-
PUTUSAN
Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan
terakhir,
menjatuhkan putusan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan
Umum Presiden
dan Wakil Presiden Tahun 2014, yang diajukan oleh:
[1.2] 1. Nama : H. Prabowo Subianto
Pekerjaan : Tentara Nasional Indonesia (Purnawirawan)
Alamat : Kampung Gombong RT.003/RW.009, Kelurahan Bojong
Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat
2. Nama : Ir. H. M. Hatta Rajasa Pekerjaan : Anggota Kabinet
Kementerian/Wiraswasta (dulu
Anggota Kabinet Kementerian)
Alamat : Jalan RS. Fatmawati RT. 003, RW. 009 Kelurahan
Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan
Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, Nomor Urut 1;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 23 Juli
2014 memberi kuasa kepada Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., Firman
Wijaya, S.H., M.H., Alamsyah Hanafiah, S.H. Didi Supriyanto, S.H.,
M.Hum. M. Mahendradatta, SH., MA., MH., PhD., Dorel Almir, S.H.,
M.Kn., Dr. Hj. Elza Syarief, S.H., M.H., Habiburokhman, S.H., M.H.,
Sufmi Dasco Ahmad, S.H., M.H., Dr. Eggi Sudjana, S.H., M.H., Heru
Widodo, S.H., M.Hum., Dr. Syaiful Bakhri, S.H., M.H., Dr. S. F.
Marbun, S.H., M.Hum., Zainuddin Paru, S.H., Agus Setiawan, S.H.,
Jamaludin Karim, S.H., Tina Haryaning, S.H., M.H., Hj. Difla
Wiyani, S.H., M.H., Fahmi H. Bachmid, S.H., M.H., Muh. Sattu Pali,
S.H., Totok Prasetiyanto, S.H., Robinson, S.Sos., S.H., Samsudin,
S.H., Dhimas Pradana, S.H., Aan Sukirman, S.H., Syarifuddin, S.H.,
Kristian Masiku, S.H., Bagus RP. Tarigan,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
2 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
S.H., Melissa Christianes, S.H., Slamet T, S.H., Panhar Makawi,
S.H., Abdulrahman Tarjo, S.H., RA. Shanti Dewi, S.H., M.H., Gani
Latar, S.H., M.H., Guntur Fattahillah, S.H., Sutejo Sapto Jalu,
S.H., Hery Susanto, S.H., Ega Windratno, S.H., M. Ratho Priyasa,
S.H., Rita Suherman, S.H., Ahid Syaroni, S.H., Abi Sambasi, S.H.,
Erwin Firmansyah, S.H., M.R. Pahlevi El-Hakim, S.H., M.H., A.
Furqon Nurzaman, S.H., Dwi Putri Cahyani, S.H., M.H., Wahyu
Baskoro, S.H., Syaf Afif Maliki, S.H., Warno, S.H., Muhammad Sahal,
S.H., Gusjay Setiawan, S.H., S.Sos., Riza Irwansyah, S.H., Roberth
Aritonang, S.H., LL.M., Farid Ghazali, S.H., Farhan Hazairin, S.H.,
Anies Priyo Ansharie, S.H., Budhi Kuswanto, S.H., Fajar Herumurty,
S.H., Novanda Kurniawan, S.H., Achmad Ardiyansyah Budiman, S.H.,
Dahlan Pido, S.H., Zaenal Fandi, S.H., Imam Asmara Hakim, S.H.,
Renal Akta Yudha, S.H., Allova Herling Mengko, S.H., ST. Advent
Hari Nugroho, S.H., Andreas Medio Yulius, S.H., Erwin Simanjuntak,
S.H., M. Muslim, S.H., Faisal, S.H., Masayu Donny Kertopati, S.H.,
Mohammad Ikhsan, S.H., M. Said Bakhri, S.Sos, S.H., M.H., Maulana
Bungaran, S.H., Alex Chandra, S.H., Munathsir Mustaman, S.H.,
Hendarsam Marantoko, S.H., Eva Yulianti, S.H., Ika Franova Octavia,
S.H, M.Hum., Achmad Safaat, S.H., Rahman Kurniansyah, S.H., Ferdian
Mahzan Fauzi, S.H., Coki TN Sinambela, S.H., M.M., Sahroni, S.H.,
Evi Risna Yanti, S.H., Esra Sitorus, S.H., Chairul Aridin, S.H.,
Ismu Harkamil, S.H., M.H., Aristya Kusuma Dewi, S.H., H. Moh.
Maruf, S.H., M.H., Sufrensi A. Manan, S.H., M.H., Rielen
Pattiasina, BSC, S.H., Meidy Juniarto, S.H., Anantha Budiantika,
S.H., Sulistya Adi, S.H., M.H., Sayuti, S.H., Renatha Sihombing,
S.H., Dedy Setyawan, S.H., Muhdian Anshari, S.H., Razman Arif NST,
S.H., S.Ag., MA, Ph.D., Sulistyowati, S.H., M.H., Agustiar, S.H.,
C. Suherman, Kartadinata, S.H., MBA., Mahfudin, S.H., Dwi Susanto,
S.H., Ismail Ngangon, S.H., Djamaludin Koedoeboen, S.H., M. Din
Toatubun, S.H., Hamrra Renleew, S.H., Agus S.P. Otto, S.H., M.H.,
Ari Hadi Basuki, S.H., Inge A. Irawatie, S.H., M.H., Anggi
Ariwibowo, S.H., Rahmat Sorhalam Harahap, S.H., Fadly Nasution,
S.H., M.H., Ade Irfan Pulungan, S.H., Joe Hasyim, S.H., M.H.,
Akhmad Leksono, S.H., Ahmad Zen Allantany, S.H., M.Si., Yudhia
Sbaruddin, S.H., M.Si., Erwin Kallo, S.H., Ruli Margianto, S.H.,
Ahmar Ihsan, S.H., Muhammad Ichsan, S.H., Krist Ibnu T, S.H.,
Buswin Wiryawan, S.H., M.H., Alvan Sikumbang, S.H., Hisar Tambunan,
S.H., M.H., Krisna Murti, S.H., Taufik, C.H., S.H., M.H., Soraya
Sultan Maharani, S.H.,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
3 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
Fauziah, S.H., Jamal Kasim, S.H., dan Drs. Baginda Siregar,
S.H., kesemuanya adalah para Advokat dan Konsultan Hukum yang
tergabung dalam Tim Kuasa
Pembela Merah Putih Prabowo-Hatta, beralamat di Jalan Harsono
R.M. Nomor 54,
Ragunan-Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12550, baik
sendiri-sendiri maupun
bersama-sama bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;
Selanjutnya disebut sebagai
--------------------------------------------------------
Pemohon;
Terhadap:
[1.3] Komisi Pemilihan Umum, berkedudukan di Jalan Imam Bonjol
Nomor
29, Jakarta Pusat 10310;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
1454/KPU/VIII/2014 bertanggal 4 Agustus 2014 memberi kuasa kepada
Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution, S.H., Rasyid Alam Perkasa
Nasution, S.H., Ali Nurdin, S.H., ST., Abdul Qadir, S.H., M.A.,
Kristina Yuliani, S.H., LL.M., Dr. Berna Sudjana Ermaya, S.H.,
M.H., Arif Effendi, S.H., Rieke Savitri, S.H., Dedy Mulyana, S.H.,
M.H., Subagio Aridarmo, S.H., Sigit Nurhadi, S.H., M.H., Guntoro,
S.H., M.H., KM. Ibnu Shina Zaenudin, S.H., Muh. Hikmat Sudiadi,
S.H., Syafran Riyadi, S.H., dan Dr. Absar Kartabrata, S.H., M.Hum.,
kesemuanya adalah Advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi KPU
dari Kantor Constitution Centre Adnan
Buyung Nasution (CCABN) yang beralamat di Jalan Panglima Polim
VI, Nomor
123, Jakarta Selatan, dan memilih domisili hukum di Jalan Imam
Bonjol Nomor 29,
Jakarta Pusat, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
bertindak untuk dan
atas nama pemberi kuasa;
Selanjutnya disebut sebagai
-------------------------------------------------------
Termohon;
[1.4] 1. Nama : Ir. H. Joko Widodo
Tempat, Tanggal Lahir : Surakarta, 21 Juni 1961 Warga Negara :
Indonesia
Alamat : Jalan Taman Suropati, Nomor 7, Menteng,
Jakarta Pusat;
2. Nama : Drs. H.M. Jusuf Kalla Tempat, Tanggal Lahir :
Watampone, 15 Mei 1942
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Jalan Brawijaya Raya, Nomor 6, Jakarta
Selatan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan
Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, Nomor Urut 2;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 26 Juli
2014, memberi kuasa kepada Sirra Prayuna, S.H., Henry
Yosodiningrat, S.H., Dr. Junimart Girsang, S.H., M.H., Taufik
Basari, S.H., S.Hum., LL.M., Dr. Teguh Samudra, S.H., M.H., Gusti
Randa, S.H., Alexander Lay, S.T., S.H., LL.M., Firman Jaya Daely,
S.H., Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., Sugeng Teguh Santoso,
S.H., Yanuar Prawira Wasesa, S.H., M.Si., M.H., Diarson Lubis,
S.H., Edison Panjaitan, S.H., HJ. Dwi Ria Latifa, S.H., MS.c., Risa
Mariska, S.H., Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H., M.Si., Dr. H. Dossy
Iskandar Prasetyo, SH., M.H., Dr. Tommy Sihotang, S.H., LL.M., Dr.
M. Rasyid Ridho, S.H., M.H., Drs. Eddy Kusuma Wijaya, S.H., M.H.,
MM., Tanda Perdamaian Nasution, S.H., Djeni Marthen, S.H., Sutra
Dewi, S.H., Aidi Johan, S.H., Sumantap Simorangkir, S.H., Irfan
Imanuel Sinaga, S.H., Erick S Paat, S.H., Berto Herora Harahap,
S.H., Sahat Tamba, S.H., Fernandy, S.H., Noni T Purwaningsih, S.H.,
M.H., Simeon Petrus, S.H., Magda Widjajana, S.H., Heri Perdana
Tarigan, S.H., Aries Surya, S.H., Sofia Bettrys Mandagi, S.H.,
Paskaria Tombi, S.H., M.H., Cahyo Gani Saputro, S.H., Badrul Munir,
S.H., S.Ag., Ace Kurnia, S.Ag., Farida Hanum, S.H., Widyaningsih H
Pangesti, S.H., Danny Apeles, S.H., Benny Hutabarat, S.H.,
Junianton Panjaitan, S.H., Jasmalin James Purba, S.H., M.H.,
Christo C Hutabarat, S.H., M.H., Romi Daniel Tobing, S.H., M.H.,
Daniel Simanjuntak, S.H., MCIL., Aprilson Purba, S.H., Sudiyatmiko
Aribowo, S.H., Andy Firasadi, S.H., M.H., Anthony L.J. Ratag, S.H.,
Winarso, S.H., Nurmaeni Daulay, S.H. Susanty, S.H., Ira Zahara
Jatim, S.H., Hermawi F. Taslim, S.H., Muhammad Rullyandi, S.H.,
M.H., Regginaldo Sultan, S.H., MM., Wibi Andriano, S.H., Enny M
Simon, S.H., Ferdian Sutanto, S.H., Michael R Dotulong, S.H., Raja
Sihotang, S.H., R. Romulo Napitupulu, S.H., Parulian Siregar, S.H.,
Wahyudi, S.H., Ridwan Saidi Tarigan, S.H., M.H., Rahmat Aminudin,
S.H., Teddi Adriansyah, S.H., M.H., Zaenuri Makhroji, S.H., M.H.,
Usin Abdisyah Putri, S.H., Kristiawanto, S.HI., M.H., Dr. Alfies
Sihombing, S.H., M.H., M.M., MKS., Uus Mulyaharja, S.H., Mulyadi M
Phillian, S.H., BIL,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan
Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl.
Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021)
3520177, Email: [email protected]
-
5 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
M.Si., Astiruddin Purba, S.H., Albiker Siagian, S.H., Djaka
Sutrasta, S.H., Waldus Situmorang, S.H., M.H., Anwar Rahman, S.H.,
M.H., Sigit Darmawan, S.H., Kabul Pujianto, S.H., Kuncoro, S.H.,
Supriyadi, S.H., Doddy Priambodo, S.H., Agus Sudjatmoko, S.H.,
Marihot Siahaan, S.H., M.H., M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.H., Azis
Fahri Pasaribu, S.H., Muhamad Ibnu Novit Neang, S.H., Octianus,
S.H., Ridwan Darmawan, S.H., Dr. Daniel Yusmic P FoEkh, S.H., Dedi
Mawardi, S.H., Nikson Gans Lalu, S.H., M.H., Sandi Ebenezer
Situngkir, S.H, M.H., Fernando Silalahi, S.H., M.H., Itamari Lase,
S.H., M.H., Antoni Silo, S.H., Sigop M Tambunan, S.H., Newfone
Arthur Rumimpunu, S.H., Megawati Siringoringo, S.H., Vera Riamona
S, S.H., M.H., Edwin E Tambunan, S.H., Alfra Tamas Girsang, S.H.,
Tulus Marasi Sihalolo, S.H., Freddy Evenggelista, S.H., Osland E.
Hutahean, S.H., Taufan Hunneman, S.H., Cosmas Refra, S.H., Fikri
Darmawan, S.H., Timotus Tumbur Simbolon, S.H., Zen Smith, S.H.,
Rusmin H Hamzah, S.H., M.H., Zul Armain Aziz, S.H., Hendrik
Jehaman, S.H., Rio F. Sihombing, S.H., Dinny Fitriyani, S.H., Henri
Lumbanraja, S.H., S.E., M. Ferry Sapta Adi, S.H., Denny Sedana,
S.H., Dwi Surya Hadibudi, S.H., Sunggul Hamonangan Sirait, S.H.,
Haposan Situmorang, S.H., M.H., Cindy Bertha Panjaitan, S.H.,
Freddy Alex Damanik, S.H., Silas Dutu, S.H., M.H., Budi Setiawan,
S.H., Ferry Firman Nurwahyu, S.H., Hosper Sibarani, S.H., Sionit
Martin Gea, S.H., Hor Agusmen Girsang, S.H., M.H., Kusnadi
Hutahaean, S.H., Philipus Tarigan, S.H., Ifdhal Kasim, S.H.,
Muhammad Yamin, S.H., Irawan Harahap, S.H., M.Kn., Freddy
Simatupang, S.H., Amudi Sidabutar, S.H., Tiarma Simamora, S.H.,
Marwan Aras, S.H., Hendra Kusuma, S.H., M.H., Ade Yopie Hartaty,
S.H., Lisa Agustiana, S.H., M.H., Liston Sibarani, S.H., Mangantar
M Napitupulu, S.H., Erna Ratnaningsih., S.H., L.LM., Dr. Ricardo
Simanjuntak, S.H., L.LM., Nasrul S Nadeak, S.H., Abu Bakar Sidik,
S.H., M.H., Drs. Yan Pieter Panjaitan, S.H., Nova Naumi A, S.H.,
Martin Hamonangan, S.H., M.H., Wakit Nurohman, S.H., Hakim Yunizar,
S.H., Yun Suryotomo, S.H., Wahyu S. Nugroho, S.H., Mahendra, S.H.,
M.Hum., Hendrikus CH. Kuntag, S.H., Beverly Charles Panjaitan,
S.H., HM. Kamal Singadirata, S.H., M.H., Saepudin Umar, S.H., Rolas
Budiman Sitinjak, S.H., M.H., dan Saut Pangaribuan, S.H.,
kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada Tim hukum Joko
Widodo-Jusuf Kalla, berkedudukan di Golden Centrum, Jalan
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
6 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
Majapahit 26, Blok AG, Jakarta Pusat, baik bersama-sama maupun
sendiri-sendiri
bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;
Selanjutnya disebut sebagai
--------------------------------------------------- Pihak
Terkait;
[1.5] Membaca permohonan Pemohon;
Mendengar keterangan Pemohon;
Mendengar dan membaca jawaban Termohon;
Mendengar dan membaca keterangan Pihak Terkait;
Mendengar dan membaca keterangan Badan Pengawas Pemilihan
Umum;
Mendengar keterangan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres)
Nabire;
Mendengar keterangan para saksi Pemohon, Termohon, dan Pihak
Terkait serta para ahli Pemohon, Termohon, dan Pihak
Terkait;
Memeriksa bukti-bukti Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait;
Membaca kesimpulan tertulis Pemohon, Termohon, dan Pihak
Terkait;
2. DUDUK PERKARA
[2.1] Menimbang bahwa Pemohon di dalam permohonannya bertanggal
25
Juli 2014 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
(selanjutnya disebut
Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 25 Juli 2014 berdasarkan
Akta
Penerimaan Permohonan Pemohon Nomor 01-1/PAN.MK/2014 dan telah
dicatat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dengan Nomor
1/PHPU.PRES-XII/2014
pada tanggal 26 Juli 2014, yang kemudian diperbaiki dengan
perbaikan
permohonan yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal
26 Juli 2014
serta diperbaiki kembali dengan perbaikan permohonan yang
diterima di
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4136
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
[2.10] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan
ini, segala
sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita
acara persidangan, yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan
ini.
3. PERTIMBANGAN HUKUM
[3.1] Menimbang bahwa permasalahan hukum utama permohonan
Pemohon
adalah keberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Nomor
535/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil
Penghitungan
Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden Tahun
2014, bertanggal 22 Juli 2014, Berita Acara Rekapitulasi Hasil
Perhitungan
Perolehan Suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun
2014,
bertanggal 22 Juli 2014, dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Nomor
536/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Pasangan Calon
Presiden dan
Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden
Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014;
[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok
permohonan,
Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) lebih dahulu
akan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo;
b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon;
c. tenggang waktu pengajuan permohonan;
Terhadap ketiga hal tersebut di atas, Mahkamah berpendapat
sebagai berikut:
Kewenangan Mahkamah
[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat
(1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya
disebut UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor
24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4137
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
5226, selanjutnya disebut UU MK), Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4924, selanjutnya disebut UU 42/2008),
dan Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan
konstitusional Mahkamah adalah memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum;
[3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
sesuai dengan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535/Kpts/KPU/TAHUN 2014
tentang
Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan
Hasil Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, bertanggal 22 Juli
2014, Berita
Acara Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara dalam
Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014, dan
Keputusan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 536/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang
Penetapan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam
Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014,
maka Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;
Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon
[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 74 ayat (1) huruf b UU
MK dan
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun
2014 tentang
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil
Presiden (selanjutnya disebut PMK 4/2014), Pemohon dalam
Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden adalah Pasangan Calon
Presiden
dan Wakil Presiden peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden;
[3.6] Menimbang bahwa berdasarkan Surat Keputusan Komisi
Pemilihan
Umum Nomor 454/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Nomor Urut
dan
Daftar Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam
Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, tertanggal 1 Juni 2014,
Pemohon adalah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor
Urut 1;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4138
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
[3.7] Menimbang bahwa berkenaan dengan pengunduran diri
Pemohon
sebagaimana yang sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat,
menurut
Mahkamah pengunduran diri tersebut bukanlah dimaksudkan untuk
keluar dari
seluruh proses Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun
2014 tetapi
hanya mengundurkan diri dari proses rekapitulasi pada tanggal 22
Juli 2014. Lagi
pula Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 453/Kpts/KPU/Tahun
2014
tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden
Tahun 2014, tanggal 31 Mei 2014 dan Keputusan Komisi Pemilihan
Umum Nomor
454/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Nomor Urut dan Daftar
Pasangan
Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil
Presiden Tahun 2014, tertanggal 1 Juni 2014, tidak pernah
dicabut oleh Termohon
atau dibatalkan oleh putusan pengadilan. Dengan demikian,
berdasarkan
pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, Pemohon memiliki
kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a
quo;
Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan
[3.8] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 74 ayat (3) UU MK dan
Pasal 8
PMK 4/2014, tenggang waktu untuk mengajukan permohonan
pembatalan
penetapan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke
Mahkamah
paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak
Termohon mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara
nasional;
[3.9] Menimbang bahwa pengumuman penetapan hasil pemilihan
umum
secara nasional ditetapkan oleh Termohon berdasarkan Keputusan
Komisi
Pemilihan Umum Nomor 535/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang
Penetapan
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil
Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014,
pukul 21.05 WIB;
Bahwa tenggang waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam
sejak
Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan
umum
secara nasional dalam perkara a quo adalah Selasa, 22 Juli 2014;
Rabu, 23 Juli
2014; Kamis, 24 Juli 2014; dan Jumat, 25 Juli 2014, pukul 21.05
WIB;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4139
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
[3.10] Menimbang bahwa permohonan Pemohon diterima di
Kepaniteraan
Mahkamah pada hari Jumat tanggal 25 Juli 2014, pukul 20.10 WIB
berdasarkan
Akta Penerimaan Permohonan Pemohon Nomor 01-1/PAN.MK/2014,
sehingga
permohonan Pemohon masih dalam tenggang waktu pengajuan
permohonan yang ditentukan peraturan perundang-undangan;
[3.11] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang
mengadili
permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal
standing)
untuk mengajukan permohonan a quo serta permohonan diajukan
masih dalam
tenggang waktu yang ditentukan maka Mahkamah selanjutnya akan
mempertimbangkan pokok permohonan;
Pendapat Mahkamah
[3.12] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah memberikan pendapat
terhadap
eksepsi dan pokok permohonan, terlebih dahulu Mahkamah menilai
dan
memberikan pendapat mengenai keabsahan bukti yang diajukan oleh
Termohon
terkait dengan pembukaan kotak suara oleh Termohon sebelum
adanya Ketetapan
Mahkamah Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014, tanggal 8 Agustus 2014,
sebagai
berikut:
Bahwa Pemohon pada pokoknya mendalilkan, Termohon telah
melakukan hal yang nyata merusak bukti-bukti yang ada dalam
kotak suara secara
merata di seluruh Indonesia berdasarkan Surat Edaran Nomor
1446/KPU/VII/2014
perihal Penyiapan dan Penyampaian Formulir A5 PPWP dan Model C7
PPWP,
tanggal 25 Juli 2014 yang ditujukan kepada Ketua KPU
Provinsi/KIP dan Ketua
KPU Kabupaten/KIP Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia yang
memerintahkan
pembukaan kotak suara semua TPS di seluruh Indonesia untuk
mengambil
Formulir A5 PPWP dan Model C7 PPWP. Menurut Pemohon semua bukti
yang
diperoleh dalam kotak suara sebelum adanya ketetapan Mahkamah
yang
mengizinkan pembukaan kotak suara oleh Termohon harus dianggap
tidak sah
karena diperoleh secara tidak sah. Pemohon mengajukan bukti
surat/tulisan yang
diberi tanda P-67 sampai dengan P-72;
Bahwa Termohon membantah dalil Pemohon tersebut dan
mengemukakan,
pembukaan kotak suara oleh Termohon untuk mendapatkan
bukti-bukti yang
relevan terkait dengan permohonan Pemohon adalah tidak melanggar
hukum,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4140
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
karena berdasarkan Pasal 29 ayat (2) PMK 4/2014, Termohon
harus
menyampaikan jawaban dengan melampirkan bukti-bukti untuk
membuktikan dalil
bantahannya atas permohonan Pemohon dengan mengambil dokumen
yang
berada dalam kotak suara, antara lain, DPT, DPK, daftar hadir
(Model C7 PPWP),
A.T. Khusus, Model C PPWP, Model C1 dan Lampirannya dan dokumen
lain yang
relevan dengan permohonan Pemohon. Adapun mekanisme
pengambilan
dokumen dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan
melibatkan saksi
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Panwaslu, dan
berkoordinasi
dengan Kepolisian setempat dilengkapi berita acara;
Untuk membuktikan bantahannya Termohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda T. Aceh. Aceh Besar-109,
T.Aceh.Gayo Lues.51,
T.Aceh.Gayo Lues.52, T. Sumatera Barat. Kota Solok.23, T. DKI.
Jakbar-233,
T.Sulteng.Donggala.20, T.NTT.Flores Timur.4.2, T.NTT.Flores
Timur.4.3;
Bahwa terhadap permasalahan hukum tersebut, menurut Mahkamah
hal
pokok yang perlu dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah apakah
bukti-bukti yang
diperoleh dari kotak suara yang dibuka sebelum Ketetapan
Mahkamah Nomor
1/PHPU.PRES-XII/2014, tanggal 8 Agustus 2014 merupakan bukti
yang sah untuk
dapat digunakan dalam permohonan ini. Berkaitan dengan hal
tersebut,
Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
1. Bahwa Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 menyatakan, Pemilihan
umum
diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional,
tetap, dan mandiri yang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum menempatkan Termohon sebagai
penyelenggara Pemilihan Umum, dan menempatkan Badan Pengawas
Pemilu
sebagai bagian dari penyelenggara Pemilihan Umum yang bertugas
mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik
Indonesia, serta menempatkan Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan
Umum sebagai lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode
etik
Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi
penyelenggaraan
Pemilu. Dengan demikian, produk penyelenggaraan Pemilu berupa
sertifikat
hasil pemilihan umum yang dikeluarkan oleh KPU adalah sebagai
akta otentik
yang harus dianggap sah, kecuali dibuktikan sebaliknya.
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4141
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
2. Mengenai cara memperoleh bukti surat atau tulisan dimaksud,
menurut
Mahkamah, Termohon sebagai penyelenggara Pemilu setelah
menerbitkan
sertifikat penghitungan suara berkewajiban menyimpannya di dalam
kotak suara
bersama-sama dengan surat suara dan dokumen-dokumen lainnya.
Berdasarkan kewajiban tersebut maka menurut Pasal 149 UU
42/2008
Termohonlah yang bertanggung jawab menyimpan, menjaga, dan
mengamankan keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan
rekapitulasi hasil
penghitungan suara. Oleh karena itu, untuk menjamin supaya surat
suara
berikut dokumen tersebut aman maka kotak suara tersebut digembok
dan
disegel. Dalam hal hasil kerja Termohon sebagai penyelenggara
Pemilu
digugat, yang untuk merespons gugatan tersebut dan
mempertahankannya
secara hukum diperlukan bukti, antara lain, bukti surat atau
tulisan maka
Termohon harus mengambilnya dari dalam kotak suara. Untuk
kepentingan
itulah Termohon membuka kotak suara dan mengambil dokumen
yang
diperlukan untuk proses pembuktian secara hukum di Mahkamah.
Selanjutnya, mengenai perolehan bukti yang demikian menurut
Mahkamah,
sebagaimana surat Termohon dan fakta yang terungkap di
persidangan,
Termohon mengambil bukti-bukti surat/tulisan dari dalam kotak
suara dengan
membuka kotak suara tersebut secara umum dilaksanakan dengan
mengundang
pengawas Pemilu, para saksi dari pasangan calon dan bahkan
dengan
mengundang pihak kepolisian serta dibuatkan berita acara.
Perolehan bukti yang
demikian telah sejalan dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh
Mahkamah
dalam Ketetapan Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014, tanggal 8 Agustus
2014.
Menurut Mahkamah, pembukaan kotak suara untuk memperoleh
bukti-bukti
tersebut sekiranya secara formal dianggap melanggar hukum karena
tidak
didasarkan pada perintah pengadilan, namun oleh karena
bukti-bukti yang ada di
dalam kotak suara tersebut diperlukan oleh Termohon di dalam
menghadapi
permohonan Pemohon dan dilakukan melalui proses yang transparan
dan
akuntabel dengan mengundang saksi pasangan calon, pengawas
Pemilu, dan
kepolisian, serta dengan membuat berita acara, sehingga menurut
Mahkamah
perolehan bukti tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum berdasarkan
Pasal 36 ayat (2) UU MK dan oleh karenanya bukti-bukti tersebut
sah menurut
hukum sesuai dengan Pasal 36 ayat (4) UU MK;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4142
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah di atas, tidak berarti
Mahkamah
menyatakan bahwa Termohon dapat secara bebas membuka kotak suara
tanpa
alasan dan proses menurut hukum atau norma lain yang berlaku.
Meskipun
Termohon secara hukum yang berkewajiban menyimpan dan memelihara
dengan
sebaik-baiknya terhadap kotak suara, namun Termohon dalam
membuka kotak
suara tersebut haruslah mengindahkan norma-norma yang berlaku.
Sekiranya
pembukaan kotak suara oleh Termohon tersebut merupakan
pelanggaran, baik
secara administrasi maupun hukum, namun tidak berkaitan dengan
perolehan
suara maka forum penyelesaiannya bukanlah kewenangan Mahkamah.
Demikian
pula apabila pelanggaran tersebut bersifat etik maka lembaga
yang bertugas
menangani adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
dan apabila
dalam pembukaan kotak suara tersebut Termohon melakukan
perubahan terhadap
dokumen dimaksud maka hal demikian merupakan ranah hukum pidana
yang
prosesnya menjadi kewenangan institusi lain. Dengan demikian
masalah yang
dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah cara perolehan bukti dan
sah atau tidak
sahnya bukti yang berasal dari kotak tersebut sebagaimana telah
dipertimbangkan
di atas.
Dalam Eksepsi
[3.13] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Termohon
dan
Pihak Terkait mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai
berikut:
Eksepsi Termohon
1. Permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat permohonan
sebagaimana diatur dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
Pasal 9
ayat (1) huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun
2014 tentang
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan
Wakil Presiden karena tidak menguraikan dengan jelas kesalahan
hasil
penghitungan perolehan suara yang diumumkan oleh Termohon dan
hasil
penghitungan yang benar menurut Pemohon;
2. Perbaikan permohonan Pemohon tanggal 7 Agustus 2014 merupakan
materi
baru dan tidak ada dalam permohonan awal maupun perbaikan
permohonan
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4143
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
tanggal 26 Juli 2014, serta di luar materi nasihat yang
disampaikan Mahkamah
dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan, sehingga permohonan
Pemohon
melewati tenggang waktu pengajuan permohonan;
3. Permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur libel)
karena
pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon terstruktur,
sistematis, dan masif
tidak menyebutkan kapan, dimana, dan bagaimana pelanggaran
tersebut
terjadi.
Eksepsi Pihak Terkait
1. Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan
permohonan in litis karena pada tanggal 22 Juli 2014 pada saat
berlangsungnya
Pleno Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara
dan Hasil
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 oleh
Termohon,
Pemohon telah menyatakan: menolak pelaksanaan Pilpres dan
menarik diri dari proses tahapan Pemilu yang sedang berlangsung
dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Hal
tersebut disampaikan
oleh Pemohon secara terbuka di depan publik dan disiarkan secara
langsung
oleh media elektronik pada tanggal 22 Juli 2014 dan diterbitkan
secara luas oleh
media cetak. Oleh karena itu, dengan adanya penolakan Pemohon
atas pelaksanaan Pilpres dan penarikan diri dari proses tahapan
Pemilu yang sedang berlangsung maka secara hukum Pemohon tidak lagi
memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan
Permohonan Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014
kepada
Mahkamah;
2. Mahkamah tidak berwenang mengadili perkara a quo karena
permohonan bukan mengenai kesalahan hasil penghitungan perolehan
suara melainkan
mengenai pelanggaran dalam proses dan pelaksanaan Pemilihan
Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 yang menurut Pemohon
telah
menguntungkan Pihak Terkait;
3. Perbaikan permohonan menambah dalil baru dan melanggar
ketentuan
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Pedoman
Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil
Presiden, sehingga permohonan Pemohon melewati tenggang waktu
pengajuan
permohonan;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4144
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
4. Perbaikan permohonan Pemohon tidak cermat dan tidak jelas
karena:
- permohonan Pemohon tumpang tindih dan tidak memiliki korelasi
antara
posita dan petitumnya.
- permohonan Pemohon terhadap sengketa perselisihan hasil
pemilihan umum
presiden dan wakil presiden tidak memenuhi syarat formal.
- Pemohon tidak jelas dan tidak rinci dalam menguraikan
pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif.
[3.14] Menimbang bahwa terhadap eksepsi Termohon angka 1 dan
eksepsi
Pihak Terkait angka 2 (mengenai kewenangan Mahkamah),
Mahkamah
mempertimbangkan bahwa pertimbangan Mahkamah dalam putusan
Mahkamah
Konstitusi Nomor 108-109/PHPU.B-VII/2009, tanggal 12 Agustus
2009, antara lain,
menyatakan, ... a. Mahkamah memutus perkara berdasarkan UUD 1945
sesuai
dengan alat bukti dan keyakinan hakim; dan b. bahwa Mahkamah
dalam mengadili
perselisihan hasil Pemilu, tidak hanya menghitung kembali hasil
penghitungan
suara, tetapi juga harus menggali keadilan dengan menilai dan
mengadili hasil
penghitungan suara yang diperselisihkan. Mahkamah tidak melihat
hasil
penghitungan suara an sich namun juga Mahkamah harus melihat
pelanggaran-
pelanggaran yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil
penghitungan suara
untuk menegakkan keadilan.... Dengan berdasarkan pertimbangan
tersebut maka
Mahkamah tidak hanya mengadili perselisihan hasil Pemilu, namun
juga mengadili
pelanggaran Pemilu yang berakibat kepada perolehan suara,
sehingga menurut
Mahkamah, eksepsi Termohon angka 1 dan eksepsi Pihak Terkait
angka 2 tidak beralasan menurut hukum;
[3.15] Menimbang bahwa terhadap eksepsi Termohon angka 2 dan
eksepsi
Pihak Terkait angka 3 (mengenai perbaikan permohonan), menurut
Mahkamah,
berdasarkan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi
Nomor 4 Tahun
2014 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan
Umum
Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan, Dalam Sidang Pleno
Pemeriksaan
Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah
memeriksa
kelengkapan dan kejelasan materi permohonan sebagaimana dimaksud
Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 25 ayat (3), serta
memberi nasihat kepada
Pemohon atau kuasa hukumnya untuk memperbaiki dan/atau
melengkapi
permohonan apabila terdapat kekurangan.
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4145
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
Bahwa perubahan atau perbaikan permohonan Pemohon yang
terakhir
dilakukan setelah pemberian kesempatan kepada Pemohon untuk
menyampaikan
pokok-pokok permohonannya. Perbaikan yang demikian adalah hak
Pemohon
yang diatur dalam Pasal 39 UU MK dan Pasal 35 ayat (2) Peraturan
Mahkamah
Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 yang memberi kesempatan untuk
mengadakan
perbaikan yang dipandang perlu. Menurut Mahkamah, perbaikan
permohonan
Pemohon setelah jangka waktu 3x24 jam dan setelah sidang pleno
pemberian
nasihat oleh Majelis Hakim masih dalam lingkup materi permohonan
yang diajukan
sejak awal, dan bukan permohonan baru, sehingga perbaikan
permohonan
tersebut dibenarkan. Oleh karena itu, eksepsi Termohon dan Pihak
Terkait tidak
beralasan menurut hukum;
[3.16] Menimbang bahwa terhadap eksepsi Pihak Terkait angka 1
(mengenai
kedudukan hukum Pemohon), telah dipertimbangkan Mahkamah dalam
paragraf [3.5] sampai dengan paragraf [3.7], sehingga pertimbangan
tersebut mutatis mutandis berlaku pula untuk eksepsi Pihak Terkait
angka 1, sehingga eksepsi
Pihak Terkait a quo tidak beralasan menurut hukum;
[3.17] Menimbang bahwa terhadap eksepsi Termohon angka 3 dan
eksepsi
Pihak Terkait angka 4 (mengenai permohonan kabur dan tidak
jelas), menurut
Mahkamah berkait erat dengan pokok permohonan sehingga akan
dipertimbangkan bersama-sama dengan pokok permohonan;
[3.18] Menimbang bahwa oleh karena eksepsi Termohon dan eksepsi
Pihak
Terkait tidak beralasan menurut hukum, selanjutnya Mahkamah akan
mempertimbangkan pokok permohonan;
Dalam Pokok Permohonan
[3.19] Menimbang bahwa Pemohon pada pokoknya memohon kepada
Mahkamah untuk membatalkan Keputusan Termohon Nomor
535/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil
Penghitungan
Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden Tahun
2014 tertanggal 22 Juli 2014 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Nomor
536/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Pasangan Calon
Presiden dan
Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4146
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
tertanggal 22 Juli 2014, dan menetapkan perolehan Pemohon
67.139.153 suara,
dan Pihak Terkait 66.435.124 suara atau memerintahkan Termohon
untuk
melakukan pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia atau di
beberapa daerah
dengan alasan pada pokoknya sebagai berikut (selengkapnya
termuat pada
bagian Duduk Perkara):
1. Menurut Pemohon, Termohon telah salah menetapkan perolehan
suara
Pemohon sebanyak 62.576.444 suara dan Pihak Terkait sebanyak
70.997.833
suara, padahal yang benar perolehan suara Pemohon adalah
67.139.153
suara dan Pihak Terkait adalah 66.435.124 suara, karena menurut
Pemohon
perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon dilakukan dengan
cara-cara
yang tidak benar dan melawan hukum;
2. Termohon telah melakukan perencanaan kecurangan secara
terstruktur,
sistematis dan masif yaitu dengan cara mengabaikan DP4 (Data
Penduduk
Pemilih Potensial Pemilu) sebagai sumber penyusunan DPS (Daftar
Pemilih
Sementara) dan DPT (Daftar Pemilih Tetap), menambahkan jumlah
DPT dan
memodifikasi daftar pemilih, modifikasi logistik Pemilu, dan
celah keamanan
elektronik yang berdampak sistemik dalam sistem IT Termohon
sesuai
prosedur keamanan internasional yang menyebabkan terjadinya
kecurangan;
3. Ada mobilisasi pemilih melalui daftar pemilih tambahan (DPTb)
dan daftar
pemilih khusus tambahan (DPKTb), hampir di seluruh daerah
pemilihan se-
Indonesia dengan fakta antara lain sebagai berikut:
a) Jumlah seluruh pengguna hak pilih tidak sama, dengan jumlah
surat suara
yang digunakan dan jumlah suara sah dan tidak sah;
b) Jumlah surat suara yang digunakan tidak sama dengan jumlah
suara sah
dan tidak sah;
c) Pengguna Hak Pilih dalam DPTb/Pemilih dari TPS lain lebih
besar dari
Data Pemilih Terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb);
d) Pengguna Hak Pilih dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan
(DPKTb)/ Pengguna KTP atau identitas lain atau paspor lebih besar
dari Daftar
Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/ Penggunaan KTP atau identitas
lain
atau paspor;
4. Ada penekanan oleh pejabat penguasa daerah dari dua Gubernur
yaitu
Gubernur Provinsi Jawa Tengah dan Gubernur Provinsi Kalimantan
Tengah.
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4147
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
5. Ada rekayasa pihak penyelenggara, yaitu dengan sengaja
menggunakan tinta
yang mudah dihapus, sehingga terjadi mobilisasi masyarakat untuk
dapat
melakukan pemilihan lebih dari satu kali;
6. Telah terjadi politik uang yang bertujuan untuk memenangkan
Pasangan Calon
Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2 yang terjadi di 4
provinsi
yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sumatera
Selatan.
7. Termohon melakukan hal yang nyata merusak bukti-bukti yang
ada dalam
kotak suara secara merata di seluruh Indonesia, karena pada
tanggal 25 Juli
2014, Termohon telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1446/KPU
yang
ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi/KIP Aceh dan Ketua
KPU/KIP
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia yang isinya memerintahkan
pembukaan
kotak suara semua TPS di seluruh Indonesia untuk diambil
Formulir A5 PPWP
dan Model C7 PPWP.
[3.20] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan lebih
lanjut
pokok permohonan, terlebih dahulu menyampaikan hal-hal sebagai
berikut:
Bahwa Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kedaulatan berada
di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar dan
ayat (3)
menyatakan, Negara Indonesia adalah negara hukum. Kedua
ketentuan tersebut
menegaskan bahwa terdapat prinsip mendasar yang dianut dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia, yaitu
prinsip
kedaulatan yang berada di tangan rakyat dan kedaulatan rakyat
tersebut harus
dilaksanakan berdasarkan ketentuan konstitusi serta prinsip
negara hukum.
Artinya, kedaulatan rakyat dibatasi dan harus sesuai dengan
norma konstitusi dan
prinsip negara hukum;
Kedaulatan rakyat bermakna bahwa negara harus dijalankan dan
dikendalikan berdasarkan kehendak rakyat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi
berdasarkan konstitusi. Penyelenggaraan pemerintahan negara
dengan segala
bentuk kebijakannya tunduk pada kehendak dan kemauan rakyat yang
berdaulat.
Penyelenggaraan pemerintahan negara yang berdasarkan kehendak
rakyat inilah
yang disebut pemerintahan demokrasi, yaitu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Demokrasi meniscayakan kebebasan setiap orang
untuk ikut
menentukan jalannya pemerintahan negara, karena dengan kebebasan
itulah hak
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4148
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
politik setiap rakyat dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Hak dan
kebebasan tersebut mencakup, antara lain, kebebasan untuk
memilih dan dipilih
sebagai pemimpin dan wakil rakyat yang akan menjalankan
kekuasaan
pemerintahan negara serta kebebasan untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan
termasuk mengawasi jalannya pemerintahan negara. Oleh karena
itu, hak memilih
dan dipilih, hak mengeluarkan pendapat adalah merupakan sebagian
hak
konstitusional setiap warga negara dalam pemerintahan
demokrasi;
Berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum, hak memilih
adalah
salah satu hak konstitusional yang menjadi dasar pelaksanaan
demokrasi yang
harus dijunjung tinggi dan untuk memberikan perlindungan,
pemajuan, penegakan,
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara
terutama
pemerintah. Pemilihan umum adalah salah satu bentuk pelaksanaan
demokrasi,
yaitu demokrasi untuk menentukan pemimpin atau perwakilan yang
akan
menjalankan kekuasaan negara. Pemilihan umum Presiden dan Wakil
Presiden
antara lain untuk memilih pemimpin bangsa dalam waktu lima tahun
sekali yang
selanjutnya akan membentuk pemerintahan yang melindungi segenap
bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, serta mewujudkan
keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia;
Berdasarkan UUD 1945, kebebasan dalam demokrasi tidaklah
mutlak,
karena kebebasan harus dilaksanakan menurut norma dan ketentuan
konstitusi
serta berdasarkan prinsip negara hukum. Hak dan kebebasan
memilih setiap
warga negara harus berdasarkan pada norma dan ketentuan
konstitusi serta tata
cara yang dilakukan berdasarkan norma hukum dan peraturan
perundang-
undangan. Di sinilah prinsip konstitusi dan prinsip negara hukum
harus dijalankan.
Pelaksanaan hak memilih sebagai hak asasi dan kebebasan dalam
demokrasi
melalui pemilihan umum harus dilaksanakan berdasar norma dan
tata cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian
kedua prinsip
tersebut, yaitu prinsip kebebasan dan demokrasi serta prinsip
negara hukum harus
dilaksanakan secara seiring dan sejalan sehingga walaupun dengan
alasan untuk
melindungi hak dan kebebasan memilih, negara dalam hal ini
penyelenggara
pemilihan umum tidak boleh memberikan hak pilih itu dengan
semena-mena,
melanggar prosedur dan tata cara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4149
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
Pelanggaran prosedur dan tata cara tersebut adalah pelanggaran
atas prinsip
negara berdasarkan hukum. Hakikat pemilihan umum, bukanlah
semata-mata
dalam rangka mencapai tujuan untuk mendapatkan dukungan dan
legitimasi rakyat
semata, tetapi pemilihan umum harus pula melalui prosedur dan
tata cara yang
ditentukan oleh hukum yang berlaku. Dalam demokrasi antara
tujuan dan tata cara
adalah dua sisi yang tidak bisa diabaikan. Prosedur dan tata
cara justru untuk
memberi jaminan tegaknya prinsip demokrasi yang memberi jaminan
atas
persamaan hak, kesetaraan, dan kebebasan itu sendiri;
Oleh karena itu, UUD 1945 menentukan dengan tegas asas
penyelenggaraan pemilihan umum yang harus ditaati dalam
penyelenggaraan
pemilihan umum, yaitu asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil. Asas
tersebut dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa setiap orang
dilindungi
hak dan kebebasannya untuk memilih dan dipilih serta memberikan
perlakuan
yang sama dan adil kepada setiap orang atau kepada setiap
peserta dalam
pemilihan umum. Untuk menjamin penyelenggaraan pemilihan umum
dengan
memenuhi asas-asas tersebut, konstitusi mengamanatkan untuk
membentuk suatu
komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan
mandiri;
Dalam rangka mengawal dan menegakkan negara demokrasi yang
berdasarkan konstitusi dan prinsip negara hukum tersebut, UUD
1945 membentuk
lembaga peradilan konstitusi yaitu Mahkamah Konstitusi, yang
dalam kaitannya
dengan pemilihan umum berwenang untuk memutus perselisihan hasil
pemilihan
umum (vide Pasal 24C UUD 1945). Dalam menjalankan wewenangnya
memutus
perselisihan hasil pemilihan umum tersebut, yaitu sejak Putusan
Nomor
41/PHPU.D-VI/2008 bertanggal 2 Desember 2008 (perselisihan hasil
pemilihan
umum Gubernur Jawa Timur), Mahkamah telah memaknai wewenangnya
untuk
memutus hasil pemilihan umum tidak saja terbatas pada hasil
penghitungan suara
semata-mata, tetapi juga termasuk memutus pelanggaran dalam
proses pemilihan
umum yang berpengaruh pada perolehan suara. Pelanggaran tersebut
mencakup
pelanggaran administrasi persyaratan peserta pemilihan umum yang
berakibat
pembatalan peserta pemilihan umum, misalnya dalam membatalkan
dan
mendiskualifikasi peserta pemilihan umum yang tidak memenuhi
syarat menurut
ketentuan undang-undang, serta pelanggaran administrasi dan
pidana Pemilu
yang dilakukan sedemikian rupa dilakukan oleh penyelenggara
Pemilu dan/atau
bersama-sama peserta pemilihan umum secara terstruktur,
sistematis, dan masif
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4150
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
yang berpengaruh signifikan terhadap hasil pemilihan umum. Dalam
Putusan
Mahkamah Nomor 41/PHPU.D-VI/2008, bertanggal 2 Desember 2008,
antara lain
dalam paragraf [3.25], Mahkamah mempertimbangkan, ... Tidak
dapat dinafikan
bahwa seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dan tahapan
Pemilukada
akan sangat berpengaruh secara mendasar pada hasil akhir, dan
dengan
absennya penyelesaian sengketa secara efektif dalam proses
Pemilukada,
mengharuskan Mahkamah untuk tidak membiarkan hal demikian
apabila bukti-
bukti yang dihadapkan memenuhi syarat keabsahan undang-undang
dan bobot
peristiwa yang cukup siginifikan.... Kemudian paragraf [3.28]
putusan tersebut,
Mahkamah juga, antara lain, mempertimbangkan, ...bahwa dalam
memutus
perselisihan hasil Pemilukada, Mahkamah tidak hanya menghitung
kembali hasil
penghitungan suara yang sebenarnya dari pemungutan suara tetapi
juga harus
menggali keadilan dengan menilai dan mengadili hasil
penghitungan suara yang
diperselisihkan, sebab kalau hanya menghitung dalam arti teknis
matematis
sebenarnya bisa dilakukan penghitungan kembali oleh KPUD sendiri
di bawah
pengawasan Panwaslu dan/atau aparat kepolisian, atau cukup oleh
pengadilan
biasa. Oleh sebab itu, Mahkamah memahami bahwa meskipun menurut
undang-
undang, yang dapat diadili oleh Mahkamah adalah hasil
penghitungan suara,
namun pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan terjadinya
hasil
penghitungan suara yang kemudian dipersengketakan itu harus pula
dinilai untuk
menegakkan keadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24
ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi, Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan, dan
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, Setiap orang berhak
atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan
yang sama di depan hukum;
Dalam Putusan Nomor 31/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 30 Juni 2010,
pada
paragraf [3.27] Mahkamah kembali mempertimbangkan, antara lain,
...Menimbang
bahwa dalam rangka menjaga tegaknya demokrasi, Mahkamah harus
menilai dan
memberikan keadilan bagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
dalam
pelaksanaan demokrasi, termasuk penyelenggaraan Pemilukada.
Pandangan
Mahkamah tersebut, didasarkan atas pemahaman bahwa demokrasi
tidak saja
didasarkan pergulatan kekuatan politik semata, namun lebih jauh
dari itu harus
dilaksanakan sesuai aturan hukum. Oleh karena itu setiap
keputusan yang
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4151
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
diperoleh karena suara terbanyak dapat dibatalkan oleh
pengadilan jika terbukti
menurut hukum dan keyakinan hakim terdapat pelanggaran terhadap
prinsip-
prinsip hukum yang dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan di
hadapan
pengadilan. Dengan demikian, menurut Mahkamah kewenangan
Mahkamah untuk
memutuskan dan mengadili hasil Pemilu tidak saja terbatas pada
penghitungan
suara yang dipersengketakan tetapi juga termasuk memutus dan
mengadili
pelanggaran yang terjadi yang dapat mempengaruhi perolehan suara
dalam
Pemilu. Kemudian dalam Putusan Nomor 45/PHPU.D-VIII/2010,
tanggal 7 Juli
2010, mempertimbangkan, antara lain, Terhadap
pelanggaran-pelanggaran
tersebut Mahkamah menilai telah terjadi pelanggaran secara
terstruktur, sistematis
dan masif. Hal itu terbukti karena tindakan tersebut telah
direncanakan sedemikian
rupa, terjadi secara meluas di seluruh Kabupaten Kotawaringin
Barat, serta
dilakukan secara terstruktur dari tingkatan paling atas yang
dimulai dari Pasangan
Calon, Tim Kampanye dan seluruh Tim Relawan sampai dengan
tingkatan paling
rendah di tingkat RT, sehingga mempengaruhi hasil akhir
perolehan suara bagi
masing-masing Pasangan Calon. Pada bagian lain putusan tersebut
yaitu pada
paragraf [3.27] Mahkamah juga mempertimbangkan, ...pelanggaran
sistematis
terjadi karena adanya pelanggaran money politic secara
terorganisasi, terstruktur
dan terencana dengan sangat baik sejak awal yaitu dengan
melakukan persiapan
pendanaan secara tidak wajar untuk membayar relawan, melakukan
rekrutmen
warga sebagai relawan yang dipersiapkan dengan organisasi yang
tersusun dari
tingkatan paling atas Pasangan Calon, Tim Kampanye sampai dengan
para
relawan di tingkat RT;.... Jenis dan modus pelanggaran yang sama
terjadi juga
pada perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten
Mandailing Natal,
sehingga Mahkamah menyimpulkan telah terjadi pelanggaran yang
bersifat
terstruktur, sistematis dan masif dalam proses pelaksanaan
pemilihan kepala
daerah Mandailing Natal, oleh karena itu Mahkamah memutuskan
membatalkan
hasil pemilihan umum dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum
untuk
melakukan pemungutan suara ulang (vide Putusan Mahkamah
Nomor
41/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 6 Juli 2010). Dalam Putusan Nomor
144/PHPU.D-
VIII/2010, tanggal 3 September 2010, dalam paragraf [3.32],
Mahkamah juga
mempertimbangkan, ... Pelanggaran sistematis terjadi karena
adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh Pihak Terkait dengan
memobilisasi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) secara terorganisasi, terstruktur, dan
terencana dengan sangat
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4152
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
baik sejak awal yaitu dengan melakukan persiapan dengan
melakukan pertemuan-
pertemuan yang melibatkan para Camat, Lurah, dan Kepala
Lingkungan se-Kota
Manado untuk mendukung Pihak Terkait menjadi pemenang dalam
Pemilukada
Kota Manado yang disertai intimidasi berupa pemecatan kepada
beberapa Kepala
Lingkungan dan karyawan Perusahaan Daerah Pasar Kota Manado yang
tidak
mau mendukung Pihak Terkait.... Pada berbagai putusan tersebut,
Mahkamah
juga menegaskan bahwa terpenuhinya unsur terstruktur,
sistematis, dan masif,
tidak harus terjadi di seluruh daerah pemilihan akan tetapi
cukup dibuktikan di
daerah-daerah tertentu dan tidak serta merta berakibat
dibatalkannya hasil
pemilihan umum. Mahkamah juga mempertimbangkan signifikansi
selisih peringkat
perolehan suara sehingga jika pun dilakukan pemungutan suara
ulang akan dapat
mengubah peringkat perolehan suara;
Berdasarkan pertimbangan dan kerangka berpikir tersebut,
selanjutnya
Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan sebagai
berikut:
Pengurangan Suara Pemohon dan Penambahan Suara Pihak Terkait
[3.21] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan pada pokoknya
bahwa
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang ditetapkan
Termohon adalah
salah, karena seharusnya jika Termohon jujur, mandiri dan tidak
memihak
Pasangan Calon Nomor Urut 2, maka perolehan suara yang benar
menurut Berita
Acara Formulir C-1 PPWP KPU, D-1 PPWP KPU, DA-1 PPWP KPU, DB-1
PPWP
KPU, DC1- PPWP KPU dan DD1- PPWP KPU sesuai bukti-bukti yang ada
pada
Pemohon berdasarkan Formulir C1-DA1-DB1 di seluruh provinsi dan
di seluruh
kabupaten/kota, hasil rekapitulasi perolehan suara versi Pemohon
ditemukan
adanya penambahan perolehan suara Pasangan Calon Presiden dan
Wakil
Presiden Nomor Urut 2 sebanyak 1,5 juta suara, dan ditemukan
adanya
pengurangan perolehan suara Pasangan Calon Nomor Urut 1 sebanyak
1,2 juta
suara yang terdapat di lebih kurang 155.000 TPS;
Untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda P-6 sampai dengan P-33;
Termohon membantah dalil permohonan tersebut dan pada
pokoknya
mengemukakan bahwa yang didalilkan Pemohon tersebut tidak jelas
dan kabur
(obscuur libel), seandainyapun benar dianggap telah terjadi
kesalahan hitung yang
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4153
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
mengakibatkan terjadi pengurangan perolehan suara Pemohon dan
terjadi
penambahan perolehan suara pada pasangan calon lain, quod non,
maka
Pemohon seharusnya menerangkan secara rinci dan jelas mengenai
terjadinya
kesalahan hitung dimaksud;
Untuk membuktikan bantahannya, Termohon mengajukan saksi
bernama
Awaludin, Agus Supriatna, Beatrix Wanane, Filep Wamafma, Evi
Novida Ginting
Manik, La Ode Abd. Nasir, Buchari Mahmud, dan Misnah M.
Atas;
Pihak Terkait juga membantah dalil Pemohon a quo pada
pokoknya
mengemukakan bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan sebaliknya
mengenai
angka perolehan suara yang berbeda dengan angka perolehan suara
yang
ditetapkan oleh Termohon;
Untuk membuktikan bantahannya, Pihak Terkait mengajukan
bukti
surat/tulisan yang diberi tanda PT-3.1 sampai dengan PT-3.11,
PT-3.13 sampai
dengan PT-3.17, PT-3.19 sampai dengan PT-3.24, dan PT-3.29,
serta saksi Didik
Prasetiono, Sukadar, Tarkit R. Dianto, Sunggul Sirait, Sahid,
Sugiyono,
M.S.Anang, Eliyas Juliyus Prima, Tariat, Supardi, Chairul
Ichsan, Wilson Panjaitan,
Johanes Cristopel Saduk, Damaryanti Nugraha Ningrum, saiful
Hadi, Hasrat
Lukman, Tamrin Surya Purnomo, Saiful Bahri, Suyatno, Yuten
Gurik, Herman
Yogobi, Yunawas Salawala, Naftalia Keiya, Marselino, Gabriel
Takimai, Jimmy
Demianus Ijie, Yurisman Laia, La Ode Ota, Djarat Sumarsono,
Mukhlis Mukhtar,
Dadang Mishal Yofhie Suud, Anton Bele, Samson Darmawan, dan La
Ode
Haimudin;
Terhadap dalil tersebut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon
tidak
menguraikan dengan jelas dan rinci pada tingkat mana dan dimana
terjadinya
kesalahan hasil penghitungan suara yang berakibat berkurangnya
perolehan suara
Pemohon dan bertambahnya perolehan suara Pihak Terkait. Pemohon
hanya
mendalilkan terjadi kesalahan hasil penghitungan suara yang
mengakibatkan
penambahan suara Pihak Terkait sebanyak 1,5 juta suara, dan
pengurangan
perolehan suara Pemohon sebanyak 1,2 juta suara yang terdapat di
lebih kurang
155.000 TPS. Selain itu, berdasarkan fakta yang terungkap dalam
persidangan
tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi
pengurangan
suara Pemohon dan penambahan suara Pihak Terkait seperti yang
didalilkan
Pemohon. Di samping itu, fakta persidangan juga membuktikan
bahwa tidak ada
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4154
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
saksi Pemohon yang mengajukan keberatan mengenai hasil
penghitungan suara
pada saat rekapitulasi penghitungan suara. Justru sebaliknya
keterangan saksi
yang diajukan oleh Termohon dan Pihak Terkait membuktikan bahwa
tidak ada
keberatan dari semua saksi pasangan calon dalam proses
rekapitulasi mengenai
perolehan suara (vide keterangan saksi Termohon, Awaludin, Agus
Supriatna,
Beatrix Wanane, Filep Wamafma, Evi Novida Ginting Manik, La Ode
Abd. Nasir,
Buchari Mahmud, dan Misnah M. Atas). Dengan demikian, menurut
Mahkamah
dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum;
Pengabaian DP4 Sebagai Sumber Penyusunan DPS dan DPT
[3.22] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan yang pada
pokoknya
Termohon telah melakukan perencanaan kecurangan secara
terstruktur,
sistematis, dan masif yaitu dengan cara mengabaikan DP4 (Data
Penduduk
Pemilih Potensial Pemilu) sebagai sumber penyusunan DPS (Daftar
Pemilih
Sementara) dan DPT (Daftar Pemilih Tetap), menambahkan jumlah
DPT dan
memodifikasi daftar pemilih, modifikasi logistik Pemilu, dan
celah keamanan
elektronik yang berdampak sistemik dalam sistem IT Termohon
sesuai prosedur
keamanan internasional yang menyebabkan terjadinya
kecurangan;
Untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda P.DPT-1 sampai dengan P.DPT-34,
dan ahli
bernama Dr. A. Rasyid Saleh, M.Si, dan Marwah Daud Ibrahim,
Ph.D;
Termohon membantah yang pada pokoknya bahwa proses
penyusunan
dan penetapan DPT pada setiap jenjang melibatkan Pengawas
Pemilu, Peserta
Pemilu, dan pemangku kepentingan lainnya. Pada tahap penyusunan
DPT,
peserta Pemilu diberikan kesempatan memberikan tanggapan dan
masukan untuk
penyempurnaan. Namun demikian, kesempatan tersebut tidak secara
maksimal
digunakan oleh peserta Pemilu, sehingga rekapitulasi tingkat
nasional tidak ada
keberatan terhadap hasil pemutakhiran data Pemilih;
Untuk membuktikan bantahannya, Termohon mengajukan alat
bukti
surat/tulisan yang diberi tanda bukti T.KPU-1 sampai dengan
T.KPU.5;
Bawaslu dalam keterangan tertulisnya menerangkan yang pada
pokoknya bahwa Pengawasan Penyusunan Data Pemilih dan Penetapan
Daftar
Pemilih dilakukan dengan upaya pencegahan pelanggaran berupa
instrumen
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4155
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
ataupun instruksi kepada jajaran Pengawas Pemilu untuk
mengawasi
pemutakhiran Daftar Pemilih mulai dari tingkat PPS hingga
Provinsi. Upaya
Pencegahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan meneliti dokumen
Daftar
Pemilih yang telah ditetapkan oleh KPU. Hasil analisis tersebut
kemudian
dituangkan dalam Rekomendasi apabila ditemukan adanya kekeliruan
dalam
Pemutakhiran data Pemilih Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2014.
Adapun terkait dengan penanganan pelanggaran dalam
penyelenggaraan tahapan
pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih Pemilu
Presiden dan
Wakil Presiden Tahun 2014, Bawaslu tidak menerima laporan
dugaan
pelanggaran;
Terhadap dalil mengenai pengabaian DP4 dalam penyusunan DPS
maupun DPT, setelah mempelajari secara seksama dalil Pemohon,
Termohon,
dan Pihak Terkait, berikut bukti dan keterangan ahli
masing-masing pihak, serta
keterangan Bawaslu, Mahkamah mempertimbangkan sebagai
berikut:
Bahwa DPT merupakan tahap akhir dari suatu proses yang terdiri
atas
tahap-tahap lain yang mendahuluinya. Dalam tahap-tahap tersebut
terdapat
kerangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan
yang relatif cukup bagi penyelenggara, dalam hal ini KPU dan
jajarannya secara
berjenjang sampai pada tingkat KPPS yang sangat dekat dengan
dinamika dan
mobilitas pemilih secara langsung dan peserta pemilihan umum,
dalam hal ini
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dan jajarannya, untuk
berinteraksi
dalam rangka memperoleh DPT secara objektif, sehingga dapat
diterima oleh
kedua pihak, baik penyelenggara maupun peserta Pemilu;
Bahwa DPT memang merupakan keputusan KPU sebagai
penyelenggara
yang berada pada puncak struktur, namun proses dari tahap-tahap
tersebut
bersifat bottom up dari struktur penyelenggara yang paling
bawah, kemudian
berlanjut tahap demi tahap sampai pada struktur yang tertinggi
dalam kerangka
waktu sebagaimana diuraikan di atas. Oleh struktur yang paling
atas itulah DPT
ditetapkan dan sebagai keputusan penyelenggara berlaku secara
hukum, baik
kepada penyelenggara maupun peserta Pemilu;
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka apabila ada
keberatan
mengenai DPT, seperti penambahan dan modifikasi jumlah pemilih
sebagaimana
didalilkan Pemohon, seharusnya permasalahan tersebut
diselesaikan oleh
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4156
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
penyelenggara dan peserta dalam kerangka waktu tersebut melalui
mekanisme
yang menurut hukum tersedia pada tahap-tahap sebagaimana
diuraikan di atas.
Terlebih lagi dalam soal ini terdapat struktur yang secara
internal penyelenggara
memiliki fungsi pengawasan, yakni Bawaslu dan jajarannya, dan
struktur yang
memiliki fungsi penyelesaian dalam bidang pelanggaran etik
penyelenggara, yakni
DKPP. Oleh karena itu dalil mengenai DPT tersebut manakala
locus-nya pada
TPS dan dalam tempus yang masih terdapat dalam kerangka waktu
sebagaimana
diuraikan di atas menjadi tidak relevan dan lebih tidak relevan
lagi manakala dalil
tersebut tempus-nya terjadi setelah ketetapan DPT oleh KPU,
karena penambahan
dan modifikasi daftar pemilih tersebut berkualifikasi sebagai
pelanggaran dalam
hukum pidana yang dalam penyelenggaraan Pemilu telah tersedia
Gakkumdu
untuk memprosesnya secara hukum. Menurut Mahkamah, berdasarkan
Pasal 29
ayat (1) UU 42/2008, penyusunan DPT Pilpres dilakukan oleh
Termohon
berdasarkan DPT Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
sebagai
Daftar Pemilih Sementara (DPS) sehingga ahli Pemohon yang
mempersoalkan
DPT Pilpres berdasarkan DP4 adalah tidak relevan untuk DPT
Pemilihan Presiden.
Seharusnya persoalan itu adalah persoalan yang sudah harus
selesai pada saat
Pemilihan Umum Anggota Lembaga Perwakilan. Selain itu, adalah
kewenangan
Termohon untuk melakukan pemutakhiran data DPS dalam jangka
waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29
ayat (2) UU
42/2008. Pada saat itu, para pihak dan masyarakat umum
berkesempatan untuk
memberikan masukan dan tanggapan;
Bahwa adapun dalil Pemohon khusus mengenai pengabaian DP4
dalam
penyusunan DPS dan DPT sebagaimana disebutkan dalam tabel
permohonan
(halaman 44), Pemohon tidak menjelaskan bagaimana pengabaian
tersebut
terjadi, karena Pemohon hanya menyebut angka DPSHP yang diunduh
dari laman
KPU dan angka penambahannya yang kemudian menjadi angka DPT
PILPRES.
Keterangan ahli Pemohon, Dr. A. Rasyid Saleh, M.S.i dan Marwah
Daud Ibrahim,
Ph.D., tidak menerangkan secara rinci dan jelas bagaimana hal
itu terjadi, karena
Rasyid Saleh hanya menerangkan belum terselenggaranya dengan
baik
administrasi kependudukan secara nasional dan Marwah Daud
Ibrahim hanya
menerangkan hasil analisa yang simpulnya terdapat pemilih yang
berdomisili di
suatu tempat tertentu memilih di tempat yang lain. Marwah Daud
Ibrahim juga
menerangkan dalam keterangan tertulisnya bahwa DPT hanya
merupakan modus
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4157
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
ketidakjujuran dan ketidakadilan berulang kali terjadi dan
bahkan menjadi sumber
manipulasi yang terencana, terstruktur, sistematis, dan masif,
untuk tujuan
kemenangan pasangan capres dan cawapres tertentu.
Penyelenggaraan Pilpres
hanya untuk mengarahkan kemenangan pasangan capres dan cawapres
tertentu.
Akan tetapi, ahli tersebut juga tidak dapat menerangkan apa
kaitan antara DPT
sebagai modus kecurangan, ketidakjujuran, dan ketidakadilan,
dengan kepastian
pemilih untuk memilih dan memenangkan pasangan tertentu. Menurut
Mahkamah,
seharusnya Pemohon melalui mekanisme yang tersedia melakukan
keberatan
dalam proses sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan di atas.
Dengan
demikian maka dalil a quo selain tidak jelas juga tidak sesuai
dengan waktu yang
ditentukan.
DPTb, DPK, dan DPKTb
[3.23] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan pada pokoknya
pelanggaran
tentang penyalahgunaan jalur DPKTb oleh Termohon terjadi dan
berlangsung di
berbagai daerah dengan fakta hukum sebagai berikut:
1) permasalahan mengenai DPKTb yang tidak sesuai dengan
Peraturan KPU
Nomor 9 Tahun 2014, karena banyak DPKTb dimanipulasi oleh
penyelenggara
bekerja sama dengan Pasangan Calon Nomor Urut 2; 2) Termohon
melakukan kecurangan dengan DPKTb yang menguntungkan
Pasangan Calon Nomor Urut 2 yang dilakukan dengan cara
menambah
DPKTb di basis-basis pendukung Pasangan Calon Nomor Urut 1
untuk
mengurangi jumlah selisih suara pemilih terhadap Pemohon
Sedangkan di
Basis pendukung Pasangan Calon Nomor Urut 2 penambahan DPKTb
sangat
rendah jumlahnya; 3) Bahwa daerah basis Pasangan Calon Nomor
Urut 2 yang tingkat partisipasi
dari pemilih pengguna DPKTb sangat rendah jumlahnya, antara lain
terjadi di
daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Papua; 4) Bahwa pada saat
hari pemungutan suara, pengguna hak pilih dalam Daftar
Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/Pengguna KTP atau identitas lain
atau
paspor lebih banyak dari DPKTb yang diatur oleh peraturan
perundang-
undangan yang jumlahnya meningkat sangat tidak wajar;
Untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-4.92.53
serta saksi-saksi,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4158
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
yaitu Muh. Soleh, A. Basuki Babus Salam, Purwanto, Achmad
Zakaria, Arif
Indrijanto, M. Rahmatullah Al Amin, Riyono S.Kel., Julisa
Ramadhan, Yudi Winoto,
Rudi Wahyono, Amir Darmanto, Iksan Maksum, Ahmad Ghufron,
Bendhot Widoyo,
Abdul Karim, Muhamad Nur Wahyudi, Slamet, Hendra Cipto, Anwar
Setiawan,
Muhamad Hizal Wijaya, Yan Sumarna, Maryono, Herika, Dwi
Heriyanto, Rahadi
Mulyanto, Salman Qadama S, Ahmad Baskam Muhammad, Chardi, Amir
Liputo,
Ahmad Wardoko, Joko Aryanto, Aziz Subekti, Ari Hadi Basuki
Wibowo, serta ahli
Dr. Margarito Kamis, S.H., M.H., Dr. A. Rasyid Saleh, M.Si., Dwi
Martono Arlianto,
dan Said Salahudin, S.H;
Termohon membantah yang pada pokoknya mengemukakan bahwa
dalil
Pemohon tidak berdasar dan tidak didukung oleh fakta sama
sekali. Jenis
pelanggaran yang didalilkan merupakan dalil yang tidak jelas
atau kabur karena
Pemohon dalam menentukan kriteria pelanggaran tersebut
didasarkan pada
kejanggalan-kejanggalan data. Pemohon tidak menguraikan secara
konkrit
kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh Termohon dan
tidak
menguraikan pengaruhnya terhadap perolehan suara Pemohon
dan/atau kerugian
Pemohon akibat kesalahan atau pelanggaran tersebut. Selain itu,
Pemohon juga
tidak menjelaskan pelanggaran tersebut dilakukan secara
terstruktur, sistematis,
dan masif sehingga berpengaruh pada perolehan suara;
Untuk membuktikan dalil bantahannya, Termohon mengajukan alat
bukti
surat/tulisan yang diberi tanda T-Aceh.Aceh Barat 1 sampai
dengan T.Papua-Kota
Jayapura 5, serta saksi bernama Rochani, Muhammad Syaiin, S.H.,
Edi Saiful
Anwar, Purnomo S. Pringgodigdo, Nanang Haronim, Yohanes Supeno,
Bawmar
Perianto Amron, Dahliah, Wahyu Dinata, Prianda Anatta, Khusairi,
Muhammad
Soleh, Arsan, Agus Sudono, Wage Wardana, Immawan Margono, Agus
Supriatna
Badrusalam, Ramelan, Samahu Muharam, Misnah M. Attas, Nuzul
Fitri, dan ahli
bernama Didik Supriyanto, S.IP. M.IP, Dr. Harjono, S.H., M.C.L,
Prof. Erman
Rajagukguk, S.H., L.LM., Ph.D., Ramlan Surbakti, M.A., Ph.D;
Pihak Terkait membantah yang pada pokoknya mengemukakan
Pemohon tidak mampu secara jelas dan rinci menguraikan di TPS
mana telah
terjadi mobilisasi pemilih yang menggunakan DPKTb sehingga
merugikan
perolehan suara Pemohon. Selain itu, ketentuan mengenai DPKTb
dilakukan oleh
Termohon selaku Penyelenggara Pemilu adalah untuk memberikan hak
pilih
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4159
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
kepada warga negara yang belum terdaftar dalam DPT sehingga
tidak dapat
dikatakan sebagai pelanggaran;
Untuk membuktikan bantahannya, Pihak Terkait mengajukan saksi
Didik
Prasetiyono, Sukadar, Elias Julius Prima,Wilson Panjaitan,
Johanes Kristopel
Saduk, Hasrat Lukman, Dwi Wahyu Budiantoro, Edwin Adrian Huwae,
Thamrin,
Surya Purnomo, Saiful Bahri, Suyatno, Drajat Sumarsono, Putu
Ariyasa, Mukhlis
Mukhtar, Jasman Abu Bakar, La Ode Haimudin, Ferry Mursyidan
Baldan, serta ahli
bernama Bambang Eka Cahya Widodo, M.A., dan Prof. Dr. Saldi
Isra, S.H., M.PA;
Bahwa Bawaslu dalam keterangan tertulisnya menerangkan yang
pada
pokoknya mengenai persoalan DPKTb yang banyak dipertanyakan di
dalam
persidangan, Bawaslu melihatnya dari sudut pandang bahwa
keberadaan DPKTb
merupakan terobosan baru untuk melindungi hak warga negara.
Karena data
daftar pemilih tetap yang disusun tidak mengakomodasi seluruh
warga negara
yang telah memenuhi syarat untuk dapat menggunakan hak pilihnya.
Sehingga
tidak mungkin apabilah ada warga negara yang datang ke TPS untuk
memberikan
hak pilihnya tidak diberikan kesempatan untuk menggunakan
hak
konstitusionalnya. Apalagi sebelumnya pada saat pelaksanaan
pemilihan umum
legislatif telah diberikan kesempatan untuk memilih;
Bahwa jumlah pemilih DPKTb yang jumlahnya banyak juga
dipengaruhi
karena adanya re-grouping pemilih saat pemilihan legislatif,
sehingga pada saat
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilih yang tadinya
terdaftar di TPS yang
baru tidak memilih di TPSnya terdaftar, tetapi tetap memilih di
TPS yang lama
dengan mempergunakan KTP/KK. Meningkatnya jumlah pemilih DPKTb
bukan
karena manipulasi, jika dilihat dari sisi presentasenya. Selain
itu, Bawaslu tidak
pernah menerima laporan manipulasi terkait dengan pemilih yang
masuk dalam
kategori dalam DPKTb.
Terhadap dalil mengenai DPTb, DPK, dan DPKTb, Mahkamah akan
mempertimbangkan sebagai berikut:
Bahwa Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Segala warga
negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Di
dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang mengelaborasi
ketentuan Pasal 1
UUD 1945 yang menetapkan bahwa Indonesia adalah negara
demokrasi
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4160
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
berdasarkan atas hukum atau negara demokrasi konstitusional.
Sebagai negara
demokrasi konstitusional pasal tersebut secara konstitusional
menentukan, antara
lain, bahwa warga negara memiliki hak berkedudukan yang sama di
dalam
pemerintahan. Hak tersebut secara teknis adalah hak untuk
memilih dan dipilih
untuk duduk di dalam pemerintahan. Terkait dengan Pemilu Pasal
22E UUD 1945
menentukan, hak memilih warga negara tersebut harus dilaksanakan
berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk
memilih anggota
lembaga perwakilan dan memilih orang yang akan menduduki
jabatan
kepresidenan. Untuk pelaksanaan hak warga negara tersebut negara
bertugas
menyelenggarakan dengan membentuk KPU. Berdasarkan ketentuan
konstitusional tersebut maka warga negara memiliki hak
konstitusional untuk
melaksanakan pemilihan, negara bertugas menyelenggarakan
pemilihan, dalam
hal ini Pemilu. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum,
untuk
penyelenggaraan Pemilu tersebut juga harus diatur oleh hukum,
dalam hal ini
dengan peraturan perundang-undangan yang harus dibentuk secara
demokratis
dan mengikat secara hukum, baik terhadap penyelenggara negara
maupun warga
negara;
Bahwa salah satu ketentuan hukum yang mengatur tentang Pemilu
adalah
negara berkewajiban untuk menetapkan DPT dan warga negara berhak
untuk
didaftar dalam DPT tersebut dalam rangka pelaksanaannya.
Berdasarkan
definisinya, secara hukum dan administratif warga negara yang
dapat memilih
adalah yang terdaftar dalam DPT. Permasalahannya adalah
bagaimana dengan
warga negara yang secara hukum telah memenuhi syarat untuk
memilih, tetapi
tidak terdaftar dalam DPT;
Bahwa untuk menjawab permasalahan tersebut Mahkamah perlu
merujuk
Putusan Mahkamah Nomor 102/PUU-VII/2009, tanggal 6 Juli 2009,
yang telah
mengkonstatasi fakta dalam permasalahan DPT tersebut dan
menentukan solusi
hukumnya. Mahkamah dalam pertimbangan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor
102/PUU-VII/2009, bertanggal 6 Juli 2009, menyatakan ... hak
konstitusional
warga negara untuk memilih dan dipilih (rights to vote and right
to be candidate)
adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, dan
konvensi
internasional, sehingga pembatasan, penyimpangan, peniadaan,
dan
penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak
asasi dari
warga negara. ... ketentuan yang mengharuskan seorang warga
negara terdaftar
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan
sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta
10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email:
[email protected]
-
4161
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman :
www.mahkamahkonstitusi.go.id
sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) lebih merupakan
prosedur
administratif dan tidak boleh menegasikan hal-hal yang bersifat
substansial yaitu
hak warga negara untuk memilih (right to vote) dalam pemilihan
umum. Oleh
karena itu, Mahkamah berpendapat diperlukan adanya solusi untuk
melengkapi
DPT yang sudah ada sehingga penggunaan hak pilih warga negara
tidak
terhalangi ...;
Berdasarkan ketentuan konstitusional dan pertimbangan hukum
Mahkamah
sebagaimana diuraikan di atas maka permasalahan berikutnya yang
harus dijawab
adalah bagaimana penilaian hukum Mahkamah terhadap DPTb, DPK,
dan DPKTb
yang diatur oleh KPU dan dilaksanakan dalam Pemilu tahun 2014
ini, khususnya
Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Untuk
menjawab
permasalahan tersebut Mahkamah akan mempertimbangkan apakah KPU
memiliki
kewenangan secara hukum untuk membentuk Peraturan Komisi
Pemilihan Umum
(PKPU), apakah DPTb, DPK, dan DPKTb secara materiil bertentangan
dengan
hukum atau konstitusi, dan apakah dalam implementasinya telah
disosialisasikan
kepada masyarakat, khususnya pihak-pihak yang berkepentingan,
serta apakah
DPTb, DPK, dan DPKTb nyata-nyata disalahgunakan sebagai
instrumen untuk
pemenangan salah satu pasangan calon;
Bahwa untuk menjawab permasalahan kewenangan KPU membentuk
peraturan penyelenggaraan Pemilu