Top Banner

of 25

Kekurangan Energi Protein ~ Gizi Kesehatan Masyarakat

Oct 09, 2015

Download

Documents

Gizi kesehatan Masyarakat
Public Health

membahas mengenai Kekurangan Energi Protein
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia di zaman modern ini, melihat sepintas saja sudah terlintas permasalahan permasalahan gizi di Indonesia yang cukup rumit . penyakit akibat atau yang berhubungan dengan gizi saat ini banyak terjadi di kalangan masyarakat perkotaan. Penyebab utamanya adalah perubahan gaya hidup akibat urbanisasi dan modernisasi. Perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat didukung dengan pengetahuan yang tidak memadai apalagi masyarakat yang berada di kalangan ekonomi menengah kebawah. Negara kita pada saat ini mengalami 4 masalah gizi yang cukup bahkan sangat serius diantaranya adalah gizi darurat dan penanggulangan nya lalu masalah Gizi buruk yang lebih ataupun kurang gizi, kemudian angka kecukupan gizi dan terakhir adalah gizi daur hidup. Pada era modern ini mulai banyak bermunculan beraneka ragam jenis pangan atau bahan makanan dari yang tradisional sampai yang instant. Hal inilah yang membuat kita kurang berhati hati pada masa ini.konsumsi makanan yang tak seimbang tanpa kita sadari telah memunculkam permasalahan gizi yang serius salah satunya adalah KEP atau kekurangan energi Protein. Pada dasar nya penyakit ini disebabkan karena kurang nya energi dan protein lalu disertai dengan menu makanan sehari hari yang tidak seimbang atau jauh dari bergizi. Pada umumnya penyakit ini diderita oleh ibu hamil dan anak balita walaupun bisa juga menyerang orang dewasa. Dalam kep ini sendiri yang dirasa adalah seperti merasa kelaparan dalam jangka waktu yang lama. Pada anak anak penyakit ini gambaran klinis defisiensi energy dan protein. Defisiensi energy yang menonjol disebut dengan Marasmus namun gejala klinis yang dominan disebut dengan Kwashiorkor.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Kurang Energi Protein?2. Apa Penyebab Kurang Energi Protein ?3. Apa saja Gejala dari Kurang Energi Protein?4. Bagaimana Pencegahan dari Kurang Energi Protein?5. Seberapa serius masalah KEP di Indonesia?6. Apa akibat KEP ?

1.3 TujuanAdapun tujaun dari pembuatan makalah ini yaitu:1. Sebagai sumber informasi untuk mahasiswa.2. Agar dapat menambah pengetahuan dan pemahaman khusunya bagi mahasiswa Kesehatan Masyarakat mengenai Kurang Energi Protein.3. Untuk memenuhi tugas Gizi Kesehatan Masyarakat.

BAB IIKAJIAN TEORI2.1 Definisi KEPKurang energi protein (KEP) atau bisa disebut dengan PCM Protein Energi Malnutrition atau PEM (Protein Energi malnutrition) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi (AKG).Kekurangan energi protein biasa nya di dominasi oleh sekelompok masyarakat yang ekonomi nya tergolong rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan Kwashiorkor pada anak Balita. Istilah Tersebut pertama kali di temukan di GHANA Afrika oleh seorang dokter bernama Dr.Cecily Williams tahun 1993. Dalam bahasa aslinya penyakit ini di artikan sebagai penyakit yang di peroleh anak pertama jika anak kedua sedang di nanti kelahirannya..Kekurangan protein sering ditemukan bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan MARASMUS. Sindroma gabungan diantara kedua penyakit inilah yang disebut dengan EPM (Energy Protein Malnutrition) atau biasa kita sebut KEP (Kurang Energi Protein) bisa juga disebut KKP (Kurang kalori protein). Telah jelas Nampak bahwa ini adalah salah satu masalah gizi yang serius di Indonesia.

2.2 Penyebab KEP

Akibat yang ditimbulkan karena kekurangan energi protein ini pada anak anak ada 2 macam yaitu Kwashiorkor dan Marasmus. Untuk lebih memahami maka akan dibahas satu persatu mengenai ke dua akibat yang biasanya terjadi pada anak balita kebanyakan.

2.2.1 Kwashiorkor kwashiorkor sendiri berasal dari bahasa salah satu suku di Afrika yang berarti "kekurangan kasih sayang ibu".Arti dari kata ini adalah sindroma perkembangan anak dimana anak tersbut disapih tidak diberikan asi sesudah satu tahun karena menanti kelahiran bayi berikutnya. Dan biasanya makanan atau yang dikonsumsi sebagai pengganti asi adalah makanan yang kualitas nya tidak baik sehingga menyebabkan kurang protein. KEP ini biasa nya terjadi pada anak yang disapih umur 1-4 tahun. Lalu anak yang bertempat tinggal di daerah tropical,subtropical dimana ekonomi, social, budaya merupakan kombinasi factor ini yang kerap menyebabkan KEP. Dan terakhir bisa terserang pada anak yang sedang dirawat inap karena pembedahan atau hipermetabolik. Sebenarnya kondisi ini banyak dialami pada anak berusia 2 atau 3 tahun yang disebabkan karena terlambat Menyapih sehingga yang terjadi pada si anak adalah komposisi gizi makanan tidak seimbang, terutama protein. Tanda yang khas adalah adanya edema (bengkak) pada seluruh tubuh sehingga tampak gemuk, wajah anak membulat dan sembab (moon face) terutama pada bagian wajah, bengkak terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas seperti lubang, otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran Lingkar Lengan Atas LILA-nya kurang dari 14 cm, timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, tidak bernafsu makan atau kurang, rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit, sering disertai infeksi, anemia dan diare, anak menjadi rewel dan apatis perut yang membesar juga sering ditemukan akibat dari timbunan cairan pada rongga perut salah salah gejala kemungkinan menderita "busung lapar"

Lalu memasuki pembahasan berikutnya yaitu Gejala yang ditimbulkan.1) Pertumbuhan dan mental mundur2) Otot menyusut3) Depigmentasi rambut dan kulit4) Anemia moderat (selalu bentuk normokhormik, sering juga berbentukmakrositik)5) Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupansintesis plasma protein pengikat retinol sehingga sering kali timbul gejala kebutaan yang tetap atau permanen.

Pada KEP terjadi karena perubahan metabolism karena kekurangan protein adalah kekuranagan pengaruh gangguan cairan dan elektrolit dimana total cairan tubuh meningkat bertandanya dengan reduksi total kalium tubuh dan retensi natrium, dan ditandai dengan terjadinya hipoalbuminemia, gangguan fungsi hormon, depresi fungsi sel enzim dan sirkulasi gagal.Selanjutnya juga karena metabolism protein, lemak, vitamin dan mineral.

2.2.2Marasmus

Lalu memasuki pembahasan marasmus, arti kata dari nama penyakit ini dalam bahasa yunani adalah wasting atau merusak. Pada umumnya penyakit ini dialami oleh bayi {12 bulan pertama} yang terlambat di berikan makanan tambahan. Penyapihan yang mendadak dan pemberian susu formula yang terlalu encer juga tidak higenis.selain itu karena masalah social yang kurang menguntungkan, factor ekonomi rendah, kecepatan pertumbuhan melambat dan tidak ad dermatitis atau depigmentasi. Penyakit ini berpengaruh jangka panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki. Marasmus banyak diderita di Negara yang sedang berkembang. Untuk melihat Gejalanya secara umum adalah :1) lemak dibawah kulit berkurang atau atropi ( mengecil)2) juga otot yang berkurang dan melemah3) tidak ada edem4) anak apatis, anak sering terlihat waspada dan lapar, infeksi saluran pernapasan, tuberkolosis, cacingan dan lainnya.

Penyakit yang terjadi akibat metabolisme yang abnormal , meskipun kadar protein serum terganggu tetapi kejadian nya lebih tinggi dari kwashiorkor. Umumnya kerusakan terjadi karena tidak ada otot dan asam amino eksogenous yang digunakan sebagai sumber protein sehingga dalam tubuh terjadi pengosongan protein dengan penderita tingkat akut. Lalu metabolism lemak pada marasmus absorpsi lemaknya diperlihatkan dengan absorpsi vitamin A dan umumnya tidak sejalan sebagaimana kwashiorkor.Diet yang kurang kilokalori dan protein dalam jangka waktu lama (kronis) ini yang menyebabkan marasmus. Deteriosasi fungsi tubuh terjadi perlahan dan menghasilkan penyusutan otot. Penghambatan menjadi lebih sempurna, semua makanan dan fisik serta emosional mengalami mundur pada orang lansia yang miskin karena sering kali tidak ada makanan yang bermutu atau mempunyai masalah emosional dan mental. Pencegahan penyakit ini bisa dimulai dengan koreksi keseimbangan elektrolit, pengasuhan yang penuh kasih sayang juga seimbang pemberiannya, program pemberian makanan dan terakhir pemecahan masalah social ekonomi.

2.2.3KEP berat tipe marasmik-kwashiorkorGambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok. Pada setiap penderita KEP berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi nutrien mikro yang sering menyertai seperti kelainan kulit,kelainan rambut, xerophthalmia (defisiensi vitamin A), anemia (defisiensi Fe, Cu, vitamin B12, asam folat), stomatitis (vitamin B, C), dll.

2.3 Klasifikasi berdasarkan Kesehatan Masyarakat Klinis`Pem atau Kep dengan tingkat kwashiorkor dan marasmus secara kualitatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subklinik PEM pada komunitas masyarakat (kesehatan masyarakat) dan juga berdasarkan berat serta tinggi badan.Berbagai istilah, klasifikasi, dan diagnostik telah digunakan serta berubah-ubah dari masa ke masa.Di Indonesia, klasifikasi dan istilah yang digunakan sesuai dengan hasil Lokakarya Antropometri Gizi, 29-31 Mei 1975.1. KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) = 80-70% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) = 90-80% baku median WHO-NCHS

2. KEP sedang bila berat badan menurut umur (BB/U) = 70-60% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) = 80-70% baku median WHO-NCHS

3. KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) = < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 70% baku median WHO-NCHS

2.4 Klasifikasi menurut derajat beratnya KEPJika tujuannya untuk melakukan prevalensi KEP di suatu daerah, maka yang diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnmya KEP, hingga dapat ditentukan persentasi gizi kurang dan berat di daerah tersebut. Dengan demikian pemerintah dapat menentukan prioritas tindakan yang harus diambilnya untuk menurunkan insidensi KEP. Klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut2.4.1klasifikasi menurut Gomez (1956)

Klasifikasi tersebut didasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur. Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 baku Harvard ( stuard dan Stevenson, 1954 ). Gomes mengelompokkan KEP dalam KEP- ringan , sedang, dan berat . table dibawah memperlihatkan cara yang dilakukan oleh Gomez.

Derajat KEPBerat badan % dari baku *

0 = normal= / > 90%

1 = ringan 89 75 %

2 = sedang74 60 %

3 = berat< 60 %

*Baku = persentil 50 Harvard

Modifikasi bengua atas klesifikasi Gomez

Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez, yang hanya didasarkan atas deficit berat badan saja. Penderita KEP dengan endema tanpa melihat deficit berat badannya digolongkan oleh bengoa dalam derajat 3. Penderita kwashiorkor berat badannya jarang menurun hingga kurang dari 60 % disebabkan oleh adanya endema, sedangkan lemak tubuh dan otot ototnya tidak mengurang sebanyak sedperti pada keadaan maramus. Padahal kwashiorkor merupakan penyakit yang serius dengan angka kematian tinggi. Modifikasi yang dilalkukan oleh departemen Kesehatan R.I

Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program program pangan dan gizi serta kesehatan di Indonesia, maka lokakarya antropometri gizi departemen kesehatan RI. Yang diadakan pada tahun 1975 membuat keputusan yang merupakan modifikasi klasifikasi Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi kurang dan gizi buruk. Table Di bawah ini memperlihatkan batas batasnya

Derajat KEPBerat badan % dari baku *

0 = normal= / > 80%

1 = gizi kurang69 79 %

2 = gizi buruk< 60 %

*Baku = persentil 50 Harvard

2.4.2Klasifikasi kulaitatif menurut welcome Trust (FAO/WHO Exp.comm,,1971)

Cara welcome trust dapat dipraktekkan dengan mudah, tidak di perlukan penentuan gejala klinis maupun laboratories, dan dapat dilakukan oleh tenaga para medis setelah diberi latihan seperlunya. Untuk survey lapangan guna menentukan prevalensi tipe tipe KEP. Akan tetapi jika cara welcome trust diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari di rawat dan dapat pengobatan diet, maka ada kalannya dapat dibuat diagnose yang salah. Seorang penderita dengan edema, kelainan kulit , kelainan rambut, dan perubahan perubahan lain yang khas bagi kwashiorkor dengan berat badan lebih dari 60 %, jika dirawat selama 1 minggu akan kehilangan edemannya dan beratnya dapat menurun dibawah 60 % walaupun gejala klinisnya masih ada.

Dengan berat dibawah 60% dan tidak terdapat endema , penderita tersebut dengan klasifikasi welcome trust didiagnosa sebagai penderita marasmus. Table dibawah menunjukkan klasifikasi kualitatif menurut welcome trust.

klasifikasi kualitatif KEP menurut welcome trustBerat badan % dari baku *Endema

Tidak adaAda

30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit.

Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem). Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat 1 milyar penduduk dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu masih ada 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara normal.

Dari data yang ada yang dibahas sebelumnya jelas terlihat bahwa masalah gizi mempunyai dimensi yang luas karena menyangkut hal multidisiplin yang berhubungan dan saling mempengaruhi seperti masalah kesehatan, masalah social, ekonomi, budaya. Usia yang rentan adalah usia 6-17 bulan dan 6-23 bulan .

4.2 Saran1. Bagi Mahasiswa Sangat disarankan untuk mempelajari menegnai permasalahan gizi ini sebagai generasi penerus yang akan membantu menuntaskan berbagai masalah, Oleh karena itu penting bagi kita untuk memahami apa itu gizi dan kebutuhanya bagi tubuh ,agar terhindar dari penyakit Kekurangan Energi Protein.

2. Akar permasalahan terjadinya gizi kurang adalah kemiskinan, sehingga upaya mengatasi masalah gizi kurang tidak terlepas dari upaya pengentasan kemiskinan sehingga aspek peningkatan pendapatan memberi respon yang baik terhadap perubahan konsumsi pangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan.

Daftar PusatakaBukuDepartemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas kesehatan Masayarakat Universitas Indonesia.Gizi Dan Kesehatan Masyarakat.(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,2008)

Pudjiadi, Solihin, Prof. Dr.,Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, (Jakarta: Balai penerbit FKUI 2003).

Santoso,Soegeng,Dr, Kesehatan Dan Gizi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1999)

Almatsier, Sunita, Prinsip dasar Ilmu Gizi. ( Jakarta :PT Gramedia Pustaka Utama, 2009 )

InternetHttps:// Gizi. Depkes.go.IdHttp://wikimed.blogbeken.com/kurang-energi-proteinHttps://www.academia.edu/5351518/MasalahHttp://library.usu.ac.idHttp://www.online Medicalwiki Encyclopedia

LAMPIRAN

24