Kisah Sukses Aceng Kodir dengan Bisnis Singkong Crispy
Satu lagi pengusaha suskses yang memaksimalkan potensi di
lingkungan sekitarnya yang notabene banyak orang menganggap remeh,
yaitu singkong. Nama pengusaha tersebut adalah Aceng, tapi ini
Aceng kodir yang mempunyai Rumah Crispy sebagai tempat mengolah
singkong/ubi kayu menjadi singkong crispy. Simak kisahnya di bawah
ini, semoga menginspirasi.
Kalau Aceng yang ini bukan nama Bupati Garut yang sedang
bermasalah. Aceng yang ini adalah profil pekerja keras yang
berjuang dari bawah dan akhirnya sukses dalam wirausaha di bisnis
ubi kayu atau singkong. Aceng Kodir menganggap singkong adalah
jalan hidupnya. Jika dahulu singkong hanya dikenal sebagai makanan
orang kampung, tidak demikian saat ini. Beragam makanan olahan
berbahan dasar singkong justru disukai orang kota yang modern.
Seperti makanan olahan berbahan singkong yang diciptakan Aceng
Kodir, warga Gang Pancatengah I, Batujajar Kabupaten Bandung Barat.
Makanan olahan yang dia namai crispy singkong dan crispy konghui
itu laku keras di pasaran. Bahkan, pria 42 tahun itu mampu meraup
omzet tak kurang dari Rp 3 juta per hari dari penjualan kedua jenis
makanan tersebut. Crispy singkong dan crispy konghui buatan Aceng
merupakan makanan ringan. Crispy singkong berbahan dasar singkong,
sementara crispy konghui merupakan perpaduan antara singkong dan
hui (ubi, dalam bahasa Indonesia). Ubi yang dipilih adalah ubi
berwarna ungu.
Ditemui dalam acara UKM di Kampus Unpad, Jalan Dipati Ukur,
Bandung, pekan lalu, Aceng menuturkan jika bisnisnya sudah dimulai
sejak tiga tahun lalu. Ketika itu, dia merasa prihatin terhadap
petani singkong yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Meski
bertahun-tahun menanam singkong, petani tidak pernah menikmati
hasilnya lantaran harga jual singkong sangat murah, tak lebih dari
Rp 400 per kilogram.
Saya berpikir bagaimana agar petani singkong tidak terpuruk, dan
yang paling penting adalah agar mereka tetap semangat menanam
singkong karena singkongnya terjual dengan harga wajar, ujar Aceng.
Aceng pun memutar otak. Tercetuslah ide membuat singkong crispy.
Dengan modal Rp 200.000, ia membeli beberapa kilogram singkong dari
tetangga. Tak ketinggalan, bahan untuk singkong crispy pun
dibelinya, termasuk minyak goreng. Sementara alat untuk mengepres
adonan singkong agar benar-benar tipis, digunakan alat pembuatan
molen.
Aceng mengaku, ketika pertama kali membuat crispy singkong, dia
tidak langsung menjualnya. Dia tawarkan produk buatannya itu kepada
tetangga, dan belakangan ke Ketua RT, RW, Kepala Desa, Camat,
sampai Bupati. Dari situlah, produknya dikenal dan disukai banyak
orang. Akhirnya Aceng pun menjual crispy singkong buatannya.
Setelah Crispy Singkong banyak yang minat, Aceng membuat Crispy
Konghui. Penganan tersebut terbuat dari singkong dan ubi ungu. Ubi
didapatnya dari daerah Jawa Timur, namun belakangan dirinya
membudidayakan ubi ungu di kampungnya.
Kedua makanan ringan buatan Aceng diterima pasar dengan baik.
Bahkan pasarnya adalah wisatawan dalam maupun luar negeri. Kedua
camilan itu pun dijual di Kartikasari dan Circle K. Sebungkus
crispy singkong dijual Rp 19.000, sedangkan crispy konghui
dibanderol Rp 20.000. Satu bungkus isi bersih 250 gram.
Sehari, Aceng bisa membuat 250 bungkus crispy singkong dan
crispy konghui. Dia menjualnya Rp 12.500 per bungkus ke reseller,
atau jika dihitung omzetnya Rp 3 juta per hari. Untuk peralatan,
Aceng mengaku tidak kesulitan. Demikian pula bahan baku dan tenaga
perajin. Areal perkebunan singkong terhampar luas di daerahnya.
Aceng membeli singkong dari petani Rp 1.000 per kilogram. Sementara
sejumlah tetangga menjadi pekerja pembuatan crispy singkong dan
konghui buatannya, di rumah produksi bernama Rumah Crispy.
Sumber :
bisniskeuangan.kompas.comhttp://kisahsukses.info/kisah-sukses-aceng-kodir-dengan-bisnis-singkong-crispy.htmlKisah
Sukses Pengusaha Tahu Organik
Bertemu Rudik Setiawan seperti jumpa tempayan tumpah. Ia dengan
murah hati berbagi pemikiran, pengalaman bisnis, teori, bahkan
rahasia bisnisnya. Belum lama bicara, ia minta secarik kertas dan
pena. Ia lalu membuat skema konsep bisnisnya, latar belakang teori,
nama-nama ahli dibalik teori itu dan tahun bukunya.
Ia membuat skema bisnis model canvas dari pakar manajemen
Alexander Osterwalder (2010), salah satu strategi manajemen yang
biasa diajarkan pada program pascasarjana. Ia terapkan pada pabrik
tahunya. Aksi itu membuat orang lain bisa membaca peta bisnisnya
dengan cepat.
Lewat jalan itu, sejak tahun 2004 ia memulai bisnis tahu.
Hasilnya, hingga kini ia meraih tujuh penghargaan dari kompetisi
manajemen usaha kecil menengah (UKM).
Penghargaan membawanya dua kali bertemu Wakil Presiden Boediono,
termasuk hadiah dari Kemenpora berupa perjalanan meninjau UKM tahu
di China. Omzet bisnisnya tahun lalu Rp 1,2 milyar, dan tahun ini
ia menargetkan Rp 2,2 milyar dengan 14 karyawan.
Bagi Rudik, ia bukanlah pengusaha pabrik tahu, tetapi pebisnis
tahu. Saya tak terlibat proses produksi, meski saya bisa membongkar
pasang mesin pabrik tahu. Seperti umumnya pebisnis, saya mencari
untung dari tahu. Tetapi bukan sekadar untung, saya mengedepankan
karakter dan kejujuran.
Proses produksi tahu miliknya sama dengan pabrik tahu lainnya.
Hanya pemikiran dan konstruksi di balik lahirnya tahu itu yang
berbeda, katanya sambil menunjukkan produknya, tahu organik.
Kecemasan konsumen
Rudik membidik kecemasan konsumen tahu yang kian sadar kesehatan
dan lingkungan. Terutama konsumen perkotaan yang belanja di
supermarket. Mereka khawatir adanya formalin dalam tahu. Konsumen
kelompok ini belum terlayani kebutuhannya mendapatkan sumber
protein murah dan intim dalam menu makanan kita.
Dibalik kesederhanaan tahu organik itu, prestasi terpentingnya
adalah membangun kepercayaan pasar. Ia mencanangkan strategi zero
waste dan open kitchen di pabrik tahu. Sampah limbah pabrik tahu
itu nol. Dapur pabrik siap dikunjungi siapa pun.
Semua itu bukan semata saya pro-lingkungan, tetap ada
pertimbangan komersialnya. Pabrik tahu biasanya dimusuhi warga
desa, karena bau dan limbahnya mengotori sungai. Di pabrik saya,
limbah tahu yang berisi protein dimasukkan ke sawah orangtua,
ceritanya.
Alhasil, sawah milik orangtuanya bisa menghasilkan 7,5 ton per
hektar (ha). Sedangkan sawah tetangga 5,5 ton per ha. Jadilah ampas
tahu pabriknya dipesan tetangga untuk pupuk dan pengepul pakan
sapi.
Saat krisis
Tahu organik ia temukan pada 2007, saat terjadi krisis kedelai.
Saat itu harga kedelai impor naik dari Rp 3.000 per kg menjadi Rp
5.500. Krisis tahun 2012 menjadikan harga kedelai menjadi Rp 8.000
per kg. Padahal 70 persen biaya produksi pabrik tahu ada pada bahan
baku. Rudik membuat tahu organik yang pengerjaannya sama dengan
tahu biasa. Ia mengiringi produk tahu organik dengan upaya
meyakinkan konsumen pada kesehatan tahu. Ia pun mendapatkan
sertifikat organik dari Kementerian Kesehatan.
Tahu organik buatannya berukuran 16,5 cm x 16,5 cm, untuk
membedakan dari tahu biasa yang umumnya 11,5x11,5 cm. Ia melepas
produknya sampai ke pasar swalayan di Jakarta.
Saya diprotes konsumen, mengapa sama-sama tahu (produk) saya
tetapi harganya beda, Rp 4.000 untuk tahu non-organik, dan Rp
12.000 yang organik. Saya belajar lagi, lalu saya beri warna label
yang berbeda dan konsumen bisa menerima, katanya.
Meski tahu organik pasarnya relatif jelas, tetapi Rudik tak
meninggalkan pembuatan tahu non-organik. Alasan dia, Saya tak mau
melayani konsumen yang menguntungkan saja. Saya juga wajib melayani
konsumen tahu biasa, meski mereka (konsumen tahu non-organik)
berdaya beli rendah.
Waralaba
Rudik berencana meluaskan usahanya dengan waralaba. Ia pun
membuat tahu bulat dengan konsumen utama anak-anak. Dia melepas
tahu bulat seharga Rp 200 per buah kepada pedagang, yang bisa
dijual lagi seharga Rp 500 termasuk sausnya.
Lantaran tahu saya tanpa formalin dan lebih lembut, jadi
anak-anak suka, katanya.
Tahu bulat dibuat dari irisan pinggir tahu yang tak rapi, lalu
dipadatkan dan dibuat bubur tahu di nampan. Sebagian tahu menyusup
ke celah-celah nampan, menjadi lembaran yang tak rapi. Lembaran itu
biasanya diikutkan saat dijual, tetapi untuk produk tahu saya,
lembaran itu saya potong. Lalu dibuat bola tahu, saya goreng.
Jadilah produk baru, katanya.
Rudik tak menggunakan pengawet karena kecepatan pembusukan tahu
bisa ditahan dengan meningkatkan kepadatan tahu. Logikanya gampang,
tahu padat air sulit masuk pori-pori, maka bakteri pembusuk sulit
berkembang. Jadi umur tahu bisa sampai tiga hari. Itu waktu yang
cukup untuk memasarkan tahu, tak perlu sampai tujuh hari.
Tahu tanpa formalin juga lebih lembut, tidak keras, dan lebih
enak, ucap Rudik meyakinkan.
Kisah Sukses - Bob Sadino
Kisah sukses Bob Sadino memang tak asing lagi ditelinga kita,
bahkan beliau memilih miskin sebelum kaya. Pernyataan tersebut
sangatlah kontroversi sekali karena pada umumnya manusia takut akan
miskin dan maunya kaya raya. Mungkin beberapa logika untuk menjawab
pernyataan Bob Sadino tersebut adalah jika kita dalam kondisi awal
miskin terlebih dahulu sebelum kaya mungkin membuat mental kita
lebih siap jika nanti jadi pengusaha yang sukses tetapi dalam
perjalanan bisnis kita tiba-tiba bangkrut mendadak. Kita akan lebih
siap menghadapinya dan mudah untuk bangkit karena sikap mental yang
kita miliki sebagai modal. Tapi hal tersebut berbeda sekali
keadaannya jika kondisinya berlawanan, misal jika kita langsung
dalam keadaan kaya tanpa pernah merasakan miskin, maka jika kita
mengalami kebangkrutan mendadak, kita akan kesulitan untuk bangkit
dan memulai lagi.
Sangat menarik sekali jika kita membahas tokoh yang satu ini.
Sebenarnya inti kisah sukses Bob Sadino tersebut memberikan
formula-formula bisnis untuk usaha kita dengan sangat sederhana
atau simple. Karena kalau kita belajar dari praktisi yang
berpengalaman dibidang usaha, maka kita akan menemukan hal-hal yang
sederhana tapi jika kita lakukan dampaknya akan luar biasa. Tak
usah berlama-lama, marilah kita ikuti pemaparan kisah sukses Bob
Sadino berikut ini.
Intrepreneur sukses yang satu ini menjalani jalan hidup yang
panjang dan berliku sebelum meraih sukses. Dia sempat menjadi supir
taksi hingga kuli bangunan yang hanya berpenghasilan Rp100.
Penampilannya eksentrik. Bercelana pendek jins, kemeja lengan
pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, dan kerap menyelipkan
cangklong di mulutnya. Ya, itulah sosok pengusaha ternama Bob
Sadino, seorang entrepreneur sukses yang merintis usahanya
benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha.
Siapa sangka, pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket)
ini pernah menjadi sopir taksi dan kuli bangunan dengan upah harian
Rp100.
Celana pendek memang menjadi pakaian dinas Om Bob begitu dia
biasa disapa dalam setiap aktivitasnya. Pria kelahiran Lampung, 9
Maret 1933, yang mempunyai nama asli Bambang Mustari Sadino, hampir
tidak pernah melewatkan penampilan ini. Baik ketika santai, mengisi
seminar entrepreneur, maupun bertemu pejabat pemerintah seperti
presiden. Aneh, namun itulah Bob Sadino.
Keanehan juga terlihat dari perjalanan hidupnya. Kemapanan yang
diterimanya pernah dianggap sebagai hal yang membosankan yang harus
ditinggalkan. Anak bungsu dari keluarga berkecukupan ini mungkin
tidak akan menjadi seorang entrepreneur yang menjadi rujukan semua
orang seperti sekarang jika dulu tidak memilih untuk menjadi orang
miskin.
Sewaktu orangtuanya meninggal, Bob yang kala itu berusia 19
tahun mewarisi seluruh hartake kayaan keluarganya karena semua
saudara kandungnya kala itu sudah dianggap hidup mapan. Bob
kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia.
Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama
kurang lebih sembilan tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod
di kota Amsterdam, Belanda, juga di Hamburg, Jerman. Di Eropa ini
dia bertemu Soelami Soejoed yang kemudian menjadi istrinya.
Sebelumnya dia sempat bekerja di Unilever Indonesia. Namun,
hidup dengan tanpa tantangan baginya merupakan hal yang
membosankan. Ketika semua sudah pasti didapat dan sumbernya ada
menjadikannya tidak lagi menarik. Dengan besaran gaji waktu itu
kerja di Eropa, ya enaklah kerja di sana. Siang kerja, malamnya
pesta dan dansa. Begitu-begitu saja, terus menikmati hidup, tulis
Bob Sadino dalam bukunya Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila.
Pada 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Kala itu dia
membawa serta dua mobil Mercedes miliknya. Satu mobil dijual untuk
membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Setelah beberapa
lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar
dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara
mandiri. Satu mobil Mercedes yang tersisa dijadikan senjata pertama
oleh Bob yang memilih menjalani profesi sebagai sopir taksi gelap.
Tetapi, kecelakaan membuatnya tidak berdaya. Mobilnya hancur tanpa
bisa diperbaiki.
Setelah itu Bob beralih pekerjaan menjadi kuli bangunan. Gajinya
ketika itu hanya Rp100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat
tekanan hidup yang dialaminya. Bob merasakan bagaimana pahitnya
menghadapi hidup tanpa memiliki uang. Untuk membeli beras saja dia
kesulitan. Karena itu, dia memilih untuk tidak merokok. Jika dia
membeli rokok, besok keluarganya tidak akan mampu membeli
beras.
Kalau kamu masih merokok, malam ini besok kita tidak bisa
membeli beras, ucap istrinya memperingati.
Kondisi tersebut ternyata diketahui teman-temannya di Eropa.
Mereka prihatin. Bagaimana Bob yang dulu hidup mapan dalam
menikmati hidup harus terpuruk dalam kemiskinan. Keprihatinan juga
datang dari saudara-saudaranya. Mereka menawarkan berbagai bantuan
agar Bob bisa keluar dari keadaan tersebut. Namun, Bob
menolaknya.
Dia sempat depresi, tetapi bukan berarti harus menyerah.
Baginya, kondisi tersebut adalah tantangan yang harus dihadapi.
Menyerah berarti sebuah kegagalan. Mungkin waktu itu saya anggap
tantangan. Ternyata ketika saya tidak punya uang dan saya punya
keluarga, saya bisa merasakan kekuatan sebagai orang miskin. Itu
tantangan, powerfull. Seperti magma yang sedang bergejolak di dalam
gunung berapi, papar Bob.
Jalan terang mulai terbuka ketika seorang teman menyarankan Bob
memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan
depresinya. Pada awal berjualan, Bob bersama istrinya hanya menjual
telur beberapa kilogram. Akhirnya dia tertarik mengembangkan usaha
peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih
mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam
negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya
dari pintu ke pintu. Padahal saat itu telur ayam negeri belum
populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya
dibeli ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang.
Ketika bisnis telur ayam terus berkembang Bob melanjutkan
usahanya dengan berjualan daging ayam. Kini Bob mempunyai PT Kem
Foods (pabrik sosis dan daging). Bob juga kini memiliki usaha
agrobisnis dengan sistem hidroponik di bawah PT Kem Farms.
Pergaulan Bob dengan ekspatriat rupanya menjadi salah satu kunci
sukses. Ekspatriat merupakan salah satu konsumen inti dari
supermarketnya, Kem Chick. Daerah Kemang pun kini identik dengan
Bob Sadino.
Kalau saja saya terima bantuan kakak-kakak saya waktu itu,
mungkin saya tidak bisa bicara seperti ini kepada Anda. Mungkin
saja Kemstick tidak akan pernah ada, ujar Bob.
Pengalaman hidup Bob yang panjang dan berliku menjadikan dirinya
sebagai salah satu ikon entrepreneur Indonesia. Kemauan keras,
tidak takut risiko, dan berani menjadi miskin merupakan hal-hal
yang tidak dipisahkan dari resepnya dalam menjalani tantangan
hidup. Menjadi seorang entrepreneur menurutnya harus bersentuhan
langsung dengan realitas, tidak hanya berteori.
Karena itu, menurutnya, menjadi sarjana saja tidak cukup untuk
melakukan berbagai hal karena dunia akademik tanpa praktik hanya
membuat orang menjadi sekadar tahu dan belum beranjak pada taraf
bisa. Kita punya ratusan ribu sarjana yang menghidupi dirinya
sendiri saja tidak mampu, apalagi menghidupi orang lain, jelas
Bob.
Bob membuat rumusan kesuksesan dengan membagi dalam empat hal
yaitu tahu, bisa, terampil, dan ahli.
Tahu merupakan hal yang ada di dunia kampus, di sana banyak
diajarkan berbagai hal namun tidak menjamin mereka bisa. Sedangkan
bisa ada di dalam masyarakat. Mereka bisa melakukan sesuatu ketika
terbiasa dengan mencoba berbagai hal walaupun awalnya tidak bisa
sama sekali. Sedangkan terampil adalah perpaduan keduanya. Dalam
hal ini orang bisa melakukan hal dengan kesalahan yang sangat
sedikit. Sementara ahli menurut Bob tidak jauh berbeda dengan
terampil. Namun, predikat ahli harus mendapatkan pengakuan dari
orang lain, tidak hanya klaim pribadi. (sumber:
pemudakayaraya.wordpress.com)
Pantang menyerah dan kerja keras dari beliau sangatlah perlu
kita acungi jempol. Pahit getir dalam menjalani usaha telah
dilakukan dan akhirnya membawa dampak yang sangat luar bisa. Kisah
sukses Bob Sadino ini bisa menginspirasi dan menularkan virus
entrepreneurship bagi seluruh pelaku-pelaku usaha di Indonesia.
Sungguh luar biasa sekali kiat-kiat sukses yang telah dibagikan
oleh beliau. Akhirnya saya berharap agar pembaca sekalian bisa
mengambil sisi positif dari penaglaman Bob Sadino dan memberi
dampak yang positif pula bagi kelangsungan usaha masing-masing.
Jaga selalu semangat kewirausahaan, salam sukses selalu.
Kisah sukses pengusaha asal Minang Chairil Tanjung
Apa jadinya jika seorang calon dokter gigi justru merambah
bisnis televisi? Jika ingin tahu jawabannya, lihatlah sosok Chairul
Tanjung, pebisnis asli pribumi yang kini namanya berkibar dengan
Grup TransTV dan Trans7. Berkat kesulitan ekonomi yang menderanya,
ternyata hal tersebut justru menjadi bekal mengasah ketajaman
insting bisnisnya.
Bermula dari awal kuliah di jurusan Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia. Biaya masuk kuliah kala tahun 1981 sebesar Rp 75 ribu,
dengan uang kuliah per tahun Rp 45 ribu. Rupanya, untuk membayar
uang kuliah tersebut, sang ibu sampai harus menggadaikan selembar
kain halus.
"Saya betul-betul terenyuh dan shock, sejak saat itu saya
bersumpah tidak mau meminta uang lagi ke orang tua," kata dia pada
pertengahan Januari 2009 ini.
Maka, kelahiran Jakarta, 18 Juni 1962 ini pun lantas memulai
bisnis kecil-kecilan. Dia bekerjasama dengan pemilik mesin
fotokopi, dan meletakkannya di tempat strategis yaitu di bawah
tangga kampus. Mulai dari berjualan buku kuliah stensilan, kaos,
sepatu, dan aneka barang lain di kampus dan kepada teman-temannya.
Dari modal usaha itu, ia berhasil membuka sebuah toko peralatan
kedokteran dan laboratorium di daerah Senen Raya, Jakarta. Sayang,
karena sifat sosialnya - yang sering memberi fasilitas kepada rekan
kuliah, serta sering menraktir teman - usaha itu bangkrut.
Ternyata, ia justru bisa makin berkembang dengan berbagai
usahanya. Ia pun lantas memfokuskan usahanya ke tiga bisnis inti,
yakni: keuangan, properti, dan multimedia. Melalui tangan
dinginnya, ia mengakuisisi sebuah bank kecil yang nyaris bangkrut,
Bank Tugu. Keputusan yang dianggap kontoversial saat itu oleh orang
dekatnya. Namun, pengalaman bangkit dari kegagalan rupanya
mengajarkannya banyak hal. Ia justru berhasil mengangkat bank itu,
- setelah mengubah namanya menjadi Bank Mega - menjadi bank papan
atas dengan omset di atas Rp1 triliun saat ini.
Selain itu, suami dari dokter gigi Ratna Anitasari ini juga
merambah bisnis sekuritas, asuransi jiwa dan asuransi kerugian.
Kemudian, di bisnis properti, ia juga telah membuat sebuah proyek
prestisius di Kota Bandung, yang dikenal dengan Bandung Supermall.
Dan, salah satu usaha yang paling melambungkan namanya yaitu bisnis
televisi, TransTV. Pada bisnis pertelevisian ini, ia juga dikenal
berhasil mengakuisisi televisi yang nyaris bangkrut TV7, dan kini
berhasil mengubahnya jadi Trans7 yang juga cukup sukses.
Tak heran, dengan semua prestasinya, ia layak disebut sebagai
"The Rising Star". Bahkan, baru-baru ini, ia dinobatkan sebagai
orang terkaya Indonesia, di posisi ke-18, dengan total kekayaan
mencapai 450 juta dolar AS. Sebuah prestasi yang mungkin tak pernah
dibayangkannya saat memulai usaha kecil-kecilan, demi mendapat
biaya kuliah, ketika masih kuliah di UI dulu.
Hal itulah yang barangkali membuat Chairul Tanjung selalu tampil
apa adanya, tanpa kesan ingin memamerkan kesuksesannya. Selain itu,
rupanya ia pun tak lupa pada masa lalunya. Karenanya, ia pun kini
getol menjalankan berbagai kegiatan sosial. Mulai dari PMI, Komite
Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas
Indonesia dan sebagainya. "Kini waktu saya lebih dari 50% saya
curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan," ungkapnya.
Kini Grup Para mempunyai kerajaan bisnis yang mengandalkan pada
tiga bisnis inti. Pertama jasa keuangan seperti Bank Mega, Asuransi
Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Mega Capital Indonesia. Kedua,
gaya hidup dan hiburan seperti Trans TV, Trans7. Ketiga berbasis
sumber daya alam.
Belakangan, Chairul bekerja sama dengan Jusuf Kalla membentuk
taman wisata terbesar di Makassar.
Chairul merupakan salah satu dari tujuh orang kaya dunia asal
Indonesia. Dia juga satu-satunya pengusaha pribumi yang masuk
jajaran orang tajir sedunia. Enam wakil Indonesia lainnya adalah
Michael Hartono, Budi Hartono, Martua Sitorus, Peter Sondakh,
Sukanto Tanoto dan Low Tuck Kwong.
Berkat kesuksesannya itu Majalah Warta Ekonomi menganugerahi
Pria Berdarah Minang/Padang sebagai salah seorang tokoh bisnis
paling berpengaruh di tahun 2005 dan Dinobatkan sebagai salah satu
orang terkaya di dunia tahun 2010 versi majalah Forbes dengan total
kekayaan $1 Miliar.
Kisah Sukses Usaha Agrobisnis dari Ciwidey
Indonesia yang terletak di daerah tropis, sangat cocok
untukusaha agrobisnis. Bila Anda mau memanfaatkan hal ini, bukan
tidak mungkin Anda akan sukses seperti Teh Eneng.
Teh Eneng pada awalnya hanyalah petani biasa. Dari kebun
miliknya, dia memasarkan sayur dan hasil kebun lainnya ke
pasar-pasar tradisional. Awalnya, dia hanya memiliki empat orang
pegawai yang membantunya menjalankan usaha agrobisnis ini.
Pemasukan yang dia dapat hanya sekitar Rp. 800 ribu hingga Rp. 2
juta per harinya.
Teh Eneng lalu berpikir untuk mengembangkan usahanya ini.Dan.
Dia mulai mencari informasi lebih mengenai bisnis ini.
Akhirnya,Teh Eneng menemukan LSM Satoe Indonesia pada 2007. Hal
ini mungkin menjadi pembuka pintu kesuksesan usaha agrobisnis
miliknya. Perempuan 28 tahun ini akhirnya mulai mengikuti pelatihan
dari LSM ini.
LSM Satoe Indonesia sendiri adalah LSM yang berawal dari
organisasi mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut
Teknologi Bandung. Organisasi ini mempunyai program bernama
Pengembangan Usaha. Program ini bertujuan untuk membantu
mengembangkan bisnis potensial di desa Ciwidey.
Dari pelatihan ini, Teh Eneng memperoleh banyak hal. Dia
akhirnya tahu cara membudidayakan yang baik, pengemasan dan
pemasaran. Selain itu, Teh Eneng juga berkesempatan mengikuti
pameran, seperti Agro Expo di JCC.
Dari pelatihan dan pameran ini, jaringanusaha agrobisnisTeh
Eneng mulai terbentuk. Dia berhasil bertemu dengan banyak orang
dari industri pemasok ritel modern. Dan, kesempatan mengembangkan
bisnisnya terbuka lebar.
Teh Eneng juga mendapatkan pengetahuan berharga mengenai
komoditas sayur eksklusif. Jenis sayuran ini menjadi sangat
bernilai tinggi karena kualitas dan pengemasannya agar dapat masuk
ritel modern.
Saat ini, usaha agrobisnis Teh Eneng sudah mempunyai 26 orang
karyawan. Mereka bekerja membantu di kebun, gudang dan pengemasan.
Dan, daerah pemasaran usahanya juga berkembang.
Teh Eneng berhasil memasok ke 13 ritel modern di Jakarta,
seperti Lebak Bulus, MT Haryono, Season City, Ciledug, Cempaka Mas,
TMII, dan Ambassador. Selain itu, Teh Eneng berhasil pula
mengekspor produknya ke luar negeri.
Luas kebun Teh Eneng mencapai 60 hektar. Produk sayur yang
dihasilkannya termasuk dalam produk semi organik atau sayuran
berpestisida minimum. Selain produk sayur lokal, Teh Eneng juga
memproduksi sayuran eksklusif, seperti adamame, labu Jepang dan
lainnya.
Usaha agrobisnisTeh Eneng kini sudah sangat berkembang. Per
minggunya, dia dapat memasok swalayan-swalayan besar sebanyak 3
kali dengan pesanan minimum 300 kg untuk 54 jenis sayuran.
Teh Eneng juga memberdayakan petani didaerahnya. Kini sudah ada
23 gapoktan (gabungan kelompok tani) atau sekitar 270 petani yang
bekerja sama dengannya. Dia juga membagi ilmu agrobisnis yang
didapatnya kepada mereka.
Dan, harapan Teh Eneng adalah menghapus paradigma bahwa usaha
agrobisnis adalah usaha para laki-laki. Teh Eneng membuktikan
dengan kreativitas, kerja keras dan kecerdasannya, dia berhasil
menjadi salah satu pebisnis agrobisnis sukses.
Kisah Sukses Nursalim dengan Bisnis Budidaya Semangka
Dengan Modal pengalaman menanam semangka pertama yang sukses itu
mendorong ia tak melirik bidang lain. Bangku kuliah ia selesaikan
hanya dengan dua tahun. Sejak itu, ia seperti bersumpah untuk
memusuhi kemiskinan dan ingin membalas budi orang tuanya yang telah
ia tipu. Saya merasa berutang kepada orang tua. Untungnya, orang
tua saya bangga ketika saya berhasil mandiri dengan bertani
semangka ini. Dan, walaupun terlambat, akhirnya saya jadi sarjana
juga, kata lulusan Stisipol Darma Wacana Metro itu.
Saya ini gagal kuliah dulu karena orang tua saya miskin. Karena
saya tahu orang tua saya tidak akan mampu membiayai kuliah, saya
justru nekat menyelewengkan uang kuliah dan uang indekos yang
diberikan ibu saya, kata dia.Bapak tiga anak ini menceritakan saat
kuliah di FMIPA Unila tahun 1989, ia sedih jika pulang kampung.
Sebab, pasti akan menyusahkan orang tuanya, yakni ibunya mencari
utangan uang panas untuk membayar kuliah.Begitu dapat uang kuliah
dan uang indekos dari ibu yang hasil pinjaman, saya dapat ide
nekat. Akhirnya, saya cuti kuliah dan uang itu saya pakai untuk
modal menanam semangka di kampung. Alhamdulillah, ternyata
semangkanya jadi dan dapat untung cukup besar. Itulah yang membuat
saya cuti kuliahnya kebablasan, hahaha,
Meskipun demikian, perjalanan bertani dan berdagang komoditas
hortikulturanya tidak semulus seperti yang dibayangkan. Ia sempat
bangkrut hingga menyisakan satu unit sepeda ontel sebagai harta
terakhirnya. Itu terjadi saat ia sudah menikahi Wasri dan diamanahi
satu anak dan tinggal bersama mertua.Namun, tampaknya jiwa berani
Nursalim memang teruji. Sepeda satu-satunya itu ia jual untuk modal
menanam jagung. Modal terakhir itu pun jeblok sehingga lunas-lah
semua yang pernah ia miliki.Kebangkitan kembali Nursalim adalah
ketika ada teman kuliah yang memberi kepercayaan berbisnis semangka
lagi. Dengan ketekunan dan ketelatenan, usaha anak ketiga dari
empat bersaudara pasangan Muchlasin dan Waginem itu mulai tumbuh.
Selain menanam semangka dengan cara menyewa lahan sela musim
tanaman padi, ia berhasil memupuk keuntungan.
Nursalim selalu ingin memperbaiki kualitas semangka yang ia
tanam. Berbagai teknologi terbaru ia buru sampai ke sumber-sumber
yang semula tidak pernah ia bayangkan. Saya belajar teknologi tanam
semangka nonbiji dengan sistem pengairan menggunakan selang ini
dari Malaysia. Juga mengamati perkembangan dan pertumbuhan tanaman
secara saksama dipadu dengan tata cara yang standar. Artinya, saya
belajar dari buku, guru ilmiah, dan juga dari pengalaman di
lapangan dan terjun langsung, kata dia.
Soal pasar, politisi PKS ini sudah mengenali sejak mulai
berbisnis semangka. Sambil menjual hasil panen dari lahan yang ia
kelola, ia juga membeli semangka petani lain, menimbang sendiri,
memuatnya ke truk, mengawal ke Jakarta, lalu menggelar lapak untuk
dijual eceran. Jika sedang jeblok, kata dia, jualan di Jakarta bisa
sampai satu bulan. Itu pun rugi. Pesan ibu saya, jadi orang itu
harus prigel. Prigel itu artinya bekerja rajin, tidakkenal lelah,
dan kreatif. Katanya, orang prigel itu bisa mengalahkan orang
pinter, hahaKini, ia sudah melewati periode-periode berat dalam
berbisnis di bidang agro. Usaha hortikultura, terutama semangka,
cukup untuk membiayai hidup keluarga dan kegiatan lainnya di
luar.
Setidaknya, setiap bulan ia panen atau tidak panen semangka
seluas 30 hektare. Saya katakan panen atau tidak panen, karena
tidak setiap menanam pasti sukses. Ya, namanya usaha, kadang
berhasil kadang gagal. Tetapi catatan saya, menanam semangka ini,
misalnya tiga kali gagal, satu kali panen dengan harga bagus, masih
dapat untung, kata dia.Untuk mendukung usaha yang sarat modal dan
sarana, Nursalim mendirikan UD Salim Mandiri. Perusahaan dagang ini
bergerak dalam penyediaan alat dan sarana pertanian, terutama yang
berkaitan dengan kebutuhan tanaman semangka. Omzetnya? Ya, adalah
Rp5 M setahun. Kalau aset? Kalau yang itu, rahasia, hehehe.., kata
dia.
Dari usahanya ini, Nursalim kini bisa mengawasi lahan semangka
yang kebanyakan di wilayah Tulangbawang dengan tenang. Saat ke
kantor DPRD, ia tampil klimis dengan Honda CRV hitam yang dihela
seorang sopir. Saat ngantor ke ladang, ia tampil siap turun ke
lumpur dengan Daihatsu Feroza-nya. Ia mengaku bisnis agro ini masih
berpeluang besar. Ia mengaku sudah menularkan ilmu dan modalnya,
juga memberdayakan sembilan kelompok tani semangka di daerahnya.
Terakhir, saya bersama sembilan kelompok tani itu baru
menandatangani kontrak ekspor semangka ke Dubai, Uni Emirat Arab,
dan ke Singapura. Kontraknya, 25 ton atau satu kontainer setiap
pekan. Insya Allah dapat kami penuhi,
Soal harga, pria murah senyum dengan cukuran cepak ini tak
khawatir. Harga pasaran di lahan saat ini, kata dia, sekitar
Rp2.200 per kilogram. Produk setiap hektare saat panen bagus
mencapai 30 ton. Pedagang akan datang ke lahan untuk dibawa ke
pasar-pasar di Pulau Jawa, Palembang, Jambi, dan lokal Lampung.
Kalau sudah ekspor nanti, insya Allah kami dapat harga yang lebih
bagus dan tidak fluktuatif karena sudah terikat kontrak, ujar
Nursalim.
Kisah Sukses Pak Ran & Ibu Sri dengan Bisnis Tahu Tuna
Bisnis Kuliner memang tak pernah surut. Pengusahanya pun terus
menciptakan menu baru, seperti tahu berisi ikan tuna. Tahu tuna ini
terbukti sangat digemari. Berkat tahu tuna, produsen tahu tuna di
Pacitan bisa meraup omzet ratusan juta per bulan.
Tahu merupakan makanan ringan yang sangat akrab dengan lidah
orang Indonesia. Selain kandungan proteinnya tinggi, tahu banyak
dikonsumsi karena harganya yang murah.
Untuk mendongkrak harga tahu ini, pengusaha makanan sering
menambahkan olahan lain sebagai pengisi tahu. Langkah ini pula yang
dilakukan Sri Sumiati. Pemilik usaha Olahan Tuna Pak Ran asal
Pacitan ini menambah adonan tuna sebagai bahan pengisi tahu.
Sri belanja tahu putih dari pabrik tahu hingga sebesar Rp 1,5
juta hingga Rp 2 juta per hari. Tahu putih ini kemudian dia goreng
dan di dalamnya diberi isi adonan tuna. Setiap hari, Sri
membutuhkan satu kuintal tuna sebagai pengisi tahu.
Bersama suaminya, Pak Ran, Sri menggeluti bisnis olahan ikan
tuna sejak 2009. Produk awal olahan tuna Pak Ran adalah bakso ikan
tuna, pepes tuna, dan tuna bakar. Sri pun terus berinovasi supaya
usahanya tetap berkembang.
Produk Tahu Tuna merupakan hasil inovasinya tahun ini. Kami baru
mencoba awal tahun ini, peminatnya banyak, kata Sri. Tiap hari, Sri
mampu menghasilkan tahu tuna sebanyak 1.500 bungkus. Tiap
bungkusnya berisi 10 buah tahu tuna yang siap makan. Alhasil, dalam
satu bulan Sri mampu memproduksi 45.000 bungkus.
Ia menjual satu bungkus tahu tuna seharga Rp 4.500 hingga Rp
5.000. Dari jualan tahu isi tuna ini, saban bulan Sri pun mampu
menangguk omzet antara Rp 200 juta hingga Rp 230 juta.
Sri mengaku, awalnya hanya memasarkan produknya sebagai jajanan
oleh-oleh wisata Pacitan. Namun, karena rasanya enak, tahu tuna Pak
Ran kebanjiran pesanan. Order banyak berasal dari Surabaya, Malang,
Yogyakarta, dan Solo. Biasanya, sekali pesan, mereka minta sebanyak
500 bungkus, kata Sri.
Sedendang seirama dengan Sri, pembuat tahu tuna lainnya, yakni
Dewi Indriani asal Bogor juga menuai berkah dari penganan ini.
Wanita berusia 39 tahun ini memulai usaha pembuatan tahu tuna sejak
Juli 2011. Seperti halnya Sri, Dewi menggunakan tahu karena banyak
penggemarnya. Membuat tahu tuna ini merupakan produk terobosan baru
dari usaha Dewi.
Selain itu, Dewi juga melihat kesadaran masyarakat terhadap
produk ikan tuna masih rendah. Padahal, ikan tuna sangat kaya akan
protein dan omega 3.
Meski baru setengah tahun mengembangkan usaha ini, Dewi sudah
memiliki pelanggan tetap yakni sebuah hotel di kawasan Bandengan,
Jakarta Utara. Dalam sebulan, ia memasok sekitar 150 kg ke hotel
tersebut. Sedangkan sisanya, dia distribusikan di beberapa restoran
di Jabodetabek.
Dewi pun bisa meraup omzet hingga Rp 21 juta saban bulan. Ia
menjual produknya dengan harga Rp 40.000 untuk ukuran 500 gram. Isi
kemasannya terdiri dari 24 potong tahu.
Dewi yakin bisnis pembuatan tahu tuna ini sangat menjanjikan ke
depannya. Selain pemainnya masih jarang, dengan tambahan ikan tuna,
gizi tahu tentu menjadi lebih tinggi. Masalahnya ada di strategi
pemasaran, ujarnya.
Maklum, selama ini, Dewi masih mengandalkan pemasaran langsung,
dengan mendatangi hotel atau restoran. Mereka memiliki pengetahuan
yang lebih baik tentang nutrisi tahu tuna, ujarnya.
Attribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base =
"1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute
VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute
VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute
VB_Customizable = True