Top Banner

of 13

kebijakan impor beras

Jul 18, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    1/13

    RATIONAL CHOICE KEBIJAKAN IMPOR BERASINDONESIA DALAM KERANGKA KERJASAMA WTOPADA TAHUN 1995 - 2000

    Rahmah Danlah'"Ahstrak: Kondisi perekonomian terutama sektor beras Indonesia makin terpuruk se-jak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO tanggal1 Januari 1995. Hal ini me-nyebabkan semakin meningkatnya impor; terutama sejak krisis ekonomi yang terjadidi Indonesia. Harga barang impor yang terlalu rendah telah berimbas ke pasar dalamnegeri sehingga harga pertanian terutama beras berdampak buruk sekali. Implikasidari berbagai kebijakan WTO malah semakin membuat harga barang nasional sema-kin 'terpuruk' bahkan menimbulkan spill over yang tinggi yang sebelumnya 'kurang'mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia sendiri. Penulisan ini ingin melihatMengapa Indonesia mengambil kebijakan impor beras pada tahun 1995 - 2000?Tulisan ini dimaksudkn melihat perkembangan pembangunan kebijakan pertanianIndonesia dalam kerangka kerjasama WTO dan alasan-alasan yang melatar belakangiIndonesia dalam melakukan kebijakan terse but, walaupun banyaknya masalah yangmuncul ketika mengambil kebijakan tersebu, sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-bijakan liberalisme pertanian di Indonesia harus mendapat revisi secara menyeluruhterutama kebijakan tersebut haruslah menguntungkan petani nasional.

    Rahmah Daniah adalah Staf Pengajar Program Studi Hubungan Internasional, FISIPOL. UNMUL.

    PENDAHULUAN

    Latar BelakangPada masa pemerintahan Orde

    Baru melalui REPELITA menitikbe-ratkan pembangunan nasional yangberbasis pertanian. Secara historis, sek-tor pertanian memegang peranan yangsangat penting dalam meningkatkandevisa negara, terutama basis utamadalam lapangan pekerjaan mayoritasmasyarakat Indonesia, sektor pertanian

    ini juga sebagai pemasok utama dalampenyediaan pangan terhadap masyara-kat Indonesia. Pembangunan pertanianpada masa ini menunjukkan keberhasi-Ian yang menggembirakan, dapat dilihatdari adanya indikator keberhasilan yaituselctor pertanian tumbuh rata - rata 3,8persen pertahun, swasembada beras ber-hasil dicapai tahun 1980an dan sektor inimerupakan penyerap tenaga kerja terbe-sar yaitu 46,1 persen (sekitar 37,9 juta)dan total angkatan kerja dan penghasil

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    2/13

    Rahmah Daniah, Rational Choice Kebijakan Impor Beras Indonesia dalam ...

    devisa sekitar 26,0 persen dari komcdi-tas ekspor non migas (Faisal Kasryno,1997).

    Sejalan dengan keberhasilantahapan pembangunan terjadi peruba-han pada tahapan berikutnya, adanyatransformasi struktural perekonomiannasional yang mengalarni perubahanseperti : a. peran relatif sektor pertaniandan sumbangannya pada PDB (ProdukDomestik Bruto) dan penyerapan tena-ga kerja semakin menurun, b. pangsaekspor bahan setengah jadi dan jadi se-makin besar, c. keterkaitan antar berba-gai sektor ekonomi semakin tinggi, d.daerah perdesaan semakin terbuka, baikberupa hubungan antar desa serta antardesa dan kota maupun berupa arus infor-masi sehingga pola pikir petani semakinkritis dan rasional, dan e. terjadinya pe-rubahan pola berusaha tani dan orientasipeningkatan produksi semata-mata keorientasi pemanfaatan sumberdaya yangoptimal dalam rangka meraih nilai tam-bah hasil produksi pertanian yang lebihbesar (Faisal Kasryno, 1997).

    Hasilnya terjadinya perombakandari basis agraris menuju industri dalampembangunan sektor pangan. Terjadinyaperalihan tersebut awalnya dikatakan se-bagai tahap pembangunan dalam men-capai keberhasilan pembangunan.

    Pembangunan dalam sektor perta-nian temyata tidak cukup menggembi-

    74

    rakan, hal ini terlihat dari hasil SensusPertanian 1993 yang telah dilaporkanoleh Kepala Biro Pusat Statistik (BPS),dimana tahun 1983-1993 terjadi pengu-rangan luas sawah sebesar 0,48 jutahektar, sehingga pengurangan terse-but mencapai 14,87 persen dan diluarlawa sebesar 1,44 persen (Sudar D.Atmanto, 1994). Disini kemudian ter-jadi peningkatan petani gurem (petaniyang memiliki 0,0 - 0,5ha) dari 1983- 1993 menjadi 51,63 persen, sedang-kan penguasaan lahan pertanian malahmengalami pengurangan, sehingga padamasa ini telah terjadi kesenjangan dalammasalah lahan.

    KebijakanIndonesia

    PerkembanganPertanian diBergabung WTO

    Sejak 011anuari 1995 telah diber-

    SektorPasca

    lakukan Perjanjian Pertanian OrganisasiPerdagangan Dunia (Agreement ofAgriculture, (AoA-WTO) dan Indonesiasebagai salah satu anggotanya mulairnemberlakukannya, sehingga hasilnyaimpor beras mulai dari negara-negaralain makin 'membanjiri' pasar domestikIndonesia, akibatnya pertanian padi na-sional mulai terganggu karena tidak adaperlindungan oleh pemerintah, dima-na tarif impor beras dihilangkan (men-jadi nol persen), padahal bound tar-ijfIndonesia sangat tinggi yaitu 160 %.Kondisi pertanian semakin parah ketika

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    3/13

    terjadinya krisis ekonomi pada tahun1997, dimana harga utama yaitu pupukdan pestisida meningkat drastis, makasemakin membanjirnya impor berastersebut berdampak pada turunnya hargaberas di pasar domestik, yang kemudi-an menurunkan harga gabah di tingkatpetani. Kondisi inilah yang kemudianmenjadi tidak kompetitif lagi dibandingberas impor, disamping pendapatan pe-tani menjadi menurun.

    Kondisi perluasan pasar sebagaikonsekwensi dari kesepakatan denganAoA harus diterima, pasca realisasiAoA Indonesia harus 'pasrah' banjimyaproduk beras yang masuk dalam pasardomestik. Indonesia ketika bergabungdalam AoA berharap adanya perluas-an pasar ekspor tetapi kenyataan malahmenjadikan sebagai impor beras terbe-sar akibat dari dampak perluasan pasartersebut.

    Pada tahun 1995 Indonesia mu-lai mengurangi subsidi domestik untukinput pertanian, walaupun subsidi un-tuk pestisida telah dilarang beberapatahun sebelumnya (pada tahun 1989).Pengurangan subsidi ini sesuai denganimplementasi AoA WTO dan faktorlain yang mempengaruhi adalah kesu-litan finansial pemerintah yang sedangmengalami krisis. Sejak terjadi kri-sis tahun 1996 (dengan bantuan "PaketStabilisasi" IMP (reformasi kebijakan

    Jurnal Sosial-Politika, Vol. 15, No.1, Juli 2008

    ekonomi makro) maka semua kebi-j akan berorientasi pada pasar, anta-ralain ; UU No.7/2004 tentang SDA ;Keppres No.29/2000 tentang PrivatisasiBulog Penghapusan Subsidi UntukPetani ; 'Pengurangan' Subsidi BBM; UU Penanaman Modal Asing (UUPMA) yang mengijinkan kepemilikanpihak asing 100% di Indonesia meng-gantikan kebijakan investasi tahun 1974; UU Privatisasi BUMN (seperti privati-sasi Bulog) ;UUKetenagalistrikan ;UUPendidikan ; Inpres No.2/2005 tentangPenghapusan Harga Dasar Gabah (peng-hapusan subsidi untuk petani); PerpresNo.36/2005 tentang Penggunaan TanahUntuk Kepentingan Umum, dll (diikutioleh Perda-perda).

    Akibat dari kesepakatan tersebutIndonesia akhimya mencabut subsidipertanian, berupa subsidi pupuk, benih,ataupun racun ham a, akibatnya petanimulai 'kewalahan' menanggung bebanmahalnya harga dan biaya produk-si berupa harga pupuk yang terns naikdan ongkos produksi lainnya, akhir-nya biaya produksi menjadi tinggi dantingkat kecukupan modal petani men-jadi berkurang, dan dilain pihak, hargajual gabah di tingkat petani menjadi ren-dah sehingga tidak seimbang dengan bi-aya produksi yang dikeluarkan.

    Akibat lainnya yaitu adanya peng-eliminasian peran STE (State Trading

    75

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    4/13

    Rahmah Daniah, Rational Choice Kebijakan Impor Beras Indonesia dalam ...

    Enterprises), yaitu Indonesia harusmenghapus peran monopoli bulog dalamproses distribusi dan jual beli produkpertanian, sehingga bulog tidak lagimenjadi 'pemain tunggal' dalam proyekekspor dan impor produk pangan. Peranbulog dibatasi hanya pada proyek -proyek ekspor - impor beras dan bukanlagi sebagai stabilitator harga. Peranpengimpor produk pangan dan perta-nian menjadi hak berbagai perusahaanperorangan dan asing yang beropera-si di Indonesia, dan hal ini sangat meng-untungkan bagi pengusaha importir.Disinilah terlihat persaingan harga yangtidak stabil antara produk lokal dan luar

    karena tidak ada lagi yang dapat menga-turnya terntama pengaturan distribusidan masalah harga.

    Sehingga berdasarkan dari data -data impor dan ekspor pertanian, telihatjelas bagaimana dampak rejimAoA telahmenghancurkan pasar pertanian dalamnegeri, Secara umum pasca implemen-tasi rej im AoA telah terjadi kenaikanimpor dalam jumlah besar, artinya telahterjadi pergeseran besar basis produksipangan yang semula bertumpu pada ba-han - bahan impor dengan kata lain per-tanian sebagai basis sumber penghidu-pan petani mulai terancam.

    Tabel 1. Nilai Impor dan Eksport Beras Indonesia sebelum (1984 - 1994) dansetelah (1995 - 2000) Rejim AoA (dalam US $)

    Komoditas Tahun Nilai Impor Nilai EksporBeras 1984 - 1994 648.018.000 216.010.000

    1995 - 2000 4.268.200.000 3.264.000Sumber: Bonnie Setiawan, 2003.

    Dari realisasi berbagai kebijakanAoAyang dianut Indonesia maka terjadipeningkatan impor beras dalam skalabesar, Dari tabel diatas dapat dilihat ada-nya akibat pembatasan tarif atas (ceilingtarif.l) sebesar 180 persen untuk berasimpor, sehingga akibatnya tarifini hamsdikurangi hingga 160 persen hingga ta-hun 2004. Alhasil dari data, tahun 1998hingga 1999, Indonesia malah membu-

    76

    at tarif yang berlaku (applied tarif.l)bagi imp or beras sebesar nol persen, arti-nya tidak ada bea masuk dan halanganbagi beras imp or. Terjadi perkembangansubstanstif yang besar, yaitu pada ta-hun 1986 Indonesia mendapat 'julu-kan' Swasembada Beras dan pada tahun2001 sebagai negara pengimport panganterbesar. Hal inilah yang menghancur-kan pasar domestik beras di Indonesia.

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    5/13

    Di sini terlihat adanya perubahan polapembangunan pertanian Indonesia me-nuju pro poor development.

    Perkembangan tersebut seperti-nya membuat Indonesia 'menutup mata'

    Jurnal Sosial-Politika, Vol. 15, No.1, Juli 2008

    terutama dari beberapa data-data statis-tileyang dikemukan oleh beberapa pihakyang menunjukkan tingkat penurunanproduktivitas beras lokal dan pening-katan impor beras import.

    Tabel 2. Produksi beras dan ImporProduksi Impor Rata-rata

    Tabun (ribu ton) (ribu ton)Produksi Impor1995 32.334 3.104

    1996 33.216 1.090 32,252 1,5031997 31.206 4061998 31.118 6.0771999 32.148 4.1832000 32.040 1.512 31,865 3,3732001 31.891 1.3842002 32.130 3.707

    Sumber : Produksi beras dari BPS Impor beras dari the Rice Report.

    Hasilnya tekanan WTO dalamskala statistik menyebabkan produksiberas lokal terus menunjukkan angkapenurunan, hal ini tidak dilearenakankrisis moneter saja, tetapi masuknyaberas luar dengan harga murah me-nambah ketidakberdayaan petani dalammemproduksi beras, kurangnya pasokanberas lokal dan tingginya harga beras,'memaksa' masyarakat memi lih 'com-parative advantages' untuk membeliberas luar.

    Setelah bergabung dengan WTO,temyatakebijakan pemerintah Indonesiamembawa dampak negatifterutama padasektor pertanian beras yang mengalami

    'kehancuran' dan mengalami banyak per-masalahan, tetapi pemerintah Indonesiatetap mengambil kebijakan liberalisasitersebut, sehingga penulis sangat terta-rik untuk menganalisa Mengapa peme-rintah Indonesia mengambil kebijakanLiberalisasi pertanian beras pada tahun1995 -2000?

    Analisa Rational Choice DalamEkonomi Politik Internasional

    Analisa rational choice digam-barkan negara dianggap memiliki kepen-tingan nasional yang kuat, sehinggasemua keputusan negara berdasarkanatas kepentingan nasionalnya. Negara

    77

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    6/13

    Rahmah Daniah, Rational Choice Kebijakan Impor Beras Indonesia dalam ...

    dianggap bisa mengkalkulasi cost andbenefit (Thomas Risse, 2000), tapi disini tergantung si pembuat kebijakantersebut bisa mengkalkulasinya. Dalamrasionalitas tindakan suatu negara se-lalu berdasarkan keuntungan, teruta-ma keuntungan materi. Menurut JamesBuchanan, perilaku elit yang terlibatdalam pemerintahan berdasarkan ke-pentingan pribadinya (outcome) ketikamereka terjun dalam politik. Sehinggadalam menganalisa metode rationalchoice, motif dibalik perilaku pemerin-tah. Pemerintah atau negara tidak mem-buat keputusan, yang membuat adalahorang atau individu. Tindakan nega-ra dilakukan oleh pejabat pemerintahatau wakil-wakil rakyat. Sehingga untukmemahami keputusan pemerintah, kitahams memahami para individu yangmembuat keputusan untuk pemerintah.Asumsi para pejabat pemerintah adalahorang-orang yang berpikir rasional danmengejar kepentingan pribadi. Sehinggaberbagai kebijakan yang dikeluarkanoleh negara berdasarkan pilihan rasio-nal para individunya dalam membuatkebijakan.

    Rational choice menerapkanmetode prilaku dari sekelompok orangatau individu yang membuat keputusanyang masing-masing berusaha mencarikeuntungan pribadi. Menurut AnthonyDowns, dalam buku An Economic

    78

    Theory of Democracy, berasumsi bahwa'setiap aktor bertindak sesuai denganpandangan bahwa sifat dasar manusiaadalah mengejar kepentingan sendiri"(Mohtar Mas'oed, 2003). Jadi berbi-cara mengenai perilaku rasional adalahperilaku rasional yang terutama diarah-kan untuk mencapai kepentingan dantujuan pribadi.

    Analisa rational choice memu-satkan perhatian pada aktor individualdan pilihan yang mereka buat. Tindakannegara digambarkan sebagai cerminankepentingan nasional sedangkan trans-aksi dalam pasar digambarkan sebagaicerminan pilihan yang dibuat oleh in-dividu untuk mengejar kepentingan pri-badi. Pemerintah menentukan pilihankebijakan untuk mengejar 'kepenting-an nasional'. Tetapi ketika pemerintahmenentukan kebijakan, yang mengha-silkan kebijakan dan pilihan adalah me-reka para aktor individu itu sendiri yangmembuatnya. Sehingga kesimpulannyaadalah yang membuat keputusan pasardan yang membuat keputusan dalampemerintah atas nama negara adalahindividu. Menurut rational choice ti-dak ada beda diantara keduanya, kare-na setiap individu membuat keputusanberdasar kepentingan sendiri, yaitu me-menuhi kepentingan pribadi. Dalam bi-dang ekonomi, kepentingan itu adalahmemperoleh lebih banyak penghasilan

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    7/13

    at au kekayaan (untuk individu) danlebih banyak keuntungan (untuk perusa-haan). Sebingga disini muncul interak-si antar negara - negara dan friksi antaranegara dengan pasar dari sudut pandangindividu yang berusaha mengejar ke-pentingannya sendiri.

    Analisa rational choice dalammelihat kebijakan liberalisasi pertanianIndonesia dalam kerangka kerjasamaWTO Pada Tahun 1995 - 2000 terjadikarena adanya kesalahan perhitungancost and benefit, sehingga akibat kebi-jakan tersebut merugikan banyak sektorterutama sektor pertanian.

    KebijakanIndonesia- 2000.

    Liberalisasi Pertanianpada Tahun 1995

    Sejak berdirinya WTO secararesmi pada tanggal 01 Januari 1995,berbagai bentuk perundingan dan nego-siasi telah dilakukan oleh anggotanya,termasuk Indonesia, salah satu buktikeberhasilan dalam menghasilkan per-aturan adalah lahirnya Paket Juli yangditandatangani pada tanggal 01 Agustus2004. Paket Juli merupakan perundingankelanjutan putaran Doha DevelopmentAgenda (DDA) yang berisi frameworkuntuk isu-isu pertanian (Agreementon Agriculture), akses pasar produkpertanian (Non-Agriculture MarketAccess), Jasa (Servises), isu pemba-

    Jurnal Sosial-Politika, Vo!.15, No. I, Juli 2008

    ngunan dan implimentasi (Developmentand Implementation Issue), Fasilitasiperdagangan (Trade Facilitation) danpenanganan lebih lanjut ketiga padaSingapore Issue.

    Konsekuensi dari bergabungnyaIndonesia dalam WTO mengharuskanIndonesia wajib meratifikasi hasil-hasildalarn Washington Concensus (WC)yang kemudian menjadi roadmap dalamkelahiran WTO sebagai badan organi-sasi internasional yang khusus rnena-ngani aturan perdagangan internasional.Adapun isi dari Washington Concensus(WC) adalah:

    "Price decontrol: Penghapusan kontrolatas harga komoditi, faktor produk-si, dan mata uang. Fiscal discipline:Pengurangan defisit anggaran peme-rintah atau bank sentral ke tingkat yangbisa dibiayai tanpa memakai "inflati-onary financing". Public expenditurepriorities: Pengurangan belanja peme-rintah, dan pengalihan belanja daribidang-bidang yang secara politis sen-sitif, seperti administrasi pemerintahan,pertahanan, subsidi yang tidak terarah,dan berbagai kegiatan yang boros kepembiayan infrastruktur, kesehatan pri-mer masyarakat, dan pendidikan, Taxreform: Perluasan basis perpajakan,perbaikan administrasi perpajakan,mempertajam insentif bagi pembayarpajak, pengurangan penghindaran danmanipulasi aturan pajak, dan penge-naan pajak pada asset yang ditaruh diluar negeri. Financial liberalization:Tujuan jangka-pendeknya adalah un-tuk menghapus pemberian tingkatbunga bank khusus bagi peminjam is-timewa dan mengenakan tingkat bunga

    79

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    8/13

    Rahmah Daniah, Rational Choice Kebijakan Impor Beras Indonesia dalam ...

    nominal yang lebih tinggi dari. ting-kat inflasi. Tujuan jangka-panjangnyaadalah penciptaan tingkat bunga bankberdasar pasar demi memperbaiki efi-siensi alokasi kapital. Exchange rates:Untuk meningkatkan ekspor dengancepat, negara-negara berkembang me-merlukan tingkat nilai tukar matauangyang tunggal dan kompetitif. Trade li-beralization: Pembatasan perdaganganluar negeri melalui kuota (pembatasansecara kuantitatit) hams diganti tarif(bea cukai), dan secara progresif me-ngurangi tarif sehingga mencapai ting-kat yang rendah dan seragam (kira-kira10% sampai 20%). Domestic savings:Penerapan disiplin fiskai/APBN, pe-ngurangan belanja pemerintah, re-formasi perpajakan, dan liberalizasifinansial sehingga sumberdaya negarabisa dialihkan sektor-sektor privatdengan produktivitas tinggi, dimanatingkat tabungannya tinggi. Modelpertumbuhan neo-klasik sangat me-nekankan pentingnya tabungan danpembentukan kapital bagi pembangu-nan ekonomi secara cepat. Foreigndirect investment: Penghapusan ham-batan terhadap masuknya perusahaanasing. Perusahaan asing hams bolehbersaing dengan perusahaan nasionalsecara setara; tidak boleh ada pilih-ka-sih. Privatization: Perusahaan nega-ra hams diswastakan. Deregulation:Penghapusan peraturan yang mengha-langi masuknya perusahaan bam kedalam suatu bidang bisnis dan yangmembatasi persaingan; kecuali kalaupertimbangan keselamatan atau perlin-dungan lingkungan hidup mengharus-kan pembatasan itu. Property rights:Sistem hukum yang berlaku harus bisamenjamin perlindungan hak milik atastanah, kapital, dan bangunan."Sumber: John Williamson, Democracyand 'Washington Consensus"', World

    80

    Development (Agustus 1993): hal1329-1336.Atas dasar kesepakatan tersebut

    Indonesia mulai memberlakukan pengu-rangan subsidi untuk input pertanian,walaupun subsidi untuk pestisida telahdilarang beberapa tahun sebelumnya(pada tahun 1989). Pengurangan subsi-di ini sesuai dengan implementasi AoAWTO dan faktor lain yang mempenga-ruhi adalah kesulitan finansial pemerin-tah yang sedang mengalami krisis.

    Kebijakan pemerintah Indonesiadalam meliberalisasi pertanian sangat'terburu-buru', apalagi belum siapnyasektor pertanian Indonesia untuk ber-saing sebelum bergabung dengan WTO.Hal ini terlihat bagaimana peranan pe-merintah yang kemudian terjadi 'diskri-minatif' terhadap para petani denganadanya pengurangan lahan-lahan bagipara petani yang mengarah pada la-han industri, kemudian tidak didukungdengan adanya peningkatan teknologiterhadap para petani. Disini terjadi pe-ngakuan terhadap eksistensi petanisangatlah rendah, terlihat dati posisi ta-war yang dilakukan para petani terhadappemerintah dalam menangani perma-salahan tersebut.

    Hasil pertanian dianggap hanyasebagai konsumsi keluarga atau hanyamelengkapi kebutuhan keluarga saja,tapi tidak dikembangkan dalam ting-kat bisnis yang lebih tinggi (agrobisnis

    I

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    9/13

    atau pengusaha petani), sehingga petanihanya dijadikan sebagai mata pencahari-an dalam kehidupan, serta bukan sektorpenting dalam peningkatan PDB, me ski-pun sektor ini pemah mengalami kema-juannya. Sedangkan negara-negara majupada sektor pertaniannya cukup kondu-sif seperti banyaknya agrobisnis dalamperdagangan pertanian intemasionaL

    Kebijakan 'segera' meliberali-sasikan pertanian dengan harapan se-makin terbukanya pangsa pasar untuksektor barang-barang eksport, temyataberakibat sebaliknya, 'membanjimya'barang-barang import kedalam negerimalah dibiarkan oleh pemerintah kare-na adanya keuntungan sendiri, sepertiadanya kerjasama dan munculnya para'calo-calo' dalam negeri, yang sering di-lakukan baik para birokrasi maupun parapengusaha besar di Indonesia (Tulus T.HTambunan, 2004).

    Adanya 'konspiracy' antara pe-merintah dengan negara-negara besarseperti Amerika Serikat. Seperti ketikapemerintah membiarkan liberalisasimaka mendapatkan semakin banyakkucuran dana atau utang luar negeri(adanya cost and benefit dari liberalisasitersebut), walaupun utang luar negeritelah mencapai 600 triliyun, hasilnyamalah para pembuat kebijakan telah'dimanjakan' dengan selalu membuatkeputusan 'berhutang' adalahjalan yang

    Jurnal Sosial-Politika, Vol. 15, No.1, Juli 2008

    terbaik untuk pembangunan. Banyaknyainvestor asing yang 'diijinkan' masukdari negara-negara besar yang kemudianmereka memberikan bantuan atau utangluar negerinya. Dalam menganalisa costand benefit yang didapatkan pemerintahIndonesia bersifat sementara atau da-lam jangka pendek. Tetapi transparansiterhadap pemberdayaan hutang tidakpemah dilakukan pemerintah, sepertiterjadinya 'cuci tangan' terhadap masa-lah 'bulog gate' yang sampai sekarangbelum selesai, sehingga ketika terjadi-nya liberalisasi sebagai 'cover' dalammasalah terse but untuk menutupi 'per-mainan' para pembuat keputusan yangterlibat didalamnya.

    Adanya kerjasama antara peme-rintah dengan kaum 'investor asing'dalam melakukan negosiasi semakinmembiarkan banyaknya lahan yangkemudian dikuasai para investor asingtersebut. Keberadaan para investor asingini terlalu 'dimanjakan' olehpemerintah,sehingga dengan cepat mereka dapatmenguasai sektor vital seperti lahan-la-han yang kemudian diberikan kepadapara investor asing tersebut. Yang agaksporadis, tak jarang lahan pertanianyang seharusnya milik petani masyara-kat pedesaan, atau milik adat denganmudah diambil alih oleh pihak asing le-wat jalur penanaman modal (investasi).Petani mengalami kebangkrutan dan hi-

    81

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    10/13

    Rahmah Daniah, Rational Choice Kebijakan Impor Beras Indonesia dalam ...

    langnya beras petani sebagai penopangkebutuhan pangan rakyat, sementaraharga beras impor 'merangkak' naik.Terjadinya pengurangan lahan pada pe-tani gurem (petani yang memiliki lahan0,0-0,5ha) dan pengusaha tani (>1ha)terlihat Pembangunan dalam sektor per-tanian temyata tidak cukup menggembi-rakan, hal ini terlihat dari hasil SensusPertanian 2000 yang telah dilaporkanoleh Kepala Biro Pusat Statistik (BPS),dimana tahun 1995-2000 terjadi pengu-rang an luas sawah sebesar 0,48 jutahektar, sehingga pengurangan terse butmencapai 14,87 persen dan diluar Jawasebesar 1,44 persen. Disini kemudianterjadi peningkatan petani gurem (peta-ni yang memiliki 0,0 - 0,5ha) dari 1983- 1993 menjadi 51,63 persen, sedang-kan penguasaan lahan pertanian malahmengalami pengurangan, sehingga padamas a ini telah terjadi kesenjangan dalammasalah lahan (Lihat Wahono dalamWacana No.IV/1999). Pengurangan la-han tersebut sangat menguntungkaninvestor asing yaitu meningkatkan lahanuntuk pembangunan industri sehinggasemakin 'terpuruk' para petani karenatidak adanya lahan.

    Pertimbangan secara rasionalitasdisini adanya kepentingan individu yang'bermain' dalam kebijakan tersebut,pada saat tahun 1995 pembuatan kebi-j akan adanya keuntungan yang diharap-

    82

    kan dari pembuat keputusan "PresidenSoeharto dan konco-konconya". Padasaat itu banyak sekali bukti empirik yangmemperlihatnya terutama para pejabatpublik, walaupun 'gelombang' peno-lakan tampak tetapi tidak berdampaksignifikan, karena adanya keuntunganpribadi yang bermain dalam kebijakantersebut. Ketika pasar liberalisasi dibukaterlihat beberapa perusahaan internasio-nal yang langsung bergabung dengan'konco-konco' Soeharto (seperti bebera-pa investor asing yang terlibat langsungpada beberapa perusahan Soeharto).

    Dalam proses pembuatan keputu-san seringkali para pembuat kebijakanhanya memikirkan keuntungan jangkapendek yang bisa memenuhi keuntung-an pribadi. Disini penulis melihat ada-nya 'budaya' yang telah 'tertanam' padapembuat kebijakan tersebut, Jadi ketikameliberalisasi pertanian dengan harapankeuntungan terbuka sektor industri danlainnya yang menguntungkan para peja-bat itu sendiri, dikarenakan mereka ter-libat atau bekerjasama langsung denganpara investor tersebut. Jadi keputusanliberalisasi yang dikeluarkan PresidenSoeharto lebih kepada keuntungan'anak -anaknya' yang kemudian banyakterlibat secara langsung pada kerjasamadengan para industri luar negeri, sepertiadanya kerjasama Mobil Timor dan ker-jasama jalan Tol.

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    11/13

    Pada tahun 2000 pasca 'Soeharto'dan beberapa pergantian kepemirnpi-nan dan berbagai gejolak internal yangkemudian semakin 'melupakan' sektorpertanian, yang kemudian mengundangbanyaknya para pengusaha agriculturemasuk kedalam negeri. Semakin meluas-nya 'supermarket' yang menyediakantemp at bagi para industri luar sehinggaberimbas pada harga di pasar domestik.Terlihat juga kerjasama para pengusahadalam negeri dan investor asing yangkemudian semakin banyaknya temp atinteraksi yang kondusif dan permanen.Analisa adanya insider trading dalam ba-dan pemerintah terlihat dari adanya pe-ningkatan keuntungan pada perusahaantersebut, seperti terlihat pada PT. Indosatsebagai BUMN yang dapat melakukanmonopoli komunikasi. Peningkatan labaPT. Indosat cukup signifikan, yaitu dariRp. 435,5 miliar menjadi Rp. 566,6 mi-liar atau sekitar 30,1 % pada tahun 2000,dan efektifitasnya diukur dari adanyapeningkatan pelanggan yaitu dari 3,5juta pelanggan menjadi 6 juta pelangga(lihat Miftah Adhi Ikhsanto, 2006: 217).Hasilnya ternyata liberalisasi hanyamenguntungkan bagi pengusaha besaryang terlibat secara langsung dalam pro-ses pembuatan kebijakan pemerintah,tapi tidak memihak pada pengusaha ke-cil dan khususnya para petani.

    Kemudian pemerintah mulai me-

    Jurnal Sosial-Politika, Vol. 15, No.1, Juli 2008

    ngeluarkan berbagai kebijakan liberal-isasi pertanian dengan mengeluarkanberbagai perda - perda, seperti UUNo.7/2000 tentang SDA ; KeppresNo.29/2000 tentang Privatisasi Bulog

    Penghapusan Subsidi Untuk Petani; 'Pengurangan' Subsidi BBM ; UUPenanaman Modal Asing (UU PMA)yang mengijinkan kepemilikan pihakasing 100% di Indonesia menggantikankebijakan investasi tahun 1974 ; UUPrivatisasiBUMN; UUKetenagalistrikan; UU Pendidikan; Inpres No.212005 ten-tang Penghapusan Harga Dasar Gabah ;Perpres No.36/2005 tentang PenggunaanTanah Untuk Kepentingan Umum, dll(diikuti oleh Perda-perda). Disinilah ha-sil dari liberalisasi yang kemudian dam-pak 'mati suri pertanian' lebih kepadapara petani saja, tetapi tidak sampai me-nyentuh para pengusaha besar tersebut.KESIMPULAN

    Kebijakan ekonomi liberalisasipemerintah Indonesia dalam sektor per-tanian beras pada tahun 1995 - 2000, di-dasarkan pada asas rasionalitas pembuatkeputusan untuk keuntungan pribadi,sehingga kebijakan tersebut bukan un-tuk kepentingan nasion al, tetapi hanyauntuk kepentingan pibadi dari parapembuat keputusan yang terlibat dalampembuatan kebijakan tersebut. Hal initerlihat seperti pada tahun 1995 lebih

    I

    83

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    12/13

    Rahmah Daniah, Rational Choice Kebijakan Impor Beras Indonesia dalam ...

    mengutamakan kepentingan 'Soehartodan konco-konconya' sampai pada ta-hun 2000 yang lebih menguntungkanpara pengusaha yang terlibat juga dalampembuatan kebijakan (Yusuf Kalla danAbu Bakar Bakrie).

    Perhitungan cost and benefit yangsalah dalam kebijakan tersebut, keti-ka meliberalisasikan sektor ekonomimendapatkan keuntungan yang lebihbesar dengan semakin meningkatnyanilai ekspor tetapi malah meningkatkannilai impor, sehingga perIu adanya revisikebijakan tersebut agar menguntung-kan sektor 'nasional' secara menyelu-ruh, bukan hanya sebagian 'kaum' saja.Kesalahan perhitungan cost and benefitjuga disebabkan bukan untuk nationalinterest tetapi untuk individu interestdan hanya bersifat sementara (tidak un-tuk jangka panjang).

    Sehingga dari analisa rationalchoice dalam pengambilan kebijakanliberalisasi pertanian Indonesia pada ta-hun 1995 - 2000 bukan untuk kepenti-ngan nasional tetapi untuk kepentinganpribadi yang bermain didalamnya.Sehingga kepentingan nasional diIndonesia dianggap tidak ada, tetapilebih kepada kepentingan para elit bi-rokrasi pemerintahan saja. [ J

    84

    DAFTAR PUSTAKAAmang, B. dan M.H. Sawit. 2001.Kebijakan Beras dan Pangan

    Nasional: Pelajaran dari OrdeBaru dan Orde Reformasi. IPBPress. Bogor.

    Baswir, R, et al. 1999. PembangunanTanpa Perasaan. Salemba Empat.Jakarta.

    Budisusilo, A. 2001. Menggugat IMF.Bina Rena Pariwara. Jakarta.

    Fakih, M,. 2003a. Bebas dariNeoliberalisme. Insist Press.Yogyakarta.

    Gie, Kwik Kian. 2003. Neoliberalisme,Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.Yogyakarta.

    Gilpin, Robert dan Jean Millis Gilpin.2000. the Challenge of GlobalCapitalism; the World Economyin the 21st Century. PrincetonUniversity Press. United States ofAmerica.

    Harinowo, Cyrillus, 2004, IMFPenanganan Krisis dan IndonesiaPasca-IMF, Gramedia, Jakarta.

    Kartadjoemena. H. S,. 1999. GATT,WTO dan Hasil Uruguay Round,UI Press. Jakarta.

    Kasryno, Faisal. 1997. DinamikaSumberdaya dan PengembanganSistem Usaha Tani. PusatPenelitian Sosial EkonomiPertanian. Departemen Pertanian.

  • 5/15/2018 kebijakan impor beras

    13/13

    Kelman, Herbert. 1976. InternationalBehavior: A Social- PsychologicalApproach. Rinehart & Winston.New York.

    Khudori. 2004. NeoliberalismeMenumpas Petani; MenyingkapKejahatan Industri Pangan. ResistBook. Yogyakarta.

    Khor, Martin,. 2001. GlobalisasiPerangkap Negara-negaraSelatan, Cinderalaras PustakaRakyat Cerdas. Yogyakarta.

    Mallarangeng, R,. 2002. MendobrakSentralisme Ekonomi : Indonesia1986-1992, KPG. Jakarta.

    Mas'oed, Mohtar. 2003. EkonomiPolitik Internasional dan

    Pembangunan. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.Mugasejati, NanangPamuji. 2006. Kritik

    Globalisasi dan Neoliberalisme.Seri Kajian Sosial-PolitikKontemporer. FISIPOL UGM.Yogyakarta.

    Revrisond, Baswir. 2003. Terjajah diNegeri Sendiri : IMP dan HakAsasi Manusia di Indonesia.ELSAM. Jakarta.

    Risse, Thomas, 2000, InternationalOrganization; CommunicativeAction in World Politics, theFoundation and the Massachusettsof Technology.

    Snyder, Richard C, and James Robinson.1965. Decision Making InInternational Politics. Rinehart &Winston. New York.

    Jurnal Sosial-Politika, Vol.15, No.1, Juli 2008

    Tulus T.H Tambunan. 2004. Globalisasi& Perdagangan Internasional,Ghalia Indonesia. Jakarta.

    Williamson, John. 1999. Democracy and'Washington Consensus', WorldDevelopment.

    Winarno, Budi, 2005, Globalisasi WujudImperialisme Baru; Peran Negaradalam Pembangunan, TajiduPress, Yogyakarta.

    Jurnal-jurnalFauzi, N,. 1996. "Gue Perlu, Lu Jua1

    Donk", Jurnal Analisis Sosial,No.03, Juli, Yayasan Akatiga.Bandung.

    WTO Kapitalisme dan PembangunanGerakan, The Institute for GlobalJustice.

    Sekilas Wl'O. 2006. by DirektoratPerdagangan dan PerindustrianMultilateral. DEPLU.

    85