Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Radang usus besar (kolitis) adalah suatu peradangan kronis dari usus besar (colon). Colon adalah bagian dari sistim pencernaan dimana sisa-sisa materi disimpan. Rektum adalah ujung (akhir) dari colon yang berbatasan pada dubur (anus). Pada pasien-pasien dengan radang usus besar terdapat gejala-gejala dari sakit perut, diare, dan perdarahan rektum. Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit. b. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s kolitisradiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simplecolitis) Kolitis iskemik paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada lesi transmural timbul nyeri abdomen mendadak, sering melebihi tanda fisik yang diperlihatkan. Kadang-kadang nyeri disertai diare berdarah. Onset nyeri cenderung mendadak pada embolus mesenterium dibandingkan pada trombosis arteri atau vena. Karena penyakit ini dapat berkembang sehingga menyebabkan shock dan colaps vaskular dalam beberapa jam diagnosis harus cepat ditegakkan, sehingga
50

kolitis infektif 3

Oct 29, 2015

Download

Documents

al31993
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kolitis infektif 3

BAB I

PENDAHULUAN

Radang usus besar (kolitis) adalah suatu peradangan kronis dari usus besar (colon). Colon adalah

bagian dari sistim pencernaan dimana sisa-sisa materi disimpan. Rektum adalah ujung (akhir)

dari colon yang berbatasan pada dubur (anus). Pada pasien-pasien dengan radang usus besar

terdapat gejala-gejala dari sakit perut, diare, dan perdarahan rektum.

Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik,

kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.

b. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit  Crohn’s kolitisradiasi,

kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simplecolitis)

Kolitis iskemik paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada lesi transmural timbul nyeri abdomen

mendadak, sering melebihi tanda fisik yang diperlihatkan. Kadang-kadang nyeri disertai diare

berdarah. Onset nyeri cenderung mendadak pada embolus mesenterium dibandingkan pada

trombosis arteri atau vena. Karena penyakit ini dapat berkembang sehingga menyebabkan shock

dan colaps vaskular dalam beberapa jam diagnosis harus cepat ditegakkan, sehingga diperlukan

indeks kecurigaan yang tinggi dalam situasi yang sesuai. Angka kematian pada infark usu

mendekati 90 %, terutama karena jeda waktu antara onset gejala dan perforasi akibat gangren

yang sangat singkat.

Sebaliknya iskemia mural dan mukosa mungkin bermanifestasi hanya sebagai nyeri abdomen

yang tidak jelas sebabnya atau rasa tidak nyaman di abdomen yang muncul perlahan atau

perdarahan saluran cerna yang disertai nyeri dan rasa tidak nyaman. Kecurigaan muncul apabila

pasien pernah mengalami keadaan yang memungkinkan hipoperfusi usus, misalnya serangan

gagal dekompensasi kordis berat atau syok. Infark mukosa dan mural itu sendiri tidak mematikan

dan apabila penyebab hipoperfusi dapat diatasi dan lesi dapat sembuh.

Page 2: kolitis infektif 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

FISIOLOGI DAN ANATOMI KOLON

Fungsi utama kolon adalah (1) absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses

yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian

proksimal kolon berhubungan dengan absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan

penyimpanan. Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi gerakannya

masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan mencampur dan mendorong.

Gerakan Mencampur “Haustrasi”.

Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon, ± 2.5 cm otot sirkular

akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen hampir tersumbat. Saat yang sama, otot

longitudinal kolon (taenia koli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian

usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas

puncak dalam waktu ±30 detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat

terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh

karena itu bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan

feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan  cairan serta zat

terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.

Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”.

Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi haustra yang lambat tapi

persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan lumpur setengah padat. Dari sekum sampai

sigmoid, pergerakan massa mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi

satu waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan.

Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili. menghasilkan mucus (sel

epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus mengandung ion bikarbonat yang diatur oleh

rangsangan taktil , langsung dari sel epitel dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel mucus

Krista lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla spinalis yang membawa persarafan

Page 3: kolitis infektif 3

parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal kolon. Mucus juga berperan dalam

melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan media yang lengket

untuk saling melekatkan bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas

bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar dengan ion klorida

sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang menetralkan asam dalam feses. Mengenai

ekskresi cairan, sedikit cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat

meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat

Absorpsi dalam Usus Besar

Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal, sebagian besar air dan elektrolit

di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon dan sekitar 100 ml diekskresikan bersama feses.

Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang bagian

distal sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu yang tepat

(kolon  penyimpanan)

Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air.

Mukosa usus besar mirip seperti usus  halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif natrium

yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah taut epitel di usus besar lebih erat

dibanding usus halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut, apalagi ketika aldosteron

Page 4: kolitis infektif 3

teraktivasi.  Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien osmotic di sepanjang

mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air

Dalam waktu bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti penjelasan

diatas) membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus besar

Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar

Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit tiap hari sehingga bila

jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau melalui sekresi usus besar melebihi jumlah

ini akan terjadi diare.

Kerja Bakteri dalam kolon.

Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi.

Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna sebagai tambahan nutrisi), vitamin (K, B₁₂,

tiamin, riboflavin, dan bermacam gas yang menyebabkan flatus di dalam kolon, khususnya CO₂,

H₂, CH₄)

Komposisi feses.

Normalnya terdiri dari ³⁄₄ air dan ¹⁄₄ padatan (30% bakteri, 10-20% lemak, 10-20% anorganik, 2-

3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna dan unsur kering dari pencernaan (pigmen

empedu, sel epitel terlepas). Warna coklat dari feses disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin

Page 5: kolitis infektif 3

yang berasal dari bilirubin yang merupakan hasil kerja bakteri. Apabila empedu tidak dapat

masuk usus, warna tinja menjadi putih (tinja akolik). Asam organic yang terbantuk dari

karbohidrat oleh bakteri merupakan penyebab tinja menjadi asam (pH 5.0-7.0).  Bau feses

disebabkan produk kerja bakteri (indol, merkaptan, skatol, hydrogen sulfide). Komposisi tinja

relatif tidak terpengaruh oleh variasi dalam makanan karena sebagian besar fraksi massa feses

bukan berasal dari makanan. Hal ini merupakan penyebab mengapa selama kelaparan jangka

panjang tetap dikeluarkan feses dalam jumlah bermakna.

Defekasi

Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang lemah ±20

cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid  dan rectum serta sudut tajam yang

menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi

rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang

terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2) sfingter ani

eksternus

Refleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18

mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan

isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem

saraf enteric dalam dinding rectum.

Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen menyebar

melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon descendens,

sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus,

sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani

eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter

melemas sewaktu rectum teregang

Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter dapat

dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot

abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan

sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau

melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.

Page 6: kolitis infektif 3

Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi, sehingga

diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis). Bila

ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian

secara refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut

parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan

merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi proses

defekasi yang kuat

Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas

dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun

ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus

mengeluarkan feses.

KLASIFIKASI KOLITIS BERDASARKAN PENYEBABNYA

Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik,

kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.

b. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit  Crohn’s kolitisradiasi,

kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simplecolitis)

KOLITIS INFEKSI

1. KOLITIS AMEBIK (AMEBIASIS KOLON)

Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

Epidemiologi.

Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan 10% populasi terinfeksi.

Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia

merupakan host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan

Page 7: kolitis infektif 3

dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual

anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi

individual mempermudah penularannya.

Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada tinjanya.

Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan pada pasien dengan

infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan trofozoit, namun

bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia.

Gejala klinis.

Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan asimtomatik sampai berat dengan

gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah

sebagai berikut :

1. Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan

ringan seperti  kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh persen

pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10 %) berkembang menjadi kolitis

ameba.

2. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan

tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik.

3. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegalidengan nyeri

spontan.

4. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.

5. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan

periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-

tahun, neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau

makanan yang sukar dicerna.

Penatalaksanaan.

1. Karier asimtomatik.

Diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminal agents) antara lain: Iodoquinol

Page 8: kolitis infektif 3

(diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3

kali sehari selama 10 hari.

2. Kolitis ameba akut.

Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 – 10 hari, ditambah dengan obat luminal

tersebut di atas.

3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya : abses hati ameba).

Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal

tersebut diatas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak terbukti

lebih efektif dari satu macam obat.

2. DISENTRI BASILER (SHIGELLOSIS)

Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genusShigella

Epidemiologi.

Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat , sanitasi jelek, kurang air dan tingkat

kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10 – 15 %

penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia walaupun kera

dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. Jumlah kuman untuk menimbulkan

penyakit relative sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah

terjadi penularan secara fecal oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan

minuman yang terkontaminasi.

Di daerah tropis termasuk Indonesia. Disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di

mana S.flexnerii merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negera-negara Eropa dan

Amerika Serikat prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh S.flexnerii di

negera tersebut telah menurun sehingga saat ini S.Sonnei adalah yang terbanyak

Gejala klinis.

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala

klinisShigeleosis bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat

Page 9: kolitis infektif 3

berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung

lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah,

rasa panas rektal, diare disertai demam yang bisa mencapai 40o C. selanjutnya diare berkurang

tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada

anak-anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang,delirium, nyeri kepala,

kaku kuduk dan letargi.

Pengidap pasca infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang

terjadi telah dilaporkan adanya pengidap Shigella yang mengeluarkan  kuman bersama feses

selama bertahun. Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami

gejala shifellosis yangintermiten.

Penatalaksanaan

1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien disentri

dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat, disertai dehidrasi dan

pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus

dilakukan rehidrasiintravena.

2. Antibiotik. Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakit

yaitu pasien dengan gejala disentri sedang  sampai berat, diare persisten serta perlu

diperhatikan pola sensitivitas kuman di daerah tersebut. Beberapa jenis antibiotik yang

dianjurkan adalah:

Ampisilin 4 kali 500 mg per hari, atau

Kontrimoksazol 2 kali 2 tablet per hari, atau

Tetrasiklin 4 kali 500 mg per hari selama 5 hari

Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia  kuman  Shigella telah banyak yang resisten

dengan antibiotik tersebut diatas sehingga diperlukan antibiotik lain seperti golongan kuinolon

dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien dengan gejala klinik yang berat

1. Pengobatan simtomatik. Hindari obat yang dapat menghambat motilitasusus seperti

narkotika dan derivatnya, karena dapat mengurangi eliminasi bakteri dan memprovokasi

Page 10: kolitis infektif 3

terjadinya megakolon toksik. Obat simtomatikyang lain diberikan sesuai dengan keadaan

pasien antara lain analgetik-antipiretik dan antikonvulasi.

3. ESCHERICHIA COLI (PATOGEN)

Infeksi kolon oleh serotie Escherichia coli tertentu (O157:H7) yang menyebabkan diare

berdahak/tidak.

Epidemiologi.

Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.Coli patogen jarang dilakukan, maka angka

kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang

terinfeksi setiap tahunnya. Di Canada dan Amerika Serikat,E.Coli (O157:H7) lebih sering

diisolasi pada pasien diare dibandingkan denganShigella demikian juga pada pasien diare kronik

di Jakarta.

E.Coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1%), penularan ke manusia

sehingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah lewat daging yang

terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang baik

dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum yang tercemar, tempat

berenang yang tercemar dan antar manusia.

Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 – 8  hari. E.Colipatogen dapat

ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada

orang sehat (bukan flora normal pada manusia).

Gejala klinis.

Manifestasi klinis enfeksi E.Coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa : infeksi asimtomatik,

diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis),SHU, purpura trombositopenik sampai

kematian.

Page 11: kolitis infektif 3

Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp), diare yang kemudian

diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea(mual) dan vomiting (muntah).

Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat  atau normal, sehingga dapat dikelirukan

sebagai kolitis non infeksi. Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun

sebagian pasien tindak mengandung darah sama sekali.

Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU  (sekitar 6 % dari

pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan anemia hemolitik

mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik

berupa kejang , koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien SHU. Prediktor

keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat

timbul anuria, usia  di bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3-5 %

Penatalaksanaan.

Pengobatan infeksi E.Coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan simtomatik.

Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat

yang menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol dilaporkan  tidak

mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal, ekskresi organisme

dan komplikasiSHU.

4. KOLITIS TUBERKULOSA

Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae.

Epidemiologi.

Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberculosis yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat.

Gejala klinis.

Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat

terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi, demam ringan,

Page 12: kolitis infektif 3

penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus ditemukan

kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman pada tinja

mungkin hanya berasal dan kuman yang tertelan bersama sputum.

Penatalaksanaan.

Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis seperti pada pengobatan

tuberculosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-kadang perlu

tindakan bedah untuk mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberculosis yang sering dipakai

adalah :

INH 5 – 10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari

Etambutol 15 – 25 mg/kgBB atau 900 – 1200 mg sekali sehari

Rifampisin 10 mg/kgBB atau 400 – 600 mg sekali sehari

Pirazinaidid 25 -3 mg/kgBB atau 1,5 – 2 g sekali sehari

5. KOLITIS PSEUDOMEMBRAN

Kolitis pseudomembran adalah peradangan kolon akibat toksin yang ditandai dengan

terbentuknya lapisan eksudatif (pseudomembran) yang melekat di permukaaan mukosa kolon.

Kolitis pseudomembran ditandai dengan plak pseudomembran dengan ukuran bervariasi antara 2

sampai 5 mm dan seringkali bergabung membentuk pseudomembran berwarna putih

kekuningan. Pada beberapa kasus lokasi penyakit ini di sekum dan kolon bagian proksimal.

Kolitis pseudomembran digambarkan pertama kali pada abad 19 kemudian dikenal sebagai

penyakit gastrointestinal dengan frekuensi meningkat dan dapat mengakibatkan kematian.

Disebut pula sebagai kolitis terkait antibiotik oleh karena sering timbul akibat pertumbuhan

Clostridium difficile (C. difficile) akibat pemakaian antibiotika. Kolitis pseudomembran pertama

kali dilaporkan pada tahun 1893 disebabkan oleh karena Staphylococcus aureus, tetapi pada

tahun 1978 banyak kasus kolitis pseudomembran diakibatkan oleh toksin C. difficile. C. difficile

ditemukan 15-25% pada penderita dengan gejala asimptomatik, mendapat terapi antibiotika

Page 13: kolitis infektif 3

sebelumnya dan orang dewasa yang MRS. 10% kasus antibiotika berhubungan diare adalah

kolitis pseudomembran. Usia lanjut mempunyai resiko tinggi untuk menderita kolitis

pseudomembran.

Kolitis pseudomembran berhubungan dengan pembentukan pseudomembran pada mukosa kolon.

Kolitis pseudomembran dapat terjadi pada minggu pertama pemakaian antibiotika atau terjadi

lebih 6 minggu setelah pemakaian antibiotika dihentikan. Pemakaian oral lebih sering

menimbulkan kolitis pseudomembran dibanding perenteral. Walaupun clindamysin dan

lincomycin berhubungan dengan kolitis pseudomembran, sebenarnya semua antibiotika dapat

mengakibatkan kolitis pseudomembran antara lain cephalosporin dan ampicillin oleh karena

pemakaian yang luas. Mortality rate penderita kolitis pseudomembran 1.1-3.5%

Etiologi

Kolitis pseudomembran sering dihubungkan dengan penggunaan antibiotika yang

mengakibatkan perubahan keseimbangan flora normal usus dan memungkinkan pertumbuhan

beberapa organisme, termasuk C. difficile yang akan melepaskan toksin. Banyak kasus

dilaporkan kolitis pseudomembran akibat penggunaan antibiotika tanpa memperhatikan jumlah

dosis maupun cara pemberian antibiotika. Pemberian antibiotika jangka panjang dan penggunaan

lebih dari 2 macam meningkatkan resiko terkena kolitis pseudomembran. C. difficile adalah

suatu bakteri gram positif, bentuk spora, anaerob dapat diisolasi pada hampir semua kasus kolitis

pseudomembran. Sebagian besar kasus disebabkan C. difficile ditandai dengan diare dan akan

membaik jika antibiotik penyebab dihentikan dan kolitis pseudomembran merupakan komplikasi

khusus. C. difficile merupakan patogen pada hampir semua kasus kolitis pseudomembran,

meskipun sebagian besar penderita diare oleh karena antibiotika menunjukkan hasil toksin

negatif. Pada beberapa kasus ditemukan Staphylococcus aureus, Salmonella species, Clostridium

perfringens, Yersinea species, Shigella species, Campylobacter species, cytomegalovirus,

Entamoeba histolytica dan Listeria species. Faktor resiko kolitis pseudomembran yang

disebabkan C. difficile akibat pengguanaan antibiotika adalah iskemia kolon, operasi kolon yang

baru, uremia, perubahan diet, perubahan motilitas kolon, malnutrisi, kemoterapi, syok dan

Hirschsprung disease. Kolitis pseudomembran dapat juga terjadi tanpa riwayat pemakaian

antibiotika sebelumnya.

Page 14: kolitis infektif 3

Patofisiologi

Faktor yang ikut berperan pada patogenesis C. difficile berhubungan dengan penyakit usus

adalah :

1)Sumber organisme dapat dari flora normal atau berasal dari lingkungan

2) mengubah flora normal (peran antibiotika)

3) produksi toksin, bersamaan flora normal ditekan

4) umur yang berkaitan dengan kepekaanan

5) kepekaan imunologik

Penggunaan antibiotika spektrum luas mengakibatkan perubahan flora normal usus dan

mengganggu mekanisme kontrol dari populasi flora usus sehingga memungkinkan C. difficile

menetap dan mengadakan proliferasi terutama jika penggunaan antibiotika secara oral..

Disamping itu juga menekan resistensi kolonisasi terhadap C. difficile dan antibiotika sisa tidak

aktif melawan C. difficile. Pemberian C. difficile pada binatang coba tanpa antibiotika tidak

mengakibatkan kolitis tetapi pemberian antibiotika mengakibatkan kolitis. Hal ini dikarenakan

hilangnya kemampuan untuk menghalangi efek toksin C. difficile dan bakteri lain. Perubahan

bakteri anaerobik tampaknya juga memegang peranan penting. Kuman tesebut menetap di kolon

dan menghasilkan toksin yang merusak mukosa, inflamasi dan sekresi

cairan. Host ikut berperan pada manifestasi gejala klinik.

Kolitis diakibatkan oleh sejumlah toksin yang dihasilkan bakteri. Toksin A dan B yang

diproduksi akan mengakibatkan kerusakan jaringan usus dan mengganggu hubungan antar sel.

Toksin yang berperan adalah toksin A (enterotoksin) dengan aktivitas sitotoksik lemah dan

toksin B (sitotoksin) mengakibatkan perubahan kultur jaringan. Enterotoksin terutama

bertanggung jawab pada gejala klinik yang berhubungan dengan infeksi C.difficile tetapi

memiliki efek sitotoksik lebih lemah dibandingkan sitotoksin.

Enterotoksin mengakibatkan sekresi cairan dan kerusakan mukosa dengan akibat diare dan

inflamasi. Toksin melekat dan menyerang mukosa serta mikrofilamen dari sel mukosa dan

kemudian menghasilkan kontraksi sitoplasma, perdarahan, inflamasi, nekrosis sel dan kehilangan

protein. Toksin juga mengganggu sintesa protein, stimulasi kemotaksis granulosit dan

Page 15: kolitis infektif 3

meningkaktkan permeabilitas kapiler dan respon mioelektrik usus serta mengganggu peristaltik.

Kerusakan awal oleh toksin A memungkinkan toksin B masuk ke dalam sel dan memungkinkan

kedua toksin menyebabkan trauma pada sel.

Toksin A mengakibatkan produksi TNF a, IL-1b dan leukotriene serta menstimulasi neutrofil

sehingga mengakibatkan inflamasi. Pada awalnya tampak eksudasi polimorfonuklear dan fibrin

ke dalam lumen dan merupakan tanda spesifik. Akumulasi sel PMN di jaringan usus pada kolitis

pseudomembran oleh karena toksin A mengakibatkan kerusakan jaringan. Replikasi patogen,

produksi toksin dan pengerahan neutrofil mengakibatkan kerusakan dan apoptosis, nekrosis lokal

dan terbentuk pseudomembran. Toksin B sangat bermanfaat untuk deteksi penyakit sedangkan

toksin A bertanggung jawab pada ekspresi klinik dari penyakit. Ig G terhadap toksin A

berhubungan dengan perlindungan terhadap penyakit asimptomatik dan juga mencegah relaps.

Gejala Klinis

Pada umumnya gejala tampak setelah 3 sampai 9 hari pemakaian antibiotika. Gejala dapat

asimptomatik sampai berat. Gejala yang sering adalah diare cair atau mukoid dapat profus,

berbau busuk dan dapat disertai dengan sedikit darah, dengan frekuensi sering (10-20 kali/hari),

dan dapat terjadi ileus tetapi sangat jarang. Dapat disertai kram perut, demam dengan temperatur

tidak lebih dari 38°C. Walaupun jarang dapat mengakibatkan manifestasi ekstraintestinal yaitu

oligoartritis dan iridosiklitis.

Diagnosis

Jika ditemukan pasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotik perlu dipikirkan

terjadinya kolitis pseudomembran. Pemeriksaan laboratorium non spesifik berhubungan C.

difficile sebagai penyebab kolitis adalah lekositosis 15.000/mm3, hipoalbumin dan lekosit pada

feses. Diagnosis kolitis pseudomembran dapat cepat dibuat dengan mendeteksi toksin dalam

feses, hasil kultur positif dan melakukan pemeriksaan endoskopi. Karena pemeriksaan kultur C.

difficile kurang spesifik dikembangkan pemeriksaan enzyme immunoassay (EIA), latex

agglutination dan polymerase chain reaction. EIA dapat mendeteksi toksin A atau toksin A dan

B, banyak ahli menyukai test yang mendeteksi kedua toksin oleh karena beberapa kasus C.

difficile memproduksi hanya toksin A. Test sitotoksin feses memiliki sensitivitas 94-100% dan

Page 16: kolitis infektif 3

spesivisitas 99%. Sebagai gold standard untuk diagnosis secara laboratorium adalah pemerikasan

sitotoksin, dengan mendeteksi toksin B pada feses. Test ini akan memberikan hasil positif jika

didapatkan sel pada kultur jaringan tampak pada feses cair, mengalami perubahan sitopatik.

Rekomendasi dari Society for Hospital Epidemiology and Infection Control (SHEA) untuk

deteksi C. difficile:

1) Test hanya feses diare kecuali jika ada ileus

2) jangan melakukan pemeriksaan atau mengobati kecuali jika ada penelitian epidemiologi

3) pemeriksaan feses hanya pada usia diatas 1 tahun

4) pemeriksaan yang disukai adalah kultur

5) EIA cocok sebagai alternatif pemeriksaan sitotoksik tetapi kurang sensitif

Plak pada kolitis pseudomembran tampak pada pemeriksaan endoksopi dan patologi anatomi.

Pada sebagian besar penderita kolitis pseudomembran yang dilakukan pemeriksaan

sigmoidoskopi fleksibel memberikan hasil positif diatas 90%, pada sebagian kecil penderita jika

penyakit terbatas pada proksimal kolon memerlukan pemeriksaan kolonoskopi. Inspeksi

langsung dengan endoskopi sebagian besar penderita dengan diare yang berhubungan dengan

pemakaian antibiotika ditemukan mukosa kolon dan rektum tampak normal atau menunjukan

inflamasi ringan. Penemuan ini dapat berupa perubahan nonspesifik berupa eritema, friability

dan edema sampai menunjukkan kelainan kolitis pseudomembran. Kolitis pseudomembran

merupakan suatu plak pseudomembran dengan ukuran antara 2-5 mm dan seringkali bergabung

menjadi bentuk besar, berupa pseudomembran putih kekuningan. Gambaran histologi dari lesi

bervariasi tergantung beratnya penyakit juga pada saat pengambilan biopsi dari jaringan, tapi

tidak berkorelasi dengan beratnya gejala klinik. Gambaran histologi dari biopsi kolitis

pseudomembran terdiri eksudat inflamatori berupa mukoid terdiri dari infiltrasi neutrofil

polimorfonuklear, eosinofil dan inti-inti. Pada lamina propria Menurut Price dan Davies ada 3

tipe lesi : Volcano, Glandular dan Mucosa necrosis.

Pemeriksaan radiologi meliputi foto polos abdomen, barium enema dan CT scan abdomen dapat

dilakukan untuk mendukung diagnosis kolitis pseudomembran. CT scan menunjukkan gambaran

cap jempol dari mukosa kolon yang menunjukkan edema mukosa tetapi perubahan ini tidak

Page 17: kolitis infektif 3

spesifik untuk kolitis pseudomembran oleh karena C. difficile. Meskipun hasil CT scan tidak

berhubungan dengan beratnya penyakit dan hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis, tetapi

CT scan abdomen penting untuk penderita dengan kecurigaan kolitis pseudomembran

oleh karena peningkatan mortalitas akibat diagnosis yang ditegakkan dalam jangka waktu lama.

Komplikasi

Meningkatnya kesadaran penggunaan antibiotika penyebab kolitis pesudomembran dan

pemberian terapi awal kasus yang dicurigai kolitis pseudomembran mengakibatkan penurunan

komplikasi dan mortalitas. Akibat diare berkepanjangan mengakibatkan dehidrasi, gangguan

keseimbangan elektrolit, hipotensi dan protein loss dengan akibat hipoalbuminemia. Komplikasi

serius tapi jarang terjadi dari kolitis pseudomembran adalah kolitis fulminan dengan toksik

megakolon. Perforasi merupakan komplikasi yang mengakibatkan kematian tertinggi dari

komplikasi lainnya, terutama jika menyangkut beberapa lokasi, tetapi jarang terjadi.

Penatalaksanaan

Terapi pada kolitis pseudomembran meliputi: antibiotika yang diduga menjadi penyebab

dihentikan, terapi suportif non spesifik dan beberapa kasus diberikan antibiotika terhadap C.

difficile. Terapi suportif diberikan pada kasus ringan dan sedang. Terapi awal yang penting

adalah menghentikan penggunaan antibiotika yang diduga menyebabkan kolitis pseudomembran

atau minimal mengganti dengan antibiotika yang kecil kemungkinan untuk pertumbuhan C.

difficile, menghindari penggunaan obat yang mengganggu peristaltik (seperti narkotik dan

antidiare), mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada kasus berat penderita perlu

dirawat untuk rehidrasi secara intravena. Pada penderita tua dan kolitis pseudomembran yang

berat antibiotika empiris harus dimulai setelah dicurigai kolitis pseudomembranous. Pada kasus

gagal dengan terapi suportif dan antibiotika penyebab tidak dapat dihentikan, bisa

dipertimbangkann pemberian antibiotika khusus 7 sampai 10 hari bersama-sama pemberian

terapi suportif dan antibiotika penyebab dapat diganti lainnya jika memungkinkan. Terapi

spesifik didasarkan 3 pendekatan : penggunaan antibiotika efektif terhadap C difficile,

membersihkan toksin dari lumen kolon dengan pengikat resin atau menghidupkan kembali flora

normal.

Page 18: kolitis infektif 3

Vancomycin dan metronidazole sering digunakan dan memberikan respon baik pada hampir

seluruh kasus. Metronidazole secara oral merupakan obat pilihan untuk terapi awal dengan dosis

250 mg 4 kali sehari atau 500 mg 2 kali sehari. Vancomycin direkomendasikan sebagai second

line therapy dengan dosis 125 mg 4 kali sehari, kedua antibiotika tersebut diberikan selama 10-

14 hari. Pemberian vancomycin secara oral memberikan kadar dalam kolon tinggi dan sensitif

terhadap semua strain C. difficile. Tetapi penggunaan metronidazole lebih disukai mengingat

harganya 20 kali lebih murah dibandingkan vancomycin. Pada penderita yang tidak

memungkingkan pemberian secara oral pemberian metronidazole intravena menjadi pilihan

dibandingkan vancomycin, hal ini disebabkan vancomycin tidak dapat diekskresikan ke dalam

kolon. Metronidazole intravena diberikan 500 mg tiap 6 jam. Cholestyramine dapat diberikan

untuk pengikatan toksin A dan B dari C. difficile, dengan maksud membersihkan toksin dari

lumen kolon. Cholestyramine dapat mengikat vancomycin sehingga diberikan 2 sampai 3 jam

sebelum atau sesudah pemberian vancomycin. Lactobacilli juga telah digunakan secara luas pada

penyakit diare seperti kolitis pseudomembran. Tindakan pembedahan diindikasikan pada

penderiita yang tidak respon dengan terapi medik atau kecurigaan perforasi kolon atau toxic

megacolon. Pembedahan diperlukan kurang lebih 0.4% kasus. Dua pertiga penderita dengan

toxic megacolon memerlukan tindakan pembedahan . Diare akan berkurang, suhu tubuh turun

dan perbaikan gejala klinis dalam 24-48 jam dan diare akan berhenti total dalam waktu 5 sampai

7 hari. Kultur C. difficile dan pemeriksaan toksin tetap positif dalam beberapa minggu dan

jangan disalahartikan sebagai kegagalan terapi jika diare membaik. Penderita yang tidak

membaik secara cepat perlu dipertimbangkan untuk diagnosa lain

Pencegahan

Paling penting untuk mencegah penyakit usus yang berhubungan dengan penggunaan antibiotika

adalah dengan menghindari penggunaan antibiotika jika tidak diperlukan. Jika telah terkena

penyakit tersebut dengan meminimalkan penyebarannya. Penyebaran secara nosokomial

merupakan hal serius sehingga isolasi tepat dan tindakan pencegahan harus diperhatikan

terutama pada penderita dengan diare. Disarankan pemakaian sarung tangan dan mencuci tangan

pada seseorang yang terlibat dalam perawatan penderita.

Page 19: kolitis infektif 3

Sumber penularan C. difficile mungkin secara endogen jika penderita sebagai karier atau paling

sering didapat secara eksogen didapat secara nosokomial. Rekomendasi SHEA untuk mengontrol

C. difficile di rumah sakit dan perawatan yang lama :

1) Membatasi penggunaan antibiotika dedngan perhatian khusus untuk clindamycin

dan cephalosporin

2) cucitangan dengan sabun

3) memakai sarung tangan

4) membersihkan lingkungan terutama pada daerah dengan kasus infeksi C. difficile

5) isolasi pada penderita simptomatik khususnya yang inkontinensia feses pada ruangan khusus

6) menghindari penggunaan termometer rektal

Prognosis

Prognosis penderita kolitis pseudomembran adalah baik. Kecurigaan secara klinik dan

pengenalan tepat dari penyakit mendorong penghentian penggunaan antibiotika dan memulai

memberikan terapi spesifik jika merupakan indikasi. Progonis pada penderita dengan komplikasi

toxic megacolon dan perforasi kurang baik.

KOLITIS NON-INFEKSI

1. Kolitis Ulseratif

Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermiten dan remisinya gejala

klinik. Etiologi dari kolitis ulseratif meliputi faktor genetik (lebih sering mengenai orang kulit

putih daripada kulit hitam), infeksi, imunologik (manifestasi ekstraintestinal yang dapat

menyertai kelainan ini), dan psikologik (adanya stres psikologis mayor).

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen , seringkali dengan

demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit yang ringan bisa ada satu

atau dua feses yang setengah mengandung sedikit darah tanpa manifestasi sistemik. Derajat

klinik dapat dibagi menjadi ringan, sedang, berat berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya

demam, derajat beratnya anemia yang terjadi, dan laju endap darah.

Page 20: kolitis infektif 3

Gambaran klinis pada kolitis ulseratif biasanya nonspesifik; bisa terdapat distensi abdomen atau

nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan, pemeriksaan fisik umum akan normal.

Demam, takikardi dan hipotensi postural biasanya berhubungan dengan penyakit yang lebih

berat. Manifestasi ekstrakolon dapat dijumpai. Hal ini termasuk penyakit okular (iritis, uveitis,

episkleritis), keterlibatan kulit (eritema nodosum, pioderma gangrenosum), atralgia, kolangitis

skeloris primer jarang dijumpai.

Gambaran laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat dan beratnya

perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan penyakit kronik serta

defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran kekiri dan laju

endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat, kelainan elektrolit terutama

hipokalemia mencerminkan derajat diare, hipoalbumin umum terjadi pada penyakit yang

ekstensif.

Diagnosis pasti dari kolitis dengan barium enema in loop yang akan didapatkan hasil berupa

hilangnya haustra seperti pada gambar di bawah ini :

Pemeriksaan barium enema yang menunjukkan gambaran pipa pada Colitis ulseratif

Page 21: kolitis infektif 3

Gambaran colitis ulseratif stadium berat dimana haustra tidak terlihat hampir menyeluruh di

semua colon.

Gambaran penyakit Crohn dimana terlihat hilangnya arsitektur mukosa sigmoid.

Gambaran colitis ulsertatif cronic

Gambaran colitis iskemik

Page 22: kolitis infektif 3

2. Kolitis iskemik

Arteri yang memasok darah ke usus besar adalah seperti arteri lain di dalam tubuh. Mereka

memiliki potensi untuk sempit akibat aterosklerosis (seperti pembuluh darah di jantung, yang

dapat menyebabkan angina , atau menyempit pembuluh di otak dapat menyebabkan stroke ).

Ketika arteri sempit, usus besar kehilangan suplai darah dan menjadi meradang.

Kolon juga bisa kehilangan suplai darah dengan penyebab mekanik. Beberapa contoh termasuk

volvulus dan hernia di mana sebagian dari usus besar akan terjebak dalam outpouching dinding

perut. Kolitis iskemik dapat terjadi jika tekanan darah turun. Hal ini dapat terjadi dengan

dehidrasi , anemia , atau shock .

Kolitis iskemik adalah gangguan yang berkembang ketika aliran darah ke suatu bagian dari usus

besar (kolon) berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peradangan pada daerah usus besar dan,

dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan kerusakan usus permanen. Kolitis iskemik dapat

mempengaruhi setiap bagian dari kolon, tapi kebanyakan orang yang terkena rasa sakit

berkembang di sisi kiri perut. Buang air besar yang mengedan dan diare berdarah juga umum

terjadi pada kolitis iskemik.Kebanyakan kasus kolitis iskemik adalah ringan dan dapat sembuh

sendiri dalam beberapa hari.

Gejala

Tanda-tanda umum dan gejala kolitis iskemik meliputi:

Nyeri abdomen, nyeri atau kram, biasanya terlokalisasi ke sisi kiri bawah perut, dapat

tiba-tiba atau bertahap

Page 23: kolitis infektif 3

Feses berwarna merah terang atau merah darah, suatu ketika dapat keluar darah sendiri

tanpa feses

Perasaan ingin mengedan

Diare

Mual

Muntah

Risiko komplikasi berat dari kolitis iskemik meningkat ketika tanda-tanda dan gejala

mempengaruhi sisi kanan abdomen. Hal itu dikarenakan arteri yang memberi nutrisi sisi kanan

usus juga member nutrisi pada bagian dari usus halus. Ketika aliran darah tersumbat di sisi kanan

usus besar, kemungkinan bahwa bagian dari usus halus juga tidak menerima suplai darah yang

cukup.

Nyeri cenderung lebih parah dengan jenis kolitis iskemik. Terhambatnya aliran darah ke usus

halus dengan cepat dapat mengakibatkan kematian jaringan usus (infark atau nekrosis). Jika

situasi ini terjadi dapat mengancam jiwa, akan memerlukan pembedahan untuk membersihkan

sumbatan dan untuk menghilangkan bagian dari usus yang telah hancur.Diagnosis dini dan

pengobatan dapat membantu mencegah komplikasi serius dari kondisi ini.

Penyebab 

Kolitis iskemik melibatkan suplai darah yang tidak memadai mencapai kolon. Pada kasus akut,

penyebab paling sering adalah bekuan darah dalam arteri yang memasok darah ke usus.

Sedangkan pada kasus kronis biasanya berhubungan dengan penumpukan simpanan lemak

(aterosklerosis) dalam pembuluh darah yang menuju ke usus.

Pada beberapa orang, kolitis iskemik dapat disebabkan oleh atau berhubungan dengan kondisi

medis lainnya, termasuk:

peradangan (vaskulitis) pembuluh darah

penonjolan organ atau jaringan ke jaringan sekitarnya (hernia), berhubungan dengan

suplai darah arteri serta suplai darah vena ke usus

peningkatan gula (glukosa) dalam darah (diabetes)

mudah terjadi pembekuan darah (hiperkoagulasi)

Page 24: kolitis infektif 3

radiasi abdomen

kanker colon

pembedahan perut, terutama ketika menyangkut perbaikan dinding arteri yang

menggembung (aneurisma) di wilayah tersebut

infeksi, seperti shigella, Escherichia coli 0157: H7 dan Clostridium difficile

dehidrasi

Peran obat

Obat-obatan tertentu juga jarang menimbulkan kolitis iskemik sebagai efek samping, seperti:

obat anti-inflamasi steroid

obat pengganti estrogen

obat golongan ergotamint

obat penurun tekanan darah

obat-obatan antipsikotik tertentu

pseudoefedrin (dekongestan yang ditemukan di banyak obat flu dan obat alergi)

obat iritasi bowel syndrome (Lotronex)

Faktor risiko

Faktor risiko untuk kolitis iskemik meliputi:

Umur. Kondisi ini terjadi dengan frekuensi terbesar pada orang dewasa yang lebih tua.

Jika itu terjadi pada orang dewasa muda, mungkin menjadi tanda kelainan pembekuan

darah atau suatu peradangan pembuluh darah (vaskulitis).

Faktor risiko penyakit jantung. Pengurangi aliran darah yang memberi respon untuk

kolitis iskemik, lebih cenderung terjadi pada orang yang memiliki sifat-sifat atau kondisi

yang umumnya terkait dengan penyakit jantung, seperti penggunaan tembakau dan

tingkat kolesterol tinggi.

Kondisi medis tertentu. Beberapa gangguan dianggap faktor predisposisi yang

menempatkan pada risiko yang lebih besar berkembangnya kolitis iskemik, atau mereka

dapat memperburuk kolitis iskemik saat kondisi itu terjadi. Hal ini termasuk operasi

abdomen sebelumnya, gagal jantung, tekanan darah rendah dan syok.

Page 25: kolitis infektif 3

Komplikasi

Dalam kebanyakan kasus, kolitis iskemik sembuh sendiri dalam waktu satu sampai dua hari.

Dalam kasus yang lebih lanjut dari kolitis iskemik, komplikasi dapat mencakup:

Gangren. Kolitis iskemik tidak diobati bisa mengakibatkan kematian jaringan (gangren)

di kolon. Gangren dapat berkembang setelah penurunan awal aliran darah ke kolon dan

dapat mengakibatkan kematian jika tidak menerima pengobatan tepat waktu.

Perforasi dan Perdarahan. Kolitis iskemik juga dapat menyebabkan sebuah lubang

(perforasi) pada usus atau perdarahan persisten.

Nyeri dan obstruksi. Bahkan saat penyembuhan terjadi, kolitis iskemik dapat

menyebabkan jaringan parut pada dan penyempitan pada usus. Hal ini dapat

menyebabkan nyeri perut kronis dan obstruksi.

Tes dan diagnosis

Mendiagnosis penyebab gejala colitis iskemik adalah dengan cara sebagai berikut:

Pemeriksaan fisik dan Riwayat penyakit.

Colonoscopy. Kolonoskopi dianggap uji definitif untuk mendiagnosa kolitis iskemik.

Dalam prosedur ini, tabung berlampu fleksibel dimasukkan ke dalam rektum dan

didorong ke dalam kolon. Sebuah kamera kecil di ujung lingkup mengirimkan gambar

usus ke layar video. Kita dapat melihat lapisan interior kolon dan mendeteksi adanya

jaringan inflamasi dan abses.

Biopsi. Kadang-kadang, sebagai bagian dari kolonoskopi, kita dapat mengambil sebuah

sampel jaringan kecil (biopsi) dari kolon untuk analisis laboratorium. Pada kolitis

iskemik, pembengkakan dan perdarahan dapat hadir di bawah lapisan usus (lapisan

mukosa), dan dapat dideteksi di laboratorium. Kolonoskopi dapat mengesampingkan

penyebab lain dari peradangan di usus, termasuk infeksi tertentu, penyakit inflamasi usus,

radang dinding usus (diverticulitis) dan kanker usus besar. Jika peradangan berat, kita

mungkin tidak dapat melihat seluruh usus besar dengan baik atau mendapatkan biopsi

memadai.Jika hal ini terjadi, mungkin harus colonoscopy perlu diulangi sekali lagi

setelah peradangan telah mereda. Hal ini memungkinkan kita untuk memastikan bahwa

tidak ada peradangan persisten, jaringan parut atau kanker kolon.

Page 26: kolitis infektif 3

Pemeriksaan penunjang lainnya

X-ray abdomen dan pelvis. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi barium enema.

Dalam proses ini, bahan kontras (barium cair) dimasukkan ke dalam kolon melalui anus.

Setelah kolon dilapisi dengan barium, radiolog mengambil gambar X-ray dari kolon.

Gambar-gambar ini, yang dapat dilihat pada monitor video, dapat mendeteksi kelainan-

kelainan dalam usus besar dan membantu membedakan kolitis iskemik dari kondisi

peradangan lainnya. Gambar yang menunjukkan kolitis iskemik bisa menunjukkan

penebalan (thumbprinting) dari dinding kolon.

Abdomen arteriogram. Ini adalah X-ray dari arteri di abdomen. Cara ini dapat

menunjukkan penyempitan atau penyumbatan dalam pembuluh, yang mengindikasikan

adanya kolitis iskemik. Sebuah pewarna kontras disuntikkan ke arteri sebelum X-ray

diambil untuk membantu menghasilkan gambar yang jelas.

USG. Tes pencitraan menggunakan gelombang suara untuk menyediakan gambar kolon.

Alat ini dapat membantu dalam mengesampingkan gangguan lain, seperti penyakit

inflamasi usus. Untuk prosedur, alat yang disebut transduser yang memancarkan

gelombang suara disepanjang abdomen. Informasi yang ditangkap oleh transduser

tersebut dikirim ke komputer yang menghasilkan gambar.

Abdomen Computerized Tomography (CT) scan. Terkadang CT-Scan digunakan

untuk menyingkirkan kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala yang mirip

dengan kolitis iskemik. Tes ini menggunakan teknologi canggih X-ray untuk

Page 27: kolitis infektif 3

menghasilkan gambar penampang kolon, dan mungkin dapat mendeteksi penebalan

dinding kolon.

Tes darah. Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki jumlah sel darah tinggi

putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh memerangi infeksi. Jika

mencurigai adanya masalah pembekuan darah, mungkin dilakukan pemeriksaan darah

yang lebih spesifik.

Sampel Feses. Analisis contoh feses di laboratorium dapat mengungkapkan infeksi

bakteri dan mikroorganisme lain yang terkait dengan kolitis iskemik.

Gambaran X-Ray kolitis iskemik

Gambaran PA Kolitis iskemik

Perawatan dan pengobatan

Page 28: kolitis infektif 3

Pilihan pengobatan untuk kolitis iskemik tergantung pada derajat keparahan. Bila kolitis iskemik

ringan, dapat diberikan obat untuk menjaga tekanan darah pada tingkat normal, yang akan

membantu memperlancar aliran darah ke usus. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi.

Dengan langkah-langkah konservatif tersebut, gejala sering berkurang dalam 24 hingga 48 jam

dalam kasus-kasus ringan, tanpa perlu rawat inap.

Namun, jika pasien mengalami dehidrasi, perlu diberikan cairan dan nutrisi melalui pembuluh

darah, mungkin juga perlu pembatasan asupan makanan selama beberapa hari untuk

mengistirahatkan usus. Pada kasus ringan, penyembuhan dapat terjadi dalam dua minggu atau

kurang. Dalam kasus yang lebih parah, pemulihan dapat memakan waktu lebih lama, dan

kekambuhan dapat terjadi.

Jika kolitis iskemik berkembang sebelum usia 50 atau pada pasien yang memiliki riwayat

hiperkoagulable atau gangguan yang meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku

(faktor V Leiden) dapat diberi warfarin (Coumadin), yang dapat membantu mencegah episode

kolitis iskemik.

Operasi

Beberapa orang dengan kolitis berat atau iskemik berkepanjangan memerlukan tindakan bedah

untuk mereseksi bagian kolon yang terkena. Indikasi perlunya pembedahan untuk kolitis iskemik

jika kondisinya dikaitkan dengan:

Kram abdomen dan demam yang berat dan persisten, bahkan setelah pengobatan awal

dengan cairan dan obat-obatan.

Perforasi pada kolon

Gangren dan sepsis. Pengobatan untuk komplikasi yang berat ini juga mencakup

antibiotik spektrum luas dan penggantian darah.

Pencegahan

Karena penyebab kolitis iskemik tidak selalu jelas, tidak ada cara yang pasti untuk mencegah

gangguan tersebut. Tetapi mayoritas dari mereka yang memilikinya pulih dengan cepat dan tidak

pernah memiliki episode lain. Menghindari obat yang mungkin telah menyebabkan kolitis

Page 29: kolitis infektif 3

iskemik di masa lalu. Dan jika memiliki faktor risiko colitis iskemik termasuk penyakit jantung

dan tekanan darah tinggi hendaknya :

Berhenti merokok

Minum obat penurun kolesterol

Kontrol penyakit kronis, seperti diabetes

Olah raga teratur

3. Kolitis Gangrenosa

Adalah merupakan komplikasi dari kolitis iskemik yang tidak diobati yang mengakibatkan

kematian jaringan (gangren) di kolon. Gangren dapat berkembang setelah penurunan awal aliran

darah ke kolon dan dapat mengakibatkan kematian jika tidak menerima pengobatan tepat waktu.

Gangren adalah kematian jaringan di bagian tubuh. Gangren terjadi ketika sebuah bagian tubuh

kehilangan suplai darah. Hal ini bisa terjadi dari cedera, infeksi, atau penyebab lainnya. Faktor

risiko lebih tinggi untuk gangren jika:

Kolitis iskemik yang tidak diobati

Cedera serius

Penyakit pembendungan darah (seperti arteriosklerosis, juga disebut pengerasan

pembuluh darah, di lengan atau kaki)

Diabetes

Sistem kekebalan tubuh menurun (misalnya, dari HIV atau kemoterapi)

Pembedahan

Gejala

Gejala tergantung pada lokasi dan penyebab gangren tersebut. Jika kulit yang terlibat, atau

gangrene ini dekat dengan kulit, gejala dapat mencakup:

Perubahan warna

Berbau busuk discharge

Page 30: kolitis infektif 3

Hilangnya rasa di daerah (yang mungkin terjadi setelah sakit parah di daerah tersebut)

Jika daerah yang terkena adalah di dalam tubuh (seperti gangren dari kantong empedu, gangrene

usus), gejala dapat mencakup:

Gelisah

Demam

Gas pada jaringan di bawah kulit

Umumnya merasa sakit

Tekanan darah rendah

Persisten atau sakit parah

Diagnostik

Selain dari pemeriksaan fisik, mendiagnosa gangren dapat digunakan prosedur sebagi berikut:

Arteriogram (khusus x-ray untuk melihat penyumbatan dalam pembuluh darah) untuk

membantu rencana pengobatan penyakit pembuluh darah

Darah rutin (sel darah putih [WBC] hitung mungkin tinggi)

CT scan untuk memeriksa organ internal

Kultur dari jaringan atau cairan dari luka untuk mengidentifikasi infeksi bakteri

Memeriksa jaringan di bawah mikroskop untuk mencari sel mati

Operasi untuk menemukan dan mereseksi jaringan mati

X-ray

Pengobatan

Gangren memerlukan evaluasi darurat dan perawatan. Secara umum, jaringan yang mati harus

dibuang untuk memungkinkan penyembuhan jaringan hidup di sekitarnya dan mencegah infeksi

lebih lanjut. Tergantung pada daerah yang memiliki gangren, kondisi secara keseluruhan orang

itu, dan penyebab gangren, pengobatan dapat mencakup:

Mengamputasi bagian tubuh yang telah gangrene

Suatu operasi darurat untuk menemukan dan membuang jaringan mati

Page 31: kolitis infektif 3

Sebuah operasi untuk meningkatkan suplai darah ke daerah tersebut

Antibiotik

Operasi berulang untuk membuang jaringan mati (debridement)

Pengobatan di unit perawatan intensif (bagi pasien sakit parah)

Outlook (Prognosis)

Apa yang akan terjadi tergantung pada di mana gangren yang ada di dalam tubuh, berapa banyak

gangren ada, dan kondisi secara keseluruhan orang itu. Jika pengobatan tertunda, gangren sangat

luas, atau orang yang memiliki masalah kesehatan lain yang signifikan, mereka mungkin dapat

meninggal.

Komplikasi

Komplikasi tergantung di mana gangrene berada dalam tubuh, berapa banyak gangren ada,

penyebab gangren, dan kondisi secara keseluruhan orang itu. Komplikasi dapat termasuk:

cacat dari amputasi atau pengangkatan jaringan mati

penyembuhan luka yang berkepanjangan atau kebutuhan untuk rekonstruksi bedah,

seperti pencangkokan kulit

Pencegahan

Gangren bisa dicegah jika dirawat sebelum kerusakan jaringan tidak dapat diubah. Luka harus

diperlakukan dengan baik dan mengawasi dengan cermat untuk tanda-tanda infeksi (seperti

penyebaran kemerahan, pembengkakan, atau drainase) atau kegagalan untuk menyembuhkan.

Penderita dengan diabetes atau penyakit pembuluh darah secara rutin harus memeriksa setiap

tanda-tanda cedera, infeksi, atau perubahan warna kulit dan mencari perawatan yang diperlukan.

Page 32: kolitis infektif 3

DAFTAR PUSTAKA

Moore, Keith L.2002.Anatomi Klinis Dasar. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Fleshman, James W.Schwartz’s. 1999. Principles of Surgery ed.7th. New York :

Mc Graw-Hill

Ariestina, Dina Aprilia.2008. Kolitis Ulseratif ditinjau dari aspek etiologi, klinik,

dan patogenesa. Universitas Sumatra Utara : Medan

Http//: www. digilib-usu.ac.id

Colitis Ischemic ( http://www.mayoclinic.com/health/ischemic-colitis/)

Colitis (www.e-medicine.com/colitis/article_em)

Sudoyo, Aru W.dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit FKUI : Jakarta

Way, Laurance W, Gerard M. Doherty. 2003. Current Surgical Diagnosis &

Treatment, Eleventh Edition. McGraw-Hill Companies : USA

Sabbiston, David C. 1995. Essentials of Surgery. Philadelphia

Kumar, Cotran, Robin. 2004. Buku ajar patologi edisi 7. Penerbit buku kedokteran

EGC. Jakarta.

Ganong W. F. 19.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta : EGC

Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.

Bartlett JG. (2002). Pseudomembranous enterocolitis and antibiotic associated diarrhea. In :

Gastrointestinal and liver disease Pathophysiology. Diagnosis/Management. Ed. Feldman M,

Friedman LS, Sleisenger MH. 7th ed. WB Saunders, Philadelphia, p 1914.

Bartlett JG. (2002). Antibiotic-Associated Diarrhea. NEJM 346 (5),334.

Borriello SP. (1998). Pathogenesis of Clostridium difficile in infection. Journal of Antimicrobial

Chemotherapy 41 (Suppl. C), 13.

Brazier JS. (1998). The diagnosis of Clostridium difficile-associated disease. Journal of

Antimicrobial Chemotherapy 41 (Suppl.C), 29

Fasano A. (2002). Toxins and the gut : role in human disease.Gut 50 (Suppl III), iii9.

Gronczewski CA, Katz JP. (2003). Clostridium Defficile Colitis. E Medicine J

http//www.eMedicine.com/med/htm.

Kawamoto. (1999). Pseudomembranous Colitis : Spectrum of Imaging Findings with Clinical

and Pathologic Correlation. Radiographics 19, 887.

Kyne L, Kelly CP. (2001). Recurrent Clostridium difficile diarrhoea. Gut 49, 152.

Page 33: kolitis infektif 3

LaHatte LJ, Tedesco FJ, Schuman BM. (1995). Antibiotic-Associated Injury to the gut. In :

Gastroenterology. Ed. Haubrich WS, Schaffner F, Berk JE. 5th ed. WB Saunders,

Philadelphia, p 1657.

Lee Joseph. (2002). Pseudomebranous Colitis. E Medicine http//www.eMedicine.com/med/htm

Limaye AP, Turgeon DK, Cookson BT, Fritsche TR. (2000). Pseudomembranous Colitis Caused

by a toxin A-B+ Strain of Colstridium difficile. J. Clin. Microbiol 38 (4), 1696.

Louie TJ, Meddings J. (2004). Clostridium difficile infection in hospitals : risk factors and

responses. CMAJ 171 (1), 45.

Macfarlane GT, Cummings JH. (1999). Probiotics and prebiotics : can regulating the activities of

intestinal bacteria benefit health?. BMJ 318,999.

Oesman N. (2001). Kolitis Infeksi. Dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Suyono S.

Edisi ketiga. Jakarta, hlm. 213.

Yassin. (2002). Pseudomembranous Colitis. E Medicine J http//www.eMedicine.com/med/htm.