BAB I PENDAHULUAN Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna yang sampai saat ini penyebab pastinya belum diketahui secara jelas. Secara garis besar IBD terbagi 3 jenis yaitu kolitis ulseratif, chron disease, dan bila sulit membedakan keduanya, maka dimasukan kedalam kategori intermediate colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, ischemik dan radiasi. Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik. (Djojoningrat, 2007) Insidensi penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15 per 100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. Sementara puncak kejadian penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi dalam setiap dekade kehidupan. (Glickman RM, 2000) 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang
melibatkan saluran cerna yang sampai saat ini penyebab pastinya belum diketahui
secara jelas. Secara garis besar IBD terbagi 3 jenis yaitu kolitis ulseratif, chron
disease, dan bila sulit membedakan keduanya, maka dimasukan kedalam kategori
intermediate colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan
penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi,
ischemik dan radiasi. Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara
intermitten dan remisinya gejala klinik. (Djojoningrat, 2007)
Insidensi penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15 per
100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini
diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. Sementara puncak kejadian
penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi
dalam setiap dekade kehidupan. (Glickman RM, 2000)
Penyebab pasti dari kolitis ulseratf tidak diketahui, tetapi penyakit ini
tampaknya multifaktor dan polygenic. Terdapat beberapa usulan penyebab
diantaranya faktor lingkungan, disfungsi kekebalan tubuh, dan kecenderungan
faktor genetik. Beberapa berpendapat bahwa anak-anak lahir di bawah berat rata-
rata yang lahir dari ibu dengan kolitis ulseratf memiliki risiko lebih besar terkena
penyakit ini. Kolitis adalah penyakit seumur hidup yang memiliki dampak sosial
dan emosional yang mendalam pada pasien yang terkena. Diagnosis kolitis
ulserativa paling baik dibuat dengan endoskopi dan biopsi mukosa untuk
histopatologi. Studi laboratorium sangat membantu untuk menyingkirkan
diagnosis lain dan menilai status gizi pasien, tapi pertanda serologi dapat
membantu dalam diagnosis penyakit colitis. Pencitraan radiografi memiliki peran
penting dalam hasil pemeriksaan pasien dengan suspect kolitis dan dalam
1
diferensiasi kolitis ulserativa dengan penyakit Crohn. Perlakuan awal untuk colitis
ulceratif meliputi pemberian kortikosteroid, agen anti-inflamasi, agen antidiare,
dan rehidrasi. Bedah dianggap perlu jika pengobatan medis gagal atau jika
keadaan darurat bedah berkembang. (Adam, 2010)
2
BAB II
KOLITIS ULSERATIF
2.1 DEFINISI
Kolitis ulseratif adalah salah satu dari 2 jenis utama penyakit radang
usus (IBD) , bersama dengan penyakit Crohn . Tidak seperti penyakit Crohn,
yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan, kolitis
ulseratif bersifat hanya melibatkan usus besar, dan ileum terminal pada 10%
pasien. (Gambar 1 dan 2). (Adam, 2010)
Gambar 1 Colitis sebagai divisualisasikan dengan kolonoskop
Gambar 2 Pada foto rontgen dengan single kontras pada pasien dengan kolitis
total menunjukkan radang mukosa dengan berbagai bentuk
Penyebaran penyakit kolitis ulseratif ini sama dengan penyakit chron.
Banyak ditemukan di negara barat dan sedikit di negara Asia dan Afrika.
Akan tetapi akhir-akhir ini lebih banyak kasus Crohn ditemukan di Indonesia,
mungkin juga karena lebih banyak orang berobat ke dokter dan adanya
kemajuan di bidang teknik untuk diagnosa. Insidensi penyakit kolitis ulseratif
di Amerika Serikat kira-kira 15 per 100.000 penduduk secara respektif dan
tetap konstan. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000
penduduk. Sementara puncak kejadian penyakit tersebut adala usia 15-35
tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi dalam setiap dekade kehidupan.
(Glickman RM, 2000)
Di RSCM tahun 2001 – 2006 terdapat 3,9% pasien yang terdeteksi
dari 1541 pasien yang dilakukan endoskopi, dan di RSGS tahun 2002 – 2006
terdapat 6,95% pasien yang terdeteksi sebagai kolitis ulseratif dari 532 pasien
yang dilakukan endoskopi.( Djojoningrat dkk, 2011)
2.3 ETIOLOGI
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran
tertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal
ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikogenik.
(Glickman RM, 2000)
Faktor familial/ genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan
orang kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali
lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini
menunjukan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan
penyakit ini. (Glickman RM, 2000)
Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus
menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha
untuk menemukan agen bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian
4
jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau
agen lain yang dapat ditularkan yang dapat menghadirkan efek sitopatik
pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi. (Glickman RM, 2000)
Faktor imunologik
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep
bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini
(misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan
bahwa zat terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat
menunjukkan efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-
70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA
tidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia
dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana pasien dengan p-ANCA negatif
lebih cenderung menjadi HLADR4 positif. (Glickman RM, 2000)
Faktor psikologik
Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan.
Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang,
sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan
seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit
radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka
menjadi rentan terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang
atau mengeksaserbasi gejalanya. (Glickman RM, 2000)
Faktor lingkungan
Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis
ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif
menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi
apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian sekarang
menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok
dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan
risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan
dengan yang bukan perokok. (Glickman RM, 2000)
5
2.4 PATOGENESIS
Ada bukti aktivasi imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria
oleh limfosit, makrofag, dan sel-sel lain, meskipun antigen pencetusnya
belum jelas. Virus dan bakteri telah diperkirakan sebagai pencetus, namun
sedikit yang mendukung adanya infeksi spesifik yang menjadi penyebab IBD.
Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary antigen atau agen mikroba non
patogen yang normal mengaktivasi respon imun yang abnormal. Hasilnya
suatu mekanisme penghambat yang gagal. Pada tikus, defek genetik pada
fungsi sel T atau produksi sitokin menghasilkan respon imun yang tidak
terkontrol pada flora normal kolon. Hipotesis ketiga adalah bahwa pencetus
IBD adalah suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel intestinal. Pada teori
ini, pasien menghasilkan respon imun inisial melawan antigen lumenal, yang
tetap dan diperkuat karena kesam/aan antara antigen lumenal dan protein tuan
rumah. Hipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan sel-sel epitelial oleh
sitotoksisitas seluler antibody-dependent atau sitotoksisitas cell-mediated
secara langsung. (Price , 2005)
Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam patogenesis IBD. Ada
peningkatan sekresi antibodi oleh sel monomuklear intestinal, terutama IgG
dan IgM yang melengkapi komplemen. Kolitis ulseratif dihubungkan dengan
meningkatnya produksi IgG (oleh limfosit Th2) dan IgG, sub tipe yang
respon terhadap protein dan antigen T-cell-dependent. Ada juga peningkatan
produksi sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor-α
[TNF-α], terutama pada aktivasi makrofag di lamina propria. Sitokin yang
lain (IL-10, TGF-β) menurunkan imun respon. Defek produksi sitokin ini
menghasilkan inflamasi yang kronis. Sitokin juga terlibat dalam
penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain dalam
pembentukan penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies
oksigen reaktif yang lain oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang
meningkatkan permeabilitas dan merangsang vasodilatasi, komponen
6
kemotaksis netrofil lekotrien dan nitrit oksida yang menyebabkan vasodilatasi
dan edema. ( Djojoningrat dkk, 2011)
2.5 KLASIFIKASI KOLITIS ULSERATIF
Klasifikasi kolitis ulseratif (Tabel 1) adalah:
a. Kolitis ulserosa dini aktif
Pada pemeriksaan endoskopik tampak mukosa rektum hipermia dan
edema, erosif dan ulserasif kecil. Gambaran histopatologi biopsi,
menunjukkan kelainan kombinasi antara erosi dan ulserasi. Kuantitas
elemen kelenjar mukosa berkurang atau menghilang dan vaskularisasi
pada lamina propria bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang
terdiri dari kumpulan sel radang neutrofil dan limfosit. Mikroabses
kemudian pecah dan proses radang meluas pada submukosa. (Jugde TA,
2009)
b. Kolitis ulserosa kronik aktif
Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses
penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta
jumlahnya berkurang atau menghilang, pada lamina propria jaringan
limfoid mengalami hiperplasia. Kelenjar mukosa mengalami hiperplasia,
muncul dalam bentuk psedopolip. (Jugde TA, 2009)
c. Kolitis Ulserosa Tenang
Pada stadium tenang, mukosa lebih tipis. Walaupun ada proses regenerasi
kelenjar, menonjol, akan tetapi vaskularisasi sudah berkurang. Bila kolitis
ulserosa sudah berlangsung lama, dapat dijumpai displasia atau prakanker.
Itulah alasannya ulserosa dianggap sebagai resiko tinggi untuk karsinoma
kolon dan rektum. (Jugde TA, 2009)
7
Tabel 1. Klasifikasi kolitis ulseratif
Acute
Stage
Resolving
Stage
Chronic-healed
Stage
Vascular congestion ++ +
Mucin depletion + -
Cryptitis, crypt abcess ++ +
Epithelial lost and ulcer ++ -
PMN, eosinophil and mast
cell ++ +
Luminal pus ++ -
Basal plasma cell ++ ++
Epithelial regeneration - ++
Expantion of mitotic active
cell - ++
Architectural distortion:
• atrophy ++
• branching ++
• crypt shortening ++
• villous surface ++
Metaplasia pyloric ++
Metaplasia Paneth cell ++
Lymphoid hyperplasia ++
Epithelial displacement ++
Increased mononucleous ++
Endocrine cell hyperplasia ++
Squamous metaplasia ++
(Judge TA, 2009)
2.6 G AMBARAN KLINIS
Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulseratf
adalah sakit pada perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di samping itu
8
dapat juga dijumpai anemia, kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat badan,
pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu makan, kehilangan cairan tubuh
dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang terganggu,
terutama anak-anak. Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis
ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam,
diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis
ulseratf juga dapat menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata
(uveitis), hati (sclerossing cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat
diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari kolon, tetapi para ahli berfikir
komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan yaitu sistem
immune. Sebagian problem seperti ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat
diobati. Ada pun organ yang terlibat pada kolitis ulseratif seperti pada gambar
3 dibawah ini. (Judge TA, 2009)
Gambar3. Keterlibatan organ pada kolitis ulseratif. (Judge TA, 2009)
9
Tabel 2. Perbedaan kolitis ulseratif dan penyakit crohn
Kolitis Ulceratif Penyakit CrohnHanya usus yang terlibat PanintestinalTerus-menerus memperluas peradangan proksimal dari dubur
Skip-lesi dengan intervening mukosa normal
Peradangan pada mukosa dan hanya submucosa Peradangan Transmural
Tidak ada granuloma Noncaseating granuloma
Perinuclear Anca (PANCA) positif Asca positif
Pendarahan (umum) Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam, diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis ulseratf juga dapat menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti ini
Pendarahan (jarang)
Fistula (jarang) Fistula (umum)
(Marc D, 2011)
2.7 DIAGNOSIS
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri
abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus
berat. Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang
setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi
sistemik. (Marc D, 2011)
Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan
ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya
anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove) ( tabel 3).
Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama
10
yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap
minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon
yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan
lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas penyakit kolitis
ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa
dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi
radang yang secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik,
kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran
mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan
tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. (Djojoningrat, 2007)
Tabel 3. Truelove and Witts classification of severity of ulcerative colitis
Activity Mild Moderate Severe
Number of bloody stools per day (n) <4 4–6 >6
Temperature (°C)
Afebril
e Intermediate >37.8
Heart rate (beats per minute) Normal Intermediate >90
Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah
usus kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur
pilihan lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian
besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan
ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus. (Marc D, 2011)
2.11 KOMPLIKASI
1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia
karena kekurangan zat besi.Pada 10% penderita, serangan pertama sering
22
menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran
infeksi. (Marc D, 2011)
2. Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding
usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya.
Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan
ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran. Rontgen perut akan
menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh. Jika usus besar
sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak
sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan
jumlah sel darah putih meningkat. Dengan pengobatan efektif dan segera,
kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini
menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko
kematian akan meningkat. (Marc D, 2011)
3. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus besar meningkat
pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat.
Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita
telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa
menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur,
terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode
bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk
diperiksa dibawah mikroskop. Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi
kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan
penderita akan bertahan hidup. (Marc D, 2011)
2.12 PROGNOSIS (Marc D, 2011)
Remisi pada 10%; eksaserbasi intermiten sebanyak 75%; penyakit aktif
berlanjut sebanyak 10%.
Mortalitas
23
BAB III
SIMPULAN
Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar
mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut
dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya
dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa
tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah
mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon
sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau
seluruh usus besar.
Pengobatan kolitis ulseratif memiliki tujuan adalah untuk
1) menginduksi remisi,
2) mempertahankan remisi,
3) meminimalkan efek samping pengobatan,
4) meningkatkan kualitas hidup, dan
5) meminimalkan risiko kanker
Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon
terhadap pengobatan konservatif
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam Schoenfeld. 2010. http://www.medicinenet.com/ulcerative_colitis /article.htm. akses pada 22 mei 2011
2. Anonim. 2011. http://medicastore.com/penyakit/488/Kolitis_Ulserativa. html. Akses pada 22 mei 2011
3. Djojoningrat D. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis dan Pengobatannya di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. hal. 384-88.
4. Djojoningrat D dkk editor. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Inflammatory bowel disease (IBD) di Indonesia. Editor: Djojoningrat D, dkk. Jakarta: Interna Publishing; 2011
5. Glickman RM. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan penyakit Crohn). Dalam: Asdie AH, editor. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. hal. 1577-91.
6. Jugde TA, Lichtenstein GR. Inflammatory Bowel Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd ed. International ed.: McGraw-Hill; 2009. p. 108-30.
7. McQuaid KR. Gastrointestinal Disorders . In : McPhee SJ, Papadakis MA editors Current Medical Diagnosis & Treatment 2009.: McGraw-Hill; 2009.
8. Marc D Basson. 2011.http://emedicine.medscape.com/article/183084-overview. Akses pada 22 mei 2011
9. Price, Sylvia anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses proses Penyakit Edisi 6.: EGC ; 2005
10. Wasson J et all. a–z Common Symptom Answer Guide. McGraw-Hill; 2004