Top Banner
20

Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Feb 27, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat
Page 2: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Warta

Pengantar Redaksi Daftar Isi

ISSN 0216-4427

Penelitian dan Pengembangan PertanianVolume 39 No. 5, 2017

Cara Efektif Kendalikan Penyakit Tungro 1

Budi Daya Leatherleaf fern: Permasalahandan Cara Penanggulangannya 3

Dampak Bantuan Alsintan terhadap Percepatan Peningkatan Produksi Pangan 5

Diversifikasi Pangan Olahan Sorgum 7

Pakan Lengkap dari Limbah KelapaSawit Fermentasi untuk Ternak Sapi 9

Peluang dan Tantangan PengembanganKopi Indonesia 11

Kunci Keberhasilan Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut untuk Pertaniandi Indonesia 13

Nasa 29, Jagung Hibrida Unggul Karya Anak Bangsa 16

Teknologi Pengolahan Bawang Merah:Langkah Strategis untuk Stabilisasi Harga 17

Identifikasi permasalahan merupakan bagian penting dalam keberlanjutan penerapan teknologi. Salah satu identifikasi tersebut dapat melalui kajian dampak atas penggunaan teknologi dalam pencapaian target seperti artikel analisis dampak penggunaan alsintan dalam mendukung percepatan peningkatan produksi pangan. Jika dari hasil analisis teridentifikasi memiliki permasalahan maka perlu upaya pengembangan sebagai solusi. Misalnya solusi atas leatherleaf fern atau tanaman hias pakis yang memiliki nilai jual tinggi namun mutu yang terbatas. Ada lagi solusi pengembangan tanaman kopi di Indonesia yang ternyata juga menghadapi tantangan di tengah-tengah tingginya laju permintaan pasar internasional. Permasalahan stabilisasi harga yang kerap dihadapi oleh petani ketika produksi tinggi dapat ditanggulangi dengan teknologi pengolahan, seperti yang dialami oleh petani bawang merah. Atau cara yang efektif atas pengendalian penyakit tungro yang menyerang pertanaman padi sehingga tanaman padi tidak puso atau gagal panen. Tantangan yang disebabkan karena memang demikian adanya kondisi alam seperti lahan rawa pasang surut pada dasarnya dapat dikelola agar termanfaatkan secara optimal, tentunya dengan penyesuaian penerapan teknologi. Upaya diversifikasi pangan melalui olahan sorgum untuk menciptakan ragam pangan menjadi menarik untuk dikembangkan sebagai sajian yang bergizi. Tidak ketinggalan teknologi pakan lengkap dari limbah kelapa sawit untuk ternak sapi juga disajikan dalam artikel kali ini. Kemudian hadir teknologi yang sempat menjadi viral yakni Nasa 29, jagung hibrida unggul sebagai karya anak bangsa. Redaksi

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian diterbitkan enam kali dalam setahun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pengarah: Muhammad Syakir; Tim Penyunting: Retno Sri Hartati Mulyandari, Istriningsih, Nuning Nugrahani, Sri Hartati, Sofjan Iskandar, Syahyuti, Sri Utami, Tri Puji Priyatno, Miskiyah, Wiwik Hartatik, Achmad Subaidi; Ika Djatnika; Ronald Hutapea; Penyunting Pelaksana: Morina Pasaribu, Siti Leicha Firgiani, Ujang Sahali Tanda Terbit: No. 635/SK/DITJEN PPG/STT/1979; Alamat Penyunting: Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian, Jalan Salak No. 22, Bogor 16151, Telepon: (0251) 8382567, 8382563, Faksimile: (0251) 8382567, 8382563, E-mail: [email protected]. Selain dalam bentuk tercetak, Warta tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara on-line pada http://www.bpatp.litbang.pertanian.go.id

Redaksi menerima artikel tentang hasil penelitian serta tinjauan, opini, ataupun gagasan berdasarkan hasil penelitian terdahulu dalam bidang teknik, rekayasa, sosial ekonomi, dan jasa serta berita-berita aktual tentang kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Artikel disajikan dalam bentuk ilmiah populer. Jumlah halaman naskah maksimum 6 halaman ketik dua spasi.

Foto sampulSorgum dan hasil olahannya

Page 3: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 1

Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman

padi di Indonesia. Epidemi penyakit tungro hingga saat ini masih terjadi di beberapa sentra produksi padi seperti di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Lampung, dan Sumatera Utara.

Ledakan tungro yang terjadi di Surakarta pada tahun 1995 diperkirakan menimbulkan kerugian hingga Rp25 milyar. Luas serangan tungro setiap tahunnya rata-rata 12.000 ha. Pada daerah yang mengalami serangan berat dapat mencapai tiga kali rata-rata luas serangan setiap tahunnya. Apabila intensitas serangan tungro >75%, umumnya petani akan mencabut tanaman padinya.

Gejala Serangan Tungro

Tanaman padi yang terserang penyakit tungro memperlihatkan gejala yang khas, yakni perubahan warna daun muda menjadi kuning sampai jingga yang diikuti oleh melintirnya daun. Pertumbuhan tanaman padi menjadi terhambat dan kerdil karena jarak antarbuku memendek. Selain itu, ciri yang lainnya dimana jumlah anakan berkurang (tanaman muda lebih rentan) dan gabah akan berubah bentuk, sehingga tanaman tidak akan memberikan hasil sesuai potensinya.

Cara Efektif Kendalikan Penyakit TungroTungro masih menjadi ancaman bagi tanaman padi. Namun pengendalian

penyakit ini cukup mudah dan murah jika petani dapat mengenal gejala serangannya, epidemiologi penyakit tungro, dinamika populasi wereng

hijau, hingga strategi pengendaliannya

Tungro menyerang pertanaman padi mulai umur persemaian hingga 90 hari setelah tanam (HST).

Epidemiologi Penyakit Tungro

Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari dua jenis virus yang berbeda yaitu rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan rice tungro spherical virus (RTSV). Penyakit ini paling cepat ditularkan oleh vektor utama yakni spesies wereng hijau (Nephotettix virescens). Namun demik ian, e fekt iv i tas penyebaran tungro oleh setiap spesies wereng hijau berbeda-beda di setiap daerah endemis.

Penyebaran penyakit tungro dapat meluas secara cepat apabila terdapat kepadatan populasi wereng hijau dan adanya sumber inokulum tungro. Sumber inokulum tungro diantaranya adalah tanaman padi

yang terinfeksi tungro, singgang, gulma, atau tanaman yang tumbuh dari bi j i tercecer (volunteer) . Penanaman varietas padi yang rentan terhadap serangan penyakit tungro, pertanaman yang tidak serempak, serta faktor lingkungan terutama musim hujan dan kelembapan yang tinggi, sangat menguntungkan bagi perkembangan wereng hijau.

Infeksi penyakit tungro dapat terjadi sejak di persemaian, atau pada kasus pertanaman padi serempak umumnya serangan terjadi setelah tanam. Pada daerah endemis tungro, serangan tungro dengan intensitas tinggi berpeluang terjadi pada pertanaman padi yang lebih lambat dari pertanaman di sekitarnya yang telah memasuki fase pembungaan. Salah satu penciri tanaman dinyatakan terancam serangan tungro apabila pada umur 14 HST ditemukan 5 rumpun yang bergejala tungro dari 10.000 rumpun tanaman, atau pada umur 21 HST di temukan 1 rumpun tanaman bergejala tungro dari 1.000 rumpun tanaman. Kehilangan hasil akibat infeksi penyakit tungro bervariasi bergantung pada periode

Gejala penyakit tungro (kiri) dan wereng hijau vektor virus tungro (kanan).

Page 4: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

2 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

pertumbuhan tanaman saat terinfeksi, lokasi dan titik infeksi, musim tanam, dan ketahanan varietas. Semakin muda tanaman terinfeksi semakin besar persentase kehilangan hasil yang ditimbulkan. Kehilangan hasil di pusat infeksi lebih tinggi daripada rumpun tanaman di pinggir infeksi. Selain itu, kehilangan hasil pada tanaman yang terinfeksi di musim hujan lebih tinggi daripada di musim kemarau.

V i rus tungro t idak dapa t berkembang pada tubuh wereng hijau, namun terdapat pada alat tusuknya (mulut). Wereng hijau efektif menularkan virus tungro paling lama 7 hari setelah akuisisi. Apabila tidak lagi menghisap tanaman yang terinfeksi tungro, maka wereng hijau menjadi serangga bebas virus tungro. Sebaliknya jika menghisap tanaman yang terinfeksi, maka wereng hijau akan menjadi vektor aktif kembali. Selain itu, keefektifan penularan virus juga akan hilang setelah terjadi pergantian kulit.

Periode makan akuisisi wereng hijau untuk mendapatkan virus dari tanaman sakit antara 5–30 menit, sedangkan periode makan inokulasi untuk menularkan virus yang diperoleh antara 7–30 menit. Rentang waktu saat tanaman tertular dan munculnya gejala antara 6–15 hari. Virus tungro tidak memerlukan masa inkubasi di dalam tubuh wereng hijau, sedangkan masa inkubasi pada tanaman berkisar antara 1–3 minggu. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau secara semipersisten dan tidak terjadi multiplikasi virus di dalam tubuh vektor serta tidak terbawa pada keturunannya.

Ekobiologi Wereng Hijau

Tingkat infeksi awal penyakit tungro ditentukan oleh populasi wereng hijau infektif yang migrasi ke pertanaman. Perkembangan

serangan selanjutnya ditentukan oleh persentase infeksi awal dan kepadatan populasi wereng hijau generasi pertama. Populasi wereng hi jau t idak meningkat sampai stadia anakan maksimum atau pembungaan pada lahan yang mengikuti rekomendasi pola tanam. Sehingga tanaman pada saat periode kritis dapat terhindar dari infeksi tungro. Tanaman pada fase pembentukan anakan (umur 30–45 HST) adalah fase yang paling mudah terserang dan paling kritis bagi perkembangan tungro.

Dinamika populasi wereng hijau pada pola tanam padi-padi-padi dapat berkembang sampai p e r t e n g a h a n p e r t u m b u h a n tanaman. Populasi wereng hijau tidak berkembang pada pola tanam padi-bera-padi atau padi-palawija-padi. Kepadatan populasi wereng hijau pada musim hujan dan musim kemarau tidak berbeda, tetapi puncak kepadatan populasi wereng hijau lebih tinggi pada musim hujan daripada musim kemarau.

Puncak kepadatan populasi tertinggi terjadi pada tengah fase pertumbuhan tanaman (8 minggu setelah tanam).

Pada areal persawahan dengan waktu tanam padi yang t idak serempak, wereng hijau cenderung bermigrasi dari tanaman tua ke tanaman muda dan tanaman yang lebih peka.

Aktivitas wereng hijau yang berasal dari pola tanam tidak serempak cenderung lebih aktif daripada koloni yang berasal dari pola tanam serempak. Selain itu, aktivitas memencar wereng hijau dipengaruhi oleh kondisi pengairan lahan. Aktivitas wereng hijau rendah pada kondisi macak-macak dan basah, tetapi aktivitasnya meningkat pada kondisi lahan kering. Tinggi rendahnya intensitas penyakit tungro berkorelasi positif dengan fluktuasi populasi wereng hijau jika tersedia sumber inokulum tungro.

Strategi Pengendalian Penyakit Tungro dan Populasi Wereng Hijau

Strategi pengendalian penyakit tungro dan populasi wereng hijau meliputi: (1) penanaman padi secara serempak pada area yang luas minimal 25 ha, (2) pengaturan waktu tanam agar tanaman padi berumur lebih dari 45 HST saat terjadinya puncak kepadatan populasi wereng hijau dan intensitas tungro, (3) pengolahan tanah dilakukan segera setelah panen, hal ini disebabkan untuk mencegah tumbuhnya singgang yang merupakan sumber inokulum tungro, (4) penanaman jajar legowo pada tanaman padi dengan sebaran ruang legowo, wereng hijau kurang aktif berpindah antar rumpun sehingga penyebaran tungro menjadi terbatas, (5) tidak menanam varietas rentan wereng hijau maupun rentan terhadap virus tungro dalam kurun waktu minimal 3 musim tanam, (6) apabila terjadi Luas Tambah Serangan (LTS) 2 kali dari luas serangan sebelumnya dan curah hujan >200 mm, maka hendaknya dianjurkan menanam varietas padi yang tahan serangan tungro, (7) gunakan karbofuran di persemaian dan pertanaman padi untuk daerah endemis, (8) pemupukan berimbang sesuai dosis sesuai dengan rekomendasi setempat, (9) pemusnahan sumber serangan: singgang, gulma, bibit tanaman, dan tanaman padi yang terinfeksi virus, (10) pergiliran tanaman dengan komoditas selain padi untuk daerah endemis atau dibedakan beberapa saat, (11) pengendalian vektor dengan agens hayati (Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana) dan pestisida botani (sambilata, mimba, mindi), (12) penggunaan insektisida sebelum semai dan tanaman fase vegetatif untuk daerah endemis dengan insektisida yang efektif dan masih direkomendasikan, (13) pengamatan

Page 5: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 3

yang intensif yang dilakukan oleh petani dan petugas pengamat hama dan penyakit-pengendali organisme pengganggu tanaman (PHP-POPT), (14) peningkatan pengetahuan petani melalui sekolah lapang-pengendalian hama terpadu (SL-PHT), dan (15) apabila pengendalian

hayati tidak mampu mengatasi hama dan penyakit, maka alternatif terakhir yang dilakukan adalah pengendalian menggunakan pestisida kimia. Namun tetap mengutamakan keseluruhan strategi pengendalian penyakit tungro dan populasi wereng hijau.

Dini Yuliani

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Jalan Raya IX Sukamandi,

Subang 41256

Telepon : (0260) 520157

Faksimile : (0260) 520158

E-mail : [email protected].

go.id; [email protected]

Leatherleaf fern atau pakis adalah jenis paku-pakuan dengan nama

latin Rumohra adiantiformis G. Forst., berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Selatan, Madagaskar, Selandia Baru dan Australia (Henley et al. 1980).

Ta n a m a n i n i t e r u t a m a dimanfaatkan sebagai daun potong. Pada dunia komersial, tanaman ini dikenal ada dua varietas, yaitu Florida dan Mayfield. Varietas Flor ida berpenampi lan leb ih kokoh, ukuran daun lebih lebar dengan tangkai bunga rata-rata saat optimal lebih panjang, jumlah tangkai daun dalam 1 rumpun lebih sedikit dibandingkan Mayfield, daun berspora, mempunyai ketahanan lebih besar terhadap curahan air hujan. Hal ini menyebabkan penyakit yang timbul akibat curah hujan yang tinggi tidak separah varietas

Budi Daya Leatherleaf fern: Permasalahan dan Cara Penanggulangannya

Leatherleaf fern atau pakis merupakan salah satu tanaman hias yang tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia. Dengan penampilan daun yang tegar dan berwarna hijau mengkilap menjadi nilai komersial.

Permintaan ekspor dari beberapa negara cukup tinggi. Untuk menghadapi tantangan dan kendala, perlu adanya sentuhan teknologi sehingga hasil produksi Leatherleaf fern dapat memenuhi permintaan ekspor dengan

kualitas dan kuantitas yang baik.

Mayfield. Konsumen luar negeri hanya menghendaki daun pakis yang berkualitas tinggi/baik.

Kualitas daun yang baik ditandai dengan kondisi daun tegar, berwarna hijau gelap, hijau mengkilat, bebas organisme pengganggu tanaman (OPT), tidak cacat, simetris dan harus tetap pada kondisi prima setelah dipanen. Adanya spora pada daun tidak dikehendaki konsumen dan tidak termasuk dalam kualitas ekspor. Daun dengan sedikit spora masih dapat diperdagangkan untuk pasar lokal. Leatherleaf fern menghendaki agroklimat dataran tinggi. Dengan kondisi iklim di Indonesia tropis dataran tinggi, tanaman Leatherleaf fern dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Permintaan ekspor daun potong ini berasal dari Jepang, Australia, dan Singapura. Kebutuhan Jepang set iap tahun adalah

150 juta tangkai, dan impor dari Indonesia berkisar 70 juta tangkai. Dari empat perusahaan yang ada, Indonesia baru dapat memenuhi 30% permintaan pasar ekspor. Dengan demikian Indonesia masih berpeluang untuk meningkatkan produksi untuk kebutuhan ekspor, belum lagi kebutuhan domestik. Kerja sama dengan perusahaan masih terbuka, produk petani dapat diserap oleh perusahaan untuk penambahan produk ekspor, juga untuk meningkatkan volume pasar dalam negeri. Adapun tujuan yang lain adalah memberdayakan pelaku usaha, membuka kemitraan pasar dan mendorong upaya peningkatan pendapatan petani.

Melalui pengembangan kawasan sentra produksi di Provinsi Jawa Tengah, mewujudkan terciptanya produk leatherleaf fern yang berdaya saing sesuai standar yang diinginkan konsumen (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura 2014).

Ada empat perusahaan produsen dan eksportir leatherleaf fern di Indonesia yang sampai saat ini masih mengekspor daun potong ini ke beberapa negara, yaitu: PT Florex Formindo, PT Tropica Flora

Page 6: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

4 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Daun yang terserang Cylindrocladium (a), daun yang terserang antraknosa (b), dan daun yang sehat (c).

(a) (b) (c)

Persada, PT Darmawan Greenleaf Rumohra dan PT Sinar Equator yang mengelola lahan berkisar 70 ha, namun belum dapat memenuhi permintaan ekspor maupun pasar lokal.

Di Indonesia, tanaman in i dibudidayakan di dataran menengah sampai tinggi (800–1.800 m dpl), suhu 19–27°C, kelembapan relatif 80–90%, intensitas cahaya 3.000–5.000 Lux. Lokasi perusahaan yang sudah ada yaitu di Kabupaten Sukabumi, Cianjur, dan Wonosobo.

Masalah Usaha Budi Daya Tanaman Leatherleaf fern

Beberapa hal yang mengakibatkan tidak berkembangnya usaha budi daya leatherleaf fern ini antara lain: (1) kurangnya penguasaan teknologi budi daya maupun pengembangan t anaman , ( 2 ) ben ih ku rang berkualitas, (3) serangan OPT dan bencana alam, (4) produktivitas dan kualitas produksi belum optimal, (5) skala ekonomi produksi belum terpenuhi, (6) biaya produksi tinggi, (7) break event point (BEP) lama, berkisar satu tahun, (8) kesulitan memasarkan produk karena kualitas kurang memenuhi persyaratan ekspor, dan (9) investasi yang tinggi sehingga lebih sesuai untuk pemodal kuat.

Harga jual daun potong ini berbeda untuk ekspor dan pasar

lokal. Untuk pasar Jepang dengan ukuran S 0,6 U$, M 0,7 U$, L 0,8 U$, XL 1,0 U$ per 10 tangkai. Sering terjadi pula perubahan sesuai dengan kondisi pasar. Mungkin ada sedikit perbedaan dari perusahaan yang berbeda. Untuk pasar ekspor ini memerlukan persyaratan kualitas yang ketat. Untuk pasar lokal harga berkisar Rp5.000 per 10 tangkai untuk ukuran S, sedangkan ukuran M harga Rp6.000 per 10 tangkai.

Strategi untuk Mengatasi Permasalahan Budi Daya Leatherleaf fern

1. Pengelompokan Lahan Usaha

Lahan usaha tanaman leatherleaf fern yang dikelola oleh gapoktan kebanyakan lahan sewa yang berukuran kurang dari 0,5–1,5 ha. Hasil panen dari lahan tersebut baru akan didapatkan setelah sekitar 1–2 tahun. Selama tanaman belum berproduksi, t idak ada pendapatan yang masuk, padahal input produksi harus diberikan terus menerus, akibatnya petani lebih suka mengusahakan tanaman semusim yang hasilnya lebih cepat. Hal ini mengakibatkan usaha tanaman leatherleaf fern hanya merupakan usaha sampingan yang t idak ditekuni secara terus menerus. Lahan produksi dari tiga kabupaten yang sudah di in is ias i sudah

sangat berpencar, mengakibatkan pengumpulan hasil produksi yang memerlukan biaya tinggi.

Perluasan lahan usaha dari yang sudah ada pada lokasi yang berdekatan pada setiap kabupaten akan menambah produk yang dihasilkan, sekaligus memperlancar pemasaran hasil. Dengan demikian eksportir akan lebih mudah dalam mengambil produk yang dihasilkan kelompok tani dalam jumlah yang memadai.

2. Sarana Budi Daya

Tanaman leatherleaf fern terbukti memerlukan input produksi yang tinggi dan secara terus menerus. Hal ini disebabkan oleh material yang diproduksi adalah daun. Daun baru setelah tumbuh berkembang menjadi dewasa setiap 2 minggu akan dipanen. Hasil asimilat yang diperlukan harus cukup untuk memproduksi daun baru. Tanpa input yang seimbang daun tidak dapat diproduksi secara optimal. Rumah lindung yang memadai perlu diusahakan agar produktivitas dan kualitas produk didapat yang terbaik.

3. Kualitas Sumber Daya Manusia

Peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dengan pelatihan yang kontinyu sesuai dengan teknologi yang berkembang perlu dilakukan dan SDM pendamping

Page 7: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 5

yang dilatih haruslah tenaga yang berdedikasi baik dan tepat sasaran. Pendampingan petugas lapang hendaknya perlu dilakukan secara kontinyu dan berkelanjutan.

4. Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama Leatherleaf fern yang menjadi masalah adalah siput. Sedangkan p e n y a k i t u t a m a n y a a d a l a h cylindrocladium dan antraknosa. Pengendalian hama siput dilakukan dengan perendaman daun pada waktu proses pascapanen akan menghemat penggunakan pestisida pada pertanaman.

Salah satu pengendalian penyakit antraknosa dapat dilakukan dengan pemberian naungan plastik di atas tanaman. Mengurangi guyuran air hujan 90% akan mengurangi layu daun akibat antraknosa . Cylindrocladium menyerang pada daun yang tua, dan saat ini belum

ada fungisida yang dapat mengatasi 100% penyakit ini. Pembuangan daun sakit sangat membantu. Fungisida yang berbahan kloratonil pada varietas Florida cukup mengurangi penyakit bercak daun tersebut.

Has i l pene l i t i an d i Ba la i Penelitian Tanaman Hias, aplikasi penggabungan Bio PF 107 cfu dengan disemprotkan konsentrasi 0,5%+Karbendazim 6,2% efektif untuk mengendalikan bercak daun yang disebabkan Cylindrocladium sp.. Sedangkan aplikasi Bio PF 107 cfu konsentrasi 0,5% dapat mengurangi penggunaan pestisida sintetis (Nuryani et al. 2015).

5. Kualitas Produk

Adapun syarat daun untuk dieksport pada semua ukuran daun (M, L, dan XL) ditunjukkan dengan adanya kualitas prima tanpa cacat, tidak ada gejala terserang penyakit, dan tidak

ada spora. Namun bila tidak terlihat kualitas tersebut, masih bisa dijual untuk pasar domestik.

6. Kelembagaan

Kebersamaan pe laku usaha sangat diper lukan, sehingga mampu menyediakan produk yang berkualitas secara kontinyu yang dapat menambah pasar ekspor. Pengembangan Supply Chain Management dengan para eksportir perlu dibangun, dengan penyediaan sarana produksi yang cukup untuk menunjang kualitas dan produktivitas produk dan jaminan pemasaran

Herlina Debora

Balai Penelitian Tanaman Hias

Jalan Raya Ciherang Segunung Pacet,

Cianjur 43253, Jawa Barat

Telepon : (0263) 517056

Faksimile : (0263) 514138

E-mail : [email protected]

Bantuan beragam jenis alsintan telah diimplementasikan tahun

2015. Namun demikian, dengan semakin banyaknya alsintan masuk di perdesaan, timbul pertanyaan bagaimana kesiapan petani dan daya dukung infrastrukturnya.

Dampak Bantuan Alsintan terhadap Percepatan Peningkatan Produksi Pangan

Kementerian Pertanian terus berupaya mendorong pengembangan alat dan mesin pertanian (alsintan) secara masif dalam tiga tahun terakhir ini.

Program mekanisasi tersebut diharapkan dapat menekan biaya usaha tani, meningkatkan efisiensi penggunaan input dan produktivitas usaha tani, menekan losses, serta mengoptimalkan penggunaan sumber daya

pertanian. Misalnya ketersediaan traktor, pengolahan lahan dapat dilakukan lebih cepat, dan luas yang tergarap juga bertambah.

Dari sisi teknis mesin, bagaimana ketersediaan sarana perbengkelan dan kemudahan memperoleh suku cadang sehingga operasional alat tidak terganggu. Dari sisi petani, timbul pertanyaan bagaimanakah o p t i m a l i s a s i p e l a t i h a n d a n

pendampingan yang diberikan dapat efektif. Kesiapan kelembagaan pelaksana dan petani yang lemah akan menyebabkan alsintan bantuan tidak terpelihara secara baik, rusak, dan pendayagunaannya terbatas. Karena itu, dibutuhkan pengelolaan alsintan yang baik agar mampu memberikan layanan yang tepat dan menguntungkan bagi petani. Selain itu, besarnya bantuan alsintan yang tidak terkelola dengan baik dikuatirkan akan menimbulkan crowding out effect dengan usaha jasa alsintan yang dimiliki oleh perorangan dan swasta.

Page 8: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

6 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pada tahun 2016, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) melakukan penelit ian untuk mempelajari bagaimana pelaksanaan program mekanisasi p e r t a n i a n , d a n b a g a i m a n a efektivitasnya dalam mendukung swasembada pangan.

Penelitian dilakukan di tiga provinsi yakni di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan dengan mengkombinasikan dua metode analisis, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dengan Logical Framework Anaylsis (LFA) untuk mengetahui kesesuaian rancangan program bantuan mekanisasi per tanian dengan implementasinya di lapangan. Selanjutnya, pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengevaluasi tingkat efisensi program bantuan mekanisasi dengan menggunakan Data Envelopement Analysis (DEA).

Peningkatan Populasi Alsintan dan Efektivitasnya

Program mekanisasi telah men-dorong peningkatan jumlah alat dan mesin pertanian secara nasional, khususnya pada usaha tani pangan, dibandingkan dengan sebelum adanya program UPSUS. Jumlah bantuan traktor roda dua misalnya, meningkat sangat signifikan secara nasional dari 15.435 unit pada tahun 2014 menjadi 25.509 unit atau meningkat sekitar 65,27%. Hal yang sama juga terjadi di lokasi kajian, seperti provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan masing-masing meningkat sebesar 54,45%, 33,98%, dan 60,06%.

Dari pengumpulan data lapangan diketahui bahwa implementasi program mekanisasi pertanian belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan rancangannya. Salah satu indikasinya adalah penentuan penerima dan lokasi yang kurang sesuai dengan kri teria dalam

panduan. Spesifikasi beberapa jenis alsintan yang dibagikan tidak semuanya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan petani. Beberapa alat tidak sesuai dengan karakteristik wilayah (topografi lahan dan struktur lahan). Demikian halnya dari aspek pengelolaan, dimana banyak Alsintan bantuan belum dikelola secara baik oleh kelompok tani dan kelompok Usaha Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA) penerima.

Berdasarkan analisis efisiensi, dapat disimpulkan bahwa kinerja program mekanisasi pertanian belum efisien dengan rata-rata nilai efisiensi sebesar 85% (CRS) dan 94% (VRS), dengan pencapaian efisiensi skala optimal sebesar 86%. Alsintan tersebut masih dapat diefisienkan jika dilakukan pengurangan rata-rata input sebesar 15% (CRS) dan 6,0% (VRS). Namun demikian, dalam konteks efektivitas program, keberadaan alsintan bantuan mampu menurunkan biaya tenaga kerja pada usaha tani padi sebesar 3–10%, dan usaha tani kedelai sebesar 22,5%. Dilaporkan pula terjadinya peningkatan produktivitas padi dan jagung akibat penggunaan alsintan bantuan.

Peningkatan produksi padi tertinggi ditemukan di Kabupaten Cianjur (5,36%) dan kemudian diikuti oleh Kabupaten Bojonegoro (3,45%). Demikian halnya dengan produksi jagung di Kabupaten Takalar mengalami peningkatan sangat signifikan (53,85%). Sebaliknya produksi kedelai baik di Kabupaten Mojokerto maupun di Lamongan tidak mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena program bantuan mekanisasi pertanian umumnya didominasi dengan alat dan mesin untuk mendukung usaha tani padi, sementara untuk mendukung peningkatan produksi kedelai, tidak banyak petani dan kelompok tani yang mendapatkannya. Berbeda halnya dengan petani jagung yang juga mengusahakan tanaman padi

sehingga bantuan alsintan yang diberikan untuk usaha tani padi juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung usaha tani jagung.

Kinerja usaha tani penerima bantuan secara keselurahan belum efisien karena rata-rata nilai efisiensi yang diperoleh sebesar 66,7% (CRS) dan 73,2% (VRS), dengan pencapaian efisiensi skala optimal sebesar 88.3%. Kinerja usaha tani dapat dikatakan efisien jika mencapai angka pengurangan input sebesar 33,3% (CRS) dan 26,8% (VRS).

Kinerja usaha tani di Kabupaten Bojonegoro terlihat efisien sebagai dampak dari adanya program bantuan mekanisasi dengan nilai efisiensi 100%. Demikian halnya di Kabupaten Takalar (Sulawesi Selatan), kinerja usaha taninya juga efisien karena pengelolaan bantuan mekanisasi mulai dilakukan secara baik oleh kelompok penerima. Sebaliknya, tidak efisiennya kinerja usaha tani penerima bantuan di daerah lainnya terkait dengan faktor pengelolaan bantuan alsintan yang belum dilakukan secara optimal oleh kelompok penerima untuk mendukung peningkatan kinerja usaha tani anggotanya.

Strategi untuk Optimalisasi Program Mekanisasi Pertanian Secara umum, pengembangan mekanisasi saat ini masih bersifat premature dan belum mencapai stabilitas tertentu. Hal ini disebabkan oleh kurang tepatnya identifikasi kebutuhan. Agar program mekanisasi efektif, perlu didukung dengan berbagai pilar yaitu penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh, kelembagaan penerima, ser ta penyiapan sarana dan prasarana yang selektif, terstruktur dan komprehensif.

Idealnya, pemilihan bantuan alsintan berpedoman kepada prinsip keberlanjutan pengembangan

Page 9: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 7

(sustainable development) melalui pengembangan mekanisasi yang progresif. Strategi berikutnya adalah menumbuhkembangkan lembaga UPJA yang mampu bekerja secara profesional dalam penyediaan suku cadang yang memadai dan pelayanan purna jual. Strategi lainnya yang perlu ditempuh yaitu membangun industri pertanian di perdesaan dengan basis mekanisasi pertanian pada sentra produksi pertanian.

Agar program mekanisasi dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan, maka diperlukan langkah-langkah: (1) percepatan penambahan dan kepemilikan alsintan sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi didukung pengembangan SDM

yang memadai baik di pusat maupun di daerah, (2) pengkajian ulang program bantuan alsintan termasuk tata cara dan kriteria seleksinya, serta (3) pelatihan dan pendampingan kelembagaannya.

P e l a t i h a n k e l e m b a g a a n hendaknya dilakukan secara lebih terjadwal, terstruktur, dan memiliki pola kurikulum standar. Adapun Penyempurnaan pengembangan UPJA yang dapat dilakukan ke depan adalah: (1) peningkatan SDM pelaku dan pendukung pengembangan UPJA melalui pelat ihan ser ta pembinaan terhadap masyarakat se tempat secara ber jen jang dan berkes inambungan, (2 ) penyempurnaan sistem manajemen UPJA dengan memperbaiki tata

kelola, dan (3) pengembangan suatu pola UPJA yang dibentuk secara mandiri melalui pemberdayaan dan peningkatan partisipasi atau keikutsertaan masyarakat daerah berdasarkan kondis i wi layah dan kebutuhan setempat. Hal ini diharapkan dapat mewujudkan tercapainya percepatan peningkatan produksi pangan.

Hermanto

Pusat Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No. 3B,

Bogor 16111

Telepon : (0251) 8333964

Faksimile : (0251) 8314496

E-mail : [email protected];

[email protected]

Sorgum (Sorgum bicolor L. Moench) merupakan komoditas

serealia yang tumbuh dengan baik di lahan marjinal dan kering, serta lebih tahan terhadap berbagai hama dan penyakit dibandingkan tanaman pangan lain. Dilihat dari sisi kandungan gizi, selain mengandung karbohidrat tinggi, sorgum juga mengandung protein dan lemak yang lebih tinggi dari beras, serta senyawa antioksidan seperti antosianin yang memiliki manfaat kesehatan. Saat ini, pemanfaatan sorgum sebagai bahan

Diversifikasi Pangan Olahan SorgumSorgum merupakan salah satu sumber pangan lokal khas beberapa daerah

di Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan mendukung program diversifikasi pangan berbasis bahan pangan lokal. Sorgum memiliki

kandungan gizi yang tidak kalah bahkan unggul dibandingkan beras dan terigu. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

telah menghasilkan teknologi olahan sorgum dalam bentuk produk kekinian yang enak, mudah dan murah.

pangan masih rendah, salah satunya disebabkan oleh palatabilitasnya yang rendah dibandingkan beras dan terigu.

Sorgum juga lebih sulit disosoh dibandingkan beras. Balitbangtan melalui Balai Besar Penelit ian dan Pengembangan Pascapanen P e r t a n i a n ( B B P a s c a p a n e n Pertanian) telah memiliki teknologi penyosohan sorgum yang mampu menghasilkan biji sorgum berkualitas sehingga lebih mudah diolah.

S e l a m a i n i , a n t u s i a s m e masyarakat daerah penghasil sorgum masih rendah. Pola pikir beras sebagai pangan pokok superior dan kesulitan mengolah sorgum membuat masyarakat enggan mengkonsumsinya. Di sisi lain, banyak penelitian yang telah menghasilkan produk olahan sorgum bernilai ekonomi tinggi dengan rasa yang enak, dibuat dengan biaya murah dengan teknologi yang sederhana. Beberapa tahun terakhir ini, BB Pascapanen Pertanian telah melakukan pengembangan produk olahan sorgum, baik dari biji sorgum maupun dari tepung sorgum. Produk-produk tersebut dibuat dengan bahan baku utama sorgum tanpa penambahan tepung terigu, sehingga dapat diklaim sebagai produk bebas gluten yang bernilai kekinian.

Page 10: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

8 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Aneka produk olahan berbasis sorgum.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mi dan pasta dari tepung sorgum.

Olahan Biji Sorgum

Biji sorgum dapat ditanak dan dikonsumsi seperti nasi dari beras dan dimakan bersama lauk pauk. Namun, biji sorgum cenderung lebih keras sehingga pemasakan membutuhkan waktu lebih lama dan air lebih banyak. Hal ini menurunkan minat masyarakat mengganti beras dengan sorgum untuk konsumsi sehari-hari.

Masyarakat Dusun Likotuden, Larantuka, Nusa Tenggara Timur mencampur sorgum dengan beras agar lebih mudah untuk dikonsumsi sehari-hari. Masyarakat kadang juga memasak sorgum dengan campuran santan sehingga hasilnya lebih pulen dan enak.

BB Pascapanen Per tanian telah mengembangkan produk nasi sorgum instan dan berasan sorgum pratanak. Nasi sorgum instan hanya perlu diseduh dengan air panas selama kurang dari 5 menit sebelum disantap, sedangkan berasan pratanak dapat dikonsumsi dengan waktu pemasakan minimal. Kedua produk ini dapat dibuat dengan teknologi sederhana. Tahapan proses pembuatan nasi sorgum instan meliputi perendaman, pencucian, pemasakan, pembekuan, dan pengeringan. Berasan pratanak dapat dibuat dengan cara yang sama, namun tanpa p roses pembekuan.

Olahan Tepung Sorgum

Tepung sorgum tidak mengandung gluten sehingga sulit dibentuk menjadi produk-produk yang membutuhkan tekstur kenyal dan perlu pengembangan adonan. Namun dengan teknologi dan formulasi yang tepat, tepung sorgum dapat dimanfaatkan dalam pembuatan berbagai produk pangan.

Mi dan pasta khususnya makaroni dari tepung sorgum merupakan contoh produk yang sangat menarik bagi masyarakat. Sebagai pengikat adonan adalah pati untuk mencegah mi dan pasta patah atau hancur saat dimasak. Tahapan proses pembuatan mi dan pasta dari tepung sorgum disajikan pada Gambar 1.

Mi dari tepung sorgum memiliki karakteristik yang cukup mirip dengan mi terigu sehingga dapat diolah menjadi aneka olahan mi. Kandungan antosianin dan serat

pangan yang tinggi pada sorgum menjadikan mi dan pasta dari tepung sorgum memiliki nilai fungsional yang lebih baik dibandingkan produk sejenis dari tepung terigu.

Produk olahan lain berbasis tepung sorgum antara lain brownis, roti, snack bar, dan kerupuk sorgum. Cara membuat brownis dari tepung sorgum persis sama dengan brownis dari tepung terigu.

Pengolahan snack bar dari tepung sorgum memiliki daya tarik tersendiri. Sebagai produk modern dan bernilai kekinian, snack bar berpotensi menaikkan pandangan masyarakat lokal terhadap komoditas sorgum. Snack bar sorgum dapat dibuat dengan kombinasi berbagai bahan lain untuk meningkatkan sifat fungsionalnya (sumber energi, protein, lemak, dan vitamin) serta memperbaiki tekstur dan rasanya (kekenyalan dan kemanisan). Bahan tambahan yang umum digunakan antara lain kacang-kacangan, buah-buahan kering, telur, gula, dan mentega. Bahan-bahan dicampur hingga homogen, selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam loyang persegi dan dipanggang menggunakan oven.

Roti menjadi salah satu alternatif produk potensial untuk olahan berbasis tepung sorgum. Tepung sorgum dapat juga dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan roti. Karakteristik gluten yang tidak dimiliki sorgum dapat digantikan dengan memanfaatkan sumber protein lain, seperti telur untuk memperbaiki tekstur roti sorgum menjadi mengembang dan renyah. Jumlah penambahan telur yang tepat dapat menghasilkan roti berbahan dasar 100% tepung sorgum dengan palatabilitas baik.

K e l e b i h a n r o t i s o r g u m dibandingkan dengan roti terigu selain nongluten juga memiliki serat yang cukup tinggi. Kerupuk sorgum merupakan olahan yang dihasilkan dari ampas pengayakan

Page 11: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 9

tepung sorgum, yaitu tepung sorgum yang kasar. Ampas pengayakan ini dicampur dengan sedikit pati, air, garam dan bumbu. Adonan dicetak dengan pencetak pasta, dikeringkan kemudian digoreng. Pengolahan ampas pengayakan tepung sorgum bertujuan memanfaatkan limbah pengolahan tepung sorgum yang selama ini hanya digunakan sebagai pakan ternak. Produk kerupuk tidak membutuhkan tekstur yang kenyal dan mengembang, sehingga tepung kasar sorgum dengan penambahan bumbu dan pati saja sudah dapat menghasilkan produk yang diminati masyarakat, dengan nilai jual tinggi dan meningkatkan konsumsi sorgum.

Potensi Pengembangan

Berbagai produk olahan sorgum BB Pascapanen Pertanian memiliki potensi nilai ekonomi tinggi jika dikembangkan secara profesional oleh masyarakat lokal daerah penghasil sorgum.

BB Pascapanen Per tanian telah melakukan Bimbingan Teknis (Bimtek) di beberapa daerah, meliputi penanganan sorgum mulai dari penyosohan, penepungan, pembuatan produk olahan dari biji, tepung dan limbahnya sehingga berakh i r pada pengemasan dan pembuatan label produk. Pengemasan yang sesuai dengan

karakteristik produk dan pelabelan label produk yang menarik akan meningkatkan minat masyarakat sekitar daerah. Bahkan, terdapat di beberapa daerah, produk olahan sorgum dijadikan buah tangan/oleh-oleh.

Ira Mulyawanti dan Sari Intan Kailaku

Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No. 12A, Bogor

16124

Telepon : (0251) 8321762

Faksimile : (0251) 8350920

E-mail : bbpascapanen@litbang.

pertanian.go.id, bb_pascapanen@yahoo.

com

Produksi limbah daun kelapa sawit diperkirakan 3,6 kg/ha/

hari, sedangkan dari pelepahnya 50,6 kg/hari. Potensi ini dapat mendukung pakan ternak untuk 2 ekor sapi. Dengan demikian perkebunan kelapa sawit seluas 1.111.050 ha di Sumatera Selatan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak sapi untuk 22.222.100 ekor.

Limbah kebun kelapa sawit banyak mengandung serat kasar dan lignin yang sukar dicerna

Pakan Lengkap dari Limbah Kelapa Sawit Fermentasi untuk Ternak SapiPerkebunan kelapa sawit yang cukup luas di Sumatera Selatan merupakan

perkebunan rakyat, yang menghasilkan limbah cukup banyak. Limbah tanaman (pelepah dan daun kelapa sawit) serta hasil ikutan industri

pengolahan tandan buah kelapa sawit, yaitu solid (lumpur) sawit dan bungkil inti sawit yang dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak sapi yang

berkualitas.

oleh mikroba dalam rumen sapi ser ta kandungan pro te innya relatif rendah, sehingga dalam pemanfaatannya perlu proses lebih lanjut. Pelepah dan daun kelapa sawit tidak dapat diberikan secara tunggal karena kecernaannya yang rendah, sehingga diperlukan adanya perubahan bentuk fisik menjadi lebih kecil atau menjadi tepung memudahkan dalam proses pencampuran dengan bahan lain dalam formula pakan tambahan.Ba la i Pengka j i an Tekno log i

Pertanian Sumatera Selatan (BPTP Sumsel) telah mengintroduksikan teknologi pembuatan complete feed (pakan lengkap) dari limbah sawit terfermentasi pada tahun 2013. Lokasi penempatannya adalah di Desa Lubuk Lancang, Kecamatan Soak Tapeh, Kabupaten Banyuasin yang dikelola oleh Kelompok Ternak Mulya Tani bertempat di Koperasi Mulya Jaya. Hal ini bertujuan untuk sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi.

Cara Membuat Complete Feed

Complete Feed limbah kelapa sawit fermentasi adalah pakan yang cukup gizi dalam bentuk tunggal. Pakan ini merupakan hasil pencampuran

Page 12: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

10 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

(a) (b)

(c) (d)Alur pembuatan complete feed limbah kelapa sawit fermentasi; (a) pencampuran bahan, (b) proses pemasukkan dan pemadatan bahan, (c) proses fermentasi, dan (d) complete feed fermentasi yang baik tidak berjamur dan berbau harum.

beberapa bahan pakan limbah kelapa sawit dan bahan pakan lainnya, melalui proses fermentasi untuk meningkatkan nilai gizi, palatabilitas (rasa), efisiensi pakan, untuk menghindari seleksi pakan oleh ternak, serta memudahkan dalam pemberian pakan.

Bahan yang diperlukan untuk membuat complete feed adalah: (1) pelepah dan daun kelapa sawit segar 25%, (2) lumpur sawit 30%, (3) leguminosa (turi/gamal) segar 5%, (4) dedak padi 20%, (5) onggok 10%, dan (6) rumput (raja/gajah/lapang) segar 10%. Bisa ditambah starter yang mengandung bakteri asam laktat, sellulolitik dan proteolitik sesuai dosis anjuran. Adapun cara membuat complete feed adalah: (1) cacah pelepah dan daun kelapa sawit, rumput dan leguminosa dengan mesin pencacah; (2) timbang bahan-bahan complete feed fermentasi sesuai dengan proporsinya; (3) campur semua bahan complete feed fermentasi sampai merata; (4) masukkan campuran bahan complete feed fermentasi ke dalam

drum sambil dipadatkan; dan (5) tutup rapat drum minimal 21 hari, sehingga udara tidak masuk ke dalam drum atau disimpan dalam kondisi kedap udara.

Complete feed limbah kelapa sawit fermentasi yang baik: berbau harum, tidak berjamur, tekstur lembut dan warna kecokelatan. Apabila belum akan digunakan, dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat digunakan sebagai pakan cadangan.

Nilai gizi complete feed limbah kelapa sawit fermentasi adalah bahan kering (BK) 49,3%; Total Digestibel Nutrient (TDN = total gizi yang dicerna) 54,0% dan protein kasar 8,99%. Pemberian complete feed limbah kelapa sawit fermentasi pada ternak sapi secara ad-libitum (bebas) dengan standar konsumsi 6% dari berat badan.

Keunggulan Complete Feed

Pemberian pakan dengan complete feed limbah sawit terfermentasi memiliki beberapa keunggulan,

antara lain: (1) menghemat tenaga kerja dan waktu, (2) kandungan nutrisi tinggi, namun vitamin/zat yang dibutuhkan ternak dapat ditambahkan pada saat pembuatan, (3) dapat disimpan dalam waktu yang lama (>1 tahun), jika kondisi tetap anaerob. Pembuatan dapat langsung dilakukan dalam jumlah yang banyak, kemudian dimasukkan di dalam drum atau plastik minimal selama 21 hari, dan (4) meningkatkan pertumbuhan ternak: pertumbuhan ternak lebih cepat dibandingkan dengan yang hanya diberi rumput, karena nutrisi pakannya lebih lengkap.

Kelayakan Pengembangan Teknologi in i sesuai dengan kebutuhan peternak yang berada di lokasi perkebunan kelapa sawit. Kelayakan teknologi secara teknis dapat dilihat dari hasil aplikasi pakan yang diterapkan pada sapi.

Hasil penerapan teknologi adalah rata-rata pertambahan bobot badan ternak sapi jantan 0,58 kg/ekor/hari. Teknologi ini memiliki prospek dalam penerapannya sebagai solusi menyelesaikan masalah penyediaan pakan ternak, bahan yang digunakan mudah diperoleh, mudah diaplikasikan, dan murah biaya pembuatannya. Dari hasil analisis usaha tani selama dua bulan yang dihitung berdasarkan data pertambahan bobot badan dan biaya pakan diketahui bahwa penggunaan complete feed menguntungkan dengan nilai B/C ratio 1,26.

Aulia Evi Susanti dan Yusthina Suci P

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Sumatera Selatan

Jalan Kol. H. Burlian km 6 No. 83,

Palembang 30153

Telepon : (0711) 410155

Faksimile : (0711) 411845

E-mail : bptp-sumsel@litbang.

pertanian.go.id

Page 13: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 11

Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan subsektor

perkebunan di Indonesia karena memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut International Coffe Organization (ICO) konsumsi kopi di dunia meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi kopi di Indonesia khususnya, memiliki peluang besar untuk merespon dan memenuhi kebutuhan kopi di dunia melalui jalur ekspor ke negara-negara pengonsumsi kopi utama dunia khususnya di negara Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.

Indonesia juga terkenal karena memiliki sejumlah kopi khusus dan berciri khas seperti ‘kopi luwak’ dan ‘kopi Mandailing’. Berkaitan dengan komoditi, kopi adalah penghasil devisa terbesar keempat untuk

Peluang dan Tantangan Pengembangan Kopi Indonesia

Kebutuhan kopi dan ketersediaannya merupakan dua hal yang saling terkait. Kopi Indonesia tidak hanya terkenal dari cita rasanya, namun

memiliki kualitas dan menjadi selera kelas dunia sepanjang sejarah. Seiring dengan perkembangan lingkungan strategis, riset dan teknologi pertanian telah menciptakan persaingan pasar dunia yang semakin tidak terbendung

terutama terkait kualitas dan kemasan dari kopi. Menyikapi hal tersebut, Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan jumlah dan kualitas kopi

yaitu dengan perbaikan sistem budi daya, pengolahan dan kemasan serta menjadi sumber devisa yang strategis di masa mendatang dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan petani.

Indonesia setelah minyak sawit, karet dan kakao. Biji kopi arabika yang berkualitas lebih tinggi kebanyakan diproduksi oleh negara-negara Amerika Selatan. Sebagian besar ekspor kopi Indonesia (kira-kira 80%) didominasi biji kopi robusta.

Produksi, Jenis, Sentra, dan Harga Kopi

Produksi kopi Indonesia tahun 2014 tercatat sebesar 643.857 ton. Produksi ini berasal dari 1.230.495 ha luas areal perkebunan kopi dimana 96,19% di antaranya diusahakan oleh perkebunan rakyat (PR) sementara sisanya diusahakan oleh perkebunan besar milik swasta (PBS) sebesar 1,99% dan perkebunan besar milik negara (PBN) sebesar 1,82% (Ditjend Perkebunan 2015).

Jika di l ihat dari jenis kopi yang diusahakan, kopi robusta mendominas i p roduks i kop i Indonesia. Pada tahun 2014, dari 643.857 ton produksi kopi Indonesia sebanyak 73,57% (473.672 ton) adalah kopi robusta sementara sisanya sebanyak 26,43% (170,185 ton) adalah kopi arabika. Sentra produksi kopi robusta di Indonesia adalah provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, dan Sumatera Barat. Sementara itu sentra produksi kopi arabika pada tahun terdapat di provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Timur.Harga kopi pada tahun 2015 di pasar domestik Indonesia rata-rata adalah Rp19.135 per kg, sedangkan tingkat konsumsi kopi pada tahun 2015 berdasarkan SUSENAS yang mencapai 0,8% kg/kapita/tahun.

Negara Sasaran Ekspor dan Asal Impor

Negara tujuan ekspor kopi Indonesia dengan bentuk total segar dan olahan dengan volume ekspor terbesar pada tahun 2015 adalah USA sebesar 65.509 ton (13,05%). Selanjutnya adalah Jerman sebesar 47.664 ton (9,49%), Italia 43.048 ton (8.58%), Jepang 41.241 ton (8,21%),

Tanaman kopi.

Foto

: dok

umen

tasi

Bal

ittri

Page 14: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

12 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Malaysia 39.394 ton (7,85%), Thailand 29.305 ton (5,84%) dan Rusia 26.940 ton (5,37%).

Sementara kopi impor dari Vietnam dalam bentuk segar dan olahan pada tahun 2015 mendominasi kopi impor di Indonesia sebesar 62,83% atau 7.582 ton. Brazil sebesar 7,99% (965 ton), Malaysia 1,56% (188 ton), dan Amerika Serikat 1,34% (162 ton).

Ekspor kopi olahan hanyalah bagian kecil dari total ekspor kopi Indonesia. Produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi kopi robusta 600.000 ton dan arabika 140.000 ton.

Teknologi Kopi Balitbangtan

Tanah yang rendah t i ngka t kesuburannya dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan kelompok mikrobia indigenous pelarut fosfat melalui peningkatan kelarutan pupuk P yang diberikan maupun senyawa P yang tertinggal sebagai residu tanah. Mikroba pelarut P mampu berperan melepaskan ikatan P tersebut dan menyediakannya bagi tanaman. MPF yang potensial memiliki kemampuan melarutkan unsur hara P antara lain Bacillus dan Aspergillus. Inokulasi MPF mampu meningkatkan berat biomassa dan serapan hara N, P, dan K. Pemberian pupuk NPK dengan interval tiga kali dan mikroba sebanyak 20 g/tahun dapat meningkatkan ketersediaan hara K dan Ca sebesar 25%. Penggunaan pupuk hayati pelarut P dan K pada berbagai sumber bahan organik memberikan pengaruh yang positif terhadap tanaman kopi asal setek berakar.

K e u n g g u l a n t e k n o l o g i p e n g g u n a a n p u p u k h a y a t i pelarut P dan K adalah mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia sebesar 25%, serta dapat memanfaatkan bahan organik lokal yang tersedia. Salah satu faktor pembatas keberhasilan

pendistribusian entres kopi adalah t ingkat kesegarannya. Teknik pengemasan entres kopi robusta dengan menggunakan pengemas plastik+koran+superabsorbent polyacrylamide polymer mampu mempertahankan viabilitas entres kopi robusta sebesar 75% walaupun telah melewati masa distribusi entres selama ±10 hari pada suhu 35–40°C.

Kopi Liberoid Meranti 1 (LIM 1) dan Kopi Liberoid Meranti 2 (LIM 2)

Varietas unggul kopi Liberoid Meranti 1 (LIM 1) merupakan hasil seleksi pada populasi kopi Liberoid di Desa Kedaburapat Kecamatan Rangsang Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Kopi tersebut memiliki rata-rata produksi 2,37 kg biji kering/pohon/tahun atau setara dengan 1,69 ton biji kopi/ha dengan jumlah populasi 714 tanaman. Selain itu, varietas kopi LIM 1 juga memiliki keunggulan tahan penyakit karat daun dan agak tahan sampai tahan terhadap hama penggerek buah kopi. Dari sisi cita rasa, varietas ini berhasil memperoleh nilai kesukaan (preferensi) antara 80–84,25 atau rata-rata 82,28. Dengan demikian, varietas kopi LIM 1 memiliki mutu citarasa “excellent”. Tingkatan mutu tersebut merupakan yang tertinggi untuk cita rasa kopi. Varietas ini juga adaptif di lahan suboptimal (gambut) dengan tipe iklim A. Umur panen kopi rata-rata 3 tahun.

Kopi Liberoid Meranti 2 (LIM 2) juga merupakan hasil seleksi pada populasi kopi Liberoid di Desa Kedaburapat Kecamatan Rangsang Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau. Kopi ini memiliki buah yang besar dan memiliki potensi produksi 2,78 kg biji kering/pohon/tahun atau setara dengan 1,98 ton biji kopi/ha dengan jumlah populasi 714 tanaman. Varietas ini memiliki ketahanan terhadap penyakit karat daun dan hama penggerek buah

kopi. Sama halnya dengan varietas LIM 1, varietas LIM 2 juga adaptif di lahan suboptimal (gambut) dengan tipe iklim A. Umur panen kopi rata-rata 3 tahun. Nilai cita rasa dari varietas kopi LIM 2 mencapai 84,50 sehingga dapat dikategorikan memiliki mutu “excellent”.

Permasalahan, Peluang dan Tantangan Pengembangan Kopi di Indonesia

P e r m a s a l a h a n d a l a m p e -ngembangan kopi adalah: (1) masih rendahnya produktivitas tanaman, (2 ) men ingka tnya se rangan organisme pengganggu tanaman (OPT), (3) lemahnya kelembagaan petani, (4) rendahnya penguasaan teknologi pascapanen, (5) sebagian besar produk yang dihasilkan dan diekspor berupa biji kopi (green beans), (6) rendahnya tingkat konsumsi kopi per kapita di dalam negeri (0,86 kg/kapita/tahun), (7) belum optimalnya pengelolaan kopi spesialti (specialty coffee), (8) terbatasnya akses permodalan bagi petani, dan (9) belum efisiennya tata niaga atau rantai pemasaran kopi (masih panjang). Peluang pengembangan kopi di Indonesia adalah: (1) perluasan areal tanaman kopi arabika, (2) penerapan sistem budi daya perkebunan kopi yang baik (GAP) dan berkelanjutan (sustainable coffee production), (3) tersedianya teknologi pengendalian OPT yang ramah lingkungan, (4) meningkatnya penanganan mutu khususnya kopi arabika yang dapat diarahkan menjadi kopi spesialti, (5) meningkatnya perkembangan teknologi dalam industri pengolahan kopi, seperti instant coffee dan liquid coffee, dan (6) peningkatan konsumsi kopi per kapita di dalam negeri dari 860 g/kapita/tahun menjadi 1.000 g/kapita/tahun. Tantangan yang dihadapi adalah: (1) penerapan kopi berkelanjutan

Page 15: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 13

(sustainable coffee production), (2) penerapan Standar ISO 9000, 14000, (3) t ingkat pendidikan yang lebih baik, mengubah pola hidup dan kesadaran pada aspek kesehatan, yang menyebabkan semakin ketatnya toleransi terhadap komponen bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti Ochratoxin dan residu pestisida, serta (4) kesepakatan dari anggota ICO untuk tidak mengekspor kopi dengan kualitas rendah.

L a n g k a h - l a n g k a h n y a t a dalam menyikapi permasalahan, peluang dan tantangan dalam pengembangan kopi adalah: (1) menghasilkan produk kopi berkelanjutan dengan menerapkan sistem budidaya kopi yang baik (Good Agriculture Practices/GAP), (2) perlunya kriteria penilaian kopi berkelanjutan. Apabila akan dibuat standar/kriteria Kopi Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Coffee/ISCoffee) dalam satu standar nasional, belum tentu dapat diterima oleh konsumen yang lain sehingga

memerlukan persepsi yang sama dari para konsumen (harmonisasi), (3) ekspor kopi Indonesia ke Jepang yang selama ini mendapat pengawasan 100% atau inspection order dari Pemerintah Jepang (karena terkontaminasi carbaryl) telah diturunkan statusnya menjadi Stricter Monitoring (pengawasan 30%), (4) peningkatan kualitas ekspor kopi dari kopi biji menjadi kopi bubuk atau produk olahan lainnya, (5) Indonesia memiliki potensi yang besar untuk kopi spesialti. Untuk itu perlu terus diupayakan potensi kopi spesialti lainnya yang belum muncul dan bagi kopi spesialti yang telah dikenal serta memiliki nama agar segera dilakukan sertifikasi indikasi geografisnya, dan (6) pengembangan kopi dalam model kawasan agribisnis kopi dari hulu sampai hilir dengan infrastruktur yang cukup memadai.

Pengelolaan komoditas kopi harus menjadi perhatian serius pemerintah terutama dalam upaya mengembangkan industri kopi ke

arah yang lebih modern. Aktivitas riset yang menghasilkan inovasi teknologi terutama dari aspek varietas unggul baru juga harus terus ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar dunia, sehingga kopi Indonesia menjadi pilihan konsumen domestik dan internasional.

B a d a n P e n e l i t i a n d a n Pengembangan Pertanian melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan diharapkan harus mampu menjawab atas tantangan dan peluang perubahan dan persaingan dunia tersebut dengan bekerja keras dan serius dalam mengelola kuantitas dan kualitas komoditas kopi.

Saefudin

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan

Jalan Tentara Pelajar No. 1, Bogor 16111

Telepon : (0251) 8313083

Faksimile : (0251) 8336194

E-mail : puslitbangbun@litbang.

pertanian.go.id, sae_kementan2008@

yahoo.com

Lahan rawa merupakan salah satu lahan suboptimal yang dapat

dikembangkan untuk pertanian. Di

Kunci Keberhasilan Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut untuk Pertanian di Indonesia

Kebutuhan beras di Indonesia diperkirakan meningkat sampai 2% setiap tahunnya, sementara lahan subur justru mengalami penurunan akibat

konversi lahan pertanian yang terus meningkat. Penurunan lahan subur pertanian di Pulau Jawa, mengharuskan pembukaan lahan baru seperti rawa pasang surut. Potensi lahan rawa pasang surut di Indonesia masih sangat besar, sehingga perlu dioptimalkan untuk lahan pertanian dengan

penerapan teknologi pengelolaan air, penataan lahan, pemilihan komoditas dan varietas yang adaptif serta penerapan teknologi budi daya yang sesuai.

Indonesia, terdapat hampir 30% dari 33,4 juta ha lahan rawa dapat dikembangkan untuk budi daya

pertanian. Berdasarkan pengaruh pasang surut, lahan rawa dibagi menjadi 2 zona yaitu lahan rawa pasang surut dan nonpasang surut atau rawa lebak. Lahan rawa pasang surut dipengaruhi oleh gerakan air pasang surut laut dan atau sungai, baik langsung maupun tidak langsung, dan merupakan lahan rawa dominan yang ada di Indonesia. Berdasarkan perbedaan topografinya, lahan rawa pasang surut dibagi menjadi beberapa tipe

Page 16: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

14 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Model tabat tertutup dan terbuka (Sumber: Nur Wakhid). Model Pintu air otomatis pada saluran sekunder/tersier (Sumber: Balittra).

luapan air: (1) tipe luapan A, yaitu lahan yang terluapi oleh pasang besar dan kecil, (2) tipe luapan B, yaitu lahan yang terluapi oleh pasang besar saja, (3) tipe luapan C, yaitu lahan yang tidak terluapi air pasang, tetapi tinggi muka airnya dangkal, dan (4) tipe luapan D, yaitu lahan yang tidak terluapi air pasang dan tinggi muka airnya dalam. Sebagai lahan marginal, pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk usaha pertanian harus berhati-hati karena terkait dengan karakteristik tanahnya.

Beberapa karakteristik lahan pasang surut yang perlu diperhatikan antara lain tingkat kemasaman tanah (pH<4), kandungan besi yang tinggi, dan lapisan pirit yang dangkal. Berikut pengelolaan lahan rawa pasang surut untuk pertanian:

Pengelolaan Air

Pengelolaan air, termasuk kondisi jaringannya merupakan kunci utama keberhasilan pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian. Pengelolaan air di lahan pasang surut bertujuan untuk: (1) memenuhi kebutuhan air pada penyiapan lahan dan pertumbuhan tanaman, (2) memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah dengan cara mencuci zat-zat yang bersifat meracun bagi tanaman, (3) mengurangi semaksimal mungkin terjadinya oksidasi pirit pada tanah sulfat, (4) mencegah terjadinya

proses kering tak balik pada gambut, (5) mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah (subsiden) terlalu cepat; dan (6) mencegah masuknya air asin ke petakan lahan. Sistem pengelolaan air di lahan rawa pasang surut harus disesuaikan dengan tipologi lahan dan tipe luapan air serta kebutuhan tanaman.

Pada semua tipe luapan pasang surut, tata air diatur dengan sistem satu arah untuk membuang unsur/senyawa yang bersifat racun bagi tanaman seperti besi dan alumunium (Gambar 1). Khusus pada lahan tipe C dan D, selain tata air satu arah, perlu dibuat juga sistem tabat/sekat/dam, untuk menjaga tinggi muka air tanah sesuai kebutuhan tanaman.

Tabat di lahan rawa pasang surut biasanya dibuat dari papan kayu ulin atau beton yang dapat diatur

ketinggiannya untuk pengaturan tinggi muka air. Pada awal musim hujan, tabat dibiarkan terbuka agar air hujan dapat membersihkan racun hasil oksidasi besi yang tertinggal di tanah selama musim kemarau. Setelah puncak musim hujan selesai, tabat dipasang kembali agar air hujan dapat disimpan di lahan maupun pada saluran, dengan tujuan tinggi muka air tanah dapat dipertahankan dan oksidasi lapisan pirit dapat dicegah. Penerapan sistem tata air satu arah dapat dilakukan menggunakan pintu air (klep) otomatis yaitu membuka ke arah luar pada tingkat saluran sekunder/tersier yang berfungsi untuk memisahkan fungsi saluran sebagai pemasukan (irigasi) dan pengeluaran (drainase). Air masuk pada saat pasang masuk melalui

Gambar 1. Denah model pengelolaan air satu arah di lahan rawa pasang surut. (Sumber: Balittra)

Page 17: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 15

saluran irigasi dengan mendorong pintu air secara otomatis, sementara pintu pada saluran drainase akan tertutup. Sebaliknya pada saat air surut, pintu air pada saluran irigasi akan tertutup akibat dorongan air balik, sementara pada saluran drainase arus ai r bal ik akan mendorong pintu air menjadi terbuka sehingga air bebas keluar. Dengan demikian sirkulasi air pada tingkat lahan pertanaman serta pencucian dapat berlangsung dengan baik.

Penataan Lahan

Pada lahan pasang surut, dikenal 3 model penataan lahan, yaitu: (1) sawah, (2) sawah surjan dan atau tukungan, serta (3) tegalan/kebun. Masing-masing jenis penataan lahan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, bergantung pada kebutuhan petani. Lahan dengan sistem sawah dianjurkan untuk lahan-lahan yang termasuk dalam tipe luapan A atau dekat dengan muara sungai dimana luapan pasang baik pasang besar maupun pasang kecil masuk hingga lahan pertanaman atau pada lahan dengan kedalaman pirit dangkal (<50 cm).

Penataan lahan dengan sistem sawah sur jan / tukungan b isa digunakan pada semua tipe pasang surut dengan catatan memiliki kedalaman pirit >60 cm.

Surjan dibuat dengan cara meninggikan sebagian lahan dengan menggali atau mengeruk tanah di sekitarnya. Sistem ini sesungguhnya

merupakan kearifan lokal masyarakat petani di lahan rawa. Petani menata lahannya menjadi dua bagian, yaitu bagian yang ditinggikan (guludan) dan bagian yang digali (tabukan) sehingga terbentuklah sistem sawah dan sistem tegalan dalam satu hamparan. Dalam sistem ini petani dapat mengoptimalkan ruang dan waktu usaha tani dengan beragam komoditas dan pola tanam. Lebar guludan dibuat sekitar 2–6 m dan tinggi 0,50–0,80 m, sedangkan tabukan dibuat dengan lebar 8–16 m. Pada sisi kiri dan kanan surjan sebaiknya dibuat saluran dengan lebar 0,50 m dan kedalaman 0,50 m yang akan berfungsi menjaga kelembapan surjan atau tempat pengambilan air untuk menyiram tanaman di surjan. Pada pembuatan surjan, tanah yang diangkat untuk tembokan harus diletakkan sesuai asalnya. Tanah permukaan atau bagian atas harus kembali ke bagian atas agar senyawa pirit yang terangkat tetap berada di bawah. Sedangkan tukungan, merupakan sistem penataan lahan yang mirip dengan surjan, tapi putus-putus seperti bulatan yang menggunung. Tukungan dibuat dengan ukuran sekitar 1 m x 1 m dengan tinggi 60–75 cm. Tukungan yang ditambah sedikit demi sedikit lama-kelamaan akan menjadi surjan. Sementara sistem tegalan/kebun dianjurkan pada lahan dengan tipe luapan C atau D karena lahan ini umumnya tidak terluapi oleh air pasang, namun lahan ini juga dapat ditata sebagai lahan sawah tadah hujan.

Pemilihan Komoditas dan Varietas yang Adaptif

Pemilihan komoditas perlu dilakukan karena tidak semua tanaman bisa tumbuh baik di lahan pasang surut. Selain komoditas, varietas tertentu yang cocok untuk ditanam di lahan pasang surut juga perlu dipertimbangkan. Dalam pemilihan komoditas dan varietas ini, setidaknya ada empat pertimbangan yang perlu diperhatikan agar produksi dapat dicapai secara optimal, yaitu: (1) aspek agroteknis, (2) aspek ekonomi, dan (3) aspek sosial.

Aspek agroteknis adalah aspek kesesuaian lahan untuk tanaman serta pemilihan komoditas dan varietas yang mempunyai potensi hasil tertinggi pada lahan tertentu. Ketika kita menanam padi pada lahan rawa pasang surut, maka pilihlah varietas padi yang cocok untuk lahan tersebut seperti tahan pada cekaman besi, dan tahan hidup di lingkungan pH rendah.

Aspek ekonomis merupakan aspek yang berhubungan dengan keuntungan petani, yaitu keefektifan pengelolaan, harga, dan pemasaran komoditas. Pilihlah komoditas yang mudah dalam penjualannya, tetapi berharga tinggi.

Aspek sos ia l me rupakan pertimbangan pemilihan komoditas dan varietas dari segi komunitas dan ketersediaan sumber daya manusia. Komoditas yang dikembangkan h a r u s d i s e s u a i k a n d e n g a n kemampuan petani.

Penerapan Teknologi Budi daya yang Sesuai

Teknologi budi daya meliputi: pember ian bahan amel ioran, pemupukan, pengaturan tanam, dan pemberantasan hama penyakit. Kondisi tanah di lahan rawa terutama lahan pasang surut pada umumnya memiliki keragaman tanah yang

Penataan lahan: (a) sistem sawah dan (b) sistem sawah-surjan.

(a) (b)

Page 18: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

16 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Ja g u n g h i b r i d a N A S A 2 9 merupakan hasil persilangan

antara galur inbrida G102612 sebagai tetua jantan dan MAL03 sebagai tetua betina.

Kedua tetua tersebut memiliki gen bertongkol dua (prolifik) sehingga jagung hibridanya dapat bertongkol dua dengan persentase ≥70% pada kondisi lingkungan yang sesuai.

Hasil persilangan calon varietas tersebut dilepas pada tahun 2017. Adapun keunggulan jagung hibrida NASA 29 yakni: (1) pengisian biji pada tongkol penuh dan kelobot tertutup sempurna, (2) rendemen biji >80%, (3) batang kokoh, (4) tahan terhadap serangan hawar daun,

NASA 29, Jagung Hibrida Unggul Karya Anak Bangsa

Penggunaan Varietas Unggul Baru jagung hibrida merupakan salah satu upaya khusus dalam peningkatan produksi jagung dan keberhasilan usaha tani jagung. Balitsereal sebagai UPT Balitbangtan memiliki calon varietas

jagung hibrida produktivitas tinggi dengan tingkat persentase prolifik (bertongkol dua) dapat mencapai 70% di dataran tinggi. Jagung hibrida

tersebut diberi nama Nakula Sadewa 29 (NASA 29) oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada Hari Pangan Sedunia di Boyolali, Jawa Tengah.

t inggi, kesuburan tanah yang rendah, dan pH<4,5. Oleh karena itu, diperlukan pemberian bahan ameliorasi dan pemupukan sebelum dilakukan penanaman ataupun selama proses budi daya. Amelioran dan pupuk yang diperlukan sangat bergantung pada kondisi kesuburan tanah tersebut.

Saat ini Balitbangtan telah m enge lua r kan rekomendas i pemupukan berimbang, atau peta pemupukan sesuai lokasi. Selain itu, kita bisa menggunakan alat bantu Decision Support System (DSS) lahan rawa dan Perangkat Uji

Tanah Rawa (PUTR) yang juga telah dirilis oleh Balitbangtan. Apabila memungkinkan dapat mengajukan uji tanah di laboratorium untuk mengecek kondisi tanah. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit perlu dilakukan secara terpadu melalui penggunaan varietas tahan, musuh alami, penerapan teknik budi daya yang baik dan sanitasi lingkungan.

Penggunaan pestisida kimiawi sebaiknya di lakukan sebagai tindakan terakhir. Untuk menunjang keberhasilan pengendalian hama dan penyakit ini, sangat diperlukan

partisipasi aktif petani dan dukungan aparat pemerintah serta sarana dan prasarana penunjang yang memadai. Penerapan empat kunci pengelolaan lahan rawa pasang surut diharapkan dapat meningkatkan potensi hasil rawa pasang surut. Nur Wakhid dan Suryanto Saragih

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa

Jalan Kebun Karet Kotak Pos 31, Loktabat

Utara, Banjarbaru 70712

Telepon : (0511) 4772534

Faksimile : (0511) 4772534

E-mail : [email protected].

go.id

penyakit bulai dan busuk tongkol, (5) mempunyai adaptasi yang cukup luas baik di dataran rendah sampai dataran tinggi, (6) memiliki gen prolifik yang dapat mencapai 70% pada dataran tinggi (>1.000 m dpl), serta (7) potensi hasil 13,50 t/ha dan rata-rata hasil 11,93 t/ha.

Jagung hibrida NASA 29 telah didesiminasikan kepada masyarakat mulai tahun 2016 dalam skala luas. Para petani dengan cepat mengadopsi jagung hibrida NASA 29 sehingga program pemerintah untuk mewujudkan swasembada jagung berkelanjutan dapat dicapai. NASA 29 sudah didiseminasikan di daerah sentra pengembangan jagung

hibrida yaitu: (1) Jawa Timur seluas 15 ha dengan produktivitas 12,50–13,50 t/ha, (2) Jawa Barat dengan luasan 10 ha, produktivitas mencapai 11,50–12,50 t/ha, (3) Jambi dengan luasan 5 ha, produktivitas 11,35–12 t/ha, (4) Sulawesi Selatan mencapai luasan 30 ha dengan produktivitas 11,50–12,60 t/ha, (5) Sulawesi Utara luasan 10 ha, produktivitas 12,15–13 t/ha, (6) Sulawesi Tenggara dengan luasan 15 ha, produktivitas 11,25–12 t/ha, dan (7) Nusa Tenggara Barat juga dengan luasan 30 ha menghasilkan 12,13–13,41 t/ha.

NASA 29 mempunyai penampilan yang sangat menarik dimana kelobot tertutup rapat sehingga jika panen saat kondisi hujan air hujan tidak mudah masuk ke tongkol yang dapat menyebabkan biji berkecambah. Warna biji jagung oranye terang cerah dan menarik, sangat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pedagang atau pembeli jagung di pasaran. NASA 29 diharapkan menjadi solusi untuk menurunkan

Page 19: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

Volume 39 Nomor 5, 2017 17

Hasil panen dan penampilan tongkol NASA 29 di Desa Tonassa, Kec. Sandrabone, Kab.Takalar, Sulawesi Selatan, 2017.

Hasil panen NASA 29 Labuan Pandan, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, 2016

harga benih jagung hibrida yang relatif mahal di tingkat petani dan meningkatkan produktivitas jagung nasional.

Muhammad Azrai

Balai Penelitian Tanaman Serealia

Jalan Dr. Ratulangi 274 Maros 90514

Telepon : (0411) 371529

Faksimile : (0511) 371961

E-mail : [email protected];

[email protected]

Teknologi Pengolahan Bawang Merah: Langkah Strategis untuk Stabilisasi Harga

Bawang merah merupakan salah satu sumber pangan fungsional

yang mengandung multivitamin, mineral dan antioksidan yang cukup lengkap. Beberapa diantaranya yaitu kalsium, fosfor, vitamin C, betakaroten dan senyawa bioaktif, seperti fenolik dan quercetin . Senyawa bioaktif ini menyebabkan bawang merah memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.

Quercetin yang terkandung dalam bawang merah adalah jenis quercetin-3,40-O-diglucoside (QDG) dan quercetin-40-O-monoglucoside (QMG) di dalam umbi, dan aglycone quercetin di lapisan luar bawang merah.

Berdasarkan hasil penelitian Wong et a l . (2012) bawang merah adalah bahan pangan anti

Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang sangat strategis di Indonesia. Saat ini, hampir semua rumah tangga dapat dipastikan

mengonsumsi bawang merah setiap hari. Selain karena alasan cita rasa untuk pangan olahan sehari-hari, alasan bagi sebagian orang mengonsumsi

bawang merah karena manfaat yang terkandung dalam bawang merah, yaitu multivitamin, mineral dan antioksidan (provitamin A).

hiperglikemia, karena mampu menghambat metabolisme gula, sedangkan bubuk keringnya mampu mencegah akumulasi arterogenik indeks pada tikus percobaan.

Produksi bawang merah di Indonesia dalam kurun lima tahun terakhir mengalami peningkatan, sementara konsumsi bawang merah rata-rata mencapai 4,6 kg per kapita per tahun berdasarkan Badan Pusat Statistik 2011. Dari segi harga, sangat fluktuatif dan sering terjadi kelangkaan stok bawang merah di pasaran sehingga harganya melambung tinggi. Penyebabnya adalah terjadinya antara lain: gagal panen disebabkan iklim, bencana alam, permainan mafia perdagangan, dan mudah rusaknya komoditas bawang merah.

Solusi dari Teknologi Proses

Teknologi proses yang mengubah produk bawang merah segar menjadi olahan merupakan solusi dari tingginya harga bawang segar. Hal ini untuk mengatasi jatuhnya harga bawang merah, maka produk diserap oleh pengolah dan dilepas ke pasar pada saat harga bawang merah segar mahal. Langkah ini merupakan cara yang tepat sehingga harga produk relatif stabil. Melalui pengolahan, dapat meningkatkan nilai tambah meskipun sampai saat ini baru 15% dari hasil olahan bawang merah yang diserap pasar. Oleh karena itu, perlu pengenalan kepada konsumen terhadap produk olahan bawang merah.

Inovasi Teknologi Pengolahan Bawang Merah

Ba la i Besa r Pene l i t i an dan Pengembangan Pascapanen Pertanian telah mengembangkan teknologi olahan bawang merah terolah minimal antara lain pasta

Page 20: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/file/... · ke pertanaman. Perkembangan serangan selanjutnya ditentukan ... dengan tangkai bunga rata-rata saat

18 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

bawang, bawang iris basah in brine, bawang utuh in brine, dan bawang iris kering. Produk-produk ini belum dijumpai di pasaran sehingga mempunyai peluang berdirinya agroindustri berbasis bawang merah.

Produk olahan minimal bawang merah dapat meningkatkan nilai tambah bawang merah, yaitu: lebih tahan simpan, mengurangi volume sehingga lebih memudahkan transportasi dan praktis dalam penggunaannya. Pasta bawang merupakan produk intermediet yang dapat digunakan langsung sebagai bumbu atau dicampurkan dengan bahan bumbu lainnya. Prinsip pengolahan pasta bawang d iawa l i dengan mengupas , mencuci, menghancurkan kemudian memberikan suasana asam dan pemberian garam serta sterilisasi agar produk dapat awet. Pasta bawang masih memiliki rasa dan aroma bawang yang kuat. Proses pembuatan pasta bawang merah menghasilkan rendemen 75–80%, dengan masa simpan sekitar 2 bulan di suhu ruang dan lebih dari 6 bulan di suhu pendingin. Umur simpan ini masih bisa diperpanjang dengan perbaikan teknologi steril isasi menggunakan retort. Pasta bawang merah mengandung energi sebesar 49,8 kkal, karbohidrat 10,35%, protein

1,95%, lemak 0,06%, dan kapasitas antioksidan 36,05 ppm. Bawang merah iris basah in brine merupakan bawang merah dalam bentuk irisan yang diawetkan dengan media larutan garam. cara pengolahannya adalah mengupas dan mengiris, merendam dalam larutan pengeras untuk menjaga teksturnya lalu mencuci dan memberikan suasana asam dan garam, serta sterilisasi agar produk awet.

Proses pembuatan bawang merah iris menghasilkan rendemen hingga 80% dengan masa simpan sekitar dua bulan di suhu ruang dan lebih dari 6 bulan di suhu pendingin. Bawang merah iris masih memiliki rasa dan aroma bawang yang kuat serta tekstur yang crunchy.

Bawang merah iris mengandung ene rg i sebesa r 50 ,66 kka l , karbohidrat 10,72%, protein 1,67%, lemak 0,12%. Produk ini memberikan k e s e m p a t a n p a d a p e c i n t a kuliner untuk aneka olahan yang memerlukan bawang iris, seperti menumis, sebagai taburan atau garnish. Bawang merah utuh in brine merupakan bawang merah tanpa kulit yang diawetkan dengan media larutan garam. Prinsip pengolahan antara lain adalah: (1) persiapan dengan mengupas, (2) merendam dalam larutan pengeras untuk menjaga kerenyahan/kekerasan

teksturnya, (3) mencuci bawang, (4) memberikan suasana asam, dan (5) pemberian garam serta sterilisasi agar produk dapat awet.

Proses pembuatan bawang merah utuh menghasilkan rendemen hingga 80%, dengan masa simpan produk adalah sekitar dua bulan di suhu ruang dan lebih dari 6 bulan di suhu pendingin. Umur simpan ini masih bisa diperpanjang dengan perbaikan teknologi steril isasi menggunakan retort. Bawang merah utuh masih memiliki rasa dan aroma bawang yang kuat serta tekstur yang crunchy. Bawang merah utuh mengandung energi sebesar 50,63 kkal, karbohidrat 10,92%, protein 1,56%, lemak 0,07%. Bawang utuh in brine biasanya digunakan untuk pengganti acar pada saat makan sate, ikan bakar atau ayam bakar. Para penggemar kuliner yang ingin merasakan nuansa mengiris bawang biasa menggunakan produk ini untuk menumis.

Setyadjit

Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No. 12A,

Bogor 16111

Telepon : (0251) 8321762

Faksimile : (0251) 8350920

E-mail : bbpascapanen@litbang.

pertanian.go.id

Produk olahan bawang merah terolah minimal dalam kemasan: (a) pasta bawang merah, (b) bawang merah iris basah, dan (c) bawang merah utuh in brine.

(a) (c)(b)