BAB I Teori Keterampilan Menyimak dan Berbicara A. Keterampilan Menyimak 1. Pengertian Menyimak Dalam kehidupan sehari-hari kata simak sering kita jumpai, dipakai di dalam ucapan sehari-hari. Pada orang tua sering kita dengar memberi nasihat kepada putra- putrinya. “Kalau orang tua sedang menasihati, jangan hanya mendengar saja, masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan, tetapi simaklah baik-baik, masukkan ke dalam hati”. Demikian juga antara muda-mudi sering terdengar main-main, tetapi sebenarnya bermakna dalam, yaitu “Jangan permainkan saya Bung, simaklah apa yang saya ucapkan, jangan hanya mendengarkan saja!” Dari dua contoh di atas sudah menggambarkan kepada kita bahwa: 1) digunakan kata dengar dan mendengar 2) digunakan kata simak dan menyimak 3) kedua kata itu, dengar dan simak, atau mendengar, mendengarkan atau menyimak, jelas mempunyai arti yang berbeda. Jika dikaji maka didapatkan pengertian sebagai berikut. Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd 38
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
Teori Keterampilan Menyimak dan Berbicara
A. Keterampilan Menyimak
1. Pengertian Menyimak
Dalam kehidupan sehari-hari kata simak sering kita jumpai, dipakai di
dalam ucapan sehari-hari. Pada orang tua sering kita dengar memberi nasihat
kepada putra-putrinya. “Kalau orang tua sedang menasihati, jangan hanya
mendengar saja, masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan, tetapi
simaklah baik-baik, masukkan ke dalam hati”. Demikian juga antara muda-mudi
sering terdengar main-main, tetapi sebenarnya bermakna dalam, yaitu “Jangan
permainkan saya Bung, simaklah apa yang saya ucapkan, jangan hanya
mendengarkan saja!”
Dari dua contoh di atas sudah menggambarkan kepada kita bahwa:
1) digunakan kata dengar dan mendengar
2) digunakan kata simak dan menyimak
3) kedua kata itu, dengar dan simak, atau mendengar, mendengarkan atau
menyimak, jelas mempunyai arti yang berbeda.
Jika dikaji maka didapatkan pengertian sebagai berikut.
1. Mendengar , yaitu proses mendengarkan tidak dengan disengaja.
2. Mendengarkan, yaitu proses mendengarkan dengan sengaja, tetapi tidak
sampai memahami, hanya sebatas tahu.
3. Menyimak , yaitu proses mendengarkan dengan penuh pemahaman,
apresiasi dan evaluasi.
Definisi lain tentang menyimak juga dikemukakan oleh beberapa tokoh,
yaitu sebagai berikut.
1. Menyimak menurut Tarigan, adalah suatu proses kegiatan
mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian,
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi serta memahami makna komunikasi yang disampaikan
oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
2. Underwood mendefinisikan menyimak adalah kegiatan
mendengarkan atau memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan
orang, menangkap dan memahami makna dari apa yang didengar. Jadi
dengan demikian menyimak adalah keterampilan dalam mencari
makna dari bunyi-bunyi dan pola-pola kalimat yang sampai ke telinga.
3. Bauer mengemukakan menyimak adalah kemampuan seseorang
untuk menyimpulkan makna suatu wacana lisan yang didengar tanpa
harus menerjemahkan kata demi kata.
4. Urbana mengatakan menyimak adalah suatu proses penulisan bahasa
yang dimaknai ke dalam pikiran (Listening the process by which
spoken language is converted to meaning in the mind). Jika demikian,
maka menyimak adalah proses bahasa yang terdiri dari bunyi-bunyi
yang dimaknai atau dipahami yang diproses lewat pikiran atau syaraf
pendengaran seseorang.
2. Pengertian Keterampilan Menyimak Bahasa Bali
Keterampilan menyimak merupakan keterampilan menangkap bunyi-
bunyi bahasa yang diucapkan atau yang dibacakan orang lain dan diubah menjadi
bentuk makna untuk terus dievaluasi, ditarik kesimpulan dan ditanggapi. Hal ini
sudah jelas merupakan salah satu kegiatan komunikasi (berbahasa) untuk sanggup
dan mampu atau terampil menerima sejumlah informasi dari orang lain. Dalam
kaitannya dengan bahasa Bali, maka keterampilan menyimak bahasa Bali
merupakan keterampilan untuk mendengar dan memahami pembicaraan
berbahasa Bali dari orang lain.
3. Unsur-Unsur Menyimak
Adapun unsur-unsur menyimak tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pembicara, yaitu orang yang menyampaikan pesan berupa informasi
yang dibutuhkan oleh penyimak melalui bahasa lisan.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
2) Penyimak, yaitu orang yang menerima pesan berupa informasi dari
pembicara melalui bahasa lisan.
3) Bahan simakan, yaitu pesan yang disampaikan pembicara kepada
penyimak melalui bahasa lisan.
4. Tahap-tahap Menyimak
Dalam kegiatan menyimak ada tahapan yang harus dilakukan oleh
penyimak agar penyimak benar-benar memahami informasi yang disimaknya.
Dalam buku Developing Language Skills karya Harry A. Greene dan Walter T.
Petty (1959: 153, Boston: Allyn and Bacon), empat langkah proses/tahapan
menyimak itu adalah (1) mendengar, (2) mengerti, (3) mengevaluasi, dan (4)
menanggapi.
5. Tujuan Menyimak
Tujuan utama menyimak menurut Tarigan adalah untuk memperoleh
informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang hendak
disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran. Tujuan yang bersifat umum
tersebut dapat dipecah-pecah menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek
tertentu yang ditekankan. Adapun tujuan menyimak menurut klasifikasinya adalah
sebagai berikut.
1. Mendapatkan fakta
Mendapatkan fakta dapat dilakukan melalui penelitian, riset, eksperimen,
dan membaca. Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyimak melalui
radio, TV, dan percakapan.
2. Menganalisis fakta
Fakta atau informasi yang telah terkumpul dianalisis. Kaitannya harus jelas
pada unsur-unsur yang ada, sebab akibat yang terkandung di dalamnya.
Apa yang disampaikan penyimak harus dikaitkan dengan pengetahuan dan
pengalaman penyimak dalam bidang yang sesuai.
3. Mendapatkan inspirasi
Dapat dilakukan dalam pertemuan ilmiah atau jamuan makan. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan ilham. Penyimak tidak memerlukan fakta baru.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
Mereka yang datang diharapkan untuk dapat memberikan masukan atau
jalan keluar berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
4. Menghibur diri
Para penyimak yang datang untuk menghadiri pertunjukkan sandiwara,
musik untuk menghibur diri. Mereka itu umumnya adalah orang yang
sudah jenuh atau lelah sehingga perlu menyegarkan fisik, mental agar
kondisinya pulih kembali.
6. Jenis-jenis Menyimak
Menurut Dawson dalam Tarigan, jenis menyimak dapat diklasifikasikan
menjadi dua bagian, yaitu: (1) menyimak ekstensif, dan (2) menyimak intensif.
1. Menyimak Ekstensif
Menyimak ekstensif merupakan kegiatan menyimak yang berhubungan
dengan hal-hal yang umum dan bebas terhadap suatu bahasa. Dalam prosesnya di
sekolah tidak perlu langsung di bawah bimbingan guru. Pelaksanaannya tidak
terlalu dituntut untuk memahami isi bahan simakan. Bahan simakan perlu
dipahami secara sepintas, umum, garis besarnya saja atau butir-butir yang penting
saja.
Jenis menyimak ekstensif dapat dibagi empat, yaitu sebagai berikut.
a. Menyimak sekunder
Menyimak sekunder adalah sejenis mendengar secara kebetulan,
maksudnya menyimak dilakukan sambil mengerjakan sesuatu.
b. Menyimak estetik
Dalam menyimak estetik penyimak duduk terpaku menikmati suatu
pertunjukkan misalnya, lakon drama, cerita, puisi, baik secara langsung
maupun melalui radio. Secara imajinatif penyimak ikut mengalami,
merasakan karakter dari setiap pelaku.
c. Menyimak pasif
Menyimak pasif merupakan penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar
yang biasanya menandai upaya penyimak pada saat belajar dengan teliti.
Misalnya, seseorang mendengarkan bahasa daerah, setelah itu dalam
kurun waktu dua atau tiga tahun berikutnya orang itu sudah dapat
berbahasa daerah tersebut.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
d. Menyimak sosial
Menyimak ini berlangsung dalam situasi sosial, misalnya orang
mengobrol, bercengkrama mengenai hal-hal menarik perhatian semua
orang dan saling menyimak satu dengan yang lainnya, untuk merespon
yang pantas, mengikuti bagian-bagian yang menarik dan
memperlihatkan perhatian yang wajar terhadap apa yang dikemukakan
atau dikatakan orang.
2. Menyimak Intensif
Menyimak intensif adalah kegiatan menyimak yang harus dilakukan
dengan sungguh-sungguh, penuh konsentrasi untuk menangkap makna yang
dikehendaki. Menyimak intensif ini memiliki ciri-ciri yang harus diperhatikan,
yakni: (a) menyimak intensif adalah menyimak pemahaman, (b) menyimak
intensif memerlukan konsentrasi tinggi, (c) menyimak intensif ialah memahami
bahasa formal, (d) menyimak intensif diakhiri dengan reproduksi bahan simakan.
Adapun yang tergolong menyimak intensif ada lima, yaitu sebagai berikut.
a. Menyimak kritis
Menyimak dengan cara ini bertujuan untuk memperoleh fakta yang
diperlukan. Penyimak menilai gagasan, ide, dan informasi dari pembicara.
b. Menyimak konsentratif
Menyimak konsentratif merupakan kegiatan untuk menelaah
pembicaraan/hal yang disimaknya. Hal ini diperlukan konsentrasi penuh
dari penyimak agar ide dari pembicara dapat diterima dengan baik.
c. Menyimak kreatif
Menyimak kreatif mempunyai hubungan erat dengan imajinasi seseorang.
Penyimak dapat menangkap makna yang terkandung dalam puisi dengan
baik karena ia berimajinasi dan berapresiasi terhadap puisi itu.
d. Menyimak interogatif
Menyimak interogatif merupakan kegiatan menyimak yang menuntut
konsentrasi dan selektivitas, pemusatan perhatian karena penyimak akan
mengajukan pertanyaan setelah selesai menyimak.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
e. Menyimak eksploratori
Menyimak eksploratori atau menyimak penyelidikan adalah sejenis
menyimak dengan tujuan menemukan;
1) hal-hal baru yang menarik,
2) informasi tambahan mengenai suatu topik,
3) isu, pergunjingan atau buah bibir yang menarik.
7. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk menyimak
Untuk dapat menyimak dengan baik hendaknya si penyimak
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Alat dengar si penyimak dan alat bicara si pembicara harus baik. Artinya
alat dengar sebagai alat penerima bunyi, dan alat bicara sebagai sumber
bunyi itu harus baik. Tidak mungkin orang yang alat dengarnya rusak (tuli)
mampu manyimak. Atau sebaliknya betapapun baiknya alat dengar si
penyimak, tetapi kalau bunyi bahasa yang disimaknya tidak jelas, tidak
menentu, tetap tidak akan dapat disimak dengan baik.
2) Situasi dan lingkungan pembicaraan itu harus baik. Dengan kata lain
ekologi bahasa harus baik. Sebab, mana mungkin kita dapat menyimak
dengan baik, seandainya disekeliling kita sangat gaduh, menimbulkan
ekologi bahasa yang kurang baik. Kita tidak akan dapat menyimak dengan
baik, seandainya bunyi-bunyi bahasa yang sedang kita simak sangat
tersaingi oleh bunyi-bunyi lain yang membuat kebisingan.
3) Konsentrasi penyimak kepada pembicaraan. Konsentrasi dalam artian
pemusatan pikiran ke arah pikiran pembicaraan. Konsentrasi yang terus-
menerus, tidak terputus sehingga alur pikiran pembicaraan pun tidak
terputus diterimanya. Konsentrasi atau pemusatan pikiran dari awal sampai
akhir dan tidak terpengaruh oleh kemungkinan kurang teraturnya pokok-
pokok pikiran pembicaraan.
4) Pengenalan tujuan pembicaraan, artinya kita akan lebih mudah menyimak
itu, seandainya pembicaraan sudah diketahui sebelumnya. Tujuan
pembicaraan ini mungkin secara langsung dikemukakan oleh si pembicara,
ataupun secara intuitif oleh si penyimak itu sendiri.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
5) Pengenalan paragraf atau bagian pembicaraan dan pengenalan kalimat-
kalimat inti pembicaraan. Paragraf merupakan ungkapan atau gagasan
yang mengandung satu pokok pikiran, yang mengandung satu kebulatan
ide, dan mengandung satu tema. Kita sebagai penyimak bukan merupakan
kaset rekorder yang akan merekam seluruh isi pembicaraan. Melainkan
kita sebagai manusia yang mampu menyimak. Yang kita simak bukanlah
seluruh kata-kata si pembicara, melainkan seluruh pokok-pokok pikiran
yang kita pahami, dan pokok-pokok pikiran ini terdapat di dalam tiap-tiap
paragraf yang diucapkan si pembicara.
6) Kesanggupan menarik kesimpulan dengan tepat. Mungkin kesimpulan ini
secara eksplisit diucapkan si pembicara, atau mungkin juga kesimpulan itu
harus dirumuskan oleh si penyimak dengan kata-kata sendiri.
7) Mempunyai intelegensi yang baik. Keseluruhan, 1 sampai 6 di atas, baru
dapat dicapai dengan baik andai kata si penyimak itu mampu berbahasa
dengan baik, didukung dengan kemampuan berbahasa yang memadai serta
mempunyai intelegensi yang cukup baik. hal ini dapat kita pahami, sebab
mana mungkin kita dapat menyimak pembicaraan seseorang seandainya
bahasa pengantar yang dipakai pembicaraan tidak kita pahami. Demikian
pula mana mungkin mampu menyimak dengan baik seandainya integensi
penyimak itu sangat rendah, termasuk kelompok debil, idiot, dan
sebagainya.
8) Faktor lain, yaitu latihan yang cukup. Kita selalu ingat bahwa menyimak
merupakan keterampilan, yakni keterampilan berbahasa. Mana mungkin
keterampilan tanpa didukung dengan latihan yang memadai.
8. Faktor yang Mempengaruhi Menyimak
Faktor yang mempengaruhi menyimak menurut Hunt dalam Tarigan(1990:
97) adalah: sikap, motivasi, pribadi, situasi kehidupan, dan peranan dalam
masyarakat.
Sementara Logan (dalam Tarigan 1990: 98) mengemukakan bahwa yang
mempengaruhi menyimak adalah faktor lingkungan, fisik, psikologios, dan
pengalaman.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
Selain itu, Webb (Tarigan 1990: 97) menambahkan bahwa perbedaan jenis
kelamin juga mempengaruhi menyimak.
Jadi faktor yang mempengaruhi menyimak adalah sikap, motivasi, pribadi,
situasi kehidupan, peranan dalam masyarakat, faktor lingkungan, fisik, psikologis,
pengalaman, dan perbedaan jenis kelamin.
9. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Menyimak
Menurut (Tarigan, 1989: 34) ada empat faktor untuk menentukan
keberhasilan menyimak yaitu:
1. Faktor Pembicara
Ada enam tuntutan yang harus dipenuhi pembicara yaitu sebagai beikut:
a. Penguasaan materi
Pembicara harus menguasai materi yang akan disampaikan. Pembicara
dalam menyampaikan materi harus menguasai, memahami, menghayati
apa yang disampaikan pada penyimak.
b. Berbahasa baik dan benar
Pembicara dalam menyampaikan isi pembicaraan harus menggunakan
ucapan yang jelas, intonasi yang tepat, kalimat yang sederhana dan
istilah yang tepat. Selain itu isi pembicaraan harus sesuai dengan tarap
penyimaknya.
c. Percaya diri
Pembicara harus percaya diri, tampil dengan mantap serta menyakinkan
penyimak.
d. Berbicara sistematis
Pembicaraan yang disampaikan harus sistematis dan bahan yang
disampaikan mudah dipahami.
e. Gaya menarik
Pembicara harus tampil menarik dan simpatik, tidak bertingkah laku
berlebihan karena akan membuat penyimak beralih dari isi pesan ke
tingkah laku yang dianggap aneh.
f. Kontak dengan penyimak
Dalam berbicara, pembicara harus kontak dengan penyimak dan
menghargai, menghormati serta menguasai para penyimak.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
2. Faktor Pembicaraan
a. Aktual
Pembicaraan yang disampaikan harus baru atau hangat, karena ini akan
menarik dan diminati oleh penyimaknya.
b. Bermakna
Pembicaraan yang disampaikan harus bermakna dan berguna bagi
penyimaknya Dalam hal ini setiap materi yang disampaikan tidaklah
semua bermakna bagi penyimaknya, ini tergantung dari kebutuhan
penyimaknya.
c. Sistematis
Dalam berbicara, pembicaraan yang disampaikan harus sistematis agar
mudah dipahami oleh penyimaknya.
d. Seimbang
Taraf kesukaran pembicaraan harus seimbang dengan taraf kemampuan
Penyimak yaitu mudah dipahami dan berguna bagi penyimaknya.
3. Situasi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam situasi proses menyimak.
a. Ruangan
Dalam menyimak, ruangan perlu diperhatikan yaitu ruangan yang
memenuhi persyaratan. Misalnya penerangan, tempat duduk, tempat
pembicara, luas ruangan dan alat-alatnya.
b. Waktu
Waktu sangat penting dalam menyimak karena ini akan mempengaruhi
si penyimak. Pilihlah waktu yang tepat misalnya; pada pagi hari saat
menyimak masih segar dan rilek.
c. Tenang
Suasana dan lingkungan yang tenang serta nyaman sangat
mempengaruhi proses menyimak. Apabila suasana kurang tenang, maka
proses penyimakan pun kurang berhasil dengan baik.
d. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam menyimak harus mudah dioperasikan
karena kalau tidak dapat digunakan dan tidak baik akan mengganggu
penyimak.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
4. Penyimak
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut diri si penyimak.
a. Kondisi
Dalam menyimak, kondisi dan mental penyimak harus baik karena ini
sangat menunjang dalam menyimak.
b. Konsentrasi
Penyimak harus memusatkan perhatian terhadap bahan simakan.
Hindari hal-hal yang mengganggu konsentrasi penyimak.
c. Bertujuan
Dalam menyimak, penyimak harus mempunyai tujuan agar dalam
merumuskan tujuan secara tegas mempunyai arah dan keinginan dalam
menyimak.
d. Berminat
Penyimak dalam menyimak harus berminat atau berusaha meminati.
Bahan yang disimak dikembangkan melalui bimbingan dan latihan
yang intensif.
10. Teknik Pembelajaran Menyimak
Untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan menyimak dan agar
pembelajarannya menarik, ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam
proses belajar mengajar. Teknik-teknik itu antara lain sebagai berikut ini.
1. Simak Ulang-Ucap
Teknik simak-ulang ucap digunakan untuk memperkenalkan bunyi bahasa
dengan pengucapan atau lafal yang tepat dan jelas. Guru dapat mengucapkan atau
memutar rekaman buyi bahasa tertentu seperti fonem, kata, kalimat, idiom,
semboyan, kata-kata mutiara, dengan jelas dan intonasi yang tepat. Siswa
menirukan. Teknik ini dapat dilakukan secaea individual, kelompok, dan klasikal.
2. Identifikasi Kata Kunci
Untuk menyimak kalimat yang panjang siswa perlu mencari kalimat
intinya. Kalimat inti itu dapat dicari melalui beberapa kata kunci. Kata kunci
itulah yang mewakili pengertian kalimat.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
3. Parafrase
Guru menyiapkan sebuah puisi dan dibacakan atau diperdengarkan.
Setelah menyimak siswa diharapkan dapat menceritakan kembali isi puisi tadi
dengan kata-katanya sendiri.
4. Merangkum
Guru menyiapkan bahan simakan yang cukup panjang. Materi itu
disampaikan secara lisan kepada siswa dan siswa menyimak. Setelah selesai
menyimak siswa disuruh membuat rangkuman.
5. Identifikasi Kalimat Topik
Setiap paragraf dalam wacana minimal mengandung dua unsur yaitu:
(a) kalimat tipok, (b) kalimat pengembang. Posisi kalimat topik dapat di awal,
tengah, dan akhir. Setelah menyimak paragraf siswa disuruh mencari kalimat
topiknya.
6. Menjawab Pertanyaan
Untuk memahami simakan yang agak panjang, guru dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggali pemahaman siswa.
7. Bisik Berantai
Suatu pesan dapat dilakukan secara berantai. Mulai dari guru membisikkan
pesan kepada siswa pertama dan dilanjutkan kepada siswa berikutnya sampai
siswa terakhir. Siswa terakhir harus mengucapkannya dengan nyaring. Tugas guru
adalah menilai apakah yang dibisikkan tadi sudah sesuai atau belum. Jika belum
sesuai, bisikan dapat diulangi, jika sudah sesuai bisikan dapat diganti dengan
topik yang lain.
8. Menyelesaikan Cerita
Guru memperdengarkan suatu cerita sampai selesai. Setelah siswa selesai
menyimak, guru menyuruh seseorang untuk menceritakan kembali dengan kata-
katanya sendiri. Sebelum selesai bercerita, guru menghentikan cerita siswa tadi
dan menggantikan dengan siswa lain yang bertugas menyelesaikan.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
11. Ciri-ciri Penyimak yang Baik
Setiap manusia yang lahir dalam keadaan yang normal tentu sudah
mempunyai potensi yang baik untuk menyimak. Potensi ini perlu dipupuk dan
dikembangkan melalui bimbingan dan latihan yang intensif. Tetapi kebiasaan
menyimak yang baik hendaknya dipahami oleh seorang penyimak, sehingga dapat
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan tidak baik yang mereka lakukan dalam
proses menyimak. Adapun ciri-ciri penyimak yang baik menurut Anderson adalah
sebagai berikut.
1) Siap fisik dan mental
Penyimak yang baik ialah penyimak yang betul-betul mempersiapkan diri
untuk menyimak. Ia memiliki kesiapan fisik dan mental misalnya, dalam
kondisi yang sehat, tidak lelah, mental stabil, dan pikiran jernih.
2) Konsentrasi
Penyimak yang baik dapat memusatkan perhatian dan pikirannya terhadap
apa yang disimak. Bahkan ia dapat menghubungkan bahan yang disimak
dengan apa yang sudah diketahui.
3) Bermotivasi
Penyimak yang baik mempunyai motivasi atau mempunyai tujuan tertentu.
Misalnya; ingin menambah pengetahuan, ingin mempelajari sesuatu. Ada
tujuan atau motivasi ini tentunya untuk memotivasi penyimak untuk
sungguh-sungguh menyimak.
4) Objektif
Penyimak yang baik adalah penyimak yang selalu tahu tentang apa yang
sedang dibicarakan dan sebaiknya penyimak selalu menghargai pembicara,
walaupun pembicara kurang menarik penampilannya atau sudah dikenal
oleh penyimak.
5) Menyimak secara utuh (menyeluruh)
Penyimak yang baik akan menyimak secara utuh atau keseluruhan. Si
penyimak tidak hanya menyimak yang disukai tetapi menyimak secara
keseluruhan.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
6) Selektif
Penyimak yang baik dapat memilih bagian-bagian yang dianggap penting
dari bahan simakan. Tidak semua bahan simakan diterima begitu saja,
tetapi ia dapat menentukan bagian yang dianggap penting.
7) Tidak mudah terganggu
Penyimak yang baik tidak mudah terganggu oleh suara-suara yang lain di
luar bunyi yang disimaknya. Andaikata ada gangguan yang membedakan
perhatiannya, dengan cepat ia kembali kepada bahan yang disimaknya.
8) Menghargai pembicara
Penyimak yang baik adalah penyimak yang menghargai pembicara.
Penyimak tidak boleh menganggap remeh terhadap pembicara.
9) Cepat menyesuaiakan diri dan kenal arah pembicaraan
Penyimak yang baik dapat dengan cepat menduga ke arah mana
pembicaraan bahkan mungkin ia dapat menduga garis besar isi
pembicaraan.
10) Tidak emosi
Penyimak yang baik dapat menyimak dengan baik terhadap pokok
pembicaraan serta dapat mengendalikan emosinya dan tidak mencela
pembicara.
11) Kontak dengan pembicara
Penyimak yang baik mencoba mengadakan kontak dengan pembicara.
Misalnya dengan memperhatikan pembicara, memberikan dukungan
kepada pembicara melalui mimik, gerak atau ucapan tertentu.
12) Merangkum
Penyimak yang baik dapat menangkap isi pembicaraan atau bahan
simakan. Misalnya dengan membuat rangkuman dan menyajikan atau
menyampaikannya sesudah selesai menyimak. Namun perlu diingat,
selama menyimak jangan hanya asyik membuat catatan-catatan. Apabila
mencatat semua yang diucapkan atau semua yang disampaikan pembicara,
sehingga pesan pembicara tidak lagi dapat dipahami.
13) Menilai
Penyimak yang baik ialah proses penilaian terhadap materi yang
disampaikan. Pada saat ini penyimak mulai menimbang, memeriksa,
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
membandingkan apakah pokok-pokok pikiran yang dikemukakan si
pembicara dikaitkan atau dihubungkan dengan pengalaman atau
pengetahuan si penyimak, sehingga ia dapat menilai kekuatan bahan
simakan tersebut.
14) Mendengarkan tanggapan
Bagian terakhir dari proses menyimak ialah mengevaluasi bahan simakan.
Penyimak mengemukakan tanggapan atau reaksi misalnya, dengan
mengemukakan komentar. Reaksi akan terlihat dalam bentuk bahasa dan
terpancar dari ucapan-ucapan yang pendek seperti; wah, menarik sekali,
bagus, setuju, sependapat dan sebagainya.
12. Kendala dalam Menyimak
Menurut Russel dan Black dalam Tarigan (1990: 82-86), menyatakan
bahwa ada beberapa kendala dalam menyimak, yaitu sebagai berikut.
1. Keegosentrisan
2. Keengganan ikut terlibat
3. Ketakutan akan perubahan
4. Keinginan menghindari pertanyaan
5. Puas terhadap penampilan eksternal
6. Pertimbangan yang prematur
7. Kebingungan semantik.
13. Cara Meningkatkan Prilaku Menyimak
Menurut Mc. Cabe dan Bender dalam Tarigan, ada beberapa langkah
untuk meningkatkan keterampilan menyimak, yaitu sebagai berikut.
a. Menerima keanehan sang pembicara
Penyimak rela atau mau menerima keanehan atau keganjilan yang terdapat
pada penampilan pembicara.
b. Memperbaiki sikap
Penyimak tidak berpura-pura menyimak pikirannya telah melayang ke
mana-mana.
c. Memperbaiki lingkungan
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
Pilihlah tempat yang memungkinkan untuk menyimak lebih baik, jangan
memilih tempat duduk dekat pintu tempat para partisipan keluar masuk.
d. Meningkatkan pembuatan catatan
Dalam menyimak sebaiknya apa yang disimak harus dicatat inti-intinya
saja. Catatan yang baik dan bermutu tidak tergantung pada panjangnya
catatan, tetapi pada ketepatan memilih butir-butir gagasan yang penting
dalam kalimat.
e. Menyaring tujuan menyimak yang spesifik
Menetapkan tujuan khusus dalam menyimak akan membantu kita
memusatkan perhatian pada kegiatan menyimak. Andaikata kita menyimak
mempunyai tujuan menangkap garis besar argumen utama sang pembicara,
maka sebaiknya kita memusatkan perhatian ke arah yang dituju.
f. Memanfaatkan waktu secara bijaksana
Kecepatan dalam menyimak jauh lebih cepat daripada kecepatan
berbicara. Oleh karena itu perlu direncanakan penggunaan waktu secara
diferensial. Arahakanlah penyimakan kepada sang pembicara dan
ramalkanlah ide-idenya yang baru. Gunakanlah waktu semaksimal
mungkin untuk menyimak pembicaraan yang sedang berlangsung.
g. Menyimak secara rasional
Dalam menyimak harus disadari kadangkala kita mereaksi emosional, ini
dapat mempengaruhi kegiatan menyimak. Oleh sebab itu kita harus
menahan emosi dengan cara memusatkan perhatian pada pembicaraan
yang sedang berlangsung.
h. Berlatih menyimak bahan-bahan yang sulit
Dalam menyimak biasakanlah berlatih menyimak bahan atau materi sulit
yang diutarakan pembicara. Perluaslah wawasan dengan menerima
tantangan karena dengan tantangan maka pengetahuan akan bertambah.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
B. Keterampilan Berbicara
1. Pengertian Berbicara
Seperti telah kita ketahui bahwa dalam kegiatan menyimak aktivitas kita
awali dengan mendengarkan dan diakhiri dengan memahami atau menanggapi.
Kegiatan berbicara tidak demikian. Kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan
yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan
agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan itu. Manusia
sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan dan kerja sama dengan manusia
lain. Hubungan dengan manusia lainnya itu antara lain berupa menyampaikan isi
pikiran dan perasaan, menyampaikan suatu informasi, ide atau gagasan serta
pendapat atau pikiran dengan suatu tujuan. Dalam menyampaikan pesan
seseorang menggunakan suatu media atau alat yaitu bahasa, dalam hal ini bahasa
lisan. Seorang yang akan menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar
penerima pesan dapat memahaminya. Pemberi pesan disebut juga pembicara dan
penerima pesan disebut penyimak atau pendengar. Peristiwa proses penyampaian
pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara. Untuk lebih rincinya, dapat dilihat
beberapa pendapat di bawah ini.
Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi
pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan (KBBI, 2005: 165).
Menurut Tarigan (tanpa tahun: 15), menjelaskan bahwa berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat
didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan
sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan
gagasan-gagasan atau ide yang dikombinasikan.
Menurut Djago Tarigan, dkk (1998: 34), menjelaskan bahwa berbicara
adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Menurut Suhendar dan Supinah (1992: 16), berbicara merupakan suatu
peristiwa penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, perasaan) seseorang
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan (ujaran) sehingga
maksud tersebut dipahami orang lain.
Kesimpulan:
Berbicara merupakan suatu peristiwa mengekspresikan, mengutarakan,
menyatakan, serta menyampaikan ide, gagasan, pikiran dan perasaan
dengan menggunakan bahasa lisan (ujaran) kepada orang lain.
Kalau diamati dalam kehidupan sehari-hari, banyak didapati orang yang
berbicara. Namun tidak semua orang didalam berbicara itu memiliki kemampuan
yang baik di dalam menyampaikan isi pesannya kepada orang lain sehingga dapat
dimengerti sesuai dengan keinginannya, dengan kata lain, tidak semua orang
memiliki kemampuan yang baik didalam menyelaraskan atau menyesuaikan
dengan detail yang tepat antara apa yang ada dalam pikiran atau perasaannya
dengan apa yang diucapkannya sehingga orang lain yang mendengarkannya dapat
memiliki pengertian dan pemahaman yang pas dengan keinginan si pembicara.
Untuk penyampaian hal-hal yang sederhana mungkin bukanlah suatu
masalah, akan tetapi untuk menyampaikan suatu ide/gagasan, pendapat,
penjelasan terhadap suatu permasalahan, atau menjabarkan suatu tema sentral,
biasanya memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi bagi seorang pembicara
yang belum terbiasa, bahkan tidak semua orang mampu melakukannya dengan
baik. Dibutuhkan suatu keterampilan atau kecakapan dengan proses latihan yang
secukupnya untuk dapat tampil dengan baik menjadi seorang pembicara yang
handal.
Keterampilan berbicara pada dasarnya harus dimiliki oleh semua orang
yang didalam kegiatannya membutuhkan komunikasi, baik yang sifatnya satu arah
maupun yang timbal balik ataupun keduanya. Keterampilan berbicara menunjang
keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik mampu memberikan contoh
agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu
memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan.
Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang
menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog
selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu
sendiri.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
Di luar lingkungan keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga
dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan
sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-
pertemuan, bahkan terkadang terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua
situasi tersebut menuntut agar kita mampu terampil berbicara.
2. Pengertian Keterampilan Berbicara Bahasa Bali
Keterampilan berbicara bahasa Bali berarti mempunyai kemampuan untuk
mengekspresikan, mengutarakan, menyatakan, serta menyampaikan ide, gagasan,
pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa Bali yang baik dan benar. Baik,
dalam arti menggunakan pilihan kata-kata (diksi) yang indah dan mampu memikat
hati orang yang mendengar. Benar, dalam arti tepat dalam penempatan kata-kata
sesuai dengan anggah-ungguhing basa Bali.
3. Unsur Dasar Berbicara
Di dalam kegiatan berbicara terdapat lima unsur yang terlibat yaitu:
a. pembicara
b. isi pembicaraan
c. saluran
d. penyimak, dan
e. tanggapan penyimak
4. Konsep Dasar Berbicara
Kemampuan berbicara setiap orang berbeda-beda tergantung dari
karakteristik dan latar belakang lingkungannya. Sehubungan dengan hal tersebut
pengajaran berbicara pun harus berlandaskan konsep dasar berbicara sebagai
sarana berkomunikasi.
Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup sembilan
hal, yakni:
a. berbicara dan menyimak adalah suatu kegiatan resiprokal,
b. berbicara adalah proses individu berkomunikasi,
c. berbicara adalah ekspresi kreatif,
d. berbicara adalah tingkah laku,
e. berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari,
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
f. berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman,
g. berbicara sarana memperluas cakrawala,
h. kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat,
i. berbicara adalah pancaran kepribadian (Logan dkk., 1972:104-
105).
5. Tujuan berbicara
Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti
mempunyai tujuan, ingin mendapatkan respons atau reaksi. Respons atau reaksi
itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan
sangat tergantung dari keadaan dan keinginan pembicara.
Secara umum tujuan pembicaraan adalah sebagai berikut:
a. mendorong atau menstimulasi,
b. meyakinkan,
c. menggerakkan,
d. menginformasikan, dan
e. menghibur.
Tujuan suatu uraian dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila
pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada penyimak.
Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkan emosi
para penyimak. Misalnya, sambutan Ketua Porsenijar Karangasem di hadapan
peserta yang akan berlomba di Denpasar bertujuan agar peserta Porsenijar
memiliki semangat berlomba yang tinggi dalam rangka menjaga nama baik
Karangasem.
Tujuan suatu uaraian atau ceramah dikatakan meyakinkan apabila
pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan, pendapat atau sikap para
penyimak. Alat yang paling penting dalam uraian itu adalah argumentasi. Untuk
itu diperlukan bukti, fakta, dan contoh konkret yang dapat memperkuat uraian
untuk meyakinkan penyimak. Reaksi yang diharapkan adalah adanya persesuain
keyakinan, pendapat atau sikap atas persoalan yang disampaikan.
Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabila pembicara
menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para penyimak. Misalnya,
berupa seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana,
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
penandatanganan suatu resolusi, mengadakan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau
perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi.
Tujuan suatu uraian dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin
memberi informasi tentang sesuatu agar para penyimak dapat mengerti dan
memahaminya. Misalnya: seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang
dokter menyampaikan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi
menyampaikan masalah tertib berlalu lintas, dan sebagainya.
Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur, apabila pembicara bermaksud
menggembirakan atau menyenangkan para penyimaknya. Pembicaraan seperti ini
biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, atau pertemuan
gembira lainnya. Humor merupakan alat yang paling utama dalam uraian seperti
itu. Reaksi atau respons yang diharapkan adalah timbulnya rasa gembira, senang,
dan bahagia pada hati pendengar. Misalnya, dialog dalam kegiatan sendratari,
drama, wayang kulit, dan lain sebagainya.
6. Jenis-jenis Kegiatan Berbicara
Berbicara bahasa Bali dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1) berbicara formal (resmi), dan
(2) berbicara informal (tidak resmi).
Dengan adanya perbedaan kegiatan berbicara tersebut, maka menyebabkan
adanya dua jenis bahasa, yaitu basa pakraman dan basa pasuitrayan. Basa
Pakraman adalah bahasa Bali yang digunakan untuk berbicara di dalam
pertemuan-pertemuan resmi seperti di dalam peparuman adat, di dalam upacara
agama, dan pengajaran bahasa Bali di kelas. Dalam lingkup ini ada aturan tertentu
yang relatif lebih ketat, misalnya pakaian, situasi, tema, kosa kata,
dan gaya berbicara dikemas dalam lingkup resmi.
Adapun bentuk berbicara dengan menggunakan basa pakraman (resmi)
tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Pidarta (pidato);
(2) Sambrama Wacana (sambutan);
(3) Dharma Wacana (ceramah/kotbah);
(4) Atur Piuning (laporan);
(5) Dharma Tula (diskusi);
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
(6) Widya Tula (diskusi tentang ilmu pengetahuan); dan
(7) Pakeling (pengumuman).
Basa Pasuitrayan adalah bahasa Bali yang digunakan untuk berbicara di
dalam pergaulan sehari-hari atau tidak resmi (informal). Kegiatan berbicara
informal lebih banyak kelonggarannya. Situasinya lebih familier, bahasanya
bebas, pakaiannya tidak diatur, demikian pula format dan gaya pembicaraannya.
Berbicara informal meliputi bertukar pikiran, percakapan, penyampaian berita,
bertelepon, dan memberi petunjuk.
7. Metode Berbicara
Ada empat cara atau teknik yang dapat atau biasa digunakan orang dalam
menyampaikan pembicaraan (H.G. Tarigan), yaitu sebagai berikut.
(a) Metode Impromptu ‘Serta Merta’
Dalam hal ini pembicara tidak melakukakan persiapan lebih dulu sebelum
berbicara, tetapi secara serta merta atau mendadak berbicara berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya. Pembicara menyampaikan pengetahuannya
yang ada, dihubungkan dengan situasi dan kepentingan saat itu.
(b) Metode Menghafal
Pembicara sebelum melakukan kegiatannya melakukan persiapan secara
tertulis, kemudian dihafal kata demi kata, kalimat demi kalimat. Dalam
penyampaiannya pembicara tidak membaca naskah. Ada kecenderungan
pembicara berbicara tanpa menghayati maknanya, berbicara terlalu cepat. Hal itu
dapat menjemukan, tidak menarik perhatian penyimak. Mungkin juga ada
pembicara yang berhasil dengan metode ini. Metode ini biasanya digunakan oleh
pembicara pemula atau yang masih belum biasa berbicara di depan orang banyak.
(c) Metode Naskah
Pada metode ini pembicara sebelum berbicara terlebih dulu menyiapkan
naskah. Pembicara membacakan naskah itu di depan para penyimaknya. Hal ini
dapat kita perhatikan pada atur piuning (laporan) ketua panitia pelaksanaan
kegiatan pasraman remaja kepada Bapak bupati Karangasem. Pembicara harus
memiliki kemampuan menempatkan tekanan, nada, intonasi, dan ritme. Cara ini
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
sering kurang komunikatif dengan penyimaknya karena mata dan perhatian
pembicara selalu ditujukan ke naskah. Oleh karena itu, apabila akan menggunakan
metode harus melakukan latihan yang intensif.
(d) Metode Ekstemporan
Dalam hal ini pembicara sebelum melakukan kegiatan berbicara terlebih
dahulu mempersiapkan diri dengan cermat dan membuat catatan penting atau
catatan kecil tentang topik pembicaraan. Catatan itu digunakan sebagai pedoman
pembicara dalam melakukan pembicaraannya. Dengan pedoman itu pembicara
dapat mengembangkannya secara bebas.
8. Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara seseorang, sangat dipengaruhi oleh dua faktor
penunjang utama, yaitu internal dan eksternal.
Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada di dalam diri orang
tersebut, baik fisik maupun non fisik (psykhis). Faktor pisik adalah menyangkut
dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan didalam berbicara
misalnya, pita suara, lidah, gigi, dan bibir, sedangkan faktor non fisik diantaranya
adalah: kepribadian (kharisma), karakter, temparamen, bakat (talenta), cara
berfikir dan tingkat intelegensi.
Faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan
pergaulan. Namun demikian, kemampuan atau keterampilan berbicara tidaklah
secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki oleh seseorang, walaupun ia sudah
memiliki faktor penunjang utama baik internal maupun eksternal yang baik.
Kemampuan atau keterampilan berbicara yang baik dapat dimiliki dengan jalan
mengasah dan mengolah serta melatih seluruh potensi yang ada.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
BAB II
Anggah-Ungguhing Basa Bali
Basa Bali sinalih tunggil basa daérahé ring Indonésia sané maderbé
wangun masor singgih. Sor singgih basa Baliné, mangkin kawastanin Anggah-
ungguhing Basa Bali (parinama manut Pasamuhan Agung Basa Bali, warsa 1974
ring Singaraja). J. Kersten S. V. D., maosang antuk istilah Warna-warna Bahasa
Bali. Taler wénten sané maosang antuk “Unda-usuk Basa Bali” olih Tim Peneliti
Fakultas Sastra Unud warsa 1978/1979, miwah “Sor Singgih Basa” olih I Nengah
Tinggen. Uratian ngeninin indik basa Bali taler nudut kayun Ida Bagus Udara
Narayana makarya skripsi sane mamurda “Anggah-ungguhing Basa Bali dalam
Kehidupan Masyarakat Bali” duk warsa 1983.
Kawéntenan anggah-ungguhing basa sajeroning basa Bali taler nganutin
pakibeh jagat Baliné, sané kantos mangkin kantun manggeh mawit sangkaning
kawéntenan palapisan masyarakat Bali minakadi palapisan masyarakat Bali Purwa
(tradisional) miwah masyarakat Bali Anyar (modérn).
Palapisan masyarakat Bali Purwa (tradisional) metu saking pamijilan
utawi (keturunan). Sangkaning pamijilan krama Baliné, wénten Tri Wangsa
miwah Wangsa Jaba. Sané kabaos Tri Wangsa inggih punika tetiga wangsané
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
brangti, wiroda (jengah), miwah kroda. Basa kasar kapalih malih dados kekalih:
(1) basa kasar pisan, miwah (2) basa kasar jabag.
(1) Basa Kasar Pisan
Basa kasar pisan inggih punika basa Baliné sané wirasannyané yukti-yukti
kaon, saha sering kanggén marebat utawi mamisuh.
Conto Basa Kasar Pisan:
“Ih cicing, delikang matan ibané! Apa léklék iba mai ah? Awak beduda pangkah nagih nandingin geruda. Yén awak beduda, kanggoang to soroh tainé urek! Mai iba nuké anyud, patigrépé polon ibané mai ngalih somah timpal. Dasar ibi cicing bengil, pongah ngentut. Tuh kelik-kelik matan ibané, waluya matan buaya, matan sundel. Magedi iba uli dini! Yén sing nyak iba magedi, to cicing borosané lakar nyétsét clekotokan ibané!”
(2) Basa Kasar Jabag
Basa kasar jabag inggih punika basa Baliné sané kawangun antuk basa
andap, taler ring asapunapiné maweweh kruna-kruna alus madia, nanging
kanggén mabaos ring sang singgih utawi kanggén maosang indik sang
singgih. Dadosnyané, basa andap sané kanggén mabaos ring sang singgih
miwah kanggén maosang sang singgih punika sané kabaos basa kasar
jabag. Conto Basa Kasar Jabag:
“Ih Désak, payu malali bin mani? Yén Sak kal payu milu, ingetang liunang ngaba bekel nah! Saya sing kal ngaba apa. Désak kar cagerang. Yén Sak sing ngelah pis, Aku kal meliang malu. Kala ingetang nyen kamu ngulihang nah!”
2. Basa Andap
Basa andap inggih punika basa Baliné sané wirasannyané biasa, nénten
kasar taler nénten halus. Basa andapé puniki kanggén mabebaosan antuk
anake sané linggihnyané pateh utawi papadan (sesamén wangsa), miwah
antuk anaké sané linggihnyané singgihan ring sang sané soran.
Minakadi:
Reraosan I bapa sareng I mémé,
Bebaosan ida aji sareng Ida biang,
Raos I bapa miwah I mémé ring pianaknyané,
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
Raos embok/beli ring adinipun,
Raos bapak/ibu guru ring muridnyané,
Baos raja ring patih, panyroan, parekan,
Baos patih ring parekan/panyroan,
Baos majukan ring buruh,
Baos pejabat ring pegawénnyané,
Baos sang triwangsa ring wangsa jaba.
Conto Basa Andap:
“Luh ……. Luh Sunari. Tegarang ja tolih i padang, liglig ia kameranan, angajap-ajap kritisan ujan ané marupa tresnan luhé. Bedak layah ia ngulatiang sukalegan idep luhé apanga ia sida nu maurip dini di guminé. Tan péndah ia i tuké anyud, patigrépé ngalih paenjekan. Tulya i tabia dakep ané nyaratang tungguhan apanga sida nu idup di guminé”.
Puniki raos I Wayan Duria ring tunanganipun Luh Sunari.
Conto Basa Andap Tiosan:
Pupuh Ginada
Eda ngadén awak bisa,
depang anaké ngadanin,
geginané buka nyampat,
anak sai tumbuh luu,
ilang luu buké katah,
yadin ririh,
liu enu paplajahan.
3. Basa Madia
Basa madia inggih punika basa Baliné sané makanten sakadi basa alus,
nanging wirasannyané kantun madia, santukan akéh kawangun antuk
kruna-kruna alus madia. Basa madia puniki pinih akéh katemuang ring
bebaosan Bali sajeroning pagubugan maparajana. Sapatutnyané maosang
sampun, kabaos ampun, patutnyané maosang inggih kabaos nggih,
patutnyané maosang nénten kabaos ten, miwah selanturnyané. Sajaba
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
punika, basa madiané puniki sering kanggén mabebaosan antuk sameton
Baliné sané durung pada kenal, sané ketah mabaos matiang-jero.
Pinaka conto basa madia pacang kaunggahang kekalih lagu pop
Bali ring sor puniki, inggih punika lagu Pop Bali Rajapala miwah Bungan
Sandat.
RAJAPALA
Jero-jero …
anak lanang bagus genjing,
wantah titiang widiadari,
Kén Sulasih parab titiang.
Napi wénten …
ngambil busanan tiangé,
titiang nyadia mangentosin,
antuk jinah mas tur mirah.
Rajapala parab titiang truna lara,
yéning suéca pakayunan makronan,
ratu ayu sareng titiang truna lara.
Mangkin wénten …
pinunas tiang ring beli,
yéning wénten putra adiri,
titiang mapamit ring beli.
BUNGAN SANDAT
Yen gumanti bajang
Tan bina ia pucuk nedeng kembang
Disubane layu tan ada ngrunguang
ngemasin makutang
Becik malaksana
da gumanti dadi kembang bintang
mentik di rurunge
makejang mangempok raris kaentungang
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
Ia i bungan sandat
salayu-layu layunne miik
‘to ia nyandang tulad
sauripe malaksana becik
Para truna-truni
mangda saling asah asih asuh
manyama braya ‘to kukuhin
rahayu kapanggih
4. Basa Alus
Basa Bali alus inggih punika basa Baliné sané wirasannyané alus utawi
nyinggihang. Manut tata krama mabaos Bali, basa alusé puniki kanggén
mabebaosan antuk anaké sané linggihnyané sor ring sang singgih.
Minakadi:
atur parekan ring raja,
atur panyroan ring patih,
atur murid ring guru,
atur pegawé ring pejabat,
atur buruh ring majikan , msl.
Basa Baliné sané wirasannyané alus puniki malih kapalih dados tigang
soroh, inggih punika: (1) basa alus singgih, (2) basa alus sor lan (3) basa alus
mider.
(1) Basa Alus Singgih
Basa alus singgih inggih punika basa Baliné sané wirasannyané alus saha
kanggén nyinggihang sang singgih sané kairing mabaos utawi sané sedek
kabaosang. Wangsa jaba sané mabaos ring tri wangsa utawi maosang indik
tri wangsa patut nganggén basa alus singgih.
Conto Basa Alus Singgih:
“Ratu déwa agung, makadi pranagata, nadak sara cokoridéwa ngeséngin sikian titiang mangda titiang pedek tangkil rahinané mangkin. Samaliha sapamedal cokoridéwa makanten ucem remrem tatwadana druéné, tan péndah kadi sekar pucuké kaulet. Punapi manawi wénten sané sungsutang cokoridéwa ring sajeroning pikayunan? Inggih durus-durus cokoridéwa mawecana, mabaos ring panjaké sami!”
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
(2) Basa Alus Sor
Basa alus sor inggih punika basa Baliné sané mawirasa alus,
kanggén ngasorang raga utawi ngasorang sang sané patut kasorang. Sang
sapasira ugi sané sedek mabebaosan ring bebaosan pakraman (resmi)
kapatutang ngasorang raga nganggén basa alus sor.
Conto basa alus sor:
“Ida Dané sané baktinin titiang, sadurung titiang nglantur matur ring Ida Dané sareng sami, lugrayang riin titiang nyinahang déwék. Mungguing wastan titiang I Wayan Jatiyasa. Titiang wit saking Banjar Tumingal, Désa Tiyingtali, Abang, Karangasem. Titiang manyama sareng lelima samaliha durung maderbé somah”
Ring conto punika, titiang matur ring sang sareng akéh, minakadi
pamilet penataran. Titiang ngasorang raga nganggén basa alus sor. Titiang
nénten maosang mapeséngan, nanging mawasta. Titiang nénten maosang
angga, nanging déwék. Titiang nénten maosang masameton, nanging
manyama. Taler nénten maosang durung madué rabi, nanging durung
maderbé somah.
Conto basa alus sor sané tiosan
Pupuh Sinom
Titiang jadma suniantara,
nista lacur manumadi,
malarapan suka legawa,
catur bekel titiang pasti,
suka duka lara pati,
nika wantah titiang tikul,
titiang mawasta I Tamtam,
nyadia titiang tangkil mangkin,
ring Sang Ayu,
sané telas tunas titiang.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
Punika atur I Tamtam majeng ring Diah Adnyasuari, putrining
jagat Mesir. Duaning I Tamtam madéwék Jaba, ipun matur ring Sang Ayu
Adnyasuari nganggén basa alus sor, kaanggén ngasorang déwék ipuné.
(3) Basa Alus Mider
Basa alus mider inggih punika basa Baliné sané mawirasa alus, sering
kanggén mabebaosan sajeroning peparuman, matur-atur ring sang sareng
akéh. Bebaosan punika ngeninin sang mabaos miwah sang sané kairing
mabaos. Kruna pangentos sané kanggén lumrahnyané kruna iraga utawi
druéné.
Conto basa alus mider kadi ring sor puniki:
“Inggih Ida Dané krama banjar sané dahat wangiang titiang, duaning panamayané sampun nepek ring sané kacumawisang, ngiring mangkin kawitin paparuman druéné. Sakéwanten sadéréngé, ngiring sinarengan ngastiti bakti ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa, nunas pasuécan Ida mangda asung ngicénin iraga karahajengan, gumanti punapa-punapi sané pacang kabaosang malih ajebos prasida sidaning don miwah labda karya. Ngiring sinarengan nyakupang kara kalih saha ngojarang pangastungkara, Om Swastiastu”
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd
38
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, I Gusti Ngurah. 1979. Perubahan Pemakaian Bentuk Hormat dalam Masyarakat Bali. Sebuah Pendekatan Etnografi Berbahasa. Jakarta.
Balai Bahasa Denpasar, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin. Denpasar.
http://www.slideshare.net/NASSuprawoto/ pembelajaran-berbicara .html . Suwija, I Nyoman dan Manda, I Gede. 2009. Widia Sari. Basa lan Sastra Bali 3.
Sebuah Buku Pelajaran Bahasa Bali Kelas XII SLTA. Denpasar.
Suwija, I Nyoman. 2007. Pupulan Pidarta Basa Bali Alus. Denpasar: Pelawa Sari.
Suwija, I Nyoman. 2007. Kamus Anggah-ungguhing Basa Bali. Denpasar: Sanggar Ayu Suara.
Suhendar, M.E dan Supinah, Pien. 1992. Bahasa Indonesia. Pengajaran dan Ujian Keterampilan Menyimak & Keterampilan Berbicara. Bandung: CV. Pionir Jaya.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tinggen, I Nengah. Sor Singgih Basa Bali. Singaraja: Rhika Dewata.
Yuwono, Trisno dan Abdulah, Pius. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
Praktis. Surabaya: Arkola.
Keterampilan Menyimak dan Berbicara Bahasa Bali I Wayan Jatiyasa, S.Pd