BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat
tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan
pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula
pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari
kecacatan atau kematian.Kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena
masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen
dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga
memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen
6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10
menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian
pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara
efektif dan efisien.Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita
gawat darurat telah mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada
pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam
hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.1.2
Rumusan Masalah1. Apa definisi dari breathing?
2. Apa saja gangguan dari breathing?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari ventilasi?
4. Bagaimana pengelolaan mangemen breathing?
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari breathing2. Untuk
mengetahui gangguan yang terjadi pada pernapasan3. Untuk mengetahui
penatalaksanaan dari ventilasi
4. Untuk mengetahui pengelolaan managemen breathingBAB II
KONSEP TEORI
2.1 Definisi
Bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis
untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari
prosedur resusitasi jantung paru (RJP). Untuk menilai seseorang
bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali seseorang
bernapas dalam satu menit, secara umum;
1. Frekuensi/jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa), anak
(20-30x/menit), bayi (30-40x/menit)2. Dada sampai mengembang
Pernapasan dikatakan tidak baik atau tidak normal jika terdapat
keadaan berikut ini:1. Ada tanda-tanda sesak napas: peningkatan
frekuensi napas dalam satu menit2. Ada napas cuping hidung (cuping
hidung ikut bergerak saat bernafas)3. Ada penggunaan otot-otot
bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut)4. Warna
kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan5. Tidak ada
gerakan dada6. Tidak ada suara napas7. Tidak dirasakan hembusan
napas8. Pasien tidak sadar dan tidak bernapas
Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan bila pernapasan seseorang
terganggu:1. Cek pernapasan dengan melihat dada pasien dan
mendekatkan pipi dan telinga ke hidung dan mulut korban dengan mata
memandang ke arah dada korban (max 10 detik)2. Bila korban masih
bernapas namun tidak sadar maka posisikan korban ke posisi mantap
(posisikan tubuh korban miring ke arah kiri) dan pastikan jalan
napas tetap terbuka; segera minta bantuan dan pastikan secara
berkala (tiap 2 menit) di cek pernapasannya apakah korban masih
bernapas atau tidak.
Jika korban bernapas tidak efektif (bernapas satu-satu,
ngap-ngap, atau tidak bernapas):
1. Aktifkan sistem gawat darurat (bila ada orang lain minta
orang lain untuk mencari atau menghubungi gawat darurat)2. Buka
jalan napas dengan menengadahkan kepala korban dan menopang dagu
korban (head tilt dan chin lift)3. Pastikan tidak ada sumbatan
dalam mulut korban; bila ada sumbatan dapat dibersihkan dengan
sapuan jari-balut dua jari anda dengan kain dan usap dari sudut
bibir sapu ke dalam dan ke arah luar4. Berikan napas buatan dengan
menarik napas biasa lalu tempelkan bibir anda ke bibir korban
dengan perantaraan alat pelindung diri (face mask, face shield)
lalu hembuskan perlahan >1 detik sambil jari tangan anda menutup
hidung korban dan mata anda melihat ke arah dada korban untuk
menilai pernapasan buatan yang anda berikan efektif atau tidak
(dengan naiknya dada korban maka pernapasan buatan dikatakan
efektif)5. Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi korban
(menggunakan jari telunjuk dan jari tengah raba bagian tengah
jakun, lalu geser ke arah samping hingga teraba lekukan di pinggir
jakun tersebut) didaerah leher seperti pada gambar; bila tidak ada
denyut maka masuk ke langkah CPR6. Bila ada denyut nadi maka
berikan napas buatan dengan frekuensi 12x/menit/1 tiap 5 detik
sampai korban sadar dan bernapas kembali atau tenaga paramedis
datang; dan selalu periksa denyut nadi korban apakah masih ada atau
tidak setiap 2 menit.Gangguan fungsi pernapasan (gangguan
ventilasi) dapat berupa hipoventilasi sampai henti napas yang
disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Apapun penyebabnya bila
tidak dilakukan penanganan dengan baik akan menyebabkan hipoksia
dan hiperkarbia. Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan
gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama yang harus
dilakukan pada pasien dengan gangguan adalah meyakinkan bahwa jalan
napas bebas dan pertahankan agar tetap bebas. Setelah jalan napas
bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari
penyebab lain. Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas yang
bermakna. Sebagian besar pasien trauma thoraks meninggal saat
datang ke Rumah Sakit, disamping itu, banyak kematian yang dapat
dicegah dengan upaya diagnosis dan tata laksana yang akurat. Kurang
dari 10% kasus trauma tumpul thoraks dan sekitar 15-30% trauma
tembus thoraks memerlukan tindakan torakotomi. Sebagian besar
pasien trauma toraks memerlukan tindakan torakotomi.
Penilaian dan tatalaksana awal pasien dengan trauma toraks
terdiri dari primary survey, resusitasi fungsi vital, secondary
survey yang teliti dan penanganan definitif. Trauma toraks dapat
menyebabkan gangguan pernapasan dan harus dikenali dan ditangani
saat primary survey termasuk adanya tension pneumothorax, open
pneumothorax (sucking chest wound), flail chest, kontusio paru dan
hemotorax masif.
Gangguan pernapasan juga dapat disebabkan oleh keadaan yang non
trauma seperti acute lung oedem(ALO),acute respiratory disstres
syndrome (ARDS) .2.1 Gangguan Pernapasan2.2.1 Trauma Thoraks
1. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks terjadi akibat kebocoran udara one-way
valve dari paru atau melalui dinding toraks. Udara didorong masuk
kedalam rongga toraks tanpa ada celah untuk keluar sehingga memicu
paru kolaps. Mediastinum terdorong ke sisi berlawanan. Terjadi
penurunan aliran darah balik vena dan penekanan pada paru di sisi
yang berlawanan.
Penyebab utama tension pneumothoraks adalah ventilasi mekanik
dengan ventilasi tekanan positif pada pasien dengan trauma pleural
visceral. Tension pneumothoraks juga dapat terjadi sebagai
komplikasi dari simple pneumothoraks pasca trauma tumpul atau
tembus toraks dimana parenkim paru gagal untuk mengembang atau
pascca penyimpangan pemasangan kateter vena subklavia atau
jugularis interna. Defek traumatik pada toraks juga dapat memicu
tension pneumotoraks jika tidak ditutup dengan benar dan jika defek
tersebut memicu tejadinya mekanisme flap-valve. Tension
pneumothoraks juga dapat terjadi akibat penyimpangan letak pasca
fraktur tulang belakang torakal.
Tension pneumothoraks merupakan diagnosis klinis yang
mencermikan kondisi udara dibawah tekanan dalam ruang pleura.
Tatalaksana tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi
radiologi selesai. Tension pneumothoraks ditandai dengan beberapa
tanda dan gejala berikut ini : nyeri dada, air hunger, distress
napas, hipotensi, takikardia, deviasi trakhea, hilangnya suara
napas pada salah satu sisi atau unilateral, distensi vena leher dan
sianosis sebagai manifestasi lanjut. Tanda tension pneumothoraks
ini dapat dikacaukan oleh tamponade jantung akibat adanya
kemiripan. Kedua kasus ini dapaat dibedakan dengan adanya
hipersonansi pada perkusi atau suara napas yang menghilang pada
hemithoraks yang sakit.
Tension pneumothoraks memerlukan dekompresi segera dan
ditatalaksana awal dengan cepat melalui penusukan jarum kaliber
besar pada ruang interkostal kedua pada garis midklavikular dari
hemithoraks yang sakit.
2. Open Pneumothoraks
Defek besar dinding toraks yang tetap terbuka dapat memicu open
pneumotoraks atau sucking chest wound. Keseimbangan antara tekanan
intratorakal dan atmosfer segera tercapai. Jika lubang dinding
toraks berukuran sekitar dua pertiga dari diameter trakea, udara
mengalir melalaui defek dinding toraks pada setiap upaya pernapasan
karena udara cenderung mengalir kelokasi yang tekanan nya lebih
rendah. Ventilasi efektif akan terganggu sehingga memicu terjadinya
hipoksia dan hiperkarbia. Penatalaksanaan awal dari open
pneumotoraks dapat tercapai dengan menutup defek tersebut dengan
occlusive dressing yang steril. Penutup ini harus cukup besar untuk
menutupi seluruh luka dan kemudian direkatkan pada tiga sisi untuk
memberikan feel flutter type valve.
3. Flail Chest dan Kontusio Paru
Flail chest terjadi saat sebuah segmen dinding toraks tidak
memiliki kontinuitas tulang sehingga terjadi defek pada thoracic
cage. Kondisi ini biasanya terjadi akibat trauma terkait fraktur
costae multipel- yaitu dua atau lebih tulang iga mengalami fraktur
pada dua tempat atau lebih. Adanya segment flail chest menyebabkan
gangguan pergerakan dinding dada yang normal. Jika trauma yang
mengenai paru cukup bermakna maka dapat terjadi hipoksia. Kesulitan
utama flail chest diakibatkan oleh trauma pada paru (kontusio
paru).
Walaupun instabilitas dinding dada memicu pergerakan paradoksal
dinding dada pada saat inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri
tidak menyebabkan hipoksia. Ketrebatasan pergerakan dinding dada
disertai nyeri dan trauma paru yang mendasari merupakan penyebab
penting hipoksia. Flail chest mungkin tampak kurang jelas pada
awalnya karena adanya splinting pada dinding toraks. Pernapasan
pasien berlangsung lemah dan pergerakan toraks tampak asimetris dan
tidak terkoordinasi. Palpasi dari gangguan pergerakan respirasi dan
krepitasi tulang iga atau fraktur kartilago dapat menyokong
diagnosis. Pada pemeriksaan rontgen toraks akan ditemui fraktur
costae multipel tetapi dapt juga tidak dijumpai pemisahan
costochondral. Analis gas darah arteri yang menunjukkan ada
hipoksia juga akan membantu menegakkkan diagnosis flail
chest.Penatalaksanaan definitif meliputi pemberian oksigenasi
secukupnya, pemberian cairan secara bijaksana dan analgesia untuk
memperbaiki ventilasi. Pemberian analgesia dapat dilakukan dengan
pemberian narkotikaintravena atau berbagai metode anestesi lokal
yang tidak berpotensi memicu depresi pernapasan seperti pada
pemberian narkotika sistemik. Pemilihan anestesi lokal yang
meliputi blok saraf intermitten pada intercostal, intrapleural,
ekstrapleural, dan anetesi epidural. Bila digunakan dengan tepat
agen anestesi lokal dapat memberikan analgesia yang sempurna dan
menekan perlunya dilakukan intubasi. Pencegahan hipoksia juga
merupakan bagian penting dalam penanganan pasien trauma dimana
intubasi dan ventilasi pada periode waktu yang singkat diperlukan
hingga diagnosis pola trauma secara keseluruhan lengkap. Penilaian
yang teliti akan kecepatan pernapasan, tekanan oksigen arterial dan
kemampuan pernapasan menjadi indikasi waktu pemasangan intubasi dan
ventilasi.
4. Hemotoraks Masif
Hemotoraks masif terjadi akibat akumulasi cepat lebih dari 1500
ml darah atau satu pertiga atau lebih volume darah pasien dalam
rongga toraks. Biasanya terjadi akibat luka tembus yang merobek
pembuluh darah sistemik atau hilar. Hemotoraks masif juga dapat
terjadi akibat trauma tumpul. Akumulasi darah dan cairan dalam
hemitoraks dapat mengganggu upaya pernapasan dengan menekan paru
dan mencegah ventilasi yang adekuat. Akumulasi akut darah secara
dramatis dapat bermanifestasi sebagai hipotensi dan syok.2.2.2
Non-Trauma
1. Acute Lung Oedem (ALO)
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan
secara masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam
kedaruratan respirasi dan ancaman gagal napas. 1) Etiologi:a. Edema
Paru Kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada
jantung atau sistem kardiovaskuler.
a) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena
adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika
terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah
serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa
darah lagi seperti biasa.
b) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik.
Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya
kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung
(miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari
obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah
lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak
mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke
paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di
paru-paru (flooding).
c) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang
berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara
adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna
(insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui
katub menuju paru-paru.
d) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan
penyakit arteri koronaria.2. Edema Paru Non Kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada
jantung tetapi paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, ALO dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Infeksi pada parub. Lung injury, seperti emboli paru, smoke
inhalation dan infark paru.c. Paparan toxicd. Reaksi alergie. Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS)f. Neurogenik
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume
yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan
(peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25
mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan
keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi
oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding
dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial
mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan
tekanan atrium kiri >25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas
endotel kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan
protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya
pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya
sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam
menjalankan fungsinya. ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3
stadium),
a. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi CO. Keluhan pada stadium
ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan
aktivitas.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas
pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa
interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama
di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun
napas menjadi berat dan tersengal.c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas
mengalami gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan
hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat
disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata.2) Pemeriksaan Fisik :a.
Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus
berbuih.b. Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi
hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan
ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut
sebagai asma kardiale.c. Takikardia dengan S3 gallop.d. Murmur bila
ada kelainan katup.
3) Elektrokardiografi Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi
atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal
jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
bisa ditemukan.
4) Laboratorium :
a. Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan
kemudian hiperkapnia.b. Enzim kardiospesifik meningkat jika
penyebabnya infark miokard.c. Darah rutin, ureum, kreatinin, ,
elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB,
Troponin T), angiografi koroner
5) Rontgen Dada
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan
lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada
biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai
akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi
yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.6)
Penatalaksanaan Pengobatan :a. Posisi duduk.b. Oksigen (40 50%)
sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.c. Jika memburuk
(pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal,
suction, dan ventilator.d. Infus emergensi, monitor tekanan darah,
monitor EKG, oksimetri bila ada.e. Menurunkan preload dan
mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin (NTG) dan
Furosemide merupakan obat pilihan utama.f. Morfin sulfat 3 5 mg iv,
dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).g. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi)
: Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon
klinis atau keduanya.h. Trombolitik atau revaskularisasi pada
pasien infark miokardi. Ventilator pada pasien dengan hipoksia
berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.j. Penggunaan
Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi
atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena
faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain bersifat
bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi
ringan dan diuretik ringan.k. Penggunaan Inotropik. Pada penderita
yang belum pernah mendapatkan pengobatan, dapat diberikan digitalis
seperti Deslano-side (Cedilanide-D). Obat lain yang dapat dipakai
adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan
inhibitor Phos-phodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoxumone,
Piroximone)2. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Acute respiratory distress syndroem (ARDS) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan napas berat,
biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah
terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal.
Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat
mencetuskan terjadinya ARDS adalah
1) Sistemik:
a. Syok karena beberapa penyebabb. Sepsis gram negativec.
Hipotermiad. Hipertermiae. Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat,
Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin )f. Gangguan hematology (
DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)g. Eklampsiah. Luka
bakar
2) Pulmonal :
a. Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii )b.
Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )c. Aspirasi ( cairan gaster,
tenggelam, cairan hidrokarbon )d. Pneumositis
3) Non-Pulmonal :
a. Cedera kepalab. Peningkatan TIKc. Pascakardioversid.
Pankreatitise. Uremia
Secara pathofisiologi terjadinya ARDS dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Kerusakan sistemik menyebabkan penurunan perfusi jaringan
sehingga terjadi Hipoksia seluler dan terjadi Pelepasan
faktor-faktor biokimia( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen,
asam metabolic, kolagen, histamine ) yang menyebabkan Peningkatan
permiabilitas kapiler paru yang berakibat terhadap Penurunan
aktivitas surfaktan sehingga terjadi Edema interstisial alveolar
paru dan menyebabkan Kolaps alveolar yang progresif sehingga
compliance paru menurun (Stiff lung) dan meningkatkan shunting
sehingga terjadi Hipoksia arterial.
4) Penatalaksanaan :
a. Pasang jalan napas yang adekuat
b. Pencegahan infeksi
c. Ventilasi mekanik
d. Dukungan nutrisi
e. TEAP
f. Monitor system terhadap respon
g. Pemantauan Oksigenasi Arteri
h. Perawatan kondisi dasar
i. Cairan
j. Farmakologi (O2,diuretik,antibiotik)
k. Pemeliharaan jalan napas2.3 Penatalaksanaan Gangguan
Ventilasi1. Pengenalan Masalah Ventilasi
Penentuan adanya jalan nafas yang baik merupakan langkah awal
yang penting. Langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi
cukup. Ventilasi dapat terganggu karena sumbatan jalan nafas, juga
dapat terganggu oleh mekanika pernafasan atau depresi susunan saraf
pusat (SPP). Bila pernafasan tidak bertambah baikdengan perbaikan
jalan nafas, penyebab lain dari gangguan ventilasi harus di cari.
Trauma langsung ke thorax dapat mematahkan iga, dan menyebabkan
rasa nyeri pada saat bernafas, sehingga pernafasan menjadi dangkal
dan selanjutnya hipoksemia. Cedera pada tulang servikal bagian
bawah dapat menyebabkan pernafasan diafragma, sehingga dibutuhkan
bantuan ventilasi.
2. Tanda Objektif Masalah Ventilasi
a. Look. Perhatikan peranjakkan thorax simetris atau tidak. Bila
asimetris pikirkan kelainan intra-thorakal atau flail chest. Setiap
pernafasan yang sesak harus dianggap sebagai ancaman terhadap
oksigenasi.b. Listen. Auskultasi kedua paru. Bising nafas yang
berkurang atau menghilang pada satu atau kedua hemithorax
menunjukkan kelainan intra thorakal. Berhati-hatilah terhadap
tachypneu karena mungkin disebabkan hipoksia.c. Feel. Lakukan
perkusi. Seharusnya sonor dan sama kedua lapang paru. Bila
hipersonor berarti ada pneumothorax, bila pekak ada darah
(hemothorax).2.3.1 Foreign Body Airway Obstruction (Fbao) /
Sumbatan Karena Benda Asing Pada Jalan Nafas
1. Pada Orang DewasaKematian yang diakibatkan oleh FBAO jarang
terjadi tetapi penyebabnya dapat dicegah. Pada umumnya FBAO pada
orang dewasa disebabkan saat penderita sedang makan atau bermain.
Kejadian tersedak pada penderita yang masih sadar biasanya masih
bias ditanggulangi dengan cepatoleh orang yang ada disekitarnya.a.
Mengenali sumbatan karena benda asing pada jalan nafas/FBAO pada
dewasaMengenali sumbatan jalan nafas yang disebabkan benda asing
merupakan kunci keberhasilan, sangat penting untuk membedakan
keadaan gawat darurat seperti pingsan, serangan jantung, kejang
atau keadaan lainnya yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan,
sianosis, atau hilangnya kesadaran.Tanda-tanda penderita yang
mengalami FBAO adalah tampak kurangnya pertukaran udara dan
meningkatnya kesulitan bernafas sperti batuk yang tidak bersuara,
sianosis atau tidak dapat bersuara dan bernafas. Penderita memegang
leher yang menampakan tanda umum tersedak. Segera tanyakan apakah
anda terseda? jika penderita mengisyaratkan ya dengan mengangguk
tanpa bicara, ini menandakan penderita mempunyai sumbatan jalan
nafas berat.b. Membebaskan sumbatan karena benda asing pada orang
dewasaa) Lakukan Heimlich Maneuver pada penderita sampai benda
asing keluar atau penderita jatuh tidak sadar.b) Pada penderita
obesitas dan wanita hamil lakukan dengan chest thrust.c) Hubungi
SPGDT.d) Lakukan abdominal thrust (pada penderita yang tidak
sadar).e) Bila benda terlihat lakukan sapuan jari untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.Gambar Tekhnik Heimlich
Manuever
2. Pada Anak dan BayiLebih dari 90% kematian anak usia