Top Banner

of 23

Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

Apr 05, 2018

Download

Documents

Luki Darmawan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    1/23

    Kesalahan Pengelolaan Wilay ah Pesisir, Laut danPulau-Pula u Kecil

    Kesalaha n Pengelola an Wila yah

    Pesisir , Laut dan Pulau-Pula u Kecil:

    Kebingunga n Tenuria l1

    Ery Damayant i2

    Bolot adalah seorang nelayan ikan hias di sebuah desa di Bali.Sehari-haripekerjaannya adalah menangkap ikan hias di sekitardesanya, dan menjualnya pada pengumpul yang terdapat di desa

    yang sama. Akhir-akhir ini Bolot sering sekali tidak terlihatbersama-sama kelompok nelayan ikan hias lainnya mencari ikandi tempat biasa. Akhirnya diketahui bahwa Bolot baru sajamenemukan suatu daerah yang kemudian oleh kawan-kawan

    penyelamnya disebut BolotPoint, suatu daerah yang tidak terlalu

    luas, di kedalaman 20-25 meter, di mana koloni terumbu karangdikerumuni ribuan ikan hias beraneka warna. Mengapa Bolotterkesan ingin menyembunyikan daerah temuannya pada teman-temannya sesama nelayan? Jawabannya sangat sederhana:Kalau mereka tahu, bisa-bisa ikan di daerah itu akan cepat habisdipanen Apakah itu berarti Bolot tidak mempercayai teman-temannya sendiri? Dan anehnya, teman-temannya tampak bisamengerti alasan Bolot menyembunyikan tempatrahasianya.

    Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa di laut, kecepatan adalah faktorutama dalam persaingan menangguk rejeki. Apakah tidak ada pengaturantertentu agar tidak terjadi ajang adu cepat dalam memanen hasil laut?Sesungguhnya di beberapa daerah tertentu yang masih menggunakan aturan

    adat yang kuat, pengaturan pemanfaatan ruang maupun komoditi laut telahdiatur. Hal ini merupakan turunan dari konsep akses terbatas (closedaccess) yang melekat pada wilayah pesisir, laut dan pulau kecil (P3K)dengan latar budaya dan sosial kuat, dan yang terletak cukup jauh dariintervensi pihak luar. Namun sebagian besar wilayah P3K lainnya di Indonesiamasih menganut rejim akses terbuka (open access) yang diterjemahkandengan prinsip kecepatan dan juga kekuatan modal menjadi faktor penentukeberhasilan pemanenan sumberdaya laut.

    Berbagai krisis sumberdaya dan konflik yang terjadi di wilayah P3Kberakar dari ketidakjelasan aturan sampai penegakan hukum. Namunkebanyakan di antaranya disebabkan oleh ketidakjelasan aturan daerah,karena pengaturan wilayah laut sejauh 4 mil menjadi wewenang pemerintah

    kabupaten/kota. Dengan mengacu hanya pada satu peraturan perundang-undangan, yaitu UU Perikanan3, biasanya ada

    1 Makalah untuk dipresentasikan dalam Konferensi Internasional tentangPenguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia yang Sedang Berubah:Mempertanyakan Kembali Berbagai Jawaban, 11 13 Oktober 2004, HotelSantika, Jakarta.2 Asisten Program GEF SGP Indonesia3 UU Perikanan No. 9 tahun 1985 telah direvisi atas inisiatif DPR dan disahkan padatanggal 14September 2004. UU ini mengatur segala aktivitas perikanan baik tangkap maupunbudidaya, dengan mengacu pada kelestarian sumberdaya, lingkungan dankesehatan masyarakat sekitar. Secara substansi terkesan sentralisasi karena tidak

    menyebut kewenangan daerah. Kebanyakan rinciannya diatur lagi dalam Keputusan

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    2/23

    Menteri atau Peraturan Pemerintah.

    http://www.huma.or.id 1

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    3/23

    Ery Damayanti

    persoalan yang kemudian tidak memiliki solusi karena kemudian kebijakandaerahjuga tidak memiliki aturan yangjelas.

    Mengapa ini bisa terjadi? Sederhana saja, karena para pengambilkeputusan dan penyusun peraturan negeri ini tidak terlalu memahami fungsi-

    fungsi setiap obyek hak dan sistem tenurial yang melekat di wilayah P3K.Oleh karena itu, tidak ada aturan yang dibuat untuk mengatur secara rinciperuntukkan maupun penguasaan atas ruang maupun sumberdaya yangada di wilayah P3K secara formal oleh Pemerintah. Belum lagi adapersoalan teknis pengawasan yang membutuhkan investasi tinggi untukkelengkapan peralatan maupun personel, sehingga Pemerintah tidak mampumelakukannya secara konsisten. Konsekuensinya, setiap pemanfaatsumberdaya di wilayah ini melakukan aktifitasnya dengan menggunakankeyakinan yang berbeda-beda atas pemahaman penggunaan hak-hakyang melekat pada sumberdaya maupun ruang.

    Apakah yang Disebut Sistem Tenurial?

    Sistem tenurial adalah sistem penguasaan atas sumber dayaagraria4 dalam suatu masyarakat. Menurut Wiradi istilah ini biasanyadipakai dalam uraian-uraian yang membahas masalah yang mendasar dariaspek penguasaan sumber daya yaitu mengenai status hukumnya. Dalamhal ini Ridell memaknai sistem tenurial sebagai sekumpulan atauserangkaian hak-hak (lihat Fauzi dan Bachriadi, dalam ELSAM,2000). Lebih jauh disebutkan bahwa pada setiap sistem tenurial, masing-masing hak termaksud setidaknya mengandung tiga komponen, yakni:

    1. Subyek hak, yang berarti pemangku hak atau pada siapa hak tertentudilekatkan.

    2. Obyek hak, yang berupa persil tanah, barang-barang atau juga benda-benda yang tumbuh di atas tanah, barang-barang tambang atau mineralyang berada di dalam tanah atau perut bumi, perairan, kandunganbarang-barang atau mahluk hidup dalam suatu kawasan perairan,maupun sutau kawasan atau wilayah udara tertentu

    3. Jenis hak, setiap hak selalu dapat dijelaskan batasan dari haktersebut, ang membedakan dengan hak lainnya. Dalam hal ini jenis-jenishak merentang dari hak milik, hak sewa, hingga hak pakai dan lainsebagainya, tergantung bagaimana masyarakat yang bersangkutanmenentukannya.

    Sistem tenurial di wilayah P3K di Indonesia biasanyaberlaku atas kesepakatan-kesepakatan adat maupun lokal karena secarakebijakan pemerintah belum memiliki aturan yang jelas. Meskipun demikian,penerbitan ijin usaha oleh pemerintah di wilayah tersebut tidak pernah putusdiberikan. Hal ini menyebabkan konflik terjadi baik antar masyarakatmaupun antar masyarakat dan pemerintah

    4 Kata agraria dimaksudkan tidak terbatas pada aspek pertanahan dan pertanian,namun juga meliputi benda-benda alam dan ruang yang bersama dengan manusiamembentuk suatu ekosistem (Fauzi dan Bachriadi, 2000). Namun untuk selanjutnya,tulisan yang mencoba membahas pengaturan tenurial sumberdaya termasuk ruangdi wilayah pesisir, laut dan pulau kecil ini akan menyebut sumberdaya P3K.

    http://www.huma.or.id 2

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    4/23

    Kesalahan Pengelolaan Wilay ah Pesisir, Laut danPulau-Pula u Kecil

    maupun pengusaha luar. Konflik ini tampaknya juga sekaligusmenyebabkan tisngginya percepatan degradasi sumberdaya P3K.

    Sejarah mencatat bahwa masyarakat yang hidup di wilayah P3K dimanapun di dunia biasanya menganut paham sumberdaya komunal

    (common resources) dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan bersamapihak-pihak lainnya. Miskinnya infrastruktur di wilayah P3K membuat sulitnyaakses menuju dan keluar dari wilayah tersebut. Oleh karena itu pengaturanberbasis kesepakatan lokal merupakan basis pengaturan yang paling banyakditemui di wilayah ini. Namun, dengan intervensi pemerintah dengan

    menggunakan kebijakan yang tidak lengkap,ditambah pengawasan yang lemah, maka pengaturan yang

    sudah berjalan di masyarakat semakin lama menjadi melemah dan padaakhirnya di beberapa tempat sudah hilang sama sekali. Apabila ini terjadi,biasanya pengaturan sumberdaya di wilayah yang bersangkutan menjadikembali ke rejim open access5.

    Sumberdaya Komunal (Common resources)6dan Rejim Kepemilikan

    Sumberdaya komunal (common resources) sering juga disebut dalamberbagai tulisan ilmiah sebagai common-pool resources. Suatusumberdaya komunal seperti danau, laut, sistem irigasi, daerah tangkapanikan, dan hutan, adalah sumberdaya alam maupun buatan yang sulit untukdilakukan pembatasan ketika para pemanfaat sudah dapat mengaksesnya,serta konsumsi satu orang per unit-unit sumberdaya menjadikan unitsumberdaya tersebut tidak dapat lagi diakses oleh orang lainnya. (Ostrom,1999). Artinya, apabila tidak dilakukan, sumberdaya yang dapat diakses olehbanyak orang ini akan menjadi sumber konflik karena akan ada ketidak adilandalam mendapatkan keuntungan berdasarkan pemanfaatan akses tersebut.

    Orang-orang yang memiliki faktor geografis yang strategis dengan sumberdayatersebut harus bisa

    Berbicara mengenai sumberdaya, kita tidak lepas dari yang kita kenaldengan property rights. Neil Meyer, seorang professor di bidang pertanian,ekonomi dan sosiologi pedesaan di University of Idaho berpendapat bahwayang sering dirujuk dengan istilah property adalah hak akses pemanfaatanatas sumberdaya tertentu. Di Amerika Serikat, akses pemanfaatan dikontroldengan empat cara, yaitu:

    kepemilikan pribadi (private ownership)

    akses terbuka publik (public open access)

    akses terbatas publik (public closed access)

    kepemilikan negara (state ownership)

    5 Rejim open access, closed access, state management akan dibahas pada bagianCommonResources.

    6 Common Resources diterjemahkan menjadi sumberdaya komunal karenamencakup pemanfaatan dan pengelolaan bersama dalam satu wilayah dansatuan masyarakat tertentu, meskipun tidak berarti pihak luar tidak dapatmemanfaatkan sumberdaya tersebut.

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    5/23

    http://www.huma.or.id 3

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    6/23

    Ery Damayanti

    Namun kemudian Neil Meyer mengkategorikan common propertysebagai bentuk ketiga dari jenis penguasaan property non negara. MenurutMeyer, selama ini orang lebih banyak mengenal dan memahami kepemilikanprivat dan publik. Padahal, common propertyjustru merupakan wilayah yangsangat rawan konflik, karena terdiri dari keberadaan pemanfaatan

    sumberdaya yang dimiliki atau dikelola secara bersama oleh masyarakatsekitar dan pemanfaat lainnya. Secara praktek, common property bisakontroversial bahkan kompleks karena baik kelompok maupun individumeyakini hal yang berbeda dalam hal pengelolaan sumberdaya yang sama.

    Wilayah pesisir dan laut biasanya masuk ke dalam rejim akses publik(terbuka maupun terbatas), karena termasuk dalam kategori sumberdayakomunal. Namun yang kerap terjadi adalah intervensi negara yangmenjadikan seluruh wilayah pesisir, laut termasuk pulau kecil sebagai obyekkepemilikan negara sehingga pengaturannya diurus oleh negara.

    Ostrom mencatat (dalam Ostrom, 1999) ada banyak bukti kegagalanyang ditemukan ketika suatu pemerintahaan administratif mencoba mengatur

    suatu sumberdaya komunal dalam cakupan wilayah yang luas. Pada tahun1950 sampai dengan 1960-an, masa setelah pasca perang dunia kedua, banyaknegara berkembang menasionalisasikan seluruh wilayah, yaitu tanah danperairannya. Namun yang terjadi adalah negara tidak mampu melakukanpengawasan karena kekurangan dana maupun personel. Padahal, seiringdengan proses nasionalisasi tersebut, pengaturan- pengaturan lokal yangsudah ada menjadi kehilangan basis legal dan secara perlahan tidak lagidigunakan oleh masyarakat. Hal ini kemudian mengakibatkan kekosonganpengaturan di wilayah-wilayah yang memiliki sumberdaya komunal sepertiwilayah P3K. Yang terjadi adalah ketika secara de yure melekat rejimstated management, kenyataan yang berlaku adalah penggunaan rejim openaccess secara de facto. Artinya, akibat ketidakmampuan negaramenegakkan aturan yang dibuatnya sendiri, kemudian mengakibatkanperubahan sistem penguasaan yang berdampak terhadap kelangsungansumberdaya tersebut. Karena banyaknya wilayah P3K yang secara de factomenjadi open access, maka terjadilah kegiatan seperti pencurian ikan olehkapal asing, penangkapan ikan dengan metode merusak, pengkaplinganwilayah laut untuk usaha tertentu.

    Lebih lanjut, berdasarkan pengalaman di beberapa lokasi sumberdayakomunal, ditemukan7 bahwa:

    1. Pemanfaatan berlebih dan pengrusakkan bukanlah faktor penentumaupun penyebab utama yang harus dipertimbangkan oleh berbagai pihakpemanfaat jika menghadapi dilema bersama (common dilemma). Parapeneliti kemudian mulai melakukan identifikasi kondisi sumberdaya

    komunal yang bersangkutan dan kondisi para pemanfaat sumberdayatersebut yang kelak berguna bagi masyarakat lokal untuk menemukansolusi bagi dilema bersama.

    2. Pemerintah nasional seringkali tidak berhasil dalam upaya merancangperaturan yang efektif dan seragam untuk mengatur sumberdaya yangpenting dalam satuan ruang yang luas.8

    7 Lihat tulisan Coping with Tragedies of the Common oleh Elinor Ostrom, 1999, AnnualReviews.

    http://www.huma.or.id 4

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    7/23

    Kesalahan Pengelolaan Wilay ah Pesisir, Laut danPulau-Pula u Kecil

    Temuan di atas kemudian menyampaikan pesan penting yangharus diperhatikan oleh para pengambil kebijakan di Indonesia untukpengaturan tenurial wilayah P3K, yaitu:

    Diperlukan pemahaman yang mendalam untuk mengidentifikasi kondisisuatu sumberdaya komunal (daerah pesisir, laut maupun pulau kecil)berdasarkan fungsi dan ketersediaannya, serta kondisi para pemanfaat yangmemiliki akses terhadap sumberdaya komunal tersebut.

    Pemerintah harus berbesar hati untuk memberikan wewenang kepadawilayah yang menjadi sumberdaya komunal untuk dikelola dan diatursecara bersama oleh masyarakat lokal, demi keberlanjutan sumberdayatersebut.

    Obyek Hak Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau Kecil (P3K)

    Di dalam berbagai publikasi ilmiah maupun populer, seringkalidisebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat luas, dandua pertiga dari luas keseluruhan adalah perairan. Dengan berbekalberbagai potensi yang disebutkan, strategi pengelolaan sumberdaya diIndonesia hampir tidak memperhatikan kendala yang ditimbulkan olehkeberadaan perairan dan pulau-pulau kecil di seluruh wilayahnya. Tentusaja bukan kendala mahalnya investasi infrastruktur maupun sistemtransportasi yang harus disediakan pemerintah, tapi juga kendala dalammenerapkan pengaturan penguasaan sumberdaya yang ada di dalam wilayahtersebut.

    Jika sebelumnya telah disebutkan bahwa pemahaman akanfungsi dan ketersediaan sumberdaya komunal dan para pemanfaatnya diwilayah P3K, maka bagian ini akan mencoba mendeskripsikan komponen-

    komponen dari sumberdaya di wilayah P3K yang dapat menjadi obyek hak.

    Secara logika, wilayah P3K terdiri dari 2 komponen, yaitu ekosistem dankomoditi. Ekosistem dengan fungsi yang berbeda-beda dalam wilayah ini dibagimenjadi9:

    1. Daerah di atas 100 meter dari titik surut ke arah darat; biasanya digunakansebagai pemukiman, berdirinya bangunan-bangunan fungsional lainnyaseperti pelabuhan, pabrik, tempat wisata, serta lokasi sumber air tawar10.

    8 Dalam berbagai opini ilmiah, sering disebutkan oleh para ilmuwan perikanan,bahwa tidak mungkin dilakukan pengaturan secara parsial untuk sumberdaya

    komunal seperti laut, yang salah satunya mengatur komoditi bergerak seperti ikan.Idealnya, harus ada pengaturan oleh negara untuk satuan wilayah yang cukup luas,sehingga pendekatannya pun harus bersifat senralistik. Namun kemudianpengalaman penunjukkan bahwa pengaturan oleh masyarakat lokal untuksumberdaya komunal yang kecil dapat lebih efektif atau paling tidak sama hasilnyadengan biaya jauh lebih rendah.9 Informasi didapat dari berbagai sumber. Sumber utama adalah Coastal ZoneManagementHandbook yang ditulis oleh John R. Clark.

    10 Saat ini daerah pemukiman di wilayah pesisir dan pulau kecil sudah menjorok kearah laut. Hal ini disebabkan karena terjadinya abrasi maupun penambahanpenduduk yang tidak terkontrol. Selain itu, wilayah pesisir dan pulau kecil seringsekali menjadi tujuan migrasi masyarakat dari tempat lain yang sudah tidakmemiliki lahan untuk hidup. Pengecualian juga

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    8/23

    http://www.huma.or.id 5

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    9/23

    Ery Damayanti

    2. Mangrove; suatu ekosistem yang merujuk pada beberapa jenis pohonyang dapat hidup di daerah dengan tanah bersalinitas dan berair asin.Selain pemanfaatan kayu dari batang, akar dan hasil madunya,ekosistem ini merupakan habitat berbagai jenis kerang-kerangan, kepiting,udang, ikan-ikan kecil dan menyediakan nutrisi bagi berbagai jenis ikan

    yang bernilai tinggi.3. Muara, laguna dan teluk. Ketiganya adalah ekosistem berbentuk badan air

    yang di daerah pesisir yang memiliki air dangkal dan landai. Muara biasanyamerupakan pertemuan air tawar dari sungai dan air laut. Laguna merupakanbadan air yang biasanya sering terpotong dari laut karena bentukanpasir. Teluk merupakan badan air yang menjorok ke arah daratan sehinggabiasanya digunakan untuk menyandarkan perahu, menjadi lokasipelabuhan. Ketiga badan air ini berperan dalam siklus kehidupanbeberapa jenis ikan dan kerang-kerangan karena sebagai media pengantarnutrisi dan bahan organik ke laut, sebagai habitat beberapa jenis ikan,maupun menyediakan kebutuhan dari berbagai jenis ikanmigrasi.

    4. Padang lamun (seagrass bed), menjadi sumber nutrisi bagi ikan-ikan

    konsumsi yang bernilai penting dan beberapa jenis kerang.

    5. Terumbu karang, merupakan ekosistem yang menjadi pemeran utama bagikeanekaragaman hayati dan produktifitas laut. Ekosistem ini menjadisumber makanan laut bagi manusia dan penyedia makanan bagi ikan,pemecah ombak alami untuk menghindari abrasi, serta obyek wisatamenarik bagi wisatawan.

    6. Pulau kecil, yang kerap dianggap sebidang tanah di ataspermukaan laut sesungguhnya merupakan ekosistem

    tersendiri karena kekhasan dan keterbatasannya.Ancaman yang dihadapi pulau kecil adalah abrasi dan persediaanair tawar (terutama untuk pulau yang berpenghuni). Fungsi pulau kecil,selain sebagai penyedia air tawar, tempat nelayan berlindung saat badai

    atau ombak tinggi, juga sebagai habitat bagi berbagai jenis burungendemik dan migrasi.. Untuk beberapa pulau kecil tertentu, bahkanmenjadi persinggahan berbagai berbagai spesies laut migrasi sepertipenyu, lumba-lumba, paus.

    Perlu juga dipahami ada fungsi-fungsi ruang yang tidak terbatas padasalah satu ekosistem tertentu, seperti:

    1. Daerah penangkapan ikan (fishing ground), daerah ini bisa berada diwilayah mangrove, terumbu karang, muara, laguna, teluk, maupun lautlepas. Hal yang perlu diperhatikan adalah juga subyek hak yang melekatpada tiap ekosistem, misalnya perempuan dan anak-anak yang lebihsering mencari ikan, kerang- kerangan maupun bibit ikan di daerah yang

    dekat dengan garis pantai seperti mangrove, estuari, laguna, sampaidengan padang lamun bahkan di wilayah tertentu di daerah terumbukarang (ukurannya adalah lokasi tersebut dapat dijangkau denganberjalan kaki). Selain yang alami, ada juga lokasi yang memang sengajadibuat misalnya dengan pemasangan rumpon (fish aggregating device) atauterumbu karang buatan (artifical reef) yang kemudian hak penggunaannyamelekat pada individu atau kelompok yang membuatnya.

    terdapat pada beberapa wilayah yang dihuni oleh masyarakat Bajo, yang

    biasanya rumah- rumahnya berada di atas air laut.

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    10/23

    http://www.huma.or.id 6

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    11/23

    Kesalahan Pengelolaan Wilay ah Pesisir, Laut danPulau-Pula u Kecil

    2. Daerah pemijahan ikan (spawning aggregation area), yang biasanyaberada di lokasi mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan estuari.Mengapa daerah ini menjadi penting, khususnya untuk perlakuankonservasi, karena menjadi daerah reproduksi jenis-jenis ekonomis hewanlaut seperti ikan, kerang-kerangan, dan berbagai jenis udang dan kepiting.

    Untuk obyek hak yang berupa komoditi, dapat sangat beragam darimulai yang menetap sampai dengan obyek bergerak seperti ikan pelagis.Maksud bergerak di sini adalah apabila obyek tersebut dapat melakukanperpindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang relatif jauh(migratory species seperti tuna dan berbagai ikan pelagis lainnya). Olehkarena itu secara sederhana, terjemahan nelayan lokal terhadap fenomena inidikenal dengan musim (musim tongkol, musim teri, dsb). Obyek hak berupakomoditi pasti berkorelasi dengan ruang dengan fungsi tertentu, seperti:

    1. Ikan, bisa yang dikategorikan ikan karang dengan wilayah jelajah tetapatau ikan pelagis dengan wilayah jelajah berpindah (migrasi)

    2. Kerang-

    kerangan

    3. Udang (bisa hasil tangkapan danbudidaya)

    4. Produk dari mangrove (kayu, madu, kepiting, kerang,aren)

    5.Garam

    6. Hasil hutan dan pohon seperti kelapa, cengkeh dan pohon produktiflainnya

    Sistem Tenurial yang melekat padawilayah P3K

    Pengaturan penguasaan di wilayah P3K harus mempertimbangkan fungsi-fungsi ekologi, sosial dan ekonomi yang terkait dengan masyarakat lokal.Oleh karena itu identifikasi akan subyek hak, obyek hak dan jenis hak harusdilakukan melalui pemahaman mendalam atas ketiga fungsi di atas yangmelekat di wilayah tersebut. Deskripsi berikut akan mengupas mengenaisubyek hak, obyek hak dan jenis hak yang dikeluarkan dari dasar pemahamanyang rinci tentang fungsi-fungsi wilayah P3K dan hubungannya denganmasyarakat. Akan dilihat juga seberapa jauh kebijakan yang dimiliki olehIndonesia dalam memfasilitasi pengaturan tenurial wilayah ini.

    Penga t uran T en u rial P 3K diIn d one s ia

    Berdasarkan UU tentang Pokok Agraria yang mengatur tentangHak Menguasai dari Negara sebagai perwujudan UUD 1945 pasal 33ayat 3, yaitu dicantumkan pada pasal 2 dengan 4 ayat.

    - Ayat 1:Atas dasar ketentuan dalam, pasal 33 ayat 3 Undang-undangDasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air,dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagaiorganisasi kekuasaan seluruh rakyat.

    - Ayat 2: Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    12/23

    memberi wewenang untuk: (a) mengatur dan menyelenggarakan,peruntukan, penggunaan,

    http://www.huma.or.id 7

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    13/23

    Ery Damayanti

    persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasatersebut; (b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukumantara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; (c)menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan riang

    angkasa.- Ayat 3: Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara

    tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakanuntuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dankemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yangmerdeka, berdaulat, adil dan makmur.

    - Ayat 4: Hak menguasai dari Negara tersebut di ataspelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swastantra danmasyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan tidakbertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuanPeraturan Pemerintah.

    Disusul dengan pasal 3 yang berisi tentang pelaksanaan hak-hakulayat dan serupa dari masyarakat yang harus sesuai dengan kepentingannasional dan Negara, pasal 4 mengenai hak atas tanah, air, tubuh bumi sertaruang angkasa. Yang menarik adalah pasal 5 ketika dikatakan bahwa hukumagraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasionnal dan Negara.Pengaturan mengenai pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalambumi, air dan ruang angkasa terdapat pada pasal 8, di mana seharusnyaada aturan turunan yang dapat menjadi acuan sistem tenurial di wilayah P3Kyang secara karakter berbeda dengan tanah dan air yang dimaksud dalampasal- pasal sebelumnya.

    Dalam UU ini pada bab II, tentang Hak-Hak Atas Tanah, Air danRuang Angkasa serta Pendaftaran Tanah, sedikit sekali (hampir tidak ada,karena karakter tanah darat sangat berbeda dengan wilayah P3K)disebutkan pengaturan untuk wilayah P3K. Meskipun disebut bahwa hak-hakatas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-haklainnya yanga akan diatur kemudian juga berlaku pada setiap telapaktanah di wilayah ini, namun secara fungsi-fungsi khasnya tidakdipertimbangkan. Pada pasal 16 ayat ayat 2 disebutkan sedikit mengenai hak-hak atas air, yaitu: hak guna air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,yang lebih merujuk terhadap pengaturan penggunaan air tanah dan perikanandarat.

    Peraturan perundangan yang mengatur mengenai sistem tenurialsecara nasional untuk laut dapat dikatakan tidak ada, kecuali yangberhubungan dengan fungsi-fungsi perlindungan, konservasi, dan peruntukankomersial. UU di luar UU No. 5 th 1960, yang di dalamnya diatur mengenaibeberapa aspek tentang wilayah P3K dan sumberdayanya adalah sebagaiberikut:

    - UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (memuat hutan mangrove dandaerah konservasi di laut).

    - UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayatidan

    Ekosistemnya di wilayah pesisir laut, memuat konservasi jenis biota danekosistem.

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    14/23

    http://www.huma.or.id 8

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    15/23

    Kesalahan Pengelolaan Wilay ah Pesisir, Laut danPulau-Pula u Kecil

    - UU No. 23 tahun 1997 tentang Keanekaragaman Hayati, memuat tentangjenis-jenis biota yang dilindungi.

    - UU No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,memuat penguasaan ZEE dan pengaturannya dengan negara lain yangberbatasan langsung

    - UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, memuat tentangbatas teritori dan pengaturannya untuk hubungan pemanfaatan dengannegara lain

    - Revisi UU No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan (yang baru disahkan danbelum diberi nomor), memuat tentang pengaturan secara umumpraktek-praktek perikanan dari mulai penangkapan maupun budidayasampai pengolahan

    - Revisi UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang barudisahkan dan belum diberi nomor), memuat kewenangan wilayah laut 12 miluntuk propinsi dan 4 mil untuk kabupaten/kota.

    - Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 tahun 2000 tentangPedoman umum Pengelolaan Pulau-Pulau kecil yang

    Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat, memuatprinsip dan peruntukan pengelolaan termasuk pemanfaatan pulau-pulaukecil.

    - Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 tahun 2003tentang Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Pesisir

    Terpadu, memuat prinsip pengelolaan termasukpemanfaatan wilayah pesisir.

    Subyek Hak

    Subyek hak dalam sistem tenurial wilayah P3K yang merujuk padapemanfaat sumberdaya komunal adalah:

    1. Nelayan

    2. Petani budidaya hasil laut (ikan, udang)

    3. Petani sawah

    4. Pemanen hasil bakau

    5. Pemerintah daerah dengan fasilitas publik seperti pelabuhan (kapalmaupun pendaratan ikan)

    6. Pemilik perahu/kapal

    7. Pengusaha wisata

    8. Pemilik bangunan-bangunan fungsional lainnya (seperti pabrik, dermagaterbatas untuk usaha komersial, dll)

    9. Individu (yang mempunyai kepemilikan atas lahan di pesisir maupun pulaukecil)

    Untuk mengetahui jenis hak apa saja yang melekat padawilayah P3Kberdasarkan fungsi-fungsi ruang dan komoditi terkait denganaspek ekonomi, sosial dan ekologi, maka dibutuhkan komitmen bersama parapemanfaat sumberdaya yang bersangkutan. Oleh karena itu, apabila hanyamenggunakan panduan mengenai jenis hak yang ditetapkan dalam Undang-Undang, maka akan banyak sekali jenis-jenis hak yang tidak dapat diatur.Padahal, kelompok masyarakat lokal dengan berbekal

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    16/23

    http://www.huma.or.id 9

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    17/23

    Ery Damayanti

    pengetahuan dan pemahamannya, meskipun sederhana, telah dapatmendefinisikan subyek hak, obyek hak maupun jenis hak sehingga

    juga dapat mendisain pengaturannya bagi para pemanfaat dalam lingkupruang yang terbatas. Jenis-jenis hak yang melekat pada wilayah P3K, yangsecara adat maupun lokal telah diatur antara lain:

    - Hak mengumpulkan kerang-kerangan, ikan kecil dan bibit ikan bagiperempuan dan anak di sepanjang garis pantai sampai dengan daerahterumbu karang sejauh dapat dijangkau tanpa perahu.

    - Hak mendapatkan ikan bagi janda yang sudah ditinggal matisuaminya yang nelayan, apabila menyongsong nelayan yang pulangmelaut baik dengan perahu maupun di pantai pendaratan ikan.

    - Hak menggunakan perahu yang sedang disandar, sepanjang tidakada tanda bahwa perahu tersebut akan digunakan oleh pemilik maupunorang lainnya.

    - Dan lainsebagainya

    Amat mengejutkan jika diperhatikan bahwa penentuan jenis-jenis haktersebut sangatlah spesifik, meskipun tidak menggunakan konsep danpemikiran ilmiah yang telah beredar luas di kalangan para pengelola wilayahP3K.

    Dalam suatu studi independen terhadap 30 kelompok nelayantradisional, Wilson dan kawan-kawan mencatat satu hal yang mengejutkan,bahwa pengaturan tidak memasukkan kuota sebagai salah satu alatpembatasan (Wilson et al 1994 dalam Ostrom, 1999):

    Seluruh aturan dan praktek yang kami temukan pada 30 kelompokmasyarakat mengatur mengenai kegiatan penangkapan ikan.Pengaturannya mencakup pembatasan waktu menangkap ikan,lokasi penangkapan, metode tangkap, dan musim tangkapsesuai dengan siklus kehidupan jenis ikan tertentu (misalnyadiketahui pada waktu tertentu ikan tersebut memijah, sehinggadaerah tangkapan ditutup sementara). Tidak ada satupun yangmembatasi jumlah ikan dari berbagai jenis untuk ditangkap.Kuota konsep dan alat pengontrol tunggal yang dianggap

    paling penting dalam pengelolaan secara ilmiah menjadi tidakpenting karena memang tidak digunakan sebagai alatpengontrol bagi pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakatlokal.

    Fakta Dengan miskinnya panduan nasional, sementara di lain pihak

    pemerintah

    masih bersikukuh untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungandengan penguasaan sumberdaya komunal, pengaturan tenurial di wilayah P3Ktidak berjalan sesuai fungsinya. Hal ini mengakibatkan (bahkan di wilayah-wilayah yang menggunakan aturan adat akibat intervensi dan tekanandari luar) penurunan fungsi-fungsi ekonomi, sosial dan ekologi yang begitucepat. Dapat dibayangkan, dengan luas perairan laut dan jumlah pulau-pulaukecil yang dimiliki Indonesia, yang saat ini para pemanfaatnya lebih merujukpada rejim open access, maka kondisi wilayah ini sarat dengan persoalanmulai dari degradasi lingkungan, kemiskinan serta konflik

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    18/23

    http://www.huma.or.id 10

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    19/23

    Kesalahan Pengelolaan Wilay ah Pesisir, Laut danPulau-Pula u Kecil

    sosial dan ekonomi. Prinsip siapa cepat dan kuat, dialah yang menangbetul-betul berlaku, sehingga peran negara untuk memfasilitasi rakyatnyanyaris tidak terasa.

    Pemahaman yang rendah tentang keberadaan sumberdaya komunal di

    wilayah ini juga mengakibatkan para pengambil keputusan di tingkat nasionalmaupun pusat selain tidak dapat melahirkan kebijakan pengaturantenurial, juga tidak dapat membuat perencanaan pengelolaan wilayah yangberkelanjutan. Korbannya tentu saja para pemanfaat langsung wilayah ini,yaitu nelayan dan kelompok masyarakat lain yang tinggal di wilayah P3K.Selain itu, dengan menggunakan keyakinan yang berbeda-beda antarindividu dan kelompok atas penguasaan, seringkali konflik yang terjadi dapatberlangsung dalam waktu sangat lama tanpa adapenyelesaian.

    Pengalaman di B e bera p a L o ka s iDi dalam buku Sumber Daya Alam untuk Rakyat (ELSAM, 2000),

    dipaparkan beberapa contoh pengaturan tenurial di wilayah P3K di

    Maluku. Masyarakat Kepulauan Kei memiliki wilayah petuanan, yangdimiliki secara komunal. Dalam menjaga kelangsungan sumberdaya lautnya,mereka memiliki sistem penutupan yang disebut sasi, yaitu larangan untukmengambil atau merusak sumberdaya alam tertentu dalam jangka waktutertentu pula, untuk menjaga kelestarian dan agar lebih menjamin hasil yanglebih berlipat ganda di masa depan. Sasi meti yang merupakan jenis sasilaut yang paling umum dan paling banyak ditemukan di Kei, yaitu penutupansatu kawasan pasang surut dalam waktu tertentu. Salah satu alasan terpentingadalah fakta bahwa kawasan pasang surut adalah kawasan utamasumber pangan subsisten seluruh warga desa, terutama pada saat-saatmusim paceklik atau cuaca buruk di mana tidak mungkin melaut lebihjauh.

    Untuk wilayah Jawa, degradasi pantai utara yang saat ini sudahmenyebabkan laut kehabisan ikan saat ini sudah menimbulkan berbagaipersoalan sosial, seperti banyaknya nelayan yang harus menyandarkandayung (lihat Juwono, 1998). Hal ini diakibatkan oleh pengaturan wilayahtangkap dan metode tangkap yang tidakjelas. Sehingga bagi banyak nelayantradisional, hanya ada 2 pilihan ketika metode tangkap yang modern (baca:tidak selektif dan destruktif), mengikuti arus dengan beralih menjadi anakbuah kapal penangkap yang lebih besar, atau menyandarkan dayung danberalih pekerjaan. Perubahan besar terjadi pada akhir tahun 1970-an ketikatrawl mulai beroperasi di utara Jawa. Melihat keefektifan alat tersebutmenangkap ikan dalam jumlah masif, segera saja pantai utara Jawa diserbuoleh alat tersebut. Pada tahun 1980 dikeluarkan Keputusan Presidan Nomor39 tentang pelarangan beroperasinya pukat harimau di semua perairan

    Indonesia, kecuali Laut Arafura.11

    11 Analisa Coner Bailey (dalam Juwono, 1998), turunnya Keppres NNNNo. 30/1980berkaitan dengan kepentingan pemerintah untuk mendapat simpati nelayan kecilyang merupakan mayoritas anggota Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia(HNSI).Organisasi ini adalah bentukan kalangan atas danmenjadi salah satu unsurSekretaris Bersama Golongan Karya, organisasi politik yang dominan saat itu.Tetap saja ada indikasi kepentingan politik yang tersembunyi pada kebijakan yangdibuat. Hal ini membuat hampir setiapdkebijakan pemerintah pada waktu itu tidakdisiapkan untuk mengantisipasi konflik, namun lebih untuk merespon konflik danmengharapkan agar dapat menjaring simpati untuk momen tertentu

  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    20/23

    http://www.huma.or.id 11

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    21/23

    Ery Damayanti

    Contoh lain yang berlaku bukan di wilayah adat, adalah apa yangterjadi di Maine, Amerika Serikat. Bagi para nelayan lobster, merekaharus masuk dalam kelompok yang sering disebut Harbour Gank. Kelompokini mengatur daerah tangkap tradisional lobster serta melarang penangkapanlobster yang sedang bertelur. Apabila sampai diketahui melanggar daerah

    tangkap sampai dengan 2 kali, maka alat tangkap akan disita dan dimusnahkansecara otomatis. Untuk mengoperasikan pengawasan ini, mereka memiliki radiokomunikasi dan giliranjaga.

    Peluang dan Tantangan Kebijakan Tenurial

    Sesungguhnya dengan kekosongan peraturan perundangantentang pengaturan sistem tenurial dapat menjadi

    peluang bagi pembuatan aturan yang komprehensif dan efektif. Namun hal inihanya bisa dilaksanakan apabila ada review menyeluruh dahulu terhadapseluruh kebijakan yang berkaitan dengan penguasaan dig wilayah P3K.Setelah itu perlu dilakukan identifikasi terhadap seluruh obyek hak, subyek hak

    maupun jenis hak di wilayah ini, sehingga dapat disusun suatu aturan berisipanduan untuk mengatur sumberdaya komunal di wilayah P3K. Kemudianharus disusul dengan kemauan politik pemerintah untuk menyerahkan mandatpengaturan penguasaan ke satuan wilayah yang lebih kecil (kabupaten ataubahkan desa, misalnya).

    Saat ini, misalnya, telah terbit sejumlah peraturan, baik di tingkatankabupaten (Perda) maupun desa (Perdes) yang mengatur mengenaipengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil (beberapa desa diMinahasa, kabupaten Minahasa, dan kabupaten Bulungan, Kalimantan).Namun peraturan yang dibuat tersebut masih sangat merujuk padakonservasi, karena memang yang dimunculkan lebih kental adalahperspektif ekologi. Namun di beberapa tempat seperti di desa Baho danSaponda di Sulawesi Tenggara, tengah berlangsung proses pembuatanPeraturan Desa, yang sudah menaruh perhatian pada perspektif sosial danekonomi pengaturan penguasaan wilayah pesisir dan laut secara lokal.12

    Harus diingat pula masih terbatasnya kapasitas pemerintah (baikdana maupun personel) dalam

    mengimplementasikan pengawasan atasperaturan- peraturan yang berlaku di kawasan P3K. Selain lebih

    murah, ternyata pengaturan yang dilakukan di tingkat lokal terbukti sangatefektif karena tidak mencakup wilayah yang sangat luas.

    Dengan terpilihnya presiden baru dan rejim pemerintahan baru, untuk

    masa yang akan datang belum terlambat untuk mengambil langkah-langkahkebijakan yang berfungsi sebagai:

    - Penyelesaian konflik di masa lalu

    - Pengelolaan konflik yang baru muncul pada tahapawal

    12 Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada laporan kegiatan transplantasi karangyang dikelola oleh Yayasan Bahari (Kendari) yang saat ini juga sedang memfasilitasilahirnya peraturan desa dalam pengaturan wilayah tangkap, perlindungan laut, daninstitusi keuangan lokal dalam mengatasi permasalahan modal nelayan.

    http://www.huma.or.id 12

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    22/23

    Kesalahan Pengelolaan Wilay ah Pesisir, Laut danPulau-Pula u Kecil

    - Antisipasi untuk pengelolaan konflik di masa yang akan datang

    Kekosongan peraturan perundangan yang mengatur tentang sistemtenurial wilayah P3K bisa menjadikan penyusunan langkah-langkah kebijakanmenjadi leluasa. Namun demikian apabila tidak belajar dari pengalaman lalu,

    yaitu melakukan pendalaman pemahaman dan pengetahuan dari praktek yangsudah berlangsung, dan cukup berbesar hati untuk melibatkan komponenmasyarakat sebagai pemanfaat langsung, maka kebijakan yang akan diambilbisa menjadi hal yang lagi-lagimubazir.

    Referensi

    Cicin-Sain, Biliana and Knecht, Robert W., 1998, Integrated Coastal andOcean

    Management: Concepts and Practices, Island Press, Washington D.C.

    Clark, John R., 1996, Coastal Zone Management: Handbook, CRC PressLLC,Boca

    Raton.

    ELSAM, 2000, Sumber Daya Alam untuk Rakyat, ELSAM,Jakarta

    Ostrom, Elinor, 1999, Coping with Tragedies of the Commons in AnnualReviews

    (www.AnnualReviews.org)

    Juwono, Pujo Semedi H., 1998, Ketika Nelayan Harus SandarDayung, Konphalindo,Jakarta.

    Meyer, Neil, 2000, Introduction to Property Rights: A HistoricalPerspective, LGIEN Fact Sheet 2000-006

    Revisi UU Perikanan

    Undang-Undang No. 5 tahun1960 tentang Pokok-Pokok Agraria Berbagai peraturan perundangan (UU sampai dengan Perdes)

    ZZYY

    http://www.annualreviews.org/http://www.annualreviews.org/
  • 7/31/2019 Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir_Ery Damayanti

    23/23

    http://www.huma.or.id 13

    http://www.huma.or.id/http://www.huma.or.id/