Top Banner
i KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Edisi Kesebelas DEPARTEMEN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2009
358

KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

Mar 06, 2019

Download

Documents

lelien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

i

KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN KERUKUNAN

UMAT BERAGAMA

Edisi Kesebelas

DEPARTEMEN AGAMA RIBADAN LITBANG DAN DIKLAT

PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN2009

Page 2: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

ii

KOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Hak cipta © Tim Penyusun 1992/1993

All rights reserved

Penyusun: Tim Puslitbang Kehidupan BeragamaTim Revisi Edisi ke-11: Abd. Rahman Mas’ud & A. Salim Ruhana

Edisi ke-11, September 2009

Diterbitkan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Bayt al-Quran dan Museum IstiqlalKomplek Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Lantai III

Telp. (021) 87790189 Faks. (021) 87793540www.balitbangdiklat.depag.go.id

Desain sampul: AsaRTata letak: Imam Syaukani

Perpustakaan Nasional RI, Data Katalog dalam Terbitan (KDT)

Tim Penyusun Puslitbang Kehidupan BeragamaKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA oleh TimPenyusun Puslitbang Kehidupan Beragama; Tim Revisi Edisi ke-11

Edisi 11 —— Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan,September 2009324 hlm, 14,8 x 21 cm

ISBN : 978-979-99855-5-2

Dicetak oleh CV. PRASASTI

Page 3: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

iii

TIM PENYUSUN EDISI PERTAMA

Drs. H. Hasbullah Mursyid PengarahH. Muh. Nahar Nahrawi, SH KetuaDrs. H.M. Yusuf Asry Wk. KetuaDrs. H. Nuhrison M. Nuh SekretarisDrs. H. Syuhada Abduh AnggotaDrs. H. Harisun Arsyad AnggotaDrs. Bashori A. Hakim AnggotaDra. Titik Suwariyati Anggota

TIM REVISI EDISI KESEBELAS

Abd.Rahman Mas’udA. Salim Ruhana

Page 4: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

iv

Page 5: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

v

SAMBUTANKEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT

DEPARTEMEN AGAMA RI

Saya menyambut baik diterbitkannya kembali buku KompilasiPeraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama; dimana berbagai kalangan juga telah menyatakan harapannya agarbuku ini diterbitkan kembali.

Sejak awal buku ini diperuntukkan bagi mereka yangberkecimpung dalam upaya-upaya peningkatan kerukunan umatberagama, baik dari kalangan pejabat pemerintah, para pemukaagama maupun masyarakat umum. Buku ini akan memudahkanmereka untuk menelusuri, mempelajari, atau mempergunakanbeberapa ketentuan hukum yang terkait hubungan antarumatberagama. Oleh karena itu, Saya memandang buku ini sangatpenting sebagai pedoman bagi para pejabat pemerintah danpemuka agama dalam melakukan kerja-kerja kerukunan sertamasyarakat umum yang tertarik dalam menciptakan kerukunan umatberagama yang lebih baik di masa depan.

Seiring tumbuh dan berkembangnya berbagai masalahkerukunan umat beragama dan terbitnya beberapa kebijakan barupemerintah terkait pengaturan kehidupan beragama, Sayame-ng-apresiasi segala bentuk upaya penyempurnaan buku ini.Saya berharap dengan penyempurnaan ini akan lebih mendekatkansubstansi buku ini dengan persoalan yang dihadapi masyarakat.Sehingga buku ini dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalampenyelesaian persoalan terkait. Saya berharap buku ini akan terusdinamis merespon segala perubahan sosial yang terjadi danberbagai kebijakan yang diterbitkan pemerintah dalam bentukperaturan perundang-undangan.

Saya bersyukur buku ini telah memenuhi harapan di atas denganmencantumkan peraturan perundang-undangan terbaru dalam setiappenerbitannya, baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturandan Keputusan Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri danJaksa Agung, Instruksi Menteri Agama dan Menteri DalamNegeri, maupun Surat Edaran Menteri Agama dan Menteri Dalam

Page 6: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

vi

Negeri, serta beberapa surat keputusan dan edaran pejabat terkaitsetingkat eselon satu.

Akhirnya, semoga kehadiran buku ini dapat mencapai tujuannyayakni sebagai salah satu instrumen dalam menciptakan kerukunanumat beragama di Indonesia.

Jakarta, September 2009

Pgs.Kepala, Badan Litbang dan Diklat,

Prof. DR. H.M. Atho Mudzhar

NIP. 19481020 196612 1 001

Page 7: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

vii

KATA PENGANTARKEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN

KEAGAMAAN

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tiada terhingga,sehingga kami dapat menerbitkan kembali buku KompilasiPeraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama.

Kerukunan umat beragama merupakan bagian penting darikerukunan nasional. Mengabaikan persoalan ini akan berakibat fatalbagi kelangsungan hidup manusia dan kemanusiaan, sekaligusmengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Pemerintah, sebagai institusi negara yang telah diberikankewenangan konstitusional untuk mengatur tata sosial masyarakat,berkewajiban untuk menyiapkan perangkat hukum yang dapatmendukung agar kerukunan umat beragama tetap terjaga.

Kerukunan ini bukan barang jadi. Ia memerlukan kreatifitasdan inovasi sehingga kerukunan tidak lagi terlihat sekadar gagasandari atas atau pemerintah, tetapi ia telah menjadi kebutuhan pokokmasyarakat dalam membangun kehidupan keagamaan, berbangsa,dan bernegara yang harmonis dalam bingkai NKRI berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu,berbagai peraturan tentang kehidupan keberagamaan hendaklahdikembangkan dalam proses internalisasi dan sosialisasi.

Berangkat dari kenyataan tersebut, maka upaya menerbitkankembali buku Kompilasi Peraturan Perundang-undangan KerukunanUmat Beragama, yang pada tahun 2009 ini sudah memasuki edisikesebelas, patut dihargai. Pada edisi kesebelas ini, tidak terdapatperubahan berarti selain adanya penambahan terkait dengan masalah‘agama anak’ yang diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002tentang perlindungan anak, yang kami nilai penting dimasukan dalambuku kompilasi ini.

Dengan revisi di atas, diharapkan buku ini semakin sempurna

Page 8: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

viii

dan memberikan manfaat bagi banyak pihak dalam menciptakankerukunan umat beragama

Akhirnya, kami ucapkan terikasih kepada Kepala BadanLitbangdan Diklat Departemen Agama yang telah memberikan katasambutan dan semua pihak yang turut serta membantu terbitnyabuku ini.

Jakata, September 2009 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan,

Prof, H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D NIP. 19600416 198903 1 005

Page 9: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

ix

CATATAN TIM REVISIEDISI KESEBELAS

Buku Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undanganKerukunan Umat Beragama ini merupakan cetak ulang yang kesebelaskalinya. Seperti halnya yang dilakukan terhadap edisi-edisisebelumnya, pada edisi ini kami berupaya menambahkan ataumelengkapinya dengan kebijakan atau peraturan perundangan yangkami nilai penting dan relevan dengan upaya pemeliharan kerukunanumat beragama.Namun, tidak banyak penambahanpada edisi yangkesebelas ini karena pada masa-masa ini belum ada peraturanperundangan baru terkait kerukunan beragama yang terbit. Atasmasukan dan pertimbangan dari berbagai pihak, kami melihat perlunyamemasukan peraturan terkait anak dalam buku kompilasi ini . Hal inikarena beberapa permasalahan terkait anak sempat mengemukabelakangan ini, misalnya terkait pengangkatan dan pengasuhan anakdalam kaitannya dengan agama anak dan sebagainya.

Kami menyadari bahwa revisi buku ini bukanlah karya-perseorangan tetapi hasil sumbangsih banyak pihak, baik yang secaralangsung membantu maupun yang tidak langsung. Oleh karena itu,pada kesempatan ini kami dengan setulus hati mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepadasemua pihak yang telah membantu kelancaran penyempurnaan edisiini.

Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat dan memberi kontribusibagi upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di Indonesia.

Jakarta, September 2009

Abd. Rahman Mas’ud A. Salim Ruhana

Page 10: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

x

Page 11: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

xi

DAFTAR ISI

Sambutan Kepala Badan Litbang danDiklat Departemen Agama ..................................................... vKata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan.. . viiCatatan Tim Revisi Edisi Kesebelas ...................................... ixDaftar Isi ............................................................................ xi

BAB I : PENDAHULUAN .................................................. 1A. Latar Belakang Pemeliharaan Kerukunan

Umat Beragama .......................................... 1B. Konsep Kerukunan Umat Beragama............ 4C. Kebijakan dan Upaya-upaya

Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama ... 7

BAB II : AGAMA DALAM NEGARA KESATUANREPUBLIK INDONESIA ...................................... 13A. Indonesia Bukan Negara Agama dan Bukan

Negara Sekuler ........................................... 13B. Agama dan Negara dalam UUD 1945

Pasca Amandemen ..................................... 16C. Kebebasan Beragama yang Bertanggung

Jawab .......................................................... 19

BAB III : KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PEMELIHARAAN KERUKUNANUMAT BERAGAMA ............................................ 27A. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan ..... 27

1. Keberadaan OrganisasiKemasyarakatan .................................. 28

2. Pembentukan OrganisasiKemasyarakatan ................................... 29a. Jenis dan Cara Pembentukan........... 29b. Asas dan Tujuan .............................. 29c. Fungsi, Hak dan Kewajiban .............. 30

3. Pembinaan dan Bimbingan .................... 304. Sanksi Hukum ....................................... 32

Page 12: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

xii

a. Pembekuan dan Pembubaran.......... 32b. Tatacara Pembekuan dan

Pembubaran ..................................... 335. Keberadaan, Fungsi dan Tujuan

Organisasi Kemasyarakatan Keagama-an .......................................................... 34a. Majelis-majelis Agama .................... 34b. Wadah Musyawarah

Antarumat Beragama ...................... 40c. Forum Kerukunan Umat Beragama

(FKUB) ............................................. 42d. Kedudukan Hukum Perkumpulan

Gereja .............................................. 466. Pengumpulan Dana Organisasi ............. 46

a. Bantuan Dana OrganisasiKemasyarakatan dari dan keLuar Negeri ...................................... 46

b. Pengumpulan Dana OrganisasiKemasyarakatan Dalam Negeri ...... 47

B. Penyiaran Agama dan Tenaga Keagamaan 481. Penyiaran Agama ................................. 48

a. Pedoman Penyiaran Agama ........... 48b. Tatacara Penyiaran Agama ............. 49c. Penyelenggaraan Hari-hari Besar

Keagamaan ..................................... 51d. Bimbingan Pelaksanaan Dakwah ... 52e. Masalah Perbedaan Pendapat

Keagamaan ..................................... 552. Tenaga Keagamaan ............................. 55

a. Bantuan Tenaga KeagamaanLuar Negeri kepada LembagaKeagamaan di Indonesia ................ 55

b. Pendataan Tenaga Asing ................ 56c. Rekomendasi bagi Tenaga Asing

yang Melakukan KegiatanKeagamaan di Indonesia .................. 57

d. Rekomendasi bagi Tenaga Asing

Page 13: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

xiii

di Bidang Keagamaan yangMengajukan Naturalisasi ................. 59

C. Pedoman Pendirian dan PenggunaanRumah Ibadat .............................................. 601. Pendirian Rumah Ibadat ...................... 60

a. Prosedur Pendirian Rumah Ibadat... 601) Rumah Ibadat dan Keperluan

Nyata dan Sungguh-sungguh..... 602) Persyaratan Pendirian Rumah

Ibadat ......................................... 613) Rekomendasi FKUB................... 614) Izin Pendirian Rumah Ibadat ...... 64

b. Izin Sementara PemanfaatanBangunan Gedung .......................... 611) Persyaratan Memperoleh Izin

Sementara .................................. 622) Pemberian Pertimbangan .......... 623) Masa Berlaku Izin Sementara .... 634) Pelimpahan Wewenang ............. 63

c. Penyelesaian Perselisihan .............. 632. Tatacara Permohonan Pembangunan

Rumah Ibadat (Khusus DKI Jakarta) ... 643. Pertimbangan Pemberian Izin

Pembangunan Rumah Ibadat(Khusus DKI Jakarta) ........................... 65

4. Penggunaan Rumah Ibadat ................. 675. Pedoman Penggunaan Pengeras

Suara di Rumah Ibadat .......................... 68a. Pengertian ........................................ 69b. Pemasangan Pengeras Suara .......... 69c. Pemakaian Pengeras Suara ............. 69d. Hal-hal yang Perlu Dihindari ............. 71e. Suara dan Kaset .............................. 72f. Penjagaan Kesunyian di Rumah

Ibadat ............................................... 72

Page 14: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

xiv

6. Pengadaan Tanah bagi PelaksanaanPembangunan untuk KepentinganUmum (Keppres No. 55 Tahun 1993) .. 73a. Pokok-pokok Kebijakan Pengadaan

Tanah ............................................... 73b. Panitia, Musyawarah dan Ganti

Kerugian .......................................... 74c. Pengadaan Tanah Skala Kecil ........ 76

D. Hubungan Antaragama dalam BidangPendidikan, Perkawinan, PenguburanJenazah dan Upacara Hari-hari BesarKeagamaan ................................................. 761. Bidang Pendidikan ............................... 76

a. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan 76b. Peserta Didik.................................... 76

2. Bidang Perkawinan ................................ 77a. Perkawinan di Kalangan Masyarakat

Umum/Sipil ...................................... 77b. Perkawinan di Kalangan TNI dan

POLRI .............................................. 80c. Agama Anak................................... 81d. Perkawinan Penganut Agama

Khonghucu ....................................... 833. Bidang Penguburan Jenazah ................. 844. Bidang Upacara Hari-hari Besar

Keagamaan ........................................... 85E. Pengamanan Terhadap Barang Cetakan ....... 89

1. Pelarangan terhadap PeredaranBarang Cetakan ..................................... 89

2. Impor Buku-buku Agama ....................... 883. Pengawasan terhadap Mushaf al-Quran 90

F. Sumpah dan Janji ......................................... 91G. Penodaan dan Penghinaan Agama.............. 91

1. Pembekuan Aliran Kepercayaan/Kerohanian ............................................ 91

2. Tugas dan Wewenang KejaksaanAgung .................................................... 92

3. Instansi yang Membekukan Aliran.......... 92

Page 15: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

xv

4. Sanksi Pidana Penodaan ...................... 92BAB IV : PENUTUP ............................................................ 95

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................ 971. Undang-Undang Dasar 1945 .......................................... 992. Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang

Organisasi Kemasyarakatan .......................................... 1263. Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang

Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hakSipil dan Politik .............................................................. 141

4. Penetapan Presiden RI No. 1 Tahun 1965 tentangPencegahan Penyalahgunaan dan/atauPenodaan Agama .......................................................... 182

5. Penetapan Presiden RI No. 4 Tahun 1963 tentangPengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yangIsinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum .................. 190

6. Keputusan Bersama Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri No. 01/BER/mdn-mag/1969tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahdalam Menjamin Ketertiban dan KelancaranPelaksanaan Pengembangan dan IbadatAgama oleh Pemeluk-pemeluknya ................................ 194

7. Undang-Undang No. 5 Tahun 1969 tentangPernyataan Berbagai Penetapan Presiden danPeraturan Presiden sebagai Undang-undang ................. 198

8. Petunjuk Presiden sehubungan dengan Surat EdaranMenteri Agama No. MA/432/1981 .................................. 206

9. Instruksi Menteri Agama RI No. 3 Tahun 1995 tentangTindak Lanjut Keputusan Bersama Menteri Agamadan Menteri Dalam Negeri No. 01/BER/mdn-mag/1969 di Daerah .............................................................. 207

10. Keputusan Bersama Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri No. 1 Tahun 1979 tentang TatacaraPelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan LuarNegeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia ......... 210

11. Keputusan Menteri Agama No. 35 Tahun 1980tentang Wadah Musyawarah Antarumat Beragama ....... 216

Page 16: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

xvi

12. Keputusan Pertemuan Lengkap Wadah MusyawarahAntarumat Beragama tentang Penjelasan atas Pasal 3,4 dan 6 serta Pembetulan SusunanPenandatanganan Pedoman Dasar wadahMusyawarah Antarumat Beragama ................................ 223

13. Instruksi Menteri Agama RI No. 3 Tahun 1981tentang Pelaksanaan Pembinaan KerukunanHidup Umat Beragama di Daerah sehubungandengan Telah Terbentuknya wadah MusyawarahAntarumat Beragama ..................................................... 228

14. Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep-108/JA/5/1984tentang Pembentukan Tim Koordinasi PengawasanAliran Kepercayaan Masyarakat .................................... 233

15. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri No. 264/KWT/DTPUM/DV/V/1975 perihal Penggunaan RumahTempat Tinggal sebagai Gereja ...................................... 238

16. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri No. 933/KWT/SOSPOL/DV/V/1975 perihal Penjelasan terhadapSurat Kawat Menteri Dalam Negeri No. 264/KWT/DTPUM/DV/V/1975 perihal Penggunaan RumahTempat Tinggal sebagai Gereja, tanggal 28November 1975 .............................................................. 240

17. Instruksi Menteri Agama No. 4 Tahun 1978tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran-aliranKepercayaan ................................................................. 242

18. Instruksi Menteri Agama No. 8 Tahun 1979 tentangPembinaan, Bimbingan dan Pegawasan terhadapOrganisasi dan Aliran dalam Islam yang Bertentangandengan Ajaran Islam ...................................................... 244

19. Edaran Menteri Agama No. MA/432/1981tentang Penyelenggaraan Hari-hari Besar Keagamaan .. 247

20. Keputusan Pertemuan Lengkap Wadah MusyawarahAntarumat Beragama tentang Hari-hariBesar Keagamaan ......................................................... 251

21. Instruksi Direktur Jenderal Bimas IslamNo. Kep/D/101/ 78 tentang Tuntunan PenggunaanPengeras Suara di Masjid dan Mushalla ........................ 255

22. Keputusan Menteri Agama RI No. 84 Tahun 1996

Page 17: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

xvii

tentang Petunjuk Pelaksanaan PenanggulanganKerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama............... 265

23. Keputusan Presiden RI No. 6 Tahun 2000 tentangPencabutan Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina .... 284

24. Keputusan Presiden RI No. 19 Tahun 2002 tentangHari Tahun Baru Imlek .................................................... 286

25. Keputusan Menteri Agama RI No. 331 Tahun 2002tentang Penetapan Hari Tahun Baru Implek sebagaiHari Libur Nasional ......................................................... 288

26. Surat Mahkamah Konstitusi No. 356/PAN.MK/ XII/2005 perihal Penjelasan Mahkamah Konstitusi,tanggal 28 Desember 2005 ............................................ 291

27. Peraturan Bersama Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentangPedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan KerukunanUmat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat .............. 293

28. Surat Menteri Agama No. MA/12/2006 perihalPenjelasan Mengenai Status Perkawinan MenurutAgama Khonghucu dan Pendidikan Agama Khonghucu,tanggal 24 Januari 2006 ................................................. 311

29. Surat Menteri Dalam Negeri No. 470/336/SJ perihalPelayanan Administrasi Kependudukan PenganutAgama Khonghucu, tanggal 24 Februari 2006 ............... 313

30. Instruksi Menteri Agama No. 1 Tahun 2006 tentangSosialisasi Status Perkawinan, Pendidikan danPelayanan terhadap Penganut Agama Khonghucu ........ 315

31. Edaran Sekretaris Jenderal No. SJ/B.VII/1/BA.01.2/623/06 perihal Pelayanan terhadap PenganutAgama Khonghucu, tanggal 21 Maret 2007 ................... 319

32. Edaran Menteri Dalam Negeri No. 450/2576/SJperihal Pembentukan Forum Kerukunan UmatBeragama (FKUB) dan Dewan Penasihat FKUB............ 321

33. Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung,dan Menteri Dalam Negeri Republik IndonesiaNomor : 3 Tahun 2008, Nomor : KEP-033/A/JA/6/2008, Nomor : 199 Tahun 2008 tentangPeringatan dan Perintah kepada Penganut Anggota,dan atau Anggota Pengurus Jemaat AhmadiyahIndonesia (JAI) dan warga Masyarakat ........................... 323

Page 18: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

xviii

Page 19: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Bangsa Indonesia dikenal sebagai sosok bangsa yang sangatpluralistik, memiliki berbagai nuansa kemajemukan yang mewujuddalam kelompok-kelompok etnis dengan kekhasan latar belakangbahasa daerah, tradisi, adat istiadat, seni, budaya, dan agama.Mengamati sosok kemajemukan bangsa Indonesia yang demikian,salah seorang sosiolog Amerika Serikat terkenal, Hildred Geertzdalam sebuah tulisannya berjudul Indonesiaan Cultures and Com-munities, secara tepat melukiskan sebagai berikut:

Terdapat lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda-beda di Indonesia, masing-masing dengan identitasbudayanya sendiri-sendiri, dan lebih dari 250 bahasadaerah dipakai dan hampir semua agama-agama pentingdunia diwakili, selain agama-agama asli yang banyakjumlahnya.1

Kemajemukan itu menempatkan Indonesia bagaikan mozaik.Laiknya sebuah mozaik, jika direnungkan sesaat, di dalam diri In-donesia tercermin apa yang pernah diucapkan seorang antropologPrancis, Claude Levi-Strauss, pada 1955: “keragaman ada dibelakang, di depan, dan bahkan, di sekeliling kita”. Dengandemikian, bagi Indonesia, keragaman dalam berbagai hal itumemang sebuah realitas, sama sekali bukan baru sebuah dugaan.Di atas, dan atas nama keragaman itu, Indonesia sesungguhnyaadalah taman yang luar biasa indah, sehingga berada di dalamnyatidak merasa jemu. Indonesia adalah tempat yang sangatmenjanjikan bagi semua untuk saling mengunjungi danmengapresiasi, dan di atas segala-galanya, negara ini ibarat rumahbagi semua untuk saling berbagi dengan memberi. Satu-satunyayang dibutuhkan adalah mencari jalan bagaimana membuatkeragaman itu menjadi berharga dan bermanfaat bagi semua.2

1Faisal Ismail, Pijar-pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur (Jakarta:Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002), hlm. 229-230

2Achmad Syahid & Zainuddin Daulay (Ed.), Peta Kerukunan Umat Beragamadi Indonesia (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2002), hlm. xxix.

Page 20: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

2

Walaupun hidup dalam suasana kemajemukan, bangsa Indone-sia secara keseluruhan tetap merasa sebagai satu bangsa karenadisatukan oleh berbagai bentuk kepahitan dan kegetiranpengalaman sejarah yang sama dalam perjuangan panjangmenentang kolonialisme. Simbol kebangsaan ini secara jelasdieks-presikan oleh Para Pendiri Republik (the founding fathers)ini dalam suatu motto terkenal “Bhinneka Tunggal Ika”. Diambil darikitab Sutasoma karangan Mpu Prapanca, motto tersebut berartimengakui adanya “unitas dalam diver-sitas” atau “diversitas dalamunitas” dalam spektrum dinamika kehidupan berbangsa danbernegara di Indonesia.

Penduduk Indonesia tidak memusat tetapi menyebar di ribuanpulau. Penyebaran penduduk di pulau-pulau tersebut tidak merata,ada pulau yang relatif kecil tetapi dihuni penduduk yang sangatpadat seperti pulau Jawa. Pulau ini hanya memiliki luas sekitar6,89% dari seluruh luas wilayah Indonesia tetapi dihuni oleh 59,99%penduduk Indonesia. Sebaliknya pulau Papua yang luasnya 21,99%dari seluruh wilayah Indonesia ternyata dihuni hanya oleh 0,92%penduduk Indonesia. Kepadatan penduduk di pulau Jawa per kilo-meter persegi 814 jiwa, sedangkan Papua, untuk luas yang samahanya dihuni oleh 4 jiwa saja.

Di samping keanekaragaman suku bangsa dan tidakmeratanya penyebaran penduduk, bangsa Indonesia juga menganutberbagai agama dengan sebagian besar memeluk agama Islam.Hasil pendataan yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) tahun2005, selengkapnya menyatakan bahwa dari 208.819.860 jiwapenduduk Indonesia, pemeluk agama Islam berjumlah 182.083.594jiwa atau 87,20%, Kristen berjumlah 12.964.795 jiwa atau 6,20%,Katolik berjumlah 6.941.884 jiwa atau 3,32%, Hindu berjumlah4.586.754 jiwa atau 2,20%, dan Buddha berjumlah 2.242.833 jiwaatau 1,07%.3

Kemajemukan agama terjadi karena masuknya agama-agama3Biro Pusat Statistik (2005) dalam Tim Penyusun, Kompilasi Peraturan

Perundang-undangan Kerukunan Hidup umat Beragama (Jakarta: PuslitbangKehidupan Keagamaan, 2007), hlm. 1.

Page 21: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

3

besar ke Indonesia yang diawali oleh agama Hindu, kemudian Bud-dha, Islam, Katolik, dan selanjutnya Kristen. Proses pengembangandan penyebaran agama-agama tersebut berlangsung dalam suaturentangan waktu yang cukup panjang sehingga terjadi pertemuanantara agama yang satu dengan yang lainnya. Dalam pertemuanagama-agama tersebut kadang-kadang timbul potensi integrasi dankadang-kadang muncul potensi kompetisi tidak sehat yang dapatmenimbulkan benturan-benturan sesama umat. Indonesia, sebagainegara yang pernah lama dijajah dahulu, telah ditanamkan akar-akar perselisihan dan pertentangan baik yang berdasarkan padaberbedaan suku, politik maupun agama oleh kaum penjajah melalui“politik memecah belah” (devide et impera).

Kemajemukan tidak semata-mata terjadi secara eksternalkarena perbedaan konsep teologis antara agama Islam, Kristen,Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu tetapi juga secara inter-nal. Masing-masing agama tersebut secara sosiologis ternyata tidaktunggal. Di dalamnya tumbuh dengan subur sekte-sekte, aliran ataufaham keagamaan yang berbeda-beda pula. Perbedaan secara in-ternal ini, dalam banyak kasus juga berpotensi memicu konflikintraumat beragama. Manakala pihak-pihak yang terlibat tidak bisasaling menghargai perbedaan pendapat masing-masing.Sebaliknya, bila umat beragama yang bersangkutan bisamemanfaatkan perbedaan pendapat itu sebagai bagian dari rahmatTuhan, tentu ia akan jadi sebuah modal sosial (social capital) bagipeningkatan kualitas sosial umat beragama tersebut.4

Dengan demikian, keanekaragaman suku, bahasa, adat-istiadat dan agama tersebut merupakan suatu kenyataan yang harusdisyukuri sebagai kekayaan bangsa. Namun, tingginya pluralismebangsa Indonesia membuat potensi konflik bangsa Indonesia jugatinggi. Potensi perpecahan dan kesalahpahaman juga tinggi. Baikkonflik dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Dalam skalakecil, konflik tercermin pada komunikasi tidak sambung atau tidak

4Fukuyama mendefinisikan modal sosial (social capital) sebagai serangkaiannilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatukelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. FrancisFukuyama, Trust: Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran (Jakarta: Qalam,2007), hlm. xii.

Page 22: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

4

berjalan sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan rasatersinggung, marah, frustasi, kecewa, dongkol, bingung, bertanya-tanya, dan lain-lain. Sementara itu, konflik dalam skala besarmewujud dalam, misalnya, kerusuhan sosial, kekacauanmultibudaya, perseteruan antarras, etnis, dan agama.5

Menyadari hal tersebut, sudah barang tentu diperlukan kearifandan kedewasaan di kalangan umat beragama untuk memeliharakeseimbangan antara kepentingan kelompok dan kepentingannasional. Guna mewujudkan hal tersebut, umat beragama tidak bisaberjalan sendiri-sendiri. Diperlukan interaksi aktif antara berbagaipihak, baik antarumat yang seagama maupun antarumat yangberbeda agama. Interaksi ini dibangun di atas landasan niat baikuntuk bekerja sama dalam rangka mewujudkan kehidupanmasyarakat yang damai dan sejahtera.

Kepedulian terhadap penciptaan kerukunan umat beragamalebih-lebih harus ditunjukkan oleh pemerintah. Pemerintah harusbertindak sebagai wasit yang adil untuk mengatur lalu lintaspengamalan ajaran agama agar hubungan antarumat beragamadapat terwujud secara harmonis. Untuk itu pemerintah selama initelah mengeluarkan kebijakan dan peraturan perundang-undanganpemeliharaan kerukunan umat beragama.

B. Konsep Kerukunan Umat Beragama

Menteri Agama, K.H. M. Dachlan, dalam pidato pembukaanMusyawarah Antar Agama tanggal 30 Nopember 1967 antara lainmenyatakan:

Adanya kerukunan antara golongan beragama adalahmerupakan syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitaspolitik dan ekonomi yang menjadi program KabinetAMPERA. Oleh karena itu, kami mengharapkan sungguh

5Secara umum konflik antar pemeluk agama disebabkan oleh beberapa faktorseperti: pelecehan terhadap agama dan pemimpin spiritual sebuah agama tertentu,perlakuan aparat yang tidak adil terhadap salah satu pemeluk agama tertentu,kecemburuan sosial-ekonomi dan pertentangan kepentingan politik. M. Ainul Yaqin,Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi danKeadilan (Yogyakarta: Pilar Media, 2005).

Page 23: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

5

adanya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakatberagama untuk menciptakan “iklim kerukunan beragamaini, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita kitabersama ingin mewujudkan masyarakat yang adil danmakmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa itu benar-benar dapat berwujud”.

Dari pidato K.H. M. Dachlan tersebutlah istilah “KerukunanHidup Beragama” mulai muncul dan kemudian menjadi istilah bakudalam berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-undangan, seperti dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN),Keputusan Presiden (buku REPELITA) dan Keputusan-keputusanMenteri Agama, bahkan sejak REPELITA I telah diadakan satuproyek dengan nama Proyek Pembinaan Kerukunan HidupBeragama.

Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal daribahasa Arab, ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas ataudasar, misalnya: rukun Islam, asas Islam atau dasar agama Islam.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagaiberikut:Rukun (nnomina): (1) sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnyapekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak cukup syaratdan rukunnya; (2) asas, berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksanadengan baik, tidak menyimpang dari rukunnya; rukun Islam: tiangutama dalam agama Islam; rukun iman: dasar kepercayaan dalamagama Islam.

Rukun (a-ajektiva) berarti: (1) baik dan damai, tidakberten-tangan: kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2)bersatu hati, bersepakat: penduduk kampung itu rukun sekali.Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati.Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan:kerukunan hidup bersama.

Kata rukun (n) berarti perkumpulan yang berdasar tolong-menolong dan persahabatan; rukun tani: perkumpulan kaum tani,rukun tetangga: perkumpulan antara orang-orang yang bertetangga,

6Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Depdiknas danBalai Pustaka, 2005), hlm. 966.

Page 24: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

6

rukun warga atau rukun kampung: perkumpulan antara kampung-kampung yang berdekatan (bertetang-ga, dalam suatu kelurahanatau desa).6

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapatdisimpulkan bahwa kerukunan hidup umat beragama mengandungtiga unsur penting: Pertama, kesediaan untuk menerima adanyaperbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain. Kedua,kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yangdiyakininya. Dan ketiga, kemampuan untuk menerima perbedaanselanjutnya menikmati suasana kesahduan yang dirasakan oranglain sewaktu mereka mengamalkan ajaran agamanya. Adapunformulasi kerukunan tersebut pada dasarnya adalah sebagaiaktualisasi dari keluhuran masing-masing ajaran agama yangmenjadi anutan dari setiap orang. Lebih dari itu, setiap agamaadalah pedoman hidup bagi kesejahteraan hidup umat manusiayang bersumber dari ajaran ketuhanan.

Dalam terminologi yang digunakan oleh Pemerintah secararesmi, konsep kerukunan hidup umat beragama mencakup 3kerukunan, yaitu: (1) kerukunan intern umat beragama; (2)kerukunan antar umat beragama; dan (3) kerukunan antara umatberagama dengan Pemerintah. Tiga kerukunan tersebut biasadisebut dengan istilah “Trilogi Kerukunan”.7

Sedangkan dalam Pasal 1 angka (1) Peraturan BersamaMenteri Agama dan Menteri Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentangPedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerahdalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, PemberdayaanForum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian rumah Ibadatdinyatakan bahwa:

Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungansesama umat beragama yang dilandasi toleransi, salingpengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraandalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasamadalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

7Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama(Jakarta: Departemen Agama, 1982), hlm. 12.

Page 25: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

7

bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indone-sia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mencermati pengertian kerukunan umat beragama, tampaknyaPeraturan Bersama di atas mengingatkan kepada bangsa Indone-sia bahwa kondisi ideal kerukunan umat beragama, bukan hanyatercapainya suasana batin yang penuh toleransi antarumatberagama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisasaling bekerjasama.

C. Kebijakan dan Upaya-upaya Pemeliharaan KerukunanUmat Beragama

Bermula dari munculnya berbagai ketegangan antar berbagaiagama terutama antara Islam dan Kristen/Katolik di beberapadaerah, yang jika tidak segera diatasi akan dapat membahayakanpersatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, diselenggarakanMusyawarah Antar Agama tanggal 30 November 1967 olehPemerintah dan berlangsung di Gedung Dewan PertimbanganAgung (DPA) Jakarta. Pada saat itu, (Pejabat) Presiden Soehartodalam sambutannya menyatakan:

Secara jujur dan dengan hati terbuka, kita harus beranimengakui, bahwa musyawarah antar agama ini justrudiadakan oleh karena timbul berbagai gejala di beberapadaerah yang mengarah pada pertentangan-pertentanganagama. Pemerintah memang sangat berhati-hati dalammemberikan penilaian terhadap gejala-gejala itu, yangsecara lahiriah memang bersifat lokal dan bersumberpada salah pengertian; bahkan mungkin telah pulasengaja ditimbulkan oleh kegiatan gerakan politik sisa-sisa G30S/PKI, alat-alat negara kita kemudian cukupmempunyai dokumen-dokumen bukti bahwa sisa-sisaG30S/PKI merencanakan memecah belah persatuan kitadengan usaha mengadudombakan antara suku, antaragolongan, antara agama dan lain sebagainya. Akan tetapidi lain pihak, Pemerintah sungguh-sungguh merasaprihatin yang sangat mendalam; sebab apabila masalahtersebut tidak segera kita pecahkan bersama secara tepat

Page 26: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

8

maka gelaja-gejala tersebut akan dapat menjalar ke mana-mana yang dapat menjadi masalah nasional. Bahkan,mungkin bukan sekadar masalah nasional, melainkan dapatmengakibatkan bencana nasional”.

Presiden Soeharto dalam musyawarah tersebut juga memberikanpokok-pokok pikiran yang mendasar tentang perlunya tata cara ataudapat dianggap sebagai pokok-pokok kode etik penyiaran agama,dan keharusan mematuhi ketentuan hukum dan segala peraturanperundang-undangan yang berlaku. Presiden menyatakan:

Pemerintah tidak akan menghalang-halangi suatu penyebaranagama. Akan tetapi, hendaknya penyebaran agama tersebutditujukan kepada mereka yang belum beragama, yang masihterdapat di Indonesia, agar menjadi pemeluk-pemeluk agama yangyakin. Penyebaran agama tidak ditujukan semata-mata untuk mem-perbanyak pengikut, apalagi apabila cara-cara penyebaran agamatersebut dapat menimbulkan kesan bagi masyarakat pemelukagama yang lain, seolah-olah ditujukan kepada orang-orang yangtelah memeluk agama tersebut.

Presiden mengharapkan sungguh-sungguh kiranya semuapemuka agama dan masyarakat: “Benar-benar melaksanakan jiwadan semangat toleransi yang jelas diajarkan oleh setiap agamadan Pancasila”.

Musyawarah dihadiri pemuka-pemuka agama Islam, Kristen,Katolik, Hindu, dan Buddha. Pemerintah mengusulkan perlunyadibentuk Badan Konsultasi Antar Agama dan ditandatanganibersama suatu piagam yang isinya antara lain menerima anjuranPresiden agar tidak menjadikan umat yang sudah beragamasebagai sasaran penyebaran agama lain.

Musyawarah menerima usulan Pemerintah tentang pem-bentukan Badan Konsultasi Antar Agama, tetapi tidak dapatmenyepakati penanda-tanganan piagam yang telah diusulkan olehPemerintah tersebut. Hal itu disebabkan oleh sebagian pimpinan agamabelum dapat menyetujui usulan pemerintah (Presiden) tersebut,terutama yang menyangkut “agar tidak boleh menjadikan umat yangsudah beragama sebagai sasaran penyebaran agama lain”.

Page 27: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

9

Musyawarah tersebut merupakan pertemuan pertama antarasemua pimpinan/pemuka agama-agama di Indonesia, untukmembahas masalah yang memang sangat mendasar dalam hubunganantarumat bergama di Indonesia. Pertemuan tersebut kelak akan diikutioleh berbagai jenis kegiatan antar agama, antara lain berupa: dialog,konsultasi, musyawarah, kunjungan kerja pimpinan majelis-majelisagama secara bersama ke daerah-daerah, seminar antar cendekiawanberbagai agama, sarasehan pimpinan generasi muda agama, dansebagainya.

Pemerintah terus mengusahakan pertemuan dan konsultasidengan pimpinan agama-agama yang ada di Indonesia. UsahaMenteri Agama K.H. M. Dachlan untuk membentuk Badan KontakAntar Agama diteruskan oleh Menteri-Menteri Agama berikutnya,yaitu H.A. Mukti Ali dan H. Alamsjah Ratu Perwiranegara. Padaperiode Menteri Alamsjah-lah Badan Kontak tersebut dapat dibentukdengan nama Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama(WMAUB). Badan ini terbentuk dengan SK Menteri Agama No. 35Tahun 1980, yakni setelah 13 tahun diadakan Musyawarah AntarAgama yang pertama 1967.

Pembentukan Wadah Musyawarah Antar Umat Beragamatersebut dapat diwujudkan setelah diadakan serangkaian pertemuanoleh wakil-wakil Majelis Agama dan pejabat-pejabat DepartemenAgama. Dalam Pertemuan Tingkat Puncak antara pimpinan Majelis-Majelis agama dan pejabat-pejabat Departemen Agama tanggal30 Juni 1980 di Jakarta telah disepakati Pedoman Dasar tentangWadah Musyawarah Antar Umat Beragama yang menjadi dasarbagi pembentukan Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama olehMenteri Agama.

Kendati wadah di atas belum sempat berjalan secara efektif,namun sejak saat itu upaya-upaya peningkatan kerukunan umatberagama dalam berbagai bentuk terus dilakukan, baik olehpemerintah pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, BJHabibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, danSoesilo Bambang Yudhoyono maupun oleh masyarakat yangdipelopori oleh perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat(LSM). Berbagai dialog dan diskusi antarumat beragama terus digelar

Page 28: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

10

hingga sekarang dengan landasan agree in disagreement (setuju dalamperbedaan), sebuah gagasan yang dikemukakan Menteri Agama, A.Mukti Ali.

Dengan mengembangkan pengertian setuju dalam perbedaanserta berdasarkan tugas pokok Departemen Agama sebagai salahsatu departemen di bidang kesejahteraan rakyat di mana unsurpelayanan kepada masyarakat lebih menonjol daripada unsurmemerintah, maka selanjutnya pemeliharaan kerukunan umatberagama menggunakan pendekatan praktis-pragmatis yaitu tidaklain untuk melayani masyarakat agar kehidupan keagamaansemakin semarak baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupanmasyarakat. Dan mulai saat itu, pada saat Menteri Agama dijabatAlamsjah Ratu Perwiranegara, dirumuskan Trilogi Kerukunan, yaitukerukunan intern umat beragama, kerukunan antarumat beragama,dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.8

Pada masa pemerintah Presiden Soesilo BambangYudhoyono, melalui Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentangRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009ditetapkan bahwa peningkatan kerukunan intern dan antarumatberagama merupakan salah satu dari arah kebijakan pembangunankehidupan beragama, dengan fokus pada upaya: pertama,memberdayakan masyarakat, kelompok-kelompok agama, sertapemuka agama untuk menyelesaikan sendiri masalah kerukunanumat beragama (KUB); dan kedua, memberikan rambu-rambudalam pengelolaan kerukunan umat beragama.

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pada saat ini telahdibentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di 306 kabupaten/kota dan di seluruh provinsi di Indonesia. Sedangkan terkait masalahyang kedua, pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan danperaturan perundang-undangan yang mengatur hubungan antar-umatberagama, baik yang berhubungan dengan hak dan kebebasanberagama, penyebarluasan ajaran agama, dan interaksi sosial di antaramereka.

8Tim Penyusun, Kompilasi Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakandalam Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama (Jakarta: Proyek PembinaanKerukunan Hidup Beragama, 1992), hlm. 3.

Page 29: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

11

Merinci kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama diIndonesia, Kepala Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama dalampapernya berjudul Kebijakan Pemeliharaan Kerukunan UmatBeragama di Indonesia menyebutkan tujuh langkah upayamendorong kerukunan antar umat beragama, yaitu:9

1. Memperkuat landasan/dasar-dasar (aturan/etika bersama)tentang kerukunan internal dan antarumat beragama.

2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalambentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umatberagama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi yang idealuntuk menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.

3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusifdalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatanagama serta pengamalan agama yang mendukung bagipembinaan kerukunan hidup intern dan antarumat beragama.

4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia.

5. Melakukan pendalaman nilia-nilai spiritual yang implementatifbagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilaiKetuhanan.

6. Mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap unsurdan lapisan masyarakat.

7. Menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat bahwaperbedaan adalah suatu realita dalam kehidupanbermasyarakat. Oleh karena itu, hendaknya hal ini dapatdijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomenakehidupan beragama.

Dalam rangka memudahkan pemerintah dan masyarakat untukmengetahui kebijakan dan peraturan perundang-undangan apa sajayang telah dikeluarkan pemerintah terkait kerukunan umat beragama,Puslitbang Kehidupan Keagamaan berinisiatif mengkompilasikannya

9M. Atho Mudzhar, “Kebijakan Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama diIndonesia”, paper, Palopo, 26 Mei 2008, hlm. 11.

Page 30: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

12

dalam sebuah buku. Diterbitkan pertama kali tahun 1992 dengan judulKompilasi Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan dalamPembinaan Kerukunan Hidup Beragama kemudian berubah menjadiKompilasi Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Hidup UmatBeragama, dan sekarang pada edisi kesepuluh menjadi KompilasiKebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan UmatBeragama.

Page 31: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

26

Page 32: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

25

pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sertakebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dankepentingan bangsa.

Persoalannya, adakah undang-undang yang membatasipelaksanaan kebebasan beragama itu? Pihak kedua berpendapatada, yakni UU PNPS No. 1 Tahun 1965 tentang PencegahanPenyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama di mana Pasal 1berbunyi:

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umummenceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum,untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut diIndonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yangmenyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsirandan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agamaitu.

Page 33: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

24

sesuatu agama yang menjadi keyakinannya dan kebebasanuntuk menjalankan ibadahnya...Toleransi Agama...jelasmeminta kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dantanggung jawab.

Atas dasar itu maka, pihak kedua meyakini bahwa adapembatasan dalam pelaksanaan kebebasan beragama di Indonesia.Pasal 28J UUD 1945 adalah pasal yang dapat dipahami mengaturtentang masalah pembatasan tersebut. Isyarat tentang adanyapembatasan kebebasan beragama dapat dipahami pula dari Pasal70 dan Pasal 73 UU No. 39 Tahun 1999.

Pasal 70

Dalam menjalankan hak dan kewajiban, setiap orang wajibtunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undangdengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatanatas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutanyang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, danketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pasal 73

Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang inihanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hakasasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan,ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.

Dan Pasal 18 International Covenant on Civil and Political Rightsyang di Indonesia diratifikasi menjadi UU No. 12 Tahun 2005 ayat(3) yang berbunyi:

(3) Kebebasan untuk menjalankan agama atau keper-cayaannya seseorang hanya dapat dibatasi olehketentuan hukum, yang diperlukan untuk melindungikeamanan, ketertiban, kesehatan atau moralmasyarakat atau hak dan kebebasan mendasar or-ang lain.

Jadi, pembatasan di atas bukan dimaksudkan untuk mengurangikebebasan beragama orang lain, tetapi semata-mata untuk menjamin

Page 34: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

23

Dalam sambutan Presiden Soeharto pada PembukaanMusyawarah Antar Umat Beragama di Jakarta dan pada SambutanPeringatan Hari Lahirnya Pancasila, tanggal 1 Juni 1967 di Jakartadisebutkan:

Dengan demikian “... tidak berarti bahwa negara memaksaagama, sebab agama itu sendiri berdasarkan keyakinan,hingga tidak dapat dipaksakan; dan agama sendirimemang tidak memaksa setiap manusia untukmemeluknya...”.

Dalam sambutan Presiden Soeharto pada waktu menerimaPeserta Rapat Kerja Departemen Agama pada tanggal 12 Maret 1991di Bina Graha, Jakarta dikatakan:

Usaha membina kerukunan hidup umat beragama sayarasa perlu memperoleh perhatian yang lebih besar.Kerukunan mengandung makna hidup dalam keber-samaan. Oleh karena itu, dalam usaha membinakerukunan hidup bangsa kita yang menganut berbagaiagama dan kepercayaan itu kita harus berusahamembangun semangat dan sikap kebersamaan di antarapenganut berbagai agama dan kepercayaan di kalanganbangsa kita.

Dalam Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto, tanggal 16Agustus 1967 dikatakan:

Bangsa Indonesia sungguh-sungguh merasa bahagia,bahwa kita mempunyai tradisi yang baik mengenaitoleransi dan kerukunan hidup agama ini. Tradisi dankenyataan inilah yang antara lain menguatkan silaKetuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila kita; dansebaliknya, dengan Pancasila itu kita kembangkantoleransi agama.

Dan dalam sambutan Presiden Soeharto pada PeringatanNuzulul Qur’an tanggal 18 Desember 1967 di Jakarta ditegaskan:

“...Pengertian toleransi agama bagi kita adalah pengakuanadanya kebebasan setiap warga negara untuk memeluk

Page 35: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

22

keagamaan. Hal ini tidak boleh terjadi dalam negara kita yangberdasarkan Pancasila. Tetapi sebaliknya alat-alat negara memangtidak dapat berdiam diri apabila ada unsur-unsur yangmenyalahgunakan keleluasaan ibadat agama itu dengan melakukankegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan keonaran dalammasyarakat.

Oleh karena itu hendaknya terus dibina saling pengertian dansaling kerjasama antara pejabat pemerintah dan pemuka agama.Tanpa saling pengertian dan kerjasama antara kedua unsur itu, makacita-cita kita untuk mewujudkan masyarakat Pancasila yangsosialistis religius itu, sukar dibayangkan untuk berhasil.

Sedangkan dalam sambutan Presiden Soeharto padaPeringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada tanggal 29 Januari1980 di Istana Negara, Jakarta ditegaskan:

“...Pemerintah sangat berkepentingan dengan pem-bangunan kehidupan agama. Tapi ini tidak berarti bahwaPemerintah akan mencampuri masalah-masalah internkeagamaan, baik yang menyangkut keyakinan,pemahaman maupun yang menyangkut ajaran-ajaranagama itu. Dalam hal ini pemerintah hanya inginmemberikan pelayanan dan bantuan agar supayapelaksanaan ibadat pemeluk-pemeluknya dapat terjamindengan aman dan tenteram. Kegiatan keagamaan itu padadasarnya adalah kegiatan umat beragama sendiri...”.

Dalam Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto tanggal 15Agustus 1974 dikatakan:

Terhadap agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YangMaha Esa, Negara diwajibkan menjamin kemerdekaantiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dankepercayaannya itu. Karenanya menjadi kewajibanpemerintah untuk memberi kesempatan dan mendorongtumbuhnya kehidupan keagamaan yang sehat di negeriini.

Page 36: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

21

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri tidakmemaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya.

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjaminkemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Kebebasan agama adalah merupakan salah satu hak yang palingasasi di antara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragamaitu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhlukciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama bukan pemberian Negaraatau bukan pemberian golongan.

Sedangkan pihak kedua berpendapat bahwa selainmenekankan tentang pentingnya kebebasan beragama sebagaimanayang disinggung pada Pasal 29, Pasal 28E dan Pasal 28I UUD 1945,Pasal 22 dan Pasal 55 UU No. 39 Tahun 1999, serta Pasal 18International Covenant on Civil and Political Rights yang di Indonesiadiratifikasi menjadi UU No. 12 Tahun 2005 Ayat (1) dan (2), perludisadari bahwa kebebasan beragama tidak bisa dilaksanakansebebas-bebasnya. Kebebasan beragama harus dilaksanakansecara bertanggung jawab sehingga tidak mengancam ataumelanggar kebebasan beragama orang lain. Hal ini dimaksudkanagar kebebasan beragama dapat mendukung terciptanya kerukunanumat beragama bukan malah sebaliknya.

Kebebasan beragama yang bertanggung menjadi perhatianpemerintah sejak dahulu. Dalam sambutan Presiden Soeharto padaPeringatan Nuzulul Qur’an tanggal 11 September 1976 di IstanaNegara, Jakarta dikatakan:

Hendaklah kita sadari bersama bahwa tanggung jawabpembinaan kehidupan beragama tidak dapat semata-mata dipikulkanpada bahu Pemerintah. Umat beragama sendirilah yang pertama-tama dan terutama harus memikul tanggung jawab itu. Pemerintahlebih banyak berperan sebagai kekuatan penunjang, dan memberikankesempatan agar pelaksanaan ibadah dan amal agama itu dapatberjalan dengan tenang dan tenteram.

Adalah tidak benar dan tidak pada tempatnya apabila pejabatPemerintah mempersukar atau menghalang-halangi kegiatan

Page 37: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

20

(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanyamasing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dankepercayaannya itu.

dan Pasal 55 UU No. 39 Tahun 1999:

Pasal 55

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamnya, berpikir,dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianyadi bawah bimbingan orang tua dan atau wali.

Selain itu, pasal yang mendukung dijumpai pula dalam Pasal18 International Covenant on Civil and Political Rights yang diIndonesia diratifikasi menjadi UU No. 12 Tahun 2005 Ayat (1) dan(2) yang berbunyi:

Pasal 18

(1) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan danberagama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut ataumenerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannyasendiri, dan kebebasan baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup,untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalamkegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran.

(2) Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggukebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agamaatau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.

Berdasarkan pasal-pasal di atas pihak pertama berpendapatbahwa kebebasan beragama adalah hak yang tidak bisa dikurangidalam bentuk apapun. Komitmen seperti itu dapat pula dirujuk dimasa lalu, yakni sebagaimana yang tercantum dalam Penjelasanatas Bab II angka 1 Pedoman Penghayatan dan PengamalanPancasila: Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, tanggal 22 Maret 1978.Dengan rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa seperti pada BabII angka 1 tidak berarti bahwa Negara memaksa agama suatukepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebab agama dankepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkankeyakinan, hingga tidak dapat dipaksakan dan memang agama dan

Page 38: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

19

Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan WargaMasyarakat dijelaskan bahwa pasal-pasal di atas pada intinyamenyatakan, setiap warga bebas dan berhak untuk memeluk agamadan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, negaramenjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memelukagamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanyadan kepercayaannya itu, namun dalam menjalankan hak dankebebasannya setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yangditetapkan dengan undang-undang.12

C. Kebebasan Beragama yang Bertanggung Jawab

Adanya pengaturan tentang kebebasan beragama dikaitkandengan pelaksanaan hak asasi manusia merupakan langkah majubagi upaya perlindungan negara atas hak-hak sipil di Indonesia.Namun, seiring dengan itu, rupanya masyarakat tidak satu pendapatdalam menyikapi pasal-pasal di atas.

Pertama, pihak yang menekankan Pasal 28E dan 28I UUD 1945dan semua pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang sejalandengan itu, serta mengabaikan Pasal 28J UUD 1945 dan pasal-pasalperaturan perundang-undangan lain yang sejalan. Kedua, pihak yangmenyadari bahwa selain Pasal 28E dan Pasal 28I, dalam UUD ituada juga Pasal 28J yang memberi kemungkinan pembatasan melaluiUU, dan pasal-pasal peraturan perundang-undangan lain yangsejalan dengan itu.

Pasal-pasal yang dimaksud pihak pertama adalah Pasal 22 UUNo. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

Pasal 22

(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing danuntuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

12Tim Penyusun, buku Sosialisasi Surat Keputusan Bersama Menteri Agama,Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI No. 3 Tahun 2008, No. KEP-033/A/6/2008, No. 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada PenganutAnggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan WargaMasyarakat (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Dep. Agama, 2008), hlm. 48.

Page 39: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

18

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaanpikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidakdiperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlakusurut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangidalam keadaan apapun.

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifatdiskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkanperlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormatiselaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasimanusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuaidengan prinsip negara hukum yang demokratis, makapelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkandalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang laindalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajibtunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjaminpengakuan serta pengormatan atas hak dan kebebasan oranglain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai denganpertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, danketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Dalam buku Sosialisasi Surat Keputusan Bersama MenteriAgama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI No. 3 Tahun2008, No. KEP-033/A/6/2008, No. 199 Tahun 2008 tentangPeri-ngatan dan Perintah kepada Penganut Anggota, dan/atau

Page 40: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

17

Kendati diatur dalam satu pasal saja, hal tersebut telahmenunjukkan bahwa konstitusi sangat memperhatikan kedudukanagama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari kutipan ini dapat ditegaskan bahwa negara dan agama(Ketuhanan Yang Maha Esa) sangat erat hubungannya baik secarakonstitusional, kultural, struktural maupun secara fungsional, dankeduanya diletakkan dalam bingkai konstitusional yang jelas dantegas, walaupun agama tidak secara resmi dijadikan dasar negara.Hal ini, secara legal-konstitusional, sekaligus menjelaskan bahwaIndonesia bukan negara sekuler, tetapi juga bukan negara agama.

Selanjutnya, menurut Faisal Ismail,11 dari Pasal 29 ayat (2) UUD1945 tersebut dapat dipahami bahwa negara sepenuhnya menjaminadanya kebebasan dan kemerdekaan yang seluas-luasnya bagisetiap agama dan para pemeluknya di Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Negara juga sepenuhnya menjamin setiap penduduk untukberibadat sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan agama yangdipeluknya.

Pengakuan terhadap eksistensi agama di Indonesia semakinkuat ketika UUD 1945 diamandemen oleh Majelis PermusyawaratanRakyat (MPR) hasil reformasi. Hasilnya, pengaturan tentangkebebasan beragama dikaitkan dengan pelaksanaan hak asasimanusia dan dicantumkan dalam Pasal 28E, 28I dan 28J UUD 1945,dengan bunyi seutuhnya sebagai berikut:

Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurutagamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilihpekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggaldi wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,dan mengeluarkan pendapat.

11Faisal Ismail, Pijar-pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur (Jakarta:Puslitbang Kehidupan Beragama, 2002), hlm. 76-77.

Page 41: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

16

kukuh. Hal ini perlu saya tegaskan sebab masih adaanggapan bahwa usaha kita untuk memantapkanPancasila sebagai ideologi nasional kita itu adalah usahauntuk menggeser kedudukan agama. Saya inginmenegaskan bahwa anggapan ini sama sekali tidak benar.Hal ini tidak pernah terbayangkan dalam pikiran kita.Pancasila bukanlah tandingan agama. Pancasilamendasari kehidupan kita bersama dalam bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, yang tidak mungkin diaturberdasarkan nilai-nilai suatu suku, suatu agama, suatu rasatau golongan. Pancasila tidaklah mengatur hal yangterdalam dalam hidup pribadi kita. Sebagai misalnya imandan ibadat kita kepada Allah SWT, sebaliknya Pancasilajustru menjamin pengamalannya sebaik-baiknya.....

Selanjutnya pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAWpada tanggal 16 Desember 1983 di Istana Negara, dalamsambutannya Presiden Soeharto menegaskan:

.....Pancasila juga berfungsi sebagai landasan bersamabagi berbagai umat beragama dalam usaha mewujudkandan mengembangkan kerukunan hidup beragama, dandalam usaha membangun kehidupan bersama.....

B. Agama dan Negara dalam UUD 1945 Pasca Amandemen

Eksistensi agama dalam negara Republik Indonesia yangberdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sangat dihargai, baik sebelummaupun sesudah amandemen UUD 1945; hanya barangkali berbedadalam jumlah pasalnya saja. Sebelum amandemen UUD 1945,pengaturan mengenai hubungan antara agama dan negara diIndonesia hanya diatur secara singkat dalam Pasal 29 UUD 1945ayat (1) dan (2) yang selengkapnya berbunyi:

Pasal 29

(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadatmenurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Page 42: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

15

Sedangkan pada Malam Dharma Canti Hari Raya Nyepi TahunCaka 1914 pada tanggal 9 April 1992, Presiden Soehartomengatakan:

.....Negara kita menjamin sepenuhnya kemerdekaanberagama. Negara kita bukan negara agama, sehinggaideologi negara kita tidak bersumber dari sesuatu agamatertentu. Kita tidak mengenal adanya agama resmi yangdiakui oleh negara sehingga dalam kehidupan masyarakatkita tidak terdapat diskriminasi dalam kehidupan beragamadi antara warganya. Sebab, bagi kita kemerdekaanberagama merupakan salah satu hak yang paling asasidan berasal dari Tuhan sendiri, dan sama sekali bukanberasal dari negara. Oleh karena itu negara apalagipemerintah, tidak berwenang mencampuri masalah internagama, baik ajaran maupun lembaganya.....

Penegasan yang sama dinyatakan pula oleh Menteri Agamaketika memberikan sambutan pada pembukaan Sidang Raya XDewan Gereja-gereja di Indonesia tanggal 21 Oktober 1984 diAmbon, Maluku.

.....Negara Pancasila bukanlah negara sekuler. Fahamsekulerisme dalam pengertian politik praktis sebagaimanatelah sering saya kemukakan, adalah penolakan terhadapcampur tangan negara atau pemerintah dalam kehidupanberagama dari para warga negaranya. Sedangkan dalamnegara Pancasila, Pemerintah secara langsung ikut sertadalam pemupukan kesejahteraan rohani para warganyadan dalam pengamanan kerukunan antar umatberagama....

Sedangkan terkait hubungan antara agama dan Pancasila,sambutan Presiden Soeharto pada Upacara Pembukaan MuktamarMuhammadiyah ke-41 pada tanggal 7 Desember 1985 di StadionSriwedari, Surakarta.

.....Usaha kita memantapkan Pancasila sebagai ideologinasional sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengurangiperanan agama dalam kehidupan bangsa kita. Bahkanjustru untuk lebih memberinya landasan yang kuat dan

Page 43: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

14

10Faisal Ismail, Ideologi, Hegemoni dan Otoritas Agama: Wacana KeteganganKreatif Islam dan Pancasila (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm. 36-38.

akan dirajam sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Ketiga, pola hubungan antara negara dan agama yang bersifattidak formal. Dalam sistem kenegaraan dan pola pemerintahanseperti ini, agama secara resmi tidak dijadikan dasar negara dalamkonstitusinya, akan tetapi pola hubungan antara keduanya dibuatlangsung secara formal. Contoh kongkrit yang paling dekat untuksistem dan model ini adalah Indonesia. Negara Indonesia tidakdidasarkan pada agama tertentu (dengan demikian Indonesia bukannegara agama atau negara teokrasi) dan bukan pula negara sekuleryang sama sekali memisahkan dan memutuskan hubungan negaradan agama.

Indonesia adalah negara Pancasila yang atas dasar prinsipsilanya yang pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikantempat yang wajar dan ruang yang bebas bagi tumbuhnya nilai-nilaikeagamaan dan Ketuhanan. Barangkali Indonesia, dengan dasarPancasilanya, bersifat “unik” jika dilihat dari sudut pandang hubungannegara dan agama yang selama ini hanya mengenal adanya duamacam, yaitu negara teokratis dan sekuler. Indonesia bukan negarateokratis (agama) dan bukan pula negara sekuler. Walaupundemikian, hubungan negara dan agama di Indonesia tetap sangataspiratif dan efektif kendati berlangsung secara tidak formal.10

Konsep kenegaraan bahwa Indonesia bukan negara agamaatau negara sekuler berulang kali ditegaskan oleh pemerintah OrdeBaru. Presiden Soeharto pada Upacara Pembukaan Rapat KerjaDepartemen Agama pada tanggal 28 Maret 1989 di Bina Graha,Jakarta, mengatakan:

.....Negara kita bukan negara agama. Kita tidak mengenalapa yang disebut sebagai agama negara. Kita tidakmemilih-milih agama-agama yang ada menjadi agama-agama yang resmi dan agama-agama tidak resmi, agama-agama yang diakui dan agama-agama yang tidak diakui.....

Page 44: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

13

BAB IIAGAMA DALAM NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA

A. Indonesia Bukan Negara Agama dan Bukan Negara Sekular

Secara teoritik ada tiga tipologi hubungan antara agama dannegara. Pertama, pola hubungan antara negara dan agama yangikatannya sama sekali terputus. Pola ini terlihat secara jelas dalamsistem pemerintahan negara-negara sekuler. Dalam sistempemerintahan sekuler ini, agama tidak diberikan peluang dan ruanggerak untuk melakukan campur tangan dalam ranah urusan-urusanpolitik dan masalah-masalah kenegaraan. Singkat kata, tidak adaporos hubungan konstitusional, struktural dan fungsional sama sekaliantara agama (gereja) dan negara. Dengan kata lain, pola hubunganagama dan negara benar-benar lepas dan antara keduanya tidakada poros ikatan sama sekali.

Kedua, pola hubungan formal antara negara dan agama.Formalisasi hubungan agama dan negara dalam sistem pemerin-tahan dan pola kenegaraan semacam ini telah menjadikan agamasecara resmi sebagai dasar negara tadi dalam konstitusinya. Polahubungan demikian dapat dilihat pada sistem, pola dan bentuknegara-negara berbasis agama atau negara-negara yang bercorakteokrasi. Negara Vatikan, di bawah kepemimpinan Paus dengansegala susunan hirarki otoritas dan kewenangannya ke bawah, bisaditinjau sebagai salah satu contoh negara teokrasi ini.

Contoh-contoh di kalangan bangsa-bangsa Muslim antara lainbisa ditunjuk seperti Pakistan, Iran, dan Arab Saudi di mana hukum-hukum agama secara resmi dan formal menjadi undang-undangnegara. Dalam negara yang secara resmi dan eksplisit berdasarkanIslam seperti Arab Saudi, Iran dan Pakistan, hukum-hukum agama—baik yang berkaitan dengan masalah-masalah perdata maupun yangberhubungan dengan masalah-masalah kriminal—diterapkan dandilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku.Orang yang benar-benar terbukti mencuri dengan kasus pencurianyang berat atau berzina, misalnya, maka pencuri tadi sudah pasti

Page 45: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

27

BAB IIIKEBIJAKAN DAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN PEMELIHARAANKERUKUNAN UMAT BERAGAMA

A. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan

Dalam kehidupan keagamaan masyarakat di Indonesia,banyak dijumpai organisasi kemasyarakatan keagamaan (ormaskeagamaan) yang didirikan untuk tujuan-tujuan tertentu. DalamPasal 1 angka 4 Peraturan Bersama Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2008 tentang PedomanPelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam PemeliharaanKerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum KerukunanUmat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, ormas keagamaandidefinisikan sebagai:

.....organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yangdibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warganegara Republik Indonesia secara sukarela, berbadanhukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempatserta bukan organisasi sayap partai politik.

Dengan pengertian seperti itu maka ormas keagamaanmerupakan salah satu jenis organisasi kemasyarakatan yangdimaksud dalam UU No. 8 Tahun 1985 tentang OrganisasiKemasyarakatan, sebagaimana yang dapat dipahami dari Pasal 1yang menyatakan:

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud denganOrganisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yangdibentuk oleh anggota masyarakat warga negaraRepublik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaankegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaanterhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperansertadalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuannasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indo-nesia yang berdasarkan Pancasila.

Disebabkan berada dalam wilayah hukum negara Republik

Page 46: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

28

Indonesia, maka dengan sendirinya setiap ormas keagamaan yangdidirikan di Indonesia harus tunduk pada ketentuan UUD 1945 danUU No. 8 Tahun 1985 serta aturan pelaksanaannya, yaitu PP No.18 Tahun 1996.

1. Keberadaan Organisasi KemasyarakatanKeberadaan organisasi kemasyarakatan pada umumnya dan

ormas keagamaan pada khususnya di Indonesia didukung olehkonstitusi (UUD 1945) dan UU No. 8 Tahun 1985 tentang OrganisasiKemasyarakatan serta aturan pelaksanaannya, PP No. 18 Tahun1986, yakni dalam rangka memberikan ruang bebas bagipenyaluran pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat warganegara Republik Indonesia. Pemerintah sangat mendukungkeberadaan organisasi kemasyarakatan, yang melaluinyamasyarakat dapat diikutsertakan secara aktif dalam mewujudkanmasyarakat Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.Mengingat pentingnya peranan organisasi kemasyarakatan tersebutdan dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan kesatuanbangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional sebagaipengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin tercapainya tujuannasional; pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 8 Tahun1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Keberadaan organisasi kemasyarakatan merupakan wujudnyata kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkanpikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan denganUndang-undang (UUD 1945 Pasal 28).

Agar lebih berperan melaksanakan fungsinya, organisasikemasyarakatan berhimpun dalam satu wadah pembinaan danpengembangan yang sejenis (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 8).

Dengan berlakunya Undang-undang ini organisasi kema-syarakatan yang sudah ada diberi kesempatan untuk menyesuaikandiri dengan ketentuan Undang-undang ini, yang harus sudahdiselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah tanggalmulai berlakunya undang-undang ini (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal18).

Penentuan organisasi kemasyarakatan yang mempunyai

Page 47: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

29

ruang lingkup Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kotamadya sesuaidengan keberadaannya, diatur oleh Menteri Dalam Negeri (PP No.18 Tahun 1986 Pasal 10).

2. Pembentukan Organisasi Kemasyarakatan

a. Jenis dan Cara Pembentukan

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan organisasikemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggotamasyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atasdasar kesamaan kegiatan profesi, fungsi, agama dan kepercayaanterhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalampembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalamwadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkanPancasila (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 1).

Anggota masyarakat warganegara Republik Indonesia secarasukarela dapat membentuk organisasi kemasyarakatan atas dasarkesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaanterhadap Tuhan Yang Maha Esa [PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 2ayat (1)].

Organisasi kemasyarakatan yang baru dibentuk, pengurusnyamemberitahukan secara tertulis kepada Pemerintah sesuai denganruang lingkup keberadaannya [PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 2 ayat(2)].

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak tanggal pembentukandengan melampirkan Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tanggadan Susunan Pengurus [PP No.18 Tahun 1986 Pasal 2 ayat (3)].

b. Asas dan Tujuan

Organisasi kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagaisatu-satunya asas [UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 2 ayat (1)].

Asas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah asasdalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara [UUNo. 8 tahun 1985 Pasal 2 ayat (2)].

Organisasi kemasyarakatan menetapkan tujuan masing-

Page 48: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

30

masing sesuai dengan sifat kekhususannya dalam rangka mencapaitujuan nasional sebagaimana termaktub dalam PembukaanUndang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara KesatuanRepublik Indonesia (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 3).

Organisasi kemasyarakatan wajib mencantumkan asassebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tujuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3 dalam pasal Anggaran Dasarnya (UU No.8 Tahun 1985 Pasal 4).

c. Fungsi, Hak dan Kewajiban

Organisasi kemasyarakatan berfungsi sebagai:

1) wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya;

2) wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalamusaha mewujudkan tujuan organisasi;

3) wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunannasional;

4) sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai saranakomunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antarorganisasi kemasyarakatan, dan antara kekuatan sosial politik,Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah(UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 5).

Organisasi Kemasyarakatan berhak:1) melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;2) mempertahankan hak hidupnya sesuai dengan tujuan

organisasi (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 6).Organisasi Kemasyarakatan berkewajiban:

1) mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;2) menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945;3) memelihara persatuan dan kesatuan bangsa (UU No. 8 Tahun

1985 Pasal 7).

3. Pembinaan dan Bimbingan

Page 49: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

31

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap organisasikemasyarakatan [UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 12 ayat (1)].

Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah [UU No. 8 Tahun 1985 Pasal12 ayat (2)].

Guna meningkatkan kegiatan organisasi kemasyarakatan,Pemerintah melakukan pembinaan umum dan pembinaan teknisdalam bentuk bimbingan, pengayoman, dan pemberian dorongandalam rangka pertumbuhan organisasi yang sehat dan mandiri [PPNo. 18 Tahun 1986 Pasal 13 ayat (1)].

Bimbingan dilakukan dengan cara memberikan saran, anjuran,petunjuk, pengarahan, nasihat, pendidikan dan latihan ataupenyuluhan agar organisasi kemasyarakatan dapat tumbuh secarasehat dan mandiri serta dapat melaksanakan fungsinya dengan baik[PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 13 ayat (2)].

Pengayoman dilakukan dengan cara memberikanperlindungan hak sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku [PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 13 ayat (3)].

Pemberian dorongan dilakukan dengan cara menggairahkan,menggerakkan kreativitas dan aktivitas yang positif, memberikanpenghargaan dan kesempatan untuk mengembangkan diri agardapat melaksanakan fungsinya secara maksimal untuk mencapaitujuan organisasi [PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 13 ayat (4)].

Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil gunapembinaan organisasi kemasyarakatan diupayakan untukberhimpun dalam wadah pembinaan dan pengembangan yangsejenis agar lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya (PPNo. 18 Tahun 1986 Pasal 14).

Pembinaan umum organisasi kemasyarakatan dilakukan olehMenteri Dalam Negeri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai denganruang lingkup keberadaan organisasi kemasyarakatan yangbersangkutan [PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 16 ayat (1)].

Pelaksanaan pembinaan teknis organisasi Kemasyarakatandi daerah dilakukan oleh instansi teknis di bawah koordinasi

Page 50: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

32

Gubernur, Bupati/Walikota [PP. No. 18 Tahun 1986 Pasal 16 ayat(2)].

Untuk memperoleh daya guna dan hasil guna dalampembinaan umum dan pembinaan teknis sebagaimana dimaksuddalam Pasal 15 dan Pasal 16, Menteri Dalam Negeri melakukankoordinasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku (PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 17).

Untuk meningkatkan pembinaan, bimbingan dan pengawas-anterhadap kegiatan organisasi dan aliran dalam Islam yangbertentangan dengan ajaran Islam, maka Menteri Agamamenginstruksikan kepada aparat Departemen Agama di pusat dandi daerah untuk mengindahkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Meningkatkan hubungan dan kerja sama dengan aparatKejaksaan Agung, Departemen Dalam Negeri, BAKIN danaparatur Pemerintah Daerah serta Majelis Ulama Indonesia/Majelis Ulama Daerah dan Lembaga-lembaga KeagamaanIslam dalam rangka meningkatkan pembinaan, bimbingan danpengawasan terhadap organisasi dan aliran-aliran tersebut diatas sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

b. Meningkatkan pembinaan, bimbingan dan pengarahanterhadap organisasi dan aliran tersebut di atas ke jalan yangbenar sesuai dengan ajaran Islam.

c. Pembinaan, bimbingan dan pengarahan terhadap kegiatanorganisasi dan aliran tersebut di atas dilaksanakan sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlaku(Instruksi Menteri Agama No. 8 Tahun 1979).

4. Sanksi Hukum

a. Pembekuan dan Pembubaran

Pemerintah dapat membekukan pengurus atau pengurus pusatorganisasi kemasyarakatan apabila organisasi kemasyarakatan:

1) melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan danketertiban umum;

Page 51: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

33

2) menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuanPemerintah;

3) memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikankepentingan bangsa dan negara (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal13).

Apabila Organisasi Kemasyarakatan yang pengurusnyadibekukan tetap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalamPasal 13, maka Pemerintah dapat membubarkan organisasi yangbersangkutan (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 14).

Pemerintah dapat membubarkan organisasi kemasyarakatanyang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal4, Pasal 7, dan/atau Pasal 18 (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 15).

Pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan yangmenganut, mengembangkan, dan menyebarkan paham atau ajarankomunisme/marxisme Leninisme serta ideologi, paham, atau ajaranlain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945 dalam segala bentuk perwujudan (UU No. 8 Tahun 1985ps. 16).

b. Tatacara Pembekuan dan Pembubaran

Tatacara pembekuan dan pembubaran organisasi kema-syarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14,Pasal 15, dan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Pemerintah (UUNo. 8 Tahun 1985 Pasal 17).

Organisasi Kemasyarakatan yang melakukan kegiatan yangmengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan/atau menerimabantuan pihak asing tanpa persetujuan Pemerintah Pusat dan/ataumemberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentinganbangsa dan negara, dapat dibekukan kepengurusannya [PP No.18 Tahun 1986 Pasal 18 ayat (1)].

Pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukanoleh Pemerintah sesuai dengan ruang lingkup keberadaanorganisasi yang bersangkutan [PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 18ayat (2)].

Page 52: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

34

5. Keberadaan, Fungsi dan Tujuan Organisasi Kemasya-rakatan Keagamaan

a. Majelis-majelis Agama

1) Majelis Ulama Indonesia (MUI)Berdasarkan Musyawarah Nasional 1 Majelis Ulamaseluruh Indonesia di Jakarta, pada tanggal 17 Rajab 1395H bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 ditetapkanberdirinya Majelis Ulama Indonesia dengan dasarpertimbangan sebagai berikut:a) Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan

orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruhkepada yang ma’ruf dan mencegah dari yangmunkar, merekalah orang-orang yang beruntung(QS. Ali Imran: 104).

b) Ulama adalah pewaris Nabi (Hadits)c) Dua golongan di antara manusia, bila keduanya baik,

maka baiklah seluruh manusia, sedang bilakeduanya rusak, maka rusak pulalah manusia, yaituUlama dan Umara’ (Hadits).

d) Bahwa berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945 Pasal 29 ayat (1), para Ulamaberkewajiban membina Umat Islam untuk lebihbertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan turutserta memperkokoh Ketahanan Nasional sertamelawan atheisme.

e) Bahwa berdasarkan Garis-Garis Besar HaluanNegara ditetapkan, hakikat Pembangunan Nasionalialah pembangunan manusia seutuhnya, danpembangunan seluruh masyarakat Indonesia, suatupembangunan yang seimbang, materiil, spiritual,dunia akhirat. Oleh karena itu para ulama merasabertanggung jawab untuk ikut serta mensukseskanPembangunan Nasional.

f) Bahwa berdasarkan sejarah sejak zaman kolonialpara ulama telah merintis adanya persatuan Ulama;

Page 53: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

35

dan pada dewasa ini di seluruh tanah air telahterbentuk Majelis Ulama Daerah maka dirasa perluadanya wadah persatuan para Ulama SeluruhIndonesia, untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyahdalam rangka Pembinaan Persatuan dan KesatuanBangsa Indonesia (Piagam Berdirinya MUI, alinea1-6).

Majelis Ulama Indonesia berfungsi:a) Memberi fatwa dan nasihat mengenai masalah

keagamaan kepada Pemerintah dan umat Islamumumnya sebagai amar ma’ruf nahi munkar, dalamusaha meningkatkan Ketahanan Nasional.

b) Memperkuat ukhuwah Islamiyah dan memeliharaserta meningkatkan suasana kerukunan antar umatberagama dalam mewujudkan persatuan dankesatuan bangsa.

c) Mewakili umat Islam dalam konsultasi antar umatberagama.

d) Penghubung antara ulama dan umara (Pemerintah)serta menjadi penerjemah timbal balik antaraPemerintah dan umat guna menyukseskanpembangunan nasional (Pedoman Dasar MUI, Pasal5).

Majelis Ulama Indonesia bertujuan ikut serta mewujudkanmasyarakat yang aman, damai, adil dan makmur rohaniahdan jasmaniah sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar HaluanNegara yang diridhai oleh Allah SWT (Pedoman DasarMUI, Pasal 3).

2) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia merupakankelanjutan serta peningkatan Dewan Gereja-gereja diIndonesia yang telah didirikan di Jakarta pada tanggal25 Mei 1950 oleh 29 gereja di Indonesia (Tata Dasar PGI,Pasal 2).

Page 54: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

36

Dasar pemikirannya adalah:a) Bahwa sesungguhnya orang-orang percaya di

semua tempat dan dari segala zaman mengakui danmenghayati adanya satu gereja yang esa, kudus,am dan rasuli, seperti keesaan antara Allah Bapak,Anak dan Roh Kudus (Yoh 17; Ef4: 1-6; Kor 12: 27;Rm 12: 4-5).

b) Bahwa pengakuan akan adanya satu gereja yangesa, kudus, am dan rasuli tadi, adalah jugamerupakan satu panggilan dan suruhan bagi semuagereja untuk mewujudkan agar dunia percaya bahwaAllah Bapak telah mengutus anakNya, Tuhan YesusKristus, menjadi Juru Selamat Dunia.

c) Bahwa oleh bimbingan dan kuasa Roh Kudus yangsenantiasa membarui, membangun dan memper-satukan gereja-gereja, dan didorong pula olehkeinginan melanjutkan dan meningkatkan keber-samaan dalam keesaan yang telah dicapai selamaini melalui wadah DGI, maka 54 gereja anggota DGI,yang terhimpun dalam Sidang Raya X di Ambon (21-31 Oktober 1984) telah sepakat untuk meningkatkanDGI dalam satu lembaga gerejawi dengan namaPersekutuan Gereja-gereja di Indonesia disingkatPGI, dengan tujuan “Perwujudan Gereja Kristenyang Esa di Indonesia” (Pembu-kaan Tata Dasar,alinea 1, 2 dan 4).

Fungsi PGI Wilayah adalah untuk:a) Membicarakan, menggumuli, dan mewujudkan

kehadiran bersama gereja-gereja di wilayah.b) Menggalang kebersamaan gereja-gereja di wilayah

melalui kegiatan-kegiatan bersama, dan membantugereja-gereja untuk memikirkan/mengusahakankebutuhan-kebutuhannya.

c) Melaksanakan keputusan-keputusan Sidang Raya/MPL PGI dengan menjabarkannya ke dalam bentuk-bentuk kegiatan bersama, sesuai dengan keadaan

Page 55: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

37

dan kebutuhan wilayah yang bersangkutan (TataDasar PGI, Pasal 18).

Tujuan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia adalahperwujudan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia (TataDasar PGI, Pasal 4).

3) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)Para Uskup, sebagai pimpinan umat Katolik, menjalankantugas penggembalaan terhadap umat menurut ajaran danteladan Yesus Kristus yang mendirikan Gereja Katolik(Mukadimah Statuta KWI, alenia 1).Tanpa mengurangi otonomi masing-masing, para UskupIndonesia yang tergabung di dalam Dewan Uskup denganmaksud untuk melaksanakan berbagai tugas penggem-balaan secara bersama-sama, agar tugas-tugas ituterselenggara secara terpadu, seirama dan berkesinam-bungan di seluruh wilayah Indonesia, sekaligus untukmewujudkan secara nyata semangat kolegialitas antarpara Uskup. Dewan Uskup di Indonesia bernamaKonferensi Waligereja Indonesia, disingkat KWI, dibentukatas dasar hukum Gereja universal. Oleh karena itu hanyakuasa tertinggi Gereja Katolik yang berwenangmendirikan, menghapus dan/atau merubahnya, setelahmendengar pendapat para Uskup yang bersangkutan(Kan. 449 par. 1) (Mukadimah Statuta KWI, alenia 2).KWI bertujuan memadukan kebijakan-kebijakan dalampelaksanaan berbagai tugas pastoral bersama untukkaum beriman kristiani, untuk meningkatkankesejahteraan yang diberikan Gereja kepada manusia,terutama lewat bentuk-bentuk dan cara-cara kerasulanyang disesuaikan dengan keadaan waktu dan tempat,menurut norma hukum (kan. 447), agar sedapat mungkinberjalan seirama dan berkesinambungan di seluruh In-donesia (Statuta KWI, Pasal 4).

Page 56: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

38

4) Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)Bahwa dengan dharma agama dan dharma negara, umatHindu mewujudkan kehidupan yang serasi denganberbhakti ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dancinta kepada Tanah Air, Bangsa Negara yang berdasarkanPancasila (Murdha Citta, Anggaran Dasar Parisada,alinea 3).Bahwa didorong oleh keinginan yang luhur dan tanggungjawab untuk membina umat, maka dengan ini umat Hinduberketetapan hati membentuk majelis tertinggi AgamaHindu sebagai wahana pengabdian dengan suatuAnggaran Dasar yang merupakan marga citta (MurdhaCitta, Anggaran Dasar Parisada, alinea 4).Majelis ini bernama Parisada Hindu Dharma Indonesiadisingkat Parisada, didirikan di Denpasar pada hari SenenWage Julung Wangi, Purnama Palguna Masa, IsakaWarsa 1880, bertepatan dengan tanggal 23 Pebruari 1959(Anggaran Dasar Parisada, Pasal 1).Parisada bertujuan mengantarkan Umat Hindu dalammewujudkan jagadhita dan moksa (Anggaran DasarParisada, Pasal 6).

5) Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI)Bahwa, tugas mengisi kemerdekaan dan membangunnegara Republik Indonesia adalah menjadi hak dankewajiban setiap warga negara Indonesia tanpamembedakan golongan, keyakinan agama dan keperca-yaan yang dianutnya, dan agama Buddha, yang telahberkembang kembali di Tanah Air Indonesia, merupakansumber gairah umat Buddha dalam menyumbangkandharma baktinya ikut melaksanakan pembangunannasional demi tercapainya cita-cita bangsa dan negaraRepublik Indonesia, yakni masyarakat yang maju, adildan makmur berdasarkan Pancasila (PembukaanAnggaran Dasar WALUBI, alinea 2).

Page 57: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

39

Bahwa, dengan didorong oleh cita-cita luhur untukmewujudkan persatuan, kesatuan, kerukunan dankerjasama di antara umat Buddha Indonesia, makadibentuklah wadah tunggal Perwakilan Umat BuddhaIndonesia (WALUBI) yang berlandaskan Pancasilasebagai satu-satunya asas; yang berbentuk federasi dariSangha-Sangha dan Majelis-Majelis Agama Buddha/Buddha Dharma di Indonesia, yang bernafaskan agamaBuddha yang bersumber pada Kitab Suci Tripitaka/Tipitaka serta merupakan lembaga informatif dankonsultatif tunggal dengan Pemerintah Republik Indone-sia (Pembukaan Anggaran Dasar WALUBI, alinea 3).Perwakilan Umat Buddha Indonesia ini didirikan di Jakartapada tanggal 12 Agustus 1978 [Anggaran Dasar WALUBI,Pasal (1)].Perwakilan Umat Buddha Indonesia sebagai kekuatansosial keagamaan, berfungsi menampung dan menyalur-kan aspirasi serta mengikutsertakan seluruh potensi umatBuddha untuk berperan secara aktif dalam pembangunannasional (Anggaran Dasar WALUBI, Pasal 5).Perwakilan Umat Buddha Indonesia bertujuan:a) Mempertahankan dan mengamankan agama Bud-

dha, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.b) Mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagai

dimaksud oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar1945.

c) Membina dan meningkatkan kehidupan beragamadi kalangan umat Buddha Indonesia (AnggaranDasar WALUBI, Pasal 6).

6) Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia(MATAKIN)Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia atau TheSupreme Council for Confucian Religion in Indonesia atau“Yinni Kongjiao Zonghui” dan disingkat MATAKIN(sebelumnya disebut Perserikatan Khung Chiau Hui

Page 58: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

40

Indonesia). Majelis ini didirikan di Solo, Jawa Tengah,Indonesia, pada tanggal 16 April 1955, untuk jangka waktuyang tidak terbatas (Anggaran Dasar MATAKIN, Pasal 1)Dengan dasar iman agama Khonghucu, Majelis bertujuan: a) Mendidik, membimbing, membina, dan memberikan

penyuluhan kepada umat Khonghucu di seluruhIndonesia tanpa kecuali dan tanpa membeda-bedakan, agar senantiasa dapat hidup lurus dalamDao, menegakkan Firman Tian, mengamalkanKebajikan yang Bercahaya, hidup harmonis, berpericintakasih, selalu teguh menjunjung tinggiKebenaran, Keadilan, dan Tanggung Jawab,mempunyai Keberanian yang dilandasi Kebenaran,kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi, hiduppenuh Kesusilaan, menjunjung nilai moral dan etika,tekun belajar, dan Arif-Bijaksana, serta senantiasaDapat Dipercaya dalam kehidupan sehari-hari.

b) Mendidik, membimbing, dan membina umatKhonghucu di Indonesia agar selalu berbakti kepadaorang tua, bersikap Dapat Dipercaya kepada kawandan sahabat, mencintai dan membimbing generasimuda dengan penuh kasih sayang, dan menjadiwarga negara yang baik dan berwawasanKebangsaan Indonesia (Anggaran Dasar MATAKIN,Pasal 5).

Anggota Majelis terdiri atas anggota biasa yaitu setiapwarga negara Indonesia yang beragama Khonghucu dananggota kehormatan yaitu seseorang yang telah berjasaterhadap kelembagaan agama Khonghucu di Indonesia,yang telah menyatakan kesediaannya menjadi AnggotaKehormatan Majelis (Anggaran Dasar MATAKIN, ps. 7).

b. Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama (WMAUB)

Keberadaan Wadah Musyawarah Antar Umat Beragamadidasarkan atas Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 35 Tahun1980 yang menyatakan terbentuknya “Wadah Musyawarah Antar

Page 59: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

41

13Sudjangi (Ed.), Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama 50 TahunKemerdekaan Republik Indonesia (Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan HidupUmat Beragama, 1995), hlm. 90.

Umat Beragama” yang telah disepakati oleh wakil-wakil MajelisAgama dalam Pertemuan Tingkat Puncak pada tanggal 30 Juni1980 di Jakarta.

Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama merupakan forumkomunikasi dan komunikasi antara Pimpinan-pimpinan Agama.Bentuknya adalah pertemuan-pertemuan yang diadakan sewaktu-waktu, sesuai dengan keperluan, baik atas undangan MenteriAgama maupun atas permintaan salah satu atau lebih majelisagama. Pertemuan-pertemuan tersebut terdiri atas: (1) pertemuanantara sesama wakil-wakil Majelis Agama; (2) pertemuan antarawakil-wakil Majelis Agama dengan Pemerintah.

Badan atau Wadah Musyawarah ini hanya dibentuk di tingkatpusat, namun beberapa daerah atas inisiatif Gubernur dan PimpinanMajelis-majelis Agama di daerah untuk kepentingan daerah masing-masing ada juga Badan serupa ini, misalnya di Nusa Tenggara Timur(NTT). Dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat IProvinsi NTT No. 218/SKEP/HK/1992 tentang Pembentukan Fo-rum Komunikasi dan Konsultasi Pemuka Agama dengan PemerintahTingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur, tertanggal 9 Desember1992.13

Fungsi Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama bagipara pemimpin atau pemuka agama adalah:

1) Wadah atau forum bagi pemimpin-pemimpin/pemuka-pemukaagama untuk membicarakan tanggung jawab bersama dankerjasama di antara para warga negara yang menganutberbagai agama, dengan berlandaskan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945 dalam rangka meningkatkanpersatuan dan kesatuan serta keutuhan kita sebagai bangsadan pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan PengamalanPancasila (P4) dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

2) Wadah atau forum bagi pemimpin-pemimpin/pemuka-pemukaagama untuk membicarakan kerjasama dengan pemerintah,

Page 60: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

42

sehubungan dengan pelaksanaan Pedoman Penghayatan danPengamalan Pancasila (P4) dan Garis-garis Besar HaluanNegara (GBHN) dan ketentuan lainnya dari Pemerintahkhususnya yang menyangkut bidang keagamaan.

3) Wadah Musyawarah membicarakan segala sesuatu tentangtanggung jawab bersama dan kerjasama di antara para warganegara yang menganut berbagai agama, dan denganPemerintah, berlandaskan Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945 dalam rangka meningkatkan persatuan dankesatuan serta keutuhan kita sebagai bangsa dan pelaksanaanPedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) danGaris-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan ketentuanlainnya dari Pemerintah, khususnya yang menyangkut bidangkeagamaan.

4) Keputusan-keputusan yang diambil oleh Wadah Musyawarahmerupakan kesepakatan yang mempunyai nilai ikatan moraldan bersifat saran/rekomendasi bagi Pemerintah, Majelis-majelis Agama dan masyarakat.14

c. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

Salah satu isi Peraturan Bersama Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 adalah pemberdayaan Fo-rum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), sebagaimana diatur padaBab III Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12. FKUBadalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi olehpemerintah dalam rangka membangun, memelihara, danmemberdayakan umat beragama untuk kerukunan dankesejahteraan.

1) Pembentukan FKUB

FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota [PBM Menagdan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 8 ayat (1)].

Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

14Lampiran Keputusan Menteri Agama No. 35 Tahun 1980, Pedoman DasarWadah Musyawarah Antar Umat Beragama, Pasal 1 dan Pasal 6.

Page 61: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

43

dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah[PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 8ayat (2)].

FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memilikihubu-ngan yang bersifat konsultatif [PBM Menag dan Mendagri No.9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 8 ayat (3)].

2) Tugas FKUB

FKUB Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat(1) mempunyai tugas:a) melakukan dialog dengan pemuka agama15 dan tokoh

masyarakat;b) menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi

masyarakat;c) menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat

dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur;dan

d) melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dankebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengankerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat[PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006,Pasal 9 ayat (1)].

FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8ayat (1) mempunyai tugas:a) melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh

masyarakat;b) menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi

masyarakat;c) menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat

dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;15Pemuka agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang

memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak, yang diakui dan atau dihormatioleh masyarakat setempat sebagai panutan.

Page 62: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

44

d) melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dankebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengankerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;dan

e) memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirianrumah ibadat [PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8Tahun 2006, Pasal 9 ayat (2)].

3) Keanggotaan FKUB

Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agamasetempat [PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006,Pasal 10 ayat (1)].

Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang danjumlah anggota FKUB kabupaten/kota paling banyak 17 orang. [PBMMenag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 10 ayat(2)].

Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kotasebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkanperbandingan jumlah pemeluk agama setempat denganketerwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada diprovinsi dan kabupaten/kota [PBM Menag dan Mendagri No. 9 danNo. 8 Tahun 2006, Pasal 10 ayat (3)].

4) Pimpinan FKUB

FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakilketua, 1 (satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris,yang dipilih secara musyawarah oleh anggota [PBM Menag danMendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 10 ayat (4)].

5) Dewan Penasihat FKUB

Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan PenasihatFKUB di provinsi dan kabupaten/kota [PBM Menag dan MendagriNo. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 11 ayat (1)].

6) Tugas Dewan Penasihat

Page 63: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

45

Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat(1) mempunyai tugas:

a) membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakanpemeliharaan kerukunan umat beragama; dan

b) memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintahdaerah dan hubungan antar sesama instansi pemerintah didaerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama [PBMMenag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 11ayat (2)].

7) Keanggotaan Dewan Penasihat FKUB

Keanggotaan Dewan Penasihat FKUB provinsi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunankeanggotaan:

a) Ketua : wakil gubernur

b) Wakil Ketua : kepala kantor wilayahdepartemen agama provinsi

c) Sekretaris : kepala badan kesatuanbangsa dan politik provinsi

d) Anggota : pimpinan instansi terkait.

[PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006,Pasal 11 ayat (3)].

Keanggotaan Dewan Penasihat kabupaten/kota sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengansusunan keanggotaan:

a) Ketua : wakil bupati/wakil walikota

b) Wakil Ketua : kepala kantor departemenagama kabupaten/kota

c) Sekretaris : kepala badan kesatuanbangsa dan politik kabupaten/ kota.

d) Anggota : pimpinan instansi terkait.

Page 64: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

46

[PBM Menag dan Mendagri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun2006, Pasal 11 ayat (4)].

Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan PenasihatFKUB provinsi dan kabupaten/kota diatur dengan PeraturanGubernur (PBM Menag dan Mendagri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8Tahun 2006, Pasal 12).

d. Kedudukan Hukum Perkumpulan Gereja

Gereja atau perkumpulan gereja, demikian pula bagian-bagianyang berdiri sendiri, berdasarkan hukum merupakan badan hukum(Stb. 1927-156 ps. 1).

Untuk dianggap sebagai gereja atau perkumpulan gereja,demikian pula bagian-bagiannya yang berdiri sendiri, diperlukansurat keterangan dari Gubernur Jenderal (kini: Pemerintah) (s.d.t.dg. s. 1927-532). Keterangan ini sekali-kali tidak mengakibatkanbahwa bagi gereja, perkumpulan gereja dan bagian-bagian yangberdiri sendiri, diberlakukan hukum perdata lain, selain hukum yangdiperuntukkan baginya dalam pemberian keterangan itu (Stb. 1927-156 Pasal 2).

6. Pengumpulan Dana Organisasi KemasyarakatanKeagamaan

a. Bantuan Dana Organisasi Kemasyarakatan dari danke Luar Negeri

Keuangan organisasi kemasyarakatan dapat diperoleh darisumbangan yang tidak mengikat (UU No. 8 Tahun 1985 Pasal 11huruf b).

Keuangan organisasi kemasyarakatan diperoleh darisumbangan yang tidak mengikat baik dari dalam negeri maupunluar negeri [PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 12 ayat (1)].

Bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan yangdiperoleh dari luar negeri harus dengan persetujuan PemerintahPusat [PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 12 ayat (2)].

Bantuan dari pihak asing yang harus mendapat persetujuanPemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi

Page 65: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

47

bantuan:

1) keuangan;2) peralatan;3) tenaga;4) fasilitas (PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 20).

Bantuan luar negeri, adalah segala bentuk bantuan berasaldari Luar Negeri yang berwujud bantuan tenaga, barang dan ataukeuangan, fasilitas dan bentuk bantuan lainnya yang diberikan olehPemerintah Negara Asing, organisasi atau perseorangan di luarnegeri kepada lembaga keagamaan dalam rangka pembinaan,pengembangan dan penyiaran agama di Indonesia [SKB Menagdan Mendagri No. 1 Tahun 1979 Pasal 2 ayat (3)].

Segala bentuk usaha untuk memperoleh dan atau penerimaanbantuan luar negeri kepada lembaga keagamaan, dilaksanakandan melalui persetujuan Panitia Koordinasi Kerjasama Teknis LuarNegeri (PKKTLN) setelah mendapat rekomendasi dari DepartemenAgama [SKB Menag dan Mendagri No. 1 Tahun 1979 Pasal 6 ayat(1)].

Bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentinganbangsa dan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,meliputi bantuan:1) Yang dapat merusak hubungan antara negara Indonesia

dengan negara lain;2) Yang dapat menimbulkan ancaman, tantangan, hambatan, dan

gangguan terhadap keselamatan negara;3) Yang dapat mengganggu stabilitas nasional;4) Yang dapat merugikan politik luar negeri (PP No. 18 Tahun

1986 Pasal 21).

b. Pengumpulan Dana Organisasi Kemasyarakatan DalamNegeri

Keuangan organisasi kemasyarakatan diperoleh dari:1) iuran anggota yang pelaksanaannya diserahkan kepada

organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan;

Page 66: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

48

2) sumbangan yang tidak mengikat baik dari dalam negerimaupun luar negeri;

3) usaha lain yang sah (PP No. 18 Tahun 1986 Pasal 12).

B. Penyiaran Agama dan Tenaga Keagamaan

1. Penyiaran Agama

a. Pedoman Penyiaran Agama

Penyiaran agama adalah segala kegiatan yang bentuk, sifatdan tujuannya untuk menyebarluaskan ajaran sesuatu agama (SKBMenag dan Mendagri No. 1 Tahun 1979, Pasal 1 ayat (1)].

Untuk menjaga stabilitas nasional dan demi tegaknyakerukunan antar umat beragama, pengembangan dan penyiaranagama supaya dilaksanakan dengan semangat kerukunan,tenggang rasa, tepaselira, saling menghargai, hormat-menghormatiantarumat beragama sesuai dengan Pancasila (SK Menag No. 70Ta-hun 1978, poin pertama).

Pelaksanaan dakwah agama dan kuliah subuh melalui radiotidak memerlukan izin terlebih dahulu, dengan ketentuan sebagaiberikut:1) Tidak mengganggu stabilitas nasional;2) Tidak mengganggu jalannya pembangunan nasional;3) Tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 (SK Menag No. 44 Tahun 1978).

Amanat Presiden Soeharto kepada para peserta Rapat KerjaDepartemen Agama, tanggal 19 Juni 1979 di Jakarta:

“...Khutbah dan dakwah agama memang tidak bolehdihalanghalangi. Tetapi juga harus ada kesadaran dankejujuran kita semua, agar khutbah dan dakwah itu tidakkita kotori sendiri dengan tujuan-tujuan lain. Dan apabilaitu terjadi, lebihlebih jika mengakibatkan keresahanmasyarakat dan mengganggu stabilitas maka tentu sajaalat-alat negara yang berwenang perlu menegur danmengambil tindakan yang perlu. Ini tidak berarti bahwakhutbah atau dakwah itu sendiri yang dihalang-halangi,

Page 67: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

49

melainkan karena ada pemboncengan untuk kepentinganlain yang merugikan kepentingan kita bersama”.

b. Tata Cara Penyiaran Agama

1) Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeritentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama ini bertujuan:a) Memberikan pengaturan dan pengarahan bagi usaha-

usaha penyiaran agama, sehingga pelaksanaan kegiatantersebut dapat berlangsung tertib dan serasi.

b) Mengokohkan dan mengembangkan kerukunan hidup diantara sesama umat beragama di Indonesia sertamemantapkan stabilitas nasional yang sangat pentingartinya bagi kelangsungan dan berhasilnya Pem-bangunan Nasional [SKB Menag dan Mendagri No. 1Tahun 1979 Pasal 1 ayat (1)].

2) Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untukditujukan terhadap orang atau kelompok orang yang telahmemeluk/menganut agama lain dengan cara:a) Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian

barang, uang, pakaian, makanan atau minuman, peng-obatan, obat-obatan dan bentuk-bentuk pemberianapapun lainnya agar orang atau kelompok orang yangtelah memeluk/menganut agama yang lain berpindah danmemeluk/menganut agama yang disiarkan tersebut.

b) Menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku-buku danbentuk-bentuk barang penerbitan, cetakan lainnyakepada orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain.

c) Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah umat yangte-lah memeluk/menganut agama yang lain (SKB Menagdan Mendagri No. 1 Tahun 1979 Pasal 4).

3) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II mengkoordinir kegiatan KepalaPerwakilan Departemen yang berwenang melakukanpengawasan segala pembinaan, pengembangan danpenyiaran agama oleh lembaga keagamaan, sehingga

Page 68: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

50

pelaksanaan kegiatan tersebut dapat berlangsung sesuaidengan ketentuan Pasal 4 Keputusan Bersama ini, sertalebih menumbuhkan kerukunan hidup antar sesama umatberagama [SKB Menag dan Mendagri No. 1 Tahun 1979Pasal 5 ayat (1)].

4) Pemerintah telah memberikan kebebasan dakwah dari segalamacam izin. Kebijaksanaan ini membawa tanggung jawabyang besar bagi umat beragama, dalam arti memikul ke-percayaan untuk tidak menyalahgunakan kebebasan, yaitukebebasan dalam batas tanggung jawab bersama. Dengandemikian, kebebasan menyampaikan ajaran agama Islamsesuai dengan al-Quran dan al-Sunnah (Hadits) dan bukandigunakan sebagai agitasi, apalagi dijadikan arena me-ngeluarkan uneg-uneg dendam kesumat pribadi. Kebebasanberagama akan tetap terjamin. Tetapi tidak berarti kebebasanuntuk mengagamakan orang yang telah beragama. Segalanyaada batas antara hak dan kewajiban. Ada batas yang tidakboleh dikorbankan demi prinsip lain, seperti hak asasi manusia.Hak asasi manusia, termasuk penyebaran agama tetapdihargai dan dihormati, akan tetapi hak itu hendaknyadilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu hakasasi orang lain, sehingga akan menghancurkan keseluruhansistem, yaitu demokrasi Pancasila yang menghormatikeragaman atau pluralisme, di mana eksistensi semua agamadan umatnya bebas merdeka tanpa merasa diganggu olehpropaganda agama lain (Alamsyah Ratu Prawiranegara,Bimbingan Masyarakat Beragama, hlm. 65-67).

5) Presiden Soeharto dalam pidatonya pada Peringatan MaulidNabi Muhammad SAW, tanggal 29 Mei 1969 di Istana Negara,Jakarta mengatakan:

Dalam penyebaran agamapun, hendaknya kita juga tetapberpegang teguh pada kemurnian semangat, ajaran danpetunjuk agama kita masing-masing agama tidak bisadipaksakan, oleh karena agama bertolak dari keyakinan yangada di dalam sanubari kita masing-masing.

Marilah kita lihat cara para Nabi dalam menyiarkan agama.

Page 69: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

51

Tidak seorang Nabipun yang melakukan paksaan dan tipumuslihat. Oleh karena itu, kepada pemimpin-pemimpin umatdari semua agama saya mengajak, agar kita dapat me-numbuhkan kehidupan beragama yang tenang, hidupberdampingan secara rukun dan saling hormat menghormati.Penyebaran agama jangan sekali-kali disertai denganintimidasi, jangan disertai dengan bentuk bujukan atau cara-cara lain yang sebenarnya justru bertentangan dengan ajaranagama itu sendiri. Sebaliknya, justru oleh karena agamabertolak dari keyakinan kita masing-masing, karena kebebasanmemeluk agama merupakan salah satu hak asasi, makapilihan agama yang akan dipeluk dan juga pindah agama tidakboleh dihalang-halangi dengan paksaan dari luar.

c. Penyelenggaraan Hari-Hari Besar KeagamaanWadah Musyawarah Antar Umat Beragama bersepakat untuk

menyampaikan saran/rekomendasi tentang “pelaksanaanperingatan hari-hari besar keagamaan” kepada Pemerintah; dalamhal ini Menteri Agama, berupa pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

1) Peringatan hari-hari besar keagamaan yang pada umumnyatelah berakar dan melembaga dalam kehidupan dan budayabangsa Indonesia merupakan sarana peningkatan peng-hayatan dan pengamalan agama dan merupakan saranadalam pembangunan kehidupan beragama serta pembinaankerukunan hidup antar umat beragama, sebagai salah satuunsur utama dan bagian yang tak terpisahkan dariPembangunan Nasional.

2) Peringatan hari-hari besar keagamaan pada dasarnyadiselenggarakan dan dihadiri oleh pemeluk agama yangbersangkutan, namun adalah wajar bila pemeluk agama lainturut menghormati sesuai dengan asas kekeluargaan,bertetangga baik dan kegotong-royongan, sepanjang tidakbertentangan dengan ajaran agamanya.

3) Para pejabat Pemerintah hendaknya memberikan perhatianyang wajar dan adil dalam melayani hajat keagamaan bagisemua pemeluk agama dalam wilayah kewenangannya,sesuai dengan isi pidato Bapak Presiden Republik Indonesia

Page 70: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

52

tanggal 25 Mei 1981 termaksud di atas, bahwa hendaknya“segenap dan setiap warga negara berhak mendapatperlakuan pelayanan yang wajar dan adil dari aparatPemerintah, juga dalam bidang agama” dan kehadirannyadalam upacara keagamaan dari suatu agama yang tidakdipeluknya hendaknya dalam sikap pasif namun khidmat.Sikap demikian ini hendaklah dimiliki setiap insan manusia.

4) Para guru, sebagai pembina anak didik tunas harapan bangsa,hendaknya dapat membekali diri dengan pengetahuankeagamaan agar dapat membina jiwa kerukunan anak didiknyamenjadi lebih mantap, tanpa mengurangi keyakinan dankeimanan agama yang dipeluknya masing-masing.

5) Kepada pemimpin lembaga kemasyarakatan perlu diimbauuntuk memperhatikan hajat keagamaan dan memberikankesempatan pelaksanaan ibadah dan peringatan hari-haribesar keagamaan bagi semua pemeluk dalam wilayahkewenangannya, dan agar bijaksana sehingga tidak me-nimbulkan kesan adanya paksaan atau larangan danpembauran akidah dan syariat (ajaran dan aturan) agama yangberbeda-beda.

d. Bimbingan Pelaksanaan Dakwah/Khotbah/CeramahAgama

Menteri Agama menginstruksikan kepada para aparatDepartemen Agama baik di Pusat maupun di Daerah untukmengindahkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagaiberikut:

1) Sesuai dengan bidang tugas dan wewenang masing-masing,supaya meningkatkan pembinaan, bimbingan dan pengarahandakwah/khutbah/ceramah agama agar:a) Dakwah/khutbah/ceramah agama agar benar-benar

dilaksanakan sesuai dengan hakikat dakwah agama agar:(1) Menyampaikan ajaran agama kepada masyarakat;(2) Mengajak dan menyeru umat beragama pada jalan

yang benar sesuai dengan ajaran agamanyamasing-masing;

Page 71: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

53

(3) Meningkatkan ketakwaan umat beragama terhadapTuhan Yang Maha Esa;

(4) Meningkatkan penghayatan dan pengamalan ajaranagama masing-masing dan sebagai warga negarayang berdasarkan Pancasila agar selaras denganpenghayatan dan pengamalan Pancasila;

(5) Menciptakan kebahagiaan hidup lahir batin di duniadan di akhirat, dengan amal perbuatan nyata dalamkehidupan sehari-hari baik sebagai orang seorangmaupun sebagai anggota masyarakat.

b) Dakwah/khutbah/ceramah agama dilaksanakan dalamrangka membantu usaha mewujudkan pembinaan umatberagama yang taat pada ajaran agama yang Pancasilais,sekaligus insan Pancasila yang beragama, yang merupa-kan faktor penting untuk:(1) Memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dan

negara berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945;

(2) Memantapkan stabilitas dan ketahanan nasional;(3) Memantapkan Tiga Kerukunan Hidup Beragama,

yaitu: Kerukunan Intern Umat Beragama, KerukunanAntar Umat Beragama, Kerukunan Antara UmatBeragama dengan Pemerintah;

(4) Menyukseskan Pembangunan Nasional di segalabidang yang berkesinambungan;

(5) Mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional yaitu:masyarakat adil dan makmur yang merata, materiildan spiritual berdasarkan Pancasila dalam wadahNegara Kesatuan Republik Indonesia.

c) Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dakwah/khutbah/ceramah agama dalam hubungannya denganmasalah politik supaya ditingkatkan pendekatan yang

17Keputusan Pertemuan Lengkap Wadah Masyarakat Antar Umat Beragamatentang Peringatan Hari-Hari Besar Keagamaan.

Page 72: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

54

persuasif, motivatif dan akomodatif, dengan berpedomanhal-hal sebagai berikut:(1) Pemerintah pada prinsipnya tidak melarang mem-

bicarakan masalah politik dalam dakwah/khutbah/ceramah agama, sepanjang pembahasan tersebutmerupakan pengkajian pemikiran politik secarailmiah/populer yang bersifat perbandingan denganajaran agama masing-masing;

(2) Hendaknya dapat dijaga bersama dalam dakwah/khutbah/ceramah agama agar tidak melontarkanpernyataan/kata-kata yang dapat menyinggungperasaan pihak lain, seperti: menghina, menghasut,memfitnah, mencaci maki dan lain-lain ungkapanyang menyakitkan hati pihak lain. Dengan perkataanlain forum dakwah/khutbah/ceramah agama hen-daknya tidak dimanfaatkan sebagai sarana/ajangpelaksanaan politik praktis untuk membina,menghimpun opini yang negatif terhadap siapapunjuga; sebab masalah politik praktis telah terbukamelalui UU No. 3 Tahun 1975 tentang Kepartaiandan Golongan Karya (pen: sekarang yang berlakuUU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik) ;

(3) Pengarahan pelaksanaan dakwah/khutbah/ceramahagama ini tidak hanya untuk golongan agamatertentu saja, tetapi untuk semua golongan agama.Semuanya itu dimaksudkan oleh Pemerintah agartidak terjadi saling curiga mencurigai yang akibatnyaakan merugikan kita semua sebagaimana yangpernah dialami di masa yang lalu.

d) Meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan aparat-aparat pemerintah dan keamanan baik pusat maupun didaerah, serta para alim ulama pemuka agama untukmenyukseskan pelaksanaan instruksi ini sehinggamelahirkan satu pengertian (Instruksi Menteri Agama RINo. 5 Tahun 1981 tentang Bimbingan PelaksanaanDakwah/ Khutbah/Ceramah Agama).

Page 73: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

55

e. Masalah Perbedaan Pendapat Keagamaan

Dalam rangka menghindari terjadinya perselisihan masalahperbedaan pendapat dalam masalah cabang keagamaan (furu’iyyahkhilafiyah), Menteri Agama RI melalui Surat Edaran Kagri No. A/VII/9221 tanggal 12 Juni 1952, memperingatkan jajaran DepartemenAgama tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesiasebagai berikut:

1) Hendaklah Saudara tidak mencampuri masalah-masalahfuru’iyyah khilafiyah;

2) Bila di daerah Saudara terdapat perselisihan mengenai soalsemacam itu, hendaklah Saudara berusaha mendamaikannyadengan kebijaksanaan sebaik-baiknya;

3) Di dalam melakukan kewajiban tersebut hendaknya Saudarabersifat adil dan tidak memihak pada salah satu pihak,meskipun Saudara sebagai persoon (bukan sebagai pegawai)menjadi anggota dari salah satu golongan yang sedangberselisih itu;

4) Bila di dalam kantor Saudara terdapat pegawai yang dalammelakukan tugasnya mencampuri/memihak salah satu fahamyang sedang berselisih itu, harap Saudara dapat bertindakdengan tegas terhadap pegawai tersebut.

2. Tenaga Keagamaan

a. Bantuan Tenaga Keagamaan Luar Negeri kepada LembagaKeagamaan di Indonesia

Dalam rangka pembinaan, pengembangan, penyiaran danbimbingan terhadap umat beragama di Indonesia, maka peng-gunaan tenaga asing untuk pengembangan dan penyiaran agamadibatasi [SK. Menag No. 77 Tahun 1978 Pasal 3 ayat (1)].

Warga negara asing yang ada di Indonesia yang tugaspokoknya di luar bidang agama, hanya dibenarkan melakukankegiatan di bidang agama secara insidental, setelah mendapat izindari Menteri Agama [SK. Menag No. 77 Tahun 1978 Pasal 3 ayat(2)].

Page 74: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

56

Lembaga keagamaan seperti dimaksud Pasal 1 huruf bkeputusan ini dapat menggunakan warga negara asing untukmelakukan kegiatan di bidang agama, setelah mendapat izin dariMenteri Agama [SK. Menag No. 77 Tahun 1978 Pasal 3 ayat (3)].

Lembaga keagamaan seperti dimaksud Pasal 1 huruf bkeputusan ini, wajib mengadakan program pendidikan dan latihan,dengan tujuan agar dalam waktu yang ditentukan tenaga-tenagawarga negara Indonesia dapat menggantikan tenaga asing yangmelakukan kegiatan di bidang agama tersebut [SK. Menag No. 77Tahun 1978 Pasal 3 ayat (4)].

Program pendidikan dan latihan seperti dimaksud ayat (4)pasal ini harus dilakukan selambat-lambatnya enam bulan setelahditetapkannya keputusan ini dan selesai dilaksanakan selambat-lambatnya dua tahun setelah pelaksanaan program pendidikan danlatihan tersebut [SK. Menag No. 77 Tahun 1978 Pasal 3 ayat (5)].

Lembaga keagamaan yang menerima bantuan luar negeriyang ternyata tidak memenuhi ketentuan pasal 2, pasal 3 ayat (3),ayat (4) dan ayat (5) keputusan ini dan Warga Negara Asing yangmelanggar ketentuan pasal 3 ayat (2) keputusan ini, dapat diambiltindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku (SK. Menag No. 77 Tahun 1978 Pasal 4).

Penggunaan rohaniawan asing dan atau tenaga ahli asinglainnya atau penerimaan segala bentuk bantuan lainnya dalamrangka bantuan luar negeri dilaksanakan dengan memperhatikanketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku [SKBMenag dan Mendagri No. 1 Tahun 1979 Pasal 6 ayat (2)].

b. Pendataan Tenaga Asing

Menteri Agama menginstruksikan kepada semua kepala kantorwilayah departemen agama propinsi/setingkat, untuk:

1) Meningkatkan usaha pengumpulan data mengenaitenaga asing di bidang agama baik Islam, KristenProtestan, Katolik, Hindu dan Buddha di daerah masing-masing;

2) Mengadakan pengolahan dan penyajian data tersebutangka 1 sesuai dengan daftar isian sebagaimana tersebut

Page 75: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

57

dalam lampiran Instruksi ini;3) Meningkatkan hubungan kerjasama dengan pemerintah

daerah, instansi-instansi di daerah dan pihak-pihak lainyang dianggap perlu untuk melaksanakan instruksi ini;

4) Menyampaikan data tersebut di atas kepada SekretariatJenderal Departemen Agama, untuk perhatian KepalaBiro Hukum dan Humas Departemen Agama;

5) Menyampaikan tembusan data ini sebaik-baiknya dansebagaimana mestinya, selambat-lambatnya akhir bulanApril 1981 (Instruksi Menag RI No. 4 Tahun 1981).

c. Rekomendasi bagi Tenaga Asing yang Melakukan KegiatanKeagamaan di Indonesia

1) Bagi tenaga asing yang melakukan kegiatan keagamaan diIndonesia diatur sebagai berikut:

Pertama, orang asing dapat melakukan kegiatan di bidangagama di Indonesia setelah mendapat rekomendasi dariMenteri Agama Republik Indonesia.

Kedua, untuk memberikan rekomendasi termasuk diktumpertama Menteri Agama Republik Indonesia melimpahkankepada Kepala Biro Hukum dan Humas Dep. Agama untuk,atas nama Menteri Agama Sekretaris Jenderal Dep. Agama,menandatangani surat rekomendasi tersebut.

Ketiga, syarat-syarat untuk memperoleh rekomendasiseperti dimaksud diktum pertama dan kedua harus dilengkapi:a) Surat Permohonan referensi/sponsor;b) Surat Keterangan Kedutaan RI di luar negeri, khusus

permohonan untuk mendapatkan Visa BerdiamSementara (VBS);

c) Riwayat Hidup (Curriculum Vitae);d) Surat Keterangan atau Ijazah/License yang menyatakan

bahwa yang bersangkutan adalah tenaga ahli yang belumdimiliki oleh bangsa Indonesia; di bidang agama/rohaniwan/rohaniwati;

e) Surat persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah Depar-temen Agama provinsi yang bersangkutan;

Page 76: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

58

f) Surat persetujuan dari Direktur Jenderal BimbinganMasyarakat yang bersangkutan dengan agama yangdianut rohaniwan/rohaniwati yang bersangkutan;

g) Surat keterangan dari lembaga keagamaan di Indonesiayang akan menerima bantuan lembaga asing yangber-sangkutan yang menyatakan batas waktu perbantuantenaga asing itu, sesuai dengan Program Pendidikan danLatihan Pasal 3 ayat (4) Keputusan Menteri Agama No.77 Tahun 1978 dan SKB Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri No. 1 Tahun 1979 Pasal 7.

h) Data Statistik mengenai:(1) Jumlah umat beragama di daerah kabupaten/kota

tempat rohaniwan/rohaniwati bersangkutan melak-sanakan kegiatan di bidang agama;

(2) Jumlah jemaat dari gereja/lembaga bersangkutan;(3) Jumlah rohaniwan/rohaniwati warga negara asing

untuk gereja/lembaga keagamaan bersangkutan;i) Surat keterangan dari aparat keamanan di daerah

mengenai tenaga asing yang bersangkutan khusus bagipemohon perpanjangan KIMS (Ke-putusan MenteriAgama RI No. 49 Tahun 1980).

2) Persyaratan Tenaga Asing di Bidang Agama yang mengajukanNaturalisasi Menjadi Warga Negara Indonesia

Dalam surat Menteri Kehakiman No. J.M/2/23 tanggal 10Desember 1979 dijelaskan bahwa persyaratan dalam mengajukanpermohonan menjadi warga negara Indonesia adalah:

a) Sebagaimana dimaklumi, di samping persyaratan yang lain,bahwa orang asing yang dapat dilayani untuk mengajukansurat permohonan pewarganegaraan Republik Indonesiahanyalah yang memiliki KIM, STP dan SKK;

b) Dengan ini kami beritahukan dan instruksikan, supaya orangyang berkedudukan sebagai rohaniwan asing (biarawan/biarawati dan lain sebagainya) yang memiliki KIMS (Kartu IzinMasuk Sementara) dilayani permohonan pewarganegara-annya, dengan sendirinya bila persyaratan lain-lainnya telah

Page 77: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

59

dipenuhi dengan baik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 (pen: telah diganti dengan UUNo. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indo-nesia) dan semua peraturan/petunjuk pelaksanaan yangdikeluarkan untuk itu;

c) Di samping itu perlu kami tekankan di sini hal-hal sebagaiberikut:(1) bahwa dalam menangani permohonan-permohonan itu

supaya diproses dengan memperoleh prioritas utamaserta meneruskan permohonan itu secepatnya keDepartemen Kehakiman RI dengan catatan;

(2) bahwa sebelum surat/berkas permohonannya dikirim keDepartemen Hukum dan HAM RI wajib dilengkapi dengansurat rekomendasi dari Menteri Agama RI, rekomendasiyang diperolehnya akan dikoordinasikan oleh pusatmereka masing-masing yang ada di Jakarta, yang padawaktunya akan saudara terima dari para pemohon sendiri.

d. Rekomendasi bagi Tenaga Asing di Bidang Agama yangMengajukan Naturalisasi

Tenaga asing di bidang agama yang mengajukan permohonannaturalisasi menjadi warga negara Republik Indonesia kepadaPresiden RI melalui Menteri Kehakiman Republik Indonesia danPengadilan Negeri tempat tinggal pemohon, sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku, harus menda-patrekomendasi dari Menteri Agama Republik Indonesia (SK MenagRI No. 50 Tahun 1980 Pasal 2).

Untuk melaksanakan pemberian rekomendasi tersebut MenteriAgama RI melimpahkan wewenang kepada Kepala Biro Hukumdan Humas Departemen Agama/Sekretaris Jenderal untukmemberikan rekomendasi kepada tenaga asing di bidang agamayang mengajukan permohonan menjadi warga negara Indonesia(SK Menag No. 50 Tahun 1980 Pasal 3).

Permohonan rekomendasi seperti dimaksud Pasal 2 daripemohon atau referensi/sponsor yang bersangkutan harusdilengkapi dengan:

Page 78: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

60

1) Surat Keterangan Kelakuan Baik dari pemohon/foto copynya;

2) Foto copy Ijazah/lisensi pemohon atau surat keterangan yangmenyatakan bahwa pemohon sebagai tenaga ahli di bidangagama/rohaniwan;

c. 3 (tiga) buah pas foto ukuran 3 x 4 cm;

d. Surat pengantar dari Kepala Kanwil Departemen AgamaPro-vinsi/setingkat di mana pemohon bertempat tinggal;

e. Surat persetujuan dari Direktur Jenderal BimbinganMasyarakat bersangkutan (SK Menag RI No. 50 Tahun 1980Pasal 4).

C. Pedoman Pendirian dan Penggunaan Rumah Ibadat

1. Pendirian Rumah Ibadat

a. Pendirian Rumah Ibadat1) Keperluan Nyata dan Sungguh-sungguh

Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluannyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisijumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yangbersangkutan di wilayah kelurahan/desa [PBM Menagdan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 13ayat (1)].

Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunanumat beragama, tidak mengganggu ketenteraman danketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan [PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8Tahun 2006, Pasal 13 ayat (2)]

Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umatberagama di wilayah kelurahan/desa sebagaimanadimaksud ayat (2) tidak terpenuhi, pertimbangankomposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayahkecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi [PBMMenag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal13 ayat (3)].

Page 79: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

61

2) Persyaratan Pendirian Rumah IbadatPendirian rumah ibadat harus memenuhi persya-

ratan administratif dan persyaratan teknis bangunangedung [PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8Tahun 2006, Pasal 14 ayat (1)].

Selain memenuhi persyaratan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harusmemenuhi persyaratan khusus meliputi:a) Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna

rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) or-ang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuaidengan tingkat batas wilayah sebagaimanadimaksud dalam pasal 13 ayat (3).

b) Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60(enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepaladesa.

c) Rekomendasi tertulis kepala kantor departemenagama kabupaten/kota; dan

d) Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota [PBMMenag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006,Pasal 14 ayat (2)].Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan hurufb belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajibanmemfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumahibadat [PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun2006, Pasal 14 ayat (3)].

3) Rekomendasi FKUBRekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud Pasal

14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah danmufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuktertulis [PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8Ta-hun 2006, Pasal 15].

4) Izin Pendirian Rumah IbadatPermohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana

dimaksud dalam pasal 14 diajukan oleh panitia pem-

Page 80: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

62

bangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untukmemperoleh IMB rumah ibadat [PBM Menag danMendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, Pasal 16 ayat(1)].

Bupati/Walikota memberikan keputusan palinglambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonanpendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) [PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No.8 Tahun 2006, Pasal 16 ayat (2)].

b. Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung1) Persyaratan memperoleh izin sementara

Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumahibadat sebagai rumah ibadat sementara harus mendapatsurat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan:a) laik fungsi;b) pemeliharaan kerukunan umat beragama serta

ketenteraman dan ketertiban masyarakat.[PBMMenag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006,Pasal 18 ayat (1)]; dan

c) persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung [PBM Menagdan Mendagri No. 9 dan 8 Tahun 2006, Pasal 18ayat (2)].Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat ber-

agama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:a) izin tertulis pemilik bangunan;b) rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;c) pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota, dand) pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen

agama kabupaten/kota [PBM Menag dan MendagriNo. 9 dan 8 Tahun 2006, Pasal 18 ayat (3)].

Page 81: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

63

2) Pemberian pertimbanganSurat keterangan pemberian izin sementara peman-

faatan bangunan gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1)diterbitkan setelah mempertimbangkan pendapat tertuliskepala kantor departemen agama kabupaten/kota danFKUB kabupaten/kota [PBM Menag dan Mendagri No. 9dan 8 Tahun 2006, Pasal 19 ayat (1)].

3) Masa berlaku izin sementaraSurat keterangan pemberian izin sementara pe-

manfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama2 (dua) tahun [PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan 8Tahun 2006, Pasal 19 ayat (2)].

4) Pelimpahan wewenangPenerbitan surat keterangan pemberian izin semen-

tara sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)dapat dilimpahkan kepada camat [PBM Menag danMendagri No. 9 dan 8 Tahun 2006, Pasal 20 ayat (1)].

c. Penyelesaian PerselisihanPerselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan

secara musyawarah oleh masyarakat setempat [PBM Menagdan Mendagri No. 9 dan 8 Tahun 2006, Pasal 21 ayat (1)].

Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud padaayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan olehbupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agamakabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secaraadil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapatatau saran FKUB kabupaten/kota [PBM Menag dan MendagriNo. 9 dan 8 Tahun 2006, Pasal 20 ayat (2)].

Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimanadimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaianperselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat [PBMMenag dan Mendagri No. 9 dan 8 Tahun 2006, Pasal 21 ayat(3)].

Page 82: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

64

Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah dalam menyelesaikanperselisihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 [PBMMenag dan Mendagri No. 9 Tahun 2006 dan 8 Tahun 2006,Pasal 22].

2. Tatacara Permohonan Pembangunan Rumah Ibadat (KhususDKI Jakarta)1) Semua permohonan pembangunan rumah ibadat dan

kegiatan agama dalam wilayah Daerah Khusus IbukotaJakarta harus ditujukan secara tertulis dan ditujukankepada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakartadengan tembusan disampaikan kepada:a) Ketua Tim Pertimbangan Pembangunan Tempat-

tempat Ibadat dan Kegiatan Agama Daerah KhususIbukota Jakarta d.a. Kepala Direktorat III/KesraDaerah Khusus Ibukota Jakarta, Jalan MerdekaSelatan 8-9 Jakarta;

b) Walikota setempat;c) Kantor Wilayah Departemen Agama DKI Jakarta.

2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka1 (satu) di atas harus dilampiri:a) Keterangan tertulis dari Lurah setempat mengenai

lokasi tanah benar ada di wilayahnya;b) Daftar jumlah umat yang akan menggunakan rumah

ibadat yang berdomisili di sekitarnya;c) Daftar jumlah umat yang akan menggunakan rumah

ibadat tersebut;d) Surat keterangan tentang status tanah dari Kepala

Kantor Agraria setempat;e) Peta situasi dari Suku Dinas Tata Kota setempat;f) Rencana gambar bangunan;g) Daftar susunan Pengurus/Panitia tempat ibadah

tersebut (Keputusan Gubernur Kepala DaerahKhusus Ibukota Jakarta No. 648 Tahun 1979).

Page 83: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

65

3. Pertimbangan Pemberian Izin Pembangunan Rumah Ibadat(Khusus DKI Jakarta)

a. Tata Tertib Pemberian Izin Pembangunan Rumah Ibadat

Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, me-mutuskan dan menetapkan Tata Tertib Pemberian Izin Pem-bangunan Tempat-tempat Ibadat dan Tempat Kegiatan Agamadalam Wilayah DKI Jakarta sebagai berikut:

1) Penelitian Permohonan.a) Semua permohonan yang masuk, setelah mendapat

disposisi Gubernur Kepala Daerah diteruskan kepadaKetua Tim;

b) Sekretariat setelah menerima dokumen/berkas per-mohonan dari Ketua Tim, melakukan penelitian adminis-trasi (kelengkapan) dokumen tersebut;

c) Untuk melengkapi dokumen permohonan denganinformasi yang ditunjuk pemohon, Sekretariat meng-koordinir peninjauan lokasi untuk mengetahui apakahlokasi tersebut berdekatan dengan;(1) Tempat peribadatan yang lain.(2) Tempat peribadatan yang sejenis.(3) Fasilitas hiburan dan rekreasi, serta(4) Tidak bertentangan dengan ketentuan agama

masing-masing.d) Untuk permohonan yang secara administrasi lengkap,

Tim meminta kepada LAKSUSDA JAYA untuk melakukanpenelitian mengenai situasi dan kondisi setempat tentangkemungkinan dapat atau tidaknya di daerah tersebutdibangun tempat peribadatan/kegiatan agama;

e) LAKSUSDA JAYA secara tertulis menyampaikan hasilpeninjauan dengan disertai saran, pendapatnya kepadaGubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

f) Dokumen permohonan yang secara administratif telahlengkap dan ditambah dengan informasi peninjauanlokasi yang dikoordinir oleh Sekretariat Tim serta hasil

Page 84: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

66

peninjauan lingkungan oleh LAKSUSDA JAYA dibahasdalam rapat Tim;

g) Selesai membahas dan meneliti permohonan, Tim me-nyampaikan hasil-hasil penelitian permohonan kepadaGubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengandisertai pendapat dan saran serta pertimbangan;

h) Permohonan-permohonan yang telah mendapatkanpersetujuan Gubernur Kepala Daerah Khusus IbukotaJakarta, dituangkan dalam Keputusan Gubernur KepalaDaerah Khusus Ibukota Jakarta dan disampaikan kepadapemohon.

b. Waktu Sidang Tim1) Tim bersidang secara rutin pada minggu ketiga pada

setiap bulan, yang dihadiri oleh seluruh anggota Tim;2) Tim dapat sewaktu-waktu mengadakan rapat di luar

ke-tentuan huruf (a) di atas, apabila ternyata terdapat hal-hal yang bersifat khusus perlu penanganan secarakhusus.

c. Kewajiban Pemohon yang telah Diberikan IzinDalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus

Ibukota Jakarta tentang pelulusan permohonan izinpembangunan tempat ibadah/tempat kegiatan agama,ditetapkan syarat-syarat bagi pemohon, antara lain sebagaiberikut:(a) Menyelesaikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai

dengan ketentuan persyaratan yang berlaku ke DinasPe-ngawasan Pembangunan Kota DKI Jakarta dalamjangka waktu 6 (enam) bulan terhitung mulaiditetapkannya Keputusan Gubernur Kepala DaerahKhusus Ibukota Jakarta tentang pemberian izin dimaksud.

(b) Apabila ternyata dalam batas waktu sebagaimanaditetapkan pada huruf (a) di atas, pemohon tidakmenyelesaikan IMB-nya, maka Keputusan GubernurKepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta tersebut di atasakan dicabut (Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Page 85: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

67

Khusus Ibukota Jakarta No. 649/1979).

4. Penggunaan Rumah Ibadat

a. Penggunaan Rumah Tinggal Sebagai Rumah Ibadat1) Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor: 264/KWT/

DITPUM/DV/V/1975 perihal Penggunaan Rumah Tinggalsebagai Gereja.Aaa ttk berdasarkan laphar bakin no. r-038/laphar/bakin/

4/1975 tgl 17 april 1975 kma diperoleh informasi bhwdirumah seorang bernama willem pieter di pondokgede kel lubang buaya jakarta telah digunakan sbgtempat kebaktian oleh jemaah gkbi kramat jati dngmenimbulkan protes penduduk gol islam setempatdng mengeluarkan sebuah resolusi denganmengemukakan alasan bhw penduduk setempatmayoritas beragama islam serta tempat kebaktiansangat berdekatan dng mushalla dan madrasah ttk

bbb ttk reaksi yang sama juga terjadi di kelurahanpetogogan kebayoran baru jakarta terhadappenggunaan rumah kurniawan sbg tempat kebaktianoleh gol kristen pantekosta ttk kebaktian tsb telahdihentikan setelah diberikan pengertian oleh komwilsetempat ttk

ccc ttk sehub dng adanya kasus diatas kma maka kpdgub/kdh prop di seluruh indonesia utk memberikanpengertian kpd masyarakat utk tidak menjadikanrumah tempat tinggal mereka berfungsi sbg gerejakrn dapat mengganggu keamanan ttk

ddd ttk utk menghindarkan ekses yg mungkin timbul kmaagar segera mengambil langkah peng-amanan danpenertiban ttk

b. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor: 933/KWT/SOSPOL/DV/XI/75 Perihal: Penjelasan terhadap Surat KawatMendagri Nomor 264/KWT/DITPUM/DV/V/1975.

Page 86: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

68

Isi beritaTtk ref surat kwt mendagri no 264/kwt/ditpum/dv/v/1975 perihal

penggunaan rumah tempat tinggal sebagai gereja kmabersama ini diberitahukan bhw dibeberapa daerah telahterjadi salah penafsiran thd pelaksanaan dari instruksidalam surat kawat tsb kma sehingga timbul protes darigolongan yang merasa dirugikan ttk

Ttk sehubungan dengan itu bersama ini dijelaskan ulangdijelaskan bhw yang tidak diizinkanadalah penggunaanrumah tempat tinggal sehingga berfungsi sbg gereja kmaadapun berkumpulnya orang kristen grmr katolik dlm saturumah dgn kegiatan kekeluargaan tidak pernah dilarangttk

c. Menurut laporan Menteri Dalam Negeri terdapat beberapakasus tentang kegelisahan dan keresahan masyarakat karenamerasa keberatan dengan keberadaan rumah ibadat di sekitarperumahan mereka di desa Pondok Pucung, Bekasi,keresahan itu telah menjurus pada benturan fisik atau tindakankekerasan. Hal ini tidak bisa dibenarkan. Semua pihak harusmengendalikan diri, mematuhi ketentuan yang ada danbersikap arif. Bahkan kepada para pendeta misalnya MenkoPolkam Sudomo yang beragama Kristen Protestan itumengaku telah menganjurkan untuk tidak mendirikan gerejatanpa izin termasuk menjadikan kebaktian rutin, sehinggaberfungsi sebagai rumah ibadat tidak boleh, harus ada izinnya.Ini merupakan hasil keputusan Rakor Polkam tambahnya(Menko Polkam Sudomo, Hasil Rakor Polkam, MajalahAmanah No. 106, tanggal 27 Juli - 9 Agustus 1990, hlm. 21-22).

5. Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Rumah Ibadat

Berdasarkan Keputusan Lokakarya Pembinaan PerikehidupanBeragama Islam (P2A) tentang Penggunaan Pengeras Suara diMasjid dan Mushalla, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Is-lam mengeluarkan Instruksi No. Kep/D/101/78 tentang TuntunanPenggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla.

Page 87: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

69

a. Pengertian1) Pengertian pengeras suara di sini adalah perlengkapan

teknik yang terdiri dari mikropon, amplifier, loud speakerdan kabel-kabel tempat mengalirnya arus listrik.

2) Pengeras suara di masjid, langgar atau mushalla, yaitupengeras suara yang tersebut di atas yang dimaksudkanuntuk memperluas jangkauan penyampaian dari apa-apayang disiarkan di dalam masjid, langgar atau mushallaseperti adzan, iqamah, doa, praktik shalat, takbir,pembacaan ayat al-Quran, pengajian dan lain-lain.

b. Pemasangan Pengeras Suara

Untuk tercapainya fungsi pengeras suara perlu pengaturanpemasangan sebagai berikut:1) Diatur sedemikian rupa sehingga corong yang keluar

dapat dipisahkan dengan corong ke dalam. Jelasnyaterdapat saluran yang hanya semata-mata ditujukankeluar.

2) Dan yang kedua berupa corong yang semata-mataditujukan ke dalam ruangan masjid, langgar ataumushalla.

3) Acara yang ditujukan ke luar, tidak terdengar keras kedalam yang dapat mengganggu orang shalat sunnat ataudzikir. Demikian juga corong yang ditujukan ke dalammasjid tidak terdengar ke luar sehingga tidakmengganggu yang sedang istirahat.

c. Pemakaian Pengeras Suara

Pada dasarnya suara yang disalurkan ke luar masjid hanyalahadzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat. Demikian jugashalat dan doa pada dasarnya hanya untuk kepentinganjamaah ke dalam dan tidak perlu ditujukan ke luar untuk tidakmelanggar ketentuan syariat yang melarang bersuara kerasdalam ibadah shalat. Sedangkan dzikir pada dasarnya adalahibadah individu langsung dengan Allah SWT karena itu tidakperlu menggunakan pengeras suara baik ke dalam maupunke luar. Secara lebih terperinci kiranya perlu dipedomani

Page 88: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

70

ketentuan sebagai berikut:1) Waktu Subuh

a) Sebelum waktu subuh, dapat dilakukan kegiatandengan menggunakan pengeras suara paling awal15 menit sebelum waktunya. Kesempatan inidigunakan untuk pembacaan ayat suci al-Quranyang dimaksudkan untuk membangunkan kaummuslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat,membersihkan dan lain-lain.

b) Kegiatan pembacaan ayat suci al-Quran tersebutdapat menggunakan pengeras suara ke luar.Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tidakmengganggu orang yang sedang beribadah dalammasjid.

c) Adzan waktu shubuh menggunakan pengeras suarake luar.

d) Shalat subuh, kuliah subuh dan semacamnyamenggunakan pengeras suara (bila diperlukan untukkepentingan jamaah) dan hanya ditujukan ke dalamsaja.

2) Waktu Dzuhur dan Jumata) Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit

menjelang waktu Jumat supaya diisi dengan bacaanal-Quran yang ditujukan ke luar.

b) Demikian juga suara adzan bilamana telah tibawaktunya.

c) Bacaan shalat, doa, pengumuman, khutbah dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukanke dalam.

3) Ashar, Maghrib dan Isyaa) Lima menit sebelum adzan pada waktunya,

dianjurkan membaca al-Quran.b) Pada waktu datang shalat dilakukan adzan dengan

pengeras suara ke luar dan ke dalam.c) Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu hanya

Page 89: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

71

ke dalam.4) Takbir, Tarhim dan Ramadhan

a) Takbir Idul Fitri, Idul Adha dilakukan denganpengeras suara ke luar. Pada Idul Fitri dilakukanmalam 1 Syawal dan hari 1 Syawal. Pada Idul Adhadilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10Dzulhijjah.

b) Tarhim yang berupa doa menggunakan pengerassuara ke dalam. Dan tarhim berupa dzikir tidakmenggunakan pengeras suara.

c) Pada bulan Ramadhan sebagaimana pada hari danmalam biasa dengan memperbanyak pengajian,bacaan al-Quran yang ditujukan ke dalam sepertitadarusan dan lain-lain.

5) Upacara Hari Besar Islam dan PengajianTabligh pada hari besar Islam atau pengajian harusdisampaikan oleh muballigh dengan memperhatikankondisi dan keadaan audience (jamaah). Ekspresi danraut muka pendengar harus diperhatikan dan memberikanbahan kepada muballigh untuk menyempurnakantablighnya baik isi maupun cara penyampaiannya. Karenaitu tabligh/ pengajian hanya menggunakan pengerassuara yang ditujukan ke dalam dan tidak untuk ke luarkarena tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebihsering menimbulkan gangguan bagi yang istirahatdaripada didengarkan sungguh-sungguh. Dikecualikandari hal ini, apabila pengunjung tabligh atau hari besarIslam memang melimpah ke luar.

d. Hal-hal yang Harus Dihindari

Untuk mencapai pengaruh kepada masyarakat dan dicintaipendengar, kiranya diperhatikan agar hal-hal berikut dihindariuntuk tidak dilaksanakan:1) Mengetuk-ngetuk pengeras suara. Secara teknis hal ini

akan mempercepat kerusakan pada peralatan di dalamyang teramat peka pada gesekan yang keras.

Page 90: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

72

2) Kata-kata seperti: percobaan-percobaan, satu dua, dst.3) Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.4) Membiarkan suara kaset sampai lewat dari dimaksud

untuk memutar kaset (Quran, ceramah) yang sudah tidakbetul suaranya.

5) Membiarkan digunakan oleh anak-anak untuk berceritamacam-macam.

6) Menggunakan pengeras suara untuk memanggil-manggilnama seseorang atau mengajak bangun (di luar panggi-lan adzan).

e. Suara dan Kaset

Seperti diuraikan di depan, suara yang dipancarkan melaluipengeras suara, karena didengar orang banyak dansebagainya tentu orang-orang terpelajar diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:1) Memiliki suara yang pas, tidak sumbang atau terlalu kecil.2) Merdu dan fasih dalam bacaan/naskah.3) Dalam hal menggunakan kaset, hendaknya diperhatikan

dan dicoba sebelumnya, baik mutu atau lamanya untuktidak dihentikan mendadak sebelum waktunya.

4) Adzan pada waktunya hendaknya tidak menggunakankaset kecuali bila terpaksa (Lampiran Instruksi DirjenBi-mas Islam No. Kep/D/101/78 Bagian A,E,F,G, dan H).

f. Penjagaan Kesunyian di Tempat Peribadatan1) Untuk menjaga jangan sampai sesuatu peribadatan

agama diganggu oleh sesuatu kegaduhan, keributan disekitarnya.

2) Untuk menjaga keselamatan yang menjalankan ibadat,maka:a) perlu diadakan penjagaan kesunyian dengan

memasang verkeersbaken dengan tanda larangtoeter (klakson) di jalan dekat tempat ibadat itu, bilatempat itu dipergunakan, antara lain untuk shalatJumat, sedang penjagaan di waktu biasa tidak

Page 91: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

73

diperlukan.b) Di mana tempat ibadat sangat penuh sesak,

sehingga dipergunakan tempat-tempat yang biasatidak diperuntukkan untuk beribadat, antara lainhalaman muka gedung dan lain-lain, maka agaknyaperlu diadakan penjagaan oleh pegawai polisi, untukmenjaga keamanan tempat tersebut, antara lainmengawasi sepedasepeda yang biasanya dilupakanoleh pemakai di waktu menjalankan ibadat (SuratJawaban Kepolisian Negara bagian DPKN JakartaNo. B.3552/1052/ 52 tanggal 24 Juli 1952).

6. Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan UntukKepentingan Umum (antara lain tanah untuk tempat per-ibadatan)

a. Pokok-pokok Kebijakan Pengadaan Tanah1) Ketentuan tentang pengadaan tanah dalam Keputusan

Presiden ini semata-mata hanya digunakan untukpemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaanpembangunan untuk kepentingan umum;

2) Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untukumum oleh Pemerintah dilaksanakan dengan carapelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

3) Pengadaan tanah selain untuk pelaksanaan pem-bangunan bagi kepentingan umum oleh pemerintahdilaksanakan dengan cara jual-beli, tukar menukar, ataucara lain yang disepakati secara suka rela oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Keppres RI No. 55 Tahun 1993Bab II Pasal 2).

4) Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah bagipelaksanaan kepentingan umum dilakukan berdasarkanprinsip penghormatan terhadap hak atas tanah (KeppresRI No. 55 Tahun 1993 Bab II Pasal 3).

5) Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanahyang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untukkepentingan umum hanya dapat dilakukan apabilapenetapan rencana pembangunan untuk kepentingan

Page 92: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

74

umum tersebut sesuai dan berdasar pada RencanaUmum Tata Ruang yang telah ditetapkan terlebih dahulu.Bagi daerah yang belum menetapkan Rencana UmumTata Ruang, pengadaan tanah sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dilakukan berdasarkan perencana ruangwilayah atau kota yang telah ada (Keppres RI No. 55Tahun 1993 Bab II Pasal 4).

6) Pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkanKeputusan Presiden ini dibatasi untuk kegiatanpembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimilikiPemerintah serta tidak digunakan untuk mencarikeuntungan, dalam bidang-bidang antara lain sebagaiberikut:a) Jalan umum, saluran pembuangan air;b) Waduk, bendungan dan bangunan pengairan

lainnya termasuk saluran irigasi;c) Rumah Sakit Umum dan Pusat-pusat Kesehatan

Masyarakat;d) Pelabuhan dan bandar udara atau terminal;e) Peribadatan;f) Pendidikan atau Sekolah;g) Pasar Umum dan Pasar INPRES;h) Fasilitas pemakaman umum;i) Fasilitas kesehatan umum seperti antara lain tanggul

penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lainbencana;

j) Pos dan telekomunikasi;k) Sarana olah raga;l) Stasion penyiaran radio, televisi beserta sarana

pendukungnya (Keppres R.I. No. 55 Tahun 1993 BabII Pasal 5).

b. Panitia, Musyawarah dan Ganti Kerugian1) Panitia Pengadaan Tanah

a) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum

Page 93: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

75

dilakukan dengan bantuan Panitia PengadaanTanah yang dibentuk oleh Gubernur Kepala DaerahTingkat I.

b) Panitia Pengadaan tanah dibentuk di setiapKabupaten atau Kotamadya Daerah Tingkat II.

c) Pengadaan tanah berkenaan dengan tanah yangterletak di dua wilayah Kabupaten/Kotamadya ataulebih, dilakukan dengan bantuan Panitia PengadaanTanah tingkat Propinsi yang diketahui atau dibentukoleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yangbersangkutan yang susunan keanggotaannyasejauh mungkin mewakili instansi-instansi yangterkait di Tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II yangbersangkutan (Keppres RI No. 55 Tahun 1993 BabIII Pasal 6).

2) MusyawarahPengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untukkepentingan umum dilakukan melalui musyawarah(Keppres RI No. 55 Tahun 1993 Pasal 9).

3) Ganti KerugianDasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkanatas dasar:a) harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau

sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyekPajak Bumi dan Bangunan yang terakhir untuk tanahyang bersangkutan;

b) nilai jual bangunan yang ditaksir oleh instansiPemerintah Daerah yang bertanggung jawab dibidang pembangunan;

c) nilai jual tanaman yang ditaksir oleh instansiPemerintah Daerah yang bertanggung jawab dibidang pembangunan (Keppres RI No.55 Tahun1993 Bab III Pasal 1).

Bentuk dan besarnya ganti kerugian atas dasar caraperhitungan dimaksud dalam pasal 15 ditetapkan dalam

Page 94: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

76

musyawarah (Keppres RI No. 55 Tahun 1993 Bab III Pasal16). Ganti Kerugian diserahkan kepada:a) pemegang hak atas tanah atau ahli warisnya yang

sah;b) nadzir, bagi wakaf tanah.Dalam hal tanah, bangunan, tanaman atau benda yangberkaitan dengan tanah dimiliki bersama-sama olehbeberapa orang, sedangkan satu atau beberapa orangdari mereka tidak dapat diketemukan, maka gantikerugian yang menjadi hak orang yang tidak dapatdiketemukan tersebut, dikonsinyasikan di PengadilanNegeri setempat oleh Instansi Pemerintah yangmemerlukan tanah (Keppres RI No. 55 Tahun 1993 BabIII Pasal 17).

c. Pengadaan Tanah Skala Kecil

Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yangmemerlukan tanah yang luasnya tidaklebih dari 1 (satu) Ha,dapat dilakukan langsung oleh instansi Pemerintah yangmemerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah,dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yangdisepakati kedua belah pihak (Keppres RI No. 55 Tahun 1993Bab IV Pasal 23).

D. Hubungan Antar Agama dalam Bidang Pendidikan,Perkawinan, Penguburan Jenazah dan Upacara Hari-HariBesar Keagamaan

1. Bidang Pendidikan

a. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan ber-keadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hakasasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemaje-mukan bangsa [UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 4 ayat (1)].

b. Peserta Didik

Page 95: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

77

Peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkanpendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dandiajarkan oleh pendidik yang seagama [UU No. 20 Tahun 2003,Pasal 12 ayat (1) butir a].

Pendidik dan/atau guru agama yang seagama dengan pesertadidik difasilitasi dan/atau disediakan oleh Pemerintah atauPemerintah Daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikansebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3) [Penjelasan UUNo. 20 Tahun 2003, Pasal 12 ayat (1) butir a].

2. Bidang Perkawinan

a. Perkawinan di Kalangan Masyarakat Umum/Sipil1) Sahnya Perkawinan

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menuruthukum masing-masing agamanya dan kepercayaannyaitu [UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1)].Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak adaperkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dankepercayaannya itu sesuai dengan Undang-UndangDasar 1945.Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agama-nya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuanperundang-undangan yang berlaku bagi golonganagamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidakbertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini [Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun1974)].

2) Pelarangan PerkawinanPerkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyaihubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yangberlaku, dilarang kawin (UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 8huruf f).

3) Pencatatan PerkawinanPencatatan perkawinan dari mereka yang melang-sungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan

Page 96: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

78

oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentangPencatatan Nikah, Talak dan Rujuk [PP No. 9 Tahun 1975Pasal 2 ayat (1)].Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsung-kan perkawinannya menurut agamanya dan kepercaya-annya itu selain agama Islam, dilakukan oleh PegawaiPencatat Perkawinan pada kantor catatan sipil se-bagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan [PP No. 9Tahun 1975 Pasal 2 ayat (2)].

4) Tatacara PerkawinanTatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu [PP No. 9Ta-hun 1975 Pasal 10 ayat (2)].Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurutmasing-masing hukum agamanya dan kepercayaannyaitu, perkawinan dilaksanakan di hadapan PegawaiPencatat dan dihadiri oleh kedua orang saksi [PP No. 9Tahun 1975 Pasal 10 ayat (3)].Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mem-pelai itu selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksidan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan danbagi yang melangsungkan perkawinan menurut agamaIslam, ditandatangani pula oleh wali nikah atau yangmewakilinya [PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 11 ayat (2)].

5) Gugatan PerceraianGugatan perceraian diajukan oleh suami isteri ataukuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnyameliputi tempat kediaman tergugat [PP No. 9 Tahun 1975Pasal 20 ayat (1)].Untuk melindungi pihak isteri, maka gugatan perceraiandalam undang-undang ini diadakan perubahan, tidakdiajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputitempat kediaman tergugat tetapi ke Pengadilan yang

Page 97: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

79

daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.(Penjelasan Umum atas Undang-Undang No. 7 Tahun1989 tentang Peradilan Agama).Gugatan perceraian dimaksud dapat dilakukan olehseorang isteri yang melangsungkan perkawinan menurutagama Islam dan oleh seorang suami atau seorang isteriyang melangsungkan perkawinannya menurut agamanyadan kepercayaannya itu selain agama Islam [PenjelasanPP No. 9 Tahun 1975 Pasal 20 ayat (1)].

6) Pencatatan Perkawinan bagi Penghayat Kepercayaankepada Tuhan Yang Maha EsaDalam menangani kasus pencatatan perkawinan bagiPenghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,Menteri Agama RI menganggap perlu adanya kebijak-sanaan Menteri Dalam Negeri mengenai pencatatanperkawinan para penganut Kepercayaan kepada TuhanYang Maha Esa hendaknya didasarkan pada agama yangdipeluknya sebagaimana surat Menteri Agama yangdikirim kepada Menteri Dalam Negeri, antara laindisebutkan sebagai berikut :

“...Oleh karena setiap pemeluk Aliran Kepercayaaninklusif para Penghayat Kepercayaan kepada TuhanYang Maha Esa tidak kehilangan agama yangdipeluknya. Jika mereka pemeluk agama Islampencatatannya di Kantor Urusan Agama Kecamatan[Pasal 2 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975]. Sedangkanbagi mereka pemeluk selain Agama Islampencatatannya di Kantor Catatan Sipil B.S.” [PP No.9 Tahun 1975 Pasal 2 ayat (2)] (Surat Menteri AgamaRI Nomor: MA/65/1979 tanggal 28-12-1979).

Ketentuan ini berlaku bagi para penganut aliran keper-cayaan yang masih menganut suatu agama tertentu.

7) Perkawinan Beda AgamaPerkawinan adalah sah, apabila dilakukan menuruthukum masing-masing agamanya dan kepercayaannyaitu [UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1)].

Page 98: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

80

Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinandengan seorang pria yang tidak beragama Islam (InpresNo. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal44).

b. Perkawinan di Kalangan TNI/Polri1) Beristeri lebih dari seorang

Pada asasnya seorang anggota ABRI pria/wanita hanyadiizinkan mempunyai seorang isteri/suami (SKMenhankam/Panglima ABRI No. Kep/01/I/1980 Pasal 2a).Menyimpang dari ketentuan tersebut ayat (a) pasal iniseorang suami hanya dapat dipertimbangkan untukdiizinkan mempunyai isteri lebih dari seorang apabila halitu tidak bertentangan dengan ketentuan agama yangdianutnya dan dalam hal: isteri tidak dapat melahirkanketurunan, dengan surat keterangan dokter (SKMenhankam/ Panglima ABRI No. Kep/01/I/1980 Pasal2b).

2) Pelaksanaan Perkawinan, Perceraian dan RujukSetiap perkawinan, perceraian dan rujuk dilaksanakanmenurut ketentuan/tuntunan agama yang dianut olehanggota ABRI yang bersangkutan dan menurut peraturanperundang-undangan yang berlaku (SK Menhankam/Panglima ABRI No. Kep.01/I/1980 Pasal 3).Anggota ABRI yang akan melaksanakan perkawinanharus mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yangberwenang (SK Menhankam/Panglima ABRI No. Kep/01/I/1980 Pasal 6a).Izin kawin hanya diberikan apabila perkawinan yang akandilakukan itu tidak melanggar hukum agama yang dianutoleh kedua pihak yang bersangkutan. Untuk itu perluadanya pernyataan/pendapat pejabat agama/angkatan/Polri yang bersangkutan (SK Menhankam/Panglima ABRINo. Kep/01/I/1980 Pasal 6b).Pejabat agama ialah rohaniwan-rohaniwati Islam, KristenProtestan, Katolik, Hindu dan Buddha dari masing-masing

Page 99: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

81

angkatan/Polri (SK Menhankam/Panglima ABRI No. Kep/01/I/1980 Pasal 1b).Izin cerai hanya diberikan apabila perceraian yang akandilakukan tidak bertentangan dengan agama yang dianutoleh kedua belah pihak yang bersangkutan dan peraturanperundang-undangan yang berlaku (SK Menhankam/Panglima ABRI No. Kep/01/I/1980 Pasal 9b).

c. Agama Anak

1) Terkait Hak dan Kewajiban AnakSetiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasandan usianya, dalam bimbingan orang tua. (UU No. 23 Tahun2002, Pasal 6)Setiap anak berkewajiban untuk :a. menghormati orang tua, wali, dan guru;b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya;e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. (UU No. 23Tahun 2002, Pasal 19)

2) Terkait Pengasuhan Anak(1) Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anaknyasecara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.;(2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan oleh lembaga yang mempunyai kewenanganuntuk itu.; (3) Dalam hal lembaga sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) berlandaskan agama, anak yang diasuhharus yang seagama dengan agama yang menjadi landasanlembaga yang bersangkutan; (4) Dalam hal pengasuhananak dilakukan oleh lembaga yang tidak berlandaskanagama, maka pelaksanaan pengasuhan anak harusmemperhatikan agama yang dianut anak yangbersangkutan; (5) Pengasuhan anak oleh lembaga dapatdilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial; dan (6)

Page 100: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

82

Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat melaluilembaga-lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),ayat (4), dan ayat (5). [UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 37]

3) Terkait Pengangkatan Anak(1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untukkepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukanberdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku; (2)Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yangdiangkat dan orang tua kandungnya; (3) Calon orang tuaangkat harus seagama dengan agama yang dianut olehcalon anak angkat; (4) Pengangkatan anak oleh warganegara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir;dan (5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, makaagama anak disesuaikan dengan agama mayoritaspenduduk setempat. (UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 39)

4) Terkait Agama Anak(1) Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadahmenurut agamanya; dan (2) Sebelum anak dapatmenentukan pilihannya, agama yang dipeluk anakmengikuti agama orang tuanya. (UU No. 23 Tahun 2002,Pasal 42)(1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua,wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalammemeluk agamanya; (2) Perlindungan anak dalam memelukagamanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputipembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agamabagi anak. (UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 43)

5) Terkait Peran Masyarakat terhadap Agama Anak(1) Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak; (2) Peranmasyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungananak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya

Page 101: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

83

masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan,badan usaha, dan media massa. (UU No. 23 Tahun 2002,Pasal 72)

6) Ketentuan Pidana tentang Agama AnakSetiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipumuslihat, rangkaian kebohongan, atau membujuk anakuntuk memilih agama lain bukan atas kemauannya sendiri,padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebutbelum berakal dan belum bertanggung jawab sesuai denganagama yang dianutnya dipidana dengan pidana penjarapaling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyakRp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). [UU No. 23 Tahun2002, Pasal 86]

d. Perkawinan Penganut Agama Khonghucu

Bahwa berdasarkan UU No. 1/PNPS/1965 Pasal 1 Penjelasandinyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh pendudukIndonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha danKhonghucu (Confusius). Sebagaimana diketahui UU tersebutsampai saat ini masih berlaku dan karena itu DepartemenAgama melayani umat Khonghucu sebagai umat penganutagama Khonghucu. Selanjutnya berkaitan dengan UU No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakanbahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukummasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, makaDepartemen Agama memberlakukan perkawinan para penganutagama Khonghucu yang dipimpin Pendeta Khonghucu adalahsah menurut Pasal 2 ayat (1) tersebut. (Surat Menteri AgamaNo. MA/12/2006, tanggal 24 Januari 2006, angka 1).

Berkaitan dengan butir tersebut di atas, maka pencatatanperkawinan bagi para penganut agama Khonghucu dapat dilakukansesuai dengan peraturan perundangan yang ada [Surat MenteriAgama No. MA/12/2006, tanggal 24 Januari 2006, angka 2].

Page 102: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

84

Berkaitan dengan kebijakan Menteri Agama sebagaimanatertuang dalam Surat Menteri Agama Nomor MA/12/2006, tanggal24 Januari 2006 tentang Penjelasan Mengenai Status PerkawinanMenurut Agama Khonghucu dan Pendidikan Agama Khonghucu,maka Menteri Agama meng-instruksikan kepada SekretarisJenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, Kepala BadanLitbang dan Diklat, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama,para Kepala Kanwil Departemen Agama agar mensosialisasikanKebijakan yang tertuang dalam Isi Surat Menteri Agama NomorMA/12/2006, tanggal 24 Januari 2006 kepada masyarakat luas,termasuk kepada Pemerintah Daerah dan Instansi Vertikal terkait(Instruksi Menteri Agama RI No. 1 Tahun 2006, tanggal 16 Maret2006 tentang Sosialisasi Status Perkawinan, Pendidikan danPelayanan terhadap Penganut Agama Khonghucu, DiktumPertama).

Pelayanan pencatatan perkawinan terhadap umat Khonghucu ditingkat pusat dilaksanakan oleh Pusat Kerukunan UmatBeragama pada Sekretariat Jenderal Departemen Agama(Instruksi Menteri Agama RI No. 1 Tahun 2006, tanggal 16Maret 2006 tentang Sosialisasi Status Perkawinan, Pendidikandan Pelayanan terhadap Penganut Agama Khonghucu, DiktumPertama).

Pelayanan terhadap Agama Khonghucu di tingkat pusatdilaksanakan oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama padaSekretariat Jenderal Departemen Agama (Instruksi MenteriAgama RI No. 1 Tahun 2006, tanggal 16 Maret 2006 tentangSosialisasi Status Perkawinan, Pendidikan dan Pelayananterhadap Penganut Agama Khonghucu, Diktum Kedua).

3. Bidang Penguburan Jenazah

a. Tidak Dilihat Adanya Tatacara Penguburan Menurut AliranKepercayaan

Berdasarkan Surat Menteri Agama RI Nomor B.VI/11215/ 1978,tanggal 18 Oktober 1978 yang disampaikan kepada GubernurKepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia, bahwapenguburan jenazah adalah menyangkut keyakinan agama, makadalam negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

Page 103: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

85

tidak dikenal adanya tatacara penguburan menurut alirankepercayaan dan tidak dikenal pula adanya penyebutan “AliranKepercayaan” sebagai “Agama” baik dalam Kartu TandaPenduduk (KTP) dan lain-lain.

Alinea yang menyatakan hal itu dalam Surat Menteri Agamatersebut selengkapnya adalah:

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan mengingat pulabahwa masalah-masalah penyebutan agama, per-kawinan, sumpah, penguburan jenazah adalah me-nyangkut keyakinan agama, maka dalam NegaraRepublik Indonesia yang berdasarkan Pancasila tidakdikenal adanya tatacara perkawinan, sumpah danpenguburan menurut aliran kepercayaan, dan tidakdikenal pula penyebutan “Aliran Kepercayaan” sebagai“Agama” baik dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) danlain-lain (Surat Menteri Agama No. B.VI/11215/1978,tanggal 18 Oktober 1978).

b. Penggunaan Kuburan Desa

Menteri Agama mempermaklumkan bahwa:1) Pada umumnya kuburan-kuburan adalah kepunyaan

desa, untuk orang-orang desa, dengan tidak membeda-kan kepercayaan atau agamanya.

2) Kuburan yang bersifat wakaf hanya dipergunakan sesuaidengan niat orang yang mewakafkan. Pada kuburan initidak mungkin seorang yang tidak beragama Islamdikubur (Surat Edaran Kagri No. A. 287/E/3 tanggal 14Mei 1947).

4. Bidang Upacara Hari-Hari Besar Keagamaan

a. Penyelenggaraan Hari-Hari Besar Keagamaan

Sejalan dengan pokok-pokok pikiran yang disampaikan olehWadah Musyawarah Antar Umat Beragama tertanggal 25Agustus 1981 dan petunjuk Bapak Presiden pada tanggal 1September 1981, bahwa peringatan hari-hari besar keagamaanpada dasarnya hanya diselenggarakan dan dihadiri oleh para

Page 104: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

86

pemeluk agama yang bersangkutan, namun sepanjang tidakbertentangan dengan akidah/ajaran agamanya, pemeluk agamalain dapat turut menghormati sesuai dengan asas kekeluargaan,bertetangga baik dan kegotongroyongan.

Dalam penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaanperlu dipedomani hal-hal sebagai berikut:1) Unsur Peribadatan

Unsur Peribadatan ialah “ibadat” bagi Islam, “kebaktian/li-turgi” bagi Kristen Protestan dan Katolik, “yadnya” bagiHindu dan “kebaktian” bagi Buddha, yang terkandungdalam penyelenggaraan peringatan hari-hari besarkeagamaan merupakan bentuk ajaran agama yangsepenuhnya menjadi kewenangan Pemimpin/PemukaAgama yang bersangkutan untuk mengaturnya sesuaidengan ajaran agamanya masing-masing. Dalam halperibadatan atau adanya unsur peribadatan semacam ini,maka hanya pemeluk agama yang bersangkutan yangdapat menghadirinya.

2) Unsur perayaan dan kegiatan lain ialah penyelenggaraanperingatan hari-hari besar keagamaan yang di dalamnyatidak ada unsur ibadat. Dalam perayaan dan kegiatansemacam ini dapat dihadiri dan diikuti oleh pemelukagama lain.Bila seseorang atau pejabat karena jabatannya akan hadirdalam peringatan dan upacara keagamaan dari suatuagama yang tidak dipeluknya hendaklah dapat me-nyesuaikan diri dengan bersikap pasif dan khidmat,sehingga kelancaran jalannya upacara maupunpemantapan kerukunan umat beragama terjamin.Penanggung jawab sekolah dan para guru selakupembina anak didik tunas harapan bangsa, agar menjagadan memelihara keyakinan dan keimanan agama yangdipeluk oleh anak didik masing-masing, sehinggapenyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaandi sekolah-sekolah diadakan sesuai dengan ketentuandalam surat edaran ini.

Page 105: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

87

Kepada pimpinan lembaga kemasyarakatan dan badanswasta dianjurkan untuk memperhatikan hajat keagama-an dengan memberikan kesempatan pelaksanaan ibadahdan penyelenggaraan peringatan hari-hari besarkeagamaan di dalam lingkungan masing-masing seperti:Rukun Warga dan Rukun Tetangga maupun perusahaan.Untuk itu hendaknya meminta petunjuk kepada pejabatPemerintah/Agama dan/atau pemimpin/pemuka agamasetempat, agar peringatan termaksud dapat benar-benarmengembangkan kehidupan beragama serta kerukunanantara umat beragama dalam masyarakat sesuai denganmaksud dalam surat edaran ini.Biaya penyelenggaraan peringatan hari besar keagama-an pada dasarnya menjadi tanggungan pemeluk agamayang bersangkutan dan tidak selayaknya mengusahakansumbangan kepada bukan pemeluknya.Namun hal ini tidak berarti bahwa seseorang dilarangmemberikan sumbangan atau hadiah kepada pemelukagama lain atas dasar suka rela dan persahabatan.Bilamana dalam peringatan hari-hari besar keagamaandiundang pula pemeluk agama lain, hendaknya suratundangan dilampiri dengan susunan acara yang telahmengindahkan ketentuan tersebut di atas demi tertib danlancarnya penyelenggaraan peringatan (Surat EdaranMenteri Agama RI No. MA/432/1981 tanggal 2 Septem-ber 1981).

b. Petunjuk Presiden sehubungan Surat Edaran Menteri AgamaNomor: MA/432/1981.

Pokok-pokok petunjuk Presiden tersebut ialah:1) Surat Edaran Menteri Agama tersebut jangan hendaknya

dikaitkan dengan masalah yang bukan-bukan. Akan tetapisupaya dikaitkan dengan tujuan kemerdekaan kita yaitumerdeka, bersatu, mencapai masyarakat adil danmakmur.

2) Sebagai jaminan kelanjutan mencapai tujuan kemerdeka-

Page 106: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

88

an tersebut, hendaknya dalam menghadapi persoalanagama kita harus berhati-hati. Karena soal agamamerupakan salah satu soal yang dapat membahayakanapabila kita sama-sama kurang berhati-hati.

3) Tujuan Pemerintah dengan surat Edaran Menteri Agamaitu, bukan mencampuri soal-soal agama, tetapi yangdiatur ialah penyelenggaraan peringatan hari-hari besarkeagamaan demi persatuan dan kesatuan bangsa, untukmenghindari terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkanbersama (Petunjuk Bapak Presiden sehubungan denganSurat Edaran Menteri Agama Nomor: MA/432/1981).

c. Pemberian Pengarahan kepada Panitia PenyelenggaraPeringatan Hari Besar Keagamaan

Sehubungan sering timbulnya masalah akibat kekhilafanPanitia Penyelenggara Peringatan Hari Besar Keagamaandalam melaksanakan Surat Edaran Menteri Nomor: MA/432/1981, maka Menteri Agama meminta kepada Ketua LembagaTinggi Negara, para Menteri Kabinet Pembangunan, KepalaLembaga Non Departemen, Pangkomkamtib, Jaksa Agung,Kepolisian RI, dan para Gubernur seluruh Indonesia agarkiranya dapat memberikan pengarahan kepada PanitiaPenyelenggara Peringatan Hari Besar Keagamaan yangdibentuk dalam instansi masing-masing supaya dalamundangan untuk memperingati hari besar keagamaan dapatdibedakan dengan jelas urutan waktu pelaksanaan acara yangbersifat ritual/kebaktian dan acara yang bersifat seremonial/resepsi, silaturahmi dan sebagainya.

Lebih lanjut dalam surat tersebut disebutkan: “Selanjutnya demiuntuk memperoleh kekhidmatan acara yang bersifat ritual/kebaktian seyogyanya hanya diikuti oleh para pemeluk agamayang bersangkutan sedang untuk acara yang bersifatseremonial/resepsi, silaturahmi dan sebagainya dapat diikutioleh para undangan lain yang berminat. Untuk pelaksanaanteknis, para Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dalamlingkungan Departemen Agama siap memberikan bantuannya”(Surat Menteri Agama No. SJ/6631/1985, tanggal 4 Oktober 1985).

Page 107: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

89

E. Pengamanan terhadap Barang Cetakan

1. Pelarangan terhadap Peredaran Barang Cetakan

a. Wewenang Pelarangan

Menteri Jaksa Agung berwenang untuk melarang beredarnyabarang cetakan yang dianggap dapat mengganggu ketertibanumum [Penpres RI No. 4/1963 Pasal 1 ayat (1)].

b. Sanksi terhadap Pelanggaran Larangan

Barangsiapa menyimpan, memiliki, mengumumkan, menyam-paikan, menyebarkan, menempelkan, memperdagangkan,mencetak kembali barang cetakan yang terlarang, setelahdiumumkannya larangan itu dihukum dengan hukumankurungan setinggi-tingginya 1 tahun atau denda setinggi-tingginya lima belas ribu rupiah [Penpres RI No. 4 Tahun 1963Pasal 1 ayat (3)].

c. Kewajiban Pengiriman Satu Eksemplar Barang Cetakankepada Kepala Kejaksaan Negeri

Dalam waktu empat puluh delapan jam setelah selesai dicetak,maka pencetak wajib mengirimkan satu eksemplar barangcetakan yang dicetak, yang jenisnya tercantum dalam ayat (3)kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dengan dibubuhitanda tangan pencetak [Penpres RI No. 4 Tahun 1963 Pasal 2ayat (1)].

d. Jenis Barang Cetakan

Barang cetakan yang dimaksud adalah buku-buku, brosur-brosur, bulletin-bulletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, penerbitan-penerbitan berkala, pamflet-pamflet,poster-poster, surat-surat yang dimaksudkan untuk disebarkanatau dipertunjukkan kepada khalayak ramai dan barang-barang lainnya yang dapat dipersamakan dengan jenis barangcetakan yang ditentukan dalam pasal ini [Penpres RI No. 4Tahun 1963 Pasal 2 ayat (3)].

e. Pemeriksaan Barang Cetakan dari Luar Negeri

Dengan suatu keputusan, Menteri Jaksa Agung dapat membatasi

Page 108: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

90

jenis-jenis barang-barang cetakan yang dimasukkan ke Indone-sia dari Luar Negeri (Penpres RI No. 4 Tahun 1963 Pasal 5 ayat(1)].

2. Impor Buku-buku Agama

a. Pembebasan Bea Masuk Kiriman/Hadiah dari Luar Negeri

Pembebasan bea masuk diberikan untuk barang-barang yangberupa kiriman-kiriman hadiah yang bertujuan kesejahteraanrohani penduduk atau maksud amal umum atau kebudayaan,barang-barang mana dikirimkan kepada badan-badankeagamaan, amal dan kebudayaan [Keppres No. 133 Tahun1953 Pasal 1 ayat (1)].

Yang dimaksud dengan barang-barang yang bertujuankesejahteraan rohani penduduk ialah: segala sesuatu yangmeliputi kesejahteraan rohani dari penduduk, teristimewaberhubungan dengan berbagai corak keagamaan (PenjelasanUmum Keputusan Presiden No. 133 Tahun 1953).

b. Pembebasan Bea Masuk Impor Buku-buku Agama

Terhadap pemasukan buku agama dengan rekomendasi dariDepartemen Agama Republik Indonesia diberikanpembebasan bea masuk dan PPn impor seluruhnya sebesar100% (seratus persen) sehingga besarnya bea masuk danPPn impor masing-masing menjadi 0% (nol persen) dari tarifyang berlaku (SK Menkeu. 497/KM.1/1979 Pasal 1).

3. Pengawasan terhadap Mushaf Al-Qur’an

Sehubungan masih terhadap Mushaf Al-Qur’an yang beredardalam masyarakat belum ada tanda-tanda tashih dari Lajnah/Panitia Pentashih Mushaf al-Quran Departemen Agama, makaMenteri Agama RI menginstruksikan kepada Kepala KantorWilayah Departemen Agama dan Kepala Kantor DepartemenAgama Kabupaten seluruh Indonesia untuk:

Mengawasi dan meneliti peredaran Mushaf Al-Qur’andalam masyarakat, toko-toko buku/kitab dan lain-lainuntuk mengecek apakah sudah ada tanda tashih dariLajnah/Panitia Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen

Page 109: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

91

Agama ataukah belum ada tashih dari Lajnah, agar segeramelaporkannya kepada Kepala Badan Litbang cq.Puslitbang Lektur Agama, guna dapat diberikan teguran atauperingatan ataupun dipertimbangkan tindakan hukum olehinstansi yang berwenang (Instruksi Menteri Agama No. 2Tahun 1982).

F. Sumpah dan Janji

Setiap calon Pegawai Negeri Sipil segera setelah diangkatmenjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengangkat Sumpah/JanjiPegawai Negeri Sipil menurut agama/kepercayaannya kepadaTuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan ketentuan-ketentuan da-lamPeraturan Pemerintah ini (PP No. 21 Tahun 1975 Pasal 1).

Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil berkeberatan untukmengucapkan sumpah karena keyakinannya tentang agama/kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka iamengucapkan janji [PP No. 21 Tahun 1975 Pasal 3 ayat (1)].

Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janjididampingi oleh seorang rohaniwan menurut agama masing-masing(SK Menteri Agama No. 50 Tahun 1976, Lampiran A5).

Sumpah janji bagi Pegawai Negeri Sipil yang menganut agamaatau kepercayaan di luar Agama-agama Islam, Kristen, Hindu danBuddha hanya dibenarkan melakukan janji sesuai dengan ketentuanyang berlaku (PP 21 Tahun 1975) bila yang bersangkutan tidakbersedia bersumpah (SK Menteri Agama No. 50 Tahun 1976,Lampiran A5).

G. Penodaan dan Penghinaan Agama

1. Pembekuan Aliran Kepercayaan/Kerohanian

Pembekuan kegiatan suatu aliran kepercayaan masyarakat/kerohanian/kebatinan dan perdukunan hendaklah bersendikankepada:a. ketentraman hidup beragama;b. adanya tindakan-tindakan/kegiatan-kegiatannya bertentangan/

melanggar suatu peraturan hukum yang berlaku;

Page 110: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

92

c. terbukti menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban umum;

d. terbukti bertentangan dengan policy/kebijaksanaan pemerintah;

e. terbukti menjadi alat/tempat berlindung orang-orang yangberusaha/melakukan kegiatan-kegiatan untuk comebacknyaPKI, menjadi tempat bernaung orang-orang PKI, dan orang-orang yang berusaha menggagalkan PELITA (Surat JaksaAgung No. B-523/C/8/69).

2. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Agung

Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum KejaksaanAgung turut menyelenggarakan kegiatan:a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;c. pengamanan peredaran barang cetakan;d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan

masyarakat dan negara;e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal

[UU No. 5 Tahun 1991 Pasal 27 ayat (3)].

3. Instansi yang Membekukan Aliran

Dalam hal pembekuan aliran kebatinan dapat dilaksanakanoleh:a. Kepala Kejaksaaan Negeri, kalau-kalau aliran tersebut hanya

berkembang dalam wilayah hukum Kejaksaan Negerisetempat;

b. Kepala Kejaksaan Tinggi; kalau-kalau aliran tersebutberkembang dalam wilayah hukum Kejaksaan Tinggi tersebut;

c. Kejaksaan Agung, kalau-kalau aliran tersebut berkembangdalam dua wilayah hukum Kejaksaan Tinggi atau lebih (SuratJaksa Agung No. B-170/B.2/1/73).

4. Sanksi Pidana Penodaan

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum men-ceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk

Page 111: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

93

melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesiaatau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupaikegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatanmana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu (UU No. 5 Tahun1969 jo. UU 1/PNPS/1965 Pasal 1).

Barangsiapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberiperintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itudi dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/JaksaAgung dan Menteri Dalam Negeri [UU No. 5/1969 jo. UU No. 1/PNPS/1965 Pasal 2 ayat (1)].

Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan olehorganisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden RepublikIndonesia dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakanorganisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satudan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama,Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri [UU No. 1/PNPS/1965 jo. UU No. 5 Tahun 1969 Pasal 2 ayat (2)].

Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau PresidenRepublik Indonesia menurut ketentuan dalam Pasal 2 terhadap or-ang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terusmelanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, maka orang, penganut,anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutandari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya limatahun (UU No. 1/PNPS/1965 jo. UU No. 5 Tahun 1969 Pasal 3).

Pada kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baruyang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 156 a

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahunbarangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaanatau melakukan perbuatan:

Page 112: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

94

(1) yang pada pokoknya bersifat permusuhan penyalahgunaan ataupenodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

(2) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agamaapapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa(UU No. 1/PNPS/1965 jo. UU No. 5 Tahun 1969).

Page 113: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

95

BAB IVP E N U T U P

Demikianlah penyusunan buku Kompilasi Kebijakan danPeraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama ini telahdapat diselesaikan. Dengan demikian terwujud sebuah buku kompilasisecara khusus memuat peraturan perundang-undangan tentangkerukunan umat beragama.

Buku ini merupakan pegangan dan pedoman dalam pembinaandan pelayanan kerukunan umat beragama yang diharapkan untukdipahami dengan penuh kesadaran dalam pelaksanaannya, baik olehPemerintah, Pemuka Agama dan semua umat beragama. Dengandemikian timbullah kesamaan pandangan tentang hal-hal yangberkaitan dengan kerukunan umat beragama yang ada, maka akanterbina kerukunan yang semakin mantap dan dinamis.

Dalam penyusunan kompilasi ini sudah barang tentu masihterdapat kekurangan-kekurangan dan hal-hal yang perludisempurnakan. Sehubungan dengan hal tersebut, saran dariberbagai pihak sangat diperlukan demi perbaikan pada penerbitanberikutnya.

Page 114: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

96

Page 115: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

97

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 116: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

98

Page 117: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

99

Lampiran 1:

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATSEKRETARIAT JENDERAL

UNDANG-UNDANG DASARNEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DALAM SATU NASKAH

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 1945

PEMBUKAAN( P r e a m b u l e )

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segalabangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harusdihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan danperikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telahsampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausamengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbangkemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengandidorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupankebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakandengan ini kemerdekaannya.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu PemerintahNegara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia danseluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejah-teraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut (2)

Page 118: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

100

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah KemerdekaanKebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar NegaraIndonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara RepublikIndonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepadaKetuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta denganmewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

UNDANG-UNDANG DASARBAB I

BENTUK DAN KEDAULATANPasal 1

(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentukRepublik.

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurutUndang-Undang Dasar.***)

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.***)

BAB IIMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerahyang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjutdengan undang-undang.****)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekalidalam lima tahun di ibu kota negara.

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkandengan suara yang terbanyak.

Pasal 3(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan

menetapkan Undang-Undang Dasar.***)

Page 119: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

101

Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau WakilPresiden.***/****)

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikanPresiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannyamenurut Undang-Undang Dasar.***/****)

BAB IIIKEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4

(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaanpemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satuorang Wakil Presiden.

Pasal 5

(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undangkepada Dewan Perwakilan Rakyat.*)

(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untukmenjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Pasal 6

(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang wargaNegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernahmenerima kewarga negaraan lain karena kehendaknya sendiri,tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohanidan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaiPresiden dan Wakil Presiden.***)

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presidendiatur lebih lanjut dengan undang-undang.***)

Pasal 6A

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangansecara langsung oleh rakyat.***)

Page 120: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

102

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan olehpartai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihanumum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.***)

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yangmendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlahsuara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluhpersen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih darisetengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadiPresiden dan Wakil Presiden.***)

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan WakilPresiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suaraterbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipiliholeh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperolehsuara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan WakilPresiden.****)

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presidenlebih lanjut diatur dalam undang-undang.***)

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun,dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama,hanya untuk satu kali masa jabatan.*)

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masajabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul DewanPerwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukanpelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatantercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagaiPresiden dan/atau Wakil Presiden.***)

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapatdiajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada MajelisPermusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu

Page 121: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

103

mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untukmemeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan PerwakilanRakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telahmelakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadapnegara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atauperbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atauWakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presidendan/atau Wakil Presiden.***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atauWakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebutataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presidendan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaanfungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepadaMahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengandukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DewanPerwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yangdihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggotaDewan Perwakilan Rakyat.***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, danmemutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DewanPerwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh harisetelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima olehMahkamah Konstitusi.***)

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presidendan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaranhukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan terceladan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presidentidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau WakilPresiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakansidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentianPresiden dan/atau Wakil Presiden kepada MajelisPermusyawaratan Rakyat.***)

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakansidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat Pasal

Page 122: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

104

tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permu-syawaratan Rakyat menerima usul tersebut.***)

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usulpemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harusdiambil dalam rapat paripurna Majelis PermusyawaratanRakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlahanggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlahanggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presidendiberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapatparipurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.***)

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DewanPerwakilan Rakyat.***)

Pasal 8

(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidakdapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, iadigantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masajabatannya.***)

(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permu-syawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilihWakil Presiden dari dua calon yang diusulkan olehPresiden.***)

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalammasa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugaskepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri DalamNegeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.Selambat-lambatnya tigapuluh hari setelah itu, MajelisPermusyawarat-an Rakyat menyelenggarakan sidang untukmemilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calonPresiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politikyang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraihsuara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umumsebelumnya, sampai akhir masa jabatannya.****)

Page 123: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

105

9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presidenbersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atauDewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajibanPresiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indo-nesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegangteguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segalaundang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnyaserta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa”.

Janji Presiden (Wakil Presiden) :

“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhikewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil PresidenRepublik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar danmenjalankan segala undang-undang dan peraturannya denganselurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.*)

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakil-anRakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan WakilPresiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengansungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permu-syawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinanMahkamah Agung.*)

Pasal 10

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 11

(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyatmenyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjiandengan negara lain.****)

Page 124: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

106

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yangmenimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupanrakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/ataumengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undangharus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.***)

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diaturdengan undang-undang.***)

Pasal 12Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnyakeadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 13

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.

(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikanpertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)

(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain denganmemperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)

Pasal 14

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi denganmemperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.*)

(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikanpertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)

Pasal 15

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatanyang diatur dengan undangundang.*)

Pasal 16

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugasmemberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yangselanjutnya diatur dalam undang-undang.****)

Page 125: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

107

BAB IVDEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

Dihapus.****)

BAB VKEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17

(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.*)

(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerin-tahan.*)

(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementeriannegara diatur dalam undang-undang.***)

BAB VIPEMERINTAH DAERAH

Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupatendan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itumempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.**)

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kotamengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurutasas otonomi dan tugas pembantuan.**)

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kotamemiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.**)

(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai KepalaPemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilihsecara demokratis.**)

(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undangditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.**)

Page 126: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

108

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerahdan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dantugas pembantuan.**)

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerahdiatur dalam undang-undang.**)

Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahdaerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dankabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang denganmemperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.**)

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumberdaya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusatdan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adildan selaras berdasarkan undang-undang.**)

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuanpemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifatistimewa yang diatur dengan undang-undang.**)

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuanmasyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnyasepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembanganmasyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indone-sia, yang diatur dalam undang-undang.**)

BAB VIIDEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 19

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihanumum.**)

(2) Susunan Dewan Perwakilan rakyat diatur dengan undang-undang.**)

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalamsetahun.**)

Page 127: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

109

Pasal 20

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentukundang-undang.*)

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DewanPerwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuanbersama.*)

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuanbersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukanlagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.*)

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telahdisetujui bersama untuk menjadi undang-undang.*)

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujuibersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktutiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebutdisetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadiundang-undang dan wajib diundangkan. **)

Pasal 20A

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsianggaran dan fungsi pengawasan.**)

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalampasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan PerwakilanRakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hakmenyatakan pendapat.**)

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-UndangDasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hakmengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat,serta hak imunitas.**)

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyatdan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalamundang-undang.**)

Page 128: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

110

Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usulrancangan undang-undang.*)

Pasal 22

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhakmenetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DewanPerwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintahitu harus dicabut.

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.**)

Pasal 22B

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan darijabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalamundang-undang.**)

BAB VIIA ***)DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Pasal 22C

(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsimelalui pemilihan umum.***)

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsijumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DewanPerwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggotaDewan Perwakilan Rakyat.***)

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalamsetahun.***)

Page 129: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

111

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diaturdengan undang-undang.***)

Pasal 22D

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada DewanPerwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitandengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomilainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuanganpusat dan daerah.***)

(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah hubunganpusat dan daerah pembentukan, pemekaran, dan peng-gabungan daerah pengelolaan sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dandaerah serta memberikan pertimbangan kepada DewanPerwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaranpendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, danagama.***)

(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan ataspelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah,pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alamdan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaranpendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agamaserta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DewanPerwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untukditindaklanjuti.***)

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan darijabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalamundang-undang.***)

Page 130: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

112

BAB VIIB ***)PEMILIHAN UMUM

Pasal 22E(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.***)(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah.***)

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DewanPerwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan RakyatDaerah adalah partai politik.***)

(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DewanPerwakilan Daerah adalah perseorangan.***)

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihanumum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***)

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur denganundang-undang.***)

BAB VIIIHAL KEUANGAN

Pasal 23

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud daripengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun denganundang-undang dan dilaksanakan secara terbuka danbertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuranrakyat.***)

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanjanegara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DewanPerwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbanganDewan Perwakilan Daerah.***)

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangananggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh

Page 131: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

113

Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara tahun yang lalu.***)

Pasal 23APajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negaradiatur dengan undang-undang.***)

Pasal 23BMacam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.****)

Pasal 23CHal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.***)

Pasal 23DNegara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur denganundang-undang.****)

BAB VIIIA ***)BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Pasal 23E

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentangkeuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuanganyang bebas dan mandiri.***)

(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepadaDewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengankewenangannya.***)

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembagaperwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.***)

Pasal 23F(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbanganDewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.***)

(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh

Page 132: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

114

(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan olehanggota.***)

Pasal 23G

(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara,dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.***)

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangandiatur dengan undang-undang.***)

BAB IXKEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 24

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdekauntuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukumdan keadilan.***)

(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MahkamahAgung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalamlingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usahanegara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***)

(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaankehakiman diatur dalam undang-undang.****)

Pasal 24A

(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi,menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenanglainnya yang diberikan oleh undang-undang.***)

(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yangtidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidanghukum.***)

(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DewanPerwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan danselanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.***)

Page 133: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

115

hakim agung.***)

(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acaraMahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diaturdengan undang-undang.***)

Pasal 24B

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkanpengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang laindalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,keluhuran martabat, serta perilaku hakim.***)

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan danpengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dankepribadian yang tidak tercela.***)

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan olehPresiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.***)

(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diaturdengan undang-undang.***)

Pasal 24C

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkatpertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untukmenguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,memutus sengketa kewenangan lembaga negara yangkewenang-annya diberikan oleh Undang-Undang Dasar,memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihantentang hasil pemilihan umum.***)

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan ataspendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaanpelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurutUndang-Undang Dasar.***)

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakimkonstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh DewanPerwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.***)

Page 134: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

116

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari danoleh hakim konstitusi.***)

(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yangtidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi danketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabatnegara.***)

(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukumacara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusidiatur dengan undang-undang.***)

Pasal 25

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakimditetapkan dengan undang-undang.

BAB IXA **)WILAYAH NEGARA

Pasal 25A****)

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negarakepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batasdan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.**)

BAB XWARGA NEGARA DAN PENDUDUK **)

Pasal 26

(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indo-nesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan denganundang-undang sebagai warga negara.

(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yangbertempat tinggal di Indonesia.**)

(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur denganundang-undang.**)

Page 135: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

117

Pasal 27

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukumdan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahanitu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupanyang layak bagi kemanusiaan.

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upayapembelaan negara.**)

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikirandengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan denganundang-undang.

BAB XA **)HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankanhidup dan kehidupannya.**)

Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkanketurunan melalui perkawinan yang sah.**)

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, danberkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasandan diskriminasi.**)

Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhankebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan danmemperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dandemi kesejahteraan umat manusia.**)

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam dari

Page 136: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

118

memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangunmasyarakat, bangsa dan negaranya.**)

Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang samadihadapan hukum.**)

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalandan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**)

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yangsama dalam pemerintahan.**)

(4) Setiap orang berhak atas status kewarga negaraan.**)

Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurutagamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilihpekerjaan, memilih kewarga negaraan, memilih tempat tinggaldi wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhakkembali.**)

(2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan,menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.**)

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,dan mengeluarkan pendapat.**)

Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperolehinformasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakansegala jenis saluran yang tersedia.**)

Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawahkekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan

Page 137: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

119

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatuyang merupakan hak asasi.**)

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuanyang merendahkan derajat martabat manusia dan berhakmemperoleh suaka politik dari negara lain.**)

Pasal 28H(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat sertaberhak memperoleh pelayanan kesehatan.**)

(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khususuntuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama gunamencapai persamaan dan keadilan.**)

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkanpengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yangbermartabat.**)

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hakmilik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.**)

Pasal 28I(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidakdiperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapanhukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yangberlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapatdikurangi dalam keadaan apa pun.**)

(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifatdiskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkanperlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatifitu.**)

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormatiselaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**)

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hakasasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutamapemerintah.**)

Page 138: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

120

(5) Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuaidengan prinsip negara hukum yang demokratis, makapelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkandalam peraturan perundang-undangan.**)

Pasal 28J(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain

dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara.**)

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajibtunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjaminpengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan oranglain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai denganpertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, danketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.**)

BAB XIA G A M A

Pasal 29

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadatmenurut agamanya dan kepercayaannya itu.

BAB XIIPERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA **)

Pasal 30(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam

usaha pertahanan dan keamanan negara.**)(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan

melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta olehTentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara IndonesiaRepublik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat,sebagai kekuatan pendukung.**)

Page 139: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

121

(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, AngkatanLaut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugasmempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dankedaulatan negara.**)

(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yangmenjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugasmelindungi, mengayomi, melayani masyarakat, sertamenegakkan hukum.**)

(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia,Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenanganTentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RepublikIndonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syaratkeikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dankeamanan diatur dengan undang-undang.**)

BAB XIIIPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)

Pasal 31

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.****)(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya.****)(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu

sis-tem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanandan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur denganundang-undang.****)

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan danbelanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanjadaerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraanpendidikan nasional.****)

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologidengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuanbangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umatmanusia.****)

Page 140: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

122

Pasal 32

(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengahperadaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakatdalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilaibudayanya.****)

(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagaikekayaan budaya nasional.****)

BAB XIVPEREKONOMIAN NASIONAL DAN

KESEJAHTERAAN SOSIAL****)

Pasal 33

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atasasas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yangmenguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarkemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atasdemokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensiberkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuandan kesatuan ekonomi nasional.****)

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diaturdalam undang-undang.****)

Pasal 34

(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara olehnegara.****)

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruhrakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidakmampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.****)

Page 141: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

123

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanankesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.****)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diaturdalam undang-undang.****)

BAB XVBENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA , SERTA

LAGU KEBANGSAAN**)

Pasal 35

Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

Pasal 36

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

Pasal 36A

Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyanBhinneka Tunggal Ika.**)

Pasal 36B

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.**)

Pasal 36CKetentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan LambangNegara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**)

BAB XVIPERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 37(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat

diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyatapabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlahanggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasardiajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagianPasal II

Page 142: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

124

yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.****)

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidangMajelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri sekurang-kurangnya2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasardilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya limapuluhpersen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MajelisPermusyawaratan Rakyat.****)

(5) Khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indone-sia tidak dapat dilakukan perubahan.****)

ATURAN PERALIHAN

Pasal I

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetapberlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****)

Pasal II

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjanguntuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belumdiadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****)

Pasal III

Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannyadilakukan oleh Mahkamah Agung.****)

ATURAN TAMBAHANPasal I

Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukanpeninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidangMajelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.****)

Page 143: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

125

Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atasPembukaan dan pasal-pasal.****)

*) Perubahan pertama disahkan 19 Oktober 1999.**) Perubahan kedua disahkan 18 Agustus 2000.***) Perubahan ketiga disahkan 10 November 2001.****) Perubahan keempat disahkan 10 Agustus 2002.

dalam rangka menjamin pemantapan persatuan

Page 144: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

126

Lampiran 2:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1985

TENTANGORGANISASI KEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam pembangunan nasionalyang pada hakikatnya adalah pem-bangunan manusia Indonesia seutuhnyadan pembangunan seluruh masyarakat In-donesia, kemerdekaan warga negaraRepublik Indonesia untuk berserikat atauberorganisasi dan kemerdekaan untukmemeluk agamanya dan kepercayaannyamasing-masing dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa pembangunan nasional sebagai-mana dimaksud dalam huruf a memerlu-kan upaya untuk terus meningkatkankeikutsertaan secara aktif seluruh lapisanmasyarakat Indonesia serta upaya untukmemantapkan kesadaran kehidupankenegaraan berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945;

c. bahwa Organisasi Kemasyarakatan se-bagai sarana untuk menyalurkan pen-dapat dan pikiran bagi anggota masyara-kat warga negara Republik Indonesia,mempunyai peranan yang sangat pentingdalam meningkatkan keikutsertaan se-cara aktif seluruh lapisan masyarakatdalam mewujudkan masyarakat Pancasilaberdasarkan Undang-Undang Dasar 1945

Page 145: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

127

dan kesatuan bangsa, menjaminkeberhasilan pembangunan nasionalsebagai pengamalan Pancasila, dansekaligus menjamin tercapainya tujuannasional;

d. bahwa mengingat pentingnya perananOrganisasi Kemasyarakatansebagaimana dimaksud dalam huruf c,dan sejalan pula dengan usaha pemantapanpenghayatan dan pengamalan Pancasiladalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara dalam rangkamenjamin kelestarian Pancasila, makaOrganisasi Kemasyarakatan perlumenjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas;

e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebutdi atas, maka dalam rangka meningkatanperanan Organisasi Kemasyarakatandalam pembangunan nasional, dipandangperlu untuk menetapkan pengaturannyadalam Undang-undang;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), danPasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar HaluanNegara.

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ORGANI-SASI KEMASYARAKATAN

a. wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya;

Page 146: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

128

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan OrganisasiKemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggotamasyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atasdasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaanterhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalampembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalamwadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkanPancasila.

BAB IIASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Organisasi Kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagaisatu-satunya asas.

(2) Asas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah asasdalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pasal 3

Organisasi Kemasyarakatan menetapkan tujuan masing-masingsesuai dengan sifat kekhususannya dalun rangka mencapai tujuannasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

Pasal 4

Organisasi Kemasyarakatan wajib mencantumkan asassebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tujuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3 dalam pasal Anggaran Dasarnya.

BAB IIIFUNGSI, HAK, DAN KEWAJIBAN

Pasal 5

Organisasi Kemasyarakatan berfungsi sebagai:

Page 147: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

129

b. wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usahamewujudkan tujuan organisasi;

c. wadah peran serta dalam usaha menyukseskan pembangunannasional;

d. sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai saranakomunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antarOrganisasi Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kema-syarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, BadanPermusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.

Pasal 6

Organisasi Kemasyarakatan berhak:a. melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;b. mempertahankan hak hidupnya sesuai dengan tujuan organisasi.

Pasal 7

Organisasi Kemasyarakatan berkewajiban:a. mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;b. menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945;c. memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal 8

Untuk lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya, OrganisasiKemasyarakatan berhimpun dalam satu wadah pembinaan danpengembangan yang sejenis.

BAB IVKEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN

Pasal 9

Setiap warga negara Republik Indonesia dapat menjadi anggotaOrganisasi Kemasyarakatan.

Page 148: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

130

Pasal 10

Tempat kedudukan Pengurus atau Pengurus Pusat OrganisasiKemasyarakatan ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya.

BAB VKEUANGAN

Pasal 11

Keuangan Organisasi Kemasyarakatan dapat diperoleh dari:a. iuran anggota;b. sumbangan yang tidak mengikat;c. usaha lain yang sah.

BAB VIPEMBINAAN

Pasal 12

(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap OrganisasiKemasyarakatan;

(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIIPEMBEKUAN DAN PEMBUBARAN

Pasal 13

Pemerintah dapat membekukan Pengurus atau Pengurus PusatOrganisasi Kemasyarakatan apabila Organisasi Kemasyarakatan:

a. melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan danketertiban umum;

b. menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuanPemerintah;

c. memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikankepentingan Bangsa dan Negara.

Page 149: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

131

Pasal 14

Apabila Organisasi Kemasyarakatan yang Pengurusnya dibekukanmasih tetap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal13, maka Pemerintah dapat membubarkan organisasi yangbersangkutan.

Pasal 15

Pemerintah dapat membubarkan Organisasi Kemasyarakatan yangtidak memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,Pasal 7, dan/atau Pasal 18.

Pasal 16

Pemerintah membubarkan Organisasi Kemasyarakatan yangmenganut, mengembangkan, dan menyebarkan paham atau ajaranKomunisme/Marxisme-Leninisme serta ideologi, paham, atau ajaranlain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya.

Pasal 17

Tata cara pembekuan dan pembubaran Organisasi Kemasyarakatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, danPasal 16 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIIIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

Dengan berlakunya Undang-undang ini Organisasi Kemasyarakatanyang sudah ada diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri denganketentuan Undang-undang ini, yang harus sudah diselesaikanselambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah tanggal mulai berlakunyaUndang-undang ini.

PENJELASANATAS

Page 150: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

132

BAB IXKETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Pelaksanaan Undang-undang ini diatur dengan PeraturanPemerintah.

Pasal 20

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganUndang-undang ini dengan penampatannya dalam LembaranNegara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakartapada tanggal 17 Juni 1985PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA,ttdSOEHARTO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 17 Juni 1985MENTERI/SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,ttdSUDHARMONO, SH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985NOMOR 44

Page 151: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

133

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1985

TENTANGORGANISASI KEMASYARAKATAN

I. UMUM

Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkanPancasila, perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang yangpada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesiaseutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.Dengan hakekat pembangunan sebagaimana tersebut di atas, makapembangunan merupakan pengamalan Pancasila.

Dengan pengertian mengenai hakikat pembangunan tersebut,maka terdapat dua masalah pokok yang perlu diperhatikan.Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan secaraaktif seluruh lapisan masyarakat warga negara Republik Indone-sia. Kedua, karena pembangunan nasional merupakan pengamalanPancasila, maka keberhasilannya akan sangat dipengaruhi olehsikap dan kesetiaan bangsa Indonesia terhadap Pancasila. Masalahkeikutsertaan masyarakat dalam pembangunan nasional adalahwajar. Kesadaran serta kesempatan untuk itu sepatutnyaditumbuhkan, mengingat pembangunan adalah untuk manusia danseluruh masyarakat Indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untukmenumbuhkan kesadaran tersebut sekaligus juga merupakanupaya untuk memantapkan kesadaran kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara yang berorientasi kepada pembangunannasional.

Dalam kerangka inilah letak pentingnya peranan OrganisasiKemasyarakatan, sehingga pengaturan serta pembinaannya perludiarahkan kepada pencapaian dua sasaran pokok, yaitu :

1. terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mampumemberikan pendidikan kepada masyarakat warga negaraRepublik Indonesia ke arah:a. makin mantapnya kesadaran kehidupan bermasyarakat,

Dengan Organisasi Kemasyarakatan yang berasaskanPancasila, yang mampu meningkatkan keikutsertaan

Page 152: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

134

berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945;

b. tumbuhnya gairah dan dorongan yang kuat pada manusiadan masyarakat Indonesia untuk ikut serta secara aktifdalam pembangunan nasional;

2. terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mandiri danmampu berperan secara berdaya guna sebagai sarana untukberserikat atau berorganisasi bagi masyarakat warga negaraRepublik Indonesia guna menyalurkan aspirasinya dalampembangunan nasional, yang sekaligus merupakanpenjabaran Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena pembangunan merupakan pengamalanPancasila, dan tujuan serta subyeknya adalah manusia dan seluruhmasyarakat warga negara Republik Indonesia yang berPancasila,maka adalah wajar bilamana Organisasi Kemasyarakatan jugamenjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam rangkapembangunan nasional untuk mencapai masyarakat Pancasila.Dalam Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila,maka agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esamerupakan sumber motivasi dan inspirasi bagi para pemeluknya,dan mendapat tempat yang sangat terhormat.

Penetapan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagiOrganisasi Kemasyarakatan tidaklah berarti Pancasila akanmenggantikan agama, dan agama tidak mungkin diPancasilakan;antara keduanya tidak ada pertentangan nilai. OrganisasiKemasyarakatan yang dibentuk atas dasar kesamaan agamamenetapkan tujuannya dan menjabarkannya dalam programmasing-masing sesuai dengan sifat kekhususannya, dan dengansemakin meningkat dan meluasnya pembangunan maka kehidupankeagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esaharus semakin diamalkan, baik dalam kehidupan pribadi maupunkehidupan sosial kemasyarakatan.

Undang-undang ini tidak mengatur peribadatan, yangmerupakan perwujudan kegiatan dalam hubungan manusia denganTuhannya.

Page 153: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

135

secara aktif manusia dan seluruh masyarakat Indonesiadalam pembangunan nasional, maka perwujudan tujuannasional dapat dipercepat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Salah satu ciri penting dalam Organisasi Kemasyarakatan ada-lah kesukarelaan dalam pembentukan dan keanggotaannya.Anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia bebas untukmembentuk, memilih, dan bergabung dalam Organisasi Kemasya-rakatan yang dikehendaki dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara atas dasar kesamaan kegiatan, profesi,fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Organisasi Kemasyarakatan dapat mempunyai satu atau lebihdari satu sifat kekhususan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini,yaitu kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaanterhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Organisasi atau perhimpunan yang dibentuk secara sukarelaoleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia yangkeanggotaannya terdiri dari warga negara Republik Indonesia danwarga negara asing, termasuk dalam pengertian OrganisasiKemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, dan olehkarenanya tunduk kepada ketentuan-ketentuan undang-undang ini.

Organisasi atau perhimpunan yang dibentuk oleh Pemerintahseperti Praja Muda Karana (Pramuka), Korps Pegawai RepublikIndonesia (Korpri), dan lain sebagainya, serta organisasi atauperhimpunan yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia yang bergerak dalam bidangperekonomian seperti Koperasi, Perseroan Terbatas, dan lainsebagainya, tidak termasuk dalam pengertian OrganisasiKemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini.

Sekalipun demikian dalam rangka pembangunan nasionalsebagai pengamalan Pancasila, organisasi atau perhimpunantersebut juga berkewajiban untuk menjadikan Pancasila sebagai bilaOrganisasi Kemasyarakatan berusaha melakukan kegiatan sesuai

Page 154: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

136

satu-satunya azas dan mengamalkannya dalam setiap kegiatan.

Pasal 2

Dalam pasal ini pengertian asas meliputi juga kata “dasar”,“landasan”, “pedoman pokok”, dan kata-kata lain yang mempunyaipengertian yang sama dengan asas.

Yang dimaksud dengan ‘Pancasila” ialah yang rumusannyatercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi OrganisasiKemasyarakatan harus dipegang teguh oleh setiap OrganisasiKemasyarakatan dalam memperjuangkan tercapainya tujuan dandalam melaksanakan program masing-masing.

Pasal 3

Setiap organisasi Kemasyarakatan menetapkan tujuanmasing-masing, yang sesuai dengan sifat kekhususannya denganberpedoman kepada ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Berdasarkan tujuan tersebut di atas Organisasi Kemasyara-katan dapat menetapkan program kegiatan yang dikehendaki.

Yang penting adalah, bahwa tujuan dan program yangdikehendaki dan ditetapkannya itu harus tetap berada dalam rangkamencapai Tujuan Nasional.

Yang dimaksud dengan “tujuan nasional sebagaimanatermaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945” ialah“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskankehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yangberdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5Huruf a

Oleh karena Organisasi Kemasyarakatan dibentuk atas dasarsifat kekhususannya masing-masing, maka sudah semestinya apa-

Page 155: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

137

dengan kepentingan para anggotanya.

Huruf b

Organisasi Kemasyarakatan sebagai wadah pembinaan danpengembangan anggotanya merupakan tempat penempaankepemimpinan dan peningkatan keterampilan yang dapatdisumbangkan dalam pembangunan disegala bidang.

Huruf c

Pembangunan adalah usaha bersama bangsa untuk mencapaimasyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Oleh karenaitu Organisasi Kemasyarakatan sebagai wadah peran serta anggotamasyarakat, merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Dengan tidak mengurangi kebebasannya untuk lebih berperandalam melaksanakan fungsinya, Organisasi Kemasyarakatanberhimpun dalam suatu wadah pembinaan dan pengembanganyang sejenis sesuai dengan kesamaan kegiatan, profesi, fungsi,agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Yang dimaksud dengan “satu wadah pembinaan danpengembangan yang sejenis” ialah hanya ada satu wadah untuksetiap jenis, seperti untuk Organisasi Kemasyarakatan pemudadalam wadah yang sekarang bernama Komite Nasional PemudaIndonesia (KNPI), untuk Organisasi Kemasyarakatan tani dalamwadah yang sekarang bernama Himpunan Kerukunan Tani Indo-nesia (HKTI), dan lain sebagainya.

Organisasi Kemasyarakatan yang bersangkutan dan setelah

Page 156: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

138

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diperlukandalam rangka membimbing, mengayomi, dan mendorongOrganisasi Kemasyarakatan kearah pertumbuhan yang sehat danmandiri sesuai dengan jiwa dan semangat undang-undang ini.

Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15

Lembaga yang berwenang untuk membekukan Pengurus atauPengurus Pusat dan membubarkan Organisasi Kemasyarakatanadalah Pemerintah. Yang dimaksud dengan “Pemerintah” dalampasal-pasal ini adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah DaerahTingkat I yaitu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dan PemerintahDaerah Tingkat II yaitu Bupati /Walikotamadya Kepala DaerahTingkat II.

Wewenang membekukan dan membubarkan tersebut beradapada:

a. Pemerintah Pusat bagi Organisasi kemasyarakatan yang ruanglingkup keberadaannya bersifat nasional;

b. Gubernur bagi organisasi Kemasyarakatan yang ruang lingkupkeberadaannya terbatas dalam wilayah Propinsi yangbersangkutan;

c. Bupati/Walikotamadya bagi Organisasi Kemasyarakatan yangruang lingkup keberadaannya terbatas dalam wilayahKabupaten/Kotamadya yang bersangkutan.

Pembekuan dan pembubaran dapat dilakukan setelahmendengar keterangan dari Pengurus atau Pengurus Pusat

Page 157: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

139

memperoleh pertimbangan dalam segi hukum dari Mahkamah Agunguntuk tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat Propinsi dan tingkatKabupaten/Kotamadya setelah memperoleh pertimbangan dari instansiyang berwenang sehingga dapat dipertanggungjawabkan dari semuasegi, bersifat mendidik, dalam rangka pembinaan yang positif, dandengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pembubaran merupakan upaya terakhir.

Pasal 16

Yang dimaksud dengan “ideologi, paham, atau ajaran lain yangbertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945dalam segala bentuk dan perwujudannya” ialah segala ideologi,paham, atau ajaran yang bertentangan dengan Pancasila sebagaipandangan hidup bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional, sertaUndang-Undang Dasar 1945.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Organisasi Kemasyarakatan yang terbentuk berdasarkanperaturan perundang-undangan sebelum berlakunya Undang-undang ini, baik yang berstatus badan hukum maupun tidak,sepenuhnya tunduk kepada ketentuan-ketentuan Undang-undangini, dan oleh karenanya Organisasi Kemasyarakatan tersebut dalamwaktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah tanggal mulaiberlakunya Undang-undang ini wajib menyesuaikan diri denganketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Status badan hukum yang diperoleh OrganisasiKemasyarakatan tersebut di atas tetap berlangsung sampai adanyaperaturan perundang-undangan nasional tentang badan hukum.

Pasal 19

Cukup jelas.

Page 158: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

140

Pasal 20

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR 3298

Page 159: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

141

Lampiran 3:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 12 TAHUN 2005

TENTANGPENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL ANDPOLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG

HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan hakdasar yang secara kodrati melekat padadiri manusia, bersifat universal danlanggeng, dan oleh karena itu, harusdilindungi, dihormati, dipertahankan, dantidak boleh diabaikan, dikurangi, ataudirampas oleh siapapun;

b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagiandari masyarakat internasional, menghor-mati, menghargai, dan menjunjung tinggiprinsip dan tujuan Piagam PerserikatanBangsa-Bangsa serta Deklarasi UniversalHak-hak Asasi Manusia;

c. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bang-sa-Bangsa, dalam sidangnya tanggal 16Desember 1966 telah mengesahkan In-ternational Covenant on Civil and Politi-cal Rights (Kovenan Internasional tentangHak-hak Sipil dan Politik);

d. bahwa instrumen internasional sebagai-mana dimaksud pada huruf c pada dasar-nya tidak bertentangan dengan Pancasiladan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, sesuaidengan sifat negara Republik Indonesia 5.

Page 160: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

142

sebagai negara hukum yang menjunjungtinggi harkat dan martabat manusia yangmenjamin persamaan kedudukan semuawarga negara di dalam hukum, dankeinginan bangsa Indonesia untuk secaraterus-menerus memajukan dan melindu-ngi hak asasi manusia dalam kehidupanberbangsa dan bernegara;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan se-bagaimana dimaksud dalam huruf a, hurufb, huruf c, dan huruf d perlu membentukUndang-Undang tentang Pengesahan In-ternational Covenant on Civil and Politi-cal Rights (Kovenan Internasional tentangHak-hak Sipil dan Politik).

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat(2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28A,Pasal 28B, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal28G, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indone-sia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999tentang Hubungan Luar Negeri (Lembar-an Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 156; Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3882);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999Nomor 165; Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3886);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000tentang Perjanjian Internasional (Lembar-an Negara Republik Indonesia Tahun2000 Nomor 185; Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4012);

Page 161: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

143

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2000 Nomor 208; TambahanLembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4026);

Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

danPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGE-SAHAN INTERNATIONAL COVENANTON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS(KOVENAN INTERNASIONALTENTANG HAK-HAK SIPIL DANPOLlTIK).

Pasal 1

(1) Mengesahkan International Covenant on Civil and PoliticalRights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil danPolitik) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1.

(2) Salinan naskah asli International Covenant on Civil andPoli-tical Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipildan Politik) dan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa In-donesia sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidakterpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 2

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganUndang-Undang ini dengan penempatannya dalam LembaranNegara Republik Indonesia.

Page 162: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

144

Disahkan di Jakartapada tanggal 28 Oktober 2005PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttdDR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 28 Oktober 2005MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ttdHAMID AWALUDIN

Page 163: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

144

Page 164: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

145

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005NOMOR 119

International Covenant on Civil and Political RightsAdopted and Opened for Signature, Ratification andAccession by General Assembly Resolution 2200A

(XXI) of 16 December 1966 entry into force 23 March1976, in accordance with Article 49

Preamble

The States Parties to the present Covenant,

Considering that, in accordance with the principles proclaimedin the Charter of the United Nations, recognition of the inherentdignity and of the equal and inalienable rights of all members of thehuman family is the foundation of freedom, justice and peace in theworld.

Recognizing that these rights derive from the inherent dignityof the human person, Recognizing that, in accordance with theUniversal Declaration of Human Rights, the ideal of free humanbeings enjoying civil and political freedom and freedom from fearand want can only be achieved if conditions are created wherebyeveryone may enjoy his civil and political rights, as well as his eco-nomic, social and cultural rights.

Considering the obligation of States under the Charter of theUnited Nations to promote universal respect for, and observanceof, human rights and freedoms.Realizing that the individual, having duties to other individuals andto the community to which he belongs, is under a responsibility tostrive for the promotion and observance of the rights recognized inthe present Covenant.

Agree upon the following articles:

Page 165: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

146

PART IArticle 1

1. All peoples have the right of self-determination. By virtue of thatright they freely determine their political status and freely pursuetheir economic, social and cultural development.

2. All peoples may, for their own ends, freely dispose of their na-tural wealth and resources without prejudice to any obligationsarising out of international economic cooperation, based uponthe principle of mutual benefit, and international law. In no casemay a people be deprived of its own means of subsistence.

3. The States Parties to the present Covenant, including those hav-ing responsibility for the administration of Non-Self-Governingand Trust Territories, shall promote the realization of the right ofself-determination, and shall respect that right, in conformity withthe provisions of the Charter of the United Nations.

PART IIArticle 2

1. Each State Party to the present Covenant undertakes to respectand to ensure to all individuals within its territory and subjectto its jurisdiction the rights recognized in the present Covenant,without distinction of any kind, such as race, colour, sex, lan-guage, religion, political or other opinion, national or socialorigin, property, birth or other status.

2. Where not already provided for by existing legislative or othermeasures, each State Party to the present Covenantunder-takes to take the necessary steps, in accordance with itsconstitutional processes and with the provisions of the presentCovenant, to adopt such laws or other measures as may benecessary to give effect to the rights recognized in the presentCovenant.

3. Each State Party to the present Covenant undertakes:(a) To ensure that any person whose rights or freedoms as

herein recognized are violated shall have an effectiveremedy, notwithstanding that the violation has beencommitted by persons acting in an official capacity;

Page 166: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

147

(b) To ensure that any person claiming such a remedy shallhave his right thereto determined by competent judicial,administrative or legislative authorities, or by any othercompetent authority provided for by the legal system ofthe State, and to develop the possibilities of judicial remedy;

(c) To ensure that the competent authorities shall enforce suchremedies when granted.

Article 3The States Parties to the present Covenant undertake to ensure

the equal right of men and women to the enjoyment of all civil andpolitical rights set forth in the present Covenant.

Article 41. In time of public emergency which threatens the life of the nation

and the existence of which is officially proclaimed, the StatesParties to the present Covenant may take measures derogatingfrom their obligations under the present Covenant to the extentstrictly required by the exigencies of the situation, provided thatsuch measures are not inconsistent with their other obligationsunder international law and do not involve discrimination solelyon the ground of race, colour, sex, language, religion or socialorigin.

2. No derogation from articles 6, 7, 8 (paragraphs I and 2), 11, 15,16 and 18 may be made under this provision.

3. Any State Party to the present Covenant availing itself of theright of derogation shall immediately inform the other StatesParties to the present Covenant, through the intermediary ofthe Secretary-General of the United Nations, of the provisionsfrom which it has derogated and of the reasons by which itwas actuated. A further communication shall be made, throughthe same intermediary, on the date on which it terminates such

Page 167: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

148

ing for any State, group or person any right to engage in anyactivity or perform any act aimed at the destruction of any of therights and freedoms recognized herein or at their limitation to agreater extent than is provided for in the present Covenant.

2. There shall be no restriction upon or derogation from any ofthe fundamental human rights recognized or existing in anyState Party to the present Covenant pursuant to law, conven-tions, regulations or custom on the pretext that the presentCovenant does not recognize such rights or that it recognizesthem to a lesser extent.

PART IIIArticle 6

1. Every human being has the inherent right to life. This rightshall be protected by law. No one shall be arbitrarily deprivedof his life.

2. In countries which have not abolished the death penalty, sen-tence of death may be imposed only for the most serious crimesin accordance with the law in force at the time of the commis-sion of the crime and not contrary to the provisions of thepresent Covenant and to the Convention on the Preventionand Punishment of the Crime of Genocide. This penalty canonly be carried out pursuant to a final judgement rendered bya competent court.

3. When deprivation of life constitutes the crime of genocide, it isunderstood that nothing in this article shall authorize any StateParty to the present Covenant to derogate in any way from anyobligation assumed under the provisions of the Convention onthe Prevention and Punishment of the Crime of Genocide.

4. Anyone sentenced to death shall have the right to seek par-don or commutation of the sentence. Amnesty, pardon or com-mutation of the sentence of death may be granted in all cases.

5. Sentence of death shall not be imposed for crimes committedby persons below eighteen years of age and shall not be car-ried out on pregnant women.

Page 168: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

149

derogation.

Article 51. Nothing in the present Covenant may be interpreted as imply6.

Nothing in this article shall be invoked to delay or to prevent theabolition of capital punishment by any State Party to the presentCovenant.

Article 7

No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or de-grading treatment or punishment. In particular, no one shall be sub-jected without his free consent to medical or scientific ex-perimentation.

Article 8

1. No one shall be held in slavery; slavery and the slave-trade in alltheir forms shall be prohibited.

2. No one shall be held in servitude.

3. (a) No one shall be required to perform forced or compulsorylabour;

(b) Paragraph 3 (a) shall not be held to preclude, in countrieswhere imprisonment with hard labour may be imposed as apunishment for a crime, the performance of hard labour inpursuance of a sentence to such punishment by a compe-tent court;

(c) For the purpose of this paragraph the term “forced or com-pulsory labour” shall not include:(i) Any work or service, not referred to in subparagraph

(b), normally required of a person who is underdetention in consequence of a lawful order of a court,or of a person during conditional release from suchdetention;

(ii) Any service of a military character and, in countrieswhere conscientious objection is recognized, anynational service required by law of conscientious ob-jectors;

Page 169: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

150

(iv) Any work or service which forms part of normal civilobligations.

Article 9

1. Everyone has the right to liberty and security of person. Noone shall be subjected to arbitrary arrest or detention. No oneshall be deprived of his liberty except on such grounds and inaccordance with such procedure as are established by law.

2. Anyone who is arrested shall be informed, at the time of ar-rest, of the reasons for his arrest and shall be promptly in-formed of any charges against him.

3. Anyone arrested or detained on a criminal charge shall bebrought promptly before a judge or other officer authorized bylaw to exercise judicial power and shall be entitled to trial withina reasonable time or to release. It shall not be the general rulethat persons awaiting trial shall be detained in custody, butrelease may be subject to guarantees to appear for trial, atany other stage of the judicial proceedings, and, should occa-sion arise, for execution of the judgement.

4. Anyone who is deprived of his liberty by arrest or detentionshall be entitled to take proceedings before a court, in orderthat court may decide without delay on the lawfulness of hisdetention and order his release if the detention is not lawful.

5. Anyone who has been the victim of unlawful arrest or deten-tion shall have an enforceable right to compensation.

Article 10

1. All persons deprived of their liberty shall be treated with hu-manity and with respect for the inherent dignity of the humanperson.

2. (a) Accused persons shall, save in exceptional circum-stances, be segregated from convicted persons and shallbe subject to separate treatment appropriate to their sta-tus as unconvicted persons;

Page 170: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

151

(iii) Any service exacted in cases of emergency or calam-ity threatening the life or well-being of the community;

(b) Accused juvenile persons shall be separated from adultsand brought as speedily as possible for adjudication. 3.The penitentiary system shall comprise treatment of pris-oners the essential aim of which shall be their reforma-tion and social rehabilitation. Juvenile offenders shall besegregated from adults and be accorded treatment ap-propriate to their age and legal status.

Article 11

No one shall be imprisoned merely on the ground of inabilityto fulfil a contractual obligation.

Article 12

1. Everyone lawfully within the territory of a State shall, withinthat territory, have the right to liberty of movement and free-dom to choose his residence.

2. Everyone shall be free to leave any country, including his own.

3. The above-mentioned rights shall not be subject to any re-strictions except those which are provided by law, are neces-sary to protect national security, public order (ordre public),public health or morals or the rights and freedoms of others,and are consistent with the other rights recognized in thepresent Covenant.

4. No one shall be arbitrarily deprived of the right to enter hisown country.

Article 13

An alien lawfully in the territory of a State Party to the presentCovenant may be expelled therefrom only in pursuance of a deci-sion reached in accordance with law and shall, except where com-pelling reasons of national security otherwise require, be allowedto submit the reasons against his expulsion and to have his casereviewed by, and be represented for the purpose before, the com-

Page 171: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

152

Article 14

1. All persons shall be equal before the courts and tribunals. Inthe determination of any criminal charge against him, or of hisrights and obligations in a suit at law, everyone shall be en-titled to a fair and public hearing by a competent, independentand impartial tribunal established by law. The press and thepublic may be excluded from all or part of a trial for reasons ofmorals, public order (ordre public) or national security in ademocratic society, or when the interest of the private lives ofthe parties so requires, or to the extent strictly necessary inthe opinion of the court in special circumstances where pub-licity would prejudice the interests of justice; but any judge-ment rendered in a criminal case or in a suit at law shall bemade public except where the interest of juvenile persons oth-erwise requires or the proceedings concern matrimonial dis-putes or the guardianship of children.

2. Everyone charged with a criminal offence shall have the rightto be presumed innocent until proved guilty according to law.

3. In the determination of any criminal charge against him, every-one shall be entitled to the following minimum guarantees, infull equality:(a) To be informed promptly and in detail in a language which

he understands of the nature and cause of the chargeagainst him;

(b) To have adequate time and facilities for the preparationof his defence and to communicate with counsel of hisown choosing;

(c) To be tried without undue delay;(d) To be tried in his presence, and to defend himself in per-

son or through legal assistance of his own choosing; tobe informed, if he does not have legal assistance, of thisright; and to have legal assistance assigned to him, inany case where the interests of justice so require, andwithout payment by him in any such case if he does nothave sufficient means to pay for it;

Page 172: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

153

petent authority or a person or persons especially designated by thecompetent authority.

(e) To examine, or have examined, the witnesses against himand to obtain the attendance and examination of witnesseson his behalf under the same conditions as witnesses againsthim;

(f) To have the free assistance of an interpreter if he cannotunderstand or speak the language used in court;

(g) Not to be compelled to testify against himself or to con-fess guilt.

4. In the case of juvenile persons, the procedure shall be suchas will take account of their age and the desirability of promot-ing their rehabilitation.

5. Everyone convicted of a crime shall have the right to his con-viction and sentence being reviewed by a higher tribunal ac-cording to law.

6. When a person has by a final decision been convicted of acriminal offence and when subsequently his conviction has beenreversed or he has been pardoned on the ground that a new ornewly discovered fact shows conclusively that there has beena miscarriage of justice, the person who has suffered punish-ment as a result of such conviction shall be compensated ac-cording to law, unless it is proved that the non-disclosure of theunknown fact in time is wholly or partly attributable to him.

7. No one shall be liable to be tried or punished again for anoffence for which he has already been finally convicted or ac-quitted in accordance with the law and penal procedure of eachcountry.

Article 15

1 . No one shall be held guilty of any criminal offence on accountof any act or omission which did not constitute a criminal of-fence, under national or international law, at the time when itwas committed. Nor shall a heavier penalty be imposed thanthe one that was applicable at the time when the criminal of-fence was committed. If, subsequent to the commission of the

Page 173: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

154

2. Nothing in this article shall prejudice the trial and punishmentof any person for any act or omission which, at the time whenit was committed, was criminal according to the generalprinci-ples of law recognized by the community of nations.

Article 16

Everyone shall have the right to recognition everywhere as aperson before the law.

Article 17

1. No one shall be subjected to arbitrary or unlawful interferencewith his privacy, family, home or correspondence, nor toun-lawful attacks on his honour and reputation.

2. Everyone has the right to the protection of the law against suchinterference or attacks.

Article 18

1. Everyone shall have the right to freedom of thought, conscienceand religion. This right shall include freedom to have or to adopta religion or belief of his choice, and freedom, either individu-ally or in community with others and in public or private, tomanifest his religion or belief in worship, observance, practiceand teaching.

2. No one shall be subject to coercion which would impair hisfreedom to have or to adopt a religion or belief of his choice.

3. Freedom to manifest one’s religion or beliefs may be subjectonly to such limitations as are prescribed by law and are nec-essary to protect public safety, order, health, or morals or thefundamental rights and freedoms of others.

4. The States Parties to the present Covenant undertake to haverespect for the liberty of parents and, when applicable, legalguardians to ensure the religious and moral education of theirchildren in conformity with their own convictions.

Page 174: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

155

offence, provision is made by law for the imposition of the lighterpenalty, the offender shall benefit thereby.

Article 19

1. Everyone shall have the right to hold opinions without interfer-ence.

2. Everyone shall have the right to freedom of expression; thisright shall include freedom to seek, receive and impart informa-tion and ideas of all kinds, regardless of frontiers, either orally,in writing or in print, in the form of art, or through any othermedia of his choice.

3. The exercise of the rights provided for in paragraph 2 of thisarticle carries with it special duties and responsibilities. It maytherefore be subject to certain restrictions, but these shall onlybe such as are provided by law and are necessary:(a) For respect of the rights or reputations of others;(b) For the protection of national security or of public order

(ordre public), or of public health or morals.

Article 20

1. Any propaganda for war shall be prohibited by law.

2. Any advocacy of national, racial or religious hatred thatcons-titutes incitement to discrimination, hostility or violenceshall be prohibited by law.

Article 21

The right of peaceful assembly shall be recognized. No re-strictions may be placed on the exercise of this right other thanthose imposed in conformity with the law and which are necessaryin a democratic society in the interests of national security or publicsafety, public order (ordre public), the protection of public health ormorals or the protection of the rights and freedoms of others.

Article 22

Page 175: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

156

2. No restrictions may be placed on the exercise of this right otherthan those which are prescribed by law and which are neces-sary in a democratic society in the interests of national secu-rity or public safety, public order (ordre public), the protectionof public health or morals or the protection of the rights andfreedoms of others. This article shall not prevent the imposi-tion of lawful restrictions on members of the armed forces andof the police in their exercise of this right.

3. Nothing in this article shall authorize States Parties to theInter-national Labour Organisation Convention of 1948 con-cerning Freedom of Association and Protection of the Right toOrganize to take legislative measures which would prejudice,or to apply the law in such a manner as to prejudice, the guar-antees provided for in that Convention.

Article 23

1. The family is the natural and fundamental group unit of soci-ety and is entitled to protection by society and the State.

2. The right of men and women of marriageable age to marryand to found a family shall be recognized.

3. No marriage shall be entered into without the free and full con-sent of the intending spouses.

4. States Parties to the present Covenant shall take appropriatesteps to ensure equality of rights and responsibilities of spousesas to marriage, during marriage and at its dissolution. In thecase of dissolution, provision shall be made for the necessaryprotection of any children.

Article 24

1. Every child shall have, without any discrimination as to race,colour, sex, language, religion, national or social origin, propertyor birth, the right to such measures of protection as are requiredby his status as a minor, on the part of his family, society andthe State.

2. Every child shall be registered immediately after birth and shallhave a name.

Page 176: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

157

1. Everyone shall have the right to freedom of association with oth-ers, including the right to form and join trade unions for the pro-tection of his interests.

3. Every child has the right to acquire a nationality.

Article 25

Every citizen shall have the right and the opportunity, withoutany of the distinctions mentioned in article 2 and without unreason-able restrictions:

(a) To take part in the conduct of public affairs, directly or throughfreely chosen representatives;

(b) To vote and to be elected at genuine periodic elections whichshall be by universal and equal suffrage and shall be held bysecret ballot, guaranteeing the free expression of the will ofthe electors;

(c) To have access, on general terms of equality, to public servicein his country.

Article 26

All persons are equal before the law and are entitled withoutany discrimination to the equal protection of the law. In this respect,the law shall prohibit any discrimination and guarantee to all per-sons equal and effective protection against discrimination on anyground such as race, colour, sex, language, religion, political or otheropinion, national or social origin, property, birth or other status.

Article 27

In those States in which ethnic, religious or linguistic minori-ties exist, persons belonging to such minorities shall not be deniedthe right, in community with the other members of their group, toenjoy their own culture, to profess and practise their own religion,or to use their own language.

PART IVArticle 28

Page 177: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

158

tee). It shall consist of eighteen members and shall carry outthe functions hereinafter provided.

2. The Committee shall be composed of nationals of the StatesParties to the present Covenant who shall be persons of highmoral character and recognized competence in the field of hu-man rights, consideration being given to the usefulness of theparticipation of some persons having legal experience.

3. The members of the Committee shall be elected and shall servein their personal capacity.

Article 29

1. The members of the Committee shall be elected by secret ballotfrom a list of persons possessing the qualifications prescribedin article 28 and nominated for the purpose by the States Par-ties to the present Covenant.

2. Each State Party to the present Covenant may nominate notmore than two persons. These persons shall be nationals ofthe nominating State.

3. A person shall be eligible for renomination.

Article 30

1. The initial election shall be held no later than six months afterthe date of the entry into force of the present Covenant.

2. At least four months before the date of each election to theCommittee, other than an election to fill a vacancy declared inaccordance with article 34, the Secretary-General of the UnitedNations shall address a written invitation to the States Partiesto the present Covenant to submit their nominations for mem-bership of the Committee within three months.

3. The Secretary-General of the United Nations shall prepare alist in alphabetical order of all the persons thus nominated,with an indication of the States Parties which have nominatedthem, and shall submit it to the States Parties to the presentCovenant no later than one month before the date of eachelection.

Page 178: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

159

1. There shall be established a Human Rights Committee(here-after referred to in the present Covenant as the Commit4.Elections of the members of the Committee shall be held at ameeting of the States Parties to the present Covenant convenedby the Secretary General of the United Nations at the Head-quarters of the United Nations. At that meeting, for which twothirds of the States Parties to the present Covenant shall consti-tute a quorum, the persons elected to the Committee shall bethose nominees who obtain the largest number of votes andan absolute majority of the votes of the representatives of StatesParties present and voting.

Article 31

1. The Committee may not include more than one national of thesame State.

2. In the election of the Committee, consideration shall be givento equitable geographical distribution of membership and tothe representation of the different forms of civilization and ofthe principal legal systems.

Article 32

1. The members of the Committee shall be elected for a term offour years. They shall be eligible for reelection if renominated.However, the terms of nine of the members elected at the firstelection shall expire at the end of two years; immediately afterthe first election, the names of these nine members shall bechosen by lot by the Chairman of the meeting referred to inarticle 30, paragraph 4.

2. Elections at the expiry of office shall be held in accordancewith the preceding articles of this part of the present Covenant.

Article 33

1. If, in the unanimous opinion of the other members, a memberof the Committee has ceased to carry out his functions for anycause other than absence of a temporary character, the Chair-man of the Committee shall notify the Secretary-General of

Page 179: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

160

2. In the event of the death or the resignation of a member of theCommittee, the Chairman shall immediately notify the Secre-tary-General of the United Nations, who shall declare the seatvacant from the date of death or the date on which the resig-nation takes effect.

Article 34

1. When a vacancy is declared in accordance with article 33 andif the term of office of the member to be replaced does notexpire within six months of the declaration of the vacancy, theSecretary-General of the United Nations shall notify each ofthe States Parties to the present Covenant, which may withintwo months submit nominations in accordance with article 29for the purpose of filling the vacancy.

2. The Secretary-General of the United Nations shall prepare alist in alphabetical order of the persons thus nominated andshall submit it to the States Parties to the present Covenant.The election to fill the vacancy shall then take place inac-cordance with the relevant provisions of this part of thepresent Covenant.

3. A member of the Committee elected to fill a vacancy declaredin accordance with article 33 shall hold office for the remain-der of the term of the member who vacated the seat on theCommittee under the provisions of that article.

Article 35

The members of the Committee shall, with the approval of theGeneral Assembly of the United Nations, receive emoluments fromUnited Nations resources on such terms and conditions as theGeneral Assembly may decide, having regard to the importance ofthe Committee’s responsibilities.

Article 36

The Secretary-General of the United Nations shall provide thenecessary staff and facilities for the effective performance of thefunctions of the Committee under the present Covenant.

Page 180: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

161

the United Nations, who shall then declare the seat of that mem-ber to be vacant.

Article 37

1. The Secretary-General of the United Nations shall convene theinitial meeting of the Committee at the Headquarters of the UnitedNations.

2. After its initial meeting, the Committee shall meet at such timesas shall be provided in its rules of procedure.

3. The Committee shall normally meet at the Headquarters ofthe United Nations or at the United Nations Office at Geneva.

Article 38

Every member of the Committee shall, before taking up hisduties, make a solemn declaration in open committee that he willperform his functions impartially and conscientiously.

Article 39

1. The Committee shall elect its officers for a term of two years.They may be reelected.

2. The Committee shall establish its own rules of procedure, butthese rules shall provide, inter alia, that:(a) Twelve members shall constitute a quorum;(b) Decisions of the Committee shall be made by a majority

vote of the members present.

Article 40

1. The States Parties to the present Covenant undertake to sub-mit reports on the measures they have adopted which giveeffect to the rights recognized herein and on the progress madein the enjoyment of those rights:(a) Within one year of the entry into force of the present

Covenant for the States Parties concerned;(b) Thereafter whenever the Committee so requests.

2. All reports shall be submitted to the Secretary-General of the

Page 181: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

162

3. The Secretary-General of the United Nations may, after con-sultation with the Committee, transmit to the specialized agen-cies concerned copies of such parts of the reports as may fallwithin their field of competence.

4. The Committee shall study the reports submitted by the StatesParties to the present Covenant. It shall transmit its reports,and such general comments as it may consider appropriate,to the States Parties. The Committee may also transmit to theEconomic and Social Council these comments along with thecopies of the reports it has received from States Parties to thepresent Covenant.

5. The States Parties to the present Covenant may submit to theCommittee observations on any comments that may be madein accordance with paragraph 4 of this article.

Article 41

1. A State Party to the present Covenant may at any time declareunder this article that it recognizes the competence of the Com-mittee to receive and consider communications to the effectthat a State Party claims that another State Party is not fulfillingits obligations under the present Covenant. Communicationsunder this article may be received and considered only if sub-mitted by a State Party which has made a declaration recogniz-ing in regard to itself the competence of the Committee. Nocommunication shall be received by the Committee if it con-cerns a State Party which has not made such a declaration.Communications received under this article shall be dealt within accordance with the following procedure:(a) If a State Party to the present Covenant considers that

another State Party is not giving effect to the provisions ofthe present Covenant, it may, by written communication,bring the matter to the attention of that State Party. Withinthree months after the receipt of the communication thereceiving State shall afford the State which sent the com-munication an explanation, or any other statement in writ-ing clarifying the matter which should include, to the extentpossible and pertinent, reference to domestic procedures

Page 182: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

163

United Nations, who shall transmit them to the Committee forconsideration. Reports shall indicate the factors and difficulties,if any, affecting the implementation of the present Covenant.and remedies taken, pending, or available in the matter;(b) If the matter is not adjusted to the satisfaction of both States

Parties concerned within six months after the receipt by thereceiving State of the initial communication, either Stateshall have the right to refer the matter to the Committee, bynotice given to the Committee and to the other State;

(c) The Committee shall deal with a matter referred to it onlyafter it has ascertained that all available domestic rem-edies have been invoked and exhausted in the matter, inconformity with the generally recognized principles of in-ternational law. This shall not be the rule where the appli-cation of the remedies is unreasonably prolonged;

(d) The Committee shall hold closed meetings when exam-ining communications under this article;

(e) Subject to the provisions of subparagraph (c), theCommittee shall make available its good offices to the StatesParties concerned with a view to a friendly solution of thematter on the basis of respect for human rights and funda-mental freedoms as recognized in the present Covenant;

(f) In any matter referred to it, the Committee may call uponthe States Parties concerned, referred to in subparagraph(b), to supply any relevant information;

(g) The States Parties concerned, referred to in subparagraph(b), shall have the right to be represented when the mat-ter is being considered in the Committee and to makesubmissions orally and/or in writing;

(h) The Committee shall, within twelve months after the date ofreceipt of notice under subparagraph (b), submit a report:(i) If a solution within the terms of subparagraph (e) is

reached, the Committee shall confine its report to abrief statement of the facts and of the solution reached;

(ii) If a solution within the terms of subparagraph (e) isnot reached, the Committee shall confine its report

Page 183: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

164

report. In every matter, the report shall be communi-cated to the States Parties concerned.

2. The provisions of this article shall come into force when tenStates Parties to the present Covenant have made declara-tions under paragraph I of this article. Such declarations shallbe deposited by the States Parties with the Secretary-Generalof the United Nations, who shall transmit copies thereof to theother States Parties. A declaration may be withdrawn at anytime by notification to the Secretary-General. Such a with-drawal shall not prejudice the consideration of any matter whichis the subject of a communication already transmitted underthis article; no further communication by any State Party shallbe received after the notification of withdrawal of the declara-tion has been received by the Secretary-General, unless theState Party concerned has made a new declaration.

Article 42

1. (a) If a matter referred to the Committee in accordance witharticle 41 is not resolved to the satisfaction of the States Par-ties concerned, the Committee may, with the prior consent ofthe States Parties concerned, appoint an ad hoc ConciliationCommission (hereinafter referred to as the Commission). Thegood offices of the Commission shall be made available to theStates Parties concerned with a view to an amicable solutionof the matter on the basis of respect for the present Covenant;

(b) The Commission shall consist of five persons acceptableto the States Parties concerned. If the States Parties concernedfail to reach agreement within three months on all or part ofthe composition of the Commission, the members of the Com-mission concerning whom no agreement has been reachedshall be elected by secret ballot by a two-thirds majority voteof the Committee from among its members.

2. The members of the Commission shall serve in their personalcapacity. They shall not be nationals of the States Parties con-cerned, or of a State not Party to the present Covenant, or of aState Party which has not made a declaration under article 41.

Page 184: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

165

to a brief statement of the facts; the written submis-sions and record of the oral submissions made bythe States Parties concerned shall be attached to the3. The Commission shall elect its own Chair-man and adopt its own rules of procedure.

4. The meetings of the Commission shall normally be held at theHeadquarters of the United Nations or at the United NationsOffice at Geneva. However, they may be held at such otherconvenient places as the Commission may determine in con-sultation with the Secretary-General of the United Nations andthe States Parties concerned.

5. The secretariat provided in accordance with article 36 shallalso service the commissions appointed under this article.

6. The information received and collated by the Committee shallbe made available to the Commission and the Commissionmay call upon the States Parties concerned to supply any otherrelevant information.

7. When the Commission has fully considered the matter, but inany event not later than twelve months after having been seizedof the matter, it shall submit to the Chairman of the Committeea report for communication to the States Parties concerned:(a) If the Commission is unable to complete its consideration

of the matter within twelve months, it shall confine its reportto a brief statement of the status of its consideration ofthe matter;

(b) If an amicable solution to the matter on tie basis of respectfor human rights as recognized in the present Covenantis reached, the Commission shall confine its report to abrief statement of the facts and of the solution reached;

(c) If a solution within the terms of subparagraph (b) is notreached, the Commission’s report shall embody its find-ings on all questions of fact relevant to the issues betweenthe States Parties concerned, and its views on the possi-bilities of an amicable solution of the matter. This reportshall also contain the written submissions and a record ofthe oral submissions made by the States Parties concerned;

Page 185: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

166

months of the receipt of the report, notify the Chairman ofthe Committee whether or not they accept the contentsof the report of the Commission.

8. The provisions of this article are without prejudice to theres-ponsibilities of the Committee under article 41.

9. The States Parties concerned shall share equally all theex-penses of the members of the Commission in accordancewith estimates to be provided by the Secretary-General of theUnited Nations.

10. The Secretary-General of the United Nations shall be empow-ered to pay the expenses of the members of the Commission,if necessary, before reimbursement by the States Parties con-cerned, in accordance with paragraph 9 of this article.

Article 43

The members of the Committee, and of the ad hoc concilia-tion commissions which may be appointed under article 42, shallbe entitled to the facilities, privileges and immunities of experts onmission for the United Nations as laid down in the relevant sectionsof the Convention on the Privileges and Immunities of the UnitedNations.

Article 44

The provisions for the implementation of the present Covenantshall apply without prejudice to the procedures prescribed in thefield of human rights by or under the constituent instruments andthe conventions of the United Nations and of the specialized agen-cies and shall not prevent the States Parties to the present Cov-enant from having recourse to other procedures for settling a dis-pute in accordance with general or special international agreementsin force between them.

Article 45

The Committee shall submit to the General Assembly of theUnited Nations, through the Economic and Social Council, an an-nual report on its activities.

Page 186: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

167

(d) If the Commission’s report is submitted under sub para-graph (c), the States Parties concerned shall, within three

PART VArticle 46

Nothing in the present Covenant shall be interpreted as impair-ing the provisions of the Charter of the United Nations and of the con-stitutions of the specialized agencies which define the respective re-sponsibilities of the various organs of the United Nations and of thespecialized agencies in regard to the matters dealt with in the presentCovenant.

Article 47

Nothing in the present Covenant shall be interpreted as impair-ing the inherent right of all peoples to enjoy and utilize fully and freelytheir natural wealth and resources.

PART VIArticle 48

1. The present Covenant is open for signature by any State Mem-ber of the United Nations or member of any of its specializedagencies, by any State Party to the Statute of the InternationalCourt of Justice, and by any other State which has been in-vited by the General Assembly of the United Nations to be-come a Party to the present Covenant.

2. The present Covenant is subject to ratification. Instruments ofratification shall be deposited with the Secretary-General ofthe United Nations.

3. The present Covenant shall be open to accession by any Statereferred to in paragraph 1 of this article.

4. Accession shall be effected by the deposit of an instrument ofaccession with the Secretary-General of the United Nations.

5. The Secretary-General of the United Nations shall inform allStates which have signed this Covenant or acceded to it of the

Page 187: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

168

Article 49

1. The present Covenant shall enter into force three months af-ter the date of the deposit with the Secretary-General of theUnited Nations of the thirty-fifth instrument of ratification orinstrument of accession.

2. For each State ratifying the present Covenant or acceding to itafter the deposit of the thirty-fifth instrument of ratification orinstrument of accession, the present Covenant shall enter intoforce three months after the date of the deposit of its own in-strument of ratification or instrument of accession.

Article 50

The provisions of the present Covenant shall extend to all partsof federal States without any limitations or exceptions.

Article 51

1. Any State Party to the present Covenant may propose anamendment and file it with the Secretary-General of the UnitedNations. The Secretary-General of the United Nations shallthereupon communicate any proposed amendments to theStates Parties to the present Covenant with a request that theynotify him whether they favour a conference of States Partiesfor the purpose of considering and voting upon the proposals.In the event that at least one third of the States Parties favourssuch a conference, the Secretary-General shall convene theconference under the auspices of the United Nations. Anyamendment adopted by a majority of the States Parties presentand voting at the conference shall be submitted to the Gen-eral Assembly of the United Nations for approval.

2. Amendments shall come into force when they have been ap-proved by the General Assembly of the United Nations andaccepted by a two-thirds majority of the States Parties to thepresent Covenant in accordance with their respective consti-tutional processes.

3. When amendments come into force, they shall be binding onthose States Parties which have accepted them, other States

Page 188: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

169

deposit of each instrument of ratification or accession.

Parties still being bound by the provisions of the present Covenantand any earlier amendment which they have accepted.

Article 52

Irrespective of the notifications made under article 48, paragraph5, the Secretary-General of the United Nations shall inform all Statesreferred to in paragraph I of the same article of the following particu-lars:

(a) Signatures, ratifications and accessions under article 48;

(b) The date of the entry into force of the present Covenant underarticle 49 and the date of the entry into force of any amend-ments under article 51.

Article 53

1. The present Covenant, of which the Chinese, English, French,Russian and Spanish texts are equally authentic, shall bedeposited in the archives of the United Nations.

2. The Secretary-General of the United Nations shall transmitcertified copies of the present Covenant to all States referredto in article 48.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005NOMOR 119

Page 189: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

171

PENJELASAN ATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2005TENTANG

PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL ANDPOLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG

HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

I. UMUM

1. Sejarah Perkembangan Lahirnya Kovenan Internasionaltentang Hak-hak Sipil dan Politik

Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum (MU)Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memproklamasikan Uni-versal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal HakAsasi Manusia, untuk selanjutnya disingkat DUHAM), yangmemuat pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasandasar, dan yang dimaksudkan sebagai acuan umum hasilpencapaian untuk semua rakyat dan bangsa bagi terjaminnyapengakuan dan penghormatan hak-hak dan kebebasan dasarsecara universal dan efektif, baik di kalangan rakyat negara-negara anggota PBB sendiri maupun di kalangan rakyat diwilayah-wilayah yang berada di bawah yurisdiksi mereka.

Masyarakat internasional menyadari perlunya penjabaran hak-hak dan kebebasan dasar yang dinyatakan oleh DUHAM kedalam instrumen internasional yang bersifat mengikat secarahukum. Sehubungan dengan hal itu, pada tahun 1948, MajelisUmum PBB meminta Komisi Hak Asasi Manusia (KHAM) PBByang sebelumnya telah mempersiapkan rancangan DUHAMuntuk menyusun rancangan Kovenan tentang HAM besertarancangan tindakan pelaksanaannya. Komisi tersebut mulaibekerja pada tahun 1949. Pada tahun 1950, MU PBBmengesahkan sebuah resolusi yang menyatakan bahwapengenyaman kebebasan sipil dan politik serta kebebasandasar di satu pihak dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budayadi lain pihak bersifat saling terkait dan saling tergantung.Setelah melalui perdebatan panjang, dalam sidangnya tahun1951, MU PBB meminta kepada Komisi HAM PBB untuk

Page 190: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

172

merancang dua Kovenan tentang hak asasi manusia: (1) Kovenanmengenai hak sipil dan politik; dan (2) Kovenan mengenai hakekonomi, sosial dan budaya. MU PBB juga menyatakan secarakhusus bahwa kedua Kovenan tersebut harus memuat sebanyakmungkin ketentuan yang sama, dan harus memuat Pasal yangakan menetapkan bahwa semua rakyat mempunyai hak untukmenentukan nasib sendiri.

Komisi HAM PBB berhasil menyelesaikan dua rancanganKovenan sesuai dengan keputusan MU PBB pada 1951,masing-masing pada tahun 1953 dan 1954. Setelahmembahas kedua rancangan Kovenan tersebut, pada tahun1954 MU PBB memutuskan untuk memublikasikannya seluasmungkin agar pemerintah negara-negara dapatmempelajarinya secara mendalam dan khalayak dapatmenyatakan pandangannya secara bebas. Untuk tujuantersebut, MU PBB menyarankan agar Komite III PBBmembahas rancangan naskah Kovenan itu Pasal demi Pasalmulai tahun 1955. Meskipun pembahasannya telah dimulaisesuai dengan jadwal, naskah kedua Kovenan itu baru dapatdiselesaikan pada tahun 1966. Akhirnya, pada tanggal 16Desember 1966, dengan resolusi 2200A (XXI), MU PBBmengesahkan Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politikbersama-sama dengan Protokol Opsional pada Kovenanten-tang Hak-hak Sipil dan Politik dan Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Kovenan Internasionaltentang Hak-hak Sipil dan Politik beserta Protokol Opsionalpada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politikmulai berlaku pada tanggal 23 Maret 1976.

2. Pertimbangan Indonesia untuk menjadi Pihak pada Interna-tional Covenant on Civil and Political Rights (KovenanInternasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik)

Indonesia adalah negara hukum dan sejak kelahirannya padatahun 1945 menjunjung tinggi HAM. Sikap Indonesia tersebutdapat dilihat dari kenyataan bahwa meskipun dibuat sebelumdiproklamasikannya DUHAM, Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 sudah memuat beberapa

Page 191: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

173

ketentuan tentang penghormatan HAM yang sangat penting. Hak-hak tersebut antara lain hak semua bangsa atas kemerdekaan(alinea pertama Pembukaan); hak atas kewarga negaraan (Pasal26); persamaan kedudukan semua warga negara Indonesia didalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat (1)); hak warganegara Indonesia atas pekerjaan (Pasal 27 ayat (2)); hak setiapwarga negara Indonesia atas kehidupan yang layak bagikemanusiaan (Pasal 27 ayat (2)); hak berserikat dan berkumpulbagi setiap warga negara (Pasal 28); kemerdekaan setiappenduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untukberibadat menurut agama dan kepercayaannya itu (Pasal 29 ayat(2)); dan hak setiap warga negara Indonesia atas pendidikan(Pasal 31 ayat (1)).

Sikap Indonesia dalam memajukan dan melindungi HAM terusberlanjut meskipun Indonesia mengalami perubahan susunannegara dari negara kesatuan menjadi negara federal (27Desember 1949 sampai dengan 15 Agustus 1950). Konstitusiyang berlaku pada waktu itu, yaitu Konstitusi RepublikIndonesia Serikat (Konstitusi RIS), memuat sebagian besarpokok-pokok HAM yang tercantum dalam DUHAM dankewajiban Pemerintah untuk melindunginya (Pasal 7 sampaidengan Pasal 33).

Indonesia yang kembali ke susunan negara kesatuan sejak15 Agustus 1950 terus melanjutkan komitmenkonstitusionalnya untuk menjunjung tinggi HAM. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS RI Tahun1950) yang berlaku sejak 15 Agustus 1950 sampai dengan 5Juli 1959, sebagaimana Konstitusi RIS, juga memuat sebagianbesar pokok-pokok HAM yang tercantum dalam DUHAM dankewajiban Pemerintah untuk melindunginya (Pasal 7 sampaidengan Pasal 33), dan bahkan sebagian sama bunyinya katademi kata dengan ketentuan yang bersangkutan yangtercantum dalam Konstitusi RIS. Di samping komitmennasional, pada masa berlakunya UUDS RI Tahun 1950, Indo-nesia juga menegaskan komitmen internasionalnya dalampemajuan dan perlindungan HAM, sebagaimana yangditunjukkan dengan keputusan Pemerintah untuk tetap

Page 192: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

174

memberlakukan beberapa konvensi perburuhan yang dihasilkanoleh International Labour Organization (Organisasi PerburuhanInternasional) yang dibuat sebelum Perang Dunia II dandinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda oleh PemerintahBelanda, menjadi pihak pada beberapa konvensi lain yang dibuatoleh Organisasi Perburuhan Internasional setelah Perang DuniaII, dan mengesahkan sebuah konvensi HAM yang dibuat olehPBB, yakni Convention on the Political Rights of Women 1952(Konvensi tentang Hak-hak Politik Perempuan 1952), melaluiUndang-Undang Nomor 68 Tahun 1958.

Dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia, upaya pemajuandan perlindungan HAM telah mengalami pasang surut. Padasuatu masa upaya tersebut berhasil diperjuangkan, tetapi padamasa lain dikalahkan oleh kepentingan kekuasaan. Akhirnya,disadari bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara yangtidak mengindahkan pemajuan dan, perlindungan HAM akanselalu menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat luas dantidak memberikan landasan yang sehat bagi pembangunanekonomi, politik, sosial dan budaya untuk jangka panjang.

Gerakan reformasi yang mencapai puncaknya pada tahun1998 telah membangkitkan semangat bangsa Indonesia untukmelakukan koreksi terhadap sistem dan praktik-praktik masalalu, terutama untuk menegakkan kembali pemajuan danperlindungan HAM.

Selanjutnya Indonesia mencanangkan Rencana Aksi Na-sional(RAN) HAM melalui Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 1998-2003 yang kemudian dilanjutkan dengan RAN HAM keduamelalui Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentangRencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2004-2009 danratifikasi atau pengesahan Convention Against Torture andOther Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment,1984 (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atauPenghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atauMerendahkan Martabat Manusia, 1984) pada 28 September1998 (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998; Lembaran Negara

Page 193: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

175

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164; Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3783). Selain itu melaluiUndang-Undang Nomor 29 Tahun 1999, Indonesia juga telahmeratifikasi International Convention on the Elimination of AllForms of Racial Discrimination (Konvensi Internasional tentangPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial).

Pada tanggal 13 November 1998, Majelis PermusyawaratanRakyat (MPR) mengambil keputusan yang sangat pentingartinya bagi pemajuan dan perlindungan HAM, yaitu denganmengesahkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatRepublik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak AsasiManusia, yang lampirannya memuat “Pandangan dan SikapBangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia” (Lampiranangka I) dan “Piagam Hak Asasi Manusia” (Lampiran angkaII).

Konsideran Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tersebutmenyatakan, antara lain, “bahwa Pembukaan Undang-UndangDasar 1945 telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan,dan kehendak bagi pelaksanaan hak asasi manusia dalammenyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara” (huruf b) dan “bahwa bangsa Indonesia sebagaibagian masyarakat dunia patut menghormati hak asasimanusia yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak AsasiManusia Perserikatan Bangsa-Bangsa serta instrumeninternasional lainnya mengenai hak asasi manusia” (huruf c).Selanjutnya, Ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwaBangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormatiDeklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declara-tion of Human Rights) dan berbagai instrumen internasionallainnya mengenai hak asasi manusia” (Lampiran IB angka 2).Sebagaimana diketahui bahwa DUHAM 1948, KovenanInternasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, ProtokolOpsional pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipildan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak-hakEkonomi, Sosial, dan Budaya adalah instrumen-instrumeninternasional utama mengenai HAM dan yang lazim disebut

Page 194: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

176

sebagai “International Bill of Human Rights” (PrasastiInternasional tentang Hak Asasi Manusia), yang merupakaninstrumen-instrumen internasional inti mengenai HAM.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telahmengesahkan perubahan Undang-Undang Dasar 1945.Perubahan pertama disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RITahun 1999; perubahan kedua disahkan dalam SidangTahunan MPR RI Tahun 2000; perubahan ketiga disahkandalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001; dan perubahankeempat disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002.Perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945menyempurnakan komitmen Indonesia terhadap upayapemajuan dan perlindungan HAM dengan mengintegrasikanketentuan-ketentuan penting dari instrumen-instrumeninternasional mengenai HAM, sebagaimana tercantum dalamBAB XA tentang Hak Asasi Manusia. Perubahan tersebutdipertahankan sampai dengan perubahan keempat Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian disebut dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan pemajuan danperlindungan hak asasi manusia dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta komitmenbangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakatinternasional untuk memajukan dan melindungi HAM, Indo-nesia perlu mengesahkan instrumen-instrumen internasionalutama mengenai HAM, khususnya International Covenant onEconomic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasionaltentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) serta Interna-tional Covenant on Civil and Political Rights (KovenanInternasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).

3. Pokok-pokok Isi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipildan Politik.

Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipildan politik yang tercantum dalam DUHAM sehingga menjadiketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum dan

Page 195: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

177

penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang terkait. Kovenantersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup6 bab dan 53 Pasal.

Pembukaan kedua Kovenan tersebut mengingatkan negara-negara akan kewajibannya, menurut Piagam PBB, untukmemajukan dan melindungi HAM, mengingatkan individu akantanggung jawabnya untuk bekerja keras bagi pemajuan danpenaatan HAM yang diatur dalam Kovenan ini dalam kaitannyadengan individu lain dan masyarakatnya, dan mengakuibahwa, sesuai dengan DUHAM, cita-cita umat manusia untukmenikmati kebebasan sipil dan politik serta kebebasan darirasa takut dan kemiskinan hanya dapat tercapai apabila telahtercipta kondisi bagi setiap orang untuk dapat menikmati hak-hak sipil dan politiknya maupun hak-hak ekonomi, sosial danbudayanya.

Pasal 1 menyatakan bahwa semua rakyat mempunyai hakuntuk menentukan nasibnya sendiri dan menyerukan kepadasemua negara, termasuk negara-negara yang bertanggungjawab atas pemerintahan Wilayah yang TidakBerpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, untukmemajukan perwujudan hak tersebut. Pasal ini mempunyaiarti yang sangat penting pada waktu disahkannya Kovenanini pada tahun 1966 karena ketika itu masih banyak wilayahjajahan.

Pasal 2 menetapkan kewajiban setiap Negara Pihak untukmenghormati hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini. Pasalini juga memastikan bahwa pelaksanaannya bagi semuaindividu yang berada di wilayahnya dan yang berada di bawahyurisdiksinya tanpa ada pembedaan apapun.

Pasal 3 menegaskan persamaan hak antara laki-laki danperempuan.

Pasal 4 menetapkan bahwa dalam keadaan darurat umumyang mengancam kehidupan bangsa dan keadaan itudiumumkan secara resmi, negara pihak dapat mengambiltindakan yang menyimpang dari kewajibannya menurutKovenan ini sejauh hal itu mutlak diperlukan oleh kebutuhan

Page 196: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

178

situasi darurat tersebut, dengan ketentuan bahwa tindakan itutidak mengakibatkan diskriminasi yang semata-matadidasarkan pada ras, warna kulit, jenis kelamin bahasa, agama,atau asal usul sosial.

Pasal 5 menyatakan bahwa tidak ada satu ketentuan pundalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberihak kepada negara, kelompok, atau seseorang untukmelibatkan diri dalam kegiatan atau melakukan tindakan yangbertujuan menghancurkan hak atau kebebasan mana pun yangdiakui dalam Kovenan ini atau membatasinya lebih daripadayang ditetapkan dalam Kovenan ini. Pasal ini juga melarangdilakukannya pembatasan atau penyimpangan HAM mendasaryang diakui atau yang berlaku di negara pihak berdasarkanhukum, konvensi, peraturan, atau kebiasaan, dengan dalihbahwa Kovenan ini tidak mengakui hak tersebut ataumengakuinya tetapi secara lebih sempit.

Pasal 6 sampai dengan Pasal 27 menetapkan bahwa setiapmanusia mempunyai hak hidup, bahwa hak ini dilindungi olehhukum, dan bahwa tidak seorang pun dapat dirampas hakhidupnya secara sewenang-wenang (Pasal 6); bahwa tidakseorang pun boleh dikenai siksaan, perlakuan ataupenghukuman yang kejam, tidak manusiawi, ataume-rendahkan martabat (Pasal 7); bahwa tidak seorang punboleh diperbudak, bahwa perbudakan dan perdagangan budakdilarang, dan bahwa tidak seorang pun boleh diperhamba, ataudiharuskan melakukan kerja paksa atau kerja wajib (Pasal 8);bahwa tidak seorang pun boleh ditangkap atau ditahan secarasewenang-wenang (Pasal 10); dan bahwa tidak seorang punboleh dipenjarakan hanya atas dasar ketidakmampuannyamemenuhi kewajiban kontraktualnya (Pasal 11).

Selanjutnya Kovenan menetapkan kebebasan setiap orangyang berada secara sah di wilayah suatu negara untukberpindah tempat dan memilih tempat tinggalnya di wilayahitu, untuk meninggalkan negara manapun termasuk negarasendiri, dan bahwa tidak seorang pun dapat secara sewenang-wenang dirampas haknya untuk memasuki negaranya sendiri(Pasal 12); pengaturan yang diberlakukan bagi pengusiran or-

Page 197: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

179

ang asing yang secara sah tinggal di negara pihak (Pasal 13);persamaan semua orang di depan pengadilan dan badanperadilan, hak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka olehbadan peradilan yang kompeten, bebas dan tidak berpihak,hak atas praduga tak bersalah bagi setiap orang yang dituduhmelakukan tindak pidana, dan hak setiap orang yang dijatuhihukuman atas peninjauan kembali keputusan atauhukumannya oleh badan peradilan yang lebih tinggi (Pasal14); pelarangan pemberlakuan secara retroaktif peraturanperundang-undangan pidana (Pasal 15); hak setiap oranguntuk diakui sebagai pribadi di depan hukum (Pasal 16); dantidak boleh dicampurinya secara sewenang-wenang atausecara tidak sah privasi, keluarga, rumah atau surat menyuratseseorang (Pasal 17).

Lebih lanjut Kovenan menetapkan hak setiap orang ataskebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama sertaperlindungan atas hak-hak tersebut (Pasal 18); hak orang untukmempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hakatas kebebasan untuk menyatakan pendapat (Pasal 19);pelarangan atas propaganda perang serta tindakan yangmenganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atauagama yang merupakan hasutan untuk melakukan tindakdiskriminasi, permusuhan atau kekerasan (Pasal 20);pengakuan hak untuk berkumpul yang bersifat damai (Pasal21); hak setiap orang atas kebebasan berserikat (Pasal 22);pengakuan atas hak laki-laki dan perempuan usia kawin untukmelangsungkan perkawinan dan membentuk keluarga, prinsipbahwa perkawinan tidak boleh dilakukan tanpa persetujuanbebas dan sepenuhnya dari para pihak yang hendakmelangsungkan perkawinan (Pasal 23); hak anak atasperlindungan yang dibutuhkan oleh statusnya sebagai anakdibawah umur, keharusan segera didaftarkannya setiap anaksetelah lahir dan keharusan mempunyai nama, dan hak anakatas kewarga negaraan (Pasal 24); hak setiap warga negarauntuk ikut serta dalam penyelenggaraan urusan publik, untukmemilih dan dipilih, serta mempunyai akses berdasarkanpersyaratan umum yang sama pada jabatan publik di negaranya(Pasal 25); persamaan kedudukan semua orang di depan hukum

Page 198: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

180

dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama tanpadiskriminasi (Pasal 26); dan tindakan untuk melindungi golonganetnis, agama, atau bahasa minoritas yang mungkin ada di negarapihak (Pasal 27).

Pasal 27 merupakan akhir bagian substantif Kovenan ini. Untukmengawasi pelaksanaan hak-hak yang termaktub dalamKovenan ini, Pasal 28 sampai dengan Pasal 45 menetapkanpembentukan sebuah komite yang bernama Human RightsCommittee (Komite Hak Asasi Manusia) beserta ketentuanmengenai keanggotaan, cara pemilihan, tata tertib pertemuan,kemungkinan bagi negara pihak untuk sewaktu-waktumenyatakan bahwa negara tersebut meng-akui kewenanganKomite termaksud untuk menerima dan membahas komunikasiyang menyatakan bahwa suatu negara pihak dapatmengadukan tentang tidak dipenuhinya kewajiban menurutKovenan oleh negara pihak lain, dan cara kerja Komite dalammenangani permasalahan yang diajukan kepadanya.

Kovenan kemudian menegaskan bahwa tidak ada satuketentuan pun dalam Kovenan ini yang boleh ditafsirkansebagai mengurangi ketentuan Piagam PBB dan konstitusibadan khusus dalam hubungan dengan masalah yang diaturdalam Kovenan ini (Pasal 46); dan bahwa tidak satu ketentuanpun dalam Kovenan ini yang boleh ditafsirkan sebagaimengurangi hak melekat semua rakyat untuk menikmati danmenggunakan secara penuh dan secara bebas kekayaan dansumber daya alamnya (Pasal 47).

Kovenan ini diakhiri dengan Pasal-Pasal penutup yang bersifatprosedural seperti pembukaan penandatanganan, proseduryang harus ditempuh oleh suatu negara untuk menjadi pihakpadanya, mulai berlakunya, lingkup berlakunya yang, meliputiseluruh bagian negara federal tanpa pembatasan danpengecualian, prosedur perubahannya, tugas SekretarisJenderal PBB sebagai lembaga penyimpan (depositary)Kovenan, dan bahasa yang dipergunakan dalam naskahotentik (Pasal 48 sampai dengan Pasal 53).

II. PASAL DEMI PASALPasal 1

Page 199: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

181

Ayat (1)

International Covenant on Civil and Political Rights (KovenanInternasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dan Interna-tional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, danBudaya) merupakan dua instrumen yang saling tergantung dansaling terkait. Sebagaimana dinyatakan oleh MU PBB padatahun 1977 (resolusi 32/130 Tanggal 16 Desember 1977),semua hak asasi dan kebebasan dasar manusia tidak dapatdibagi-bagi dan saling tergantung (interdependent). Pemajuan,perlindungan, dan pemenuhan kedua kelompok hak asasi iniharus mendapatkan perhatian yang sama. Pelaksanaan,pemajuan, dan perlindungan hak-hak sipil dan politik tidakmungkin dicapai tanpa adanya pengenyaman hak-hakekonomi, sosial, dan budaya.

Ayat (2)

Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannyadalam bahasa Indonesia, naskah yang berlaku adalah naskahasli dalam bahasa Inggris Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik serta Pernyataan (Declaration) terhadapPasal 1 Kovenan ini.

Pasal 2

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR 4558

Lampiran: 4

SEKRETARIAT NEGARA

Page 200: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

182

REPUBLIK INDONESIA

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR 1 TAHUN 1965

TENTANG

PENCEGAHAN PENYALAHGUNAANDAN/ATAU PENODAAN AGAMA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengamanannegara dan masyarakat, cita-cita RevolusiNasional dan Pembangunan NasionalSemesta menuju ke masyarakat adil danmakmur, perlu pengadaan peraturanuntuk mencegah penyalahgunaan ataupenodaan agama;

b. bahwa untuk pengamanan Revolusi danketenteraman masyarakat, soal ini perludiatur dengan Penetapan Presiden.

Mengingat : 1. Pasal 29 Undang-Undang Dasar;2. Pasal IV aturan Peralihan Undang-

Undang Dasar;3. Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1962

(Lembaran Negara Tahun 1962 No. 34);4. Pasal 2 ayat (1) Ketetapan MPRS No. II/

MPRS/1960.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA TENTANG PENCEGAHANPENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PE-NODAAN AGAMA.

Page 201: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

183

Pasal 1

Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umummenceriterakan, menganjurkan atau mengusahakan dukunganumum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yangdianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaanyang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu;penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokokajaran agama itu.

Pasal 2

(1) Barangsiapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikanperbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama MenteriAgama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri;

(2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan olehorganisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka PresidenRepublik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu danmenyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapatpertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung danMenteri Dalam Negeri.

Pasal 3

Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agamabersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atauPresiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam Pasal 2terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masihterus melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, maka orang,penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yangbersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 4

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasalbaru yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 156a

Page 202: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

184

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahunbarang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkanperasaan atau melakukan perbuatan:a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-

gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yangdianut di Indonesia;

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganutagama apa pun juga, yang bersendikan ke Tuhanan YangMaha Esa.

Pasal 5

Penetapan Presiden Republik Indonesia ini mulai berlaku padahari diundangkannya.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinyamemerintahkan pengundangan Penetapan Presiden Republik In-donesia ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 27 Januari 1965PRESIDEN REPUBLIKINDONESIAttdSOEKARNO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 27 Januari 1965SEKRETARIS NEGARAttdMOCH. ICHSAN

LEMBARAN NEGARA TAHUN 1965 NO. 3PENJELASAN

ATASPENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Page 203: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

185

NOMOR 1 TAHUN 1965TENTANG

PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAUPENODAAN AGAMA

I. U M U M

1. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang menetapkanUndang-Undang Dasar 1945 berlaku bagi segenap bangsaIndonesia, ia telah menyatakan bahwa Piagam Jakartatertanggal 22 Juni 1945 menjiwai dan merupakan suaturangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 negara kita berdasarkan:1. Ke-Tuhan Yang Maha Esa;2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;3. Persatuan Indonesia;4. Kerakyatan;5. Keadilan Sosial.

Sebagai dasar pertama Ke-Tuhanan Yang Maha Esa bukansaja meletakkan dasar moral di atas Negara dan Pemerintah,tetapi juga memastikan adanya kesatuan Nasional yangberasas keagamaan.

Pengakuan sila pertama (Ke-Tuhanan Yang Maha Esa) tidakdapat dipisah-pisahkan dengan Agama, karena adalah salahsatu tiang pokok dari pada perikehidupan manusia dan bagibangsa Indonesia adalah juga sebagai sendi perikehidupanNegara dan unsur mutlak dalam usaha nation building.

2. Telah ternyata, bahwa pada akhir-akhir ini hampir diseluruhIndonesia tidak sedikit timbul aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yangbertentangan dengan ajaran-ajaran dan hukum agama.

Di antara ajaran-ajaran/perbuatan-perbuatan pada pemelukaliran-aliran tersebut sudah banyak yang telah menimbulkanhal-hal yang melanggar hukum, memecah persatuan Nasionaldan menodai Agama. Dari kenyataan teranglah, bahwa aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebathinan/kepercayaan yang

Page 204: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

186

menyalahgunakan dan/atau mempergunakan Agama sebagaipokok, pada akhir-akhir ini bertambah banyak dan telahberkembang ke arah yang sangat membahayakan Agama-agamayang sudah ada.

3. Untuk mencegah berlarut-larutnya hal-hal tersebut di atas yangdapat membahayakan persatuan bangsa dan negara, makadalam rangka kewaspadaan Nasional dan dalam DemokrasiTerpimpin dianggap perlu dikeluarkan Penetapan Presidensebagai realisasi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yangmerupakan salah satu jalan untuk menyalurkanketatanegaraan dan keagamaan, agar oleh segenap rakyat diseluruh wilayah Indonesia ini dapat menikmati ketenteramanberagama dan jaminan untuk menunaikan ibadah menurutagamanya masing-masing.

4. Berhubung dengan maksud memupuk ketenteramanberagama inilah, maka Penetapan Presiden ini pertama-tamamencegah agar jangan sampai terjadi penyelewengan-penyelewengan dari ajaran-ajaran agama yang bersangkutan(Pasal 1-3); dan kedua kalinya aturan ini melindungiketenteraman beragama tersebut dari penodaan/penghinaanserta dari ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yangbersendikan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa (Pasal 4).

5. Adapun penyelewengan-penyelewengan keagamaan yangnyata-nyata merupakan pelanggaran pidana dirasa tidak perludiatur lagi dalam peraturan ini, oleh karena telah cukupdiaturnya dalam berbagai-bagai aturan pidana yang telah ada.

Dengan Penetapan Presiden ini tidaklah sekali-kalidimaksudkan hendak mengganggu-gugat hak hidup Agama-agamayang sudah diakui oleh Pemerintah sebelum Penetapan Presidenini diundangkan.II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1. Dengan kata-kata “Dimuka Umum” dimaksudkan apayang diartikan dengan kata itu dalam Kitab Undang-Undang

Page 205: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

187

Hukum Pidana. Agama-agama yang dipeluk oleh pendudukIndonesia ialah = Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha danKhong Tju (Confusius).

Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan agama-agama di Indonesia. Karena 6 macam agama ini adalahagama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indo-nesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan seperti yangdiberikan oleh Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar jugamereka mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan sepertiyang diberikan oleh pasal ini.

Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain, misalnya: Yahudi,Zarazustrian, Shinto, Thaoism dilarang di Indonesia. Merekamendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal29 ayat (2 ) dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggarketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atauperaturan perundangan lain.

Terhadap badan/aliran kebathinan, Pemerintah berusahamenyalurkan ke arah pandangan yang sehat dan ke arah Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Hal ini sesuai dengan ketetapan MPRS No. II/MPRS/ 1960,lampiran A Bidang I, angka 6.

Dengan kata-kata “Kegiatan Keagamaan” dimaksud segalamacam kegiatan yang bersifat keagamaan, misalnyamenamakan suatu aliran sebagai Agama, mempergunakanistilah dalam menjalankan atau mengamalkan ajaran-ajarankepercayaannya ataupun melakukan ibadahnya dansebagainya. Pokok-pokok ajaran agama dapat diketahui olehDepartemen Agama yang untuk itu mempunyai alat-alat/cara-cara untuk menyelidikinya.

Pasal 2. Sesuai dengan kepribadian Indonesia, maka terhadaporang-orang ataupun penganut suatu aliran kepercayaanmaupun anggota-anggota Pengurus Organisasi yangmelanggar larangan tersebut dalam Pasal 1, untukpermulaannya dirasa cukup diberi nasihat seperlunya.

Apabila penyelewengan itu dilakukan oleh organisasi atau

Page 206: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

188

penganut-penganut aliran kepercayaan dan mempunyai efek yangcukup serius bagi masyarakat yang beragama, maka Presidenberwenang untuk membubarkan organisasi itu dan untukmenyatakan sebagai organisasi atau aliran terlarang denganakibat-akibatnya (jo. Pasal 169 KUHP).

Pasal 3. Pemberian ancaman pidana yang diatur dalam pasalini, adalah tindakan lanjutan terhadap anasir-anasir yang tetapmengabaikan peringatan tersebut dalam Pasal 2.

Oleh karena aliran kepercayaan biasanya tidak mempunyaibentuk seperti organisasi/perhimpunan di mana mudahdibedakan siapa pengurus dan siapa anggotanya, makamengenai aliran-aliran kepercayaan, hanya penganutnya yangmasih terus melakukan pelanggaran dapat dikenakan pidanasedang pemuka aliran sendiri, yang menghentikan kegiatannyatidak dapat dituntut.

Mengingat sifat idiel dari tindak pidana dalam pasal ini makaancaman pidana 5 tahun dirasa sudah wajar.

Pasal 4. Maksud ketentuan ini telah cukup dijelaskan dalampenjelasan umum di atas. Cara mengeluarkan perasaan ataumelakukan perbuatan dapat dilakukan dengan lisan, tulisanatau perbuatan lain.

huruf a. Tindakan pidana yang dimaksud di sini, ialah semata-mata (pada pokoknya ditunjuk) kepada niat untuk memusuhiatau menghina.

Dengan demikian, maka uraian-uraian tertulis atau lisan yangdilakukan secara obyektif, zakelijk dan ilmiah mengenaisesuatu agama yang disertai dengan usaha untukmenghin-dari adanya kata-kata atau susunan kata-kata yangbersifat permusuhan atau penghinaan, bukanlah tindak pidanamenurut pasal itu.

Huruf b. Orang yang melakukan tindak pidana tersebut di sini,di samping mengganggu ketenteraman orang beragama, padadasarnya menghianati sila pertama dari Negara secara total, danoleh karenanya adalah pada tempatnya, bahwa perbuatannya

Page 207: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

189

itu dipidana sepantasnya.

Pasal 5. Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NO. 2726

Page 208: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

190

Lampiran 5:

SEKRETARIAT NEGARAREPUBLIK INDONESIA

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR 4 TAHUN 1963

TENTANG

PENGAMANAN TERHADAP BARANG-BARANGCETAKAN YANG ISINYA DAPAT MENGGANGGU

KETERTIBAN UMUM

Menimbang : 1. bahwa barang-barang cetakan yang isinyadapat mengganggu ketertiban umum akanmembawa pengaruh buruk terhadap usaha-usaha mencapai tujuan revolusi, karena ituperlu diadakan pengamanan terhadapnya;

2. bahwa dianggap perlu Pemerintah dapatmengendalikan pengaruh asing yangdisalurkan lewat barang-barang cetakanyang dimasukkan ke Indonesia dari luarnegeri, dalam rangka menyelamatkanjalannya revolusi Indonesia;

Menimbang pula : bahwa pengaturan ini adalah dalamrangka pengamanan jalannya revolusidalam mencapai tujuannya, sehinggadilakukan dengan Penetapan Presiden;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PENETAPAN PRESIDEN TENTANGPENGAMANAN TERHADAP BARANG-BARANG CETAKAN YANG ISINYA DAPATMENGGANGGU KETERTIBAN UMUM.

Page 209: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

191

Pasal 1

(1) Menteri Jaksa Agung berwenang untuk melarang beredarnyabarang cetakan yang dianggap dapat mengganggu ketertibanumum;

(2) Keputusan Menteri Jaksa Agung untuk melarang beredarnyabarang cetakan seperti dalam ayat 1 tersebut dicantumkandalam Berita Negara;

(3) Barang siapa menyimpan, memiliki, mengumumkan,menyampaikan, menyebarkan, menempelkan, memper-dagangkan, mencetak kembali barang cetakan yang terlarang,setelah diumumkannya larangan itu dihukum dengan hukumankurungan setinggi-tingginya 1 tahun atau denda setinggi-tingginya lima belas ribu rupiah.

Pasal 2

(1) Dalam waktu empat puluh delapan jam setelah selesai dicetak,maka pencetak wajib mengirimkan satu exemplar barangcetakan yang dicetak, yang jenisnya tercantum dalam ayat (3)kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dengan dibubuhitanda tangan pencetak;

(2) Dalam hal barang cetakan di luar negeri tetapi diterbitkan diIndonesia, maka kewajiban tersebut ayat (1) di atas jatuh padapenerbitnya di Indonesia;

(3) Barang cetakan yang dimaksud adalah buku-buku, brosur-brosur, bulletin-bulletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah penerbitan-penerbitan berkala, pamflet-pamflet,poster-poster, surat-surat yang dimaksud dan untuk disebarkanatau dipertunjukkan kepada khalayak ramai dan barang-barang lainnya yang dapat dipersamakan dengan jenis barangcetakan yang ditentukan dalam pasal ini;

(4) Pelanggaran atas ketentuan ini dihukum dengan hukum dendasetinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah.

Page 210: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

192

Pasal 3

(1) Setiap barang cetakan harus dibubuhi nama dan alamat sipencetak dan penerbitnya.

(2) Pencetak yang tidak memenuhi ketentuan pada ayat (1)dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya sepuluhribu rupiah.

Pasal 4

Menteri Jaksa Agung berwenang untuk menunjuk barangcetakan dari luar negeri yang tertentu untuk diperiksa terlebih dahulusebelum diedarkan di Indonesia.

Pasal 5

(1) Dengan suatu keputusan, Menteri Jaksa Agung dapatmembatasi jenis-jenis barang cetakan, yang dimasukkan keIndonesia dari Luar Negeri.

(2) Yang dimaksudkan dengan jenis barang cetakan dalam pasalini ialah jenis yang didasarkan atau jenis bahasa, huruf, atauasal dari barang cetakan.

Pasal 6

Terhadap barang-barang cetakan yang dilarang, berdasarkanPenetapan ini dilakukan pensitaan oleh Kejaksaan, Kepolisian, ataualat negara lain yang mempunyai wewenang memelihara ketertibanumum.

Pasal 7

Apabila Menteri Jaksa Agung tidak menetapkan lain, makabarang-barang cetakan terlarang berasal dari luar negeri yangberada dalam kekuasaan kantor-kantor pos dikembalikan kepadaalamat si pengirimnya di luar negeri.

Pasal 8

Yang dimaksudkan dengan barang cetakan dalam penetapan iniialah tulisan-tulisan dan gambar-gambar yang diperbanyak denganmesin atau alat kimia.

Page 211: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

193

Pasal 9

Barang cetakan yang dikeluarkan oleh atau untuk keperluanNegara dikecualikan dari penetapan ini.

Pasal 10

Semua ketentuan yang isinya bertentangan atau telah diaturdalam penetapan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 11

Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada haridiundangkannya.Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Penetapan Presiden ini dengan penempatan dalamLembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 23 April 1963PRESIDEN REPUBLIKINDONESIAttdSOEKARNO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 23 April 1963SEKRETARIS NEGARAttdMOCH. ICHSAN

LEMBARAN NEGARA TAHUN 1963 No. 23

Page 212: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

194

Lampiran 6:

KEPUTUSAN BERSAMAMENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

NO. 01/BER/mdn-mag/1969

TENTANG

PELAKSANAAN TUGAS APARATUR PEMERINTAHAN DALAMMENJAMIN KETERTIBAN DAN KELANCARAN

PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DAN IBADAT AGAMAOLEH PEMELUK-PEMELUKNYA

MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

Menimbang : 1 bahwa Negara menjamin kemerdekaantiap-tiap penduduk untuk memeluk aga-manya masing-masing dan untuk beriba-dat menurut agama dan kepercayaan itu;

2. bahwa Pemerintah mempunyai tugasuntuk memberikan bimbingan dan bantu-an guna memperlancar usaha mengem-bangkan agama sesuai dengan ajaranagama masing-masing dan melakukan pe-ngawasan sedemikian rupa, agar setiappenduduk dalam melaksanakan ajaranagama dan dalam usaha mengembang-kan agama itu dapat berjalan dengan lan-car, tertib dan dalam suasana kerukunan;

3. bahwa Pemerintah berkewajiban melin-dungi setiap usaha pengembanganagama dan pelaksanaan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang kegiatan-kegiatan tersebut tidak bertentangandengan hukum yang berlaku dan tidakmengganggu keamanan dan ketertibanumum;

Page 213: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

195

4. bahwa untuk itu, perlu diadakan ketentu-an-ketentuan mengenai pelaksanaantugas aparatur Pemerintah dalam men-jamin ketertiban dan kelancaran pelak-sanaan pengembangan dan ibadatagama oleh pemeluk-pemeluknya.

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) dan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan MPRS Nomor XXVII/RS/1965;3. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965;4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun

1956;5. Keputusan Presiden R.I. Nomor 319 tahun

1968.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA MENTERIAGAMA DAN MENTERI DALAM NE-GERI TENTANG PELAKSANAANTUGAS APARATUR PEMERINTAHANDALAM MENJAMIN KETERTIBAN DANKELANCARAN PELAKSANAAN PE-NGEMBANGAN DAN IBADAT AGAMAOLEH PEMELUK-PEMELUKNYA.

Pasal 1

Kepala Daerah memberikan kesempatan kepada setiap usahapenyebaran agama dan pelaksanaan ibadat pemeluk-pemeluknya,sepanjang kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukumyang berlaku dan tidak mengganggu keamanan dan ketertibanumum.

Pasal 2

(1) Kepala Daerah membimbing dan mengawasi agar pelaksana-an penyebaran agama dan ibadat oleh pemeluk-pemeluknya

Page 214: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

196

tersebut:a. tidak menimbulkan perpecahan di antara umat beragama;b. tidak disertai dengan intimidasi, bujukan, paksaan atau

ancaman dalam segala bentuknya;c. tidak melanggar hukum serta keamanan dan ketertiban

umum.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya tersebut pada ayat (1) pasalini, Kepala Daerah dibantu dan menggunakan alat KepalaPerwakilan Departemen Agama setempat.

Pasal 3

(1) Kepala Perwakilan Departemen Agama memberikanbimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap merekayang memberikan penerangan/penyuluhan/ceramah agama/khotbah-khotbah di rumah-rumah ibadat, yang sifatnya menujukepada persatuan antara semua golongan masyarakat dansaling pengertian antara pemeluk-pemeluk agama yangberbeda-beda;

(2) Kepala Perwakilan Departemen Agama setempat berusahaagar penerangan agama yang diberikan oleh siapa pun tidakbersifat menyerang atau menjelekkan agama lain.

Pasal 4

(1) Setiap pendirian rumah ibadat perlu mendapatkan ijin dariKepala Daerah atau pejabat pemerintahan di bawahnya yangdikuasakan untuk itu;

(2) Kepala Daerah atau pejabat yang dimaksud dalam ayat (1)pasal ini memberikan ij in yang dimaksud, setelahmempertimbangkan:a. pendapat Kepala Perwakilan Departemen Agama

setempat;b. planologi;c. kondisi dan keadaan setempat.

(3) Apabila dianggap perlu, Kepala Daerah atau pejabat yangditunjuknya itu dapat meminta pendapat dari organisasi-

Page 215: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

197

organisasi keagamaan dan ulama/rokhaniawan setempat.

Pasal 5

(1) Jika timbul perselisihan atau pertentangan antara pemeluk-pemeluk agama yang disebabkan karena kegiatanpenyebaran/penerangan/penyuluhan/ceramah/khotbahagama atau pendirian rumah ibadat, maka Kepala Daerahsegera mengadakan penyelesaian yang adil dan tidakmemihak.

(2) Dalam hal perselisihan/pertentangan tersebut menimbulkantindakan pidana, maka penyelesaiannya harus diserahkankepada alat-alat penegak hukum yang berwenang dandiselesaikan berdasarkan hukum.

(3) Masalah-masalah keagamaan lainnya yang timbul dandiselesaikan oleh Kepala Perwakilan Departemen Agamasegera dilaporkannya kepada Kepala Daerah setempat.

Pasal 6

Keputusan bersama ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 13 September1969

MENTERI AGAMA MENTERI DALAM NEGERIttd ttd

KH. MOH. DAHLAN AMIR MACHMUD

Page 216: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

198

Lampiran 7:

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1969

TENTANG

PERNYATAAN BERBAGAI PENETAPAN PRESIDEN DANPERATURAN PRESIDEN SEBAGAI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa di dalam rangka pemurnianpelaksanaan Undang-Undang Dasar1945 perlu meninjau kembali produk-produk legislatif yang berbentukPenetapan-penetapan Presiden danPeraturan-peraturan Presiden yang telahdikeluarkan sejak tanggal 5 Juli 1959;

b. bahwa Penetapan-penetapan Presidendan Peraturan-peraturan Presiden yangmaterinya sesuai dengan suara hati nuraniperlu dinyatakan sebagai Undang-Undang.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1)Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Sementara Nomor XIX/MPRS/1966;

3. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Sementara Nomor XXXIX/MPRS/1968;

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong RoyongMEMUTUSKAN

Page 217: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

199

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERNYATA-AN BERBAGAI PENETAPAN PRESIDENDAN PERATURAN PRESIDEN SEBAGAIUNDANG-UNDANG.

Pasal 1

Terhitung sejak disahkannya Undang-Undang ini, menyatakanPenetapan-Penetapan Presiden dan Peraturan-Peraturan Presidensebagaimana termaksud dalam Lampiran 1 Undang-Undang ini,sebagai Undang-Undang.

Pasal 2

Terhitung sejak disahkannya Undang-Undang ini, menyatakanPenetapan-Penetapan Presiden dan Peraturan-Peraturan Presidensebagaimana termaksud dalam Lampiran II A dan II B Undang-Undang ini, sebagai Undang-Undang, dengan ketentuan, bahwamateri Penetapan-Penetapan Presiden dan Peraturan-PeraturanPresiden tersebut ditampung atau dijadikan bahan bagi PenyusunanUndang-Undang yang baru.

Pasal 3

Terhitung sejak disahkannya Undang-Undang ini, menyatakanPenetapan-Penetapan Presiden dan Peraturan-Peraturan Presidensebagaimana termaksud dalam Lampiran III A dan III B Undang-Undang ini, diserahkan kewenangannya untuk meninjau lebih lanjutdan mengaturnya kembali kepada Pemerintah gunamenuangkannya dalam peraturan perundang-undangan ataudijadikan bahan bagi peraturan perundang-undangan yang sesuaidengan materi masing-masing.

Pasal 4

Istilah-istilah dan kata-kata Penetapan-Penetapan Presidendan Peraturan-Peraturan Presiden yang tidak sesuai lagi denganUndang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan-Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Sementara sejak Sidang Umum ke-IV,dianggap tidak ada.

Page 218: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

200

Pasal 5

Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini diatur lebih lanjutdengan Peraturan Pemerintah, kecuali pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 3.

Pasal 6

Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agarsupaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalamLembaran Negara Republik Indonesia

Disahkan di Jakartapada tanggal 5 Juli 1969PRESIDEN REPUBLIKINDONESIAttdSOEHARTOJenderal TNI

Diundangkan di Jakartapada tanggal 5 Juli 1969SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIAttdALAMSYAH RATU PERWIRANEGARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 1969 NO. 36

Page 219: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

201

PENJELASANATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1969TENTANG

PERNYATAAN BERBAGAI PENETAPAN PRESIDEN DANPERATURAN PRESIDEN SEBAGAI UNDANG-UNDANG

A. UMUMGuna memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara sebagai termaksud dalamketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XIX/MPRS/1966, Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan RakyatGotong Royong telah meninjau kembali semua Penetapan Presidendan Peraturan Presiden yang dikeluarkan sejak Dekrit 5 Juli 1959.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dalamKetetapan Nomor XIX/MPRS/1966 menentukan bahwa peninjauankembali tersebut harus diselesaikan dalam jangka waktu dan tahunsesudah tanggal 5 Juli 1966.

Kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dalamKetetapan nomor XXXIX/MPRS/1968 mengingatkan Pemerintahbersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong supayapelaksanaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatSementara Nomor XIX/MPRS/1966 diusahakan penyelesaiannyadalam batas waktu yang ditentu-kan tetapi apabila dipandang perludapat diberikan perpanja-ngan batas waktu paling lama sampaitanggal 5 Juli 1969.

Peninjauan kembali Penetapan-Penetapan Presiden danPeraturan-Peraturan Presiden, meskipun telah diusahakan sesuaidengan jiwa Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatSementara Nomor XIX/MPRS/1966, ternyata tidak dapatdiselesaikan sebelum tanggal 5 Juli 1968.

Demikian batas waktu perlu diperpanjang dan perpanjanganitu telah diberikan oleh Pimpinan Majelis Permusyawaratan RakyatSementara dalam Keputusan No. 274/B/1968 dengan jangka waktuenam bulan terhitung 5 Juli 1968 dan diperpanjang untuk keduakalinya dengan Keputusan No. 001/b/569 juga untuk jangka waktuenam bulan terhitung 5 Januari 1969.

Page 220: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

202

Peninjauan kembali Penetapan-penetapan Presiden danPeraturan Presiden dilakukan dalam rangka pemurnian pelaksanaanUndang-Undang Dasar 1945.

Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-PeraturanPresiden yang isi dan tujuannya tidak sesuai dengan suara hatinurani Rakyat telah dinyatakan tidak berlaku oleh Undang-UndangNomor 25 Tahun 1968 dan undang-undang lain, antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1966, Undang-Undang Nomor 13 Tahun1963 dan sebagainya.

Dengan Undang-Undang ini dinyatakan bahwa Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-Peraturan Presiden yangmemenuhi suara hati nurani Rakyat berlaku terus dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:1. Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-Peraturan

Presiden yang tercantum dalam Lampiran I Undang-Undangini dinyatakan sebagai Undang-Undang.

2. Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-PeraturanPresiden dalam Lampiran II A dan II B juga dinyatakan sebagaiUndang-Undang, dengan ketentuan bahwa harus diadakanperbaikan/penyempurnaan dalam arti bahwa materi dari padaPenetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturanPresiden tersebut ditampung atau dijadikan bahan bagipenyusunan Undang-Undang yang baru.

3. Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-PeraturanPresiden dalam Lampiran III A dan III B merupakan produk-produk legislatif yang mengatur hal-hal atau persoalan-persoalan yang sebenarnya dapat dimasukkan dalamlingkungan tugas serta wewenang Pemerintah. Oleh karenaitu kewenangan untuk mengaturnya kembali diserahkankepada Pemerintah guna menuangkannya dalam peraturanperundang-undangan yang sesuai dengan materi masing-masing. Di samping itu mungkin ada juga Penetapan-Penetapan Presiden dan Peraturan-Peraturan Presiden yangdijadikan bahan bagi peraturan perundang-undangan yangsesuai dengan materi masing-masing. Apabila di kemudian hariternyata masih terdapat Penetapan-Penetapan Presiden dan

Page 221: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

203

Peraturan-Peraturan Presiden yang tidak tercantum dalamLampiran-lampiran I, II A dan II B, III A dan III B dan Undang-Undang ini maka Penetapan-Penetapan Presiden danPeraturan-Peraturan Presiden tersebut peninjauannya kembalidan pengaturannya diserahkan kepada Pemerintah dalambentuk yang sesuai dengan materi masing-masing.

4. Oleh karena harus diutamakan tujuan dan jiwa yangterkandung dalam Penetapan-Penetapan Presiden danPeraturan-Peraturan Presiden tersebut, maka istilah-istilahbeserta kata-kata yang tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan-ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat Sementara sejak Sidang Umum keIV dianggap tidak ada.

B. PASAL DEMI PASALPasal 1

Cukup jelasPasal 2

Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturanPresiden sebagaimana tercantum dalam Lampiran II A dinyatakansebagai undang-undang dengan ketentuan bahwa meteriPenetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presidentersebut ditampung dan dituangkan dalam Undang-undang barusebagai penyempurnaan, perubahan dan penambahan dari materiyang diatur dalam Undang-undang terdahulu.

Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturanPresiden sebagaimana tercantum dalam Lampiran II B dinyatakansebagai undang-undang dengan ketentuan bahwa undang-undangtersebut berlaku dan baru hapus kekuatannya apabila telahditetapkan undang-undang baru sebagai penggantinya yangmenggunakan Penetapan-Penetapan Presiden dan Peraturan-Peraturan Presiden sebagai bahan.

Pasal 3

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalampasal 3 ini ialah peraturan perundang-undangan yang pada pokoknya

Page 222: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

204

lebih rendah tingkatannya dari pada Undang-Undang dan yang biasanyapengaturannya termasuk wewenang Pemerintah.

Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturanPresiden sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A, oleh Pe-merintah diatur kembali guna kemudian menuangkannya dalamperaturan perundang-undangan yang sesuai dengan materi masing-masing.

Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturanPresiden sebagaimana tercantum dalam Lampiran III B, peninjauanselanjutnya diserahkan kewenangannya kepada Pemerintahdengan ketentuan bahwa Penetapan-penetapan Presiden danPeraturan-peraturan Presiden yang bersangkutan hapuskekuatannya pada saat berlakunya peraturan perundang-undanganyang mengaturnya.

Khusus bagi Penetapan-penetapan Presiden dalam LampiranIII B materinya dapat juga dijadikan Undang-undang.

Pasal 4

Yang dimaksud dengan istilah-istilah dan kata-kata dalam pasal4 ini misalnya ialah Pemimpin Besar Revolusi, Nasakom dan lainsebagainya.

Pasal 5

Pada umumnya Undang-Undang dilaksanakan denganPeraturan Pemerintah. Ketentuan pokok ini diikuti juga oleh pasal 5.

Mengingat bahwa pasal 3 memberi kemungkinan untukpengaturan kembali oleh Pemerintah dalam bentuk peraturanperundang-undangan yang sesuai dengan materi masing-masingmisalnya dengan Surat Keputusan Presiden, Surat KeputusanMenteri dan sebagainya, maka pelaksanaan pasal 3 praktisdiserahkan kepada Pemerintah.

Pasal 6Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR 2900

Page 223: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

205

LAMPIRAN II ALAMPIRAN UNDANG-UNDANG

TENTANGPERNYATAAN BERBAGAI PENETAPAN PRESIDEN DANPERATURAN PRESIDEN SEBAGAI UNDANG-UNDANG

NO. No. Tahun Lembaran TentangURUT Penetapan Negara

1.4. dst 1962 34 Larangan adanya organi-

sasi yang tidak sesuaidengan kepribadian Indo-nesia, menghambat pe-nyelesaian Revolusi danbertentangan dengancita-cita Sosialisme Indo-nesia

5. dst9. 11 1963 101 Pemberantasan Kegiatan

Subversi10. dst12. 1 1965 3 Pencegahan Penyalah-

gunaan dan/atauPenodaan Agama

13.

Page 224: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

206

MENTERI AGAMAREPUBLIK INDONESIA

Lampiran 8:

PETUNJUK BAPAK PRESIDEN SEHUBUNGANDENGAN SURAT EDARAN MENTERI AGAMA

NOMOR MA/432/1981

Bapak Presiden pada tanggal 22 September 1981 telahmemberikan petunjuk kepada Menteri Agama sehubungan denganSurat Edaran Menteri Agama Nomor MA/432/1981.

Pokok-pokok petunjuk Bapak Presiden tersebut ialah:

1. Surat Edaran Menteri Agama tersebut jangan hendaknyadikaitkan dengan masalah yang bukan-bukan. Akan tetapisupaya dikaitkan dengan tujuan kemerdekaan kita yaitumerdeka, bersatu, mencapai masyarakat adil dan makmur.

2. Sebagai jaminan kelanjutan mencapai tujuan kemerdekaantersebut, hendaknya dalam menghadapi persoalan agama kitaharus hati-hati. Karena soal agama merupakan salah satu soalyang dapat membahayakan, apabila kita sama-sama kurangberhati-hati.

3. Tujuan Pemerintah dengan surat Edaran Menteri Agama itu,bukan mencampuri soal-soal agama, tetapi yang diatur ialahpenyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan demipersatuan dan kesatuan bangsa, untuk menghindari terjadinyahal-hal yang tidak kita inginkan bersama.

Jakarta, 23 September 1981MENTERI AGAMA RIttdH. ALAMSYAH RATU PERWIRANEGARA

Page 225: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

207

Lampiran 9:

INSTRUKSI MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIANOMOR 3 TAHUN 1995

TENTANG

TINDAK LANJUT KEPUTUSAN BERSAMAMENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 01/BER//MDN-MAG/1969 DI DAERAH

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa Keputusan Bersama MenteriAgama dan Menteri Dalam Negeri No. 01/Mdn-Mag/ 1969 tentang PelaksanaanTugas Aparatur Pemerintah dalamMenjamin Ketertiban dan KelancaranPelaksanaan Pengembangan dan IbadatAgama oleh Pemeluk-pemeluknya, telahberjalan cukup lama, namun kenyata-annya masih kurang dipatuhi dan seringterjadi kasus-kasus/penyimpangan yangapabila tidak ditangani secara sungguh-sungguh dapat mengganggu kerukunankehidupan umat beragama dalam rangkapersatuan dan kesatuan bangsa;

b. bahwa untuk mengantisipasi hal tersebutperlu ditingkatkan koordinasi denganinstansi terkait.

Mengingat : 1. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun1974 tentang Pokok-pokok OrganisasiDepartemen;

2. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun1984 tentang Susunan Organisasi

Page 226: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

208

Departemen yang telah diubah dandisempurnakan terakhir dengan KeputusanPresiden RI Nomor 61 Tahun 1995;

3. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun1975 tentang Susunan Organisasi dan TataKerja Departemen Agama yang telah diubahdan disempurnakan terakhir denganKeputusan Menteri Agama Nomor 75 tahun1984;

4. Keputusan Menteri Agama Nomor 45 Tahun1981 tentang Penyempurnaan Organisasidan Tata Kerja Kantor Wilayah DepartemenAgama Propinsi, Kandepag/Kodya danBalai Pendidikan Latihan Pegawai TeknisKeagamaan Departemen Agama.

MENGINSTRUKSIKAN

Kepada : 1. Kepala Kantor Wilayah DepartemenAgama Provinsi/Setingkat;

2. Kepala Kantor Departemen AgamaKabupaten/Kotamadya.

Untuk

Pertama : Meningkatkan koordinasi dengan jajaranPemerintahan di daerah dalammengambil langkah pencegahantimbulnya penyimpangan masalahkeagamaan terma-suk pendirian tempatibadah.

Kedua : Meningkatkan peran Departemen Agamadalam Badan/Tim yang dibentuk Pemdaatau memprakarsai terbentuknya Badan/Tim oleh Pemda yang melibatkan Instansiterkait untuk memberikan pertimbangan,kepada Pemda.

Page 227: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

209

Ketiga : Meningkatkan bimbingan, pengarahan danpengawasan kepada masyarakat tentangpelaksanaan perundang-undangan yangberkaitan dengan Pembinaan KehidupanBeragama.

Keempat : Melaksanakan Instruksi ini dengan penuhtanggung jawab dan melaporkan kepadaMenteri Agama d.h.i, Sekretaris JenderalDepartemen Agama.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 18 Desember 1995MENTERI AGAMA RISEKRETARIS JENDERALttdDRS. H. AHMAD GHOZALI

Tembusan:1. Menko Kesra;2. Menteri Dalam Negeri;3. Komisi IX DPR RI;4. Sekjen/Itjen/Dirjen/Ka. Balitbang Agama/Staf Ahli Dep. Agama;5. Gubernur KDH Tk. I Seluruh Indonesia6. Bupati/Walikota seluruh Indonesia7. Kepala Biro/Direktur/Inspektur/Kapuslitbang Agama/Sekretaris/

Ka Pusdiklat Pegawai Departemen Agama;8. Biro Hukum dan Humas, untuk Dokumentasi.

Lampiran 10:

Page 228: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

210

KEPUTUSAN BERSAMAMENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 1 TAHUN 1979

TENTANG

TATACARA PELAKSANAAN PENYIARAN AGAMADAN BANTUAN LUAR NEGERI KEPADA LEMBAGA

KEAGAMAAN DI INDONESIA

MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

Menimbang : Bahwa agar pelaksanaan pedomanpenyiaran agama dan bantuan luar negerikepada lembaga keagamaan di Indone-sia dapat berjalan tertib, dianggap perluuntuk memberikan petunjuk-petunjuktentang tata cara pelaksanaannya.

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Nomor II/MPR/1978 tentangPedoman Penghayatan dan PengalamanPancasila;

3. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Nomor IV/MPR/1978 tentangGaris-Garis Besar Haluan Negara;

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974tentang Pokok-Pokok Pemerintahan diDaerah;

5. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun1974 tentang Pokok-pokok OrganisasiDepartemen.

6. Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun1974 tentang Susunan Organisasi Depar-temen, jo Keputusan Presiden Nomor 30Tahun 1978 tentang Perubahan LampiranNomor 14 Keputusan Presiden Nomor 45

Page 229: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

211

Tahun 1974.7. Keputusan Presidium Kabinet Nomor 81/

U/Kep/4/1967 tentang PembentukanPanitia Koordinasi Kerjasama Teknik LuarNegeri;

8. Keputusan Presiden Nomor 59/M Tahun1978 tentang Pengangkatan Menteri-Menteri Kabinet Pembangunan III;

9. Keputusan Bersama Menteri Agama danMenteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/Mdn-Mag/1969 tentang PelaksanaanTugas Aparatur Pemerintahan dalamMenjamin Ketertiban dan KelancaranPelaksanaan Pengembangan dan IbadatAgama oleh Pemeluk-pemeluknya;

10. Keputusan Menteri Agama Nomor 70Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiar-anAgama;

11. Keputusan Menteri Agama Nomor 77Tahun 1978 tentang Bantuan Luar Negerikepada Lembaga Keagamaan di Indone-sia.

Memperhatikan : Hasil Rapat Koordinasi Menteri-MenteriBidang Kesejahteraan Rakyat tanggal 19Oktober 1978.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA MENTERIAGAMA DAN MENTERI DALAMNEGERI TENTANG TATACARA PELAK-SANAAN PENYIARAN AGAMA DANBANTUAN LUAR NEGERI KEPADALEMBAGA KEAGAMAAN DI INDONE-SIA.

BAB IT U J U A N

Page 230: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

212

Pasal 1(1) Keputusan Bersama ini ditetapkan dengan tujuan untuk:

a. memberikan pengaturan dan pengarahan bagi usaha-usahapenyiaran agama serta usaha-usaha untuk memperoleh danatau menerima bantuan Luar Negeri kepada lembagakeagamaan di Indonesia sehingga cara pelaksanaankegiatan tersebut dapat berlangsung dengan tertib danserasi;

b. mengokohkan dan mengembangkan kerukunan hidup diantara sesama umat beragama di Indonesia sertamemantapkan stabilitas nasional yang sama pentingartinya bagi kelangsungan dan berhasilnya pembangunannasional.

(2) Keputusan Bersama ini tidak dimaksudkan untuk membatasiusaha-usaha pembinaan, pengembangan dan penyiaranagama di Indonesia.

BAB IIPENGERTIAN

Pasal 2

Di dalam Keputusan Bersama ini, yang dimaksud dengan:

(1) Penyiaran Agama adalah segala kegiatan yang bentuk, sifatdan tujuannya untuk menyebarluaskan ajaran sesuatu agama;

(2) Pengawasan, adalah pengawasan terhadap penyelenggaraanpenyiaran agama dan bantuan luar negeri;

(3) Bantuan Luar Negeri, adalah segala bentuk bantuan berasalLuar Negeri yang berwujud bantuan tenaga, barang dan ataukeuangan, fasilitas pendidikan dan bentuk bantuan lainnyayang diberikan oleh Pemerintah Negara Asing, organisasi atauperseorangan di luar negeri kepada lembaga keagamaandalam rangka pembinaan, pengembangan dan penyiaranagama di Indonesia.

(4) Lembaga Keagamaan, adalah organisasi, perkumpulan, yayasandan lain-lain bentuk kelembagaan lainnya termasuk perorangan

Page 231: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

213

yang menyiarkan agama yang dari segi pelaksanaanKebijaksanaan Pemerintah termasuk dalam ruang lingkup tugasdan wewenang Departemen Agama.

(5) Kepala Perwakilan Departemen yang berwenang adalah KepalaKantor Wilayah atau Perwakilan Departemen di daerah Tingkat Idan Tingkat II yang ruang lingkup tugas dan wewenangnya meliputimasalah agama.

BAB IIITATACARA PELAKSANAAN PENYIARAN AGAMA

Pasal 3

Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangatkerukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan salingmenghormati antara sesama umat beragama serta dengandilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaanseseorang untuk memeluk/menganut dan melakukan ibadatmenurut agamanya.

Pasal 4

Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untukditujukan terhadap orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama lain dengan cara :a. menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang,

uang, pakaian, makanan dan atau minuman, pengobatan,obat-obatan dan bentuk-bentuk pemberian apapun lainnyaagar orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain berpindah dan memeluk/menganutagama yang disiarkan tersebut.

b. menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku-buku, danbentuk-bentuk barang penerbitan cetakan lainnya kepada or-ang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganutagama yang lain.

c. melakukan kunjungan dari rumah ke rumah umat yang telahmemeluk/menganut agama yang lain.

Pasal 5

Page 232: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

214

(1) Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikota/KepalaDaerah Tingkat II mengkoordinir kegiatan Kepala PerwakilanDepartemen yang berwenang dalam melakukan bimbingandan pengawasan atas segala kegiatan pembinaan,pengembangan dan penyiaran agama oleh LembagaKeagamaan sehingga pelaksanaan kegiatan tersebut dapatberlangsung sesuai dengan ketentuan pasal 4 KeputusanBersama ini, serta lebih menumbuhkan kerukunan hidup antarasesama umat beragama.

(2) Gubernu1r/Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II mengkoordinir kegiatan KepalaPerwakilan Departemen yang berwenang dalam melakukanbimbingan terhadap kehidupan Lembaga Keagamaan denganmengikutsertakan Majelis-majelis Agama di daerah tersebut.

BAB IVBANTUAN LUAR NEGERI

KEPADA LEMBAGA KEAGAMAAN

Pasal 6

(1) Segala bentuk usaha untuk memperoleh dan atau penerimaanbantuan luar negeri kepada lembaga keagamaan,dilaksanakan dan melalui persetujuan Panitia KoordinasiKerjasama Teknik Luar Negeri (PKKTLN) setelah mendapatrekomendasi dari Departemen Agama;

(2) Penggunaan tenaga rohaniawan asing dan atau tenaga ahliasing lainnya atau penerimaan segala bentuk bantuan lainnyadalam rangka bantuan luar negeri dilaksanakan denganmemperhatikan ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku.

Pasal 7

Semua lembaga keagamaan wajib mengadakan pendidikandan latihan bagi warga negara Indonesia untuk dapat menggantikantenaga-tenaga rohaniawan dan atau tenaga asing lainnya, yangmelakukan kegiatan dalam rangka bantuan luar negeri termasukpasal 6.

Pasal 8

Page 233: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

215

Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikota/KepalaDaerah Tingkat II mengkoordinir kegiatan Kepala PerwakilanDepartemen yang berwenang dalam melakukan bimbingan danpengawasan terhadap:a. kegiatan tenaga rohaniawan asing serta warga negara asing

yang membantu lembaga keagamaan di daerah;b. kegiatan semua lembaga-lembaga keagamaan di daerah yang

bergerak di bidang pembinaan, pengembangan dan penyiaran;c. pelaksanaan bantuan luar negeri di bidang agama sesuai

dengan maksud dan tujuan bantuan tersebut;d. pelaksanaan pendidikan dan latihan di bidang agama serta

sosial kemasyarakatan lainnya yang diadakan oleh lembagakeagamaan di daerah.

BAB VLAIN-LAIN

Pasal 9

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan UrusanHaji Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan,Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Direktur JenderalBimbingan Masyarakat Hindu dan Budha Departemen Agama danDirektur Jenderal Sosial Politik Departemen Dalam Negerimelaksanakan Keputusan Bersama ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan Keputusan ini.

Pasal 10

Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 2 Januari 1979

MENTERI DALAM NEGERI MENTERI AGAMAttd ttd

H. AMIR MAHMUD H. ALAMSJAH RATU PERWIRANEGARA

Lampiran 11:

Page 234: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

216

KEPUTUSAN MENTERI AGAMANOMOR 35 TAHUN 1980

TENTANG

WADAH MUSYAWARAH ANTAR UMAT BERAGAMA

MENTERI AGAMA

Menimbang : bahwa untuk meningkatkan pembinaankerukunan hidup di antara sesama umatberagama, demi terciptanya kesatuan danpersatuan Bangsa dengan berlandaskanPancasila dan Undang-Undang Dasar1945 dan dalam rangka pelaksanaanPedoman Penghayatan dan PengamalanPancasila (P4), serta tanggung jawabbersama atas pelaksanaan Garis-GarisBesar Haluan Negara (GBHN), diperlukansuatu Wadah Musyawarah, yaitu suatuForum Konsultasi dan Komunikasi, antaraPemimpin-pemimpin/Pemuka-pemukaAgama dan antara Pemimpin/Pemuka-pemuka Agama dengan Pemerintah.

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Nomor II/MPR/1978 tentangPedoman Penghayatan dan PengalamanPancasila;

3. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Nomor IV/MPR/1978 tentangGaris-Garis Besar Haluan Negara;

4. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun1974 tentang Pokok-pokok Organisasi De-partemen;

5. Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1974

Page 235: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

217

tentang Susunan Organisasi Departemenpada Lampiran 14 jis. Keputusan PresidenRI Nomor 30 Tahun 1978, KeputusanPresiden RI Nomor 17 Tahuh 1978,Keputusan Presiden RI Nomor 17 22 Tahun1980 tentang Perubahan-perubahan dalamLampiran 14 Keputusan Presiden RI Nomor45 Tahun 1974;

6. Keputusan Bersama Menteri Agama danMenteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pe-nyiaran Agama dan Bantuan Luar Negerikepada Lembaga Keagamaan di Indone-sia, yang dalam konsideransnya telahmenampung Keputusan Menteri AgamaNomor 77 tahun 1978 tentang BantuanLuar Negeri kepada Lembaga Keagama-an di Indonesia;MemperhatikanKesimpulan Pertemuan Penjajagan danPembahasan Teknis antara Pejabat-Pejabat Departemen Agama denganWakil-Wakil Majelis Agama dalam rangkapembentukan Wadah Musyawarah AntarUmat Beragama pada tanggal 17-18Oktober 1979, Pertemuan Kerja tanggal13-14 Februari 1980, Pertemuan Kerjatanggal 17 Maret 1980, Pertemuan Kerjatanggal 17-18 Juni 1980 dan PertemuanTingkat Puncak pada tanggal 30 Juni 1980di Jakarta;

MEMUTUSKAN

Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI AGAMATENTANG WADAH MUSYAWARAHANTAR UMAT BERAGAMA.

Pertama : Menyatakan terbentuknya “WADAH

Page 236: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

218

MUSYAWARAH ANTAR UMAT BER-AGAMA” yang telah disepakati oleh wakil-wakil Majelis Agama dalam PertemuanTingkat Puncak pada tanggal 30 Juni 1980di Jakarta, dengan PEDOMAN DASARyang menjadi Lampiran Keputusan ini;

Kedua : Pengeluaran biaya untuk pelaksanaanKeputusan ini dibebankan kepada mataanggaran Departemen Agama;

Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 30 Juni 1980

MENTERI AGAMA RIttdH. ALAMSJAH RATU PERWIRANEGARA

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMANOMOR 35 TAHUN 1980

PEDOMAN DASAR

Page 237: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

219

TENTANGWADAH MUSYAWARAH ANTAR UMAT BERAGAMA

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa:Majelis-majelis Agama di Indonesia, yaitu:

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI);2. Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI);3. Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI);4. Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP);5. Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI);

Sependapat:Bahwa untuk meningkatkan pembinaan kerukunan hidup di

antara sesama umat beragama demi tercapainya kesatuan dan per-satuan Bangsa dengan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan dalam rangka pelaksanaan PedomanPenghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), serta tanggungjawab bersama atas pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara(GBHN), diperlukan adanya suatu Wadah Musyawarah, yaitu suatuForum Konsultasi dan Komunikasi, antara Pemimpin-pemimpin/Pemuka-pemuka Agama di Indonesia; dengan ketentuan-ketentuansebagai berikut:

Pasal 1S t a t u s

Wadah Musyawarah, Forum Konsultasi dan Komunikasi,antara Pemimpin-pemimpin/Pemuka-pemuka Agama adalah:1. Wadah atau Forum bagi Pemimpin-pemimpin/Pemuka-

pemuka Agama untuk membicarakan tanggung jawab ber-sama dan kerjasama di antara para warga negara yang meng-anut berbagai agama, dengan berlandaskan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945 dalam rangka meningkatkanpersatuan dan kesatuan serta keutuhan kita sebagai bangsadan pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan PengamalanPancasila (P4) dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN);

2. Wadah atau Forum bagi Pemimpin-pemimpin/Pemuka-pemukaAgama untuk membicarakan kerjasama dengan Pemerintah,sehubungan dengan pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan

Page 238: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

220

Pengamalan Pancasila (P4) dan Garis-garis Besar Haluan Negara(GBHN) dan ketentuan lainnya dari Pemerintah, khususnya yangmenyangkut bidang keagamaan.

Pasal 2N a m a

Wadah Musyawarah, Forum Konsultasi dan Komunikasi ini,bernama, “WADAH MUSYAWARAH ANTAR UMAT BERAGAMA”atau disingkat WADAH MUSYAWARAH”

Pasal 3B e n t u k

(1) Wadah Musyawarah berbentuk pertemuan-pertemuan yangdiadakan sewaktu-waktu sesuai dengan keperluan, baik atasundangan Menteri Agama maupun atas permintaan salah satuatau lebih Majelis Agama;

(2) Pertemuan-pertemuan terdiri atas:a. Pertemuan antara sesama wakil-wakil Majelis Agama;b. Pertemuan antara wakil-wakil Majelis Agama dengan

pihak Pemerintah;

Pasal 4S u s u n a n

(1) Wadah Musyawarah terdiri atas:a. Pertemuan-pertemuanb. Sekretariat.

(2) Pertemuan-pertemuan dalam Wadah Musyawarah berupa:a. Pertemuan Lengkap, yang dihadiri oleh wakil-wakil

Majelis-majelis agama dan Menteri Agama/WakilDepartemen Agama;

b. Pertemuan Kerja, yang dihadiri oleh Sekretariat danPenghubung (Liaison) dari Majelis-majelis Agama atauoleh orang-orang yang ditugaskan oleh PertemuanLengkap.

(3) Atas permintaan Wadah Musyawarah, dalam PertemuanLengkap atau Pertemuan Kerja dapat diikutsertakan penasihat-

Page 239: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

221

penasihat dari kalangan Pemerintah, Lembaga Negara, LembagaKemasyarakatan dan perorangan sesuai dengan keperluan;

(4) Departemen Agama menyediakan Sekretariat dan fasilitas bagiWadah Musyawarah;

(5) Masing-masing Majelis Agama menunjuk seorang wakilnyauntuk menjadi Penghubung (Liaison) antara Majelis Agamadengan Departemen Agama, dan untuk mendampingiSekretariat Wadah Musyawarah.

Pasal 5Tata Kerja

(1) Keputusan-keputusan dalam Wadah Musyawarah diambil atasdasar musyawarah untuk mufakat, dan apabila tidak tercapaimufakat, maka permasalahannya ditangguhkan untukdibicarakan kembali setelah dimatangkan lebih lanjut;

(2) Pertemuan Lengkap membahas masalah-masalah utama,setelah terlebih dahulu dipersiapkan oleh Pertemuan Kerja;

(3) Pertemuan Kerja bertugas untuk:a. mempersiapkan pembahasan masalah bagi Pertemuan

Lengkap;b. membahas masalah perincian atas keputusan Pertemuan

Lengkap;(4) Sekretariat Wadah Musyawarah melaksanakan segala sesuatu

untuk Pertemuan Lengkap dan Pertemuan Kerja.

Pasal 6Wewenang

(1) Wadah Musyawarah membicarakan segala sesuatu tentangtanggung jawab bersama dan kerjasama di antara para warganegara yang menganut berbagai agama, dan dengan Pemerintah,berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalamrangka meningkatkan persatuan dan kesatuan serta keutuhankita sebagai bangsa dan pelaksanaan Pedoman Penghayatandan Pengamalan Pancasila (P4) dan Garis-garis Besar HaluanNegara (GBHN), dan kesatuan lainnya dari Pemerintahkhususnya yang menyangkut bidang keagamaan.

(2) Keputusan-keputusan yang diambil oleh Wadah Musyawarah

Page 240: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

222

merupakan kesepakatan yang mempunyai nilai ikatan moral danbersifat saran/rekomendasi bagi Pemerintah, Majelis-majelisAgama dan Masyarakat.

Pasal 7Lain-lain

Hal yang masih dianggap perlu, dimufakati bersama kemudian.

Jakarta, 30 Juni 1980.

Wakil-wakil Majelis

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI);K.H.M. Syukri Ghazali Drs. H. Mas’udiKetua Umum Sekretaris Umum

2. Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI);Prof. Dr. P.D. Latuihamallo DR. S.A.E. NababanKetua Umum Sekretaris Umum

3. Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI);Mgr. Drs. F.X. Hadisumarto O.Carm Mgr. Drs. Ig. Harsana Pr.Sekretaris Jenderal Ketua Komisi Hubungan

Antar Agama danKepercayaan

4. Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP);Drs. Ida Bagus Oka Puniatmadja I Wayan SurphaKetua I Sekretaris Umum

5. Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI);Soeprapto Hs. Ir. T. SoekarnoKetua Umum Sekretaris Jenderal

Wakil Departemen AgamaDrs. H. Kafrawi, MASekretaris Jenderal

Lampiran 12:

Page 241: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

223

KEPUTUSAN PERTEMUAN LENGKAPWADAH MUSYAWARAH ANTAR UMAT BERAGAMA

TENTANG

PENJELASAN ATAS PASAL 3, 4 DAN 6 SERTAPEMBETULAN SUSUNAN PENANDATANGANAN

PEDOMAN DASAR WADAH MUSYAWARAH ANTARUMAT BERAGAMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pertemuan lengkap Wadah Musyawarah Antar Umat Beragamayang diselenggarakan pada tanggal 16 Maret 1983, didahului denganPertemuan-pertemuan Kerja tanggal 14 Januari 1982, tanggal 27 - 28Januari 1982, tanggal 31 Januari 1983, tanggal 5 Februari 1983, tanggal3 Maret 1983, tanggal 8 Maret 1983 dan tanggal 12 Maret 1983, yangdihadiri oleh:

A. Pimpinan Majelis-Majelis Agama:1. Majelis Ulama Indonesia (MUI);2. Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI);3. Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI);4. Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP);5. Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI).

B. Pejabat-pejabat Teras Departemen Agama

Setelah membahas kembali Pedoman Dasar WadahMusyawarah Antar Umat Beragama khususnya masalah-masalahyang menyangkut prosedur dan tata kerja sekretaris WadahMusyawarah, yaitu:

(1) Pasal 3 ayat (1) tentang undangan Pertemuan WadahMusyawarah.

(2) Pasal 4 ayat (5) tentang Wakil-wakil Majelis-majelis Agamasebagai Penghubung (Liaison) antara Majelis-majelis Agamadengan Departemen Agama dan sebagai pendamping SekretariatWadah Musyawarah.

Page 242: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

224

(3) Pasal 3 ayat (2a) dan (2b) tentang Pertemuan WadahMusyawarah.

Memandang bahwa untuk menghindari timbulnya pemahamanyang berbeda-beda terhadap ketentuan tertulis yang sudahdisepakati bersama, perlu adanya penjelasan guna memperlancardan menyempurnakan prosedur dan tata kerja dalam WadahMusyawarah Antar Umat Beragama. Maka Wadah MusyawarahAntar Umat Beragama bersepakat untuk menyusun penjelasanPedoman Dasar Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama tanggal30 Juni 1980 sebagai berikut:

I. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Pedoman Dasar WadahMusyawarah.

Setiap Undangan untuk menghadiri Pertemuan WadahMusyawarah hendaknya diterima dan dihadiri oleh semuaunsur Wadah Musyawarah.

II. Penjelasan Pasal 4 ayat (5) Pedoman Dasar WadahMusyawarah1. Setiap pokok acara yang diusulkan untuk Pertemuan

Wadah Musyawarah baik atas prakarsa Menteri Agamamaupun atas permintaan salah satu atau lebih MajelisAgama dipersiapkan/diolah terlebih dahulu olehSekretariat dengan didampingi oleh semua PenghubungMajelis Agama.

2. Dalam persiapan/pengolahan ini dibicarakan:a. Apakah materi yang diusulkan itu dimufakati oleh

semua unsur Wadah Musyawarah untuk dibahasatau tidak;

b. Cara bagaimana pokok acara tersebut dibahas;c. Penggunaan dan pemanfaatan kesepakatan yang

akan dicapai oleh Pertemuan Lengkap WadahMusyawarah mengenai pokok acara tersebut.

3. Hasil persiapan/pengolahan disampaikan oleh Sekretariatkepada Menteri Agama dan Majelis-majelis Agama, dankemudian Menteri Agama mengeluarkan undangan untukmenghadiri pertemuan.

Page 243: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

225

III. Penjelasan Pasal 3 ayat (2) a dan b dihubungkan denganPasal 6 ayat (2) Pedoman Dasar Wadah Musyawarah1. Kalau kesepakatan bersama Wadah Musyawarah

merupakan saran/rekomendasi kepada Pemerintah baikatas permintaan Menteri Agama maupun atas KeputusanWadah Musyawarah maka pemerintah dalam hal iniMenteri Agama/Wakil Departemen Agama tidak ikutmenandatangani kesepakatan tersebut;

2. Kalau kesepakatan bersama Wadah Musyawarahmerupakan himbauan/seruan bersama kepada instansiyang lain atau masyarakat luas, maka Pemerintah dalamhal ini Menteri Agama/Wakil Departemen Agama dapatikut menandatangani;

3. Penandatanganan Keputusan Wadah Musyawarahdilakukan oleh yang berwenang dalam majelis-majelisAgama yang bersangkutan.

IV. Pembetulan susunan penandatanganan Pedoman Dasartanggal 30 Juni 1980

Berdasarkan pasal 7 Pedoman Dasar disepakati bersamauntuk mengadakan perubahan terhadap susunanpenandatanganan pada Pedoman Dasar tanggal 30 Juni 1980.

Wakil-wakil Majelis Agama:

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI);K.H.M. Syukri Ghazali Drs. H. Mas’udiKetua Umum Sekretaris Umum

2. Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI);Prof. Dr. P.D. Latuihamallo DR. S.A.E. NababanKetua Umum Sekretaris Umum

3. Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI);Mgr. Drs. F.X. Hadisumarto O.Carm Mgr. Drs. Ig. Harsana Pr.Sekretaris Jenderal Ketua Komisi Hubungan

Antar Agama dan

Page 244: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

226

Kepercayaan

4. Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP);Drs. Ida Bagus Oka Puniatmadja I Wayan SurphaKetua I Sekretaris Umum

5. Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI);Soeprapto Hs. Ir. T. SoekarnoKetua Umum Sekretaris Jenderal

Wakil Departemen AgamaDrs. H. Kafrawi, MASekretaris Jenderal

Menjadi:

Wakil-wakil Majelis Agama:

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI);K.H. Hassan Basri HS. ProdjokusumoKetua Umum Sekretaris Umum

2. Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI);Prof. Dr. P.D. Latuihamallo DR. S.A.E. NababanKetua Umum Sekretaris Umum

3. Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI);Mgr. Drs. Leo Soekoto SJ Mgr. RS. HardjosumartoSekretaris Jenderal Ketua Komisi Hubungan

Antar Agama danKepercayaan

4. Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP);Drs. Ida Bagus Oka Puniatmadja Drg. Willy P. SuryaKetua I Ketua III

5. Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI);Soemantri M.S. Seno SoenotoKetua Umum Sekretaris Jenderal

Page 245: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

227

Wakil Departemen AgamaH. Aswasmarmo, SHSekretaris Jenderal

Lampiran 13:

INSTRUKSI MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Page 246: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

228

NOMOR 3 TAHUN 1981

TENTANG

PELAKSANAAN PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUPUMAT BERAGAMA DI DAERAH SEHUBUNGAN DENGAN

TELAH TERBENTUKNYA WADAH MUSYAWARAHANTAR UMAT BERAGAMA

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : Bahwa berhubung dengan terbentuknyaWadah Musyawarah Antar UmatBeragama yang ditetapkan denganKeputusan Menteri Agama No. 35 Tahun1980 tanggal 30 Juni 1980, makadipandang perlu mengeluarkan Instruksibagi Pelaksanaan Pembinaan KerukunanHidup Beragama di Daerah dalam RangkaPelaksanaan Keputusan Menteri AgamaNo. 39 Tahun 1980 tentang PengesahanKeputusan Rapat Kerja PejabatDepartemen Agama Pusat dan Daerahtanggal 5 Juli 1980 dan penetapannyasebagai Pedoman Kerja PelaksanaanTugas tahun 1980/1981, terutama yangmenyangkut Kerukunan Hidup Beragama.

Mengingat : 1. Keputusan Menteri Agama No. 18 Tahun1975 (disempurnakan) tentang SusunanOrganisasi dan Tata Kerja DepartemenAgama, dihubungkan dengan KeputusanMenteri Agama No. 6 Tahun 1979 tentangPenyempurnaan Keputusan MenteriAgama No. 18 Tahun 1975 sebagaiPelaksanaan Keputusan Presiden RI No.30 Tahun 1978;

Page 247: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

229

2. Keputusan Menteri Agama No. 35 Tahun1980 tentang Wadah Musyawarah AntarUmat Beragama;

3. Keputusan Menteri Agama No. 39 Tahun1980 tentang Pengesahan KeputusanRapat Kerja Pejabat Departemen AgamaPusat dan Daerah tanggal 5 Juli 1980 danPenetapannya sebagai Pedoman Pelak-sanaan Tugas Tahun 1980/1981, berikutInstruksi Menteri Agama No. 8 Tahun 1980tentang Pelaksanaan Keputusan MenteriAgama No. 39 tahun 1980.

MENGINSTRUKSIKAN

1. Sdr. Sekretaris Jenderal;2. Sdr. Inspektur Jenderal;3. Sdr. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan

Urusan Haji;4. Sdr. Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Islam;5. Sdr. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen)

Protestan;6. Sdr. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik;7. Sdr. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Bud-

dha;8. Sdr. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Agama;9. Sdr. Rektor Institut Agama Islam Negeri di seluruh Indonesia;10. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi/

setingkat di seluruh Indonesia;11. Sdr. Ketua Pengadilan Tinggi Agama di seluruh Indonesia;12. Sdr. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya

di seluruh Indonesia;13. Sdr. Ketua Pengadilan Agama di seluruh Indonesia.

Untuk:Pertama:

Page 248: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

230

Mengindahkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:A. Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama:

1. Pembinaan kerukunan hidup beragama merupakanbagian dari “Tiga Prioritas Pembangunan Nasional dalamPembinaan Tata kehidupan Beragama” yaitu:a. Memanfaatkan Ideologi dan Falsafah Pancasila

dalam kehidupan umat beragama dan di lingkunganAparatur Departemen Agama;

b. Membantu usaha memantapkan stabilitas danketahanan Nasional dengan membina tigakerukunan hidup beragama, yaitu:(1) Kerukunan Intern Umat Beragama;(2) Kerukunan Antar Umat Beragama;(3) Kerukunan Antara Umat Beragama dengan

Pemerintah.c. Meningkatkan partisipasi Umat Beragama dalam

mensukseskan dan mengamalkan pelaksanaanPembangunan Nasional di segala bidang, yangberkesinambungan.

2. Pelaksanaan tugas pembinaan kerukunan hidupberagama pada hakikatnya dibebankan kepadakeseluruhan Aparatur Departemen Agama, baik di tingkatpusat maupun di tingkat daerah, sesuai dengan bidangmasing-masing.

B. Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama.1. Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama adalah fo-

rum konsultasi dan komunikasi antar para pemimpin/pemuka agama dan antara para pemimpin/pemukaagama dengan Pemerintah. Wadah Musyawarahberbentuk pertemuan-pertemuan yang diadakansewaktu-waktu sesuai dengan keperluan, baik atasundangan Menteri Agama maupun atas permintaan salahsatu atau lebih Majelis Agama.

2. Pertemuan-pertemuan dalam Wadah Musyawarah berupa:a. Pertemuan Lengkap yang dihadiri oleh wakil-wakil

Page 249: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

231

Majelis Agama dan Menteri Agama/Wakil DepartemenAgama.

b. Pertemuan Kerja yang dihadiri oleh Sekretariat danpenghubung (Liaison) dari Majelis-majelis Agamaatau oleh orang-orang yang ditugaskan olehPertemuan Lengkap.

3. Untuk keperluan Wadah Musyawarah oleh DepartemenAgama disediakan Sekretariat dan Fasilitas.

4. Ketentuan-ketentuan di atas menunjukkan bahwa padadasarnya Wadah Musyawarah Antar Umat beragamahanya berada di tingkat Pusat dan tidak diperlukanpembentukannya di daerah.Hal ini dimaksudkan agar tidak mengurangi eksistensidan integritas Majelis-majelis Agama yang ada di Indo-nesia, yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Gerejadi Indonesia (DGI), Majelis Agung Waligereja Indonesia(MAWI), Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP) danPer-walian Umat Buddha Indonesia (WALUBI). Selain ituagar tidak menimbulkan simpang siur dalam jalurpembinaan kehidupan beragama baik dari segikepentingan umat beragama sendiri maupun dari segipelaksanaan tugas Pemerintah d.h.i. Departemen Agama.

5. Apabila dalam pembinaan kerukunan hidup beragamadi daerah dianggap perlu adanya pemecahan masalahbersama, baik antar Instansi Pemerintah maupun dengankalangan Pemimpin/Pemuka Agama di daerah setempat,maka Kepala Kantor Wilayah Departemen AgamaPropinsi/Setingkat dan Kepala Kantor DepartemenAgama Kabupaten/ Kotamadya secara “ex officio”berkewajiban menampung permasalahannya danmenyelesaikannya, dengan langkah-langkah:a. melakukan konsultasi dan koordinasi antar aparatur

Departemen Agama sesuai dengan bidang tugasdan wewenang masing-masing.

b. melakukan konsultasi dan koordinasi dengan instansi-instansi Pemerintah lainnya, baik sipil maupun militer,

Page 250: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

232

atas pengarahan dan petunjuk Gubernur/KepalaDaerah Tingkat I atau Bupati/Walikota/Kepala DaerahTingkat II, sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

6. Dalam pelaksanaan hal-hal tersebut di atas hendaknyaberpedoman kepada Keputusan Menteri Agama No. 39Tahun 1980 jo. Instruksi Menteri Agama No. 8 Tahun 1980,terutama pada materi Keputusan Rapat Kerja tanggal 1 -6 Juli 1980 Bagian kedua huruf I dan Lampiran i tentangProgram Kerja Pembudayaan Pancasila, KerukunanHidup Beragama, Stabilitas dan Ketahanan Nasional sertaPembangunan Nasional.

Kedua:

Semua ketentuan tentang pembinaan kerukunan hidupberagama di daerah yang bertentangan dengan Instruksi inidinyatakan tidak berlaku lagi.

Ketiga:

Instruksi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 23 Februari 1981MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIAttdH. ALAMSJAH RATU PERWIRANEGARA

Lampiran 14:

KEPUTUSANJAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Page 251: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

233

NOMOR: KEP-108/J.A/5/1984

TENTANG

PEMBENTUKAN TEAM KOORDINASI PENGAWASANALIRAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya danmeluasnya pembangunan, maka kehidupanberagama dan kepercayaan terhadap TuhanYang Maha Esa semakin diamalkan baikdi dalam kehidupan pribadi maupun hidupsosial kemasyarakatan;

b. bahwa perlu dilakukan pembinaan danpengawasan terhadap aliran kepercayaankepada Tuhan Yang Maha Esa agar:1. kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa tidak mengarah kepadapembentukan agama baru;

2. dapat diambil langkah-langkah danatau tindakan-tindakan terhadapaliran-aliran kepercayaan yang dapatmembahayakan masyarakat;

3. pelaksanaan aliran kepercayaanbenar-benar sesuai dengan dasarKetuhanan Yang Maha Esa menurutdasar kemanusiaan yang adil danberadab;

c. bahwa untuk mencapai tujuan tersebutperlu adanya koordinasi dan kerja samaantar instansi pemerintah;

d. bahwa untuk pelaksanaan koordinasi dankerjasama tersebut perlu dibentuk teamkoordinasi pengawasan aliran kepercayaanmasyarakat.

Page 252: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

234

Mengingat : 1. Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1983 tentangGaris-Garis Besar Haluan Negara;

2. Undang-Undang No. 15 tahun 1961 tentangKetentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan RI;

3. Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentangPencegahan Penyalahgunaan dan atauPenodaan Agama;

4. Keputusan Presiden RI No. 32/M Tahun1981 tentang Pengangkatan sebagaiJaksa Agung RI;

5. Instruksi Presiden RI No. 14 Tahun 1967tentang Agama, Kepercayaan dan AdatIstiadat Cina.

Memperhatikan : a. Hasil Kesepakatan rapat yang dihadiriwakil-wakil Departemen/Lembaga nonDepartemen tanggal 3 Nopember 1982tentang saran-saran yang berkaitandengan Pembentukan Team KoordinasiPakem;

b. Persetujuan Menteri/Kepala Lembaga nonDepartemen yang bersangkutan tentangpenunjukan keanggotaan dalam TeamPakem Pusat, mewakili unsur instansinya.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN JAKSA AGUNG RITENTANG PEMBENTUKAN TEAMKOORDINASI PENGAWASAN ALIRANKEPERCAYAAN MASYARAKAT.

Pasal 1

(1) Team koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakatpada Kejaksaan Agung, disingkat Team Pakem Pusat, dibentukdengan Keputusan Jaksa Agung;

Page 253: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

235

(2) Team Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakatpada Kejaksaan Tinggi, disingkat Team Pakem Daerah TingkatI, dibentuk dengan Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi;

(3) Team Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakatpada Kejaksaan Negeri, disingkat team Pakem Daerah TingkatII dibentuk dengan Keputusan Kepala Kejaksaan Negeri.

Pasal 2

(1) Susunan Team Pakem terdiri dari:a. Seorang Ketua merangkap Anggota dari Kejaksaan;b. Seorang Wakil Ketua Merangkap Anggota dari Kejaksaan;c. Seorang Sekretaris merangkap Anggota dari Kejaksaan;d. Anggota-anggota yang terdiri dari wakil-wakil instansi

Pemerintah lainnya yang lingkup tugas/wewenangmencakup penanganan masalah aliran kepercayaan.

(2) Susunan dan Keanggotaan Team Pakem Pusat adalah: Ketuamerangkap Anggota: Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.

Wakil Ketua merangkap Anggota: Kepala Direktorat KhususBidang Intelijen.

Sekretaris merangkap Anggota: Kepala Sub Direktorat PakemKejaksaan Agung.

Anggota: Wakil-wakil dari:1. Departemen Dalam Negeri2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan3. Departemen Kehakiman4. Departemen Agama5. MABES ABRI/KOPKAMTIB6. BAKIN7. MABES POLRI

(3) Susunan dan Keanggotaan Team Pakem Daerah Tingkat I adalah:a. Ketua merangkap anggota: Kepala Kejaksaan Tinggi.b. Wakil ketua merangkap anggota: Asisten Intelijen Kejaksaan

Tinggi.c. Sekretaris merangkap anggota: Kepala Seksi Khusus

Page 254: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

236

Kejaksaan Tinggi.d. Anggota-anggota: Wakil-wakil dari:

1. Pemerintah Daerah Tingkat I2. Kodam/Korem3. Polda/Polwil4. Kanwil Departemen Kehakiman5. Kanwil Departemen Agama6. Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

(4) Susunan dan Keanggotaan Team Pakem Daerah Tingkat IIadalah:a. Ketua merangkap anggota: Kepala Kejaksaan Negerib. Wakil Ketua merangkap Anggota: Kepala Seksi Intelijen

Kejaksaan Negeric. Sekretaris merangkap anggota: Kepala seksi-seksi

Khusus Kejaksaan Negerid. Anggota-anggota: Wakil-wakil dari:

1. Pemerintah Daerah Tingkat II2. Kodim3. Polres4. Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya5. Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten/Kodya

Pasal 3

(1) Team PAKEM berfungsi:a. Menyelenggarakan rapat baik secara berkala maupun

sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.b. Menyelenggarakan pertemuan konsultasi dengan instansi

dan badan-badan lainnya baik Pemerintah maupun nonPemerintah.

c. Melakukan pertukaran informasi masalah alirankepercayaan.

(2) Team PAKEM bertugas:a. Menganalisa informasi yang didapatkan dan membuat

kesimpulan dan perkiraan.

Page 255: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

237

b. Mengajukan saran tindak lanjut kepada Kejaksaan Agung.c. Jika dipandang perlu mengambil tindakan dan segera

melaporkan kepada Kejaksaan Agung mengenai tindakantersebut.

(3) Pertanggung-jawaban pelaksanaan tugas Team PAKEMditentukan sebagai berikut:a. Team PAKEM Daerah Tingkat II bertanggung jawab

kepa-da Kejaksaan Tinggi.b. Team PAKEM Daerah Tingkat I bertanggung jawab

kepa-da Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.c. Team PAKEM Pusat bertanggung jawab kepada Jaksa

Agung.

Pasal 4

Guna kelancaran pelaksanaan tugas Team PAKEM di tiapKejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung dibentukSekretariat Team PAKEM.

Pasal 5

Segala biaya yang diperlukan bagi para Anggota Team PAKEMdalam melaksanakan tugas Team dibebankan kepada instansimasing-masing.

Pasal 6

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 11 Mei 1984JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIAttdISMAIL SALEH, SH.

Lampiran 15:

DEPARTEMEN DALAM NEGERI

Page 256: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

238

REPUBLIK INDONESIA

TELKOM

Dari : Menteri Dalam NegeriUntuk : Gubernur KDH UP Kaditsus Prop. di Seluruh

IndonesiaTgl : 5 Mei 1975Nomor : 264/KWT/DITPUM/DV/75Sifat : RahasiaPerihal : Penggunaan Rumah Tempat Tinggal sebagai

Gereja

ISI BERITA

Aaa ttk berdasarkan laporan bakin no. R-088/lap-har/bakin/4/1975 tgl 17 april 1975 kma diperoleh informasi bhw dirumah seorg bernama willem pieter di pondok gede kellubang buaya jakarta telah digunakan sbg tempatkebaktian oleh jemaah gkbi kramat jati shg menimbulkanprotes penduduk gol Islam setempat dng mengeluarkansebuah resolusi dng mengemukakan alasan bhwpenduduk setempat mayoritas beragama Islam sertatempat kebaktian sangat berdekatan dng musholla danmadrasah ttk.

Bbbttk reaksi yang sama juga terjadi di kelurahan petogogankebayoran baru Jakarta terhadap penggunaan rumahkurniawan sbg tempat kebaktian oleh gol kristenpantekosta ttk kebaktian tsb telah dihentikan setelahdiberikan pengertian oleh komwil setempat ttk

Ccc ttk sehub dng adanya kasus di atas kma maka kpd/kdh propdiseluruh indonesia diinstruksikan untuk memberikanpengertian kpd masyarakat utk tidak menjadikan rumahtempat tinggal mereka berfungsi sbg gereja krn dapatmengganggu keamanan ttk

Ddd ttk utk menghindarkan ekses yg mungkin timbul kma agarsegera mengambil langkah pengamanan dan penertiban

Page 257: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

239

ttk

Eee ttk dmk utk mendapatkan perhatian ttk hbs

Mendagri

A.N. MENTERI DALAM NEGERIDIREKTUR JENDERAL SOSIAL POLITIK

ttdSOENANDAR PRIJOSOEDARMO

Lampiran 16:

Page 258: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

240

DEPARTEMEN DALAM NEGERIREPUBLIK INDONESIA

TELKOM

MEMUTUSKAN

Dari : Menteri Dalam NegeriUntuk : Gubernur KDH UP Kaditsus Prop. di Seluruh

IndonesiaTgl. : 28 Nopember 1975Nomor : 933/KWT/DITPUM/DV/XI/75Sifat : RahasiaPerihal : Penjelasan Thdp Surat Kawat Mendagri No. 264/

Kwt/DITPUM/DV/V/1975

ISI BERITA

Aaa ttk ref surat kwt mendagri no. 264/kwt/ditpum/dv/v/1975perihal penggunaan rumah tempat tinggal sebagaigereja kma bersama ini diberitahukan bhw dibeberapa daerah telah terjadi salah penafsiran thdppelaksanaan dari instruksi dalam surat kawat tsbkma sehingga timbul protes dari golongan yangmerasa dirugikan ttk

Bbb ttk sehubungan dng itu bersama ini dijelaskan ulangbahwa yg tidak diizinkan adalah penggunaan rumahtempat tinggal sehingga berfungsi sbg gereja kmaadapun berkumpulnya orang kristen grmr katolik dlmsatu rumah dng kegiatan kekeluargaan tdk pernahdilarang ttk

Ccc ttk dmk utk menjadi maklum hbs

Mendagri

Page 259: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

241

A.N. MENTERI DALAM NEGERIDIREKTUR JENDERAL SOSIAL POLITIK

CAP/TTD

ttd.

ERMAN HARI RUSTAMANLampiran 17:

Page 260: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

242

INSTRUKSI MENTERI AGAMA R.INOMOR : 4 TAHUN 1978

TENTANG

KEBIJAKSANAAN MENGENAI ALIRAN-ALIRANKEPERCAYAAN

MENTERI AGAMA

MEMUTUSKAN

Menimbang : bahwa setelah ditetapkannya KetetapanMPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, dianggapperlu untuk mengeluarkan suatu instruksitentang kebijaksanaan mengenai aliran-aliran kepercayaan, guna dijadikanpegangan oleh pejabat-pejabatDepartemen Agama, baik di Pusatmaupun di daerah-daerah.

Menimbang : 1. Undang-Undang Dasar 1945 RepublikIndonesia pasal 29;

2. Ketetapan Majelis PermusyawaratanRakyat Nomor IV/MPR/1978;

3. Keputusan Presiden Nomor 44 danNomor 45 Tahun 1974;

4. Keputusan Menteri Agama Nomor 18Tahun 1975;

5. Instruksi Menteri Agama Nomor 13 Tahun1975;

6. Hasil Konsultasi Menteri Agama denganPresiden pada tanggal 3 April 1978.

MENGINSTRUKSIKAN

Page 261: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

243

Kepada : 1. Sekjen, Irjen, para Dirjen, dan Kepala BadanLitbang Agama;

2. Para Rektor IAIN seluruh Indonesia;3. Para Ketua Mahkamah Tinggi Islam/

Kerapatan Qadi Besar/Pengadilan AgamaTingkat Banding seluruh Indonesia;

4. Para Kepala Kantor Wilayah DepartemenAgama Propinsi/setingkat seluruhIndonesia dalam lingkungan DepartemenAgama.

Untuk : Dalam melaksanakan tugas sejauh yangmenyangkut kepercayaan supaya ber-pedoman kepada ketentuan-ketentuansebagai berikut :1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Nomor IV/MPR/1978, tentangGaris-Garis Besar Haluan Negara yangantara lain menyatakan bahwa: Keper-cayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esatidak merupakan Agama.

2. Sehubungan dengan angka 1 (satu) diatas, maka Departemen Agama yangtugas pokoknya adalah melaksanakansebagian tugas Pemerintahan Umum danPembangunan di bidang Agama, tidakakan mengurusi persoalan-persoalanaliran-aliran kepercayaan yang bukanmerupakan agama tersebut.

Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 11 April 1978

MENTERI AGAMA RI.Cap/ttdH. ALAMSJAH RATU PERWIRANEGARA

Lampiran 18:

Page 262: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

244

INSTRUKSI MENTERI AGAMA NOMOR 8 TAHUN 1979

TENTANG

PEMBINAAN, BIMBINGAN DAN PENGAWASANTERHADAP ORGANISASI DAN ALIRAN DALAM ISLAM

YANG BERTENTANGAN DENGAN AJARAN ISLAM

MENTERI AGAMA

MEMUTUSKAN

Menimbang : bahwa berhubungan dengan timbulnyaorganisasi dan aliran dalam Islam yanggejalanya bersifat bertentangan denganajaran Islam, maka dipandang perlu untukmeningkatkan pembinaan dan bimbinganterhadap mereka yang mengikutiorganisasi dan aliran tersebut ke jalanyang benar sesuai dengan ajaran Islam.

Mengingat : 1. Keputusan Presiden Republik IndonesiaNomor 44 Tahun 1974 tentang SusunanOrganisasi Departemen;

2. Keputusan Presiden Republik IndonesiaNomor 45 Tahun 1974 tentang SusunanOrganisasi Departemen jo Nomor 30Tahun 1978 tentang Perubahan Lampiran14 Keputusan Presiden Republik Indone-sia Nomor 45 Tahun 1974;

3. Keputusan Menteri Agama Nomor 18Tahun 1975 tentang Susunan Organisasidan Tata Kerja Departemen Agama(disempurnakan) jo Nomor 6 Tahun 1978tentang Pelaksanaan Keputusan PresidenRepublik Indonesia Nomor 30 Tahun1978.

Memperhatikan : Surat Keputusan Jaksa Agung Republik

Page 263: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

245

Indonesia Nomor Kep-089/JA/10/1971 tertanggal20 Oktober 1971 tentang Pelarangan terhadapAliran-aliran Darul Hadits, Jamaah Qur’an Hadits,Islam Jamaah, JPID, JAPPENAS dan lain-lainorganisasi yang bersifat/berajaran serupa.

MENGINSTRUKSIKAN

Kepada : 1. Ditjen Bima Islam dan Urusan Haji;2. Kepala Badan Litbang Agama;3. Inspektur Jenderal4. Kepala Kantor Departemen Agama

Propinsi/ Setingkat di lingkungan Depar-temen Agama.1) Meningkatkan hubungan dan kerja-

sama dengan aparat KejaksaanAgung, Departemen Dalam Negeri,BAKIN dan aparatur PemerintahDaerah serta Majelis Ulama Indone-sia/Majelis Ulama Daerah dan Lem-baga-lembaga keagamaan Islamdalam rangka meningkatkan pem-binaan, bimbingan dan pengawasanterhadap organisasi dan alirantersebut di atas sesuai dengan bidangtugasnya masing-masing.

2) Meningkatkan pembinaan, bimbingandan pengarahan terhadap organisasidan aliran tersebut di atas jalan yangbenar sesuai dengan ajaran Islam.

3) Pembinaan, bimbingan dan peng-arahan terhadap kegiatan organisasidan aliran tersebut di atas dilaksana-kan sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

4) Melakukan Instruksi ini dengan sebaik-baiknya.

Page 264: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

246

5) Melaporkan pelaksanaan Instruksi inikepada Menteri Agama.

Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 27 September 1979

MENTERI AGAMA RI.Cap/ttdH. ALAMSJAH RATU PERWIRANEGARA

Page 265: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

247

Lampiran 19:

SURAT EDARAN MENTERI AGAMA

NOMOR : MA/432/1981TENTANG : PENYELENGGARAAN HARI-HARI

BESAR KEAGAMAAN

Jakarta, 2 September 1981 M 4 Dzulkaidah 1401 H

Kepada Yth.

1. Saudara Pimpinan Lembaga Tertinggi Negara dan LembagaTinggi Negara di Jakarta;

2. Saudara-saudara Menteri Koordinator, Menteri, Menteri MudaKabinet Pembangunan III dan Pimpinan Lembaga NonDepartemen di Jakarta;

3. Saudara-saudara Gubernur/Kepala Daerah di seluruhIndonesia.

SURAT EDARAN

1. Sesuai dengan petunjuk Bapak Presiden R.I., pembinaan danpengembangan kehidupan beragama dan kerukunan hidupdi antara sesama umat beragama diarahkan agar kemurnianaqidah terpelihara, tumbuhnya suasana kerukunan yangharmonis dan terpeliharanya persatuan bangsa, sehinggakehidupan beragama dapat berkembang dengan wajar danharmonis serta bergotong royong dalam membangun,mengamankan dan melestarikan Negara Republik Indonesiayang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Pada akhir-akhir ini di kalangan instansi Pemerintah, Sipil danABRI, badan swasta, sekolah-sekolah dan masyarakat umum,dirasakan meningkatnya penyelenggaraan peringatan hari-haribesar keagamaan. Namun di beberapa tempat timbul pelbagaikesalah-pahaman dan masalah antara lain: pencampuradukan

Page 266: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

248

hal-hal yang bersifat aqidah/ajaran agama, disebabkan kurangnyapemahaman secara mendasar mengenai segi-segi aqidah/ajaranagama masing-masing.

Hal serupa itu menghambat pembinaan kerukunan hidupberagama dan mengganggu usaha pemantapan stabilitas danKetahanan Nasional serta Persatuan dan Kesatuan Bangsa.Oleh karenanya hambatan tersebut perlu dihindarkan sedinimungkin.

3. Sejalan dengan pokok-pokok pikiran yang disampaikan olehWadah Musyawarah Antar Umat Beragama tertanggal 25Agustus 1981 dan petunjuk Bapak Presiden pada tanggal 1September 1981, bahwa peringatan hari-hari besarkeagamaan pada dasarnya hanya diselenggarakan dandihadiri oleh pemeluk agama yang bersangkutan; namunsepanjang tidak bertentangan dengan aqidah/ajaranagamanya; pemeluk agama yang lain dapat turut menghormatisesuai dengan asas kekeluargaan, bertetangga baik dankegotong-royongan.

4. Dalam penyelenggaraan peringatan hari-hari besarkeagamaan perlu dipedomani hal-hal sebagai berikut:a. Unsur Peribadatan.

Unsur peribadatan ialah “ibadah” bagi Islam, “kebaktian/liturgia” bagi Kristen Protestan dan Katholik, “yadnya” bagiHindu dan “Kebaktian” bagi Budha, yang terkandungdalam penyelenggaraan peringatan hari-hari besarkeagamaan merupakan bentuk ajaran agama yangsepenuhnya menjadi kewenangan Pemimpin/PemukaAgama yang bersangkutan untuk mengaturnya sesuaidengan ajaran agamanya masing-masing.Dalam hal peribadatan atau adanya unsur peribadatansemacam ini, maka hanya pemeluk agama yangbersangkutan yang menghadirinya.

b. Unsur perayaan dan kegiatan lain ialah penyelenggaraanperingatan hari-hari besar keagamaan yang di dalamnyatidak ada unsur ibadat. Dalam perayaan dan kegiatansemacam ini dapat dihadiri dan diikuti oleh pemeluk agama

Page 267: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

249

lain.c. Petunjuk tentang macam-macam hari-hari besar keagamaan

dan penyelenggaraan peringatannya bagi agama masing-masing tersebut dalam lampiran surat edaran ini.

5. Bila seseorang atau pejabat karena jabatannya akan hadir dalamperingatan dan upacara keagamaan dari suatu agama yang tidakdipeluknya hendaknya dapat menyesuaikan diri, dengan bersikappasif namun khidmat, sehingga kelancaran jalannnya upacaramaupun pemantapan kerukunan hidup beragama terjamin.

6. Penanggung jawab sekolah dan para guru selaku pembina anakdidik tunas harapan bangsa, agar menjaga dan memeliharakeyakinan dan keimanan agama yang dipeluk oleh anak didikmasing-masing, sehingga penyelenggaraan peringatan hari-haribesar keagamaan di sekolah-sekolah diadakan sesuai denganketentuan dalam surat edaran ini.

7. Kepada pimpinan lembaga kemasyarakatan dan badan swastadianjurkan untuk memperhatikan hajat keagamaan denganmemberikan kesempatan pelaksanaan ibadah dan penye-lenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan di dalamlingkungan masing-masing seperti: Rukun Kampung, RukunWarga, dan Rukun Tetangga maupun perusahaan. Untuk ituhendaknya meminta pemuka agama setempat, agar peringa-tan termaksud dapat benar-benar mengembangkan kehidup-an beragama serta kerukunan antara umat beragama dalammasyarakat sesuai dengan maksud dalam surat edaran ini.

8. Biaya penyelenggaraan peringatan hari besar keagamaanpada dasarnya menjadi tanggungan pemeluk agama yangbersangkutan dan tidak selayaknya mengusahakansumbangan kepada bukan pemeluk. Namun hal ini tidak berartibahwa seseorang dilarang memberikan sumbangan atauhadiah kepada pemeluk agama lain atas dasar suka rela danpersahabatan.

9. Bilamana dalam peringatan hari-hari besar keagamaandiundang pula pemeluk agama lain, hendaknya suratundangan dilampiri dengan susunan acara yang telah

Page 268: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

250

mengindahkan ketentuan tsb. nomor 4 di atas demi tertib danlancarnya penyelenggaraan peringatan.

10. Demikian kami mengharapkan bantuan dan kesediaan Saudarauntuk menyebarluaskan pedoman di atas kepada para pejabatdan instansi dalam lingkungan kewenangan masing-masing sertamasyarakat luas, dalam memberikan perhatian dan pelayananhajat keagamaan bagi semua pemeluk agama, sehingga arahpembinaan dan pengembangan kehidupan beragama dapat benar-benar memperkokoh landasan tegaknya kehidupan beragamadalam masyarakat Pancasila yang kita idam-idamkan.

Semoga Allah, Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.

Wassalam,MENTERI AGAMA RI.Cap/ttdH. ALAMSJAH RATU PERWIRANEGARA

Lampiran 20:

Page 269: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

251

KEPUTUSAN PERTEMUAN LENGKAPWADAH MUSYAWARAH ANTAR UMAT BERAGAMA

TENTANG

PERINGATAN HARI-HARI BESAR KEAGAMAAN

Pertemuan Lengkap Wadah Musyawarah Antar Umat Beragamayang diselenggarakan pada tanggal 25 Agustus 1981, dengan didahuluioleh Pertemuan-pertemuan Kerja berturut-turut tanggal 14 Mei 1981,tanggal 1 Juni 1981, tanggal 22 Juni 1981 dan tanggal 25 Agustus1981 di Jakarta, dalam membahas pelaksanaan peringatan hari-haribesar keagamaan, yang dihadiri oleh:

A. Wakil/Penghubung Majelis Agama:1. Majelis Ulama Indonesia (MUI);2. Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI);3. Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI);4. Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP);5. Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI).

B. Pejabat-pejabat teras Departemen Agama

Setelah membahas pokok-pokok permasalahan pelaksanaanperingatan hari-hari besar keagamaan yang disampaikan oleh parapejabat Departemen Agama serta tanggapan-tanggapan yangdisampaikan secara lisan dan tertulis oleh masing-masing MajelisAgama.

Dengan memperhatikan Pedoman Dasar tentang WadahMusyawarah Antar Umat Beragama yang dinyatakan pembentu-kannya dengan Keputusan Menteri Agama No. 35 tahun 1980.

Berdasarkan pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. II/MPR/1978terutama mengenai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan olehkarenanya manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap TuhanYang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, “dan

Page 270: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

252

bahwa” di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikaphormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk-pemelukagama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda,sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara sesama umatberagama dan berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sadarbahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esaadalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan TuhanYang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya, makadikembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan menjalankanibadah sesuai agama dan kepercayaannya tidak memaksakan satuagama dan kepercayaannya itu kepada orang lain, “dan bahwa”Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaantiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing danberibadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Kebebasanagama adalah merupakan salah satu hak yang paling asasi di antarahak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsungbersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.Hak kebebasan beragama bukan pemberian negara atau bukanpemberian golongan, “Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatNo. IV/MPR/1978 antara lain bahwa “Kehidupan keagamaan dankepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan,sehingga terbina hidup rukun di antara sesama umat beragama, diantara sesama penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang MahaEsa dan antara semua umat beragama dan semua penganutkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam usahamemperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dan meningkatkanamal untuk bersama-sama membangun masyarakat sertamengingat penegasan Bapak Presiden Republik Indonesia dalamupacara pembukaan Rapat Kerja Departemen Agama tanggal 25Mei 1981, bahwa “Negara tidak mengatur dan tidak inginmencampuri urusan syariah dan ibadah-ibadah agama, yangumumnya terbentuk dalam aliran agama masing-masing “serta”syariah dan pelaksanaan ibadah masing-masing orang menurutagama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa padadasarnya adalah hak setiap orang menurut keyakinan masing-masing, yang dijamin sepenuhnya oleh negara, “dimanapelaksanaannya itu” di bawah bimbingan para ulama dan pemuka-pemuka agama yang adil dan berwibawa dalam bidangnya.”

Page 271: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

253

Maka Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama bersepakatuntuk menyampaikan saran/rekomendasi tentang “pelaksanaanperingatan hari-hari besar keagamaan” kepada Pemerintah d.h.iMenteri Agama, berupa pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

I. Peringatan hari-hari besar keagamaan yang pada umumnyatelah berakar dan melembaga dalam kehidupan dan budayabangsa Indonesia, merupakan sarana peningkatanpenghayatan dan pengamalan agama dan merupakan saranadalam pembangunan kehidupan beragama serta pembinaankerukunan hidup antar umat beragama, sebagai salah satuunsur utama dan bagian yang tak terpisahkan dariPembangunan Nasional.

II. Peringatan hari-hari besar keagamaan yang pada dasarnyadiselenggarakan dan dihadiri oleh pemeluk agama yangbersangkutan namun adalah wajar bila pemeluk agama lainturut menghormati sesuai dengan asas kekeluargaan,bertetangga baik dan gotong royong, sepanjang tidakbertentangan dengan ajaran agamanya.

III. Para pejabat Pemerintah hendaknya memberikan perhatianyang wajar dan adil dalam melayani hajat keagamaan bagisemua pemeluk agama dalam wilayah kewenangannya,sesuai dengan isi pidato Bapak Presiden Republik Indonesiatanggal 25 Mei 1981 termaksud di atas, bahwa hendaknya“segenap dan setiap warga negara berhak mendapatperlakuan pelayanan yang wajar dan adil dari aparatPemerintah, juga dalam bidang agama.” dan kehadirannyadalam upacara keagamaan dari suatu agama yang tidakdipeluknya hendaklah dalam sikap pasif namun khidmat. Sikapdemikian hendaknya dimiliki setiap insan Pancasila.

IV. Para guru, sebagai pembina anak didik tugas harapan bangsa,hendaknya dapat membekali diri dengan pengetahuankeagamaan agar dapat membina jiwa kerukunan anak didiknyamenjadi lebih mantap, tanpa mengurangi keyakinan dankeimanan agama yang dipeluknya masing-masing.

V. Kepada pemimpin lembaga kemasyarakatan perlu dihimbau untukmemperhatikan hajat keagamaan dan memberikan kesempatan

Page 272: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

254

pelaksanaan ibadah dan peringatan hari-hari besar keagamaanbagi semua agama dalam wilayah kewenangannya, dan agarbijaksana sehingga tidak menimbulkan kesan adanya paksaanatau larangan dan pembauran akidah dan syariat (ajaran danaturan) agama yang berbeda-beda.

Jakarta, 25 Agustus 1981

Atas nama wadah Musyawarah Antar Umat Beragama wakil-wakil Majelis Agama:

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI):ttd ttd( K.H.M. Syukri Ghazali ) (H.S. Projokusumo)Ketua Umum Sekretaris

2. Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI):ttd ttd( DR. P.D. Latuihamallo) ( DR. S.A.E. Nababan )Ketua Umum Sekretaris

3. Majelis Agung Waligereja Indonesia:ttd ttd( Mgr. DR. Leo Soekoto SJ ) ( Mgr. Drs. Ig. Harsana )Sekretaris Umum MAWI Ketua Komisi

Hubungan Antar Agamadan Kepercayaan

4. Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP):ttd ttd( Drs. Ida Bagus Oka Puniatmaja ) ( I Wayan Surpha )Ketua I Sekretaris

5. Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI):ttd ttd( Soeprapto H.S ) ( Seno Soenoto)Ketua Umum Sekretaris Jenderal

6. Departemen Agama:ttd ttd( Drs. H. Ahmad Ludjito ) ( H. Zaini Ahmad Noeh )Kepala Badan Penelitian dan Staf Ahli Menteri AgamaPengembangan Agama

Lampiran 21:

Page 273: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

255

INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL BIMBINGANMASYARAKAT ISLAM

NOMOR : KEP/D/101/78

TENTANG

TUNTUNAN PENGGUNAAN PENGERAS SUARA DIMASJID DAN MUSHALLA

MEMUTUSKAN

MENIMBANG:

a. bahwa penggunaan pengeras suara oleh Masjid/Langgar/Musholla telah menyebar sedemikian rupa di seluruhIndonesia, baik untuk adzan, iqomah, membaca ayat Al-Qur’an,membaca do’a, peringatan Hari Besar Islam dan lain-lain.

b. bahwa meluasnya penggunaan pengeras suara tersebut selainmenimbulkan kegairahan beragama dan menambah syi’arkehidupan keagamaan, juga sekaligus pada sebagianlingkungan masyarakat telah menimbulkan ekses-ekses rasatidak simpati disebabkan pemakaiannya yang kurangmemenuhi syarat.

c. Bahwa agar penggunaan pengeras suara oleh Masjid/Langgar/Musholla lebih mencapai sasaran menimbulkan daya tarikuntuk beribadah kepada Allah SWT, dianggap perlumengeluarkan tuntunan tentang penggunaan pengeras suaraoleh Masjid/Langgar/Musholla untuk dipedomani oleh parapengurus Masjid/Langgar/Musholla di seluruh Indonesia.

MENGINGAT:

1. Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 18 tahun 1975(disempurnakan);

2. Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 44 tahun 1978;3. Instruksi Menteri Agama Nomor 9 tahun 1978;4. Surat Edaran Menteri Agama Nomor 3 tahun 1978.MEMPERHATIKAN:

Keputusan-Keputusan Lokakarya Pembinaan Perikehidupan

Page 274: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

256

Beragama Islam (P2A) tentang penggunaan pengeras suara Masjiddan Musholla yang diadakan tanggal 28 dan 29 Mei 1978 di Jakarta.

MENGINSTRUKSIKAN

KEPADA:1. Kepala Bidang Penerangan Agama Islam seluruh Indonesia;2. Kepala Seksi Penerangan Agama Islam seluruh Indonesia;3. Kepala Bidang Urusan Agama Islam seluruh Indonesia;4. Kepala Seksi Urusan Agama Islam seluruh Indonesia;5. Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan di seluruh Indonesia;

dengan Koordinasi Kepala Kantor Departemen Agama Propinsi/Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya.

UNTUK:1. Memberikan tuntutan, bimbingan dan petunjuk kepada para

Pengurus Masjid/Langgar/Musholla di daerah masing-masingtentang penggunaan pengeras suara di Masjid dan Mushollasebagaimana Tuntunan terlampir.

2. Memberikan penjelasan kepada Pengurus Masjid/Langgar/Musholla di daerah masing-masing secara face to face(langsung) dalam bentuk briefing, rapat, penataran dan lain-lain tentang isi dan maksud dari pada Tuntunan terlampirbersama Keputusan Lokakarya P2A tentang hal yang sama.

3. Memberikan laporan pelaksanaan dan Instruksi nomor dua diatas dan pelaksanaannya di masyarakat kepada atasanmasing-masing.

Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 17 Juli 1978

DIREKTUR JENDERALBIMBINGAN MASYARAKAT ISLAMCap/ttdDRS. H. KAFRAWI, M.A

Tembusan:1. Bapak Menteri Agama R.I

Page 275: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

257

2. Inspektur Jenderal Departemen Agama3. Sekretaris Jenderal Departemen Agama4. Kepala Kanwil Departemen Agama seluruh Indonesia5. Majelis Ulama Indonesia6. Para Direktur pada Ditjen Bimas Islam7. Organisasi-organisasi Masjid tingkat Pusat8. Lembaga Dakwah dan Majelis Ulama seluruh Indonesia.

LAMPIRAN INSTRUKSI DIREKTUR JENDERALBIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM

NOMOR : KEP/D/101/78 TANGGAL 17 JULI 1978

Page 276: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

258

TENTANG

TUNTUNAN PENGGUNAAN PENGERAS SUARA DIMASJID DAN MUSHALLA

A. Pengertian

1. Pengertian Pengeras Suara di sini adalah perlengkapan tehnikyang terdiri dari mikrofon, amplifier, loud speaker dan kabel-kabel tempat mengalirnya arus listrik.

2. Pengeras Suara di Masjid, Langgar atau Musholla yaituPengeras Suara yang tersebut di atas yang dimaksudkan untukmemperluas jangkauan penyampaian dari apa-apa yangdisiarkan di dalam masjid, langgar atau musholla seperti adzan,iqomah, do’a, praktek sholat, takbir, pembacaan ayat Al-Qur’an, pengajian dan lain-lain.

B. Keuntungan dan Kerugian menggunakan Pengeras Suara

1. Keuntungan menggunakan Pengeras Suara di masjid, langgardan musholla berarti tercapainya sasaran dakwah/penyampaian agama kepada masyarakat yang lebih luas baikdi dalam maupun di luar masjid, langgar dan atau musholla.

Jamaah atau umat Islam yang jauh letaknya dari masjid,langgar atau musholla serentak dapat mendengarkan panggilanatau pesan dakwah walaupun tidak hadir dalam masjid. Dankegunaan penggunaan Pengeras Suara di dalam masjiddimaksudkan agar anggota jamaah yang jauh dari imam,muballigh atau guru yang menyampaikan tabligh menjadi samajelas mendengar sebagaimana yang duduknya dekat denganimam/muballigh tersebut.

2. Kerugian dari penggunaan Pengeras Suara ke luar masjid, langgaratau musholla diantaranya dapat mengganggu kepada orang yangsedang istirahat atau sedang beribadah di dalam rumah masing-

Page 277: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

259

masing seperti mereka yang melaksanakan tahajjud,menyelenggarakan upacara agama dan lain-lain.Khusus di kota-kota besar di mana anggota masyarakat tidaklagi memiliki jam yang sama untuk bekerja, pergi dan pulangke rumah sangat terasa sekali. Sebagaimana juga sifatmajemuknya masyarakat kota yang rumah-rumah di sekitarmasjid tidak jarang dihuni oleh mereka yang berlainan agamabahkan orang yang berlainan kewarga negaraan seperti para dip-lomat atau pegawai bangsa asing.Dari beberapa ayat Al-Qur’an terutama tentang kewajibanmenghormati jiran/tetangga, demikian juga dari banyak haditsNabi Muhammad SAW menunjukkan adanya batas-batasdalam hal ke luarnya suara yang dapat menimbulkan gangguanwalaupun yang disuarakan adalah ayat suci, do’a ataupanggilan kebaikan sebagaimana antara lain tercantum dalamdalil-dalil yang dilampirkan pada keputusan lokakarya P2A tentangPenggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musholla. Selaindari ayat-ayat atau hadits-hadits yang tegas mengingatkan tidakbolehnya umat Islam menimbulkan gangguan kepada tetangga,juga terdapat ayat atau hadits yang mendorong disyiarkannyaagama Islam supaya umat makin taqwa kepada Allah SWT.Kesemuanya itu mendorong umat Islam untuk mencari cara-cara yang bijaksana diantara melaksanakan syiar dan menjagakeutuhan hidup bertetangga yang tidak menimbulkan sesuatugangguan bahkan keharmonisan dan rasa simpati yang timbalbalik.

C. Fungsi Penggunaan Pengeras Suara oleh Masjid, Langgardan MushallaDari beberapa ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad

SAW, kita dapat menarik kesimpulan bahwa fungsi Pengeras Suaradi Masjid, Langgar dan Mushalla adalah untuk:

1. Meningkatkan daya jangkau seruan keagamaan agar supayaumat makin mencintai agamanya dan melaksanakan agama-nya dengan sebaik-baiknya.

2. Menimbulkan Syiar keagamaan agar supaya masyarakat

Page 278: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

260

memahami dan mencintai agama Islam dan keagungan AllahSWT.

D. Syarat-syarat Penggunaan Pengeras Suara

Agar supaya pengeras suara di dalam masjid, langgar ataumusholla dapat berfungsi seperti tersebut di atas diperlukanterpenuhinya beberapa persyaratan sebagai berikut:1. Perawatan Pengeras Suara oleh seorang yang terampil dan

bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengandemikian tidak ada suara-suara bising, berdengung yang dapatmenimbulkan anti-pati atau anggapan tidak teraturnya suatumasjid, langgar atau musholla.

2. Mereka yang menggunakan Pengeras Suara (muadzin,pembaca Al-Qur’an, imam shalat dan lain-lain) hendaklahmemiliki suara yang fasih, merdu, enak, tidak cemplang,sumbang atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkananggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid danbahkan jauh dari pada menimbulkan rasa cinta dan simpatiyang mendengarkan.

3. Dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan seperti tidak bolehnyaterlalu meninggikan suara do’a, dzikir dan shalat. Karenapelanggaran hal-hal seperti ini bukan menimbulkan simpatimelainkan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidakmentaati ajaran agamanya.

4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengar berasadalam keadaan siap untuk mendengarnya. Bukan dalam waktutidur istirahat, sedang beribadah ataupun melakukan upacara.Dalam keadaan demikian (kecuali panggilan adzan) tidak akanmenimbulkan kecintaan orang, bahkan sebaliknya. Berbedadengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakat masihterbatas, maka suara-suara keagamaan dari dalam masjid,langgar, mushalla selain berarti seruan taqwa, juga dapatdianggap hiburan mengisi kesepian sekitar.

5. Dari tuntunan Nabi, suara adzan sebagai tanda masuknya shalatmemang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan PengerasSuara untuknya adalah tidak dapat diperdebatkan, yang perlu

Page 279: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

261

diperdebatkan adalah agar suara muadzin tidak sumbang dansebaliknya enak, merdu, dan syahdu.

E. Pemasangan Pengeras Suara:

Untuk tercapainya fungsi Pengeras Suara seperti tersebut padabagian C, perlu pengaturan pemasangan sebagai berikut:

1. Diatur sedemikian rupa sehingga corong yang ke luar dapatdipisahkan dengan corong ke dalam. Jelasnya terdapat saluranyang semata-mata ditujukan ke luar.

2. Dan yang kedua berapa corong yang semata-mata ditujukanke dalam ruangan masjid, langgar atau musholla.

3. Acara yang ditujukan ke luar, tidak terdengar keras ke dalamyang dapat mengganggu orang shalat sunnat atau dzikir.Demikian juga corong yang ditujukan ke dalam masjid tidakterdengar ke luar sehingga tidak mengganggu yang sedangistirahat.

F. Pemakaian Pengeras Suara

Pada dasarnya suara yang disalurkan ke luar masjid hanyalahadzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat. Demikian juga shalatdan do’a pada dasarnya hanya untuk kepentingan jama’ah ke dalamdan tidak perlu ditujukan ke luar untuk tidak melanggar ketentuansyari’ah yang melarang bersuara keras dalam sholat dan do’a.Sedangkan dzikir pada dasarnya adalah ibadah individu langsungdengan Allah SWT karena itu tidak perlu menggunakan pengerassuara baik ke dalam atau ke luar.

Secara lebih terperinci kiranya perlu dipedomani ketentuansebagai berikut:

1. Waktu Subuha. Sebelum waktu subuh, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan

dengan menggunakan Pengeras Suara paling awal 15menit sebelum waktunya.Kesempatan ini dipergunakan untuk pembacaan ayat suciAl-Qur’an yang dimaksudkan untuk membangunkan kaum

Page 280: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

262

Muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat,membersihkan diri dan lain-lain.

b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al-Qur’an tersebut dapatmenggunakan pengeras suara ke luar. Sedangkan kedalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yangsedang beribadah dalam masjid.

c. Adzan waktu subuh menggunakan pengeras suara ke luar.d. Shalat subuh, kuliah subuh dan semacamnya mengguna-

kan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentinganjama’ah) dan hanya ditujukan ke dalam saja.

2. Waktu Dzuhur dan Jum’ata. Lima menit menjelang dzuhur dan Jum’at supaya diisi

dengan bacaan Al-Qur’an yang ditujukan ke luar.b. Demikian juga suara Adzan bilamana telah tiba waktunya.c. Bacaan shalat, do’a, pengumuman, khutbah dan lain-lain

menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam.

3. Ashar, Maghrib dan Isya’ :a. Lima menit sebelum adzan pada waktunya, dianjurkan

membaca Al-Qur’an.b. Pada waktu datang waktu shalat dilakukan adzan dengan

pengeras suara ke luar dan ke dalam.c. Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu hanya ke

dalam.

4. Takbir, Tarhim dan Ramadhana. Takbir Idul Fitri, Idul Adha dilakukan dengan pengeras

suara ke luar. Pada Idul Fitri dilakukan malam 1 Syawaldan hari 1 Syawal.Pada Idul Adha dilakukan 4 hari berturut-turut sejakmalam 10 Dzulhijjah.

b. Tarhim yang berupa do’a menggunakan pengeras suarake dalam. Dan tarhim berupa dzikir tidak menggunakanpengeras suara.

c. Pada bulan Ramadhan sebagaimana pada hari dan malam

Page 281: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

263

biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Qur’anyang ditujukan ke dalam seperti tadarrusan dan lain-lain.

5. Upacara hari besar Islam dan PengajianTabligh hari besar Islam atau Pengajian harus disampaikan olehMuballigh dengan memperhatikan kondisi dan keadaan audience(jama’ah). Expresi dan raut muka pendengar harus diperhatikandan memberikan bahan kepada muballigh untukmenyempurnakan tablighnya baik isi maupun carapenyampaiannya.

Karena itu tabligh/pengajian hanya menggunakan pengerassuara yang ditujukan ke dalam, dan tidak untuk ke luar karenatidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih seringmenimbulkan gangguan bagi yang istirahat daripadadidengarkan sungguh-sungguh.

Dikecualikan dari hal ini, apabila pengunjung tabligh atau haribesar Islam memang melimpah ke luar.

G. Hal-hal yang harus dihindari

Untuk mencapai pengaruh kepada masyarakat dan dicintaipendengar, kiranya diperhatikan agar hal-hal berikut dihindari untuktidak dilaksanakan:1. Mengetuk-ngetuk Pengeras Suara. Secara teknis hal ini akan

mempercepat kerusakan pada peralatan di dalam yang teramatpeka pada gesekan yang keras.

2. Kata-kata seperti: percobaan-percobaan, satu, dua danseterusnya.

3. Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.4. Membiarkan suara kaset sampai lewat dari yang dimaksud

atau memutar kaset (Qur’an, ceramah) yang sudah tidak betulsuaranya.

5. Membiarkan pengeras suara untuk memanggil-manggil namaseseorang atau mengajak bangun (di luar panggilan adzan).

H. Suara dan Kaset

Seperti diuraikan di depan, suara yang dipancarkan melalui

Page 282: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

264

pengeras suara, karena didengar orang banyak dan sebagainyaterutama orang-orang terpelajar diperlukan syarat-syarat sebagaiberikut:1. Memiliki suara yang pas, tidak sumbang atau terlalu kecil.2. Merdu dan fasih dalam bacaan/naskah.3. Dalam hal menggunakan kaset hendaknya diperhatikan dan

dicoba sebelumnya, baik mutu atau lamanya untuk tidakdihentikan mendadak sebelum waktunya.

4. Adzan pada waktunya hendaknya tidak menggunakan kasetkecuali bila terpaksa.

I. Pengeras Suara pada Masjid, Langgar atau Mushalla diKampung

1. Pada umumnya ketentuan yang ketat ini berlaku untuk kota-kota besar yaitu Ibukota Negara, Ibukota Propinsi dan IbukotaKabupaten/Kotamadya. Yakni di mana penduduk aneka wargaagama dan kebangsaan, aneka warna dalam jam kerja dankeperluan bekerja tenang di rumah dan lain-lain.

2. Untuk masjid, langgar dan mushalla di desa/kampungpemakaiannya dapat lebih longgar dengan memperhatikantanggapan dan reaksi masyarakat. Kecuali hal-hal yangdilarang oleh syara’.

Jakarta, 17 Juli 1978

DIREKTUR JENDERALBIMBINGAN MASYARAKAT ISLAMCap/ttdDRS. H. KAFRAWI, M.A

Lampiran 22:

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIANOMOR 84 TAHUN 1996

Page 283: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

265

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGGULANGANKERAWANAN KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN

Menimbang : a. bahwa keberagaman bangsa Indonesiayang meliputi bermacam suku bangsa,bahasa, dan adat istiadat, budaya danagama, merupakan faktor yang potensialbagi timbulnya disintegrasi. Oleh karenaitu setiap gejala dan kerawanan yangtimbul ke arah itu perlu ditangani secaradini.

b. bahwa interaksi antara warga masyarakatyang berbeda agama perlu dibina danditangani secara arif dan bijaksana.

c. bahwa untuk memperoleh keseragamanlangkah dan tindakan dalam menanganikerawanan di bidang kerukunan hidupumat beragama perlu dikeluarkanpetunjuk pelaksanaan tentang haltersebut.

Mengingat : 1. Undang-undang nomor 8 Tahun 1985tentang Organisasi Kemasyarakatan;

2. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun1984 tentang Susunan Organisasi

Page 284: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

266

Departemen;3. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun

1984 tentang Susunan OrganisasiDepartemen, dengan segala perubahannyaterakhir dengan Keputusan Presiden RINomor 18 Tahun 1994;

4. Keputusan Presiden RI Nomor 29 Tahun1988 tentang Badan Koordinasi BantuanPemantapan Stabilitas Nasional;

5. Keputusan Menteri Agama Nomor 18Tahun 1975 tentang Susunan Organisasidan Tata Kerja Departemen Agama yangtelah diubah dan disempurnakan terakhirdengan Keputusan Menteri Agama Nomor75 Tahun 1984;

6. Keputusan Menteri Agama Nomor 45Tahun 1981 tentang Organisasi dan TataKerja Kantor Wilayah Departemen AgamaPropinsi, Kantor Departemen AgamaKabupaten/Kotamadya, dan Balai Pen-didikan dan Latihan Pegawai TeknisKeagamaan Departemen Agama.

Memperhatikan : Keputusan Panglima ABRI Nomor: Skep/868/X/1994 tentang Petunjuk PelaksanaanTentang Manajemen Penanggulangan Krisis.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIKINDONESIA TENTANG PETUNJUK PELAK-SANAAN PENANGGULANGAN KERAWAN-AN DI BIDANG KERUKUNAN HIDUP UMATBERAGAMA

Pertama : Petunjuk Pelaksanaan PenanggulanganKerawanan di Bidang Kerukunan Hidup UmatBeragama selanjutnya disebut Juklak Ke-rawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama

Page 285: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

267

sebagaimana tersebut dalam LampiranKeputusan ini.

Kedua : Petunjuk Pelaksanaan PenanggulanganKerawanan di Bidang Kerukunan Hidup UmatBeragama ini merupakan pedoman kerja parapejabat dan pimpinan satuan organisasi dilingkungan Departemen Agama untukmengambil langkah-langkah dan melaksanakankoordinasi dalam mencegah dan menanggulangikerawanan di bidang kerukunan hidup umatberagama yang terjadi.

Ketiga : Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 28 Februari 1996

MENTERI AGAMA RITtd.Dr. H. TARMIZI TAHER

Tembusan :1. Bapak Wakil Presiden RI;2. Kepala Badan Pemeriksa Keuangan;3. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan;4. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;5. Menteri Dalam Negeri;6. Ketua Komisi IX DPR RI;7. Panglima ABRI/Ketua Bakorstanas;8. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;9. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Para Direktur

Jenderal;10. Kepala Badan Litbang Agama dan Staf Ahli Menteri di

lingkungan Departemen Agama;11. Para Rektor IAIN Seluruh Indonesia;12. Kepala Biro, Inspektur, Direktur, Kapuslitbang Agama;13. Sekretaris, Kapusdiklat Pegawai di Lingkungan Dep. Agama;

Page 286: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

268

14. Para Kepala Kanwil Dep. Agama Propinsi atau setingkat;15. Ketua PTA di lingkungan Dep. Agama;16. Biro Hukum dan Humas untuk Dokumentasi.

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMA RINOMOR 84 TAHUN 1996

TENTANGPETUNJUK PELAKSANAAN

Page 287: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

269

PENANGGULANGAN KERAWANANDI BIDANG KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

I. PENDAHULUAN

A. UMUM

1. Keberagaman bangsa Indonesia yang meliputi bermacam sukubangsa, bahasa, adat-istiadat, budaya, dan agama, merupakanfaktor yang potensial bagi timbulnya disintegrasi bangsa.Berkenaan dengan itu persatuan dan kesatuan bangsamerupakan politik nasional yang strategis, karena berkaitanlangsung dengan eksistensi negara Republik Indonesia.

2. Agama merupakan salah satu hak asasi manusia yang palingmendasar dan sensitif. Interaksi antar warga masyarakat yangberbeda agama perlu dibina dan ditangani secara arif danbijaksana dengan mendorong suasana dialogis, jujur, danbertanggung jawab untuk memecahkan berbagai masalahyang menjadi penyebab timbulnya gangguan kerukunan hidupumat beragama.

3. Departemen Agama sebagai lembaga pemerintahan yangbertugas mengatur tata kehidupan beragama dalam sistemkehidupan nasional, bertanggung jawab untuk melakukanpencegahan dan penanggulangan setiap kerawanan yangtimbul, sebagai akibat pergaulan umat beragama.

4. Untuk itu perlu suatu piranti lunak yang berwujud petunjukpelaksanaan tentang penanggulangan kerawanan di bidangkerukunan hidup umat beragama yang mungkin timbul.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Petunjuk pelaksanaan ini dimaksudkan sebagai pedoman danacuan bagi para pejabat Departemen Agama di pusat dan daerah agarsenantiasa siap untuk mendeteksi dan mencegah secara dinitimbulnya kerawanan, menanggulangi, maupun merehabilitasi bidangkerukunan hidup umat beragama.

Page 288: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

270

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup petunjuk pelaksanaan ini adalah keadaan rawanyang terjadi di bidang kerukunan hidup umat beragama, yangmencakup tata cara pencegahan pada pra krisis danpenanggulangan purna krisis (rehabilitasi).

D. DASAR HUKUM

1. Undang-undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentangPencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama;

2. Keputusan Presiden RI Nomor 29 Tahun 1988 tentang BadanKoordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional;

3. Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978 tentangPedoman Penyiaran Agama;

4. Keputusan Menteri Agama Nomor 77 Tahun 1978 tentangBantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indo-nesia;

5. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam NegeriNomor 01/Ber/Mdn-Mag/1969 tentang Pelaksanaan TugasAparat Pemerintah Dalam Menjamin Ketertiban danKelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agamaoleh Pemeluk-pemeluknya;

6. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam NegeriNomor 1 Tahun 1979/1 Tahun 1979 tentang Tata CaraPenyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada LembagaKeagamaan di Indonesia;

7. Keputusan Menteri Agama Nomor 35 Tahun 1980 tentang WadahMusyawarah Antar Umat Beragama;

8. Instruksi Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1981 tentangPelaksanaan Pembinaan Kerukunan hidup umat beragamadi daerah sehubungan dengan telah terbentuknya WadahMusyawarah Antar Umat Beragama;

9. Surat Edaran Menteri Agama Nomor MA/432/1981 tanggal 2September 1981 tentang Penyelenggaraan Peringatan Hari-hari Besar Keagamaan.

Page 289: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

271

E. PENGERTIAN1. Aman, adalah suatu keadaan dalam kehidupan masyarakat di

mana administrasi pemerintahan, administrasi pembangunan danadministrasi kemasyarakatan dapat berfungsi dengan baik;

2. Rawan, adalah suatu keadaan yang dapat mengganggukerukunan hidup umat beragama, yang antara lain ditandaidengan timbulnya keresahan-keresahan sosial.

3. Gawat, adalah suatu keadaan di mana keresahan sosialmenjadi ketegangan sosial akibat dari gangguan terhadapkerukunan hidup umat beragama yang disertai berbagai isu-isu,aksi-aksi keberingasan sosial yang mengganggu ataumengancam stabilitas nasional;

4. Huru-hara, adalah tindakan atau perbuatan pidana yangdilakukan oleh sekelompok massa secara bersama-samadengan sengaja dan terbuka dalam bentuk ancamankekerasan serta mengganggu keamanan dan ketertibanmasyarakat;

5. Konflik, adalah suatu persengketaan antara dua pihak ataulebih akibat perbedaan kepentingan;

6. Krisis Kerukunan Hidup Umat Beragama, adalah suatukeadaan gawat/darurat yang mengancam stabilitas nasionaldan integritas bangsa sebagai akibat dari adanya konflikterbuka antara dua pihak yang bersengketa, baik intern umatberagama, antar umat beragama, maupun antara umatberagama dengan Pemerintah, disertai dengan tindakananarki; kekerasan, dan pelecehan hukum, baik yang mendadakmaupun eskalatip.

7. Penodaan agama, adalah seseorang atau kelompok/golongan yang sengaja di muka umum menceritakan,menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untukmelakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut diIndonesia, atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yangmenyerupai kegiatan dari agama lain yang menyimpang daripokok-pokok ajaran agama itu.

Page 290: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

272

8. Manajemen penanggulangan kerawanan di bidang kerukunanhidup umat beragama, adalah suatu sistem yang mengaturlangkah-langkah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,dan pengendalian tentang tata cara pencegahan,penanggulangan, dan rehabilitasi terhadap keadaan luar biasayang terjadi dalam pembinaan kerukunan hidup umatberagama.

F. SISTEMATIKA

Petunjuk pelaksanaan ini disusun dan ditetapkan dengansistematika:I. PendahuluanII. Kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragamaIII. Upaya penanggulangan kerawananIV. Penutup

II. KERAWANAN DI BIDANG KERUKUNAN HIDUP UMATBERAGAMA

A. HAKIKAT KERAWANAN

Kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama padahakikatnya adalah suatu persengketaan atau pertentangan antaradua pihak atau lebih yang disebabkan masalah-masalahkeagamaan, baik intern umat beragama, antar umat beragama,maupun antara umat beragama dengan pemerintah, yang menjuruspada konflik terbuka dan tindakan-tindakan anarki dengan cirikekerasan fisik serta pelecehan hukum. Apabila keadaan tersebutdibiarkan berlangsung, dapat mengganggu stabilitas nasional danintegritas bangsa. Kerawanan dapat terjadi secara mendadakataupun bertahap/eskalatip. Umumnya terjadi tindakan yang sifatnyaspontan.

B. PENYEBAB KERAWANAN

Kegiatan keagamaan yang dapat menjadi penyebab timbulnyakerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama, antara lain

Page 291: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

273

adalah :

1. Pendirian tempat ibadatTempat ibadat yang didirikan tanpa mempertimbangkan situasidan kondisi lingkungan umat beragama setempat seringmenciptakan ketidak-harmonisan umat beragama yang dapatmenimbulkan konflik antar umat beragama.

2. Penyiaran agamaPenyiaran agama, baik secara lisan, melalui media cetakseperti brosur, pamplet, selebaran dan sebagainya, maupunmedia elektronika, serta media yang lain dapat menimbulkankerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama, lebih-lebih yang ditujukan kepada orang yang telah memeluk agamalain.

3. Bantuan Luar NegeriBantuan dari Luar Negeri untuk pengembangan danpenyebaran suatu agama, baik yang berupa bantuan materil/finansial ataupun bantuan tenaga ahli keagamaan, bila tidakmengikuti peraturan yang ada, dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam kerukunan hidup umat beragama, baik in-tern umat beragama yang dibantu, maupun antar umatberagama.

4. Perkawinan Berbeda AgamaPerkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang berbedaagama, walaupun pada mulanya bersifat pribadi dan konflikantar keluarga, sering mengganggu keharmonisan dankerukunan hidup umat beragama, lebih-lebih apabila sampaikepada akibat hukum dari perkawinan tersebut, atau terhadapharta benda perkawinan, warisan dan sebagainya.

5. Perayaan hari besar keagamaanPenyelenggaraan perayaan hari besar keagamaan yangkurang mempertimbangkan kondisi dan situasi serta lokasidimana perayaan tersebut diselenggarakan dapat menyebabkantimbulnya kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama.

6. Penodaan agama

Page 292: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

274

Perbuatan yang bersifat melecehkan atau menodai ajaran dankeyakinan suatu agama tertentu yang dilakukan oleh seseorangatau sekelompok orang, dapat menyebabkan timbulnyakerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama.

7. Kegiatan aliran sempalanKegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok or-ang yang didasarkan pada keyakinan terhadap suatu agamatertentu secara menyimpang dari ajaran agama yangbersangkutan dan menimbulkan keresahan terhadapkehidupan beragama, dapat menyebabkan timbulnyakerawanan di bidang kerukunan hidup beragama.

8. Aspek non agama yang mempengaruhiAspek-aspek non agama yang dapat mempengaruhikerukunan hidup umat beragama antara lain: kepadatanpenduduk, kesenjangan sosial-ekonomi, pelaksanaanpendidikan, penyusupan ideologi dan politik berhaluan kerasyang berskala regional maupun internasional yang masuk keIndonesia melalui kegiatan agama.

III. UPAYA PENANGGULANGAN KERAWANAN

A. PENCEGAHAN

Mencegah timbulnya kerawanan merupakan upaya yangterbaik, karena dapat memberikan ketenangan, kedamaian, dankesejukan kepada umat beragama untuk dapat melaksanakanajaran agamanya.

Untuk menciptakan kondisi yang demikian harus diusahakansejak dini melalui bimbingan dan pembinaan kerukunan hidup umatberagama oleh jajaran Departemen Agama, baik di pusat maupundi daerah.

Bimbingan dan pembinaan sebagai upaya mencegah timbulnyakerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama tersebut antaralain:

Page 293: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

275

1. Penyuluhan dan pemasyarakatan peraturan perundanganterutama yang berhubungan dengan pembinaan tatakehidupan beragama seperti:a. Keputusan Bersama Menteri Agama dengan Menteri Dalam

Negeri No. 01/Ber/Mdn-Mag/1969 tentang PelaksanaanTugas Aparat Pemerintah dalam Menjamin Ketertiban danKelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agamaoleh Pemeluk-pemeluknya.

b. Keputusan Bersama Menteri Agama dengan Menteri DalamNegeri No. 1 tahun 1979/1 tahun 1979 tentang TatacaraPenyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepadaLembaga Keagamaan di Indonesia.

c. Keputusan Menteri Agama No. 70 tahun 1978 tentangPedoman Penyiaran Agama.

d. Keputusan Menteri Agama No. 77 tahun 1978 tentangBantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan diIndonesia.

e. Surat Edaran Menteri Agama No. MA/432/1981 tanggal2 September 1981 tentang Penyelenggaraan PeringatanHari-hari Besar Keagamaan.

2. Perumusan kode etik pergaulan umat beragama

Kode etik pergaulan umat beragama mempunyai perananpenting bagi upaya pembinaan kerukunan hidup umat beragama.Melalui kode etik seorang pemeluk suatu agama dapat memahamibagaimana bersikap terhadap orang lain yang berbeda agama.Berbagai kebijaksanaan pemerintah di bidang ini pada hakekatnyamerupakan rintisan untuk mewujudkan kode etik pergaulan umatberagama tersebut.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain:

a. Kakanwil Dep. Agama Propinsi dan Kakandep AgamaKabupaten/Kodya bersama-sama dengan pemuka agamasetempat membuat kesepakatan-kesepakatan untukmelaksanakan kebijaksanaan Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri di bidang kerukunan umat beragama beserta

Page 294: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

276

pengembangannya di daerah masing-masing.

b. Kesepakatan tersebut dirumuskan melalui forum musyawarah,dialog, sarasehan, tatap muka dan sebagainya antara pemuka-pemuka agama dengan pemerintah. Kesepakatan-kesepakatantersebut akan lebih baik apabila direkomendasikan oleh Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I atau Bupati/Kepala Daerah Tingkat IIatau Kepala Kanwil Dep. Agama Propinsi atau Kepala KantorDep. Agama Kabupaten/Kotamadya.

c. Memasyarakatkan kesepakatan-kesepakatan tersebut kepadaseluruh umat beragama dan pejabat-pejabat pemerintahanmelalui media yang ada sampai tingkat desa/kelurahan.

3. Penerapan kode etik pergaulan umat beragama

Sikap dan perilaku hidup rukun yang telah mengakar danmembudaya di kalangan warga masyarakat hendaknya dibina dandipupuk dengan menerapkan kode etik pergaulan umat beragama.

Upaya membina dan memupuk sikap hidup rukun tersebutdapat dilaksanakan melalui penyelenggaraan kerjasama sosialkemasyarakatan, kegiatan bantuan umat beragama dan forum-fo-rum kegiatan lain yang melibatkan umat beragama.

4. Pembentukan kader kerukunan umat beragama.

Setiap satuan organisasi Dep. Agama di Propinsi dan diKabupaten/Kotamadya hendaknya membentuk dan membinakader-kader kerukunan hidup beragama yang terdiri dari parapemuda-pemuda wakil dari Majelis-majelis Agama, dan tokoh-tokohagama.

Kader-kader kerukunan tersebut hendaknya selain mampumengerti, memahami dan menghayati kerukunan hidup beragamahendaknya juga mampu menjadi motivator, dinamisator, danstabilisator masyarakat dalam membina kerukunan hidup umatberagama.

5. Forum pertemuan pemuka agama.

Page 295: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

277

Dalam rangka pembinaan kerukunan hidup beragama, perludiselenggarakan forum pertemuan tatap muka antara pemuka-pemuka agama dengan pimpinan satuan organisasi Dep. Agamadi Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya secara berkala Forumpertemuan tersebut dapat berwujud forum dialog, musyawarah,silaturahmi, sarasehan dan sebagainya sebagai forum untuk salingtukar informasi, konsultasi dan sebagainya.B. PENANGGULANGAN KERAWANAN

Apabila upaya mencegah kerawanan telah dilakukan secaraoptimal tetap terjadi keadaan luar biasa (kerawanan), maka tindakanyang dilakukan adalah menanggulangi kerawanan tersebut dengancepat, tepat dan arif, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Sepanjang masih dalam tingkat kerawanan, yakni pra krisisdan purna krisis, penanggulangan dilakukan oleh aparatDepartemen Agama dibantu oleh instansi terkait dan aparatHankam.

2. Apabila sudah masuk dalam keadaan krisis, penanggulangandilakukan oleh aparat keamanan (ABRI) berdasarkanKeputusan Pangab Nomor: Skep 868/X/1994 Juklakmanajemen penanggulangan krisis dibantu oleh aparat Dep.Agama dan instansi terkait.

3. Tugas, wewenang dan tanggung jawab aparat Dep. Agamadalam menanggulangi kerawanan tersebut diatur sebagaiberikut:a. Kepala KUA Kecamatan, Kepala MIN, Kepala MTsN dan

Kepala MAN.1) Apabila melihat, mendengar, atau mengetahui telah

terjadi kerawanan di bidang kerukunan hidup umatberagama, segera turun ke lapangan untukmengidentifikasi kerawanan itu; apa masalahnya, dimana terjadi, waktu kejadian, apa sebabnya dansiapa saja yang terlibat dalam kerawanan tersebut.

2) Berusaha menormalisir keadaan berdasarkankebijaksanaan pemerintah sesuai dengan wewenangdan tanggung jawab selaku aparat Dep. Agama.

Page 296: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

278

Berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Tripikasetempat.Hasil identifikasi dituangkan dalam laporan singkat,ditandatangani oleh Kepala/Wakil atas nama jabatan,kemudian dikirimkan kepada Kepala KandepagKabupaten/Kotamadya masing-masing dan tembusan-nya dikirim kepada Kepala Kanwil dengan Facsimile(melalui Wartel terdekat).

b. Kepala Kantor Dep. Agama Kabupaten/Kodya1) Setelah menerima laporan dari Kepala KUA, MIN,

MTsN dan Kepala MAN atau mendengar, menyaksi-kan, dan mengetahui kejadian itu segera turun kelapangan untuk mengidentifikasi kerawanantersebut; apa masalahnya, tempat dan waktukejadian, apa sebabnya dan siapa saja yang terlibatdalam kerawanan tersebut.

2) Mengatasi kerawanan tersebut berdasar kebijak-sanaan Pemerintah sesuai dengan tugas,wewenang dan tanggung jawab selaku aparat Dep.Agama.Berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Bupati/Kepala Daerah, atau Walikota Madya dan Muspidasetempat serta instansi terkait.

3) Berusaha untuk melokalisir agar kerawanan itu tidakmeluas ke daerah lain baik fisik maupun non fisik.

4) Melaporkan dengan segera kejadian itu kepadaKepala Kanwil dengan Facsimile melalui Wartelterdekat kemudian diikuti dengan pengiriman tertulismelalui Pos atau melalui jasa pengiriman tercepatyang ada atau dengan cara khusus.Apabila dipandang perlu dapat mengirim langsung keDepartemen Agama Jakarta dengan Facsimile kepadasalah satu nomor Facsimile berikut ini:Kepada Sekretaris Jenderal Nomor Fac : 021 -3800177

Page 297: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

279

Kepada Inspektur Jenderal Nomor Fac : 021 - 3140135Sehubungan dengan itu, Kepala Kanwil agar selalumembuka Facsimile selama 24 jam.

5) Ketua PA, Dekan Fakultas, dan Direktur AkademiPendidikan Agama Kristen yang berkantor diKabupaten/Kodya setempat yang mengetahui danmendengar telah terjadi kerawanan di bidangkerukunan hidup umat beragama agarmemberitahukan kepada Kepala Kandepag dengansegera untuk mendapatkan penanganan danpenanggulangan sesuai petunjuk di atas.

c. Kepala Kanwil Dep. Agama Propinsi1) Setelah menerima laporan dari Kepala Kandepag

Kabupaten/Kodya atau mengetahui kerawanantersebut segera turun ke lapangan untukmengidentifikasi, apa masalahnya, waktu dantempat kejadian, apa sebabnya, dan siapa yangterlibat dalam kerawanan itu.

2) Berusaha untuk mengatasi kerawanan itu ber-dasarkan kebijaksanaan pemerintah sesuai dengantugas, wewenang dan tanggungjawabnya selakuaparat Departemen Agama.

3) Berkonsultasi dan berkoordinasi dengan GubernurKepala Daerah Tingkat I dan atau Muspida setempat.

4) Berusaha untuk melokalisir kejadian tersebut agartidak meluas baik secara fisik maupun non fisik.

5) Melaporkan kejadian tersebut dan langkah-langkahyang telah dilakukan untuk mengatasinya kepadaMenteri Agama melalui Facsimile kepada salah satunonor Facsimile berikut:Sekretaris Jenderal Nomor Fac : 021 - 3800177Inspektur Jenderal Nomor Fac : 021 - 3140135Kemudian diikuti dengan pengiriman laporan lengkapmelalui pengiriman Pos Kilat atau jasa pengirimantercepat yang ada. Penanganan selanjutnya padatingkat Departemen akan dilakukan oleh Koordinator

Page 298: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

280

Wilayah yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama.6) Rektor IAIN, Ketua PTA, dan Direktur APGAH di Bali

yang mengetahui atau mendengar telah terjadi suatukerawanan agar segera memberitahukan kepadaKepala Kanwil Departemen Agama Propinsi untukmendapatkan penanganan dan penanggulangansesuai dengan petunjuk di atas.

d. Penanganan oleh Pejabat Eselon I Pusat1) Penanganan semua kasus keagamaan di kantor

pusat Dep. Agama dilaksanakan oleh PejabatEselon I Pusat dengan pembagian tugas sebagaiberikut:a) Semua kasus keagamaan yang terjadi di

wilayah pulau Jawa ditangani oleh SekretarisJenderal selaku Koordinator Wilayah Jawa.

b) Semua kasus keagamaan yang terjadi di wi-layah pulau Sumatera ditangani oleh InspekturJenderal selaku Koordinator Wilayah Su-matera.

c) Semua kasus keagamaan yang terjadi diwilayah pulau Kalimantan ditangani olehKepala Badan Litbang Agama selaku Koor-dinator Wilayah Kalimantan.

d) Semua kasus keagamaan yang terjadi di wi-layah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, danSulawesi Tenggara ditangani oleh DirekturJenderal Bimas Islam dan Urusan Haji selakuKoordinator Wilayah Sulawesi Selatan, Sula-wesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

e) Semua kasus keagamaan yang terjadi diwilayah Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jayaditangani oleh Dirjen Bimas (Kristen) Protestanselaku Koordinator Wilayah Sulawesi Utara,Maluku, dan Irian Jaya.

f) Semua kasus keagamaan yang terjadi di

Page 299: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

281

wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat ditanganioleh Dirjen Bimas Hindu dan Buddha selakuKoordinator Wilayah Bali dan Nusa TenggaraBarat.

g. Semua kasus keagamaan yang terjadi diwilayah Nusa Tenggara Timur dan Timor Timurditangani oleh Direktur Jenderal Bimas Katolikselaku Koordinator Wilayah Nusa TenggaraTimur dan Timor Timur.

2) Pejabat Eselon I tingkat pusat setelah mendengardan menerima laporan dari Kakanwil dan atautembusan laporan dari Kakandep bahwa telah terjadisuatu kerawanan di suatu daerah segera memberipetunjuk cara penyelesaian kerawanan tersebut danmelaporkan kepada Menteri Agama tentangkerawanan yang terjadi serta langkah yang sudahdiambil untuk mengatasinya.

3) Apabila untuk menyelesaikan suatu kasus diperkira-kan perlu keterlibatan instansi lain penyelesaiantersebut diselesaikan secara terkoordinasi.

4) Untuk melokalisir dan mengatasi kerawanan padasuatu daerah, press release agar dilakukan olehsatuan kerja kehumasan di tingkat Departemen.

5) Semua satuan organisasi baik di tingkat pusatmaupun di daerah (Setjen, Ditjen, Badan Litbang,Kanwil Depag Prop., Kandepag Kab./Kodya, danKUA Kecamatan) agar mendokumentasikan setiapkerawanan yang ada (dengan maping sistem)dengan cara-cara penyelesaiannya untuk menjadiacuan bagi pejabat berikutnya.

e. Penanggulangan purna krisis1. Penanggulangan kerawanan yang terjadi pada

purna krisis bersifat konsolidasi, bimbingan danpembinaan kembali serta penciptaan situasi agartenang kembali.

2. Penanggulangan sebagaimana dimaksud angka 1,

Page 300: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

282

dilakukan oleh Kepala Kantor Dep. Agama Kabupaten/Kotamadya apabila kerawanan itu terjadi diKabupaten/Kotamadya atau oleh Kepala KantorWilayah apabila kerawanan terjadi di tingkat Propinsi/DKI, DIY, atau Timor Timur.

3. Upaya konsolidasi dilakukan oleh Kepala KantorWilayah/Kepala Kantor Dep. Agama bersama-samadengan pimpinan umat beragama setempat,sekurang-kurangnya dengan pimpinan umatberagama terkait dengan peristiwa tersebut.

4. Apabila dalam melakukan konsolidasi diperlukankeikutsertaan instansi lain, Kepala Kantor Wilayah/Kepala Kantor Dep. Agama hendaknyamengusahakan keikutsertaan instansi lain tersebut.

5. Konsolidasi diarahkan agar terwujudnya situasitenang kembali seperti sediakala. Untukmewujudkan situasi tersebut diusahakan agarkomunikasi intern umat dan antar umat beragamadapat berjalan kembali, kehidupan masyarakat,berbangsa dan bernegara kembali pulih dan berjalanbiasa.

6. Apabila kegiatan konsolidasi telah dilaksanakan,kemudian dilaporkan kepada Menteri Agama melaluisaluran hirarki sebagaimana diatur pada huruf asampai dengan d.

IV. P E N U T U P

Petunjuk pelaksanaan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaipedoman, dimasyarakatkan, dan dilaksanakan dengan penuh rasatanggung jawab serta dijabarkan oleh seluruh satuan organisasi dansatuan kerja di lingkungan Departemen Agama sesuai dengan kondisidan perkembangan situasi yang dihadapi di lingkungan masing-masing.

Page 301: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

283

Jakarta, 28 Pebruari 1996

MENTERI AGAMA RIttdDr. H. TARMIZI TAHER

Lampiran 23:

Page 302: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

284

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR 6 TAHUN 2000

TENTANG

PENCABUTAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN1967 TENTANG AGAMA, KEPERCAYAAN, DAN

ADAT ISTIADAT CINA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan kegiatan agama,kepercayaan, dan adat istiadat, padahakikatnya merupakan bagian tidakterpisahkan dari hak asasi manusia;

b. bahwa pelaksanaan Instruksi PresidenNomor 14 Tahun 1967 tentang Agama,Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina,dirasakan oleh warga negara Indonesiaketurunan Cina telah membatasi ruanggeraknya dalam menyelenggarakankegiatan keagamaan, kepercayaan, danadat istiadatnya.

c. bahwa sehubungan dengan hal tersebutdalam huruf a dan b, dipandang perlumencabut Instruksi Presiden Nomor 14Tahun 1967 tentang Agama,Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cinadengan Keputusan Presiden.

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia (LembagaNegara Tahun 1999 Nomor 165 TambahanLembaran Negara Nomor 3886);

Page 303: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

285

MEMUTUSKAN

Menetapkan : 1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia (LembagaNegara Tahun 1999 Nomor 165 TambahanLembaran Negara Nomor 3886);

PERTAMA : Mencabut Instruksi Presiden Nomor 14Tahun 1967 tentang Agama,Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.

KEDUA : Dengan berlakunya Keputusan Presidenini, semua ketentuan pelaksanaan yangada akibat Instruksi Presiden Nomor 14Tahun 1967 tentang Agama, Kepercaya-an, dan Adat Istiadat Cina tersebutdinyatakan tidak berlaku.

KETIGA : Dengan ini penyelenggaraan kegiatankeagamaan, kepercayaan, dan adatistiadat Cina dilaksanakan tanpamemerlukan izin khusus sebgaimanaberlangsung selama ini.

KEEMPAT : Keputusan Presiden ini mulai berlakupada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 17 Januari 2000PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd.ABDURRAHMAN WAHID

Lampiran 24:

Page 304: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

286

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR 19 TAHUN 2002

T E N TA N G

HARI TAHUN BARU IMLEK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan kegiatan agama,kepercayaan, dan adat istiadat, padahakikatnya merupakan bagian yang tidakterpisahkan dari hak asasi manusia;

b. bahwa Tahun Baru Imlek merupakantradisi masyarakat Cina yang dirayakansecara turun temurun di berbagai wilayahdi Indonesia;

c. bahwa sehubungan dengan huruf a danhuruf b, dipandang perlu menetapkan HariTahun Baru Imlek sebagai Hari Nasional;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar1945;

2. Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000tentang Pencabutan Instruksi PresidenNomor 14 Tahun 1967 tentang Agama,Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANGHARI TAHUN BARU IMLEK

Pasal 1

Menetapkan Hari Tahun Baru Imlek sebagai Hari Nasional

Pasal 2

Page 305: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

287

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 9 April 2002PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd.MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Lampiran 25:

Page 306: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

288

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIANOMOR 331 TAHUN 2002

T E N T A N G

PENETAPAN HARI TAHUN BARU IMLEKSEBAGAI HARI LIBUR NASIONAL

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran pelaksanaanperayaan Hari Nasional di wilayahRepublik Indonesia dipandang perlumenetapkan sebagai Hari Libur Nasional;

b. bahwa Keputusan Presiden RI Nomor 19Tahun 2002 telah menetapkan Tahun BaruImlek sebagai Hari Nasional;

c. bahwa sehubungan dengan huruf a danb di atas, dipandang perlu menetapkanHari Tahun Baru Imlek sebagai Hari LiburNasional.

Mengingat : 1. Keputusan Presiden RI Nomor 254 Tahun1967 tentang Hari-hari Libur yang telahbeberapa kali diubah, terakhir denganKeputusan Presiden RI Nomor 3 Tahun1983;

2. Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun2000 tentang Pencabutan InstruksiPresiden Nomor 14 Tahun 1967 tentangPelarangan Perayaan Adat Istiadat Cina;

3. Keputusan Presiden RI Nomor 102 Tahun2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,Kewenangan, Susunan Organisasi dan TataKerja Departemen;

4. Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun

Page 307: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

289

2001 tentang Unit Organisasi dan TugasEselon I Departemen;

5. Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek;

6. Keputusan Menteri Agama Nomor 1Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasidan Tata Kerja Departemen Agama.

MEMUTUSKAN :

Dengan mencabut Keputusan Menteri Agama Nomor 13 Tahun2001 tentang Penetapan Imlek sebagai Hari Libur Fakultatif.

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMAREPUBLIK INDONESIA TENTANG PE-NETAPAN HARI TAHUN BARU IMLEKSEBAGAI HARI LIBUR NASIONAL

Pertama : Menetapkan Hari Tahun Baru Imleksebagai Hari Libur Nasional selama 1(satu) hari, bagi masyarakat di WilayahIndonesia.

Kedua : Penetapan hari dan tanggal LiburNasional sebagaimana dimaksud padadiktum pertama pada setiap tahun,ditetapkan dengan Keputusan MenteriAgama, dengan memperhatikan data dariLembaga yang bertanggung jawab dibidangnya.

Ketiga : Lembaga sebagaimana dimaksud padadiktum kedua ditetapkan denganKeputusan Menteri Agama.

Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta

Page 308: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

290

Pada tanggal : 25 Juni 2002

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Cap/ttd

PROF. DR. H. SAID AGIL HUSEIN AL MUNAWAR, MA

Tembusan:1. Para Ketua Lembaga Tinggi Negara;2. Para Menteri Kabinet Gotong Royong;3. Jaksa Agung, Ka. POLRI;4. Sekjen, Irjen, Para Dirjen, Staf Ahli Menteri, Kabalitbang Agama

dan Diklat Keagamaan di lingkungan Departemen Agama;5. Para Gubernur/KDH Tk. I di seluruh Indonesia;6. Para Rektor dan Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi Agama,

Ketua PTA di seluruh Indonesia;7. Para Kepala Biro, Direktur, Inspektur, Kapus, Sekretaris di

lingkungan Departemen Agama;8. Para Ka. Kanwil Departemen Agama seluruh Indonesia;Lampiran 26:

Page 309: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

291

MAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIA

Nomor : 356/PAN.MK/XII/2005 Jakarta, 28 Desember 2005Lampiran : -Perihal : Penjelasan Mahkamah Konstitusi

Kepada Yth.Ws. Budi S. TanuwibowoMajelis Tinggi Agama KhonghucuIndonesia (MATAKIN)Kompleks Royal Sunter Blok F-23Jl. Danau Sunter Selatandi - JAKARTA 14350

Dengan hormat kami sampaikan bahwa Ketua MahkamahKonstitusi telah menerima surat Saudara nomor 212/MATAKIN/SUX/1105 tertanggal 21 November 2005 perihal UU No. 1/PNPS/1965jo. UU No. 5/1969. Ketua Mahkamah Konstitusi mengucapkanterima kasih atas kepercayaan dan perhatian Saudara kepadalembaga ini.

Selanjutnya berdasarkan arahan Ketua Mahkamah Konstitusiberkaitan dengan permasalahan Saudara, dapat kami sampaikanhal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa Undang-undang No. 1/PNPS/1965 jo UU No. 5/1969tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau PenodaanAgama (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 3, TambahanLembaran Negara Nomor 2727) masih berlaku dan mempunyaikekuatan hukum mengikat;

Page 310: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

292

2. Bahwa berdasarkan Pasal 24C Undang-Undang Dasar NegaraRI Tahun 1945 jo Pasal 10 Undang-undang Nomor 24Tahun2003, Mahkamah Konstitusi adalah pelaku kekuasaanKehakiman yang salah satu kewenangannya adalah mengujiUndang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Olehkarena itu, apabila ada warga negara Republik Indonesia yangmenganggap hak konstitusinya dirugikan oleh berlakunyasuatu undang-undang maka adalah hak setiap warga negarauntuk mengajukan pengujian undang-undang tersebut kepadaMahkamah Konstitusi.

Demikian, atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih.

Panitera

Page 311: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

293

Lampiran 27:

PERATURAN BERSAMAMENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR : 9 TAHUN 2006NOMOR : 8 TAHUN 2006

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUMKERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH

IBADAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah hak asasimanusia yang tidak dapat dikurangi dalamkeadaan apapun;

b. bahwa setiap orang bebas memilih agamadan beribadat menurut agamanya;

c. bahwa negara menjamin kemerdekaantiap-tiap penduduk untuk memelukagamanya masing-masing dan untukberibadat menurut agamanya dankepercayaannya itu;

Page 312: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

294

d. bahwa Pemerintah berkewajiban melindungisetiap usaha penduduk melaksanakanajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluk-nya, sepanjang tidak bertentangan denganperaturan perundang-undangan, tidakmenyalahgunakan atau menodai agama,serta tidak mengganggu ketenteraman danketertiban umum;

e. bahwa Pemerintah mempunyai tugas untukmemberikan bimbingan dan pelayanan agarsetiap penduduk dalam melaksanakanajaran agamanya dapat berlangsung denganrukun, lancar, dan tertib;

f. bahwa arah kebijakan Pemerintah dalampembangunan nasional di bidang agamaantara lain peningkatan kualitas pelayan-an dan pemahaman agama, kehidupanberagama, serta peningkatan kerukunanintern dan antar umat beragama;

g. bahwa daerah dalam rangka menyeleng-garakan otonomi, mempunyai kewajibanmelaksanakan urusan wajib bidangperencanaan, pemanfaatan, dan peng-awasan tata ruang serta kewajibanmelindungi masyarakat, menjaga persatu-an, kesatuan, dan kerukunan nasionalserta keutuhan Negara KesatuanRepublik Indonesia;

h. bahwa kerukunan umat beragama me-rupakan bagian penting dari kerukunannasional;

i. bahwa kepala daerah dan wakil kepaladaerah dalam rangka melaksanakantugas dan wewenangnya mempunyaikewajiban memelihara ketenteraman danketertiban masyarakat;

Page 313: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

295

j. bahwa Keputusan Bersama Menteri Agamadan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang PelaksanaanTugas Aparatur Pemerintahan dalamMenjamin Ketertiban dan KelancaranPelaksanaan Pengembangan dan IbadatAgama oleh Pemeluk-pemeluknya untukpelaksanaannya di daerah otonom,pengaturannya perlu mendasarkan danmenyesuaikan dengan ketentuan peraturanperundang-undangan;

k. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai-mana dimaksud dalam huruf a, huruf b, hurufc, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h,huruf i, dan huruf j, perlu menetapkanPeraturan Bersama Menteri Agama danMenteri Dalam Negeri tentang PedomanPelaksanaan Tugas Kepala Daerah/WakilKepala Daerah Dalam PemeliharaanKerukunan Umat Beragama, Pemberdaya-an Forum Kerukunan Umat Beragama danPendirian Rumah Ibadat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor1 Tahun 1965 tentang PencegahanPenyalahgunaan dan/atau PenodaanAgama (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tam-bahan Lembaran Negara Republik Indo-nesia Nomor 2726);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985tentang Organisasi Kemasyarakatan(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1985 Nomor 44, TambahanLembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3298);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

Page 314: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

296

Negara Republik Indonesia Tahun 1999Nomor 165, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3886);

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002tentang Bangunan Gedung (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2002Nomor 134, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4247);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004tentang Pembentukan Peraturan Per-undang-undangan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor53, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4389);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 125, Tambahan Lembaran NegaraNomor 4437) sebagaimana telah diubahdengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun2005 tentang Penetapan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-UndangNomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintah-an Daerah menjadi Undang-Undang(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 4 Tambahan Lembar-an Negara Republik Indonesia Nomor4468);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1986Nomor 24 Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3331);

8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah Nasional Tahun 2004-2009;

Page 315: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

297

9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,Susunan Organisasi dan TatakerjaKementerian Negara Republik Indonesiasebagaimana telah diubah dengan Per-aturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;

10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005tentang Unit Organisasi dan Tugas EselonI Kementerian Negara Republik Indone-sia sebagaimana telah diubah dan terakhirdengan Peraturan Presiden Nomor 63Tahun 2005;

11. Keputusan Bersama Menteri Agama danMenteri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN-MAG/1969 tentang PelaksanaanTugas Aparatur Pemerintahan DalamMenjamin Ketertiban dan KelancaranPelaksanaan Pengembangan dan IbadatAgama oleh Pemeluk-pemeluknya;

12. Keputusan Bersama Menteri Agama danMenteri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN-MAG/1979 tentang TatacaraPelaksanaan Penyiaran Agama danBantuan Luar Negeri kepada LembagaKeagamaan di Indonesia;

13. Keputusan Menteri Agama Nomor 373Tahun 2002 tentang Organisasi dan TataKerja Kantor Wilayah Departemen AgamaPropinsi dan Kantor Departemen AgamaKabupaten/Kota;

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor130 Tahun 2003 tentang StrukturOrganisasi dan Tata Kerja DepartemenDalam Negeri;

15. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun2006 tentang Organisasi dan Tata KerjaDepartemen Agama;

Page 316: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

298

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BERSAMA MENTERIAGAMA DAN MENTERI DALAM NE-GERI TENTANG PEDOMAN PELAK-SANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAMPEMELIHARAAN KERUKUNAN UMATBERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUMKERUKUNAN UMAT BERAGAMA DANPENDIRIAN RUMAH IBADAT.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:

1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungansesama umat beragama yang dilandasi toleransi, salingpengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraandalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalamNegara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasiladan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upayabersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan,pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.

3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentuyang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemelukmasing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempatibadat keluarga.

4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnyadisebut Ormas Keagamaan adalah organisasi non pemerintahbervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama

Page 317: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

299

oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadanhukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat sertabukan organisasi sayap partai politik.

5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baikyang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak me-mimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormatioleh masyarakat setempat sebagai panutan.

6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkatFKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dandifasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun,memelihara, dan memberdayakan umat beragama untukkerukunan dan kesejahteraan.

7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yangdibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan ataupengurus rumah ibadat.

8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnyadisebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan olehbupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.

BAB IITUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Pasal 2

Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggungjawab bersama umat beragama, pemerintahan daerah danPemerintah.

Pasal 3

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjaditugas dan kewajiban gubernur.

(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor wilayahdepartemen agama provinsi.

Page 318: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

300

Pasal 4

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kotamenjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota.

(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemenagama kabupaten/kota.

Pasal 5

(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 meliputi:a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umatberagama di provinsi;

b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsidalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;

c. menumbuhkembangkan keharmonisan, salingpengertian, saling menghormati, dan saling percaya diantara umat beragama; dan

d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati danwalikota/wakil walikota dalam penyelenggaraanpemerintahan daerah di bidang ketenteraman danketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakilgubernur.

Pasal 6

(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 meliputi:a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umatberagama di kabupaten/kota;

b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;

c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengerti-an, saling menghormati, dan saling percaya di antara umatberagama;

Page 319: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

301

d. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepaladesa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalamkehidupan beragama;

e. menerbitkan IMB rumah ibadat.

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota.

(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa dan huruf c di wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camatdan di wilayah kelurahan/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala desa melalui camat.

Pasal 7

(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (3) meliputi:a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umatberagama di wilayah kecamatan;

b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengerti-an, saling menghormati, dan saling percaya di antaraumat beragama; dan

c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desadalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidangketenteraman dan ketertiban masyarakat dalamkehidupan keagamaan.

(2) Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi:a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umatberagama di wilayah kelurahan/desa; dan

b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,saling menghormati, dan saling percaya di antara umatberagama.

Page 320: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

302

BAB IIIFORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Pasal 8

(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di-lakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.

(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubunganyang bersifat konsultatif.

Pasal 9

(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)mempunyai tugas:a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh

masyarakat;b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi

masyarakat;c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat

dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakangubernur; dan

d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangandan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitandengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaanmasyarakat.

(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8ayat (1) mempunyai tugas:a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh

masyarakat;b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi

masyarakat;c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat

dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;

d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan

Page 321: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

303

kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengankerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;dan

e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonanpendirian rumah ibadat.

Pasal 10

(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agamasetempat.

(2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang danjumlah anggota FKUB kabupaten/kota paling banyak 17 or-ang.

(3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kotasebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkanperbandingan jumlah pemeluk agama setempat denganketerwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yangada di provinsi dan kabupaten/kota.

(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakilketua, 1 (satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris,yang dipilih secara musyawarah oleh anggota.

Pasal 11

(1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan PenasihatFKUB di provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat(1) mempunyai tugas:a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan

pemeliharaan kerukunan umat beragama; danb. memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah

daerah dan hubungan antar sesama instansi pemerintahdi daerah dalam pemeliharaan kerukunan umatberagama.

(3) Keanggotaan Dewan Penasihat FKUB provinsi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengansusunan keanggotaan:

Page 322: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

304

a. Ketua : wakil gubernur;b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departemen

agama provinsi;c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan

politik provinsi;d. Anggota : pimpinan instansi terkait.

(4) Dewan Penasihat FKUB kabupaten/kota sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengansusunan keanggotaan:a. Ketua : wakil bupati/wakil walikota;b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama

kabupaten/kota;c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan

politik kabupaten/kota;d. Anggota : pimpinan instansi terkait.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan PenasihatFKUB provinsi dan kabupaten/kota diatur dengan PeraturanGubernur.

BAB IVPENDIRIAN RUMAH IBADAT

Pasal 13

(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dansungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah pendudukbagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayahkelurahan/desa.

(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama,tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, sertamematuhi peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di

Page 323: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

305

wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidakterpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakanbatas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.

Pasal 14

(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan adminis-tratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khususmeliputi:a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah

ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yangdisahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkatbatas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13ayat (3);

b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enampuluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agamakabupaten/kota; dan

d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belumterpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasitersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Pasal 15

Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalamrapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.

Pasal 16

(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksuddalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadatkepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.

(2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90

Page 324: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

306

(sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadatdiajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 17

Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagibangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yangdipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah.

BAB VIZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG

Pasal 18

(1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagairumah ibadat sementara harus mendapat surat keteranganpemberian izin sementara dari bupati/walikota denganmemenuhi persyaratan:a. laik fungsi; danb. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketentera-

man dan ketertiban masyarakat.

(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan tentangbangunan gedung.

(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama sertaketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:a. izin tertulis pemilik bangunan;b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dand. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen

agama kabupaten/kota.

Page 325: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

307

Pasal 19

(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatanbangunan gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikotasebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkansetelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantordepartemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatanbangunan gedung bukan rumah ibadat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 20

(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementarasebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapatdilimpahkan kepada camat.

(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementarasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelahmempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantordepartemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

BAB VIPENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 21

(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secaramusyawarah oleh masyarakat setempat.

(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidakmemihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saranFKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksudpada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukanmelalui Pengadilan setempat.

Page 326: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

308

Pasal 22

Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikotaserta instansi terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihansebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

BAB VIIPENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 23

(1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agamaprovinsi melakukan pengawasan terhadap bupati/walikotaserta instansi terkait di daerah atas pelaksanaan pemeliharaankerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunanumat beragama dan pendirian rumah ibadat.

(2) Bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agamakabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap camat danlurah/kepala desa serta instansi terkait di daerah ataspelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, danpendirian rumah ibadat.

Pasal 24

(1) Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunanumat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umatberagama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsikepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengantembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan,dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

(2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaankerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunanumat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat dikabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan MenteriDalam Negeri dan Menteri Agama.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari danJuli, atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.

Page 327: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

309

BAB VIIIBELANJA

Pasal 25Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan

kerukunan umat beragama serta pemberdayaan FKUB secaranasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan danBelanja Negara.

Pasal 26(1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional

dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat dibidang pemeliharaan kerukunan umat beragama,pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadatdi provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah provinsi.

(2) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasionaldan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat dibidang pemeliharaan kerukunan umat beragama,pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadatdi kabupaten/kota didanai dari dan atas beban AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.

BAB IXKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27(1) FKUB dan Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/

kota dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak PeraturanBersama ini ditetapkan.

(2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsidan kabupaten/kota disesuaikan paling lambat 1 (satu) tahunsejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.

Pasal 28(1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh

pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama inidinyatakan sah dan tetap berlaku.

Page 328: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

310

(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyaiIMB untuk rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMBsepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi.

(3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakansecara permanen dan/atau memiliki nilai sejarah yang belummemiliki IMB untuk rumah ibadat sebelum berlakunya PeraturanBersama ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitanIMB untuk rumah ibadat dimaksud.

Pasal 29

Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan olehpemerintahan daerah wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersamaini paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.

BAB XKETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yangmengatur pendirian rumah ibadat dalam Keputusan BersamaMenteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahandalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran PelaksanaanPengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknyadicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 21 Maret 2006

MENTERI AGAMA MENTERI DALAM NEGERI

Ttd Ttd

MUHAMMAD M. BASYUNI H. MOH. MA’RUF

Page 329: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

311

Lampiran 28:

MENTERI AGAMAREPUBLIK INDONESIA

Nomor : MA/12/2006 Jakarta, 24 Januari 2006Lampiran : -Perihal : Penjelasan Mengenai Status Perkawinan

Menurut Agama Khonghucu dan Pendidikan Agama Khonghucu

Kepada Yth.1. Saudara Menteri Dalam Negeri2. Saudara Menteri Pendidikan NasionalJakarta

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Merujuk surat Saudara Menteri Sekretaris Negara No. B. 898/M.Sesneg/6/2005 tanggal 27 Juni 2005 tentang Tindak Lanjut PidatoPresiden pada Peringatan Tahun Baru Imlek 2556 tanggal 13Februari 2005 di Jakarta, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa berdasarkan UU No. 1 PNPS 1965 Pasal 1 Penjelasandinyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh pendudukIndonesia ialah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, danKhonghucu (Confusius). Sebagaimana diketahui UU tersebutsampai saat ini masih berlaku dan karena itu DepartemenAgama melayani umat Khonghucu sebagai umat penganutagama Khonghucu. Selanjutnya berkaitan dengan UU No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakanbahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum

Page 330: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

312

masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, makaDepartemen Agama memperlakukan perkawinan para penganutagama Khonghucu yang dipimpin pendeta Khonghucu adalahsah menurut Pasal 2 ayat (1) tersebut.

2. Berkaitan dengan butir 1 tersebut di atas, maka pencatatanperkawinan bagi para penganut agama Khonghucu dapatdilakukan sesuai peraturan perundangan yang ada. Demikianpula hak-hak sipil lainnya.

3. Berkaitan dengan butir 1 di atas kami berpendapat bahwapendidikan agama Khonghucu sesuai dengan ketentuan pasal12a UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional, dalam hal ini Departemen Agama ke depan akanmemfasilitasi penyediaan guru-guru pendidikan agamaKhonghucu di sekolah-sekolah. Karena itu penyebutan“Pendidikan Agama Khonghucu” dalam RPP PendidikanAgama dan Keagamaan dapat dipertimbangkan. Sedangkanpenyebutan nama lembaga pendidikan keagamaanKhonghucu dalam RPP itu kami pandang tidak perlu dilakukankarena belum ada contohnya.

Demikian, untuk menjadi maklum.

Wassalam,Menteri Agama RI

Ttd

Muhammad M. Basyuni

Tembusan Yth :1. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat2. Menteri Sekretaris Negara3. Menteri Hukum dan HAMs

Page 331: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

313

Lampiran 29:

MENTERI DALAM NEGERIREPUBLIK INDONESIA

Jakarta, 24 Pebruari 2006Nomor : 470/336/SJLampiran :Perihal : Pelayanan Administrasi

Kependudukan PenganutAgama Khonghucu

KepadaYth.1. Gubernur2. Bupati/WalikotadiSeluruh Indonesia

Dalam rangka meningkatkan pelayanan administrasikependudukan dan catatan sipil sebagaimana dimaksud Pasal 13ayat (1) huruf 1 dan Pasal 14 ayat (1) huruf 1 UU 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah, bersama ini disampaikan hal-halsebagai berikut:

1. Memperhatikan surat Menteri Agama Nomor: MA/12/2006tanggal 24 Januari 2006 perihal Penjelasan Mengenai StatusPerkawinan Menurut Agama Khonghucu dan PendidikanAgama Khonghucu yang menegaskan bahwa:a. Masih berlakunya UU Nomor 1/PNPS/1965 khususnya

dalam penjelasan agama-agama yang dipeluk olehpenduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Buddha,Hindu dan Khonghucu.

Page 332: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

314

b. Selanjutnya berkaitan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakanbahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menuruthukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.Dalam hal ini Departemen Agama memperlakukanperkawinan para penganut Agama Khonghucu yangdipimpin oleh Pendeta Khonghucu adalah sah.

2. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diminta kepadaSaudara untuk memberikan pelayanan administrasikependudukan kepada penganut agama Khonghucu denganmenambah keterangan agama Khonghucu pada dokumenadministrasi kependudukan yang digunakan selama ini.

Demikian agar Saudara maklum dan dilaksanakansebagaimana mestinya.

MENTERI DALAM NEGERI

Ttd

H. MOH. MA’RUF

Tembusan disampaikan kepada Yth:1. Presiden Republik Indonesia (sebagai laporan);2. Ketua Mahkamah Agung RI;3. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan;4. Menteri Agama;5. Menteri Hukum dan HAM;6. Menteri Pendidikan Nasional;7. Jaksa Agung RI;8. Kepala Kepolisian RI;9. Kepala Badan Intelijen Negara RI.

Page 333: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

315

Lampiran 30:

INSTRUKSI MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIANOMOR 1 TAHUN 2006

TENTANG

SOSIALISASI STATUS PERKAWINAN, PENDIDIKAN DANPELAYANAN TERHADAP PENGANUT AGAMA KHONGHUCU

MENTERI AGAMA

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakanKebijakan Menteri Agama sebagaimanatertuang dalam Surat Menteri AgamaNomor MA/12/2006 tanggal 24 Januari2006 tentang Penjelasan Mengenai Sta-tus Perkawinan Menurut AgamaKhonghucu dan Pendidikan AgamaKhonghucu, dipandang perlu mengeluar-kan Instruksi Pelaksanaannya.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965tentang Pencegahan Penyalahgunaandan/atau Penodaan Agama (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1965Nomor 3, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 2726);

2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Page 334: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

316

Kementerian Negara Republik Indonesia se-bagaimana telah diubah dengan PeraturanPresiden Nomor 62 Tahun 2005.

3. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005tentang Unit Organisasi dan Tugas EselonI Kementerian Negara Republik Indone-sia sebagaimana telah diubah denganPeraturan Presiden Nomor 63 Tahun2005;

4. Keputusan Menteri Agama Nomor 373Tahun 2002 tentang Organisasi dan TataKerja Kantor Wilayah Departemen AgamaKabupaten/Kota sebagaimana telahdiubah dengan Keputusan Menteri AgamaNomor 480 Tahun 2003;

5. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun2006 tentang Organisasi dan Tata KerjaDepartemen Agama.

MENGINSTRUKSIKAN:

Kepada : 1. Sekretaris Jenderal;2. Inspektur Jenderal;3. Para Direktur Jenderal;4. Kepala Badan Litbang dan Diklat;5. Kepala Pusat Kerukunan Umat Ber-

agama;6. Para Kepala Kanwil Departemen Agama;

di Lingkungan Departemen Agama

Untuk :

Pertama : Mensosialisasikan kebijakan yang ter-tuang dalam Isi Surat Menteri AgamaNomor MA/12/2006 tanggal 24 Januari 2006kepada masyarakat luas, termasuk kepadaPemerintah Daerah dan instansi vertikalsebagai berikut:

Page 335: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

317

1. bahwa berdasarkan UU No. 1 PNPS 1965pasal 1 penjelasan dinyatakan bahwaagama-agama yang dipeluk oleh Pen-duduk Indonesia ialah: Islam, Kristen,Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu(Confusius). Sebagaimana diketahui UUtersebut sampai saat ini masih berlakudan karena itu Departemen Agamamelayani Umat Khonghucu sebagai UmatPenganut Agama Khonghucu. Selanjut-nya berkaitan dengan UU No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1)yang menyatakan bahwa perkawinanadalah sah, apabila dilakukan menuruthukum masing-masing agamanya dankepercayaannya itu, maka DepartemenAgama memperlakukan perkawinan paraPenganut Agama Khonghucu yangdipimpin Pendeta Khonghucu adalah sahmenurut pasal 2 ayat (1) tersebut;

2. Berkaitan dengan butir 1 tersebut di atas,maka pencatatan perkawinan bagi paraPenganut Agama Khonghucu dapatdilakukan sesuai dengan PeraturanPerundang-undangan yang ada. Demi-kian pula hak-hak sipil lainnya.

3. Berkaitan dengan butir 1 di atas kami ber-pendapat bahwa pendidikan AgamaKhonghucu sesuai dengan ketentuanpasal 12 a UU No. 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional, dalam hal iniDepartemen Agama ke depan akanmemfasilitasi penyediaan guru-gurupendidikan Agama Khonghucu di sekolah-sekolah. Karena itu penyebutan “PendidikanAgama Khonghucu” dalam RPP PendidikanAgama dan Keagamaan dapat diper-

Page 336: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

318

timbangkan. Sedangkan penyebutan namaLembaga Pendidikan Keagamaan Khong-hucu dalam RPP itu kami pandang tidakperlu dilakukan karena belum ada contoh-nya;

Kedua : Agar pelayanan terhadap AgamaKhonghucu di tingkat pusat dilaksanakanoleh Pusat Kerukunan Umat Beragamapada Sekretariat Jenderal DepartemenAgama.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 16 Maret 2006

MENTERI AGAMA RITtdMUHAMMAD M. BASYUNI

Page 337: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

319

MENTERI AGAMAREPUBLIK INDONESIA

Lampiran 31:

Nomor : SJ/B.VII/1/BA.01.2/623/06 Jakarta, 21 Maret 2007Sifat : PentingLampiran : -Perihal : Pelayanan terhadap Penganut

Agama Khonghucu

Kepala YthKepala Kantor Wilayah Departemen AgamaSeluruh Indonesia

Memperhatikan surat Menteri Agama kepada Menteri DalamNegeri dan Menteri Pendidikan Nomor: MA/12/2006 tanggal 24Januari 2006 perihal penjelasan status perkawinan menurut agamaKhonghucu dan pendidikan Agama Khonghucu serta InstruksiMenteri Agama kepada Sekjen Departemen Agama RI. Tanggal 28Februari 2006 perihal Pelayanan terhadap Penganut AgamaKhonghucu dengan ini kami sampaikan beberapa hal sebagaiberikut:

1. Bahwa berdasarkan UU No. 1 PNPS 1965 Pasal 1 Penjelasandinyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh pendudukIndonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha danKhinghucu (Confusius). Sebagaimana diketahui UU tersebutsampai saat ini masih berlaku dan karena itu DepartemenAgama melayani umat Khonghucu sebagai umat penganutKhonghucu. Selanjutnya berkaitan dengan UU No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakanbahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menuruthukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu, makaDepartemen Agama memperlakukan perkawinan para penganutagama Khonghucu adalah sah menurut Pasal 2 ayat (1) tersebut;

Page 338: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

320

2. Terkait dengan tindak lanjut pelayanan terhadap Penganut AgamaKhonghucu, sesuai Instruksi Menteri Agama dimaksud, KepalaPusat Kerukunan Umat Beragama untuk sementara (sampaiterbentuknya unit kerja yang defenitif) ditugasi oleh Menteri Agamamemberikan pelayanan dan bimbingan kepada penganut agamaKhonghucu;

3. Untuk lebih lancarnya tugas pelayanan terhadap penganut agamaKhonghucu maka kami harapkan saudara dapatmensosialisasikan kebijakan dimaksud kepada masyarakatluas, termasuk kepada pemerintah daerah dan instansi vertikaldi lingkungan kerja saudara;

4. Berkaitan dengan butir 2 dan 3 di atas, terutama perlunya tindaklanjut pelayanan dan bimbingan umat Khonghucu di daerah,maka kami minta saudara menugaskan Kasubag Humas danKUB untuk melaksanakan Kebijakan dimaksud di atas.Penugasan ini berlaku sementara waktu sambil menunggu ter-bentuknya unit kerja yang definitif melayani agama Khonghucu;

5. Sebagai bahan sosialisasi, bersama ini kami lampirkan:a. Surat Menteri Agama RI yang ditujukan kepada Menteri

Dalam Negeri, Menteri Pendidikan Nasional Nomor: MA/12/2006 perihal penjelasan mengenai status perkawinanmenurut agama Khonghucu, tanggal 24 Januari 2006

b. Surat Menteri Agama RI yang ditujukan kepada SekretarisJenderal Departemen Agama Nomor: MA/ /2006 perihalPelayanan terhadap penganut agama Khonghucu tanggal28 Februari 2006

c. Surat Menteri Dalam Negeri yang ditujukan kepadaGubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia perihalPelayanan Administrasi Kependudukan penganut agamaKhonghucu Nomor: 470/336/SJ tanggal 24 Februari 2006.

6. Demikian untuk dapat dipergunakan dan dilaksanakan.

Sekretaris Jenderalttd

H. Faisal IsmailTembusan Yth:Menteri Agama RI

Page 339: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

321

Lampiran 32:

Jakarta, 31 Oktober 2006

Nomor : 450/2576 SJSifat :Lampiran :Perihal : Pembentukan Forum Kerukunan

Umat Beragama (FKUB) dan Dewan Penasehat FKUB

Kepada:Yth.1. Sdr. Gubernur2. Sdr. Bupati/WalikotadiSELURUH INDONESIA

Sebagai tindak lanjut Sosialisasi Peraturan Bersama MenteriAgama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan UmatBeragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama danPendirian Rumah Ibadat, bersama ini diinformasikan hal-hal sebagaiberikut:

1. FKUB Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah forum yangdibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintahdalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakanumat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

2. Pasal 12 PBM Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 telahmenegaskan, bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB danDewan Penasehat FKUB Provinsi dan Kabupaten/Kota diaturdengan Peraturan Gubernur. Untuk itu dimintakan segera

MENTERI AGAMA

Page 340: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

322

menyiapkan konsep Peraturan Gubernur sesuai dengan kondisidaerah setempat.

3. Peraturan Gubernur sebagaimana tersebut pada butir 2 dapatdiselesaikan selambat-lambatnya pada akhir Tahun 2006 danhasilnya segera dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri.

Demikian untuk menjadi maklum dan atas perhatiannyadiucapkan terima kasih.

Menteri Dalam Negeri

ttd

H. Moh. Ma’ruf, SE

Tembusan:1. Yth. Bapak Presiden R.I, sebagai laporan2. Yth. Sdr. MENKO POLHUKAM, di Jakarta3. Yth. Sdr. MENKO KESRA, di Jakarta4. Yth. Sdr. Menteri Agama R.I, di Jakarta5. Yth. Sdr. Majelis-Majelis Agama, di Jakarta

Page 341: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

323

Lampiran 33:

KEPUTUSAN BERSAMAMENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 3 Tahun 2008NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008NOMOR : 199 Tahun 2008

TENTANG

PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA PENGANUT,ANGGOTA, DAN/ATAU ANGGOTA PENGURUS

JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI)DAN WARGA MASYARAKAT

MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DANMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah hak asasimanusia yang tidak dapat dikurangi dalamkeadaan apapun, setiap orang bebas untukmemeluk agamanya masing-masing danberibadat menurut agamanya dan ke-percayaannya itu, negara menjaminkemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk agamanya masing-masing dan untukberibadat menurut agamanya dankepercayaannya itu, dan dalam menjalankanhak dan kebebasannya setiap orang wajib

Page 342: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

324

menghormati hak asasi orang lain dalam tertibkehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara, serta tunduk kepada pem-batasanyang ditetapkan dengan undang-undang;

b. bahwa setiap orang dilarang dengan sengajadi muka umum menceritakan, menganjurkanatau mengusahakan dukungan umum, untukmelakukan penafsiran tentang suatu agamayang dianut di Indonesia atau melakukankegiatan-kegiatan keagamaan yang me-nyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dariagama itu, penafsiran dan kegiatan manamenyimpang dari pokok-pokok ajaran agamaitu;

c. bahwa Pemerintah telah melakukan upayapersuasif melalui serangkaian kegiatan dandialog untuk menyelesaikan permasalahanJemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar tidakmenimbulkan keresahan dalam kehidupanberagama dan mengganggu ketenteramandan ketertiban kehidupan bermasyarakat,dan dalam hal ini Jemaat AhmadiyahIndonesia (JAI) telah menyampaikan 12 (duabelas) butir Penjelasan pada tanggal 14Januari 2008;

d. bahwa dari hasil pemantauan terhadap 12(dua belas) butir Penjelasan JemaatAhmadiyah Indonesia (JAI) sebagaimanadimaksud pada huruf c, Tim KoordinasiPengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat(PAKEM) menyimpulkan bahwa meskipunterdapat beberapa butir yang telahdilaksanakan namun masih terdapatbeberapa butir yang belum dilaksanakan olehpenganut, anggota, dan/atau anggotapengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)

Page 343: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

325

sehingga dapat mengganggu ketenteraman danketertiban kehidupan bermasyarakat;

e. bahwa warga masyarakat wajib menjaga danmemelihara kerukunan umat beragamauntuk menciptakan ketenteraman danketertiban kehidupan bermasyarakat demiterwujudnya persatuan dan kesatuannasional;

f. bahwa dengan maksud untuk menjaga danmemupuk ketenteraman beragama danketertiban kehidupan bermasyarakat, sertaberdasarkan pertimbangan pada huruf a,huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlumenetapkan Keputusan Bersama MenteriAgama, Jaksa Agung, dan Menteri DalamNegeri Republik Indonesia tentangPeringatan dan Perintah Kepada Penganut,Anggota, dan/atau Anggota Pengurus JemaatAhmadiyah Indonesia (JAI) dan WargaMasyarakat;

Mengingat : 1. Pasal 28E, Pasal 28I ayat (1), Pasal 28J,dan Pasal 29 Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) Pasal 156 dan Pasal 156a;

3. Undang-Undang Nomor 1/PnPs/1965tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama jo. Undang-UndangNomor 5 Tahun 1969 tentang PernyataanBerbagai Penetapan Presiden danPeraturan Presiden sebagai Undang-Undang;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentangOrganisasi Kemasyarakatan;

Page 344: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

326

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia;

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah sebagai-mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005;

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005tentang Pengesahan Kovenan Internasio-nal Hak-hak Sipil dan Politik;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentangOrganisasi Kemasyarakatan;

10. Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1989tentang Susunan Organisasi dan Tata KerjaKejaksaan Republik Indonesia;

11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,Susunan Organisasi dan Tata KerjaKementerian Negara Republik Indonesiayang telah diubah dengan PeraturanPresiden Nomor 62 Tahun 2005;

12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005tentang Organisasi dan Tugas Eselon IKementerian Negara Republik Indonesiayang telah diubah dengan PeraturanPresiden Nomor 63 Tahun 2005;

13. Keputusan Bersama Menteri Agama danMenteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979tentang Tata Cara Pelaksanaan PenyiaranAgama dan Bantuan Luar Negeri kepadaLembaga Keagamaan di Indonesia;

14. Keputusan Jaksa Agung Republik Indone-siaNomor: KEP-004/J.A/01/1994 tanggal 15

Page 345: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

327

Januari 1994 tentang Pembentukan TimKoordinasi Pengawasan Aliran Keper-cayaanMasyarakat (PAKEM);

15. Keputusan Jaksa Agung Republik IndonesiaNomor: KEP-115/J.A/10/1999 tanggal 20Oktober 1999 tentang Susunan Organisasidan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata KerjaDepartemen Dalam Negeri;

17. Peraturan Menteri Agama Republik IndonesiaNomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi danTata Kerja Departemen Agama;

Memperhatikan : 1. Hasil Rapat Tim Koordinasi PAKEM Pusattanggal 12 Mei 2005;

2. Hasil Rapat Tim Koordinasi PAKEM Pusattanggal 15 Januari 2008;

3. Hasil Rapat Tim Koordinasi PAKEM Pusattanggal 16 April 2008;

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA,JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAMNEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANGPERINGATAN DAN PERINTAH KEPADAPENGANUT, ANGGOTA, DAN/ATAU ANGGO-TA PENGURUS JEMAAT AHMADIYAHINDONESIA (JAI) DAN WARGA MASYARAKAT

KESATU : Memberi peringatan dan memerintahkan kepadawarga masyarakat untuk tidak menceritakan,menganjurkan atau mengusahakan dukunganumum melakukan penafsiran tentang suatu agama

Page 346: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

328

yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatankeagamaan yang menyerupai kegiatankeagamaan dari agama itu yang menyimpangdari pokok-pokok ajaran agama itu.

KEDUA : Memberi peringatan dan memerintahkan kepadapenganut, anggota, dan/atau anggota pengurusJemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjangmengaku beragama Islam, untuk menghentikanpenyebaran penafsiran dan kegiatan yangmenyimpang dari pokok-pokok ajaran AgamaIslam yaitu penyebaran faham yang mengakuiadanya nabi dengan segala ajarannya setelahNabi Muhammad SAW.

KETIGA : Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurusJemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidakmengindahkan peringatan dan perintahsebagaimana dimaksud pada Diktum KESATUdan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badanhukumnya.

KEEMPAT : Memberi peringatan dan memerintahkan kepadawarga masyarakat untuk menjaga dan meme-lihara kerukunan umat beragama sertaketenteraman dan ketertiban kehidupan ber-masyarakat dengan tidak melakukan perbuatandan/atau tindakan melawan hukum terhadappenganut, anggota, dan/atau anggota pengurusJemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).

KELIMA : Warga masyarakat yang tidak mengindahkanperingatan dan perintah sebagaimana dimaksudpada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPATdapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.

KEENAM : Memerintahkan kepada aparat Pemerintah danpemerintah daerah untuk melakukan langkah-

Page 347: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

329

langkah pembinaan dalam rangka pengamanandan pengawasan pelaksanaan KeputusanBersama ini.

KETUJUH : Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggalditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 9 Juni 2008

MENTERI AGAMA JAKSA AGUNG MENTERI DALAMNEGERI

ttd ttd ttd

MUHAMMAD M. HENDARMAN H. MARDIYANTOBASYUNI SUPANDJI

Page 348: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

330

Lampiran 34:Jakarta, 6 Agustus 2008

Kepada Yang Terhormat:

1. Gubernur2. Kepala Kejaksaan Tinggi3. Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi4. Bupati/WalikotaDi Seluruh Indonesia

SURAT EDARAN BERSAMASEKRETARIS JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA,

JAKSA AGUNG MUDA INTELIJEN,DAN DIREKTUR JENDERAL KESATUAN BANGSA DAN

POLITIKDEPARTEMEN DALAM NEGERI

Nomor : SE/SJ/1322/2008Nomor : SE/B-1065/D/Dsp.4/08/2008

Nomor : SE/119/921.D.III/2008

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN BERSAMAMENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIANOMOR: 3 TAHUN 2008; NOMOR: KEP-033/A/JA/6/2008;

NOMOR: 199 TAHUN 2008TENTANG PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA

PENGANUT, ANGGOTA, DAN/ATAU ANGGOTA PENGURUSJEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI)

DAN WARGA MASYARAKAT.

Page 349: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

331

A. Dasar Hukum

Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan MenteriDalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 3 Tahun 2008, Nomor:KEP-033/A/JA/6/2008, Nomor: 199 Tahun 2008 TentangPeringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atauAnggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan WargaMasyarakat.

Menindaklanjuti SKB seperti tersebut di atas, kami minta agarSaudara melakukan sosialisasi, pembinaan, pengamanan,pengawasan, koordinasi dan pelaporan sebagai berikut:

B. Sosialisasi1. Kedudukan hukum SKB

a. SKB ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1/PnPs/1965 tentang PencegahanPenyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, joUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, jo Pasal 7ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sehingga SKB ini mempunyai kekuatanhukum yang mengikat.

b. SKB ini sesuai dengan Pasal 28 E, Pasal 28 I, Pasal28 J dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia 1945; Pasal 22, Pasal 70 danPasal 73 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Azasi Manusia; serta, Pasal 18 ayat(1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor12 Tahun 2005 tentang Pengesahan InternationalCovenant on Civil and Political Right (KovenanInternasional Hak-hak Sipil dan Politik).

c. SKB ini bukanlah intervensi Pemerintah terhadapkeyakinan seseorang, melainkan upaya Pemerintahsesuai kewenangan yang diatur oleh Undang-Undang untuk menjaga dan memupuk ketenteramanberagama dan ketertiban kehidupan bermasyarakat

Page 350: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

332

yang terganggu karena adanya pertentangan dalammasyarakat yang terjadi akibat penyebaran fahamkeagamaan menyimpang.

2. Sosialisasi kepada Penganut, Anggota, dan/atau AnggotaPengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahamantentang isi dan maksud Surat Keputusan Bersama MenteriAgama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RepublikIndonesia Nomor: 3 Tahun 2008, Nomor: Kep-033/A/JA/6/2008, Nomor: 199 Tahun 2008, Tentang Peringatan danPerintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau AnggotaPengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan WargaMasyarakat, khususnya Diktum Kesatu, Diktum Keduadan Diktum Ketiga.Diktum Kesatu berbunyi: “Memberi peringatan danmemerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidakmenceritakan, menganjurkan atau mengusahakandukungan umum melakukan penafsiran tentang suatuagama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatankeagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dariagama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaranagama itu”. Yang dimaksud dengan menceritakan,menganjurkan atau mengusahakan dukungan umumialah segala usaha, upaya, kegiatan atau perbuatanpenyebaran yang dilakukan oleh seseorang kepada or-ang lain, baik yang dilakukan di tempat umum maupuntempat khusus seperti bangunan rumah ibadat danbangunan lainnya.Diktum Kedua berbunyi: “Memberi peringatan danmemerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atauanggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI),sepanjang mengaku beragama Islam, untukmenghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yangmenyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitupenyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengansegala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW”.

Page 351: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

333

Pengertian diktum ini adalah bahwa:a. Peringatan dan perintah ditujukan kepada penganut,

anggota, dan/atau anggota pengurus JemaatAhmadiyah Indonesia (JAI), yang mengaku beragamaIslam. Artinya bahwa penganut, anggota, dan/atauanggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)yang tidak mengaku beragama Islam tidaklahtermasuk objek yang diberi peringatan atau perintah.

b. Isi peringatan dan perintah dimaksud adalah untukmenghentikan penyebaran penafsiran yangmenyimpang dan menghentikan kegiatan yangmenyimpang. Yang dimaksud dengan penafsiranyang menyimpang adalah faham yang mengakuiadanya nabi dan segala ajarannya setelah NabiMuhammad SAW. Sedangkan pengertian kegiatanyang menyimpang adalah kegiatan melaksanakandan menyebarluaskan ajaran adanya nabi setelahNabi Muhammad SAW.

Perbuatan atau kegiatan seperti pidato, ceramah,khutbah, pengajian, pembaiatan, seminar, lokakarya, dankegiatan lainnya, lisan maupun tulisan, dalam bentukbuku, dokumen organisasi, media cetak, dan mediaelektronik yang mengandung muatan dan dimaksudkanuntuk penyebaran faham yang mengakui adanya nabidan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.termasuk yang diperingatkan dan diperintahkan untukdihentikan.Diktum Ketiga berbunyi: “Penganut, anggota, dan/atauanggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)yang tidak mengindahkan peringatan dan perintahsebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU danDiktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan, termasukorganisasi dan badan hukumnya”. Artinya apabilaperingatan dan perintah untuk menghentikan penyebaransebagaimana yang disebutkan pada Diktum Kedua tidakdilaksanakan, maka dapat dikenai sanksi.

Page 352: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

334

Sanksi yang dimaksud dalam ketentuan diktum tersebutadalah sanksi pidana yang terkait dengan penyalah-gunaandan/atau penodaan agama, sebagaimana diatur dalam Pasal1 jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor: 1/PnPs/1965 dan/atauPasal 156a KUHP, yang ancaman hukumannya maksimallima tahun penjara.Disamping sanksi pidana tersebut di atas, terhadaporganisasi JAI dapat dikenakan sanksi berupa pem-bubaran organisasi dan badan hukumnya melaluiprosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Sosialisasi kepada Warga MasyarakatSosialisasi kepada Warga Masyarakat bertujuan untukmemberikan pemahaman tentang isi Surat KeputusanBersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan MenteriDalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008,Nomor Kep-033/A/JA/6/2008, Nomor 199 Tahun 2008,Tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut,Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat AhmadiyahIndonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, khususnyaDiktum Kesatu, Diktum Keempat dan Diktum Kelima.Diktum Kesatu adalah sebagaimana telah dijelaskan diatas.Diktum Keempat berbunyi “Memberi peringatan danmemerintahkan kepada warga masyarakat untukmenjaga dan memelihara kerukunan umat beragamaserta ketenteraman dan ketertiban kehidupanbermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut,anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat AhmadiyahIndonesia (JAI)”. Artinya bahwa warga masyarakat diberiperingatan dan perintah untuk tidak melakukan perbuatanatau tindakan melawan hukum terhadap penganut,anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat AhmadiyahIndonesia (JAI), dengan tujuan untuk melindungi penganut,anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah

Page 353: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

335

Indonesia (JAI) termasuk harta bendanya dalam rangkamemelihara kerukunan umat beragama serta ketenteramandan ketertiban kehidupan ber-masyarakat. Hal tersebutdimaksudkan agar masyarakat mematuhi hukum dengantidak melakukan tindakan anarkis seperti penyegelan,perusakan, pembakaran, dan perbuatan melawan hukumlainnya terhadap penganut, anggota, dan/atau anggotapengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) serta hartabendanya.Diktum KELIMA berbunyi “Warga masyarakat yang tidakmengindahkan peringatan dan perintah sebagaimanadimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPATdapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan”. Artinya warga masyarakat yangmelanggar hukum dengan melakukan main hakim sendiri,berbuat anarkis dan bertindak sewenang-wenangterhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurusJemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dapat dikenai sanksipidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan,antara lain sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 156 tentangpenyebaran kebencian dan permusuhan, Pasal 170tentang tindakan kekerasan terhadap orang atau barang,Pasal 187 tentang pembakaran, Pasal 351 tentangpenganiayaan, Pasal 335 tentang perbuatan tidakmenyenangkan, Pasal 406 tentang perusakan barang,dan peraturan lainnya.

C. Pembinaan

Sesuai dengan amanat SKB pada Diktum KEENAM yangberbunyi “Memerintahkan kepada aparat Pemerintah danpemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkahpembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasanpelaksanaan Keputusan Bersama ini” maka pembinaan dilakukansebagai berikut:

Page 354: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

336

1. Pemerintah daerahPemerintah daerah bersama tim PAKEM daerah dimintasecara proaktif mengadakan pertemuan dengan penganut,anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat AhmadiyahIndonesia (JAI) dan warga masyarakat untuk melakukanpembinaan dengan langkah-langkah sebagai berikut:a. Mendorong penganut, anggota, dan/atau anggota

pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) danwarga masyarakat untuk bersama-sama menjagadan memupuk ketenteraman beragama danketertiban bermasyarakat serta melaksanakanketentuan hukum yang berlaku dalam rangkamewujudkan kerukunan dan persatuan nasional.

b. Membina penganut, anggota, dan/atau anggotapengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) didaerahnya yang dilakukan melalui:1). bimbingan yang meliputi pemberian nasehat,

saran, petunjuk, pengarahan, atau penyuluhankeagamaan dan dakwah agar tidak melakukanperbuatan atau kegiatan seperti pidato,ceramah, khutbah, pengajian, pembaiatan,seminar, lokakarya, dan kegiatan lainnya, lisanmaupun tulisan, dalam bentuk buku, dokumenorganisasi, media cetak, dan media elektronikyang mengandung muatan dan dimaksudkanuntuk penyebaran faham yang mengakuiadanya nabi dan segala ajarannya setelah NabiMuhammad SAW.;

2). pemberian perlindungan sebagai warga negarasesuai dengan peraturan perundang-undang-an;

3). pemberian dorongan untuk memahami, men-dalami dan mengamalkan ajaran Islam dengansebaik-baiknya, agar tidak menyimpang daripokok-pokok ajaran agama Islam.

4). pemberian dorongan untuk pembauran dalam

Page 355: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

337

pelaksanaan kegiatan keagamaan dengan wargamuslim lainnya.

2. Pemerintaha. Pembinaan dilakukan oleh Pemerintah terhadap

kegiatan organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia(JAI) yang diarahkan untuk menghentikan perbuatanatau kegiatan seperti pidato, ceramah, khutbah,pengajian, pembaiatan, seminar, lokakarya, dankegiatan lainnya, lisan maupun tulisan, dalam bentukbuku, dokumen organisasi, media cetak, dan me-dia elektronik yang mengandung muatan dandimaksudkan untuk penyebaran faham yangmengakui adanya nabi dan segala ajarannya setelahNabi Muhammad SAW.

b. Pembinaan dilakukan oleh Pemerintah terhadappenganut, anggota, dan/atau anggota pengurusJemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), wargamasyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yangdiarahkan untuk memantapkan kesadaran ke-hidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaraserta menjamin persatuan dan kesatuan nasionaldalam wadah Negara Kesatuan Republik Indone-sia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

c. Pembinaan di bidang agama dilakukan oleh MenteriAgama dan seluruh jajaran instansi DepartemenAgama di pusat dan daerah bekerjasama denganpara ulama, tokoh masyarakat, dan pengurusorganisasi keagamaan.

D. Pengamanan dan Pengawasan1. Pemerintah daerah bersama tim PAKEM daerah

melakukan pengamanan dan pengawasan yang ditujukanuntuk mengetahui ketaatan penganut, anggota, dan/atauanggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)dan warga masyarakat dalam melaksanakan SKB didaerah masing-masing.

Page 356: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

338

2. Pemerintah melakukan pengamanan dan pengawasanpelaksanaan SKB melalui monitoring, evaluasi dansupervisi atas pengamanan dan pengawasan yang dilakukanoleh pemerintah daerah.

3. Masyarakat dapat melakukan pengawasan pelaksanaanSKB dengan memantau, mengamati dan melaporkankepada aparat setempat yang berwenang, dengan tidakmelakukan perbuatan main hakim sendiri, anarkis dansewenang-wenang serta perbuatan lainnya yangmelanggar hukum.

E. Koordinasi dan Pelaporan1. Gubernur dan bupati/walikota melakukan koordinasi

dalam pelaksanaan SKB yang meliputi pembinaan danpengawasan.

2. Gubernur melaporkan pelaksanaan SKB yang meliputipembinaan dan pengawasan kepada Menteri Agama,Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

3. Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan SKB yang meliputipembinaan dan pengawasan kepada gubernur dengantembusan disampaikan kepada ketua tim PAKEMprovinsi.

4. Pelaporan pelaksanaan SKB yang meliputi pembinaandan pengawasan dilakukan sesuai dengan keperluan,setidak-tidaknya sekali dalam enam bulan.

5. Pelaporan pelaksanaan SKB yang meliputi pembinaandan pengawasan oleh Pemerintah, pemerintah daerah danmasyarakat yang bersifat tindak pidana diteruskan kepadaKepolisian Negara Republik Indonesia.

Page 357: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

339

Demikian, agar Surat Edaran Bersama ini dapat dilaksanakansebagaimana mestinya.

SEKRETARIS JENDERAL JAKSA AGUNG MUDA DIREKTUR JENDERALDEPARTEMEN AGAMA INTELIJEN, KESATUAN BANGSA DAN

POLITIKDEPARTEMEN DALAM NEGERI

ttd. ttd. ttd.

BAHRUL HAYAT, Ph.D. WISNU SUBROTO, SH DR. Ir. SUDARSONO H, MA, SH

Tembusan disampaikan kepada Yth:1. Menteri Agama RI;2. Jaksa Agung RI;3. Menteri Dalam Negeri RI;4. Kepala Kepolisian Negara RI.

Page 358: KKOMPILASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/kompilasi kebijakan... · ... baik dalam bentuk UU, Ketetapan Presiden, Peraturan ...

340