Top Banner

of 15

Ketahanan Pangan vs Kemiskinan

Jul 19, 2015

Download

Documents

Dhoni Wicaksono
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

STUDI KEMISKINAN DAN KONDISI PANGAN (KETAHANAN DAN KERENTANAN) DI PULAU JAWA

ABSTRAK Indonesia merupakan salahsatu negara yang sedang berkembang. Dalam prosesnya banyak ditemukan berbagai macam kendala, terutama masalah kemiskinan. pembangunan yang tidak merata merupakan salahsatu penyebab kemiskinan di Indonesia. Ketidakmerataan pembangunan tersebut diperparah dengan adanya ketidakmerataan pada bidang pangan, dimana akibat heterogenitas potensi wilayah menyebabkan perbedaan komoditi pada masing-masing daerah. Kemiskinan memiliki hubungan erat dengan tingkat konsumsi, dalam banyak kasus, konsumsi yang banyak dikeluarkan menyangkut masalah kebutuhan pangan. Atas dasar heterogenitas produksi pangan daerah, maka kemungkinan terdapat perbedaan tingkat pengeluaran yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan akan pangan.

Kata kunci : Kebutuhan pangan, Tingkat konsumsi, Heterogenitas produksi pangan

I.

TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui tingkat kerentanan dan ketahanan pangan pada seluruh Propinsi di Pulau Jawa 2. Mengetahui distribusi spasial tingkat kerentanan-ketahanan pangan di Pulau Jawa 3. Mengetahui perkembangan produksi beberapa komoditi pangan utama di Pulau Jawa 4. Mengetahui hubungan antara kerentanan pangan dengan kemiskinan

II.

TINJAUN PUSTAKA 1. Kemiskinan A. Penduduk miskin Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

B. Garis kemiskinan Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. i. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll) ii. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. C. Rumus Perhitungan GK = GKM + GKNM Keterangan : GK= Garis Kemiskinan GKM= Garis Kemiskinan Makanan GKNM= Garis Kemiskinan Non Makan

2. Kerentanan dan Ketahanan Pangan A. Ketahanan Pangan Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat. Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak

semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas. Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga, dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh). Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama proses pengolahannya serta kondisi higiene, budaya atau kebiasaan pemberian makan terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masing-masing individu (pertumbuhan, kehamilan, menyusui dll), dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga. Kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspek-aspek utama penopang ketahanan pangan serta menghubungkan aspek-aspek tersebut dengan kepemilikan aset rumah tangga, strategi penghidupan, dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan ekonomi. Dengan kata lain, status ketahanan pangan suatu rumah tangga, atau individu ditentukan oleh interaksi dari faktor lingkungan pertanian (agro-environmental), sosial ekonomi dan biologi dan bahkan faktor politik. Kerawanan pangan dapat bersifat kronis atau sementara/transien. Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan jangka panjang atau yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor strukural, yang tidak dapat berubah dengan cepat, seperti iklim setempat, jenis tanah, sistem pemerintah daerah, kepemilikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat pendidikan, dll. Kerawanan Pangan Sementara (Transitory food insecurity) adalah ketidakmampuan jangka pendek atau sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor dinamis yang berubah dengan cepat seperti penyakit infeksi, bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat besarnya hutang, perpindahan penduduk (migrasi) dll. Kerawanan pangan sementara yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan menurunnya kualitas penghidupan rumah tangga, menurunnya daya tahan, dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan kronis.

B. Kerentanan Pangan Kerentanan terhadap kerawanan pangan mengacu pada suatu kondisi yang membuat suatu masyarakat yang beresiko rawan pangan menjadi rawan pangan. Tingkat kerentanan individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat ditentukan oleh tingkat keterpaparan mereka terhadap faktor-faktor

resiko/goncangan dan kemampuan mereka untuk mengatasi situasi tersebut baik dalam kondisi tertekan maupun tidak. C. Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia,2009

Indikator

Definisi dan Perhitungan

Sumber Data

Ketersediaan Pangan Badan Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten, (data 2005-2007)

1. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar

1. Data rata-rata produksi bersih tiga tahun (2005-2007) padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar pada tingkat kabupaten dihitung dengan menggunakan faktor konversi standar. Untuk rata-rata produksi bersih ubi kayu dan ubi jalar dibagi dengan 3 (faktor konversi serealia) untuk mendapatkan nilai yang ekivalen dengan serealia. Kemudian dihitung total produksi serealia yang layak dikonsumsi. 2. Ketersediaan bersih serealia per kapita per hari dihitung dengan membagi total ketersediaan serealia kabupaten dengan jumlah populasinya (data penduduk pertengahan tahun 2006). 3. Data bersih serealia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena data tidak tersedia pada tingkat

kabupaten. 4. Konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah 300 gram/orang/hari. 5. Kemudian dihitung rasio konsumsi normatif perkapita terhadap ketersediaan bersih serealia per kapita. Rasio lebih besar dari 1 menunjukkan daerah defisit pangan dan daerah dengan rasio lebih kecil dari 1 adalah surplus untuk produksi serealia. Akses Pangan dan Penghidupan 2. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak. Garis kemiskinan nasional menggunakan US$ 1,55 (PPP - Purchasing Power Parity) per orang per hari. Lalu-lintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Data dan Informasi Kemiskinan, BPS Tahun 2007, Buku 2: Kabupaten

3. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai 4. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik Pemanfaatan Pangan 5. Angka harapan hidup pada saat lahir 6. Berat badan balita di bawah standar (Underweight)

PODES (Potensi Desa) 2008, BPS

Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN dan/atau non PLN, misalnya generator.

SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2007, BPS

Perkiraan lama hidup rata-rata bayi baru lahir dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya. Anak di bawah lima tahun yang berat badannya kurang dari -2 Standar Deviasi (-2 SD) dari berat badan normal pada usia dan jenis kelamin tertentu (Standar WHO 2005).

SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2007, BPS RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2007, Departemen Kesehatan

7. Perempuan buta huruf

Persentase perempuan di atas 15 tahun yang tidak dapat membaca atau menulis.

SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2007, BPS SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2007, BPS

8. Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih 9. Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan

Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal dari air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung. Persentase rumah tangga yang tinggal pada jarak lebih dari 5 kilometer dari fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, paramedik, dan sebagainya).

RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2007, Departemen Kesehatan

Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan Transien 10. Bencana alam Data bencana alam yang terjadi di Indonesia dan kerusakannya selama periode 2000 2007. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2009 Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 2008

11. Penyimpangan curah hujan

1. Data rata-rata tahunan curah hujan pada musim hujan dan kemarau selama 10 tahun terakhir (1997-98 sampai 2007-08) dihitung. 2. Kemudian dihitung persentase dari perbandingan nilai rata-rata 10 tahun terhadap nilai normal rata-rata 30 tahun (1971-2000).

12. Persentase daerah puso

Persentase dari daerah ditanami padi yang rusak akibat kekeringan, banjir dan organisme pengganggu tanaman (OPT). DDeforestasi adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi non hutan. Angka deforestasi hutan berdasarkan analisis citra satelit Landsat pada tahun 2002/2003 dan 2005/2006.

Departemen Pertanian, 2008

13. Deforestasi hutan

Penghitungan Deforestasi Indonesia tahun 2008, Departemen Kehutanan

D. Faktor Penentu Utama Kerawanan Pangan per Prioritas

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN Slalahsatu kebutuhan primer mahkluk hidup adalah makanan. Kualitas dan kuantitas makanan akan berkaitan dengan banyak hal terkait dengan kesehatan masyarakat dan kondisi tingkat gizinya. Di Pulau Jawa, kebutuhan makanan pokok adalah beras, hal tersebut didukung dengan luas lahan panen yang luas dengan produktifitas yang cukup itnggi. Kebutuhan beras di Pulau Jawa sendiri secara umum dapat dikatakan mencukupi. Selain beras, di Pulau Jawa juga banyak berkembang

komoditi lain, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar dan Serealia. Komoditi tersebut berpotensi menjadi bahan makanan alternatif ketika terjadi defisit beras. Grafik Produksi Padi Pulau Jawa Antar Propinsi Tahun 2003-2001114000000 12000000 10000000 ton 8000000 6000000 4000000 2000000 0 2003 2004 Banten Jawa Tengah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 DKI Jakarta DI Yogyakarta Jawa Barat Jawa Timur

Sumber : Produksi Padi Indonesia Menurut Propinsi, DEPTAN Grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi tren naik pada produksi padi di Pulau Jawa. Kenaikan produksi komoditi padi terjadi pada seluruh propinsi. Daerah yang menjadi sumber utama padi adalah Propinsi Jawa Barat, Propinsi Jawa Timur dan Propinsi Jawa Tengah. Kenaikan yang terjadi cukup signifikan, dari tahun 2003 yang ada pada kisaran 9 juta ton/tahun menjadi kisaran 12 juta ton/tahun. Kondisi tersebut cukup mendukung ketahanan pangan di Pulau Jawa secara makro. Grafik produktifitas padi menurut propinsi di pulau Jawa tahun 2006-2009350 300 250 Qu/Ha 200 150 100 50 0 2006 2007 2008 2009 Jawa Timur D.I. Yogyakarta Jawa Barat Jawa Tengah Banten D.K.I. Jakarta

Sumber : Produktifitas Padi Indonesia Menurut Propinsi, DEPTAN Ditinjau dari produktivitasnya, terjadi pergeseran peringkat antar Propinsi, jika dibandingkan dengan jumlah produksi padi. Hal tersebut mengindikasikan adanya

kualitas kesuburan lahan. Dari grafik produktifitas padi dapat diamati bahwa Propinsi Jawa Timur memiliki produktifitas padi yang paling tinggi, kemudian disusul oleh Propinsi DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan DKI Jakarta. Grafik Produksi Jagung Pulau Jawa Antar Propinsi Tahun 2003200116000000 5000000 4000000 ton 3000000 2000000 1000000 0 2003 2004 Banten Jawa Tengah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 DKI Jakarta DI Yogyakarta Jawa Barat Jawa Timur

Sumber : Produksi Jagung Indonesia Menurut Propinsi, DEPTAN

Grafik Produksi Ubi Kayu Pulau Jawa Antar Propinsi Tahun 2003200115000000 4000000 ton 3000000 2000000 1000000 0 2003 2004 Banten Jawa Tengah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 DKI Jakarta DI Yogyakarta Jawa Barat Jawa Timur

Sumber : Produksi Ubi Kayu Indonesia Menurut Propinsi, DEPTAN

Grafik Produksi Ubi Jalar Pulau Jawa Antar Propinsi Tahun 200320011500000 400000 ton 300000 200000 100000 0 2003 2004 Banten Jawa Tengah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 DKI Jakarta DI Yogyakarta Jawa Barat Jawa Timur

Sumber : Produksi Ubi Jalar Indonesia Menurut Propinsi, DEPTAN Jagung, Ubi kayu dan Ubi jalar merupakans beberapa komoditi yang dapat dipergunakan sebagai alternatif dalam mencukupi kebutuhan pangan di Pulau Jawa. Sepertihalnya padi, komoditi tersebut juga relatif mengalami kenaikan dalam periode 2003-2011. Jagung dan Ubi kayu memiliki prospek yang cukup baik, dimana

produksinya tergolong besar, yaitu mencapai kisaran 4 juta-5 juta ton/tahun. Khusus komoditi Ubi kayu, kini banyak ditemukan olahan-olahan berbahan dasar ubi kayu. Kondisi tersebut memberikan dampak cukup baik, dimana akan menurunkan angka ketergantungan terhadap beras. Grafik Luas Total Lahan Panen Padi Pulau Jawa Menurut Propinsi Tahun 2006-20097000000 6000000 5000000 Ha 4000000 3000000 2000000 1000000 0 2006 2007 2008 2009 Jawa Timur D.I. Yogyakarta Jawa Barat Jawa Tengah Banten D.K.I. Jakarta

Sumber : Total Luas Lahan Panen Padi Indonesia Menurut Propinsi, DEPTAN Kenaikan produktivitas panaman pangan juga diikuti oleh pertambahan luas lahan panen. Hal ini menunjukkan adanya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian,

yang dampaknya dapat dilihat pada kenaikan tingkat produksi komoditi padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Daerah dengan lahan panen terluas adalah Jawa Timur, disusul oleh Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Khusus daerah DKI Jakarta dan Banten, tidak dapat dipandang sebagai daerah produksi beras, namun lebih kepada konsumen beras. Hal tersebut terkait dengan penggunaan lahan yang didominasi oleh pabrik dan sektor industri di wilayah banten, serta kawasan CBD (Central Business Distric) di wilayah DKI Jakarta. Jumlah Penduduk Pulau Jawa Menurut Propinsi Tahun 2000-201050000000 45000000 40000000 JUmlah Penduduk 35000000 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0 2000 2010 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten

Sumber : Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Propinsi, BPS Seiring dengan kenaikan jumlah produksi bahan pangan, terdapat kenaikan jumlah penduduk yang cukup signifikan pada beberapa daerah. Pertumbuhan paling tinggi terdapat di Propinsi Jawa Barat, sementara itu untuk propinsi lain relatif lebih rendah, namun konsisten pada tren yang meningkat. Kondisi ini menunjukkan bahwa kenaikan produksi pangan bukan selalu akan semakin memperbanyak surplus, namun surplus pangan merupakan fungsi dari produksi-konsumsi atau produksi berbanding dengan jumlan penduduk. Lahan memiliki ketebatasan, sehingga untuk usaha ekstensifikasi pertanian pada suatu saat akan terhenti, dengan ini maka satu-satunya jalan adalah dengan melakukan intensifikasi pertanian, yang diharapkan dapat mendukung kebutuhan pangan di Pulau Jawa. Disamping itu, usaha secara demografis dengan menekan angka pertumbuhan penduduk juga dapat dilakukan sehingga tercipta keseimbangan antara produk dan konsumen. Didalam Peta Kerentanan Pangan Pulau Jawa dapat diamati bahwa mayoritas Pulau Jawa masuk dalam kategori Prioritas 5 dan 6. Artinya adalah secara umum, Pulau Jawa memiliki tingkat kerentanan pangan yang relatif rendah. Prioritas 5 menunjukkan

bahwa permasalahan utama terdapat pada tidak memadainya makanan pokok, underweight pada balita, kemiskinan dan tanpa akses terhadap air bersih. Sementara itu untuk kategori prioritas 6, menunjukkan permasalah ada pada tidak memadainya produksi pangan pokok, kemiskinan dan underweight pada balita. Sementara itu, beberapa wilayah terutama di Pulau Madura terkasifikasi dalam kelas prioritas 1 dan 2, sehingga permasalah antara lain kemiskinan, tidak dapat dilalui kendaraan roda 4, keterbatasan akses air bersih, underweight pada balita dan tidak adanya listrik. Dalam hal ini berlaku bahwa semakin tinggi prioritas maka semakin rendah tingkat kerentanannya, dan semakin rendah prioritas, maka semakin tinggi kerentanannya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Pulau Jawa memiliki tingkat kerentanan umum yang relatif rendah.

Grafik 1. Jumlah Penduduk Miskin Kota Desa Pulau JawaJumlah penduduk miskin (000) 25000 20000 15000 10000 5000 0 2007 2008 2009 Tahun 2010 2011 Jumlah Penduduk Miskin Kota-Desa

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia

Grafik 2. Jumlah Penduduk Miskin Kota Desa Pulau Jawa Antar PropinsiJumlah penduduk miskin (000) 8000 6000 4000 2000 0 2007 2008 2009 Tahun 2010 2011 DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia

Grafik 3. Rerata Jumlah Penduduk Miskin Desa-Kota Pulau Jawa Menurut Propinsi Tahun 2007-20114500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota DKI Jakarta Jaw Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur BantenJumlah penduduk miskin (000)

Jumlah penduduk miskin

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia

Berdasarkan grafik 1 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah penduduk miskin pada periode 2007-2011. Hal tersebut dapat disebabkan oleh mulai pulihnya kondisi perekonomian nasional. Daerah penyumbang penduduk miskin terbesar di Pulau Jawa adalah Propinsi Jawa Timur, disusul oleh Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat (Tabel 2) . Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang besar sehingga semakin besar pula jumlah penduduk miskinnya. Hal tersebut juga terkait dengan luas wilayah, dimana semakin luas wilayah suatu daerah, maka kemungkinan adanya ketidakmerataan pembangunan akan semakin tinggi. Pulau Jawa memang terkenal akan kemajuan pembangunannya, namun demikian masih banyak dijumpai daerah-daerah tertinggal daam analisis secara mikro, hal tersebut merupakan salahsatu bentuk disparitas pembangunan. Grafik 3 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat miskin berasal dari pedesaan. Hal tersebut terkait dengan ketimpangan pada pemerataan pembangunan, dimana selama ini bersifat sentralistik, sehingga banyak daerah yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Daerah yang paling timpang antara jumlah penduduk miskin kota dan desa adalah Jawa Timur, kemudian disusul oleh jawa tengah dan Jawa Barat. Kembali pada persoalan cakupan wilayah yang luas, menjadi kendala dalam pemerataan pembangunan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa terdapat korelasi antara luas wilayah dengan ketimpangan kemiskinan.

Analisis kemiskinan yang dikembangkan oleh BPS adalah menggunakan kemiskinan absolut, yang diukur berdasarkan pengeluaran per hari. Atas dasar itu maka, data kemiskinan kurang relevan apabila digunakan untuk analisis korelasi terhadap kondisi ketahanan dan kerentanan terhadap pangan. namun demikian asumsi yang dikembangkan adalah pengeluaran penduduk secara umum digunakan untuk keperluan konsumsi (makan). Penurunan jumlah penduduk miskin relevan dengan tingkat kerawanan pangan Pulau Jawa yang mana didominasi oleh prioritas 5 dan 6. Dengan demikian maka persoalan ketahanan dan kerentanan relatif memiliki korelasi dengan kemiskinan. Sebagai contoh adalah Propinsi Jawa Timur, pada peta kerawanan pangan memiliki daerah dengan prioritas 1 dan 2, terbukti memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, terutama di perdesaan. Sementara itu, untuk daerah dengan prioritas 5 dan 6 cenderung lebih sedikit jumlah penduduk miskinnya.

IV.

KESIMPULAN 1. Pulau Jawa didominasi oleh tingkat kerentanan pangan prioritas 5 dan 6. 2. Prioritas kerawanan pangan 5 dan 6 terdistribusi cukup merata di wilayah Pulau Jawa, sementara itu untuk prioritas 1 dan 2 terdapat di daerah Madura. 3. Terdapat peningkatan produksi pangan berupa padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar, serta terjadi peningkatan produktivitas pangan untuk komoditi yang sama. 4. Terjadi peningkatan luas lahan panen di seluruh Propinsi di Pulau Jawa. 5. Kemiskinan dan kerawanan pangan memiliki hubungan yang positif, terbukti dari daerah-daerah sentra produksi memiliki tingkat kemiskinan yang relatif rendah daripada wilayah lain (bukan sentra produksi)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://bps.go.id/aboutus.php?id_subyek=23&tabel=1&fl=2. (diakses : 10 April 2012) Anonim. http://bps.go.id/aboutus.php?id_subyek=23&tabel=1&fl=3. (diakses : 10 April 2012) Anonim. http://foodsecurityatlas.org/idn/country/fsva-2009-peta-ketahanan-dan-kerentananpangan-indonesia/bab-6-kerentanan-terhadap-kerawanan-pangan-kronis-berdasarkanindeks-ketahanan-pangan-komposit. (diakses : 15 April 2012)

Anonim.2010. Publikasi : Berita Resmi Statistik. Indonesia : Badan Pusat Statistik Anonim.2011. Publikasi : Berita Resmi Statistik. Indonesia : Badan Pusat Statistik Anonim.2012. Publikasi : Berita Resmi Statistik. Indonesia : Badan Pusat Statistik Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI and World Food Programe (WFP), 2009. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia. Jakarta : PT Enka Deli