Top Banner
i KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP SULAWESI SELATAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Pada Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Alauddin Makassar Oleh: NURUL AFNI NIM. 60300113053 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2017
102

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

Jun 29, 2019

Download

Documents

buikhuong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

i

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN

PANGKEP SULAWESI SELATAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Pada Fakultas Sains Dan Teknologi

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

NURUL AFNI NIM. 60300113053

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2017

Page 2: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurul Afni

NIM : 60300113053

Tempat/Tgl. Lahir : Pinrang, 19 Januari 1996

Jur/Prodi : Biologi/S1

Fakultas : Sains dan Teknologi

Alamat : Jl. H. A. Arsyad

Judul : Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 25 September 2017

Penyusun

NURUL AFNI NIM: 60300113053

Page 3: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan”, yang disusun oleh Nurul Afni, NIM: 60300113053, mahasiswa Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal 25 September 2017 M, bertepatan dengan 5 Muharram 1439 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Sains dan Teknologi, Jurusan Biologi (dengan beberapa perbaikan).

Makassar, 25 September 2017 M 5 Muharram 1439 H

DEWAN PENGUJI: Ketua : Prof. Dr. H. Arifuddin, M.Ag (………………………..) Sekretaris : St. Aisyah Sijid, S.Pd., M.Kes (………………………..) Munaqisy I : Amrullah, S.Si., M.Si (………………………..) Munaqisy II : Dr. Aan Pahrani, Lc., M.Ag (………………………..) Pembimbing I : Dr. Hj. Ernawati S. Kaseng, S.pd., M.Si (………………………..) Pembimbing II : Hasyimuddin, S.Si., M.Si (………………………..)

Diketahui oleh: Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar,

Prof. Dr. H. Arifuddin, M.Ag NIP. 19691205 199303 1 001

Page 4: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulis skripsi Saudari Nurul Afni, NIM: 60300113053, mahasiswa Jurusan Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar, setelah meneliti dan mengoreksi dengan seksama skripsi yang berjudul, “Kondisi Terumbu Karang Di pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan”, memandang bahwa hasil penelitian skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk diajukan kesidang munaqasyah.

Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

Makassar, 25 September 2017

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hj. Ernawati S. Kaseng, S.pd., M.Si Hasyimuddin, S.Si.,M.Si NIP. 19711011 199601 2 001 NIP. 19870520 201503 1 004

Page 5: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah swt. atas segala rahmat, hidayah dan

karunia-Nya yang selalu memberikan kemudahan kepada hamba-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Kondisi

terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang

Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Jurusan

Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar. Sholawat serta

salam selalu tercurah kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad saw.

beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah

dalam sunnahnya hingga akhir jaman.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang

tua, Ayahanda Baharuddin D. SE. MH dan ibunda Emmi Nur. atas segala kasih

sayang dan dukungan moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis

dengan sepenuh hati selama ini demi keberhasilan penulis. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak yang telah turut membantu dalam

penyelesaian skripsi ini. Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati,

penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pabbabari M.Ag, selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar beserta seluruh jajarannya.

Page 6: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

vi

2. Bapak Prof. Dr. Arifuddin Ahmad, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar beserta jajarannya.

3. Bapak Dr. Mashuri Masri, S.Si, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi dan Bapak

Hasyimuddin S.Si, M.Si selaku sekretaris Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

4. Ibu Dr. Hj. Ernawati S. Kaseng, S. Pi., M.Si selaku pembimbing I dan Bapak

Hasyimuddin S.Si, M.Si sekaligus sebaagai pembimbing II. Terima kasih atas

segala bimbingan, arahan, bantuan, waktu luang serta kesabarannya selama ini

sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Bapak Amrullah S., S.Si., M.Si selaku penguji I dan Bapak Dr. Saharuddin,

M.Ag selaku penguji agama yang telah banyak memberikan saran dan masukan

yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga

akhir.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pengajar yang selama ini telah mengajarkan banyak

hal dan memberikan pengetahuan yang berlimpah selama kuliah di kampus ini

serta seluruh staf Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar.

7. Seluruh Laboran Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar atas segala ilmu dan diskusi-diskusi yang

telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan

Biologi Fakultas Sains dan Teknologi.

8. Terima kasih yang sebesar besarnya saya ucapkan kepada teman – teman dari

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar

Page 7: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

vii

Prabowo Setiawan, Arfiandy Sudirman, Permas Bagya Maulana dan Arfan

Hamka karena telah banyak membantu selama penulis menyusun proposal,

melaksanakan penelitian hingga menyusun hasil penelitian. Tanpa bantuan

kalian penulis tidak akan bisa sampai ketahap seperti sekarang.

9. Kepada saudariku Datin Miriam Putri Surbakti, Herlina S, Risqa Nur Qalam,

dan Afna Mardatillah serta Saudara-saudariku Biologi angkatan 2013

“Brachialis” terima kasih untuk segala dukungan, kebersamaannya selama ini.

10. Teman-teman angkatan 2013 Fakultas Sains dan Teknologi "Revolusi", terima

kasih atas segala dukungan dan kebersamaan yang diberikan kepada penulis.

11. Terima kasih kepada Keluarga Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi yang mengajari dan memberi pengalaman yang

begitu berharga kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

12. Kakak-kakak Biologi angkatan 2005 sampai 2012, terima kasih atas kasih

sayang, bimbingan, dan ilmu yang telah diberikan selama ini kepada penulis.

13. Adik-adik angkatan 2014 sampai 2016, terima kasih untuk dukungan yang

diberikan kepada penulis.

14. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang

memberikan doa, semangat, dukungan, saran dan pemikiran sehingga

penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-Nya bagi

kita semua, terima kasih untuk bantuannya selama ini, semoga juga dapat menjadi

amal ibadah di hadapan-Nya.

Page 8: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

viii

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam

penyusunan skripsi ini, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat

penulis harapkan guna perbaikan di kemudian hari.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Makassar, 25 September 2017

Penulis

Nurul Afni NIM: 60300113053

Page 9: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

ix

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................... ii PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................................................... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... v-viii DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix-xi DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xiv ABSTRAK .................................................................................................................... xv ABSTRACT .................................................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1-12

A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah … .......................................................................... 7 C. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 7 D. Kajian Pustaka/ Penelitian Terdahulu............................................... 7 E. Tujuan Penelitian .......................................................................... 11 F. Kegunaan Penelitian...................................................................... 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS ...................................................................... 13-36 A. Tinjauan Umum Terumbu Karang ............................................... 13 B. Manfaat Penelitian Terumbu Karang ............................................ 16 C. Faktor Pendukung Terumbu Karang ............................................. 17 D. Reproduksi Karang........................................................................ 20

1. Zona StrukturTerumbu Karang ............................................... 21 2. Tipe-Tipe Terumbu Karang .................................................... 22 3. Bentuk – Bentuk Pertumbuhan Karang .................................. 24

E. Pengelompokan Terumbu Karang ..................................................... 28

1. Jenis Terumbu Karang Batu ...................................................... 28

F. Klasifikasi Terumbu Karang ........................................................... 28

G. Komponen Lifeform Terumbu Karang ............................................ 28

H. Faktor Yang Dapat Merusak Terumbu Karang .............................. 31

I. Kondisi Terumbu Karang ............................................................... 32

Page 10: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

x

J. Tinjauan Umum Tentang Pulau Samatellu Pedda ......................... 33 K. Pandangan Islam Tentang Lingkungan Karang ............................ 34 L. Kerangka Pikir .............................................................................. 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 37-43 A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian................................. 37 B. Lokasi Penelitian ......................................................................... 37 C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 37 D. Variabel Penelitian .................................................................. 38 E. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 38 F. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 38 G. Instrumen Penelitian (Alat dan Bahan) ......................................... 39 H. Prosedur Kerja ................................................................................... 39 I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 44-62 A. Hasil Penelitian ........................................................................... 44

1. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang Berdasarkan Kedalaman ................................................ 44

2. Presntase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang Berdasarkan Stasiun ....................................................... 45

3. Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan Karang ..... 46 4. Pengukuran Parameter Oseanografi .......................................... 48

B. Pembahasan ....................................................................................... 48 1. Gambaran Umum Terumbu Karang Di Daerah

Pengamatan ........................................................................... 48 2. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu

Karang Berdasarkan Kedalaman ........................................... 49 3. Presntase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu

Karang Berdasarkan Stasiun ................................................. 50 4. Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan Karang ... 53 5. Pengukuran Parameter Oseanografi ...................................... 56

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 61-62 A. Kesimpulan ................................................................................. 61 B. Saran ............................................................................................ 62

KEPUSTAKAAN ................................................................................................ 63-67

Page 11: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

xi

LAMPIRAN ......................................................................................................... 68-84

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 85

Page 12: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Polip dan Kerangka Kapur Karang ................................. 14 Gambar 2.2. Terumbu Karang Penghalang ........................................................ 21 Gambar 2.3. Terumbu Karang Cincin ................................................................ 22 Gambar 2.4. Terumbu Karang Tepi .................................................................... 22 Gambar 2.5. Pulau – Pulau Pasir ........................................................................ 23 Gambar 2.6. Bentuk Bercabang (branching) Terumbu Karang .......................... 24 Gambar 2.7. Bentuk Padat (massive) Terumbu Karang ..................................... 24 Gambar 2.8. Bentuk Kerak (encrusting) Terumbu Karang................................. 25 Gambar 2.9. Bentuk Lembaran (folise) Terumbu Karang ................................. 25 Gambar 2.10. Bentuk Jamur (mushroom) Terumbu Karang ................................ 46 Gambar 2.11. Bentuk Submasif (submassive) Terumbu Karang Gambar 3.1. Peta Lokasi Pulau Samatellu Pedda .............................................. 39 Gambar 4.1. Kondisi Terumbu Karang Pada Kedalaman Yang Berbeda

Di Pulau Samatellu Pedda .............................................................. 45 Gambar 4.2. Kondisi Tutupan Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda...... 46

Page 13: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kriteria Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut ..................................... 20 Tabel 2.2. Komponen Lifeform Terumbu Karang Berdasarkan Bentuk

Pertumbuhan ......................................................................................... 30 Tabel 2.3. Kriteria Baku Status Kondisi Terumbu Karang ................................... 32 Tabel 4.1. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Karang dan Persentasi Tutupan

Karang Pada Stasiun I .......................................................................... 46 Tabel 4.2. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Karang dan Persentasi Tutupan

Karang Pada Stasiun II ......................................................................... 47 Tabel 4.3. Jumlah Bentuk Pertumbuhan Karang dan Persentasi Tutupan

Karang Pada Stasiun III ....................................................................... 47 Tabel 4.4. Parameter Oseanografi ......................................................................... 48

Page 14: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

xv

ABSTRAK

Nama : Nurul Afni NIM : 60300113053 Judul : Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan

Terumbu karang adalah suatu ekosistem yang terdiri dari hewan, tumbuhan, ikan, kerang dan biota lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang meliputi karang hidup Acropora dan non-Acropora, karang mati, abiotik, biotik dan komponen alga, serta pengukuran parameter oseanografi yaitu suhu, kedalaman, salinitas, DO dan kecerahan di Pulau Samatellu Pedda. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada Mei 2017 dengan menggunakan metode Point Intercept Transek (PIT) dengan kategori bentuk pertumbuhan Line Intercept Transek (LIT) di 3 stasiun penelitian dengan kedalaman 3 meter dan 7 meter. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi karang di Pulau Samatellu Pedda pada stasiun I (27.00%) termasuk kategori sedang, stasiun II (9.00%) kategori buruk, dan stasiun III (31.00%) kategori sedang. Pada kedalaman 3 meter kondisi karang masuk kategori sedang dibandingkan dengan kedalaman 7 meter, hal tersebut disebabkan karena kemunculan komponen abiotik RB lebih mendominasi kedalaman 7 meter sebanyak 87. Bentuk pertumbuhan yang mendominasi pada setiap stasiun yaitu, karang hidup (ACB, ACT, ACS, CM, CB, CF, dan CE) komponen alga (TA), dan karang mati (RB, DCA, S, RCK, OT). Dari pengukuran oseanografi diperoleh suhu 310C disemua stasiun, pH 8.0 disemua stasiun, kecerahan 7-10 meter, salinitas 32-33‰ dan DO stasiun I 6,86mg/l stasiun II 7, 35mg/l, dan stasiun III 7,64 mg/l. Faktor rendahnya presentase tutupan karang yaitu, disebabkan karena aktifitas manusia (antropogenik).

Kata Kunci: Kondisi Terumbu Karang, Pulau Samatellu Pedda

Page 15: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

xv

Page 16: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

xvi

ABSTRACT

Name : Nurul Afni Student ID Number : 60300113053 Title : Coral Reef Condition On Samatellu Island Pedda Kecamatan Liukang Tupabbirng Kabupaten Pangkep, South Sulawesi

Coral reef is an ecosystem consisting of animals, plants, fish, shellfish and

other biota. This study aims to determine the condition of coral reefs including Acropora and non-Acropora live corals, dead corals, abiotics, biotics and algae components, as well as oceanographic parameter measurements, temperature, depth, salinity, DO and brightness in Samatellu Pedda Island. The implementation of this research was conducted in May 2017 by using Point Intercept Transect (PIT) method with growth line Line Intercept Transect (LIT) in 3 research stations with depth of 3 meters and 7 meters. The results of this study indicate that the coral condition in Samatellu Pedda Island at station I (27.00%) was medium category, station II (9.00%) bad category, and station III (31.00%) medium category. At a depth of 3 meters, the coral condition is in the middle category compared with a depth of 7 meters, it is because the emergence of RB abiotic components dominates the depth of 7 meters by 87. The dominant growth form at each station is live coral (ACB, ACT, ACS, CM , CB, CF, and CE) components of algae (TA), and dead coral (RB, DCA, S, RCK, OT). From the measurement of oceanography, temperature 310C in all stations, pH 8.0 in all stations, 7-10 meters brightness, salinity 32-33 ‰ and DO

station I 6.86mg / l station II 7, 35mg / l and station III 7.64 mg / l. The low percentage factor of coral cover is caused by human activity (anthropogenic).

Key Words: Condition of Coral Reef, Samatellu Island Pedda

Page 17: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya perairan yang sangat

melimpah di Indonesia. Sebagai penghuni ekosistem laut, terumbu karang Indonesia

menempati peringkat teratas dunia untuk luas dan kekayaan jenisnya. Lebih dari

75.000 km2 atau sebesar 14% dari luas total terumbu karang dunia (Dahuri, 2003).

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.466 pulau

dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Letak Indonesia

yang berada di kawasan segitiga terumbu karang dunia, menjadikan Indonesia

dipertimbangkan sebagai pusat keanekaragaman terumbu karang dunia. Sebanyak

sekitar 569 jenis karang atau sekitar 67% dari 845 total spesies karang di dunia yang

termasuk dalam 82 genus karang dijumpai di Indonesia (Giyanto, 2017).

Salah satu laut Indonesia yang kaya akan sumber daya alam perairan terutama

ekosistem terumbu karang, yaitu perairan kepulauan spermonde. Kepulauan

spermonde merupakan salah satu gugusan pulau – pulau yang terletak di selat

Makassar. Perairan kepulauan spermonde merupakan perairan yang mendapat

pengaruh selain dari Selat Makassar, juga dari Laut Jawa dan Laut Flores. Kawasan

perairan kepulauan ini meliputi bagian selatan Kabupaten Takalar, Kota Makassar,

1

Page 18: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

2

Kabupaten Pangkep, hingga Kabupaten Barru pada bagian utara pantai Barat

Sulawesi Selatan (PPTK, 2001).

Kepulauan Spermonde terdiri dari ±121 pulau, yang memiliki paparan

terumbu karang yang luas pada perairannya. Kepulauan spermonde memiliki tingkat

keanekaragaman terumbu karang yang cukup tinggi. Kepulauan Spermonde memiliki

78 genera dan sub genera, dengan total spesies 262, dimana sekitar 80-87% terdapat

di daerah terumbu terluar. Namun dalam kurun waktu 12 tahun terakhir terjadi

penurunan tingkat penutupan karang hidup dan keragaman jenis sebanyak 20%

(Jompa, 2010).

Kabupaten Pangkep merupakan salah satu kawasan dari gugusan kepulauan

spermonde. Salah satu satu pulau yang terdapat di Kabupaten Pangkep, yaitu Pulau

Samatellu Pedda yang termasuk kedalam wilayah Desa Mattiro Walie, Kecamatan

Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi

Selatan. Pulau ini diakses dengan menggunakan kapal penumpang selama 3 jam dari

sungai pangkajene. Lahan yang subur pada pulau ini dapat ditumbuhi berbagai

macam tanaman seperti sukun, kelapa, pisang dan tanaman lainnya. Ekosistem

sumberdaya biota laut yang hidup di Pulau Samatellu Pedda cukup beranekaragam

termasuk terumbu karang. Adapun jenis terumbu karang yang ditemukan adalah

Acropora, Favia, Pachieseris, Montipora, Porites, Diploastrea (DPPPK, 2016).

Kerusakan terumbu karang dapat dilihat dari adanya kerusakan fisik dan

fisiologis. Kerusakan fisik ditandai dengan koloni karang yang hancur, cabang-

cabang yang patah, dan koloni karang yang terangkat dari substratnya. Kerusakan

Page 19: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

3

fisiologis dapat dilihat dari perubahan warna karang yang sebelumnya cerah menjadi

memudar bahkan putih (bleaching) (Suharsono, 1998).

Allah swt. telah melimpahkan rahmat-Nya berupa sumber daya alam dan

laut yang sangat kaya dan beraneka ragam. Sebagai umat, kita wajib mensyukuri

segala nikmat, karunia dan anugerah yang telah diberikan kepada kita. Kita wajib

mensyukuri nikmat alam beserta isinya, bumi yang subur, hutan yang lebat dengan

keaneka-ragaman flora dan faunanya, laut yang luas dengan biota laut lainnya.

Sebagaimana dalam firman Allah swt dalam surah Al-Nuur/24 : 45 yang

berbunyi:

Terjemahnya:

Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Kementrian Agama RI, 2012).

Menurut tafsir Al-Misbah ayat diatas menegaskan bahwa Dan, disamping

bukti–bukti kekuasaan dan limpahan anugerahnya-Nya yang telah dikemukakan

sebelum ini, Allah juga telah menciptakan semua jenis hewan dari air yang

memancarkan sebagaimana Dia menciptakan tumbuhan dari air yang tercurah. Lalu,

Allah menjadikan hewan-hewan itu beraneka jenis, potensi dan fungsi, maka

Page 20: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

4

sebagian dari mereka, yakni hewan itu, ada yang berjalan diatas perutnya, seperti

buaya, ular, dan hewan melata lainnya, dan sebagian berjalan dengan dua kaki,

seperti manusia, burung, sedang sebagian berjalan dengan empat kaki, seperti sapi,

kambing, dan lain-lain, dan ada juga yang berjalan menggunakan lebih dari empat

kaki, seperti kalajengking, laba-laba, dan lain-lain. Memang, Allah Mahakuasa lagi

Mahabijaksana karena itu Allah secara terus menerus menciptakan apa dan dengan

cara serta bahan yang dikehendaki-Nya, sebagai bukti kekuasaan-Nya sesungguhnya

Allah Mahakuasa atas segala sesuatu (Shihab, 2002).

Ayat tersebut menjelaskan tentang aneka macam cara berjalan. Sungguh

menabjukan berjalan dengan empat kaki, lebih menabjukan lagi ada yang berjalan

dengan dua kaki, dan lebih menabjukan ada yang berjalan tanpa kaki seperti biota

laut misalnya karang yang terdapat dilaut. Allah menciptakan beranekaragam jenis

makhluk yang berbeda baik itu dari bentuk, rupa, warna, dan alat geraknya.

Allah swt. melarang umat-Nya untuk melakukan kegiatan yang merusak

demi keuntungan dan kepentingan umat sendiri. Secara tegas Allah mengatakan

bahwa perbuatan tersebut tidak disukai dan merupakan perbuatan dosa. Untuk

menghindari kerusakan yang lebih parah, Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya

untuk kembali ke jalan yang benar.

Sebagaimana dalam firman Allah swt dalam surah Ar-Rum/30 : 41 yang

berbunyi:

Page 21: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

5

Terjemahnya:

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Kementerian Agama 2012).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa darat dan laut sebagai tempat terjadinya

fasad. Daratan dan lautan telah mengalami kerusakan, ketidakseimbangan, serta

kekurangan manfaat. Laut telah tercemar sehingga ikan mati dan hasil laut berkurang.

Dosa dan pelanggaran fasad yang dilakukan manusia mengakibatkan siksaan kepada

manusia. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula

dampak buruknya terhadap manusia (Shihab, 2002).

Berbagai kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan adalah akibat

perbuatan manusia. Hal tersebut hendaknya disadari oleh umat manusia dan

karenanya manusia harus segera menghentikan perbuatan-perbuatan yang

menyebabkan timbulnya kerusakan di daratan dan di lautan, salah satunya yaitu

pengambilan ikan yang tidak memperhatikan etika yang baik. Banyak manusia

(nelayan) mengambil ikan dengan cara yang kurang benar, yakni dengan

menggunakan bom ikan. Hal ini akan berimbas pada pengrusakan ekosistem di dalam

laut, yakni pengrusakan terumbu karang yang memperindah laut. Sebagai khalifa di

muka bumi manusia seharusnya memanfaatkan, memelihara dan mengelola alam

semesta.

Page 22: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

6

Peranan ekosistem terumbu karang sangat strategis dalam mendukung

ketersediaan sumberdaya perikanan yang merupakan faktor utama yang mendukung

eksistensi masyarakat pesisir. Menurut Amrullah (2014) mata pencaharian

masyarakat di Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene yang

dominan adalah nelayan, sebagian kecil menjadi pembudidaya dan pedagang. Batas

geografis membuat pilihan-pilihan mata pencaharian menjadi sangat terbatas kalau

tidak dikatakan kurang. Sehingga sebagian besar dari masyarkat tersebut

menggantungkan hidup dari sumberdaya laut yang tersedia. Tingginya permintaan

pasar menjadi faktor utama semakin tingginya tingkat persaingan dalam

mengeksploitasi sumberdaya. Ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan yang

cukup parah. Hal ini terjadi karena hampir sebagian besar nelayan menggunakan

cara-cara pintas yaitu dengan memanfaatkan alat dan bahan yang bersifat destruktif

(sianida dan potasium), karena dengan metode tersebut dapat memperoleh hasil yang

banyak dalam waktu singkat. Oleh karena itu penelitian dengan judul

keanekaragaman dan kelimpahan terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda

Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene sangat penting dilakukan

demi menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan

biota laut khusnya terumbu karang.

Page 23: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

7

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana kondisi

terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring

Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan ?

C. Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi terumbu meliputi karang hidup

Acropora dan non-Acropora, karang mati, abiotik dan biotik serta alga di Pulau

Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene. Pada

penelitian ini terdapat 3 stasiun yaitu, stasiun I bagian utara, stasiun II bagian

selatan dan stasiun III bagian barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei

2017 di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbirin Kabupaten

Pangkep Sulawesi Selatan.

2. Mengukur kondisi fisika-kimia oseanografi perairan laut di Pulau Samatellu

Pedda meliputi yaitu suhu, kecerahan salinitas, DO dan pH.

D. Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka dibahas beberapa temuan hasil penelitian sebelumnya

untuk melihat kejelasan arah, originalitas, kemanfaatan, dan posisi dari penelitian ini,

beberapa temuan penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu:

Page 24: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

8

1. Ali (2016) menguji tentang Struktur Komunitas Terumbu Karang Di Pulau Dua

Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara. Metode yang digunakan untuk

penentuan kondisi komunitas karang adalah metode Line Intercept Transect (LIT)

dengan menentukan bentuk pertumbuhan (lifeform) karang dan persentase luasan

penutupan karang dengan melihat nilai kategori. Metode penentuan lokasi

penelitian berdasarkan survey sebelumnya dan dilihat ada komunitas karang

kemudian jumlah stasiun pengamatan dibagi menjadi 3 titik stasiun. Masing pada

kedalaman 3 meter dan 7 meter. Hasil pengamatan menunjukan persentase

tutupan karang rata-rata pada kedalaman 3 meter adalah sebesar 32,22% dengan

kategori tutupan karang sedang. Persentase tutupan karang rata-rata pada

kedalaman 7 meter adalah sebesar 18,31% dengan kategori tutupan karang buruk.

Nilai indeks keanekaragaman (H’) di daerah penelitian termasuk dalam kategori

sedang, sedangkan nilai indeks keseragaman (E) termasuk pada kategori rendah

dan nilai indeks dominansi (C) tergolong pada kategori rendah yang berarti tidak

ada spesies yang mendominasi pada daerah pengamatan. Dari hasil pengukuran

nilai parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, kecerahan, dan kecepatan

arus didapatkan nilai rata-rata berturut-turut yaitu suhu 29,10C, salinitas 28,3% ,

derajat keasaman (pH) 8, kecerahan 92,8% dan kecepatan arus 0,02. Dari kategori

nilai diatas menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang ada di perairan Pulau

Dua tergolong baik untuk pertumbuhan ekosistem terumbu karang.

2. Deny (2016) Diversity And Condition Analysis Of Coral Reef In Lahu Besar

Island, Ringgung, Pesawaran District. Metode yang digunakan pada penelitian

Page 25: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

9

tutupan dasar terumbu karang dan kondisi terumbu karang dianalisis dengan

menggunakan Metode Transek Garis (Line Intercept Transect/LIT). Pengamatan

dilakukan pada tiga titik lokasi, dan setiap titik merupakan zona Reef Crest di

kedalaman 3 m dengan kondisi ekosistem yang berbeda. Penentuan titik atau

posisi transek dilakukan secara langsungpada saat penelitian berlangsung. Untuk

mengetahui kepadatan dan keragaman suatu terumbu karang digunakan metode

Transek Kuadran yang diletakkan di sepanjang Transek dengan jarak (interval)

tiap transek kuadran yang dipasang yaitu 10 m dengan menggunakan transek line

100 m. Transek kuadran yang digunakan yaitu 2 x 2 m dengan 10 kali ulangan di

setiap transek yang dipasang. Adapun hasil pengamatan Karang batu yang

terdapat di Perairan Lahu Besar didominasi oleh Famili Acroporidae, Poritidae,

Faviidae,dan Fungidae dengan nilai tutupan karang hidup berkisar antara 10,5 –

52,9%. Kondisi karang pada setiap stasiun rata-rata rusak yang terjadi karena

kawasan tersebut merupakan jalur masuk kapal menuju kawasan Pantai Wisata

Ringgung. Indeks keragaman dari 3 stasiun pengamatan menunjukkan nilai mulai

dari rendah hingga sedang. Sedangkan indeks keseragamannya dari stasiun yang

ada mendekati 1 yang berarti bahwa ekosistem terumbu karang yang ada dilokasi

tersebut dalam kondisi yang relatif baik.

3. Haerul (2013) Analisi Keragaman dan Kondisi Terumbu Karang Di Pulau

Sarappolompo Kab. Pangkep. Metode yang digunakan dalam pengambilan data

menggunakan Transak Garis (Line Intercept Transect/LIT). Pengamatan

dilakukan pada tiga sisi, dan setiap sisi terdiri dari tiga zona yaitu Zona Reef

Page 26: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

10

Crest di kedalaman 3 m, Reef Slope di kedalaman 12 m dan Reef Base di

kedalaman 28 m. Tiap Zona memiliki satu transek sepanjang 100 meter.

Pemasangan transek dipasang sejajar dengan garis pantai dan mengikuti kontur.

Berdasarkan hasil pengukuran parameter oseanografi fisika-kimia yang diperoleh

di perairan Pulau Sarappolompo memiliki kisaran nilai yang masih sesuai untuk

perkembangan terumbu karang, kecuali fosfat yang ditemukan termasuk kategori

Eutropik dengan nilai berkisar antara 0.44 mg/L – 0.63 mg/L. Tutupan dasar dan

Kondisi terumbu karang hidup yang ditemukan pada setiap stasiun sudah

mengalami kerusakan dengan penutupan karang hidup berkisar 20.04% - 31.5%

tetapi untuk lokasi Daerah Perlindungan Laut kedalaman 3 meter kondisinya

masih tergolong sangat baik dengan penutupan karang hidup sebesar 81.4%.

4. Taripar (2009) Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup Di

Bagian Timur Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. Metode yang

digunakan dalam penentuan lokasi pengambilan data adalah Purposive Random

Sampling dengan menentukan 2 stasiun pengamatan pengambilan data

persentutupan terumbu karang ini menggunakan Lifeform Transect Method

dimana garis transek sepanjang 50 meter yang diletakkan pada bentuk

pertumbuhan terumbu karang dan sejajar dengan garis pantai dengan 3 kali

ulangan untuk setiap stasiun pengambilan data. Jarak antara satu transek dengan

transek berikutnya adalah 10 meter. Hasil pengamatanmenggunakan metode

Purposive Random Sampling dengan menentukan 2 stasiun pengambilan data

persen tutupan karang ini menggunakan Liferform Tranesct Method. Pada stasiun

Page 27: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

11

I memiliki persen tutupan terumbu karang hidup tertinggi yaitu 73,10 %, dimana

daerah ini memiliki habitat yang masih alami, keanekaragaman, penyebaran dan

pertumbuhan karang hermatipik juga tergantung pada kondisi fisik kimia

lingkungannya. Sedangkan tutupan karang pada stasiun II memiliki nilai yang

lebih rendah yaitu 59.68 %. Kerusakan terumbu karang pada daerah ini lebih

tinggi dibandingkan stasiun I.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi

terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring

Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dengan mengetahui susunan dari substrat

dasar perairan.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan dan informasi tentang kondisi terumbu karang di Pulau

Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi

Selatan

2. Meningkatkan penyuluhan bagi masyarakat akan tanggung jawab dalam

pengelolahan sumberdaya dan ekosistem terumbu karang.

3. Mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama dari masyarakat, pemerintah

daerah dalam pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.

Page 28: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

12

4. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang

memiliki relevansi dengan penelitian ini

Page 29: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

13

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Terumbu Karang

Terumbu karang adalah suatu ekosistem yang terdiri dari hewan, tumbuhan,

ikan, kerang dan biota lainnya yang terdapat di kawasan tropis yang memerlukan

intensitas cahaya matahari untuk hidup. Kondisi yang paling baik untuk pertumbuhan

karang di suatu perairan adalah yang mempunyai kedalaman 15 – 20 meter, bahkan ia

juga dapat hidup pada kedalaman 60 – 70 meter dengan perkembangan yang tidak

sempurna (Dahuri, 2003).

Karang merupakan hewan hidup filum Invertebrata seperti halnya ubur-

ubur, yang dikenal sebagai cnidaria. Karang yang terkecil disebut polip. Ukuran

polip bervariasi, yaitu kurang dari 1 mm hingga 15 cm lebih. Sebagian besar karang

hidup berkoloni yang terdiri atas ribuan polip dalam sebuah struktur karang. Namun

ada pula jenis karang yang hidup soliter sebagai polip tunggal. Karang menggunakan

kalsium dan molekul karbonat dari air laut untuk membentuk kerangkanya. Alga

berukuran mungil yang disebut zooxanthellae atau alga simbiotik, tumbuh di dalam

struktur karang. Keberadaan zooxanthellae dalam struktur karang membuat karang

tampak berwarna dan memberinya energi untuk tumbuh. Zooxanthellae tumbuh

pada sel-sel dalam jaringan karang. Zooxanthellae menggunakan energi dari sinar

matahari untuk mengubah produk sisa metabolik karang menjadi energi yang

dibutuhkan karang untuk tumbuh. Proses ini disebut fotosintesis. Agar dapat tumbuh

13

Page 30: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

14

sehat terumbu karang memerlukan sinar matahari dan perairan yang jernih (Craig,

2011).

Perbedaan antara karang lunak dan karang batu yaitu terlihat dari bentuk

dan susunan tubuh, jumlah tentakel, penyusun kerangka tubuh, sekret (getah), daya

tahan hidup, gerak, dan hubungan antara polip. Karang Lunak memiliki bentuk dan

susunan tubuh seperti tabung, lunak dan tertanam dalam massa gelatin serta

membentuk koloni. Tentakel berjumlah delapan dan berduri (pinnula). Kerangka

tubuh tidak menghasilkan kerangka kapur yang radial tetapi spikula yang terpisah –

pisah dan berkapur bersifat endoskeleton. Sekret (getah) menghasilkan senyawa

terpen yang sewaktu – waktu dikeluarkan ke dalam air laut, untuk mempertahankan

diri dari predator. Karang lunak dapat bertahan lama walaupun tidak ada penetrasi

cahaya matahari ke dalam air laut. Karang lunak dapat merambat ke atas koloni

karang hidup dan memangsanya (Manuputty, 2002).

Hubungan antara polip yang satu dengan yang lainnya secara internal

melalui jaringan solaria. Karang keras bentuk dan tubuh seperti tabung terlindung

dalam kerangka kapur yang radial, soliter atau membentuk koloni. Tentakel

berjumlah enam atau kelipatan enam dan tidak berduri. Menghasilkan kerangka kapur

yang radial dalam bentuk Kristal aragonite bersifat eksoskeleton. Tidak menghasilkan

senyawa terpen. Membutuhkan penetrasi cahaya matahari dalam air laut. Karang batu

tidak dapat bergerak. Tidak ada hubungan antara polip secara internal (Manuputty,

2002).

Page 31: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

15

Gambar 2.1 Struktur Polip dan Kerangka Kapur Karang (Craig, 2011)

Ditinjau dari segi anatominya secara singkat dapat diuraikan bahwa karang

tersusun atas unit–unit organisme yang sangat kecil atau disebut polip. Polip tersusun

atas 2 lapis jaringan yakni lapisan epidermis dan gastrodermis yang menempel pada

suatu rangka sedangkan antara dua lapisan tersebut dibatasi oleh lapisan mesoglea.

Sebagian besar karang adalah binatang - binatang kecil disebut Polip yang

hidup berkoloni dan membentuk terumbu. Masing - masing polip memiliki kerangka

luar yang disebut koralit. Sebuah koralit umumnya mempunyai septa yang

menyerupai sekat -sekat. Polip karang terdiri dari usus yang disebut filamen mesentri,

tentakel yang memiliki sel nematosis (penyengat) yang berfungsi melumpuhkan

musuhnya. Tubuh polip karang terdiri dari dua lapisan yaitu ectoderm dan endoderm.

Diantara kedua lapisan tersebut terdapat jaringan yang berbentuk seperti jelly yang

disebut mesoglea. Didalam lapisan endoderm tubuh polip hidup bersimbiosis dengan

alga bersel satu zooxanthellae. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan,

Page 32: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

16

dan kolumella (bagian tengah dari koralit dibawah mulut). Koralit merupakan bagian

rangka yang diendapkan oleh satu hewan polip. Sedangkan bahan rangka yang

mengelilingi koralit disebut coenosteum. Antar polip dihubungkan oleh jaringan yang

disebut coenosarc. Tiap koralit terdapat septa yang merupakan struktur menyerupai

lempeng dari bahan kapur tersusun radier dari dinding rangka menuju ke titik tengah

koralit (Wibisono, 2005).

B. Manfaat Terumbu Karang

Menurut Mawardi (2002) ekosistem terumbu karang mempunyai nilai

penting bukan hanya dari sisi biologi, kimia dan fungsi fisik saja namun juga dari sisi

sosial dan ekonomi.

a. Fungsi biologis terumbu karang, sebagai tempat bersarang, mencari makan,

memijah dan tempat pembesaran bagi berbagai biota laut.

b. Fungsi kimia terumbu, sebagai pendaur ulang unsur hara yang efektif dan efisien.

Terumbu karang juga sebagai sumber nutfah bahan obat-obatan.

c. Fungsi fisik terumbu, sebagai pelindung daerah pantai, utamanya dari proses

abrasi akibat adanya hantaman gelombang.

d. Berdasarkan fungsi sosialnya terumbu merupakan sumber mata pencaharian bagi

nelayan, dan obyek ecotourism.

Page 33: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

17

C. Faktor Pendukung Pertumbuhan Karang

Menurut Bengen (2002) bahwa faktor-faktor fisik lingkungan yang berperan

dalam perkembangan terumbu karang adalah sebagai berikut:

1. Suhu air >180 C, tapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-rata

tahunan berkisar 23 – 350C, dengan suhu maksimal yang masih dapat ditolerir

berkisar antara 36 – 400 C.

2. Kedalaman perairan < 50 m, dengan kedalaman bagi perkembangan optimal pada

25 m atau kurang.

3. Salinitas air yang konstan berkisar antara 30 – 36 %. Perairan yang cerah,

bergelombang besar dan bebas dari sedimen. Terumbu karang akan berkembang

dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan

karang. Beberapa faktor lingkungan yang berperan dalam ekosistem terumbu

karang antara lain:

1) Cahaya

Dinoflagelata - karang (zooxanthellae) merupakan organisme autotrof,

dimana proses biokimia kompleksnya sangat bergantung pada cahaya (Tomascik et

al., 1997). Karang hanya dapat tumbuh pada perairan dangkal, dimana cahaya masih

bisa masuk, karena zooxanthellae yang bersimbiosis dengan karang bergantung pada

cahaya.

2) Kedalaman

Berkaitan dengan pengaruh cahaya terhadap karang, maka faktor kedalaman

juga membatasi kehidupan karang. Pada perairan yang jernih memungkinkan

Page 34: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

18

penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam, sehingga binatang

karang juga dapat hidup pada perairan yang cukup dalam (Supriharyono, 2000). Zona

kedalaman antara 5 sampai 20 meter merupakan zona yang tepat dan produktif untuk

pertumbuhan maksimum karang

3) Suhu

Perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-

rata suhu tahunannya 23-35°C. Perairan yang terlalu panas juga tidak baik untuk

karang. Batas atas suhu bervariasi, tetapi biasanya antara 30 - 35°C (86 sampai 95°F).

Salah satu tanda karang mengalami stress karena suhu yang terlalu tinggi adalah

karang mengalami pemutihan (coral bleaching), dimana karang mengeluarkan

zooxanthellae dari tubuhnya (Castro, 2005).

4) Salinitas

Secara fisiologis, salinitas mempengaruhi kehidupan hewan karang karena

adanya tekanan osmosis pada jaringan hidup. Salinitas optimal bagi kehidupan

karang berkisar 30-35 %. Karena itu karang jarang ditemukan hidup di daerah muara

sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan salinitas yang tinggi (Ditlev,

1980). Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik di wilayah dekat pesisir pada

salinitas 30 - 35 %. Meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas di luar

kisaran tersebut, pertumbuhannya menjadi kurang baik bila dibandingkan pada

salinitas normal (Dahuri, 2003).

Page 35: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

19

5) Sedimen

Sedimen merupakan unsur penting bagi kehidupan karang. Namun

sedimentasi/siltasi yang terlampau besar dari daratan merupakan ancaman besar bagi

kehidupan karang. Lumpur halus dalam bentuk sedimen terlarut yang mengendap

akan menutupi pori-pori binatang karang dan menyebabkan kematian (Departemen

Kelautan dan Perikanan, 2004). Sedimen dalam kolom air laut dapat sangat

mempengaruhi pertumbuhan karang, atau bahkan menyebabkan kematian

karang.Kandungan unsur hara yang tinggi dari aliran sungai dapat merangsang

pertumbuhan alga yang beracun. Keadaan ini mendorong pertumbuhan alga lain yang

tidak saja memanfaatkan energi matahari tetapi juga menghambat kolonisasi larva

karang dengan cara menumbuhi substrat yang merupakan tempat penempelan larva

karang (Burke et. al., 2002).

6) Arus

Arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Disamping

itu juga untuk membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk menyuplai oksigen

dari laut lepas. Oleh karenanya pertumbuhan karang di tempat yang airnya secara 20

teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik daripada di perairan yang tenang dan

terlindungi (Nontji, 2002).

7) Polusi

Karang juga sensitif pada beberapa polusi. Bahan kimia dengan konsentrasi

rendah seperti pestisida dan limbah industri dapat merusak 9 karang.Nutrien dengan

konsentrasi tinggi juga bisa berbahaya pada pertumbuhan karang.Manusia

Page 36: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

20

melepaskan nutrien dengan jumlah yang sangat banyak melalui kotoran dan pupuk

yang terbilas dari tanah pertanian dan terbawa ke laut. Kenaikan nutrien dapat

mengubah keseimbangan ekologi dari komunitas karang. Kebanyakan terumbu

karang tumbuh di perairan dengan sedikit nutrien. Pada perairan rendah nutrien,

rumput laut tidak tumbuh dengan cepat dan tetap terkontrol. Hal ini menjadikan

karang tetap mendapatkan ruang dan cahaya. Saat nutrien bertambah, rumput laut

akan tumbuh lebih cepat sehingga menaungi dan menghambat pertumbuhan karang

yang lambat (Castro, 2005).

Tabel 2.1 Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Kepmen LH No.51 Tahun

2004).

Parameter Baku Mutu

Kecerahan > 5

Suhu 28-30 0C

pH 7-8,5

Salinitas 33-34

DO

> 5

D. Reproduksi Karang

Karang berkembangbiak secara seksual maupun aseksual. Pembiakan secara

seksual terjadi melalui penyatuan gamet jantan dan betina untuk membentuk larva

bersilia yang disebut dengan planula. Planula akan menyebar kemudian menempel di

substrat yang keras dan mampu tumbuh menjadi polip (Suwigyono et al., 2005).

Page 37: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

21

Pembiakan secara aseksual dengan pembentukan polip baru dengan jalan

pentunasan. Tergantung pada jenisnya, polip baru timbul secara ekstratentakular atau

intertentakular. Pada pertunasan ekstratentakular, polip yang baru tumbuh dari

setengah bagian tubuh ke bawah. Pada intertentakular, polip baru timbul dari

penyekatan membujur mulai dari oral kearah aboral. Proses pertunasan diikuti oleh

pembentukan sklerosepta (bagian dalam dari mangkuk karang yang terdapat sekat-

sekat kapuryang memijar) dan mangkuk kurang dari masing-masing polip baru

(Savitri, 2000).

1. Zona Struktur Komunitas Terumbu Karang

Struktur dan komposisi komunitas karang pada suatu kawasan terumbu

berbeda-beda menurut puncak terumbu, kemiringan terumbu ke arah laut lepas dan

pada dataran terumbu yang mengarah ke dataran. Pada dataran terumbu yang

mengarah kedataranmerupakan zona pembuka (eksposure) yang mengalami

hantaman ombak. Komunitas karang pada zona ini mempunyai bentuk yang kokoh

dan bercabang pendek. Berdasarkan pada formasi struktur komunitas karang menurut

penyebarannya pada daerah pantai, maka terbagi beberapa zona karang (Barnes,

1990).

a. Inner Zona merupakan zona bersubstrat pasir dan pasir bercampur pecahan

karang yang di tumbuhi lamun.

b. Mixed Coral Zona pada zona ini terdapat campuran karang dari berbagaijenis

seperti Acropora sp, Goniostrea retiformis, Leptoria phyrgia, Helioporacoerulea,

Favia dan Favites abtida.

Page 38: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

22

c. Acropora Formosa Zone terletak lebih ketengah dari Mixed Coral Zone. Zonaini

didominasi oleh Acropora formose, dengan diselingi oleh Favia,

Favites,Goniostrea dan Leptoria.

d. Outer Zonateretak diatas kemiringan laguna yang tersusun oleh karangAcropora

spp, Pocillopra, Echinopora lamellosa, Leptoria phrygia, Goniostrearetiformis.

e. Zona Karang Terumbu berturut-turut dari puncak kebawah diduduki

olehEchinopora lamellosa, Acropora formosa, Helomitra, Herpolitha, Fungia

dankarang campuran.

2. Tipe – Tipe Terumbu Karang

Terumbu karang dapat ditemukan di seluruh lautan tropis dimana perairan

jernih, kandungan nutrien rendah dengan suhu antara 18-30oC. Terdapat banyak tipe

karang yang berbeda-beda. Setiap tipe karang terbentuk akibat proses geologi tertentu

dan memiliki peran yang unik dalam ekosistem (Craig, 2011).

a. Terumbu Karang Penghalang

Tipe ini merupakan terumbu karang yang terpisah dari daratan utama atau

pulau oleh adanya sebuah laguna atau zona perairan yang dalam. Contoh: Terumbu

Karang Penghalang Sunda Besar (Indonesia), Great Barrier Reef (Australia).

Page 39: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

23

Gambar 2.2 Terumbu Karang Penghalang (Suharsono, 2008)

b. Terumbu Karang Cincin

Terumbu karang cincin ialah sekelompok terumbu karang tak terputus

berbentuk hampir melingkar, mengelilingi laguna tanpa memiliki pulau di

tengahnya.Misalnya Atol Takabonerate (Indonesia) dan Blue Hole (Belize).

Gambar 2.3 Terumbu Karang Cincin (Suharsono, 2008)

c. Terumbu Karang Tepi

Terumbu karang tepi merupakan terumbu karang yang beradadekat pantai

dan terpisah dari pantai oleh sebuah lagunadangkal.Tipe terumbu karang ini sangat

umum di Indonesia.

Gambar 2.4 Terumbu Karang Tepi (Suharsono, 2008)

Page 40: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

24

d. Pulau – Pulau Pasir

Pulau pasir umumnya memiliki elevasi rendah dan berpasir,terbentuk pada

permukaan sebuah terumbu karang.Tipe inijuga merupakan tipe terumbu karang yang

umum di Indonesia.

Gambar 2.5 Pulau – Pulau Pasir (Suharsono, 2008)

3. Bentuk – Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang

Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan

kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi

oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan

bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik (English et.al, 1994).

a. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang dari pada

diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian

atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak

memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.

Page 41: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

25

Gambar 2.6 Bentuk Bercabang (branching) Terumbu Karang (Suharsono, 2008)

b. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti

bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di

sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.

Gambar 2.7 Bentuk Padat (massive) Terumbu Karang (Suharsono, 2008)

c. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan

permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat

pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi

lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan

kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

Page 42: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

26

Gambar 2.8 Bentuk Kerak (encrusting) Terumbu Karang (Suharsono, 2008)

d. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaran lembaran yang menonjol pada

dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama

pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan

perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

Gambar 2.9 Bentuk Lembaran (folise) Terumbu Karang (Suharsono, 2008)

e. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki

banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.

Page 43: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

27

Gambar 2.10 Bentuk Jamur (mushroom) Terumbu Karang (Suharsono, 2008)

f. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau

kolom-kolom kecil.

Gambar 2.11 Bentuk Submasif (submassive) Terumbu Karang (Suharsono, 2008)

Page 44: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

28

E. Pengelompokan Terumbu Karang

1. Jenis Terumbu Karang Batu

Karang batu terbagi atas karang Acropora dan Non Acropora. Karang

Acropora adalah karang yang ciri umumnya memiliki aksial koralit dan radial koralit.

Berdasarkan pertumbuhannya, terdapat dua kelompok karang yang berbeda yaitu

hermatipik dan ahermatipik:

1) Karang hermatipik merupakan koloni karang yang dapat membentuk bangunan

atau terumbu dari kalsium karbonat (CaCO3), sehingga sering disebut pula reef

building corals. Karang hermatipik bersimbiosis dengan alga zooxanthellae dan

hidup di jaringan - jaringan polyp karang dan melakukan fotosintesa. Hasil

samping dari aktivitas fotosintesa tersebut adalah endapan kalsium karbonat

(CaCO3) (Supriharyono, 2007).

2) Karang ahermatipik merupakan karang yang tidak dapat menghasilkan terumbu.

Karang ahermatipik tersebar diseluruh dunia, karang ahermatipik disebut juga

sebagai karang lunak. Terumbu karang lunak tidak membentuk karang melainkan

jaringan tubuhnya disokong oleh spikula yang tersusun sehingga tubuh karang

lunak lentur dan tidak mudah sobek. Spikula tersebut mengandung kalsium

karbonat yang berfungsi sebagai penyokong seluruh tubuh karang lunak mulai

dari bagian basal tempat melekat sampai ke ujung tentakel (Manupputy, 1998).

Tubuhnya yang lunak dan kenyal disebabkan karena tidak memiliki kerangka

kapur luar yang keras seperti karang keras. Karang lunak ditunjang oleh tangkai

Page 45: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

29

berupa jaringan berdaging yang diperkuat oleh suatu matriks dari partikel kapur

yang disebut sklerit.

F. Klasifikasi Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan endapan masif kalsium karbonat (CaCO3) yang

dihasilkan oleh binatang karang yang menurut klasifikasinya sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Coelenterata

Class : Anthozoa

Sub Class : Hexacorallia

Ordo : Scleractinia

G. Komponen Lifeform Terumbu Karang

Komponen lifeform menggambarkan bagian-bagian/ruang yang ditempati

oleh unsur-unsur terumbu karang dan biota lain non karang yang terdiri dari unsur-

unsur living dan non living, dalam suatu areal ekosistem terumbu karang. Unsur-

unsur terumbu karang sendiri terdiri atas beberapa komponen yang didasarkan pada

bentuk-bentuk pertumbuhan karang. Bentuk pertumbuhan koloni terumbu karang ini

kemudian dikelompokkan menurut (Giyanto, 2001) seperti disajikan dalam Tabel

berikut :

Page 46: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

30

Tabel 2.2 Komponen Lifeform Terumbu Karang Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan (Giyanto, 2001).

Komponen Kode 1. Karang batu

a. Acropora Branching b. Acropora Tabulate c. Acropora Encrusting d. Acropora Submassive e. Acropora Digitate

- Non Acropora

a. Coral Branching b. Coral Massive c. Coral Encrusting d. Coral Submassive e. Coral Foliose f. Coral Mushrom g. Coral Milleopora h. Coral Heliopora i. Coral Tubipora

2. Komponen karang mati

a. Dead Coral b. Dead Coral Algae

3. Komponen alga

a. Macro Algae b. Turf Algae c. Coraline Algae d. Halimeda e. Algae Assemblage

4. Komponen fauna lain

a. Soft Coral b. Sponge c. Zoanhatid d. Other

5. Komponen Abiotik

a. Sand b. Rubble c. Silt

ACB ACT ACE ACS ACD

CB CM CE CS CF

CMR CME CHL CTU

DC

DCA

MA TA CA HA AA

SC SP ZO OT

S RB SI

Page 47: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

31

d. Water e. Rock

4

WA RCK

H. Faktor yang Dapat Merusak Terumbu Karang

Ada dua faktor yang dapat merusak terumbu karang yaitu :

1. Faktor Alam

Faktor-faktor alam yang potensial mengganggu karang transplantasi adalah

predator, kompetitor dan bioerosi, dan penyakit. Salah satu faktor utama yang

menyebabkan karang rusak adalah keberadaan predator yang mampu merusak koloni

terumbu karang dan memodifikasi struktur karang. Acanthaster planci (bintang laut

berduri atau bulu seribu) merupakan bintang laut bertangan banyak yang berukuran

sangat besar memakan jaringan karang hidup dan mampu merusak seluruh koloni-

koloni karang. Bencana alam juga dapat menyebabkan kerusakan massal pada

karang, seperti badai tropis, banjir, gelombang pasang (tsunami), aktivitas gunung api

dan gempa bumi. El Nino juga dapat menyebabkan kerusakan meluas pada karang.

2. Faktor Manusia

Kegiatan manusia dapat menyebabkan kerusakan pada karang, baik

langsung maupun tidak langsung , seperti sedimentasi, eutrifikasi , pencemaran

minyak dan kegiatan konstruksi dan pebangunan serta pemboman. Peledak seberat

0,5 kg yang diledakkan pada dasar terumbu karang yang menyebabkan karang pada

radius 3 m dari pusat ledakan hancur sama sekali. Pada radius lebih dari 3 m ujung-

Page 48: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

32

ujung karang yang bercabang terlihat patah-patah. Ikan pada radius 10 m dari pusat

ledakan jatuh/ mati. Bahan yang digunakan untuk membuat bom sangat bervariasi

antara lain: mesiu dari bahan bom dan pupuk yang berasal dari jenis pupuk urea

dengan kandungan Nitrogen yang tinggi. Sedangkan alat yang digunakan yaitu botol

Aqua, botol bir dan tenator.

I. Kondisi Terumbu Karang

Untuk mengamati kondisi terumbu karang dan mendapatkan data tutupan

secara kuantitatif digunakan metode PIT dan kategori LIT. Kondisi karang sangat

baik berada pada (75 – 100%), kondisi karang baik yaitu (50 – 74%), kondisi karang

cukup (25 – 49%) dan kondisi kurang baik ditunjukkan dengan persentase (0 – 24%).

Tabel 2.3 Kriteria baku status kondisi terumbu karang (Kepmen LH No.4 Tahun

2001).

Persentase Tutupan Karang Hidup

Kategori Status Kondisi Terumbu Karang

0 – 24,9 % Buruk

25 – 49,9 % Sedang

50 – 74,9 Baik

75- 100 Sangat Baik

Page 49: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

33

J. Tinjauan Umum Tentang Pulau Samatellu Pedda

Pulau Samatellu Pedda merupakan bagian dari kecamatan Liukang

Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan.

Kecamatan Liukang Tupabbiring memiliki luas wilayah sebesar 60.00 Km2 dan

merupakan wilayah kepulauan. Kecamatan Liukang Tupabbiring terdiridari 9

Desa/Kelurahan 7 dengan status desa dan 2 dengan status kelurahan. Dari 9

desa/kelurahan terdapat 2 lingkungan, 18 dusun, 34 RW/RK dan 92 RT (BPS, 2016).

Secara administrasi Pulau Samatellu Pedda termasuk kedalam wilayah Desa

Mattiro Walie, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan. Desa Mattiro Walie berbatasan dengan Desa

Mattiro Bombang yang berada disebelah timur, Desa Mattiro Walie berbatasan

dengan perairan Baru yang berada disebelah utara, disebelah barat berbatasan dengan

Desa Mattiro Matae dan disebelah selatan Desa Mattiro Walie berbatasan dengan

Desa Mattiro Dolangeng (DPPPK, 2016).

Pulau Samatellu Pedda dapat diakses dengan menggunakan kapal

penumpang selama 3 jam dari sungai Pangkajene. Secara geografis pulau Samatellu

Pedda yang termasuk kedalam wilayah Desa Mattiro Walie terletak antara

04041’21.3”- 4044’57.8” LS dan 119016’01.6” - 119022’36.0” BT. Penduduk di Pulau

Samatellu Pedda terdiri atas 10 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak

45 jiwa laki-laki sebanyak 21 jiwa dan perempuan sebanyak 24 jiwa. Penduduk yang

mendalami pulau ini berasal dari Suku Bugis Makassar. Agama yang dianut adalah

islam. Mata pencaharian penduduk Pulau Samatellu Pedda seluruhnya bergerak

Page 50: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

34

disektor perikanan yaitu berprofesi sebagai nelayan dengan memanfaatkan hasil laut

yang dapat ditemukan seperti ikan baronang, ikan mairo, ikan sunu, ikan kerapu, ikan

tembang, kerang dan cumi-cumi.Selain itu terdapat biota laut seperti terumbu karang

dan lamun.Lahan yang subur di Pulau Samatellu ditumbuhi berbagai macam tanaman

seperti sukun, kelapa, pisang dan tanaman lainnya (DPPPK, 2016).

K. Pandangan Islam Tentang Lingkungan Karang

Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut

berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus.Pembentuk utama terumbu karang

adalah scleractinian atau karang batu dimana sebagian besar dari karang tersebut

hidup bersimbiosis dengan algae bersel tunggal yang berada di dalam jaringan

endodermnya. Karang termasuk salah satu dari keluarga besar biota laut yang

mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai Cnidaria (cnida= jelatang). Keluarga

besar ini misalnya hydroid, ubur-ubur, kipas laut, pentacula, karang lunak, dan

anemon. Keluarga besar jelatang dalam sejarah evolusinya adalah biota-biota laut

yang dapat menghasilkan kerangka kapur didalam jaringan tubuhnya.Allah swt

berfirman dalam surah An-Nahl /16: 14

Page 51: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

35

Terjemahanya:

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (Kementerian Agama RI, 2012).

Menurut tafsir Al-Mishbah, dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Dialah yang

menundukkan lautan untuk melayani kepentingan kalian. Kalian dapat menangkap

ikan-ikan dan menyantap dagingnya yang segar. Dari situ kalian juga dapat

mengeluarkan permata dan merjan sebagai perhiasan yang kalian pakai. Kamu lihat,

hai orang yang menalar dan merenung, bahtera berlayar mengarungi lautan dengan

membawa barang-barang dan bahan makanan. Allah menundukkan itu agar kalian

memanfaatkannya untuk mencari rezeki yang dikaruniakan-Nya dengan cara berniaga

dan cara-cara lainnya. Dan juga agar kalian bersyukur atas apa yang Allah sediakan

dan tundukkan untuk melayani kepentingan kalian (Shihab, 2002).

Allah menciptakan berbagai makhluk hidup, semua jenis ciptaan-Nya

mengandung banyak manfaat dan pelajaran.Kehidupan beberapa jenis hewan di laut

merupakan salah satu bentuk ineraksi dalam suatu ekosistem.Ekosistem terumbu

karang merupakan salah satu ciptaan Allah swt yang sangat indah dan memiliki

banyak manfaat.Karang memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi serta jenisnya

yang melimpah di seluruh perairan dunia, khususnya perairan laut Indonesia.Untuk

itu kita sebagai khalifa dimuka bumi harus banyak bersyukur atas segala sesuatu yang

diciptakan oleh Allah swt.

Page 52: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

36

L. Kerangka Pikir

Proses

Pulau Samatellu Pedda merupakan bagian dari kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Kecamatan Liukang Tupabbiring memiliki luas wilayah sebesar 60.00 Km2

Input

Teurmbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting bagi biota laut di Pulau Samatellu Pedda

Penentuan titik stasiun

Mengetahui Kondisi terumbu karang di perairan pulau samatellu pedda

Pengamatan sampel terumbu karang

Mengukur parameter fisika dan kimia

Penginputan Data

Melakukan Analisis Kondisi Terumbu Karang

Output

Page 53: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif

yang menggambarkan tentang kondisi terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda

Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif

eksploratif dengan melakukan teknik survei yang menggambarkan tentang kondisi

terumbu karang.

B. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang

Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah bentuk pertumbuhan terumbu karang

yang terdapat di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten

Pangkep Sulawesi Selatan. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah jenis-jenis

terumbu karang yang terdapat di daerah titik penelitian.

37

Page 54: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

38

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah kondisi terumbu di Pulau Samatellu Pedda

Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

Variabel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu :

1. Variabel utama meliputi: karang hidup, karang mati, biotik dan abiotik.

2. Variabel penunjang meliputi: parameter fisika (suhu dan kecerahan) dan

parameter kimia (ph, salinitas, DO).

E. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel pada penelitian ini yaitu terumbu

karang adalah suatu ekosistem di perairan tropis yang di bangun oleh biota laut

penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama

dengan biota yang hidup di dasar laut di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang

Tupabbiring Kabupaten Pangkajene. Kondisi terumbu karang adalah keadaan

terumbu karang pada suatu lokasi dengan melihat presentase tutupan karang hidup,

yaitu kategori sangat baik 75-100 %, kategori baik 50 - 49,9 %, kategori sedang 25 –

49,9 %, dan kategori buruk 0 – 24,9 %.

F. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi

terumbu karang. Parameter yang diukur meliputi parameter fisika (suhu), parameter

Page 55: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

39

kimia (ph, salinitas, DO), dan parameter biologi (identifikasi keanekaragaman

terumbu karang).

G. Instrumen Penelitian (Alat dan Bahan)

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS (Global

Positioning System), perahu, peralatan selam SCUBA, sabak, underwater paper,

camera underwater, alat selam dasar, rool meter (50 meter), laptop, thermometer,

pH meter, DO meter, seichi disk, dan salinometer.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk –

bentuk pertumbuhan terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan

Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene

H. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu:

1. Tahap persiapan

a. Observasi awal

Tahap awal yang dilakukan yaitu melakukan observasi dengan

mengelilingi pulau untuk mengetahui sebaran terumbu karang

Page 56: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

40

b. Penentuan titik stasiun penelitian

ST III

ST II

ST I

Gambar 3.1 Peta Lokasi Pulau Samatellu Pedda

Penentuan titik lokasi penelitian dilakukan dengan cara melakukan survei

lokasi penelitian meliputi kondisi lokasi penelitian sebelumnya peneliti menyelam

terlebih dahulu untuk melihat kondisi bawah laut. Penentuan titik stasiun

menggunakan metode Purposive Sampling dimana pengambilan sampel dilakukan

secara sengaja, dengan asumsi bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi

dari lokasi penelitian. Menurut (Notoatmodjo, 2002) metode purposive sampling

yaitu penentuan lokasi dengan beberapa pertimbangan tertentu oleh peneliti,

berdasarkan ciri atau sifat - sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dasar

Page 57: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

41

penentuan titik stasiun berdasarkan karakter lingkungan dan melihat keterwakilan di

setiap area (LIPI, 2006). Penentuan sampling penelitian ini ditentukan kedalamannya

agar mempermudah dalam melakukan pengamatan. Pada penelitian di Pulau

Samatellu Pedda dilakukan dengan menentukan 3 stasiun yang berada pada bagian

utara selatan dan barat. koordinat stasiun I S 04°42’755” dan E 119°21’863 pada

daerah ini tidak terdapat pemukiman penduduk, koordinat stasiun II S 04°42’662”

dan E 119°21’948 merupakan daerah pemukiman penduduk dan sangat dekat dengan

dermaga, koordinat stasiun III E 04°42’563” dan E119°21’915” tempat aktivitas

nelayan dalam mencari dan menangkap ikan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pengamatan sampel

Pengamatan sampel terumbu karang pada setiap stasiun menggunakan

metode Point Intercept Transek (PIT) dan kategori bentuk pertumbuhan Line

Intercept Transek (LIT). Metode PIT merupakan salah satu metode yang

dikembangkan untuk memantau kondisi karang hidup dan biota pendukung lainnya

disuatu lokasi terumbu karang dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang cepat

(Hill, 2004). Metode ini dapat memperkirakan kondisi terumbu karang di daerah

berdasarkan persen tutupan karang batu hidup dengan mudah dan cepat. Secara

teknis, metode Point Intercept Transect (PIT) adalah cara menghitung persen tutupan

(% cover) substrat dasar secara acak, dengan menggunakan tali bertanda di setiap

jarak 0,5 meter atau juga dengan pita berskala (roll meter) (Manuputty, 2009).

Page 58: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

42

b. Pengukuran Parameter Oseanografi

Untuk mengetahui kondisi oseanografi perairan disekitar pengambilan data

Pulau Samatellu Pedda dilakukan beberapa pengukuran parameter secara langsung di

lapangan yaitu suhu, kecerahan salinitas, pH, DO. Setiap parameter diukur pada

setiap lokasi pengambilan data yang menggunakan alat yang berbeda sesuai dengan

parameter yang akan di ukur.

1) Suhu

Suhu diukur menggunakan thermometer dengan cara mencelupkan beberapa

saat thermometer kedalaman perairan. Nilai suhu diperoleh setelah thermometer

direndam didalam air.

2) Derajat keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggnakan pH meter dengan

dicelupkan probe pH langsung ke perairan. Kemudian melihat angka yang ada pada

layar pH meter jika angkanya telah stabil.

3) DO (Disolved Oksygen)

Disolved oxygen diukur dengan menggunakan metode winkler. Sampel air

diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian

dilakukan pengukuran oksigen terlarut.

4) Salinitas

Mengkalibrasikan alat terlebih dahulu menggunakan aquadest, kemudian

mengeringkan menggunakan tissue selanjutnya memasukkan salinometer kedalam

Page 59: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

43

wadah yang berisi air yang akan diukur kadar garamnya. Setelah itu mengamati skala

yang ditunjukkan oleh alat.

5) Kecerahan

Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk dengan

cara seichi disk dimasukkan kedalam perairansampai untuk pertama kalinya tidak

tampak lagi (jarak hilang), kemudian ditarik secara berlahan sehinnga untuk pertama

kalinya seichi disk nampak (jarak tampak).

I. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan microsoft excel yang dijelaskan

secara deskriftif dalam bentuk diagram. Kemudian dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

1. Kondisi Tutupan Karang

Data yang diperoleh dari metode PIT (Point Intercept Transect) selanjutnya

dihitung dengan menggunakan rumus menurut (Brown, 1986) sebagai berikut:

a. Penentuan Presentase Tutupan Karang

Frekuensi Kemunculan Kategori % Cover PIT = X 100 %

Jumlah Titik Transek

Page 60: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

44

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang

Berdasarkan Kedalaman

Secara umum karang tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 meter

(Supriharyono, 2007). Distribusi vertikal terumbu karang hanya mencapai kedalaman

efektif sekitar 10 meter dari permukaan laut. Hal ini disebabkan karena kebutuhan

sinar matahari masih dapat terpenuhi (Dahuri et.al., 1996). Dalam penelitian ini

dilakukan dua pengamatan pada setiap stasiun yaitu, pada kedalaman 3 meter dan 7

meter. Hal tersebut dilakukan agar dapat melihat perbedaan kondisi karang pada

setiap kedalaman, kondisi tersebut dapat dilihat pada grafik 4.1 di bawah ini:

Gambar 4.1 Kondisi Terumbu Karang Pada Kedalaman 3 meter Di Pulau Samatellu

Pedda (Data Primer, 2017)

32.00 %

10.67 %3.33 % 2.67 %

51.33 %

live Coral Dead Coral Algae Other Abiotik

Kategori

Kedalaman3 meter

44

Page 61: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

45

Gambar 4.2 Kondisi Terumbu Karang Pada Kedalaman 7 meter Di Pulau Samatellu

Pedda (Data Primer, 2017)

2. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang

Berdasarkan Stasiun

Hasil pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi terumbu

karang pada ketiga stasiun pengamatan dengan melihat bentuk pertumbuhan

menggunakan metode PIT (Point Intercept Transek) dan LIT (Line Intercept

Transek) berdasarkan kategori bentuk pertumbuhan (lifeform) karang yakni Live

Coral terdiri dari: Acropora Branching (ACB), Acropora Encrusting (ACE), Acropora

Submasive (ACS), Acropora Tabulate (ACT), Acropora Digitate (ACD), Coral

Branching (CB), Soft Coral (SC), Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CE), Coral

Submassive (CS), Coral Foliose (CF), Coral Musroom (CMR), Coral Meliopora

(CME), Coral Heliopora (CHL). Dead Coral terdiri dari: Dead Coral (DC), Dead

12.66 %7.00 %

0.00 % 4.67 %

51.33 %

live Coral Dead Coral Algae Other Abiotik

Kategori

Kedalaman7 meter

Page 62: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

46

Coral Algae (DCA). Algae terdiri dari: Makro Algae (MA), Halimeda (HA), Turf

Algae (TA), Algae Assemblage (AA), Coraline Algae (CA). Other terdiri dari: Soft

Coral (SC), Zooanhtid (ZO), Sponge (SP), Other (OT). Abiotik terdiri dari: Rubble

(RB), Silt (SL), Rock (RCK), Water (WA), Sand (S). Kondisi terumbu karang dapat

dilihat pada grafik 4.2 dibawah ini:

Gambar 4.3 Kondisi Tutupan Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda (Data Primer, 2017)

3. Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan Karang

Jumlah bentuk pertumbuhan karang ditiap stasiun dapat dilihat pada Tabel

4.1, Tabel 4.2, dan Tabel 4.3.

Tabel 4.1 Bentuk Pertumbuhan dan Persentasi Tutupan Karang pada Stasiun I (Data Primer, 2017)

No Bentuk Pertumbuhan Kode Frekuensi Kemunculan % Cover

1. Acropora Branching ABC 6 3.00

27.00

11.000.50 2.00

59.50

9.00 7.50 3.00 6.50

74.00

31.00

8.001.50 2.50

57.00

live Coral Dead Coral Algae Other Abiotik

Kategori

Peresentase Tutupan Karang (%)Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Page 63: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

47

2. Acropora Submassive ACS 3 1.50

3. Acropora Tabulate ACT 1 0.50

4. Coral Encrusting CE 8 4.00

5. Coral Massive CM 9 4.50

6. Coral Branching CB 27 13.50

Total 54 27.00 %

Tabel 4.2 Bentuk Pertumbuhan dan Persentasi Tutupan Karang pada Stasiun II (Data Primer, 2017)

No Bentuk Pertumbuhan Kode Frekuensi Kemunculan % Cover

1. Acropora Branching ABC 2 1.00

2. Coral Encrusting CE 3 1.50

3. Coral Massive CM 10 5.00

4. Coral Branching CB 3 1.50

Total 18 9.00 %

Tabel 4.3 Bentuk Pertumbuhan dan Persentasi Tutupan Karang Pada Stasiun III (Data Primer, 2017)

No Bentuk Pertumbuhan Kode Frekuensi Kemunculan % Cover

1. Acropora Branching ABC 5 2.50

2. Acropora Tabulate CF 6 3.00

3. Coral Encrusting CE 10 5.00

4. Coral Massive CM 32 16.00

5. Coral Branching CB 9 4.50

Total 62 31.00 %

Page 64: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

48

4. Pengukuran Parameter Oseanografi

Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan pada parameter oseanografi di

Pulau Samatellu Pedda Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel

4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4 Parameter Oseanografi ( Data Primer, 2017)

STASIUN SUHU (°C) pH DO (mg/l)

SALINITAS (‰)

KECERAHAN (m)

I 31 8 6,86 32 10

II 31 8 7,35 33 7

III 31 8 7,64 33 8

B. Pembahasan

1. Gambaran Umum Terumbu Karang Di Daerah Pengamatan

Komponen penyusun ekosistem terumbu karang yang ditemukan di perairan

Pulau Samatellu Pedda terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik.

Komponen biotik terdiri dari Acropora, Non Acropora, alga dan fauna lain

sedangkan komponen abiotik terdiri dari karang mati, pasir, serakan karang, lumpur,

air dan batu. Keadaan terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda kondisinya banyak

dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Aktifitas manusia yang berpengaruh negatif

antara lain kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia beracun,

pembuangan sauh (jangkar) kapal, pembuangan bahan bakar kapal ke laut dan

pembuangan limbah rumah tangga ke perairan (Data Primer, 2017).

Page 65: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

49

2. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang

Berdasarkan Kedalaman

Pada lokasi penelitian, seluruh stasiun keberadaan karang hidup dan abiotik

lebih mendominasi. Persentase tutupan karang hidup yang terdapat pada daerah

pengamatan dengan kedalaman 3 meter yaitu, 32, 00 % dengan tutupan karang mati

yaitu 10, 67 % dan komponen abiotik 51, 33 %. Berdasarkan penilaian kondisi

terumbu karang menurut (Kepmen LH, 2001), tutupan karang pada kedalaman 3

meter masuk dalam kategori sedang. Pada kedalaman 3 meter ditemukan beberapa

kategori pertumbuhan karang yaitu, ACB (Acropora branching), ACS (Acropora

submassive), ACT (Acropora tabulate) ,CF (Coral foliose), CE (Coral encuristing),

CM (Coral massive), dan CB (Coral branching). Sedangkan pada kategori abiotik

lebih mendominasi RB (Rubble) dengan frekuensi kemunculan 66.

Persentase tutupan terumbu karang di daerah pengamatan pada kedalaman 7

meter yaitu 12, 67 %. Komponen abiotik juga lebih mendominasi pada kedalaman 7

meter dengan nilai 75, 67. Berdasarkan penilaian kondisi terumbu karang menurut

(Kepmen LH, 2001), tutupan karang pada kedalaman 7 meter masuk dalam kategori

buruk. Pada kedalaman 7 meter ditemukan beberapa kategori pertumbuhan karang

yaitu, ACB (Acropora branching), CF (Coral foliose), CE (Coral encrusting), CM

(Coral massive), dan CB (Coral branching). Sedangkan pada kategori abiotik

terdapat RB (Rubble) dengan frekuensi kemunculan sebanyak 87.

Page 66: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

50

Persentase kondisi karang menurut (Kepmen LH, 2001) pada kedalaman 3

masuk dalam kategori sedang sedangkan pada kedalaman 7 masuk dalam kategori

buruk. Selain ditemukannya beberapa kategori karang yang mendominasi pada setiap

kedalaman, perbedaan kondisi diakibatkan karena beberapa faktor antara lain

seeperti, aktivitas manusia disekitar pulau yang melakukan eksploitasi secara

berlebihan dengan melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan

peledak dan bahan kimia sehingga menyebabkan perairan tercemar dan berdampak

pada lingkungan karang.

3. Presentase Kondisi Tutupan Lifeform Pembentuk Terumbu Karang

Berdasarkan Stasiun

Persentase tutupan karang hidup yang terdapat pada daerah pengamatan

dengan kedalaman 3 meter dan 7 meter berkisar antara 9, 00 % sampai dengan 31,00

%. Persentase tutupan karang hidup tertinggi terdapat pada stasiun III dengan tutupan

mencapai 31,00 % yang berarti tutupan karang hidup pada stasiun ini termasuk pada

kategori sedang. Persentase tutupan karang terendah terdapat pada stasiun II dengan

persentase tutupan 9, 00 % termasuk pada kategori buruk dan pada stasiun I

persentase tutupan karang sebesar 27, 00 % termasuk pada kategori tutupan karang

sedang. Kurangnya persentase tutupan karang hidup di stasiun 2 disebabkan karena

2 hal, yang pertama adanya faktor alamiah, jenis substrat pada stasiun 2 didominasi

oleh S (Sand) atau pasir. Hal tersebut dibuktikan dengan bentuk pertumbuhan karang

pada (tabel 4.2). Secara alamiah karang keras (scleractinia) akan sulit tumbuh di

Page 67: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

51

kawasan yang didominasi oleh pasir, substrat pasir ketika teraduk oleh arus atau

gelombang akan mengakibatkan turunnya intensitas cahaya matahari di dalam

perairan yang dapat mengganggu proses fotosintesis alga simbion yang hidup di

dalam karang (Luthfi, 2017). Ketidakstabilan substrat pasir akan menyebabkan

kesulitan planula karang dalam melakukan rekrutmen, karena planula memerlukan

substrat yang stabil dalam proses penempelan. Substrat yang tertutupi oleh pasir

mencegah penempelan planula karang sebesar 95 % (Hodgson, 1990). Menurut

(Setiadi, 1995) menyatakan bahwa kecilnya persentase penutupan karang tidak lepas

dari pengaruh faktor oseanografi perairan pantai seperti sedimentasi yang tinggi.

Kebanyakan karang hermatipik tidak dapat bertahan dengan endapan sedimen yang

berat, yang menutupi dan menyumbat struktur pemberian makanannya.

Faktor kedua yang menyebabkan rendahnya tutupan karang hidup pada

stasiun II disebabkan karena aktifitas manusia (antropogenik), stasiun II berdekatan

dengan dermaga yang merupakan tempat berhentinya perahu dan kapal, sehingga

memungkinkan para nelayan ataupun wisatawan membuang jangkar kemudian ditarik

secara tidak sengaja hal tersebut akan merusak terumbu karang.

Presentase tutupan karang mati tertinggi pada stasiun I mencapai 11, 00 %

pada stasiun II 7, 50 % dan stasiun III 8, 00 %. Komponen karang mati yang terdapat

di daerah pengamatan dengan kedalaman 3 meter dan 7 meter dari ke 3 stasiun yaitu

DCA (Dead coral algae). DCA (Dead coral algae) merupakan karang yang telah

ditumbuhi alga lain dan lumut disebabkan karena karang telah kehilangan

Page 68: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

52

zooxanthellae pada hewan dan koloni karang. Kondisi tersebut akan menyebabkan

karang mengalami pemutihan (Coral bleaching).

Penyebab lain kematian karang disebabkan karang tercemar oleh bahan

racun yang digunakan untuk menangkap ikan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil

wawancara dengan salah satu warga yang ada di Pulau Samatellu Pedda yang

mengatatakan bahwa banyaknya karang yang mulai rusak di pulau samatellu Pedda

ini akibat aktivitas masyarakat dari pulau – pulau yang dekat dengan pulau samatellu

pdda yang membom ikan pada malam hari (Masyarakat, 2017).

Presentase tutupan kategori alga yang terdapat pada karang, pada stasiun II

sebanyak 3, 00 % dan paling rendah pada stasiun I sebanyak 0, 50 % dan pada stasiun

III 1, 50 %. Kategori alga yang terdapat pada setiap stasiun yaitu TA (Turf algae), TA

(Turf Algae) merupakan salah satu kelompok makroalga bentik yang banyak

menyebabkan kerusakan karang. Turf algae memiliki biomassa yang rendah per unit

area, namun mampu mendominasi sejumlah luasan area terumbu karang, meskipun

pada kondisi karang yang sehat (Jompa, 2003b). Pengaruh sedimentasi yang cukup

tinggi pada wilayah bibir pantai merupakan salah satu faktor yang turut berperan

dalam peningkatan pertumbuhan Turf algae (Cetz-Navarro et al. 2013). Sedangkan

sedimentasi yang tinggi dapat mempengaruhi kondisi pertumbuhan karang sehingga

menyebabkan kematian pada jaringan karang.

Presentase tutupan other atau fauna lain pada karang stasiun I 2, 00 %

didominasi oleh OT (other), stasiun II 6, 50 % didominasi oleh OT (other) , dan

stasiun III 2,50 % didominasi oleh SP (sponge). Banyaknya komponen OT (other)

Page 69: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

53

mempengaruhi kondisi karang, semakin banyak organisme lain yang hidup pada

karang maka akan berefek buruk karena organisme tersebut dapat menjadi kompetitor

bagi karang terutama ketersediaan ruang tumbuh bagi karang. Banyaknya OT (other)

dapat dilihat dari kualitas karang dan parameter oseanografi yang buruk.

Presentase tutupan abiotik yang terdapat pada lokasi penelitian yaitu, stasiun

I 59, 50 %, stasiun II 74,00 %, dan stasiun III 57, 00 %. Keberadaan komponen ini

didominasi oleh kategori RB (rubble) atau pecahan karang.

4. Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan Karang

Berdasarkan hasil dari pengamatan pada lokasi penelitian, jumlah bentuk

pertumbuhan karang yang ditemukan ditiap stasiun yaitu, pada stasiun I karang keras

dengan lifeform Acropora branching (ACB), Acropora submassive (ACS), Acropora

tabulate (ACT) termasuk ke dalam golongan Acropora. menurut (Suharsono, 1984)

karang Acropora merupakan karang keras fast growth species (spesies dengan

kecepatan pertumbuhan tinggi) yang pertumbuhannya mencapai 15 cm / tahun, akan

tetapi karang ini juga cepat rusak karena struktur kerangkanya yang rapuh dan tidak

tahan terhadap tekanan lingkungan seperti arus, gelombang, dan sedimentasi yang

tinggi. Sedangkan pada karang Non Acropora yang ditemukan pada stasiun I yaitu,

Coral encrusting (CE), Coral massive (CM), dan Coral branching (CB) dengan total

frekuensi kemunculan 54 dan presntase tutupan karang 27,00 %. Menurut

(Suharsono, 1984) karang non- Acropora merupakan karang keras low growth species

(spesies dengan kecepatan pertumbuhan lambat) yang pertumbuhannya hanya 1

Page 70: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

54

cm/tahun. Pada stasiun I lebih didominasi oleh karang Coral branching (CB)

disebabkan karena bentuk karang Coral blanching (CB) merupakan karang yang

memiliki struktur kerangka yang kokoh dan tahan terhadap tekanan lingkungan

seperti arus, gelombang, dan sedimentasi yang tinggi.

Pada stasiun II jumlah bentuk pertumbuhan karang keras yang ditemukan

hanya Acropora branching (ACB) dngan frekuensi kemunculan 2. Sedangkan pada

karang non Acropora yaitu, Coral encrusting (CE), Coral massive (CM), dan Coral

branching (CB). Menurut (Rani et.al., 2004) Sebagai fast growing species seharusnya

jenis karang Acropora mampu bertahan dan mendominasi terumbu karang di

kedalaman 3 meter ke atas. Namun, Penyebab rendahnya pertumbuhan karang

Acropora pada stasiun I disebabkan karena kelompok karang Acropora sudah banyak

mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia.

Pada stasiun III jumlah bentuk pertumbuhan yang ditemukan pada karang

keras yaitu, Acropora branching (ACB), dan Acropora tabulate (ACT). Sedangkan

pada karang non acropora ditemukan Coral encrusting (CE), Coral massive (CM),

dan Coral branching (CB). Pada stasiun III komposisi bentuk pertumbuhan karang

didominasi oleh Coral massive (CM) pada setiap kedalaman. Coral massive (CM)

merupakan karang kompak atau biasa juga disebut karang batu, banyaknya bentuk

pertumbuhan coral massive (CM) menandakan bahwa pada titik lokasi penelitian

mendapat pengaruh kerusakan yang sangat besar dari aktifitas nelayan dan

masyarakat di sekitar. Banyaknya Coral massive (CM) juga menandakan bahwa

Page 71: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

55

bentuk karang tersebut memiliki toleransi bentuk pertumbuhan yang lebih kuat

dibanding dengan bentuk pertumbuhan karang yang lain.

Menurut (Purnomo W. P. et.al,.2008) kematian karang dapat disebabkan

oleh aspek fisik dan kimiawi, pada aspek fisik kematian atau kerusakan terumbu

karang terjadi karena terkena hantaman gelombang besar yang dapat memporak

porandakan terumbu karang, sedangkan dari aspek kimiawi adalah adanya polutan

dari aktivitas manusia didarat yang menyebabkan eutrofikasi, sedimentasi,polusi serta

masuknya air tawar yang berlebihan dari darat karena terjadinya erosi.

Persentase penutupan karang yang telah ditumbuhi alga DCA lebih besar

dapat memicu pertumbuhan alga yang sangat pesat serta tingkat kecerahan yang

kurang dapat menghambat pertumbuhan karang keras, di daerah ini juga

menunjukkan bahwa kematian karang terjadi pada waktu yang telah lama sehiigga

alga sudah dapat beradaptasi pada tipe subtrat karang mati. Selain itu tingginya RB

(Rubble) atau pecahan karang pada suatu ekosistem karang dapat memperlihatkan

bahwa kondisi karang mengalami kondisi buruk. Menurut (Jameson et.al., 1990)

menyatakan bahwa, keberadaan substrat jenis RB (rubble) disuatu perairan dapat

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah predasi oleh organisme, penyakit,

bioerosi dan keadaan perairan yang ekstrim. Dalam kasus yang terjadi di alam sangat

sulit membedakan rubble yang diakibatkan oleh alam dengan rubble yang

diakibatkan oleh manusia. Cuaca buruk atau badai yang terjadi di suatu perairan dapat

meningkatkan potensi kerusakan pada ekosistem terumbu karang. Namun, terumbu

Page 72: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

56

karang juga rusak akibat beberapa sumber dimana diataranya kerusakan yang

ditimbulkan oleh kegiatan mausia (Harborne et.al., 2001).

Kondisi tenunbu karang dikatakan memiliki rasio kematian yang tinggi atau

memiliki kesehatan yang rendah jika nilai indeks mortalitasnya mendekati satu

(English et al., 1994). Hal ini juga bisa terjadi karena banyak nutrien tersedimentasi

di daerah ini yang dapat mendukung pesatnya pertumbuhan alga.

5. Pengukuran Parameter Oseanografi

1. Suhu

Dari hasil pengamatan ditiap stasiun didapatkan nilai Suhu yaitu 310C, nilai

tersebut masih sesuai untuk pertumbuhan terumbu karang. Kehidupan dan

pertumbuhan terumbu karang ditentukan oleh kondisi suhu perairan sekitamya. Suhu

merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan

dan penyebaran organisme (Nybakken, 1992). Hewan karang biasanya tumbuh pada

suhu 18,00C hingga 36,00C dengan pertumbuhan optimum berkisar antara 26,0°C

hingga 28,00C (Sukarno et al.,1983). Tingginya suhu pada perairan menyebabkan

karang kehilangan kemampuan untuk menangkap makanan pada suhu di atas 33,50C

dan di bawah 160C (Supriharyono, 2007). Suhu yang tinggi dapat menyebabkan

pemutihan karang (bleaching) yang akhirnya mengalami kematian, perubahan suhu

secara mendadak atau thermoklin juga dapat menyebabkan kematian pada hewan

karang.

Page 73: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

57

2. Derajat keasaman (pH)

Dari hasil pengukuran derajat keasaman (pH) pada lokasi pengamatan yaitu

8,0 pada semua stasiun. Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang

penting dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai

kemampuan berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Sedangkan bagi terumbu

karang derajat keasaman (pH) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan

perkembangan terumbu karang. Habitat yang cocok untuk pertunbullan dan

perkembangan terumbu karang yaitu pada pH 8,20 - 8,50 (Tomascik et al.,1997).

Pada umumnya kematian organisme disebabkan oleh pH yang rendah dari pada pH

yang tinggi. Pada kondisi perairan yang alami, pH berkisar antara 4,0 – 9,0 (Ghufran

et al., 2007). Menurut (Effendi, 2003) menyatakan bahwa biota laut sangat sensitif

dengan perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Berdasarkan hasil

pengamatan nilai pH berada pada batas normal sehingga dapat dikatakan masih sesuai

untuk pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang.

3. Oksigen terlarut (DO)

Pengukuran kadar oksigen terlarut pada tiap stasiun yaitu, stasiun I 6,86

mg/l stasiun II 7, 35mg/l, dan stasiun III 7,64 mg/l. Menurut (Sukarno, 1995), kadar

oksigen di permukaan laut yang normal berkisar antara 4,0 - 6,0 mg/l. Kadar oksigen

di perairan kadarnya dipengaruhi oleh proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan

air yang lainnya berlangsung optimal karena ketersediaan cahaya matahari yang

cukup. Proses lainnya yang mendukung tingginya kadar oksigen terlarut di perairan

adalah di daerah pantai air dasar perairan yang mengandung banyak nutrien mudah

Page 74: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

58

teraduk ke badan air yang lebih atas sehingga nutrien dapat dimanfaatkan oleh

fitoplankton untuk berfotosintesis. Sedangkan rendahnya kadar oksigen terlarut di

stasiun 1 dan 2 (terletak di dalam laguna) berkaitan erat dengan tingginya kekeruhan

air di lokasi tersebut dan juga mungkin disebabkan oleh semakin meningkatnya

aktivitas mikro organisme dalam menguraikan zat organik menjadi zat anorganik

yang menggunakan oksigen terlarut.

Menurut (KEPMEN LH, 2004) kondisi oksigen terlarut yang layak untuk

kehidupan biota akuatik yang baik yaitu > 5 mg/l. Kondisi ini masih sangat sesuai

dengan kondisi oksigen terlarut untuk kehidupan biota perairan. Oksigen terlarut

merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali

dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air.

4. Salinitas

Salinitas pada lokasi penelitian stasiun I 32 ‰, stasiun II 33 ‰, dan stasiun

III 33 ‰. Nilai salinitas tersebut merupakan normal untuk pertumbuhan terumbu

karang. Menurut (Nybakken, 1992) terumbu karang sangat sensitif terhadap

perubahan salinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah dari salinitas normal 30 -35

‰. Menurut (KEPMEN LH, 2004) salinitas yangh baik bagi kehidupan terumbu

karang adalah pada kisaran 33 - 34 ‰. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,

salinitas pada setiap stasiun menunjukkan kondisi salinitas yang masih baik bagi

pertumbuhan dan perkembangan karang. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain pola sirkulasi, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.

Page 75: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

59

Curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya pengenceran cairan di laut,

sehingga mengakibatkan menurunnya nilai salinitas pada suatu perairan.

5. Kecerahan

Tingkat kecerahan pada lokasi pegamatan berkisar 7 – 10 meter. Dengan

kecerahan terendah pada stasiun II yaitu, 3 meter. Penyebab rendahnya tingkat

kecerahan disebabkan karena pada stasiun II memiliki komponen abiotik yang tinggi

yaitu, 74,00 %. Pada komponen abiotik terdapat sedimen yang tinggi yaitu, Pasir

(Sand) sebanyak 46,00. (Tomascik et al., 1997) menyebutkan bahwa laju sedimentasi

dapat menyebabkan kekayaan spesies yang rendah, tutupan karang rendah, dan

mereduksi laju pertumbuhan yang rendah. Kecerahan air berhubungan erat dengan

intensitas sinar matahari yang masuk ke suatu perairan. Menurut (Nybakken, 1992)

cahaya matahari berperan penting dalam proses pembentukan terumbu karang karena

cahaya matahari menentukan kelangsungan proses fotosintesis bagi alga yang

bersimbiosis didalam jaringan karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis

akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan

kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang.

Menurut (Mundy, 1998 pengaruh cahaya terhadap keberhasilan settlement

planula pada 6 spesies karang, dimana cahaya berperan dalam keberhasilan

penempelan planula karang terhadap substrat karena planula karang memberikan

respons yang positif terhadap efek cahaya matahari. Semakin bagus intensitas cahaya

matahari yang diterima oleh karang maka tingkat keberhasilan settlement lebih tinggi.

Page 76: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

60

Partikel sedimen juga berpotensi menutup polip karang yang akan mengakibatkan

karang sulit mencari makan, apabila ini terus berlanjut maka karang akan mati.

Kondisi yang baik menurut (KEPMEN LH, 2004) kecerahan yang baik bagi

kehidupan terumbu karang adalah > 5 meter.

Page 77: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara umum kondisi terumbu karang pada Pulau samatellu Peda Kecamatan

Liukang tupabbiring kab pangkep berada pada kategori sedang. Persentase

penutupan karang tertinggi pada stasiun III yaitu 31,00 % termasukpada kategori

sedang dan yang terendah ditemukan pada stasiun II 9,00 % termasuk dalam

kategori buruk, sedangkan pada stasiun I yaitu 27,00 % termasuk dalam kategori

sedang. Presentase kondisi terumbu karang pada kedalaman 3 meter termasuk

dalam kategori sedang yaitu 32,00 % dan kedalaman 7 meter termasuk dalam

kategori buruk yaitu 12,67 %.

2. Jenis bentuk pertumbuhan terumbu karang (lifeform) yang dijumpai di daerah

pengamatan di perairan Pulau Samatellu Pedda yakni ACB (Acropora

Branching), ACT (Acropora Tabulate), ACS (Acropora Submassive), CE (Coral

Encrusting), CF (Coral Foliose), CB (Coral Branching), CM (Coral Massive).

Pada lokasi pengamatan ditemukan beberapa substrat yang menyebabkan

rusaknya ekosistem terumbu karang, dapat dilihat dari tutupan abiotik seperti RB

(Rubble), S (Sand) dan komponen DCA (Dead coral alga) yang mendominasi

jenis substrat yang ditemukan di sepanjang transek.

61

Page 78: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

62

3. Parameter perarairan seperti suhu, kecerahan, salinitas, ph, dan DO yang menjadi

faktor pendukung pertumbuhan karang di Pulau Samatellu Pedda dan berada

dalam kisaran toleransi bagi terumbu karang untuk dapat bertahan hidup, tetapi

faktor lain seperti aktifitas manusia (antropogenik) sekitar Pulau Samatellu pedda

yang menyebabkan banyak terjadinya kerusakan terumbu karang.

B. Saran

Adapun saran pada penelitian ini yaitu agar dilaukannya penelitian lanjutan

tentang pengamatan kondisi terumbu karang di Pulau Samatellu Pedda dengan

kedalaman yang berbeda sehingga dapat menggambarkan kondisi yang lebih detail.

Serta perlu adanya usaha pengelolaan yang lebih intensif, guna menjaga kelestarian

ekosistem terumbu karang yang ada pada Pulau Samatellu Pedda Kecamatan.

Page 79: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

63

KEPUSTAKAAN

Al-Qur’an al-karim

Ali Muqsit., Dewi Puurnama., Zamdial Ta’aladin. “Struktur Komnitas Terumbu

Karang Di Pula Dua Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara”.Jurnal Enggano. Vol 1 no. 1 (April 2016): h. 75-87.

Amrullah S, S.Si, M.Si. “Analisi Kondisi Terumbu Karang Di Perairan Kecamatan

Likang Tupabbiring Kabpaten Pangkajene Sulawesi Selatan Dengan Pendekatan Remote Sensing (Penginderaan Jauh)”.Laporan Hasil Penelitian. Makassar: UIN Alauddin, 2014.

Barnes, R.S.K., dan Hughes. An Introduction of Marine Ecology. Oxford London: Black Well Scientific Education, 1990.

Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan Bogor IPB, 2001.

Brown, B.E. Human – induced damage to coral reefs. Results of a Regional UNESCO (COMAR) Workshop with Advanced Training, Diponegoro University, Jepara National Institute of Oceanology, Jakarta: UNESCO Reports in Marine Science, 1986.

Burke, L., E. Selig & M. Spalding. Terumbu karang yang terancam di Asia Tenggara.Terj. dari Reef at risk in Southeast Asia. USA: World Resources Institute, USA, 2002.

Castro, P., M.E. Huber. Marine Biology, Fifth Edition. USA: Mc Graw-Hill Companies Inc New York, 2005.

Cetz-Navarro NP, Espinoza-Avalos J, Hernández-Arana HA, Carricart-Ganivet JP. “Biological Responses of the Coral Montastraea annularis to the Removal of Filamentous Turf Algae”. Jurnal PloS One. Vol 8 no. 1 (Agustus 2017).

Craig Reid, Justin Marshall, Dave Logan, Diana Kleine.Terumbu Karang dan Perubahan Iklim: Panduan pendidikan dan pembangunan kesadartahuan.The University of Queensland, Brisbane. Australia: Coral Watch,2011.

Dahuri, Rokhmi. Keanekragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

63

Page 80: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

64

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J. Pegelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Jakarta: PT. Pramadya Pramita, 1996.

Deny Sapto Chondro Utomo, Herman Yulianto, Darma Yuliana.“Diversity and

Condition Analysis of Coral Reef in Lahu Besar Island, Ringgung, Pesawaran District”.Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan, Lampung: 2016.

Direktorat Pendayagunaan Pulau – Pulau Kecil (DPPPK). Pulau Samatellu Pedda”.

Situs ResmiDpppk. http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/inde/index.php/public_/pulau_info/8134 (13 Desember 2016).

Ditlev, H. A Field-Guide To The Reef-Building Corals of The Indo-Pasific. Klampenborg: Scandinavian Science PressLtd, 1980.

Edinger, E. N, J. Jompa, G. V. Limrnon, W. Widjatmoko dan M. J. Risk. “Reef

Degradation and Coral Biodiversity In Indonesia: Effect of Land Based Pollution, Destructive Fishing Practice and Changes Over Time”. Jurnal Marine Pullution Buletin. Vol 36 no. 8 (Agustus 2017): h 617-630

Effendi, H. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya danLingkungan Perairan. Yogyakarta: Kansius, 2003.

English, S., Wilkinson, C., Baker,V,. Survey Manual For Tropical Marine Resources. Australia: ASEAN – Australia Marine Science Project Living Coastal Resources,1994.

English, C. Wilkinson dan V. Baker. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville: Asustralian Institut of Marine Sciene, 1997.

Giyanto, dkk. Status Terumbu Karang Indonesia. Jakarta: COREMAP-CTI Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, 2017.

Giyanto, MI Yosephine T.H. dan Rahmat. Manual Lifeform 5.1 Coral Reef Ecosystem. Jakarta: Coral Reef Rehabilitation And Management Program (COREMAP), 2001.

Haerul. “Analisis Keragaman dan Kondisi Terumbu Karang di Pulau Sarappolompo, Kab. Pangkep”. Skripsi. Makassar: JIK FIKP Unhas, 2013.

Harborne, A.R., D.C. Afzal, M.J. Andrews. 2001. “Honduras: Caribbean coast”

Journal Marine Pollution Bulletin. Vol 42 no.12 (Agustus 2017): h 1221–

1235.

Page 81: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

65

Hodgson, G. “Sediment the Settlement of Larvae of the Reef Coral Pocillopora Damicornis”. Coral Reefs, Vol 9 no 1 (Agustus 2017): h 41 – 43.

Hill, J. and Wilkinnson, C. Methhods For Ecological Monitoring of Coral reefs. Australian: Australian Insitute of Marine Science, 2004.

Jompa J, McCook LJ. “Coral-algal competition: macroalgae with different properties have different effect on corals”. Jurnal Marine Ecology Progress Series. Vol 258 (Agustus 2017): h. 87-95.

Jompa. J. “Kondisi Ekosistem Perairan Kepulauan Spermonde: Keterkaitannya

dengan Pemanfaatan Sumberdaya Laut di Kepulauan Spermonde Condition of Spermonde Ecosistem: Its Relationship with the Utilization of Maritime Resources of the Spermonde Archipelago”. Divisi Kelautan Pusat Kegiatan

Penelitian. Universitas Hasanuddin. Makassar, 2010.

Kementerian Agama RI. Mushaf, Cetakan Pertama. Bandung: PT Mirzan Pustaka, 2012.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 51 Tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001. Kriteria Baku Kondisi Kerusakan Terumbu Karang. Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Luthfi Oktiyas Muzaky, Prima Tegar Anugrah.”Distribusi karang keras (Scleractinia) sebagai penyusun utama ekosistem terumbu karang di Gosong Karang Pakiman, Pulau Bawean”. Jurnal Depik, Vol 6, no. 1, (Agustus 2017): h 9-22.

Manuputty, A.E. W. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia (Buku I, Laut Jawa dan Selat Sunda). Jakarta: LIPI, 2002.

Manuputty, A. E. W, Djuwarian. Panduan Metode Point Intercept Transect (PIT) Untuk Masyarakat. Study Baseline dan Monitoring KeshatanKarang Di Daerah Perlindungan Laut. Jakarta: COREMAP II – LIPI, 2009.

Manuputty, A. E. W. Beberapa Karang Lunak (Alyonecea) Penghasil Substansi Bioaktif .Seminar Potensi Farmasitik dan Bioaktif Sumberdaya Hayati Terumbu Karang. Jakarta: Puslitbang-Oseanologi LIPI, 1998.

Nontji, A. Laut Nusantara Cetakan Ketiga. Jakarta: Penerbit Djambatan, 2002.

Page 82: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

66

Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Nybakken, J. W. Marine Biology An Ecological Approach. Terj. Eidman, M., Koesoebiono., Bengen, D. G., Hutomo, M. Biologi Laut,Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia, 1992.

Pusat Penelitian Terumbu Karang. Penyusunan Rencana Induk dan Rencana Pengelolaan Pulau - pulau Kecil di Pangkep, Sulawesi Selatan. Makassar: PPTK-Unhas, 2001.

Purnomo, W. P. dan M. Mahmudi. “Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan dalam Kaitannya dengan Gradasi Kualitas Perairan”. Jurnal Oseana, Vol II. No. 2 (Agustus 2017).

Rani, C., J. Jompa, Amiruddin. 2004. “Pertumbuhan tahunan karang keras Porites lutea di Pulau Spermonde: hubungannya dengan suhu dan curah hujan”. Jurnal Torani. Vol 14 no.4 (Agustus 2017): h 195 – 203.

Savitri, L. A. Berkolaborasi Dalam Pengelolahan Pesisir. Bogor: Warta Konservasi Lahan Basah, 2000.

Setiadi, A., K. Edward. Studi pendahuluan kondisi hidrologi ekosistem terumbu karang di Perairan Bunaken dan Ratatotok, Sulawesi Utara. Jakarta: Proseding Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang, 1995.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 6, 8 dan 10. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Suharsono. Jenis-Jenis Karang di Indonesia. Jakarta: LIPI Press, 2008.

Suharsono. “Condition Of Coral Reef Resources In Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanologi-LIPI”.Jurnal Pesisir dan Lautan, Vol. 1: 44-52. Jakarta: 1998.

Suharsono. Pertumbuhan Karang. Pusat Penelitian Biologi Laut. Jakarta: LON-LIPI, 1984.

Sukarno. Ekosistem Terumbu Karang dan Masalah Pengelolannya Dalam Materi Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Jakarta: LON-LIPI, 1995.

Sukarno, Hutomo, M., Moosa, M.K., Darsono, P. Terumbu Karang di Indonesia: Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Jakarta: LON-LIPI, 1983.

Page 83: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

67

Supriharyono. Pengelolaan Ekosistem Terumbu karang. Jakarta: Penerbit Djambatan, 2007.

Supriharyono. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2000.

Suwigyono, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno, and M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air. Jakarta: Penebar Swadaya, 2005.

Taripar, M Nababan. “Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup Di

Bagian Timur Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam”. Skripsi. Makassar: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Medan, 2009.

Tim Riset-Monitoring. Manual Monitoring Kesehatan Karang (Reef Health Monitoring). Jakarta: LIPI, 2006.

Tomascik, T., J. Mah. A., Nontji., M.K. Moosa. The Ecologi Of The Indonesian Seas. Part I. Singapore: Periplus Editions, 1997.

Veron, J.E.N. Reef corals of the Raja Ampat Islands, Papua Province, Indonesia. Part I Overview of Scleractinia. Papua Province Indonesian: A marine Rapid Assessment ofthe Raja Ampat Islands, 2002.

Wibisono, M. S,. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.

Page 84: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

68

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Pengamatan Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda

Melakukan Observasi Lokasi Pengamatan

Penentuan Titik Lokasi Pengamatan

Data Hasil Pengamatan (PIT Menggunakan Kategori Bentuk

Pertumbuhan LIT)

Persiapan Alat dan Bahan

Pengamatan Sampel Terumbu

Karang

Pengukuran Parameter Oseanografi

Melakukan Penginputan Data Terumbu Karang

Presentase Kondisi Tutupan Terumbu karang

Bentuk Pertumbuhan dan Frekuensi Kemunculan

Karang

Indeks Mortalitas Karang

Suhu, pH, Salinitas, Kecerahan, dan DO

Mengolah dan Menganalisa Data Menggunakan Rumus

Frekuensi Kemunculan Kategori Pada Transek

68

Page 85: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

69

Lampiran 2. Hasil Perhitungan Data Terumbu Karang Tiap Kisaran Kedalaman

Tabel 1. Pertumbuhan Karang pada Kedalaman 3 meter dan 7 meter Pada Stasiun

No Kategori

3 Meter 7 Meter

Frekuensi

Kemunculan % Cover Frekuensi Kemunculan % Cover

1 ACB 2 2.00 4 4.00 2 ACE 0 0.00 0 0.00 3 ACS 3 3.00 0 0.00 4 ACD 0 0.00 0 0.00 5 ACT 1 1.00 0 0.00 6 CF 0 0.00 0 0.00 7 CE 8 8.00 0 0.00 8 CS 0 0.00 0 0.00 9 CM 3 3.00 6 6.00 10 CMR 0 0.00 0 0.00 11 CB 26 26.00 1 1.00 12 CHL 0 0.00 0 0.00 13 CTU 0 0.00 0 0.00 14 CME 0 0.00 0 0.00 15 SC 0 0.00 0 0.00 16 ZO 0 0.00 0 0.00 17 MA 0 0.00 0 0.00 18 HA 0 0.00 0 0.00 19 RB 11 11.00 22 22.00 20 DCA 13 13.00 9 9.00 21 DC 0 0.00 0 0.00 22 TA 1 1.00 0 0.00 23 AA 0 0.00 0 0.00 24 CA 0 0.00 0 0.00 25 SP 1 1.00 0 0.00 26 OT 2 2.00 1 1.00 27 SI 0 0.00 0 0.00 28 RCK 0 0.00 0 0.00 29 WA 0 0.00 0 0.00 30 S 29 29.00 57 57.00

Total 100 100

Page 86: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

70

Kedalaman 3 Meter

Kedalaman 7 Meter

Kategori % Tutupan Live Coral 11.00 Dead Coral 9.00

Algae 0.00 Other 1.00

Abiotik 79.00 Total 100.00

Kategori % Tutupan Live Coral 43.00 Dead Coral 13.00

Algae 1.00 Other 3.00

Abiotik 40.00 Total 100.00

Page 87: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

71

Tabel 2. Pertumbuhan Karang pada Kedalaman 3 meter dan 7 meter Pada Stasiun II

No Kategori

3 Meter 7 Meter

Frekuensi Kemunculan

% Cover Frekuensi Kemunculan

% Cover

1 ACB 2 2.00 0 0.00 2 ACE 0 0.00 0 0.00 3 ACS 0 0.00 0 0.00 4 ACD 0 0.00 0 0.00 5 ACT 0 0.00 0 0.00 6 CF 0 0.00 0 0.00 7 CE 0 0.00 3 3.00 8 CS 0 0.00 0 0.00 9 CM 6 6.00 4 4.00 10 CMR 0 0.00 0 0.00 11 CB 3 3.00 0 0.00 12 CHL 0 0.00 0 0.00 13 CTU 0 0.00 0 0.00 14 CME 0 0.00 0 0.00 15 SC 1 1.00 1 1.00 16 ZO 0 0.00 0 0.00 17 MA 1 1.00 0 0.00 18 HA 0 0.00 0 0.00 19 RB 27 27.00 27 27.00 20 DCA 8 8.00 7 7.00 21 DC 0 0.00 0 0.00 22 TA 5 5.00 0 0.00 23 AA 0 0.00 0 0.00 24 CA 0 0.00 0 0.00 25 SP 0 0.00 0 0.00 26 OT 3 3.00 8 8.00 27 SI 0 0.00 0 0.00 28 RCK 1 1.00 1 1.00 29 WA 0 0.00 0 0.00 30 S 43 43.00 49 49.00

Total 100 100

Page 88: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

72

Kedalaman 3 Meter

Kategori % Tutupan Live Coral 11.00 Dead Coral 8.00

Algae 6.00 Other 4.00

Abiotik 71.00 Total 100.00

Kedalaman 7 Meter

Kategori % Tutupan Live Coral 7.00 Dead Coral 7.00

Algae 0.00 Other 9.00

Abiotik 77.00 Total 100.00

Page 89: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

73

Tabel 3. Pertumbuhan Karang pada Kedalaman 3 meter dan 7 meter Pada Stasiun III

No Kategori

3 Meter 7 Meter

Frekuensi Kemunculan

% Cover Frekuensi Kemunculan

% Cover

1 ACB 4 4.00 1 1.00 2 ACE 0 0.00 0 0.00 3 ACS 0 0.00 0 0.00 4 ACD 0 0.00 0 0.00 5 ACT 0 0.00 0 0.00 6 CF 4 4.00 2 2.00 7 CE 8 8.00 2 2.00 8 CS 0 0.00 0 0.00 9 CM 21 21.00 11 11.00 10 CMR 0 0.00 0 0.00 11 CB 5 5.00 4 4.00 12 CHL 0 0.00 0 0.00 13 CTU 0 0.00 0 0.00 14 CME 0 0.00 0 0.00 15 SC 1 1.00 0 0.00 16 ZO 0 0.00 0 0.00 17 MA 1 1.00 0 0.00 18 HA 0 0.00 0 0.00 19 RB 28 28.00 38 38.00 20 DCA 11 11.00 5 5.00 21 DC 0 0.00 0 0.00 22 TA 2 2.00 0 0.00 23 AA 0 0.00 0 0.00 24 CA 0 0.00 0 0.00 25 SP 0 0.00 4 4.00 26 OT 0 0.00 0 0.00 27 SI 0 0.00 0 0.00 28 RCK 0 0.00 0 0.00 29 WA 0 0.00 0 0.00 30 S 15 15.00 33 33.00

Total 100 100

Page 90: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

74

Kedalaman 3 Meter

Kategori % Tutupan Live Coral 42.00 Dead Coral 11.00

Algae 3.00 Other 1.00

Abiotik 43.00 Total 100.00

Kedalaman 7 Meter

Kategori % Tutupan Live Coral 20.00 Dead Coral 5.00

Algae 0.00 Other 4.00

Abiotik 71.00 Total 100.00

Page 91: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

75

Lampiaran 3. Observasi Titik Lokasi Pengambilan Data dan Persiapan Alat

Gambar 1. Observasi titik stasiun akan diamati (a) Persiapan observasi titik stasiun (b) Menulusuri titik stasiun

Gambar 2. Persiapan alat yang akan digunakan (a) Pemasangan tabung ke BCD (b) Pemasangan selang regulator

Page 92: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

76

Lampiran 5. Proses Pengamatan dan Pengambilan Data Kondisi Terumbu Karang Di Lapangan

Gambar 1. Persiapan ke titik stasiun pengamatan (a) Menyelam ketempat pemasangan transek

Gambar 2. Menarik rool meter sepanjang transek pengamatan (a) Menarik rool meter (b) Mengambil alat tulis untuk mencatat disepanjang transek

Page 93: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

77

Gambar 3. Mengamati dan mencatat pertumbuhan karang yang ditemukan sepanjang transek pengamatan

Page 94: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

78

Lampiran 4. Alat Pengukuran Oseanografi dan Alat Selam SCUBA

Gambar 1. pH Meter Gambar 2. Thermometer

Gambar 3. Salinometer Gambar 4. Seichi disk

Gambar 5. (a) Bahan DO (b) Botol DO, Erlenmeyer, dan Pipet tetes

Page 95: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

79

Gambar 1. BCD Gambar 2. Tabung atau Tank udara

Gambar 3. Regulator Gambar 4. Fins atau kaki katak

Gambar 5. Masker

Page 96: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

80

Lampiran 6. Proses Pengukuran Oseanografi Perairan Pada Lokasi Pengamatan

Gambar 1. Pengukuran pH Gambar 2. Pengukuran salinitas

Gambar 3. Pengukuran Kecerahan Gambar 4. Pengambilan sampel DO

Gambar 5. Pengukuran DO

Page 97: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

81

Lampiran 7. Kondisi Bentuk Pertumbuhan dan Komponen Terumbu karang

Gambar 1. Karang ACB (Acropora Branching)

Gambar 2. Karang ACS (Acropora Submassive)

Gambar 3. Karang ACT (Acropora Tabulate)

Page 98: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

82

Gambar 4. CE (Coral Encrusting)

Gambar 5. CM (Coral Massive)

Gambar 6. CB (Coral Branching)

Page 99: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

83

Gambar 7. CF (Coral Foliose)

Gambar 8. SC (Soft Coral)

Gambar 9. Komponen RB (Rubble)

Page 100: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

84

Gambar 10. Komponen S (Sand)

Gambar 11. Komponen TA (Turf Algae)

Gambar 12. DCA (Dead Coral Algae)

Page 101: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

85

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Nurul Afni lahir di Pinrang

Sulawesi Selatan, pada tanggal 19 Januari 1996. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari

pasangan Baharuddin. D, SE. MH dan Emmi Nur. Penulis

menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 187 Pinrang

pada tahun 2007. Tahun 2010 menyelesaikan pendidikan di

SMP Negeri 1 Pinrang dan tahun 2013 menyelesaikan

pendidikan di SMA Negeri 1 Pinrang. Pada tahun 2013 penulis diterima di

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan

Sains Biologi.

Untuk mendapat pengalaman dan ilmu selama menjadi mahasiswa di Fakultas

Sains dan Teknologi, penulis pernah aktif di kegiatan BEM (Badan Eksekutif

Mahasiswa) 2013-2014, pernah menjadi pengurus lembaga HMJ Biologi (Himpunan

Mahasiswa Jurusan) divisi POK (Pengembangan Organisasi dan Kaderisasi) 2014-

2015 dan Ketua Umum HMJ Biologi 2015-2016.

Pada tahun 2016 penulis melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapang) di LIPI

(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) di Cibinong. Tahun 2017 Penulis

menyelesaikan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Kalemandalle Kecamatan Bajeng

Barat Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Sains dan Teknologi penulis menyusun

skripsi dengan judul, Kondisi Terumbu Karang Di Pulau Samatellu Pedda

Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

Page 102: KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU …repositori.uin-alauddin.ac.id/8298/1/Nurul Afni.pdfi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU SAMATELLU PEDDA KECAMATAN LIUKANG TUPABBIRING KABUPATEN PANGKEP

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian .................................................................. 70 Lampiran 2. Hasil Perhitungan Data Terumbu Karang Tiap Kisaran Kedalaman

........................................................................................................ 71 Lampiran 3. Hasil Indeks Mortalitas Karang Kisaran Kedalaman

3 meter dan 7 meter ....................................................................... 77 Lampiran 4. Observasi Titik Lokasi Pengambilan Data dan Persiapan Alat ....... 79 Lampiran 5. Proses Pengamatan dan Pengambilan Data Kondisi Terumbu Karang Di Lapangan ....................................................................... 80 Lampiran 6. Alat Pengukuran Oseanografi dan Alat Selam SCUBA ................... 82 Lampiran 7. Proses Pengukuran Oseanografi Perairan Pada Lokasi Pengamatan 84 Lampiran 8. Kondisi Bentuk Pertumbuhan dan Komponen Terumbu Karang ..... 85