Pecel Lele lela
Pecel Lele lelaTugas Mata Kuliah Pengenalan Kewirausahaan
Anggota Kelompok: Dear Debora (2012100
Dyah M. (2012100
Juwita Oktaviani (2012100
Lisa Melyani (2012100
Pradita Chandra Kurniawan (2012100031)
Windi Nurbani (2012100
Sebelum di-PHK dari jabatan manajer di sebuah perusahaan, Rangga
Umara (31) memilih jualan pecel lele di pinggir jalan. Modal cekak
membuat ia terjerat hutang renternir. Bagaimana jatuh-bangun Rangga
membangun usaha bisnis RM Pecel Lele Lela? Yuk, simak kisahnya.
Kisah Sukses Si Lele Lela
Selamat Pagi! Begitu sapaan khas di RM Lele Lela, begitu Anda
masuk ke sana. Tak peduli Anda datang pada pagi, siang, sore, atau
malam, tetap disambut dengan ucapan, Selamat pagi!
Begitulah Rangga Umara mendoktrin stafnya dalam menyambut tamu
di rumah makan Lele Lela miliknya. Hal itu dia lakukan agar para
karyawan termotivasi dan produk yang disediakan selalu segar
seperti segarnya suasana pagi hari.SEJARAHProfesi yang kugeluti ini
bisa dibilang melenceng dari pekerjaan bapakku, Deddy Hasanudin,
seorang ustaz dan ibuku, Tintin Martini, pegawai negeri yang
sebentar lagi bakal memasuki masa pensiun.
Dulu, cita-citaku memang menjadi pengusaha. Namun, entah kenapa
akhirnya aku kuliah di sebuah perguruan tinggi di Bandung Jurusan
Manajemen Informatika. Ilmu akademis ini mengantarku bekerja di
sebuah perusahaan pengembang di Bekasi sebagai marketing
communication manager di perusahaan itu.
Sayang, setelah hampir lima tahun bekerja, kuketahui kondisi
perusahaan sedang tidak sehat. Hal itu membuat banyak karyawan
di-PHK. Saat itulah aku tersadar, aku tinggal menunggu giliran.
Karena itu aku mulai memikirkan lebih serius soal rencana hidupku
berikutnya. Yang jelas, saat itu yang terpikir olehku, tak ingin
lagi menjadi karyawan kantoran karena sewaktu-waktu bisa menghadapi
masalah PHK lagi.
Rangga Umara
Nekat Wirausaha
Akhirnya, aku bertekad ingin membuka usaha sendiri. Sayangnya
aku bingung mau berbisnis apa. Sebelumnya, aku pernah membuka
beberapa usaha kecil-kecilan, antara lain penyewaan komputer, tapi
bisnisku selalu gagal. Setelah kupikir-pikir, kuputuskan membuka
usaha di bidang kuliner. Alasannya sederhana saja, aku suka sekali
makan.Aku memilih membuka warung seafood seperti yang banyak
ditemukan di kaki lima. Modalku hanya Rp 3 juta. Uang itu kuperoleh
dari hasil menjual barang-barang pribadiku ke teman-teman, antara
lain telepon genggam, parfum, dan jam tangan. Sampai sekarang,
barang-barang itu masih disimpan mereka, katanya buat
kenang-kenangan. Istriku, Siti Umairoh yang seumur denganku,
mendukung keputusanku.Awalnya, ia pikir aku hanya berbisnis
sampingan saja seperti sebelumnya, karena aku mulai berjualan
sebelum mengundurkan diri dari perusahaan. Ia kaget ketika aku
benar-benar menekuni bisnis ini, meski tetap saja ia mendukung.Yang
keberatan justru orang tuaku. Mungkin mereka khawatir memikirkan
masa depan anaknya yang jadi tidak jelas. Maklum aku yang
sebelumnya kerja kantoran dengan berbaju rapi, malah jadi terkesan
luntang-lantung tidak jelas.Warung semi permanen berukuran 2x2
meter persegi kudirikan di daerah Pondok Kelapa. Lantaran modal
pas-pasan, aku mencari yang sewanya cukup murah, sekitar Rp 250
ribu per bulan. Aku mempekerjakan tiga orang, dua di antaranya
adalah suami-istri. Berbeda dari warung seafood di kaki lima yang
umumnya bertenda biru dan berspanduk putih, warungku kudesain
unik.Ternyata, desain unik tak membantu penjualan. Tiga bulan
pertama, hasil penjualan selalu minus. Tak satu pun pembeli datang.
Aku mencoba berbesar hati, mungkin warungku sepi lantaran banyak
yang tidak tahu keberadaan warung tendaku itu. Aku mulai melirik
lokasi lain yang lebih ramai. Kutawarkan sistem kerjasama dengan
rumah makan dan warung lain, tapi selalu ditolak.Sampai suatu hari,
aku mendatangi sebuah rumah makan semi permanen di kawasan tempat
makan, masih di kawasan Pondok Kelapa. Seperti yang lain, pemilik
rumah makan ini juga menolak tawaran kerjasamaku. Ia justru
menawariku membeli peralatan rumah makannya yang hendak ia tutup
lantaran sepi pembeli. Aku menolak, karena tak punya uang.
Akhirnya, ia menawarkan sewa tempat seharga Rp 1 juta per bulan.
Aku pun setuju.Mirip Pisang GorengBulan pertama buka usaha, mulai
tampak hasilnya. Pembeli mulai berdatangan. Aku tahu, usaha yang
bisa sukses dan bertahan adalah usaha yang punya spesialisasi.
Kuputuskan untuk berjualan pecel lele, makanan favoritku sejak
kuliah. Ya, semasa kuliah dulu, aku rajin berburu warung pecel lele
yang enak. Kupikir, orang yang khusus berjualan makanan dari lele
belum ada.Lagi-lagi, nasib baik belum sepenuhnya berpihak kepadaku.
Begitu aku berjualan lele, yang laku justru ayam. Kalau menu ayam
habis, pembeli langsung memilih pulang. Namun, aku tak mau
menyerah. Karena aku tahu lele itu enak. Jadi, ketika para pembeli
duduk menikmati hidangan, aku berkeliling meja, minta mereka
mencicipi lele hasil masakan kami. Syukurlah, mereka berpendapat
masakannya enak.Dari situ, aku berusaha lebih giat untuk
memperkenalkan masakan lele. Aku berusaha menonjolkan kelebihan
lele yang terletak pada dagingnya yang lembut dan gurih. Untuk
menutupi kekurangan tampilan fisik lele yang mungkin kurang
menarik, lelenya aku baluri tepung lalu digoreng. Hasilnya? Gagal
total!Kuamati lele berbalur tepung itu. Hehehe ternyata memang
mirip pisang goreng. Aku pantang menyerah. Kucoba lagi menggoreng
lele dengan tepung. Kali ini, digoreng dengan telur dan melalui
beberapa kali proses. Alhamdulillah, sukses! Pembeli makin suka
makan lele olahan kami.Naluri wirausahaku pada momen itu sangat
kuat. Aku mampu melihat peluang yang tidak titangkap orang lain.
Lele yang biasanya di rumah makan hanya menjadi menu tambahan,
olehku disajikan sebagai menu utama. Bagaimana membuat hal yang
tidak biasa menjadi biasa di mana lele menjadi sajian utama dapat
diterima oleh konsumen? Di tahap ini, naluri inovasiku menunjukan
kebolehannya. Inovasi hidangan lele untuk menonjolkan kelebihan
lele sebagai menu makanan yang terletak pada kelembutan dagingnya
dan memperbaiki bentuk lele sebagai makanan yang tidak menarik
dengan dibaluri tepung dan telur. Jadilah lele tepung yang lambat
laun disukai konsumen. Jenis lele yang digunakan yaitu lele
sangkuriang yang dikembangkan Institut Pertanian Bogor
(IPB).Keunggulannya, lele sangkuriang sudah bisa diternakkan di
kolam terpal, Patilnya tidak berbahaya bagi tubuh manusia,
tulangnya lebih kecil, dan dagingnya lebih kenyal.Selain itu,
metode penggorengan ikan lele di Lele Lela menggunakan mesin khusus
sehingga dapat menjadi atraksi tersendiri bagi setiap pengunjung
yang datang.Setelah tiga bulan pindah ke tempat baru itu,
pendapatan rumah makanku meningkat menjadi Rp 3 juta per bulan. Aku
sangat bersyukur. Dari situ aku berpikir untuk lebih total menekuni
bisnis ini. Apalagi bila dibandingkan dengan penghasilanku sebagai
karyawan kantoran yang cuma tiga koma. Maksudnya, setelah tanggal
tiga, lalu koma HahahaTerjebak Rentenir
Tahu usahaku laris, pemilik rumah makan menaikkan biaya sewa
jadi dua kali lipat, yaitu Rp 2 juta per bulan. Aku mulai merasa
seolah-olah bekerja untuk orang lain karena hasil yang kuraih hanya
untuk membayar sewa tempat.Masalah bertambah lagi karena aku juga
harus memikirkan gaji karyawan. Kuputar otakku guna mendapatkan
uang untuk membayar gaji karyawan. Aku sudah mantap tidak akan
kerja kantoran lagi. Sebab ada tiga orang karyawan yang
menggantungkan nasibnya padaku.Aku mencoba tetap bertahan, walaupun
pendapatanku masih minus. Saking pusingnya, di awal 2007 aku nekat
berhutang pada seorang rentenir sebesar Rp 5 juta, sekadar untuk
menggaji karyawan. Aku berprinsip, dalam kondisi seperti apa pun,
karyawan tetap harus diprioritaskan.Setelah berkali-kali jatuh
bangun merintis Pecel Lele Lela, akhirnya Rangga mulai mereguk
manisnya madu berbisnis kuliner. Usahanya kian menanjak, terutama
setelah banyak orang tertarik menjadi pewaralaba Pecel Lele
Lela.Syukurlah, masalah demi masalah yang menimpa usahaku satu per
satu berhasil kulalui. Selain pantang menyerah setiap kali bertemu
masalah, aku juga tak ingin terfokus pada masalah yang sedang
kuhadapi. Aku lebih suka mencari peluang untuk membuka jalan
keluar. Bukannya lari dari masalah, lho. Cara seperti ini justru
membuatku terus berpikir optimis dan semangat mencari solusi
terbaik.Berkat lele goreng tepung andalan, rumah makanku semakin
ramai pengunjung. Pecinta lele dari berbagai kawasan datang ke
rumah makanku di Pondok Kelapa untuk menikmatinya. Senang rasanya
melihat perubahan positif ini, terutama bila mengingat bulan-bulan
pertama yang sepi pembeli. Ini membuatku makin bersemangat mengajak
kerjasama dengan lebih banyak orang lagi.Sehingga, akhirnya aku
bisa segera pindah dari tempat makan pertama yang kusewa seharga Rp
2 juta per bulan. Menu lele yang disediakan pun makin beragam,
antara lain lele goreng tepung, lele fillet kremes, dan lele saus
padang. Tiga menu inilah yang jadi andalan kami, bahkan jadi
favorit pembeli hingga kini.
Namun, di balik kesuksesanku, cobaan kembali menimpa. Salah satu
kokiku berhenti bekerja. Belakangan, aku tahu ternyata ia membuka
usaha sejenis sepertiku. Apakah aku marah? Tidak. Aku justru kecewa
mengapa ia tak memberitahuku sejak awal. Kalau saja tahu, aku pasti
akan mendukungnya. Tak bisa kita berharap orang akan seterusnya
loyal bekerja pada kita. Aku senang, kok, melihat orang lain
maju.Aku juga senang bila usahaku bisa menginspirasi dan bermanfaat
bagi orang lain. Bagiku, rezeki sudah ada yang mengatur. Bahkan
ketika saat ini banyak orang berbisnis kuliner lele sepertiku, aku
tak menganggap mereka sebagai ancaman. Ini justru memotivasiku
untuk terus berusaha lebih baik. Namun, tak urung aku kelimpungan
dengan mundurnya sang koki. Apalagi, saat itu rumah makanku mulai
ramai.Buka Waralaba
Berkat kerja keras para karyawan, rumah makanku tetap bisa
berjalan seperti biasa. Suatu hari, dalam perjalanan pulang ke
rumah orangtuaku di Bandung, aku mampir ke sebuah restoran cepat
saji asal Amerika. Di situlah aku bertemu Bambang, teman lamaku
saat SMA. Dulu, kami sering main basket bareng. Rupanya, Bambang
bekerja di restoran itu sebagai manajer.
Aku lalu bercerita, aku sudah punya rumah makan dan
mempersilakannya untuk mampir bila ada waktu. Tak disangka,
beberapa minggu kemudian ia datang berkunjung ke rumah makanku yang
sebetulnya lokasinya sangat jauh dari tempat kerjanya.
Dari situlah kami banyak mengobrol soal bisnis rumah makan. Aku
juga curhat soal kebingunganku sebelumnya ketika ditinggal koki.
Bambang lalu banyak memberi masukan, bagaimana mengelola sebuah
rumah makan. Tertarik dengan saran-sarannya, akhirnya aku
menjadikannya sebagai konsultan, meski kecil-kecilan.
Sebagai honornya, aku mengganti uang bensinnya. Ia membantuku
membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) menjalankan rumah makan.
Dengan cara seperti ini, aku tak lagi kelimpungan bila ditinggal
koki. Bambang juga melatih para karyawan sehingga mereka bekerja
lebih profesional, sesuai SOP.
Peran Bambang memang cukup besar. Rupanya, ia menaruh perhatian
pada rumah makanku ini, sehingga akhirnya ia berhenti bekerja dari
tempatnya bekerja dan pindah kerja padaku. Bahkan, temannya banyak
yang mengikuti jejaknya. Kini, Bambang jadi General Manager untuk
Pecel Lele Lela.
Syukurlah, dengan adanya SOP ini, usahaku jadi makin berkembang.
Aku bisa membuka cabang lagi. Istriku juga ikut membantu usahaku.
Bahkan, atas permintaan banyak orang, sejak 2009 Pecel Lele Lela
mulai kuwaralabakan. Sebenarnya, aku tak punya rencana untuk
mewaralabakannya. Namun, para peminat justru mendukungku untuk
melakukannya. Raih Penghargaan
Banyaknya permintaan bisnis waralaba, membuatku akhirnya tak
bisa menolak untuk mewaralabakan Pecel Lele Lela. Ya, hitung-hitung
lebih memperkenalkan rumah makanku kepada lebih banyak orang
sekaligus bagi-bagi rezeki. Meski awalnya permintaan waralaba hanya
berasal dari Jabodetabek, kini mulai merambah ke daerah. Di
antaranya, Bandung, Yogyakarta, Karawang, dan Purwokerto.
Beberapa cabang lagi akan dibuka dalam waktu dekat, di Medan dan
beberapa kota lain. Bahkan, sudah ada permintaan waralaba dari
orang-orang Indonesia yang tinggal di Jeddah, Penang, Kuala Lumpur,
dan Singapura. Rencananya, cabang-cabang di luar negeri akan
direalisasikan tahun ini
Nama Lela sendiri sebenarnya bukan nama istriku atau
anak-anakku. Kedua anakku laki-laki, Razan Muhammad (2,5) dan
Ghanny Adzra Umara (1,5). Lela hanyalah sebuah singkatan, yaitu
Lebih Laku. Ini sekaligus menjadi doa buatku, agar usahaku makin
lancar. Alhamdulillah, Ramadan lalu Pecel Lele Lela ikut mengisi
menu acara buka bersama yang diadakan Presiden SBY di Istana
Negara, yang dihadiri para menteri dan duta dari negara
sahabat.
Selain itu, tahun lalu aku juga menerima penghargaan dari
Menteri Perikanan dan Kelautan karena usahaku dinilai paling
inovatif dalam mengenalkan dan mengangkat citra lele dengan
menciptakan makanan kreatif sekaligus mendorong peningkatan
konsumsi ikan. Penghargaan lain yang juga kuraih, Indonesian Small
and Medium Business Entrepreneur Award (ISMBEA) 2010 dari Menteri
Usaha Kecil dan Menengah.
Usahaku tak sia-sia, aku mendapat penghargaan dari Menteri
UKM.Dua penghargaan ini makin memotivasi diriku untuk lebih bekerja
giat sekaligus senang karena usahaku membuat lele jadi menu modern
ternyata tak sia-sia. Kini, selain sibuk mengembangkan Pecel Lele
Lela, aku juga kerap diundang jadi pembicara di berbagai seminar,
termasuk di kampus-kampus di seluruh Indonesia. Senang rasanya
berbagi ilmu, agar mereka kelak bisa menciptakan lapangan kerja
sendiri.
Gratis Makan
Cita-citaku untuk jadi pengusaha kini tercapai sudah. Asal tahu
saja, dulu aku pernah bermimpi punya rumah makan dengan konsep
seperti restoran cepat saji terkenal. Kini, pelan-pelan mimpi itu
mulai terwujud. Aku sendiri tak pernah membayangkan usahaku akan
sesukses ini. Banyak orang bilang, kesuksesanku terbilang cepat
datangnya.
Pecel lele lela kini memiliki 92 outlet Pecel Lele Lela di
Jakarta, Bandung, dan kota lainnya di Indonesia. Keuntungan yang
diraihnya pun mencapai milyaran rupiah per bulan. Ketika itu
modalnya ngga sampai Rp. 3 Juta. Minjem gas dari orang tua alias
minta.Pada hari pertama jualan, keuntungan Pecel Lele Lela hanya
Rp. 20 ribu, begitupun hari kedua, ketiga, dan hari ke-22 untungnya
hanya bertambah sedikit. Hingga bulan ke lima, hasilnya pun sama
saja, bahkan mines. Pernah sampai 200 ribu, itu pun yang datang
adalah keluarga. Pecel Lele Lela pun terus berkembang. Tak sampai
lima tahun, keuntungannya mencapai Rp. 8.2 milyar per bulan.Dari
apa yang sudah dilewatinya. Bagi ku, untuk memulai usaha itu
seperti masuk kamar Mandi. Tidak perlu mencatat apa saja yang
dibutuhkan untuk mandi, coba saja dulu, kalau sudah masuk nanti
juga dipikirkan yang kurang.
Prinsipku yang lain sejak memulai usaha adalah selalu mengawali
sesuatu dengan akhir yang positif. Maksudnya, aku selalu memikirkan
bagaimana nanti kalau usahaku sukses, bukan sebaliknya. Dengan
demikian, aku selalu optimis.
Inovasi juga harus jadi kebiasaan, selain terus meningkatkan
kualitas dan pencitraan Pecel Lele Lela. Itu sebabnya, kini aku
sedang menggodok konsep baru untuk jangka panjang. Diversifikasi
menu dan pencitraan Pecel Lele Lela sendiri juga semakin
kupikirkan.
Kini, ada banyak pilihan menu lele di Pecel Lele Lela. Untuk
menarik hati pembeli, Pecel Lele Lela juga menggratiskan
hidangannya bagi pembeli yang berulang tahun di hari kedatangannya.
Dan, pembeli bernama Lela juga akan mendapat keistimewaan berupa
makan gratis seumur hidup. Menarik, bukan?
Namun, kesuksesan yang kuraih bukan semata-mata kematangan
konsep dan kelezatan menu saja, lho. Para karyawan juga punya andil
besar. Itu sebabnya, penting bagiku membuat mereka betah dan
bekerja dengan hati.
Sebagai penghargaan, tak jarang mereka kutraktir makan di
restoran lain. Jika hati senang, mereka juga pasti akan bekerja
dengan semangat. Oh ya, soal logo Pecel Lele Lela yang sempat
diprotes kedai kopi asal Amerika karena dianggap mirip, juga sudah
kuganti sejak membuka cabang ke-16.
Menraktir karyawan makan di restoran lain jadi salah satu caraku
menghargai hasil kerja mereka
KIAT-KIAT SUKSES Menulis di Dream Book Untuk mewujudkan impian,
diperlukan kendaraan sebagai usaha untuk menggapai impiannya. Salah
satunya adalah bertanggung jawab.
Menjadi seorang wirausahawan tidak selalu harus bisa, tapi
bagaimana mencari orang yang bisa sehingga mampu membantu kita
untuk mengembangkan usaha yang dirintis.
Jika sudah memiliki keinginan atau kemauan yang tinggi untuk
memulai berwirausaha, harus langsung dilakukan.
Mulailah sesuatu dari yang sederhana, namun mimpinya luar
biasa.
Harus mampu melihat peluang yang tidak ditangkap oleh wirausaha
lain.
Bijak dalam menghadapi tekanan dan tantangan usahanya.
Menggunakan startegi waralaba dalam mengembangkan
usaha.NILAI-NILAI ETIKA Pelayanan terbaik kepelanggan
Menghargai karyawanMENTAL YANG HARUS DIMILIKI
Gigih Kreatif Inovatif Tidak mudah menyerah Pintar melihat
peluang OptimisDAFTAR PUSTAKA
http://www.tabloidnova.com/Nova/News/Peristiwa/Kisah-Sukses-Si-Lele-Lela-2/
http://kabarkampus.com/2013/06/rangga-umara-raih-untung-dari-pecel-lele-lela-8-2-juta-per-bulan/
http://www.desamodern.com/index.php/read/news/view/2181/Lele-Lela-Perjalanan-Seorang-Wirausaha-Muda
http://profilpengusahasuksesindonesia.blogspot.com/2012/11/cerita-sukses-pengusaha-muda-rangga.html
http://www.teropongbisnis.com/teropong-inspirasi/jatuh-bangun-rangga-umara-dalam-merintis-pecel-lele-lela/
http://qnoyzone.blogspot.com/2012/04/pecel-lele-lela-tasikmalaya.html
http://rifqifaizah.blogspot.com/2010/10/pecel-lele-lela.html
2012
Informatika
KALBIS INSTITUTE