KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG MAKALAH ANALISIS KONFLIK DAN PEMILIHAN SERTA PERANAN MEDIATOR DALAM PERANG SUKU DI KWAMKI LAMA TIMIKA PAPUA TAHUN 2012 Diajukan oleh: A. Tri Abdiawan Amir NPM: 114060017969
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIABADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARATANGERANG
MAKALAH
ANALISIS KONFLIK DAN PEMILIHAN SERTA PERANAN MEDIATOR DALAM PERANG SUKU DI KWAMKI LAMA
TIMIKA PAPUA TAHUN 2012
Diajukan oleh:
A. Tri Abdiawan Amir NPM: 114060017969
Mahasiswa Program Diploma IV Akuntasi Reguler
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Peranan Mediator dalam Perang Suku di
Timika Papua” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan mata kuliah Seminar Kepemimpinan dan Negosiasi Program Diploma
IV Semester VIII Akuntansi Sekolah Tinggi Akuntanssi Negara.
Makalah ini berusaha untuk memberikan sumbangan pemikiran sederhanadalam
membantu menyelesaikan perang suku yang terjadi di Timika Papua dengan analisis
konflik dan pemilihan mediator seperti apa yang paling tepat dan bagaimana
peranannya dalam penyelesaian perang suku tersebut. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan YME
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN............................................3
A. Situasi Konflik......................................................................................3
B. Pihak dalam Situasi Konflik.................................................................4
C. Mediasi..................................................................................................5
D. Wheel of Conflict...................................................................................6
E. Analisis Konflik....................................................................................8
F. Pemilihan Mediator.............................................................................15
G. Peran Mediator....................................................................................16
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Peristiwa dan Kronologis..............................................................................9
Tabel 2.2 Hubungan Antar Pihak................................................................................14
Tabel 2.3 Posisi Mediator...........................................................................................15
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Jumlah Korban Kekerasan.....................................................................10
Gambar 2.2 Circle of Conflict.....................................................................................11
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Jenis-jenis Mediator
Lampiran I. Pemetaan Peran Aktor Konflik dan Aktor Mediasi
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika disebutkan perang suku yang terlintas dipikiran kita adalah bentrok
antar dua suku yang dilakukan dengan senjata adat, panah, bambu runcing dan
sebagainya yang erat kaitannya dengan persoalan religi, tanah ulayat, tempat sakral
dan harga diri suku. Seperti itulah yang terjadi di papua saat ini.
Perang suku di Papua sudah berlangsung sejak dulu, adapun penyebabnya
antara lain uang harta kawin yang tidak dilunaskan yang mengakibatkan perampasan
wanita, korban perang yang tidak dibayarkan oleh pihak lawan, dan pelanggaran batas
kawasan ketika seseorang/kelompok masyarakat berburu pada daerah yang bukan
miliknya. Perang suku yang terbesar pernah terjadi di papua pada tahun 1952-1953
antara Keret Ketagame dari kelompok Ninume melawan Keret Kemong di pihak
Odimangau. Namun perang ini berhasil dihentikan oleh Pastor M. Kamerer dan Guru
Moses Kilangin tokoh pendidikan asal suku Amungme.
Perang suku yang paling baru terjadi dan sampai sekarang masih berlangsung
adalah perang suku antar kelompok atas dan kelompok bawah di wilayah Kwamki
1
Lama, Timika, Papua. Selama perang suku berlangsung upaya perdamaian terus
dilakukan kedua belah pihak melalui negosiasi, akan tetapi selalu saja pertikaian
kembali memanas, terpicu tidak dipatuhinya kesepakatan dan kembali jatuhnya
korban di salah satu pihak. Kedua pihak merasa bahwa perdamaian dapat tercipta
apabila ada penengah. Sekelompok masyarakat dari kedua belah pihak pernah
melakukan demonstratsi ke kantor DPRD Timika karena jenuh dengan perang yang
berlangsung, hingga sempat mengancam untuk membakar kantor karena tidak adanya
anggota DPRD yang mau menemui. Masyarakat Timika juga menuntut Bupati untuk
diadakannya rapat Muspida membahas perihal tersebut. Beberapa pihak pun mencoba
untuk menengahi, mulai dari upaya tokoh masyarakat dari suku yang bertikai, gereja,
tokoh agama, dan aparat keamanan setempat.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari karya tulis ini adalah untuk memberikan
sumbangan pemikiran sederhana dalam membantu menyelesaikan perang suku yang
berlangsung di Kwamki Lama Timika Papua tahun 2012 dengan menggunakan
analisis konflik dan pemilihan mediator seperti apa yang paling tepat serta bagaimana
peranan yang sebaiknya dilakukan.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Situasi Konflik
Perang suku pada di Kwamki Lama bukan merupakan konflik yang baru
terjadi melainkan buntut dari konflik-konflik sebelumnya yang telah menjadi dendam
masing-masing suku untuk saling balas serangan. Menurut Demi Nikus Bebari (2008)
dalam hipotesanya dari telaah terhadap sejarah konflik di Kabupaten Timika Papua,
dapat diambil kesimpulan sementara, bahwa di Kabupaten Timika dan Papua sangat
rentan terhadap konflik yang diakibatkan oleh:
1. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik secara kualitas maupun
kuantitas.
2. Kekurangan dukungan infrastruktur, energi dan telekomunikasi.
3. Lemahnya dukungan kelembagaan (sistem organisasi dan management) dan
kepemimpinan (leadership) yang memadai.
4. Penerapan sistem sentralisasi dan pendekatan pembangunan top down telah
menciptakan ketergantungan yang sangat tinggi kepada pemerintah yang berakibat
melemahnya partisipasi aktif masyarakat terhadap proses pembangunan.
5. Hak-hak masyarakat tidak terlindungi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah,
sehingga sumber daya alam milik rakyat hanya dikelola oleh sekolompok orang
3
4
yang tidak memberi dukungan kepada rakyat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraannya.
6. Tidak ada pemberdayaan terhadap kepemimpinan organisasi kemasyarakatan,
sehingga hak-hak dasar masyarakat tertindas.
Suku yang ikut dalam perang suku tahun 2012 ini adalah kelompok atas terdiri
dari suku Dani yang dipimpin oleh Hosea Ongomang dan kelompok bawah yang
terdiri dari suku Amungme yang dipimpin oleh Atinus Komangal.
B. Pihak dalam Situasi Konflik
Dengan menggunakan telaah dokumentasi pada media elektronik dan
penelitian pustaka pada media cetak yang terbit terkait dengan konflik ini, maka
konflik tahun 2012 ini mengikutkan beberapa pihak yang mempunyai keterkaitan baik
secara wilayah maupun politik, antara lain:
1. Suku Amungme, Kelompok Bawah;
2. Suku Dani, Kelompok Atas;
3. Pemerintah Daerah;
4. Kepolisian dan TNI (Aparat keamanan setempat);
5. Gereja;
6. Surat kabar dan LSM.
Semua pihak tersebut bertanggung jawab untuk terwujudnya perdamaian atas
konflik perang suku tahun 2012 ini.
5
C. Mediasi
Mediasi menurut Gatot P. Soemartono (2006) adalah upaya penyelesaian
konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan
mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai
penyelesaian yang diterima oleh kedua belah pihak. Adapun pengertian mediasi
menurut Kamus Collin dan Oxford adalah aktifitas untuk menjembatani dua pihak
yang bersengketa untuk menghasilkan kesepakatan.
Pihak ketiga yang terlibat dalam penyelesaian konflik dengan mediasi disebut
mediator. Terdapat perilaku yang harus dilakukan oleh mediator menurut Wikipedia
yang pertama adalah problem solving atau integrasi, yaitu usaha menemukan jalan
keluar “win-win solution”. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan
menerapkan pendekatan ini bila mereka memiliki perhatian yang besar terhadap
aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-
menang sangat mungkin dicapai.
Perilaku kedua adalah kompensasi atau usaha mengajak pihak-pihak yang
bertikai supaya membuat konsesi atau mencapai kesepakatan dengan menjanjikan
mereka imbalan atau keuntungan. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator
akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang besar terhadap
aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-
menang sulit dicapai.
Perilaku yang ketiga adalah tekanan, yaitu tindakan memaksa pihak-pihak
yang bertikai supaya membuat konsesi atau sepakat dengan memberikan hukuman
atau ancaman hukuman. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan
6
menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang sedikit terhadap
aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa kesepakatan menang-
menang sulit dicapai.
Dan perilaku yang terakhir adalah diam atau inaction, yaitu ketika mediator
secara sengaja membiarkan pihak-pihak yang bertikai menangani konflik mereka
sendiri. Mediator diduga akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki
perhatian yang sedikit terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap
bahwa kemungkinan mencapai kesepakatan “win-win solution”.
Adapun jenis-jenis mediator menurut Wirawan (2010), dengan penjelasan
yang lebih detailnya ada pada lampiran I, yaitu :
1. Mediator jaringan sosial.
2. Mediator otoritatif.
a. Mediator Bijak
b. Mediator Administratif
c. Mediator Kepentingan tetap
3. Mediator Independen.
D. Wheel of Conflict
Wheel of Conflict adalah konsep mediasi konflik yang dikembangkan oleh
Christopher Moore. Wheel of Conflict menggambarkan bermacam-macam hal yang
berkontribusi dalam kemunculan, kelangsungan, dan memburuknya konflik dan
sengketa. Terdapat lima elemen dalam Wheel of Conflict , yaitu:
7
1. Struktur. Pertimbangkan bagaimana dinamika antara berbagai partisipan yang ada
(atasan/pekerja) menciptakan atau berkontribusi terhadap munculnya konflik.
Selain itu, sub-sub elemen yang dapat dimasukkan dalam elemen ini antara lain
jangka waktu (yang tidak cukup) atau akses atau kontrol terhadap sumber daya
yang tidak seimbang.
2. Emosi. Jangan mengabaikan emosi sendiri ataupun orang lain. meskipun
demikian, jika tidak terkontrol, emosi dapat dengan mudahnya menciptakan
konflik dan sengketa.
3. Masa Lalu. Hubungan dan pengalaman masa lalu antara dua orang yang terlibat
dalam konflik / sengketa dapat menyebabkan salah satu dari mereka membuat
asumsi negatif mengenai yang lainnya sebelum mereka kembali terlibat satu sama
lain.
4. Komunikasi. Perhatikan pemilihan kata-kata yang digunakan dan bagaimana kata-
kata tersebut diucapkan. Perhatikan berbagai isyarat dan elemen komunikasi
nonverbal yang ada. Pernyataan positif dengan bahasa tubuh yang tidak selaras
sering menyebabkan orang untuk lebih percaya komunikasi nonverbal ketimbang
komunikasi verbal.
5. Nilai. Orang yang berbeda memiliki keinginan, kebutuhan, dan tujuan yang
berbeda. Mengasumsikan orang lain, bahkan dari perspektif berpikir bahwa
asumsi tersebut adalah suatu tawaran positif atau pendekatan yang kolaboratif,
dapat menyebabkan respon negatif jika nilai-nilai, ideologi, atau kepercayaan
yang berbeda dengan orang tersebut.
8
E. Analisis Konflik
Analisis merupakan proses untuk mengkaji dan memahami realitas konflik
dari berbagai perspektif yang beragam. Di sisi lain analisis konflik bisa dijadikan
dasar pijakan dalam pengembangan strategi dan rencana aksi. Konflik bila diibaratkan
sebagai suatu penyakit maka untuk mengkajinya diperlukan proses prognosis,
diagnosis, dan treatment. Proses analisis konflik harus dilakukan karena begitu
banyak persepsi yang berbeda sehingga dibutuhkan common perception selain itu
dengan analisis konflik kita dapat mengelompokkan konflik tersebut.
Adapun analisis konflik mempunyai kegunaan untuk memberikan pemahaman
tentang latar belakang dan sejarah situasi konflik dan peristiwa terkini,
mengidentifikasi semua kelompok yang relevan (mana kelompok-kelompok yang bisa
diajak bersekutu, mana yang tidak), memahami perspektif dari semua kelompok atau
pihak yang berbeda dan untuk mengetahui lebih luas hubungan mereka satu dengan
yang lain, dan mengetahui faktor yang mendukung dan menopang konflik.
Analisis konflik suku di Kwamki Lama, Timika, Papua akan dilakukan
dengan cara Timelines, Circle Of conflict, dan Conflict Mapping.
1. Timelines
Analisis terhadap konflik dilakukan dengan menggambarkan kejadian-
kejadian secara kronologis suatu peristiwa terkait dengan dua pihak yang berkonflik.
Adapun peristiwa tersebut memiliki keterkaitan pada konflik yang sekarang sedang
berlangsung. Analisis terhadap konflik atas perang suku antar kelompok atas dan
kelompok bawah di wilayah Kwamki Lama Timika Papua terkait kronologis
peristiwanya dapat dilihat pada tabel 2.1 dan untuk mengetahui grafik timeline
9
mengenai tingkat kekerasan yang diukur dengan jumlah korban yang jatuh akibat
konflik tersebut dapat diketahui melalui gambar 2.1 .
Tabel 2.1
Peristiwa dan KronologisNo Peristiwa Waktu Sebab Akibat Hasil1 Penganiayaan
dan pembunuhan 24 – 25 Juli 2012
Dendam suku yang berkepanjangan atas perang suku sebelumnya.
Dua warga Suku Dani/Nduga asal Sugapa yang bermukim di Karang Senang-SP3, Yanuari Mbisikmbo dan anaknya Ike Mbisikmbo tewas dipanah dan dianiaya oleh sekelompok orang tak dikenal.
Pembalasan oleh suku Dani/Nduga ke pasar kwamki yang memakan korban kerusakan benda empat unit rumah dan sebuah kios milik warga karena terbakar
2 Penangkapan oleh Kepolisian terhadap warga yang membawa panah
01 Agustus 2012
Warga yang bertikai sudah diberi kesempatan, tetapi kelompok yang bertikai justru mencari warga lain yang tidak terlibat perang dan membunuhnya
Jatuhnya korban yang bukan dari pihak yang bertikai. 4 Korban terluka diantaranya 2 orang pendeta dan seorang anak wanita pendeta meninggal
Memeriksa 169 warga dan menangkap 20 warga kedua suku yang bertikai, dan Perintah tembak ditempat.
3 Penganiayaan , pembunuhan dan penangkapan oleh aparat.
04 September 2012
Dendam suku yang berkepanjangan atas perang suku sebelumnya.
Serangan panah yang menewaskan Seki Tabuni dan Nius Tabuni dari suku Dani/Nduga di kampung Amole Kwamki Lama.
Penangkapan 25 orang dan penyisiran wilayah kampung oleh Polisi dan TNI.
4 Penganiayaan dan pembunuhan
01-03 Oktober 2012
Dendam suku yang berkepanjangan atas perang suku sebelumnya.
Penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya Hendrikus Beanal oleh oknum suku Nduga/Dani di kampung amole
Pembalasan oleh suku Amungme yang menewaskan Pendius Tabuni di jl. Cendrawasih Timika
Grafik timeline tingkat kekerasan yang ada pada gambar 2.1 dibuat
berdasarkan tabel 2.1 mengenai peristiwa dan kronologis sebagai alat analisis konflik.
Angka pada gambar 2.1 menggambarkan tingkat kekerasan yang terjadi yang berkisar
dari nilai 4 yaitu tingkat kekerasan paling tinggi, terjadi perang suku hingga ada jatuh
10
korban jiwa, nilai 3 tingkat kekerasan tinggi, terjadi penyerangan salah satu pihak
yang menyebabkan kerugian material, nilai 2 tingkat kekerasan sedang, adanya
serangan dari salah satu pihak namun tidak ada kerugian apapun, nilai 1 tingkat
kekerasan nihil, dimana tidak terjadi kekerasan apapun akan tetapi konflik masih
berlangsung, dan nilai 0 apabila konflik sudah tidak terjadi lagi. Pada gambar 2.1
terlihat adanya penurunan tingkat kekerasan yang signifikan pada akhir Agustus dan
September. Hal ini berkaitan dengan tindakan represif Polisi dan TNI selaku aparat
pengamanan yang melakukan penangkapan dan penghentian perang suku dengan
tembakan.
Gambar 2.1
Tingkat Kekerasan
Juli Agustus September Oktober0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Kekerasan
2. Circle of Conflict.
Lingkaran konflik adalah analisis yang berusaha mengelompokkan bentuk dari
konflik yang terjadi. Terkadang juga disebut analisis bunga matahari oleh sebagian
11
literatur. Lingkaran konflik menurut Stephen Kotev ini secara garis besar
membaginya menjadi lima yaitu; hubungan, data, struktural, nilai-nilai, dan
kepentingan seperti pada gambar 2.2.
Dalam permasalahan hubungan, kriteria yang dibahas yakni:
a. Emosi yang kuat.
b. Mispersepsi atau stereotipe.
c. Komunikasi yang buruk/keliru.
d. Perilaku negatif yang diulang-ulang.
Gambar 2.2
Circle of Conflict
Sumber: Kotev, Stephen. An Overview The Circle of Conflict, 2012.
Kriteria-kriteria tersebut, sesuai dengan keadaan konflik yang terjadi. Adanya
ikatan emosi yang kuat antar suku yang sama, terdapat dendam yang berkepanjangan
dari peristiwa yang terdahulu pada kelompok lawan, mudah terprovokasi oleh pihak
lain untuk melakukan balasan padahal serangan bukan dari pihak lawan diakibatkan
12
komunikasi buruk/keliru. Kejadian saling serang dan saling balas terus berlangsung
meskipun hal tersebut buruk bagi semua pihak.
Dalam permasalahan data, kriteria-kriteria yang dibahas adalah mengenai:
a. Kurangnya informasi.
b. Perbedaan pandangan tentang apa yang dibutuhkan.
c. Perbedaan interpretasi.
Kriteria-kriteria tersebut tidak selalu terjadi pada konflik yang ada. Kesamaan
banyaknya informasi yang diterima kedua kelompok. Kesamaan tempat tinggal dan
kesamaan kebiasaan masyarakat juga menghilangkan perbedaan interpretasi.
Dalam permasalahan struktural, kriteria yang dibahas adalah mengenai:
a. Sumber daya.
b. Waktu.
c. Faktor geografis.
d. Kekuatan/kewenangan.
e. Pengambilan keputusan.
Tidak terdapat permasalahan struktural pada konflik yang terjadi. Kedua pihak
berada dalam wilayah yang sama, dengan sumber daya yang sama, kemudian
dipimpin oleh kepala daerah yang sama, kekuatan yang cukup berimbang, akan tetapi
terdapat pengambilan keputusan yang masing-masing dilakukan oleh kelompok.
Dalam permasalahan nilai, kriteria-kriteria yang dibahas adalah:
a. Nilai sehari-hari
b. Adat kebiasaan.
c. Ideologi.
13
Kedua kelompok berasal dari dua suku yang berbeda, akan tetapi tidak
memiliki perbedaan nilai kehidupan yang berarti. Nilai adat budaya hampir sama dan
ideologi yang juga sama.
Dalam permasalahan kepentingan, kriteria-kriteria yang menentukan adalah:
a. Pemuasan kebutuhan dan cara memenuhinya.
b. Mengorbankan orang lain.
c. Persaingan tidak sehat (politik, sosial, budaya).
Konflik ini terjadi tentu karena ada kepentingan didalamnya, akan tetapi
kepentingan yang tidak seperti pada kriteria diatas. Posisi kelompok yang sejajar dan
sumber daya yang cukup untuk kedua pihak. Kepentingan yang ada adalah
kepentingan untuk meminta ganti atas jatuhnya korban pada salah satu pihak. Pihak
korban akan merasa impas apabila kepala diganti dengan kepala atau dibayar ganti
ruginya sesuai permintaan keluarga korban.
Jika kita melihat dari penjelasan masing-masing kriteria untuk kelompok
permasalahan diatas maka dapat disimpulkan bahwa konflik yang sekarang
berlangsung adalah sebagian besar konflik hubungan yang bercampur dengan konflik
kepentingan.
3. Conflict Mapping.
Teknik visual untuk menggambarkan hubungan antar kelompok dalam
konflik. Dengan teknik ini bisa digunakan untuk memahami situasi secara lebih baik,
bagaimana hubungan antar pihak yang berkonflik, memperjelas letak kekuatan,
melihat siapa yang menjadi sekutu atau potensial menjadi sekutu, mengenali
kemungkinan intervensi dan mengevaluasi apa yang sudah dilakukan.
14
a. Hubungan antar pihak.
Adapun hubungan pihak-pihak yang berkaitan dengan konflik yang berlangsung
dapat kita lihat pada tabel 2.2 . Nilai (+) berarti hubungan kedua pihak postif,
saling suportif dan tidak bertikai, nilai (-) berarti hubungan kedua pihak negatif,
bertikai atau tidak saling mendengarkan, sedangkan nilai (-/+) hubungan kedua
pihak dapat kondusif dan terkadang bertikai, sangat tergantung pada kondisi.
Asumsi konflik yang terjadi saat ini sesuai dengan fakta lapangan, sehingga untuk
mempermudah penilaian maka nilai (-/+) ditiadakan.
Penilaian dilakukan dengan telaah dokumentasi pada media elektronik dan
penelitian pustaka pada media cetak yang terbit terkait dengan konflik ini.
……….
Tabel 2.2
Hubungan Antar Pihak
Nama Hubungan
Suku Amungme
Suku Dani/Nduga
Pemerintah Daerah
Kepolisian dan TNI
Gereja Surat Kabar Media/LSM
Suku Amungme - - + + +
Suku Dani/Nduga
- - + + +
Pemerintah Daerah - - + + -
Kepolisian dan TNI + + + + -
Gereja + + + + +
Surat Kabar Media / LSM
+ + - - +
b. Pemetaan peran masing-masing pihak dalam konflik.
15
Setiap pihak yang berkaitan dengan konflik yang berlangsung tentunya
mempunyai peran masing-masing. Secara sederhana dibagi menjadi dua
kelompok yaitu berperan sebagai aktor konflik dan berperan sebagai aktor damai,
secara jelas tampak pada lampiran 2.
Adapun yang berperan sebagai aktor konflik adalah kelompok atas (suku
Dani/Nduga) yang dipimpin oleh Hosea Ongomang dan kelompok bawah (suku
Amungme) yang yang dipimpin oleh Atinus Komangal. Sedangkan aktor damai
adalah Pemda, Kepolisian & TNI, Gereja, LSM, Surat Kabar Media.
F. Pemilihan Mediator
Melihat hasil dari analisis konflik dan telaah lainnya maka yang paling tepat
menjadi mediator adalah Kepolisian dan TNI. Kepolisian dan TNI yang mempunyai
hubungan positif dengan pihak yang berkonflik karena posisinya sebagai aparat
keamanan di wilayah konflik, mampu memberikan jaminan keberlangsungan
kesepakatan yang akan diambil. Jenis mediator otoritatif administratif mampu
memberikan bukan hanya solusi kesepakatan melainkan juga pengawasan serta
tekanan kepada pihak yang keluar dari kesepahaman yang telah disepakati sebagai
solusi. Pada tabel 2.3 dapat dilihat mengenai posisi mediator serta perilaku mediasi
yang sesuai dengan peranannya.
Tabel 2.3
Posisi Mediator
16
Perang suku sebagai Konflik hubungan dan kepentingan
Jenis mediator Perilaku yang sesuai
Hubungan dengan pihak yang berkonflik
Pemda Otoritatif Bijak Problem Solver dan Kompensasi
Negatif
Kepolisian dan TNI Otoritatif Administratif
Problem Solver, Tekanan dan Inaction
Positif
Gereja Mediator Jaringan sosial
Inaction Positif
Media / LSM Mediator Independen
Problem solver dan Inaction
Positif
Selain itu fungsi Kepolisian dan TNI sebagai aparat penegak hukum juga
semakin memperkuat posisi sebagai mediator yang tepat. Hal ini dapat kita lihat dari
analisis konflik yang memperlihatkan bahwa konflik terpicu oleh jatuhnya korban
yang jauh dari wilayah konflik. Kepolisian dan TNI harus menjamin penegakan
hukum dilakukan atas tindak pidana kekerasan yang terjadi diluar konflik agar tidak
semakin memperkeruh suasana konflik.
G. Peran Mediator
Kepolisian dan TNI diharapkan dapat berperan sebagai mediator yang mampu
memberikan jalan keluar atas konflik yang sedang berlangsung. Terdapat beberapa
hal hasil dari analisis konflik, dapat kita jadikan pertimbangan antara lain :
1. Situasional.
a. Pihak yang berkonflik masih sangat menjunjung tinggi adat dan nilai budaya
mereka.
b. Adanya dendam lama yang gampang tersulut.
17
c. Masyarakat menghargai tokoh-tokoh masyarakat di wilayah tersebut termasuk
Gereja.
d. Ketidakpercayaan dan ketidaksenangan masyarakat pada Bupati Mimika,
Klemen Tinal.
e. Media informasi/Koran memegang peran penting dalam beredarnya informasi
bagi kedua belah pihak.
2. Conditional.
a. Seringnya terjadi tindakan kekerasan di papua yang menjadi pemicu kedua
pihak.
b. Berdasar sejarah, penangkapan yang dilakukan kepada pemimpin perang
masing-masing suku oleh kepolisian dan TNI efektif menurunkan tensi
konflik.
c. Penangkapan terhadap seluruh pihak yang berperang tidak berujung
penyelesaian masalah, karena tidak akan ada yang akan menanggung ganti
rugi.
d. Kedua belah pihak menginginkan perdamaian dan ketenangan asalkan terjadi
ganti rugi.
e. Kurangnya partisipasi Pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik,
Bupati Klemen Tinal tidak pernah hadir dalam rapat penyelesaian konflik.
3. Timing
a. Konflik yang berlangsung berawal dari bulan Juli 2012 hingga sekarang
b. Sempat terjadi kesepakatan damai antar kedua belah pihak dengan upacara
bakar batu pada tanggal 17 September 2012, karena pada saat itu menurut
18
perhitungan kedua belah pihak jatuh korban yang sama.
c. Pada hari minggu, perang suku dilarang, merupakan aturan kedua suku.
Dari beberapa pertimbangan diatas. Mediator dapat menggunakan beberapa
isu untuk menjadi usulan solusi penyelesaian konflik, antara lain:
1. Mediator dibantu oleh pihak lain menyediakan ganti rugi bagi korban dari kedua
belah pihak. (Pelaksana Pemerintah daerah).
2. Mediator menjamin keamanan bagi kedua belah pihak. (Kepolisian dan TNI).
3. Segala macam bentuk kekerasan setelah berlangsungnya kesepakatan adalah
tindakan pidana dan menjadi urusan aparat keamanan dengan jaminan pemimpin
perang masing-masing kelompok, serta tidak membenarkan adanya pembalasan
oleh pihak yang lain. (Kepolisian dan TNI).
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh mediator pada saat memulai
mediasi sesuai dengan konsep wheel of conflict yang dipadukan dengan analisis
konflik yang telah dilakukan sebelumnya yaitu :
1. Struktur.
Pertimbangkan untuk menyadarkan dan mengajak pihak pemerintah daerah
untuk turut serta membantu penyelesaian konflik, dengan menyediakan bantuan ganti
rugi. Selain itu terdapat juga pihak Muspida yang berisi tokoh masyarakat dan dapat
diminta bantuannya untuk meredam isu-isu yang dapat memicu perang suku.
2. Emosi.
Kepolisian dan TNI sebagai mediator tidak boleh bertindak gegabah dalam
mengambil tindakan pengamanan. Penangkapan terhadap ratusan warga yang ikut
19
serta dalam perang dinilai tidak efektif dan menyelesaikan masalah, karena sebagian
besar dari mereka hanya ikut-ikutan dalam konflik ini.
3. Masa Lalu.
Dendam perang suku yang sebelumnya memang sulit dihilangkan, akan tetapi
bukan berarti tidak ada jalan keluar. Mediator akan berusaha menfasilitasi serta
memberikan bantuan dengan mengajak semua tokoh masyarakat kedua kelompok
untuk saling memaafkan. Selain itu mengajak untuk membuat akulturasi budaya serta
menanamkan pola pikir baru kepada masyarakat khususnya anak muda bahwa perang
suku bukan solusi penyelesaian konflik baik, bahkan perang suku sangat merugikan.
4. Komunikasi.
Apabila Kepolisian dan TNI telah menerima untuk menjadi mediator
sebaiknya mereka menunjukkan sikap yang peduli dan segera bertindak atas kejadian
yang kembali dapat memperkeruh suasana. Sikap seperti ini akan menjadi bahasa
yang efektif bagi kedua pihak yang sedang berkonflik untuk menyerahkan
sepenuhnya penyelesaian kepada mediator.
5. Nilai.
Kedua pihak yang berkonflik memegang nilai-nilai yang sama. Mediator dapat
menggunakan hal ini sebagai salah satu cara mempertemukan dan menghangatkan
situasi yang selama ini mencekam. Adat bakar batu, patah panah dan ritual lainnya
sebaiknya diusulkan untuk dilaksanakan dan difasilitasi oleh mediator dibantu pihak
lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Konflik yang sedang berlangsung saat ini oleh kelompok atas dan kelompok
bawah di Kwamki Lama, Timika, Papua adalah konflik hubungan dengan sedikit
adanya konflik kepentingan. Dendam lama, pembalasan jatuhnya korban hingga
kekecewaan terhadap pimpinan daerah menjadi pemicu konflik.
Mediator yang paling tepat untuk konflik ini adalah Kepolisian dan TNI yang
didukung dengan partisipasi pihak lainnya. Adapun isu yang dapat digunakan oleh
mediator untuk mencari solusi antara lain:
1. Mediator dibantu oleh pihak lain menyediakan ganti rugi bagi korban dari kedua
belah pihak. (Pelaksana Pemerintah daerah).
2. Mediator menjamin keamanan bagi kedua belah pihak. (Kepolisian dan TNI).
3. Segala macam bentuk kekerasan setelah berlangsungnya kesepakatan adalah
tindakan pidana dan menjadi urusan aparat keamanan dengan jaminan pemimpin
perang masing-masing kelompok, serta tidak membenarkan adanya pembalasan
oleh pihak yang lain. (Kepolisian dan TNI).
Dengan peran aktif mediator serta bantuan pihak lain diharapkan muncul
solusi atas konflik dan terciptanya sebuah perdamaian.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bebari, Demi. 2008. Mengungkap tabir perang suku di Timika Papua. Cibogo, Bogor. Institut Titian Perdamaian.
Eksilopedia bebas. 2012. Perilaku Mediator. Wikipedia bahasa indonesia.
Moore, Christopher,1996. The Mediation Process. Practical Strategis for Solving -Conflict, 2nd ed. San Fransisco. Josey-Bass Pbublishers.
Soemartono, Gatot P. 2006. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Walisongo Mediation Centre. 2011. Resume materi training mediasi konflik. Semarang. Walisongo Mediation Centre
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.
Lampiran IJenis-jenis Mediator
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.
Lampiran IIPemetaan Peran Aktor Konflik dan Aktor Mediasi
No
Nama (Individu, kelompok,
atau institusi
Aktor Konflik Dasar Siapa yang
dimobilsasi
Basis hubungan
dengan aktor
konflik
Apa yang dilakukan
Isu mobilisasi
konflik
Instrument kekerasan
yang digunakan
1 Kelompok Atas
Hosea Ongomang
Kematian salah satu keluarga
Suku Dani dan Nduga
Pemimpin perang masyarakat suku
Pengerahan massa
Pembalasan kematian, ganti rugi atau kepala
Perang Suku
2 Kelompok Bawah
Atinus Komangal
Kematian salah satu keluarga
Suku Amungme dan Damal
Pemimpin perang masyarakat suku
Pengerahan massa
Pembalasan kematian, ganti rugi atau kepala
Perang Suku
No
Nama (Individu, kelompok,
atau institusi
Aktor Mediasi Tujuan
Siapa yang dimobilisas
i
Basis hubungan
dengan aktor damai
Apa yang dilakukan
Isu mobilisasi
perdamaian
Instrument perdamaian
yang digunakan
1 Pemerintah daerah
Bupati, DPRD, Kepala Distrik
Penghentian Perang suku
Aparat pemerintah daerah
Kepala daerah
Himbauan dan perintah penangkapan.
Bersedia memberi bantuan kepada korban
Bantuan dan ganti rugi.
2 Gereja Ketua klasissGKII, ,GKIKeuskupanTimika
Pelanggaran hukum tuhan, dilarang membunuh
Warga gereja, GKII, Umat
Gembala, Ketua jemaat
Negosiasi perdamaian
Penyebaran dan himbauan ajaran agama
Orasi perdamaian melalui nilai-nilai agama.
3 Kepolisian dan TNI
Kapolres dan Dandim
Pengamanan wilayah dan Penghentian kekerasan
Pihak yang berkonflik
Pemimpin perang kedua suku
Pengamanan wilayah dan Negosiasi
Perang suku adalah tindak kekerasan
Penghentian perang suku dengan tembakan dan panangkapan.