Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih lengkap. Berbeda halnya dengan kegawatdaruratan urogenitalia non trauma, yang sering kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap jiwa pasien. Beberapa kegawatdaruratan urologi non trauma tersebut diantaranya adalah: 1. Urosepsis 2. Sumbatan aliran urine akut (Retensi urine, anuria, kolik) 3. Hematuria 4. Strangulasi (torsio testis, priapismus, parafimosis). Trauma pada urologi jarang mengancam jiwa (life- threatening), bedah urologi tidak terlibat pada 1
75

Kedaruratan URO

Jan 03, 2016

Download

Documents

kholidgantengs

jose
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kedaruratan URO

BAB I

PENDAHULUAN

Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa

disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia,

biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak

memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih lengkap. Berbeda halnya

dengan kegawatdaruratan urogenitalia non trauma, yang sering kali tidak terdiagnosis

dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan maupun keterlambatan dalam

melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya

kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap jiwa pasien.

Beberapa kegawatdaruratan urologi non trauma tersebut diantaranya adalah:

1. Urosepsis

2. Sumbatan aliran urine akut (Retensi urine, anuria, kolik)

3. Hematuria

4. Strangulasi (torsio testis, priapismus, parafimosis).

Trauma pada urologi jarang mengancam jiwa (life-threatening), bedah urologi

tidak terlibat pada resusitasi penderita trauma. Penanganan yang baik pada fase awal

dapat mempengaruhi out come. Trauma pada urologi, diklasifikasikan sesuai dengan

lokasi dari trauma :

1. Upper urinary tract ( ginjal dan ureter )

2. Lower urinary tract ( bladder dan urethra )

3. Genitalia eksterna ( penis,scrotum,testis).

1

Page 2: Kedaruratan URO

BAB II

KEGAWATDARURATAN UROLOGI

2.1 KEGAWATDARURATAN UROLOGI NON TRAUMA

2.1.1 UROSEPSIS

Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus

urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik.1Insiden urosepsis 20-30

% dari seluruh kejadian septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di

traktus urinarius.2 Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut,

diabetes dan immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS,

pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan.3

Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan

sepsis2,3

Obstruksi Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel,

policystic kidney disease

Didapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus

urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi

Instrumentasi Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube,

prosedur urologik.

Impaired voiding Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral

Abnormalitas metabolik Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia

Imunodefisiensi Pasien dengan obat-obatan imunosupresif,

neutropenia.

Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Oleh karena itu

pertolongan harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan organ dan

komplikasi lebih lanjut.3 Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman

penyebabnya sama dengan kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu

golongan kuman coliform gram negatif seperti Eschericia coli (50%), Proteus spp

2

Page 3: Kedaruratan URO

(15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonas aeruginosa (5%).

Bakteri gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%.

Penelitian The European Study Group on Nosocomial Infections (ESGNI-004 study)

dengan membandingkan antara pasien yang menggunakan kateter dan non-kateter

ditemukan bahwa E.coli sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter dan 40,5% pada

non-kateter, Candida spp 12,9% pada pasien dengan kateter dan 6,6% pada non-

kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateter dan 4,1% pada non-kateter.2

Patogenesis

Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya

endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk ke

dalam sirkulasi darah. Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan

menyebabkan:4

1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin,

antara lain tumor necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I). Sitokin

inilah yang memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan

jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok sepsis, dan

akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi organs dysfunction

syndrome (MODS).

2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya

agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor

koagulasi.

3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena

terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat

masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa

terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam

amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme

protein.

Diagnosis

3

Page 4: Kedaruratan URO

Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik,

laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah adanya

demam, panas badan dan menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda

obstruksi aliran urin seperti nyeri pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau

pinggang. Hanya 1/3 pasien yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi.

Keluhan febris yang terjadi setelah gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu

polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian pula

febris yang menyertai suatu manipulasi urologik.3,5,6

Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa

takipneu, takikardi, dan demam kemerahan dengan gangguan status mental. Pada

keadaan yang dini, keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah masih

normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur biasanya meningkat 38-40 C.3,5

Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan

beberapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal,

pencernaan, pernapasan dan susunan saraf pusat.5

Tabel 2. Definisi Sepsis5

Keadaan Kriteria

SIRS (Systemic

Inflammatory

Respond Syndrome)

Terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria dibawah

ini :

1. suhu tubuh > 38 ° C atau <>

2. Denyut nadi > 90 x/’

3. Frekuensi nafas > 20 x/’ atau PaCO2 <>

4. Leukosit > 12000/mm3 atau <4000/mm3 atau lekosit muda

> 10%

MODS (Multiple

Organ Dysfunction

Sydrome)

SIRS dengan disfungsi organ dan hemostasis tidak dapat

dipertahankan tanpa adanya intervensi

Sepsis SIRS dengan tanda-tanda infeksi

4

Page 5: Kedaruratan URO

Sepsis Berat Sepsis disertai dengan hipotensi (sistole <>

Syok Septik Sepsis disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi

Dikutip dari : concencus Conference Criteria Defining Sepsis dalam Lazaron V dan

Barke RS.Uro Clin of N Am 1999, 26, hal 688

Pemeriksaan status lokalis daerah abdomen sepanjang traktus urinarius

penting untuk menentukan pre eksisting anomalinya dan yang diketemukan sangat

bervariasi tergantung kelainan primernya. Dilakukan palpasi pada daerah

costophrenikus, abdomen bawah, regio pubis, kelenjar limfe inguinal, genital, serta

pemeriksaan transvaginal dan transrektal.5 Pemeriksaan laboratorium yang

mendukung diagnosa urosepsis adalah adanya lekositosis dengan hitung deferensial

ke kiri, lekosituria dan bakteriuria.6

Untuk menegakkan diagnosis urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang

berada dalam darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam saluran

kemih (kultur urin). Kultur urin disertai dengan test kepekaan antibiotika sangat

penting untuk menentukan jenis antibiotika yang diberikan. Pemeriksaan roentgen

yang sederhana yang dapat dikerjakan adalah foto polos abdomen. Pemeriksaan ini

membantu menunjukkan adanya kalsifikasi, perubahan posisi dan ukuran dari batu

saluran kemih yang mungkin merupakan fokus infeksi. Yang diperhatikan pada hasil

foto adalah adanya bayangan radio opak sepanjang traktus urinarius, kontur ginjal

dan bayangan/garis batas muskulus psoas. Pemeriksaan pyelografi intravena (IVP)

dapat memberikan data yang penting dari kaliks, ureter, dan pelvis yang penting

untuk menentukan diagnosis adanya refluk nefropati dan nekrosis papilar. Bila

pemeriksaan IVP tidak dapat dikerjakan karena kreatinin serum terlalu meningkat,

maka pemeriksaan ultrasonografi akan sangat membantu menentukan adanya

obstruksi dan juga dapat untuk membedakan antara hidro dan pyelonefrosis. Selain

pemeriksaan tersebut juga dapat dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI.3,4,7

Penatalaksanaan

5

Page 6: Kedaruratan URO

Penanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada prinsipnya

penanganan terdiri dari:4

1. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC

2. Pemberian antibiotika

3. Resusitasi cairan dan elektrolit

4. Tindakan definitif (penyebab urologik)

Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk eradikasi

kuman penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi. Pemberian antibiotik

harus cepat dan efektif sehingga antibiotika yang diberikan adalah yang berspektrum

luas dan mencakup semua kuman yang sering menyebabkan urosepsis yaitu golongan

aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan ampicilin yang

dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam, golongan sefalosforin generasi

ke III atau golongan florokuinolon. Sefalosforin generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2

gr dengan interval 6-8 jam dan untuk golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan

interval 12 jam. Penelitian oleh Naber et al membuktikan bahwa pemberian antibiotik

injeksi golongan florokuinolon dan piperacillin/tazobaktam direkomendasikan untuk

terapi urosepsis. Penelitian selanjutnya oleh Concia dan Azzini terhadap

levofloksasin membuktikan bahwa levofloksasin sebagai terapi tambahan memiliki

efek pada ekskresi renal dan tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan oral.2,4,6

Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan keadaan

tersebut menjadi normal. Urosepsis adalah penyakit yang cukup berat sehingga

biasanya “oral intake” menurun. Keadaan demam/febris juga memerlukan cairan

ekstra. Kebutuhan cairan dan terapinya dapat dipantau dari tekanan darah, tekanan

vena sentral dan produksi urine. Bila penderita dengan hipotensi atau syok (tensi

<>2O dan diberikan larutan kristaloid dengan kecepatan 15-20 ml/menit.4,8

Bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K serum 7 meq/L

atau lebih perlu dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga diperlukan bila terdapat

Kreatinin serum > 10 mg%, BUN > 100 mg% atau terdapat edema paru. Drainase

6

Page 7: Kedaruratan URO

yang segera perlu dikerjakan bila terdapat timbunan nanah misalnya pyonefrosis atau

hidronefrosis berat (derajat IV). Pyonefrosis dan hidronefrosis yang berat

menyebabkan terjadinya iskemia sehingga mengurangi penetrasi antibiotika. Drainase

dapat dikerjakan secara perkutan atau dengan operasi biasa (lumbotomi). Penderita

yang telah melewati masa kritis dari septikemia maka harus secepatnya dilakukan

tindakan definitif untuk kelainan urologi primernya.4,8

RETENSI URINE

Retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin

yang terkumpul didalam buli-buli sehingga kapasitas maksimal dari buli-buli

terlampaui. Adapun kapasitas maksimal pada dewasa adalah 400-500 cc, sedangkan

anak-anak : (umur + 2) x 30 ml.4,8

Adapun penyebab retensi urine antara lain:4,6

a. Kelemahan detrusor

Cedera/gangguan pada medula spinalis atau kerusakan saraf perifer (misalnya

diabetes melitus), detrusor yang mengalami peregangan/dilatasi yang berlebihan

untuk waktu yang lama.

b. Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi) :

Cedera/gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda equina.

c. Hambatan/obstruksi uretra

Kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca), striktura uretra, batu uretra, kerusakan uretra

(trauma), fimosis, parafimosis, gumpalan darah dalam buli-buli (clot retention) dll.

Akibat retensi urin tersebut akan menyebabkan:4,6

- Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan

didalam lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.

- Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen

akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter

dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.

7

Page 8: Kedaruratan URO

- Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan

didaerah uretra, urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit)

tanpa bisa ditahan oleh penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan

urin. Keadaan ini disebut inkontinensia paradoksa atau “overflow incontinence”

- Tegangan dari dinding buli-buli terus meningkat sampai tercapai batas toleransi

dan setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi sehingga

kapasitas buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat kekuatan

kontraksi otot buli-buli akan menyusut.

- Retensi urine merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih (ISK)

dan bila ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat darurat yang serius seperti

pielonefritis, urosepsis, khususnya pada penderita usia lanjut.

Gambaran klinis

Pasien mengeluh tertahan kencing atau kencing keluar sedikit-sedikit.

Keadaan ini harus dibedakan dengan inkontinensia paradoksa, yaitu keluarnya urin

secara menetes, tanpa disadari dan tidak mampu ditahan oleh pasien. Selain itu,

tampak benjolan kistus pada perut bagian bawah disertai dengan rasa nyeri yang

hebat.4

Pemeriksaan pada genitalia eksterna mungkin teraba batu di uretra anterior,

terlihat batu di meatus uretra eksternum, teraba spongiofibrosis di sepanjang uretra

anterior, terlihat fistel atau abses di uretra, fimosis/parafimosis, atau terlihat darah

keluar dari uretra akibat cedera uretra. Pemeriksaan colok dubur setelah buli-buli

dikososngkan ditujukan untuk mencari adanya hiperplasia prostat/karsinoma prostat,

dan pemeriksaan refleks bulbokavernosus untuk mendeteksi adanya buli-buli

neurogenik.4

Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan bayangan buli-buli penuh,

mungkin terlihat bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli. Pada

pemeriksaan uretrografi tampak adanya striktur uretra.4

Penatalaksanaan

8

Page 9: Kedaruratan URO

Urin yang tertahan lama dalam buli-buli secepatnya harus dikeluarkan karena

jika dibiarkan akan menimbulkan beberapa masalah yaitu, infeksi saluran kemih,

kontraksi otot buli-buli menjadi lemah, dan timbul hidroureter dan hidronefrosis yang

selanjutnya dapat menimbulkan gagal ginjal. Urin dapat dikeluarkan dengan cara

kateterisasi, sistotomi, atau pungsi suprapubik. Tindakan penyakit primer penyebab

retensi urin dikerjakan setelah keadaan pasien stabil.4

ANURIA

Anuria adalah tidak adanya produksi urin tetapi dalam praktek klinik

didefinisikan sebagai produksi urin kurang dari 100 mL dalam 24 jam. Anuria sering

dihubungkan dengan obstruksi total dari saluran kemih bagian bawah dengan

diagnosis banding yang terbatas (tabel 3). Secara umum penyebab dari anuria sendiri

bisa bersifat prerenal, intrarenal atau postrenal.9

Gambaran klinis

Pada anamnesis pasien mengeluh tidak kencing atau kencing hanya sedikit,

yang kadang kala didahului oleh keluhan obstruksi yang lain yaitu nyeri di daerah

pinggang atau kolik, dan tidak jarang diikuti dengan demam. Jika didapatkan riwayat

adanya kehilangan cairan, asupan cairan yang berkurang, atau riwayat menderita

penyakit jantung, harus diwaspadai adanya faktor penyebab pre renal. Perlu

ditanyakan kemungkinan pemakaian obat-obat nefrotoksik, pemakaian bahan kontras

untuk foto radiologi, setelah menjalani radiasi di daerah perut sebelah atas, riwayat

reaksi tranfusi hemolitik, atau riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Semuanya untuk

menyingkirkan kemungkinan penyebab intrarenal. Diperiksa keadaan hidrasi pasien

dengan mengukur tekanan darah, nadi dan perfusinya. Lebih baik jika dapat dipasang

manometer tekanan vena sentral atau CVP sehingga dapat diketahui keadaan hidrasi

pasien dengan tepat dan mudah. Pemeriksaan laboratorium sedimen urine

menunjukkan lekosituria atau hematuria. Pemeriksaan darah rutin diketemukan

leukositosis, terdapatnya gangguan faal ginjal, tanda asidosis atau hiperkalemia. Foto

polos abdomen ditujukan untuk mencari adanya batu opak pada saluran kemih, atau

9

Page 10: Kedaruratan URO

bayangan pembesaran ginjal. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen penting karena

dapat mengetahui adanya hidronefrosis atau pionefrosis, dan dengan tuntunan USG

dapat dilakukan pemasangan kateter nefrostomi.4,6,8

Penatalaksanaan

Jika tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan penyulit berupa uremia,

infeksi dan terjadi SIRS yang berakhir dengan kematian. Oleh karena itu sambil

memperbaiki keadaan pasien, secepatnya dilakukan diversi/pengeluaran urine.

Pengeluaran urine dapat dilakukan melalui pemasangan kateter nefrostomi atau

mungkin dilakukan pemasangan kateter double J. Pemasangan kateter nefrostomi

dapat dilakukan perkutan yaitu dengan tuntunan ultrasonografi atau dengan operasi

terbuka, yaitu memasang kateter yang diletakkan di kaliks ginjal agar urine atau

nanah yang berada pada sistem pelvikalises ginjal dapat dikeluarkan. Kadang-kadang

pasien membutuhkan bantuan hemodialisa untuk mengatasi penyulit akibat

uremia.4,6,8

2.1.2 KOLIK URETER ATAU KOLIK GINJAL

Kolik ureter atau kolik ginjal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya

mendadak, hilang timbul (intermiten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk

melawan suatu hambatan. Keluhan nyeri ini bersifat gawat darurat sehingga harus

didiagnosis dengan cepat dan penatalaksanaan yang tepat. Perasaan nyeri bermula di

daerah pinggang dan dapat menjalar ke seluruh perut, ke daerah inguinal, testis atau

labium disertai dengan atau tanpa keluhan mual, muntah, disuria atau hematuria.

Nyeri ini biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran kemih akibat urolitiasis, bekuan

darah, infark renal, pielonefritis akut, nyeri pada kegawatan abdomen lain seperti

divertikulitis, apendisitis, dan ruptur aneurisma aorta abdominal.4,10

Gambaran klinis

Pasien tampak gelisah, nyeri pinggang, selalu ingin berganti posisi dari

duduk, tidur, kemudian berdiri guna memperoleh posisi yang dianggap tidak nyeri.

Denyut nadi meningkat karena gelisah dan tekanan darah meningkat pada pasien

10

Page 11: Kedaruratan URO

yang sebelumnya normotensi. Tidak jarang dijumpai adanya pernapasan cepat dan

grunting terutama pada saat puncak nyeri. Jika disertai demam harus diwaspadai

terhadap adanya infeksi yang serius atau urosepsis. Dalam keadaan ini pasien harus

secepatnya dirujuk karena mungkin memerlukan tindakan drainase urine. Palpasi

pada abdomen dan perkusi pada daerah pinggang akan terasa nyeri.4,8

Keluhan kolik pada urolitiasis jika batu kecil yang turun ke pertengahan ureter

pada umumnya menyebabkan penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan

seluruh perut. Jika batu turun mendekati buli-buli biasanya disertai dengan keluhan

lain berupa sering kencing dan urgensi.4,8

Laboratorium

Pemeriksaan sedimen urine sering menunjukkan adanya sel-sel darah merah.

Tetapi pada sumbatan total saluran kemih tidak didapatkan sel-sel darah merah, yaitu

kurang lebih terdapat pada 10 % kasus. Ditemukannya piuria perlu dicurigai

kemungkinan adanya infeksi, sedangkan didapatkannya kristal-kristal pembentuk

batu (urat, kalsium oksalat, atau sistin) dapat diperkirakan jenis batu yang menyumbat

saluran kemih.4,8

Pencitraan

Pemeriksaan foto polos perut ditujukan untuk mencari adanya batu opak di

saluran kemih, tetapi hal ini seringkali tidak tampak karena tidak disertai persiapan

pembuatan foto yang baik. Ultrasonografi dapat menilai adanya sumbatan pada ginjal

berupa hidronefrosis. Sekitar 70% kasus kolik renal dapat didiagnosis dengan cepat

menggunakan USG selain untuk menyingkirkan kegawatan abdomen yang lain. USG

memiliki sensitivitas 90% tetapi spesifisitasnya sekitar 65-84% untuk mendeteksi

adanya obstruksi. Setelah episode kolik berlalu dilanjutkan dengan pemeriksaan foto

PIV. Foto PIV atau CT scan merupakan gold standard untuk menentukan derajat

obstruksi, ukuran batu dan akibat obstruksi terhadap fungsi ekskresi renal.4,10,11

Penatalaksanaan

11

Page 12: Kedaruratan URO

Serangan kolik harus segera diatasi dengan medikamentosa ataupun dengan

tindakan lain. Obat-obat yang sering dipakai untuk mengatasi serangan kolik adalah

antispasmodik dan analgetik. Namun terapi konservatif dengan analgetik tidak

dianjurkan untuk pasien dengan resiko urosepsis, obstruksi lama, nyeri persisten, atau

adanya infeksi.12Jika pasien mengalami episode kolik yang sulit ditanggulangi,

ditawarkan untuk pemasangan kateter ureter double J (DJ stent) yaitu suatu kateter

yang ditinggalkan mulai dari pelvis renalis, ureter hingga buli-buli. Pasien yang

menunjukkan gejala-gejala gangguan sistem saluran cerna (muntah-muntah atau

ileus) sebaiknya dimasukkan ke rumah sakit agar hidrasi pasien tetap terjaga. Diuresis

pasien harus diperbanyak karena peningkatan diuresis akan mengurangi frekuensi

serangan kolik. Tindakan penyakit primer penyebab retensi urin dikerjakan setelah

keadaan pasien stabil.4,8

2.1.3 HEMATURIA

Hematuria berarti didapatkannya sel darah merah pada urine, pada umumnya

dikategorikan baik gross maupun mikroskopik. Untuk mikroskopik hematuria

dikatakan apabila didapatkan >3 s/d 5 sel darah merah/lapang pandang.

Gross hematuria jika didapatkan darah atau bekuan darah berwarna merah atau

kecoklatan yang dapat berasal dari perdarahan di ureter/ginjal, buli-buli dan

prostat.4,13

Beberapa jenis hematuria berdasarkan penyebab yaitu:

- Inisial hematuria: penyebabnya ada pada proksimal urethra atau di leher/dasar

buli-buli.

- Total hematuria: penyebabnya ada di buli-buli, ureter atau ginjal.

- Idiopatic hematuria adalah hematuria dimana penyebabnya tidak dapat

ditentukan.

- False/pseudohematuria: adalah diskolorasi dari urine karena pigmen dari

pewarna makanan dan myoglobin.

12

Page 13: Kedaruratan URO

Hematuria dapat disebabkan oleh faktor renal (infeksi, kongenital anomali,

tumor, trauma, batu), buli (infeksi, batu, tumor, trauma), urethra (penyakit menular

seksual, trauma, benda asing, instrumentasi), prostat (infeksi, BPH, kanker prostat),

atau bleeding disorder. Adapun sebanyak ± 20 % dari penderita tidak diketahui

penyebabnya meskipun telah dilakukan pemeriksaan urologi lebih lanjut.4,6

Diagnosis

Diagnosis pada saat awal adalah dengan memastikan adanya sel darah merah

pada urine. Hal ini penting oleh karena warna darah pada urine bisa disebabkan oleh:

hemoglobinuria, myoglobinuria, pigmen makanan, zat pewarna makanan, obat-obatan

seperti phenothiazine, phenazopyridine, porphyrin, phenolptalein.4,13

Dari anamnesis dicari penyebab hematuria perlu digali data yang terjadi pada

saat episode hematuri, antara lain : bagaimanakah warna urine yang keluar?, apakah

diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?, dibagian manakah pada saat miksi

urine berwarna merah?, apakah diikuti dengan perasaan sakit?.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik tanda vital diperhatikan terutama tekanan darah dan

suhu badan.13 Perlu diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan

manifestasi dari penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin disebabkan

karena banyak darah yang keluar. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan

adanya pembesaran ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada

suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi bekuan darah pada buli-buli. Colok

dubur dapat memberikan informasi adanya pembesaran prostat benigna maupun

karsinoma prostat.4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan urinalisis dapat mengarahkan kita kepada hematuria yang

disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pada pemeriksaan pH

urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah urea di

dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan

13

Page 14: Kedaruratan URO

dengan batu asam urat. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya

keganasan sel-sel urotelial. IVP dapat mengungkapkan adanya batu saluran kemih,

kelainan bawaan saluran kemih, tumor-tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta

beberapa penyakit infeksi saluran kemih. Pemeriksaan USG berguna untuk melihat

adanya massa yang solid atau kistus, adanya batu non opak, bekuan darah pada buli-

buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar. Sistoskopi atau

sisto-uretero-renoskopi dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas belum dapat

menyimpulkan penyebab hematuria. Tindakan ini biasa dilakukan setelah bekuan

darah yang ada di dalam buli-buli dibersihkan sehingga dapat diketahui asal

perdarahan.4

Penatalaksanaan

Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine,

dicoba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam

fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk

menjalani evakuasi bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber

perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan

pemberian transfusi darah, demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan

antibiotika. Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah

mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab

hematuria.4

2.1.4 AKUT SKROTUM

Akut skrotum adalah keadaan-keadaan dimana didapatkan adanya nyeri

mendadak yang hebat didalam skrotum dan seringkali disertai pembengkakan dari isi

skrotum dan gejala umum lainnya. Keadaan ini memerlukan penanganan yang cepat

dan tepat karena beberapa penyebab dari akut skrotum ini adalah problem vaskular

sehingga prognosanya sangat dipengaruhi oleh lamanya gangguan vaskular tersebut

berlangsung. Akut skrotum ini sering terjadi pada remaja, dewasa muda dan atlet.4,8,14

14

Page 15: Kedaruratan URO

Adapun diferensial diagnosis yang harus dipertimbangkan dalam menangani

akut skrotum adalah:4,14

1. Torsio testis

2. Epididimitis

3. Hernia inkarserata

4. Torsio apendik testis

5. Torsio apendik epididimis

6. Tumor testis

1. Torsio Testis

Torsio testis terjadi karena testis terputar di dalam skrotum sehingga terjadi

obstruksi aliran darah arteri dan vena testis.15 Angka kejadiannya 1 diantara 4000 pria

yang berumur kurang dari 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa

pubertas (12-20 tahun).4 Ada 2 puncak insiden torsio testis, yaitu tahun pertama dan

pubertas. Insiden torsio testis pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi dan

mungkin sebagian besar darinya terjadi intrauterin sehingga pada saat lahir penderita

ini mempunyai massa intraskrotal padat, dan akhirnya kehilangan testis karena

orchidektomi atau atropi. Pada masa pubertas resiko meningkat karena mereka

mempunyai deformitas yang disebut dengan “bell-clapper”. Bentuk deformitas ini

berupa perlekatan testis pada tunica vaginalis yang tidak kuat sehingga testis

menggantung bebas dalam skrotum. Perlekatan yang tidak kuat ini menyebabkan

testis mudah bergerak dan terputar.4,15

Secara fisiologis otot kremaster berfungsi untuk menggerakkan testis mendekati dan

menjauhi rongga abdomen untuk mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya

kelainan sistem penyangga testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika

bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaaan yang menyebabkan pergerakan

berlebihan dari testis yaitu adalah perubahan suhu yang mendadak (saat berenang),

ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau

trauma yang mengenai skrotum. Terputarnya funikulus spermatikus menyebabkan

15

Page 16: Kedaruratan URO

obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan

iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.4

Gambaran Klinis

Gejala utama dari torsio testis adalah nyeri testis yang hebat dan biasanya

mendadak diikuti pembengkakan pada testis. Nyeri ini biasanya terbatas pada

skrotum tetapi bisa juga menjalar sepanjang perjalanan funikulus spermatikus yakni

ke inguinal dan perut bagian bawah. Pada beberapa penderita nyeri terutama

dirasakan di perut bagian bawah ipsilateral bahkan di perut bagian atas atau di

pinggang. Testis yang membengkak letaknya lebih tinggi dan horisontal dengan

funikulus spermatikus yang menebal, kadang-kadang bisa diraba adanya lilitan

funikulus spermatikus. Pada saat permulaan epididimis masih teraba tetapi tidak pada

posisi yang normal. Penderita mengalami mual, muntah dan panas badan.4,6

Torsio testis sering mengalami reposisi spontan, hal ini dapat dibuktikan

dengan banyaknya penderita yang mempunyai riwayat serangan yang sama pada

masa sebelumnya dan sembuh dengan sendirinya. Kesalahan diagnosa yang

seringkali dibuat adalah epididimitis dan merupakan penyebab utama keterlambatan

pengobatan dan rendahnya angka viabilitas testis. Tanda dari Prehn adalah berkurang

atau hilangnya nyeri pada epididimitis apabila testis diangkat, sedangkan pada torsio

testis nyerinya tidak akan berkurang. Akan tetapi banyak ahli yang berpendapat

bahwa tanda dari Prehn ini tidak bisa dijadikan pegangan.4,6

Penatalaksanaan

Evaluasi dan penatalaksanaan harus secepat mungkin karena torsio testis

menyebabkan iskemia dan jarang bertahan lebih dari 12 jam.15 Penatalaksanaan torsio

testis dapat dilakukan dengan:

1. Detorsi Manual

Detorsi manual yaitu mengembalikan posisi testis ke asalnya,yaitu dengan jalan

memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya

16

Page 17: Kedaruratan URO

ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu. Kemudian

jika tidak terjadi perubahan dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah

detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Keberhasilan detorsi manual

tidak menghilangkan indikasi untuk melakukan eksplorasi oleh karena reposisi

manual testis tidak menjamin bisa mengembalikan testis ke posisinya yang

normal.

2. Operasi

Pembedahan eksplorasi dilakukan dengan tujuan, yaitu memperbaiki viabilitas

testis, reposisi testis kearah yang benar dan fiksasi testis kontralateral untuk

mencegah berulangnya torsio. Jika testis masih viable maka dilakukan

orchidektomi atau orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos dan dianjurkan

orchidopeksi pada testis kontralateral.4,15

Cara orchidopeksi adalah dengan memasang 3 jahitan antara tunika albuginea

dan tunika dartos dengan mempergunakan bahan yang tidak diserap misalnya

sutera. Tamil melaporkan terjadinya torsio testis kontra lateral 5 tahun setelah

orchidopeksi mempergunakan “chromic catgut”. Sedangkan Kuntze melaporkan

2 kasus torsio pada testis yang telah difiksasi dengan “chromic catgut”.6,8

2.1.5 Kegawatdaruratan Penis

Anatomi penis

Penis terdiri dari 3 jaringan erektil yaitu 2 buah korpora kavernosa dan 1

korpus spongiosum yang membungkus urethra anterior dan berakhir disebelah distal

sebagai glans penis. Korpora kavernosa dibungkus oleh tunika albuginea yang

merupakan jaringan elastis dan kolagen yang memiliki kemampuan

untuk menyesuaikan diri pada saat ereksi atau flaksid. Ketiga korpora ini secara

bersama-sama dibungkus oleh fasia dari “colles”. Tiap-tiap korpus terdiri dari

jaringan berongga yang berupa lakunae atau trabekel dan terdiri atas endotel dan

lapisan otot polos. Korpora akan menjadi tegang dan mengeras bila lakuna-lakuna

17

Page 18: Kedaruratan URO

tersebut penuh berisi darah (saat ereksi) dan jika darah sudah dipompa keluar maka

penis akan melemah (flaksid).6,8

Ereksi

Yang memegang peranan penting pada proses ereksi adalah jaringan erektil

penis yaitu : otot-otot polos kavernosus, arteriolar dan arteri. Pada keadaan flaksid

(rangsangan simpatik) terjadi peningkatan tonus dari otot-otot polos tersebut sehingga

darah tidak dapat mengisi rongga-rongga sinusoid. Sebaliknya rangsangan

parasimpatik akan menyebabkan relaksasi sinusoid, dilatasi arterial dan kompresi

vena sehingga rongga sinusoid akan terisi darah dan korpora menjadi tegang/keras.6,8

PRIAPISMUS

Priapismus adalah ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan

sering disertai rasa nyeri. Istilah priapismus berasal dari kata Yunani “Priapus” yaitu

nama dewa kejantanan. Menurut etiologinya, priapismus dibedakan menjadi primer

(idiopatik) dan sekunder. Priapismus sekunder dapat disebabkan oleh kelainan

pembekuan darah (anemia bulan sabit, leukemi dan emboli lemak), trauma

perineum/genitalia, nerogen (anestesi regional), keganasan, obat-obatan (alkohol,

psikotropik, antihipertensi) dan injeksi intrakavernosa dengan zat vasoaktif yang saat

ini mulai banyak dilakukan oleh para dokter sebagai salah satu cara diagnosis dan

terapi impotensia.4

Kegagalan penis untuk melemas kembali ini dapat terjadi karena : gangguan

mekanisme veno-oklusi (“outflow”) sehingga darah tak dapat keluar dari jaringan

erektil, atau akibat peningkatan aliran darah ke jaringan erektil (“inflow), sehingga

dibedakan 2 jenis priapismus yaitu:4

1. “Low-flow” Priapismus (statis=Ischemic) yaitu berupa ereksi berkepanjangan dan

diikuti rasa nyeri.

2. “High-Flow” Priapismus (non-ischemic) yang sering tanpa rasa nyeri dan

prognosanya baik.

18

Page 19: Kedaruratan URO

Lue dkk (1986) membedakan keduanya dengan mengukur tekanan dan

memeriksa gas darah intrakavernosa. Ereksi berkepanjangan 4-6 jam harus dicurigai

priapismus. Nyeri biasanya terjadi 6-8 jam. Spycher & Hauri (1986) menyatakan

bahwa akibat kegagalan hemodinamik pada korpora kavernosa pertama-tama akan

terjadi edem jaringan pada interstitiel trabekula, yang kemudian setelah 24 jam terjadi

kerusakan dan nekrosis sel-sel yang luas. > 48 jam terjadi pembekuan darah dalam

kaverne dan destruksi endotel sehingga jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya

elastisitasnya.4,6

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium

dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti

diharapkan dapat diketahui penyebab priapismus. Pemeriksaan lokal akan dijumpai

batang penis yang tegang tanpa disertai ketegangan pada glans penis. Adanya pulsasi

a.kavernosa dengan bantuan Doppler Sonografi dan analisa gas darah yang diambil

intrakavernosa dapat membedakan jenis “ischemic” atau “non ischemic”.4

Penatalaksanaan

Prinsipnya adalah sesegera mungkin mengeluarkan darah yang ada di korpora

kavernosa karena akan memperberat kerusakan jaringan erektil yang amat

menentukan reversibilitas potensi seksual penderita. Terapi priapismus tidak spesifik,

yaitu:4

- Konservatif, dilakukan pada priapismus sekunder sambil mengobati penyakit

primernya. Meliputi pemberian hidrasi yang baik, sedativa, enema dengan es

saline, kompres pada skrotum atau penis, masase prostat dan epidural anestesi

- Aspirasi dan irigasi intrakavernosa, aspirasi darah intrakavernosa saja atau

kemudian disusul irigasi (instilasi) zat adrenergik yang diencerkan, memberi

respon yang sangat baik pada priapismus akibat injeksi vasodilator

intrakavernosal. Cara ini dapat pula dicobakan pada priapismus spontanea non

iskemik atau iskemia derajat ringan dengan hasil yang cukup baik.

19

Page 20: Kedaruratan URO

- Jalan pintas (shunting) dari kavernosa, tindakan ini harus segera diperkirakan

terutama pada priapismus veno-oklusive (static) atau yang gagal dengan terapi

medikamentosa/aspirasi. Hal ini untuk mencegah timbulnya sindrom

kompartemen yang akan menekan a.kavernosa yang berakibat iskemi korporal.

Pintas Korporo-Granular, melakukan pintas korpora kavernosa dengan glans penis

sehingga aliran darah vena akan keluar dari korpora kavernosa dan diharapkan aliran

darah arterial akan kembali normal.

Pintas Korporo-Spongiosum, pada priapismus yang terjadi beberapa hari bagian

distal kavernosum sering menjadi fibrotik sehingga tak mungkin mengalirkan darah

dari kavernosum ke spongiosum secara adekuat, sehingga perlu dilakukan pintas

disebelah proksimal.

Pintas Safeno-Kavernosum, dengan anestesi dibuat 2 insisi yaitu diatas v. Safena dan

pada lateral basis penis. V. Safena dibebaskan dari insersinya kedalam vena

femoralis. Dibuat terowongan subkutan antara v. Safena dengan basis penis. V.

Safena ditarik melalui terowongan tersebut kemudian di anastomosekan dengan

jendela yang sudah dibuat pada tunika albuginea korpus kavernosum dan dijahit

jelujur 2 semisirkuler.

STRANGULASI PENIS

Strangulasi penis adalah terjeratnya penis oleh benda yang melingkar pada

penis sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik disebelah distal jeratan, berupa

bendungan aliran darah vena yang berakibat edem, hipoksemia sampai nekrose

jaringan. Merril membedakan strangulasi penis menjadi dua, yaitu yang menimpa

orang dewasa dan yang menimpa anak-anak/bayi. Pada dewasa biasanya karena

kesengajaan memasukkan benda berongga atau menjerat penisnya pada saat ereksi.

Benda yang dimasukkan bisa cincin karet/logam, pipa, botol atau tali. Sedang pada

anak/bayi dapat disebabkan oleh kelalaian orang tua misalkan melingkarkan tali pada

batang penis anaknya dengan tujuan mencegah enuresis, atau karena terjerat seutas

20

Page 21: Kedaruratan URO

rambut yang terdapat pada popok bayi, ataupun karena sengaja anak yang lebih besar

bermain-main dengan melingkarkan tali pada penis.4

Karena strangulasi penis adalah kegawatdaruratan vaskular pada penis maka

pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan suhu, warna, sensibilitas, denyut nadi

(dapat dibantu dengan Doppler Sonografi) dan miksi. Kelainan yang ditemukan

tergantung pada lamanya strangulasi, mulai dari edem sampai nekrose penis bagian

distal jeratan.4

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya benda yang menjerat penis harus segera dikeluarkan. Caranya

tergantung pada bahan, ukuran dan lama jeratan. Jeratan oleh cincin baja sulit

dikeluarkan apalagi bila ada edem hebat disebelah distal jeratan. Bila edem belum

terlalu besar, pelepasan dapat dilakukan seperti melepaskan cincin dari jari tangan.

Seutas pita kecil atau nylon dilewatkan dibawah cincin dengan bantuan klem bengkok

yang telah diberi pelicin sampai ke proksimal cincin. Disebelah distal cincin, pita

dililitkan pada penis yang sebelumnya telah pula diberi pelicin 2-3 cm. Ujung

proksimal pita ditarik ke distal dengan sudut 95° sampai cincin melewati lilitan pita.

Prosedur ini diulangi sampai cincin keluar. Diameter penis yang amat besar dan

ketegangan penis yang hebat dapat dikurangi dengan menusuk glans dan kulit penis

hingga cairan edem beserta darah dapat dikeluarkan dan akan memperkecil diameter

penis. Cincin baja dapat pula dikeluarkan dengan memotongnya dengan gerinda baja

berkecepatan tinggi. Tetapi alat ini belum tentu tersedia dan sering menimbulkan

21

Page 22: Kedaruratan URO

panas yang dapat merusak jaringan penis, karena itu selama digerinda harus selalu

ditetesi air. Pengambilan jeratan hanya merupakan awal pengobatan strangulasi penis,

perawatan selanjutnya tergantung derajat kerusakannya. Uretrografi perlu dilakukan

bila ada kecurigaan lesi uretra. Kerusakan kulit yang luas memerlukan debridemen

dan tandur kulit.4

Parafimosis

Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus

koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada

penis dibelakang sulkus koronarius. Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal

biasanya dilakukan pada saat bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan

kateter. Jika prepusium tidak secepatnya dikembalikan ke tempat semula,

menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan aliran arteri tetap

berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri. Jika

dibiarkan bagian penis disebelah distal jeratan makin membengkak yang akhirnya

bisa mengalami nekrosis glans penis.4

Penatalaksanaan

Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik

memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-

lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak berhasil,

dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada

tempatnya. Setelah edema dan proses inflamasi menghilang, pasien dianjurkan untuk

menjalani sirkumsisi.4

2.2 KEGAWATDARURATAN UROLOGI TRAUMA

2.2.1 GINJAL

Paling sering mengalami trauma, 1% dari semua trauma. Intervensi bedah

sekitar 10% dari trauma ginjal7,9. Mekanisme trauma ( tumpul atau tajam )

penting dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan7,9. 80 – 90% akibat

trauma tumpul; yang langsung mengenai flank, jatuh, kecelakaan11. Trauma

22

Page 23: Kedaruratan URO

deselerasi sangat berbahaya, karena dapat mengakibatkan robekan tunika intima

a.renalis berakibat trombosis a.renalis11.

Ginjal dilindungi oleh : muskulus lumbalis,corpus vertebralis,kostae dan

organ viscera dibagian anterior. Fraktur kostae dan prosesus transverslis vertebra

dapat menusuk parenkhim ginjal atau sistem vaskuler. Ginjal lebih sering

mengalami trauma pada kecelakaan kendaraan bermotor,atau pada olah raga.

Ginjal yang sudah sakit spt hidronefrosis atau tumor ganas, lebih mudah ruptur

akibat trauma ringan12.

Etiologi

Trauma tumpul ( 80-85% ),langsung ke abdomen,flank atau punggung.

Kecelakaan kendaraan bermotor,penerbangan,jatuh,dan contact-sports.

Kecelakaan kendaraan dengan kecepatan tinggi trauma deselerasi dan

trauma pada vasculer besar.

Luka tembak dan tusukan benda tajam trauma penetran pada ginjal.

Sehingga setiap trauma tajam didaerah tersebut, dicurigai adanya trauma

ginjal,sampai terbukti tidak. Pada luka tusuk ginjal, juga terjadi trauma pada

organ visceral abdomen sekitar 80%11.

Diagnosa

Anamnesa yang cermat.

Besarnya senjata,kaliber peluru,lokasi trauma (dada,flank,abdomen), penting

untuk menetukan beratnya trauma7, 11.

Pemeriksaan fisik:

Inspeksi abdomen,thorak,dan flank untuk tanda-tanda luar dari trauma ;

excoriasi,jalan masuk dan keluar peluru,fr.kosta,distensi abd7, 11.

Urinalisis :

Pemasangan kateter segera dilakukan setelah sampai di IRD,periksa

urin.Kecuali pasien dicurigai trauma urethra. Hematuria Pada 95% pasien dgn

trauma ginjal; dan merupakan indikasi adanya trauma pd ginjal. Tingkat

23

Page 24: Kedaruratan URO

hematuria,tidak berhubungan langsung dengan beratnya trauma. Hematuria

bisa tidak ada pada trauma ginjal dengan %-kecil. Trauma pada renovascular

tidak ada hematuria pada 24-60% kasus7,11,13.

Pemeriksaan radiologis.

BNO / Plain Foto :

Hilangnya bayangan m.psoas

Fraktur kosta / prosesus transv. CV11,14

USG

IVP :

Ginjal bisa N – bila kontusi ringan

Ekstravasasi kontras bila ada laserasi ginjal.

Nonfungsi ginjal – trauma vasa pedikel13.

CT-Scan11

Renal Angiography : Bila dicurigai trauma vasculer, dan penderita stabil14

Mekanisme Trauma :

Klasifikasi :

a. Trauma ginjal minor (85% kasus)

grade I & II

b. Trauma ginjal mayor (15% kasus)

grade III, IV, & V

c. Trauma vaskular13

24

Page 25: Kedaruratan URO

GRADE 1

Contusion Hematuria Urologic studies N

Hematoma Subcapsular Non expanding Parenchyma N

GRADE II

- Hematoma Perirenal Nonexpanding

- Laceration < 1.0 cm Renal cortex only No urinary

extravasation

GRADE III

Laceration > 1.0 cm Renal cortex only No urinary

extravasation Intact collecting system

GRADE IV

Laceration Renal cortex Renal medulla Collecting system Vascular Main renal artery/vein

injury with contained hemorrage.

GRADE V

25

Page 26: Kedaruratan URO

Completely shattered kidney. Avulsion of renal hilum (pedicule) which devascularizes kidney11,13,14.

indikasi bedah:

26

Page 27: Kedaruratan URO

perdarahan tak dapat diatasi

injury renovascular

parenkhim tidak viable

ektravasasi urin luas

pembedahan: laparotomi eksplorasi, repair, k/p nefrektomi 15

prinsip konservatif

observasi:

tanda2 vital: TD/Nadi/Suhu

masa lumbal

warna urine serial

tanda anemis / Hb serial 15

Komplikasi

A. AWAL

Perdarahan perirenal yang berlanjut berakibat fatal.

Infeksi pada hematoma perirenal.

B. LAMBAT

Hydronephrosis

Hypertensi 11,13,14

2.2.2 URETER

Etiologi

Sering ok iatrogenik :

Pada operasi endourologi trans-ureter :

27

Page 28: Kedaruratan URO

Ureteroskopi atau ureterorenoskopi

Ekstraksi batu dengan Dormia

Litotripsi batu ureter.

Operasi di daerah pelvis :

Operasi ginekologis

Bedah digestive

Bedah vasculer

Cedera akibat rudapaksa / trauma dari luar jarang.

Sering : trauma tajam.

Cedera yang terjadi dapat berupa : Terikat , crushing ( terjepit klem ),

putus /robek, devascularisasi16,17,18,19,20,21

Diagnosis

Kecurigaan trauma ureter iatrogenik:

1. Saat operasi :

Lapangan operasi banyak cairan

Hematuria

Anuria / oliguria

2. Pasca operasi :

Demam

Ileus

Nyeri pinggang akibat obstruksi

Luka operasi selalu basah

Hematuria persisten

Hematoma / urinoma di abdomen

Fistula ureterocutaneus / ureterovagina

• Uremia (bilateral)

• Hematuria

28

Page 29: Kedaruratan URO

• IVP ekstravasasi

• Langsung waktu operasi : terlihat 16,17,18,19,20,21,22

Terapi

Anastomosis end to end ( ureteroureterostomy )

Implantasi ureter ke vesika urinaria (neoimplantasi, flap)

neoureterocystostomy

Uretero-cutaneostomi

Transureteroureterostomy

Nefrostomi – sebagai diversi

Nefrectomi16,17,18,21,22

Komplikasi

Fistula urin

Obstruksi ureter hydronefrosis

Stenosis ureter

Infeksi ginjal

Peritonitis

Uremia ( bilateral )16,19,21

29

Page 30: Kedaruratan URO

2.2.3 TRAUMA BULI-BULI

Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen.

Namun semakin bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam

kavum pelvis; sehingga kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang

terjadi12.

Etiologi

Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis.

Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis

sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak

pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek buli-buli.

Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang

pelvis merobek dindingnya26.

Dalam keadaan penuh terisi urin, buli-buli mudah sekali robek jiak

mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-

buli akan robek pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi uri ke rongga

intraperitoneum23,24,25,26.

Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara

lain pada reseksi buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi.

Demikian pula partus kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat

menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-buli23,24,25.

Klasifikasi

Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi:

kontusio buli-buli

cedera buli-buli ekstraperitoneal 45-60%

cedera intraperitoneal 25-45%

30

Page 31: Kedaruratan URO

2-12% cederanya cedera buli-buli ekstraperitoneal+cedera intraperitoneal.

Jikat tidak mendapatkan perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli

akan berakibat kematian karena peritonitis atau sepsis27,28.

Diagnosis

Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh

nyeri didaerah suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin pasien tidak

dapat miksi. Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian

buli-buli yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain

yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini

mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika, atau tanpa

tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika7,21.

Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras

kedalam buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui

kateter per-uretram. Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu (1) foto pada saat buli-

buli terisi kontras dalam posisi anterior-posterior (AP), (2) pada posisi oblik, dan

(3) wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli7,21.

Terapi

31

Page 32: Kedaruratan URO

Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan

untuk memberikan instirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli

sembuh setelah 7-10 hari.

Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi untuk

mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak

dioperasi ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis.

Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian

dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi7,21,28,29.

Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)

dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain

menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli denagn pemasangan kateter

sistostomi. Namun tanpa tindakan pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan

luka ± 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga perivesika

sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan rupture buli-buli terdapat cedera

organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan

pemasangan kateter sistostomi7,21,28,29.

Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter

uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna

melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke

10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan

sampai 3 minggu7,21,28,29.

Penyulit

Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urin ke rongga pelvis yang

dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih

berat lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan

operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urin pada rongga

32

Page 33: Kedaruratan URO

intraperitoneum. Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang dapat

mengancam jiwa7,21,28.

2.2.4 TRAUMA URETRA

Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma

uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal

etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan, serta prognosisnya7,17,18,23,24,26,29.

Etiologi

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan

cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul tang

menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan rupture uretra pars

membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury

dapat menyebabkan rupture uretra pars bulbosa7,17,18,23,24.

Gambaran klinis

Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan per-

uretram yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah

mengalami trauma. Pada trauma uretra yang berat, seringkali pasien mengalami

retensi urin. Pada keadaan ini tidak diperbolehkan melakukan pemasangan

kateter, karena dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah7,17,18,23,24.

Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras

melalui uretra, guna mengetahui adanya rupture uretra7,23,24.

33

Page 34: Kedaruratan URO

Ruptura Uretra Posterior

Rupture uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.

Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada

cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranasea7,17,18,23,24.

Klasifikasi

Colapinto dan McCollum (1976) membagi derjat cedera uretra dalam 3 jenis :

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan).

2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, selanjutnya

diafragma urogenitalia masih utuh.

3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah

proksimal ikut rusak7,17,18,23,24.

34

Page 35: Kedaruratan URO

Diagnosis

Rupture uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa:

(1) perdarahan per-uretram, (2) retensi urin, dan (3) pada pemeriksaan colok dubur

didapatkan adanya floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu hematom.

Pada pemeriksaan uretrografi retrigrad mungkin terdapat elongasi uretra atau

ekstravasasi kontra pada pars prostate-membranasea7,17,18,23,24.

Tindakan

Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain

(abdomen dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh

karena itu sebaiknya di bidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif

pada uretra. Tindakan yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya perdarahan

yang lebih banyak pada kavum pelvis dan prostat serta menambah kerusakan pada

uretra dan struktur neovaskuler di sekitarnya. Kerusakan neurovaskuler menambah

kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan inkontinensia7,17,18,23,24,26,29.

Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi

untuk diversi urin. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary

endoscopic realignment yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint

melalui tuntunan uretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang

terpisah dapat saling didekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca

rupture dan kateter uretra dipertahankan selama 14 hari7,17,18,23,24,26,29.

Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretoplasti) setelah 3 bulan

pasca trauma dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan matang

sehingga tindakan rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik7,17,18,23,24,26,29.

Penyulit

Penyulit yang terjadi pada rupture uretra adalah striktura uretra yang

seringkali kambuh, disfungsi ereksi, dan inkontinensia urin. Disfungsi ereksi terjadi

35

Page 36: Kedaruratan URO

pada 13-30% kasus disebabkan karena kerusakan saraf parasimpatik atau terjadinya

insufisiensi arteria. Inkontinensia urine lebih jarang terjadi, yaitu 2-4% yang

disebabkan karena kerusakan sfingter uretra eksterna7,29.

Setelah rekonstruksi uretra seringkali masih timbul striktura (12-15%) yang

dapat diatasi dengan uretrotomia interna (sachse). Meskipun masih bisa kambuh

kembali, striktura ini biasanya tidak memerlukan tindakan uretoplasti ulangan7,29.

Rupture Uretra Anterior

Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah

straddle injury (cedera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan

benda tumpul. Jenis kerusakan urerta yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra,

rupture parsial, atau rupture total dinding uretra7,17,18.

Patologi

Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar

dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma

yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan

darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum

atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti

kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu7.

Diagnosis

Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau

hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom

pada penis atau hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat

miksi7,17,18,23,24.

Pemeriksaan uretrogafi retrograd pada kontusio uretra tidak menunjukkan

adanya ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur uretra menunjukkan adanya

36

Page 37: Kedaruratan URO

ekstravasasi kontras di pars bulbosa7,17,18.

Tindakan

Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini

dapat menimbulkan penyulit striktura uretra dikemudian hari, maka setelah 4 – 6

bulan perlu dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada rupture uretra parsial

dengan ekstravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran

urin. Kateter sistostomi dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah

diyakinkan melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi

kontras atau tidak timbul striktura uretra. Namun jika timbul striktura uretra,

dilakukan reparasi uretra atau sachse26,29.

Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan

hematom yang luas sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk

mencegah infeksi. Reparasi uretra dilakukan setelah luka menjadi lebih baik26,29.

2.2.5 TRAUMA PENIS

Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, truma tajam,

terkena mesin pabrik, rupture tunika albuginea, atau strangulasi penis. Pada

trauma tumpul atau terkena mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis cukup

dibersihkan dan dilakukan penjahitan primer. Jika terjadi amputasi penis total

dan bagian distal dapat diidentifikasi, dianjurkan dicuci dengan larutan faram

fisiologis kemudian disimpan didalam kantung es, dan dikirim ke pusat rujukan.

Jika masih mungkin dilakukan replantasi (penyambungan) secara

mikroskopik7,17,23.

37

Page 38: Kedaruratan URO

Fraktur Penis

Fraktur penis adalah rupture tunika albuenia korpus kavernosum penis yang

terjadi pada saat penis dalam keadan ereksi. Rupture ini dapat disebabkan karena

dibengkokkan sendiri oleh pasien pada saat masturbasi, dibengkokkan oleh

pasangannya, atau tertekuk secara tidak sengaja pada saat hubungan seksual.

Akibat tertekuk ini, penis menjadi bengkok (angulasi) dan timbul hematoma pada

penis dengan disertai nyeri7.

Untuk mengetahui letak rupture, pasien perlu menjalani pemeriksaan foto

kavernosografi yaitu memasukkan kontras kedalam korpus kavernosum dan

kemudian diperhatikan adanya ekstravasasi kontras keluar dari tunika albugenia7.

38

Page 39: Kedaruratan URO

Tindakan

Eksplorasi rupture dengan sayatan sirkuminisi, kemudian dilakukan evakuasi

hematoma. Selanjutnya dilakukan penjahitan pada robekan tunika albugenia7,26,29.

2.2.6 STRIKTUR URETRA

Penyakit striktur uretra telah ditemukan sejak dahulu, sejak Yunani

Kuno menulis tentang pembuatan drainase vesica urinaria dengan berbagai

kateter. Striktur uretra adalah penyempitan uretra karena berkurangnya

diameter dan atau elastisitas uretra akibat digantinya jaringan uretra dengan

jaringan ikat yang kemudian mengerut. Striktura uretra sering terjadi di pars

bulbaris karena sebagian besar striktur uretra terjadi karena trauma di daerah

perineal, yang disebut straddle injury. Striktur uretra dapat berasal dari

berbagai sebab, dan dapat tanpa gejala atau muncul dengan ketidaknyamanan

yang berat sebagai efek sekunder dari retensi urin7,17,23,29.

Anatomi

Traktus urinarius terdiri atas kaliks mayor dan minor, pelvis renalis,

ureter, vesica urinaria dan uretra. Uretra merupakan suatu saluran

fibromuscular yang dilalui oleh urin yang mengalir keluar dari vesica

urinaria. Saluran ini menutup apabila kosong7,12.

Uretra pada wanita adalah suatu saluran yang pendek dari vesica

urinaria ke ostium uretra eksternum. Panjang 4 cm, terletak di bagian

anterior vagina. Muaranya disebut ostium uretra eksternum, berada dalam

vestibulum vagina, di ventralis dari ostium vagina, di antara kedua ujung

anterior labia minora. Berjalan melalui diafragma pelvis dan diafragma

urogenital7,12.

39

Page 40: Kedaruratan URO

Uretra pada pria termasuk kelenjar prostat, diafragma urogenital,

korpus kavernosum uretra sampai bagian akhir glans penis. Mempunyai

ukuran sepanjang 20 cm, terbagi atas uretra anterior dan uretra posterior.

Uretra anterior merupakan bagian uretra pria yang memanjang dari bulbus

ke meatus di puncak glans penis, menembus korpus kavernosum7,12. Bagian

ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian bulbus, pendulous, dan paling distal,

bagian glandular.

1. Pars bulbaris: terletak di proksimal, bagian uretra yang melewati bulbus

penis.

2. Pars pendulan/cavernosa/spongiosa: uretra yang melewati corpus

spongiosum penis.

3. Pars glandis: bagian uretra di glans penis. Uretra ini sangat pendek dan

epitelnya sudah berupa epitel squamosa (squamous compleks

noncornificatum). Kalau bagian uretra yang lain dilapisi oleh epitel

kolumner berlapis7,12.

Uretra posterior merupakan bagian uretra yang berjalan dari vesica urinaria

ke bulbus, dan terdiri dari:

1. Pars prostatika berjalan menembusi prostat, mulai dari basis prostat

sampai apeks prostat dengan panjang kira-kira 3 cm. Bagian distal dari

uretra pars prostatika sedikit lebih lebar daripada proksimal.

2. Pars membranous berada di antara lapisan diafragma urogenital.

Merupakan bagian yang terpendek dan tersempit, serta kurang mampu

berdilatasi. Memiliki panjang kira-kira 1-2 cm.

3. Pars kavernous berada di dalam korpus kavernosum penis, berjalan di

dalam bulbus penis, korpus penis sampai ke glans penis panjang kira-

kira 15 cm7,12.

Etiologi

Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan striktur uretra :

40

Page 41: Kedaruratan URO

1. Kongenital

Hal ini jarang terjadi. Misalnya:

a. Meatus kecil pada meatus ektopik pada pasien hipospodia.

b. Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra7,17.

2. Trauma

Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma uretra

anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi, katerisasi).

a. Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada

straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya sadle

sepeda, sehingga menimbulkan trauma uretra pars bulbaris.

b. Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada uretra

posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os pubis

dihubungkan oleh lig. puboprostaticum. Sehingga kalau ada

trauma disini, ligamentum tertarik, uretra posterior bisa sobek.

Jadi memang sebagian besar striktura uretra terjadi dibagian-

bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. Di pars pendulan

jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile. Trauma

merupakan penyebab tersering striktur uretra7,26,29.

3. Infeksi

Seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO, TBC).

Infeksi gonorrhea pada uretra biasa menjadi penyebab utama

striktur uretra. Namun kini perkembangan antibiotik telah

menyebabkan penurunan komplikasi infeksi gonorrhea7,17.

Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien

harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Kalau

pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa menjadi kronik. Pada

uretritis akut, setelah sembuh jaringan penggantinya sama dengan

iarinqan asal. Jadi kalau asalnya epitel squamous, jaringan

41

Page 42: Kedaruratan URO

penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik,

setelah penyembuhan, jaringan penggantinya adalah jarinqan

fibrous. Akibatnya lumen uretra menjadi sempit, dan

elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus benar-

benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatan. Di dalam bedah

urologi dikatakan bahwa sekali striktur maka selamanya striktur7.

4. Tumor

Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses

penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun

tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan uretra7,17,23

5. Pembedahan terbuka atau endoskopik

Prosedur bedah yang melibatkan uretra dapat menghasilkan

striktur. Walaupun jarang, pemasangan kateter juga dapat

menyebabkan striktur26,29.

Patofisiologi

Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan

menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatrik

pada lumen menimbulkan hambatan aliran urine sehingga terjadi retensi urine.

Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (proksimal

dari striktur) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi

dapat terjadi abses periuretra, yang akan pecah membentuk fistula

uretrokutan. Bila terjadi abses multiple atau berulang sehingga terbentuk

beberapa fistel yang disebut fistel seruling. Striktur uretra terjadi setelah

perlukaan pada urotelium atau korpus spongiosum yang menyebabkan

pembentukan jaringan parut7,17.

Fase dekompensasi yang timbul pada saat vesica urinaria berkontraksi

menimbulkan residu urin yang memudahkan terjadinya infeksi.

42

Page 43: Kedaruratan URO

Derajat Penyempitan Uretra

1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.

2. Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai ½ diameter lumen uretra.

3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di

korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis7,23,24.

Gejala Klinis

Gejala striktur uretra meliputi :

1. Pancaran air kencing lemah, yang merupakan keluhan paling sering7,29.

2. Pancaran air kencing bercabang

Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana

pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya

besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka

pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran di

westafel kalau ditutup sebagian7,29.

3. Frekuensi

Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal,

yaitu lebih dari tuiuh kali. Apabila sering kencing di malam hari

disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari, kencing

lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu sampai

membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya7,29.

4. Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal)

Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat

penumpukan urin yang terus menerus. Tekanan di vesica menjadi

lebih tinggi daripada tekanan di uretra. Akibatnya urin dapat keluar

sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan antara

overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow

incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis

43

Page 44: Kedaruratan URO

musculus sphincter uretra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk

kencing. Kalau pada overflow incontinence, pasien merasa ingin

kencing (karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa

dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal7,29.

5. Dysuria dan hematuria7

6. Keadaan umum pasien baik7

7. Keadaan umum pasien jelek bila telah lama akibat adanya perubahan

pada faal ginjal (infeksi -> striktur -> refluks -> hidroureter ->

hidronefrosis -> faal ginjal turun)7,29.

Pemeriksaan

1. Fisik :

a. Tidak jelas, karena memang letaknya di uretra, kecuali bila ada

fistula uretrocutaneus.

b. Meatus kecil

c. Vesika urinaria dapat teraba karena ada retensio urine. Vesika

terlihat menonjol di atas simfisis pubis7,23.

2. Radiologi

a. Uretrosistografi

Pemeriksaan urethrocystography ini diindikasikan setelah

terjadi trauma, bila terdapat darah dalam urin serta dicurigai terjadi

fraktur pelvis. Pemeriksaan tidak dilakukan bila terdapat infeksi uretra

yang akut. Pada urethrocystography bahan kontras dimasukkan dengan

semprit yang ujungnya sesuai dengan meatus uretra eksterna, diisi

sampai kontras masuk ke vesica urinaria7,24.

Selain itu, pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan cara

menggunakan klem atau dengan cara memasukkan kateter kecil ke

distal penis. Pemeriksaan dengan cara memasukkan kateter,

sebelumnya harus memasukkan anestetik lokal ke dalam uretra, dan

44

Page 45: Kedaruratan URO

setelah beberapa menit kateter Foley dimasukkan sampai balonnya

terletak lebih kurang 1 cm dari lubang uretra. Kontras dimasukkan

setelah balon dikembangkan. Foto diambil pada waktu pengisian

kontras dengan posisi antero-posterior, oblik kanan dan kiri. Oleh

karena itu, si pemeriksa harus memakai apron dan sarung tangan Pb7,17.

Pada gambaran urethrocystography, striktur uretra

menyebabkan dilatasi uretra bagian distal dari obstruksi. Biasanya

juga terlihat ekstravasasi kontras7,17,23.

b. Uretrosistografi bipolar (mengetahui panjang, serta total tidaknya

striktur).

Kontras bisa di atas (pool atas lewat vesika urinaria) ataupun di

bawah (pool bawah lewat uretra), sehingga panjang dan juga ketebalan

striktur dapat diketahui. Dikatakan striktur total bila sampai tidak ada

kontras yang tersisa pada striktur7.

Keuntungan Uretrosistografi bipolar :

- Mengetahui persis panjang striktur

- Mengetahui total penyempitan

- Mengetahui persis lokasinya

c. Micturating Cystourethrography

Pemeriksaan radiografi vesica urinaria dan uretra setelah

pengisian medium kontras dan selama miksi. Vesica urinaria diisi

melalui kateter (alternatif lain melalui pungsi vesica suprapubik)

dengan medium kontras yang dapat larut dalam air dan telah

dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh sebanyak 200 ml. Vesica

urinaria perlu diperiksa dari posisi anterior, lateral dan oblik untuk

menemukan adanya fistula, divertikel atau ruptur7.

45

Page 46: Kedaruratan URO

Pemasukan medium kontras diatur dengan fluoroskopi

intermitten. Pada orang dewasa, vesica urinaria diisi dari botol yang

diangkat setinggi 1 m di atas meja pemeriksaan dan pengisian

dilanjutkan sampai penderita merasakan keinginan kuat untuk miksi.

Jika mungkin, posisi miksi pada pasien pria yang paling mudah adalah

posisi berdiri. Pasien wanita dapat duduk. Pengambilan foto radiografi

selama miksi termasuk posisi oblik ureter distal, vesica urinaria dan

uretra7.

Selama micturating cystourethrography, uretra posterior

terlihat dilatasi. Kadang tidak terlihat, tetapi karakteristik uretra

posterior adalah gambaran suatu balon7.

d. IVP

IVP dilakukan untuk:

a. Melihat anatomi saluran kencing bagian atas .

b. Melihat sisa urin (Post Voiding/ PV) pada striktur parsial

yang biasanya disertai BPH (Benign Prostate Hyperplasy).

c. Melihat tulang pelvis (post trauma), dengan melihat ada

tidaknya tulang pelvis yang retak7,17.

3. Laboratorium

Pemeriksaan darah menilai faal ginjal, dimana kadar

ureum/kreatinin naik menunjukkan adanya kerusakan fungsi ginjal.

Selain itu juga dilakukan pemeriksaan darah rutin, Hb7,23,24.

Diagnosis

Diagnosis pertama kali ditegakkan ketika pemasangan kateter melalui

uretra tidak dapat dilakukan. Striktur dapat juga dicurigai berdasarkan gejala

dan riwayat medik seseorang. Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan

46

Page 47: Kedaruratan URO

yang dikenal dengan uretrografi retrograde atau urethrocystography.

Diagnosis pasti pada wanita adalah dengan bougie a boule, dengan tanda khas

berupa hambatan pada waktu lepas7,23.

Terapi

1. Konservatif: bouginasi (logam, plastik)

Yaitu dengan memasukkan bahan dari logam atau plastik untuk

memperlebar saluran yang mengalami penyempitan tadi. Hal ini harus

dilakukan dengan hati-hati, karena yang melakukan harus tahu betul

bentuk uretra. Bentuk uretra seperti huruf S. Dapat terjadi cedera di

bagian belokan. Terutama sekali di daerah pars bulbaris, sehingga

bahan tadi bisa tembus ke rektum. Oleh karena itulah sewaktu

dilakukan tindakan, bentuk uretra diubah dulu menjadi bentuk huruf L

atau U. Itulah sebabnya pada pemasangan kateter, fiksasi dilakukan di

bagian depan paha atau di abdomen bagian bawah. Maksudnya untuk

membuat uretra menjadi berbentuk L atau U itu tadi. Tindakan ini

dapat dilakukan untuk pasien pasca prostatektomi dan striktura yang

parsial7,26,29.

2. Operatif

a. Tertutup (uretrotomi interna), dapat berupa otis (tanpa lensa) dan

dengan sache (dengan lensa). Prosedur sache ini yang paling sering

digunakan.

Indikasi Sache adalah:

- Struktur lumen masih berlubang (incomplete)

- Striktur pendek. Panjangnya < 0,5 cm. tapi di Indonesia teknik

ini dilakukan juga pada striktura yang panjangnya 1-2 cm (asal

partial), akibat tingkat residifnya tinggi7,29.

b. Terbuka, ada 2 cara, yaitu:

- Jika pendek (0,5-1 cm) -> reseksi anastomose end to end.

47

Page 48: Kedaruratan URO

- Jika panjang, maka tidak dianastomose lagi karena bentuknya

bisa seperti belut ketika ereksi. Untuk striktur yang panjang ini

operasi dilakukan dalam dua tahap menurut Johansen, yaitu:

- Tahap I, yaitu hipospodia artifisial, dibuat hipospodia (muara

uretra terletak di ventral proksimal dari penis)

- Tahap II, yaitu uretroplasti berupa menutup uretra yang

terbuka dengan mengambil dari preputium, mukosa buccal,

atau dari belakang daun telinga7,29.

Komplikasi

1. Infeksi traktus urinarius

2. Fistula uretrokutan

3. Striktur uretra rekuren

4. Terbentuknya divertikel uretra/ buli-buli

5. Abses periuretra

6. Batu uretra

7. Karsinoma uretra7

Pencegahan

Tindakan pencegahan yang paling penting adalah berhati-hati terutama dalam

pemasangan kateter7.

48