-
KEMAMPUAN MENYIMAK DONGENG DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SISWA KELAS VII SMP
N 2 RANAH PESISIR KABUPATEN PESISIR SELATAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)
NADIA NPM
13080143
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2018
-
i
ABSTRAK
Nadia (13080143) Kemampuan Menyimak Dongeng dengan
Menggunakan
Model Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas VII SMP N 2 Ranah
Pesisir
Kabupaten Pesisir Selatan, Skripsi. Program Studi Pendidikan
Bahasa dan
Sastra Indonesia, STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang. 2018.
Penelitian ini dilatarbelakangi karena kemampuan menyimak
dongeng
siswa kelas VII SMP N 2 Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan
yang masih
rendah. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan
menyimak dongeng
dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual siswa kelas
VII SMP
Negeri 2 Ranah Pesisir.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan
metode deskriptif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah teknik
purposive sampling. Sampel pada penelitian ini berjumlah 24
orang,. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif.
Analisis data yang
digunakan adalah analisi rata-rata.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas VII
SMP
Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang diajar menggunakan
model
pembelajaran kontekstual secara keseluruhan termasuk dalam
kualifikasi baik
dengan rata-rata hitung sebesar 82,29. Dari tes dapat diketahui
bahwa; Pertama,
kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak
dogeng yang
diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator
tema
dikategorikan baik sekali dengan rata-rata hitung sebesar 87,50.
Kedua,
kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak
dogeng yang
diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator
amanat
dikategorikan baik dengan rata-rata hitung sebesar 80,21.
Ketiga, kemampuan
siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang
diajar
menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator alur
dikategorikan
baik sekali dengan rata-rata hitung sebesar 76,89. Keempat,
kemampuan siswa
kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dogeng yang
diajar
menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator tokoh
dan
penokohan dikategorikan baik dengan rata-rata hitung sebesar
76,89 Kelima,
kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak
dogeng yang
diajar menggunakan model pembelajaran kontekstual pada indikator
latar
dikategorikan baik dengan rata-rata hitung sebesar 79,17.
-
ii
ABSTRAC
Nadia (13080143) Fable Listening Ability Used Contextual
Learning Model
Of Student’s VII Class at State Junior High School No. 2 Ranah
Pesisir,
Pesisir Selatan Regency, Thesis. Study Program Education of
Indonesia
Languange and Letters, STKIP PGRI West Sumatera. Padang.
2018.
This research grounded by fable listening ability of student’s
VII Class at
State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir, Pesisir Selatan
Regency still less.
This research aims to describe fable listening ability used
contextual learning
model of student’s VII Class at State Junior High School No. 2
Ranah Pesisir,
Pesisir Selatan Regency.
The study was quantitative, using descriptive method. Sampling
method was
purposive sampling. Number of sample was 24 student. The
Instrument which used
in this research was objective test. Data analysis used
averaged.
Based on result of analyze data known ability of student’s VII
Class at
State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir on listening fable,
who teaching
with contextual learning model totality has been good qualified
with average as
82,29. result of tes shown; first, ability of student’s VII
Class at State Junior High
School No. 2 Ranah Pesisir on listening fable, who teaching with
contextual
learning model in theme indicator has been very good qualified
with average as
87,50. Second, ability of student’s VII Class at State Junior
High School No. 2
Ranah Pesisir on listening fable, who teaching with contextual
learning model in
madate indicator has been good qualified with average as 80,21.
Third, ability of
student’s VII Class at State Junior High School No. 2 Ranah
Pesisir on listening
fable, who teaching with contextual learning model in plot
indicator has been
good qualified with average as 76,89. Fourth, ability of
student’s VII Class at
State Junior High School No. 2 Ranah Pesisir on listening fable,
who teaching
with contextual learning model in figure indicator has been good
qualified with
average as 76,89. Fifth, ability of student’s VII Class at State
Junior High School
No. 2 Ranah Pesisir on listening fable, who teaching with
contextual learning
model in background indicator has been good qualified with
average as 79,17.
-
iii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah Swt.
sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Kemampuan
Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model Pembelajaran
Kontekstual
Siswa Kelas VII SMP N 2 Ranah Pesisir Kabupaten Pesisir
Selatan”. Tujuan
penulisan ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar
sarjana (SI). Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan
terimakasih, rasa hormat dan penghargaan yang tidak terhingga
kepada:
1. Diyan Permata Yanda, M.Pd sebagai pembimbing 1 yang telah
memberikan
arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Yulia Pebriani, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah
memberikan arahan
dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dra. Indriani Nisja, M.Pd selaku ketua Program Studi Bahasa
dan Sastra
Indonesia.
4. Samsiarni, S.S., M. Hum. selaku Sekretaris Program Studi
Bahasa dan Sastra
Indonesia.
5. Putri Dian Afrinda, M.Pd selaku Penasihat Akademik.
6. Dosen-dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah
memberikan semangat dan motivasi selama ini.
7. Titon, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Negeri 2 Ranah Pesisir
Kabupaten
Pesisir Selatan yang telah mengizinkan observasi di SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Kabupaten Pesisir Selatan.
-
iv
8. Orang tua beserta keluarga besar yang telah memberi motivasi,
doa dan materi
selama ini sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan.
Demi kesempurnaan proposal ini penulis mengharapkan adanya
kritikan dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga
proposal ini
bermanfaat bagi penulis pribadi serta bagi rekan-rekan mahasiswa
jurusan bahasa
dan sastra indonesia dan pembaca umumnya.
Padang, Januari 2018
Penulis
-
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR
....................................................................................
iv
DAFTAR ISI
....................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR
.....................................................................................
vii
DAFTAR TABEL
.........................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN
...................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah
............................................................................
1
B. Identifikasi Masalah
.................................................................................
6
C. Batasan Masalah
.......................................................................................
6
D. Rumusan Masalah
.....................................................................................
6
E. Tujuan Penelitian
......................................................................................
7
F. Manfaat Penelitian
....................................................................................
7
G. Definisi Operasional
.................................................................................
7
BAB II KAJIAN TEORI
.................................................................................
9
A. Kerangka Teori
.........................................................................................
9
1. Hakikat
Menyimak...............................................................................
9
a. Pengertian Menyimak
....................................................................
9
b. Tujuan Menyimak
........................................................................
10
c. Jenis-jenis Menyimak
...................................................................
11
d. Proses Pengajaran Menyimak
..................................................... 13
2. Hakikat Dongeng
...............................................................................
15
a. Pengertian Dongeng
.....................................................................
15
b. Jenis-jenis Dongeng
.....................................................................
16
c. Unsur-unsur Instrinsik Dongeng
.................................................. 17
d. Indikator Penilaian Kemampuan Menyimak Dongeng
................. 23
3. Hakikat Model Pembelajaran Kontekstual
........................................ 24
a. Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
.................................... 24
b. Prinsip Pembelajaran Kontekstual
............................................... 25
-
vi
c. Skenario Pembelajaran Kontekstual
............................................. 28
4. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dalam
Pembelajaran
Menyimak Dongeng
..........................................................................
29
B. Penelitian yang Relevan
.........................................................................
31
C. Kerangka
Konseptual..............................................................................
33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
.................................................... 35
A. Jenis Penelitian
.......................................................................................
35
B. Populasi dan Sampel
...............................................................................
35
C. Variabel dan Data
...................................................................................
36
D. Instrumen Penelitian
...............................................................................
37
1. Validitas Item
....................................................................................
38
2. Reliabilitas
........................................................................................
39
E. Teknik Pengumpulan Data
.....................................................................
41
F. Teknik Analisis Data
..............................................................................
41
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN........................................................
44
A. Deskripsi Data
........................................................................................
44
1. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng
......................... 44
B. Analisis Data
...........................................................................................
47
1. Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir
Menyimak Dongeng Menggunakan Model pembelajaran
Kontekstual
........................................................................................
48
C. Pembahasan
...........................................................................................
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
......................................................... 75
A. Kesimpulan
............................................................................................
75
B. Saran
......................................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA
-
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Konseptual Kemampuan Menyimak Dongeng
dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual
...................... 34
2. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kontekstual
......................................................................
53
3. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tema
.................................. 53
4. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Amanat
............................. 56
5. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Alur
.................................. 59
6. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tokoh dan Penokohan
...... 62
7. Diagram Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Latar
................................. 65
-
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil Penilaian Keterampilan Menyimak Dongeng Siswa Kelas
VII
SMP N 2 Ranah Pesisir Tahun Pembelajaran 2016-2017
...................... 3
2. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual
dalam Pembelajaran Menyimak Dongeng
............................................. 30
3. Populasi dan Sampel
..............................................................................
36
4. Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Menyimak Dongeng
.. 37
5. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Menyimak Dongeng
.................. 41
6. Penentuan Patokan dengan Perhitungan Persentase untuk Skala
10 ..... 42
7. Distribusi Skor Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng Menggunakan Model
Pembelajaran Kontekstual
.....................................................................
45
8. Ditribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kontekstual
.....................................................................
48
9. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng
...................................................................
50
10. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tema
.................................. 52
11. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tema
.................................. 52
12. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Amanat
.............................. 54
13. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Amanat
.............................. 55
14. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Alur
.................................... 57
15. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Alur
................................... 58
-
ix
16. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tokoh dan Penokohan
....... 60
17. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Tokoh dan Penokohan
....... 61
18. Distribusi Nilai Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Latar
.................................. 63
19. Kualifikasi Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng dari Indikator Latar
.................................. 64
-
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Silabus Mata Pelajaran
...........................................................................
79
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
........................................... 80
3. Tabulasi Data Uji Coba Soal
Tes............................................................
96
4. Analisis Uji Validitas Soal Tes
...............................................................
97
5. Analisis Uji Reliabilitas Soal Tes
.......................................................... 98
6. Instrumen Penelitian
..............................................................................
99
7. Data Tes Kemampuan Menyimak Dongeng
.......................................... 109
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hasil belajar merupakan indikator sejauhmana keberhasilan
proses
pembelajaran yang telah dilalui oleh seseorang. Hasil belajar
dapat dilihat dari
tiga aspek yaitu, ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Pada
mata pelajaran
bahasa Indonesia keterampilan berbahasa dari segi kognitif
terdiri dari
keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Setiap
keterampilan
berbahasa seseorang tidak akan diperoleh secara tiba-tiba,
tetapi memerlukan
proses latihan secara terus menerus agar hasil simakan menjadi
lebih baik. Seperti
halnya pengajaran keterampilan menyimak yang tidak bisa hanya
dilakukan
dengan menggunakan lisan semata. Namun, penggunaan media yang
bervariasi
juga akan sangat menentukan tingkat keterampilan menyimak
siswa.
Menyimak dengan menggunakan media yang bervariasi dapat
melatih,
membina dan mengembangkan keterampilan menyimak, sehingga siswa
terampil
dalam memahami, menghayati, menginterpretasikan pesan yang
diterima pada
taraf yang lebih tinggi, yaitu mampu menggungkapkan kembali apa
yang disimak
baik secara lisan maupun tulisan. Menyimak penting untuk
diajarkan di sekolah,
salah satu temanya adalah menyimak dongeng. Hal ini sesuai
dengan tuntunan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, mata
pelajaran Bahasa
Indonesia untuk tingkat SMP kelas VII semester satu dengan
Standar Kompetensi
(SK) 5 Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan. Kompetensi
Dasar (KD) 5.1
Menemukan hal-hal yang menarik dari dongeng yang diperdengarkan.
Kurikulum
1
-
2
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang juga
masih
dipakai oleh SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir,
diketahui bahwa kemampuan menyimak siswa belum mencapai taraf
yang lebih
baik, karena masih banyak siswa yang memperoleh hasil belajar
yang kurang
memuaskan pada materi tentang mengapresiasikan dongeng yang
dipedengarkan.
Hal ini dapat dilihat dari tabel hasil penilaian keterampilan
menyimak dongeng
berikut.
Tabel 1. Hasil Penilaian Keterampilan Menyimak Dongeng Siswa
Kelas VII
SMP N 2 Ranah Pesisir Tahun Pembelajaran 2016-2017
No Kelas Jumlah
Siswa KKM
Tuntas Tidak Tuntas
Frekuensi
(Orang)
Persentase
(%)
Frekuensi
(Orang)
Persentase
(%)
1. VII 1 27
75
17 62,96 10 37,04
2. VII 2 25 12 48,00 13 52,00
3. VII 3 25 18 72,00 7 28,00
4. VII 4 26 15 57,69 11 42,31
5. VII 5 24 16 66,67 8 33,33
Total 127 - 78 - 49 -
Rata – Rata - 61,64 - 38,54
Sumber: Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir
Tabel 1 menunjukkan, bahwa persentase jumlah siswa yang belum
lulus
atau yang tidak mencapai nilai KKM (Ketentuan Kelulusan Minimum)
masih
cukup besar yaitu mencapai 38,54%. Sisanya jumlah siswa yang
lulus hanya
mencapai 61,64%. Dilihat secara klasikal rata-rata persentase
siswa yang lulus
belum mencapai kelulusan secara klasikal yaitu sebesar 85%.
Hasil belajar siswa yang rendah menunjukkan, bahwa terdapat
permasalahan pada proses pembelajaran yang dilalui oleh siswa.
Permasalahan
yang dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran bisa
disebabkan oleh berbagai
-
3
faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa
dikarenakan oleh adanya faktor internal dan eksternal pada diri
siswa. Faktor
internal berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yang secara
garis besar terdiri dari
faktor jasmaniah, psikologis dan kesehatan. Faktor eksternal
berasal dari luar diri
siswa itu sendiri seperti: faktor lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat. Faktor sekolah juga terdiri dari beberapa
faktor, yang
salah satunya menyangkut metode pembelajaran, atau model
pembelajaran, atau
teknik pembelajaran.
Hasil wawancara dengan guru Bahasa Indonesia yaitu Asmidar, S.Pd
di
SMP Negeri 2 Ranah Pesisir diperoleh informasi bahwa,
kemampuan
pembelajaran menyimak sudah diajarkan, tetapi pelaksanaan
keterampilan ini
belum maksimal, karena pembelajarannya terkesan monoton sehingga
hasil
pembelajaran kurang bagus. Kendala yang berhubungan dengan aspek
menyimak
yaitu: siswa kurang fokus dalam belajar, hasil pembelajaran
kurang maksimal dan
pembelajaran kurang menarik bagi siswa, karena media yang kurang
memadai.
Penyebab kendala tersebut, karena belajar siswa itu
berbeda-beda. Ada yang cara
belajarnya kinestik audio dan visual. Kalau cara belajarnya
audio (mendengarkan)
tentu pembelajaran tersebut menarik bagi mereka. Sedangkan cara
belajar kinestik
(banyak bergerak) dan visual (melihat) kurang menarik. Metode
yang digunakan
yaitu metode ceramah. Pada pembelajaran ini guru banyak
berbicara. Siswa masih
merasa kesulitan dalam menuangkan dan mengembangkan idenya ke
dalam
menyimak dongeng, karena guru terkesan banyak ceramah. Selain
itu model
-
4
pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran menyimak
dongeng
juga kurang variatif, karena media yang kurang memadai.
Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan tiga orang siswa
yaitu Fadilla
Khanza Billa, Thesa Yolanda Putri, dan Aziza Rahmadani di SMP
Negeri 2
Ranah Pesisir diperoleh informasi bahwa, permasalahan yang
dihadapi selama
belajar tentang menyimak dongeng dikarenakan guru banyak
memberikan materi
saja. Guru juga disebutkan jarang memakai media pembelajaran
yang berbentuk
video dalam menyampaikan materi sebuah dongeng. Kondisi ini
membuat siswa
merasa bosan, karena hanya mendengarkan guru berceramah di depan
kelas,
sehingga berdampak terhadap penguasan materi pembelajaran yang
juga kurang
oleh siswa.
Pembelajaran menyimak yang baik menyangkut sikap, ingatan,
persepsi,
kemampuan membedakan, intelegensi, perhatian, dan motivasi yang
harus
dikerjakan secara integral dalam tindakan yang optimal pada saat
kegiatan
menyimak berlangsung. Demi meningkatkan dan mengoptimalkan
kemampuan
menyimak seseorang salah satu langkah yang dapat dilakukan
adalah pendekatan
kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang
membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya
dengan penerapannya pada kehidupan mereka.
Peningkatan kemampuan menyimak dengan model pembelajaran
kontektual
dilaksanakan dengan tahapan pra menyimak, rekontruksi, analisis,
dan koreksi
dengan tidak mengabaikan tahapan menyimak seperti
mendengarkan,
-
5
mengidentifkasi, mengiterpretasi, mamahami, menilai, dan
menaggapi. Kegiatan
rekontruksi, analisis, dan koreksi dalam penerapan pembelajaran
kontekstual
dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga siswa terlibat
aktif dalam
proses mendengar. Adapun bahan simakan yang bisa diperdengarkan
yaitu bahan
simakan berupa berita di radio atau televisi, musikalisasi
puisi, puisi, lagu,
cerpen, dongeng, dan percakapan lainnya.
Penggunaan model akan mengarahkan siswa untuk bisa fokus
menyimak
suatu cerita yang didengarkan kepadanya. Hal ini dikarenakan
proses
pembelajaran dengan model kontekstual terpusat pada siswa dengan
mengaitkan
pembelajaran dengan pengalaman nyata siswa. Kondisi tersebut
akan membuat
siswa merasa tertarik mendengarkan cerita yang disampaikan
dengan sebaiknya.
Melalui model pembelajaran ini, siswa akan jadi terbimbing untuk
bisa menyimak
dongeng yang diperdengarkan dengan menemukan hal-hal yang
menarik dari
dongeng yang diperdengarkan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penting dilakukan
penelitian
tentang “Kemampuan Menyimak Dongeng dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir”.
Penggunaan teknik dengar - ceritauntuk pembelajaran menyimak
dongeng,
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyimak.
-
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi
masalah
sebagai berikut.
1. Siswa kurang fokus dalam belajar, dikarenakan guru hanya
menggunakan
teknik pembelajaran yang membosankan bagi siswa.
2. Hasil pembelajaran kurang maksimal, dikarenakan masih
banyaknya siswa
yang memperoleh hasil belajar yang tidak mencapai ketentuan
kelulusan
minimal (KKM) .
3. Proses pembelajaran yang pasif, karena guru lebih banyak
berceramah.
4. Pembelajaran kurang menarik bagi siswa, dikarenakan kurangnya
penggunaan
media pembelajaran oleh guru.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini
dibatasi pada
kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan model
pembelajaran
kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian
ini adalah “Bagaimanakah kemampuan menyimak dongeng dengan
menggunakan
model pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2
Ranah Pesisir?”
-
7
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk
mendeskripsikan kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan
model
pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak
berikut.
1. Bagi guru bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Ranah Pesisir,
sebagai bahan
referensi dalam pembelajaran menyimak dongeng di sekolah.
2. Bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir, sebagai
masukan
pembelajaran menyimak dongeng di sekolah.
3. Bagi penulis sendiri, untuk menambah ilmu pengetahuan
terutama dalam
bidang pembelajaran keterampilan menyimak.
4. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan masukan dan bahan dalam
penelitian
menyimak dongeng.
G. Definisi Operasional
Sehubungan dengan penelitian, maka untuk menghindari
kesalahan
penafsiran dalam penelitian ini, diberikan defenisi sebagai
berikut.
1. Kemampuan merupakan suatu upaya dalam mencapai suatu tujuan
yang
diinginkan.
2. Menyimak adalah memperoleh informasi, menangkap isi dan
memahami apa
yang disampaikan oleh orang lain.
-
8
3. Dongeng adalah bentuk sastra lama yang bercerita tentang
suatu kejadian yang
luar biasa, yang penuh khayalan (fiksi) yang dianggap oleh
masyarakat suatu
hal yang tidak benar-benar terjadi.
4. Model pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang
membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya
dengan penerapannya pada kehidupan mereka.
-
9
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Kerangka Teori
Sehubungan dengan masalah penelitian ini, kajian teori yang
akan
digunakan ada empat. Ketiga kajian itu adalah (1) hakikat
menyimak, (2) hakikat
dongeng, (3) hakikat model pembelajaran kontekstual, dan (4)
penerapan model
pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menyimak dogeng
yang
dinyatakan sebagai berikut ini.
1. Hakikat Menyimak
Kajian teori yang digunakan dalam menyimak terbagi lima yaitu
(a)
pengertian menyimak (b) tujuan menyimak, (c) jenis-jenis
menyimak, (d) proses
pengajaran menyimak, dan (e) teknik-teknik pembelajaran untuk
meningkatkan
kemampuan menyimak
a. Pengertian Menyimak
Menurut Sutari (1997:18-19), menyimak adalah suatu proses
yang
mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa,
mengidentifikasi,
menginterpretasikan dan mereaksi atas makna yang terkandung di
dalamnya.
Subana (1993:213), mengungkapkan bahwa menyimak adalah
mendengarkan
dengan penuh pemahaman dan perhatian interpretasi serta
apresiasi untuk
memperoleh informasi secara lisan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menyimak
adalah
kegiatan mendengarkan apa yang diucapkan oleh orang lain dengan
penuh
perhatian sehingga siswa dapat memahami, menghayati dan
menginterpretasikan
apa yang didengarnya. Dalam hal ini menyimak tidak hanya
sekedar
9
-
10
mendengarkan. Siswa dituntut untuk mamahami dan mengingat
informasi yang
disampaikan oleh orang lain.
b. Tujuan Menyimak
Menurut Tarigan (1986:60), tujuan orang menyimak sesuatu itu
beraneka
ragam, yaitu antara lain (1) memperoleh pengetahuan dari bahan
ujaran
pembicara, dengan perkataan orang lain, menyimak untuk belajar
(2) penikmat
terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atau yang
diperdengarkan atau
dipergelarkan (terutama sekali dalam bidang seni) (3) menilai
sesuatu yang
disimak atau menyimak untuk mengevaluasi (4) menikmati dan
menghargai
sesuatu yang disimak atau mengapresiasi materi simakan (5)
mengomunikasikan
ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain dengan lancar dan
tepat (6) dapat
membedakan bunyi-bunyi dengan tepat (7) dapat memecahkan masalah
secara
kreatif dan analisis, sebab dari pembicara dia mungkin banyak
memperoleh
masukan yang berharga dan (8) menyimak untuk meyakinkan dirinya
terhadap
suatu masalah atau pendapat yang selama ini diragukan atau
menyimak secara
persuasif.
Sutari (1997:22-27), mengemukakan bahwa tujuan menyimak ada
enam
macam yaitu (1) menyimak untuk mendapatkan fakta (2) menyimak
untuk
menganalisis fakta (3) menyimak untuk mengevaluasi fakta (4)
menyimak untuk
mendapatkan informasi (5) menyimak untuk mendapatkan hiburan dan
(6)
menyimak untuk memperbaiki kemampuan berbicara. Menurut
Soenardji (dalam
Darmawan 2001:10), secara umum tujuan menyimak adalah
memperoleh
pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan secara khususnya tujuan
menyimak itu
-
11
adalah (1) untuk memperoleh informasi (2) untuk menganalisis
fakta (3) untuk
mendapatkan inspirasi (4) untuk mendapatkan hiburan (5) untuk
memperbaiki
kemampuan berbicara dan (6) untuk membentuk kepribadian.
Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa tujuan menyimak
adalah
memperoleh informasi, menangkap isi dan memahami apa yang
disampaikan oleh
orang lain. Menyimak merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
dan
direncanakan oleh seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Menyimak
memberikan responsi yang tepat terhadap segala yang
didengar.
c. Jenis-jenis Menyimak
Menurut Tarigan (1985:23-33), bahwa jenis-jenis menyimak ada
dua
macam yakni (1) menyimak ekstensif dan (2) menyimak intensif.
Menyimak
ekstensif adalah jenis kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal
yang bersifat
bebas terhadap suatu bahasa menyimak sosial, menyimak sekunder,
menyimak
pasif, dan menyimak estetis. Pertama menyimak sosial adalah
menyimak dengan
sopan biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat
orang-orang
mengobrol mengenai hal-hal yang menarik perhatian semua orang
yang hadir dan
saling mendengarkan satu sama lain untuk membuat reponsi-reponsi
yang wajar.
Kedua menyimak sekunder adalah sejenis menyimak secara kebetulan
(Casual
Listening). Ketiga menyimak pasif adalah penyerapan suatu ujaran
tanpa upaya
sadar yang biasa menandai upaya-upaya disaat belajar kurang
teliti, tergesa-gesa,
menghafal luar kepala, berlatih santai, serta menguasai sesuatu
bahasa. Keempat
menyimak estetis atau apresiatif adalah fase terakhir dari
kegiatan menyimak
-
12
kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif mencakup
menyimak
musik, puisi, pembacaan bersama, drama, radio dan
rekaman-rekaman.
Tarigan (1986:23-24), menyimak intensif adalah kegiatan menyimak
yang
diarahkan pada suatu kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal
tertentu. Jenis-
jenis menyimak intensif meliputi menyimak kritis, menyimak
konsentratif,
menyimak kreatif, menyimak introgatif, menyimak eksploratif,
menyimak
selektif. Pertama menyimak kritis merupakan jenis menyimak
kritis mirip
dengan menyimak konsentratif. Penekanan dalam menyimak kritis
adalah
penyimak berusaha bersikap subyektif mungkin dan tidak
terpengaruh oleh sikap-
sikap subyektif. Kedua menyimak konsentratif merupakan kegiatan
menyimak
yang sering dilakukan oleh siswa yang ingin memperoleh
informasi-informasi
yang sebelumnya tidak diketahui. Ketiga menyimak kreatif mirip
dengan
menyimak estetis, karena hal-hal yang disimak berkaitan dengan
karya-karya seni.
Perbedaannya menyimak apresiatif dengan menyimak kreatif
terdapat perbedaan
pada kegiatan menilai, sedangkan dalam menyimak estetis tidak
ada penilaian.
Keempat menyimak interogatif merupakan suatu kegiatan menyimak
yang
bertujuan untuk menerima atau memperoleh informasi baru. Kelima
menyimak
eksploratori merupakan perluasan kegiatan yang ditujukan untuk
menerima atau
memperoleh informasi-informasi baru. Keenam menyimak selektif
sebagai konsep
menyimak selektif atau selective listening, bahasa merupakan
suatu fenomena
motor-audiotif sehingga sensitivitas pendengaran yang kapasitas
kemampuan
asimilatif seorang pembelajar bahasa hendaknya dikembangkan.
-
13
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menyimak dongeng
termasuk
salah satu jenis menyimak intensif yaitu menyimak konsentratif.
Dalam
menyimak ini dituntut adanya pemahaman terhadap informasi yang
disampaikan
dalam pembelajaran dongeng.
d. Proses Pengajaran Menyimak
Menyimak merupakan aktifitas kebahasaan yang sering dianggap
sulit
dimana mengharuskan penyimak memahami serangkaian bunyi suara
yang
mengalir secara sepihak. Jadi apabila seseorang secara tiba-tiba
disuruh
mendengarkan kaset rekaman yang tidak diketahui sebelumnya tanpa
memiliki
latar belakang pengetahuan apa pun, maka pasti akan merasa
bingung. Dalam
pengajaran menyimak yang dilakukan di dalam kelas tanpa
mengetahui tujuan
menyimak secara jelas maka pada akhirnya akan tercipta kegiatan
yang jauh dari
aktifitas menyimak yang sesungguhnya.
Menurut Tarigan (2008:35) proses pengajaran menyimak biasanya
dibagi
menjadi tiga tahapan, yakni tahap pra kegiatan, tahap kegiatan
utama, dan tahap
pasca kegiatan.
1) Tahap Pra Kegiatan
Sebagai kegiatan pendahuluan yang bertujuan untuk mendekatkan
kegiatan
terhadap aktifitas menyimak yang sesungguhnya, maka perlu
mengaktifkan
pengetahuan latar belakang tentang isi materi. Hal itu bisa
dilakukan guru dengan
cara menjelaskan isi materi yang akan diperdengarkan, siswa
membaca artikel
yang relevan, melihat foto atau gambar, atau guru menerangkan
pengetahuan latar
belakang yang dianggap penting.. Yang sangat penting, pada tahap
ini dilakukan
-
14
usaha-usaha untuk meningkatkan minat siswa serta berbagai usaha
untuk
mengadakan persiapan kegiatan menyimak.
Kegiatan pendahuluan penting lainnya adalah guru menjelaskan
`apa yang
akan didengar pada waktu itu dan untuk apa kegiatan mendengar
itu dilakukan.
Kalau pengajaran itu dilaksanakan pada tingkat dasar dengan
tujuan `untuk
memperoleh informasi penting, maka guru harus menjelaskan tujuan
menyimak
siapa, dalam situasi apa, dan melakukan apa. Selanjutnya, para
siswa diberi
kesempatan untuk mengaktifkan lagi latar belakang pengetahuannya
tentang
kosakata dan ungkapan-ungkapan yang menyatakan waktu atau jam
kerja yang
biasa pada umumnya. Hal ini dilakukan siswa sebagai cara untuk
melakukan
kegiatan menyimak dengan memusatkan perhatian pada bagian-bagian
penting di
dalam seluruh kegiatan. Untuk itulah kegiatan menyimak ini
dimulai.
2) Tahap Kegiatan Utama
Dalam kegiatan ini guru menyuruh siswa mendengarkan media audio
seperti
kaset rekaman, video, suara asli, dan sebagainya. Cara
menyuruh
mendengarkannya, seperti berapa kali mendengarnya, mendengar
terus menerus
dari awal sampai akhir, atau menyuruh mendengar sambil
menghentikan
rekaman/ucapan pada bagian-bagian tertentuyang telah ditetapkan,
hal ini
berbeda-beda tergantung pada tingkat kemampuan siswa, banyaknya
materi,
tujuan menyimak, dan sebagainya. Sehingga untuk itu guru
harus
mempertimbangan atau memberikan kategasan secara tepat mengenai
kelas yang
dipegangnya.
-
15
3) Tahap Pasca Kegiatan
Pada kegiatan akhir ini diadakan tanya jawab tentang isi materi
yang
barusan diperdengarkan, siswa diberi kesempatan untuk
mengungkapkan kesan-
kesannya, atau menyimpulkan isi materi. Lalu guru mengadakan
penjelasan atau
kesimpulan akhir.
2. Hakikat Dongeng
Kajian teori yang digunakan dalam dongeng ada lima yaitu (a)
pengertian
dongeng (b) jenis-jenis dongeng (c) unsur-unsur instrinsik
dongeng, dan (d)
indikator penilaian kemampuan menyimak dongeng.
a. Pengertian Dongeng
Djamaris (2002:68), mengemukakan bahwa dongeng adalah cerita
yang
dipercayai tidak pernah terjadi dan berupa cerita khayal semata.
Selanjutnya
Danandjaya (1984:83), menjelaskan bahwa dongeng adalah cerita
pendek kolektif
kesusastraan lisan dan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap
benar-benar terjadi.
Dongeng diceritakan untuk hiburan walaupun banyak juga
melukiskan kebenaran,
berisikan pelajaran, atau bahkan sindiran. Hal ini sering
berhubungan dengan
kepercayaan, keajaiban dan kehidupan binatang. Menurut
Nurgiantoro (2001:198)
istilah dongeng dapat dipahami sebagai cerita yang tidak
benar-benar terjadi dan
dalam banyak hal sering tidak masuk akal. Dongeng dapat
dipandang sebagai
cerita fantasi yaitu cerita yang mengikuti daya fantasi walau
terkesan secara
logika sebenarnya tidak dapat diterima.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dongeng
merupakan
suatu kejadian yang tidak pernah terjadi dan sama sekali tidak
dapat dibuktikan
-
16
kebenarannya. Dongeng hanya sebuah cerita yang bertujuan untuk
menghibur dan
menggambarkan tentang suatu hal yang ada dialam agar dijadikan
pelajaran oleh
manusia. Pelajaran tersebut dapat menjadi pedoman bagi kehidupan
yang lebih
baik dari sebelumnya.
b. Jenis-jenis Dongeng
Menurut Danandjaya (1984:86), terdapat empat jenis dogeng,
yaitu;
Pertama dongeng binatang (fabel) adalah dongeng yang ceritanya
ditokohi oleh
binatang, seperti kancil dan buaya. Binatang-binatang dalam
cerita dogeng ini
dapat berbicara atau berakal budi seperti manusia. Rampan
(2014:32),
mengemukakan bahwa fabel adalah cerita rakyat yang berkisah
tentang binatang,
dimana para binatang hidup dan beraktivitas seperti manusia.
Mereka dapat
berbicara, bekerja, berperasaan, bertabiat, tidak berbeda dari
manusia sehari-hari.
Kata fabel berasal dari bahasa perancis fabel, sedangkan dalam
bahasa Inggris
disebut dengan fable, yang maksudnya adalah cerita rakyat yang
mengandung
ajaran budi pekerti, ajaran moral, sebagai pengibaratan dan
pemberi hikmah.
Kedua dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia
atau
biasanya kisah duka seseorang. Contoh dongeng biasa antara lain:
sangkuriang
serta dongeng bawang putih dan bawang merah. Ketiga lelucon atau
anekdot
adalah dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati
sehingga
menimbulkan ketawa bagi yang mendengar maupun yang
menceritakannya.
Meski demikian bagi masyarakat atau orang yang menjadi sasaran
dongeng itu
dapat menimbulkan rasa sakit hati.
-
17
Berdasarkan jenis-jenis dongeng yang dikemukakan para ahli
tersebut,
maka dalam penelitian ini digunakan jenis dongeng yaitu dongeng
binatang
(fabel).
c. Unsur-Unsur Intrinsik Dongeng
Menurut Nurgiyantoro (2005:2), unsur intrinsik sastra adalah
unsur-unsur
yang membangun suatu karya sastra, seperti; peristiwa, cerita,
alur, penokohan,
tema, latar, sudut pandang pencerita, gaya bahasa, dll.
Berdasarkan penjelasan
tersebut maka dongeng yang merupakan bagian dari karya sastra
yang berbentuk
prosa juga mempunyai unsur intrinsik. Adapun unsur intrinsik
karya sastra
dongeng dijelaskan sebagai berikut.
1) Tema
Tema sering disebut juga dasar cerita, yakni pokok permasalahan
yang
mendominasi suatu karya sastra. Pada hakikatnya tema adalah
permasalahan yang
merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya
sastra tersebut,
sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang
dengan
karyanya itu (Suharianto 2005:17).
Tema menurut Nurgiyantoro (2005:80), dapat dipahami sebagai
makna yang
mengikat keseluruhan unsur cerita, sehingga sastra tersebut
hadir sebagai sebuah
kesatuan yang padu. Tema merupakan kebenaran yang diperjuangkan
melalui
logika cerita yang mengandung prinsip kebenaran yang sesuai
dengan hati nurani.
2) Amanat
Amanat merupakan pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral dan
nilai-nilai
kemanusiaan yang ingin disampaikan pengarang lewat cerita.
Amanat dapat
-
18
ditemukan melalui cerita yang disampaikan, sikap dan tingkah
laku tokoh-
tokohnya maupun secara langsung disebutkan oleh pengarang dalam
cerita
(Nurgiyantoro 2005:321).
Nurgiyantoro (2005:265), menyatakan kehadiran unsur amanat dalam
cerita
anak (termasuk dongeng) merupakan unsur cerita yang harus ada
berdampingan
dengan unsur cerita yang lain. Amanat dalam dongeng diperoleh
siswa sebagai
hasil interpretasi siswa terhadap perjuangan dan kemenangan
tokoh dongeng.
Dengan pembelajaran mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan
siswa
diharapkan mampu memahami dan menemukan sendiri amanat yang
terkandung
dalam cerita dongeng yang diperdengarkan.
3) Alur
Pada umumnya alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-
tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang
dihadirkan oleh para
pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2002:83). Stanton (dalam
Nurgiyantoro
2005:113), mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi
urutan kejadian
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat
peristiwa yang
satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang
lain.
Alur atau plot adalah cara pengarang menjalin kejadian-kejadian
secara
beruntung dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga
merupakan
kesatuan yang padu, bulat dan utuh (Suharianto 2005:18). Lebih
jelas lagi
Suharianto (2005:18), menyatakan bahwa plot suatu cerita
biasanya terdiri atas
lima bagian yaitu (1) pemaparan atau pendahuluan yakni bagian
cerita tempat
pengarang mulai melukiskan suatu keadaan yang merupakan awal
cerita (2)
-
19
penggawatan yakni bagian yang melukiskan tokoh-tokoh yang
terlibat dalam
cerita mulai bergerak (3) penanjakkan yakni bagian cerita yang
melukiskan
konflik-konflik mulai memuncak (4) puncak atau klimaks yakni
bagian yang
melukiskan peristiwa mencapai puncaknya (5) peleraian yakni
bagian cerita
tempat pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa yang
telah terjadi
dalam cerita atau bagian-bagian sebelumnya.
Dilihat dari cara menyusun bagian-bagian plot tersebut di atas,
alur cerita
dapat dibedakan menjadi alur maju/lurus yaitu jika cerita
tersebut disusun mulai
kejadian awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan
berakhir pada
pemecahan masalah dan alur sorot balik (flashback) yakni apabila
cerita disusun
dari bagian akhir dan bergerak ke muka menuju titik awal cerita.
Di samping itu,
ada sebagian cerita disampaikan dengan penggabungan kedua jenis
alur tersebut.
Maksudnya adalah ada sebagian cerita yang menggunakan alur lurus
dan sebagian
lagi menggunakan alur sorot balik. Tetapi, keduanya dijalin
dalam kesatuan yang
padu sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita
atau peristiwa
yang terpisahkan (Suharianto 2005:19).
4) Tokoh dan Penokohan
Pelaku yang mengembang peristiwa dalam cerita fiksi sehingga
peristiwa itu
mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh sedangkan cara
pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan
(Aminuddin
2004:79). Sementara itu, Suharianto (2005:20), mengatakan bahwa
penokohan
ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya,
maupun batinnya
-
20
yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya,
adat-istiadatnya
dan sebagainya.
Suharianto (2005:21), menambahkan bahwa pengarang mempunyai
dua
cara dalam melukiskan tokohnya yaitu secara langsung dan tidak
langsung.
Disebut dengan cara langsung apabila pengarang langsung
menguraikan atau
menggambarkan keadaan tokoh misalnya dikatakan bahwa tokoh
ceritanya cantik,
tampan atau jelek, wataknya keras, cerewet, kulitnya hitam,
rambutnya gondrong,
dan sebagainya. Sebaliknya apabila pengarang secara tersamar
dalam
memberitahukan wujud atau keadaan tokoh ceritanya maka dikatakan
pelukisan
tokohnya sebagai tidak langsung misalnya dengan cara melukiskan
keadaan
tempat tinggalnya dengan melukiskan sikap tokoh dalam menanggapi
suatu
kejadian dan sebagainya.
Menurut Nurgiyantoro (2005:200), tokoh-tokoh dongeng pada
umumnya
terbagi menjadi dua macam, yaitu tokoh yang berkarakter baik dan
yang
berkarakter buruk. Selain itu karakter tokoh biasanya abadi
tokoh dongeng yang
baik akan baik selamanya. Sebaliknya jika tokoh tersebut
berkarakter buruk maka
selamanya akan buruk.
5) Sudut Pandang
Baribin (1985:75-77), mendefinisikan bahwa sudut pandang atau
pusat
pengisahan itu sebagai posisi atau penempatan diri pengarang
dalam ceritanya
atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat
dalam ceritanya itu.
Terdapat beberapa jenis pusat pengisahan yaitu sebagai
berikut.
-
21
a) Pengarang sebagai tokoh cerita yaitu pengarang bercerita
tentang keseluruhan
kejadian atau peristiwa terutama yang menyangkut diri tokoh.
Pengarang
merupakan pelaku cerita segala yang terjadi baik itu hal yang
ada dalam batin
sekalipun dapat diwujudkan meskipun hanya sekedar lamunan
tokoh.
b) Pengarang sebagai tokoh sampingan yaitu orang yang bercerita
dalam hal ini
adalah seorang tokoh sampingan yang menceritakan peristiwa yang
bertalian
terutama dengan tokoh utama cerita. Pengarang hanya mengamati
dan
meyandarkan pada tokoh utama cerita.
c) Pengarang sebagai orang ketiga (pengamat) pengarang sebagai
orang ketiga
yang berada di luar cerita bertindak sebagai pengamat dan
sekaligus sebagai
narator yang menjelaskan peristiwa yang berlangsung serta
suasana perasaan
dan pikiran para pelaku cerita.
d) Pengarang sebagai pemain narator pemain yang bertindak
sebagai pelaku cerita
dan sekaligus sebagai narator yang menceritakan tentang orang
lain disamping
tentang dirinya biasanya keluar masuk cerita. Suatu ketika ia
terlibat dalam
cerita tetapi kadang ia bertindak sebagai pengamat yang berada
di luar cerita.
Pusat pengisahan atau yang dalam bahasa Inggrisnya dikenal
dengan istilah
point of view cara untuk menyampaikan cerita mengenai
perikehidupan tokoh
pengarang akan menentukan “siapa‟ orangnya yang bercerita
(Suharianto
2005:25). Jadi, bagaimana penyajian cerita disesuaikan dengan
keberadaan tokoh
dalam cerita atau dalam konteks pembelajaran dongeng, guru
menempatkan diri
sebagai pengamat tokoh.
-
22
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa
sudut pandang yang digunakan dalam karya sastra dongeng adalah
sudut pandang
orang ketiga. Jadi saat proses dongeng diperdengarkan guru atau
pendongeng
bersikap sebagai pengamat atau orang ketiga seolah-olah
pendongeng benar-benar
memahami tokoh dongeng yang diperdengarkan.
6) Latar
Pada umumnya latar atau setting yaitu tempat atau waktu
terjadinya cerita
(Suharianto 2005:22), karena manusia atau tokoh cerita tidak
pernah dapat lepas
dari ruang dan waktu maka tidak mungkin ada cerita tanpa latar
atau setting.
Kegunaan latar atau setting dalam cerita biasanya bukan hanya
sekedar sebagai
petunjuk kapan dan dimana cerita itu terjadi melainkan juga
sebagai tempat
pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui
ceritanya
tersebut. Waktu terjadinya cerita dapat semasa dengan kehidupan
apresiator dan
dapat pula sekian bulan, tahun atau abad yang lalu. sedangkan
tempatnya dapat di
suatu desa, kantor, kota, daerah, bahkan negara mana saja.
Akan tetapi pendapat di atas tidak selamanya benar khusus pada
karya
sastra dongeng. Nurgiyantoro (2005:199), menyatakan bahwa
dongeng tidak
terikat oleh waktu dan tempat. Dongeng dapat terjadi di mana
saja dan kapan saja
tanpa perlu ada pertanggungjawaban yang tepat mengenai masalah
pelataran
dongeng. Kekurangjelasan pelataran waktu terlihat seperti pada
kalimat “Pada
zaman dahulu kala”, “Konon, waktu itu”, atau pula “Suatu
ketika”, dll.
Kekurangjelasan tempat juga terlihat seperti pada kalimat “Di
negeri antah
berantah”, “Di suatu tempat”, atau “Di negeri dongeng”, dll.
-
23
Dari berbagai macam unsur pembangun dongeng tersebut di atas,
peneliti
memilih unsur tema, tokoh dan penokohan, alur, latar dan amanat
sebagai objek
kajian penelitian. Unsur-unsur tersebut peneliti pilih
berdasarkan observasi awal
terhadap kemampuan siswa dalam mengapresiasi dongeng yang
diperdengarkan.
Siswa kelas VII masih tergolong masa transisi antara masa
anak-anak ke masa
remaja. Dengan memperhatikan proses kegiatan mengapresiasi
dongeng yang
diperdengarkan peneliti berharap tujuan umum pembelajaran sastra
agar siswa
memperoleh pengalaman bersastra akan tercapai.
d. Indikator Penilaian Kemampuan Menyimak Dongeng
Indikator penilaian kemampuan menyimak dongeng dilihat dari
hal-hal
menarik dari sebuah dongeng. Menurut Nurgiyantoro (2005:23),
bahwa hal-hal
yang menarik dari dongeng terletak pada unsur tema, tokoh dan
penokohan, alur,
latar dan amanat yang dapat diambil sebagai suatu nilai
pendidikan. Aspek yang
diukur dalam kegiatan menyimak ini sesuai dengan KD. 5.1
Menemukan hal-hal
menarik dari dongeng yang diperdengarkan. Lebih lanjut indikator
penilaian
menyimak dogeng pada penelitian ini adalah;
1) Mengidentifikasi tema dari dogeng yang diperdengarkan.
2) Mengidentifikasi amanah yang terdapat pada dogeng yang
diperdengarkan.
3) Mengidentifikasi alur pada dogeng yang diperdengarkan.
4) Memahami tokoh dan penokohan yang terdapat dalam dogeng
yang
diperdengarkan.
5) Mengidentifikasi latar yang terdapat dalam dogeng yang
diperdengarkan
-
24
3. Hakikat Model Pembelajaran Kontekstual
Kajian teori yang dijabarkan tentang model pembelajaran
kontekstual ada
dua yaitu; (a) konsep dasar pembelajaran kontekstual, (b)
prinsip pembelajaran
kontekstual, dan (c) skenario pembelajaran kontekstual.
a. Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Nurhadi 2002, (dalam Rusman, 2013:189) menyebutkan bahwa
pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat
digunakan untuk
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa menciptakan kesingkronan antara
pengetahuan
dengan cara penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Demi
memberikan
pengalaman belajar yang aplikatif pada siswa, guru harus
memberikan lebih
banyak kesempatan pada siswa untuk melakukan, mencoba, mengalami
sendiri,
dah bukan sekedar pendengar yang pasif sebagai penerima terhadap
semua
informasi yang disampikan guru.
Sementara itu, Howey (2001) (dalam Rusman, 2013:189)
menyatakan
bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang
memungkinkan
terjadinya proses pembelajaran di mana siswa mengunakan
pemahaman dan
kemampuan akademiknya dalam bebagai konteks dalam dan luar
sekolah untuk
memecahkan masalah yang nyata baik secara mandiri ataupun
bersama-sama.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpullkan bahwa
pembelajaran
kontekstual adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu
siswa melihat
makna dalam materi akademik yang dipelajari dengan jalan
menghubungakan
mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yang
meliputi aspek
-
25
kehidupan pribadi, sosial, dan budaya. Pembelajaran kontekstual
sebagai suatu
model yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk
mencari,
mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang bersifat
kongkret melalui
keterlibatan siswa secara langsung. Dapat disimpulkan bahwa
pemberlajaran
dengan model kontekstual tidak sekedar dilihat dari sisi hasil
belajar, akan tetapi
yang terpenting adalah proses.
b. Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Rusman (2013: 193) menyatakan ada tujuah prinsip
pembelajaran
kotekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu;
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukan
seperangkat fakta
dan konsep yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
membangun
pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran
kontekstual,
melalui upaya menemukan akan memberi penegasan bahwa pengetahuan
dan
keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan
bukan
merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
merupakan
hasil menemukan sendiri
3) Bertanya (Questioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik utama kontekstual
adalah
kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang
dimiliki
-
26
seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu,
bertanya merupakan
strategi utama dalam kontekstual. Penerapan unsur bertanya dalam
kontekstual
harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya
atau kemampuan
guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong
pada
peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti
pada tahapan
sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan bertanya,
sangat
dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh
guru. Dalam
implementasi kontekstual, pertanyaan yang diajukan oleh guru
atau siswa harus
dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau
sumber belajar
yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa
untuk
melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari
teman-teman
belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community,
bahwa hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui
berbagai
pengalaman sharing. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk
saling memberi
dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning
community
dikembangkan
5) Pemodelan (Modelling)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya
permasalahan
hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang
dan
beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang
memiliki
kemampuan lengkap, dan ini sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka
kini guru
-
27
bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan
segala
kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan
mengalami hambatan
untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
siswa
yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model
dapat
dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa
bisa
memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu
mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh guru.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau
baru saja
dipelajar. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang
tentang apa-apa
yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang
baru
dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang
merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat
refleksi, siswa
diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan,
menghayati,
dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri.
7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir pembelajaran kontekstual adalah melakukan
penilaian.
Penilaian sebagai bagian dari pembelajaran memiliki fungsi yang
amat
menentukan untuk mendapatkan informasi kausalitas proses dan
hasil
pembelajaran melalui penerapan model kontekstual. Penilaian
adalah proses
pengumpulan berbagai data informasi yang bisa memberikan
gambaran atau
petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya
data dan
informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan
penilaian, maka
-
28
akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan
hasil
pengalaman belajar setiap siswa
Pada pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan
rencana
kegiatan yang dirancang oleh guru dalam bentuk tahap demi tahap
tentang apa
yang akan dilakukan bersama siswa selama proses pembelajaran.
Ketujuh
komponen pembelajaran kontekstual di atas harus tercermin dengan
jelas, dalam
program pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus memiliki
persiapan yang utuh
mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing
proses
pembelajaran di kelas.
c. Skenario Pembelajaran Kontekstual
Skenario (desain) pembelajaran bertujuan untuk pedoman umum
sekaligus
sebagai alat kontrol bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran.
Rusman (2013:
199) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual
dalam proses
pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut;
1) Mengembangkan pemikiran siswa bahwa anak akan belajar lebih
bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua
topik.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui
pertanyaan-pertanyaan.
4) Menciptakan masyarakat belajar, seperti; kelompok diskusi,
tanya jawab, dll.
5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran bisa melalui
ilustrasi atau
media sebenarnya
-
29
6) Membasakan anak untuk melakukan refleksi di setiap diakhir
pertemuan
pembelajaran.
7) Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan
yang
sebenarnya dari setiap siswa.
4. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dalam Pembelajaran
Menyimak Dogeng
Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran
menyimak
dongeng pada penelitian ini diimplemantasikan ke dalam tahapan
pengajaran
menyimak. Nurhadi 2002, (dalam Rusman, 2013:189) menyebutkan
bahwa
pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat
digunakan untuk
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa menciptakan kesingkronan antara
pengetahuan
dengan cara penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Demi
memberikan
pengalaman belajar yang aplikatif pada siswa, guru dapat
menghadirkan model
sebagai contoh pembelajaran melalui olustrasi atau bahkan media
sebenarnya.
Dalam kontek penelitian ini model yang dihadirkan adalah media
yang
sesunguhnya adalah dongeng dalam bentuk video.
Menurut Tarigan (2008:35) proses pengajaran menyimak biasanya
dibagi
menjadi tiga tahapan, yakni tahap pra kegiatan, tahap kegiatan
utama, dan tahap
pasca kegiatan. Berdasarkan tahapan proses pengajaran menyimak
pelaksanaan
teknik dengar-cerita akan implementasikan pada tahap kegiatan
utama.
Adapun rincian penerapan model pembelajaran kontekstual
dalam
pembelajaran menyimak dogeng pada penelitian ini dijabarkan
seperti pada tabel
berikut.
-
30
Tabel 2. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran
Kontekstual
dalam Pembelajaran Menyimak Dongeng
No Tahapan
Pembelajaran
Tahapan Kegiatan di Kelas
(Rusman, 2013:190)
1 Pra Kegiatan
Guru menjelaskan kepada siswa tujuan dan manfaat pembelajaran
menyimak dongeng.
Guru menjelaskan kepada siswa tentang hal-hal yang menarik dari
dogeng yang mereka
tahu.
Guru meminta siswa untuk menemukan hal-hal yang menarik dari
dogeng yang akan
diperdengarkan.
Guru bertanya kepada siswa tentang jenis dongeng yang
diketahuinya dan
menjelaskan jenis dongeng akan
diperdengarkan.
2 Kegiatan Utama
Guru membagi siswa berkelompok-kelompok dengan masing-masing
kelompok
terdiri dari 4 orang
Guru memutarkan video atau rekaman dongeng fable kepada siswa
dari awal
sampai akhir.
Guru meminta siswa mendengarkan rekaman dongeng dari awal sampai
akhir r.
Guru meminta siswa mendiskusikan dengan anggota kelompok tentang
isi dari dogeng
yang telah diperdengarkan.
Guru meminta setiap kelompok untuk mencerita kembali dogeng yang
telah
didengarkan dengan memasukan hal-hal
yang menarik dari dogeng.
Guru meminta kelompok lain menyimak dogeng yang disampaikan
kembali oleh
temannya, sambil bersiap menunggu giliran,
dan bertanya atau memberikan argumen
tentang penjelasan yang diberikan
kelompok yang telah bercerita.
3 Pasca Kegiatan
Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa mengenai hal-hal
menarik yang
ditemukan siswa dalam dongeng yang telah
didengarkan.
Guru meminta siswa mengungkapkan kesannya tentang dogeng yang
didengar.
-
31
Guru bersama siswa berdiskusi untuk menyimpulkan bersama-sama
tentang hal-
hal yang menarik tentang dongeng yang
telah didengarkan.
Guru memberikan tes objektif kepada siswa siswa untuk mengukur
sejauhmana
kemampuan siswa dalam menyimak
dogeng. Dimana dogeng yang
diperdengarkan adalah dogeng yang
berbeda dengan saat proses pembelajaran.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Subriyanto
(2016),
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Vol. 6, No. 1,
dengan judul
“Upaya meningkatkan Kemampuan Menyimak Cerita Rakyat Siswa Kelas
V
SDN 16 Air Saleh Kabupaten Banyuasin Melalui Pendekatan
Pembelajaran
Kontekstuasl”. Penelitiaan ini dilatarbelakangi karena hasil
belajar siswa
khususnya untuk materi memahami penjalasan cerita rakyat secara
lisan nilai
ketuntasannya belum mencapai ketuntasan minimum yang ditetapkan.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual
dapat meningkatkan kemampuan menyimak cerita rakyat yang
ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus
tindakan yang telah
dilakukan. Dimana pada siklus I rata-rata hasil belajar hanya
58,9392 dengan
ketuntasan klasikal mencapai 53,57%, mengalami peningkatan pada
siklus II
dengan rata-rata hasil belajar sebesar 70,92 dengan ketuntasan
klasikal mencapai
89,28%
Rosiani, Sudiana, Darmayanti (2014) e-Jurnal Jurusan Pendidikan
Bahasa
dan Sastra Indonesia Undiksha, Vol. 2, No. 1, dengan judul
penelitian “Penerapan
-
32
Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa
Memahami
Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerpen di Kelas X.D SMA Negeri 1
Kubutambahan”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan
memahami
cerpen siswa di kelas X.D SMA Negeri Kubutambahan sudah perlu
ditingkatkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan strategi
pembelajaran
kontekstual dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa
dengan
nilai rata-rata klasikal 73,08, dan pada siklus II nilai
rata-rata klasikal siswa
menjadi 78,27. (2) Langkah-langkah yang ditempuh dalam
menerapkan strategi
pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran membaca pemahaman
sangat
efektif dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa.
(3)
Penerapan strategi pembelajaran kontekstual pada pembelajaran
membaca
pemahaman mendapat respons sangat positif dari siswa.
Susanto (2014) Jurnal Edutama, Vol. 1, No. 2 dengan judul
penelitian
“Penerapan Metode Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan
Menulis
Cerita Pendek Siswa Kelas XII IPS-3 SMA Negeri 3 Bojonegoro
Tahun Pelajaran
2011/2012”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesulitan yang
dialami siswa
untuk menulis gagasannya untuk sebuah cerita pendek dengan baik
dan benar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan
penerapan
metode konstekstual dapat meningkatkan kualitas hasil
pembelajaran menulis
cerpen siswa kelas XII IPS-3 SMAN 3 Bojonegoro tahun pelajaran
2011/2012.
Hal ini yang ditunjukkan dengan meningkatnya persentase jumlah
siswa yang
mencapai rentang 85-100. Sebagai perbandingan hasil menulis
cerpen pada
refleksi awal hanya 11,42%, siklus I yaitu 11,42 %, sedangkan
pada siklus II
-
33
28,57%. Begitu juga pada rentang 0-44 juga mengalami penurunan.
Sebagai
perbandingan, pada pratindakan 20,01%, siklus I 14,30%, dan
siklus II 14,30%.
Penelitian yang akan dilakukan ini berbeda dengan penelitian
terdahulu
yaitu perbedaan terletak pada sampel dan variabel yang
digunakan. Selain itu jenis
penelitian yang digunakan juga berbeda, diaman pada penelitian
ini akan
mengunakan penelitian eksperimen. Penelitian ini memiliki sampel
siswa kelas
VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir pada variabel “Kemampuan Menyimak
Dongeng
dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas
VII SMP
Negeri 2 Ranah Pesisir”
B. Kerangka Konseptual
Menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang esensial.
Untuk
aktivitas komunikasi keterampilan ini sangat penting dikuasai
oleh siswa agar
mereka dapat memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Keterampilan
menyimak yang baik akan menjadi faktor pendorong siswa untuk
memahami
keterampilan berbahasa lainnya saat memahami materi pelajaran.
Model
kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang
direkomendasikan
untuk meningkatkan kemampuan menyimak siswa sangat cocok
diimplementasika untuk menyimak dogeng. Hal ini dikarenakan
proses
pembelajaran dengan model kontekstual terpusat pada siswa dengan
mengaitkan
pembelajaran dengan pengalaman nyata siswa. Kondisi tersebut
akan membuat
siswa merasa tertarik mendengarkan cerita yang disampaikan
dengan sebaiknya.
Melalui model pembelajaran ini, siswa akan jadi terbimbing untuk
bisa menyimak
-
34
dongeng yang diperdengarkan dengan menemukan hal-hal yang
menarik dari
dongeng yang diperdengarkan
Dalam penelitian ini akan meneliti tentang kemampuan menyimak
dongeng
dengan model pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri
2 Ranah
Pesisir digambarkan pada bagan berikut ini.
Gambar 1. Kerangka Konseptual Kemampuan Menyimak Dogeng
dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual
Fabel
Dongeng
Model Pembelajaran Kontekstual
Kemampuan Menyimak Dongeng dengan Menggunakan
Model Pembelajaran kontekstual Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir
Hal Hal-hal Menarik dari Dongeng
1. Tema 2. Amanat 3. Alur 4. Tokoh dan Penokohan 5. Latar
Kemampuan Menyimak
-
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan
metode
deskriptif. Arikunto (2010:27,) menyatakan penelitian
kuantitatif adalah
penelitian yang menggunakan angka, dimulai dari pengumpulan data
kemudian
menafsirkan data dan terakhir ditampilkan hasilnya. Menurut
Mardalis (2010:26),
metode deskriptif merupakan upaya mendeskrisikan, mencatat
analisis dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi sekarang ini terjadi atau
ada. Dengan kata
lain penelitian deskriptif bertujuan memperoleh
informasi-informasi mengenai
keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variabel-variabel
yang ada. Penelitian
ini akan mendeskripsikan menyimak dongeng dengan menggunakan
model
pembelajaran kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir.
B. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2012:80), populasi adalah wilayah generalisasi
yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2
Ranah Pesisir
yang terdaftar pada tahun 2017/2018 sebanyak 124 siswa yang
tersebar dalam 5
kelas yakni kelas VII 1 (25 orang), VII 2 (24 orang), VII 3 (26
orang), VII 4 (24
orang) dan VII 5 (25 orang). Jumlah populasi lebih dari 100
orang. Peneliti
membatasi jumlah subjek penelitian ini dan tidak semua populasi
dijadikan
sampel. Cara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
Purposive
35
-
36
Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel
dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono 2012:85).
Sugiyono (2012:81), menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari
jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pada penelitian
ini ditetapkan
sampel penelitian yaitu kelas VII 2 yang berjumlah 24 siswa.
Pengambilan sampel
didasarkan dari stardar deviasi terendah nilai kemampuan
menyimak dogeng
siswa. Lebih lanjut penentuan kelas sampel dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3. Populasi dan Sampel
No Kelas Populasi Standar
Deviasi
Keterangan
1. VII 1 25 2.64 -
2. VII 2 24 2.53 Sampel
3. VII 3 26 3.68 -
4. VII 4 24 3.52 -
5. VII 5 25 2.73 -
Jumlah 124
(Sumber: Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Ranah Pesisir)
C. Variabel dan Data
Arikunto (2010:161), menyatakan bahwa variabel adalah objek
penelitian
atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel
penelitian ini
adalah satu variabel yaitu kemampuan menyimak dongeng dengan
menggunakan
teknik dengar – cerita siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah
Pesisir.
Arikunto (2010:161), menyatakan bahwa data merupakan hasil
pencatatan
peneliti baik yang berupa fakta maupun angka. Data dalam
penelitian ini adalah
hasil menyimak dongeng siswa. Tujuannya adalah untuk
mendeskripsikan
kemampuan menyimak dongeng dengan menggunakan model
pembelajaran
kontekstual siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir.
-
37
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah tes. Tes adalah alat evaluasi
yang berupa
pertanyaan, perintah dan petunjuk yang harus dikerjakan siswa
untuk memperoleh
respon yang sesuai dengan pernyataan atau perintah. Tes yang
digunakan dalam
penelitian ini adalah tes objektif pilihan ganda dengan
alternatif jawaban A, B, C
dan D. Tes objektif adalah bentuk soal yang telah mempunyai
kemungkinan
jawaban yang harus di pilih atau di kerjakan oleh peserta tes.
Tes objektif
digunakan untuk mengukur kemampuan menyimak dongeng siswa.
Sebelum tes
diberikan kepada siswa terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk
melihat daya
membedakan tingkat kesukaran. Uji coba untuk mengetahui
kelayakan instrumen
yang di uji cobakan agar dikumpulkan dapat
dipertanggungjawabkan
keabsahannya. Uji coba tersebut dilakukan di kelas VII 4 SMP
Negeri 2 Ranah
Pesisir dengan jumlah 24 siswa.
Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Menyimak
Dongeng
No Indikator Butir Soal Jumlah
1. Tema 1, 11, 21, 31, 42, 49 6
2. Amanat 10, 14, 15, 20, 30, 34, 35, 39, 50 9
3. Alur 3, 6, 7, 8, 17, 18, 22, 23, 24, 25
37, 46, 47
13
4. Tokoh dan Penokohan 2, 4, 12, 13, 26, 28, 32, 33, 36, 40
43, 45, 48
13
5. Latar 5, 9, 16, 19, 27, 29, 38, 41, 44 9
Jumlah 50
Selanjutnya untuk menentukan keabsahan instrumen kemampuan
menyimak
dongeng. Berikut ini akan dijelaskan tentang validitas item dan
realibilitas tes
instrumen uji coba. Pertama untuk mengetahui valid atau tidaknya
tes yang
digunakan validitas item. Kedua untuk mengetahui tingkat
kepercayaan dan
-
38
kemampuan tes digunakan reliabilitas. Uji coba dilakukan untuk
menguji validitas
item dan reliabilitas item. Uji coba soal dilakukan pada kelas
VII 4 SMP N 2
Ranah Pesisi. Langkah-langkah uji coba instrumen penelitian
antara lain.
1. Validitas Item
Validitas dapat diartikan sebagai tingkat kesahihan suatu
instrumen. Tes
yang memiliki kadar validitas yang tinggi adalah tes yang isinya
layak mengukur
objek yang akan diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu
Sudijono (2009:185).
Validitas item dapat dilakukan dengan menggunakan rumus produk
memperson
biserial.
Keterangan:
rpbi = validitas item yang dicari
Mp = rerata skor tester yang menjawab benar
Mt = rerata skor total
SDt = standar deviasi
p = rerata tester yang menjawab benar
q = rerata tester yang menjawab salah
Hasil yang diperoleh dengan menggunakan rumus biserial
kemudian
ditafsirkan ke dalam rtabel untuk mengetahui valid atau tidaknya
tes tersebut.
Penafsiran ke dalam rtabel menggunakan derajat kebebasan n-1 dan
taraf signifikan
95%. Berdasarkan tabel r diketahui nilai rtabel untuk derajat
kebebasan 24-1
sebesar 0,396.
Berdasarkan hasil analisis uji validitas terhadap 50 soal tes
seperti pada
Lampiran 5, maka diketahui jumlah hasil yang tidak valid untuk
masing-masing
soal pada setiap indikator seperti berikut; Pertama, jumlah soal
yang tidak valid
pada indikator tema sebanyak 1 soal, yaitu soal no 1. Kedua,
jumlah soal yang
-
39
tidak valid pada indikator amanat sebanyak 1 soal, yaitu soal no
15. Ketiga,
jumlah soal yang tidak valid pada indikator alur sebanyak 3
soal, yaitu soal no 17,
22, 24, dan 46. Keempat, jumlah soal yang tidak valid pada
indikator tokoh dan
penokohan sebanyak 2 soal, yaitu soal no 32, dan 43. Kelima,
jumlah soal yang
tidak valid pada indikator latar sebanyak 2 soal, yaitu soal no
16, dan 27. Setelah
diketahui soal yang valid dan tidak valid, maka selanjutnya
dilakukan analisis uji
reliabilitas.
2. Reliabilitas
Reliabilitas dapat diartikan sebagai tingkat kepercayaan,
ketetapan,
keterandalan. Instrumen yang reliabel sudah reliabel akan
menghasilkan data yang
dapat dipercaya juga. Dengan kata lain tes dikatakan reliabel
bila tes itu diajukan
lebih dari satu kali pada kelompok testi yang sama hasilnya
tidak berubah
Sudijono (2009:219). Penentukan reliabilitas tes dapat digunakan
rumus korelasi
Product Moment dan Spearman Brow berikut ini.
Keterangan
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= jumlah perkalian variabel x dan variabel y N = jumlah data
= jumlah kuadrat x = jumlah kuadrat y
Rumus Product Moment digunakan untuk menentukan reliabelitas
separo
tes. Setelah reliabilitas separo tes diketahui hasilnya
dimasukkan ke rumus
Spearman Brown untuk menentukan reliabelitas tes secara
keseluruhan seperti
rumus berikut Sudijono (2009:219).
-
40
Keterangan:
r = reliabilitas seluruh tes
r½½ = reliabilitas separo tes
Langkah untuk menentukan reliabilitas tes tersebut ada empat.
Pertama
membuat tabel persiapan penentuan reliabelitas tes dengan lajur
kode sampel
(KS), X (Skor Ganjil), Y (Skor Genap), X2, Y
2, dan XY. Kedua memasukkan data
yang terdapat pada tabel ke dalam rumus Product Moment. Ketiga
hasilnya di
masukkan ke dalam rumus Spearman Brown. Keempat hasil r hitung
tafsir dengan
r tabel untuk mengetahui reliabel atau tidaknya tes tersebut.
Reliabilitas tes ini
ditentukan dengan teknik belah dua, yaitu membagi skor atas dua
kelompok
(kelompok ganjil dan kelompok genap). Penafsiran ke dalam rtabel
menggunakan
derajat kebebasan n-1 dan taraf signifikan 95%. Berdasarkan
tabel r diketahui
nilai rtabel untuk derajat kebebasan 24-1 sebesar 0,396
Berdasarkan hasil reliabilitas seperti pada Lampiran 6, maka
diketahui
bahwa reliabilitas instrument penelitian memiliki nilai
koefisien korelasi sebesar
0,886, sedangkan nilai rtabel sebesar 0,396. Dapat
disimpulkanbahwa soal
penelitian reliable karena memiliki nilai rhitung (0,886) >
rtabel (0,396).
-
41
Berdasarkan hasil analisis uji validitas dan reliabilitas maka
diperoleh kisi-
kisi instrument penelitian seperti pada tabel 5 berikut.
Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Menyimak Dongeng
No Indikator Butir Soal Jumlah
1. Tema 10, 17, 24, 34, 39 5
2. Amanat 9, 13, 16, 23, 26, 27, 31, 40 8
3. Alur 2, 5, 6, 7, 14, 18, 19, 29, 37 9
4. Tokoh dan Penokohan 1, 3, 11, 12, 20, 21, 25, 28, 32, 36, 38
11
5. Latar 4, 8, 15, 22, 30, 33, 35 7
Jumlah 40
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini ada beberapa langkah yang dilakukan
yaitu:
(1) guru memasuki kelas (2) guru menjelaskan jenis dongeng yang
akan
diperdengarkan (3) sebelum siswa dibagikan sebuah soal guru
mengingatkan
siswa tentang tujuan atau apa yang hendak dicari dari dongeng
yang akan
diperdengarkan (4) siswa menyimak dongeng dengan baik dan
efesien (5)
kemudian siswa diberikan soal alternatif A, B, C dan D, (6)
siswa ditugaskan
menjawab soal dari dongeng yang diperdengarkan (7) jawaban siswa
dikumpul
dan (8) guru menilai hasil kerja siswa sesuai dengan format
penilaian.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisis melalui
tahap-tahap
berikut ini. Pertama memberikan skor hasil tes menyimak dongeng
dengan teknik
dengar – cerita yang telah di jawab siswa dengan cara skor 1
untuk jawaban yang
benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Kedua mengubah skor
mentah
menjadi nilai. Menurut Sudijono (2009:318) rumus yang digunakan
sebagai
berikut.
-
42
Keterangan
NP = Nilai persentase yang diperoleh
R = Skor hasil tes siswa
SM = Skor maksimun dari tes
100 = Bilangan tetap
Ketiga mendeskripsikan tingkat penguasaan kemampuan menyimak
dongeng siswa kelas VII dengan menggunakan teknik dengar –
cerita SMP Negeri
2 Ranah Pesisir berdasarkan rata-rata hitung. Menurut Sudijono
(2009:327) rumus
yang digunakan untuk menentukan rata-rata hitung adalah sebagai
berikut.
Keterangan:
M = mean (nilai rata-rata)
f = frekuensi
∑fx = jumlah skor di kali frekuensi
N = jumlah sampel
Keempat mengelompokkan kemampuan menyimak dongeng siswa kelas
VII
SMP Negeri 2 Ranah Pesisir dengan menggunakan skala 10 berikut
ini.
Tabel 6. Penentuan Patokan dengan Perhitungan Persentase untuk
Skala 10
Tingkat Penguasaan Nilai Ubahan Skala 10 Kualifikasi
0-15% 1 Buruk Sekali
16-25% 2 Buruk
26-35% 3 Kurang Sekali
36-45% 4 Kurang
46-55% 5 Hampir Cukup
56-65% 6 Cukup
66-75% 7 Lebih dari cukup
76-85% 8 Baik
86-95% 9 Baik Sekali
96-100% 10 Sempurna
Sumber: Nurgiyantoro (2005:400)
-
43
Kelima membuat histogram kemampuan menyimak dongeng dengan
menggunakan teknik model pembelajaran kontekstual. Keenam
menganalisis dan
membahas data penelitian. Ketujuh menyimpulkan hasil analisis
dan
pembahasan.
-
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, akan diuraikan tentang hasil penelitian yaitu, (1)
deskripsi
data dan (2) pembahasan. Deskripsi data memberikan gambaran
tentang data yang
telah dikumpulkan. Analisis data dilakukan sesuai dengan
langkah-langkah
penganalisis data yang diuaraikan pada Bab III. Selanjutnya,
pembahasan
dilakukan berdasarkan hasil analisis data dan direlevansikan
dengan teori yang
digunakan.
A. Deskripsi Data
Hasil analisis data pada penelitian ini memberikan gambaran
tentang,
kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak
dongeng
dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Pengukuran
kemampuan
siswa menyimak dongeng ditinjau dari indikator, (a) tema, (b)
amanat, (c) alur, (d)
tokoh, dan (e) latar.
1. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng
Data kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir
menyimak
dongeng menggunakan model pembelajaran kontekstual dilihat dari
nilai yang
diperoleh oleh 24 orang siswa setelah mengikuti tes, dengan soal
objektif
sebanyak 50 soal. Hasil skor yang diperoleh oleh siswa lebih
lengkap dapat dilihat
pada pada tabel di bawah.
-
45
Tabel 7. Distribusi Skor Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Ranah
Pesisir Menyimak Dongeng Menggunakan Model Pembelajaran
Kontekstual
Kode
Sampel
Indikator Skor Total
Tema Amanat Alur Tokoh Latar
1 4 7 9 9 6 35 2 5 8 9 10 6 38 3 4 5 8 10 4 31 4 5 7 8 7 7 34 5
4 5 6 10 5 30 6 4 5 7 4 5 25 7 5 4 8 10 3 30 8 4 6 8 8 4 30 9 4 7 9
10 6 36 10 4 7 8 8 5 32 11 5 6 6 7 4 28 12 4 7 9 8 7 35 13 5 8 9 9
6 37 14 5 5 8 7 6 31 15 5 7 8 10 7 37 16 3 7 8 5 3 26 17 5 5 9 9 5
33 18 4 8 9 9 6 36 19 4 7 8 9 6 34 20 5 7 7 10 6 35 21 5 6 9 6 6 32
22 3 7 8 9 7 34 23 4 6 8 9 6 33 24 5 7 9 10 7 38
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan perolehan skor
kemampuan siswa
kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak dongeng
menggunakan model
pembelajaran kontekstual. Skor yang diperoleh berada pada
kisaran 25 – 38.
Dimana, siswa yang memperoleh skor 25 sebanyak 1 orang, skor 26
sebanyak 1
orang, skor 28 sebanyak 1 orang, skor 30 sebanyak 3 orang, skor
31 sebanyak 2
orang, skor 32 sebanyak 2 orang, skor 33 sebanyak 2 orang, skor
34 sebanyak 3
orang, skor 35 sebanyak 3 orang, skor 36 sebanyak 2 orang, skor
37 sebanyak 2
orang, dan skor 38 sebanyak 2 orang.
-
46
Adapun penjelasan perolehan skor pada masing-masing pada
indikator
kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ranah Pesisir menyimak
dongeng
menggunakan model pembelajaran kontekstual, dijabarkan sebagai
berikut.
a. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng dari Indikator
Tema
Kemampuan siswa menyimak dongeng dari indikator tema dinilai
berdasarkan 5 butir soal, yaitu soal nomor 10, 17, 24, 34 dan
39. Skor yang
diberikan berkisar 0 sampai 5. Perolehan skor secara rinci,
yaitu skor 3 diperoleh
2 orang atau sebesar 8,2%, skor 4 diperoleh 11 orang atau
sebesar 45,8%, dan
skor 5 diperoleh 11 orang atau sebesar 45,8%
b. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng dari Indikator
Amanat
Kemampuan siswa menyimak dongeng dari indikator amanat
dinilai
berdasarkan 8 butir soal, yaitu soal nomor 9, 13, 16, 23, 26,
27, 31, dan 40. Skor
yang diberikan berkisar 0 sampai 8. Perolehan skor secara rinci,
yaitu skor 4
diperoleh 1 orang atau sebesar 4,2%, skor 5 diperoleh 5 orang
atau sebesar 20,8%,
skor 6 diperoleh 4 orang atau sebesar 16,7%, skor 7 diperoleh 11
orang atau
sebesar 45,8%, dan skor 8 diperoleh 3 orang atau sebesar
12,5%.
c. Deskripsi Kemampuan Siswa Menyimak Dongeng dari Indikator
Alur
Kemampuan siswa menyimak dongeng dari indikator alur dinilai
berdasarkan 9 butir soal, yaitu soal nomor 2, 5, 6, 7, 14, 18,
19, 29, dan 37. Skor
yang diberikan