KOMUNIKASI DALAM KELUARGA UTUH Komunikasi dalam keluarga utuh dapat dengan baik dimengerti melalui pola komunikasi keluarga. Pola komunikasi keluarga berasal dari suatu proses dimana keluarga saling berbagi relitas sosial dan secara luas menetapkan empat tipe keluarga. Setiap jenis keluarga digolongkan oleh sikap komunikasi (yang terlihat/ jelas) yang memungkinkan setiap jenis pola komunikasi untuk berfungsi dengan baik, meskipun setiap tipe memiliki kelebihan dan kekurangan dalam aspek berbeda di kehidupan keluarga, seperti dalam resolusi konflik atau pembuatan kebijakan. Dikarenakan otoritas orangtua cukup kuat dalam keluarga utuh, pola pernikahan dan pola pengasuhan orangtua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam suatu keluarga yang utuh jika dibandingkan dengan keluarga yang tidak utuh. MENDEFINISIKAN KELUARGA UTUH Secara historis, terdapat tiga perspektif yang mendefinisikan keluarga (Wamboldt & Reis, 1991). Definisi Struktural didasarkan pada kehadian atau ketidakhadiran anggota keluarga misalnya, orangtua atau anak dan membedakan antara, keluarga asal, keluarga dari ayah/ berpenghasilan, dan perluasan keluarga. Definisi Psychosocial task (tugas psikososial) didasarkan pada kelompok atau orang-orang yang menyelesaikan tugas tertentu bersama-sama, sebagai contoh memperbaiki rumah, mendidik anak, dan saling memberikan dukungan materi dan moril terhadap satu sama lain. Definisi Transactional (tanggapan) didasarkan pada sikap kelompok
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KOMUNIKASI DALAM KELUARGA UTUH
Komunikasi dalam keluarga utuh dapat dengan baik dimengerti melalui pola komunikasi
keluarga. Pola komunikasi keluarga berasal dari suatu proses dimana keluarga saling berbagi
relitas sosial dan secara luas menetapkan empat tipe keluarga. Setiap jenis keluarga digolongkan
oleh sikap komunikasi (yang terlihat/ jelas) yang memungkinkan setiap jenis pola komunikasi
untuk berfungsi dengan baik, meskipun setiap tipe memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
aspek berbeda di kehidupan keluarga, seperti dalam resolusi konflik atau pembuatan kebijakan.
Dikarenakan otoritas orangtua cukup kuat dalam keluarga utuh, pola pernikahan dan pola
pengasuhan orangtua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam suatu keluarga yang utuh jika
dibandingkan dengan keluarga yang tidak utuh.
MENDEFINISIKAN KELUARGA UTUH
Secara historis, terdapat tiga perspektif yang mendefinisikan keluarga (Wamboldt & Reis, 1991).
Definisi Struktural didasarkan pada kehadian atau ketidakhadiran anggota keluarga misalnya,
orangtua atau anak dan membedakan antara, keluarga asal, keluarga dari ayah/ berpenghasilan,
dan perluasan keluarga. Definisi Psychosocial task (tugas psikososial) didasarkan pada
kelompok atau orang-orang yang menyelesaikan tugas tertentu bersama-sama, sebagai contoh
memperbaiki rumah, mendidik anak, dan saling memberikan dukungan materi dan moril
terhadap satu sama lain. Definisi Transactional (tanggapan) didasarkan pada sikap kelompok
atau teman karib/ pasangan intim yang menciptakan identitas sosial dengan ikatan emosional dan
pengalaman dari suatu sejarah dan masa depan (secara lebih detail lihat Fitzpatrick dan Ritchie,
1993).
Mendefinisikan suatu keuarga sebagai utuh, member kesan, hanya berasal dari perspektif
struktural, yang berfokus pada siapa bagian dari keluarga dan dimana keutuhan bergantung pada
keluarga yang seluruh anggotanya berasal dari mereka, sebagai contoh, orangtua dan anak dalam
Keluarga yang berpenghasilan/ mengkasilkan. Dua perspektif lainnya, secara kontras, berfokus
pada apa yang dilakukan oleh suatu keluarga dan bagaimana cara mereka melakukannya, yang
sedikit memungkinkan perspektif- perspektif ini mendefinisikan keluarga sebagai utuh. Dari
perspektif-perspektif ini, keluarga dapat berasal dari sekumpulan manusia manapun yang
memenuhi fungsi masing-masing sebagai satu keluarga, tanpa menghiraukan stuktur dari
kelompok tersebut. Sebagai tambahan, keutuhan merupakan atribut yang pasti (mesti ada),
mengingat keberadaan fungsi tergantung pada rangkaian kesatuan. Keutuhan adalah binominal
(utuh vs. tidak utuh) mengingat fungsi dapat dilihat/ dinilai berdasarkan kisaran nilai-nilai mulai
dari sama sekali tidak berfungsi ke berfungsi dengan sempurna. Sesuai dengan judul dalam bab
ini, pada bab ini kita akan membahas mengenai definisi struktural dalam keluarga.
Pernyataan ini lebih dari sekedar permasalahan teknis, dikarenakan ketika peneliti atau orang
awam pada umumunya memikirkan dan menulis tentang keluarga. Ketiga pandangan teoritis
seringkali tercampur (Fitzpatrick & Caughlin, 2002). Maka dari itu, kebanyakan orang akan
memperdebatkan mengenai definisi yang didasarkan pada (hanya) satu dari ketiga perspektif
yang dapat mencakup secara keseluruhan konsep teoritis mengenai keluarga. Sebagai contoh,
satu keluarga yang terdiri dari 2 orangtua dan anak biologis mereka, penjelasan tersebut bisa
dianggap memenuhi suatu definisi struktural keluarga, tetapi, jika orangtua jarang berbicara/
berkomunikasi dengan anak-anaknya, maka, keluarga tersebut dianggap tidak mengembangkan
identitas bersama dan sebagai suatu kelompok, mereka dianggap tidak memiliki atribut mendasar
sebagai satu keluarga. Sama halnya dengan dua orang tua tunggal (hidup berdekatan), yang
membesarkan anak mereka bersama-sama juga dianggap tidak memiliki beberapa dari atribut
satu keluarga, meskipun mereka memiliki persyaratan psikososial atau definisi transaksional.
Dengan kata lain, meskipun secara teoritis dianggap mungkin untuk mendefinisikan keluarga
dari hanya satu perspektif, dalam praktek keluarga biasanya didefinisikan dari keseluruhan tiga
perspektif secara bersamaan. Dampaknya, dalam konteks komunikasi keluarga, “utuh” biasanya
menyiratkan “berfungsi dengan baik,” dan “berfungsi dengan baik” sebagai “utuh.”
Menyamakan arti utuh dengan berfungsi baik, bagaimanapun, dapat menjadi permasalahan bagi
sarjana komunikasi, khususnya jika hubungan antara struktur dan fungsi hanya bersifat tersirat
dan tidak dibuat secara eksplisit. Sebagaimana dibahas sebelumnya, definisi tugas psikososial
dalam keluarga (psychosocial task) ataupun definisi transaksional tidak hanya membutuhkan
keutuhan struktural, tapi juga mempersyaratkan agar satu kelompok memenuhi fungsi tertentu.
Di saat yang sama, definisi struktural hanya didasarkan pada keanggotaan kelompok dan tidak
mempersyaratkan fungsi tertentu. Secara teoritis, secara struktur suatu keluarga secara definisi
tidak perlu berfungsi dengan baik, dan secara fungsional yang didefinisikan sebagi suatu
keluarga tidak perlu memiliki keutuhan struktural. Berasumsi bahwa struktur yang utuh adalah
keluarga berfungsi dengan baik dapat menyemarkan faktor penyebab yang penting dari fungsi
keluarga. Faktanya, terdapat banyak alasan yang memberi kesan bahwa secara struktural
keluarga utuh dapat berfungsi lebih baik dibandingkan dengan keluarga tidak utuh. Dalam
keluarga utuh, ikatan antara orangtua dan anak biasanya lebih kuat dan dekat dikarenakan lebih
tahan dan tidak terganggu oleh peristiwa seperti perceraian atau kematian orangtua (Noller &
Fitzpatrick, 1993). Keluarga utuh pada umumnya menagalami lebih sedikit konflik dan stress
dibandingkan dengan keluarga dimana orangtua mengalami perceraian, tinggal terpisah, atau
menjanda (Gano-Philips & Fincham, 1995). Lebih lanjut, keluarga utuh biasanya memiliki
sumberdaya ekonomi dan sosial yang lebih dan tersedia bagi mereka (Gringlas & Weinraub,
1995; Kissman & Allen, 1993). Meski tidak ada satupun dari faktor-faktor tersebut ditujukan
untuk peran keluarga, jika digabungkan, faktor-faktor tersebut memberikan keluarga utuh
keunggulan signifikan (serta kemungkinan untuk berfungsi dengan baik) terhadap keluarga yang
tidak utuh.
“Utuh” biasanya menyiratkan “berfungsi baik” dalam pikiran banyak peneliti dan pembaca
dikarenakan konstruksi teoritis keluarga didefinisikan berdasarkan pada kompetisi dan
pendekatan independen terhadap struktur ataupun fungsi. Sebagai tambahan, melalui sejumlah
variabel mediasi, kedekatan dan fungsi secara empiris berkorelasi. Meskipun korelasi empiris
antara keutuhan dan fungsi memberikan kesan bahma meminimalisir dampak buruk dapat
dilakukan melalui penyeragaman satu dengan lainnya, dari sudut pandang teoritis, penting untuk
mengenali definisi tersendiri dan berfokus pada variabel mediasi yang menghubungkan struktur
dan fungsi.
Agar dapat lebih berfungsi , faktor penting lainnya yang membedakan mereka dari keluarga tidak
utuh adalah kestabilan hubungan orangtua (biasanya pernikahan ). Karena biasanya, pada kondisi
normal, anak-anak tidak dapat meninggalkan orangtuanya, kestabilan dalam hubungan orangtua
lah yang menentukan keutuhan keluarga. Fakta yang tampak tidak berbahaya ini memiliki
implikasi penting dalam komunikasi keluarga, secara khusus dalam hal kekuatan ikatan orangtua
dan anak dalam keluarga.
Hubungan orangtua yang kuat mengindikasikan bahwa orangtua dalam suatu keluarga utuh
memiliki hubungan keintiman yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga tidak utuh1, yang
mana seharusnya memiliki dampk positif terhadap kepuasan pribadi mereka dan, sebagai
lanjutan, untuk hubungan mereka dengan anak mereka (Gano- Phillips & Fincham, 1995; Noller
& Fitzpatrick, 1993). Sebagai tambahan, pasangan-pasangan tersebut memiliki hubungan yang
intim dan saling memenuhi yang memiliki sejarah dan kebebasan masa depan dari anak-anak
mereka. Individu dalam pasangan ini juga mampu untuk membentuk koalisi bersama pasangan
mereka dalam kondisi konflik dengan anak mereka dan untuk mendukung satu sama lain dalam
kondisi menantang dan tertekan. Sebagai suatu konsekuensinya, orangtua dalam keluarga utuh
dapat menggantungkan diri satu sama lain untuk mendapatkan dukungan moral. Sebaliknya,
orangtua dalam keluarga tidak utuh biasanya kurang mendapatkan hubungan yang mendukung
dengan orang dewasa lainnya (Burrel, 1995). Konsekuensinya, para orangtua ini seringkali
merasa lebih bergantung dengan anak-anak mereka.
Kesimpulan, , meskipun memberikan label satu keluarga sebagai utuh pada awalnya adalah , satu
pernyataan mengenai keluarga, untuk kedua alasan teoritis dan empiris. Sebagai tambahan,
dalam keluarga utuh biasanya orangtua memiliki posisi yang lebuh kuat dalam keluarga jika
dibandingkan dengan keluarga tidak utuh dank arena itu orangtua dalam keluarga utuh memiliki
pengaruh yang lebih kuat dalam sikap komunikasi keluarga.
Keluarga Utuh dalam Masyarakat Amerika
Meskipun peningkatan kelahiran anak di Amerika Serikat terus bertambah pada pola keluarga
non-tradisional, berdasarkan sensus terakhir, sebagian besar mayoritas anak-anak (71%) tinggal
dalam keluarga yang dikepalai oleh dua orang dewasa (heteroseksual). Anak-anak dalam
keluarga ini, 78% tinggal bersama kedua orangtua biologis mereka, 19% tinggal dalam keluarga
dengan salah satu orangtua angkatnya, dan 3% tinggal dalam keluarga yang dikepalai oleh dua
orang dewasa yang tidak menikah (Fields, 2001). Keluarga utuh yang dipimpin oleh dua orang
dewasa (heteroseksual) masih merupakan bentuk keluarga yang paling dominan dalam
1 Tentu saja, tidak semua orangtua yang tetap mempertahankan pernikahannya memiliki hubungan yang memuaskan. Terdapat banyak sekali jumlah orangtua yang berada dalam kondisi pernikahan yang kurang memuaskan tetapi tetap bersama karena beberapa alasan, mencakup ekonomi, agama, dan untuk kepentingan anak. Dalam waktu yang besamaan, beberapa orangtua tunggal ataupun yang mengalami perceraian mendapatkan hubungan keintiman yang dianggap memuaskan dari pasangan yang tidak mereka nikahi.
masyarakat Amerika, dan memahami komunikasi dalam keluarga utuh merupakan hal yang
sangat penting bagi para saejana dan orang awam yang tertarik mengenai permasalahan
komunikasi keluarga.
Meskipun keluarga utuh seringkali dianggap sebagai cara yang paling alami dan sangat normatif
untuk membesarkan anak-anak, tetapi peneliti memberi perhatian lebih dalam melakukan
investigasi terhadapa keluarga yang tidak utuh (liat bab 10-13), komunikasi dalam keluarga utuh
dianggap tidak memiliki masalah dan juga menantang. Padahal sebaliknya, jauh dari kesan
sebagai kelompok homogeny yang menghasilkan sikap serupa dan mengarah hanya pada hasil
positif bagi keluarga, individu anggota keluarga, dan masyarakat secara luas, keluarga utuh
menunjukkan rentang yang luas dalam sikap komunikasi yang berhubungan dengan dampak
positif dan negatif bagi keluarga dan anggotanya. Sebagai tambahan, tidak ada satu pola dalam
komunikasi keluarga yang bisa digunakan untuk seluruh keluarga. Faktanya, sebagaimana dalam
penelitian kami mengenai tipe kelurga dalam beberapa dekade, telah menunjukkan tipe-tipe yang
berbeda dari fungsi keluarga yang menghasilkan pola komunikasi yang sangat berbeda.
Oleh karena itu, tidak ada cara yang mudah untuk menggambarkan komunikasi keluarga dalam
keluraga utuh. Lebih baik lagi, pemahaman mengenai komunikasi dalam keluarga utuh
membutuhkan pertimbangan dari tipe-tipe keluarga utuh yang berbeda, setiap dari mereka
memiliki pola komunikasinya sendiri dan kekurangan serta kelebihan dari setiap pola. Sampai
disini, kita akan membahas akar dari pola komunikasi dan bagaimana pola komunikasi
menetapkan berbagai tipe yang berbeda dalam keluarga. Kemudian, kita akan melihat dampak
yang sangat besar yang pola komunikasi keluarga yang memiliki hasil berbeda terhadap keluarga
dan menyimpulkan dengan satu ringkasan faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi
keluarga.
POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM KELUARGA UTUH
Akar dari Pola Komunikasi Keluarga
Pola komunikasikeluarga menggambarkan kecenderungan keluarga untuk mengembangkan cara
yang stabil dan dapat dimengerti untuk berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Pola
komunikasi ini tidak hanya memungkinkan peneliti untuk menentukan perbedaan antara berbagai
tipe dalam keluarga, tetapi, sebagaimana ringkasan selanjutnya akan ditunjukkan, mereka juga
memprediksikan sejumlah proses keluarga yang penting dan hasil psikososial dari keluarga dan
individu anggota keluarga.
Pola komunikasi keluarga bukannlah sestuatu yang tidak disengaja. Tetapi, pola komunikasi
keluarga berasal dari suatu proses dimana keluarga menciptakan dan membagi realitas sosial
mereka. Karena itu, mereka sangat terhubung dengan fungsi dasar sosial dalam keluarga. Secara
spesifik, pola komunikasi keluarga dihasilkan dari proses co-orientasi dimana interaksi manusia
secara umum, dan komunikasi keluarga secara khusus, tidak memungkingkinkan. Proses dari co-
oreintasi dan perannya dalam menciptakan realitas sosial digambarkan secara detail oleh <cLeod
dan Chaffee dan rekan-rekannya (1972, 1973; Kim, 1981). Karena penting untuk memehami
pola komunikasi keluarga, untuk itu, kami akan mengulas argument utama disini.
Proses Co-orientasi. Konsep co-orientasi merupakan salah satu konsep dasar dari kesadaran
sosial dan dipopulerkan oleh, diantaranya, Newcomb (1953) dan Heider (1946, 1958). Co-
orientasi merujuk pada dua atau lebih orang yang berfokus, dan mengevaliasi, objek yang sama
dalam lingkungan pernikahan dan sosial mereka. Dalam kelompok yang lebih besar, proses co-
orientasi menghasilkan dua pengertian untuk setiap orang yang terlibat. Pengertian pertama
merupakan sikap dari objek yang diobservasi, dan pengertian kedua adalah persepsi dari sikap
orang lain mengenai objek. Pengertian yang berbeda ini menentukan 3 atribut dari kelompok
yang di co-orientasi: persetujuan, akurasi, dan kesesuaian. Persetujuan merujuk pada kemieripan
anatara sikap orang terhadap objek. Akurasi merujuk pada kemiripan antara persepsi seseorang
terhadap sikap orang lain dan sikap aktual orang lain. Terakhir, Kesesuaian merujuk pada
kemiripan antara sikapnya sendiri terhadap objek dan persepsi orang lain terhadap sikap orang
lain terhadap objek. Ketiga atribut dalam kelompok ini secara linear bergantung satu sama lain.
Karena itu, pernyataan dari salah satu atau dua atribut ini akan menentukan atribut ketiganya.
Sebagai contoh, persetujuan dan kesesuaian berarti terdapat akurasi (+ * + = +), kesesuaian dan
ketidak akuratan berarti ketidaksetujuan (+ * ─ =), dan ketidakakuratan dan ketidaksetujuan
berarti tidak terdapat kesesuaian (─ * ─ = +).
Co-orientasi dan Berbagi Realitas Sosial. Keluarga dan kelompok sejenisnya yang mengalam
co-orientasi tidak perlu berbagi realitas sosial. Realitas sosial dibagi hanya jika sistem keluarga
memiliki persetujuan, akurasi, dan kesesuaian (McLeod @ Chaffee, 1972). Terdapat faktor
psikologis dan pragmatis, tetapi, yang lebih mementingkan kesesuaian dan akurasi, juga di
hargai, dan dikarenakan ketergantungan linear antara kesesuaian, akurasi, dan persetujuan
sebagaimana yang digambarkan sebelumnya, maka hal tersebut dapat diterima. Sebagaimana
akan kita bahas selanjutnya, dikarenakan faktor-faktor ini, co-orientasi dalam keluarga biasanya
berujung pada berbagi realitas sosial.
Faktor psikologis yang lebih mengutamakan kesesuaian digambarkan dalam Teori
Keseimbangan Heider (1946, 1958). Teori Keseimbangan didasarkan pada asumsi umum yang
mereka perjuangkan untuk konsistensi diantara berbagai pengertian, termasuk sikap mereka
terhadap objek dalam lingkungan dan sikap mereka terhadap orang lain. Sebagai contoh, jika
orang “A” memiliki sikap positif terhadap orang “B” dan sikap positif terhadap objek “X.”
pengertian orang “A” akan seimbang jika orang “A” merasa orang “B” unutk juga memiliki
sikap positif terhadap objek “X.” Jika, dilain pihak, orang “A” merasa orang “B” memiliki sikap
buruk terhadap objek “X,” pengertian orang “A” akan tidak seimbang. Karena itu, dalam kasus
dimana orang-orang memiliki sikap positif terhadap orang lain yang mereka saling berhubungan
(contoh, anggota keluarga), pengertian yang seimbang didapatkan ketika seseorang memiliki
kesesuaian, dimana dalam kasus hubungan interpersonal negatif, pengertian seimbang
didapatkan ketika orang-orang yang memiliki sikap yang sama menyangkut objek di lingkungan
mereka. Dengan kata lain, hubungan interpersonal yang positif mendukung kesesuaian.
Alasan mengapa akurasi diutamakan diantara anggota keluarga adalah sangat pragmatis. Untuk
menopang diri mereka sebagai fungsi dari sistem sosial, keluarga harus mengkoordinasikan
banyak kegiatan dan kebiasaan mereka. Hal ini menuntut mereka untuk prediksi yang akurat
mengenai satu sama lain dengan memandang bagaimana mereka berperilaku dan berkomunikasi
(Fitzpatrick & Ritchie, 1993; Koerner & Fitzpatrick, 2002b). Tanpa kemampuan anggota
keluarga untuk memprediksi perilaku orang lain dan reaksi mereka terhadap perilaku seseorang,
maka secara sederhana keluarga tidak berfungsi. Oleh karena itu, kebutuhan untuk
mengkordinasikan perilaku berujung pada akurasi.
Sebagai kesimpulan, dalam hubungan interpersonal tertutup seperti hubungan keluarga,
kebutuhan psikologis untuk pengertian konsisten (kesesuaian) dan kebutuhan pragmatis untuk
memprediksi perilaku orang lain dengan benar (akurasi) menciptakan kondisi sosial yang juga
mengarah kepada persetujuan. Kesesuaian yang tinggi, akurasi yang tinggi, dan persetujuan yang
tinggi , merupakan, karakteristik dari kelompok sosial yang saling berbagi realitas sosial. Dengan
kata lain, alasan psikologis dan pragmatis menjadikan keluarga saling berbagi realita sosial.
Strategi Co-orientasi dalam Keluarga
Anggota keluarga bisa berbagi realita sosial bersama dalam dua cara yang berbeda. Satu cara
diperuntukkan bagi individu untuk melihat dengan jelas sikap anggota keluarga lainnya. Karena
proses ini menekankan hubungan antara anggota keluarga terhadap hubungan mereka dengan
konsep, McLeod dan Chaffee (1972) menyebut proses ini sebagai socioorientation (orientasi
sosial). Cara lain untuk dapat berbagi realitas sosial dalam keluarga adalah dengan
menpercakapanakan objek co-orientasi dan perannya dalam realitas sosial masyarakat dan
sampai pada persepsi yang sama mengenai objek. Dikarenakan proses ini menekankan
bagaimana anggota keluarga mengonseptualisasikan objek dari hubungan interpersonal mereka,
Mcleod dan Chaffee menyebut proses ini sebagai concept orientation (orientasi konsep).
Concept orientation dan Socioorientation, tidak hanya penting karena dapat menggambarkan
proses dimana keluarga samapai pada berbagai realitas sosial bersama. Tetapi lebih penting lagi
karena dapat menentukan perilaku komunikasi dan prakteknya dalam keluarga dankaarena itu
dihubungkan dengan sejumlah besar hasil penting untuk keluarga tidak memiliki kaitan dengan
realitas sosial bersama. Concept orientation dan Socioorientation memiliki dampak pada
komunikasi dan fungsi keluarga, karena proses untuk menciptakan realitas sosial bersama bagi
keluarga biasanya bukanlah proses yang terjadi secara disadari atau sengaja dilakukan karena
tujuan tertentu. Setiap interaksi keluarga turut berkontribusi dalam konstruksi realita keluarga,
meskipun alasan setiap individu anggota keluarga terikat dalam interaksi ini berbeda-beda.
Keluarga dalam roses menciptakan realita sosial bersama berimplikasi penting untuk pemahaman
kita terhadap komunikasi keluarga. Sebagai contoh, seseorang dapat mengira bahwa sejumlah
kesalahpahaman dalam keluarga dan masalah yang berasal dari kesalahpahamann tersebut,
adalah konsekuensi langsung dari seberapa baik keluarga berbagi realita sosial mereka (Koerner
& Fitzpatrick, 2002b). Hal serupa, pada tahap dimana keluarga berbagi realita sosial sangatlah
berbeda dari realita sosial orang lain dalam lingkungan sosial keluarga., keluarga dapat
mengalami sosiopatologis atau berkontribusi dalam sikopatologis anggota individu (Reiss,
1981). Lebih penting lagi untuk mempelajari fungsi normal keluarga, merupakan suatu fakta
bahwa keluarga mengembangkan pilihannya untuk bagaimana mereka dapat berbagi realita
sosial. Karena itu, beberapa keluarga lebih memilih socioorientation, sedang beberapa lainnya
memilih concept orientation.
Pola Komunikasi Keluarga
Meskipun kedua proses dalam co-orientasi secara khusus terjadi dalam pikiran individu anggota
keluarga, hal itu juga mempunya dampak besar terhadap perilaku anggota keluarga. Mengenali
pilihan keluarga pada berbagai strategi yang berbeda untuk dapat berbagi realita sosial memiliki
dampak besar bagi perilaku berkomunikasi mereka, Fitzpatrick dan Ritchie (1994; Ritchie, 1991,
1997; Ritchie & Fitzpatrick, 1990) merekonseptualisasi orientasi konsep milik McLeod dan
Chaffee dengan cara menempatkan tekanan yang lebih besar pada perilaku komunikasi yang
memiliki ciri-ciri dari kedua orientasi tersebut. Mereka merekonseptualisasi Socioorientation
sebagai orientasi yang sesuai karena perilaku komunikasi yang khas dari Socioorientation
merupakan salah satu yang menekankan kesesuaian dalam keluarga. Concept orientation
direkoseptualisasi menjadi Conversation orientation (orientasi percakapan/percakapan),
dikarenakan perilaku komunikasi yang khas dari Concept orientation merupakan salah satu yang
menekankan percakapan keluarga.
Sebagai tambahan, terhadap tekanan yang lebih besar pada perilaku komunikasi, Revisi Pola
Komunikasi Keluarga / Revised Family Communication Patterns (RFCP) menemukan
pengukuran yang lebih baik dari kedua orientasi (Ritchie & Fitzpatrick, 1990). Akhirnya,
Fitzpatrick dan koleganya melanjutkan menyaring teori dari pola komunikasi keluarga. Dalam
formulasi terbaru, teori dari pola komunikasi keluarga menagatakan bahwa kedua dimensi dari
orientasi kesesuaian dan percakapan (conformity dan conversation) merupakan bagian dari dasar
struktur kepercayaan keluarga mengenai perilaku komunikasi keluarga yang menentukan skema
komunikasi keluarga (Koerner & Fitzpatrick, 2002a). hasil kerja terbaru dari Fizpatrick dan
koleganya menunjukkan pengaruh pola komunikasi keluarga pada berbagai outcome bagi
keluarga, termasuk konflik dan resolusi konflik (Koerner & Fitzpatrick, 1997), kegembiraan
anak-anak (Koerner & Fitzpatrick, 1996), masa depan hubungan percintaan anak-anak (Koerner
& Fitzpatrick, 2002c), kepandaian komunikasi anak-anak (Elwood & Schrader, 1998),
pemanfaatan dari pengendalian diri dan perilaku menarik diri dari lingkungan sosial (Fitzpatrick,
Marshall, Leutwiler, & Kremar, 1996), pembuatan ritual keluarga (Baxter & Clark, 1996), dan
dampak dari lingkungan kerja orangtua pada komunikasi keluarga (Ritchie, 1997).
Conversation Orientation. Dimensi pertama dalam komunikasi keluarga, Orientasi Percakapan,
didesinisikan sebagai kadar yang mana keluarga menciptakan suatu iklim diamana seluruh
anggota keluarga mendukung untuk berpartisipasi dalam interaksi terbuka mengenai berbagai
topik. Dalam keluarga dalam dimensi yang paling tinggi, anggota keluarga secara bebas, sering,
dan spontan berinteraksi dengan satu sama lain tanpa batasan-batasan yang terlalu banyak
dengan tujuan untuk meluangkan waktu dalam interaksi dan percakapan. Keluarga tersebut
menggunakan banyak waktu untuk berinteraksi dengan yang lainnya. Dalam keluarga ini,
tindakan atau aktivitas yang direncanakan keluarga untuk turut terlibat di dalamnya, merupakan
keputusan keluarga. Sebaliknya, pada dimensi paling rendah dari orientasi percakapan, intensitas
interaksi para anggota menjadi berkurang dan hanya terdapat beberapa topik yang
dipercakapankan secara terbuka dengan seluruh anggota keluarga. Terjadi sedikit sekali
pertukaran pemikiran, perasaan, dan aktivitas. Dalam keluarga ini, aktivitas yang dilakukan oleh
keluarga sebagai satu kesatuan, tidak selalu dipercakapankan secara detail, dan juga tidak ada
input pandangan untuk keputusan keluarga.
Berhubungan dengan orientasi percakapan yang tinggi, adalah keyakinan bahwa komunikasi
yang sering dan terbuka merupakan hal yang penting untuk kehidupan yang baik. Keluarga yang
memegang nila-nilai ini akan menghargai pertukaran ide, dan orangtua yang memegang
keyakinan ini melihat frekuensi komunikasi dengan anaknya sebagai bahan utama untuk
mendidik dan mensosialisasikan mereka. Sebaliknya keluarga yang rendah dalam orientasi
percakapan meyakini bahwa frekuensi pertukaran ide, opini, dan nilai-nilai tidaklah penting
untuk fungsi keluarga secara umum dan untuk pendidikan dan sosialisasi anak secara khusus.
Conformity Orientation. Dimansi lain dari komunikasi keluarga adalah orientasi kesesuaian.
Orientasi kesesuaian merujuk pada tingkatan yang mana komunikasi keluarga berfokus
mengenai homogenitas perilaku, nilai-nilai, dan kpercayaan. Keluarga pada dimensi yang tinggi
digolongkan oleh interaksi yang menekankan keseragaman kepercayaan dan sikap. Interaksi
mereka secara khusus berfokus pada harmoni, menghindari konflik, dan kesaling bergantungan
antar anggota keluarga. Dalam pertukaran generasi, komunikasi dalam keluarga ini
mencerminkan kepatuhan terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya. Keluarga pada dimensi
yang lebih rendah dari orientasi kesesuaian digolongkan oleh interaksi yang berfokus pada sikap
dan kepercayaan yang beragam sama halnya pada individualitas anggota keluarga dan
kemerdekaan mereka dari keluarganya. Dalam pertukaran antar generasi, komunikasi
menggambarkan kualitas dari seluruh anggota keluarga; sebagai contoh, anak-anak biasanya ikut
masuk dalam pembuatan keputusan.
Berhubungan dengan orientasi kesesuaian yang tinggi merupakan keyakinan yang disebut
sebagai struktur keluarga tradisional. Dalam pandangan ini, keluarga bersifat kohesif dan hirarki.
Karena itu, anggota keluarga lebih memilih hubungan antar mereka dibandingkan dengan
hubungan eksternal terhadap keluarga dan mereka mengharapkan bahwa sumber – sumber
seperti ruang dan uang dibagikan diantara anggota keluarga, Keluarga yang memiliki otientasi
kesesuaian tinggi meyakini bahwa perencanaan individu harus dikoordinasikan diantara anggota
keluarga dengan tujuan untuk memaksimalkan waktu bagi keluarga, dan mereka mengharapakan
anggota keluarga untuk mendahulukan kepentingan keluarga diatas kepentinga pribadi. Orangtua
diharapkan untuk dapat membuat keputusan dalam keluarga, dan anak-anak diharapkan untuk
bertindak sesuai dengan harapan orangtua mereka. Sebaliknya, keluarga yang rendah dalam
orientasi kesesuian tidak menganut struktur kelluarga tradisional. Sebaliknya, mereka meyakini
pengaturan keluarga yang tidak bersifat kohesif dan hirarki. Kelluarga dengan akhir rendah pada
dimensi kesesuaian, meyakini bahwa hubungan diluar keluarga sama pentingnya dengan
hubungan dalam keluarga dan bahwa keluarga sebaiknya mendukung pertumbuhan individu
anggota keluarga, meskipun hal tersebut dapat berujung pada melemahnya struktur keluarga.
Mereka percaya pada kebebasan anggota keluarga, mereka menghargai ruang pribadi, dan