Top Banner

of 28

keseimbangan elektrolit

Mar 09, 2016

Download

Documents

hb j
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada orang dewasa jumlah cairan tubuh sebesar 50-60% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah daripada kandungan air di dalam sel otot.1Cairan tubuh dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu cairan intrasel dan ekstrasel. Volume cairan intrasel sebesar 36% dari berat badan orang dewasa dan volume cairan ekstrasel sebesar 24% berat badan orang dewasa. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat beberapa elektrolit.1 Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai elektronetralitas.2 Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan. 3Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, kalium merupakan kation terbanyak dalam cairan intrasel dan klorida merupakan anion terbanyak dalam cairan ekstrasel. Jumlah natrium, kalium dan klorida dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan antara yang masuk terutama dari saluran cerna dan yang keluar terutama melalui ginjal. Gangguan keseimbangan natrium, kalium dan klorida berupa hipo- dan hiper-. Hipo- terjadi bila konsentrasi elektrolit tersebut dalam tubuh turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal dan hiper- bila konsentrasinya meningkat di atas normal. Gangguan keseimbangan elektrolit yang paling sering terjadi adalah hiponatremia. 4

BAB II

2.1. Natrium 1,2Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10- 14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel4,8. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium3. Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh keseimbangan Gibbs- Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na+ K+)2,4,9-10.

Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh. Keseimbangan natrium yang terjadi dalam tubuh diatur oleh dua mekanisme, yaitu: 1. Kadar natrium yang sudah tetap pada batas tertentu (set point); 2. Keseimbangan antara natrium yang masuk dan yang keluar (steady state). Naik turunnya ekskresi natrium dalam urin diatur oleh filtrasi glomerulus dan reabsorbsi oleh tubulus ginjal. Peningkatan volume cairan (hypervolemia) dan peningkatan asupan natrium akan meningkatkan laju filtrasi glomerulus, sebaliknya jika terjadi hypovolemia dan asupan natrium yang rendah maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit.3-5,11-12. Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq.3 Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel,namun natrium direabsorpsi sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L4. Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida. Kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah pengeluaran keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar pada lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam1,4. Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%). Sekresi natrium di urine 130 mEq/L meskipun tidak terdapat gejala dan tanda hiponatremia. Konsentrasi natrium plasma yang rendah dapat berakibat edema serebral yang dapat bermanifestasi intraoperative sebagai menurunnya kadar MAC atau postoperative sebagai agitasi, bingung, atau somnolen. Pasien yang menjalani operasi TURP dan memiliki kadar natrium yang rendah juga dapat menyerap air dari cairan irigasi (20mL/menit).

2.1.3.Hipernatremia 1,6Hipernatremia terjadi bila :1. Adanya deficit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang kurang.2. Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh, misalnya koreksi bikarbonat berlebihan pada asidosis metabolic. 3. Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel. Misalnya pada latihan olahraga yang berat, asam laktat dalam sel meningkat sehingga osmolalitas sel juga meningkat dan air dari ekstrasel akan masuk ke intrasel. Biasanya kadar natrium akan kembali normal setelah 5-15 menit beristirahat. Dalam keadaan normal, manusia tidak akan mengalami hypernatremia, karena respon haus yang timbul akan dijawab dengan asupan air yang meningkat. Hypernatremia akibat kekurangan air yang tidak diatasi dengan baik dapat terjadi misalnya pada orang tua dan diabetes insipidus (volume urine >10L)Berbicara tentang hypernatremia, perlu dibedakan Antara deplesi volume dengan dehidrasi. Deplesi volume adalah keluarnya air bersama natrium secara seimbang (isotonic) dari dalam tubuh. Dehidrasi adalah keluarnya air tanpa natrium (cairan hipotonik) dari dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya hypernatremia. Pada dehidrasi terjadi pengurangan air baik ekstra maupun intrasel sedangkan pada deplesi volume air yang berkurang hanyalah air ekstrasel.Manifestasi neurologis yang muncul pada pasien hypernatremia secara umum merupakan akibat dari dehidrasi sel. Kejang dan kerusakan neurologis yang serius cukup sering terjadi, terutama pada anak dengan hypernatremia akut dengan peningkatan kadar natrium plasma >158meq/L. Gejala yang timbul ini lebih merupakan akibat dari mengecilnya volume otak karena air keluar dari dalam sel daripada level hypernatremia itu sendiri.. Pengecilan volume otak ini menyebabkan robekan pada vena sehingga terjadi perdarahan local di otak dan perdarahan subarachnoid. Gejalanya berupa letargi, lemas, twitching, kejang dan akhirnya koma. Kenaikan kadar natrium di atas 180meq/L dapat menimbulkan kematian. Tata laksana 1Tujuan tatalaksana hipernatremia adalah mengembalikan osmolalitas plasma kembali ke normal sekaligus mengoreksi keadaan yang menyebabkan terjadinya hypernatremia. Oleh sebab itu, sama seperti hiponatremia, pertama-tama harus ditentukan etiologi yang mendasari terjadinya hypernatremia. Sebagian besar penyebab hypernatremia adalah defisit cairan tanpa elektrolit akibat koreksi air yang tidak cukup akan kehilangan cairan tanpa elektrolit melalui saluran cerna, urin atau saluran nafas. Setelah etiologi ditetapkan, mulailah menurunkan kadar natrium ke arah normal. Pada kasus kekurangan cairan, deficit cairan harus dikoreksi dalam waktu lebih dari 48jam dengan cairan hipotonik seperti dekstrosa 5% dalam air. Pasien hypernatremia dengan kadar natrium total yang rendah harus diberikan cairan isotonis untuk mengembalikan volume plasma untuk kemudian diterapi dengan cairan hipotonik. Pasien hypernatremia dengan kadar natrium total yang meningkat sebaiknya diterapi dengan loop diuretic bersamaan dengan cairan dekstrosa 5% dalam air. Pada diabetes insipidus, sasaran pengobatan adalah mengurangi produksi urin. Bila penyebabnya adalah asupan natrium berlebihan, maka pemberian natrium dihentikan. (IPD UI & Morgan)Koreksi hipernatrmia yang terlalu cepat dapat menyebabkan terjadinya kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen dan bahkan kematian. Secara umum, konsentrasi natrium plasma tidak boleh turun lebih cepat dari 0,5mEq/L/jam. (morgan)

2.1.4. Hubungan Hipernatremia dengan Anestesi 6Hipernatremia meningkatkan kadar MAC (minimum alveolar consentration) anestesi inhalan pada penelitian terhadap hewan, tetapi hal ini lebih berkaitan dengan deficit cairan yang terjadi. Hipovolemia memperparah efek vasodilatasi atau depresi jantung akibat penggunaan obat anestesi dan menjadi factor predisposisi terjadinya hipotensi dan hipoperfusi jaringan. Menurunnya volume distribusi obat menyebabkan dosis agen anestesi intravena juga harus diturunkan, sebab penurunan cardiac output akan meningkatkan pengambilan anestesi inhalasi. Pembedahan elektif sebaiknya ditunda pada pasien dengan hipernatremia berat (>150mEq/L) hingga penyebabnya dihilangkan dan deficit cairan dikoreksi. 2.2.Kalium 7Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar dalam tubuh dan terbnayak berada di intrasel. Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran hormon, transpor cairan, perkembangan janin. Untuk menjaga kestabilan kalium di intrasel diperlukan keseimbangan elektrokimia yaitu keseimbangan antara kemampuan muatan negatif dalam sel untuk mengikat kalium dan kemampuan kekuatan kimiawi yang mendorong kalium keluar dari sel, Keseimbangan ini menghasilkan suatu kadar kalium yang tetap dalam plasma antara 3,5-5 mEq/L. Kadar kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan kadar lebih dari 5 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kedua keadaan ini dapat menyebabkan kelainan fatal listrik jantung disebut aritmia.

2.2.1.Hipokalemia 1,7Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5 mEq/L. Hipokalemia merupakan kejadian yang sangat sering ditemukan dalam klinik. Penyebab hipokalemia sangat banyak sekali, diantara lain adalah asupan kalium yang kurang, pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau keringat, dan kalium yang masuk ke dalam intraselular.Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain muntah, selang naso-gastrik, diare atau pemakaian pencahar. Pada keadaan muntah atau pemakaian selang nasoastrikm pengeluaran kalium bukan melalui saluran cerna atas karena kadar kalium dalam cairan lambung hanya sedikit (5-10 mEq/L), akan tetapi kalium banyak ke luar melalui ginjal. Akibat muntah atau selang nasogastrik, terjadi alkalosis metabolik sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus yang akan mengikut kalium di tubulus distal yang juga dibantu dengan adanya hiperaldosteron sekunder dari hipovolemia akibat muntah. Kesemuanya ini akan meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan terjadi hipokalemi. Pada saluran cerna bawah, kalium keluar bersama bikarbonat akibat asidosis metabolik. Kalium dalam saluran cerna bawah jumlahnya lebih banyak (20-50 mEq/L).Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi pada pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid primer/ hiperaldosteronisme primer. Anion yang tak dapat direabsorbsi yang berikatan dengan natrium berlebihan dalam tubulus (bikarbonat, beta-hidroksibutirat, hippurat) menyebabkan lumen duktus koligentes lebih bermuatan negatif dan menarik kalium masuk ke dalam lumen lalu dikeluarkan dengan urin, pada hipomagnesemia, poliuria, dan salt-wasting nephropathy. Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila dilakukan latian berat pada lingkungan yang panas sehingga produksi keringat mencapai 10 L. Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulin, peningkatan aktivitas beta adrenergik, paralisis periodik hipokalemik, hipotermia.Pada keadaan normal, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui ginjal turun hingga kurang dari 25 mEq per hari sedang ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40 mEq per hari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal. Ekskresi kalium yang rendah melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti diare akibat infeksi atau penggunaan pencahar. Ekskresi kalium yang berlebihan disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya ketoasidosis diabetik atau adanya renal tubular acidosis baik yang distal atau proksimal.Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolik merupakan pertanda dari muntah kronik atau pemberian atau pemberian diuretik lama. Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah yang rendah, petanda dari sindrom Bartter. Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah tinggi pertanda dari hiperaldosteronisme primer.Gejala klinis hipokalemia adalah kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome merupakan gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3 mEq/L. Penurunan yang lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan atau rabdomiolisis. Gejala kardiovaskular berupa aritmia, takikardia ventrikuler, dan fibrilasi atrium. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi ventrikel pada keadaan hipokalemia yang menimbulkan peningkatan arus re-entry. Tekanan darah juga dapat meningkat pada keadaan hipokalemia dengan mekanisme yang tak jelas.Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal dan distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuria dan polidipsia. Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi bikarbonat di tubulus distal yang akan menimbulkan alkalosis metabolik. Meningkatkan NH4 dapat mencetuskan koma pada pasien dengan gangguan fungsi hati.Indikasi mutlak pemberian kalium yaitu pada pasien yang sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis diabetik, pasien dengan kelemahan otot pernapasan, pasien dengan hipokalemia berat (K < 2 mEq/L). Indikasi kuat yaitu pada pasien insufisiensi koroner atau iskemia otot jantung, ensefalopati hepatikum, pasien yang memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel. Sedangkan indikasi lainnya yaitu pada pasien dengan hipokalemia ringan (K antara 3-3,5 mEq/L)Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1.5 mEq/L, sedang pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L. Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau kelumpuhan otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik. Bila melalui vena perifer, KCl maksimal 60 mEq dilarutkan dalam NaCl isotonik 1000cc, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan sklerosis vena.2.2.2. Hubungan Hipokalemia dengan Anestesi 6Hipokalemia adalah suatu hal yang umum ditemukan dalam preoperasi. Pasien dengan hipokalemia ringan (3-3.5 mEq/L) pada umumnya tetap diijinkan untuk dijalankan operasi, asal tidak memiliki gejala disfungsi organ sekunder. Hipokalemia ringan kronik tanpa perubahan gambaran EKG tidak nampak menambah resiko dari anestesi. Yang perlu diperhatikan adalah keadaan hipokalemi dapat menambah efek toksik dari obat-obatan digoksin. Karena itu diusahakan memiliki nilai Kalium diatas 4 mEq/L. Bila terdapat tanda-tanda kelainan jantung pada intra-operasi, berikan Kalium intravena dalam cairan bebas glukosa.

2.2.3.Hiperkalemia 1,7,8Disebut hiperkalemia bila kadar kalium dalam plasma lebi dari 5 mEq/L. Dalam keadaan normal jarang terjadi hiperkalemia oleh karena adanya mekanisme adaptasi oleh tubuh.Penyebab hiperkalemia dapat disebabkan oleh keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel, berkurangnya ekskresi kalium dari ginjal. Kalium keluar sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik, defisiensi insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian obat penghambat B-adrenergik, pseudo hiperkalemia akibat pengambilan contoh darah di laboratorium yang mengakibatkan sel darah merah lisis dan pada latihan olahraga. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan hipoaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin.Hiperkalemia dapat meningkatkan kepekaan membran sel sehingga dengan sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi lebih mudah terjadi. Dalam klinik ditemukan gejala akibat gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot sampai dengan paralisis sehingga pasien merasa sesak napas. Gejala ini timbul pada kadar K > 7 mEq/L atau kenaikan yang terjadi dalam waktu cepat. Dalam keadaan asidosis metabolik dan hipokalsemi, mempermudah tmbulnya gejala klinik hiperkalemia.Prinsip pengobatannya yaitu mengatasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel dengan cara memberikan kalsium intravena. Dalam beberapa menit kalsium langsung melindungi membran akibat hiperkalemia ini. Pada keadaan iperkalemia yang berat sambil menunggu efek insulin atau bikarbonat yang diberikan, kalsium dapat diberikan melalui tetesan infus kalsium intravena. Kalsium glukonat 10 ml diberikan intravena dalam waktu 2-3 menit dengan monitor EKG. Bila perubahan EKG akibat hiperkalemia masih ada, pemberian kalsium glukonat dapat diulang setelah 5 menit. Prinsip kedua yaitu dengan memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intrasel dengan cara pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena, allu diiukuti dengan infus dekstrosa 5% untuk mencegah terjadinya hipoglikemi. Insulin dapat memicu pompa NaK-ATPase memasukkan kalium ke dalam sel, sedang glukosa akan memicu pengeluaran insulin endogen. Pemberian Natrium Bikarboonat juga dapat meningkatkan pH sistemik. Peningkatan pH akan merangsang ion-H keluar dari dalam sel yang kemudian menyebabkan ion-K masuk ke dalam sel. Dalam keadaan tanpa asidosis metabolik, natrium bikarbonat diberikan 50 mEq i.v selama 10 menit, disesuaikan juga dengan keadaan metabolik yang ada. Pemberian a-2 agonis baik secara inhalasi maupun tetesan intravena dapat merangsang pompa NaK-ATPase sehingga dapat mendorong kalium masuk ke dalam sel. Biasa dapat digunakan albuterol 10-20 mg.Prinsip ketiga yaitu mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh dengan memberikan diuretik-loop (furosemid) dan tiasid. Pemberian ini hanya bersifat sementara. Hemodialisis dapat diperkirakan juga untuk membuang Kalium.

2.2.4. Hubungan Hiperkalemia dengan Anestesi 6Pembedahan elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia. Beberapa obat menjadi kontraindikasi dalam kondisi ini seperti halnya suksinilkoline dan cairan RL. Hal yang penting diperhatikan adalah mencegah penambahan kalium plasma dan memonitor secara ketat mengenai pola pernapasan dan kelistrikan jantung.

2.3.Kalsium 1,6Kalsium merupakan elemen biologis esensial fungsional yang memiliki peran dalam banyak fungsi biologis manusia meliputi kontraksi otot, release neurotransmitter dan hormon, koagulasi darah, dan metabolisme tulang, dan bila terjadi ketidakseimbangan kalsium dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan dari fungsi-fungsi tersebut. Seorang dewasa normal membutuhkan intake kalsium 600-800 mg per harinya dimana 99% berada di tulang dan 1 % lainnya berada di jaringan lunak dan cairan ekstrasel. Kalsium dalam darah terbagi dalam 3 bentuk sebagai fraksi ion bebas (50%), fraksi yang tergabung dengan albumin (40%), dan (10%) dimana kalsium bergabung dengan anion lain seperti bikarbonat, fosfat, dan sitrat. Fraksi kalsium ion secara fisiologis aktif dan fraksi ini yang berhubungan erat dengan aktivitas hormon paratiroid, vitamin E, dan kalsitonin. Pengukuran kalsium serum total menggambarkan kontribusi kuantitatif dari ketiga bentuk kalsium dalam sirkulasi. Nilai normal berkisar antara 8,5-10,5 mg/dl. Hasil pengukuran kalsium ini dapat keliru karena adanya ikatan dengan albumin, sehingga konsentrasi kalsium yang diukur dengan cara ini harus disesuaikan dengan konsentrasi albumin. Laboratorium modern mempunyai kemampuan mengukur kalsium terionisasi. Nilai normal berkisar antara 4,75-5,3 mg/dl. Kalsium mempunyai beberapa fungsi fisiologis yaitu berperan dalam transmisi neuromuskuler, kontraktilitas miokard melalui kanal kalsium. Kalsium berperan dalam depolarisasi dan kekuatan kontraksi otot. Kalsium disimpan dalam retikulum sarkoplasma. Aktivasi neurokimia menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium sitoplasma. Kalsium terikat dengan troponin C dan kompleks ini terikat dengan tropomiosin yang memfasilitasi pengikatan aktin dan miosin untuk kontraksi otot jantung. Peningkatan kalsium intrasel meningkatkan kontraktilitas, inotropik dan meningkatkan cardiac output. Kalsium diambil kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh pompa Ca-Na di membran plasma menyebabkan relaksasi.Kalsium juga merupakan kofaktor penting untuk koagulasi darah karena sitoplasma atau trombosit mengandung elemen kontraktil yaitu aktin dan miosin untuk merubah bentuknya. Proses ini dipicu oleh kalsium intrasel. Kalsium juga penting untuk aktivasi trombin dan kofaktor untuk faktor Hageman VII, IX, X. Kalsium diserap oleh usus halus dengan bantuan kalsitriol, turunan dari vitamin D. Kalsitriol juga memfasilitasi absorpsi fosfat dari usus dan nefron dan mempengaruhi pembentukan tulang dan aktivitas osteoklas. Metabolisme kalsium secara dominan diatur oleh hormon paratiroid (PTH). Hormon ini menyebabkan pelepasan kalsium dan fosfat dari tulang. Menurunnya kadar kalsium akan menstimulasi sekresi PTH, dan apabila kadar kalsium tinggi akan menghambat sekresi dari PTH. PTH juga menyebabkan reabsopsi kalsium dan ekskresi fosfat dari ginjal dan mengaktivasi kalsitonin. Kalsitonin merupakan hormon polipetida yang disekresikan oleh sel parafoikuler di kelenjar tiroid. Kalsitonin distimulasi oleh hiperkalsemia dan dihambat oleh hipokalesemia. Kalsitonin mempunyai efek yang berlawanan terhadap serum kalsium. Hormon ini menghambat reabsorpsi tulang dan meningkatkan seksresi kalsium melalui urin.

2.3.1. Hipokalsemia 1,6Hipokalsemia timbul jika terdapat kehilangan kalsium signifikan dari tubuh. Pada pasien perioperatif biasanya berhubungan pemberian massive blood tranfusion, massive colloid resusitation, atau prosedur paratiroidektomi. Penyebab lain bisa karena gagal ginjal akut atau kronik, defisiensi vitamin D, hipomagnesemia, rhabdomyolisis, malnutrisi, luka bakar, sepsis, dan pankreatitis akut. Pasien kritis juga tidak jarang mengalami hipokalsemia. Selama tranfusi dalam jumlah besar, komponen sitrat dalam darah bisa menyebabkan hipokalsemia. Defisiensi magnesium dikatakan dapat menginhibisi sekresi PTH dan melawan efeknya pada tulang. Hipokalsemia yang terjadi pada saat sepsis berhubungan dengan supresi pelepasan PTH. Hiperfosfatemia juga merupakan penyebab yang relatif sering dari hipokalsemia terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Hipokalsemia yang berhubungan dengan defisiensi vitamin D kemungkinan terutama disebabkan karena reduksi intake (nutrisional), malabsorbsi vitamin D, atau metabolisme abnormal dari vitamin D.Gejala klinis dari hipokalsemia berupa iritabilitas neuromuskuler dari parestesi sampai dengan kejang. Hipokalsemia dapat meningkatkan efek blokade neuromuskuler dari pelumpuh otot nondepolarisasi. Hipokalsemia ringan (kalsium ion 3,2-3,9 mg/dL) bahkan pada pasien kritis, tidak menimbulkan gejala. Gejala klinis dari hipokalsemia dapat berupa: Neurologis: parestesi, keram otot, tetani, kelemahan otot, reflek hiperaktif, konvulsi Respirasi: spasme laring, dan bronkospasme Kardiovaskuler: hipotensi, kontraktilitas terganggu, bradikardia, aritmia, perubahan EKG (pemanjangan QT dan ST, inversi gelombang T) Psikiatrik: ansietas, kebignungan, depresi, psikosis, demensia. Pada hipokalsemia ringan, pasien hanya akan merasakan parestesi dari jari tangan dan kaki, juga mati rasa dan mungkin sensasi terbakar pada bibir dan mulut. Dengan hipokalsemia berat, pasien dapat mengeluhkan spasme otot terutama pada jari tangan dan ibu jari (carpal spasm). Terapi hipokalsemia ditujukan untuk hipokalsemia akut simptomatik yang membutuhkan pemberian kalsium intravena. Pada orang dewasa direkomendasikan memberikan bolus 100 mg dari kalsium elemental selama 5-10 menit diikuti dengan infus kontiniu dengan dosis 0,5-2 mg/kg/jam. Pemberian dosis bolus hanya akan meningkatkan konsentrasi kalsium selama 1-2 jam karena itu kadang bolus berulang diperlukan atau infus kontiniu. Dua preparat garam kalsium tersedia untuk pemberian intravena yaitu kalsium klorida dan kalsium glukonas. Kalsium klorida 10% mengandung 27,2 mg kalsium elemental dalam 10 ml. Kalsium glukonas mengandung 9,3 mg elemental kalsium dalam 10 ml. Kalsium klorida sangat iritan terhadap vena perifer sehingga harus diberikan via kateter vena sentral. Garam klorida juga mengasamkan dan secara teoritis tidak digunakan bila keadaan pasien mengalami asidosis. 2.3.2. Hubungan Hipokalsemia dengan Anestesi 6Hipokalsemia harus diperbaiki sebelum melakukan operasi. Kadar kalsium darah harus dipantau pada intraoperatif terutama pada pasien dengan riwayat hipokalsemia. Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut dari kalsium. Pemberian kalsium intravena diperlukan setelah dilakukan transfusi darah yang mengandung sitrat. Respon terhadap muscle relaxant tidak konsisten dan memerlukan pemantauan ketat dengan menstimulasi saraf.

2.3.3.Hiperkalsemia 1,6Hiperkalsemia dapat timbul akibat berbagai kelainan seperti hiperparatiroid, imobilisasi, gagal ginjal kroniik, insufisiensi adrenal, tirotoksikosis, sarcoidosis, dan beberapa obat seperti diuretik tiazid, vitamin D, dll. Penyebab utama hiperkalsemia adalah hiperparatioid, dimana sekresi paratiroid hormon akan meningkat sehingga meyebabkan kenaikan kalsium serum. Anestesiologis mungkin akan menghadapi kondisi ini karena pasien ini biasanya direncanakan menjalani paratiroidektomi. Penyebab kedua paling sering adalah hiperkalsemia akut karena malignansi, bisa dikarenakan destruksi tulang oleh metastasis atau sekresi faktor kalsemik dari tumor biasanya pada kanker payudara, bronkogenik, karsinoma sel ginjal. Beberapa gejala klinis dari hiperkalsemia dideskripsikan sebagai bones, stones, groans, and moans. Pasien akan mengalami nyeri pada tulang, batu ginjal, gejala abdomen seperti konstipasi, mual, muntah, atau pankreatitis, dan gejala neuropsikiatrik. Hiperkalsemia dapat mengganggu konduksi listrik menyebabkan pemendekan interval QT menyebabkan aritmia dan henti jantung. Hipertensi timbul akibat kontraksi otot vaskuler. Pada susunan saraf pusat, hiperkalsemia dapat menyebabkan ansietas, depresi, iritabilitas, letargi, kebingungan, dan psikosis. Terapi dari hiperkalsemia adalah memberikan hidrasi dengan atau tanpa menggunakan diuretik loop seperti furosemid. Pembersihan dari ginjal akan natrium dan klorida sangat berhubungan, sehingga pemberian cairan garam dan diuretik menyebabkan rehidrasi dan natriuresis. Terapi lain yaitu dengan pemberian chelator (seperti fosfat dan ethylendiamine-tetracetic acid [EDTA], inhibitor osteoklas, dan Ca-channel blocker).2.3.4. Hubungan Hiperkalsemia dengan Anestesi 6Hiperkalsemia adalah keadaan kegawatdaruratan medis dan harus segera diperbaiki, sebelum pemberian obat anestesi. Kadar kalsium harus dipantau secara ketat. Jika operasi harus dilakukan, pemberian cairan harus dilanjutkan pada intraoperatif dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya hipovolemia, pemantauan tekanan arteri pulmonal atau vena sentral dianjurkan pada pasien dengan penurunan cardiac output. Pengukuran Serial kalium dan magenesium sangat membantu dalam mendeteksi hipokalemia iatrogenik dan hipomagnesemia. Ventilasi harus dikontrol apabila menggunakan anestesi umum. Asidosis harus dihindari agar tidak menaikkan kadar calsium lebih jauh.2.4.Magnesium 1,7,8Magnesium adalah suatu kation intraselular penting yang berfungsi sebagai kofaktor dari berbagai jalur kerja enzim. Hanya 1-2% dari total jumlah magnesium tubuh yang disimpan dalam cairan ekstraselular; 67% tersimpan di dalam tulang, dan sisanya 31% tersimpan didalam intraselular.Magnesium telah diteliti dapat mengurangi kebutuhan anastetik, sistem nosiseptif, mengurangi respon kardiovaskular dalam proses laringoskopi dan intubasi. Diduga mekanisme aksi dari magnesium meliputi aktivitasnya terhadap pelepasan neurotransmiter pada sistem saraf pusat, mengatur pelepasan katekolamin dari medulla adrenal, dan sebagai antagonis dari efek kalsium dalam kinerja otot polos vaskular. Magnesium juga berperan dalam pelepasan asetilkolin pada saraf presinaptik, dapat juga mengurangi sensitifitas asetilkolin pada motor end-plate, serta berperan dalam kinerja potensial membran dari myosit.Sebagai tambahan disamping tatalaksana kekurangan magnesium, pemberian magnesium juga dapat dilakukan untuk tatalaksana preeklampsia dan eklampsia, torsades de pointes, status asmatikus, dan taki-aritmia akibat digoxin. Ambilan magnesium memiliki rata-rata 20-30 mEq/hari (240-370 mg/hari) pada orang dewasa. Dalam jumlah itu, hanya 30-40% yang diserap tubuh, terutama di usus halus bagian illeum. Ekskresi ginjal adalah jalur utama dalam mengeliminasi magnesium dengan rata-rata 6-12 mEq/hari. Reabsorbsi dari magnesium dilakukan oleh ginjal, sekitar 25% magnesium yang terfiltrasi oleh ginjal dapat di reabsorbsi di bagian bawah Ansa henle. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan reabsorbsi magnesium yaitu keadaan hipomagnesemia, PTH, hipokalsemia, dehidrasi, metabolik alkalosis. Faktor yang dapat meningkatkan ekskresi ginjal yaitu hipermagnesemia, ekspansi volum akut, hiperaldosteronisme, hiperkalsemia, ketoasidosis, penggunaan diuretik, deplesi fosfat, dan konsumsi alkohol.Kadar plasma Mg2+ diatur dalam suatu angka keseimbangan yaitu 1.7-2.1 mEq/L (0.7 1 mmoL/L atau 1.7-2.4 mg/dL) melalui interaksi dari sistem gastrointestinal (absorbsi), tulang (penyimpanan), dan ginjal (ekskresi). Kurang lebih 50-60% dari magnesium plasma bersifat tidak terikat dan dapat berdifusi bebas.

2.4.1.Hipomagnesemia 1,6,9Hipomagnesemia merupakan kelainan yang ditemukan sebesar 12% pada pasien rawat inap dan 65% dari jumlah tersebut terdapat dalam ruang rawat inap intensif. Hipomagnesemia adalah suatu masalah yang sering sekali diremehkan, terutama pada pasien yang kritis, dan yang berhubungan dengan defisiensi komponen intraseluler lain seperti pottasium dan fosfat. Hipomagnesemia sering terjadi pada pasien yang sedang menjalani operasi cardiotorakal atau abdomen, dan angka kejadian diantara pasien dalam ruang rawat intensif dapat melebihi 50%. Defisiensi dari magnesium secara umum adalah akibat kekurangan asupan, pengurangan dari absorbsi gastrointestinal, dan kelebihan dari ekskresi ginjal. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi peningkatan ekskresi renal yaitu etanol, teofilin, diuretik, cisplatin, aminoglikosid, siklosporin, amfoterisin B, dan pentamidin.

Tabel 2.1 Penyebab Hipomagnesemia6Asupan tidak cukup NutrisionalPengurangan absorbsi gastrointestinal Sindrom malabsorbsi Fistula pada usus halus

Suction lambung yang berkepanjangan

Diare atau muntah-muntah Penyalahgunaan obat laksatifPeningkatan ekskresi ginjal Penggunaan diuretik Diabetik ketoasidosis Hiperparatiroidisme Hiperaldosteronisme Penggunaan obat nefrotoksikPenyebab multifaktorial Alkoholisme kronik Malnutrisi protein-kalori

Hipertiroidisme

Pankreatitis Luka bakar

Hampir seluruh pasien hipomagnesemia tampil sebagai asimptomatik, tetapi tidak nafsu makan, lemah, fasikulasi otot, parestesia, kelelahan, ataksia, dan dapat terjadi kejang. Hipomagnesemia sering terjadi bersamaan hipokalsemia akibat gangguan sekresi hormon paratiroid dan bersamaan dengan hipokalemia akibat gangguan ekskresi ginjal. Manifestasi ke jantung berupa gangguan kelistrikan dan potensiasi dari penggunaan digoksin ; kedua faktor ini dipicu dengan adanya hipokalemia. Hipomagnesemia juga sering berhubungan dengan insidensi atrial fibrilasi. Penampakan EKG pada penderita ini berupa perpanjangan PR dan QT interval. Untuk membedakan apakah hipomagnesemia diakibatkan oleh gangguan renal atau non-renal dapat dilakukan dengan pengukuran kadar Mg urin 24 jam atau pengukuran ekskresi fraksional magnesium dalam urin. Bila magnesium urin 24 jam lebih dari 10-30 mg atau ekskresi fraksional lebih dari 2%, hal ini disebabkan oleh penggunaan diuretik, sisplatin atau aminoglikosida. Pada gangguan non-renal, ekskresi fraksional antara 0,5%-2.7% atau reratanya 1,4%. Pada pengeluaran renal berlebihan, ekskresi fraksional 15%.Tatalaksana pasien dengan hipomagnesemia asimptomatik berupa preparat oral menggunakan magnesium sulfat heptadirat atau magnesium oksida (250-500 mg empat kali sehari), dapat juga melalui suntikan intramuskular (magnesium sulfat). Gejala klinis yang serius seperti kejang dapat diberikan magnesium sulfat intravena 1-2 gram secara perlahan selama 15-60 menit. Bila pasien memiliki gangguan fungsi ginjal, pemberian harus berhati-hati. Pada pasien tetani atau aritmia ventrikel dapat diberikan 50 meq (600 mg) MgSO4 dalam 8-24 jam.Walaupun tidak ada interaksi anestetik yang disebabkan oleh gangguan magnesium, namun koeksistensi hipomagnesium atau hipermagnesium dengan gangguan kalium, fosfat, atau kalsium dapat berbahaya dan perlu dikoreksi sebelum operasi. Hipomagnesium dapat menyebabkan aritmia jantung yang dapat mempersulit jalannya operasi.

2.4.2. Hubungan Hipomagnesemia dengan Anestesi 6Walaupun tidak ada interaksi anestetik yang disebabkan oleh gangguan magnesium, namun koeksistensi hipomagnesium atau hipermagnesium dengan gangguan kalium, fosfat, atau kalsium dapat berbahaya dan perlu dikoreksi sebelum operasi. Hipomagnesium dapat menyebabkan aritmia jantung yang dapat mempersulit jalannya operasi.

2.4.3.Hipermagnesemia 1,6Peningkatan plasma magnesium hampir selalu disebabkan karena ambilan yang berlebih misalnya dari antasid atau laksatif, kerusakan ginjal (Glomerular Filtration Rata