1
BAB IILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas Pasien : Nama : Ny. Maria Jenis kelamin: Wanita
Umur: 68 Tahun Alamat: Dusun Sengon, Wonomerto, Probolinggo
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam MRS: Selasa, 14 April
2015
1.2 Kronologi Kejadian :Pada tanggal 14 April 2015 pasien datang
dengan keluhan sakit pada perut terutama pada ulu hati. Sakit pada
perut dan ulu hati dirasakan sejak kurang lebih 4 hari yang lalu.
Selain mengeluh nyeri perut, pasien juga mengeluh BAB berwarna
hitam sejak 2 hari yang lalu dengan konsistensi encer dan tidak
terdapat lendir atau darah segar. Pada 2 hari yang lalu pasien
berak berwarna hitam sebanyak 3 kali dan kemarin pasien berak
berwarna hitam sebanyak 1 kali. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
juga suhu 36,50 C, tekanan darah 130/70 mmHg, RR 20X/menit, HR 84
x/menit. Tampak tanda anemia pada konjungtiva mata. 1.3 Anamnesa
:a. Keluhan Utama : Perut Sakitb. Riwayat Penyakit SekarangPasien
mengeluh sakit perut sejak +/- 4 hari yang lalu yang terutama
dirasakan pada ulu hati. Selain mengeluh sakit pada perut, pasien
juga mengeluh BAB berwarna hitam encer tanpa ampas yang dirasakan
sejak 2 hari yang lalu.
c. Riwayat Penyakit DahuluPasien sebelumnya tidak pernah
mengalami kejadian yang serupa. Pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi.d. Riwayat PengobatanPasien rutin kontrol ke dokter dan
mengkonsumsi obat darah tinggi.e. Riwayat Sosial : Merokok (-),
Makan-makan asam dan pedas (-), jamu (-)f. Riwayat Penyakit
Keluarga : Tidak ada yang spesifik herediter g. Riwayat alergi :
(-)
1.4 Pemeriksaan Fisik :a. Keadaan Umum : Baikb. Kesadaran :
Compos Mentisc. Airway: Jalan Napas Bebas, batuk (-)d. Breathing:
RR: 20 x/menit Sesak: (-) Asthma: (-) Suara Napas Tambahan: (-)e.
Circulation: Tensi: 130/70 Nadi: 84 x/menitPerfusi: merah, hangat,
keringf. GCS: 4 5 6g. Suhu: 36,5 o Ch. a/i/c/d: -/-/-/-i. Grimace:
(+)j. Makan/Minum : (+)k. Mual/muntah : (+)/(-)l. Status Generalis
1. Kepala Leher Kepala: Bentuk simetris, deformitas (-) Mata :
Konjungtiva anemis (-), sclera ikterus (-), perdarahan (-) Leher:
Pembesaran KGB (-), massa (-), deformitas tulang (-)2. Thorax2.1
Jantung Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-),
deformitas (-) Palpasi : Gerakan dinding dada simetris , iktus
kordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung normal Auskultasi : S1
dan S2 regular, tunggal, tidak ada murmur (-)2.2 Paru Inspeksi :
Bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-), deformitas (-)
Palpasi: Gerakan dinding dada simetris, fremitus fokal ka/ki
simetris Perkusi : Sonor Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki
(-), wheezing (-)3. Abdomen Inspeksi: Distensi (-), asites (-),
jejas (-) Palpasi : Defans muskuler (-)
nyeri tekan (+)
hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Timpani Auskultasi :
Bising usus (+) normal 4. Tungkai bawah Inspeksi : Memar (-),
Bengkak (-), Deformitas (-), Perubahan warna kulit (-) Palpasi :
Deformitas (-), krepitasi (-), perubahan suhu (-), nyeri tekan
(-)
1.5 Pemeriksaan Penunjang :NoJenis PemeriksaanHasilNilai
NormalNoJenis PemeriksaanHasilNilai Normal
Darah Lengkap
1Haemoglobin5,4L: 13-18 g/dlP: 12-16 g/dl4PCV
(hematokrit)18L:40-50%P:35-47%
2Leukosit12.3004000-11000/cmm5Trombosit
443.000150.000-350.000/cmm
3Neutrofil7550-70 %6Eritrosit2.0 (106/l)L : 4,4-5,9 (106/l)P :
3,8-5,2 (106/l).
Fungsi Hati (LFT)
1Alkali Phospat76L : 61- 232 U/LP : 49-232 U/L4SGOT14< 31
U/I
2Bilirubin Direct0.08< 0.5 mg/dl5SGPT14< 31 U/I
3Bilirubin Total0.20< 1mg/dl
Elektrolit
1Na136,6135-153 mEq/L3Ca1,268.5-10.5 mEq/L
2K4.033.5-5.1 mEq/L4Cl101,298-109 mEq/L
Tabel 1 : Hasil Pemeriksaan Darah
Gambar 1 : Hasil USG Didapatkan Adanya Kolelitiasis
1.6 Assestment :1. Kolelitiasis2. Observasi Melena3. Anemia
Normokromik Normositer
1.7 Planning Diagnosa : Pemeriksaan darah lengkap (Hb, WBC, RBC,
WBC, PLT) Hapusan darah tepi (MCV, MCH, MCHC) LED, RFT, LFT Foto
Polos Abdomen USG Abdomen Endoscopy
1.8 Planning Terapi :Planing terapi dilakukan untuk mengatasi
keluhan secara simptomatis dan menangani sumber permasalahan
apabila sudah diketahui diagnosa yang pasti :1. Infus NaCl 0,9% 20
tpmTujuan : sebagai pengganti cairan atau plasma yang hilang dan
mencegah dehidrasi2. Transfusi darah PRCTujuan : Untuk meningkatkan
jumlah Hb dan memperbaiki oksigenasi jaringan3. Injeksi antagonis
reseptor H2 atau penghambat pompa proton.(Ranitidine dan
Omprazole)Tujuan : Untuk membantu menanggulangi perdarahan4.
BiodiarTujuan : Pengobatan simptomatik untuk diare nonspesifik5.
Injeksi MecobalaminTujuan : Mencegah terjadinya pernicious anemia6.
Pro BedahTujuan : Menghilangkan sumber keluhan kolelitiasis
1.9 Planning Monitoring :1. Monitoring DL2. Monitoring BAB dan
Keluhan3. Monitoring luka pasien apabila pasien setuju operasi
1.10 Planning Edukasi :1. Jelaskan pada pasien tentang sakit
yang dialaminya2. Sarankan pada pasien untuk konsumsi obat secara
teratur3. Sarankan pada pasien untuk mengikuti anjuran dokter4.
Sarankan pada pasien untuk beralih ke gaya hidup sehat
BAB IITinjauan Pustaka
2.1. Definisi :Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu
empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
1Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol,
pigmen empedu,kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu
saluran empedu pada anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe
batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak
diketahui.Karakteristik :Batu empedu dapat bervariasi ukurannya
dari sebesar pasir hingga sebesar bola golf Jumlah yang terbentuk
juga bias mencapai beberapa ribu. Bentuknya juga berbeda-beda
tergantung dari jenis:Kandungannya Secara garis besar batu empedu
dapat dibedakan menjadi 3 jenis: 2A. Batu kolesterolJenis
kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu.
Penampakannya biasanya berwarna hijau namun dapat juga putih atau
kuning. Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung
terlalu banyak kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain
itu 2 faktor yang: berperan dalam pembentukan batu kolesterol
adalah seberapa baik kantung empedu kita berkontraksi untuk
mengeluarkan empedu dan adanya protein dalam hati yang berperan
untuk menghambat masuknyaolesterol kedalam batu empedu.Kenaikan
hormone estrogen kehamilan mendapat terapi hormone dan KB dapat
meningkatkan kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi
kontraksinya sehingga mempermudah pembentukan batu empeduB. Batu
pigmenBatu jenis ini berukuran kecil berwarna gelap dan terbuat
dari bilirubin atau kalsium. Berjumlah sekitar 20% dari keseluruhan
batu empedu. Biasanya batu jenis ini dijumpai pada pasien-pasien
dengan keadaan/penyakit sirosis(infeksi saluran empedu) kelainan
darah yang bersifat menurun, dan anemis sickle cell.Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan segera menimbulkan
infeksi di dalam saluran. Bakteri bias menyebar melalui aliran
darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.C. Batu
campuranBatu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana
mengandung 20-50% kolesterol.
Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu2
2.2. Etiologi :Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu
(terutama kolik dan asam Chenodeoxycholic), 22% fosfolipid
(lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.3 Etiologi
batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling
penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.4
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol
yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut
dan membentuk endapan di luar empedu.5Kolelitiasis dapat terjadi
dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
(5,6,7)1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding
laki-laki) 2. Usia lebih dari 40 tahun . 3. Kegemukan (obesitas).4.
Faktor keturunan 5. Aktivitas fisik6. Kehamilan (resiko meningkat
pada kehamilan)7. Hiperlipidemia 8. Diet tinggi lemak dan rendah
serat 9. Pengosongan lambung yang memanjang 10. Nutrisi intravena
jangka lama 11. Dismotilitas kandung empedu 12. Obat-obatan
antihiperlipedmia (clofibrate)13. Penyakit lain (seperti Fibrosis
sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker
kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)14.
Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh
kulit putih, baru orang Afrika)2.3. Epidemiologi :Penyakit batu
empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.1Sekitar
5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya.2 Kasus batu empedu sering
ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa.
Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani
pembedahan.3 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis
dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi
nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala
simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami
nyeri kolik pada episode selanjutnya.2 Risiko penyandang batu
empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan
nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan
penyulit akan terus meningkat.1
2.4. PatofisiologiPenderita batu empedu sering mempunyai
gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai
dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama
ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu
kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling
ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri
dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang.
4Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi
beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali
terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau
flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu
dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak
menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi
yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan
obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini
dapat bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang
batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan
peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebakan
ruptur dinding kandung empedu. 4
2.5. Tanda dan Gejala Klinis :Keluhan yang cukup khas untuk
serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas
epigastrium dan nyeri tekan yang terkadang diiringi oleh takikardia
serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara
progresif. Kadang kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula
kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat
ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan
inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung
empedu. Sekitar 60 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan
yang sembuh spontan . 8Tanda peradangan peritoneum seperti
peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam
dapat ditemukan. Pasien sering mengalami anoreksia dan mual. Muntah
relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda
deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis,
kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada
25% - 50% pasien kandung empedu yang tegang dan membesar kadang
dapat teraba. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta
kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan
inspirasi terhenti (tanda Murphy). 8Ketokan ringan pada daerah
subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok.
Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga
distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik,
tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas
abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi.
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin
< 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu
dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada
pasien-pasien yang sudah tua dengan penyakit diabetes mellitus,
tanda dan gejala yang ada seringkali tidak terlalu spesifik dan
kadang hanya berupa mual saja . 8Walaupun manifestasi klinis
kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis
kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien
dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah
walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda-tanda kolik kandung
empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa
terdapat tanda-tanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya. 9
2.6. Diagnosis :Diagnosis kolesistitis biasanya dibuat
berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik. Trias yang
terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis
sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara
10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke
kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang
dari 85,5 mol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien
mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari
lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat
pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan
lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis,
namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis. Apabila
keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi
kandung empedu dipertimbangkan .9Pemindaian saluran empedu dengan
radionuklida (mis. HDA) dapat memberikan konfirmasi bila pada
pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu tanpa
visualisasi kandung empedu .9Foto polos abdomen tidak dapat
memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien
kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak)
oleh karena memiliki kandungan kalsium yang cukup banyak (Gambar
3). Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung
empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat
untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari
kandung empedu (empedu porselain) menunjukkan adanya keganasan pada
kandung empedu.10Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya
dilakukan secara rutin karena sangat bermanfaat untuk
memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu,
batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan
ketepatan USG mencapai 90 95%. Adapun gambaran di USG pada
kolesistitis akut diantaranya adalah adanya cairan perikolestik,
penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda
sonographic Murphys sign. Adanya batu empedu bisa membantu
penegakkan diagnosis.11
Gambar 3 : Foto polos abdomen, tampak batu batu empeduberukuran
kecil(sumber:
http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)
Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan
MRI dilaporkan lebih dari 95% (Gambar 4). Pada kolesistitis akut
dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding kandung
empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas
intramural dan lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan
CT-scan dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih
kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.12
Gambar 4 : CT scan abdomen, tampak batu batu empedu dan
penebalan dinding kandung empedu.(sumber:
http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)
Skintigrafi saluran empedu dengan menggunakan zat radioaktif
HIDA (Hepatobiliary Iminodiacetic Acid) atau 96n Tc6 Iminodiacetic
acid mempunyai nilai diagnostic yang sedikit lebih rendah dari USG,
tetapi teknik ini tidak mudah untuk dilakukan (Gambar 5). Normalnya
gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis dan duodenum
terlihat dalam 30-45 menit setelah penyuntikan zat warna.
Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung
empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat
menyokong diagnosa kolesistitis akut. 8
Gambar 5 : Kiri: Normal scintigrafi, HIDA mengisi kandung empedu
setelah 45 menit. Kanan: HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah
1 jam 30 menit(sumber:
http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview)
Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP) dapat
digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan
terdapat batu empedu pada duktus biliaris komunis pada pasien yang
beresiko tinggi menjalani laparaskopi kolesistektomi.13Pada
pemeriksaan histologi, terdapat edema dan tanda tanda kongesti pada
jaringan. Gambaran kolesistitis akut biasanya serupa dengan
gambaran kolesistitis kronik dimana terdapat fibrosis, pendataran
mukosa dan sel sel inflamasi seperti neutrofil. Terdapat gambaran
herniasi dari lapisan mukosa yang disebut dengan sinus
Rokitansky-Aschoff. Pada kasus kasus lanjut dapat ditemukan gangren
dan perforasi.14
2.7. Tatalaksana :A. Terapi konservatifWalaupun intervensi bedah
tetap merupakan terapi utama untuk kolesistitis akut dan
komplikasinya, periode stabilisasi di rumah sakit sebelum
kolesistektomi mungkin diperlukan oleh beberapa pasien. Pengobatan
umum termasuk istirahat total, perbaikan status hidrasi pasien,
pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat
penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian
antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi
seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin,
sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman
kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli,
Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada
pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih
dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi .9Berdasarkan rekomendasi
Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram
per 6 jam secara IV, cefalosporin generasi ketiga atau
metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6
jam secara IV. Pada kasus kasus yang sudah lanjut dapat diberikan
imipenem 500 mg / 6 jam secara IV. Bila terdapat mual dan muntah
dapat diberikan anti-emetik atau dipasang nasogastrik tube.
Pemberian CCK secara intravena dapat membantu merangsang
pengosongan kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih
lanjut. Pasien-pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi
yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak ada gejala demam
dengan tanda-tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda-tanda
obstruksi pada hasil laboratorium dan USG, penyakit-penyakit lain
yang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah terkontrol. Pada
saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti
Levofloxacin 1 x 500 mg PO dan Metronidazol 2 x 500 mg PO dan
disertai dengan anti-emetik dan analgesik yang sesuai .9
B. Terapi bedah Saat kapan sebaiknya dilaksanakan tindakan
kolesistektomi masih menjadi perdebatkan hingga sekarang, apakah
sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu
setelah terapi konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik.
Sebanyak 50 % kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah
yang pro operasi dini menyatakan, kemungkinan timbulnya gangren dan
komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindari dan lama
perawatan di rumah sakit bisa dipersingkat sehingga biaya juga bisa
ditekan semaksimal mungkin. Sementara para ahli yang tidak setuju
dengan tindakan operasi dini menyatakan, operasi dini akan
menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik
operasi akan menjadi lebih sulit karena proses infalamasi akut di
sekitar duktus akan mengaburkan anatomi duktus .15Namun,
kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan
pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi
kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau
perforasi. Pada kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir 30%
pasien tidak merespon terhadap terapi medis dan perkembangan
penyakit atau ancaman komplikasi yang bisa menyebabkan operasi
perlu dilakukan lebih dini dari yang seharusnya (dalam 24 sampai 72
jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak mengalami meningkat pada
pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi
yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya
dicadangkan untuk (1). Pasien yang kondisi medis keseluruhannya
memiliki resiko besar bila dilakukan operasi segera dan (2). Pasien
yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan
.15Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi
sebagian besar pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra
kesehatan, angka mortalitas untuk kolesistektomi darurat mendekati
3%, sementara resiko mortalitas untuk kolesistektomi elektif atau
dini mendekati 0,5% pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu
saja, resiko operasi meningkat seiring dengan adanya penyakit pada
organ lain akibat usia dan dengan adanya komplikasi jangka pendek
atau jangka panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien
kolesistitis yang sakit berat atau keadaan umumnya lemah dapat
dilakukan kolesistektomi dan drainase selang terhadap kandung
empedu. Kolesistektomi elektif kemudian dapat dilakukan pada lain
waktu. 16Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi
laparoskopik di Indonesia ada awal 1991, hingga saat ini sudah
sering dilakukan di pusat pusat bedah digestif. Di luar negeri
tindakan ini hampir mencapai angka 90% dari keseluruhan bedah
kolesitektomi. Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional
menurut Ibrahim A. dkk hanya dilakukan pada 1,9% kasus yang
kebanyakan dilakukan oleh karena kesulitan dalam mengenali duktus
sistikus yang diakibatkan karena adanya perlengketan yang luas,
perdarahan dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering
dijumpai pada tindakan ini misalnya seperti trauma saluran empedu,
perdaraha dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah
tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif
mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi,
menurunkan angka kematian, lebih baik secara kosmetik, memperpendek
lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien.
Pada wanita hamil, laparaskopi kolesistektomi terbukti aman
dilakukan pada semua trimester .17Adapun beberapa kontraindikasi
dari laparoskopi kolesistektomi diantaranya adalah: Resiko tinggi
dan kontra indikasi terhadap anastesi umum Tanda-tanda perforasi
kandung empedu seperti abses, fistula dan peritonitis Batu empedu
yang besar atau dicurigai keganasan Penyakit hati terminal dengan
hipertensi portal dan gangguan sistem pembekuan darah.15
2.8. Diagnosis Banding :Diagnosis banding nyeri karena
kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks gastroesofagus,
dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel
syndrome dan kolik ginjal. 18
BAB IIIKESIMPULAN
Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu,
gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan
untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.Diagnosis
kolesistitis biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisik. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan
atas, demam dan leukositosis sangat sugestif. Untuk menunjang
diagnose dari anamnesa dan pemeriksaan fisik bisa dilakukan foto
polos abdomen, USG dan CT-Scan.Dari hasil anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien Ny. Maria diadapatkan
assesement berupa kolelitiasis + Anemia Normokrimik Normositer +
Observasi Melena.Untuk menunjang diagnosa perlu dilakukan
pemeriksaan darah lengkap, hitung eritrosit, foto polos abdomen dan
USG abdomen serta endoskopi bila diperlukan.Penatalaksaan pasien
Ny. Maria dilakukan berupa pengobatan secara simptomatis dengan
pemberian Infus NaCl 0,9% 20 tpm, transfusi darah PRC hingga Hb
> 8mg/dl, injeksi ranitidine dan omeprazole, biodiar, injeksi
mecobalamin dan ajuran bedah untuk penanganan kolelitiasis
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2000. 380-384. 2. Webmaster.2012. Available
From:
http://www.unboundedmedicine.com/index.php?tag=gallstone_ileus
[diakses pada tanggal 15 April 2015].3. I J Beckingham. 2001. ABC
Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone
Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001:
322(7278): 9194. Avaliable from :
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388[diakses
pada tanggal 15 April 2015].4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005. 570-579. 5. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable
from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses
pada tanggal 15 April 2015]. 6. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable
from : http://www.6clinic.com/health/digestive-system/DG99999.htm.
[diakses pada tanggal 15 April 2015]. 7. Cholelithiasis. Avaliable
from :
http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Diseases/InDepth/?chunkiid=103348.htm.
[diakses pada tanggal 15 April 2015].8. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I
Edisi IV. EGC. Jakarta. 2009.9. Isselbacher, KJ, Braunwald E,
Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison: Prinsip Harrison. Prinsip
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia: Prof. Dr. H.
Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.10. Towfigh S,
McFadden DW, Cortina GR, et al. Porcelain gallbladder is not
associated with gallbladder carcinoma. Am Surg. Jan
2010;67(1):7-10.11. Roe J. Evidence-based emergency medicine.
Clinical assessment of acute cholecystitis in adults. Ann Emerg
Med. Jul 2009;48(1):101-3. 12. Kim YK, Kwak HS, Kim CS, Han YM,
Jeong TO, Kim IH, et al. CT findings of mild forms or early
manifestations of acute cholecystitis. Clin Imaging. Jul-Aug
2009;33(4):274-80. 13. Sahai AV, Mauldin PD, Marsi V, et al. Bile
duct stones and laparoscopic cholecystectomy: a decision analysis
to assess the roles of intraoperative cholangiography, EUS, and
ERCP. Gastrointest Endosc. Mar 2009;49(3 Pt 1):334-43. 14. Kumar V,
Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC.
2009.15. Wilson E, Gurusamy K, Gluud C, Davidson BR. Cost-utility
and value of information analysis of early versus delayed
laparoscopic cholecystectomy for acute cholecystitis. Br J Surg.
Feb 2010;97(2):210-9.16. Mutignani M, Iacopini F, Perri V, et al.
Endoscopic gallbladder drainage for acute cholecystitis: technical
and clinical results. Endoscopy. Jun 2009;41(6):539-46. 17. Cox MR,
Wilson TG, Luck AJ, et al. Laparoscopic cholecystectomy for acute
inflammation of the gallbladder. Ann Surg. Nov 2008;218(5):630-4.
18. Jacobson IM. Gallstones. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
JH, editor. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology.
2rd ed. Boston: Mc Graw Hill, 2003.p.772-83.