Top Banner
KONFLIK ETNIS DI ASIA TENGGARA STUDI KASUS: INDONESIA, MALAYSIA, THAILAND, DAN MYANMAR Di Asia Tenggara, seperti halnya di kawasan lain di dunia, signifikansi konflik internal dalam sejarah dunia dapat ditelusuri sejak pasca Perang Dunia Kedua hingga kini. Selain langsung menjadi ciri khas dinamika politik negara-negara postkolonialisme, konflik domestik mendominasi tidak hanya jumlah konflik yang berlaku tetapi juga mendominasi pengaruh terhadap kestabilan politik negara terkait bahkan terhadap kawasan. Asia Tenggara merupakan a plural societies menurut J.S. Furnivall. Multikulturalisme yang tinggi di kawasan tersebut terkait dengan kebijakan-kebijakan pada masa kolonial. Asimilasi, segresi, transmigrasi, kategorisasi etnik dan customary law, dan regulasi politik islam adalah beberapa kebijakan yang pernah diterapkan pada masa kolonial. Asia Tenggara sendiri terdiri dari negara-negara bekas jajahan, kecuali Thailand yang merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah.
17

KONFLIK ETNIS DI ASIA TENGGARA.doc

Nov 22, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

KONFLIK ETNIS DI ASIA TENGGARA

STUDI KASUS: INDONESIA, MALAYSIA, THAILAND, DAN MYANMARDi Asia Tenggara, seperti halnya di kawasan lain di dunia, signifikansi konflik internal dalam sejarah dunia dapat ditelusuri sejak pasca Perang Dunia Kedua hingga kini. Selain langsung menjadi ciri khas dinamika politik negara-negara postkolonialisme, konflik domestik mendominasi tidak hanya jumlah konflik yang berlaku tetapi juga mendominasi pengaruh terhadap kestabilan politik negara terkait bahkan terhadap kawasan.Asia Tenggara merupakan a plural societies menurut J.S. Furnivall. Multikulturalisme yang tinggi di kawasan tersebut terkait dengan kebijakan-kebijakan pada masa kolonial. Asimilasi, segresi, transmigrasi, kategorisasi etnik dan customary law, dan regulasi politik islam adalah beberapa kebijakan yang pernah diterapkan pada masa kolonial. Asia Tenggara sendiri terdiri dari negara-negara bekas jajahan, kecuali Thailand yang merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah.Gambar 1: Peta Realm Asia Tenggara

Timbulnya konflik etnis di negara-negara Asia Tenggara berhubungan erat dengan faktor karakter etnis yang terdapat di negara tersebut. Menurut Brown dalam Sartika (2012) terdapat dua karakter etnis yaitu multi-etnik dan mono-etnik. Karakter multi-etnik ditunjukkan dengan beragamnya etnik yang terdapat dalam suatu negara, dari keberagaman inilah yang menimbulkan senstivitas terhadap terjadinya gesekan di antara etnis yang ada. Sedangkan karakter mono-etnik ditunjukkan dengan adanya usaha dominasi etnis mayoritas baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun etnis itu sendiri untuk menjadikan identitas etnis tersebut sebagai karakter ideologi dari negara tertentu. Hal inilah yang kemudian menjadi turning point munculnya nasionalisme etnis dari para etnis minoritas.Pemicu konflik etnis sering kali dikaitkan dengan kekuatan militer, tetapi pemicu mendasar adalah adanya perselisihan antar ideologi-ideologi mutlak, tidak adanya kompromi, dan adanya desakan nasionalisme negara melawan nasionalisme etnis (Brown dalam Sartika,2012). Sebagaimana yang telah terjadi, intensitas konflik antara kelompok etnis dan pemerintah lebih banyak terjadi dibandingkan dengan konflik antar-kelompok etnis yang berujung pada gerakan separatisme. Gerakan separatis oleh kelompok etnis tertentu yang ada di kawasan Asia Tenggara dianggap terlalu kompleks terkait gerakan separatis yang dilakukan oleh Moro, Pattani, Shan dan Karen. Sehingga berikut akan dijelaskan konflik etnis yang terjadi di beberapa negara yang ada di Asia Tenggara.

Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan dengan lebih dari 13.000 pulau dan 100 etnis, suku, budaya, dan bahasa. Dalam hal agama, pemerintah Indonesia mengakui hanya enam agama resmi, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Multikulturalisme di negara ini tercermin dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diusung. Semboyan tersebut dapat diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu jua.Besarnya multikultiral yang terdapat di Indonesia bukan merupakan pertanda buruk atau penghambat terciptanya rasa kesatuan dan persaudaraan. Justru hal tersebut digunakan oleh para founding fathers sebagai alat perekat bangsa dan negara. Sayangnya, apa yang dicita-citakan oleh para founding fathers tidak dapat diimplementasikan dengan benar. Sebaliknya, dalam beberapa tahun terakhir ini dapat dijumpai berbagai kasus ketegangan antar budaya, etnis, maupun agama.Kemudian Thailand memiliki empat etnis yang mendominasi negara tersebut; Lao, Khmer, Melayu, dan Thai yang merupakan etnis asli Thailand. Masing-masing etnis tersebut memiliki satu kebudayaan yang paling ditonjolkan. Salah satu contohnya adalah etnis Lao yang berada di wilayah timur laut dengan kebudayaan musiknya. Selain empat etnis yang telah disebutkan di atas, terdapat juga etnis Tionghoa yang juga mendiami Thailand. Namun sayangnya, hubungan etnis Tionghoa dengan etnis Thailand lainnya tidaklah baik. Etnis Tionghoa disebut-sebut tidak dapat berintegrasi dengan etnis lainnya, dan juga mereka masih berhubungan erat dengan Cina daratan. Mengenai konflik multikultural yang pernah terjadi di Thailand, salah satunya adalah kemunculan aksi pemberontokan dan gerakan separatisme.Sedangkan di Malaysia, bentuk multikulturalisme dapat dilihat secara kasat mata melalui tiga etnis utama yang terdapat disana, Melayu, India, dan Arab. Islam di negara ini digunakan sebagai ideologi negara. Meskipun demikian, agama-agama lain juga ditoleransi kehadirannya.Tidak jauh berbeda dengan negara-negara lainnya, Myanmar juga terdiri dari beragam suku etnis seperti Birman, Karen, Shan, Rakhine, Cina, dan India. Warga negara Myanmar merupakan keturuan ras Mongol, India, dan juga Pakistan. Budha adalah agama yang dipeluk oleh mayoritas warga. Di Yangoon, khususnya terdapat banyak sekali pagoda. Meskipun demikian, masjid dan gereja juga masih dapat ditemui. Sama seperti di Indonesia, setiap daerah di Myanmar memiliki tarian daerah masing-masing yang biasanya ditampilkan pada saat acara. Menjadi bekas wilayah jajahan Spanyol yang gemar bermusik membuat kebudayaan dan tradisi Spanyol dibaurkan dengan kebudayaan Myanmar. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KONFLIK ETNIS Menurut Brown dalam Sartika (2012) Terdapat empat faktor yang melatarbelakangi kemunculan konflik etnis seperti separatism, yaitu: (1) Adanya negara dengan karakter satu etnis saja atau mono-ethnic, (2) Asimilasi dan sentralisasi karakter melalui upaya penetrasi negara, (3) Pergeseran kesadaran umum; (4) Elit yang mencari legitimasi.

Brown (1988) dalam bukunya menjelaskan tentang enam perspektif yang dapat digunakan untuk memahami konflik etnis.

Pertama, konflik etnis akan rentan terjadi pada negara baru terlebih jika negara tersebut merupakan negara bekas jajahan rezim kolonial yang kuat. Kedua, masalah ekonomi mampu meningkatkan dan memunculkan rasa nasionalisme keetnis................... Identitas etnik merupakan perasaan yang didasarkan pada kesamaan sejarah, budaya, nilai, dan ras yang mengarah pada bagaimana menempatkan individu-individu dalam kelompok sendiri, yang kemudian memandang kelompok sendiri berbeda dari kelompok lain. Persepsi atas perbedaan ini menyebabkan timbulnya jarak antara kelompok etnik satu dengan yang lain. Paradoks etnisitas, beserta dengan politik identitas, di sebuah negara dipengaruhi oleh jenis rezim politik yang dianut oleh masing-masing negara.Keterkaitan erat antara etnisitas dan politik juga kental dalam konflik kepentingan yang berlaku di Thailand, Indonesia, Malaysia dan Myanmar. Secara umum, konflik di negara tersebut bersumber dari adanya fakta ataupun perasaan bahwa terjadi diskriminasi sosial, ekonomi, dan politik ke atas kelompok yang seringkali dipisahkan satu dengan yang lain berdasarkan etnis. Identitas lain seperti agama kemudian juga tidak jarang ikut serta dalam konflik komunal tersebut. Diskriminasi tersebut tidak terlepas dari sejarah pendirian serta proses pembangunan bangsa (nation building) yang berlaku di negara-negara tersebut. Ciri khas sejarah negara-negara ini yang post-kolonialis (khusus untuk Thailand, kolonialisme berlaku secara informal), membawa kemajemukan dalam masyarakatnya. Pemerintah sebagai otoritas tertinggi dalam negara memiliki tanggung jawab tertinggi pula dalam menjaga persatuan bangsa. Oleh karena itu, masing-masing pemerintah memformulasikan strategi pembinaan bangsa sesuai dengan kepentingan nasional dilengkapi manajemen yang baik ke atas benturan-benturan yang berakar pada perbedaan identitas etnis.

a. Thailand

Gerakan separatisme di Thailand juga dilandasi oleh tindakan pemerintah yang tidak demokratis. Hal tersebut terbukti dengan peraturan pemerintah yang menetapkan Thai-Budha sebagai satu kebudayaan nasional. Masyarakat Pattani yang notabene-nya merupakan masyarakat Melayu-Islam juga harus menerapkan kebijakan tersebut. Jika dibandingkan dengan masyarakat Thai-Budha dan Thai-Cina, masyarakat Melayu-Islam atau Thai-Islam tidak mendapatkan fasilitas serta pendidikan yang baik. Mereka juga tidak memiliki elit yang merepresentasikan suara masyarakat Thai-Islam. Gerakan separatisme di Thailand muncul pada sekitaran tahun 1970, seperti PULO (Pattani United Liberation Organization), BNPP, dan BRN. Separatisme Pattani, khususnya, mendapatkan dukungan dari negara Timur Tengah dan juga negara-negara kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia.Kondisi yang seperti ini tentu memunculkan rasa kebencian terhadap pemerintah, yang semakin hari semakin memuncak. Imbasnya, banyak dari mereka yang menjadi pengangguran sebab ketidakmampuan mereka berbahasa Thai dan kebencian mereka terhadap pemerintah pusat. Sebaliknya, dari sisi pemerintah Thailand, mereka menilai masyarakat Pattani dan islamisme-nya merupakan pembawa masalah dan bibit dari kelahiran pemberontakan. Pemerintah tidak jarang menaruh rasa curiga kepada masyarakat Muslim atas kasus kejahatan yang terjadi. Tidak heran jika hubungan antara masyarakat muslim dengan pemerintah Thailand sering menegang.

Benturan-benturan ini berlaku pada konflik di kawasan Thailand Selatan yang melibatkan pihak Kerajaan dan pemerintah Thailand serta masyarakat Melayu Muslim yang telah berlangsung sejak aneksasi Kerajaan Patani ke bawah Kerajaan Siam pada tahun 1786. Konflik pada mulanya melibatkan kepentingan memerdekaan wilayah ini dari Kerajaan Siam. Namun, pada perkembangannya, konflik antara kedua pihak ini tereskalasi sehingga era 1980an karena kebijakan asimilasi pemerintah, melalui transmigrasi Nikhom Song Tonaeng pada tahun 1960an serta terutamanya dikarenakan kebijakan pendidikan nasional yang memaksa penggunaan bahasa serta pakaian Thai dan agama Buddha. Kebijakan ini merupakan strategi pembinaan bangsa berdasarkan ideologi negara Thailand yaitu Bangsa (Thai, Agama (Buddha), dan Raja dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan masyarakat namun justru mendiskriminasi masyarakat Melayu Muslim secara sosial-politik. Kondisi dan hubungan antara kedua kaum di kawasan ini sempat membaik pada era 1980an dengan adanya pengelolaan konflik yang baik pada masa Jenderal Prem Tinsulanonda (dari golongan Tentara Prachatiphatai (Tentara Demokratis)), namun tereskalasi sejak peningkatan kekerasan sejak tahun 2001. Gambar 2: Peta persebaran etnik di Thailand

b. Indonesia Tidak berbeda jauh dengan Thailand, kemunculan konflik etnis di Indonesia

juga terkait erat dengan implementasi kebijakan kebijakan transmigrasi oleh pemerintah. Konflik di Ambon, Kalimantan dan Poso bahkan Papua merupakan konflik-konflik komunal yang bersumber dari adanya penyatuan dua kelompok etnis dalam suatu wilayah. Dimensi ekonomi juga kental dalam diskriminasi sosial dan politik yang berlaku dengan adanya tarik menarik kekuasaan di daerah-daerah tersebut antara kaum asli dengan kelompok pendatang yang secara jelas dibedakan secara etnis dan budaya.

Migrasi penduduk dari Pulau Jawa semakin banyak melalui program transmigrasi. Ini secara progresif mengubah penduduk Maluku yang awalnya kebanyakan beragama Kristen menjadi mayoritas Muslim. Misalnya, di Maluku Tengah penduduk Kristian secara ekonomi.

Di Sampit, etnis Dayak yang telah lama merasa dinafikan oleh pemerintah,

terganggu dengan masuknya para pendatang terutama etnis Madura melalui program transmigrasi. Kedatangan etnis Madura tersebut tidak saja menguasai prekonomian Kalimantan Tengah, tetapi juga telah merusak tatanan budaya Dayak yang selama ini dipertahankan oleh mereka. Banyak tanah adat milik etnis Dayak misalnya dijadikan lahan perkebunan secara sepihak oleh etnis Madura, sehingga menimbulkan kebencian dan perlawanan.

c. Malaysia

Sumber konflik di Indonesia juga berlaku di Malaysia. Keadaan di Malaysia ini tidak terlepas dari sejarah penjajahan yang membawa masuk kaum Cina dan India sebagai para pendatang dalam memajukan ekonomi Malaysia. Dominasi atau status istimewa yang kemudian diberikan kepada kaum Melayu sebagai penduduk asli, kekuatan ekonomi kaum Cina dan kondisi kaum India yang seringkali inferior terhadap dua kaum lainnya secara sejarah merupakan sumber serta potensi konflik utama di negara ini.Pemberian perlakuan khusus pemerintah Malaysia terhadap kaum melayu menuntut ekonomi, diantaranya adalah the system of Malays reservation. Kebijakan itu intinya adalah menetapkan beberapa lahan tanah tertentu yang khusus diberikan kepada kaum Melayu. Meskipun kaum melayu memiliki perlakuan khusus namun etnis Cina memiliki kekayaan dengan menguasai sebagian industri Malaysia. Hal tersebut terbukti dari faktor kepemilikan, dimana Orang Melayu hanya memiliki perusahaan sebanyak 1,5% dari kepemilikan modal dan saham pada perusahaan tertentu. Etnis Cina memiliki sekitar 22%, India dibawah 1% dan sebanyak 62% dikuasai asing. Begitu pula dengan faktor pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan terbukti bahwa etnis cina yag lebih mendominasi.

Setelah suasana perselisihan kultural antara etnis Cina-Melayu mereda, etnis India yang selama ini tidak menjadi bahasan mulai bergejolak. Melalui Hindu Rights Action Force (Hindraf) mereka memperjuangkan persamaan hak bagi minoritas etnis India di Malaysia. Hindraf merupakan gabungan LSM/NGO kaum India, yang mendakwa kaum India dan agama Hindu di tindas oleh pemerintah Malaysia dan mendakwa pemerintah Malaysia telah melakukan genosida, yaitu pembunuhan 100 orang India pada kerusuhan Kampung Medan (kerusuhan kaum Melayu dan kaum India) pada bulan Maret 2001. d. Myanmar

Keadaan yang terjadi pada etnik Rohingya merupakan salah satu dampak yang dimunculkan oleh masalah ketiadaan status kewarganegaraan. Seperti yang dikatakan Presiden Myanmar Thein Sein kepada Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi, Antonio Guiterres, Myanmar akan mengirim kaum Rohingya pergi "jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka. Kami akan mengambil tanggung jawab atas suku-suku etnik kami, tapi tidak mungkin menerima orang-orang Rohingya yang masuk secara ilegal, yang bukan termasuk etnik Myanmar," Munculnya status tanpa kewarganegaraan ini salah satunya disebabkan oleh peperangan, pernikahan sesama orang tanpa status warganegara, perdagangan orang.Selain itu kekerasan terhadap etnis Rohingya berulang terus setelah Burma merdeka, ada operasi-operasi tentara yang sering kali dilakukan sejak tahun 1950-an. Yang paling sadis adalah Na Sa Ka Operation di antaranya dengan metode kekerasan, pengusiran, Burmanisasi, halangan untuk menikah, dan pemerkosaan. Jadi ini adalah state violence,di mana negara melakukan genosida, etnic cleansing (pembantaian etnis), tapi kemudian berkembang menjadi kejahatan sipil antar orang Rohingya dengan orang Arakan lainnya yang non Muslim.

Menurut Hendrajit dalam Quanta, konflik Rohingya dikatakan sebagai konflik antar agama dan sebagai bentuk genosida, dalam hal ini yaitu muslim cleansing. Konflik Rohingya merupakan konflik pertarungan minyak dan gas bumi. Pada tahun 2005, perusahaan gas Cina menandatangani kontrak gas dengan pemerintah Myanmar untuk mengelola eksplorasi minyak. Kita harus lihat, sebagaimana kasus yang terjadi di Indonesia seperti di Sampang, Mesuji dan lainnya yang menunjukkan bahwa konflik-konflik horizontal menandakan ada sesuatu yang yang diincar dari sisi geopolitik. Yang menarik dari sisi rezim militer di Myanmar dari era Ne Win hingga sekarang ini, ternyata melibatkan perusahaan asing semacam Chevron AS maupun Total Perancis, padahal kedua negara ini akan di permukaan mengangkat isu hak asasi manusia. Jelas ada pertarungan bisnis yang bermain melalui pintu belakang dari rezim militer Myanmar.

Gambar: Perusahaan yang menguasai minyak dan gas di Myanmar

SOLUSIMultikultularisme dapat menjadi suatu kebanggan tersendiri bagi suatu negara dengan diterapkannya beberapa cara atau strategi, yaitu: a) Pengembangan dan perluasan wacana kewarganegaraan yang menjunjung idealisme demokrasi, b) Adanya checking dan preparing terhadap tendensi gerakan ekstrimis dan separatis, c) membentuk kelompok progresif atau sebuah aliansi yang mampu menyediakan informasi akurat dan memanajemen sumber daya. Strategi pembinaan bangsa yang tepat dan sesuai dengan konteks pluralisme yang berlaku di negara tersebut juga sangat diperlukan dalam mempertahankan keutuhan dan persatuan negara-negara multietnis yang demokratisSelain itu, untuk mengatasi gerakan separatisme yaitu dengan mewadahi komunitas masyarakat yang ada di dalamnya dan berperilaku adil terhadap setiap kelompok baik minoritas maupun mayoritas. Sehingga tidak memaksakan terjadinya asimilasi di antara kelompok masyarkat yang memiliki identitasnya sendiri. Keberagaman sebenarnya dapat meluaskan pandangan bangsa, pemerintah, dan juga negara dalam mengahadapi problema yang ada. Daftar Rujukan

Elokizra. 2012. Konflik Etnis dan Gerakan Separatisme di Asia Tenggara (online). http://elokizra-y-fisip10.web.unair.ac.id/kategori_isi-36912-Asia%20Tenggara.html. Diakses tanggal 4 September 2014

Sartika, 2012. Konflik Etnis di Asia Tenggara (online). http://sartika-t--fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-59685-MBP%20Asia%20Tenggara-Konflik%20Etnis%20di%20Asia%20Tenggara.html. Diakses tanggal 4 September 2014Saptatuju. 2014. Realm Asia Tenggara. (online). http://saptatuju.blogspot.com/2014/03/realm-asia-tenggara.html. Diakses tanggal 2 september 2014 Witarti dkk. 2012. Jurnal Transnasional: Kajian Perbandingan Dinamika Konflik Etnis-Politik Non-Internasional Di Asia Tenggara Studi Kasus: Indonesia, Malaysia, Dan Thailand, 7 (1). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Budi Luhur. Jakarta SelatanMirzani. (online) http://www.academia.edu/login?cp=/attachments/31867883/download_file&cs=www diakses 8 september 2014 jam 07.30