia. J GynecolOncol. 2010;21:97–101

Page 80: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

17. Baak JP, Mutter GL, Robboy S, et al. The molecular genetics and morphometry-based endometrial intraepithelial neoplasia classification system predicts disease progression in endometrial hyperplasia more accurately than the 1994 World Health Organization classification system. Cancer. 2005;103:2304–2312.

18. Frits marc A and Leon Speroff. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Ed. VIII TH. Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia (2011)

19. Stanford JB, Mikolajczyk RT. Mechanisms of action of intrauterine devices: update and estimation of post fertilization effects. Am J ObstetGynecol2002;187:1699–708.

20. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare. Combine hormonal contraception .2011. http://www.fsrh.org/pdfs/UnscheduledBleedingMay09.pdf.

21. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding.Maturitas 45 (2003) 1-14. 22. World Health Organization. Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use

(2nd edn). 2005.http://www.who.int/reproductive-health/publications/spr_2/ index.html 23. Faculty of Family Planning and Reproductive Health Care Clinical Effectiveness Unit. UK

Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use. 2002.http://www.fsrh.org/admin/uploads/Finalrecommendations1.pdf

24. French RS, Cowan FM, Mansour DJ, Morris S, Procter T, Hughes D, et al. Implantable contraceptives (subdermal implants and hormonally impregnated intrauterine systems) versus other forms of reversible contraceptives: two systematic reviews to assess relative effectiveness, acceptability, tolerability and cost-effectiveness. Health Technol Assess 2000;4(7)i–v:1–107.

25. Jones RJ, Critchley HOD. Morphological and functionalchanges in human endometrium following intrauterine levonorgestrel delivery. Hum Reprod 2000; 15: 162–172.

26. McGavigan CJ, Dockery P, Metaxa-Mariatou V, Campbell D,Stewart CJR, Cameron IT, et al. Hormonally mediateddisturbance of angiogenesis in the human endometrium after exposure to intrauterine levonorgestrel. Hum Reprod 2003;18: 77–84.

27. Department of Reproductive Health and Research includingUDNP/UNFPA/WHO/World Bank Special Programme ofResearch, Development and Research Training in HumanReproduction. Annual Technical Report 2002. Geneva,Switzerland: World Health Organization, 2002.

28. Xin ZM, Xie QZ, Cao LM, Sun YP, Su YC, Guo YH. Effects of intrauterine contraceptive device on expression of vascular endothelial growth factor, kinase insert domain-containing receptor and microvessel density in endometrium. Zhonghua Fu Chan Ke Za Zhi 2004;39(11):771–5.

29. Perchick GB, Jabbour HN. Cyclooxygenase-2 overexpression inhibits cathepsin D-mediated cleavage of plasminogen to the potent antiangiogenic factor angiostatin. Endocrinology 2003;144: 5322–88.

30. Smith OP, Jabbour HN, Critchley HO. Cyclooxygenase enzyme expression and E series prostaglandin receptor signalling are enhanced in heavy menstruation. Hum Reprod 2007;22(5): 1450–6.

31. El-Sahwi S, Toppozada M, Kamel M, Gaweesh S, Riad W, Ibrahim I, et al. Prostaglandins and cellular reaction in uterine flushings. I. Effect of IUD insertion. Adv Contracept 1987;3: 291–302.

32. Xin ZM, Cao LM, Xie QZ, Sun Y, Su YC, Guo YH. Effects of the copper intrauterine device on the expression of cyclooxygen- ase-1 and -2 in the endometrium. Int J GynaecolObstet 2009;105(2):166–8.

33. Laroux FS, Lefer DJ, Kawachi S, Scalia R, Cockrell AS, Gray L, et al. Role of nitric oxide in the regulation of acute and chronic inflammation. Antioxid Redox Signal 2000;2(3):391–6.

34. Ortiz ME, Croxatto HB. Copper-T intrauterine device and levonorgestrel intrauterine system: biological bases of their mechanism of action. Contraception 2007;75(6 Suppl):S16–30.

35. Moilanen E, Moilanen T, Knowles R, Charles I, Kadoya Y, al- Saffar N, et al. Nitric oxide synthase is expressed in human macrophages during foreign body inflammation. Am J Pathol 1997;150:881–7.

36. Roberto da Costa RP, Costa AS, Platek R, Siemieniuch M, Galva o A, Redmer DA, et al. Actions of a nitric oxide donor on prostaglandin production and angiogenic activity in the equine endometrium. ReprodFertil Dev 2008;20:674–83.

37. Cevrioglu AS, Degirmenci B, Acar M, et al. Examination of changes caused by tubal sterilization in ovarian hormone secretion and uterine and ovarian artery blood flow rates. Contraception 2004;70:467–73.

38. Gentile GP, Kaufman SC, Helbig DW. Is there any evidence for a post-tubal sterilization syndrome? Fertil Steril 1998;69:179–86.

39. Ozyer S, Moraloglu O, Gulerman C, Engin-Ustun Y, Uzunlar O, Karayalc n R .Tubal sterilization during cesarean section or as an elective procedure? Effect on the ovarian reserve.Contraception 86 (2012) 488–493.

40. Peterson HB, Jeng G, Folger SG, HillisSA,MarchbanksPA,Wilcox LS,U.S. Collaborative Review of Sterilization Working Group. The risk ofmenstrual abnormalities after tubal sterilization. U.S. CollaborativeReview of Sterilization Working Group. N Engl J Med 2000;343:1681–7.

41. Dede FS, Dilbaz B, Akyuz O, Caliskan E, Kurtaran V, Dilbaz S.Changes in menstrual pattern and ovarian function following bipolar electrocauterization of the fallopian tubes for voluntary surgical .contraception. Contraception 2006;73:88–91.

42. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare.Intrauterine contraception. 2007:1-16. 43. Comparato MR, Yabur JA, Bajares M. Contraceptive efficacy and acceptability of a

monophasic oral contraceptive containing 30 microgram ethinyl estradiol and 150 microgram desogestrel in Latin-American women. Adv Contracept1998; 14: 15–26.

44. Bannemerschult R, Hanker JP, Wunsch C, Fox P, Albring M, Brill K. A multicentre, uncontrolled clinical investigation of the contraceptive efficacy, cycle control and safety of a new low dose oral contraceptive containing 20 micrograms ethinyl estradiol and 100 micrograms levonorgestrel over six treatment cycles. Contraception 1997; 56: 285–290.

45. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding. Maturitas 45 (2003) 114 46. Smith OP,Critchley HOD.Progestogen onlycontraceptionand endometrial

breakthrough bleeding. Angiogenesis. 2005 (8): 117-126. 47. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Long acting reversible

contraception, Clinical guideline 30 (October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia /pdf/cg030niceguideline.pdf .

48. Bitzer J, Tschudin S, Alder J, Swiss contraceptive implants Study Group. Acceptability and side-effects of contraceptive implants in Switzerland: a retrospective study by the contraceptive implants Swiss Study Group. Eur J ContraceptReprod Health Care 2004; 9: 278–284.

Page 81: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

17. Baak JP, Mutter GL, Robboy S, et al. The molecular genetics and morphometry-based endometrial intraepithelial neoplasia classification system predicts disease progression in endometrial hyperplasia more accurately than the 1994 World Health Organization classification system. Cancer. 2005;103:2304–2312.

18. Frits marc A and Leon Speroff. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Ed. VIII TH. Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia (2011)

19. Stanford JB, Mikolajczyk RT. Mechanisms of action of intrauterine devices: update and estimation of post fertilization effects. Am J ObstetGynecol2002;187:1699–708.

20. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare. Combine hormonal contraception .2011. http://www.fsrh.org/pdfs/UnscheduledBleedingMay09.pdf.

21. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding.Maturitas 45 (2003) 1-14. 22. World Health Organization. Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use

(2nd edn). 2005.http://www.who.int/reproductive-health/publications/spr_2/ index.html 23. Faculty of Family Planning and Reproductive Health Care Clinical Effectiveness Unit. UK

Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use. 2002.http://www.fsrh.org/admin/uploads/Finalrecommendations1.pdf

24. French RS, Cowan FM, Mansour DJ, Morris S, Procter T, Hughes D, et al. Implantable contraceptives (subdermal implants and hormonally impregnated intrauterine systems) versus other forms of reversible contraceptives: two systematic reviews to assess relative effectiveness, acceptability, tolerability and cost-effectiveness. Health Technol Assess 2000;4(7)i–v:1–107.

25. Jones RJ, Critchley HOD. Morphological and functionalchanges in human endometrium following intrauterine levonorgestrel delivery. Hum Reprod 2000; 15: 162–172.

26. McGavigan CJ, Dockery P, Metaxa-Mariatou V, Campbell D,Stewart CJR, Cameron IT, et al. Hormonally mediateddisturbance of angiogenesis in the human endometrium after exposure to intrauterine levonorgestrel. Hum Reprod 2003;18: 77–84.

27. Department of Reproductive Health and Research includingUDNP/UNFPA/WHO/World Bank Special Programme ofResearch, Development and Research Training in HumanReproduction. Annual Technical Report 2002. Geneva,Switzerland: World Health Organization, 2002.

28. Xin ZM, Xie QZ, Cao LM, Sun YP, Su YC, Guo YH. Effects of intrauterine contraceptive device on expression of vascular endothelial growth factor, kinase insert domain-containing receptor and microvessel density in endometrium. Zhonghua Fu Chan Ke Za Zhi 2004;39(11):771–5.

29. Perchick GB, Jabbour HN. Cyclooxygenase-2 overexpression inhibits cathepsin D-mediated cleavage of plasminogen to the potent antiangiogenic factor angiostatin. Endocrinology 2003;144: 5322–88.

30. Smith OP, Jabbour HN, Critchley HO. Cyclooxygenase enzyme expression and E series prostaglandin receptor signalling are enhanced in heavy menstruation. Hum Reprod 2007;22(5): 1450–6.

31. El-Sahwi S, Toppozada M, Kamel M, Gaweesh S, Riad W, Ibrahim I, et al. Prostaglandins and cellular reaction in uterine flushings. I. Effect of IUD insertion. Adv Contracept 1987;3: 291–302.

32. Xin ZM, Cao LM, Xie QZ, Sun Y, Su YC, Guo YH. Effects of the copper intrauterine device on the expression of cyclooxygen- ase-1 and -2 in the endometrium. Int J GynaecolObstet 2009;105(2):166–8.

33. Laroux FS, Lefer DJ, Kawachi S, Scalia R, Cockrell AS, Gray L, et al. Role of nitric oxide in the regulation of acute and chronic inflammation. Antioxid Redox Signal 2000;2(3):391–6.

34. Ortiz ME, Croxatto HB. Copper-T intrauterine device and levonorgestrel intrauterine system: biological bases of their mechanism of action. Contraception 2007;75(6 Suppl):S16–30.

35. Moilanen E, Moilanen T, Knowles R, Charles I, Kadoya Y, al- Saffar N, et al. Nitric oxide synthase is expressed in human macrophages during foreign body inflammation. Am J Pathol 1997;150:881–7.

36. Roberto da Costa RP, Costa AS, Platek R, Siemieniuch M, Galva o A, Redmer DA, et al. Actions of a nitric oxide donor on prostaglandin production and angiogenic activity in the equine endometrium. ReprodFertil Dev 2008;20:674–83.

37. Cevrioglu AS, Degirmenci B, Acar M, et al. Examination of changes caused by tubal sterilization in ovarian hormone secretion and uterine and ovarian artery blood flow rates. Contraception 2004;70:467–73.

38. Gentile GP, Kaufman SC, Helbig DW. Is there any evidence for a post-tubal sterilization syndrome? Fertil Steril 1998;69:179–86.

39. Ozyer S, Moraloglu O, Gulerman C, Engin-Ustun Y, Uzunlar O, Karayalc n R .Tubal sterilization during cesarean section or as an elective procedure? Effect on the ovarian reserve.Contraception 86 (2012) 488–493.

40. Peterson HB, Jeng G, Folger SG, HillisSA,MarchbanksPA,Wilcox LS,U.S. Collaborative Review of Sterilization Working Group. The risk ofmenstrual abnormalities after tubal sterilization. U.S. CollaborativeReview of Sterilization Working Group. N Engl J Med 2000;343:1681–7.

41. Dede FS, Dilbaz B, Akyuz O, Caliskan E, Kurtaran V, Dilbaz S.Changes in menstrual pattern and ovarian function following bipolar electrocauterization of the fallopian tubes for voluntary surgical .contraception. Contraception 2006;73:88–91.

42. Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare.Intrauterine contraception. 2007:1-16. 43. Comparato MR, Yabur JA, Bajares M. Contraceptive efficacy and acceptability of a

monophasic oral contraceptive containing 30 microgram ethinyl estradiol and 150 microgram desogestrel in Latin-American women. Adv Contracept1998; 14: 15–26.

44. Bannemerschult R, Hanker JP, Wunsch C, Fox P, Albring M, Brill K. A multicentre, uncontrolled clinical investigation of the contraceptive efficacy, cycle control and safety of a new low dose oral contraceptive containing 20 micrograms ethinyl estradiol and 100 micrograms levonorgestrel over six treatment cycles. Contraception 1997; 56: 285–290.

45. Ferenczy A. Pathophysiology of endometrial bleeding. Maturitas 45 (2003) 114 46. Smith OP,Critchley HOD.Progestogen onlycontraceptionand endometrial

breakthrough bleeding. Angiogenesis. 2005 (8): 117-126. 47. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Long acting reversible

contraception, Clinical guideline 30 (October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia /pdf/cg030niceguideline.pdf .

48. Bitzer J, Tschudin S, Alder J, Swiss contraceptive implants Study Group. Acceptability and side-effects of contraceptive implants in Switzerland: a retrospective study by the contraceptive implants Swiss Study Group. Eur J ContraceptReprod Health Care 2004; 9: 278–284.

Page 82: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

49. Welsh A. Guidelines for the NHS by NICE Guideline. Clinical Guideline January 2007. 50. Tsai M, Goldstein SR. Office Diagnosis and Management of Abnormal Uterine Bleeding.

Clinical obstetrics and gynecology. 2012.Vol 55(3): 635–650 51. Siegel JE. Abnormalities of hemostasis and abnormal uterine bleeding. Clinical obstetrics

and gynecology.Volume 48( 2), 284–294 52. James A, Matchar DB, Myers ER. Testing for von Willebrand disease in women with

menorrhagia: a systematic review. ObstetGynecol2004; 104:381-388. 53. Lockwood J. Mechanisms of normal and abnormal endometrial bleeding. Menopause: The

Journal of The North American Menopause Society Vol. 18, No. 4, pp. 408/411. 54. ShueyKM.Platelet-Assoeiated Bleeding Disorders. Seminars in OncologyNursing, Vo112,

No 1 (February), 1996: 15-27. 55. Bevan JA, Maloney KW, Hillary CA, Gill JC, Montgomery RR, Scott JP. Bleeding

disorders: A common cause of menorrhagia in adolescents. J Pediatr 2001;138:856–61 56. Farquhar C, Ekeroma A, Furness S, et al. A systematic review of transvaginal

ultrasonography, sonohysterography and hysteroscopy for the investigation of abnormal uterine bleeding in premenopausal women. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica2003;82(6):493–504.

57. Dueholm M, Lundorf E, Olesen F. Imaging techniques for evaluation of the uterine cavity and endometrium in premenopausal patients before minimally invasive surgery. Obstetrical and Gynecological Survey 2002;57(6):389–403

58. Critchley HO, Warner P, Lee AJ, et al. Evaluation of abnormal uterine bleeding:comparison of three outpatient procedures withincohorts defined by age and menopausal status. Health Technology Assessment 2001;8:(34)iii–iv,1–139.

59. Cepni I, Ocal P, Erkan S, et al. Comparison of transvaginal sonography, saline infusionsonography and hysteroscopy in the evaluation of uterine cavity pathologies. Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology 2005;45:30–5

60. Mohan S, Page LM, Higham JM. Diagnosis of abnormal uterine bleeding .Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology .2007: Vol. 21, No. 6, pp. 891–903

61. Levi CS, Lyons EA, Holt SC. Normal anatomy of the female pelvis and transvaginalsonography. In:Callen PW. Ultrasonography in Obstetric and Gynecology, 5th edition. Philadelphia:Saunders-Elsevier, 2008:887-918

62. Kupesic S, Kurjak A, TripaloA.Normal Pelvic Anantomy Assessed by Ultrasound Methods. In: Kurjak A. ChervenakFA.Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology.2003:584-591

63. Munro MG, Critchley H.O.D, Broder MS, Frase IS. FIGO Classification System (PALM_COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. International Journal of Gynecology and Obstetrics 113 (2011) 3–13.

64. Peri N, Levine D. Sonographic Evaluation of the Endometrium in Patients With a History or an Appearance of Polycystic Ovarian Syndrome. J Ultrasound Med 2007; 26:55–58

65. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Heavy menstrual bleeding (October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia /pdf/cg030niceguideline.pdf .

66. Porter C, Rees MC. Bleeding problems and progestogen-only contraception. J FamPlannReprod Health Care 2002; 28:8–181.

67. Kovacs G. Progestogen-only pills and bleeding disturbances. Hum Reprod 1996; 11: 20–2

68. d’Arcangues C. Management of vaginal bleeding irregularities induced by progestin-only contraceptives. Hum Reprod. 2000;15 Suppl 3:24–9.

69. French R, Van Vliet H, Cowan F, Mansour D, Morris S, Hughes D, Robinson A, Proctor T, Summerbell C, Logan S, Helmerhorst F, Guillebaud J. Hormonally impregnated intrauterine systems (IUSs) versus other forms of reversible contraceptives as effective methods of preventing pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. 2004;3

70. Mansour D, Korver T, Marintcheva-Petrova M, Fraser IS. The effects of Implanon on menstrual bleeding patterns. Eur J Contracept Reprod Health Care. 2008;13 Suppl 1:13–28.

71. Speroff L, Fritz MA. Long-acting methods of contraception. In: Speroff L, Fritz MA, editors. Clinical gynecologic endocrinology and infertility, 7th ed. Philadelphia7 Lippincott Williams & Wilkins, 2005, 2005. p. 949– 69.

72. Witjaksono J, Lau TM, Affandi B et al. Oestrogen treatment for increased bleeding in Norplant users: preliminary results. Human Reproduction 1996; 11:109–14.

73. Kaewrudee S, Taneepanichskul S, Jalsamruan U. The effect of mefenamic acid on controlling irregular uterine bleeding secondary to Norspan® use. Contraception 1999; 60:25–30.

74. Diaz S, Croxatto HB, Pavez M et al. Clinical assessment of treatments for prolonged bleeding in users of Norplant Implants. Contraception 1990; 42:97–109.

75. Tantiwattakaul P, Taneepanciskul S. Effect of mefenamic acid on controlling irregular uterine bleeding in DMPA users. Contraception 2004; 70:277–9.

76. D’Arcangues C, Piaggio G, Brache V et al. Effectiveness and acceptability of Vitamin E and low-dose aspirin in combination, on Norplant-induced prolonged bleeding. Contraception 2004; 70:451–62.

77. Phupong V, Sophonsritsuk A, Taneepanichskul S. The effect of tranexamic acid for treatment of irregular uterine bleeding secondary to Norplant use. Contraception 2006; 73:253–6.

78. Senthong, AJ, S. Taneepanichskul. The effect of tranexamic acid for treatment irregular uterine bleeding secondary to DMPA use. J Med Assoc Thai 2009; 92(4):461–5.

79. Ely J, Kennedy CM, Clark EC, Bowdler NC. Abnormal Uterine Bleeding: A Management Algorithm .JABFM. 2006 (9): 590-599

80. Coulter A, Kelland J, Peto V, et al. Treating menorrhagia in primary care: An overview of drug trials and a survey of prescribing practice. International Journal of Technology Assessment in Health Care 1995;11(3):456–71.

81. Lethaby A, Irvine G, Cameron I. Cyclical progestogens for heavy menstrual bleeding. (Cochrane Review). In: Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 4, 2004. Oxford: Update Software.

82. Lethaby A, Augood C, Duckitt K. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs for heavy menstrual bleeding. (Cochrane Review). In: Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 3, 2004. Oxford: Update Software.

83. Rosenberg MJ LS. Oral contraceptives and cycle control: a critical review of the literature. Adv Contracept 1992; 8: 35–45.

84. Edelman A KS, Nichols M, Jensen JT, oral C, the cabpdo, 657–665 hgOG. Continuous oral contraceptives: are bleeding patterns dependent on the hormones given? . Obstet Gynecol 2006; 107: 657–65.

Page 83: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

49. Welsh A. Guidelines for the NHS by NICE Guideline. Clinical Guideline January 2007. 50. Tsai M, Goldstein SR. Office Diagnosis and Management of Abnormal Uterine Bleeding.

Clinical obstetrics and gynecology. 2012.Vol 55(3): 635–650 51. Siegel JE. Abnormalities of hemostasis and abnormal uterine bleeding. Clinical obstetrics

and gynecology.Volume 48( 2), 284–294 52. James A, Matchar DB, Myers ER. Testing for von Willebrand disease in women with

menorrhagia: a systematic review. ObstetGynecol2004; 104:381-388. 53. Lockwood J. Mechanisms of normal and abnormal endometrial bleeding. Menopause: The

Journal of The North American Menopause Society Vol. 18, No. 4, pp. 408/411. 54. ShueyKM.Platelet-Assoeiated Bleeding Disorders. Seminars in OncologyNursing, Vo112,

No 1 (February), 1996: 15-27. 55. Bevan JA, Maloney KW, Hillary CA, Gill JC, Montgomery RR, Scott JP. Bleeding

disorders: A common cause of menorrhagia in adolescents. J Pediatr 2001;138:856–61 56. Farquhar C, Ekeroma A, Furness S, et al. A systematic review of transvaginal

ultrasonography, sonohysterography and hysteroscopy for the investigation of abnormal uterine bleeding in premenopausal women. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica2003;82(6):493–504.

57. Dueholm M, Lundorf E, Olesen F. Imaging techniques for evaluation of the uterine cavity and endometrium in premenopausal patients before minimally invasive surgery. Obstetrical and Gynecological Survey 2002;57(6):389–403

58. Critchley HO, Warner P, Lee AJ, et al. Evaluation of abnormal uterine bleeding:comparison of three outpatient procedures withincohorts defined by age and menopausal status. Health Technology Assessment 2001;8:(34)iii–iv,1–139.

59. Cepni I, Ocal P, Erkan S, et al. Comparison of transvaginal sonography, saline infusionsonography and hysteroscopy in the evaluation of uterine cavity pathologies. Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology 2005;45:30–5

60. Mohan S, Page LM, Higham JM. Diagnosis of abnormal uterine bleeding .Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology .2007: Vol. 21, No. 6, pp. 891–903

61. Levi CS, Lyons EA, Holt SC. Normal anatomy of the female pelvis and transvaginalsonography. In:Callen PW. Ultrasonography in Obstetric and Gynecology, 5th edition. Philadelphia:Saunders-Elsevier, 2008:887-918

62. Kupesic S, Kurjak A, TripaloA.Normal Pelvic Anantomy Assessed by Ultrasound Methods. In: Kurjak A. ChervenakFA.Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology.2003:584-591

63. Munro MG, Critchley H.O.D, Broder MS, Frase IS. FIGO Classification System (PALM_COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. International Journal of Gynecology and Obstetrics 113 (2011) 3–13.

64. Peri N, Levine D. Sonographic Evaluation of the Endometrium in Patients With a History or an Appearance of Polycystic Ovarian Syndrome. J Ultrasound Med 2007; 26:55–58

65. National institute for Health and clinical excellence (NICE). Heavy menstrual bleeding (October 2005). http://www.nice.org.uk/nicemedia /pdf/cg030niceguideline.pdf .

66. Porter C, Rees MC. Bleeding problems and progestogen-only contraception. J FamPlannReprod Health Care 2002; 28:8–181.

67. Kovacs G. Progestogen-only pills and bleeding disturbances. Hum Reprod 1996; 11: 20–2

68. d’Arcangues C. Management of vaginal bleeding irregularities induced by progestin-only contraceptives. Hum Reprod. 2000;15 Suppl 3:24–9.

69. French R, Van Vliet H, Cowan F, Mansour D, Morris S, Hughes D, Robinson A, Proctor T, Summerbell C, Logan S, Helmerhorst F, Guillebaud J. Hormonally impregnated intrauterine systems (IUSs) versus other forms of reversible contraceptives as effective methods of preventing pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. 2004;3

70. Mansour D, Korver T, Marintcheva-Petrova M, Fraser IS. The effects of Implanon on menstrual bleeding patterns. Eur J Contracept Reprod Health Care. 2008;13 Suppl 1:13–28.

71. Speroff L, Fritz MA. Long-acting methods of contraception. In: Speroff L, Fritz MA, editors. Clinical gynecologic endocrinology and infertility, 7th ed. Philadelphia7 Lippincott Williams & Wilkins, 2005, 2005. p. 949– 69.

72. Witjaksono J, Lau TM, Affandi B et al. Oestrogen treatment for increased bleeding in Norplant users: preliminary results. Human Reproduction 1996; 11:109–14.

73. Kaewrudee S, Taneepanichskul S, Jalsamruan U. The effect of mefenamic acid on controlling irregular uterine bleeding secondary to Norspan® use. Contraception 1999; 60:25–30.

74. Diaz S, Croxatto HB, Pavez M et al. Clinical assessment of treatments for prolonged bleeding in users of Norplant Implants. Contraception 1990; 42:97–109.

75. Tantiwattakaul P, Taneepanciskul S. Effect of mefenamic acid on controlling irregular uterine bleeding in DMPA users. Contraception 2004; 70:277–9.

76. D’Arcangues C, Piaggio G, Brache V et al. Effectiveness and acceptability of Vitamin E and low-dose aspirin in combination, on Norplant-induced prolonged bleeding. Contraception 2004; 70:451–62.

77. Phupong V, Sophonsritsuk A, Taneepanichskul S. The effect of tranexamic acid for treatment of irregular uterine bleeding secondary to Norplant use. Contraception 2006; 73:253–6.

78. Senthong, AJ, S. Taneepanichskul. The effect of tranexamic acid for treatment irregular uterine bleeding secondary to DMPA use. J Med Assoc Thai 2009; 92(4):461–5.

79. Ely J, Kennedy CM, Clark EC, Bowdler NC. Abnormal Uterine Bleeding: A Management Algorithm .JABFM. 2006 (9): 590-599

80. Coulter A, Kelland J, Peto V, et al. Treating menorrhagia in primary care: An overview of drug trials and a survey of prescribing practice. International Journal of Technology Assessment in Health Care 1995;11(3):456–71.

81. Lethaby A, Irvine G, Cameron I. Cyclical progestogens for heavy menstrual bleeding. (Cochrane Review). In: Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 4, 2004. Oxford: Update Software.

82. Lethaby A, Augood C, Duckitt K. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs for heavy menstrual bleeding. (Cochrane Review). In: Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 3, 2004. Oxford: Update Software.

83. Rosenberg MJ LS. Oral contraceptives and cycle control: a critical review of the literature. Adv Contracept 1992; 8: 35–45.

84. Edelman A KS, Nichols M, Jensen JT, oral C, the cabpdo, 657–665 hgOG. Continuous oral contraceptives: are bleeding patterns dependent on the hormones given? . Obstet Gynecol 2006; 107: 657–65.

Page 84: KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL …pogijaya.or.id/wp-content/uploads/2013/Konsensus Tatalaksana PUA Cetak.pdf · KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL

85. Unit FoFPaRHCE. New Product Review (September 2003): Norelgestromin/ethinyl oestradiol transdermal contraceptive system (Evra). J Fam Plann Reprod Health Care 2004; 30: 43–5.

86. Vliet HV, Grimes D, Schulz FHK. Biphasic versus triphasic oral contraceptives for contraception. Cochrane Database Syst Rev 2006; 3(CD003283).

87. Gemzell-Danielsson K, Killic S, Croxatto H, Bouchard P, Cameron S, et a. Improving cycle control in progestogen-only contraceptive pill users by intermittent treatment with a new anti-progestogen. Hum Reprod 2002; 2: 588–93.

88. Said S. Clinical evaluation of the therapeutic effectiveness of ethinyl oestradiol and oestrone sulphate on prolonged bleeding in women using depot medroxyprogesterone acetate for contraception. Hum Reprod 1996; 11: 1–13.

89. Jain JK, Nicosia AF, Nucatola DL, Lu JJ, Kuo LJ, Felix JC. Mifepristone for the prevention of breakthrough bleeding in new starters of depo-medroxyprogesterone acetate. Steriods 2003; 68: 1115–1119

90. Gallo MF, Nanda K, Grimes D, Schulz KF. Twenty micrograms vs. >20 g estrogen oral contraceptives for contraception: systematic review of randomized controlled trials. Contraception 2005; 71: 162–169.