Top Banner
Kisah Sukses Charisma dengan Bisnis Hamster Awal ia akrab dengan Hamster, hewan mungil seperti tikus ini saat isterinya minta dibelikan hamster lengkap dengan kandangnya. Saat itu harga hamsternya sendiri hanya Rp25.000 dan kandangnya Rp.200.000. Tidak disangka ternyata hamster yang ia pelihara beranak pinak dengan cepat. Sampai Cheris bingung mau dikemanakan anakan-anakan hamster tersebut. Beberapa hamster diberikan kepada saudara dan teman. Selain itu ia juga mulai membuat Rumah hamster sendiri, yang akhirnya menjadi merek usahanya. Selain diberikan kepada teman dan saudara ia mencoba memberanikan diri untuk berjualan hamster yang awalnya masih pedagang emperan. Namun melihat permintaan hamster yang terus meningkat ia mulai mengembangkan usaha hamster dengan memanfaatkan facebook dan delivery order. Setelah menjalankan bisnis hamster ini selama tiga tahun, Cheris dengan Rumah Hamsternya kini sudah memiliki outlet, di Jl.Jupiter 7 no.85, Margahayu Raya yang menawarkan sejumlah jenis hamster berikut perlengkapannya. Menurutnya dalam bisnis hamster ini harus dilandasi dengan perasaan cinta dan senang, tidak semata-mata mencari keuntungan. Baginya Hamster-
47

Kisah Pengusaha Sukses

Oct 28, 2015

Download

Documents

asdad
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Sukses Charisma dengan Bisnis Hamster

Awal ia akrab dengan Hamster, hewan mungil

seperti tikus ini saat isterinya minta dibelikan

hamster lengkap dengan kandangnya. Saat itu

harga hamsternya sendiri hanya Rp25.000 dan

kandangnya Rp.200.000. Tidak disangka ternyata

hamster yang ia pelihara beranak pinak dengan cepat. Sampai Cheris bingung mau

dikemanakan anakan-anakan hamster tersebut. Beberapa hamster diberikan kepada

saudara dan teman. Selain itu ia juga mulai membuat Rumah hamster sendiri, yang

akhirnya menjadi merek usahanya.

Selain diberikan kepada teman dan saudara ia mencoba memberanikan diri untuk

berjualan hamster yang awalnya masih pedagang emperan. Namun melihat

permintaan hamster yang terus meningkat ia mulai mengembangkan usaha hamster

dengan memanfaatkan facebook dan delivery order.

Setelah menjalankan bisnis hamster ini selama tiga tahun, Cheris dengan Rumah

Hamsternya kini sudah memiliki outlet, di Jl.Jupiter 7 no.85, Margahayu Raya yang

menawarkan sejumlah jenis hamster berikut perlengkapannya.

Menurutnya dalam bisnis hamster ini harus

dilandasi dengan perasaan cinta dan senang,

tidak semata-mata mencari keuntungan.

Baginya Hamster-hamster ini sudah

mendatangkan keuntungan, berarti sudah

semestinya diberikan perawatan yang baik.

Selain sekadar memberi makan dan

membersihkan kandangnya, harus diperhatikan kesehatannya.

Sesuatu jika dilakukan dengan penuh cinta dan hobi tidak hanya akan memberikan

kesenangan namun bisa memberikan keuntungan. Salah satunya adalah hobi

memelihara hamster yang dilakukan oleh Muhammad Charisma Maghribi. Beternak

hamster atau bisnis dalam bidang ini tidak pernah terlintas dalam benak lelaki yang

akrab dipanggil Cheris ini. Namun ternyata bisnis dengan hewan kecil ini ternyata

menghasilkan omzet yang terus meningkat. Pada 2010 saja, saat dia merintis

bisnsnya sudah menghasilkan Rp4 juta – Rp5 juta per bulan. Bahkan, pada 2011

omzet bulanannya sudah mencapai dua kali lipatnya.

Page 2: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Sukses Mang Haji OyoTea dengan Bisnis Bubur Ayam

Bubur ayam seperti yang kita ketahui memang

termasuk makanan yang paling laris di

Indonesia. Penjual bubur ayam bisa kita temui

dimana saja dengan mudahnya. Peluang usaha

bubur ayam ini memang cukup menarik untuk

ditekuni, begitupula dengan usaha yang

dilakoni oleh Oyo Saryo, seorang pengusaha

bubur ayam yang cukup sukses. Dulunya Oyo Saryo adalah seorang buruh tani asal

Majalengka namun berkat keuletannya kini berubah menjadi seorang Bos Bubur

Ayam “Mang Haji OyoTea” yang saat ini memiliki 8 cabang.

Bubur ayam Mang Haji Oyo Tea ini memang rasanya gurih dan pembeli pun rela

antri demi mendapatkan bubur ayamnya. Mang Oyo, demikian ia biasa disapa, sudah

berjualan bubur ayam sejak tahun 1976. Kisah sukses Oyo Saryo merupakan

gambaran kegigihan rakyat kecil yang menggeluti usaha untuk mengubah nasib.

Ia memilih berjualan bubur ayam dikarenakan bubur ayam banyak disukai orang dan

dinikmati oleh segala kalangan dari anak-anak sampai orangtua. Pertama-tama ia

berjualan bubur ayam di lingkungan kantor dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa

barat di kota Bandung.

Usahanya walaupun sering berpindah lokasi namun makin berkembang. Saat ini ia

sudah memiliki 7 cabang di kota bandung yaitu di Jalan Gelapnyawang, Jalan

Sulanjana, Jalan Ir Soetami, Jalan Surapati, Jalan burangrang, semuanya berada di

kota Bandung serta kota baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat.

Ia biasa membuka usaha sekitar pukul 06.00

dan tutup sekitar pukul 13.00 kecuali untuk di

jalan Sulanjana dan Jalan Ir Soetami buka

sampai pukul 8 malam.

Mang Oyo juga sudah mendaftarkan”Bubur

Ayam MH Oyo Tea” ke Direktorat Jendral

Hak Kekayaan Intelektual dan Departemen Kesehatan. Selain itu, ia juga sudah

mendapatkan pengakuan dari Majelis Ulama Indonesia berupa setifikat halal. Harga

bubur komplitnya sendiri dijual seharga Rp 10,000. Mang oyo cukup meraih

kesuksesan dengan berjualan bubur ayam ini, ia sudah memiliki rumah, menunaikan

haji, memiliki kebun dan berbagai kendaraan.

Page 3: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Sukses Sunani dengan Bisnis Jeli dan Dodol dari Lidah Buaya

Lidah Buaya awalnya hanya dikenal

sebagai bahari dasar kosmetik dan

sampo. Dalam satu dekade terakhir,

lidah buaya! mulai dikenal sebagai

produk beragam makanan olahan asal

Pontianak. Salah seorang yang

berperan memopulerkan lidah buaya sebagai produk makanan khas Pontianak itu

adalah Sunani (39). Dimulai dari kesenangan membuat kue, lulusan kolah menengah

atas itu mencoba membuat jeli dan dodol berbahan dasar lidah buaya (aloe vera)

tahun 2004.

“Saya mencobanya dari jumlah yang sangat sedikit, hanya satu kilogram lidah buaya

yang saya olah menjadi jeli dan dodol,” ujar Sunani. Pada awal usahanya, Sunani

memutuskan untuk menitipkan jeli dan dodol lidah buaya di pusat toko oleh-oleh

Kota Pontianak. Sayangnya, respons konsumen belum bagus karena masih asing

dengan produk olahan itu. Sunani menilai hal itu wajar mengingat lidah buaya

memang bukan balian baku siap olah seperti ba-han baku lain.

“Mengolah lidah buaya menjadi makanan memang harus sabar, prosesnya agak lama.

Konsumen yang membeli produk makanan olahan lidah buaya pada masa awal itu

umumnya mereka yang tahu khasiatnya,” ujar Sunani.

Awalnya, Sunani hanya memanfaatkan daging lidah buaya untuk membuat jeli dan

dodol. Prosesnya agak rumit karena harus dicuci lima hingga enam kali supaya

lendirnya hilang. Selanjutnya, lidah buaya harus direbus.

Tantangan pada tahun pertama membuat makanan olahan dari lidah buaya bagi

Sunani terasa berat Pasalnya, dia harus memperkenalkan produk makanan dari bahan

baku yang baru.

“Namun, upaya saya dengan ikut pameran, menitipkan produk di beberapa tempat,

dan memperkenalkannya dari mulut ke mulut tidak sia-sia. Dalam tahun pertama,

saya sudah bisa mengolah sekitar 200 kilogram lidah buaya setiap bulan,” kata

Sunani. Sunani dibantu lima pekerja pada se-tahun pertama dan bisa membukukan

omzet Rp 20 juta per bulan. Supaya makin dikenal konsumen, Sunani yang dibantu

suaminya, Jifung (41), menggunakan merk Isunvera.

Page 4: Kisah Pengusaha Sukses

Tiga tahun pertama, Sunani menggarap serius pangsa pasar di Kota Pontianak

dengan membuat beberapa jenis makanan olahan baru berbahan dasar lidah buaya,

seperti kerupuk, minuman, dan teh. Khusus teh, Sunani membuatnya dari kulit lidah

buaya.

“Dengan berhasil menemukan cara pembuatan teh

dari lidah buaya, usaha saya hampir tak

menghasilkan limbah atau sampah. Semua terpakai,

mulai daging hingga kulit. Bagian yang tidak terolah

hanya bagian ujung dan duri saja, kata Sunani.

Setelah delapan tahun menggeluti usahanya, kini

Sunani menghabiskan 2 ton bahan baku setiap hari.

Dari kebunnya yang .seluas 2 hektar, Sunani hanya

mendapatkan sekitar 1 ton bahan baku setiap hari. Sisanya diperoleh dari enam petani

yang bersedia bekerja sama menyediakan lahan untuk ditanami lidah buaya.

Saat ini, dia dibantu 35 pekerja yang sebagian besar perempuan. Sebagian dari para

perempuan itu adalah anak-anak putus sekolah yang hanya lulus sekolah dasar.

Selain untuk pasar lokal Pontianak. Isunvera juga didistribusikan ke beberapa daerah

di Indonesia, seperti Jakarta, Yogyakarta, Balikpapan, Pangkalan Bun, dan

Banjarmasin. Dalam waktu dekat ini. Isunvera juga didistribusikan untuk memenuhi

permintaan Pasar.

Kendati hamil lulus Kitalah menengah atas. Sunani tetap han.i karena tak hanya

memasok produk makanan untuk pasar lokal. Pasar makanan lian produk kosmetik

berbahan dasar Udah buaya di Kuchini rawak, Malaysia dan Brunei pun dia

Sunani berbagi peran dengan Jifung. Pemeliharaan dan panen di kebun pengantaran

produk untuk Pontianak dilakukan Jifung. sementara pengembangan produk dan

pengelolaan sumber daya manusia oleh Sunani

Kendati berhasil mendapatkan omzet ratusan juta, Sunani mengaku belum pernah

menambah modal dari pinjaman. Takut, katanya. Sunani dan suaminya tak

meminjam modal karena takut pekerjaan sehari-hari  terbebani membayar cicilan dan

bunga. “Bungo pinjaman tidak pernah kecil Di mana pun itu.” ujar Sunani Tambahan

modal diperoleh dari keuntungan yang disisihkan setiap bulan. Sunani bertekad

menambah produknya menjadi 20 jenis pada akhir 2012, termasuk bakso lidah buaya

yang baru diproduksi belum lama ini.

Page 5: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Sukses Wildan dengan Bisnis Pisang Goreng Pasir

Wildan yang hanya tamatan SMA menjadi

Wirausahawan Sukses. Wildan demikian panggilan

akrabnya tak pernah bermimpi menjadi sukses seperti

saat ini. Dia cukup tahu diri. Bekal pendidikan yang dia

dapatkan hanya pas-pasan. Namun, kerja keras yang

telah dirintisnya beberapa tahun mampu membalikkan

nasib bapak lima anak ini. Wildan berawal dari sebuah

gerai berukuran 9×10 M berlokasi di bawah flyover

Jalan ExitTol RC Veteran,Bintaro,Jakarta Selatan, yang

ia sewa empat tahun yang lalu. Bermodal awal Rp. 75 juta, pria asal Lampung ini

mencoba peruntungan membuka bisnis pisang goreng.Keberanian Wildan membuka

gerai jajanan pasar pisang goreng boleh diacungkan jempol.

Wildan berpikir, nama pasir ini akan menjadi magnet tersendiri. Wildan bercerita,

mendapat ide berbisnis pisang goreng berawal dari menjamurnya gerai-gerai pisang

goreng yang berada di daerah Bintaro. Pada 2005 lalu di jalan sekitar sini banyak

gerai pisang goreng,dan yang paling laku yakni pisang goreng pontianak, ujar pria

kelahiran Lampung. Setelah mengantre dan ikut mencoba mencicipi pisang goreng

pontianak yang memang sedang booming saat itu. Wildan melihat bentuk tepungnya

begitu unik namun dari segi rasa menurutnya kurang nikmat.

Wildan memutuskan mengkreasikan pisang goreng miliknya dengan rasa yang

berbeda. Minyak penggorengan yang digunakannya juga terus diganti setelah enam

jam pemakaian.Tujuannya agar lebih bersih dan tidak menggunakan minyak yang

memiliki kolesterol tinggi, katanya. Mengenai jenis pisang yang digunakan,Wildan

memilih pisang lampung karena potensi pisang di Lampung cukup banyak dan tidak

kalah kualitasnya dengan pisang dari Pontianak. Hasil dari coba-coba dan terus

inovasi, ide ayah lima anak ini berbuah manis. Di hari pertama penjualannya, pisang

goreng pasir laku hingga 500 potong. Didukung embel-embel nama pasir, ternyata

membuat orang makin penasaran dengan pisang goreng hasil olahannya. Tantangan

Wildan dalam membesarkan usahanya tidak selalu berjalan mulus. Stok bahan baku

yang ia dapatkan terkadang kosong.

Pernah ia siasati dengan mengganti bahan baku yang jenis pisangnya berbeda namun

kualitasnya di atas pisang kepok kuning dari Lampung tapi sebagian besar

pelanggannya kecewa. Hingga kini Wildan selalu menjaga mutu. Ketika stok bahan

baku tidak ada, gerainya akan tutup pada esok atau lusanya. Namun,saat ini dirinya

Page 6: Kisah Pengusaha Sukses

dapat mengantisipasi kekosongan bahan baku.setiap hari ia menerima 300 tandan

pisang yang langsung didatangkan dari Lampung.

Dia mampu menjual 1.000

potong pisang pada hari biasa

dengan harga per potong

Rp2.500. Sementara, di akhir

pekan bisa mencapai 4.000

potong pisang. Itu pun hanya

untuk setiap gerainya. Jika

dihitung, Wildan bisa mengantongi omzet penjualan Rp. 2,5 juta per hari tiap

gerainya. Bila saat ini ia memiliki 15 gerai, berarti Wildan memiliki omzet penjualan

Rp. 37,5 juta per hari dan dalam sebulan omzetnya mencapai Rp. 1,125 miliar. Selain

bisnis pisang goreng,Wildan melakukan inovasi baru yakni membuat kompor pintar

untuk mendongkrak penjualan pisang gorengnya.

Wildan mengaku, dengan adanya kompor pintar ini dapat memberikan berbagai

keuntungan. Salah satu keuntungan yang ia dapat yakni bisa menghemat 20% bahan

bakar dalam pemakaian gas 12 kg. Bila dengan kompor gas biasa setiap menggoreng

hanya bisa 20 pisang. Tetapi sekarang dengan kompor pintar bisa menggoreng

hampir 100 pisang sekali goreng, ucapnya sumringah. Penghematan waktu

menggoreng  juga diamini pria yang dulunya pernah bekerja sebagai salesman panci

ini.

Rata-rata setiap menggoreng tanpa kompor pintar berkisar 15-20 menit namun

sekarang 10 menit saja sudah bisa dicapai, demikian Wildan bertutur. Dengan

kesuksesan yang sudah diraihnya saat ini tidak membuat Wildan berpuas diri. Wildan

selalu mencari celah untuk bisa memasarkan produknya ke segala lapisan konsumen.

Ini terlihat dari rencananya ke depan yang akan menjual pisang goreng pasir ke

tempat-tempat yang tidak mungkin dijangkau olehnya.

Seperti terminal ataupun kampus-kampus dengan cara menggunakan sepeda motor

yang sedang dia modifikasi saat ini. Rencananya untuk memasarkan produk melalui

delevery order atau sepeda motor adalah salah satu solusi un-tuk para konsumen

yang selalu meminta dirinya menjadi partner bisnis. Wildan juga sempat mendapat

tawaran di dalam negeri maupun di beberapa negara tetangga untuk menjadi rekanan.

Lagi-lagi Wildan belum siap menerima tawaran itu. Dikhawatirkan akan merusak

bahan baku pisang karena terlalu lama dalam pengirimannya.

Page 7: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Sukses Jeffry Preston Bezos Mendirikan Toko Online Amazon

Kalu bicara tentang Amazon pasti semua

sudah tau. apalagi yang namanya pebisnis

online yang jiwa raganya bergantung dengan

toko online ini untuk sekedar mencari sesuap

nasi,hixhixhix.. tapi, taukah anda siapa

pendirinya? dan bagaimana liku- liku

perjalananya hingga ia dideretkan diantara 10

besar pengusaha terkaya di Dunia hanya karna website Amazon yang dibuatnya?

baiklah.. Postingan kali ini saya akan membahasnya! mudah-mudahan menginspirasi

sobat semua..

Jeffry Preston Bezos atau biasa dikenal Jeff Bezos, adalah pria kelahiran

Albuquerque, New Mexico 12 Januari 1964 ini dari kecil memang terkenal sebagai

anak yang tekun dan kreatif. ini terlihat ketika ia masih berumur 3 tahun, pada saat

itu orang tua Jef membelikanya tempat tidur BOX tapi Jef menginginkan tempat

tidur yang biasa, karena orang tuanya tidak memenuhi kemauan Jef, akhirnya ia

membokar tempat tidur itu dengan Obeng( gila..baru tiga tahun udah bisa pegang

obeng). bukan hanya itu, di sekolah pun Jef sering membuat gurunya stres, karena

susahnya menghentikanya dari tugas yang ia kerjakan. sampai-sampai untuk

memberikan tugas berikutnya ia harus dipindahkan tempat duduk.

Di umurnya 10 tahun Jef liburan musim panas bersama kakeknya yang bernama

Preston Gise di Texas, kakenya adalah seorang ilmuwan yang bekerja di Komisi

Energi Atom sebagai penanggung jawab di Laboratorium Sandia, Livermore, dan

Los Almos. Gise melihat Jef sebagai ilmuwan muda sama sepertinya dulu. lalu.. dia

membantu Jef untuk membuat Radio Amatir dan mengumpulkan barang- barang

koleksi Bezos yang biasa merusak Garasi rumahnya, karena di Garasi inilah Jef

membuat Laboratorium sendiri untuk melakukan eksperiman ilmiah yang ia lakukan.

Sewaktu di SMA dia memenangkan perlombaan yang disponsori oleh NASA dengan

menulis naskah tentang pengaruh tidak adanya grafitasi pada usia lalat. di tahun

1981, dia bekerja di Macdonalds Miami, pada saat inilah Jef Belajar Bagaimana

pentingnya melayani pelanggan. Jef melanjutkan studynya di Universitas Princeton,

dengan mengambil jurusan Fisika, tapi mungkin karena tidak betah ia pindah

kejurusan Komputer hingga mendapatkan gelar sarjana komputer. setelah lulus, Jef

bekerja di Wall Street, kemudian jef Pun bekerja di D.E Shaw & Co sebagai Wakil

Presiden Direktur padawaktu itu umurnya baru 28 tahun. bos Jef menyuruhnya bukan

Page 8: Kisah Pengusaha Sukses

hanya meneliti peluang Bisnis baru tetapi peluang Bisnis internet, dan disinilah Jef

mulai mengenal yang namanya Bisnis Internet..

Pada saat itu Jef mulai berfikir barang apa

yang paling cepat dijual di internet, untuk itu

Jef mencoba melihat daftar barang-barang

yang paling laku dijual lewat surat, list barang

yang ia kumpulkan sebanyak 20. akhirnya, jef

berkesimpulan Bukulah barang yang paling

cepat laku namun belum ada yang menominasi, Jef Sadar tidak ada penyimpanan

data yang memuat judul buku pesanan Konsumen melalui surat selama satu tahun,

fikirnya kalau penyimpanan data ini dilakukan secara komputerisasi maka akan lebih

teroganisir dan menjadi sebuah toko online. tapi, bosnya tidak setuju dengan ide jef.

Karena itu, jef memutuskan untuk mencobanya sendiri dengan mengajak dan

membicarakanya bersama temanya Mackenzie, Jef mulai berfikir  nama apa yang

cocok dengan Bisnis barunya ini. mereka mulai mencari nama depan dengan huruf

“A”. akhirnya Jef menemukan nama yang cocok yaitu Amazon.com. menurutnya

Amazon sebagai sungai terbesar yang melambangkan “Koleksi Terbesar”. di tahun

1994, Jef bersama rekan-rekanya yakni Mackenzie, Paul dan shel mulai bekerja di

Garasi yang sangat sempit untuk digunakan sebagai Kantor pertama mereka.

Awal memulai usaha Jef mengalami 2 masalah yakni pertama Dana. Jef harus

mampu membayar orang-orang yang nantinya bekerja di Amazon, untuk itu Jef

membentuk Perusahaan, yang di mana ia merangkap Jabatan sebagai Pendiri, CEO,

dan Presiden Direktur. Yang kedua adalah perangkat lunaknya, yang tersedia hanya

untuk Inventaris dan perangkat untuk pesanan barang yang di pesan melalui surat.

tapi keuletan yang mereka milki semua masalah itu akhirnya bisa di atasi.

Amazon mengalami peningkatan yang terbilang begitu cepat, karena memudahkan

konsumen untuk melakukan pemesanan buku, di tambah lagi harganya lebih murah

di bandingkan harga pasaran pada umumnya. Sampai saat ini, Amazon tidak hanya

menjual buku, tapi berkembang dengan menjual barang- barang yang lain, yang

kemudian Amazon di juluki sebagai “Toko Terlengkap Di Dunia” luar biasa!!

Kembali.. bukti dari sebuah kerja keras,ketekunan, kecerdasan, dari seorang Jef

Bezos menjadikan Amazon.com mendunia, tentu ini bukan hal yang mudah. Jef

mampu melihat peluang Bisnis baru, yang menjadikanya pengusaha ternama di

dunia. inilah yang patut kita teladani dan harus kita mengerti bahwa sebuah

kesuksesan besar di mulai dari sebuah pengorbanan dan kerja keras yang besar pula.

Page 9: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Sukses Pak Mudiarjo dengan Siomay Kang Cepot

Siomay Kang Cepot berdiri

sejak tahun 1987, penemu

racikan Siomay Kang Cepot

sendiri adalah Bapak

Mudiarjo. Dari tahun ke tahun

pak Mudi sapaan akrabnya,

selalu mencoba mengolah dan

memastikan rasa yang khas

untuk Siomay Kang Cepotnya. Namun keberhasilan usahanya itu, tidak diraih tanpa

kerja keras.

Sejak kecil, Pak Mudi yang dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana ini sudah

membantu keluarganya mencari makan sendiri. Hingga menginjak usia remaja,

beliau ikut orang ke Bandung untuk berjualan siomay. Setelah mendapatkan

pembelajaran tentang berjualan siomay, pak Mudi kembali ke Purbalingga kampung

halamannya pada saat acara pemilihan lurah. Lalu beliau mencoba meminjam modal

kepada lurah yang terpilih untuk membuka usaha, alhasil beliau mendapat pinjaman

sebesar Rp 250 ribu.

Dengan modal pinjaman tersebut, pak Mudi gunakan untuk membeli gerobak

lengkap dengan peralatannya. Dari situlah, pak Mudi mulai berjualan siomay dan

usahanya pun mulai berkembang, hingga beliau dapat melunasi pinjaman modalnya.

Namun usahanya itu tak jarang pula sepi pembeli, maka untuk menambah

penghasilan sesekali pak Mudi menarik becak.

Pada tahun 1987, atas ajakan dari temannya, lelaki kelahiran Banjarnegara 51 tahun

ini mencoba peruntungan dari berjualan siomay di Kota Yogyakarta. Di Jogjapun

beliau berjualan siomay sembari menarik becak dan menjadi buruh tani. Semuanya

pak Mudi lakukan demi menghidupi istri dan enam anaknya. Selain di Jogja. beliau

pun sempat berjualan siomay di Pekalongan, Semarang dan Solo. Namun pada tahun

1994 akhirnya pak Mudi beserta anak dan istrinya mengontrak sebuah rumah di Jogja

untuk tempat tinggal sekaligus sebagai tempat berjualan siomay. Mulai tahun 1994

tersebut, beliau tidak lagi berjualan siomay keliling dengan menggunakan gerobak.

Kini kita dapat menjumpai Siomay Kang Cepot di Jl. Kaliurang KM 8,5 Dayu

Sinduharjo Ngaglik Sleman. Jika dulu pak Mudi menamai usahanya dengan Siomay

Super, setelah memiliki tempat sendiri, beliau memberi nama usahanya  “Siomay

Page 10: Kisah Pengusaha Sukses

Kang Cepot”, nama kang Cepot sendiri diambil dari nama salah satu ikon wayang

golek dari Bandung Jawa Barat yang sudah sangat khas itu.Untuk meracik adonan

dan bumbu siomay,  Pak Mudi sendirilah yang mengerjakannya, namun apabila

beliau sedang sakit, maka karyawannya yang membantu membuatnya. Siomay yang

dijual Kang Cepot ada 2 jenis, biasa dan spesial. Dikatakan spesial karena full tengiri

yang rasanya sangat yummi.

Siomay rebus dan goreng ia jual Rp

1000/ biji, sedangkan untuk siomay

super / tengiri, ia jual dengan harga

Rp 2.500/biji. Selain itu juga ada

tahu, kubis/kol, pare, telur rebus yang

dijual Rp 1000/bijinya. Pembeli pun

dipersilahkan untuk memilih sendiri

menu siomaynya. Kini, Siomay Kang

Cepot pun mulai dikenal masyarakat

Jogjakarta. Pak Mudi pun kini sudah

bisa mengkaryakan 15 orang dengan upah Rp 600ribu sampai Rp.900 ribu.

Diantara karyawannya bahkan ada yang sudah 11 tahun membantunya membangun

usaha tersebut. Siomay Kang Cepot buka setiap hari pukul 9 pagi hingga 10 malam,

ia mengaku rata-rata omsetnya mencapai Rp 4 juta/hari. Dari usahanya itu pula,

beliau bisa menyekolahkan dua putranya di fakultas Kedokteran di Solo dan

Purwokerto.

Dengan latar belakang pendidikan yang hanya kelas 1 SD, pak Mudi mempunyai

tekad besar agar dapat menyekolahkan putra-putrinya hingga jenjang yang lebih

tinggi. Beliau sangat yakin bahwa Tuhan-lah yang mengatur rizki, pak Mudi tidak

pernah takut bersaing dengan beberapa orang yang membuka usaha sama dengannya.

Bahkan ada salah satu mantan karyawannya yang bisa sukses dengan membuka

usaha yang sama yaitu berjualan siomay. Namun diakuinya, omset tempat usahanya

tetap stabil.

Kisah Sukses Merry Riana seorang Sales Asuransi

Page 11: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah sukses Merry Riana sebenarnya tidak

lain adalah kisah sukses seorang sales

asuransi atau kalau di Singapura disebut

Konsultan Keuangan karena yang mereka

jual bukan hanya asuransi tetapi produk-

produk keuangan lainnya seperti deposito,

kartu kredit dan sebagainya. Yah, dia

menekuni usaha ini hingga menghantarnya menggapai 1 juta dolar pada umur yang

relatif begitu muda, 26 tahun. Pekerjaan sebagai sales asuransi kadang-kadang tidak

dianggap sebagai pekerjaan elit, terutama di Indonesia. Bahkan, tidak jarang mereka

dicibir karena suka mengusik dan mengganggu ketenangan orang.

Tidak banyak orang bisa mencapai itu. Dan, Merry Riana adalah satu di dalam

sedikit orang sukses itu. Resolusi untuk bebas secara finansial sebelum umur 30

tahun, motivasi yang tinggi, semangat yang menggebu, kerja keras hingga larut

malam tanpa kenal lelah, ketajaman pikiran dan hati, serta hubungan yang intim

dengan Yang Di Atas menjadi kata-kata kunci kesuksesannya.

Buku ini diawali dengan kisah keberangkatan Merry Riana dari Jakarta ke Singapura

pada 1998. Setelah tamat SMA Ursula, dia tadinya hendak kuliah di Universitas

Trisakti. Proses pendaftaran sudah dilakukan. Tiba-tiba pecah kerusuhan. Sebagai

etnis Tionghoa yang menjadi sasaran amuk massa ketika itu, orang tua Ria, sapaan

akrabnya, mengubah haluan demi masa depan putrinya.Meski ekonomi terbatas,

orang tuanya memutuskan untuk melanjutkan kuliah sulung dari tiga bersaudara itu

ke luar negeri dan pilihannya Singapura. Ria kuliah di Nanyang Technological

University (NTU). Untuk biaya kuliah di situ, Ria dan beberapa WNI yang kuliah di

sana mendapat pinjaman dari Development Bank of Singapura yang kalau

dirupiahkan sebesar 300 juta. Uang ini dipakai untuk membayar kuliah hingga lulus,

uang asrama, dan uang saku. Ria haris menyiasati uang yang begitu sedikit agar bisa

bertahan dan tidak membebani orang tuanya di Jakarta.

Tahun pertama, Ria konsentrasi pada kuliah. Biaya hidupnya hanya dengan 10 dolar

per minggu. Untuk itu dia harus makan mi instan yang dibawa dari Jakarta setiap

pagi dan malam sedangkan siang dia hanya makan setangkup ruti tawar.Pada tahun

kedua kuliah, pada masa liburan, Ria tidak berlibur ke Jakarta tetapi mencoba

mencari uang tambahan dengan menjual brosur dengan gaji 3-5 dolar Singapura per

jam. Kemudian dia bekerja di toko bunga. Uang hasil jerih payahnya itu tidak dipakai

untuk berfoyah-foyah tetapi ditabung. Uang tabungannya makin banyak ketika dia

Page 12: Kisah Pengusaha Sukses

kerja magang di perusahan terkenal di negeri singa itu dengan gaji 750 dolar per

bulan.

Pengalaman susah ini kemudian melahirkan resolusi dalam dirinya. Tepatnya, ketika

dia merayakan ulang tahun ke-20, dia membangun resaolusi bahwa dia mau merdeka

secara finansial sebelum umur 30 tahun. Menjelang akhir kuliah di NTU, Merry

Riana, sempat terjun ke bisnis Multi Level Marketing (MLM). 200 dolar hilang. Dia

juga mencoba main saham. Tapi gagal. Menjelang akhir kuliah, dia bersama

pacarnya yang kini menjadi suaminya Alva Tjenderasa, melirik bisnis mencetak

skripsi mahasiswa NTU dan pembuatan kaus. Tetapi bisnis ini tidak jadi karena

sudah dikuasai pemain besar.

Merry Riana pernah mau menjadi distributor tunggal Tiansi di Singapura. Merry

Riana sudah mengkondisikan teman-teman kampusnya untuk menjadi down line-nya

untuk bisnis MLM yang marak di Indonesia itu. Tetapi akhirnya, Tiansi gagal masuk

Singapura.

Merry Riana dan Alva adalah penyuka buku-buku motivasi sekelas Robert Kiyosaki

dan Anthony Robbins. Bahkan, keduanya mengeluarkan dana lebih dari 2.000 dolar

untuk mengikuti seminar Robbins di Singapura. Bahkan, Merry Riana berhasil

berfoto dengan idolanya itu. Usaha ini tidak mudah. Tetapi tekadnya yang kuat

hingga mimpi berfoto bersama Anthony Robbins terwujud. Setamat kuliah, Merry

Riana dan Alva memilih untuk berwirausaha. Mereka tidak mengikuti arus seperti

teman-temannya yang bekerja di perusahan dengan gaji 2.500-3.000 dolar per bulan.

Keduanya memilih menjadi sales asuransi.

Mereka menghubungi nasabah dari kantor, tetapi sering kali gagal. Lalu mereka pergi

ke mal-mal untuk memprospek calon nasabah. Eh malah diusir satpam. Keduanya

lalu ke stasiun MRT. Satu dua orang berhasil mendengar penjelasan mereka. Tetapi

tidak sampai deal. Mereka lalu mengatur strategi dan siasat untuk menawarkan

produk keuangan. Target pun dipasang. Harus wawancara 20 orang per hari. Target

itu harus dipenuhi, meski badan lelah. Tak jarang, Ria menangis karena terlalu capek.

Saking ngototnya, kadang-kadang target itu baru terpenuhi dini hari. Puncaknya

ketika Merry Riana berhasil meraih 1 juta dolar pada umur 26 tahun, lebih cepat

empat tahun dari resolusinya ketika merayakan ulang tahun ke-20. Kesuksesan itu

menghantarnya terpilih sebagai Presiden Star Club. Inilah yang membawa dia diliput

secara luas media massa di Asia Tenggara. Dia kemudian menjadi pembicara

seminar di mana-mana dan menjadi motivator ulung.

Page 13: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Sukses John Pieter yang berangkat dari Pemulung Sampah Plastik

John Pieter adalah seorang mahasiswa jurusan

Kimia, Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan

semangat pantang menyerah membuat John Pieter

merasa tidak perlu malu dan risih untuk memungut

serta mengumpulkan sampah plastik yang banyak

berserakan di belakang kosnya di kawasan  Kota

Bandung, Jawa Barat.

Kucuran keringat dan rasa malu menjadi pemulung tak dia hiraukan karena

keyakinan untuk meraih sukses. Sampah-sampah plastik itulah yang

menginspirasinya untuk membuka usaha pada 1987. Pada awal memulai usaha John

berpikiran, jika dibandingkan harga gabah yang saat itu Rp600 per kg, harga limbah

plastik di tingkat pengepul sudah mencapai Rp1.000 per kg.

Saat itu dia memantapkan diri untuk memulai bisnis daur ulang sampah plastik

sambil tetap kuliah. Menurut John, seorang pengusaha sejati harus memiliki sifat

visioner, memandang jauh ke depan, ditambah keyakinan diri pada usaha yang

dilakukannya.

“Melihat perbandingan harganya yang begitu besar, saat itu saya yakin bisnis ini

akan menghasilkan potensi besar. Dan perlu diingat, untuk menjalankannya bisnis ini

tidak memerlukan modal sama sekali. Hanya dengan catatan, buang jauh-jauh

perasaan malu,” tandas John saat ditemui di ruang kerjanya di Cipamokolan, Kota

Bandung, belum lama ini.

Dibarengi kerja keras dan tak kenal lelah,usahanya makin maju. Hingga suatu hari

ada surat kabar nasional memberitakan sosok John sebagai pengusaha sukses yang

berangkat dari pemulung sampah plastik.

Hal ini berlanjut dengan adanya tawaran kucuran modal dari Mandiri Business

Banking. Sejak saat itu John resmi menjadi nasabah Mandiri Business Banking.

“Modal yang saya terima benar-benar saya gunakan untuk menjalankan roda bisnis.

Saat menerima kucuran modal itu, saya sudah memiliki mesin pengolah sampah dan

sarana pendukungnya hingga tempat usaha. Jadi, saya berani menerima ajakan untuk

bermitra dari Mandiri Business Banking sehingga kredit modal itu bisa digunakan

secara optimal,” papar John.

Page 14: Kisah Pengusaha Sukses

Dengan bantuan modal dari Mandiri Business Banking, usaha John yang

menggunakan nama Peka Group semakin berkibar. Biji plastik hasil olahannya

menjadi primadona pengusaha yang banyak bergerak di bidang home industry.

“Mereka membeli produk saya untuk berbagai keperluan seperti bahan baku

pembuatan tali plastik, tali rafia, helm, alat-alat rumah tangga, dan lainnya,” tutur

ayah dari Yediza dan Ishak ini.

Keyakinan John menggeluti bisnis pengolahan sampah plastik semakin kuat karena

keinginannya untuk menjadi orang kaya. “Saya berpikiran, jika jadi pekerja,

meskipun lulusan dari kampus ternama, tidak berarti memberikan jaminan bisa

menjadi orang kaya. Di pikiran saya hanyalah bagaimana caranya menjadi orang

kaya melalui jalan yang benar,” ungkapnya.

John merasakan betul bagaimana aktivitasnya mengumpulkan satu per satu sampah

plastik di halaman kosnya untuk dijual kepada pengepul. John mengungkapkan,

kedua orang tuanya yang tinggal di Sumatera tidak mengetahui jika anaknya menjadi

pemulung selepas kuliah.

“Tetapi, saat bertandang ke Bandung, orang tua saya pun akhirnya tahu jika selama

ini saya menjadi pemulung. Saat melihat apa yang saya lakukan, mereka menangis

karena sedikit pun tidak pernah terlintas dalam pikiran kedua orang tua saya jika

anaknya harus memunguti sampah,” tutur lelaki asal Tanah Karo, Sumatera Utara itu.

Namun, hal itu tak menyurutkan langkah John untuk menekuni usaha yang telah dia

rintis. Usahanya sedikit demi sedikit terus mengalami kemajuan dan dia

memberanikan diri meminjam modal pada temannya sebesar Rp4 juta.

Dengan modal tersebut, akhirnya John menjadi seorang pengepul dan memindahkan

tempat usahanya ke kawasan Cikutra, Kota Bandung. Di Cikutra John menyiapkan

tempat khusus yang bisa ditinggali pemulung.

Namun, dia sering meninggalkan tempat usahanya karena harus kuliah dan kadang

mengajar. Untuk itu, dia pun memercayakan kepada seseorang.

“Tanpa sepengetahuan saya, ternyata pemulung yang kerap tidur dan makan bersama

itu menohok dari belakang. Sampah plastik yang sudah saya bayar kembali diambil.

Modal saya pun habis,” kenangnya.

Kegagalan itu diakui John sebagai pengalaman paling berharga. Sebab, sejak

kejadian itu, dia memutuskan untuk fokus menekuni bisnisnya. Aktivitas mengajar

Page 15: Kisah Pengusaha Sukses

pun akhirnya dia lepaskan dan tempat usaha tersebut hanya ditinggalkan saat John

kuliah.

John pun memantapkan diri menjadi pengusaha limbah plastik. Bisnis jual beli

limbah plastiknya terus berkembang hingga bisa mempekerjakan tiga orang

karyawan. Sadar usahanya terus berkembang pesat, setelah menyelesaikan kuliah

John benar-benar tak ingin mencari pekerjaan sesuai ilmu yang dia peroleh di ITB.

Suami Ninik Maryani ini tetap berkeyakinan, usaha limbah plastik bisa

mengantarkannya menjadi orang kaya. Selama ini John selalu berusaha

menghasilkan produk yang berkualitas. Diawali dengan pemilahan, sampah plastik

mengalami beberapa kali proses pembersihan untuk menghilangkan kotoran yang

menempel.

Setelah itu, sampah plastik itu dipotong-potong kecil hingga akhirnya kembali

dipisahkan berdasarkan titik lelehan melalui proses pemanasan. Ditanya nilai

omzetnya kini, John tidak bersedia mengungkapkan. Begitu pula dengan total aset

yang dia miliki. “Lumayan lah, yang pasti usaha ini hingga kini terus berkembang,”

kata John singkat.

Kini, setelah lebih dari 20 tahun menjalankan usaha limbah plastik, John

menyerahkan kepada orang-orang kepercayaannya untuk mengelola. John juga telah

membuka cabang usaha biji plastik di Makassar, Medan, dan Banjarmasin.

Selain itu, dia juga mendirikan pabrik pengolahan biji plastik di kawasan Bantar

Gebang, Bekasi, Jawa Barat. “Hasil produksi di beberapa daerah tersebut semua

dikirim ke Bantar Gebang,” katanya.

Banyaknya cabang itu sampai membuat John tak tahu persis berapa jumlah seluruh

karyawannya. Tidak ketinggalan, John melibatkan sang istri yang juga teman satu

almamaternya ikut berperan dalam memajukan usaha limbah plastik.

Bahkan, sejak tiga tahun lalu Ninik mengelola sebuah koperasi mikro yang bisa

memberikan pinjaman modal usaha bagi para pemulung dan warga biasa dengan

bunga sangat rendah. Selain itu, John dan istrinya memberikan pelatihan

kewirausahaan kepada pemulung dan warga sekitarnya.

Kisah Sukses Kasiyem Roesmadji dengan Bisnis Sambal Pecel

Madiun

Page 16: Kisah Pengusaha Sukses

Rasanya sulit membayangkan seorang yang

buta huruf bisa menjadi pengusaha sukses.

Tapi Kasiyem Roesmadji, pengusaha Sambal

Pecel  asal Madiun, Jawa Timur, bisa

membuktikan: keterbatasan pendidikan bukan

halangan untuk mengecap keberhasilan.

Tengok saja. Pada kelas 3 sekolah dasar (SD), Kasiyem harus meninggalkan bangku

sekolah karena kedua orangtua tidak punya biaya. Ayah Kasiyem hanyalah seorang

buruh di PT Inka, Madiun. Sehari-hari, ia lebih banyak berjualan mangga dan jambu

kluthuk (jambu biji) di pasar bersama kakeknya.

Kasiyem sendiri adalah anak ketujuh dari 12 bersaudara. Hingga menikah dengan

petani bernama Roesmadji, naluri dagang Kasiyem tak pernah luntur. Di rumahnya di

Jalan Delima 32, Madiun, dia berjualan es dawet setelah aneka gorengan buatannya

tak laku alias gagal.

Kebetulan, rumah Kasiyem berdekatan dengan kantor cabang PT Telkom dan Perum

Pegadaian. Tapi, harapan es dawet buatannya disukai pegawai perusahaan pelat

merah tersebut ternyata kandas.

Toh, itu tidak menyurutkan semangatnya berwirausaha. Kasiyem lalu mencoba

berjualan nasi pecel untuk melayani kebutuhan pegawai kantor di sekitar rumahnya

tersebut.

Eh, ternyata peruntungan Kasiyem mulai berubah. Dagangan nasi pecelnya disukai

banyak pembeli. Buktinya, warung yang ia buka mulai pukul enam pagi tersebut

sudah tutup pada pukul delapan pagi. Laris.

Warung nasi pecel Kasiyem biasa menghabiskan 10 kilogram sambal pecel dalam

sehari. Tapi, di tengah jalan ia merasa repot kalau terus berjualan nasi pecel.

Kasiyem berinisiatif membuat sambal pecel saja.

Tepatnya, pada 1971, Kasiyem mencoba memproduksi sambal pecel khas Madiun.

Untuk menembus pasar, sambal pecel itu ia bungkus dalam ukuran 2,5 ons sampai 5

ons.

Makin lama makin banyak orang yang tahu akan sedapnya sambal pecel Kasiyem.

Bahkan, banyak pembeli yang memesan dalam paket besar. “Kebanyakan pembeli

adalah pegawai Telkom dan Pegadaian,” kata ibu lima anak ini.

Page 17: Kisah Pengusaha Sukses

Menurut Kasiyem, sambal pecel buatannya bisa terkenal sampai ke Solo dan Jogja

berkat informasi dari mulut orang yang pernah mencoba rasanya. Kasiyem pun mulai

berpikir untuk memberi label pada sambal pecel buatannya agar tidak ada yang

meniru.

Alhasil, pada tahun 1990, pengusaha yang lebih dikenal dengan nama Bu Roesmadji

ini memberi label “Cap Jeruk Purut” pada sambal pecel buatannya. Nama jeruk purut

dipilih lantaran ia menyisipkan daun jeruk purut itu untuk memperkuat rasa sambal

pecelnya.

Selanjutnya, karena sudah terkenal dan memiliki banyak pelanggan, Kasiyem bisa

mendapatkan pinjaman dana dari PT Inka sebesar Rp 10 juta untuk mengembangkan

usaha. Ia menggunakan uang itu untuk memproduksi sambal pecel lebih banyak lagi.

Seiring peningkatan produksi sambal pecel Cap Jeruk Purut, PT Inka

menggelontorkan pinjaman Rp 10 juta lagi ke Bu Roesmadji. “Total saya dapat Rp

20 juta,” kata dia.

Setelah memberi label, Bu Roesmadji berpikir untuk mendapatkan hak paten buat

sambal pecel Cap Jeruk Purut. Tapi, karena mengurus hak paten waktu itu sulit, Bu

Roesmadji pun mengurungkan niatnya.

Eh, tidak disangka, berkat bantuan beberapa orang yang ia kenal, Kasiyem bisa

mendapatkan hak paten pada tahun 2000. “Lalu, pada 2002 sambal Cap Jeruk Purut

mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat,” ujar

pengusaha yang kini mempekerjakan 25 orang pegawai ini.

Bu Roesmadji menuturkan, sehari ia bisa menjual 600 bungkus sambal pecel, dengan

harga Rp 5.000 untuk ukuran 2,5 ons, Rp 11.000 per 5 ons, dan Rp 20.000 per

kilogram. Alhasil, dengan jumlah produksi rata-rata 1,5 kuintal sehari, ia bisa

mengantongi omzet Rp 200 juta per bulan dari usaha sambal pecel Cap Jeruk Purut

ini.

Bagaimana tidak, pelanggan sambal pecel Cap Jeruk Purut sudah meluas hingga ke

kalangan instansi pemerintah, perusahaan swasta, toko, maupun pejabat pemerintah.

Bahkan, pemasaran sambal pecel Bu Roesmadji sudah menyebar hingga ke Malang,

Surabaya, Bali, Bandung, dan Jakarta.

Hebatnya lagi, sambal pecel produksi Bu Roesmadji ini sudah singgah ke Belanda.

Pernah dalam sepekan ia bisa mengirim sebanyak 1 ton sambal pecel ke Negeri

Kincir Angin itu.

Page 18: Kisah Pengusaha Sukses

Kendati begitu, ujian juga menghampiri Kasiyem. Saat permintaan dari Belanda

meledak pada 1995, Pemerintah Kota Madiun mengalihkan order ke pengusaha lain.

Alasannya, harga sambal pecel Bu Roesmadji terlalu mahal.

Tapi, karena sambal pecel itu

berbeda dengan buatannya,

pengusaha di sana menolak.

“Sambal pecel itu sudah bau meski

baru 15 hari,” ujar dia. Alhasil,

Kasiyem pun kembali menjalin

kontak agar ada lagi pesanan ekspor.

Kasiyem Roesmadji sudah

membuktikan bahwa sambal pecel

khas Madiun bisa mendunia. Setelah berhasil mengekspor sambal pecel Cap Jeruk

Purut ke Negeri Kincir Angin, Belanda, Bu Roesmadji kini membidik pasar Malaysia

dan Singapura.

Bu Roesmadji bilang, beberapa bulan sebelum pemilihan Walikota Madiun, ia

sempat diundang untuk membahas rencana ekspor sambal pecel ke dua negara

tetangga itu. Tapi, hingga saat ini belum ada realisasi sama sekali.

Nah, setelah Walikota Madiun yang baru terpilih, Bu Roesmadji berharap bisa segera

mewujudkan mimpinya mengekspor sambal pecel ke Malaysia dan Singapura. “Saya

hanya ingin tahu bagaimana caranya,” ujar dia.

Menurut Bu Roesmadji, alasannya membidik dua negara itu lantaran banyak warga

negara di sana yang menyukai sambal pecel. Hal itu ia dengar dari beberapa sanak

saudaranya asal Madiun yang tinggal di Singapura dan Malaysia.

Tak hanya ke dua negara itu, Kasiyem juga ingin menjajal pasar ekspor Arab Saudi,

terutama saat musim haji. Pasalnya, permintaan sambal pecel di sana juga oke.

“Pemerintah mesti memberi perhatian ke usaha seperti kami. Sebab peluangnya

menjanjikan,” kata dia.

Kisah Sukses Ibu Pinik dengan Bisnis Telur Asin

Page 19: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah kali ini adalah tentang pengalaman

seorang pebisnis telur asin memulai

usahanya. Ibu Pinik, pemilik merek telur

asin EL ini memulai usaha telur asin

rumahan karena terinspirasi dengan

banyaknya peminat telur asin, namun

masih sedikitnya pebisnis yang melirik

bisnis ini, sementara bahan baku di

daerahnya yaitu berupa telur bebek segar sangat berlimpah ruah. Walaupun sempat

merasa ragu, akhirnya dengan berpikiran positif, ia mencoba merealisasikan bisnis

telur asin ini.

Dimulai dari ide tersebut, akhirnya ia mencoba untuk membuat telur asin. Percobaan

pertamanya gagal karena telur-telur itu menjadi terlalu asin dan kurang enak untuk di

konsumsi. Setelah mengalami beberapa kali kegagalan, akhirnya ia berhasil juga

menciptakan resep telur asinnya sendiri dan ia pun mulai memasarkan telur asin itu

kepada teman-temannya dan keluarganya. Aspirasi teman dan keluarga yang

menyukai telur asin buatannya tersebut membuatnya semakin bersemangat untuk

terus mengembangkan bisnis telur asin ini.

Namun masalah baru muncul. Ia tidak pandai berjualan. Ia hanya bisa memproduksi

telur-telur tersebut lalu menunggu teman atau keluarganya membeli telur-telur itu. Ia

belum pernah mempunya pengalaman untuk berjualan. Padahal, jika ingin usaha

telur asinnya ini berkembang ia harus memasarkan produknya secara luas.

Dari berbagai artikel, dari saran teman-teman dan keluarganya, maka ia harus

mencoba menitipkan telur asin buatannya tersebut ke toko-toko kue dan ke depot-

depot makan. Mungkin bagi orang yang terbiasa berjualan, hal ini sangatlah mudah.

Tinggal membawa telur asin tersebut ke suatu toko atau depot makan, meminta

pemilik toko atau depot tersebut menerima titipan telur-telur asin itu dan selesailah

sudah.

Tapi apa yang dialami ibu Pinik ini jelaslah tidak semudah yang dibayangkannya.

Pemilik toko yang pertama kali dikunjunginya menolak untuk dititipi telur asin itu

dengan alasan produknya masih belum dikenal. Padahal ibu Pinik ini dengan rela

memberikan bonus telur untuk dicicipi oleh pemilik toko. Begitu pula dengan depot

makanan pertama yang dikunjunginya pun menolak karena menganggap telur

asinnya itu belum tentu diminati oleh pengunjung depot tersebut. Hari pertama

Page 20: Kisah Pengusaha Sukses

akhirnya dilalui dengan tangan hampa, tidak ada satupun toko dan depot yang

dikunjunginya itu mau menerima titipan telur asin-telur asin itu.

Itu berlangsung selama beberapa hari, bahkan hampir dua minggu pertama ia tidak

mendapatkan tempat untuk menitipkan produk telur asinnya tersebut. Putus asa?

Jelas. Ibu Pinik nyaris putus asa akan usaha ini. Sempat di dalam pikirannya terlintas

bahwa bisnis ini tidak akan dapat dipertahankan bahkan ia nyaris menghentikan

pembuatan telur asin mengingat telur asin adalah produk makanan yang tidak akan

dapat disimpan terlalu lama. Telur asin yang tanpa bahan pengawet hanya bisa

bertahan sekitar dua hingga tiga minggu. Jika lebih dari itu, maka rasa dari telur asin

itu akan sangat tidak enak dikonsumsi dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Dan

jelas, telur seperti ini tidak akan bisa dijual dan harus dibuang.

Dalam keputusasaan, ia tetap berpikiran positif, bahwa suatu saat telur asin

buatannya ini akan dikenal oleh masyarakat bahkan akan menjadi favorit. Tapi

bagaimana hal itu bisa terjadi jika untuk menitipkan sepuluh butir telur asin ke suatu

toko saja ia belum mampu?

Pikiran positif yang masih dimilikinya tersebut ternyata menjadi modal terbesar di

dalam usaha yang sedang dirintisnya itu. Ia tetap berkeliling setiap hari untuk

mencari toko atau depot yang mau menjualkan produk telurnya itu. Berbagai rencana

pemasaran ia coba, target penjualan pun diturunkannya, dari toko makanan dan depot

makan menjadi warung-warung kecil di pinggir jalan. Hingga akhirnya, ada sebuah

warung kecil mau menerima titipan telur asin tersebut. Berawal dari sepuluh butir

telur untuk seminggu. Bertambah menjadi dua puluh butir untuk seminggu hingga

akhirnya, di satu warung itu, ia mampu menjual lima puluh butir seminggu.

Sejak itu, ibu Pinik berusaha untuk berpikiran positif, maka akan ada banyak jalan

keluar yang bisa dicobanya. Pikiran positif membuatnya kebanjiran ide untuk

mencoba berbagai peluang, pikiran positif membuatnya berani mencoba pangsa pasar

yang mungkin tidak terduga, pikiran positif pula yang membangun kepercayaan diri

untuk terus bangkit dan berusaha tanpa pantang menyerah.

Dari pengalaman ibu Pinik, pengusaha telur asin ini maka kita bisa mengambil

kesimpulan bahwa pikiran positif akan mampu membuat kita menghadapi berbagai

masalah.

Kisah Sukses Pramono, dari Office Boy menjadi Milyader

Page 21: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah perjalanan hidup A Pramono (34) mirip

cerita sinetron. Belasan tahun lalu, ketika pria

kelahiran Madiun ini mengadu nasib ke Ibu

Kota Jakarta, ia memulainya dengan menjadi

office boy di sebuah perusahaan swasta. Lalu ia

beralih menjadi pedagang ayam bakar di

pinggir jalan. Ternyata sukses. Kini Pramono

sudah menjadi miliarder yang memiliki banyak usaha. Siapa yang tidak ngiler? Ayah

satu anak yang akrab dipanggil Mas Mono ini buru buru menambahkan bahwa

sukses bisa diraihnya setelah melewati proses yang cukup panjang. la meyakini,

dalam hidup ini tidak ada sesuatu yang instan. Artinya, kalau ingin sukses mesti

lewat perjuangan.

“Orang tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu, ketika memulai usaha ini saya harus

ke pasar jam tiga dinihari. Jam empat subuh sudah menyalakan kompor, ketika

kebanyakan orang masih tidur,” ujar Pramono. Awalnya, suami Nunung ini berjualan

ayam bakar di pinggir Jalan Soepomo, Jakarta Selatan, persisnya di seberang

Universitas Sahid. Di tempat itu, setiap hari-kecuali hari libur dia menggelar tenda,

bangku dan meja untuk berdagang.

Dengan memakai kaus, celana gombrang dan sandal jepit, dia setia melayani pembeli

yang datang dari pagi sampai pukul 14.00. Sebagian pembelinya adalah mahasiswa

dan orang kantoran yang bekerja di wilayah tersebut. “Tapi ya namanya dagang kaki

lima, ada gilirannya. Saya dagang dari pagi sampai siang. Dagangan habis nggak

habis saya harus tutup. Lalu, jam 14.00 diganti pedagang lain yang menjual nasi

goreng, pecel lele dan seafood,” tutur Pramono sambil memperlihatkan foto lamanya

di laptop.

Pria yang menamatkan S3 (maksudnya tamat SD, SMP, SMA) di Madiun ini

belakangan akrab dengan laptop karena dia menjadi salah seorang mentor nasional

dari Entrepreneur University (EU). Foto-foto lamanya itu menjadi salah satu bahan

presentasinya ketika membawakan materi tentang wirausaha. Menurut Pramono,

sejak dulu dia suka fotografi tapi hanya sebatas hobi. Bukan karena dia tahu akari

sukses. Jika diamati, foto Pramono saat masih berjualan di pinggir jalan dan saat

ditemui Warta Kota beberapa hari lalu, memang berbeda jauh. Dulu dia terlihat

kurus, sekarang tampak macho dan keren. “Ya, bedalah Mas. Dulu tidak terawat,

sekarang terawat. Dulu nggak punya tabungan,sekarang tabungan banyak di bank,”

ujarnya sambil menunjukkan tabungannya yang pernah mencapai persis Rp 1 miliar.

Page 22: Kisah Pengusaha Sukses

Salah satu kebiasaan positif yang dimiliki

Pramono dan sangat memberi inspirasi

adalah kesenangannya belajar sesuatu

yang baru untuk meningkatkan kualitas

hidupnya. Tahun 1999, ketika menjadi

office boy di sebuah perusahaan swasta,

Pramono selalu memanfaatkan,waktu

luangnya dengan belajar komputer. Bukan

bermain bermain game seperti kebanyakan orang. Sebab dia tahu, dengan menguasai

keterampilan itu kariernya bisa naik dan gajinya juga akan lebih besar. Pramono

benar, karena kariernya terus meningkat hingga akhirnya diangkat menjadi

supervisor. Meski jabatannya cukup tinggi tapi dia terus tertantang untuk

meningkatkan taraf hidupnya. Cita-citanya cuma satu, bagaimana caranya lebih

membahagiakan orang-orang yang dicintai, keluarga dan orangtuanya.

Akhirnya, tahun 2001 dia keluar dart perusahaan tersebut dan memulai usaha dengan

berjualan gorengan keliling di seputar,wilayah Pancoran, Jakarta Selatan.

Langkahnya rada ekstrem. Sebab, bagi Pramono, untuk memulai usaha tidak perlu

banyak berpikir, apalagi menghitung rugi laba. Yang terpenting adalah melakukan

action. “Banyak saudara saya yang tidak terima dengan keputusan itu. Apalagi pada

awal-awal berdagang, omzetnya baru Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per hari,”

ujarnya. Meski menghadapi banyak tantangan, Pramono tidak mau mundur. Sampai

akhirnya dia mendapat lapak kosong di seberang Universitas Sahid. Dengan modal

Rp 500.000 untuk membeli gerobak dan peralatan lainnya, termasuk ayam lima ekor,

Pramono membuka lembaran barunya dengan menjual ayam bakar. Namun karena

belum mahir mendorong gerobak, pernah suatu ketika ayam dagangan jatuh ke pasir.

Terpaksa ayam tersebut harus dibersihkan dulu. “Kalau orang lain mungkin sudah

mikir macam-macam. Wah ini tanda sepi, nggak laku, karena baru mau jualan

ayamnya sudah jatuh, sial. Namun, kalau saya justru berpikir lain. Wah, ini pertanda

bagus, dagangan saya bakal laku. Sebab, saya menggunakan otak kanan. Selalu

optimis dan percaya dirt,” tegas Pramono. Terlepas dart peristiwa itu, beberapa tahun

kemudian usaha Ayam Bakar Mas Mono berkembang pesat. Dia mempunyai 13

cabang dan dalam satu hari bisa menjual 1.000 ekor ayam. “Sampai sekarang saya

merasa seperti mimpi. Kok bisa ya,” kata Pramono

Kisah Sukses Dudi Purwanto Menekuni Bisnis Bengkel Vespa

Page 23: Kisah Pengusaha Sukses

Pengalaman menjadi guru paling berharga

dalam menggeluti bisnis. Itu dibuktikan

oleh Dudi Purwanto yang kini sukses

menekuni bisnis bengkel Vespa beromzet

Rp. 500 ribu per hari. Tidak mudah

memulai bisnis, apa pun bentuknya.Hal itu

dibuktikan oleh pemuda kelahiran Jakarta

bernama Dudi Purwanto biasa di panggil Doyok. Sukses yang didapatnya saat ini

dengan membuka bengkel Vespa di Jalan Kayu Manis Timur 11, Jakarta Timur,

diraih setelah melewati waktu bertahun-tahun. Itu pun setelah melalui kerja keras

sejak merintis usaha. Sebelum bengkel bernama Gaya Mandiri (GM) tersebut berdiri,

jatuh bangun membangun bisnis dijalani pria yang dikenal dengan sapaan akrab

Doyok itu. Bahkan berkali-kali dia ditipu rekan bisnis sendiri yang dianggapnya

memiliki niat baik dan bisa menjalankan bisnis bersama-sama.

Kisah sukses Doyok membangun bisnis dengan membuka bengkel berawal dari

pemikirannya ketika bekerja di sebuah perusahaan swasta. Menurut dia, menjadi

karyawan tidak ada jaminan untuk hari depan, termasuk tak mendapatkan

kesejahteraan di hari tua. “Kalau bekerja sebagai karyawan, masa depan tidak

terjamin. Belum hari tua nanti,” katanya ditemui di bengkel miliknya. Sejak

pemikiran itu muncul, dari situlah Doyok mulai berencana untuk membangun bisnis

sendiri. Waktu itu pada 1995, Doyok memutuskan untuk keluar dari perusahaan

tempat dia bekerja.

Langkah pertama berbisnis, Doyok melakukan kerja sama dengan temannya. Namun

sayang, ketika usaha pertama yang dirintisnya, yakni bengkel untuk motor Jepang

berkembang, Doyok justru ditipu teman bisnisnya. “Waktu itu saya hanya kuat

berbisnis dengan teman selama enam bulan, saya ditipu,” ungkapnya mengenang

masa pahit menjalankan bisnis. Setelah ditipu teman sendiri, Doyok kembali

kehilangan segalanya. Modal awal untuk membuka bengkel motor pertamanya itu

ludes dibawa kabur oleh rekan bisnisnya. Namun, kegagalan pertama tersebut tidak

membuat Doyok menyerah. Pria berkacamata tersebut akhirnya memutuskan untuk

kembali membuka bengkel dan melakukan kerja sama. “Waktu itu, untuk memulai

lagi, saya terpaksa meminjam uang,” kenangnya.

Namun, usaha bersama tersebut kembali runtuh. Doyok kembali tertipu teman

sendiri. Dalam masa-masa trauma untuk menggeluti bisnis kembali, Doyok mendapat

saran dari orang-orang dekatnya untuk kembali membuka bengkel, namun bukan

Page 24: Kisah Pengusaha Sukses

motor buatan Jepang. Dia disarankan untuk membuka bengkel khusus Vespa. Saran

itu akhirnya diterima oleh Doyok dan akhirnya membuka bengkel Vespa dengan

nama GM. Awal membuka usaha tersebut, bengkel milik Doyok hanya berukuran

kecil dan terletak di beranda depan rumah orang tuanya.

Ujian bagi Doyok untuk merintis bisnis saat itu kembali terulang. Setelah tiga bulan

bengkel tersebut berdiri, belum satu pelanggan pun datang untuk memperbaiki

Vespa, apalagi datang meminta bodinya dicat biar lebih bagus. “Kalau diingat-ingat,

tiga bulan pertama buka bengkel itu, tidak ada satu pun pelanggan yang masuk,”

katanya. Namun, Doyok tetap bersabar. Memasuki bulan keempat, pelanggan

pertama pun datang meski teman sendiri. “Ada Vespa satu yang masuk, rasanya

senang sekali. Vespa itu akhirnya saya pinjam dan saya pelajari detailnya,” kata

Doyok.

Sejak itu, keberuntungan Doyok mulai terlihat. Sejak itu pula satu demi satu

bengkelnya banyak didatangi para pemilik Vespa. Mulai dari servis hingga mengecat

bodi dengan berbagai warna yang menarik dan inovatif. “Sejak itulah bengkel ini

mulai banyak diminati. Saat ini saya kewalahan melayani perbaikan Vespa yang

masuk,” ujarnya bersemangat.

Dari pengalaman menjadi mekanik di bengkel miliknya, Doyok menjadi tahu bahwa

pelayanan yang berkualitas dan hasil pekerjaan memuaskan membuat dia tidak

pernah takut kehilangan pelanggan. “Bagi kami kepuasan pelanggan itu nomor satu,”

ungkapnya. Selain itu, pengalaman ditipu teman, bahkan sampai dua kali, membuat

Doyok menjadi lebih percaya diri bahwa dia bisa menjalankan bisnis sendiri. Dalam

mengelola bengkelnya, Doyok tidak mau tanggung-tanggung.

Untuk itu, walaupun sudah memiliki tiga orang karyawan, Doyok tidak sungkan-

sungkan ikut membantu karyawannya memperbaiki atau mengecat motor keluaran

Italia tersebut dengan tangan sendiri. “Jangan mentang-mentang sudah bos, anak

buah disuruh kerja sendiri,” katanya merendah. Berkat ketelatenan dan semangatnya

untuk terus maju, sekarang Doyok sudah memiliki ratusan pelanggan. Bahkan

menurut Doyok, ada satu keluarga yang menggunakan Vespa selalu memperbaiki

atau menyervis ke bengkelnya.

Kisah Tati Hartati, Sukses dengan Menjahit Omset Milyaran

Page 25: Kisah Pengusaha Sukses

Berikut adalah kisah pendiri produk pakaian jadi “Dannis”

specialis pakaian muslim. Dengan modal awal Rp.1juta dan

keuletan berusaha kini beromset Rp 2 milyar. Salah satu kisah

sukses yang bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Sebuah

inspirasi bisa muncul dari mana saja, termasuk dari keluarga

sendiri. Tati Hartati pun bisa menjadi seorang pengusaha

pakaian muslim yang sukses berkat terinspirasi kemandirian

ibu kandungnya.

Sewaktu kecil dulu, pemilik “Rumah Dannis” ini hidup dalam keprihatinan. Untuk

membeli pakaian saja tidak mampu. Bila ingin baju baru, sang ibu rajin membuatkan

baju untuk Tati dan juga saudara-saudaranya.

Alhasil, Tati terbiasa mengenakan pakaian hasil jahitan sang ibu. Begitu pula ketika

Hari Raya Lebaran tiba. Ketekunan dan ketelatenan sang ibu inilah yang menjadi

sumber ilham bagi Tati untuk memberanikan diri menjahit pakaiannya sendiri saat

duduk di kelas empat sekolah dasar (SD).

Sejak itu pula Wati belajar mandiri. Setidaknya, dia tak lagi meminta uang jajan

kepada orangtuanya lantaran dia bisa mencari uang sendiri dari jualan pakaian

boneka dan tempat pensil. Apalagi hasil keterampilan tangan Tati semakin terkenal

di kalangan teman-temannya. “Di sekolah jadi banyak yang tahu, dan pesanan terus

bertambah,” kenang Tati.

Setelah lulus sekolah kejuruan itu, bukannya bekerja, Tati malah masuk ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi. Tidak tanggung-tanggung, dia bisa kuliah di Institut

Teknologi Bandung (ITB) hingga berhasil meraih gelar insinyur kimia.

Setelah lulus kuliah, Tati pun harus bekerja di

kantoran. Maklum, ketika itu sang ayah memasuki

masa pensiun dari sebuah badan usaha milik negara

(BUMN). Tanggung jawab keluarga seolah berpindah

ke pundak Tati. “Ibu saya tidak bekerja dan ayah pensiun. Jadi, untuk biaya kuliah

adik, saya harus mencari uang,” kata Tati.

Setelah menikah pada 1998, ternyata sang suami tidak mengizinkannya bekerja di

kantoran. Larangan inilah yang menjadi dorongan kuat bagi Tati untuk berjualan

pakaian buatan sendiri. Dengan modal Rp 1 juta dari suami, Tati mulai membuktikan

keahliannya dalam menggambar dan mendesain pakaian. Itu semua dia lakukan di

sela-sela kegiatan mengurus rumah dan anak.

Page 26: Kisah Pengusaha Sukses

Meski disambi mengurus rumah tangga, saban bulan, Tati mampu membikin 50

potong pakaian anak. Semuanya dia desain, jahit, dan bordir sendiri. “Jiwa saya

selalu ingin menghasilkan sesuatu,” ujar Tati.

Dan ternyata, baju anak hasil kreasinya diterima pasar. Tati pun kian semangat. Dia

juga mulai berani memasang merek Dannis pada baju bikinannya.

Lantas, tumbuh pula kepercayaan dirinya untuk mengembangkan usaha. Tati mulai

memproduksi pakaian muslim dewasa, mukena, hingga jilbab.

Sayang, kali ini tidak laku. Toko-toko pakaian di Surabaya tidak mau menjual

produknya. Ternyata, pakaian muslim buatan Tati bukan segmen dari toko-toko

pakaian itu. Dia lantas berpikir, produk Dannis harus jelas target dan segmentasinya.

“Akhirnya saya fokuskan produk ini untuk kalangan menengah ke atas,” tutur Tati.

Untuk bisa membuat model baju dengan mode mutakhir, Tati rajin menonton acara

mode di televisi, membuka majalah wanita, hingga jalan-jalan ke berbagai kota.

“Kalau lihat ada pameran fashion di televisi, saya selalu membayangkan berada di

acara tersebut dan melihat semua desain untuk menyelami,” ujar Tati.

Omset Rp 2 miliar

Di dunia mode, Tati merasakan sebuah ide itu menguras pikiran dan tenaga; hingga

terkadang Tati merasa jenuh. Tapi, karena bisnis ini menguntungkan, dia pun tetap

senang menjalaninya.

Kemampuannya berimajinasi soal model membuat busana Dannis selalu segar.

Karena itu, tak perlu heran kalau bisnis Tati juga terus berkembang. Sekarang ini Tati

mampu memproduksi 35.000 potong baju dengan omzet mencapai Rp 2 miliar per

bulan. Harga termahal dari baju muslim bermerek Dannis ini Rp 250.000.

Tati kini memperkerjakan 1.000 orang karyawan dengan melibatkan 500 agen yang

tersebar di kota-kota besar. Dia menerapkan konsep kemitraan. “Jadi, saya tidak

perlu membuat gerai, sehingga lebih efektif dan efisien,” imbuh Tati.

Kendati sudah malang melintang di dunia busana, pakaian muslim buatan Tati tak

lepas dari kritikan, termasuk dari konsumen. “Saya anggap kritikan itu sebagai

pemacu untuk menampilkan produk yang lebih baik lagi,” ujar Tati.

Page 27: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Sukses Sasang Priyo Sanyoto dengan Bisnis Kreasi Ampas Kopi

Berbeda dari kedai kopi lainnya,

Refresho coffee shop tidak hanya

menyajikan aneka macam menu

minuman kopi bagi para konsumennya,

namun juga melengkapi interior

bangunannya dengan beragam jenis

perabot rumah tangga yang terbuat dari

limbah atau ampas kopi. Dirintis pada

bulan April 2010 silam, awalnya Sasang

Priyo Sanyoto (sang owner) menekuni bisnis kerajinan yang semuanya diproduksi

dari limbah atau ampas kopi.

Namun seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen, sekarang ini Sasang

tidak hanya memproduksi aneka macam kerajinan dari limbah kopi saja. Tetapi Ia

juga mulai membuka bisnis kedai kopi dengan beragam menu andalan yang banyak

digemari para pelanggan.

Mengambil ide bisnis dari tradisi “nyenthe” kebiasaan masyarakat Jawa Timur yang

sering mengoleskan endapan kopi pada sebatang rokok untuk mendapatkan sensasi

rasa baru. Sasang mencoba melakukan sedikit inovasi, dengan mengaplikasikan

tradisi nyenthe pada barang perabot rumah tangga yang ada di sekitarnya. Sebut saja

seperti piring, gelas, kap lampu, dan lain sebagainya. Tak disangka-sangka inovasi

tersebut diminati banyak konsumen, sehingga Sasang mulai tertarik memasarkan

kreasi kerajinan limbah kopi dengan mengangkat Centhe Merchandise sebagai brand

produk yang Ia usung.

Melihat respon pasar yang cukup bagus, bapak satu anak ini memberanikan diri

untuk melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka usaha kedai kopi. Mengambil

nama Refresho yang merupakan gabungan kata “refresh” dan “Indonesia”, Sasang

ingin menjadikan kedai kopinya sebagai media refreshing bagi seluruh masyarakat

Indonesia.

Bermodalkan uang sebesar Rp 30 juta, Sasang membangun kedai kopi Refresho

dengan konsep sederhana namun bersahabat, disesuaikan dengan jargon andalannya

yakni “lebih kecil, lebih sederhana, dan lebih bersahabat”. Dimana kedai kopi

tersebut sengaja menggunakan konsep sederhana agar bisa dijangkau semua kalangan

Page 28: Kisah Pengusaha Sukses

konsumen, serta senantiasa memberikan pelayanan hangat dan bersahabat bagi setiap

pelanggaan yang datang ke kedai kopinya.

Kisah Sukses Sasang Priyo Sanyoto dengan Bisnis Kreasi Ampas KopiMemiliki

menu andalan seperti misalnya continental coffe, gingseng coffe, ginger coffe, kopi

godhog, fruit coffee (kopi rasa buah), serta coffee late dengan hiasan latte art yang

menawan. Kedai kopi Refresho yang berlokasi di Sidoarjo ini dikunjungi sedikitnya

200 orang tamu setiap harinya. Tidak heran bila omset sekitar Rp 600.000,00 sampai

Rp 1.000.000,00 per hari bisa dikantongi pengusaha sukses ini, bahkan angka

tersebut bisa melonjak hingga dua kali lipatnya ketika memasuki hari libur atau akhir

pekan (sabtu dan minggu).

Berkat kreativitas Sasang Priyo Sanyoto dalam menggabungkan kreasi kerajinan

limbah atau ampas kopi dengan konsep bisnis kedai kopi yang Ia bangun, kini omset

puluhan juta rupiah bisa masuk ke kantong Sasang setiap bulannya. Tidak hanya itu

saja, sekarang ini bisnis kedai kopi Refresho telah berkembang menjadi bisnis

kemitraan dan telah tersebar hingga Daerah Tulungagung, Padang, serta Makassar.

Semoga kisah sukses Refresho berawal dari ampas kopi ini bisa memberikan manfaat

bagi para pembaca dan menginspirasi seluruh masyarakat Indonesia untuk terus

berkreasi dan berinovasi menciptakan peluang-peluang bisnis yang menjanjikan

keuntungan cukup besar. Maju terus UKM Indonesia dan salam sukses.

Page 29: Kisah Pengusaha Sukses

Kisah Pak Sanim ” Tukang Becak yang Sukses jadi pengusaha”

Siapa bilang tukang becak tidak bisa kaya? Pak Sanim, seorang warga asal Cirebon

telah membuktikannya. Anda tahu bagaimana latar pendidikannya? Beliau bukan

seorang lulusan dari universitas ternama juga bukan seorang sarjana bisnis. Latar

belakang pendidikan beliau hanya sampai SD, itu pun hanya sampai kelas 4. Berkat

kegigihannya kini ia telah menjadi pengusaha sukses kaya raya yang memiliki 10

mobil, 3 rumah, dan 2 pabrik.

Sebelum Pak Sanim menjadi seorang pengusaha, ia pernah bekerja menjadi tukang

becak di sekitar prapatan Cirebon. Lama menjalani profesi ini ia menjumpai sebuah

pabrik garam di sekitar tempat pangkalannya. Dari situ ia mencoba untuk beralih

bekerja menjadi seorang karyawan di pabrik tersebut.

Seiring berjalannya waktu, ia mulai berpikir untuk membuka pabrik sendiri.

Menurutnya garam memiliki potensi besar pada waktu itu mengingat banyaknya

permintaan dari daerah sekitar Cirebon dan sekitar Jawa Tengah.

“Setelah dua bulan bekerja, saya pun berpikir, daerah kita kan punya potensi garam,

loh kenapa saya tidak bisa membuat garam sendiri,” ungkapnya.

Akhirnya, Sanim berhenti kerja dari pabrik garam tersebut. Di situlah ia mulai

berpikir, usaha garam ternyata mampu mengeruk keuntungan yang lebih besar dari

buruh pabrik, apalagi tukang becak.

Baginya, garam bukan hanya sebagai bumbu penyedap makanan, melainkan juga

dibutuhkan untuk keperluan industri, pertanian, dan perikanan. Ternyata, tidak sia-sia

pernah bekerja di pabrik garam. “Jadi bisa dikatakan cuma menimba ilmu di pabrik

tersebut,” tuturnya.

Pada awalnya ia mencoba untuk membuka pabrik sendiri di belakang rumah bersama

isterinya. Masih sangat sederhana dan di olah secara tradisional. Setelah di produksi

ternyata dagangannya laku terjual. “Lambat laun ternyata keuntungan kita tambah

Page 30: Kisah Pengusaha Sukses

besar dan banyak peminatnya. Akhirnya kita menambah karyawan dari tetangga-

tetangga kita lalu kita bisa membeli tanah untuk tempat produksi yang lebih luas lagi

dan sekarang ada pabrik, yakni pabrik garam,” tambahnya.

Sanin mengaku, dalam setahun ia bisa menghasilkan garam minimal mencapai 2.000

ton. Sanin mengaku kewalahan memenuhi permintaan garam olahan yang datang dari

Cirebon dan luar kota.

Usahanya yang ditekuni Sanin sejak 30 tahun silam bukannya tanpa tantangan.

Ketika usahanya tumbuh dan membutuhkan tambahan modal, ia pernah ditolak saat

mengajukan pinjaman ke sebuah bank karena dianggap usahanya tidak menjanjikan.

Berkat kegigihannya, akhirnya Sanin pun bisa memperoleh pinjaman.

“Kita pernah mengajukan utang pinjaman ke bank, tapi waktu itu ditolak. Katanya

setelah ditolak, bangunnya masih bilik. Setelah itu akhirnya kita ke bank lain. setelah

diproses dan melihat prospek perkembangan usaha kita, akhirnya kita dapat dana dan

akhirnya usaha kita berkembang sampai sekarang. Sekarang punya tanah, punya

kantor, punya pabrik,” sebutnya

Pria yang tidak tamat pendidikan sekolah dasar (SD) ini menjelaskan hasil usahanya

bisa membuat ia naik haji beberapa kali dan menyekolahkan anaknya hingga ke

jenjang sarjana. Usaha yang ditekuni Sanin saat ini, juga telah merambah ke pabrik

pembuatan pupuk.

“Anak saya pun kini sarjana semua. Sementara saya pendidikan kelas 4 SR (setara

SD) dulu. Makanya kita punya anak tidak mau mengalami masa muda seperti kita,

makanya kita sekolahkan semua itu. Kita haji pun sudah dua kali, malah akan datang

tahun depan mau umroh dulu,” tutup Sanin.