Top Banner
KEDUDUKAN TNI DAN POLRI DALAM MASYARAKAT KELAS B Anggi Sherli A, 1106007022 Fachrum Nisa Ariyani, 1106006921 Gabriele Griselda, 1106006820 Makalah untuk Mata Kuliah Hukum Tata Negara FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
52

Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

Dec 27, 2015

Download

Documents

Kedudukan TNI dan POLRI
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

KEDUDUKAN TNI DAN POLRI DALAM MASYARAKAT

KELAS B

Anggi Sherli A, 1106007022

Fachrum Nisa Ariyani, 1106006921

Gabriele Griselda, 1106006820

Makalah untuk Mata Kuliah Hukum Tata Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

2012

Page 2: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan YME,

karena berkat bimbingan dan rahmatnya, kami dapat

menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah ini kami

susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata

Negara Kelas B.

Makalah ini secara umum membahas kedudukan TNI dan

Polri dalam masyarakat Indonesia. Secara khusus,

makalah ini membahas mengenai peranan ABRI pada masa

Orde Baru, peranan ABRI (TNI) pada masa sekarang,

pemisahan Polri dari TNI, perbedaan antara TNI dan

Polri, dan tugas TNI dan Polri di Indonesia. Kami juga

menyertakan analisis kasus demonstrasi BBM dan

hubungannya dengan penurunan aparat TNI dalam

penanganan demonstrasi tersebut.

Kami berharap makalah yang kami susun ini dapat

bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Depok, 13 Mei 2012

Penulis

Page 3: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................2

Bab I. Pendahuluan....................................5

1. Latar Belakang................................5

2. Pertanyaan Penelitian.........................7

Bab II. Isi...........................................8

1. Peranan ABRI Pada Masa Orde Baru..............8

ABRI dan Politik.......................8

ABRI dan Lembaga Eksekutif............11

ABRI dan Lembaga Legislatif...........12

ABRI, Orsospol, dan Ormas.............13

2. Peranan ABRI (TNI) Pada Masa Sekarang........17

3. Pemisahan TNI dan Polri......................19

Alasan Dipisahkannya Institusi TNI dan

Polri.................................19

Keuntungan Polri di dalam Statusnya

Sebagai ABRI..........................23

Keuntungan Apabila Polri Berada di Luar

ABRI..................................23

4. Perbedaan Antara TNI dan Polri...............24

Page 4: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

5. Tugas TNI dan Polri di Indonesia.............28

Tugas TNI di Indonesia................29

Tugas Polri di Indonesia..............29

6. Perlunya TNI dalam Hal Penanganan Demonstrasi

(analisis kasus).............................34

Bab III. Penutup.....................................38

1. Kesimpulan...................................38

2. Ucapan Terima Kasih..........................40

3. Saran........................................41

Daftar Pustaka.......................................42

Page 5: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Salah satu kebutuhan dasar masyarakat adalah

perasaan aman dan tenteram dalam menjalankan tugas

dan aktivitas sehari-hari. Rasa aman dan tenteram

ini akan tercipta apabila keadaan Negara tertib,

baik kondisi internal maupun eksternal. Untuk

mewujudkan hal ini, Negara sebagai suatu

organisasi yang dengan kekuasaannya bertujuan

menyelenggarakan suatu masyarakat, memerlukan

institusi yang bisa menciptakan keamanan dan

ketertiban tersebut.

Di Indonesia, institusi yang didaulat

pemerintah untuk menjalankan fungsi politie atau

polisi (pertahanan dan keamanan) tersebut tidak

terbatas pada institusi yang bernama “kepolisian”

atau Polisi Republik Indonesia (Polri) saja, namun

Polri adalah salah satu institusi yang

menjalankannya. Institusi lain yang menjalankan

fungsi polisi adalah Tentara Nasional Indonesia

Page 6: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

(TNI) dan satuan pengamanan yang ada di kantor-

kantor, perumahan, ataupun pusat perdagangan.

Institusi tersebut bertugas untuk menciptakan

ketahanan dan keamanan, baik di wilayah internal

maupun eksternal Negara Indonesia.

Contoh fungsi polisi internal yang berusaha

diwujudkan adalah pemberantasan kejahatan yang

meresahkan masyarakat, agar memberikan rasa aman

dalam masyarakat. Polri-lah yang bertanggung jawab

atas peran ini. Sedangkan secara eksternal, yang

dimaksud adalah penjagaan batas wilayah atau

daerah terluar Indonesia, agar tidak dikuasai oleh

pihak-pihak yang tidak berhak. Tugas ini ditangani

oleh institusi TNI dan lebih dikenal dengan nama

“pertahanan”.

Tugas-tugas TNI dan Polri yang disinggung di

atas tentu hanyalah sebagian kecil pembahasan

mengenai kedudukan keduanya dalam masyarakat.

Kedudukan TNI dan Polri tentu menimbulkan tugas-

tugas dan peran-peran yang lebih jauh dalam

masyarakat. Berangkat dari pemikiran tersebut,

maka makalah ini akan mengkaji lebih jauh mengenai

kedudukan TNI dan Polri dalam masyarakat Indonesia

Page 7: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

I.2. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Apa peranan ABRI pada masa Orde Baru?

2. Apa peranan ABRI (TNI) pada masa sekarang?

3. Mengapa Polri dipisahkan dari TNI?

4. Apakah perbedaan antara TNI dan Polri?

5. Apa tugas TNI dan Polri di Indonesia?

6. Perlukah TNI dalam hal penanganan demonstrasi?

(analisis kasus)

Page 8: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

BAB II

ISI

II.1. Peranan ABRI Pada Masa Orde Baru

Pada masa Orde Baru, ABRI memiliki lebih

dari satu fungsi. Bukan hanya sebagai alat

pertahanan negara, namun juga sebagai kekuatan

sosial politik. Ini sesuai dengan yang tertulis

di Undang-undang Tentang Prajurit Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia, yang bunyinya:

“Prajurit Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia mengemban Dwifungsi ABRI, yaitu

sebagai kekuatan pertahanan keamanan negara dan

kekuatan sosial politik.”1 Fungsi dan peran ABRI

yang lain akan diuraikan dalam bahasan berikut

ini.

II.1.1. ABRI dan Politik

Pada masa Orde Baru, militer tidak hanya

berperan di bidang pertahanan, namun berperan

juga di bidang sosial dan politik2. Ada

1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988 Tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Pasal 62 Indria Samego, Bila ABRI Menghendaki (Bandung: 1998), hlm. 114

Page 9: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

beberapa faktor yang menyebabkan militer

berperan dibidang sosial politik.

Pertama, adanya anggapan bahwa militer

mengemban tugas sebagai penyelamat negara.

Anggapan ini muncul karena mereka dibentuk

sebagai alat pertahanan negara. Oleh karena

tugas ini pula, rasa nasionalisme yang

melekat pada militer kelihatan lebih kuat.

Sayangnya, tidak selamanya pemilikan monopoly

of forces oleh ABRI ini dijabarkan secara

tepat di lapangan. Dalam praktik, peran yang

dominan tersebut kerap disalahgunakan atau

disalahtafsirkan oleh anggotanya.

Kedua, ada semacam kepercayaan pada

golongan militer bahwa mereka memiliki

identitas khusus didalam masyarakat. Mereka

mengidentifikasikan dirinya sebagai pelindung

kepentingan nasional.

Ketiga, militer mengidentifikasikan

dirinya sebagai arbiter atau stabilisator

bagi negaranya. Peran ini sering diartikan

bahwa pengambil alihan kekuasaan politik oleh

militer yang disertai dengan pengambil alihan

peranan politik hanya bersifat sementara

Page 10: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

sampai stabilitas dan ketertiban umum

terpenuhi.

Keempat, militer mengidentifikasikan

dirinya sebagai pelindung kebebasan umum.

Namun demikian, peran-peran yang secara

doktriner dimaksudkan untuk kepentingan

nasional, pada kenyataannya direduksi menjadi

kepentingan militer belaka. Bahkan kadangkala

distorsi ini mencapai tingkatan yang paling

rendah – di mana para perwira militer

memainkan peranan-peranan politiknya dengan

tujuan untuk keuntungan pribadi.

Peran non-militer ABRI pada masa Orde Baru

dimulai sejak tahun 1966, setelah Jenderal

Soeharto diangkat sebagai Ketua Presidium

Kabinet merangkap Menteri Utama Bidang

Pertahanan Keamanan, dan Jenderal Nasution

secara aklamasi dipilih menjadi Ketua Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Keterlibatan peran ABRI secara aktif pada

masa awal Orde Baru ini, antara lain untuk

memulihkan krisis nasional yang terjadi

akibat pemberontakan G-30-S/PKI. Pada saat

itu, situasi politik tidak menentu dan

Page 11: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

terjadi krisis ekonomi. Kondisi ini mendorong

terjadinya demonstrasi mahasiswa yang

menuntut pembubaran PKI, penurunan

harga/perbaikan ekonomi, serta retooling

Kabinet Dwikota, yang kemudian dikenal dengan

Tritura.

II.1.2. ABRI dan Lembaga Eksekutif

Penempatan ABRI di lembaga eksekutif pada

masa Orde Baru terlihat dari banyaknya

anggota ABRI yang dikaryakan baik sebagai

anggota kabinet, duta besar, gubernur,

bupati, serta jabatan-jabatan penting lain di

birokrasi pemerintahan. Pada masa awal Orde

Baru, dari 27 anggota kabinet yang diangkat

Soeharto pada Juli 1966, terdapat dua belas

menteri yang merupakan anggota ABRI, yakni

enam menteri berasal dari Angkatan Darat dan

enam lainnya merupakan panglima-panglima di

luar Angkatan Darat. Meskipun wakil-wakil

sipil pada saat itu merupakan mayoritas dari

kabinet, namun sebagian besar departemen-

departemen yang strategis dipegang oleh

militer.

Page 12: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

Dominasi ABRI di lingkungan birokrasi

pemerintahan, menempatkan ABRI sebagai

penentu kebijakan, baik di tingkat pusat

maupun daerah. Akibatnya, pengangkatan

jabatan-jabatan birokrasi di semua tingkat

bergantung pada persetujuan pimpinan ABRI.

Masalah perizinan, pemberian kontrak, dan

keputusan atas proyek-proyek juga harus

mendapat restu dari – atau dalam istilah

halusnya dikoordinasikan terlebih dahulu

dengan – ABRI. Sehingga anggota-anggota ABRI

yang ditempatkan pada jabatan-jabatan

birokrasi akan lebih mendahulukan apa yang

diinginkan oleh lembaga yang menempatkannya.

Akibatnya, kepentingan dan aspirasi

masyarakat terkadang harus dikalahkan oleh

kepentingan dan aspirasi ABRI. Selain itu,

penempatan ABRI di jabatan-jabatan birokrasi

lebih sering dilakukan dengan cara penunjukan

dan bukan melalui mekanisme seleksi yang

kompetitif.

II.1.3. ABRI dan Lembaga Legislatif

Persoalan utama penempatan ABRI di

legislatif bukan hanya terletak pada jumlah,

Page 13: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

tetapi juga pada banyaknya anggota ABRI yang

duduk sebagai ketua lembaga-lembaga

legislatif tingkat daerah. Fenomena tersebut

terutama terlihat pada perbandingan antara

jumlah ABRI dan non-ABRI yang menjadi Ketua

DPRD II.

Banyaknya anggota ABRI yang menjabat Ketua

DPRD dianggap oleh sementara kalangan

menghalangi penyaluran aspirasi masyarakat.

Penekanan konsep stabilitas pada mekanisme

kerja ABRI, mengakibatkan masyarakat takut

untuk datang ke DPRD. Selain itu, sistem

komando dan hierarki pada ABRI sering

menjadikan ABRI lebih mendahulukan

kepentingan korpsnya daripada aspirasi

masyarakat.

II.1.4. ABRI, Orsospol, dan Ormas

Keterlibatan ABRI dalam organisasi

kemasyarakatan maupun sosial politik pada

masa Orde Baru secara terbuka dimulai saat

ABRI membidani pembentukan Golongan Karya

(Golkar) sebagai salah satu kekuatan politik

baru 1964. Alasan pembentukan Golkar, konon

karena partai politik pada saat itu dipandang

Page 14: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

sebagai sumber konflik dan ketidakstabilan

politik. Dengan demikian, pemerintahan oleh

partai maupun keikutsertaan partai dalam

pemerintah dianggap sebagai “masa lalu yang

buruk” yang tidak perlu diulang lagi. Selain

itu, guna mendukung gagasan pembaruan ekonomi

yang dilakukan pemerintah Orde Baru,

dipandang perlu untuk membentuk “kelompok non

partai” yang dapat mendukung program-program

tersebut. Dalam hal ini, Golkar diharapkan

menjadi lokomotif kebijakan pemerintah Orde

Baru.

Pada masa lalu, ABRI juga telah membentuk

organisasi kemasyarakatan (ormas) yang

berafiliasi pada lembaga ini (ABRI) seperti

MKGR, Soksi, dan Kosgoro. Tujuan pembentukan

ormas tersebut untuk mengimbangi kekuatan

komunis dan organisasi-organisasi yang

berafiliasi di bawahnya juga. Tahun 1964,

kedua ormas tersebut bersama-sama oeganisasi

yang berafiliasi non-partai lain membentuk

Sekber Golkar. Mereka tersebut termasuk 53

organisasi serikat buruh yang disponsori

militer dan pegawai negeri, 10 organisasi

Page 15: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

profesi, 10 organisasi pelajar dan mahasiswa,

ABRI, 5 organisasi wanita, 4 organisasi media

massa, dan organisasi petani dan nelayan,

serta 9 organisasi lainnya.

Masalah klasik yang berhubungan dengan

keterlibatan ABRI dalam orsospol/ormas adalah

peranan ABRI dalam menentukan kepengurusan

mereka. Masalah lain adalah sikap ABRI yang

dipandang cenderung memihak ke Golkar. Hal

ini terutama berkaitan dengan kegiatan yang

dilakukan partai.

Sementara itu, campur tangan ABRI di ormas

cukup dominan. Terutama bagi ormas yang

mempunyai ikatan dengan ABRI seperti Pepabri.

Penetapan pengurus pada ormas tersebut harus

lebih dahulu dikonsultasikan dengan para

pembinanya (pimpinan ABRI). Sedangkan untuk

ormas lain, konsultasi serupa juga harus

dilakukan terutama kepada aparat keamanan

setempat.

Jika orsospol menganggap bahwa campur

tangan ABRI cukup mengganggu, maka tidak

demikian dengan yang dirasakan oleh ormas.

Bahkan ABRI sendiri secara resmi memiliki

Page 16: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

organisasi-organisasi “mantel” baik yang

berhubungan dengan masalah kepemudaan

(FKPPI), purnawirawan, dan juga organisasi

yang dikelola oleh istri-istri anggota ABRI

(Dharma Pertiwi). Aktivitas ketiga organisasi

itu tidak sebatas pada tingkat kabupaten tapi

juga telah menjangkau sampai tingkat

kecamatan. Di daerah, beberapa ormas melihat

keterlibatan ABRI sebagai cukup positif,

terutama dalam pelatihan-pelatihan

kepemimpinan yang dilakukannya.

Karena hal tersebut, TNI dinilai

kebablasan sampai akhirnya menjadi alat

politik kekuasaan rezim Orde Baru (ORBA).

Terdapat dua faktor eksternal dan internal.

Dari faktor eksternal, politik Orba dibangun

dengan dukungan militer. Ini format Orba dan

waktu itu kita menerimanya, bahwa jika semua

pembangunan berjalan secara berkesinambungan,

maka kegiatan-kegiatan politik harus di-

repress. Boleh ada partai politik, tetapi

cuma ada tiga. Terkontrol semua dan tidak ada

rivalitas. Apalagi organisasi masyarakat,

boleh ada sebagai perwujudan kebebasan

Page 17: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

berserikat, tapi hanya ada satu setiap jenis

organisasi.

Faktor internal, kalau kita lihat doktrin

TNI mereka adalah sebuah kekuatan Sapta Marga

yang mengutamakan kepentingan nasional di

bawah kepentingan pribadi, yakni pada saat

Orba yang dinamakan kepentingan nasional itu

seperti yang ada di GBHN, TAP MPR, dan segala

macamnya. Doktrin TNI mengatakan mempunyai

fungsi mengamankan negara, konstitusi, dan

pemerintahan, tapi praktiknya dia ingin

memiliki karier yang cemerlang dalam tugas.

Dalam konteks ini pula, profesionalisme TNI

semakin menurun. Bahkan terkesan merosot.

Karena mereka terlalu sibuk mengurusi peran

sosial-politiknya.

II.2. Peranan TNI Pada Masa Sekarang

Dalam tatanan demokrasi saat ini, TNI

merupakan alat negara yang menjalankan

sebagian fungsi pertahanan3. UU Pertahanan4

3 Kiki Syahnakri, Aku Hanya Tentara (Jakarta: Kompas, 2008), hlm. 974 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 10 ayat 3

Page 18: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

kita dengan gamblang menegaskan bahwa tugas

pokok TNI adalah mempertahankan kedaulatan

negara dan keutuhan wilayah, melindungi

kehormatan dan keselamatan bangsa,

menjalankan Operasi Militer Selain Perang,

dan ikut serta secara aktif dalam tugas

pemeliharaan perdamaian regional dan

internasional. Dengan tugas dan kedudukan TNI

yang secara formal sudah diundangkan, berarti

masyarakat dan negara Indonesia berpijak pada

kesepakatan yang sama bahwa TNI harus

profesional. Profesionalisme TNI merupakan

wujud nyata dari komitmen fundamentalnya

untuk menjadi pengawal kedaulatan negara dan

penjaga integritas bangsa.

Menteri pertahanan memiliki kewenangan

dalam menetapkan kebijakan dalam

penyelenggaraan pertahanan negara berdasarkan

kebijakan umum yang ditetapkan presiden5.

Berbeda pada masa Orde Baru, di mana

anggota TNI (ABRI) boleh ikut terjun dalam

sistem pemerintahan, maka pada masa sekarang,

5 Lukman Surya Saputra, Pendidikan Kewarganegaraan : Menumbuhkan Nasionalisme dan Patriotisme (Bandung: PT Setia Purna Inves, 2007), hlm. 8

Page 19: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

TNI tidak boleh berpolitik praktis, juga

tidak boleh berbisnis. Ini sesuai dengan yang

tertulis dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun

2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal

2d, yang bunyinya: “Tentara Profesional,

yaitu tentara yang terlatih, terdidik,

diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik

praktis, tidak berbisnis, dan dijamin

kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan

politik negara yang menganut prinsip

demokrasi, supremasi sipil, hak asasi

manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum

internasional yang telah diratifikasi6.”

II.3. Pemisahan TNI dan Polri

II.3.1. Alasan Dipisahkannya Institusi TNI dan Polri

Panglima TNI Laksamana Widodo AS dalam

Rapin TNI 19-20 Mei 1999 di Cilacap,

merumuskan bahwa TNI telah melepaskan fungsi

sosial dan politik dan melepaskan fungsi

keamanan menjadi wewenang Polri7. Dgn

6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 2d7 Connie Rahakundini Bakrie, M.Si, Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), hlm. 3

Page 20: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

demikian, TNI kembali ke pada jati dirinya

yang profesional sebagai alat pertahanan RI.

Maka secara tidak langsung dapat dikatakan

bahwa Dwi Fungsi ABRI sudah berakhir. Ada

beberapa hal penting yang menjadi alasan

mengapa Polri dikeluarkan dari ABRI. Alasan-

alasannya adalah sebagai berikut8:

1. Polri adalah institusi publik yang

berwatak sipil dan dituntut untuk

menjalankan peranannya yang demikian

itu;

2. Polri menghadapi masyarakat sebagai

sasaran kontrol yang harus dilindungi,

Polisi tanpa masyarakat bukan apa-apa;

3. Doktrin polisi adalah melindungi, sedang

doktrin militer adalah menghancurkan

musuh. Keduanya tidak dapat dipersatukan

atau doktrin polisilah yang akan kalah

atau “terkontaminasi”;

4. Polisi tidak melihat masyarakat sebagai

satuan absolut melainkan sebagai

8 Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, “Mengkaji Kembali Peran dan Fungsi Polri dalam Masyarakat di Era Reformasi”, Seminar Nasional : Polisi dan Masyarakat dalam Era Reformasi, (Depok: Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1998), hlm. 7

Page 21: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

individu-individu. Pandangan seperti ini

menghasilkan institusi diskresi, yaitu

yang melihat karakteristik individual

dari subyek yang dihadapi dalam tugas;

5. Kultur polisi berbeda dari kultur

militer;

6. Polisi adalah pasukan berseragam tetapi

berjiwa sipil (civilian in uniform).

Seorang polisi pertama-tama adalah

anggota masyarakat biasa (citizen) dan

baru di tempat kedua ia adalah seorang

polisi. Polisi harus mengembangkan

“kepekaan sipil”;

7. Polisi menghadapi manusia, bukan musuh.

Ia menghadapi persoalan-persoalan

transejarah, yaitu menghadapi atau

berurusan dengan masalah-masalah

fundamental masyarakat dan dengan hidup

mati manusia (human survival);

8. Polisi sangat berurusan dan juga menjadi

bagian dari hukum. Oleh sebab itu demi

efisiensi dan kerapian struktur harus

dipertegas tempat Polri sebagai bagian

Page 22: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

dari sistem penegakan hukum atau

semuanya menjadi kabur;

9. Keadilan. Untuk bagian subtansial dari

tugas kepolisian berurusan dengan

keadilan, karena ia merupakan bagian

dari sistem peradilan pidana. Oleh

karena itu, selain mengembangkan

“kepekaan sipil”, polisi juga harus

mengembangkan “kepekaan keadilan”;

10. Polisi itu mewakili “moral

masyarakat”, yaitu memenangkan kebaikan

dan mengalahkan keburukan,

ketidakadilan. Dengan demikian pekerjaan

polisi penuh dengan persoalan-persoalan

moral dan itu menunjukkan tempat polisi

dalam kawasan sipil;

11. Kapolri harus memegang puncak

komando kepolisian, karena hanya seorang

yang berasal dari kalangan polisi

profesional akan mampu memahami dan

menjalankan fungsi kepolisian dengan

baik.

Page 23: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

II.3.2. Keuntungan Polri di dalam Statusnya sebagai

ABRI

Pertama, bahwa kepentingan sosial-politik

Polri dapat tercapai karena TNI adalah unsur

sosial-politik yang terkuat di Indonesia. Di

samping itu, berhubungan dengan

profesionalisme, Polri dapat memanfaatkan

latihan TNI sebagai dasar profesi bersenjata.

Kerja sama dengan angkatan lain akan

memudahkan Polri dalam mengembangkan

kemampuan teknis profesional lainnya. Apabila

sewaktu-waktu diperlukan dalam pelaksanaan

tugas di lapangan, bantuan pasukan dari

angkatan lain akan lebih cepat diperoleh.

II.3.3. Keuntungan Apabila Polri Berada di Luar ABRI

Setidaknya ada tiga keuntungan yang dapat

diperoleh. Pertama, Polri dapat mengembangkan

organisasi dan personilnya secara lebih

mandiri, sesuai dengan kebutuhan dan

tujuannya sendiri. Secara profesionalisme,

Polri dapat lebih benar-benar terarah sebagai

alat penegak hukum dan pengayom masyarakat,

baik secara individual maupun sebagai

Page 24: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

kesatuan, karena Polri dapat lebih otonom

dalam menentukan pola operasi dan pembinaan

profesi. Sedangkan secara administratif,

keberadaan Polri di luar ABRI memungkinkan

Polri mendapat dana lebih besar, birokrasi

pendanaan lebih pendek, sehingga sistem

pembinaan personil dan pola operasi Polri

dapat lebih disesuaikan dengan kepentingan

profesi dan tujuan operasional Polri itu

sendiri.

II.4. Perbedaan Antara TNI dan Polri

Telah disinggung di bagian awal bahwa TNI

dan Polri adalah dua institusi yang sama-sama

menjalankan fungsi polisi. Namun begitu, ada

beberapa hal yang membuat keduanya berbeda.

Berikut pembahasannya.

Pertama, TNI adalah institusi publik yang

berwatak militer, sedangkan Polri adalah

institusi publik yang berwatak sipil dan

dituntut untuk menjalankan peranannya yang

demikian itu. Berangkat dari rumusan

tersebut, maka anggota TNI yang melakukan

Page 25: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

kejahatan saat bertugas akan diadili di

Pengadilan Militer. Namun bila kejahatan

dilakukan bukan saat bertugas, anggota TNI

tersebut tetap diadili di Pengadilan Negeri.

Beralih ke hal berikutnya. Bagi anggota Polri

yang melakukan kejahatan harus diajukan ke

muka hukum dan diadili di Pengadilan Negeri,

karena anggota Polri adalah masyarakat sipil.

Kedua, asas pelaksanaan tugas Polri adalah

penegakan hukum, kebenaran, dan keadilan.

Lain halnya dengan asas TNI sebagai institusi

militer yang mengutamakan komando dan

kehormatan korps.

Ketiga, sifat tugas TNI adalah

menghancurkan, hal ini dikarenakan yang

dihadapi TNI adalah musuh, sehingga tugas

mereka adalah memberantas orang/badan yang

menjadi musuh Negara. Sedangkan sifat tugas

Polri adalah melindungi, karena yang dihadapi

oleh polisi adalah masyarakat. Sudah menjadi

tanggung jawab polisi untuk menumpas

kejahatan. Maka tugasnya adalah menangkap

penjahat dengan tetap memperhatikan sisi

kemanusiaan agar si penjahat mempertanggung

Page 26: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

jawabkan perbuatan jahatnya di muka

pengadilan.

Keempat, berhubungan dengan perbedaan

ketiga. Karena yang dihadapi TNI adalah

musuh, maka dikenal perintah “tembak di

tempat” yang diberikan atasan di kalangan

TNI. Berbeda dengan polisi yang sangat

memperhatikan sisi kemanusiaan, “tersangka”

tidak dianggap sebagai “musuh”. Mereka baru

dapat dianggap bersalah apabila sudah ada

keputusan pengadilan yang bersifat tetap.

Kekerasan hanya boleh dilakukan apabila

tersangka melawan sehingga polisi

diperbolehkan melakukan kekerasan yang

bersifat defensif untuk melindungi diri dari

bahaya.

Kelima, berhubungan dengan perbedaan

keempat. Pendidikan TNI dan Polri juga

memiliki perbedaan. Pendidikan TNI ditekankan

kepada bagaimana menyerang dan berperang

dengan baik. Sedangkan Polri perlu memahami

banyak hal yang lebih kompleks lebih daripada

itu. Polri perlu mengetahui hal-hal yang

berkaitan dengan penegakan hukum karena ia

Page 27: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

adalah bagian dari sistem peradilan pidana.

Polri juga perlu memahami ilmu-ilmu sosial

lain untuk dapat mengatasi permasalahan

sosial dalam masyarakat, karena seperti yang

sudah dikemukakan sebelumnya, yang dihadapi

Polri adalah masyarakat sosial. Masih

mengenai pendidikan, anggota Polri

disyaratkan untuk mencapai jenjang

SMA/sederajat, sedangkan anggota TNI ada yang

tingkat pendidikannya lebih rendah dari SMA.

Tugas Polri menuntut kecerdasan dalam

menghadapi tantangan yang kronis. Polisi

membutuhkan kemampuan otak maupun otot9.

Sedangkan TNI selalu harus menunggu perintah

atasan dalam menjalankan tugas. Ini berkaitan

dengan perbedaan berikutnya.

Keenam, seorang anggota TNI harus bergerak

dalam ikatan kelompok dan mempertanggung

jawabkan perbuatannya secara kelompok pula.

Hal ini berbeda dengan halnya seorang anggota

Polri yang dapat melakukan penilaian sendiri

dan bertindak sendiri kemudian dipertanggung

9 Kombes Pol. Drs. Alfons Loemau, SH, M.Bus, Ekawaty Kristianingsih, SH, M.Hum, Aron Siahaan, SH, MH, Penegakan Hukum Oleh Polri (Jakarta: Restu Agung, 2005), hlm. 103

Page 28: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

jawabkan kepada atasannya. Hal ini sesuai

dengan bunyi Pasal 18 UU Nomor 28 Tahun 1997.

Ketujuh, dalam hal mengejar seorang

penjahat yang melintasi batas Negara, TNI

tidak dapat memasuki negara tetangganya tanpa

izin karena akan dicap sebagai tindakan

intervensi. Sedangkan anggota Polri

diperbolehkan melakukan hal tersebut, yang

kemudian dipertanggung jawabkan kepada

anggota institusi serupa Polri Negara

tersebut.

Kedelapan, karena TNI adalah “alat tempur”

Negara, maka apabila ia dibunuh dalam

menjalankan tugas, itu adalah risikonya.

Sedangkan Polri, karena ia bukan merupakan

alat perang, maka ia tidak boleh dibunuh.

II.5. Tugas TNI dan Polri di Indonesia

Setelah menemukan perbedaan-perbedaan

antara TNI dan Polri,selanjutnya kita akan

membahas tugas-tugas kedua institusi

tersebut.

II.5.1. Tugas TNI di Indonesia

Page 29: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

Di seluruh dunia, peran utama institusi

militer adalah sebagai “war machine” atau

alat perang, sehingga di Indonesia AD, AL,

dan AU dahulu disebut Angkatan Perang. Kata

“perang” identik dengan pikiran adanya

kekuatan musuh. Untuk memenangkan perang, TNI

didoktrin untuk mengalahkan atau

menghancurkan musuh. Namun begitu, sebenarnya

TNI sebagai angkatan perang memiliki tugas

lain di luar berperang. Terdapat Civic

Mission10 yang dikenal dalam angkatan perang,

bahwa angkatan perang tidak hanya berperan

sebagai alat perang, melainkan juga sebagai

perangkat yang membangun kesejahteraan

sosial. Akan tetapi perlu diingat bahwa civic

mission ini bukanlah tugas pokoknya.

II.5.2. Tugas Polri di Indonesia

Secara universal, tugas Polri mencakup dua

hal utama, yaitu menegakkan hukum dan

memelihara keamanan serta ketertiban umum11.

10 Drs. Koesparmono Irsan, MBA, “Polisi”, Seminar Nasional : Polisi dan Masyarakat dalam Era Reformasi, (Depok: Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1998), hlm. 5211 Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, “Polri : Di Dalam atau di Luar ABRI?”, Seminar Nasional : Polisi dan Masyarakat dalam Era Reformasi, (Depok: Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan

Page 30: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

Tugas pertama mengandung pengertian represif,

sedangkan tugas kedua mengandung pengertian

preventif12. Tugas represif atau tugas

menindak tegas adalah tugas terbatas yang

kewenangannya dibatasi oleh KUHAP, asasnya

legalitas dan semua tindakan harus

berlandaskan hukum. Sedangkan tugas preventif

atau tugas mengayomi adalah tugas yang luas,

tanpa batas, boleh melakukan apa saja asal

keamanan terpelihara dan tidak melanggar

hukum itu sendiri. Asas yang dianut adalah

asas oportunitas, utilitas, dan kewajiban.

Polri juga bertindak sebagai penyidik dalam

tindak pidana. Hal ini menggambarkan bahwa

penegakan hukum dalam konteks sistem

peradilan pidana, Polri merupakan garda

terdepan/pintu gerbang utama dari aparat

penegak hukum lainnya13.

Kedua tugas ini dalam praktek di lapangan

sering menimbulkan kontroversi. Ketika ia

harus menindak seseorang yang dicurigai

Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1998), hlm. 6012 Kunarto. Perilaku Organisasi Polri. (Jakarta: Cipta Manunggal, 1997), hlm. 11113 Kombes Pol. Drs. Alfons Loemau, SH, M.Bus, Ekawaty Kristianingsih, SH, M.Hum, Aron Siahaan, SH, MH, Penegakan Hukum Oleh Polri (Jakarta: Restu Agung, 2005), hlm. 90

Page 31: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

sebagai pencuri, misalnya, ia dibayangi oleh

perannya sebagai pengayom masyarakat. Jika ia

harus mengikuti asas praduga tak bersalah,

maka ia akan terjebak dalam konflik peran

antara menindak si terduga atau atau

melindungi haknya yang belum tentu bersalah.

Secara psikologi, konflik peran ini bisa

menimbulkan stress dan frustrasi yang akan

berujung pada sikap sikap agresif. Tidak

mengherankan jika Polri bisa saja dibenci

oleh masyarakat. Menurut Skolnick, ada dua

unsur yang mempengaruhi tugas Polri, yaitu

unsur bahaya dan unsur kewenangan (termasuk

kewenangan untuk melakukan tindak kekerasan

atau diskresi)14. Unsur bahaya membuat polisi

selalu curiga, sedang unsur kewenangan

sewaktu-waktu bisa berubah menjadi

kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan

wewenang.

Polri juga berperan dalam perubahan sosial

dalam masyarakat karena Polisi merupakan

cerminan dari masyarakatnya, termasuk

perubahan-perubahan yang terjadi pada 14 Sarwono. SW, Psikologi Sosial (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 313

Page 32: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

masyarakatnya. Setidaknya ada 9 (sembilan)

pokok pikiran yang diberikan oleh Prof.

Satjipto Rahardjo mengenai peran polisi dalam

menyikapi perubahan sosial yang sedang

terjadi15, yaitu:

1. Polisi harus belajar untuk berbagi

informasi. Dalam hubungan dengan ini,

Toffler mengatakan bahwa pengetahuan

merupakan kekuatan yang sangat dominan

dalam menyikapi berbagai perubahan

sosial yang terjadi dalam masyarakat,

menggeser kekuatan kekerasan dan

kemakmuran yang menguasai abad ke-20.

Polisi hendaknya menguasai dengan baik

pengetahuan yang terkini/mutakhir.

2. Tuntutan tersebut berkaitan dengan

keharusan Polisi untuk bertindak sebagai

badan yang menjadi acuan (referral

service) bagi badan-badan lain yang

harus memberikan pelayanan sosial dan

kultural pada masyarakat.

3. Eksekutif Polisi sebaiknya tidak merasa

puas dan membiarkan dirinya senang 15 Satjipto Rahardjo, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2002), hlm. 12

Page 33: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

dengan apa yang telah dicapainya di masa

lalu.

4. Polisi hendaknya tidak melihat dirinya

sebagai suatu angkatan kerja begitu

saja, melainkan menempatkan dirinya

menjadi bagian integral dari

lingkungannya, serta menjadi anggota

yang selalu dicari oleh lingkungannya

(profesional)

5. Mengacu pada Toffler, maka Polisi masa

kini harus menjadi tokoh protagonis

(bersama masyarakat), bukan antagonis

(bertentangan dengan masyarakat)

6. Cara yang baik untuk melakukan hal

tersebut adalah berintegrasi dengan

jaringan sosial (social network) yang

ada. Untuk mampu melakukannya, Polisi

hendaknya melakukan refleksi terhadap

hakikat dari perubahan sosial.

7. Konsep dan landasan jaringan sosial

tersebut harus diperluas menjadi kerja

sama atau ketergantungan Polisi kepada

partisipasi masyarakatnya.

Page 34: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

8. Polisi hendaknya menjadi fasilitator

perubahan. Sikap demikian sulit

dilakukan apabila ia hanya menjadi

penjaga status quo, seperti lazimnya

Polisi tradisional.

9. Para eksekutif penegak hukum masa kini

harus membentuk masa depan, dan untuk

itu mereka harus menjadi pemimpin masa

depan, dan untuk itu harus senantiasa

berada selangkah di depan

bangsa/masyarakatnya.

II.6. Perlunya TNI dalam Penanganan Demonstrasi (kasus)

Berkaitan dengan peran dan fungsi TNI

serta Polri yang telah dibahas sebelumnya, di

bawah ini disajikan kasus dengan tema

terkait.

30 Ribu Aparat Gabungan TNI/Polri Amankan Demo Kenaikan BBME Mei Amelia R - detikNewsSelasa, 27/03/2012 07:03 WIB

Jakarta – Hari ini, sejumlah titik di kawasan Jakarta dan sekitarnya akan dipadati massa pendemo. Sedikitnya 30 ribu aparat gabungan TNI/Polri disiagakan untuk mengamankan aksi demo menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) ini.

Kepolisian Daerah Metro Jaya menerjunkan 22 ribu personel. Sementara TNI mengerahkan sedikitnya 8 ribu personel. Para petugas tersebar di sejumlah lokasi yang menjadi pusat konsentrasi massa seperti Istana Merdeka, gedung DPR, kantor pemerintahan dan Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Page 35: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

Secara singkat, kasus di atas membahas

mengenai demonstrasi yang diadakan pada

Selasa, 27 Maret 2012 di Jakarta dalam rangka

menentang kenaikan harga BBM. Dalam

demonstrasi tersebut tidak hanya anggota

Polri saja yang akan diturunkan, namun juga

anggota TNI.

Setelah membahas mengenai fungsi, peran,

dan kedudukan masing-masing institusi TNI dan

Polri di Indonesia, kita dapat saja langsung

mengatakan bahwa kebijakan menurunkan TNI

30 Ribu Aparat Gabungan TNI/Polri Amankan Demo Kenaikan BBME Mei Amelia R - detikNewsSelasa, 27/03/2012 07:03 WIB

Jakarta – Hari ini, sejumlah titik di kawasan Jakarta dan sekitarnya akan dipadati massa pendemo. Sedikitnya 30 ribu aparat gabungan TNI/Polri disiagakan untuk mengamankan aksi demo menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) ini.

Kepolisian Daerah Metro Jaya menerjunkan 22 ribu personel. Sementara TNI mengerahkan sedikitnya 8 ribu personel. Para petugas tersebar di sejumlah lokasi yang menjadi pusat konsentrasi massa seperti Istana Merdeka, gedung DPR, kantor pemerintahan dan Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Page 36: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

dalam demonstrasi tidaklah tepat. Karena TNI

adalah alat pertahanan, sedangkan Polri

adalah alat keamanan. Ini berarti dalam hal

penanganan demonstrasi, anggota Polri-lah

yang perlu diturunkan, sedangkan TNI tidak.

Namun mari kita tilik lebih jauh mengenai

fungsi pertahanan dan keamanan yang masing-

masing dijalankan oleh TNI dan Polri.

Pertahanan dan keamanan negara sebenarnya

merupakan suatu sistem, karena keduanya

saling berkaitan16. Contohnya adalah bahwa

sebelum demonstrasi, para demonstran harus

melapor secara jelas kepada Polisi mengenai

waktu dan tempat akan diadakannya

demonstrasi. Ini bertujuan agar anggota Polri

tahu kapan harus turun untuk mengawasi

jalannya demonstrasi agar tidak terjadi

kekacauan (chaos).

Lain halnya apabila sudah terjadi chaos,

TNI berkewajiban untuk ikut turun

mengamankan. Hal ini merupakan antisipasi

16 Disarikan dari Kuliah Hukum Tata Negara pada hari Kamis, 3 Mei 2012, pukul 09.45, oleh Ibu Fitra Arsil.

Page 37: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

jika pertahanan negara dianggap sudah berada

dalam keadaan bahaya.

Dalam kasus di atas, TNI disiagakan di

beberapa obyek vital, salah satunya adalah

gedung istana negara. Seperti yang kita

ketahui, bahwa istana negara adalah simbol

kedaulatan negara. Apabila istana negara saja

hancur akibat aksi anarkis para demonstran,

sama saja kedaulatan negara tersebut telah

hilang. Bila istana rusak, berarti Indonesia

dianggap tidak mampu lagi mempertahankan

kedaulatan negara. Maka TNI diturunkan untuk

menjaga pertahanan Indonesia juga. Penurunan

anggota TNI dalam kasus demonstrasi yang

banyak terjadi di Indonesia sifatnya hanya

mem-back up saja. Namun semua kendali tetap

berada di bawah Polri.

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Setelah membahas mengenai peranan TNI pada

masa Orde Baru, peranan TNI pada masa sekarang,

Page 38: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

pemisahan institusi TNI dan Polri, perbedaan-

perbedaan antara keduanya, tugas-tugas TNI dan

Polri, serta kebutuhan menurunkan TNI dalam

demonstrasi, dapat ditarik beberapa kesimpulan

seperti di bawah ini.

Pada masa Orde Baru, TNI bukan hanya

sebagai alat pertahanan negara melainkan

juga sebagai alat kekuasaan sosial dan

politik di Indonesia. Hal ini dapat kita

lihat dari adanya anggota TNI (ABRI)

yang berpolitik, ada dalam lembaga

eksekutif, lembaga legislatif, dan

organisasi sosial-politik serta

organisasi kemasyarakatan.

Pada masa demokrasi sekarang ini, TNI

merupakan institusi yang mengusahakan

sistem pertahanan negara, tanpa ada

embel-embel sebagai kekuatan sosial dan

politik Indonesia. Hal ini secara jelas

tertulis dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang

Tentara Nasional Indonesia, Pasal 2d.

Page 39: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

TNI telah melepaskan fungsi sosial dan

politik dan melepaskan fungsi keamanan

menjadi wewenang Polisi. Ini merupakan

sekilas hasil Rapin TNI yang

diselenggarakan di Cilacap, 19-20 Mei

1999 oleh Panglima TNI Laksamana Widodo

AS. Mengenai produk perundang-undangan

yang mengaturnya, dapat dilihat pada TAP

MPR-RI Nomor VI/MPR/2000 Tentang

Pemisahan TNI dan Polri.

Walaupun TNI dan Polri merupakan dua

institusi yang menjalankan fungsi polisi

(pertahanan dan keamanan), namun

keduanya memiliki beberapa perbedaan.

Setidaknya ada delapan hal yang

membedakan institusi TNI dan Polri.

Tugas TNI merupakan alat pertahanan

negara. Sedangkan Polri merupakan alat

keamanan negara, dengan menjadi penegak

hukum dan pengayom masyarakat17.

Penurunan aparat TNI dalam penanganan

demonstrasi hanya bersifat mem-back up

17 Kombes Pol. Drs. Alfons Loemau, SH, M.Bus, Ekawaty Kristianingsih, SH, M.Hum, Aron Siahaan, SH, MH, Penegakan Hukum Oleh Polri (Jakarta: Restu Agung, 2005), hlm. 103

Page 40: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

saja, namun kendali utama ada di tangan

anggota Polri sebagai alat keamanan

negara.

III.2. Ucapan Terima Kasih

Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa

bantuan banyak pihak. Untuk itu kami mengucapkan

terima kasih kepada Ibu Fatmawati selaku dosen

Hukum Tata Negara kami, kepada Ibu Fitra Arsil,

selaku pemberi materi mengenai Pertahanan dan

Keamanan Negara, kepada para petugas perpustakaan

yang telah membantu kami dalam proses pencarian

referensi, dan kepada pihak-pihak lain yang telah

membantu, yang tidak dapat kami sebutkan namanya

satu-persatu.

III.3. Saran

Sebagai manusia, kami pasti tak luput dari

kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,

kami membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan

pembuatan makalah di masa yang akan datang. Saran-

Page 41: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

saran tersebut pasti akan menjadi masukan yang

sangat berharga bagi kami.

Penyusun

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Makalah

Page 42: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

Bakrie, Connie Rahakundini, Pertahanan Negara dan

Postur TNI Ideal (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2007).

Chrisnandi, Yuddy, Reformasi TNI (MT Arifin, 2005).

Kunarto, Perilaku Organisasi Polri (Jakarta: Cipta

Manunggal, 1997).

Loemau, Alfons, Ekawaty Kristianingsih, dann Aron

Siahaan, Penegakan Hukum Oleh Polri (Jakarta: Restu

Agung, 2005).

Makalah Hasil Seminar ABRI, Peran ABRI Abad XXI

(Bandung, 1998).

Rahardjo, Satjipto, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial

di Indonesia (Jakarta: Kompas, 2002).

_______, dkk, Seminar Nasional : Polisi dan Masyarakat

dalam Era Reformasi (Depok: Fakultas Hukum dan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia,

1998).

Samego, Indria, Anatomi Kekuatan TNI Sebagai Alat

Pertahanan Negara (Jakarta: Pusat Penelitian Politik

LIPI, 2002).

______, Bila ABRI Menghendaki (Bandung: 1998).

______, TNI di Era Perubahan (Jakarta: Erlangga, 2000).

Page 43: Kedudukan Tni Dan Polri Dalam Masyarakat-fachrum

Saputra, Lukman Surya, Pendidikan Kewarganegaraan :

Menumbuhkan Nasionalisme dan Patriotisme (Bandung: PT

Setia Purna Inves, 2007).

SW, Sarwono, Psikologi Sosial (Jakarta: Balai Pustaka,

1997).

Syahnakri, Kiki, Aku Hanya Tentara (Jakarta: Kompas,

2008).

Peraturan Perundang-undangan

TAP MPR-RI Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan

Polri.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988

Tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002

Tentang Pertahanan Negara.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004

Tentang Tentara Nasional Indonesia.