Top Banner
Acara III KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Yonathalia Putri Arumi NIM: 13.70.0008 Kelompok: D2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
24

KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Jan 04, 2016

Download

Documents

Praktikumini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan kecap ikan dengan cara enzimatis. Enzim proteolitik berupa papain dalam berbagai konsentrasi digunakan dalam praktikum ini untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik kecap ikan yang dihasilkan ditinjau dari segi rasa, aroma dan warna.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara III

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama: Yonathalia Putri Arumi

NIM: 13.70.0008

Kelompok: D2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Dalam pelaksanaan praktikum ini digunakan peralatan antara lain blender, pisau, botol,

toples, panci, kain saring, pengaduk kayu, dan lakban bening.

1.1.2. Bahan

Dalam pelaksanaan praktikum ini digunakan bahan-bahan antara lain tulang dan kepala

ikan, enzim papain komersial, garam, gula kelapa dan bawang putih.

1.2. Metode

1

Tulang dan kepala ikan dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples

sebanyak 50 gram

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok

D1), konsentrasi 0,4% (kelompok D2), konsentrasi 0,6% (kelompok D3),

konsentrasi 0,8% (kelompok D4); konsentrasi 1% (kelompok D5)

Page 3: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml

Hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring

Page 4: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Filtrat ditambahkan dengan 50 gram bawang putih, 50 gram garam,

dan 50 gram gula kelapa.

Filtrat direbus sampai mendidih sambil diaduk selama 30 menit

Setelah dingin hasil perebusan disaring

Page 5: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Salinitas kecap ikan dihitung dengan menggunakan rumus:

Salinitas=hasil refraksi1000

x 100 %

Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap

Kecap diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades sebanyak 9 ml

(pengenceran 10-1)

Dilakukan uji salinitas kecap dengan menggunakan hand refractometer

Page 6: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan pengaruh penambahan enzim papain pada berbagai konsentrasi dalam

kecap ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain

Kel Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)

D1 Enzim papain 0,2% ++++ +++++ ++ +++++ 4,00

D2 Enzim papain 0,4% +++++ ++++ ++ ++++ 3,00

D3 Enzim papain 0,6% +++ ++++ ++ +++ 3,00

D4 Enzim papain 0,8% +++ ++ ++++ + 2,50

D5 Enzim papain 1% +++ +++++ +++ + 3,50

Keterangan:Warna Aroma + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam +++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam ++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa Penampakan + : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental

Dari Tabel 1, didapatkan hasil intensitas warna coklat gelap yang cenderung menurun

seiring dengan bertambahnya konsentrasi enzim papain, yakni berkisar sangat coklat tua

hingga agak coklat tua. Intensitas rasa asin dan % salinitas yang dihasilkan juga

cenderung menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi enzim papain, yakni

berkisar sangat asin hingga kurang asin dengan salinitas 4,00-2,50%. Penampakan

kecap ikan yang ditinjau dari tingkat kekentalan juga cenderung menurun seiring

dengan bertambahnya konsentrasi enzim papain, yakni berkisar sangat kental hingga

sangat cair. Sedangkan ketajaman aroma yang diperoleh cenderung meningkat seiring

dengan bertambahnya konsentrasi enzim papain, yakni berkisar kurang tajam hingga

tajam. Akan tetapi, terdapat beberapa penyimpangan hasil yakni hasil warna pada

perlakuan konsentrasi enzim papain 0,4% serta hasil rasa, aroma, dan % salinitas pada

perlakuan konsentrasi enzim papain 1%.

5

Page 7: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Kecap ikan merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan yang biasa digunakan

sebagai bumbu dalam masakan Asia. Kecap ikan dikonsumsi oleh lebih dari 80-90%

orang di Asia Tenggara dan produksi tahunan kecap ikan pada tahun 2000 diperkirakan

sekitar 40.576 ton (Akolkar et al., 2009). Kecap ikan dikenal dalam berbagai nama di

negara-negara Asia, seperti yu lu di China, nam-pla di Thailand, patis di Filipina,

shottsuru di Jepang, dan noucnam di Vietnam (Jiang et al., 2008). Kecap ikan dinilai

sebagai salah satu sumber protein dan asam amino yang penting. Dalam kecap ikan

terkandung sekitar 20 g/l nitrogen, dimana sekitar 80% berupa asam amino (Zaman, et

al., 2010).

Prinsip pembuatan kecap ikan adalah dengan menambahkan konsentrasi garam yang

tinggi yakni sekitar 20-30% pada ikan yang telah dilumatkan dan menyimpannya dalam

wadah yang tertutup pada suhu ruang (Akolkar et al., 2009). Proses produksi kecap ikan

secara tradisional membutuhkan waktu sekitar 1 hingga 1,5 tahun untuk menyelesaikan

proses fermentasi secara sempurna (Hezayen, et al., 2010). Selama proses fermentasi,

protein dalam ikan akan terhidrolisis secara bertahap oleh enzim proteinase yang berasal

dari bakteri maupun yang terdapat di dalam ikan (Udomsil, et al., 2010).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk membuat proses fermentasi berlangsung lebih

cepat, seperti menurunkan jumlah garam yang digunakan, menurunkan pH ikan yang

berhasil mempercepat waktu fermentasi menjadi 2 bulan, dan menaikkan suhu proses

yang juga berhasil mempercepat waktu fermentasi menjadi 15 hari. Akan tetapi,

konsentrasi garam yang rendah menurunkan tingkat osmolaritas dan dapat mendukung

pertumbuhan mikroorganisme patogen, sedangkan suhu tinggi dapat mengubah sifat

enzim proteolitik yang penting dalam proses fermentasi dan juga membuat biaya

produksi menjadi relatif mahal karena tangki fermentasi harus dihangatkan dalam

jangka waktu lama (Akolkar et al., 2009).

Usaha lain yang dapat dilakukan untuk mempercepat proses fermentasi adalah

menambahkan bahan dengan mikroorganisme yang diisolasi dari produk kecap ikan.

6

Page 8: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Akan tetapi, tidak semua mikroorganisme yang diisolasi dari kecap ikan dapat hidup

dalam keadaan ekstrim selama proses pembuatan kecap ikan. Mikroorganisme yang

dapat hidup dalam kadar garam yang tinggi selama proses fermentasi kecap ikan salah

satunya adalah bakteri halotoleran. Bakteri halotoleran merupakan bakteri yang dapat

hidup dalam rentang konsentrasi garam yang luas yakni 0-32%. Terdapat 3 kategori

bakteri halotoleran berdasarkan tingkat toleransinya, yakni tidak toleran yang hanya

dapat mentoleransi konsentrasi garam sekitar 1%, agak toleran yang dapat mentoleransi

konsentrasi garam hingga 6-8%, dan sangat toleran yang dapat mentoleransi konsentrasi

garam dari 0% hingga 10% seperti Oceanobacillus aswanensis (Hezayen, et al., 2010).

Bakteri lain yang dapat hidup dalam kadar garam yang tinggi selama proses fermentasi

kecap ikan adalah bakteri halofilik. Berbeda dengan bakteri halotoleran, bakteri

halofilik merupakan bakteri hanya dapat tumbuh secara optimal dalam kadar garam

yang tinggi. Bakteri halotoleran sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yakni bakteri

halofilik yang termasuk dalam arkaebakteria dan bakteri halofilik yang termasuk dalam

eubakteria. Arkaebakteria halofilik seperti Halobacterium sp. merupakan bakteri yang

dapat tumbuh optimal pada konsentrasi garam 20-30% (Akolkar et al., 2009).

Sementara eubakteria halofilik merupakan bakteri yang tumbuh optimal pada

konsentrasi garam yang lebih rendah dari arkaebakteria halofilik, yakni pada

konsentrasi 10-15%, misalnya Tetragenococcus (Udomsil, et al., 2010).

Akan tetapi, penambahan mikroorganisme dalam proses fermentasi memiliki kelemahan

yakni masih dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi dalam lingkungan

yang baru. Penambahan enzim proteolitik yang berasal dari tanaman dapat dilakukan

sebagai alternatif lain untuk mempercepat waktu fermentasi menjadi 18-21 hari. Enzim

proteolitik yang biasa digunakan adalah enzim bromelin yang berasal dari buah nanas

muda dan enzim papain yang berasal dari buah pepaya muda. Meskipun demikian,

penambahan enzim proteolitik dari tanaman juga memiliki kelemahan, yakni hilangnya

rasa dan aroma dari kecap ikan yang dihasilkan (Akolkar et al., 2009).

Dalam praktikum ini dilakukan proses pembuatan kecap ikan dengan menggunakan

metode penambahan enzim proteolitik yang berasal dari tanaman, yakni enzim papain.

Page 9: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

Pertama-tama, tulang dan kepala ikan serta bagian-bagian lain dari ikan yang tidak

dapat dikonsumsi kecuali isi perut dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples

sebanyak 50 gram. Proses penghancuran bagian ikan ini bertujuan untuk mempeluas

permukaan bahan sehingga proses pencampuran dengan bahan lain menjadi lebih

mudah dan terbentuk adonan yang homogen (Lay, 1994). Selain itu, penghancuran

bahan juga dapat meningkatkan efektivitas ekstraksi karena kerusakan sel akan

memudahkan keluarnya senyawa flavor (Saleh et al., 1996).

Kemudian enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% pada

kelompok D1, konsentrasi 0,4% pada kelompok D2, konsentrasi 0,6% pada kelompok

D3, konsentrasi 0,8% pada kelompok D4, dan konsentrasi 1% pada kelompok D5.

Selanjutnya toples dipastikan telah tertutup rapat kemudian diinkubasi pada suhu ruang

selama 4 hari. Enzim papain merupakan enzim protease sulfhidril yang termasuk

golongan endopeptidase yang memiliki mekanisme memecah protein dari dalam

(Winarno, 1995). Sebagai enzim protease, enzim papain memiliki pH optimum antara

pH 3-6 (Kasmidjo, 1990). Aktivitas enzim papain akan semakin meningkat seiring

dengan peningkatan suhu selama masih berada dalam suhu optimal enzim yakni sekitar

35°C - 40°C (Gaman & Sherrington, 1994). Selain itu, proses fermentasi kecap ikan

dilakukan dalam wadah tertutup dengan tujuan untuk menciptakan kondisi anaerob

sehingga proses fermentasi berjalan lebih cepat serta mencegah adanya kontaminasi dari

luar (Akolkar et al., 2009).

Selanjutnya, hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml kemudian

disaring menggunakan kain saring. Setelah itu, filtrat ditambahkan dengan 50 gram

bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula kelapa kemudian direbus sampai

mendidih sambil diaduk selama 30 menit. Penambahan air ditujukan untuk melarutkan

hasil fermentasi, sedangkan penyaringan bertujuan untuk memisahkan ampas bagian

ikan sehingga didapatkan hasil yang berupa cairan. Sementara perebusan dilakukan

dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tumbuh selama proses

fermentasi (Fellows, 1990).

Page 10: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

Penambahan bawang putih, garam dan gula kelapa sebagai bumbu bertujuan untuk

menambah aroma dan cita rasa produk (Fachruddin, 1997). Penambahan bumbu ini

merupakan salah satu cara untuk mengatasi hilangnya rasa dan aroma dari kecap ikan

yang dihasilkan yang merupakan kelemahan dari metode pembuatan kecap ikan dengan

penambahan enzim proteolitik dari tanaman (Akolkar et al., 2009). Bawang putih yang

ditambahkan berfungsi sebagai bahan penyedap karena kandungan minyak asitri

didalamnya sekaligus sebagai komponen antimikroba yang merupakan sifat dari

kandungan zat allicin dalam bawang putih (Santosa, 1994). Sedangkan garam yang

ditambahkan memberikan rasa asin, menguatkan rasa, serta memberikan efek

pengawetan karena dapat menurunkan Aw, menurunkan kelarutan oksigen serta

mengganggu keseimbangan ionik sel mikroorganisme (Desrosier & Desrosier, 1977).

Sementara gula kelapa yang ditambahkan menentukan flavor spesifik dari kecap ikan,

menghasilkan warna coklat karamel pada kecap, meningkatkan kekentalan kecap ikan

serta mengurangi rasa asin yang berlebihan (Kasmidjo, 1990).

Setelah dingin hasil perebusan disaring dan hasil kecap ikan dilakukan pengamatan uji

sensori berupa warna, rasa, dan aroma. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan

ampas yang berupa bawang putih sehingga didapatkan hasil kecap ikan yang murni

berupa cairan. Kecap ikan lalu diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades

sebanyak 9 ml (pengenceran 10-1). Selanjutnya dilakukan uji salinitas kecap dengan

menggunakan hand refractometer. Kemudian salinitas kecap ikan dihitung dengan

menggunakan rumus.

Dari pengamatan kecap ikan yang dilakukan, didapatkan hasil intensitas warna coklat

gelap yang cenderung menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi enzim papain,

yakni berkisar sangat coklat tua hingga agak coklat tua. Berdasarkan Akolkar et al.

(2009), selama proses fermentasi terjadi proses hidrolisis protein besar-besaran yang

menghasilkan komponen yang lebih sederhana seperti peptida dan asam amino.

Berkurangnya komponen kompleks dalam kecap ikan akan membuat jumlah cahaya

yang terabsorbsi menjadi sedikit dan menyebabkan larutan semakin jernih. Sehingga

semakin banyak enzim proteolitik yang ditambahkan, semakin banyak protein yang

terurai dan intensitas warna coklat tua yang dihasilkan kecap ikan semakin berkurang.

Page 11: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Intensitas rasa asin dan % salinitas yang dihasilkan juga cenderung menurun seiring

dengan bertambahnya konsentrasi enzim papain, yakni berkisar sangat asin hingga

kurang asin dengan salinitas 4,00-2,50%. Menurut Akolkar et al. (2009), terjadi proses

proteolisis besar-besaran selama proses fermentasi yang menghasilkan komponen yang

lebih sederhana seperti peptida dan asam amino. Garam yang ditambahkan ketika

perebusan akan lebih mudah berikatan dengan komponen sederhana dibanding dengan

komponen yang kompleks dimana ketika ion garam berikatan dengan molekul lain

dapat menyebabkan hilangnya sifat asin dari garam. Sehingga semakin banyak enzim

proteolitik yang ditambahkan, semakin banyak peptida dan asam amino yang terbentuk

dan intensitas rasa asin serta salinitas yang dihasilkan kecap ikan semakin berkurang.

Penampakan kecap ikan yang ditinjau dari tingkat kekentalan juga cenderung menurun

seiring dengan bertambahnya konsentrasi enzim papain, yakni berkisar sangat kental

hingga sangat cair. Akolkar et al. (2009) menyatakan bahwa selama proses fermentasi

terjadi proses proteolisis yang menyebabkan ikatan-ikatan yang terdapat dalam protein

menjadi berkurang sehingga kerapatan antar molekul menjadi lebih renggang yang

kemudian berdampak pada menurunnya tingkat kekentalan. Sehingga semakin banyak

enzim proteolitik yang ditambahkan, kerapatan antar molekul semakin renggang dan

kecap ikan yang dihasilkan menjadi semakin encer.

Sedangkan ketajaman aroma yang diperoleh cenderung meningkat seiring dengan

bertambahnya konsentrasi enzim papain, yakni berkisar kurang tajam hingga tajam.

Enzim proteolitik akan menguraikan protein selama proses fermentasi dan

menghasilkan komponen sederhana seperti peptida dan asam amino yang selanjutnya

digunakan sebagai prekursor dalam pembentukan aroma. Sehingga semakin banyak

enzim proteolitik yang ditambahkan, semakin banyak peptida dan asam amino yang

terbentuk dan aroma kecap ikan yang dihasilkan semakin tajam (Udomsil, et al., 2010).

Akan tetapi, terdapat beberapa penyimpangan hasil yakni hasil warna pada perlakuan

konsentrasi enzim papain 0,4% serta hasil rasa, aroma, dan % salinitas pada perlakuan

konsentrasi enzim papain 1%. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain suhu dan lama waktu perebusan serta jumlah bahan yang ditambahkan.

Page 12: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Penurunan ketajaman aroma dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu perebusan

dimana suhu yang terlalu tinggi dan perebusan yang terlalu lama dapat merusak struktur

asam amino dan aroma yang terbentuk menjadi kurang tajam (Gaman & Sherrington,

1994). Sedangkan peningkatan intensitas rasa asin dan % salinitas dapat dipengaruhi

oleh jumlah garam yang ditambahkan tidak tepat sama pada tiap kelompok. Sementara

peningkatan intensitas warna dapat disebabkan oleh jumlah gula jawa yang

ditambahkan tidak tepat sama pada tiap kelompok dimana gula pereduksi yang

terkandung dalam gula jawa dapat bereaksi dengan asam amino yang terbentuk selama

proses fermentasi dan terjadi reaksi Maillard yang memberikan warna coklat tua pada

kecap ikan (Lees & Jackson, 1973).

Page 13: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Kecap ikan merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan yang biasa

digunakan sebagai bumbu dalam masakan Asia.

Prinsip pembuatan kecap ikan adalah menambahkan garam konsentrasi tinggi pada

ikan yang dilumatkan dan disimpan dalam wadah tertutup pada suhu ruang.

Penambahan enzim proteolitik yang berasal dari tanaman dapat mempercepat

waktu fermentasi, tetapi menyebabkan hilangnya rasa dan aroma kecap ikan.

Proses penghancuran bagian ikan bertujuan untuk mempeluas permukaan bahan

dan meningkatkan efektivitas ekstraksi.

Enzim papain merupakan enzim protease sulfhidril yang termasuk golongan

endopeptidase yang memiliki pH optimum 3-6 dan suhu optimal 35°C - 40°C.

Proses fermentasi kecap ikan dilakukan dalam wadah tertutup dengan tujuan untuk

mempercepat proses fermentasi serta mencegah masuknya kontaminan.

Penambahan air ditujukan untuk melarutkan hasil fermentasi.

Penyaringan bertujuan untuk memisahkan ampas bagian ikan.

Perebusan dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme yang

tumbuh selama proses fermentasi.

Penambahan bumbu merupakan salah satu cara untuk mengatasi hilangnya rasa dan

aroma dari kecap ikan yang dihasilkan.

Semakin banyak enzim proteolitik yang ditambahkan, intensitas warna coklat tua,

intensitas rasa asin, salinitas, dan tingkat kekentalan yang dihasilkan kecap ikan

semakin berkurang, sementara aroma kecap ikan yang dihasilkan semakin tajam

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain suhu dan lama waktu perebusan serta

jumlah bahan yang ditambahkan.

Semarang, 29 Oktober 2015 Asisten Dosen

- Michelle Darmawan

Nama : Yonathalia Putri Arumi NIM : 13.70.0008

12

Page 14: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Akolkar, A.V., D. Durai & A.J. Desa. (2009). Halobacterium sp. SP1(1) as a starter culture for accelerating fish sauce fermentation. Journal of Applied Microbiology 109:44-53. Desrosier, N. W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.Fellows, P. (1990). Food Processing Technology: Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.Gaman, P. M & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.Hezayen, F. F., M. A. M. Younis, N. S. A. Hagaggi, & M. S. A. Shabeb. (2010). Oceanobacillus aswanensis Strain FS10 sp. nov., an Extremely Halotolerant Bacterium Isolated from Salted Fish Sauce in Aswan City, Egypt. Global Journal of Molecular Science 5 (1):01-06. Jiang, J. J., Q. X. Zeng, & Z. W. Zhu. (2008). Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu Lu). Food Bioprocess Technol. Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.Santosa, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.Udomsil, N., S. Rodtong, S. Tanasupawat, & J. Yongsawatdigul. (2010). Proteinase-producing halophilic lactic acid bacteria isolated from fish sauce fermentation and their ability to produce volatile compounds. International Journal of Food Microbiology 141: 186–194. Winarno, F.G. (1995). Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta. Zaman, M. Z., F. A. Bakar, J. Selamat & J. Bakar. Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 28, No. 5: 440–449.

13

Page 15: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Salinitas (% )=hasil pengukuran1000

x 100 %

Kelompok D1

Hasil pengukuran = 40

Salinitas (% )= 401000

x100 %=4 %

Gram Papain :

0,2 %= 0,2100

x50=0,1 gram

Kelompok D2

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (% )= 301000

x100 %=3 %

Gram Papain :

0,4 %= 0,4100

x50=0,2 gram

Kelompok D3

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (% )= 301000

x100 %=3 %

Gram Papain :

0,6 %= 0,6100

x 50=0,3 gram

Kelompok D4

Hasil pengukuran =25

Salinitas (% )= 251000

x100 %=2,5 %

14

Page 16: KECAP IKAN_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Gram Papain :

0,8 %= 0,8100

x 50=0,4 gram

Kelompok D5

Hasil pengukuran = 35

Salinitas (% )= 351000

x100 %=3,5 %

Gram Papain :

1 %= 1100

x50=0,5 gram

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal