KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi Stresemann 1922) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER TAMAN NASIONAL BALI BARAT ADILIA PUTRI RAHMAWATI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
53
Embed
KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi ... · rothschild. i. Stresemann 1922) di . ... IPB, keluarga besar Cantigi Gunung (KSHE angkatan 49), HIMAKOVA, Kelompok Pemerhati
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi
Stresemann 1922) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER
TAMAN NASIONAL BALI BARAT
ADILIA PUTRI RAHMAWATI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Koefisien inbreeding
jalak bali (Leucopsar rotschildi Stresemann 1922) di penangkaran Tegal Bunder
Taman Nasional Bali Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Adilia Putri Rahmawati
NIM E34120052
ABSTRAK
ADILIA PUTRI RAHMAWATI. Koefisien Inbreeding Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi Stresemann 1922) di Penangkaran Tegal Bunder Taman Nassional Bali
Barat. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan LIN NURIAH GINOGA.
Penangkaran Tegal Bunder merupakan salah satu lembaga konservasi eks-
situ yang menangkarkan jalak bali untuk pelepasliaran. Penangkaran eks-situ
memiliki resiko terjadinya silang dalam atau inbreeding tinggi, yang dapat
menyebabkan adanya perubahan atau abnormalitas pada satwa. Penelitian
dilakukan untuk menganalisis manajemen perkawinan dan mengidentifikasi
inbreeding melalui hubungan kekerabatan, koefisien inbreeding, serta karakteristik
morfologis. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi
lapang, wawancara, dan studi pustaka. Hasil identifikasi inbreeding yang diperoleh
menunjukkan bahwa telah terjadi inbreeding pada jalak bali, sedangkan pada
pengamatan karakteristik morfologis diduga telah terjadi tekanan inbreeding pada
jalak bali di penangkaran Tegal Bunder.
Kata kunci: inbreeding, jalak bali, manajemen perkawinan
ABSTRACT
ADILIA PUTRI RAHMAWATI. Inbreeding Coefficient of Bali Starling
(Leucopsar rothschildi Stresemann 1922) in Tegal Bunder captive West Bali
National Park. Supervised by BURHANUDDIN MASY’UD and LIN NURIAH
GINOGA.
Tegal Bunder captive is one of ex-situ conservation organization that breed
bali starling for release. The risk of inbreeding is high as an animal captivity. This
research aimed to analyse management breeding and identify in breeding based on
kinship, inbreeding coefficient, and morphological characteristic. Observation,
interview, and literature study were used in this research. The identification of
inbreeding showed that there was indeed inbreeding occured in Tegal Bunder
captive, and there was significant difference of morphological characteristic, body
size of the progeny, which indicated inbreeding depression of bali starling in Tegal
Bunder captive.
Keywords: bali starling, inbreeding, management of breeding
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi
Stresemann 1922) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER
TAMAN NASIONAL BALI BARAT
ADILIA PUTRI RAHMAWATI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi: Koefisien Inbreeding Jalak Bali (Leucopsar rotschildi Stresemann
1922) di Penangkaran Tegal Bunder Taman Nassional Bali Barat Nama
NIM : Adilia Putri Rahmawati : E34120052
Dr Ir Burhanuddin Masy'ud, MS
Pembimbing I
Tanggal Lulus: 2 � OEC 2016
Disetujui oleh
Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi
Pembimbing II
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dari penelitian
yang telah dilakukan berjudul “Koefisien inbreeding Jalak Bali (Leucopsar rotschildi
Stresemann 1922) di Penangkaran Tegal Bunder Taman Nasional Bali Barat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS dan Ir Lin
Nuriah Ginoga MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan,
bimbingan, dan saran kepada penulis selama penyusunan penelitian, pelaksanaan
penelitian, dan penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
pihak Taman Nasional Bali Barat yang telah mengizinkan, memfasilitasi, dan
membantu penulis sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar sampai selesai.
Penulis menyampaikan penghargaan sebesar-besarnya kepada kedua orang tua,
Bapak Cucuk Sugiarto dan Ibu Yuni Hastuti serta kedua orang kakak penulis yang
selalu memberikan do’a dan memberi dukungan bagi penulis. Penghargaan penulis
sampaikan kepada Pak Nana, Pak Putu, Pak Heri, Mas Ari, Mas Hanung, Mas Harpa,
serta seluruh staff Pusat Pembinaan Jalak Bali Tegal Bunder Taman Nasional Bali
Barat yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (DKSHE) IPB, keluarga besar Cantigi Gunung (KSHE angkatan 49),
HIMAKOVA, Kelompok Pemerhati Kupu-Kupu SARPEDON, sahabat dunia
akhirat, serta seluruh pihak yang turut menyukseskan penyusunan karya ilmiah ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Desember 2016
Adilia Putri Rahmawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Alat dan Bahan 3
Objek Penelitian 3
Metode Pengumpulan Data 3
Metode Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Pembahasan 17
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 26
vii
DAFTAR TABEL
1 Jenis data dan metode pengumpulan data 3 2 Pengukuran ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder 4 3 Kategori tingkat inbreeding 8 4 Dasar pemilihan bibit jalak bali jantan dan betina di PPJB Tegal Bunder 9 5 Ciri-ciri morfologis jalak bali jantan dan betina di PPJB Tegal Bunder 10 6 Jenis dan ukuran kandang jalak bali PPJB Tegal Bunder 11 7 Asal indukan transfer jalak bali di PPJB Tegal Bunder 13 8 Nilai koefisien inbreeding jalak bali tiap generasi 14 9 Perbandingan ukuran tubuh jalak bali jantan dan betina pada SPSS 15
10 Perbandingan peubah ukuran tubuh jalak bali tiap generasi pada SPSS 15 11 Perbandingan pola (variasi) jalak bali di PPJB Tegal Bunder 16
12 Rekomendasi skenario pengaturan kawin jalak bali di PPJB Tegal
Bunder 22
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian 2 2 Contoh silsilah suatu individu X 8 3 Pasangan jalak bali di kandang pembiakan (A) jantan dan (B) betina 10 4 Gowok pada kandang jalak bali di PPJB Tegal Bunder 12 5 Penelusuran silsilah jalak bali dengan kode TNBB 534 13 6 Diagram panah hubungan kekerabatan jalak bali di PPJB Tegal Bunder 14
7 Rentang sayap (A) dan bulu ekor (B) jalak bali di PPJB Tegal Bunder 21 8 Warna mata (A) dan kaki (B) jalak bali di PPJB Tegal Bunder 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan nilai koefisien inbredding jalak bali di PPJB Tegal Bunder 26 2 Silsilah jalak bali di PPJB Tegal Bunder 28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) atau juga dikenal oleh
masyarakat lokal dengan nama curik bali merupakan burung yang berasal dari suku
sturnidae. Jalak bali merupakan satwa endemik Bali yang berstatus terancam punah
(critically endangered) (IUCN 2012) dan saat ini habitat alaminya hanya ditemukan
di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Jalak bali juga terdaftar di dalam Apendiks
I CITES yakni termasuk kelompok yang terancam punah dan dilarang untuk
diperdagangkan. Di Indonesia burung ini masuk dalam kategori jenis yang dilindu
ngi oleh pemerintah melalui SK Menteri Pertanian No.421/Kpts/Um/8/70 tanggal
26 Agustus 1970 dan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa Liar.
Populasi jalak bali di alam setiap tahunnya mengalami penurunan, sampai
dengan tahun 2005 tercatat bahwa jumlah populasi jalak bali di alam sebanyak 12
ekor (Rianto 2006). Menurut TNBB (2013) hal ini disebabkan karena perburuan,
predator, dan kebakaran hutan. Jumlah populasi jalak bali yang sangat sedikit
menjadi alasan pentingnya upaya konservasi, salah satunya adalah penangkaran dan
pelepasliaran hasil penangkaran ke alam. Saat ini, upaya konservasi eks-situ jalak
bali telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Keberadaan jalak bali di eks-situ
selain meningkatkan populasi juga dapat membantu upaya konservasi dan
penelitian jalak bali.
Program penangkaran di Pusat Pembinaan Jalak Bali (PPJB) Tegal Bunder
ditujukan untuk menangkarkan jenis yang terancam punah dan dikembalikan atau
dilepasliarkan ke habitat alaminya. Untuk keberhasilan pelepasliaran dibutuhkan
bibit jalak bali yang berkualitas baik dengan salah satu indikator berupa kualitas
dan genetik yang baik. Di dalam penangkaran jalak bali ada kecenderungan
terjadinya silang dalam atau inbreeding. Inbreeding dapat diidentifikasi melalui
analisis silsilah jalak bali dan besarannya dapat dilihat dari nilai koefisien
inbreeding. Inbreeding dapat menimbulkan pengaruh buruk seperti penurunan
fertilitas, peningkatan mortalitas, penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit,
penurunan daya hidup, dan penurunan laju pertumbuhan (Noor 2008). Kondisi
abnormalitas juga dapat terjadi pada satwa sebagai efek dari inbreeding. Untuk
mengetahui terjadinya abnormalitas ini, maka perlu diketahui perihal koefisisen
inbreeding agar dapat dilakukan pengaturan perkawinan dengan tepat dan
penelaahan karakteristik morfologis untuk mengetahui ada atau tidaknya tekanan
inbreeding pada jalak bali di Pusat Pembinaan Jalak Bali (PPJB) Tegal Bunder.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji manajemen perkawinan pada jalak bali di PPJB Tegal Bunder
2. Menghitung hubungan kekerabatan dengan menggunakan diagram pohon dan
koefisien inbreeding pada jalak bali di PPJB Tegal Bunder
2
3. Mengukur perbandingan karakteristik morfologis jalak bali untuk
mengidentifikasi keberadaan tekanan inbreeding pada jalak bali di PPJB Tegal
Bunder.
Manfaat
Hasil penelitian mengenai koefisien inbreeding pada jalak bali diharapkan
dapat dijadikan dasar pengelolaan PPJB dan lembaga konservasi eks-situ lainnya,
dan memperoleh informasi mengenai tingkat inbreeding pada jalak bali, serta
memperoleh informasi mengenai karakteristik morfologis pada jalak bali yang ada
di PPJB Tegal Bunder.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian mengenai analisis koefisien inbreeding jalak bali dilakukan di
PPJB Tegal Bunder, Taman Nasional Bali Barat tersaji pada Gambar 1. Penelitian
dilakukan pada bulan Maret – September 2016.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain alat tulis,
penggaris, jangka sorong, kamera digital, dan pita ukur. Bahan yang digunakan
adalah tally sheet.
3
Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jalak bali
(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) dengan spesifikasi analisis koefisien
inbreeding.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data primer
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lokasi penelitian.
Data primer yang diambil meliputi manajemen perkawinan, koefisien inbreeding
dan karakteristik morfologis (Tabel 1). Metode pengambilan data meliputi
pengamatan langsung, pengukuran, wawancara semi terstruktur kepada pihak
pengelola, dan perhitungan.
Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data
Data yang diambil Metode
Pengamatan Pengukuran Wawancara Perhitungan
A. Manajemen
perkawinan
1. Pemilihan bibit v v
2. Penentuan jenis
kelamin
v v
3. Penjodohan
4. Pemantauan
selama massa
bertelur dan
penyapihan anak
5. Pengaturan
kawin kembali
v
v
v
v
v
v
B. Koefisien
inbreeding
Silsilah jalak bali v v
C. Karakteristik
morfologis
Data kuantitatif
(pengukuran
terhadap peubah
ukuran tubuh)
v v v
Data kualitatif
(warna, pola
bulu sayap dan
bulu ekor)
v
v
Keterangan : v (data yang diambil)
4
A. Manajemen perkawinan
Data mengenai manajemen perkawinan meliputi pemilihan bibit, penentuan
jenis kelamin, penjodohan, dan pengaturan kawin. Data pemilihan bibit di
maksudkan untuk mengetahui cara penentuan jenis kelamin indukan. Kegiatan
pengaturan kawin yaitu cara penjodohan yang dilakukan pengelola.
B. Koefisisen inbreeding
Perhitungan koefisien inbreeding pada jalak bali diawali dengan penelaahan
hubungan kekerabatan atau silsilah seluruh individu jalak bali pada (studbook)
kemudian dibuat dalam diagram panah untuk menentukan hubungan kekerabatan
antar jalak bali (Gambar 16). Pengambilan data juga dilakukan dalam bentuk
wawancara kepada pengelola untuk mengetahui silsilah jalak bali yang ada di PPJB.
C. Karakteristik morfologis
Data karakteristik morfologis yang bersifat kuantitatif meliputi ukuran tubuh
yang diukur mencakup panjang paruh, tinggi paruh, lebar pangkal paruh atas,
panjang kepala, lebar kepala, tinggi kepala, panjang tibia kanan dan kiri, panjang
tarsometatarsus kanan dan kiri, panjang jari kaki ketiga kanan dan kiri, diameter
tarsometatarsus kanan dan kiri, panjang tubuh total, panjang rentang sayap kanan
dan kiri, serta panjang bulu ekor (Tabel 2). Perkembangan pertumbuhan individu-
individu jalak bali ini akan dijadikan salah satu parameter untuk mengetahui
tekanan inbreeding yang terjadi. Salah satu dampak yang ditimbulkan akibat
adanya inbreeding adalah pertumbuhan tidak normal. Pada peubah ukuran tubuh
yang tersebar secara bilateral (kiri-kanan), maka pengukuran dilakukan pada kedua
bagian tubuh tersebut (peubah ukuran tubuh bagian kiri dan bagian kanan).
Data karakteristik morfologis yang bersifat kualitatif meliputi warna dan pola
bulu sayap dan bulu ekor, warna kaki, warna mata, dan daerah sekitar mata. Data
yang diperoleh dijadikan sebagai salah satu indikator terhadap adanya gejala
inbreeding pada jalak bali.
Tabel 2 Pengukuran ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder NO Peubah Ukuran Tubuh Gambar Pengukuran
1. Panjang tubuh total
yang diukur dari ujung
paruh sampai dengan
ujung bulu ekor
5
Tabel 2 Pengukuran peubah ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder
(lanjutan) No Peubah Ukuran Tubuh Gambar Pengukuran
2. Panjang paruh yang
merupakan panjang
maxilla (paruh atas)
3. Tinggi paruh pada
bagian paruh tertinggi
4. Lebar pangkal paruh
atas diukur melintang
pada lebar pangkal
paru atas
5. Panjang kepala yang
diukur dari bagian
tengkuk hingga ujung
paruh
6. Lebar kepala yang
diukur dari bagian
tengah kepala terlebar
6
Tabel 2 Pengukuran peubah ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder
(lanjutan) No Peubah Ukuran Tubuh Gambar Pengukuran
7. Tinggi kepala diukur
dari bagian tinggi
kepala terbesar
8. Panjang rentang sayap
diukur dari pangkal
sayap hingga ujung
sayap
9. Panjang ekor yang
diukur dari pangkal
ekor sampai ujung
ekor
10. Panjang kaki yang
diukur dari pangkal
kaki hingga ujung kaki
11. Panjang tibia diukur
dari panjang tulang
femur hingga tulang
metatarsal
7
Tabel 2 Pengukuran peubah ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder
(lanjutan) No Peubah Ukuran Tubuh Gambar Pengukuran
12. Panjang
tarsometatarsus diukur
dari persendian
tarsometatarsus
sampai tempat jari-jari
kaki melekat
13. Panjang jari ketiga
diukur dari pangkal
hingga ujung jari
ketiga
14. Diameter
tarsometatarsus diukur
mengelilingi
tarsometatarsus
Data sekunder Data sekunder yang diambil meliputi data jalak bali yang ada di studbook atau
buku catatan informasi jalak bali dan data mengenai jalak bali berdasarkan literatur
yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku, jurnal ilmiah, skripsi, dan
artikel.
Metode Analisis Data
Manajemen perkawinan
Data menajemen perkawinan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan
dijabarkan dalam uraian atau penjelasan disertai dengan gambar atau foto untuk
memperjelas atau indikator tentang ada tidaknya pengaruh inbreeding terhadap
manajemen perkawinan.
8
Perhitungan koefisien inbreeding
Menurut Noor (2008), koefisien inbreeding dapat dihitung menggunakan
diagram panah. Pembuatan diagram panah setiap individu pada kedua silsilah
tersebut dimasukkan sekali pada diagram panah walaupun pada kenyataannya
individu-individu tersebut muncul beberapa kali. Contoh silsilah (pohon filogeni)
dan aliran genetik disajikan dalam Gambar 2.
(a) (b) M : Male, F : Female
Gambar 2 (a) Silsilah suatu individu G; (b) Aliran gen individu G.
Langkah 1 : Individu G memiliki nenek moyang yang sama (B), dapat dipastikan
bahwa koefisian inbreeding-nya lebih besar dari nol
Langkah 2 : Nenek moyang B tidak diketahui sehingga koefisien inbreeding B
diasumsikan nol (noninbred)
Langkah 3 : Terdapat satu moyang bersama individu G, yaitu G-D-B-E-G.
Koefisien inbreeding dari individu dihitung dengan menentukan n, yaitu
banyaknya individu dalam alur (tidak termasuk individu yang diperhatikan) yang
terdiri dari moyang bersama dari tetua yang kawin sedarah (inbred). Nilai F berkisar
antara 0 atau tidak ada perkawinan sedarah sama sekali hingga 1 atau kawin sedarah
total (Allendorf dan Luikart 2008). Perhitungan koefisien inbreeding pada dasarnya
adalah mengalikan koefisien kekerabatan dengan ½ . Nilai koefisien inbreeding
dihitung dengan rumus menurut Allendorf dan Luikart (2008) :
Fx= Σ[( 1/2)n-1 (1+Fca )] Keterangan:
F = Nilai Koefisien inbreeding
n = banyaknya anak panah dalam setiap jalur
Fca = Koefisien inbreeding moyang bersama
Menurut Cervantes et al. (2007), hasil perhitungan koefisien inbreeding ini
kemudian dibagi ke dalam empat selang nilai disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Kategori tingkat inbreeding
Nilai Koefisien Inbreeding (F) Kategori
0 Non Inbreed
0 - 6,25 % Rendah
6,25 - 12,5 % Sedang
> 12,5 % Tinggi Sumber: Cervantes et al. (2007)
G B (M)
E (F)
D (M)
G
A (M) B (F) B (M) C (F)
E (F) D (M)
9
Karakteristik morfologis
Data karakteristik morfologis yang dianalisis berupa data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif ditabulasi dan dihitung nilai rataan dan simpangan
bakunya, selanjutnya dilakukan pengujian perbandingan nilai rataan dengan uji t-
student pada selang kepercayaan 95% menggunakan software SPSS untuk
menentukan adanya perbedaan antar jenis kelamin dan tiap generasinya. Data
kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menentukan ada tidaknya indikasi
tekanan inbreeding karena terjadinya penurunan dari sifat-sifat morfologisnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Manajemen perkawinan
Manajemen perkawinan atau reproduksi merupakan komponen pengelolaan
yang penting dan perlu diperhatikan dalam penangkaran satwa karena salah satu
indikator keberhasilan sebuah penangkaran. Pemilihan indukan yang tepat dapat
menjadi faktor penentu keberhasilan reproduksi. Berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara oleh pihak pengelola, aspek reproduksi yang terdapat di penangkaran
PPJB Tegal Bunder meliputi pemilihan bibit, penentuan jenis kelamin, penjodohan,
pemantauan selama masa bertelur dan penyapihan anak, serta pengaturan kawin
kembali.
1. Pemilihan bibit
Langkah awal dalam menangkarkan jalak bali yaitu dengan menyeleksi atau
memilih bibit kualitas baik yang nantinya akan dipelihara atau dikembangbiakan.
Tujuan dari adanya seleksi bibit ini unuk mendapatkan jalak bali yang benar-benar
bagus dan sehat sehingga nantinya dapat menghasilkan indukan yang berkualitas
baik. Dasar bagi pengelola penangkaran PPJB Tegal Bunder dalam pemilihan bibit
jalak bali untuk indukan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Dasar pemilihan bibit jalak bali jantan dan betina di PPJB Tegal Bunder
No Kriteria Jantan Betina
1 Perilaku Aktif (lincah) Aktif (Lincah)
2 Bulu Bulu terlihat tidak kusam Bulu terlihat tidak kusam
3 Usia Minimal berumur 1 tahun Minimal berumur 8 bulan
4 Fisik Tidak cacat atau kelainan Tidak cacat atau kelainan
2. Penentuan jenis kelamin
Penentuan jenis kelamin merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah
dilakukan, karena tampilan luar antara jalak bali jantan dan jalak bali betina tidak
jauh berbeda. Penangkaran di PPJB Tegal Bunder mempunyai cara sendiri dalam
menentukan jenis kelamin jantan dan jenis kelamin betina pada jalak bali
berdasarkan morfologi dan aktivitasnya (Tabel 5).
10
Tabel 5 Ciri-ciri morfologis jalak bali jantan dan betina di PPJB Tegal Bunder
No Kriteria Ciri Jantan Betina
1 Morfologis Postur Tubuh Tampak lebih besar
dari betina
Tampak lebih kecil
dari jantan
Jambul Menjurai diatas
kepala lebih panjang
Menjurai di atas
kepala lebih pendek
Daerah
sekitar mata
Warna biru lebih
gelap, permukaan
mata tampak lebih
kasar
Warna biru lebih
terang, permukaan
mata tampak lebih
halus
2 Aktivitas Gerakan
Lebih aktif dan
agresif
Kurang aktif
Identifikasi jenis kelamin penting untuk mempermudah proses perkawinan
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan indukan, baik pada jantan
maupun betina. Di penangkaran jalak bali PPJB Tegal Bunder identifikasi jenis
kelamin jalak bali dilakukan dengan melihat ciri morfologis yang ada pada jantan
dan betina (Gambar 3).
Gambar 3 Pasangan jalak bali di kandang pembiakan (A) jantan dan (B) betina
3. Penjodohan
Langkah awal yang dilakukan untuk mengembangbiakan jalak bali adalah
membentuk pasangan atau menjodohkan pasangan jalak bali yang ditangkarkan.
Penjodohan dilakukan dengan mengawinkan satu jantan dan satu betina dalam satu
kandang pembiakan (Tabel 6).
11
Tabel 6 Jenis dan ukuran kandang jalak bali di PPJB Tegal Bunder
No Jenis
Kandang Jumlah
Ukuran
Kandang Fasilitas Fungsi
1 Kandang
Pembiakan
37 4 m x 4 m x
2,5 m dan 3
m x 2,5 m x
2,25 m
Gowok (tempat
bersarang),
tempat
bertengger, pohon
(sawo, murbei,
tekik), tempat
makan dan
minum
Penjodohan,
bertelur,
mengeram,
menetas, dan
mengasuh
anakan
2 Kandang
Sapihan
5 3 m x 3 m x
2,5 m
Tempat
bertengger, pohon
(sawo, murbei,
tekik), tempat
makan dan
minum
Menampung
anakan usia
sapih
3 Kandang
Karantina
2 4 m x 3 m x
2,5 m
Tempat
bertengger,
tempat makan dan
minum
Menempatkan
burung-
burung jalak
bali yang baru
datang atau
burung yang
sakit
4 Kandang
Habituasi
(kubah)
2 Tinggi 27,5
m dan
diameter
17,5 m
Gowok (2 buah),
tempat
bertengger,
tempat makan dan
minum, rumput,
pohon (asam)
Menampung
individu yang
akan
dilepasliarkan
(individu
calon
pelepasliaran)
Penentuan pasangan dilakukan dengan membiarkan jalak bali memilih
pasangannya sendiri, dengan cara menempatkan beberapa pasang jalak bali yang
sudah dewasa kelamin di dalam satu kandang biak. Perkembangbiakan diawali
dengan pemilihan pasangan jalak bali pada kandang sapih. Induk diperoleh dari
anakan di kandang sapih, yaitu individu anakan yang telah berumur lebih dari 7
bulan. Pemilihan calon indukan dari kandang sapih harus berasal dari individu
anakan burung yang menunjukkan tingkah laku berpasangan. Hal ini akan
mempengaruhi keberhasilan penjodohan burung jalak bali. Apabila terdapat jalak
bali yang berpasangan, maka akan diamati lebih lanjut kecocokan pasangannya,
termasuk diperiksa hubungan kekerabatannya dengan cara melihat buku silsilah
(studbook). Berdasarkan perilakunya akan ditetapkan pasangan untuk masing-
masing jalak bali apabila menunjukan ketidakcocokan maka pasangan akan diganti
dengan yang baru. Jalak bali yang sudah berjodoh ditandai selalu berdua dengan
pasangannya dan berkicau sahut menyahut. Pasangan jalak bali yang telah berjodoh
diamati perkembangannya sampai terjadi perkawinan dan bertelur. Apabila sudah
terjadi proses perkawinan, maka intensitas perawatan kandang harus dikurangi.
12
Keberhasilan penjodohan jalak bali sangat tergantung pada keberhasilan pemilihan
bibit dan membedakan jenis kelamin (jantan dan betina), baik pada jalak anakan
maupun jalak dewasa, oleh karena itu burung yang akan dijodohkan harus dapat
dipastikan kualitas bibit baik dan jenis kelaminnya masing-masing (jandan dan
betina).
4. Pemantauan selama massa bertelur dan penyapihan anak
Penangkaran PPJB Tegal Bunder selama satu tahun jalak bali betina dapat
menghasilkan empat kali masa bertelur. Proses perkawinan jalak bali menurut
pengelola PPJB Tegal Bunder terjadi setiap bulan dengan jumlah telur yang
dihasilkan antara 2 – 4 butir, dengan masa bertelur selama 2 hari. Jalak bali betina
mengeluarkan telur per hari dan terus berlanjut hingga jumlah telur di tubuhnya
habis. Proses dilanjutkan dengan mengerami telur selama 14 hari hingga menetas.
Telur jalak bali menetas pada usia 14-15 hari. Apabila telah memasuki hari ke-16,
maka telur yang gagal menetas dibuang agar tidak membusuk di dalam gowok.
Kandang pembiakan dilengkapi dengan gowok (Gambar 4) yang berfungsi
untuk tempat meletakkan telur. Keberhasilan kawin dapat dilihat dari tingkah laku
betina yang aktif membuat sarang di dalam gowok, tingkah laku tersebut dapat
dilihat dengan adanya aktivitas betina mengumpulkan bahan-bahan sarang yang
dimasukkan ke dalam gowok sebagai tempat bertelur.
Gambar 4 Gowok di dalam kandang jalak bali di PPJB Tegal Bunder
Pengecekan telur dilakukan setiap hari dan dilakukan pencatatan terkait tanggal
bertelur indukan. Berdasarkan hasil wawancara dari pihak pengelola PPJB Tegal
Bunder penyebabkan kegagalan dalam penetasan telur jalak bali biasanya
dikarenakan faktor lingkungan sehingga ini dapat mempengaruhi proses
pengeraman pada indukan.
5. Pengaturan kawin kembali
Pengaturan kawin jalak bali kembali dilakukan pasca penyapihan anak.
Penyapihan anakan di PPJB Tegal Bunder ini dilakukan secara alami, yaitu
penyapihan dilakukan secara intensif oleh indukan sendiri. Penyapihan secara alami
ini untuk menjaga sifat liar dari burung jalak bali karena penangkaran ini bertujuan
menghasilkan keturunan yang produktif untuk memenuhi kebutuhan cikal bakal
peliaran dalam rangka pemulihan populasi liar Jalak Bali. Penyapihan secara alami
juga bertujuan untuk mengurangi kematian jalak bali di penangkaran. Proses
13
penyapihan indukan terhadap anakannya berlangsung selama 45 hari atau sampai
anakan bisa makan dengan sendirinya. Pengaturan kawin kembali dapat dilakukan
ketika indukan telah selesai melakukan penyapihan anakan ± 45 hari. Selama
pengaturan kawin kembali pasangan jalak bali akan diamati perilakunya, ketika
salah satu individu jalak bali menunjukkan perilaku tidak mau kawin maka indukan
akan diganti.
Koefisien inbreeding
Jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder berdasarkan data terakhir
Januari 2015 berjumlah 150 individu dengan jumlah jantan 34 individu, betina 35
individu, dan anakan berjumlah 81 individu. Indukan jalak bali didapatkan melalui
sumbangan dan penukaran antar indukan dari beberapa penangkaran (Tabel 7).
Asal indukan jalak bali yang ada di penangkaran PPJB Tegal Bunder
diberikan kode atau penamaan untuk memudahkan penjodohan jalak bali (Tabel 7),
antara lain yaitu Kebun Binatang Surabaya (KBS), Taman Mini Indonesia Indah
(TMII), Taman Safari Indonesia (TSI), BKSDA DKI (DKI), penangkar di
Denpasar (DPS), penangkar di Bandung (BDG), penangkar di Madiun (MDN),
Asosiasi Penangkar Curik Bali (APCB), dan Pemerintah Jepang (Jepang).
Tabel 7 Asal indukan transfer jalak bali di PPJB Tegal Bunder
No Transfer Jumlah
Asal Tahun Jumlah
1 1995 3 3 KBS
2 1996 6 8 KBS/DPS
3 1997 12 20 TMII/BDG
4 1998 10 30 TMII
5 1999 7 31 TMII/MDN/TSI
6 2000 - 17 -
7 2001 - 5 -
8 2002 4 9 DKI/BDG
9 2003 9 14 DKI/BDG
10 2004 34 35 DKI/Jepang
11 2005 2 35 TSI/APCB
12 2007 30 33 TSI/Jepang
13 2009 30 31 TSI/Jepang Sumber : BTNBB 2012
Berdasarkan penelusuran silsilah Gambar 5 dapat dilihat bahwa asal indukan
jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder adalah DPS 2, KBS 82, KBS 104,
KBS 103, 0319 RTMII dan 048 CZoo dengan tetua nenek moyang yang tidak
diketahui sehingga diasumsikan berasal dari alam dengan koefisien inbreeding 0.
Inbreeding terjadi pada perkawinan antara jalak bali jantan TNBB 424 dengan
betina TNBB 428.
14
M : Male, F : Female
Gambar 5 Penelusuran silsilah jalak bali dengan kode TNBB 685
Jalak bali jantan TNBB 424 dengan betina TNBB 428 merupakan saudara
sedarah sehingga perkawinan antar kedua jalak bali ini menghasilkan anakan yang
inbreed yaitu TNBB 685. Hal ini menghasilkan data diagram panah kekerabatan
seperti dalam Gambar 6. Nilai koefisien inbreeding pada individu TNBB 685
sebesar 0.062.
Keterangan : : Hubungan antara individu ke anak jalak bali di PPJB Tegal Bunder
M : Male
F : Female
Gambar 6 Diagram panah hubungan kekerabatan jalak bali di PPJB Tegal Bunder
Hasil analisis dari data silsilah dan hubungan kekerabatan jalak bali yang
berada di penangkaran PPJB Tegal Bunder berdasarkan perhitungan nilai koefisien
inbreeding memiliki hasil seperti ditampilkan pada Tabel 8 (Lampiran 1-2).
Tabel 8 Nilai koefisien inbreeding jalak bali di PPJB Tegal Bunder tiap generasi
No Status Filial Jumlah Total Kosfisien Inbreeding
1 F2 1 0.25
2 F3 12 0.71
3 F4 32 1.22
4 F5 4 0.03
Rata-rata 0.045 Keterangan: F2 : Anak generasi 2
F3 : Anak generasi 3
F4 : Anak generasi 4
F5 : Anak generasi 5
DPS 2
M
048 CZoo
F
0319 RTMII
M
KBS 103
F
KBS 104
M
KBS 103
F
KBS 104
M KBS 82
F
TNBB 31
M TNBB 57
F TNBB 77
M
TNBB 33
F
TNBB 428
F TNBB 424
M
TNBB 685 TNBB 686 TNBB 687 TNBB 672
TNBB
685
428 (F)
424 (M)
57 (F)
33 (F)
Kbs 103
(F)
Kbs 104
(M)
15
Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 8), terdapat empat generasi jalak bali
dengan koefisien inbreeding yang berbeda. Koefisien inbreding mulai terjadi pada
generasi kedua sebesar 0.25, generasi ketiga terdapat 12 individu dengan nilai
koefisien inbreeding yaitu 0.71. Koefisien terbanyak terjadi pada generasi keempat
terjadi pada 32 individu dengan nilai koefisien inbreeding sebesar 1.22. Generasi
kelima terdapat empat individu dengan koefisiean inbreeding sebesar 0.03
Karakteristik morfologis
Hasil perbandingan ukuran tubuh jalak bali jantan dan betina disajikan di
dalam Tabel 9 dan hasil perbandingan ukuran tubuh jalak bali tiap generasi
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 9 Perbandingan ukuran tubuh jalak bali jantan dan betina pada SPSS
No Parameter (cm) Jantan
(n=3)
Betina
(n=3)
Uji t-
student
1 Panjang total tubuh 25.91 ± 0.75 25.44 ± 0.46 0.503
2 Panjang paruh 2.64 ± 0.32 2.64 ± 0.23 0.691
3 Tinggi paruh 0.96 ± 0.26 0.91 ± 0.09 0.14
4 Lebar pangkal paruh 0.92 ± 0.05 0.9 ± 0.04 0.83
5 Panjang kepala 7.03 ± 0.35 6.73 ± 0.65 0.352
6 Lebar kepala 2.51 ± 0.5 2.39 ± 0.41 0.666
7 Tinggi kepala 2.66 ± 0.25 2.62 ± 0.37 0.457
8 Panjang rentang sayap kiri 18.89 ± 1.56 18.7 ± 0.94 0.254
9 Panjang rentang sayap kanan* 18.86 ± 1.63 18.59 ± 0.36 0.039