Top Banner
KEMAMPUAN MENYIMAK DONGENG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SISWA KELAS VII SMP N 2 RANAH PESISIR KABUPATEN PESISIR SELATAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1) NADIA NPM 13080143 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2018
125

KEMAMPUAN MENYIMAK DONGENG DENGAN MENGGUNAKAN …repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/438/1... · Nadia (13080143) Kemampuan Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model Pembelajaran

Feb 11, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • KEMAMPUAN MENYIMAK DONGENG DENGAN MENGGUNAKAN

    MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SISWA KELAS VII SMP

    N 2 RANAH PESISIR KABUPATEN PESISIR SELATAN

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

    NADIA NPM

    13080143

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

    PGRI SUMATERA BARAT

    PADANG

    2018

  • i

    ABSTRAK

    Nadia (13080143) Kemampuan Menyimak Dongeng dengan Menggunakan

    Model Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas VII SMP N 2 Ranah Pesisir

    Kabupaten Pesisir Selatan, Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan

    Sastra Indonesia, STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang. 2018.

    Penelitian ini dilatarbelakangi karena kemampuan menyimak dongeng

    siswa kelas VII SMP N 2 Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan yang masih

    rendah. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan menyimak dongeng

    dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP

    Negeri 2 Ranah Pesisir.

    Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan

    metode deskriptif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik

    purposive sampling. Sampel pada penelitian ini berjumlah 24 orang,. Instrumen

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif. Analisis data yang

    digunakan adalah analisi rata-rata.

    Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas VII SMP

    Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang diajar menggunakan model

    pembelajaran kontekstual secara keseluruhan termasuk dalam kualifikasi baik

    dengan rata-rata hitung sebesar 82,29. Dari tes dapat diketahui bahwa; Pertama,

    kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang

    diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator tema

    dikategorikan baik sekali dengan rata-rata hitung sebesar 87,50. Kedua,

    kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang

    diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator amanat

    dikategorikan baik dengan rata-rata hitung sebesar 80,21. Ketiga, kemampuan

    siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang diajar

    menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator alur dikategorikan

    baik sekali dengan rata-rata hitung sebesar 76,89. Keempat, kemampuan siswa

    kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang diajar

    menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator tokoh dan

    penokohan dikategorikan baik dengan rata-rata hitung sebesar 76,89 Kelima,

    kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang

    diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator latar

    dikategorikan baik dengan rata-rata hitung sebesar 79,17.

  • ii

    ABSTRAC

    Nadia (13080143) Fable Listening Ability Used Contextual Learning Model

    Of Student’s VII Class at State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir,

    Pesisir Selatan Regency, Thesis. Study Program Education of Indonesia

    Languange and Letters, STKIP PGRI West Sumatera. Padang. 2018.

    This research grounded by fable listening ability of student’s VII Class at

    State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir, Pesisir Selatan Regency still less.

    This research aims to describe fable listening ability used contextual learning

    model of student’s VII Class at State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir,

    Pesisir Selatan Regency.

    The study was quantitative, using descriptive method. Sampling method was

    purposive sampling. Number of sample was 24 student. The Instrument which used

    in this research was objective test. Data analysis used averaged.

    Based on result of analyze data known ability of student’s VII Class at

    State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir on listening fable, who teaching

    with contextual learning model totality has been good qualified with average as

    82,29. result of tes shown; first, ability of student’s VII Class at State Junior High

    School No. 2 Ranah Pesisir on listening fable, who teaching with contextual

    learning model in theme indicator has been very good qualified with average as

    87,50. Second, ability of student’s VII Class at State Junior High School No. 2

    Ranah Pesisir on listening fable, who teaching with contextual learning model in

    madate indicator has been good qualified with average as 80,21. Third, ability of

    student’s VII Class at State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir on listening

    fable, who teaching with contextual learning model in plot indicator has been

    good qualified with average as 76,89. Fourth, ability of student’s VII Class at

    State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir on listening fable, who teaching

    with contextual learning model in figure indicator has been good qualified with

    average as 76,89. Fifth, ability of student’s VII Class at State Junior High School

    No. 2 Ranah Pesisir on listening fable, who teaching with contextual learning

    model in background indicator has been good qualified with average as 79,17.

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. sehingga

    penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Kemampuan

    Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual

    Siswa Kelas VII SMP N 2 Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan”. Tujuan

    penulisan ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

    sarjana (SI). Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

    terimakasih, rasa hormat dan penghargaan yang tidak terhingga kepada:

    1. Diyan Permata Yanda, M.Pd sebagai pembimbing 1 yang telah memberikan

    arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

    2. Yulia Pebriani, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah memberikan arahan

    dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

    3. Dra. Indriani Nisja, M.Pd selaku ketua Program Studi Bahasa dan Sastra

    Indonesia.

    4. Samsiarni, S.S., M. Hum. selaku Sekretaris Program Studi Bahasa dan Sastra

    Indonesia.

    5. Putri Dian Afrinda, M.Pd selaku Penasihat Akademik.

    6. Dosen-dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

    memberikan semangat dan motivasi selama ini.

    7. Titon, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Negeri 2 Ranah Pesisir Kabupaten

    Pesisir Selatan yang telah mengizinkan observasi di SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan.

  • iv

    8. Orang tua beserta keluarga besar yang telah memberi motivasi, doa dan materi

    selama ini sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal ini.

    Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan.

    Demi kesempurnaan proposal ini penulis mengharapkan adanya kritikan dan saran

    yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga proposal ini

    bermanfaat bagi penulis pribadi serta bagi rekan-rekan mahasiswa jurusan bahasa

    dan sastra indonesia dan pembaca umumnya.

    Padang, Januari 2018

    Penulis

  • v

    DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK ........................................................................................................ i

    KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

    DAFTAR ISI .................................................................................................... v

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

    B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 6

    C. Batasan Masalah ....................................................................................... 6

    D. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6

    E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7

    F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7

    G. Definisi Operasional ................................................................................. 7

    BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................. 9

    A. Kerangka Teori ......................................................................................... 9

    1. Hakikat Menyimak............................................................................... 9

    a. Pengertian Menyimak .................................................................... 9

    b. Tujuan Menyimak ........................................................................ 10

    c. Jenis-jenis Menyimak ................................................................... 11

    d. Proses Pengajaran Menyimak ..................................................... 13

    2. Hakikat Dongeng ............................................................................... 15

    a. Pengertian Dongeng ..................................................................... 15

    b. Jenis-jenis Dongeng ..................................................................... 16

    c. Unsur-unsur Instrinsik Dongeng .................................................. 17

    d. Indikator Penilaian Kemampuan Menyimak Dongeng ................. 23

    3. Hakikat Model Pembelajaran Kontekstual ........................................ 24

    a. Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual .................................... 24

    b. Prinsip Pembelajaran Kontekstual ............................................... 25

  • vi

    c. Skenario Pembelajaran Kontekstual ............................................. 28

    4. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dalam Pembelajaran

    Menyimak Dongeng .......................................................................... 29

    B. Penelitian yang Relevan ......................................................................... 31

    C. Kerangka Konseptual.............................................................................. 33

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 35

    A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 35

    B. Populasi dan Sampel ............................................................................... 35

    C. Variabel dan Data ................................................................................... 36

    D. Instrumen Penelitian ............................................................................... 37

    1. Validitas Item .................................................................................... 38

    2. Reliabilitas ........................................................................................ 39

    E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 41

    F. Teknik Analisis Data .............................................................................. 41

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 44

    A. Deskripsi Data ........................................................................................ 44

    1. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng ......................... 44

    B. Analisis Data ........................................................................................... 47

    1. Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir

    Menyimak Dongeng Menggunakan Model pembelajaran

    Kontekstual ........................................................................................ 48

    C. Pembahasan ........................................................................................... 65

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 75

    A. Kesimpulan ............................................................................................ 75

    B. Saran ...................................................................................................... 76

    DAFTAR PUSTAKA

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Kerangka Konseptual Kemampuan Menyimak Dongeng

    dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual ...................... 34

    2. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model

    Pembelajaran Kontekstual ...................................................................... 53

    3. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tema .................................. 53

    4. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Amanat ............................. 56

    5. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Alur .................................. 59

    6. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tokoh dan Penokohan ...... 62

    7. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Latar ................................. 65

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Hasil Penilaian Keterampilan Menyimak Dongeng Siswa Kelas VII

    SMP N 2 Ranah Pesisir Tahun Pembelajaran 2016-2017 ...................... 3

    2. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual

    dalam Pembelajaran Menyimak Dongeng ............................................. 30

    3. Populasi dan Sampel .............................................................................. 36

    4. Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Menyimak Dongeng .. 37

    5. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Menyimak Dongeng .................. 41

    6. Penentuan Patokan dengan Perhitungan Persentase untuk Skala 10 ..... 42

    7. Distribusi Skor Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng Menggunakan Model

    Pembelajaran Kontekstual ..................................................................... 45

    8. Ditribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model

    Pembelajaran Kontekstual ..................................................................... 48

    9. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng ................................................................... 50

    10. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tema .................................. 52

    11. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tema .................................. 52

    12. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Amanat .............................. 54

    13. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Amanat .............................. 55

    14. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Alur .................................... 57

    15. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Alur ................................... 58

  • ix

    16. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tokoh dan Penokohan ....... 60

    17. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tokoh dan Penokohan ....... 61

    18. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Latar .................................. 63

    19. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Latar .................................. 64

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Silabus Mata Pelajaran ........................................................................... 79

    2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ........................................... 80

    3. Tabulasi Data Uji Coba Soal Tes............................................................ 96

    4. Analisis Uji Validitas Soal Tes ............................................................... 97

    5. Analisis Uji Reliabilitas Soal Tes .......................................................... 98

    6. Instrumen Penelitian .............................................................................. 99

    7. Data Tes Kemampuan Menyimak Dongeng .......................................... 109

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Hasil belajar merupakan indikator sejauhmana keberhasilan proses

    pembelajaran yang telah dilalui oleh seseorang. Hasil belajar dapat dilihat dari

    tiga aspek yaitu, ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Pada mata pelajaran

    bahasa Indonesia keterampilan berbahasa dari segi kognitif terdiri dari

    keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Setiap keterampilan

    berbahasa seseorang tidak akan diperoleh secara tiba-tiba, tetapi memerlukan

    proses latihan secara terus menerus agar hasil simakan menjadi lebih baik. Seperti

    halnya pengajaran keterampilan menyimak yang tidak bisa hanya dilakukan

    dengan menggunakan lisan semata. Namun, penggunaan media yang bervariasi

    juga akan sangat menentukan tingkat keterampilan menyimak siswa.

    Menyimak dengan menggunakan media yang bervariasi dapat melatih,

    membina dan mengembangkan keterampilan menyimak, sehingga siswa terampil

    dalam memahami, menghayati, menginterpretasikan pesan yang diterima pada

    taraf yang lebih tinggi, yaitu mampu menggungkapkan kembali apa yang disimak

    baik secara lisan maupun tulisan. Menyimak penting untuk diajarkan di sekolah,

    salah satu temanya adalah menyimak dongeng. Hal ini sesuai dengan tuntunan

    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, mata pelajaran Bahasa

    Indonesia untuk tingkat SMP kelas VII semester satu dengan Standar Kompetensi

    (SK) 5 Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan. Kompetensi Dasar (KD) 5.1

    Menemukan hal-hal yang menarik dari dongeng yang diperdengarkan. Kurikulum

    1

  • 2

    Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang juga masih

    dipakai oleh SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.

    Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 2 Ranah Pesisir,

    diketahui bahwa kemampuan menyimak siswa belum mencapai taraf yang lebih

    baik, karena masih banyak siswa yang memperoleh hasil belajar yang kurang

    memuaskan pada materi tentang mengapresiasikan dongeng yang dipedengarkan.

    Hal ini dapat dilihat dari tabel hasil penilaian keterampilan menyimak dongeng

    berikut.

    Tabel 1. Hasil Penilaian Keterampilan Menyimak Dongeng Siswa Kelas VII

    SMP N 2 Ranah Pesisir Tahun Pembelajaran 2016-2017

    No Kelas Jumlah

    Siswa KKM

    Tuntas Tidak Tuntas

    Frekuensi

    (Orang)

    Persentase

    (%)

    Frekuensi

    (Orang)

    Persentase

    (%)

    1. VII 1 27

    75

    17 62,96 10 37,04

    2. VII 2 25 12 48,00 13 52,00

    3. VII 3 25 18 72,00 7 28,00

    4. VII 4 26 15 57,69 11 42,31

    5. VII 5 24 16 66,67 8 33,33

    Total 127 - 78 - 49 -

    Rata – Rata - 61,64 - 38,54

    Sumber: Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Ranah Pesisir

    Tabel 1 menunjukkan, bahwa persentase jumlah siswa yang belum lulus

    atau yang tidak mencapai nilai KKM (Ketentuan Kelulusan Minimum) masih

    cukup besar yaitu mencapai 38,54%. Sisanya jumlah siswa yang lulus hanya

    mencapai 61,64%. Dilihat secara klasikal rata-rata persentase siswa yang lulus

    belum mencapai kelulusan secara klasikal yaitu sebesar 85%.

    Hasil belajar siswa yang rendah menunjukkan, bahwa terdapat

    permasalahan pada proses pembelajaran yang dilalui oleh siswa. Permasalahan

    yang dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran bisa disebabkan oleh berbagai

  • 3

    faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

    dikarenakan oleh adanya faktor internal dan eksternal pada diri siswa. Faktor

    internal berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yang secara garis besar terdiri dari

    faktor jasmaniah, psikologis dan kesehatan. Faktor eksternal berasal dari luar diri

    siswa itu sendiri seperti: faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan

    lingkungan masyarakat. Faktor sekolah juga terdiri dari beberapa faktor, yang

    salah satunya menyangkut metode pembelajaran, atau model pembelajaran, atau

    teknik pembelajaran.

    Hasil wawancara dengan guru Bahasa Indonesia yaitu Asmidar, S.Pd di

    SMP Negeri 2 Ranah Pesisir diperoleh informasi bahwa, kemampuan

    pembelajaran menyimak sudah diajarkan, tetapi pelaksanaan keterampilan ini

    belum maksimal, karena pembelajarannya terkesan monoton sehingga hasil

    pembelajaran kurang bagus. Kendala yang berhubungan dengan aspek menyimak

    yaitu: siswa kurang fokus dalam belajar, hasil pembelajaran kurang maksimal dan

    pembelajaran kurang menarik bagi siswa, karena media yang kurang memadai.

    Penyebab kendala tersebut, karena belajar siswa itu berbeda-beda. Ada yang cara

    belajarnya kinestik audio dan visual. Kalau cara belajarnya audio (mendengarkan)

    tentu pembelajaran tersebut menarik bagi mereka. Sedangkan cara belajar kinestik

    (banyak bergerak) dan visual (melihat) kurang menarik. Metode yang digunakan

    yaitu metode ceramah. Pada pembelajaran ini guru banyak berbicara. Siswa masih

    merasa kesulitan dalam menuangkan dan mengembangkan idenya ke dalam

    menyimak dongeng, karena guru terkesan banyak ceramah. Selain itu model

  • 4

    pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran menyimak dongeng

    juga kurang variatif, karena media yang kurang memadai.

    Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan tiga orang siswa yaitu Fadilla

    Khanza Billa, Thesa Yolanda Putri, dan Aziza Rahmadani di SMP Negeri 2

    Ranah Pesisir diperoleh informasi bahwa, permasalahan yang dihadapi selama

    belajar tentang menyimak dongeng dikarenakan guru banyak memberikan materi

    saja. Guru juga disebutkan jarang memakai media pembelajaran yang berbentuk

    video dalam menyampaikan materi sebuah dongeng. Kondisi ini membuat siswa

    merasa bosan, karena hanya mendengarkan guru berceramah di depan kelas,

    sehingga berdampak terhadap penguasan materi pembelajaran yang juga kurang

    oleh siswa.

    Pembelajaran menyimak yang baik menyangkut sikap, ingatan, persepsi,

    kemampuan membedakan, intelegensi, perhatian, dan motivasi yang harus

    dikerjakan secara integral dalam tindakan yang optimal pada saat kegiatan

    menyimak berlangsung. Demi meningkatkan dan mengoptimalkan kemampuan

    menyimak seseorang salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah pendekatan

    kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu

    guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa

    dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

    dengan penerapannya pada kehidupan mereka.

    Peningkatan kemampuan menyimak dengan model pembelajaran kontektual

    dilaksanakan dengan tahapan pra menyimak, rekontruksi, analisis, dan koreksi

    dengan tidak mengabaikan tahapan menyimak seperti mendengarkan,

  • 5

    mengidentifkasi, mengiterpretasi, mamahami, menilai, dan menaggapi. Kegiatan

    rekontruksi, analisis, dan koreksi dalam penerapan pembelajaran kontekstual

    dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga siswa terlibat aktif dalam

    proses mendengar. Adapun bahan simakan yang bisa diperdengarkan yaitu bahan

    simakan berupa berita di radio atau televisi, musikalisasi puisi, puisi, lagu,

    cerpen, dongeng, dan percakapan lainnya.

    Penggunaan model akan mengarahkan siswa untuk bisa fokus menyimak

    suatu cerita yang didengarkan kepadanya. Hal ini dikarenakan proses

    pembelajaran dengan model kontekstual terpusat pada siswa dengan mengaitkan

    pembelajaran dengan pengalaman nyata siswa. Kondisi tersebut akan membuat

    siswa merasa tertarik mendengarkan cerita yang disampaikan dengan sebaiknya.

    Melalui model pembelajaran ini, siswa akan jadi terbimbing untuk bisa menyimak

    dongeng yang diperdengarkan dengan menemukan hal-hal yang menarik dari

    dongeng yang diperdengarkan.

    Berdasarkan permasalahan di atas, maka penting dilakukan penelitian

    tentang “Kemampuan Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model

    Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir”.

    Penggunaan teknik dengar - ceritauntuk pembelajaran menyimak dongeng,

    diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyimak.

  • 6

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah

    sebagai berikut.

    1. Siswa kurang fokus dalam belajar, dikarenakan guru hanya menggunakan

    teknik pembelajaran yang membosankan bagi siswa.

    2. Hasil pembelajaran kurang maksimal, dikarenakan masih banyaknya siswa

    yang memperoleh hasil belajar yang tidak mencapai ketentuan kelulusan

    minimal (KKM) .

    3. Proses pembelajaran yang pasif, karena guru lebih banyak berceramah.

    4. Pembelajaran kurang menarik bagi siswa, dikarenakan kurangnya penggunaan

    media pembelajaran oleh guru.

    C. Batasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada

    kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan model pembelajaran

    kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian

    ini adalah “Bagaimanakah kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan

    model pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir?”

  • 7

    E. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

    mendeskripsikan kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan model

    pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.

    F. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini, diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut.

    1. Bagi guru bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Ranah Pesisir, sebagai bahan

    referensi dalam pembelajaran menyimak dongeng di sekolah.

    2. Bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir, sebagai masukan

    pembelajaran menyimak dongeng di sekolah.

    3. Bagi penulis sendiri, untuk menambah ilmu pengetahuan terutama dalam

    bidang pembelajaran keterampilan menyimak.

    4. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan masukan dan bahan dalam penelitian

    menyimak dongeng.

    G. Definisi Operasional

    Sehubungan dengan penelitian, maka untuk menghindari kesalahan

    penafsiran dalam penelitian ini, diberikan defenisi sebagai berikut.

    1. Kemampuan merupakan suatu upaya dalam mencapai suatu tujuan yang

    diinginkan.

    2. Menyimak adalah memperoleh informasi, menangkap isi dan memahami apa

    yang disampaikan oleh orang lain.

  • 8

    3. Dongeng adalah bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang

    luar biasa, yang penuh khayalan (fiksi) yang dianggap oleh masyarakat suatu

    hal yang tidak benar-benar terjadi.

    4. Model pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru

    mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

    mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

    dengan penerapannya pada kehidupan mereka.

  • 9

    BAB II

    KERANGKA TEORI

    A. Kerangka Teori

    Sehubungan dengan masalah penelitian ini, kajian teori yang akan

    digunakan ada empat. Ketiga kajian itu adalah (1) hakikat menyimak, (2) hakikat

    dongeng, (3) hakikat model pembelajaran kontekstual, dan (4) penerapan model

    pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menyimak dogeng yang

    dinyatakan sebagai berikut ini.

    1. Hakikat Menyimak

    Kajian teori yang digunakan dalam menyimak terbagi lima yaitu (a)

    pengertian menyimak (b) tujuan menyimak, (c) jenis-jenis menyimak, (d) proses

    pengajaran menyimak, dan (e) teknik-teknik pembelajaran untuk meningkatkan

    kemampuan menyimak

    a. Pengertian Menyimak

    Menurut Sutari (1997:18-19), menyimak adalah suatu proses yang

    mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi,

    menginterpretasikan dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya.

    Subana (1993:213), mengungkapkan bahwa menyimak adalah mendengarkan

    dengan penuh pemahaman dan perhatian interpretasi serta apresiasi untuk

    memperoleh informasi secara lisan.

    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah

    kegiatan mendengarkan apa yang diucapkan oleh orang lain dengan penuh

    perhatian sehingga siswa dapat memahami, menghayati dan menginterpretasikan

    apa yang didengarnya. Dalam hal ini menyimak tidak hanya sekedar

    9

  • 10

    mendengarkan. Siswa dituntut untuk mamahami dan mengingat informasi yang

    disampaikan oleh orang lain.

    b. Tujuan Menyimak

    Menurut Tarigan (1986:60), tujuan orang menyimak sesuatu itu beraneka

    ragam, yaitu antara lain (1) memperoleh pengetahuan dari bahan ujaran

    pembicara, dengan perkataan orang lain, menyimak untuk belajar (2) penikmat

    terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atau yang diperdengarkan atau

    dipergelarkan (terutama sekali dalam bidang seni) (3) menilai sesuatu yang

    disimak atau menyimak untuk mengevaluasi (4) menikmati dan menghargai

    sesuatu yang disimak atau mengapresiasi materi simakan (5) mengomunikasikan

    ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain dengan lancar dan tepat (6) dapat

    membedakan bunyi-bunyi dengan tepat (7) dapat memecahkan masalah secara

    kreatif dan analisis, sebab dari pembicara dia mungkin banyak memperoleh

    masukan yang berharga dan (8) menyimak untuk meyakinkan dirinya terhadap

    suatu masalah atau pendapat yang selama ini diragukan atau menyimak secara

    persuasif.

    Sutari (1997:22-27), mengemukakan bahwa tujuan menyimak ada enam

    macam yaitu (1) menyimak untuk mendapatkan fakta (2) menyimak untuk

    menganalisis fakta (3) menyimak untuk mengevaluasi fakta (4) menyimak untuk

    mendapatkan informasi (5) menyimak untuk mendapatkan hiburan dan (6)

    menyimak untuk memperbaiki kemampuan berbicara. Menurut Soenardji (dalam

    Darmawan 2001:10), secara umum tujuan menyimak adalah memperoleh

    pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan secara khususnya tujuan menyimak itu

  • 11

    adalah (1) untuk memperoleh informasi (2) untuk menganalisis fakta (3) untuk

    mendapatkan inspirasi (4) untuk mendapatkan hiburan (5) untuk memperbaiki

    kemampuan berbicara dan (6) untuk membentuk kepribadian.

    Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa tujuan menyimak adalah

    memperoleh informasi, menangkap isi dan memahami apa yang disampaikan oleh

    orang lain. Menyimak merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dan

    direncanakan oleh seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menyimak

    memberikan responsi yang tepat terhadap segala yang didengar.

    c. Jenis-jenis Menyimak

    Menurut Tarigan (1985:23-33), bahwa jenis-jenis menyimak ada dua

    macam yakni (1) menyimak ekstensif dan (2) menyimak intensif. Menyimak

    ekstensif adalah jenis kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat

    bebas terhadap suatu bahasa menyimak sosial, menyimak sekunder, menyimak

    pasif, dan menyimak estetis. Pertama menyimak sosial adalah menyimak dengan

    sopan biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat orang-orang

    mengobrol mengenai hal-hal yang menarik perhatian semua orang yang hadir dan

    saling mendengarkan satu sama lain untuk membuat reponsi-reponsi yang wajar.

    Kedua menyimak sekunder adalah sejenis menyimak secara kebetulan (Casual

    Listening). Ketiga menyimak pasif adalah penyerapan suatu ujaran tanpa upaya

    sadar yang biasa menandai upaya-upaya disaat belajar kurang teliti, tergesa-gesa,

    menghafal luar kepala, berlatih santai, serta menguasai sesuatu bahasa. Keempat

    menyimak estetis atau apresiatif adalah fase terakhir dari kegiatan menyimak

  • 12

    kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif mencakup menyimak

    musik, puisi, pembacaan bersama, drama, radio dan rekaman-rekaman.

    Tarigan (1986:23-24), menyimak intensif adalah kegiatan menyimak yang

    diarahkan pada suatu kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal tertentu. Jenis-

    jenis menyimak intensif meliputi menyimak kritis, menyimak konsentratif,

    menyimak kreatif, menyimak introgatif, menyimak eksploratif, menyimak

    selektif. Pertama menyimak kritis merupakan jenis menyimak kritis mirip

    dengan menyimak konsentratif. Penekanan dalam menyimak kritis adalah

    penyimak berusaha bersikap subyektif mungkin dan tidak terpengaruh oleh sikap-

    sikap subyektif. Kedua menyimak konsentratif merupakan kegiatan menyimak

    yang sering dilakukan oleh siswa yang ingin memperoleh informasi-informasi

    yang sebelumnya tidak diketahui. Ketiga menyimak kreatif mirip dengan

    menyimak estetis, karena hal-hal yang disimak berkaitan dengan karya-karya seni.

    Perbedaannya menyimak apresiatif dengan menyimak kreatif terdapat perbedaan

    pada kegiatan menilai, sedangkan dalam menyimak estetis tidak ada penilaian.

    Keempat menyimak interogatif merupakan suatu kegiatan menyimak yang

    bertujuan untuk menerima atau memperoleh informasi baru. Kelima menyimak

    eksploratori merupakan perluasan kegiatan yang ditujukan untuk menerima atau

    memperoleh informasi-informasi baru. Keenam menyimak selektif sebagai konsep

    menyimak selektif atau selective listening, bahasa merupakan suatu fenomena

    motor-audiotif sehingga sensitivitas pendengaran yang kapasitas kemampuan

    asimilatif seorang pembelajar bahasa hendaknya dikembangkan.

  • 13

    Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menyimak dongeng termasuk

    salah satu jenis menyimak intensif yaitu menyimak konsentratif. Dalam

    menyimak ini dituntut adanya pemahaman terhadap informasi yang disampaikan

    dalam pembelajaran dongeng.

    d. Proses Pengajaran Menyimak

    Menyimak merupakan aktifitas kebahasaan yang sering dianggap sulit

    dimana mengharuskan penyimak memahami serangkaian bunyi suara yang

    mengalir secara sepihak. Jadi apabila seseorang secara tiba-tiba disuruh

    mendengarkan kaset rekaman yang tidak diketahui sebelumnya tanpa memiliki

    latar belakang pengetahuan apa pun, maka pasti akan merasa bingung. Dalam

    pengajaran menyimak yang dilakukan di dalam kelas tanpa mengetahui tujuan

    menyimak secara jelas maka pada akhirnya akan tercipta kegiatan yang jauh dari

    aktifitas menyimak yang sesungguhnya.

    Menurut Tarigan (2008:35) proses pengajaran menyimak biasanya dibagi

    menjadi tiga tahapan, yakni tahap pra kegiatan, tahap kegiatan utama, dan tahap

    pasca kegiatan.

    1) Tahap Pra Kegiatan

    Sebagai kegiatan pendahuluan yang bertujuan untuk mendekatkan kegiatan

    terhadap aktifitas menyimak yang sesungguhnya, maka perlu mengaktifkan

    pengetahuan latar belakang tentang isi materi. Hal itu bisa dilakukan guru dengan

    cara menjelaskan isi materi yang akan diperdengarkan, siswa membaca artikel

    yang relevan, melihat foto atau gambar, atau guru menerangkan pengetahuan latar

    belakang yang dianggap penting.. Yang sangat penting, pada tahap ini dilakukan

  • 14

    usaha-usaha untuk meningkatkan minat siswa serta berbagai usaha untuk

    mengadakan persiapan kegiatan menyimak.

    Kegiatan pendahuluan penting lainnya adalah guru menjelaskan `apa yang

    akan didengar pada waktu itu dan untuk apa kegiatan mendengar itu dilakukan.

    Kalau pengajaran itu dilaksanakan pada tingkat dasar dengan tujuan `untuk

    memperoleh informasi penting, maka guru harus menjelaskan tujuan menyimak

    siapa, dalam situasi apa, dan melakukan apa. Selanjutnya, para siswa diberi

    kesempatan untuk mengaktifkan lagi latar belakang pengetahuannya tentang

    kosakata dan ungkapan-ungkapan yang menyatakan waktu atau jam kerja yang

    biasa pada umumnya. Hal ini dilakukan siswa sebagai cara untuk melakukan

    kegiatan menyimak dengan memusatkan perhatian pada bagian-bagian penting di

    dalam seluruh kegiatan. Untuk itulah kegiatan menyimak ini dimulai.

    2) Tahap Kegiatan Utama

    Dalam kegiatan ini guru menyuruh siswa mendengarkan media audio seperti

    kaset rekaman, video, suara asli, dan sebagainya. Cara menyuruh

    mendengarkannya, seperti berapa kali mendengarnya, mendengar terus menerus

    dari awal sampai akhir, atau menyuruh mendengar sambil menghentikan

    rekaman/ucapan pada bagian-bagian tertentuyang telah ditetapkan, hal ini

    berbeda-beda tergantung pada tingkat kemampuan siswa, banyaknya materi,

    tujuan menyimak, dan sebagainya. Sehingga untuk itu guru harus

    mempertimbangan atau memberikan kategasan secara tepat mengenai kelas yang

    dipegangnya.

  • 15

    3) Tahap Pasca Kegiatan

    Pada kegiatan akhir ini diadakan tanya jawab tentang isi materi yang

    barusan diperdengarkan, siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan kesan-

    kesannya, atau menyimpulkan isi materi. Lalu guru mengadakan penjelasan atau

    kesimpulan akhir.

    2. Hakikat Dongeng

    Kajian teori yang digunakan dalam dongeng ada lima yaitu (a) pengertian

    dongeng (b) jenis-jenis dongeng (c) unsur-unsur instrinsik dongeng, dan (d)

    indikator penilaian kemampuan menyimak dongeng.

    a. Pengertian Dongeng

    Djamaris (2002:68), mengemukakan bahwa dongeng adalah cerita yang

    dipercayai tidak pernah terjadi dan berupa cerita khayal semata. Selanjutnya

    Danandjaya (1984:83), menjelaskan bahwa dongeng adalah cerita pendek kolektif

    kesusastraan lisan dan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi.

    Dongeng diceritakan untuk hiburan walaupun banyak juga melukiskan kebenaran,

    berisikan pelajaran, atau bahkan sindiran. Hal ini sering berhubungan dengan

    kepercayaan, keajaiban dan kehidupan binatang. Menurut Nurgiantoro (2001:198)

    istilah dongeng dapat dipahami sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi dan

    dalam banyak hal sering tidak masuk akal. Dongeng dapat dipandang sebagai

    cerita fantasi yaitu cerita yang mengikuti daya fantasi walau terkesan secara

    logika sebenarnya tidak dapat diterima.

    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dongeng merupakan

    suatu kejadian yang tidak pernah terjadi dan sama sekali tidak dapat dibuktikan

  • 16

    kebenarannya. Dongeng hanya sebuah cerita yang bertujuan untuk menghibur dan

    menggambarkan tentang suatu hal yang ada dialam agar dijadikan pelajaran oleh

    manusia. Pelajaran tersebut dapat menjadi pedoman bagi kehidupan yang lebih

    baik dari sebelumnya.

    b. Jenis-jenis Dongeng

    Menurut Danandjaya (1984:86), terdapat empat jenis dogeng, yaitu;

    Pertama dongeng binatang (fabel) adalah dongeng yang ceritanya ditokohi oleh

    binatang, seperti kancil dan buaya. Binatang-binatang dalam cerita dogeng ini

    dapat berbicara atau berakal budi seperti manusia. Rampan (2014:32),

    mengemukakan bahwa fabel adalah cerita rakyat yang berkisah tentang binatang,

    dimana para binatang hidup dan beraktivitas seperti manusia. Mereka dapat

    berbicara, bekerja, berperasaan, bertabiat, tidak berbeda dari manusia sehari-hari.

    Kata fabel berasal dari bahasa perancis fabel, sedangkan dalam bahasa Inggris

    disebut dengan fable, yang maksudnya adalah cerita rakyat yang mengandung

    ajaran budi pekerti, ajaran moral, sebagai pengibaratan dan pemberi hikmah.

    Kedua dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia atau

    biasanya kisah duka seseorang. Contoh dongeng biasa antara lain: sangkuriang

    serta dongeng bawang putih dan bawang merah. Ketiga lelucon atau anekdot

    adalah dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati sehingga

    menimbulkan ketawa bagi yang mendengar maupun yang menceritakannya.

    Meski demikian bagi masyarakat atau orang yang menjadi sasaran dongeng itu

    dapat menimbulkan rasa sakit hati.

  • 17

    Berdasarkan jenis-jenis dongeng yang dikemukakan para ahli tersebut,

    maka dalam penelitian ini digunakan jenis dongeng yaitu dongeng binatang

    (fabel).

    c. Unsur-Unsur Intrinsik Dongeng

    Menurut Nurgiyantoro (2005:2), unsur intrinsik sastra adalah unsur-unsur

    yang membangun suatu karya sastra, seperti; peristiwa, cerita, alur, penokohan,

    tema, latar, sudut pandang pencerita, gaya bahasa, dll. Berdasarkan penjelasan

    tersebut maka dongeng yang merupakan bagian dari karya sastra yang berbentuk

    prosa juga mempunyai unsur intrinsik. Adapun unsur intrinsik karya sastra

    dongeng dijelaskan sebagai berikut.

    1) Tema

    Tema sering disebut juga dasar cerita, yakni pokok permasalahan yang

    mendominasi suatu karya sastra. Pada hakikatnya tema adalah permasalahan yang

    merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut,

    sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan

    karyanya itu (Suharianto 2005:17).

    Tema menurut Nurgiyantoro (2005:80), dapat dipahami sebagai makna yang

    mengikat keseluruhan unsur cerita, sehingga sastra tersebut hadir sebagai sebuah

    kesatuan yang padu. Tema merupakan kebenaran yang diperjuangkan melalui

    logika cerita yang mengandung prinsip kebenaran yang sesuai dengan hati nurani.

    2) Amanat

    Amanat merupakan pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral dan nilai-nilai

    kemanusiaan yang ingin disampaikan pengarang lewat cerita. Amanat dapat

  • 18

    ditemukan melalui cerita yang disampaikan, sikap dan tingkah laku tokoh-

    tokohnya maupun secara langsung disebutkan oleh pengarang dalam cerita

    (Nurgiyantoro 2005:321).

    Nurgiyantoro (2005:265), menyatakan kehadiran unsur amanat dalam cerita

    anak (termasuk dongeng) merupakan unsur cerita yang harus ada berdampingan

    dengan unsur cerita yang lain. Amanat dalam dongeng diperoleh siswa sebagai

    hasil interpretasi siswa terhadap perjuangan dan kemenangan tokoh dongeng.

    Dengan pembelajaran mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan siswa

    diharapkan mampu memahami dan menemukan sendiri amanat yang terkandung

    dalam cerita dongeng yang diperdengarkan.

    3) Alur

    Pada umumnya alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-

    tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para

    pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2002:83). Stanton (dalam Nurgiyantoro

    2005:113), mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian

    namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat peristiwa yang

    satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

    Alur atau plot adalah cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara

    beruntung dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan

    kesatuan yang padu, bulat dan utuh (Suharianto 2005:18). Lebih jelas lagi

    Suharianto (2005:18), menyatakan bahwa plot suatu cerita biasanya terdiri atas

    lima bagian yaitu (1) pemaparan atau pendahuluan yakni bagian cerita tempat

    pengarang mulai melukiskan suatu keadaan yang merupakan awal cerita (2)

  • 19

    penggawatan yakni bagian yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat dalam

    cerita mulai bergerak (3) penanjakkan yakni bagian cerita yang melukiskan

    konflik-konflik mulai memuncak (4) puncak atau klimaks yakni bagian yang

    melukiskan peristiwa mencapai puncaknya (5) peleraian yakni bagian cerita

    tempat pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa yang telah terjadi

    dalam cerita atau bagian-bagian sebelumnya.

    Dilihat dari cara menyusun bagian-bagian plot tersebut di atas, alur cerita

    dapat dibedakan menjadi alur maju/lurus yaitu jika cerita tersebut disusun mulai

    kejadian awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir pada

    pemecahan masalah dan alur sorot balik (flashback) yakni apabila cerita disusun

    dari bagian akhir dan bergerak ke muka menuju titik awal cerita. Di samping itu,

    ada sebagian cerita disampaikan dengan penggabungan kedua jenis alur tersebut.

    Maksudnya adalah ada sebagian cerita yang menggunakan alur lurus dan sebagian

    lagi menggunakan alur sorot balik. Tetapi, keduanya dijalin dalam kesatuan yang

    padu sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa

    yang terpisahkan (Suharianto 2005:19).

    4) Tokoh dan Penokohan

    Pelaku yang mengembang peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu

    mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh sedangkan cara pengarang

    menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan (Aminuddin

    2004:79). Sementara itu, Suharianto (2005:20), mengatakan bahwa penokohan

    ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya, maupun batinnya

  • 20

    yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-istiadatnya

    dan sebagainya.

    Suharianto (2005:21), menambahkan bahwa pengarang mempunyai dua

    cara dalam melukiskan tokohnya yaitu secara langsung dan tidak langsung.

    Disebut dengan cara langsung apabila pengarang langsung menguraikan atau

    menggambarkan keadaan tokoh misalnya dikatakan bahwa tokoh ceritanya cantik,

    tampan atau jelek, wataknya keras, cerewet, kulitnya hitam, rambutnya gondrong,

    dan sebagainya. Sebaliknya apabila pengarang secara tersamar dalam

    memberitahukan wujud atau keadaan tokoh ceritanya maka dikatakan pelukisan

    tokohnya sebagai tidak langsung misalnya dengan cara melukiskan keadaan

    tempat tinggalnya dengan melukiskan sikap tokoh dalam menanggapi suatu

    kejadian dan sebagainya.

    Menurut Nurgiyantoro (2005:200), tokoh-tokoh dongeng pada umumnya

    terbagi menjadi dua macam, yaitu tokoh yang berkarakter baik dan yang

    berkarakter buruk. Selain itu karakter tokoh biasanya abadi tokoh dongeng yang

    baik akan baik selamanya. Sebaliknya jika tokoh tersebut berkarakter buruk maka

    selamanya akan buruk.

    5) Sudut Pandang

    Baribin (1985:75-77), mendefinisikan bahwa sudut pandang atau pusat

    pengisahan itu sebagai posisi atau penempatan diri pengarang dalam ceritanya

    atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu.

    Terdapat beberapa jenis pusat pengisahan yaitu sebagai berikut.

  • 21

    a) Pengarang sebagai tokoh cerita yaitu pengarang bercerita tentang keseluruhan

    kejadian atau peristiwa terutama yang menyangkut diri tokoh. Pengarang

    merupakan pelaku cerita segala yang terjadi baik itu hal yang ada dalam batin

    sekalipun dapat diwujudkan meskipun hanya sekedar lamunan tokoh.

    b) Pengarang sebagai tokoh sampingan yaitu orang yang bercerita dalam hal ini

    adalah seorang tokoh sampingan yang menceritakan peristiwa yang bertalian

    terutama dengan tokoh utama cerita. Pengarang hanya mengamati dan

    meyandarkan pada tokoh utama cerita.

    c) Pengarang sebagai orang ketiga (pengamat) pengarang sebagai orang ketiga

    yang berada di luar cerita bertindak sebagai pengamat dan sekaligus sebagai

    narator yang menjelaskan peristiwa yang berlangsung serta suasana perasaan

    dan pikiran para pelaku cerita.

    d) Pengarang sebagai pemain narator pemain yang bertindak sebagai pelaku cerita

    dan sekaligus sebagai narator yang menceritakan tentang orang lain disamping

    tentang dirinya biasanya keluar masuk cerita. Suatu ketika ia terlibat dalam

    cerita tetapi kadang ia bertindak sebagai pengamat yang berada di luar cerita.

    Pusat pengisahan atau yang dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan istilah

    point of view cara untuk menyampaikan cerita mengenai perikehidupan tokoh

    pengarang akan menentukan “siapa‟ orangnya yang bercerita (Suharianto

    2005:25). Jadi, bagaimana penyajian cerita disesuaikan dengan keberadaan tokoh

    dalam cerita atau dalam konteks pembelajaran dongeng, guru menempatkan diri

    sebagai pengamat tokoh.

  • 22

    Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

    sudut pandang yang digunakan dalam karya sastra dongeng adalah sudut pandang

    orang ketiga. Jadi saat proses dongeng diperdengarkan guru atau pendongeng

    bersikap sebagai pengamat atau orang ketiga seolah-olah pendongeng benar-benar

    memahami tokoh dongeng yang diperdengarkan.

    6) Latar

    Pada umumnya latar atau setting yaitu tempat atau waktu terjadinya cerita

    (Suharianto 2005:22), karena manusia atau tokoh cerita tidak pernah dapat lepas

    dari ruang dan waktu maka tidak mungkin ada cerita tanpa latar atau setting.

    Kegunaan latar atau setting dalam cerita biasanya bukan hanya sekedar sebagai

    petunjuk kapan dan dimana cerita itu terjadi melainkan juga sebagai tempat

    pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui ceritanya

    tersebut. Waktu terjadinya cerita dapat semasa dengan kehidupan apresiator dan

    dapat pula sekian bulan, tahun atau abad yang lalu. sedangkan tempatnya dapat di

    suatu desa, kantor, kota, daerah, bahkan negara mana saja.

    Akan tetapi pendapat di atas tidak selamanya benar khusus pada karya

    sastra dongeng. Nurgiyantoro (2005:199), menyatakan bahwa dongeng tidak

    terikat oleh waktu dan tempat. Dongeng dapat terjadi di mana saja dan kapan saja

    tanpa perlu ada pertanggungjawaban yang tepat mengenai masalah pelataran

    dongeng. Kekurangjelasan pelataran waktu terlihat seperti pada kalimat “Pada

    zaman dahulu kala”, “Konon, waktu itu”, atau pula “Suatu ketika”, dll.

    Kekurangjelasan tempat juga terlihat seperti pada kalimat “Di negeri antah

    berantah”, “Di suatu tempat”, atau “Di negeri dongeng”, dll.

  • 23

    Dari berbagai macam unsur pembangun dongeng tersebut di atas, peneliti

    memilih unsur tema, tokoh dan penokohan, alur, latar dan amanat sebagai objek

    kajian penelitian. Unsur-unsur tersebut peneliti pilih berdasarkan observasi awal

    terhadap kemampuan siswa dalam mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan.

    Siswa kelas VII masih tergolong masa transisi antara masa anak-anak ke masa

    remaja. Dengan memperhatikan proses kegiatan mengapresiasi dongeng yang

    diperdengarkan peneliti berharap tujuan umum pembelajaran sastra agar siswa

    memperoleh pengalaman bersastra akan tercapai.

    d. Indikator Penilaian Kemampuan Menyimak Dongeng

    Indikator penilaian kemampuan menyimak dongeng dilihat dari hal-hal

    menarik dari sebuah dongeng. Menurut Nurgiyantoro (2005:23), bahwa hal-hal

    yang menarik dari dongeng terletak pada unsur tema, tokoh dan penokohan, alur,

    latar dan amanat yang dapat diambil sebagai suatu nilai pendidikan. Aspek yang

    diukur dalam kegiatan menyimak ini sesuai dengan KD. 5.1 Menemukan hal-hal

    menarik dari dongeng yang diperdengarkan. Lebih lanjut indikator penilaian

    menyimak dogeng pada penelitian ini adalah;

    1) Mengidentifikasi tema dari dogeng yang diperdengarkan.

    2) Mengidentifikasi amanah yang terdapat pada dogeng yang diperdengarkan.

    3) Mengidentifikasi alur pada dogeng yang diperdengarkan.

    4) Memahami tokoh dan penokohan yang terdapat dalam dogeng yang

    diperdengarkan.

    5) Mengidentifikasi latar yang terdapat dalam dogeng yang diperdengarkan

  • 24

    3. Hakikat Model Pembelajaran Kontekstual

    Kajian teori yang dijabarkan tentang model pembelajaran kontekstual ada

    dua yaitu; (a) konsep dasar pembelajaran kontekstual, (b) prinsip pembelajaran

    kontekstual, dan (c) skenario pembelajaran kontekstual.

    a. Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual

    Nurhadi 2002, (dalam Rusman, 2013:189) menyebutkan bahwa

    pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat digunakan untuk

    membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

    nyata siswa dan mendorong siswa menciptakan kesingkronan antara pengetahuan

    dengan cara penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Demi memberikan

    pengalaman belajar yang aplikatif pada siswa, guru harus memberikan lebih

    banyak kesempatan pada siswa untuk melakukan, mencoba, mengalami sendiri,

    dah bukan sekedar pendengar yang pasif sebagai penerima terhadap semua

    informasi yang disampikan guru.

    Sementara itu, Howey (2001) (dalam Rusman, 2013:189) menyatakan

    bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan

    terjadinya proses pembelajaran di mana siswa mengunakan pemahaman dan

    kemampuan akademiknya dalam bebagai konteks dalam dan luar sekolah untuk

    memecahkan masalah yang nyata baik secara mandiri ataupun bersama-sama.

    Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpullkan bahwa pembelajaran

    kontekstual adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat

    makna dalam materi akademik yang dipelajari dengan jalan menghubungakan

    mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yang meliputi aspek

  • 25

    kehidupan pribadi, sosial, dan budaya. Pembelajaran kontekstual sebagai suatu

    model yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari,

    mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang bersifat kongkret melalui

    keterlibatan siswa secara langsung. Dapat disimpulkan bahwa pemberlajaran

    dengan model kontekstual tidak sekedar dilihat dari sisi hasil belajar, akan tetapi

    yang terpenting adalah proses.

    b. Prinsip Pembelajaran Kontekstual

    Rusman (2013: 193) menyatakan ada tujuah prinsip pembelajaran

    kotekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu;

    1) Konstruktivisme (Constructivism)

    Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

    diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukan seperangkat fakta

    dan konsep yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun

    pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata

    2) Menemukan (Inquiry)

    Menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual,

    melalui upaya menemukan akan memberi penegasan bahwa pengetahuan dan

    keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan

    merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan

    hasil menemukan sendiri

    3) Bertanya (Questioning)

    Unsur lain yang menjadi karakteristik utama kontekstual adalah

    kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki

  • 26

    seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan

    strategi utama dalam kontekstual. Penerapan unsur bertanya dalam kontekstual

    harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan

    guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada

    peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti pada tahapan

    sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan bertanya, sangat

    dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam

    implementasi kontekstual, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus

    dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar

    yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata.

    4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

    Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk

    melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman

    belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil

    pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai

    pengalaman sharing. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi

    dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community

    dikembangkan

    5) Pemodelan (Modelling)

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan

    hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan

    beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki

    kemampuan lengkap, dan ini sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru

  • 27

    bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala

    kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan

    untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa

    yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat

    dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa

    memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi

    keterbatasan yang dimiliki oleh guru.

    6) Refleksi (Reflection)

    Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja

    dipelajar. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang tentang apa-apa

    yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru

    dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan

    pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa

    diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati,

    dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri.

    7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

    Tahap terakhir pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian.

    Penilaian sebagai bagian dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat

    menentukan untuk mendapatkan informasi kausalitas proses dan hasil

    pembelajaran melalui penerapan model kontekstual. Penilaian adalah proses

    pengumpulan berbagai data informasi yang bisa memberikan gambaran atau

    petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya data dan

    informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka

  • 28

    akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil

    pengalaman belajar setiap siswa

    Pada pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana

    kegiatan yang dirancang oleh guru dalam bentuk tahap demi tahap tentang apa

    yang akan dilakukan bersama siswa selama proses pembelajaran. Ketujuh

    komponen pembelajaran kontekstual di atas harus tercermin dengan jelas, dalam

    program pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus memiliki persiapan yang utuh

    mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing proses

    pembelajaran di kelas.

    c. Skenario Pembelajaran Kontekstual

    Skenario (desain) pembelajaran bertujuan untuk pedoman umum sekaligus

    sebagai alat kontrol bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Rusman (2013:

    199) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual dalam proses

    pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut;

    1) Mengembangkan pemikiran siswa bahwa anak akan belajar lebih bermakna

    dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri

    pengetahuan dan keterampilan barunya.

    2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

    3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pertanyaan-pertanyaan.

    4) Menciptakan masyarakat belajar, seperti; kelompok diskusi, tanya jawab, dll.

    5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran bisa melalui ilustrasi atau

    media sebenarnya

  • 29

    6) Membasakan anak untuk melakukan refleksi di setiap diakhir pertemuan

    pembelajaran.

    7) Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang

    sebenarnya dari setiap siswa.

    4. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dalam Pembelajaran Menyimak Dogeng

    Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menyimak

    dongeng pada penelitian ini diimplemantasikan ke dalam tahapan pengajaran

    menyimak. Nurhadi 2002, (dalam Rusman, 2013:189) menyebutkan bahwa

    pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat digunakan untuk

    membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

    nyata siswa dan mendorong siswa menciptakan kesingkronan antara pengetahuan

    dengan cara penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Demi memberikan

    pengalaman belajar yang aplikatif pada siswa, guru dapat menghadirkan model

    sebagai contoh pembelajaran melalui olustrasi atau bahkan media sebenarnya.

    Dalam kontek penelitian ini model yang dihadirkan adalah media yang

    sesunguhnya adalah dongeng dalam bentuk video.

    Menurut Tarigan (2008:35) proses pengajaran menyimak biasanya dibagi

    menjadi tiga tahapan, yakni tahap pra kegiatan, tahap kegiatan utama, dan tahap

    pasca kegiatan. Berdasarkan tahapan proses pengajaran menyimak pelaksanaan

    teknik dengar-cerita akan implementasikan pada tahap kegiatan utama.

    Adapun rincian penerapan model pembelajaran kontekstual dalam

    pembelajaran menyimak dogeng pada penelitian ini dijabarkan seperti pada tabel

    berikut.

  • 30

    Tabel 2. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual

    dalam Pembelajaran Menyimak Dongeng

    No Tahapan

    Pembelajaran

    Tahapan Kegiatan di Kelas

    (Rusman, 2013:190)

    1 Pra Kegiatan

    Guru menjelaskan kepada siswa tujuan dan manfaat pembelajaran menyimak dongeng.

    Guru menjelaskan kepada siswa tentang hal-hal yang menarik dari dogeng yang mereka

    tahu.

    Guru meminta siswa untuk menemukan hal-hal yang menarik dari dogeng yang akan

    diperdengarkan.

    Guru bertanya kepada siswa tentang jenis dongeng yang diketahuinya dan

    menjelaskan jenis dongeng akan

    diperdengarkan.

    2 Kegiatan Utama

    Guru membagi siswa berkelompok-kelompok dengan masing-masing kelompok

    terdiri dari 4 orang

    Guru memutarkan video atau rekaman dongeng fable kepada siswa dari awal

    sampai akhir.

    Guru meminta siswa mendengarkan rekaman dongeng dari awal sampai akhir r.

    Guru meminta siswa mendiskusikan dengan anggota kelompok tentang isi dari dogeng

    yang telah diperdengarkan.

    Guru meminta setiap kelompok untuk mencerita kembali dogeng yang telah

    didengarkan dengan memasukan hal-hal

    yang menarik dari dogeng.

    Guru meminta kelompok lain menyimak dogeng yang disampaikan kembali oleh

    temannya, sambil bersiap menunggu giliran,

    dan bertanya atau memberikan argumen

    tentang penjelasan yang diberikan

    kelompok yang telah bercerita.

    3 Pasca Kegiatan

    Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa mengenai hal-hal menarik yang

    ditemukan siswa dalam dongeng yang telah

    didengarkan.

    Guru meminta siswa mengungkapkan kesannya tentang dogeng yang didengar.

  • 31

    Guru bersama siswa berdiskusi untuk menyimpulkan bersama-sama tentang hal-

    hal yang menarik tentang dongeng yang

    telah didengarkan.

    Guru memberikan tes objektif kepada siswa siswa untuk mengukur sejauhmana

    kemampuan siswa dalam menyimak

    dogeng. Dimana dogeng yang

    diperdengarkan adalah dogeng yang

    berbeda dengan saat proses pembelajaran.

    B. Penelitian yang Relevan

    Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Subriyanto (2016),

    Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Vol. 6, No. 1, dengan judul

    “Upaya meningkatkan Kemampuan Menyimak Cerita Rakyat Siswa Kelas V

    SDN 16 Air Saleh Kabupaten Banyuasin Melalui Pendekatan Pembelajaran

    Kontekstuasl”. Penelitiaan ini dilatarbelakangi karena hasil belajar siswa

    khususnya untuk materi memahami penjalasan cerita rakyat secara lisan nilai

    ketuntasannya belum mencapai ketuntasan minimum yang ditetapkan. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

    dapat meningkatkan kemampuan menyimak cerita rakyat yang ditandai dengan

    peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus tindakan yang telah

    dilakukan. Dimana pada siklus I rata-rata hasil belajar hanya 58,9392 dengan

    ketuntasan klasikal mencapai 53,57%, mengalami peningkatan pada siklus II

    dengan rata-rata hasil belajar sebesar 70,92 dengan ketuntasan klasikal mencapai

    89,28%

    Rosiani, Sudiana, Darmayanti (2014) e-Jurnal Jurusan Pendidikan Bahasa

    dan Sastra Indonesia Undiksha, Vol. 2, No. 1, dengan judul penelitian “Penerapan

  • 32

    Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami

    Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerpen di Kelas X.D SMA Negeri 1

    Kubutambahan”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan memahami

    cerpen siswa di kelas X.D SMA Negeri Kubutambahan sudah perlu ditingkatkan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan strategi pembelajaran

    kontekstual dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa dengan

    nilai rata-rata klasikal 73,08, dan pada siklus II nilai rata-rata klasikal siswa

    menjadi 78,27. (2) Langkah-langkah yang ditempuh dalam menerapkan strategi

    pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran membaca pemahaman sangat

    efektif dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa. (3)

    Penerapan strategi pembelajaran kontekstual pada pembelajaran membaca

    pemahaman mendapat respons sangat positif dari siswa.

    Susanto (2014) Jurnal Edutama, Vol. 1, No. 2 dengan judul penelitian

    “Penerapan Metode Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis

    Cerita Pendek Siswa Kelas XII IPS-3 SMA Negeri 3 Bojonegoro Tahun Pelajaran

    2011/2012”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesulitan yang dialami siswa

    untuk menulis gagasannya untuk sebuah cerita pendek dengan baik dan benar.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan penerapan

    metode konstekstual dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis

    cerpen siswa kelas XII IPS-3 SMAN 3 Bojonegoro tahun pelajaran 2011/2012.

    Hal ini yang ditunjukkan dengan meningkatnya persentase jumlah siswa yang

    mencapai rentang 85-100. Sebagai perbandingan hasil menulis cerpen pada

    refleksi awal hanya 11,42%, siklus I yaitu 11,42 %, sedangkan pada siklus II

  • 33

    28,57%. Begitu juga pada rentang 0-44 juga mengalami penurunan. Sebagai

    perbandingan, pada pratindakan 20,01%, siklus I 14,30%, dan siklus II 14,30%.

    Penelitian yang akan dilakukan ini berbeda dengan penelitian terdahulu

    yaitu perbedaan terletak pada sampel dan variabel yang digunakan. Selain itu jenis

    penelitian yang digunakan juga berbeda, diaman pada penelitian ini akan

    mengunakan penelitian eksperimen. Penelitian ini memiliki sampel siswa kelas

    VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir pada variabel “Kemampuan Menyimak Dongeng

    dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas VII SMP

    Negeri 2 Ranah Pesisir”

    B. Kerangka Konseptual

    Menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang esensial. Untuk

    aktivitas komunikasi keterampilan ini sangat penting dikuasai oleh siswa agar

    mereka dapat memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru. Keterampilan

    menyimak yang baik akan menjadi faktor pendorong siswa untuk memahami

    keterampilan berbahasa lainnya saat memahami materi pelajaran. Model

    kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang direkomendasikan

    untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa sangat cocok

    diimplementasika untuk menyimak dogeng. Hal ini dikarenakan proses

    pembelajaran dengan model kontekstual terpusat pada siswa dengan mengaitkan

    pembelajaran dengan pengalaman nyata siswa. Kondisi tersebut akan membuat

    siswa merasa tertarik mendengarkan cerita yang disampaikan dengan sebaiknya.

    Melalui model pembelajaran ini, siswa akan jadi terbimbing untuk bisa menyimak

  • 34

    dongeng yang diperdengarkan dengan menemukan hal-hal yang menarik dari

    dongeng yang diperdengarkan

    Dalam penelitian ini akan meneliti tentang kemampuan menyimak dongeng

    dengan model pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir digambarkan pada bagan berikut ini.

    Gambar 1. Kerangka Konseptual Kemampuan Menyimak Dogeng dengan

    Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual

    Fabel

    Dongeng

    Model Pembelajaran Kontekstual

    Kemampuan Menyimak Dongeng dengan Menggunakan

    Model Pembelajaran kontekstual Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir

    Hal Hal-hal Menarik dari Dongeng

    1. Tema 2. Amanat 3. Alur 4. Tokoh dan Penokohan 5. Latar

    Kemampuan Menyimak

  • 35

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode

    deskriptif. Arikunto (2010:27,) menyatakan penelitian kuantitatif adalah

    penelitian yang menggunakan angka, dimulai dari pengumpulan data kemudian

    menafsirkan data dan terakhir ditampilkan hasilnya. Menurut Mardalis (2010:26),

    metode deskriptif merupakan upaya mendeskrisikan, mencatat analisis dan

    menginterpretasikan kondisi-kondisi sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata

    lain penelitian deskriptif bertujuan memperoleh informasi-informasi mengenai

    keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Penelitian

    ini akan mendeskripsikan menyimak dongeng dengan menggunakan model

    pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.

    B. Populasi dan Sampel

    Menurut Sugiyono (2012:80), populasi adalah wilayah generalisasi yang

    terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

    ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

    Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir

    yang terdaftar pada tahun 2017/2018 sebanyak 124 siswa yang tersebar dalam 5

    kelas yakni kelas VII 1 (25 orang), VII 2 (24 orang), VII 3 (26 orang), VII 4 (24

    orang) dan VII 5 (25 orang). Jumlah populasi lebih dari 100 orang. Peneliti

    membatasi jumlah subjek penelitian ini dan tidak semua populasi dijadikan

    sampel. Cara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Purposive

    35

  • 36

    Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

    pertimbangan tertentu (Sugiyono 2012:85).

    Sugiyono (2012:81), menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah

    dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pada penelitian ini ditetapkan

    sampel penelitian yaitu kelas VII 2 yang berjumlah 24 siswa. Pengambilan sampel

    didasarkan dari stardar deviasi terendah nilai kemampuan menyimak dogeng

    siswa. Lebih lanjut penentuan kelas sampel dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 3. Populasi dan Sampel

    No Kelas Populasi Standar

    Deviasi

    Keterangan

    1. VII 1 25 2.64 -

    2. VII 2 24 2.53 Sampel

    3. VII 3 26 3.68 -

    4. VII 4 24 3.52 -

    5. VII 5 25 2.73 -

    Jumlah 124

    (Sumber: Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Ranah Pesisir)

    C. Variabel dan Data

    Arikunto (2010:161), menyatakan bahwa variabel adalah objek penelitian

    atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel penelitian ini

    adalah satu variabel yaitu kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan

    teknik dengar – cerita siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.

    Arikunto (2010:161), menyatakan bahwa data merupakan hasil pencatatan

    peneliti baik yang berupa fakta maupun angka. Data dalam penelitian ini adalah

    hasil menyimak dongeng siswa. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan

    kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan model pembelajaran

    kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.

  • 37

    D. Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian ini adalah tes. Tes adalah alat evaluasi yang berupa

    pertanyaan, perintah dan petunjuk yang harus dikerjakan siswa untuk memperoleh

    respon yang sesuai dengan pernyataan atau perintah. Tes yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah tes objektif pilihan ganda dengan alternatif jawaban A, B, C

    dan D. Tes objektif adalah bentuk soal yang telah mempunyai kemungkinan

    jawaban yang harus di pilih atau di kerjakan oleh peserta tes. Tes objektif

    digunakan untuk mengukur kemampuan menyimak dongeng siswa. Sebelum tes

    diberikan kepada siswa terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk melihat daya

    membedakan tingkat kesukaran. Uji coba untuk mengetahui kelayakan instrumen

    yang di uji cobakan agar dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan

    keabsahannya. Uji coba tersebut dilakukan di kelas VII 4 SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir dengan jumlah 24 siswa.

    Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Menyimak Dongeng

    No Indikator Butir Soal Jumlah

    1. Tema 1, 11, 21, 31, 42, 49 6

    2. Amanat 10, 14, 15, 20, 30, 34, 35, 39, 50 9

    3. Alur 3, 6, 7, 8, 17, 18, 22, 23, 24, 25

    37, 46, 47

    13

    4. Tokoh dan Penokohan 2, 4, 12, 13, 26, 28, 32, 33, 36, 40

    43, 45, 48

    13

    5. Latar 5, 9, 16, 19, 27, 29, 38, 41, 44 9

    Jumlah 50

    Selanjutnya untuk menentukan keabsahan instrumen kemampuan menyimak

    dongeng. Berikut ini akan dijelaskan tentang validitas item dan realibilitas tes

    instrumen uji coba. Pertama untuk mengetahui valid atau tidaknya tes yang

    digunakan validitas item. Kedua untuk mengetahui tingkat kepercayaan dan

  • 38

    kemampuan tes digunakan reliabilitas. Uji coba dilakukan untuk menguji validitas

    item dan reliabilitas item. Uji coba soal dilakukan pada kelas VII 4 SMP N 2

    Ranah Pesisi. Langkah-langkah uji coba instrumen penelitian antara lain.

    1. Validitas Item

    Validitas dapat diartikan sebagai tingkat kesahihan suatu instrumen. Tes

    yang memiliki kadar validitas yang tinggi adalah tes yang isinya layak mengukur

    objek yang akan diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu Sudijono (2009:185).

    Validitas item dapat dilakukan dengan menggunakan rumus produk memperson

    biserial.

    Keterangan:

    rpbi = validitas item yang dicari

    Mp = rerata skor tester yang menjawab benar

    Mt = rerata skor total

    SDt = standar deviasi

    p = rerata tester yang menjawab benar

    q = rerata tester yang menjawab salah

    Hasil yang diperoleh dengan menggunakan rumus biserial kemudian

    ditafsirkan ke dalam rtabel untuk mengetahui valid atau tidaknya tes tersebut.

    Penafsiran ke dalam rtabel menggunakan derajat kebebasan n-1 dan taraf signifikan

    95%. Berdasarkan tabel r diketahui nilai rtabel untuk derajat kebebasan 24-1

    sebesar 0,396.

    Berdasarkan hasil analisis uji validitas terhadap 50 soal tes seperti pada

    Lampiran 5, maka diketahui jumlah hasil yang tidak valid untuk masing-masing

    soal pada setiap indikator seperti berikut; Pertama, jumlah soal yang tidak valid

    pada indikator tema sebanyak 1 soal, yaitu soal no 1. Kedua, jumlah soal yang

  • 39

    tidak valid pada indikator amanat sebanyak 1 soal, yaitu soal no 15. Ketiga,

    jumlah soal yang tidak valid pada indikator alur sebanyak 3 soal, yaitu soal no 17,

    22, 24, dan 46. Keempat, jumlah soal yang tidak valid pada indikator tokoh dan

    penokohan sebanyak 2 soal, yaitu soal no 32, dan 43. Kelima, jumlah soal yang

    tidak valid pada indikator latar sebanyak 2 soal, yaitu soal no 16, dan 27. Setelah

    diketahui soal yang valid dan tidak valid, maka selanjutnya dilakukan analisis uji

    reliabilitas.

    2. Reliabilitas

    Reliabilitas dapat diartikan sebagai tingkat kepercayaan, ketetapan,

    keterandalan. Instrumen yang reliabel sudah reliabel akan menghasilkan data yang

    dapat dipercaya juga. Dengan kata lain tes dikatakan reliabel bila tes itu diajukan

    lebih dari satu kali pada kelompok testi yang sama hasilnya tidak berubah

    Sudijono (2009:219). Penentukan reliabilitas tes dapat digunakan rumus korelasi

    Product Moment dan Spearman Brow berikut ini.

    Keterangan

    rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

    = jumlah perkalian variabel x dan variabel y N = jumlah data

    = jumlah kuadrat x = jumlah kuadrat y

    Rumus Product Moment digunakan untuk menentukan reliabelitas separo

    tes. Setelah reliabilitas separo tes diketahui hasilnya dimasukkan ke rumus

    Spearman Brown untuk menentukan reliabelitas tes secara keseluruhan seperti

    rumus berikut Sudijono (2009:219).

  • 40

    Keterangan:

    r = reliabilitas seluruh tes

    r½½ = reliabilitas separo tes

    Langkah untuk menentukan reliabilitas tes tersebut ada empat. Pertama

    membuat tabel persiapan penentuan reliabelitas tes dengan lajur kode sampel

    (KS), X (Skor Ganjil), Y (Skor Genap), X2, Y

    2, dan XY. Kedua memasukkan data

    yang terdapat pada tabel ke dalam rumus Product Moment. Ketiga hasilnya di

    masukkan ke dalam rumus Spearman Brown. Keempat hasil r hitung tafsir dengan

    r tabel untuk mengetahui reliabel atau tidaknya tes tersebut. Reliabilitas tes ini

    ditentukan dengan teknik belah dua, yaitu membagi skor atas dua kelompok

    (kelompok ganjil dan kelompok genap). Penafsiran ke dalam rtabel menggunakan

    derajat kebebasan n-1 dan taraf signifikan 95%. Berdasarkan tabel r diketahui

    nilai rtabel untuk derajat kebebasan 24-1 sebesar 0,396

    Berdasarkan hasil reliabilitas seperti pada Lampiran 6, maka diketahui

    bahwa reliabilitas instrument penelitian memiliki nilai koefisien korelasi sebesar

    0,886, sedangkan nilai rtabel sebesar 0,396. Dapat disimpulkanbahwa soal

    penelitian reliable karena memiliki nilai rhitung (0,886) > rtabel (0,396).

  • 41

    Berdasarkan hasil analisis uji validitas dan reliabilitas maka diperoleh kisi-

    kisi instrument penelitian seperti pada tabel 5 berikut.

    Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Menyimak Dongeng

    No Indikator Butir Soal Jumlah

    1. Tema 10, 17, 24, 34, 39 5

    2. Amanat 9, 13, 16, 23, 26, 27, 31, 40 8

    3. Alur 2, 5, 6, 7, 14, 18, 19, 29, 37 9

    4. Tokoh dan Penokohan 1, 3, 11, 12, 20, 21, 25, 28, 32, 36, 38 11

    5. Latar 4, 8, 15, 22, 30, 33, 35 7

    Jumlah 40

    E. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam pengumpulan data ini ada beberapa langkah yang dilakukan yaitu:

    (1) guru memasuki kelas (2) guru menjelaskan jenis dongeng yang akan

    diperdengarkan (3) sebelum siswa dibagikan sebuah soal guru mengingatkan

    siswa tentang tujuan atau apa yang hendak dicari dari dongeng yang akan

    diperdengarkan (4) siswa menyimak dongeng dengan baik dan efesien (5)

    kemudian siswa diberikan soal alternatif A, B, C dan D, (6) siswa ditugaskan

    menjawab soal dari dongeng yang diperdengarkan (7) jawaban siswa dikumpul

    dan (8) guru menilai hasil kerja siswa sesuai dengan format penilaian.

    F. Teknik Analisis Data

    Setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisis melalui tahap-tahap

    berikut ini. Pertama memberikan skor hasil tes menyimak dongeng dengan teknik

    dengar – cerita yang telah di jawab siswa dengan cara skor 1 untuk jawaban yang

    benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Kedua mengubah skor mentah

    menjadi nilai. Menurut Sudijono (2009:318) rumus yang digunakan sebagai

    berikut.

  • 42

    Keterangan

    NP = Nilai persentase yang diperoleh

    R = Skor hasil tes siswa

    SM = Skor maksimun dari tes

    100 = Bilangan tetap

    Ketiga mendeskripsikan tingkat penguasaan kemampuan menyimak

    dongeng siswa kelas VII dengan menggunakan teknik dengar – cerita SMP Negeri

    2 Ranah Pesisir berdasarkan rata-rata hitung. Menurut Sudijono (2009:327) rumus

    yang digunakan untuk menentukan rata-rata hitung adalah sebagai berikut.

    Keterangan:

    M = mean (nilai rata-rata)

    f = frekuensi

    ∑fx = jumlah skor di kali frekuensi

    N = jumlah sampel

    Keempat mengelompokkan kemampuan menyimak dongeng siswa kelas VII

    SMP Negeri 2 Ranah Pesisir dengan menggunakan skala 10 berikut ini.

    Tabel 6. Penentuan Patokan dengan Perhitungan Persentase untuk Skala 10

    Tingkat Penguasaan Nilai Ubahan Skala 10 Kualifikasi

    0-15% 1 Buruk Sekali

    16-25% 2 Buruk

    26-35% 3 Kurang Sekali

    36-45% 4 Kurang

    46-55% 5 Hampir Cukup

    56-65% 6 Cukup

    66-75% 7 Lebih dari cukup

    76-85% 8 Baik

    86-95% 9 Baik Sekali

    96-100% 10 Sempurna

    Sumber: Nurgiyantoro (2005:400)

  • 43

    Kelima membuat histogram kemampuan menyimak dongeng dengan

    menggunakan teknik model pembelajaran kontekstual. Keenam menganalisis dan

    membahas data penelitian. Ketujuh menyimpulkan hasil analisis dan

    pembahasan.

  • 44

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Pada bab ini, akan diuraikan tentang hasil penelitian yaitu, (1) deskripsi

    data dan (2) pembahasan. Deskripsi data memberikan gambaran tentang data yang

    telah dikumpulkan. Analisis data dilakukan sesuai dengan langkah-langkah

    penganalisis data yang diuaraikan pada Bab III. Selanjutnya, pembahasan

    dilakukan berdasarkan hasil analisis data dan direlevansikan dengan teori yang

    digunakan.

    A. Deskripsi Data

    Hasil analisis data pada penelitian ini memberikan gambaran tentang,

    kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dongeng

    dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Pengukuran kemampuan

    siswa menyimak dongeng ditinjau dari indikator, (a) tema, (b) amanat, (c) alur, (d)

    tokoh, dan (e) latar.

    1. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng

    Data kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak

    dongeng menggunakan model pembelajaran kontekstual dilihat dari nilai yang

    diperoleh oleh 24 orang siswa setelah mengikuti tes, dengan soal objektif

    sebanyak 50 soal. Hasil skor yang diperoleh oleh siswa lebih lengkap dapat dilihat

    pada pada tabel di bawah.

  • 45

    Tabel 7. Distribusi Skor Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah

    Pesisir Menyimak Dongeng Menggunakan Model Pembelajaran

    Kontekstual

    Kode

    Sampel

    Indikator Skor Total

    Tema Amanat Alur Tokoh Latar

    1 4 7 9 9 6 35 2 5 8 9 10 6 38 3 4 5 8 10 4 31 4 5 7 8 7 7 34 5 4 5 6 10 5 30 6 4 5 7 4 5 25 7 5 4 8 10 3 30 8 4 6 8 8 4 30 9 4 7 9 10 6 36 10 4 7 8 8 5 32 11 5 6 6 7 4 28 12 4 7 9 8 7 35 13 5 8 9 9 6 37 14 5 5 8 7 6 31 15 5 7 8 10 7 37 16 3 7 8 5 3 26 17 5 5 9 9 5 33 18 4 8 9 9 6 36 19 4 7 8 9 6 34 20 5 7 7 10 6 35 21 5 6 9 6 6 32 22 3 7 8 9 7 34 23 4 6 8 9 6 33 24 5 7 9 10 7 38

    Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan perolehan skor kemampuan siswa

    kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dongeng menggunakan model

    pembelajaran kontekstual. Skor yang diperoleh berada pada kisaran 25 – 38.

    Dimana, siswa yang memperoleh skor 25 sebanyak 1 orang, skor 26 sebanyak 1

    orang, skor 28 sebanyak 1 orang, skor 30 sebanyak 3 orang, skor 31 sebanyak 2

    orang, skor 32 sebanyak 2 orang, skor 33 sebanyak 2 orang, skor 34 sebanyak 3

    orang, skor 35 sebanyak 3 orang, skor 36 sebanyak 2 orang, skor 37 sebanyak 2

    orang, dan skor 38 sebanyak 2 orang.

  • 46

    Adapun penjelasan perolehan skor pada masing-masing pada indikator

    kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dongeng

    menggunakan model pembelajaran kontekstual, dijabarkan sebagai berikut.

    a. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng dari Indikator Tema

    Kemampuan siswa menyimak dongeng dari indikator tema dinilai

    berdasarkan 5 butir soal, yaitu soal nomor 10, 17, 24, 34 dan 39. Skor yang

    diberikan berkisar 0 sampai 5. Perolehan skor secara rinci, yaitu skor 3 diperoleh

    2 orang atau sebesar 8,2%, skor 4 diperoleh 11 orang atau sebesar 45,8%, dan

    skor 5 diperoleh 11 orang atau sebesar 45,8%

    b. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng dari Indikator Amanat

    Kemampuan siswa menyimak dongeng dari indikator amanat dinilai

    berdasarkan 8 butir soal, yaitu soal nomor 9, 13, 16, 23, 26, 27, 31, dan 40. Skor

    yang diberikan berkisar 0 sampai 8. Perolehan skor secara rinci, yaitu skor 4

    diperoleh 1 orang atau sebesar 4,2%, skor 5 diperoleh 5 orang atau sebesar 20,8%,

    skor 6 diperoleh 4 orang atau sebesar 16,7%, skor 7 diperoleh 11 orang atau

    sebesar 45,8%, dan skor 8 diperoleh 3 orang atau sebesar 12,5%.

    c. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng dari Indikator Alur

    Kemampuan siswa menyimak dongeng dari indikator alur dinilai

    berdasarkan 9 butir soal, yaitu soal nomor 2, 5, 6, 7, 14, 18, 19, 29, dan 37. Skor

    yang diberikan