Top Banner
110

KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Mar 08, 2016

Download

Documents

Bambang Gunawan

Buku ini diterbitkan dan dibagikan gratis ketika Prof. Dr. Singggih D. Gunarsa purna bakti sebagai guru besar di Fakultas Psikologi UI.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE
Page 2: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

KATA PENGANTAR (Dari Sri Hartati Suradijono Ph.D.)

Dalam Psikologi Perkembangan masa pensiun merupakan salah satu masa yang harus dilalui setiap manusia. Pada hari ini, kita patut bersyukur kepada Yang Maha Kuasa dapat menemani Pak Singgih memasuki masa pensiunnya, setelah lebih kurang selama 4 dekade menyumbangkan segenap fikirannya terhadap pertumbuhan dan perkembangan Psikologi di Indonesia, khususnya di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Sebagai seorang Guru Besar Universitas Indonesia, kiprahnya tidak hanya terasa dalam kelas, akan tetapi beliaupun pernah memegang beberapa jabatan seperti Kepala Bagian Psikologi Perkembangan, Pembantu Dekan Bid-Akademis, Ketua Program S2 Bidang Psikologi Perkembangan, selain sebagai Anggota Senat Guru Besar U.I.

Bila melihat keadaan fisik Pak Singgih sekarang ini, sulit untuk percaya bahwa beliau telah memasuki masa pensiun. Secara fisik tampaknya beliau masih mampu diajak berlari maupun meloncat. Sedangkan hasil fikiran atau pandangannya tidak pernah ketinggalan zaman. Saya jadi teringat akan kata-kata dari Picasso yang berhasil mengeluarkan tiga lukisan di usia 85-90 tahun:

"Age only matters when one is aging. Now that I have arrived at a great age, I might just as well be twenty"

Selain Picasso, masih banyak lagi tokoh-tokoh lain yang berhasil mengukir prestasinya di tingkat dunia, seperti Dr. John Rock yang menemukan pil KB untuk pertama kalinya pada usia 70 tahun. Ini semua membuktikan betapa kelirunya pendapat David Wechsler, pengembang Wechsler Scales for Intelligence, yang mengatakan inteligensi seseorang akan menurun dengan bertambahnya usia sehubungan dengan terjadi proses penuaan (aging). Santrock (1997) dalam bukunya Life-Span Development justru mengatakan bahwa ada dua hal yang meningkat di tahap usia lanjut ini yaitu :

• Crystallized Intelligence: "an individual's accumulated information and verbal skills."

• Wisdom: "expert knowledge about the practical aspects of life that permits excellent judgement about important matters." "...practical knowledge involves exceptional insight into human development and life matters, good judgement, and an understanding of how to cope with difficult life problems."

Akhirnya saya harap buku "kenangan bersama Pak Singgih selama tiga dekade" ini tidak dilihat oleh Pak Singgih sebagai sebuah pintu yang menutup peran serta Bapak dalam mengembangkan ilmu Psikologi di Indonesia, khususnya di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (terutama sekali di Bagian Psikologi Perkembangan). Buku ini hanya ingin

Page 3: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

menampilkan suara-suara dari segelintir teman-teman disekitar Bapak yang merasa bahagia dengan karya bhakti Bapak selama ini.

Sebagai kata penutup untuk Pak Singgih saya ingin mengatakan sesuatu yang dikutip dari Santrock (1997) yang berbunyi"

• "...retirement will allow you to travel and pursue your own interests while you are young enough to still have your health."

Kepala Bagian Psikologi Perkembangan

Sri Hartati Suradijono Ph.D.

Page 4: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

PAK SINGGIH DIRGA GUNARSA (Dari Fuad Hassan)

Dari kiri ke kanan: Sudirgo, Fuad Hassan, Singgih saat menghadiri 20 tahun International Congress of Psychology di Tokyo, 1972.

Saya mengenalnya sepanjang rentang waktu yang sangat lama : sejak sebagai mahasiswa hingga menjadi ayah tiga anak, bahkan sekarang sebagai kakek tiga cucu.

Apa yang konstan teramati selama itu ialah sikapnya yang serius terhadap apa yang menjadi preokupasinya, baik sewaktu belajar maupun saat bekerja. Sebagai mahasiswa ia tergolong mereka yang menyelesaikan studinya tepat waktu; sebagai psikolog ia menunjukkan komitmen penuh pada psikologi anak.

Kerapihan tengah mencuat dari penampilannya; sepanjang hari pakaiannya tetap rapih, bahkan sisirannya seperti tak berubah dihembus angin. Kerapihan ini juga terpantul dalam kehadirannya di muka kelas selama mengajar atau memberi ceramah di muka umum.Hal lain yang tampil sebagai cirinya ialah kemauan keras. Dia dapat dianggap mewakili peribahasa : "Dimana ada kemauan pasti ada jalan". Ini terbukti antara lain ketika ia memutuskan untuk berhenti merokok pada hari ulang tahunnya yang ke ......

Begitu tiba hari itu, langsung ditinggalkannya persekutuan dengan rokok. Sebagai perokok, saya menyadari benar betapa sulitnya mengambil keputusan pada saat yang ditentukan sebelumnya. Dengan pengalamannya selama ini saya harapkan dia akan menulis sebanyak mungkin tentang psikologi perkembangan umumnya, khususnya yang berkenaan dengan pendidikannya menuju kedewasaan.

Fuad Hassan, 19 - 07 - 99

Page 5: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

CUPLIKAN PERISTIWA TENTANG SINGGIH DIRGA GUNARSA (Dari Ashar Sunyoto Munandar)

Hasrat untuk menulis tentang Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa memunculkan kembali ingatan-ingatan beberapa peristiwa.

Untuk pertama kali saya mengenalnya sebagai Go Ge Siong, asisten mahasiswa dari ibu Utami Munandar, di Bagian Psikologi Pendidikan (Ketika itu, tahun 1960, Fakultas Psikologi UI memiliki Bagian Psikologi Anak dan Bagian Psikologi Pendidikan). Pernah Bagian Psikologi Pendidikan berlibur bersama ke Cipayung, menginap di rumah milik Dr. Boentaran, ayah ibu Utami. Seluruh asisten bagian ikut serta. Hanya ada dua pria ketika itu, yaitu Go Ge Siong dan saya. Di samping senda gurau terjadi pula saling menggoda. Nampaknya sudah mulai ada hubungan khas antara Ge Siong dan Juul Ong, salah satu asisten mahasiswa lainnya. Namun Ge Siong pandai menutupinya. Kesan yang saya peroleh dari Ge Siong ketika itu ialah bahwa ia seorang yang `beheerst', pandai mengendalikan diri, tapi juga agak cepat tersinggung. Ia mampu ramai ikut dalam pembicaraan, lancar dalam pergaulan, tapi tak pernah saya lihat dapat tertawa lepas terbahak-bahak. Ia memperhatikan penampilannya, selalu bersih dan rapi. Badannya tegap, badan seorang olah ragawan. Seingat saya dia memang suka bermain olah raga, bola basket atau bola voli.

Kesan ini tak mengalami perubahan. Peristiwa kedua yang timbul dalam ingatan ialah ketika di UI diadakan Latihan Kemiliteran Dosen (LKD) di tahun 1965. Pembantu Dekan III, bidang Kemahasiswaan dan alumni, dari semua fakultas dilingkungan UI diwajibkan ikut, juga beberapa dosen dari setiap fakultas. Yang menjadi pemimpin/komandan dari kelompok dosen UI ini ialah Bapak Pembantu Prof. Dr. dan Brig.Jen tituler, (lalu menjadi Rektor UI dan terakhir menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dan meninggal dalam jabatan ini, 1985). Dari Fakultas Psikologi, selain saya, sebagai Pembantu Dekan III, ikut serta pula drs. Ng Tjong Pin.

(Prof. Dr. Sudirgo Wibowo sekarang) dan drs. Go Ge Siong. Banyak diantara peserta LKD sekarang telah menjadi Guru Besar dan ada beberapa yang telah dipanggil kembali ke Rahmatullah. Ketika itupun penampilan Ge Siong dalam pakaian militer bersih dan rapi.

Ia tidak suka banyak bicara dapat menguasai perasaan dan menahan diri untuk tidak setiap ada kesempatan bicara dengan Juul, isterinya.

Tempat latihan kami ada di gedung bersebelahan dengan kampus YAI sekarang. Di belakang gedung terdapat lapangan yang luas. Tembok belakang ternyata merupakan tembok batas dengan gedung UKI yang dulu ditempati oleh Fakultas Psikologi UI. Salah satu ruang kuliah dijadikan rumah dinas pengajar Fakultas Psikologi UI. Pertama kali kami, ibu Utami, anak Pammi dan Gita, dan saya, tinggal disitu. Ketika akhir

Page 6: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

tahun 1964 kami pindah ke Rawamangun, Ge Siong dan Juul tinggal di kamar kuliah tersebut. Jadi ketika itu Ge Siong sebenarnya dapat setiap hari menjumpai isterinya, tapi tak dilakukan (atau saya tak mengetahui).

Kesan lain yang saya peroleh ialah bahwa Ge Siong dalam melakukan sesuatu, selalu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Di samping minat dalam bidang keahliannya ia juga sangat memperhatikan penguasaan bahasa Indonesia. Sikap ini juga terus terlihat dalam kariernya sebagai dosen dan kepala Bagian Psikologi Anak. Ia berusaha untuk dapat menulis disertasi dan berhasil. Sebagai kepala Bagian Anak juga terus berusaha keras memajukan bagiannya dan stafnya. Salah satu usahanya ialah mendatangkan Prof. Jan de Wit dari Belanda yang memberikan kursus/pendidikan tambahan untuk para staf bagiannya.

Ia seorang yang mandiri yang memiliki pandangan sendiri dan berani mempertahankan pendapatnya meskipun ia tahu banyak teman-teman sejawatnya tidak menyetujuinya. Ia dapat bertindak keras jika ia rasakan perlu. Saya merasa bangga ketika saya sebagai dekan Fakultas Psikologi dapat menyaksikan terselenggaranya pengukuhannya sebagai Guru Besar. Saya juga berterima kasih atas kepercayaannya dengan meminta kepada saya untuk menjadi pengajar pada program Magister Manajemen Universitas Taruma Nagara (MM-UNTAR), ketika program tersebut baru direncanakan untuk dibuka. Dalam kaitan dengan mengajar di program MM UNTAR ada peristiwa yang mengesankan saya. Salah satu mata kuliah dari program MM-UNTAR yang juga dipercaya kepada saya ialah mata kuliah `Kepemimpinan'. Bersama saya ada dua pengajar lainnya, salah satunya Pak Singgih. Pada catur wulan berikutnya Pak Singgih, melalui sekretaris program MM, memberitahukan bahwa ia tak mau mengajar lagi tentang kepemimpinan karena ia tak tahu banyak mengenai ini dan minta agar sayalah yang memberikan. Saya hargai pandangannya. Ia tetap berada dalam bidang keahliannya dan tak mau bergerak di bidang psikologi lain yang ia rasakan bukan bidangnya.

Sekarang Go Ge Siong telah menjadi Prof. Dr. Singgih Gunarsa, yang selain terkenal sebagai psikolog handal, juga dikenal sebagai psikolog dari regu bulu tangkis Indonesia yang berhasil, dan wakil ketua Yayasan Taruma Nagara. Meskipun telah pensiun sebagai pegawai negeri saya yakin Pak Singgih akan tetap bergelut di bidang keahliannya dan memberikan sumbangan bermakna dalam perkembangan psikologi di Indonesia.

Jakarta, 18 Juli 1999Ashar Sunyoto Munandar

Page 7: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Romance Juul & Singgih

SINGGIH YANG KUKENAL (Dari Utami Munandar)

Ketika Fakultas Psikologi UI didirikan pada tahun 1960, Bagian Anak yang tadinya hanya satu bagian di bawah pimpinan Dra. Myra Sidarta (Dra. Ny. Sie Pek Giok) dijadikan dua bagian, yaitu Bagian Psikologi Perkembangan Anak (menangani masalah-masalah perkembangan dan kliinis) yang tetap dipegang oleh Ny. Sie dan Bagian Psikologi Pendidikan Anak (menangani masalah pendidikan di sekolah), saya sebagai kepala bagian. Dari Ny. Sie saya `mewarisi' asisten mahasiswa Sdr. Erna, Sdr. Melly Soewondo (sekarang Prof. Dr. Soesmaliah Soewondo), dan Sdr. Wiwi (sekarang Prof. Dr. Samsunuwijati Marat). Asisten mahasiswa Ny. Sie ialah Sdr. Lanny dan Sdr. Tita. Karena masih membutuhkan asisten mahasiswa baru (apalagi kemudian Erna dan Melly pindah ke Bagian Klinis yang ketika itu dipimpin almarhum Drs. Yap Kie Hien), saya bermaksud minta Sdr. Juul (sekarang Dra. Yulia Singgih Dirga Gunarsa) untuk membantu saya. Sambil senyum ramah ia menjawab tunangannya ("mijnverloofde", yaitu Go Ge Siong atau Singgih Dirga Gunarsa) berminat menjadi asisten mahasiswa. Dengan senang hati saya terima tawaran itu, karena dengan demikian di samping mendapat seorang asisten yang pinter, rajin dan serius, saya juga mendapat satu-satunya asisten pria di bagian kami. Asisten mahasiswa baru lainnya ialah Sdr. Ediasri (sekarang Prof. Dr.), Sdr. Vera Wullur yang setelah lulus pindah membantu Ibu Soenarti Nasution, Sdr. Soemiarti (sekarang Dr. S. Patmonodewo) dan Sdr. Jaumil (sekarang Prof. Dr. Jaumil Agoes Achir). Dari tahun 1960 - 1963 Sdr. Singgih asisten mahasiswa, setelah lulus Drs. Psi. tetap bekerja di bagian kami sampai tahun 1967 menggantikan saya menjadi Kepala Bagian Psikologi Anak. Karena Ny. Sie sekeluarga pergi ke Malaysia, kedua bagian menjadi satu bagian lagi.

Suatu kali, staf Bagian Psikologi Anak bersama Pak Munandar dan saya berekreasi pergi ke Cipayung menginap di bungalow orang-tua saya. Juul juga ikut dan dua anak kami tertua Pramudita dan Gita Chandrika. Pammi waktu itu tiga tahun umurnya dan Gita beberapa bulan. Pada foto-foto yang saya lampirkan (mudah-mudahan cukup jelas) nampak Singgih sedang main halma dengan Mely dan Mimi, dan pada foto yang lain Singgih dan lainnya sedang membantu `metiki' sayuran untuk lauk-pauk kami. Satu foto lagi menggambarkan romance antara Juul dan Singgih ketika kami duduk-duduk santai dekat sungai. Itu 36 tahun yang lalu.

Page 8: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Sekarang Singgih dan Juul yang dikaruniai tiga anak, Sanya, Nanin, dan Ralph, telah mempunyai cucu-cucu. Setiap kali kami bertemu sering yang ditanyakan dan dibicarakan adalah, "Sudah berapa cucu-cucunya yang sekarang? "Berapa umurnya?, dsb., sedangkan 30 tahun yang lalu yang ditanyakan, "Sudah berapa anaknya?"

Keserasian suami-isteri psikolog juga nampak dalam penerapan profesinya; berapa banyak buku psikologi yang telah mereka tulis bersama-sama. Suatu warisan yang bermakna tidak hanya bagi anak-anak mereka, tetapi bagi semua orang-tua dan pembina pada umumnya di Indonesia yang haus akan pengetahuan psikologis.

Tahun-tahun berlalu tapi ciri-ciri yang sama masih saya amati pada Singgih, antara lain: sangat memperhatikan penampilannya, pakaiannya, sisiran rambutnya (pakai jambul atau "kuif"); masih langsing, rapi, korekt, tepat waktu ((dan kurang senang jika orang lain tak tepat waktu).

Ketika HIMPSI memperingati Hut-nya yang ke-40, saya sempat mendengarkan Singgih berceramah pada hari ini, 17 Juli. Ia berbicara tentang psikoterapi dengan tenang, sistematis, suara agak pelan, tidak senang menggunakan mike, dan tidak berupaya untuk menyelingi uraiannya dengan humor (bukan karena tidak bisa tetapi karena memang bukan gayanya), tetapi cukup banyak bersenyum misalnya kalau memberi contoh-contoh, dan mampu memikat perhatian audience.

Selamat memasuki usia pensiun, Singgih, dan semoga dapat menikmatinya bersama isteri tercinta, karena sekarang pasangan ini sudah pada `second honeymoon' berdua saja di rumah, tetapi mudah-mudahan atau pasti tidak mengalami `empty nest syndrome', karena begitu banyak yang masih dapat mereka lakukan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dalam mengamalkan ilmu (dan hobby-hobby) untuk pengabdian yang tidak pernah sirna kepada masyarakat.

Jakarta, 17 Juli 1999

Utami Munandar

Page 9: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pudek I (Dr. Singgih) dan Pudek II (Dra. Suwondo) dan Ny. Patmonodewo, staf bagian Psikologi Anak Asyik main halma di Cipayung (tahun 1963)

Petik Sayuran

Page 10: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

DARI SUDIRGO WIBOWO

Singgih dan kawan-kawan sedang beristirahat menjelang pertandingan.

Foto di atas sudah berusia hampir setengah abad. Tim bola basket dalam foto tersebut adalah tim bola basket UI yang pernah menjadi juara di Pekan Olahraga Mahasiswa. SG (dalam foto duduk di sebellah kiri) adalah goalgetter yang andal dari tim basketbal UI yang amat disegani oleh semua tim Universitas lain. Olahraga sejak mula adalah hobi dari SG. Selain bola basket, SG juga menekuni cabang olahraga bulu tangkis dan tenis. Cintanya pada olahraga tidak pernah putus, hingga hari ini SG tetap aktif dalam olahraga. Di samping keberhasilan dalam olahraga, SG juga amat produktif dalam bidang kognitif. Seperti diketahui SG telah menulis banyak buku. Tak dapat disangkal sinergi kegiatan faktor fisik dan kognitiflah yang ditekuninya secara kontinu yang menyebabkan SG pada saat pensiun sekarang masih tetap awet muda. SG patut dipandang sebagai model nyata dari perwujudan teori `Ageless Body, Timeless Mind'.

Forever onward, my dear friend.

Ping (Sudirgo Wibowo)

Page 11: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

UCAPAN TERIMA KASIH (Dari Prof. Dr. Suwarsih Warnaen)

Program Studi Psikologi Program Pascasarjana Universitas Indonesia dengan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada

PROF. DR. SINGGIH DIRGA GUNARSA

Yang telah menyelesaikan tugasnya dalam jabatan Ketua Kekhususan Psikologi Perkembangan terhitung mulai bulan Agustus 1989 sampai dengan tanggal 1 April 1998

Selama masa jabatan itu, Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa telah berhasil dengan baik membangun dan meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan lebih lanjut Program Kekhususan Psikologi Perkembangan pada program-program Pascasarjana di Indonesia.

Namun demikian, Program Studi Psikologi Program Pascasarjana Universitas Indonesia masih mengharapkan kesediaannya untuk sewaktu-waktu menjadi pembimbing tesis dan disertasi maupun menjadi anggota tim penguji Magister dan Doktor Program Studi Psikologi Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Depok, 29 Maret 1999Program Studi Psikologi

Program Pascasarjana Universitas IndonesiaKetua,

Prof. Dr. Suwarsih Warnaen

Page 12: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

BEBARAPA CUPLIKAN KENANGAN MASA LALU UNTUK DEAR SINGGIH

(Dari Melli Soewondo)

1. Tiada terasa waktu berlalu, kurang lebih empat puluh tahun kita bersama ikut membangun, mengembangkan Fakultas tercinta ini. Sekarang Singgih akan menempuh jalan sendiri. Sukses selalu saya doakan.

2. Ingat waktu kita masih muda belia ?, Singgih pintar, ganteng, olahragawan berapa jumlah yang berminat pada Ge Siong?. Banyak kenang-kenangan yang kita miliki bersama.

3. Melalui kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih pada Singgih atas dorongan, dukungan, bantuan Singgih waktu saya membuat tesis S3 saya.

4. Kenangan lain yang berhubungan dengan Singgih adalah, kalau rapat saya selalu mengusahakan duduk dekat Singgih karena saya tahu Singgih tidak akan makan kue yang disediakan, dan dus kue ini pasti akan diberikan pada saya. Singgih tahu saya suka makan.

Page 13: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

KENANGAN INDAH BERSAMA PAK SINGGIH

(Dari Mimi Patmonodewo)

1. Pak Singgih ........... jalan yang kami lalui sudah panjang. Selama itu sekali kami berperan sebagai teman, atasan dengan anak buah atau sebagai mahasiswa dengan pembimbingnya. Sepanjang itu, hal-hal yang baik-baik saja yang akan saya kenang, yang negatif boleh dikata tidak ada artinya.

2. Dulu saya memanggil dengan panggilan akrab "Ge Siong", bahkan hanya Siong, Siong ..... saja. Namun adalah kenyataan suatu saat mulai saya harus memanggil Pak Singgih, Pak Singgih ........ Bukan karena keakraban itu hilang, bukan. Saat itu saya ikut Study tour mahasiswa Akademi Pekerja Sosial dan Pak Singgih sebagai Direkturnya. Saya merasa tidak pantas kalau menyebutnya bukan dengan sapaan Bapak Singgih di depan para mahasiswanya. Akhirnya jadi kebiasaan ...........................

3. Saya mengenal Pak Singgih sejak sama-sama sebagai mahasiswa. Saya mendapat kesempatan lebih akrab setelah kami sama-sama menjadi asistennya ibu Munandar. Saat itu kami merupakan keluarga besar: Ibu Munandar (Guru Besar di Fak. Psikologi UI), Mbak Mellie (sekarang Direktur Lembaga Psikologi Terapan), Zus Erna (sekarang di Surabaya); Mbak Wiwiek Mar'at (sekarang Guru Besar di Fak. Psikologi UNPAD), Vera (masih di Jakarta), Aci (sekarang Guru Besar di Fak. Psikologi UI), Pak Singgih dan saya. Keakraban di antara kami masih saya rasakan sampai saat ini.

4. Pasti kita masih ingat saat menginap di Cipayung. Keluarga Prof. Dr. A.S. Munandar saat itu baru berputra dua yaitu Pami dan Gita. Prof. Dr. Singgih sendiri belum menikah, juga kami yang lain. Di Ciloto kami menginap dan bersenang-senang, yang membuat satu sama lain makin mengenal dan akrab. Peristiwa semacam itu di tahun-tahun selanjutnya tidak pernah ada lagi.

5. Pak Singgih adalah promotor saya dalam meraih gelar Doktor. Pak Singgih adalah salah seorang di antara rekan-rekan lain yang mengantar saya sehingga meraih gelar doktor, yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan. Sejak itu saya merasa makin dituntut untuk lebih serius menekuni karir ini.

6. Namun hubungan saya dengan Pak Singgih, bukan hanya sebatas karir dan pekerjaan saja. Saya masih mempunyai tanaman bunga kenanga yang saya peroleh saat keluarga Pak Singgih pindah ke Rawamangun ........ Pernah saya mengirimkan pembantu untuk keluarga Singgih ........... Saya ikut membantu saat keluarga Pak Singgih menikahkan dua putrinya yang saya kenal sejak mereka masih anak-anak ................... Keluarga Pak Singgih saya anggap sebagai salah satu diantara rekan yang membuat saya lebih tabah saat menunggui suami yang sedang sakit berkepanjangan dan kemudian meninggal.

Page 14: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

7. Terima kasih Pak Singgih atas kritik, nasehat, sapaan, bimbingan, dorongan dan saran-saran yang membuat saya lebih menyadari akan berbagai kekurangan maupun kelebihanku. Perjalanan indah kita tidak terhenti saat Pak Singgih pensiun ini lho pak. Tidak lupa saya ucapkan Selamat Pensiun dari Fak. Psikologi UI, tetapi tidak berarti melupakan kami. Semoga tetap produktif dalam berkarya dan makin bahagia bersama keluarga besar.

Jakarta, 10 Juli 1999

Mimi Patmonodewo

Page 15: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

KESAN & PESAN : Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa

(Dari Suprapti S.M)

Singgih sudah saya kenal sejak lama sekali. Sebagai mahasiswa-dan kemudian juga sebagai dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia - ia selalu tampil sportif. Seingat saya sekitar tahun 1970 - 1980 tim basket mahasiswa selalu kalah dengan tim basket dosen, karena difihak dosen ada Singgih dan Sudirgo.

Sebagai dosen sekitar tahun 1965 - 1980 Singgih banyak mahasiswanya "penggemarnya" karena berpenampilan sportif dan keren, tapi untuk tidak "berlanjut" sehingga tidak menjadi gosip yang tak sehat.

Sebagai kolega sesama dosen, Singgih terkenal disiplin dan punya pendapat yang teguh. Berbagai kemungkinan peran misalnya: sebagai dosen senior, guru besar atau dosen yunior; mengajar S1 atau S2, dsb. Ia telah berbuat banyak untuk Bagiannya (Perkembangan) antara lain menghasilkan "Spesialis Psikolog Perkembangan" sebagai salah satu hasil kerjasama langgeng yang dirintisnya dengan Universitas di Luar Neger. Begitu juga partisipasinya dalam organisasi Internasional dalam bidang-bidang Psikologi Remaja dan lain-lain. Telah menarik anggota-anggota Bagian Perkembangan menjadi aktif dalam kajian-kajian yang sifatnya Nasional dan Internasional. Namun anehnya, Singgih sebagai psikolog lebih berpraktik di Psikologi Klinis, bukan dibidang Psikologi Anak/Remaja. Jasanya di Bagian Psikologi Perkembangan patut ditiru oleh Bagian-bagian lain.

Sebenarnya lebih baik kalau Singgih terus mengajar S1, diperpanjang hingga 70 tahun, tapi mungkin ada rencana-rencana lain yang menyebabkan Singgih ingin pensiun pada 65 tahun.

Selamat atas H.U.T. ke 65, semoga tetap awet muda dan selalu menjadi panutan sebagai Ayah, Suami, pembina olahraga dll., dan tetap ingat pada almamater Fakultas Psikologi U.I.

Page 16: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

PAK SINGGIH YANG BAIK (Dari Agoes Achir dan Yaumil)

Selamat Ulang Tahun dan sekaligus selamat memasuki usia Lansia. Usia Lansia merupakan potongan kehidupan yang ditandai oleh pengalaman hidup yang kaya, keunggulan kepribadian yang didukung oleh kebijaksanaan, kemantapan mental dan spiritual dan khusus Pak Singgih, memasuki lansia ini nampaknya dibuat lebih hebat oleh kondisi fisik Pak Singgih yang masih muda dan prima. Puji syukur pada sang Pencipta karena karuniaNya ini, diiringi doa selamat dan salam kasih dari kami sekeluarga untuk Pak Singgih dan keluarga.

Pada ulang tahun Pak Singgih ini saya secara khusus teringat pada jasa-jasa Pak Singgih yang rasanya belum lama berselang, menyiapkan kader-kader penerus tradisi akademik kita di bagian Anak dan Perkembangan khususnya maupun untuk Fakultas Psikologi tercinta. Melalui bimbingan akademis dan sosial budaya kita dengan "The International Society for the Study of Behavioral Development", mata kami terbuka akan kemajuan ilmu kita di dunia global. Dengan mengikuti berbagai pertemuan dua tahunan, simposium yang diselenggarakan dunia internasional di bidang Psikologi Anak dan Perkembangan, serta kunjungan ke beberapa universitas di Eropa (Nijmegen, Amsterdam, Leuven, dll.), terbentuklah kami-kami ini seperti sekarang. Penerus generasi pak Singgih di fakultas maupun di luar fakultas, Insya Allah.

Kesan saya selama ini, Pak Singgih memiliki sikap ilmuwan sejati, tidak pelit membagi ilmu, mau belajar dari ilmu dan kelebihan orang lain, menganut etik dan moral akademis yang tinggi senantiasa mengembangkan diri dan mendorong kami yang sedikit lebih muda usianya untuk juga berkembang. Pada Pak Singgih tidak terasa adanya sikap iri hati dan rasa takut dilangkahi. Sungguh istimewa.

Pak Singgih yang baik,Sekalipun Pak Singgih katanya akan meninggalkan Fakultas, (ini sungguh berat bagi kami), please, jangan sampai lupa pada kami-kami disini. Inginnya sih tetap ada kontak, sebagai sahabat, sebagai guru, sebagai sesama murid dari pedepokan yang sama.

Semoga Tuhan YME selalu melindungi Pak Singgih, isteri anak dan cucu-cucunya. Murah rezeki, sehat walafiat, dan bahagia di hari tua.

Salam kasih dari kami, Agoes Achir dan Yaumil

Page 17: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

KENANG-KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH

(Dari Fawzia Aswin Hadis)

Waktu saya baru masuk Fakultas Psikologi, yang saya tahu tentang Pak Singgih adalah dia seorang atlit basketball yang kondang di UI bersama dengan teman-temannya mahasiswa Fakultas Kedokteran. Tapi saya sendiri belum pernah melihat dia beraksi. Cuma dengar-dengar saja.

Waktu saya duduk di tingkat tiga (kalau tak salah), Pak Singgih sebagai dosen muda, mengajar kami Psikologi Anak, tetapi sebagai mahasiswa saya tidak terlalu dekat karena sejak tingkat dua saya menjadi asisten Ilmu Faal di Bagian Ilmu Faal Fakultas Psikologi yang dipimpin oleh Dr. Ichsan T.

Kedekatan saya dengan Pak Singgih dimulai pada waktu tahun 1968 Fakultas Psikologi mengadakan perombakan dengan menghilangkan Bagian Ilmu Faal. Saya sendiri tidak mengetahuinya karena sedang cuti melahirkan anak saya yang ke tiga. Waktu cuti selesai dan saya hendak masuk kantor kembali, ternyata Bagian saya telah lenyap dan saya diberi tahu oleh Alm. Drs. Yap Kie Hin untuk masuk ke salah satu Bagian yang ada. Karena saya dulu diminta menjadi asisten dan bukan melamar menjadi asisten, maka saya berniat akan keluar saja dari Fakultas Psikologi. Tetapi karena menurut Prof. Slamet Iman Santoso (dekan) tenaga saya masih diperlukan untuk mengajar Ilmu Faal, saya diminta untuk tetap di Fakultas. Tadinya saya ingin masuk Bagian Klinis, tetapi Pak Singgih menawarkan saya masuk ke Bagian Anak yang dipimpinnya. Saya kaget, tidak mengira bahwa Pak Singgih memperhatikan saya dan mau menerima saya di Bagian Anak. Tanpa banyak bicara Pak Singgih mengajar saya dan saya rasakan bahwa tawaran itu keluar dari hati yang tulus. Sejak itu saya bergabung di Bagian Anak.

Memang Pak Singgih bukan seorang yang suka ngobrol tak keruan, walaupun bukan tak ramah. Saya ingat waktu saya masuk ke Bagian Anakpun saya belum lulus. Tetapi selain mengajar Ilmu Faal bersama Alm. Farida Lestira, saya ditugaskan oleh Pak Singgih untuk mengajar Psikologi Anak. Sayapun tidak protes walaupun teman-teman lain di Bagian itu kebanyakan belum diberi kesempatan untuk mengajar (kecuali sdr. Yaumil Achir). Kegiatan mengajar ini ternyata mengharuskan saya memperdalam Psikologi Anak.

Pak Singgih diam-diam ternyata selalu memikirkan kemajuan staf Bagian. Melalui koneksinya Pak Singgih mulai merancang untuk mengadakan program Spesialisasi Psikologi Anak dan Remaja bekerja sama dengan Instituut Paedologi dari Vrije Universiteit di Amsterdam. Program ini dilaksanakan bersama UGM dan Unpad. Sayang Unpad mengundurkan diri. Saya sebagai salah seorang peserta program sandwich itu merasakan

Page 18: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

betapa kegiatan tersebut membuka wawasan saya di bidang Psikologi Anak dan Remaja.

Pendirian "Kelompok 17" yaitu kelompok dosen di Fakultas Psikologi yang berniat mengambil program doktor di UI dimana saya ikut serta, sebenarnya tidak terlepas dari dorongan Pak Singgih yang menginginkan staf senior di Bagian Psikologi Anak dan Perkembangan untuk bersekolah lagi dalam program S3. Beliau menerima saya sebagai mahasiswa bimbingannya. Sekali lagi ternyata Pak Singgih telah ikut menentukan jalan hidup saya.

Dalam membimbing, saya rasakan bahwa Pak Singgih adalah seorang yang perfectionist. Salah menulis kata "istri" yang seharusnya isteri saja, tulisan harus diganti. Argumentasi tidak diterima. Tapi saya bersyukur bahwa beliau seorang yang teliti, sungguh-sungguh dan sabar. Yang saya rasakan beliau adalah seorang yang berwibawa yang tidak bisa diajak bergurau seenaknya, sehingga kita harus selalu menjaga jarak.

Beliau pula yang mengingatkan bahwa harus ada yang menjadi Guru Besar diantara kami yang senior sebelum beberapa tahun lagi beliau akan pensiun. Beliau juga yang mengusulkan saya sebagai Guru Besar Fakultas Psikologi. Semoga saya tidak mengecewakan beliau dalam melaksanakan tugas saya ini.

Pak Singgih terima kasih atas semua kebaikan Pak Singgih untuk menjadi guru dan pembimbing saya selama ini. Semoga saya dapat mengikuti jejak Pak Singgih menjadi seorang guru yang baik.

Fawzia Aswin Hadis

Page 19: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Tiga Guru Besar dari Bagian Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi U.I.

Page 20: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Prof. D. Ediasri T.A.

Tahun 1958, saat awal mengikuti perpeloncoan di Fakultas Kedokteran Jurusan Psikologi, kakak senior Singgih mencantumkan "I.Q.180" dibelakang nama plonci "Prematuritas" (maklum usiaku waktu menjadi mahasiswa adalah 16 tahun). Setiap senior yang membaca label tersebut balik bertanya apa maksudnya dan mengapa diberi nama tersebut. Saya balik bertanya kepada senior dan dengan senyumnya yang khas Prof. Singgih hanya menjawab "nanti kalau sudah kuliah di Psikologi kamu akan belajar banyak tentang IQ, dan banyak hal lagi tentang manusia". Agaknya kata-kata beliau menjadi tonggak untuk upayaku mencari pengetahuan dan pengalaman baru. Banyak nasihat, dorongan semangat dan dukungan Prof. Singgih dalam mengukir prestasi dan karierku di Fakultas Psikologi UI. Tahun 1976 - 1981 saya menggantikan kedudukan beliau selaku Kepala Bagian Psikologi Anak, dan tahun 1998 saya menerima tawaran beliau untuk menggantikan sebagai Ketua Kekhususan Psikologi Perkembangan Program Pascasarjana Psikologi UI. Posisi-posisi itu berani saya emban karena beliau selalu bersedia menjadi "konselor" saat saya menghadapi masalah sebagai dosen maupun sebagai pribadi.

Di kalangan dunia internasional Prof. Singgihlah yang pertama kali mengajak saya ke pertemuan ISSBD (International Society fo the Study of Behavioral Development) di Pavia Italia pada tahun 1977. Dalam pertemuan itu saya dipekerkenalkan dengan banyak tokoh Psikologi Perkembangan seperti Herry McGurk (almarhum), Jacqueline Goodnow, F. Monks, J.De Wit dll.

Page 21: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Suasana ilmiah diseling dengan canda ria saat makan di "menza" maupun menonton opera.

Pertemuan ilmiah lainnya di mana Prof. Singgih sebagai Ketua ialah diselenggarakannya First Asian Workshop on Child and Adolescent Development di Jakarta. Staf Bagian Psikologi Perkembangan sibuk dan bekerja keras (apalagi belum berpengalaman menyelenggarakan pertemuan ilmiah internasional), namun dengan ketenangannya yang khas Prof. Singgih berhasil mengorganisir itu semua.

Prof. Singgih sebagai pencetus gagasan program spesialisasi Psikologi Anak dan Remaja yang diselenggarakan dengan model "sandwich" bekerja sama dengan Paedologisch Instituut Amsterdam. Selain mendapat kuliah di Jakarta, secara bertahap kami dikirim ke Amsterdam selama 3 bulan untuk melakukan "internship" dan mendalami bidang khusus yang diminati. Tahun 1981 berhasil dicetak 7 spesialis (Yaumil, Fawzia, Soemiarti, Hera, Yudi dan saya sendiri dari UI dan Endang dari UGM). Sayang bahwa program spesialisasi ini belum ada kelanjutannya.

Hal ini yang sangat berkesan adalah gagasan beliau agar saya mau menulis disertasi seingat saya tahun 1981 dalam pembicaraan dengan Prof. Dr. J.de Wit (Direktur Paedologisch Instituut Amsterdam). Prof. Singgih begitu sabar menunggu dan tekun dalam menanggapi idea-idea saya yang mungkin kurang orisinil dan akhirnya baru dapat saya realisasikan menjadi doktor pada tahun 1993, dan tentu saja beliau menjadi promotor saya.

Jabatan Guru Besar pun lagi-lagi diusulkan pertama kali oleh Prof. Singgih, yang kemudian didukung oleh Senat Guru Besar Fakultas Psikologi UI, dan pada tahun 1997 saya membacakan pidato pengukuhan di depan Sidang Senat UI terbuka.

Masih banyak lagi hal-hal indah yang mengesankan, walau saat ini sama-sama Guru Besar, Prof. Singgih tetap merupakan guru, pembimbing, penasihat dan penuntun dalam karier saya. Selamat jalan Prof. Singgih, masih banyak Ediasri lain menantikan uluran bimbinganmu.

Depok, 21 Agustus 1999, Prof. D. Ediasri T.A.

Page 22: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa

(Dari A. Moesono)

1. Tiba-tiba saya menengok ke belakang seolah TV yang ditayang ulang.

2. Adalah empat puluh tahun yang silam sebagai senior kelas yang kalem. Kemudian sempat diajar sebagai murid kelas. Ada kesan disiplin, stick to time dan dandy.

3. Kedekatan ruang memberi peluang mengenal lebih dalam keluarga melalui model kamar main Sanya dan Nanin. Kedekatan berkawan memberi jalan mengenal Joel lebih mendalam melalui anxietas dalam menanti. Setiap suami melanglang ke luar negeri, ada kesan orang dandy itu daddy yang jitu.

4. Ketika itu bapak jadi Pede Satu (PDI) sempat berseteru karena laporan palsu. Berita santer AM dosen killer. Tidak disangka AM diangkat Asisten Profesor S2 FPOK. Masa seteru dijadikan pembantu. Ada kesan profesor ini obyektif dan broad minded.

5. Sebagai kolega saya banyak belajar dan berkaca. Ketika kurikulum baru, satu tim waktu itu. Ketika ISSBD Jakarta sebagai panitia diajaknya. Beberapa ISSBD mancanegara, berkesempatan bergabung bersama Fourth of July makan steak di Mississippi.

6. Ketika study di Minnesota, surat Prof. SG membuat jalan jadi rata. Ketika konsultasi S3, profesionalisme beliau terasa. Padahal apalah saya. Cuman orang bagian eksperimen. Yang anak bimbing S.C. Utami, tetapi beliau bersedia jadi konsuler, tidak membedakan dengan Aci, Lola dan Mimi. Terasa kesan beliau terbuka dan mau menerima.

7. Ketika rapat senat, ketika rapat-rapat, datang pertama, tetapi disiplin dan stick to time

8. Ketika resepsi mantu dan akhirnya bercucu, juga tetap ada sifat dandy itu.

A. Moesono

Page 23: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

PAK SINGGIH DAN JUL (Dari Lieke Waluyo)

Dimata saya sejak dulu Pak Singgih selalu terlihat bersama Juul, yaitu pasangan yang begitu serasi dan sejuk. Mungkin karena hubungan saya sejak dulu lebih banyak dengan ini. Tidak apa bukan? Memang akhir-akhir ini kita jarang bertemu, tetapi kesan yang dulu sangat mendalam terutama di rumah di Jln. Mangga Besar.

Dari Lieke Waluyo

Page 24: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Hartanto Brotoharsojo

Pak Singgih yang baik hati,

Tidak terasa bahwa tiba-tiba Pak Singgih sudah mau pensiun, sedang saya belum terpikir untuk itu walaupun sudah mulai terasa kalau umur tambah tua juga.

Kalau kita ingat yang dulu-dulu, ketka kita main badminton sama-sama, praktikum sama-sama di kedokteran terus sama-sama pindah ke gedung-gedung yang berbeda dari Jl. Madura, ke garasi di belakang FK, di jl. Diponegoro, Rawamangun dan Depok, memang sudah lama saya tidak bertemu secara intens dengan Pak Singgih.

Tetapi yang terkenang bagi saya, Pak Singgih selalu tekun yang mungkin sama tekunnya dengan saya tetapi Pak Singgih lebih mampu menangani hal-hal yang lebih penting sehingga dalam waktu yang relatif singkat Pak Singgih berhasil mencapai kedudukan tertinggi sebagai Guru Besar. Dan saya masih tetap masih belum dapat mengutamakan hal-hal yang seharusnya saya selesaikan lebih dahulu. Selamat untuk semua keberhasilan itu.

Keberhasilan yang sama diamati secara sama tidak hanya terbatas di Fakultas saja, tetapi juga di organisasi-organisasi lain seperti di yayasan tertentu, di bidang olah raga, dan sebagainya.

Tentunya sangat disayangkan jika semua kelebihan itu tidak diteruskan kepada kami-kami ini. Namun saya yakin, jika diperlukan bantuan dan nasehat dari Pak Singgih masih dapat diharapkan di masa mendatang.

Melihat fisik Pak Singgih dan kegiatannya di bidang konsultasi olah raga, saya yakin Pak Singgih masih aktif menjaga kondisi fisik. Saya harap hal tersebut tetap diusahakan dan jangan sampai jari-jari Pak Singgih cepat berkeriput seperti saya.

Yang sangat juga, masalah pacar-pacar atau yang pernah ditaksir oleh Pak Singgih dulu atau teman-teman yang menaksir Pak Singgih. Tetapi ini rahasia jaman dulu dan lebih baik tidak saya ungkap, karena nanti dapat membuat Juul cemburu. Dan sebenarnya Juul juga tidak perlu cemburu, karena pacaran jaman dulu tidak seperti pacaran jaman sekarang.

Apapun, saya menyampaikan rasa hormat yang setinggi-tingginya, karena Pak Singgih sudah membangun bidang Psikologi Perkembangan dan membina para stafnya sehingga seperti yang sekarang ini..

Harapan kami Pak Singgih sekali lagi masih mau memperhatikan civitas akademika Fakultas Psikologi UI kita yang sama-sama kita cintai.

Page 25: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Depok, 26 Juli 1999

Salam hangat,

Hartanto Brotoharsojo

Pak Singgih saat meresmikan AWCAD yang pertama di Jakarta, Juli 1978.

Page 26: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

PERFEKSIONIS

(Dari Sarlito Wirawan Sarwono)

Perfeksionis! Itulah memang kesan saya dalam satu kata tentang Pak Singgih. Lihat saja penampilannya, selalu rapih. Jangankan dasi menceng, setiap helai rambutpun tidak boleh meninggalkan posisinya masing-masing. Pokoknya pas deh, kalau diberi gelar the best dressed man of every year (bukan cuma: of the year). Bukan itu saja, tampilan fisiknya itu lho. Masih persis seperti jamannya saya kenal pak Singgih sebagai dosen saya di awal tahun 1960-an. Sementara saya sendiri yang 10 tahun lebih muda, sudah pusing mengatur perut yang makin lama makin tidak mau dimasukkan ke celana.

Tapi perfeksionisnya itu bukan hanya di penampilan fisik lho! Dalam pekerjaan juga begitu. Sejak saya menjadi asisten beliau (mata kuliah Psikologi Umum) di tahun 1968-1972, saya kenal beliau sebagai orang yang sangat tepat waktu. Dan itu masih terjadi sampai sekarang. Baru-baru ini, beliau muncul di gedung A. Katanya mau rapat (untung bukan saya yang mengundang) dan undangannya jam 12.00, padahal saat itu sudah jam 12.15. Beliau datang pas jam 12.00 (bersama Bu Munandar). Akhirnya setelah saya ikut kerepotan mencari "tuan rumah", rapat itu baru mulai di atas jam 12.30. Kok yang muda kalah punctual dari yang sudah mau pensiun?

Di sisi lain, karena perfeksionisnya itu, Pak Singgih juga sangat sensitif. Beliau peka sekali terhadap penyimpangan-penyimpangan yang tidak sesuai dengan harapan beliau, walau sekecil apapun. Pada suatu masa, masih jaman di Rawamangun, saya pernah menjabat (sementara) PD II, menggantikan mbak Melly yang waktu itu ke luar negeri untuk beberapa bulan. PD I-nya yang Pak Singgih itu. Pada waktu itu saya dan Bang Mochtar (masa itu KTU) melakukan kesalahan prosedur (saya lupa lagi kasusnya) yang tidak saya sadari (karena memang saya nggak bakat jadi PD II), tetapi Pak Singgih melihatnya. Akibatnya: saya dan Bang Mochtar digebraki meja.

Tetapi saya kira tidak ada orang yang sakit hati karena digebraki meja atau dibentak oleh Pak Singgih. Soalnya, beliau sendiri menunjukkan kinerja dan prestasi yang sangat tinggi. Beliau adalah orang kedua (setelah Pak Fuad) yang berpromosi di fakultas, jauh mendahului senior-seniornya (apalagi rekan-rekan seangkatannya). Tesisnya tentang adaptasi tes CAT (Children Apperception Test) merupakan salah satu upaya langka adaptasi tes proyeksi di Indonesia.

Beliau juga paling produktif menulis buku-buku (sebagian ditulisnya bersama mbak Yul yang setia). Dalam survai yang dilakukan oleh tim QUE Fakultas Psikologi UI beberapa waktu yang lalu, Prof. Dr. Singgih Dirga

Page 27: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Gunarsa tercatat sebagai salah seorang yang paling banyak menerbitkan buku. Mulai dari tentang psikologi remaja, sampai dengan psikologi olah raga. Makalah-makalah ilmiah dan seminar-seminar luar negerinya pun berjibun. Mungkin kombinasi sifat perfeksionis, sensitif dan produktif inilah yang menyebabkan Pak Singgih bisa membawa atlit-atlit bulu tangkis kita ke peringkat teratas dunia selama bertahun-tahun (begitu pak Singgih mundur, bulu tangkis pun ikut ambruk) dan membawa Universitas Tarumanagara pada posisinya sebagai salah satu PTS unggulan di Indonesia.

Walaupun begitu jangan dilupakan bahwa pak Singgih adalah orang yang tidak terus-terusan serius. Beliau juga bisa santai dan bisa bercanda. Dalam beberapa kesempatan, saya pernah agak lama bersama beliau. Misalnya waktu ke kongress IUPsyS(International Union of Psycholigcal Societies) di Paris (kalau tidak salah tahun 1976) dan waktu saya bersama beliau meneliti beberapa wilayah "gurem" di Jakarta (jamannya Bang Ali masih gubernur DKI). Beliau paling gampang bercanda. Dan kalau sudah tersenyum, banyak cewek yang tergetar hatinya. Dulu, jamannya masih belum apa-apa, sudah begitu. Apalagi sekarang, sudah tergolong papan-atas (pantas dipanggil oom). Maklum, jaman sekarang banyak cewek yang lebih suka pada oom-oom dari pada mas-mas. Untungnya oom Singgih yang saya kenal sengaja/tidak adalah orang yang teguh pada prinsip dan tidak mudah tergoyah oleh hal-hal yang begituan. Buktinya keluarganya harmonis terus dan anak-anaknya "jadi" semua. Pokoknya patut dicontoh oleh kita-kita yang lebih muda. Baik yang sudah pada kawin, maupun yang baru merencanakan untuk menikah.

Nah, apalagi ya, yang saya ingat tentang pak Singgih? Oh ya, di olah raga. Sebagai pembasket, beliau tergolong handal dan bersama pak Dirgo (Prof. Dr. Sudirgo Wibowo, yang sudah pensiun duluan), tetap memperkuat tim mahasiswa Fakultas Psikologi UI dalam kompetisi-kompetisi UI, walaupun statusnya sudah dosen. Dan waktu itu tim basket Fakultas Psikologi UI pernah menduduki peringkat ke-tiga se-UI. Untungnya penampilan Pak Singgih (dan juga Pak Dirgo) sangat lebih muda dari usia sesungguhnya (kata iklan: "Lebih indah dari warna aslinya"), sehingga tidak ada fakultas lain yang protes.

Sementara itu prakteknya di RS Husada (yang saya dengar) juga cukup berhasil. Tidak mengherankan, karena beliau adalah salah satu dari beberapa gelintir psikolog Indonesia yang mempelajari psiko-analisis secara mendalam. Lagi, mudah-mudahan prestasinya sebagai psikolog praktek juga bisa menjadi teladan buat yang muda-muda.

Selamat pensiun pak Singgih. Tetapi jangan berhenti berprestasi. Anda masih dibutuhkan oleh banyak orang, bukan hanya di Fakultas Psikologi UI melainkan juga oleh seluruh bangsa ini.

July, 1999

Page 28: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Prof. Sarlito bersama Prof. Singgih dan Prof. Sudirgo

Page 29: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih, Guru Besar Pencinta Olahraga

(Dari M. Enoch Markum)

Setelah mengabdikan dirinya selama kurang lebih 40 tahun, akhirnya pada bulan Agustus 1999 Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa secara resmi pensiun sebagai Guru Besar di Fakultas Psikologi UI. Bersamaan dengan itu pada tanggal 21 Agustus 1999 beliau juga berulang tahun yang ke-65. Semoga Pak Singgih tetap sehat dan tetap dapat mengabdikan diri bagi keluarga, psikologi, dan masyarakat. Perjalanan karir Pak Singgih yang panjang yang ditutup dengan pensiun tanpa cacat dan kondisi sehat serta bugar pada usia 65 tahun merupakan prestasi tersendiri. Pada murid-muridnya yang belum pensiun timbul pertanyaan: pelajaran apa yang dapat ditarik dari Pak Singgih ini?

Ada dua kepakaran yang melekat pada Pak Singgih, yakni Psikologi Anak dan Psikologi Olahraga. Kepakaran Pak Singgih dalam bidang psikologi anak tidak saya ikuti dengan seksama, apalagi aplikasinya dalam praktik penanganan masalah anak sehari-hari, karena saya tidak berminat dalam praktik psikologi di samping bidang saya juga psikologi sosial. Namun, kepakaran Pak Singgih dalam psikologi olahraga cukup saya ikuti, dan dari sisi inilah saya mencoba melihat Pak Singgih dan menarik pelajaran dari beliau.

Perkenalan saya dengan Pak Singgih (dan Pak Dirgo/Prof. Dr. Sudirgo Wibowo) terjadi pada tahun 1960-an pada saat saya masih mahasiswa karena bersama-sama bermain bola basket dalam tim Fakultas Psikologi UI. Sebagai pemain depan, Pak Singgih saat itu adalah bintang lapangan karena permainannya yang cepat, dribling-nya hebat, ausdauer juga tinggi, hampir tidak pernah kalah dalam perebutan bola di bawah jaring, dan pencetak skor tertinggi atau top scorer. Barangkali seandainya pada waktu itu sudah dikenal MVP (Most Valuable Player) untuk seorang top scorer dari serentetan kompetisi bola basket, maka pak Singgih adalah pemain yang pantas menyandang gelar MVP itu. Pada saat ngobrol-ngobrol dengan Pak Singgih, saya mengetahui bahwa Pak Singgih itu pernah memperkuat Tim Bola Basket UI pada Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) di Yogyakarta (1958) dan di Medan (1960). "Pada POM di Yogyakarta, UI menjadi juara!" demikian kata Pak Singgih. "Oh, kalau begitu pantes, Pak Singgih ini hebat main bola basketnya", begitu dalam pikiran saya saat itu. Namun, yang belakangan mengagetkan saya adalah Pak Singgih sudah mulai bermain bola basket pada tahun 1947, dan setahun kemudian (1948) menjadi anggota perkumpulan Sin Kuang serta mengikuti pertandingan antar kota di Jawa Tengah. pada waktu pindah ke Jakarta, Pak Singgih tetap bermain basket-cabang olahraga yang paling lama ditekuni dan paling digemari oleh Pak Singgih, di samping bulutangkis - dan menjadi anggota perkumpulan Sin You dan Indonesia Muda (IM).

Page 30: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Selain olahraga bola basket, saya mengetahui juga bahwa Pak Singgih suka bermain bulutangkis karena saya cukup sering melihat Pak Singgih bermain bulutangkis di "aula" Fakultas Psikologi UI yang saat itu berlokasi di Jl. Diponegoro di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Kalau boleh saya menilai permainan bulutangkis Pak Singgih saat itu juga cukup hebat. Belakangan saya baru mengetahui bahwa sejak tahun 1949 Pak Singgih sudah mulai bertanding di kota kelahirannya dan menjadi juara. Selanjutnya pengetahuan saya bahwa Pak Singgih hanya menekuni dua cabang olahraga (bola basket dan bulutangkis) ternyata keliru karena Pak Singgih juga adalah atlet atletik, sepak bola, bola keranjang, renang, judo, jujitsu, dan bahkan pecatur dengan prestasinya masing-masing. Pada olahraga catur, misalnya, Pak Singgih pernah menduduki jabatan Wakil Ketua Umum (1980-1982) dan Ketua Umum (1982-1985) POR Catur Tunas Jaya. Selanjutnya keterlibatan Pak Singgih dalam olahraga ini bukan sebatas menjadi pelaku olahraga atau olahragawan, tetapi pada tahun 1967 untuk pertama kali ditunjuk sebagai psikolog bulutangkis pada Tim Thomas Cup. Sejak itu Pak Singgih berkali-kali ditetapkan sebagai psikolog baik pada Tim Thomas Cup, Uber Cup, maupun Piala Sudirman. Di antara sumbangan Pak Singgih yang besar bagi dunia perbulutangkisan Indonesia adalah saat Tim Thomas Cup Indonesia berhasil merebut kembali Piala Thomas pada tahun 1984 di Kuala Lumpur. Sebagai psikolog yang mencintai olahraga, sejak tahun 1985 Pak Singgih merintis mata kuliah psikologi olahraga di perguruan tinggi, yakni di IKIP Jakarta dan di Fakultas Kedokteran UI Program Studi Kedokteran Olahraga. Dalam kedudukannya sebagai seorang akademikus dan keinginannya yang kuat untuk menyebarluaskan psikologi olahraga, Pak Singgih telah menerbitkan dua buku psikologi olahraga, yakni Psikologi Olahraga (1990) dan Psikologi Olahraga: Teori dan Praktik (1996).

Yang menarik dari karir panjang dan kecintaan yang besar dari Pak Singgih, baik sebagai olahragawan maupun sebagai psikolog olahraga, adalah Pak Singgih ternyata tidak dibesarkan atau berasal dari keluarga olahraga, seperti halnya Elfira Nasution (ayahnya, Raja Nasution, adalah pelatih dan tokoh renang), Ananda Mikola (ayahnya, Tinton Suprapto, adalah mantan pembalap nasional), Pino Bahari (ayahnya, Bahari, adalah pelatih tinju); demikian juga petenis dunia putri, Monica Seles, ternyata dibesarkan dalam keluarga tenis (ayahnya adalah guru pendidikan jasmani dan atlet atletik yang kemudian menjadi pelatih Monica, sementara kakak laki-lakinya juga petenis cukup handal). Saya tidak bermaksud mendalami riwayat hidup Pak Singgih, khususnya yang berkenaan dengan mengapa pelibatan Pak Singgih begitu besar dalam bidang olahraga. Namun, yang jelas fenomena Pak Singgih ini mengukuhkan pendapat saya bahwa Pak Singgih tidak pernah setengah-setengah dalam menekuni suatu bidang. Dengan kata lain, Pak Singgih adalah seorang yang sungguh-sungguh, tekun, selalu ingin lebih baik, disiplin, dan memiliki komitmen yang tinggi yang semuanya itu merupakan sifat (trait) yang sangat diperlukan oleh sumber daya manusia Indonesia yang mau tidak mau harus bersaing di era kesejagatan ini. Menurut hemat saya psikolog yang profesional tidak hanya ditentukan

Page 31: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

oleh kemahirannya mendiagnosa klien dan menyusun laporan hasil pemeriksaan psikologis yang komunikatif, tetapi juga ditentukan oleh sejauh mana ia sungguh-sungguh, menepati janji baik terhadap kliennya maupun penyelesaian laporannya. Maka terjawablah pertanyaan pelajaran apa yang dapat ditarik dari sosok pribadi Pak Singgih, seorang Guru Besar Fakultas Psikologi UI yang sangat mencintai psikologi dan olahraga. Oleh karenanya tidak berlebihan kiranya bila Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) memberikan penghargaan kepada Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa sebagai perintis pengembangan psikologi olahraga di Indonesia.

Bila pada tanggal 21 Agustus 1999 Pak Singgih secara resmi pensiun sebagai Guru Besar, saya yakin hati beliau tidak mungkin meninggalkan psikologi dan olahraga. Jasa psikologi yang dimanfaatkan oleh berbagai induk organisasi olahraga (atletik, renang, bola voli, menembak, panahan, catur, dll) dan penghargaan terhadap psikolog olahraga yang masih jauh dari memadai, serta Ikatan Psikologi Olahraga (IPO) yang baru lahir jelas amat memerlukan sentuhan tangan "begawan" psikologi olahraga. Oleh karena itu, saya tidak hanya mengulangi ucapan "selamat menikmati masa pensiun dan selamat ulang tahun yang ke-65" kepada Pak Singgih, tetapi juga ingin menambahkan sebuah slogan, yakni "maju terus pantang mundur".

Jakarta, Agustus 1999

Inilah tim bola basket Fakultas Psikologi U.I. yang ngetop!!

Page 32: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

KESAN & PESAN UNTUK PAK SINGGIH

(Dari Jeanette Murad)

Disiplinnya itu lho yang saya sangat kagumi. Persis tepat pada waktunya, rasanya tidak pernah saya ingat Pak Singgih terlambat datang.

Waktu saya di Subbag. Akad, hwaduuuh, karena sibuknya Pak Singgih, Pak Singgih pasti salah satu orang yang saya tanyai duluan kalau saya mau bikin jadwal, tetapi .... pada saatnya ujian kadang-kadang meleset juga.

Dasar nasib .............. !!

Kalau saya sekarang ini menyuruh mahasiswa mengubah "trampil" menjadi "terampil", ini berkat Pak Singgih juga. Soalnya saya kebagian mengedit seluruh disertasi saya karena salah mengeja seperti itu.

Pak Singgih, saya yakin dengan pensiun Pak Singgih akan menjadi lebih kreatif lagi daripada sekarang yang sudah penuh kreativitas.

Page 33: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

MEMORIES ARE MADE OF THESE

( Oleh Hera L. Mikarsa )

Saya tidak begitu ingat lagi mengenai kuliah yang diberikan oleh Pak Singgih. Tetapi saya ingat betul bahwa kami, mahasiswa, biasa memanggil dosen "muda" hanya dengan namanya saja. Jadi, Pak Singgih itu dulu yang cuma Ge Siong, tidak lebih tidak kurang, hanya setelah beliau menjadi kepala Bagian Psikologi Anak dan saya menjadi asisten di Bagian itu, lama-kelamaan kami jadi malu sendiri : Masa kepala bagiannya dipanggil namanya, didepan para klien dan tamu, tanpa embel-embel mas, abang, akang, atau pak. Nah, akhirnya kami asisten "muda" memanggil Pak Singgih dengan Pak Singgih.

Waktu kuliah dulu, saya cuek; tidak pernah berfikir kalau sudah lulus nanti mau kerja apa atau dimana. Ketika tahun 1968 saya sedang membuat skripsi, saya ditawarkan oleh teman yang kerja di Bagian Psikologi Anak (atas permintaan Pak Singgih) untuk jadi asisten di Bagian tersebut. Fakultas Psikologi waktu itu kan kecil dan sumpek sekali. Perpustakaannya gelap dan bagi yang sedang membuat skripsi (sudah tidak punya kelas), tidak ada tempat untuk menumpang duduk bila harus ke fakultas. Jadi, tawaran teman saya itu saya sambar secepat kilat. Lamanya, saya pikir : sebagai asisten kan saya pasti dapat meja dan kursi, jadi tidak usah bingung mau duduk dimana, walaupun motivasi saya pada mulanya cuma ingin dapat "kursi" (kayak partai saja), saya percaya Pak Singgih tidak menyesalkan menawarkan pekerjaan asisten pada saya? (boleh donk GR sedikit!)

Setelah lulus dan boleh menangani klien secara mandiri, saya ingat suatu ketika Pak Singgih memberitahu, "Bicaranya perlahan-lahan saja". Rupanya dari ruang beliau yang cuma dibatasi oleh dinding tipis (papan atau tripleks) dengan ruang tempat saya sedang membicarakan hasil pemeriksaan dengan seorang ibu, suara saya yang cepat rupanya bisa didengar oleh Pak Singgih. Kayak kenangan lain tentang Pak Singgih (maklum, beliau lama jadi boss saya!), tetapi satu yang memperlihatkan sisi lain dari Pak Singgih perlu diungkapkan juga ketika Pak Singgih pulang dari London (tahun 1970?), kami di Bagian Psikologi anak merasa Surprise lho, kog Pak Singgih jadi "genit"? pakai kemeja warna, rambut agak gondrong, pokoknya trendy deh. Biasanya kan pakaian Pak Singgih itu konservatif, juga potongan rambutnya.

Mudah-mudahan selalu sukses ditempat yang baru, dan terima kasih untuk semuanya.

Page 34: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

1st Asian Workshop on Child Adolescent Development Jakarta 1978

Spesialisasi

Page 35: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

PAK SINGGIH DIRGA GUNARSA YANG SAYA KENAL

(Dari Judi E. Markum)

Saya kenal Pak Singgih sejak tahun 1963, saat saya diterima sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Ia dosen mata kuliah Psikologi Umum, dosen muda yang ......., boleh lah. Saya menyaksikan Pak Singgih diwisuda dan saat itu saya diwisuda sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi.

Sebagai dosen, Pak Singgih amat serius, jarang ada humornya tapi mengajarnya jelas, mudah dimengerti dan selalu ada contoh sehari-hari. Jadi bila menghadapi ujian tidak terlalu ngotot belajarnya. Pernah pada saat ujian kepergok sedang bertanya pada sobat saya Wies Mursadik, iiiih.... malu deh, tapi beliau hanya tersenyum saja -- apa tidak semakin malu. Dalam bidang olahraga kami sering berlatih bersama, yaitu basket. Pak Singgih, Pak Dirgo, Enoch, Yono, Aswad adalah tim basket putra Fakultas Psikologi. Sedang Enong, Petty, Tati, Ade, Lies dan saya adalah tim basket putri Fakultas Psikologi UI.

Tahun 1970, pada waktu pembuatan skripsi, saya dibimbing oleh Pak Singgih, selesai dalam waktu lebih / kurang 1 1/2 tahun (1972) karena dikejar-kejar oleh Pak Fuad. Pada waktu itu angkatan 1963 terlambat lebih / kurang 2 tahun karena terhambat oleh G30S PKI.

Tahun 1971, saya melamar untuk menjadi staf bagian Perkembangan. Pada waktu itu Pak Singgih D. Gunarsa sebagai kepala bagian - atas bantuan Pak Singgih, saya diterima sebagai staf bagian Perkembangan sampai saat ini (1972 - sekarang). Oleh karena itu, mati-hidup saya untuk Bagian Perkembangan Fakultas Psikologi UI. Tahun 1978, Pak Singgih kembali membimbing kami, staf Bagian Perkembangan dalam Program Pasca Sarjana Psikologi Perkembangan bekerja sampai dengan Vrije Universiteit di Nederland - kami di wisuda tahun 1980.

Tahun 1990-1992, kembali saya mendapat bimbingan Pak Singgih dalam pembuatan tesis S3. Namun gagal! Maaf ya Pak .....

Jadi sejak tahun 1963 sampai saat ini sering sekali ada kegiatan yang dilakukan bersama Pak Singgih. Pak Singgih baik, cukup ada perhatian, tapi kenapa saya tidak bisa "dekat"?, saya merasa ada `jarak' antara saya dengan Pak Singgih.

Jangan marah yaa Pak, karena demikianlah adanya.

Hormat saya,

Judi E. Markum

Page 36: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih, Prof. Urie Bronfenbrenner dan Staf Bagian Perkembangan di Kampus Rawamangun 1985. Judi E. Markum

berdiri paling kanan.

Page 37: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Heri Suyatna

Pengajar pertama yang kami jumpai waktu pendaftaran kembali sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi UI dibulan Agustus `Th 65 adalah Pak Singgih. Dengan senyumnya yang khas, tipis saja tapi ramah, beliau menerima semua calon mahasiswa baru.

Selama menempuh kuliah di Jalan Diponegoro `82 itu kami merasa beliau bersama Mbak Prapti, yang tinggal dibelakang ruang kuliah, banyak memberikan dorongan, bahkan tempat kami bertanya mengenai banyak hal dari yang formal kuliah sampai konseling pribadi.

Kegemarannya bermain bulutangkis mengajak banyak mahasiswa memanfaatkan ruang kuliah (tingkat satu) untuk menjadi arena olah raga dihari-hari minggu. Itu pula yang menjadikan beliau sebagai psikolog dibidang olah raga, khususnya team bulutangkis nasional.

Ingatan kami kembali terusik manakala dulu dengan cara manual, kami menghitung korelasi - korelasi hasil penelitian Pak Singgih dalam membuat desertasinya.

Gambar-gambar dari almarhum Pak Ook sebagai alat test sesuai kebudayaan Indonesia, menjadi dasar desertasi beliau.

Melalui beliaulah kami pertama kami berkenalan dengan ilmu psikologi, ilmu yang banyak ditafsirkan orang sebagai ilmu "Klenik" maupun nama-nama lainnya. Tapi yang jelas sumbangannya pada pembangunan dan kehidupan sosial bangsa Indonesia cukup berarti.

Semoga Pak Singgih beserta keluarga diberkahi hari-hari yang bahagia dan penuh rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, itu lho, "awet muda" dan senyumnya yang selalu menjadi perhatian orang.

Heri Suyatna

Page 38: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Threes Suyatna

Pak Singgih,

Saya mengenalnya tahun enam puluh lima, karena selain mengajar beliau menjadi sangat dekat dengan mahasiswanya bahkan dapat dikatakan menyatu dengan mahasiswa. Kesederhanaannya sangat mengesankan, walau namanya sudah terkenal, ia tetap mau menyapa bekas muridnya dimanapun kita bertemu, di pesawat, di pesta ataupun di tempat kematian.

Dan senyum misteriusnya, dari dulu hingga sekarang tak pernah tertinggal, kadang senyum itu menggambarkan kekesalan kalau kita berbuat bodoh tapi kadang berisi kepuasan kalau kita berprestasi. Beliau selalu mendorong orang untuk mau belajar dan maju.

Dan terakhir, Pak Singgih selalu memperhatikan perasaan orang, sebagai psikolog, ia memperlakukan manusia benar-benar sebagai manusia yang memiliki pikiran dan perasaan.

Terima kasih Pak Singgih, saya merasakan bimbingan Bapak, bukan saja dalam menyusun skripsi, tapi juga dalam melihat manusia. Walau dikatakan Pak Singgih pensiun, dimata saya Pak Singgih tetap seperti yang dulu, terimalah terima kasih saya.

Threes Suyatna

Page 39: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pesan dan Kesan dari Bapak SIRUN dan ISTRI

Pesan : Saya Sirun beserta Istri mengucapkan banyak terima kasih selama sekian tahun dibina bekerja di Psikologi, selalu banyak dibantu oleh Bapak Singgih dan Ibu Singgih baik dari segi materil maupun spiritual dan tidak lupa, pesan saya kalau Bapak Singgih sudah pensiun jangan melupakan saya, dan juga karyawan yang lainnya, dan saya tidak lupa salam buat Bapak dan Ibu Dosen, juga semuanya, dan salam juga buat Pak Dudung. Saya Sirun sekeluarga kalau ada kesalahan mohon maaf sebesar-besarnya dan juga saya tidak dapat hadir pada acara tersebut dan mohon maklum hendaknya.

Kesan : Selama saya bekerja di Psikologi saya bisa mencukupi keluarga saya sekalipun saya sering jatuh bangun (sering sakit-sakitan dan selalu berada di rumah sakit) dan bukan itu saja, dan saya juga bisa menyekolahkan anak-anak saya sampai pada lulus semua, walaupun itu tidak sampai keperguruan tinggi. Itupun saya bersyukur sekali walau penghasilan saya kecil dan saya juga merasa bangga sampai akhir tua saya, bisa menyaksikan anak-anak saya sampai saya punya cucu. Dan dari itulah saya merasa terkesan kalau Bapak Singgih bisa memberikan kenang-kenangan buat saya. Hanya itulah yang bisa saya utarakan dari hati saya sekian dulu dan saya mengucapkan banyak ribuan terima kasih.

Hormat saya,

( S I R U N ) Depok, 25 Juli 1999

Page 40: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

KESAN & PESAN (Dari H. Suwardja)

Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa yang saya hormati.

Roda dunia terus berputar tanpa terasa hari demi hari, tahun demi tahun telah berlalu, maka sampailah saatnya Bapak Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa menjalani pensiun. Tentunya dengan berat hati meninggalkan berbagai pengalaman yang dialaminya terutama rekan-rekan seprofesinya.

Cerita singkat :

Saya mengenal Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa sejak beliau masih menjadi mahasiswa. Pada waktu itu beliau masih bernama GO GE SIONG, sampai saat sekarang beliau telah meraih gelar Professor Doktor, lengkapnya sekarang Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa. Gedung Fakultas Psikologi pada waktu itu masih prihatin berpindah-pindah dari Jl. Diponegoro, sebagian pindah ke Salemba Raya 4 dekat Fakultas Tekhnik UI, kemudian dari Salemba Raya 4 pindah lagi ke Rawamangun, dan pada tahun 1987 pindah ke kampus baru UI Depok.

Disaat menjelang promosi gelar Doktor, sedikit banyak saya turut membantu dalam proses pengetikan-pengetikan berbagai hal antara lain surat menyurat, membuat makalah, naskah, karangan buku dan lain sebagainya yang bersifat ilmiah. Dengan keberhasilan-keberhasilan yang diraih oleh Prof. Singgih Dirga Gunarsa tersebut diatas, saya selaku karyawan pada bagian administrasi Fakultas Psikologi UI merasa sangat berbangga hati atas keberhasilan yang diraih oleh beliau. Sebaliknya kepada Bapak Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa saya sekeluarga mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga, karena Bapak Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa telah banyak memberikan imbalan jasa. Bahkan secara tidak langsung diketahui oleh Pak Singgih, saya telah banyak mengambil sikap dan contoh prilaku Pak Singgih misalnya sesuatu pekerjaan ''TIDAK PERLU BANYAK BICARA, TAPI NYATA''. Hal ini saya terapkan pada diri saya pada waktu saya menjabat sebagai Kepala Desa (Lurah), syukur Alhamdulillah semua pekerjaan tercipta baik dan sukses sampai akhir jabatan saya.

Sebelumnya pada kesempatan ini pula saya mohon maaf kepada Pak Singgih untuk menyampaikan "mohon diri" meninggalkan Fakultas Psikologi UI walaupun sudah terlambat jauh.

Terutama kepada :

1. Bpk. Prof. Dr. Slamet Imam Santoso2. Bpk. Prof. Dr. Fuad Hassan3. Bpk. Prof. Dr. A.S. Munandar

Page 41: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

4. Ibu Prof. Dr. Soesmalijah Soewondo5. Ibu Prof. Dr. Yaumil Agoes Achir6. Ibu Prof. Dr. Suprapti S. Markam7. Bpk. Prof. Dr. Sarlito W. Sarwono

Selaku Dekan Fakultas Psikologi UI dari sebelumnya hingga sekarang. Serta seluruh Staf Akademik, Keuangan dan Administrasi.

Khusus Bapak Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa beserta keluarga. Saya "mohon maaf" apabila pada waktu selama saya bertugas di Fakultas Psikologi UI banyak kesalahan/kekeliruan dari segi tingkah laku ataupun dari segi administratif dan sebagainya.

Akhirnya kepada Bapak Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa saya mengucapkan "Selamat Menjalani Masa Pensiun" dan untuk tidak saling melupakan rekan-rekan se-profesi, para karyawan dan para pensiunan di lingkungan civitas akademika Fakultas Psikologi UI. Marilah kita mengenang masa lalu dan menyongsong masa yang akan datang.

Depok, 15 Juli 1999H. Suwardja

Page 42: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

MENJADI MERTUA (Dari Kiki)

Wah kenang-kenangan saya khusus mengenai Pak Singgih. Sewaktu masih kuliah, dimana mulai mendapat dosen Pak Singgih, saya suka sukar konsentrasi kalau lagi kuliah mata pelajaran beliau. Bukannya menyimak pelajarannya, eh tetapi ngelamun melihat wajahnya melulu, habis saya pikir cakep juga dosen ini, pinter, simpatik orangnya.

Eh ternyata di kemudian hari, yaitu tepatnya di bulan Juli 1977, Pak Singgih beserta Ibu menjadi wakil dari calon suami saya, Raymond Tamkei yang datang dari Kanada. Karena tidak ada satupun dari pihak keluarganya yang bisa mewakilinya dalam acara pernikahan kami berdua, keluarga saya meminta Pak Singgih menjadi wakilnya. Soalnya ayah almarhum saya sudah kenal beliau, sama-sama duduk dalam satu panitia (atau sesuatu badan) di Departemen Sosial, jadi ketemu kalau ada rapat.

Lucu juga sewaktu resepsi. Ada tamu yang mengira Pak Singgih dan ibu benar-benar wakil Raymond Tamkei, jadi di tanya dalam bahasa Inggris dari mana asalnya. Raymond asalnya bukan Kanada kan, tetapi Zimbabwe (dahulu Rhodesia, Afrika). Pak Singgih dengan tersenyum-senyum menjawabnya dalam bahasa Indonesia, : "Saya ini dari Jakarta kok". Lucu rasanya.

Saya merasa benar-benar mendapat kehormatan atas kesediaan Pak Singgih beserta Ibu untuk mewakili pihak pengantin pria, padahal banyak sekali acara yang harus di lakukan, belum lagi Ibu Singgih harus memakai kebaya.

Disamping itu saya juga mendapat kehormatan atas kunjungan Pak Singgih ke Toronto, dan sempat singgah di tempat kami. Waktu itu kami sudah mempunyai dua anak, tetapi mereka masih kecil-kecil (saya lupa tahunnya, apakah tahun 1981, jadi persis kita belum lama pindah ke rumah itu, rasanya belum punya apa-apa). Saya merasa seolah-olah seperti ditengok oleh "Bapak Mertua".

Maka itu sewaktu pertama kali saya pergi ke Indonesia setelah menikah, saya pentingkan sangat untuk berkunjung ke Pak Singgih, karena itu kewajiban anak mantu menengok "Mertua".

Kiki, Canada

Page 43: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

SELALU DIKIRA PROF SINGGIH (Dari Bambang Gunawan)

Saya kenal Prof. Singgih sejak di tingkat pertama Fakultas Psikologi UI karena waktu itu Prof. Singgih mengajar mata kuliah Psikologi Umum.

Yang paling berkesan dan tidak akan terlupakan seumur hidup adalah setelah tahun 1970-an ketika Prof. Singgih memanggil saya untuk bekerja di BPK Penabur sebagai psikolog.

Waktu itu kami sama-sama bertugas di Pusat Konsultasi Psikologi, Jalan Gunung Sahari 90A, Jakarta Pusat. Kalau hanya satu kali, biasanya disebut kebetulan. Tetapi kalau sampai dua kali, rasanya bukan kebetulan lagi.

Apa yang terjadi? Saya yang selalu dikira Prof. Singgih.

Pertama, di dalam ruangan ada orang tua yang bertanya kepada Prof. Singgih sambil menunjuk kepada saya: "Apakah yang duduk di sana adalah Prof. Singgih?"

Kedua, di luar ruangan. Waktu itu saya mau masuk ke ruangan dan Prof. Singgih karena ada keperluan hendak pergi sebentar. Ada orang tua datang dan langsung bertanya kepada Prof. Singgih: "Apakah itu Prof. Singgih?" Semua hal di atas diceritakan sendiri oleh Prof. Singgih sambil tertawa.

Kenapa bisa demikian? Karena kepala saya botak dan lebih cocok jadi profesor rupanya. Yang lebih pasti ialah karena wajah Prof. Singgih selalu terlihat muda.

Bambang Gunawan

Saat ujian sarjana psikologi pada tanggal 30 Oktober 1974. Dari kiri ke kanan: Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Prof. Dr. Fuad Hassan, Dra. Ny. Yoesoef dan Bambang Gunawan. Foto dibuat oleh Bintarto Irsan.

Page 44: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa (Dari Sartono Mukadis)

Menulis memori tentang Pak Singgih tentu ada keharusan untuk kembali ke masa awal sebagai mahasiswa tahun 67 an dulu. Lebih jelasnya, masa sesaat pasca angkatan 66 yang sekarang ini bisa dianggap sebagai angkatan peletak `dosa asal' Orba!

Wow... 67-68 itu pak Singgih menjadi wali tingkat persiapan (tentu cuma satu kelas, sekitar 70 an orang) dan kelasnyapun khas sekali; aula Fakultas Psikologi UI di Jalan Diponegoro seberang RSCM. Aulanya sungguh multi fungsi; ruang kuliah tentu, yang membujur dari timur ke barat, warna dominan hijau persis warna Body-shop termasuk agak kumuh di pelbagai sudut. Dindingnya setengah papan dan setengah kawat ayam sehingga setiap orang bisa melongok dan dilongok keluar. Bising?

Tidak juga karena letaknya sedemikian rupa ada daerah penyangga berupa taman kecil yang sekaligus menjadi taman tak bertuan yang membatasi F. PSi dengan UKI, daerah demarkasilah begitu.

Fungsi aula lainnya? Banyak; lapangan badminton yang rutin sekali dilakukan oleh Pak Singgih, termasuk stelan bajunya yang pasti (celana pendek dan kaos berkerah putih, sepatu tenis dengan kaos kaki yang ditarik rapih sekali dan sepasang raket).

Sepanjang ingatan saya, Pak Singgih lah pengguna setia `batminton hall' tersebut. Sesekali pernah juga sih bang Mochtar (mantan Ka TU) atau bang Ramdon, atau mas Biakto (sosiolog) ikut main. Tapi yang paling rutin dan disiplin ya cuma pak Singgih. Disiplin, rutin, taat azas, dan hampir-hampir ketat tak bergeming, mungkin inilah bagian menarik dari beliau.

Datang mengajar pada jam yang hampir pasti tepat, terasa sekali sudah menyiapkan diri untuk mengajar, mulai dari mana dan akan berakhir dimana juga terasa jelasnya bagi kami mahasiswa baru.

Oya, beliau mengajar Psikologi Umum; terminologi dan dasar pengertian dari psikologi itu sendiri. Kejernihan penyampaian, materi yang disampaikan, contoh yang dikemukakan, asosiasi antara nama tokoh dengan konsep serta gagasannya terhubungkan dengan jelas sehingga sulit sekali lepas dari memory kita, karena tertib sekali beliau sampaikan (penulisan nama harus tepat, apa konsepnya harus jelas dan jangan pernah berani mengada-ada kecuali memang niat ikut herr).

Sebagai senior, banyak hal yang kami tangkap dari dalam maupun luar ruang kuliah; waktu mulai stage Bagian Psikologi Anak, kami para stagist kerap bergurau setengah serius kalau melihat Ibu membawa anaknya .... klien lagi.... laporan lagi... yang rupanya terdengar oleh beliau. `Buat kita masalahnya selesai ketika laporan akhir usai dibuat,

Page 45: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

tetapi buat mereka (klien) permasalahan justru baru dimulai!'. Atau `... kamu sebenarnya sudah bisa membuat diagnose awal tentang bagaimana orangtua mendidik dan memperlakukan anaknya. Kalau orangtuanya datang dalam kondisi lebih wah, lebih menor, sepatunya Belly sementara anaknya tampil jorok, tidak bersih, sembarang, bisa kamu duga sendiri bagaimana pola asuh mereka...'.

Atau ketika suatu hari Lembaga Psikologi (belum Terapan waktu itu) diminta melakukan psikotes di sebuah Perkebunan di Bah Bolon Sumut. Psikolognya Mas Tos (alm), Mas Ito, pak Enoch dan pak Singgih sendiri.

Testee nya 300 orang, testernya cuma penulis dan Frans Bonang thok! Kami tiba jam makan siang, Mas Tos cs makan termasuk manggis yang `...jancuk! Manggisnya masih mentah eh..' tapi abis semua! Kami berdua sibuk menyiapkan materi tes, kelas dsb.nya.... Jadi dapat dibayangkan tes lengkap yang dimulai jam 2an lebih selesai jam berapa?!

Selesai tes langsung harus dikoreksi dan kemudian harus siap dikelompokkan per psikolog besok pagi sebelum sarapan! Dan tentu pantang telat apalagi ditinggal tidur selama interview, kami juga yang harus mencek dan memperbaiki kalau ada yang salah koreksi atau salah ngefile dlsb.nya Asyiikkk... 300booo...

Cara simpati pak Singgih agak khas, beliau tidak turut membantu yang memang justru akan makin membuat kami pekiwuh, dan hiburan beliau satu-satunya cuma `...nanti Ton, sepuluh tahun lagi kamu baru bisa merasakan nikmatnya jadi psikolog, sekarang jungkir balik dulu...'.

Bukan jungkir balik pak, kami sedang tidak jelas membedakan mana deret Kraepplin dengan bantal koq pak...

Kembali ke Diponegoro, di belakang (atau di samping ya..?!), melalui semacam gang ukuran 4 ubin menuju kediaman pak Singgih dengan ibu Syul.

Terus terang saya tidak pernah menerobos lorong waktu atawa time tunnel tadi. Tapi agaknya di sekitar sanalah pak Singgih tinggal, ibu Prapti Sumarmo berdiam, pak Biyakto berdiam. Tempat yang waktu itu sejujurnya kami anggap sah-sah saja kesederhanaannya, habis mau dibandingkan dengan rumah dosen yang mana?

Tetapi bertahun kemudian, tepatnya ketika saya menuliskan memoar ini ada sesuatu yang trenyuh, ada sesuatu yang bernilai dari beliau-beliau fondasi dasar dari fakultas yang menelurkan demikian banyak `orang', kesederhanaan dan pengorbanan. Ungkapan yang berlebihan? Mungkin.

Tetapi jujur, inilah perasaan yang menyentuh saya saat ini. Gaji beliau-beliau pastilah tidak lebih menjanjikan dari sekarang ini, psikologi masih

Page 46: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

dianggap ilmu yang bagus tetapi jangan harap job & panggilan datang berderam seperti sekarang ini.

Beliau-beliau dengan segala keluguan tidak membandingkannya berbangga mengembangkan bagiannya masing-masing, berbagi pengetahuan yang saat ini mungkin dengan mudah kita katakan `..memang itu tugasnya khan..', kerap terasa melakukan trial dan mungkin sesekali errordalam mencari arah dan pola pendidikan ke psikologian yang lebih baik dari hari kemarin.

Mungkin sekali memang belum waktunya saat itu untuk berfikir transendental jauh kemuka, tetapi bagaimana agar psikologi menjadi lebih baik di Indonesia. Titik. Pak Singgih adalah jelas salah satu dari bata dari fondasi yang membanggakan tadi.

Terima kasih pak Singgih, terima kasih ibu Syul, dan untuk Sanya, `Nanin' dan Ralph, saya yakin mereka bangga pada kedua orangtua mereka. Kebanggaan yang sangat beralasan layaknya kebanggaan kami pada dosen-dosen kami. Terima kasih almamater, terima kasih ketulusan hati; hal yang sedang melangka saat ini.

22 Juli 1999Sartono Mukadis

Page 47: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

PAK SINGGIH YANG KUKENAL (Dari Juke R. Jusuf-Seregar)

Tahun 1968, tiga puluh satu tahun yang lalu, saat itu aku adalah mahasiswa baru di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Perasaan bangga dengan duduk di kelas Aula Fakultas Psikologi.

Ketika aku sedang ngobrol dengan teman-teman, masuklah seorang dosen laki-laki dengan senyum yang cukup manis. Ia adalah pengajar mata kuliah Psikologi Umum. Dosen laki-laki tersebut namanya Pak Singgih.

Ia mengajar Psikologi Umum dengan bahasa yang sederhana, jelas, contoh-contoh yang diberikan konkrit. Membuat saya menyenangi mata kuliah tersebut.

Tingkat akhir, aku bertemu kembali di mata kuliah Skripsi. Ternyata Pak Singgih adalah pembimbing utama skripsi teoritis-ku. Dalam membimbing, ia memberikan kebebasan padaku untuk berkreasi, berpikir, dan bereksplarasi. Cara yang diberikan Pak Singgih malah telah membuat aku tidak takut untuk berpikir, bereksplorasi, berkreasi.

Terimakasih Pak Singgih, untuk bimbingan yang telah diberikan.

Juke R. Jusuf-Seregar

Angkatan 1968

Page 48: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Ina Wibowo

Ina Wibowo, no. 3 dari kiri

Saya mengenal Ibu Julia sejak saya masih kanak-kanak. jadi seingat saya, rasanya mengenal Pak Singgih mungkin di rumah ibu Julia (acara wakuncar). Kebetulan letak rumah kedua orang tua ibu Julia sangat berdekatan dengan tempat tinggal saya.

Dalam kesempatan untuk menuliskan kesan serta pesan untuk Pak Singgih dan keluarga, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih saya yang sebesar-besarnya kepada beliau. Saya menjadi psikolog berkat bantuan Ibu Julia dan Pak Singgih.

Pada awalnya saya mengenal fakultas Psikologi dari ibu Julia yang dengan penuh pengertian membuat saya tertarik untuk memilih jurusan tersebut, sampai dengan akhirnya saya diterima di Fakultas Psikologi U.I. Perkenalan saya dengan Pak Singgih melalui berkah-berkah yang diberikan. Semakin lama saya semakin mengenal Pak Singgih sebagai orang yang berdisiplin tinggi dalam pekerjaan dan selalu tepat waktu.

Setelah memperoleh gelar sebagai psikolog, saya diajak bergabung di Biro Konsultasi yang ternama yaitu Pusat Konsultasi BPK Penabur KPS Jakarta. Lokasinya di Tanah Abang, di kantor Basteriko. Di tempat inilah saya berkenalan dengan seorang ibu yang tanggal, bulan serta tahun kelahirannya sama dengan saya. Pertemuan yang istimewa ini menjadikan kami berdua menjadi teman dekat.

Tanpa terasa, waktu terus berjalan dan sampai sekarang saya masih bekerja di BPK Penabur KPS Jakarta. Tahun ini saya memasuki kursi kerja 20 tahun. Pada kesempatan ini saya ingin mengungkapkan perasaan saya dan menyampaikan rasa terimakasih saya sedalam-dalamnya kepada Ibu Julia dan Pak Singgih yang telah membimbing saya untuk mengembangkan diri dan menjadikan saya sebagai pribadi yang ibu dan

Page 49: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

bapak kenal. Sekali lagi terimakasih saya atas perhatian, kehangatan yang saya alami bersama. Semoga Tuhan selalu melimpahi Ibu-Bapak dengan kesehatan dan berkat yang melimpah.

Salam hangat, Ina Wibowo

Page 50: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Hi Singgih (From Seisoh Sukemune, Ph.D.)

Congratulations on the occasion of your retirement from the University of Indonesia after a lifetime of distinguished service to Indonesia. Let me on this celebratory occasion refer to my own retirement from Hiroshima University seven years ago. Immediately after my retirement, I accepted a new academic position teaching and doing research at a prestigious private university, Mukogawa Women's University, located just in-between Kobe and Osaka. I used the word of "retirement," when I left, but now I have changed the English usage! That is, I left Hiroshima University for Mukogawa Women's University under the mandatory age limit but my life work continued. I suspect you will also continue with your love of teaching, especially Developmental Psychology, for a long time to come. As a matter of fact, I am today energetically doing research and teaching, as well as being Dean. I think you will, like me, need 25 hours a day after leaving the University of Indonesia and your academic contributions which blossom even more.

I remember when I met you first just like yesterday. It was at the SAWCARD held in Bangkok, Thailand, many years ago. I recall having enjoy so much talking with you each occasion that we met. I was attracted by your sincerity, unpretentious manner, and dedication and how much you have advanced Indonesian psychology. I know Monty is working at the university where you will be transfered soon, and expect your time there would be most enjoyable and productive. I know you have done a lot in your discipline, and I am sure you will continue to do a lot more for the Indonesian psychology as well as for the Asian world. I am very much pleased that we will get together during the Beijing ISSBD in the summer of 2000 because of your participation in our symposium on "Resilience and development". You, Monty, and I will have our enjoyble and productive reunion there.

I am proud of our constant Indonesian friendship and I pray you and your whole family will be endelssly happy and prosperous.

Cheers,Seisoh Sukemune, Ph.D., Professor Emeritus, Hiroshima UniversityProfessor of Development Psychology, Mukogawa Women's University, 6/14/99

Page 51: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From Willard W. Hartup

16 June 1999

Prof. Dr. Singgih D. GunarsaJl. Daksinapati Barat II/6Kampus U.I. - RawamangunJakarta - 13220INDONESIA

Dear Singgih :

As the time for your formal retirement nears, I am pleased to write offering you both congratulations and good wishes. Fortunately, your service to the field of developmental psychology will not come to an end with your retirement, but this is a good time to reflect on your contributions to the field and the pleasure it has been to work with you.

Although I have never visited Indonesia, I know that you have been an unparalleled leader in your country during your career, an outstanding teacher and mentor, and a prolific writer. Those accomplishments certainly stand as your highest achievements. At the same time, the field of developmental psychology owes you another debt for your outstanding work in international relations.

It was my very great pleasure to work with you more than 20 years ago in the formation and governance of the International society for the Study of Behavioral Development. In those days, this was a fledgling organization that could hardly pay its bills. It managed to stay a live only because of the faith and hard work of its early leaders. You were steadfast in this regard. The organization, which is now a thriving and well-recognized scientific society, owes you a great debt for all that you did before, during, and after the time you were a member of the Executive Committee.

Also among your most significant accomplishments are the Asian Workshops on Child and Adolescent Development. You took the initiative in organizing the first of these events in Jakarta in 1978 in cooperation with the ISSBD, and it is very satisfying to know that this series of workshops is still going on with participants from so many Asian countries. The International Society for the Study of Behavioral Development regards its relations with these workshops as one of its most important activities. The results--in terms of both training and research advancement---have been truly marvelous. You have supported these workshops consistently through the years with both your wisdom and your organizational skills, and I believe the field owes you a great debt for this.

In addition to these comments, I would merely like to say that it has been a great pleasure for me personally to know you. You are a warm and wise

Page 52: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

friend, and I deeply appreciate the counsel that you have so generously offered me as well as your firendship.

Looking forward to the next time that we meet.

Most sincerely,Willard W. HartupRegents' Professor of Child Psychology Emeritus

Page 53: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Prof. Dr. Jan de WitNicolaas Maesstraat 118

1071 RH AmsterdamHOLLAND

Terschelling, July 6, 1999

Dear Singgih,

Thank you for your letter and kind invitation. I regret that I `ll not be able to attend the ceremony, but I would like to express my deep appreciation for everything you did in order to promote the psychology of children and youth in Indonesia.

It was a long time ago, that we met for the first time: during the International Congress in Tokyo. It was the starting point for a long standing cooperation between Jakarta and Amsterdam.

Also, thanks to your initiatives, the first meeting of the later so successful "Asian Workshops" took place in Jakarta in close cooperation with ISSBD, which Society you served many years as a highly estimated member of the Executive Committee.

With great pleasures I remember our joint project of developing a post-graduate specialization in our field. I have happy memories of the several workshops that took place at your department of the U.I. and we were happy also to host many of your younger colleagues at he "Paedologisch Instituut". Many of the colleagues that attended the workshops have important positions now.

I felt especially honored when you invited me in 1995, a.o. to give a keynote address at the meeting of the representatives of most Indonesian University department of developmental psychology and we enjoyed to see all old friends very much.

Now you are becoming an "emeritus". But it is quite clear to me that it will not be just "leisure time" and I am sure that your important position at Tarumanagara will be highly rewarding. I do hope that you will be able to do this in good health for many years together with your wife and family - already three grand children.

Heiltje and I are looking forward to meet you next autumn, when both of you will visit Holland. At the moment we are enjoying the nice summer climate at the island of Terschelling.

Best regards from Heiltje and me.

Jan de Wit

Page 54: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Jan de Wit beserta Hera L., Reni, Ediasri, Juul dan Pak Singgih dipertemuan AWCAD ke-2, Bangkok 1982

Page 55: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From Chancha & family

Dear Dr. Singgih,

My very fond memory went back to the time we first met in Canada at the International Conference on Social Policy for Children Funds by Bush Foundation. Since then till now over twenty years passed by, our friendship keeps growing stronger and will continue to be lasting. Your great contribution to the progress of our Asian academic work and all kinds of supports are highly appreciated.

On the special occasion of the ceremony to be held in honoring you at your retirement, I do wish you the very best of every thing. My two daughters, Sarawanee and Siviga, join me in wishing you strong physical and mental health, success and happiness throughout the many many years to come.

With very best wishes and sincere appreciation.

Chancha Suvannathat.

happy retirement to dearest Dr. Singgih !

Wishing you all the best !

Chancha & family

The content of this Electronic Greeting Card has been

6/25/99

Dear Dear Dr. Singgih

may all your roads be goodmay all your roads be good,may all your days be fun.may you follow adventuresand continue on your wayknowing just how much you meanto all of us here.may all your roads be good,may all your days be funmay your dreams grow like a garden.

Page 56: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From Agnes Chang Shook-Cheong, PhD

Professor Singgih D. GunarsaFaculty of PsychologyUniversiti of Indonesia

I have known Prof. Dr. Singgih for over 15 years as fellow psychologists. He is among the first Asian psychologists to be invited to serve on the Executive Committee of the prestigious International Society for the Study of Behavioural Development (ISSBD). Indonesia was the first Asian country to host the Asian Workshop On Child And Adolescent Development, which is the regional version of the ISSBD Conference. The person who had spear-headed this series of Workshops is none other than Prof. Dr Singgih. Since then, many other Asian countries have participated as the hosts for the Asian Workshops. The 10th Workshop will be held in Malaysia in October 1999.

Though few people outside Indonesia are aware that Prof. Singgih is also a sport psychologist, he is renown as the man responsible for the Thomas Cup successes by Indonesian players. He was featured in the Singapore Straits Times as the man who had helped Indonesia to clinch its amazing success in the Thomas Cup Tournment.

To all his international friends, Prof. Singgih is a sincere, diligent, dependable, caring and fiercely loyal friend. In return, his friends LOVE him!

On the occasion of his retirement, I wish him all the best in his new appointment as the First Vice Chairperson of the Tarumanagara University.

As it is term time in Singapore, I shall not be able to take up the good offer and hospitality to visit Jakarta for the occasion.

Agnes Chang Shook-Cheong, PhDAssociate ProfessorNational Institute Of EducationNanyang Technological UniversitySingapore6/10/99

Page 57: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From Lea Pulkkinen

July 26, 1999

Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa

Jl. Daksinapati Barat 1176

Kampus U.I. - Rawamangun

Jakarta - 13220

Indonesia

Dear Professor Gunarsa,

Thank you very much for the invitation to celebrate your retirement from the prestigious University of Indonesia which I had an opportunity to visit in 1993. I would very much like to attend the ceremony, but besides the long distance from Finland to Indonesia, international commitments in Finland keep me here. We are organizing an ISSBD workshop in Finlad, August 21-29, and parallelly and overlapping with it, an international conference on Personality in the life course, August 25-29.

Let me express in this confext my great appreciation of your work for the aims of the International Society for the Study of Behavioural Development (ISSBD). You have been most instrumental in the initiation and maintenance of the ISSBD affiliated workshop series in South-East Asia. The first workshop was held in Jakarta in 1978, and since then biennial workshops have been organized on a regular basis. It has taken an enormous effort from you, and it would not have been possible without your personal authority. This workshop series has been highly appreciated within the ISSBD, and it is very clear to us that it has had a wide-spread influence on the study of human development in your region. You have also served as a Regional Representative of ISSBD and helped us to coordinate our activities across continents. Finally, you have served as a program committee member for ISSBD conferences and given your expertise for the benefit of ISSBD. For all these activities, I wish to express my deepest gratitude.

I wish for your and your wife good health and enjoyable time after your well-deserved retirement. I hope that the retirement does not extinguish your contacts with ISSBD. I am looking forward to seeing your and you wife again in ISSBD conferences.

Yours sincerely,Lea PulkkinenProfessor, Past President of ISSBD

Page 58: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From Jim Shilling

Dear Singgih,

It was a pleasure to receive your letter and hear your exciting news about "retirement" although it sounds as if you will be staying very busy with Tarumanagara University. I hope you plan to spend a fair amount of time relaxing and enjoying your retirement years.

I appreciate the invitation to your retirement ceremony and wish very much that I could be there. It was very enjoyable meeting you both in Indonesia and in Wisconsin, and being involved with Tarumanagara University. We hope we can continue to work with you in the future.

Congratulations on this milestone in your life and best of luck to you in the years ahead. Enjoy!!

Jim Shilling

Department of Real Estate and Urban Land EconomicsUniversity of Wisconsin975 University AvenueMadison, WI 53706

Page 59: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From Pachongchit

Dear Professor Singgih,

Thanks for your note about your retirement ceremony.

I wish I could be at the meeting, and listen and exchange

ideas with other academicians. Of course, the most important

thing is to meet with you and to celebrate this special occasion.

Wishing you happiness and success forever.

Pachongchit

Pachongchit IntasuwanDirectorBehavioral Science Research InstituteSrinakharinwirot UniversitySukhumvit 23Bangkok 10110, Thailand

Page 60: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From John F. Schultz

June 14, 1999

Professor Dr. Singgih D. GunarsaJl. Daksinapati Barat II/6Kampus U.I. - RawamangunJakarta - 13220Indonesia

Dear Professor Singgih,

On the occasion of your retirement, I want to express our deepest appreciation on behalf of the worldwide family of Christian Children's Fund for all that you have done for us and for the children and families we serve.

Your have been instrumental in the work of CCF in Indonesia and throughout Asia for over 25 years. You assisted in pioneering our efforts in Indonesia and have served as chair of our Advisory Board steering us through critical periods in our history. You have shepherded the growth of the program from infancy to its present status as a major program with over 30 staff and serving over 30,000 children in various parts of the nation. Through these years you have served as wise counsel and advisor to CCF staff and have given the benefit of your professional expertise in child development in numerous forums.

You have been a leader in CCF throughout the region, travelling to Hong Kong, Taiwan, Korea and other National Office countries to provide program guidance and direction for CCF activities. You have become not only highly respected by your colleagues, staff and all with whom you work, but also a much beloved leader. It is true that CCF would not have been able to reach its present stature in Indonesia and would not have been the respected voice in the region it is without your efforts.

I am particularly grateful for the guidance and counsel you have provided to me in recent years as we have undergone major transitions, including negotiations for a new working agreement with government authorities and the recruitment of a new director to succeed a long-serving and experienced leader.

On behalf of CCF and speaking for all of the thousands of children and families who have been the beneficiaries of your leadership, we wish you Godspeed at this point in your life. May you continue to be a blessing to all you meet and a beacon for children's welfare.

Page 61: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Please accept my sincere gratitude for all that you have done. We look forward to many more years of your service to the children and families of the world.

Best regards and best wishes.John F. SchultzPresident

Page 62: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From Darsh T. Wasan

July 12, 1999

Dear Professor Singgih:

Congratulations on your long and distinguished career. I should say careers; I am impressed that you have continued to do research and to publish in your field, while playing a leadership role in your department and in the formation and governance of the University of Tarumanagara. You have contributed greatly to the profession of psychology and also to higher education itself.

And although you are not an engineer, I must acknowledge that you have also excelled in building "bridges." You have bridged the disciplines by helping to identify promising future engineers through the "bridge building' competition at Tarumanagara University. You have also bridged the continents by helping to establish educational cooperation between IIT and Tarumanagara University, cooperation that has led to scholarships that have enabled several Indonesian students to come to the U.S. to study.

I am grateful to have had the opportunity to work with you and look forward to continuing our cooperation and our friendship.

My very best wishes to you.

With best personal regards,

Darsh T. Wasan

Vice President - International Affairsand Motorola Chair

Page 63: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

From Bart Shaha

Dear Dr. Singgih,

We have come to know that the time of your retirement is drawing near. It would be a great joy and pleasure if l could attend the ceremony to be held in your honor on 21 August 1999.

However, due to prior commitment made during that time it will not be possible for me to attend the important event.

The Asia Alliance of YMCAs, on this occasion, would like to extend its deep appreciation and thanks for the outstanding leadership you have given not only to the Asia YMCAs in Indonesia, but also to the Asia Alliance itself.

I recall with pride the great role you played in the Asia Alliance as a member of the Leadsership Committee, especially in formulating the curriculum of the Asia YMCA Advanced Studies Programme.

We would like to wish you the very best as you retire from the University of Indonesia, and take up your new responsibilities as First Vice Chairperson of the Tarumanagara Foundation of the Tarumanagara University.

With warm regards,

Bart Shaha

General Secretary

30.6.99

Page 64: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Nany Nukman S.

Gaya bicara Pak Singgih yang kebelanda-belandaan membuat saya seperti kuliah di Utrecht. Pak Singgih, kuliah yang bapak berikan sangat berkesan dan bermanfaat bagi saya. Saya ingat juga waktu ujian akhir, Bapak memberikan dorongan moril, dengan senyum bapak yang manis !! Bapak membuat saya tenang.

Terima kasih banyak Pak Singgih.

Nany Nukman S.

Jl. Salak 4, Jakarta Selatan

Page 65: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Joy Mangowal

Pak Singgih pujaan wanita-wanita di Fakultas Psikologi, saya selalu menganggap Pak Singgih seperti kakak bukan dosen yang menakutkan, Pak Singgih yang membuka mata saya ke hal-hal yang lebih seru dan menggairahkan dari ilmu Psikologi, saya merasa lebih PD dan lebih sreg menghadapi laki-laki dan perkawinan.

Terima kasih untuk bimbingan yang formal apalagi yang informal.

Joy Mangowal

Page 66: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

30 tahun yang lalu, kami telah menangkap Pak Singgih. Dan hingga kini, Bapak tetap berada di tempat khusus dalam hati

kami.

Page 67: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih yang saya kenal: sekelumit kesan dan kenangan atas pesan-pesannya (Dari Wiwien (Damona) Poespawardaja)

Bulan lalu, diujung sore yang lelah setelah sidang pleno QUE-Project, Bu Mimi Patmonodewa berbincang sekilas dengan saya perihal rencana peringatan Ultah Prof. Singgih D. Gunarsa (Pak Singgih). "Coret-coret sesuatu tentang beliau, Wien?", sapanya. Ah... seketika terlintas cepat beberapa potong wajah teman-teman seangkatan tahun '70, kejadian-kejadian kecil tahun 80-an, dan sepotong kenangan penting bagiku tentang Pak Singgih tahun '93. Pikir-pikir, mengapa tidak, bikin surprise kecil, dan syukur menggembirakan beliau...

Kilasan ini pastilah tak pernah masuk dalam khasanah ingatan Pak Singgih (yang dikenal tajam dan detail) sehubungan "eksistensi" saya, yang saya pikir, ada dan kadang tiada di pengamatan para dosen semasa kuliah saya (karena seringnya ikut Training Center dan tour untuk Volleyball UI dan DKI Jaya yang saya cintai). Tapi mahasiswa biasanya lebih ingat tentang dosennya, kan? Nampaknya ini hukum "Psikologi Perkembangan" mahasiswa dalam masa kuliah. Jadi, saya teruskan sajalah....

Mahasiswa angkatan 70 pasti masih ingat ruangan tempat kita kuliah di Jln. Diponegoro gedung paling belakang itu. Ciri-cirinya pun pasti masih kita ingat: bau apek campur pesing (karena persis diseberangnya, adalah tembok pengaman dan pengintipan mahasiswa UKI, sementara kita kuliah di ruang yang paling "besar" itu, mereka nyuitin kita sambil pi...s ! edhan kan?. Tepat di sebelah ruang itu, ada dua tiga kamar yang dihuni warga Psikologi Saya tidak tahu siapa saja penghuninya.

Waktu Mapram (perpeloncoan) yang hiruk pikuk dengan acara gojlokan fisik itu, kita selalu kumpul di ruang besar itu. Tiap pagi kita selalu ketemu gadis kecil agak gemuk, putih, kadang digendong oleh Raka/Rakanita kita. Namanya Nanin, dan rasanya seakan jadi baby-nya semua orang... Kebetulan ada Cami (calon mahasiswi) namanya Liestiowati Tjipto (gemuk, putih, agak sipit pula seperti Nanin yang "diperbesar"). Dalam waktu singkat oleh Yuke dan Tono Mukadis, Lies lalu dinobatkan sebagai Nanin besar, jadi setiap pagi wajib apel "ayah-ibunya" di gedung belakang itu, harus nengok kalau dipanggil Nanin (Bayangkan kalau lupa, wow, hukumannya maakk...). Di sore menjelang penutupan Mapram, keluarlah dari deretan kamar tadi seorang Bapak, tinggi, langsing (lebih tepat: atletis) menggandeng Nanin kecil sambil senyum terus dan tertawa kecil melihat kami yang dekil dekumel dan loyo-loyo. Nanin besar segera menyambutnya serta meng"entertain" si ayah yang menggandeng Nanin beneran di depan cama-cami lainnya. Oh... Cama-cami segera tahu bahwa itulah bapaknya Nanin si baby; pak Singgih namanya. Akrab, segar, menampilkan simpati pada "penderitaan cama-cami", kesannya begitu.... Dan sikapnya yang membolehkan Nanin jadi "milik dan maskot"

Page 68: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

mahasiswa terkesan jadi patokan semua warga Psikologi ketika itu: belongingness, guyub, sportif, dan rasional. Asyik kan?

Waktu berputar. Pak Singgih jadi PD I. Karena saya ikut Biennial Intervarsity Games di luar negeri (satu tour disamping sejumlah tour olahraga lainnya sepanjang tahun yang saya ikuti) saya harus minta ijin untuk ikut TC, dan meninggalkan kuliah, bisa-bisa total satu bulan. Sambil menanda tangani surat (untuk kesekian kalinya), beliau berucap: "disamping gitar dan volley, jangan lupa Psikologi-nya lho Wien..." hem, cespleng dan membuat sejuk. (jaman segitu kalau "kebablasen" beraktiv-ria, lulus S1 bisa 10 tahun lho, asyik sih, ngumpul terus di kantor Senat dan Dewan Mahasiswa, sambil belajar organisasi dikit-dikit, ngomongin politik dikit-dikit, volley lagi, (menikmati status mahasiswa...). Tak ada kesan otoriter, sentimen, gusar, tapi membuat saya sadar batas sambil tetap enjoy dalam bertindak, sebab konflik sering melanda juga lho, kalau harus tidak kuliah agak lama, tapi tak mampu meninggalkan volley-ria (sampai-sampai ada ucapan: jangan sampai kuliah nggangggu volley, edhan!). Kata-kata beliau menyiratkan kepercayaan, mengingatkan bahwa kita harus tetap punya orientasi, dan tahu batas. Langkah saya jadi mantap dan optimis untuk bisa berprestasi dalam bidang minat saya dan menyelesaikan studi, Indah kan?

Pak Singgih mengajar Psikologi Diagnostik II ketika saya di tingkat IV (semester 8). Tiba-tiba ada yang berubah luar biasa total: potongan rambutnya! Jambul Errol Flynnya yang klimis jadi poni dan sedikit cepak! Wow, apa yang terjadi? Ketika dengan "jail dan sedikit takut-takut" ada mahasiswi bertanya (mengapa potong rambut pak?), dengan sangat enteng Pak Singgih menjawab (kita pikir beliau akan marah...): "tuntutan jaman, psikolog harus tanggap kalau diperlukan berubah". Saya mencatat satu hal lagi; mau tahu dunia luar, bergerak terus, dan ceria. Ada konsistensi di sini: rasional dan semua dihadapi dengan tenang serta optimis. Saya belajar lagi arti satu pesan...

Ketika terjadi "riak-riak bergelomang" dalam pergantian pimpinan tahun 80, satu hal saya catat: Pak Singgih tak pernah bicara dalam meeting yang diselenggarakan pimpinan. Kemana beliau? Kediamannya menggelitik saya, dan terus terang, agak saya sayangkan. Saya berharap sebenarnya, dengan keceriaannya, caranya bertutur yang rasional dengan orientasi yang jelas, beliau mau urun-rembug dalam suasana pilin-memilin adu pendapat tarik ulur argumentasi diwarnai oleh kepedihan karena harus membuyarkan rasa saling-memiliki yang sudah terlanjur kental selama ini. Saya serasa menggapai di kaki gurun kering tanpa harapan. Tapi itu hak beliau. Sebagai seorang lulusan yang baru saja masuk dalam jajaran staf, ke"diaman" beliau mengilhami saya untuk tahu batas dan sadar orientasi. Sensitivitas beliau menuntut tempatnya, dan saya tambahi catatan saya tentang ke"diaman" beliau kalau ada yang tidak "pas" dihatinya: diam dan menjauh. Apa hendak dikata.....

Page 69: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dalam tugas saya sebagai Ketua Seksi Ilmiah Dies Natalis ke 40 Fakultas Psikologi UI (tahun 1993), saya menugaskan diri saya sendiri untuk bertemu beliau yang agak jarang saya lihat lagi di kampus Depok. Sesuai dengan disain pengumpulan pendapat tentang refleksi pendidikan psikologi pasca 40 tahun berdirinya, saya harus mewawancarai beliau dalam kapasitas sebagai salah seorang penjuru-penjuru pertama Fakultas ini. Karena lama tidak berkomunikasi, saya harap-harap cemas untuk dapat waktu. Tak dinyana, dalam telpon jawabnya segar: "Ayo Wien, kamu mau tanya apa saja silahkan, saya akan jawab sepuasnya", dan beliau buktikan kesanggupan ini.

Selama 3 jam setengah saya dituturi kekanan-kekiri, keatas-kebawah tentang eksistensi Fakultas ini, Idealisme beliau tentang fungsi dan peran psikolog jernih benar: psikolog harus jadi "leading sector" di semua lini yang membahas perubahan masyarakat. Obsesi tentang Psikologi Anak (Perkembangan) tak terbendung: bidang ini harus dikuasai dengan baik untuk dapat "bicara" soal modifikasi tingkah laku di bidang lainnya. Dan harapannya kepada staf muda-muda di Fakultas tak bisa dipalingkan: kaum muda harus belajar terus supaya tidak ketinggalan dalam mengembangkan fakultas dan ilmu psikologi. Rasanya tak mampu kepala saya yang kecil ini menampung dialog yang kaya nuansa, ilmiah dan berlangsung dalam atmosfer guru yang tengah memberi segalanya bagi para murid-muridnya. Sangat sukar mengulangi ini semua!.

Satu hal yang beliau minta saya bagikan kepada semua kolega saya: betapa pentingnya selalu punya orientasi ruang gerak dan waktu, sampai dimana Psikologi sebagai disiplin ilmu ini sudah eksis, betapa mutlaknya memiliki akses ke dunia luar melalui asosiasi-asosiasi dunia yang resmi (seperti APA) supaya tumbuh-kembang rasa kesejajaran dengan ilmuwan manca negara, dan harus berusaha keras untuk menerjuni seminar/kongres Internasional, supaya kita selalu sadar dan percaya diri pada peran dan fungsi psikolog di Indonesia, dan bisa menyumbang secara tepat-guna kepada masyarakat pengguna jasa kita. Dahsyat!

(Bagi pribadi yang menginginkan membaca narasi wawancara ini, bisa kontak saya di fakultas, masih tersimpan dengan baik, sebagaimana narasi dari para nara sumber lainnya yaitu: Pak Fuad, Bu Sadli, Bu Yusuf Nusyirwan, Bu Suwarsih Wamaen, Pak dan Bu Munandar).

Mungkin kedekatan penghayatan pada Psikologi jadi mudah mengalir karena Pak Singgih bekas pemain dan selalu cinta olahraga (saya punya juga pengalaman ini). Bisa saja ini turut mewarnai ingatan saya tentang beliau, yang nota bene tidak amat sering saya jumpai dalam tugas saya di Bagian Psikologi Sosial. Tapi itu lalu menjadi tidak penting karena isi pesan dan nuansanya yang ingin saya kisah-balik-kan kepada Pak Singgih dari kaca mata bekas mahasiswinya.

Terima kasih Pak, semoga ceria senantiasa dan Panjang Usia!

Page 70: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pasarminggu, Juli 1999

Wiwien (Damona) Poespawardaja

Bagian Psikologi Sosial

Fakultas Psikologi UI, Depok.

Page 71: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih dari kacamata saya ... (Dari Sri Hartati Suradijono)

Tidak terasa Pak Singgih sudah saya kenal selama lebih kurang 24 tahun (lama juga yah ...). Untuk waktu yang hampir separuh dari usia saya sekarang ini, saya seharusnya sudah mengenal Pak Singgih secara "luar-dalam" (eh... maksud saya benar-benar banyaaak... gitu). Akan tetapi pada waktu saya menulis kesan-pesan ini yang paling menonjol untuk saya mengenai Pak Singgih adalah sikapnya yang terkesan "formal" atau "serius". Artinya saya hampir tidak pernah melihat Pak Singgih itu tertawa "terkekeh-kekeh" (bahasa apa ya ... ?) seperti saya dan sebahagian teman-teman di Bagian Perkembangan. Pak Singgih juga menonjol dalam cara berbicara yang suaranya pelan, dengan bahasa yang tertata rapih, dan singkat. Jadi itu sebabnya saya bilang "formal" atau "serius".

Akan tetapi sikap formalnya yang cenderung tetap itu, sejak saya jadi mahasiswa sampai saya menjadi Kepala Bagiannya (maaf ya Pak), berlawanan dengan sesuatu hal yang menurut saya justru dinamis. Apa ya? Itu .... potongan rambut atau hair stylenya. Nah, yang ini seingat saya sering berubah. Dulu waktu saya masih stage di Bagian Perkembangan (tahun 1974-1975), dengan Pak Singgih sebagai Kepala Bagiannya, rambut Bapak ada "jambulnya" (Benar enggak Pak ....?). Kemudian potongan rambutnya banyak lagi berubah (mungkin ikutin zaman ya Pak ...?), sampai potongan yang kita lihat hari ini, yaitu potongan rambut seorang "Grandpa" bagi cucu-cucunya.

Anyway, Pak Singgih saya harap Bapak tidak akan melupakan kami, khususnya Staf di Bagian Perkembangan. Yang pasti, kami di Bagian Perkembangan tidak akan melupakan sumbangsih Bapak yang begitu besar, khususnya dalam menumbuhkan dan membawa bagian kami ini (Bagian Perkembangan) menjadi demikian besar seperti hari ini.

Sri Hartati Suradijono

Page 72: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dear Pak Singgih yang saya kagumi (Dari Kartini P. Utomo H.)

Saya mengenal bapak diawal karier saya di bidang Psikologi, saat mengikuti kuliah Psikologi Umum. Satu statement bapak yang menjadi "pelita" dalam hidup saya sebagai psikolog adalah : "Jika anda ingin menjadi psikolog yang baik, anda harus melatih sensitifitas proses persepsi anda"

Hal ini menjadi fenomena yang saya bawa sepanjang karier saa di Psikologi, dan saat ini, sebagai psikolog yang mendalami Human Information Processing, saya sangat mengerti arti pernyataan tsb. Saya semakin menyadari pentingnya persepsi. Tidak saja untuk seorang psikolog, tetapi juga untuk mengembangkan proses kognitif pada manusia secara umum. Seorang yang sensitif berarti mampu menyerap informasi dari lingkungan dengan efektif dan kaya, sehingga mampu meningkatkan kualitas manusia itu sendiri.

Terima kasih pak, anda memperkaya hidup saya dengan ilmu yang maha penting.

Walaupun bapak sudah pensiun, please don't be a stranger. Kunjungi kami yang masih berjuang di Almamater tercinta F. Psikologi UI.

Dari seorang murid setia,

Kartini P. Utomo H.

Page 73: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Buat Pak Singgih (Dari Yati Utoyo Lubis)

Kesan pertama saya tentang Pak Singgih : dosen yang rumahnya disekolahan, di Jl. Diponegoro, (seperti kepala sekolah rakyat zaman dulu saja), anaknya 2 lucu-lucu dan bikin gemes, kalau Pak Singgih tertawa matanya terus menghilang, dan sering betul senyum-senyum ditahan (agak miring mulutnya kalau lagi senyum begitu). Lalu saya bertemu Bapak ketika Bapak mengajar di kelas. Mengajarnya enak, jelas, dan tambah lagi kesan saya : Bapak kurang sering melihat ke murid, tapi melihat ke atas kepala dengan posisi agak miring. Ketawa ditahan masih tetap muncul (lha, ini jadinya observasi ekspresi retrospektif ya pak).

Anyway, I admire you, Pak. Anda mengajar dengan jelas. Anda masih mau datang ke acara-acara kita di Fakultas. Anda bisa bercanda (tidak seperti stereotipi profesor di-film-film itu), dan yang saya ingin punya tapi kok susah banget : Produktivitas Bapak dalam menulis buku. Bagaimana itu menirunya ya Pak, apa musti pakai metodenya Bandura ?

Pak Singgih, saya pribadi berterima kasih atas bimbingan, pengajaran, contoh soal, dan terutama kekayaan yang saya peroleh dari kesempatan berinteraksi dengan Bapak. Semoga adik-adik kelas saya tetap bisa mengenal Bapak seperti Pak Singgih yang saya kenal selama ini (walaupun Bapak sekarang tampilannya lebih muda dari dulu !).

Happy Birthday & may God bless you and your family !

Yati Utoyo Lubis - bekas mahasiswa F.Psi.U.I. angkatan `70

Page 74: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Ninuk Widyantoro

Saya masuk Fakultas Psikologi UI tahun 1970, kalau saya ingat-ingat, semua dosen baik, tidak ada seorangpun yang membuat saya jengkel. Tapi bagaimanapun Pak Singgih merupakan salah satu yang spesial, terutama dalam approach-nya. Meski dari luar sewaktu belum mengenal kelihatan angkuh, namun sebenarnya hatinya hangat, lunak. Saya ingat waktu "Stage/Pendalaman" kelompok kami (Ninik, Linda, Otti, Mia, Jo Rumeser, Wiwin, Dade, Hari, Agus, dan saya) sering sekali makan siang sama-sama ke warung dimuka RSCM. Kitapun sempat pergi ke Bandung sama-sama meninjau beberapa SLB untuk melihat sendiri bagaimana mereka mendidik dan merawat anak-anak dari kelompok spesial (tuna rungu, tuna netra dan yang terbatas IQ nya). Kita juga menginterview guru-guru tamatan IKIP jurusan SLB. Ini membuat interes kita tumbuh lebih dalam. Malamnya kita sama-sama hura-hura, minum Bandrek dan lain-lain. Pak Singgih kelihatan relax, enjoy meski kita mengajak makan ditempat-tempat yang sesuai dengan kantong mahasiswa kita (lebih sering nongkrong di warung).

Ini membawa kesan mendalam, membuat kita merasa dekat dan tidak takut bertanya. Sikapnya membuat kita mudah mempelajari Psikologi Anak. Saya meniru langkah itu sampai kini, ketika mengajar seperti hari-hari ini di Vietnam, saya selalu mendekati peserta pendidikan dan mengkombinasi teori dengan praktek langsung.

Selamat Ulang Tahun Pak, semoga panjang umur dan selalu sehat. Terima kasih untuk memuat ini dalam buku kenangan Prof. Singgih.

Ninuk Widyantoro

Alumni - Angkatan 1970

Page 75: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih Kita (Dari Mia)

Ingat-ingat .. 28 tahun silam, bila dari kejauhan tampak ada sosok Gentlemen yang berpakaian necis, mengepit map di lengan, dengan jambul kecil dan senyum ditahan memasuki ruang kuliah, langsung suasana kelas yang semula riuh rendah dalam sekejap menjadi hening, ada yang tegang, pura-pura tegang dan yang senyum-senyum ditahan.

Itu dia Pak Singgih kita, yang beken dalam menerapkan disiplin waktu, disiplin belajar maupun tata tertib untuk mahasiswanya.

Sebagai mahasiswinya, saya mengagumi beliau karena selain pengetahuan teoritisnya yang mendalam, daya ingatnya yang kuat, kuliahnya enak didengar dan perlu!

Beliau all around. Saat saya dan teman-teman mendirikan Biro Konsultan, selama saya bekerja di perusahaan atau bila diskusi tentang olah raga, hobby, beliau selalu memberikan bimbingan, saran, idea, kritik yang sangat praktis terapan. Semua nasihat pak Singgih terasa pas dan mantap.

Pak Singgih itu memang kalem, prilakunya tenang, teratur. Bagi yang belum akrab dengannya, beliau sepertinya tidak suka bercanda, atau tidak suka hal-hal yang agak bandel atau urakan. Tapi sebenarnya beliau bisa agak urakan.

Kira-kira tahun 1973 kelompok saya sedang stage di jurusan Kejuruan dan Perusahaan, di jalan Diponegoro. Kami sedang mengambil klien bakat, belum jam istirahat, tiba-tiba wajah Pak Singgih muncul di jendela (agak ngumpet-ngumpet) dan melambai pada kami mengajak keluar. Kami bertaktik, satu persatu buru-buru menyetop kliennya dan berjingkat keluar ruangan. Brreett! Kami keluar kampus dan nongkrong makan di Warung `Sasa' diseberang RSCM.

Di Bandung lain lagi. Waktu itu jam 21.30, kami nungguin beliau belum selesai memberikan ceramah di suatu seminar. Kami bulak-balik kasih kode ngajak pergi. Akhirnya jam 23.00 sampai larut kita nongkrong di pinggir jalan Supratman, makan colenak dan nyeruput bajigur. Memang bangga dan asyik punya teman Pak Singgih. (Mia.S.Psi'70 )

Page 76: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Airin Sutanto

Saya pertama kenal Pak Singgih saat perkuliahan tingkat I. Keren, dandy, ngajar juga enak, nggak pelit dengan angka. Tetapi impresi yang kuat adalah: sebagai orang senior, ia selalu berusaha memberi peluang untuk maju bagi para junior, selain itu juga ibu Singgih selalu melengkapi dengan kehangatan dan keramahannya untuk memberi semangat maju. Mudah-mudahan dimasa pensiun ini, amal ibadah Pak Singgih dan ibu mendapat balasan yang setimpal, yang memperkaya waktu mendatang dalam menikmati hasil jerih payah selama ini.

Airin Sutanto, Angkatan 1970

Page 77: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Kesan-Kesan tentang Prof. Dr. Singgih Dirga Gunarsa

(Dari Augustine Sukarlan Basri)

Sejak saya menjadi murid S1 hingga murid S2 dari Pak Singgih, saya melihat adanya sikap yang konsisten dari beliau, yaitu kedisiplinan soal waktu kuliah. Hal lain yang kemudian menimbulkan kekaguman pada diri saya adalah bahwa beliau adalah seorang psikolog yang loyal atau setia dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki, melalui praktik yang terus menerus beliau lakukan. Buat kami, yang mendengarkan kuliah beliau, menjadi memperoleh manfaat yang sangat besar karena mendengar proses konseling dan terapi yang dijalankan.

Meskipun sebagai dosen ber'tampang' serius dan agak serem, saya punya kesan Pak Singgih juga senang bercanda, artinya `tampang' jahilnya juga kelihatan. Itu menunjukan adanya keseimbangan hidup pada Pak Singgih. Selamat ulang tahun ke-65 Pak.

Mensana in corpore sano.

Salam hormat,

Augustine Sukarlan Basri

Page 78: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih yang saya kenal sejak tahun 1971 sampai sekarang (Dari Mayke S. Tedjasaputra)

Saya masuk fakultas Psikologi U.I. tahun 1971 dan mulai kenal Pak Singgih yang sekarang bergelar Profesor Doktor saat beliau mengajar mata kuliah Psikologi Umum dan kemudian Psikoterapi Anak. Saya ingat betul bagaimana gayanya saat mengajar, bagaimana beliau menjabarkan definisi-definisi dari beberapa konsep yang dipelajari dalam Psikologi. Contohnya: personality is ......... ; dan masih banyak lagi definisi yang diajukan. Saya takjub bagaimana Pak Singgih dapat menguraikan dengan "persis" seperti di buku. Dan hati-hati kalau menghadiri kuliah pak dosen yang satu ini, sebaiknya tidak terlambat karena akan "dicemberuti". Beliau selalu mengajar pada waktu yang tepat dan tentunya juga menuntut kita sebagai mahasiswanya datang tepat waktu. Saya suka dengan kebiasaan ini karena akan mendidik kita menghargai waktu, menghargai orang lain serta disiplin pada diri sendiri.

Ada rasa ngeri pada awalnya bila harus berhadapan dengan Pak Singgih, seakan-akan sukar didekati dan tidak mau kenal dekat dengan mahasiswanya. Tetapi ternyata dugaan itu salah, karena setelah kenal lebih lama melalui olah raga basket, tembok pembatas terasa mencair. Beliau bisa juga melucu dan bergurau, tetapi tentu saja di luar jam kuliah karena di dalam kelas tetap saja penampilannya "angker". Ada juga kesan bagi diri saya pribadi bahwa sulit "menebak" isi hati serta suasana hatinya, suatu saat sepertinya ceria dan akrab tetapi suatu saat kelihatan begitu serius dan memasang jarak.

Setamat kuliah saya mendapat kesempatan untuk menjadi staf pengajar di Fakultas Psikologi U.I., Pak Singgih mempunyai andil besar dalam pengembangan diri saya dan juga rekan-rekan di Bagian untuk berkiprah di bidangnya masing-masing. Terima kasih banyak Pak Singgih, atas semua sumbangan pikiran, bimbingan dan arahan, serta pengalaman yang pernah Bapak berikan. Ada pesan saya agar setelah Bapak pensiun jangan lupa pada Fakultas Psikologi U.I. dan tetap mau membantu kami-kami dengan sumbangan pikiran Bapak. Selain itu lebih banyak senyum dan tidak memasang muka terlalu serius kalau bertemu saya ya Pak, sebab hal ini membuat saya jadi salah tingkah tidak tahu harus bersikap bagaimana. Selamat ulang tahun yang ke-65, Tuhan memberkati Pak Singgih beserta keluarga besar agar tetap hidup sejahtera dan bahagia.

Dari Mayke S. Tedjasaputra(Mantan mahasiswa dan rekan satu bagian)

Page 79: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Senyum yang punya seribu arti, ciri khas Pak Singgih

Page 80: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Tara

Pak Singgih dan Kamasutera; tidak heran kalau Professor yang satu ini awet muda. Tapi Pak banyak tulang-tulang yang sudah kropos, ampun-ampun deh kalau lihat buku itu lagi.

Tara, Angkatan 71/72

Page 81: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Retno Saksono

Bicara tentang Pak Singgih, kenangan yang langsung terlintas adalah senyumannya yang khas, bukan senyum misterius ala Monalisa, bukan pula gaya kebapakan tapi lebih kearah lucu dan sedikit "jahil", kayaknya senang goda orang (positif lho pak). Sebagai dosen Pak Singgih menyenangkan, kami `enjoy' diajar oleh Beliau. Banyak terimakasih, kami harap ini bukan sayonara Pak. Kami semua masih ingin ketemu dan ketemu lagi dengan Bapak di acara kampus Psikologi kita. (masih kangen dengan senyumnya....)

Retno Saksono

Alumnus `79

Page 82: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih D. Gunarsa yang saya kenal (Dari Dini P. Daengsari)

Sosok pria yang secara fisik, sejak 28 tahun yang lalu saya pertama mengenalnya tidak banyak menunjukan perubahan kecuali dari penampilan dan sikapnya yang semakin hari semakin matang dan mantap. Jadi artinya beliau `awet muda'; dalam usianya saat ini (65 tahun ya pak) beliau masih tampak gagah, sikapnya tegap, rambut hitam (nggak dicatkan pak?), keriputnya tidak nyata dan sehat wal'afiat.

Jarang saya dengar beliau sakit (mudah-mudahan selalu sehat seterusnya), tingkat aktivitasnya masih tinggi, minat di bidang olahraga masih besar. Nampaknya itulah yang membuat beliau ini tetap muda, segar dan sehat. Selain itu kebiasaan dan pola makannya sejak dulu juga sangat menunjang kondisinya tersebut. Bagi Pak Singgih, makan adalah untuk hidup sehat. Jarang sekali saya melihat beliau jajan atau ngemil diluar jam makannya. Makan selalu sesuai aturan dan secukupnya.

Itulah sebabnya mengapa Pak Singgih bisa menjadi `awet muda' bukan `awet tua' sebagaimana lazimnya lansia yang berumur panjang. Kesan `tua' belum terlihat pada fisik dan penampilannya (hati-hati loh Ibu Singgih, boleh bangga tapi `waskat'-nya ditingkatkan). Kalau tentang sikapnya yang tenang dan senyumnya yang khas ini pun rasanya juga merupakan trade-mark nya Pak Singgih dari jaman mudanya.

Jarang loh lihat beliau tertawa ngakak; nggak tahu juga sih kalau dalam kalangan terbatas yang sedang membahas `masalah khusus'. Mungkin teman-teman beliau yang seusia lebih tahu. Tapi justru `tenang'nya itu membuat saya (mungkin juga teman-teman saya yang lain) merasa `segan' dan tidak berani becandain Pak Singgih. Ngadapin Pak Singgih ini melibatkan perpaduan berbagai rasa, yaitu, rasa segan, rasa sungkan, rasa takut bahkan rasa seram (kadang-kadang).

Akhirnya bila tidak terlalu sangat perlu kita cenderung bereaksi `menghindar' daripada menghadapi kenyataan yang satu ini. Padahal, kalau dihadapinpun sebenarnya segala `rasa' tadi hilang dengan sendirinya.

Kesimpulannya: beliau ini sebenarnya baik hati tetapi sikapnya yang sarat dengan wibawa membuat beliau terkesan "SERAM"

Dini P. Daengsari

Page 83: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih, Prof. Urie Bronfenbrenner dan Staf Bagian Perkembangan di Kampus Rawamangun 1985

Page 84: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Kesan terhadap Prof. Singgih Dirga Gunarsa (Dari Ade Urip M)

Awal pengenalan saya terhadap Prof. Singgih adalah ketika mengikuti kuliah Psikologi Umum di Tingkat Persiapan. Materi yang diberikan seperti cerita ditambah dengan pengenalan terhadap istilah-istilah teknis dalam Psikologi. Tidak ada hal yang luar biasa saat itu, kecuali tampilannya yang terkesan "dandy". Tampilannya ini nampaknya begitu menetap, karena dari awal sampai dengan beliau akan pensiun saya tidak melihat perubahan yang signifikan dalam his physical appearance. Saluut.

Dari mengikuti beberapa mata kuliah yang diajarkan oleh Prof. Singgih saya mendapat kesan bahwa nilai yang tinggi tidak mudah diberikan, tapi sayapun tidak pernah mendapat nilai yang menjatuhkan. In general, beliau cukup linient dalam memberikan nilai. Tetapi kesan linient ini berbeda ketika suatu saat sebagai Pudek I beliau bertanggung jawab untuk memberlakukan aturan-aturan baru sehubungan dengan terjadinya penumpukan mahasiswa tingkat atas (sekarang dikenal dengan MTTW). Saya dan beberapa teman lain terkena aturan menulis 4 "skripsi", sementara sebelumnya diwajibkan menulis 2 skripsi. Ternyata Pak Singgih tidak linient juga.

Peristiwa yang paling saya ingat dengan Pak Singgih adalah ketika dalam salah satu acara mengisi rekaman TVRI "Psikologi Untuk anda". Saat itu terjadi "miskomunikasi" soal waktu rekaman dimana saya sebagai laison tidak memeriksa kembali perubahan waktu yang ditetapkan oleh TVRI, sehingga rekaman dengan Pak Singgih gagal. Saat itu saya tidak merasa bahwa beliau "marah" karena perubahan waktu mendadak dan diluar kendali saya (itu rasionalisasi saya). Beliau juga tidak pernah memanggil saya untuk minta pertanggungan jawab dari saya. Saya baru mengetahui bahwa beliau "marah" setelah salah satu dosen muda (saat itu) menyarankan untuk minta maaf kepada Pak Singgih. Kesan saya sejak peristiwa itu adalah Pak Singgih tidak mudah ditebak dan perlu "ekstra hati-hati" untuk menghadapinya. Sejak peristiwa itu pula saya menjadi agak "takut" terhadap Pak Singgih.

Ade Urip M, 27 Juli 1999

Page 85: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Kesan dan Pesan buat Pak Singgih (Dari Farida H.)

Saya ingat waktu kuliah psikologi anak dari Pak Singgih, enak dan interesan sekali sampai saya membeli buku Play Therapy dan beberapa buku lain yang bentuknya seperti pocket book, karena contoh-contoh yang bapak berikan dari buku-buku tersebut enak banget ceritanya dan berkesan sekali. Gaya kuliah bapak memang penuh dengan contoh pengalaman-pengalaman bapak ditempat praktek sehingga rasanya waktu itu pengin cepat-cepat jadi psikolog. Satu lagi yang mengesankan dari Bapak:

"senyum bapak yang misterius"

Ok pak, selamat berkarya selamanya dan pertahankan senyum misterius itu ya.

ex murid, Farida H. isis 114

Page 86: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih yang ........ (pokoknya yang bagus-bagus)

Membayangkan sosok Pak Singgih, dosen yang saya kagumi dan sekaligus saya "takuti" (sampai sekarang). Entah mengapa ada rasa `takut' berhadapan dengan beliau. Takut atau segan atau ..... apa, entah, sulit saya temukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya. Mungkin pula karena saya takut tidak bisa memenuhi harapan beliau selaku muridnya, terutama saat mengikuti pendidikan S2. Saya merasa tidak jauh dengan beliau tetapi juga tidak dekat. Wah ambigus seperti gambar CAT nya Pak Singgih.

Saya kagum pada beliau, terutama bila sedang mengajar. Cara menerangkannya amat mudah ditangkap, dengan contoh-contoh yang sangat jelas, sehingga lama dapat diingat. Tapi jangan tanya apakah saya mampu menjawab soal-soal ujian yang diberikan beliau, apalagi saat mengikuti pendidikan S2. Tidak pernah yakin jawaban yang tepat yang mana (barangkali saya saja yang tidak pandai). Cara beliau mengajar itulah yang menyebabkan sampai saat ini saya tetap tertarik dengan CAT, bahkan saya masih menyimpan buku ringkasan disertasi Doktor beliau.

Saya makin banyak mengenal Pak Singgih sejak tahun 1976, ketika berkonsultasi mengenai tawaran menjadi staf pengajar di Bagian Psikologi Eksperimen dari Ibu Bonang. Dengan meyakinkan Pak Singgih menerangkan tentang Bagian Psikologi Anak (saat itu) dan menjanjikan pada saya bisa saja menjadi staf pengajar di Bagian Psikologi Anak tanpa harus mengajar. "Mana mungkin".

Kalau ditanya kenapa saya "takut" pada beliau, saya tidak bisa menjawab. Rasanya seakan-akan `ada tembok tinggi dengan jendela kecil agar aku dapat memandang mu'. Mudah-mudahan ini hanya perasaan saya saja, ya Pak.

Pak Singgih yth, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingan Bapak selama ini dan ternyata saya juga makin tertarik dengan bidang Psikologi Olahraga. Saya harap Bapak tidak bosan memberi bimbingan dan pengarahan. Wah, "takut tapi mau".

Jakarta, Agustus 1999, Nuki Nurdadi

Page 87: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih, Shinta, Nuki, Mayke dan Peter (UNPAD) dalam acara malam kesenian di AWCAD Bangkok - 1990.

Page 88: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih yang saya kenal (Dari Emilia Naland)

Saya mengenal Pak Singgih ketika kuliah di Fakultas Psikologi sebagai dosen, yang mengajar Psikologi Umum. Hal yang mengesankan buat saya adalah kedisiplinan beliau yang tidak berubah sejak dulu sampai sekarang, terutama mengenai waktu. Jadi kalau tidak mau malu ..... ya jangan terlambat kalau mau ikut kuliah Pak Singgih, karena beliau hampir selalu sudah di tempat pada jam yang telah ditentukan.

Banyak hal mengesankan semasa jadi murid dan salah satu yang saya ingat semasa kuliah adalah, Pak Singgih sering dijuluki "Cinderela". Kelompok belajar saya, mbak Lies, Dini Pepen, Kartini dan masih banyak yang lain sering ngumpul di kantin waktu jam istirahat dan Pak Singgih sering ikut ngobrol, tapi selalu tidak mau ikut makan dan jam 12, Pak Singgih akan pamit pulang karena "sudah ada yang nunggu makan di rumah" begitu katanya (bukan main khan setianya sama istri tercinta !). Karena itu kami sering bilang "Cinderela harus pulang, sudah jam 12". Pak Singgih waktu mengajar dan waktu ngobrol bisa sangat berbeda, karena ternyata kalau sudah bercanda bisa santai dan tidak seserius seperti di kelas, bahkan bisa cerita yang agak XX lho!. (tapi itu dulu, ... sekarang saya tidak tahu).

Saya kemudian mengenal lebih dekat lagi ketika diberi kesempatan bekerja di BPK Penabur, ketika itu Pak Singgih menjadi kepala Pusat Konsultasi Psikologi BPK Penabur KPS Jakarta, dan tidak jarang pulang kerja dari Jl. Gunung Sahari saya ikut mobil Pak Singgih, turun di Jl. Pramuka. Saya kenal lebih akrab lagi waktu ikut tour BPK Penabur ke Singapura tahun 1977. Seminggu di Singapura, saya dan Mayke yang juga bekerja di BPK Penabur, hampir setiap hari jalan bareng dan ditraktir makan (lumayan hemat uang saku). Selain itu yang sangat mengesankan, Pak Singgih sempat cerita banyak mengenai kehidupan pribadinya, juga kehidupannya sebagai `pria ganteng'.

Sudah lama sekali saya tidak ngobrol-ngobrol santai dengan Pak Singgih, tapi saya tidak kehilangan berita dan tetap merasa dekat dengan kehidupan keluarga beliau karena saya sekarang sering berbagi cerita dengan ibu Yulia.

Terima kasih Pak Singgih, sampai saya kuliah di S2 Pak Singgih tetap menjadi dosen dan guru saya. Saya bisa belajar berbagai hal bukan hanya dari ruang kuliah tetapi juga melalui kehidupan Pak Singgih sekeluarga.

Jakarta, 24 Juli 1999

Emilia Naland.

Page 89: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Singapura, Juli 1977

Page 90: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih yang saya kenal .............. (Dari Tjali Tambunan)

Nama Ge Siong sudah saya dengar ketika saya masih menjadi staf pengajar di Fakultas Psikologi Unpad pada saat beliau memperoleh gelar Doktor dengan desertasinya tentang CAT.

Saya baru mengenal Prof. Dr. Singgih Gunarsa ketika saya bergabung menjadi staf pengajar Fakultas Psikologi UI pada tahun 1977. Waktu itu beliau menjabat sebagai Pudek I.

Kesan pertama terhadap beliau adalah selalu berpenampilan rapih. Memang pada waktu itu saya tidak mengenal dekat beliau dan ada perasaan segan terhadap beliau karena sikap beliau yang tidak banyak bicara seolah mengambil jarak terhadap sesama staf.

Tahun 1985, anak saya yang pertama diterima di UI. Sebagai staf senior, beliau lalu datang pada saya untuk memberikan selamat dan menyatakan keheranannya kalau saya sudah mempunyai anak yang akan menjadi seorang mahasiswa.

Beliau juga bertanya mengenai banyak hal. Setelah peristiwa tersebut baru saya tahu bahwa meskipun beliau tidak banyak bicara tetapi ternyata cukup menaruh perhatian dan simpati terhadap sesama staf di bagian Psikologi Perkembangan.

Selanjutnya saya mengenal beliau lebih dalam ketika beliau menjadi promotor saya dalam penulisan desertasi saya. Meskipun di tengah berbagai kesibukannya, beliau tetap meluangkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan arahan serta dorongan.

Disinilah saya mengenal beliau sebagai seorang yang disiplin, tepat waktu dan sangat teliti. Begitu telitinya, kata perkata sampai pada peletakan titik dan koma beliau perhatikan. Ini disebabkan karena beliau menginginkan penulisan dalam bahasa Indonesia yang baik.

Sebagai promotor saya sudah begitu mengenal beliau dan saya tahu kebaikan hatinya tetapi rasa segan terhadap beliau tetap bersarang di hati saya.

Oleh karena itu, saya selalu berusaha berhati-hati agar tindakan saya tidak menyinggung perasaan beliau. Rasa segan tersebut terutama timbul bila saya harus menilpon beliau, apakah itu untuk menanyakan sesuatu hal dan meminta pendapat beliau, memberi selamat atau meminta kesediaan beliau memberikan pengayaan pada peserta program profesi, untuk hal yang satu ini saya sering meminta bantuan pada mbak Mimi.

Page 91: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Sampai-sampai mbak Mimi mengatakan tidak apa-apa tilpon saja Pak Singgih malahan akan merasa senang.

Waktu berjalan terus, dan sekarang tibalah saatnya beliau harus meninggalkan kami karena memasuki masa purna bakti. Kami akan kehilangan beliau tetapi kami tetap mengharapkan arahan-arahan beliau.

Semua usaha beliau dalam memajukan ilmu Psikologi Perkembangan khususnya dalam merintis dan membina kerjasama dengan tokoh-tokoh Psikologi Perkembangan di dunia internasional sangat memberikan manfaat bagi kami.

Ada keinginan beliau yang sampai saat ini tidak dapat kami penuhi karena kesibukan masing-masing staf yaitu penulisan buku bersama oleh staf Bagian Psikologi Perkembangan sebelum memasuki masa purna baktinya. Maafkan kami dan semoga Pak Singgih tidak kecewa.

Tjali Tambunan

Page 92: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pengenalanku dan kegiatanku bersamaPak Singgih D. Gunarsa

OlehFrieda Mangunsong

Sebenarnya sosok Bapak itu punya pengaruh sejak saya masih menjabat mahasiswa Fakultas Psikologi UI di Diponegoro - Salemba dan Rawamangun. Pada masa itu psikolog apalagi yang Kristen, mempunyai cukup banyak tulisan/buku psikologi yang bisa dibaca oleh masyarakat umum, masih sangat terhitung dengan jari, langka betul. Termasuk didalamnya ibu Yulia Singgih (Tante Syuul...)

Saya kerap kali soan kerumah Bapak/Ibu di Daksinapati yang sangat welcome dan hangat, baik sebagai mahasiswa maupun staf pengajar. Juga dengan Bapak-Ibu mengawali, mengayomi dan menapaki persekutuan diantara Psikolog Kristen-Katholik, sampai-sampai di rumah yang di Cibubur.

Kesan yang paling mendalam adalah ketika kita bersama-sama melayani dalam suatu Tim, yang menurut saya "sangat besar dan lengkap", di kota Ambon yang pada waktu itu sangat indah dan seluruh kegiatan sukses, berhasil dan berkesan. Setiap kali saya melihat atau mendengar tentang kota Ambon yang kini porak-poranda kilas balik pelayanan kita itu yang selalu terbersit... dalam kenangan. Puji Tuhan, kita sempat memberi arti bagi perkembangan Pendidikan Tingginya melalui penataran, pelatihan dosen-dosen PTN/PTS di Ambon, pemberdayaan pelayan-pelayan gereja, guru-guru bidang studi agama Kristen, guru-guru Sekolah Minggu, orangtua/keluarga dan remaja-remaja sekota Ambon membuat Bapak Singgih, Ibu Yulia Singgih, Yulia S. Chandra, Theresia Huwai dan saya sendiri menjadi sosok penting dalam kegiatan seminggu penuh. Dari kegiatan pelayanan itu dapat dirasakan pentingnya dan bermanfaatnya penerapan ilmu Psikologi yang dikaitkan dengan dasar iman Kristiani dalam pembentukan karakter manusia di kota Ambon pada saat itu dan dimasa mendatang. Tidak mudah pada saat-saat seperti ini untuk dapat melakukan suatu "perjalanan misi" sedemikian baik di kota yang sama maupun di kota atau tempat lain.

Tetapi suatu hal yang pasti, apa yang Professor Singgih lakukan dimasa yang lalu, pasti memiliki nilai yang berharga yang walaupun Bapak sudah memasuki masa pensiun di dunia Perguruan Tinggi Negeri/UI ini secara formal, tugas pelayanan, pekerjaan-pekerjaan Tuhan tetap menunggu dan justru, saya percaya akan lebih mendapat perhatian Bapak dan Ibu Singgih dimasa mendatang.

Ladang dan sawah sudah menguning, ....

Begitu banyak yang harus dituai ......

Page 93: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Tetapi penuai sangat sedikit ......

Tuhan memberkati Bapak/Ibu sekeluarga yang sudah begitu bahagia melepas, Putra/Putri memiliki keluarganya masing-masing. Tinggal menikmati hasil kebahagiaan itu melalui hadirnya cucu-cucu yang juga senantiasa memuliakan nama Tuhan didalam hidup mereka.

Doa Kami Selalu,

Frieda Mangunsong dan Keluarga.

Page 94: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih yang ku kenal (Dari Maria Theresia S.)

Sejak saya mulai bekerja tahun 1974 di Biro Pusat Konsultasi Psikologi BPK Penabur Jakarta yang waktu itu Bapak pimpin dan sampai sekarang, Bapak adalah sebagai sosok figur yang perlu diteladani dalam hal disiplin waktu tepat janji dan murah senyum. Apalagi melihat Bapak marah ?. Meskipun terus terang Pak, saya sulit menafsirkan makna senyum khas Bapak ?

Di Fakultas Psikologi UI ini bapak mungkin sebagai orang pertama yang bisa memahami tugas dan manfaat pekerjaan saya sebagai partner psikolog. Awalnya setengah tidak percaya ketika Bapak menawarkan agar saya membuat lamaran untuk bekerja di Fakultas Psikologi UI ...... "sebagai pegawai negeri" tetapi ...... gajinya kecil ? ya, kalau diterima tidak masalah Pak, gaji kecil tak apa yang penting bisa mengembangkan bakat dan ilmu sambil cuci mata. Pak, cuci mata bukan bermaksud cari cowok lo, tetapi belajar dengan psikolog lain.

Maka pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Pak Singgih, yang telah membimbing dan mendorong saya untuk maju dan berkembang. Terima kasih pula bahwa berkat Pak Singgih rekan-rekan bapak di Bagian Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi UI sampai saat ini masih mau menerima saya apa adanya, terutama sebagai partner bekerja. Bahkan lebih dari itu karena ternyata mereka menyukai masakan saya yang iiii......? eh eh sulit diterka, seperti "senyum" Pak Singgih!

Nah akhirnya saya seperti Bapak biar gaji kecil bertahan hidup.

Semoga pak Singgih dan Keluarga selalu dilindungi Tuhan YME.

Tak lupa saya juga mohon maaf bila ada kesalahan-kesalahan yang pernah saya perbuat.

Maria Theresia S.

Page 95: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih yang saya kenal (Dari Wina Wilman)

Sejak saya kuliah sampai sekarang kelihatannya Pak Singgih tidak pernah berubah alias awet muda ...... caela ...... senyumnya juga tetap sama, hanya sayangnya akhir-akhir ini saya jarang bertemu dan melihat senyum beliau.

Walaupun nanti Pak Singgih akan semakin jarang atau tidak sama sekali terlihat di Fakultas Psikologi kita di Depok mudah-mudahan senyum beliau tidak akan pudar dimanapun kita bertemu.

Selamat menikmati masa pensiun ya pak

Wina Wilman

Page 96: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Monty Satiadarma

Ketika panitia penyelenggara "Farewell Party" Fakultas Psikologi UI meminta saya memberikan `catatan pribadi' saya mengenai Pak Singgih, karena beliau akan merampungkan masa pensiunnya, saya meng-iya-kan saja. Baru kemudian saya sadari, `catatan pribadi' saya mengenai Pak Singgih demikian banyak, namun yang terbanyak adalah justru dalam lima tahun terakhir (1994-1999) ini. Dalam lima tahun terakhir ini, Pak Singgih memberikan peran yang sangat berarti dalam karir dan hidup saya. Jadi mungkin "Farewell to" Pak Singgih dari UI, justru "Welcome Pak Singgih" bagi saya di salah satu lembaga perguruan tinggi lainnya. Di lembaga perguruan tinggi lain inilah Pak Singgih menjadi dosen bagi karir saya. Sedangkan di UI beberapa tahun yang silam, Pak Singgih adalah dosen psikologi perkembangan, tidak cuma bagi saya tapi bagi semua orang. Kebiasaan Pak Singgih yang masih sama sejak beliau menjadi dosen saya di UI sampai saat ini: Tepat Waktu, suatu kebiasaan yang makin hari makin langka dilakukan oleh generasi yang lebih muda.

Kebiasaan tepat waktu disertai dengan ketelitian membaca skripsi mahasiswa yang dibimbingnya kadang kala dirasakan sebagai kecenderungan perfeksionis, yang ternyata sama sekali tidak demikian. Di luar hal-hal yang `official' sifatnya Pak Singgih adalah seorang yang bersahaja, yang menyukai jajanan pasar, menelusuri lorong-lorong pasar di dalam maupun di luar negeri untuk mencicipi lezatnya hidangan tradisional. Pak Singgih tahu kapan harus berlaku formal, kapan informal.

Salah satu obsessi beliau adalah olahraga. Hobby berolahraganya tetap dipertahankannya dengan intensitas latihan olahraga yang relatif tinggi untuk menjaga kebugarannya. Keinginannya untuk mengembangkan psikologi olahraga di tanah air bahkan di Asia Tenggara baru terbentuk sebatas tunas, dan masih memerlukan dukungan besar dari para penerusnya untuk mewujudkan cita-cita besarnya. Satu hal yang luar biasa adalah ketegarannya untuk tidak dihargai, diabaikan, dicemooh, dan tidak diberi honor apapun, bahkan adakalanya harus membiayai sendiri untuk mendampingi atlet nasional bertanding di arena internasional. Kalau tidak ada kecintaan yang begitu besar pada dunia olahraga, kiranya tidak mungkin hal ini dilakukannya selama lebih dari 30 tahun. Bankan dalam status Guru Bersar nya saat ini beliau mau berada di bahwa koordinasi para psikolog yang jauh lebih muda, mantan murid-muridnya, untuk terus membantu memajukan olahraga nasional dengan mempersiapkan ratusan atlet menuju gelanggang internasional. Habatnya, kalau rapat dan pertemuan. Pak Singgih tiap kali datang lebih awal, lebih tepat waktu daripada psikolog muda lainnya !

Di "gelanggang" olahraga, di "gelanggang" pendidikan tinggi, di gelanggang kehidupan umum, Pak Singgih memang tepat waktu, setepat pengambilan keputusannya memilih atlet, setepat ia memisahkan formal

Page 97: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

dan informal, setepat ia menempatkan dirinya ditengah berbagai obsessi hidup yang dimilikinya. Kalau banyak di antara kita mengerti kata "gnothi se auton", rupanya Pak Singgih sudah demikian lama menjalaninya. Pak Singgih memang acapkali mengatakan: "Tahu diri lah". Dan saya pun tahu keputusan Pak Singgih saat inipun karena beliau tahu keputusannya setepat pengetahuannya tentang dirinya sendiri.

Monty Satiadarma

Page 98: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Kesan-kesan untuk Pak Singgih (Dari Daisy Imelda Raintjung)

Mengetahui Pak Singgih akan memasuki masa pensiunnya, saya juga mau ikutan untuk memberikan sedikit kata-ktata. Salut untuk Bapak yang telah banyak jasanya dalam dunia pendidikan. Saya masih ingat ketika saya bisa ikutan menerima tamu pada waktu Pak Singgih mengambil gelar Doktornya di Salemba.

Juga ketika saya baru menyelesaikan kuliah, saya diberi kesempatan untuk bekerja dalam satu yayasan pendidikan di mana beliau sebagai pimpinannya. Walaupun Pak Singgih sekarang sudah sibuk di tempat lain, banyak dari kami yang dulu sama-sama dengan Bapak, masih bekerja di tempat tersebut.

Terima kasih atas segala bimbingan, baik pada waktu kuliah maupun dalam pekerjaan. Semoga Bapak dan keluarga selalu berada dalam tangan kasih Tuhan.

Salam,

Daisy Imelda Raintjung

0876000634

Page 99: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dari Pudji

Pak Singgih, seperti apa sih beliau ........... ? itu yang terlintas dibenak saya sewaktu memasuki Bagian Perkembangan pertama kali. Namun "gosip" tentang Bagian, berikut para staff didalamnya sudah saya dengar saat pertama kali masuk Fakultas Psikologi. Beberapa "gosip" tentang Pak Singgih adalah "harus bisa psikoanalisa, kalau diberi masukan jangan membantah, jangan terlambat masuk, jangan menatap wajah beliau karena pasti akan ditanya" dan masih banyak lagi yang saya sudah lupa. Jadi .......... betapa kaget dan senewennya saya, saat giliran kasuistik tiba, ternyata Pak Singgih hadir mengikuti acara tersebut, karena beberapa kali sebelumnya beliau tidak hadir. Beberapa kali setelah peristiwa kasuistik saya masih bertemu dengan beliau, masih dengan rasa takut yang besar.

Ketika rapat lengkap pertama saya sebagai staf Bagian Perkembangan, saya baru tahu ternyata Pak Singgih adalah juga orang yang mudah tersenyum dan tertawa, bahkan bila beberapa staf "bersitegang" saat rapat, beliau hanya tersenyum. Namun tetap saja, ketika ikut program S-2 saya selalu senewen kalau kereta terlambat, karena tahu beliau pasti sudah ada di Bagian sebelum kuliah jam 9.00 dimulai. Datang sebelum jam 9.00 setiap hari Kamis di Bagian perkembangan adalah kebiasaan rutin beliau lainnya yang berlangsung bertahun-tahun

Hari Kamis, tanggal 29 Juli 1999 adalah saat pertama saya mendengar Pak Singgih "marah" tentang mahasiswa yang tidak mendengar kuliah beliau. Tapi jangan pernah membayangkan beliau marah berapi-api, tapi dengan suara rendah dan wajah gusar. Mungkin ini juga kali terakhir saya melihat pak Singgih marah. Selamat jalan Pak Singgih, semoga kami-kami yang ada di bagian Perkembangan ini tetap dan akan selalu dikenang oleh Bapak, yang bersuara selalu rendah .........................

Salam dari Depok,

Agustus 1999

Pudji

Page 100: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Dulu, Waktu .............. (Dari Hanna Djumhana Bastaman)

Dulu waktu fakultas masih di depan RSCM, civitas akademica jumlahnya masih sedikit, keakraban dosen-mahasiswa masih sangat kental, para dosen dipanggil mas dan mbak oleh mahasiswa (yang dipanggil bapak hanya Pak Slamet, Pak Yap Kie Hien, Pak Munandar; Ibu adalah Ibu Yusuf dan Ibu Munandar, nyonya atau mevrouw untuk Ibu Sie Pek Giok, dan tante adalah Ibu Masdani). Juga waktu para mahasiswa dengan nyaman memanggil nama para dosen bersuku-kata-tiga dengan panggilan : Phing, Yok Sui, Hwatje, Su Liong dan Ge Siong. (kalau dipikir sekarang alangkah lancangnya kami).

Waktu itu para mahasiswa psikologi sedang gandrung-gandrungnya cerita silat (terutama dengan keluarnya serie "Sin Tiauw Hiap Lu" dengan Yoko sebagai tokoh utamanya), dan mereka menggelari dosen-dosen tertentu dengan panggilan cerita silat, antara lain : Couw Su (Kakek-guru) untuk Pak Slamet, Suhu (Guru) untuk dosen-dosen senior yang dipanggil bapak, dan Suheng (kakak seperguruan) untuk dosen-dosen yang akrab dengan mahasiswa seperti `Toa Suheng' (kakak tertua) untuk Pak Fuad, dan Jie Suheng (kakak kedua) untuk Pak Singgih.

Sekarang ceritanya begini: 33 tahun yang lalu, tepat pertengahan 1966 sehabis gerakan para mahasiswa dan menjelang masuk kuliah kembali, para mahasiswa psikologi atas sponsor fakultas ber-Jum'at - Sabtu - Minggu di Puncak di rumah peristirahatan seorang mahasiswa kita yang (orang tuanya) kaya raya.

Pimpinan rombongan adalah Pak Singgih. Kegiatan utama tentu saja rekreasi (berenang, merambah hutan, dan BBQ), dan kegiatan sambilan adalah survey tentang kehidupan para pemetik teh di perkebunan terdekat. Pada waktunya rombongan para mahasiswa berjaket kuning dijemput dengan truk perkebunan menuju lokasi.

Acara pertama bertemu pimpinan perkebunan untuk mendapat penjelasan, kemudian kelompok-kelompok mahasiswa disebar ke beberapa lokasi perkebunan. Beberapa rekan mahasiswa asal Jabar ditugaskan sebagai juru bahasa mengingat kebanyakan teman tidak bisa ngomong Sunda, dan sebaliknya banyak responden yang tidak bisa `omong melayu'.

Menjelang tengah hari kita berkumpul lagi untuk melaporkan hasil temuan kepada Pak Singgih. Pada waktu itu terpikir untuk memberikan kenang-kenangan kepada pimpinan perkebunan yang telah begitu baik menerima kita dan katanya akan menjamu kita makan siang yang lezat sekali.

Disepakati kenang-kenangan yang paling tepat adalah jaket kuning. Yes, Jaket Kuning lambang perjuangan! Tapi pada saatnya ternyata tidak ada

Page 101: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

yang membawa cadangan jaket kuning. Dan tentu saja tidak ada diantara kita yang rela melepaskan jaket kuning yang selama berbulan-bulan demonstrasi melekat dibadan.

Akhirnya Pak Singgih dengan rela hati melepas jaket kuningnya untuk diberikan sebagai kenangan kepada pimpinan perkebunan pada acara menjelang makan siang yang uenaaak sekali. Itulah Pak Singgih yang tulus ikhlas berkorban membantu orang banyak.

Hanna Djumhana Bastaman

Page 102: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

Pak Singgih yang saya kenal ................ (Dari E R N I)

Kalau mengenang sosok Pak Singgih, terbayang pertama-tama saat-saat masa kuliah, kadang saya lihat pagi-pagi sekali, Pak Singgih berjalan kaki (kalau tidak salah dari jalan Diponegoro), sendirian atau bersama mbak Ade menuju Fakultas Psikologi yang saat itu berada di Salemba (sebelah Fakultas Teknik).

Berpenampilan rapih, baju putih dengan rambut yang tersisir rapih. Kalau mengajar gayanya enak dan bicaranya jelas, dan .... kalau tersenyum ..... Lu-tu-naaa ...??!

Saya mengagumi kedisiplinan Pak Singgih, terutama soal waktu, sehingga ketika dipanggil beliau, saat akan bekerja sebagai asisten di Bagian anak, yang terpikirkan oleh saya, harus datang tepat waktu, sebab kalau tidak, pasti saya akan bertemu dengan wajah yang agak sinis dan berbicara formil.

Tahun berganti tahun, selanjutnya saya merasa menjadi semakin mengenal Pak Singgih yang saya yakini orangnya baik hati dan penuh perhatian, hanya ...... entah rasanya kadang ia bagai tak terjangkau, waktu saat lain kadang rasanya dekaaat, bagai seorang bapak yang siap membimbing setiap waktu.

Ia memang akan senang pada orang yang rajin, disiplin dan serius. Inilah yang membuat kita berhati-hati kalau berurusan dengan Pak Singgih, karena kalau beliau kecewa, nyata sekali dari ekspresi wajahnya.

Hal positif yang saya ambil, adalah ketika pertama kali menjadi asistennya pada mata kuliah Psikologi Perkembangan IV, jadinya karena takut mengecewakan beliau, saya baca betul-betul tentang tokoh dan teori Psikologi Perkembangan, apalagi tentang tokoh dari teori Psikoanalisa yang dikuasai betul oleh beliau.

Hal lain yang juga masih terekam dalam ingatan saya, adalah pada waktu saya menjabat sebagai Sekretaris Bagian, kamar kami berseberangan dan kadang rasanya saya ingin berbicara empat mata dengan beliau, tetapi kok ... berat nian kaki ini melangkah.

Mbak Mimi yang sering mendorong saya untuk berbicara tentang segala hal yang menyangkut Bagian Perkembangan. Alhasil, saya datang biasanya untuk memberitahukan hal-hal yang formil dan sedikit isue yang sedang hangat, dan yang penting ....... saya perlu melihat dulu mood nya... kalau Pak Singgih banyak senyum ..... wah rasanya "enak nih untuk diajak omong".

Saya sempat kaget, Pak Singgih mau juga menelpon dan cepat membalas telpon, kadang malam hari langsung ke rumah, menanyakan sesuatu atau

Page 103: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE

menyampaikan pesan dengan suaranya yang lembut kebapa'an dan eh.. ternyata.... saya merasakan enaknya berbicara dengan beliau. Yang juga saya ingat, ciri Pak Singgih yang kalau mendengar gosip, pertentangan, dan sebagainya, beliau akan menanggapi dengan senyumnya yang khas dan semakin lama, semakin bijak.

Itulah kesan saya tentang Pak Singgih. Diatas segalanya. Saya amat sangat berterima kasih pada Pak Singgih, karena pada saat beliau menjadi Kepala Bagianlah, saya dipercayakan menjadi salah satu stafnya....

Maaf ya Pak, kalau ada kata-kata saya yang membuat wajah Bapak berkerinyut, yang jelas, inilah salah satu konsekuensi punya anak buah yang "sok" Psikolog (...ha.. ha.. ha.. (ini salah satu ciri ENNBJ)...)

Semoga Bapak terus berkarya & tetap membimbing, sehat - sejahtera.

E R N I

Page 104: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE
Page 105: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE
Page 106: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE
Page 107: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE
Page 108: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE
Page 109: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE
Page 110: KENANGAN BERSAMA PAK SINGGIH SELAMA TIGA DEKADE