2.1 KolelitiasisSinonimnya adalah batu empedu,
gallstones,biliary calculus. Batu empedu merupakan gabungan dari
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat
ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam
saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.1,2
Gambar 1. Batu dalam kandung empedu3
2.2 Anatomi Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem
biliaris dan hati tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang
menonjol dari foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar
dan sistem biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi
gallbladder (kandung empedu), duktus sistikus, duktus biliaris
communis (duktus choledochus) dan bagian kranialnya menjadi hati
dan duktus hepatikus biliaris.1Kandung empedu berbentuk bulat
lonjong seperti buah pear/alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan
berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung empedu mengalami distensi
akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti
kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi fundus,
corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol
dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan
dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.
Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya
keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus
sistikus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan
sisi kanan duktus hepatikus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral
hati.Duktus sistikus berjalan dari hati ke arah kandung empedu,
panjangnya 1-2 cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan
mukosa yang banyak sekali membentuk duplikasi (lipatan-lipatan)
yang disebut Valve of Heister, yang mengatur pasase bile ke dalam
kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.4Saluran
empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale
dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal
papila Vateri. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke
saluran yang paling kecil yang disebut kanikulus empedu yang
meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke
duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4
cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung
pada letak muara duktus sistikus. Duktus choledochus berjalan
menuju duodenum dari sebelah belakang, akan menembus pankreas dan
bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens. Dalam keadaan
normal, duktus choledochus akan bergabung dengan duktus
pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi
ada juga keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada
umumnya bergabung dulu. Pada pertemuan (muara) duktus choledochus
ke dalam duodenum, disebut choledochoduodenal junction. Tempat
muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung distalnya dikelilingi
oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum.Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang
a. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam
vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga
berjalan antara hati dan kandung empedu.Pembuluh limfe berjalan
menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum
vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke
nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu
berasal dari plexus coeliacus.1
Gambar 2. Gambaran anatomi kandung empedu
2.3 FisiologiEmpedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak
500-1000 ml/hari. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk
sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan
sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan
empedu dengan absorpsi air dan natrium.4 Kandung empedu mensekresi
glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk memproteksi
jaringan mukosa, sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang dapat
meningkatkan kelarutan kalsium, sehingga dapat mencegah pembentukan
garam kalsium. Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor,
yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan
tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
diproduksi akan disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu akan berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu
mengalir ke dalam duodenum.2,5Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu
melakukan dua fungsi penting yaitu: Empedu memainkan peranan
penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu
yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi
produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan
beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain
bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.Garam
empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)
cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit
dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi
mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali
produksi normal kalau diperlukan.5Empedu dialirkan sebagai akibat
kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini
diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum,
hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu
berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada
ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam
garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak
dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.Proses
koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai
duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin
akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam
kontraksi kandung empedu. Neurogen : Stimulasi vagal yang
berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau
dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari
kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai
ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar
walaupun sedikit.Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan
neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam
perkembangan inti batu.
Komposisi Cairan Empedu:KomponenDari HatiDari Kandung Empedu
Air97,5gm %95gm %
Garam Empedu1,1gm %6gm %
Bilirubin0,04gm %0,3gm %
Kolesterol0,1gm %0,3 0,9gm %
Asam Lemak0,12gm %0,3 1,2gm %
Lecithin0,04gm %0,3gm %
Elektrolit--
1. Garam EmpeduAsam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu
dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam
Cholat.Fungsi garam empedu adalah : Menurunkan tegangan permukaan
dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel
lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil
untuk dapat dicerna lebih lanjut. Membantu absorbsi asam lemak,
monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemakGaram
empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %)
garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa
usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk
lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal
dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu
akan terganggu.4
2. BilirubinHemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah
menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat
inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin
bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian
bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan
misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat
banyak4.
2.4 EpidemiologiInsiden kolelitiasis di negara barat adalah 20%
dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian
di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain
di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat
dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.Kolelitiasis dapat
terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain :1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan
kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.2. Usia. Resiko untuk terkena
kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih
muda.3. Berat badan (BMI). Orang denganBody Mass Index(BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini
karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.4. Makanan.Intake rendah
klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.5.
Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat
keluarga.6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan
dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.7.
Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan
kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit,
trauma, dan ileus paralitik.8. Nutrisi intravena jangka lama.
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi
yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu
menjadi meningkat dalam kandung empedu.6
2.5 Etiologi 2.5.1 Batu KolesterolBatu kolesterol berhubungan
dengan jenis kelamin wanita, ras Eropa, penduduk asli Amerika, dan
penambahan usia. Faktor risiko lainnya : Obesitas, kehamilan,
kandung empedu yang statis, obat, dan keturunan. Metabolik sindrom,
resistensi insulin, tipe 2 DM, hiperlipidemia sangat berhungan
dengan peningkatan sekresi kolesterol dan merupakan faktor risiko
major dari terjadinya batu kolesterol.Batu kolesterol lebih sering
pada wanita dengan kehamilan yang berulang. Karena tingginya
progesterone. Progesteron menurunkan motilitas kandung empedu,
sehingga terjadi retensi dan meningkatnya kosentrasi empedu pada
kandung empedu. Penyebab lain statisnya kandung empedu, pemberian
nutrisi secara parenteral, penurunan berat badan yang cepat (diet,
gastric bypass surgery).1,2Pemakaian estrogen meningkatkan risiko
terjadi batu kolesterol. Clofibrate atau golongan fibrate
meningkatkan eliminasi kolesterol via sekresi empedu. Analog
somatostatin menurunkan proses pengosongan pada kandung
empedu.4
2.5.2 Batu PigmenBatu pigmen terjadi pada penderita dengan high
heme turnover. Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen
adalah sickle cell anemia, hereditary spherocytosis, dan
beta-thalasemia.3,6 Pada penderita sirosis hepatis, hipertensi
portal menyebabkan splenomegali, sehingga meningkatkan hemoglobin
turnover. Setengah dari penderita sirosis memiliki batu
pigmen.4
2.6 PatogenesisBatu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung
empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang
paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang
paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi
pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam
kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan
susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan
batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan
mukus.Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu
empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap,
menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat
menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi
air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan
lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis
kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh.
Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam
waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu
empedu.Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus
sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu
secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik
empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena
diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan
tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.7
2.7 Patofisiologi batu empedu a. Batu KolesterolBatu kolesterol
murni merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang
dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya
halus. Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung
jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian
besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung
paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam
variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan
inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah
hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah
relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik
segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar
garam empedu, lesitin dan kolesterol.1Proses fisik pembentukan batu
kolesterol terjadi dalam tiga tahap: Supersaturasi empedu dengan
kolesterol. Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu
adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam
perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam
kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh
kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol
terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 :
20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan
relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti
ini kolesterol akan mengendap.Kadar kolesterol akan relatif tinggi
pada keadaan sebagai berikut: Peradangan dinding kandung empedu,
absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak.
Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi. Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol
(western diet) Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas
kolesterol jaringan tinggi. Pool asam empedu dan sekresi asam
empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale akibat
peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan
kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya
melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai
tiga tahun. Fase Pembentukan inti batuInti batu yang terjadi pada
fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa
berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang
lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal
kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan
asam empedu. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.Untuk menjadi
batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi
kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu
yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila
konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi
akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.Hal ini
mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada
pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal
vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu
kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung
empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa
keluar.
b. Batu pigmenBatu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu
empedu di Amerika Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni
yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni
lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan
hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah
bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu
dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa
organik lain. Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan
merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu empedu. Batu ini lebih
rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam.2. bilirubin pigemen kuning
yang berasal dari pemecahan heme, aktiv disekresikan ke empedu oleh
sel liver. Kebanyakan bilirubin dalam empedu dibentuk dari konjugat
glukorinide yang larut air dann stabil. Tetapi ada sedikit yang
terdiri dari bilirubin tidak terkkonjugasi yang tidak larut dengan
kalsium. Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol.
Kemungkinan mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat
atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu.
Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu
pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi
(anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara
Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan
dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di
infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides.
E.coli membentuk B-glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan
bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium
bilirubinat yang tak dapat larut.2,3Pembentukan batu bilirubin
terdiri dari 2 fase: Saturasi bilirubinPada keadaan non infeksi,
saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada
keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi
konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi
terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh
Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung
glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase. Pembentukan
inti batuPembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan
sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing.
Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur
atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung
dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing
tambang.
c. Batu campuranMerupakan batu campuran kolesterol yang
mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 %
pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna
coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar
metabolisme yang sama dengan batu kolesterol.1,7
2.8Manifestasi klinis2.8.1Batu Kandung Empedu
(Kolesistolitiasis)1. AsimtomatikBatu yang terdapat dalam kandung
empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat
memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier,
nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi
perjalanan penyakit sampai 50% dari semua pasien dengan batu
kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah
asimtomatik. Kurang dari 25% dari pasien yang benar-benar mempunyai
batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan
intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang
merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan
batu empedu asimtomatik.2,5
2. SimtomatikKeluhan utamanya berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik
bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh
makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir
setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu
empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali
berkaitan dengan serangan kolik biliaris. 1,6
3. Komplikasi Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit
batu empedu yang paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan
abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula.
Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi
duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan
konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya
oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri
ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat
menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat
disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat
berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda
toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik
Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas
ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20%
kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi
terbuka atau laparoskopik.2,4,8
2.8.2 Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis) Pada batu duktus
koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan
atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila
terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya
disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan
beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai
sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai
dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah
hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade
Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan
kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius
karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa.
Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen
pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul
kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan
abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu
ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus
pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu.
Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus
obstruktif.7
2.9Diagnosis 2.9.1. AnamnesisSetengah sampai duapertiga
penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin
timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri
di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa
nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih
dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus
timbul tiba-tiba.Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah,
skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih
kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang
setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4
2.9.2 Pemeriksaan Fisik2.9.2.1. Batu kandung empeduApabila
ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop
kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah
letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa
dan pasien berhenti menarik nafas.2.9.2.2. Batu saluran empeduBatu
saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas.
Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis.4
2.9.3. Pemeriksaan Penunjang2.9.3.1. Pemeriksaan
laboratoriumBatu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi
sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledukus oleh batu.Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiapsetiap kali terjadi serangan
akut.Alanin aminotransferase (SGOT = Serum Glutamat Oksalat
Transaminase ) dan aspartat aminotransferase ( SGPT = Serum
Glutamat Piruvat Transaminase) merupakan enzym yang disintesis
dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan serum
sering menunjukkan kelainan sel hati, tapi bisa timbul bersamaan
dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi saluran
empedu.Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu.
Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran
empedu karena sel duktus meningkatkan sintesis enzym
ini.Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi.
Ikterik dan alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan
lebih lama dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin.Waktu
protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin K
tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi
hal ini dapat diatasi dengan pemberian vitamin K secara
parenteral.1,7
2.9.3.2. Pemeriksaan radiologis Foto polos AbdomenFoto polos
abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis.4 Ultrasonografi
(USG)Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas
yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran
saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga
dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis
atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa.4
Gambar 4. Kolelitiasis pada USG4
KolesistografiUntuk penderita tertentu, kolesistografi dengan
kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup
akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah
dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras
tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.4
Kolangiografi transhepatik perkutanMerupakan cara yang baik
untuk mengetahui adanya obstruksi dibagian atas kalau salurannya
melebar, meskipun saluran yang ukurannya normal dapat dimasuki oleh
jarum baru yang "kecil sekali" Gangguan pembekuan, asites dan
kolangitis merupakan kontraindikasi.4
Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic
retrograde kolangiopankreatograft)Kanulasi duktus koledokus
dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula Vater dapat
diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat
diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi
tambahan yang berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu
ampula, karsinoma yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini
lebih sulit dan lebih mahal dibandingkan kolangiografi
transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan komplikasi yang
mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar atau mempunyai
kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi transhepatik, ERCP
semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk mengobati
penyebab penyumbatan tersebut (misalnya: sfingterotomi untuk jenis
batu duktus koledokus yang tertinggal).8
CT scanCT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar,
massa hepatik dan massa retroperitoneal (misalnya, massa
pankreatik).Bila hasil ultrasound masih meragukan, maka biasanya
dilakukan CT scan.8
2.10PenatalaksanaanPenatalaksanaan dari batu empedu tergantung
dari stadium penyakit. Saat batu tersebut menjadi simptomatik maka
intervensi operatif diperlukan. Biasanya yang dipakai ialah
kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu dapat dimulai dari
obat-obatan yang digunakan tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral
garam empedu ( asam ursodeoksikolat), dilusi kontak dan ESWL.
Terapi tersebut akan berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm
dengan tinggi kandungan kolesterol.
2.10.1 Asimptomatik Penanganan operasi pada batu empedu
asimptomatik tanpa komplikasi tidak dianjurkan. Indikasi
kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah Pasien dengan
batu empedu > 2cm Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi
yang resikko tinggi keganasan Pasien dengan cedera medula spinalis
yang berefek ke perut
Disolusi batu empeduAgen disolusi yang digunakan ialah asam
ursodioksikolat. Pada manusia, penggunaan jangka panjang dari agen
ini akan mengurangi saturasi kolesterol pada empedu yaitu dengan
mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu
pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi.
Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3
dosis harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan
waktu 6-18 bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil
dan murni batu kolesterol.
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)Litotripsi gelombang
elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien
yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam
ursodeoksilat.4,8
2.10.2 SimptomatikKolesistektomiKolesistektomi adalah
pengangkatan kandung empedu yang secara umum diindikasikan bagi
yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu, kecuali yang
terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Pada beberapa kasus
empiema kandung empedu, diperlukan drainase sementara untuk
mengeluarkan pus yang dinamakan kolesistostomi dan kemudian baru
direncanakan kolesistektomi elektif. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi
trauma CBD, perdarahan, dan infeksi.Langkah-langkah pada
kolesistektomi terbuka:1. InsisiJenis insisi yang dapat digunakan
ialah insisi subkosta kanan atas, insisi kocher, insisi kocher
termodifikasi dan insisi tranverse.
Insisi kocher7. Insisi transverse Gambar 5. Jenis insisi pada
abdomen
2. Peletakan 2 mop basahYang pertama digunakan untuk
menyingkirkan duodenum, kolon transversum dan usus halus. Yang
kedua digunakan di kiri common bile duct untuk menyingkirkan gaster
ke kiri. 3. Dapat melihat kandung empeduBagian bawah lobus kanan
hepar ditarik ke atas menggunakan retracter agar kandung empedu
lebih terekspos.4. Pengangkatan kandung empeduTerdapat 2 metodea.
Metode duct firstYang pertama didiseksi ialah duktus sistikus dan
arteri kemudian dipisahkan setelah kandung empedu diangkat.Indikasi
: tidak ada adhesi atau eksudat pada CBD, CHD dan CDKontraindikasi
: adanya adhesi dan eksudatb. Metode fundus firstDiseksi dimulai
dari fundus kandung empedu dan kemudian berlanjut pada duktus
sistikus. Indikasi : adanya adhesi atau eksudat di CBD, CHD dan
CD4,8
Laparoskopik kolesistektomiBerbeda dengan kolesistektomi
terbuka, pada laparoskopik hanya membutuhkan 4 insisi yang kecil.
Oleh karena itu, pemulihan pasca operasi juga cepat. Kelebihan
tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di
rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah
nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan
tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi
umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang
terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus
sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris
sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak
terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari,
cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat
digunakan untuk aktifitas olahraga6,8
KolesistostomiPada pasien dengan kandung empedu yang mengalami
empiema dan sepsis, yang dapat dilakukan ialah kolesistostomi.
Kolesistostomi adalah penaruhan pipa drainase di dalam kandung
empedu. Setelah pasien stabil,maka kolesistektomi dapat
dilakukan.8
Endoscopic sphincterotomyDilakukan apabila batu pada CBD tidak
dapat dikeluarkan. Pada prosedur ini kanula diletakan pada duktus
melalui papila vateri. Dengan mennggunkan spinterectome
elektrokauter, dibuat insisi 1 cm melalui sfingter oddi dan bagian
CBD yang mengarah ke intraduodenal terbuka dan batu keluar dan
diekstraksi. Prosedur ini terutama digunakan pada batu yang impaksi
di ampula vateri.4,8