Top Banner
Ngaji Wayang Pekan Peringatan 11th Wayang Pusaka Kemanusian Dunia
36

Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Apr 06, 2016

Download

Documents

Wayang Pedia

Bulan Peringatan 11 tahun Wayang sebagai Pusaka Kemanusiaan Dunia (Unesco) 10 November – 6 Desember 2014, salah satu kegiatan yang digelar Pesantren Kaliopak berisi pameran wayang dan seni rupa tentang wayang. Selamat membaca.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Ngaji WayangPekan Peringatan 11th Wayang Pusaka Kemanusian Dunia

Page 2: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Ngaji WayangPekan Peringatan 11th Wayang Pusaka Kemanusian Dunia

Page 3: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Pesantren KaliopakRumah Budaya Nusantara

Page 4: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Ngaji Wayang

KATA PENGANTAR

Orang-orang tua dahulu menyebut pagelaran wayang kulit dengan sebutan pasugatan, yang berasal dari kata sugata, artinya guru. Jadi, mendatangi pasugatan wayang kulit berarti menghadiri suatu perguruan, yang tidak hanya menunjuk kepada tempat melainkan juga proses dan peristiwa berguru. Dalam hal ini, siapakah yang menjadi guru, di mana dan apa yang diajarkannya?. Secara sederhana, dapat dikatakan dalanglah yang menjadi guru, dan yang diajarkannya adalah lakon (cerita, kisah) yang

1

dimainkan di dalam kelir (layar, tirai). Oleh karena itu, dalang sering disebut sebagai orang yang m u d a l p i w u l a n g ( m e n y a m p a i k a n d a n menguraikan ajaran).

Menarik diperhatikan, di dalam pakeliran, ajaran diuraikan dan sekaligus tersembunyi di dalam gelaring cariyos (rangkaian cerita). Oleh karena itu, seorang dalang dituntut kemampuannya untuk menemukan dan memahami inti ajaran di dalam suatu lakon dan dengan pemahamannya itu dia mengembangkan sanggit (kreatitas pertunjukan) sehingga dapat diterima oleh penanggap dan para penontonnya dengan memuaskan.

Di awal dan akhir pagelaran wayang, seringkali seorang dalang memainkan golek (boneka) di dalam kelir, sebuah ungkapan simbolik golekana (carilah), yang merupakan pesan kepada para penonton untuk mencari dan terus menggali makna-makna yang tersembunyi di dalam lakon yang sedang dan telah dimainkan. Dapatlah d ipas t i kan bahwa para sen iman yang berpartisipasi dalam pameran ini adalah para penonton wayang yang mendatangi acara pagelaran wayang kulit dengan semangat “berguru” sebagaimana diuraikan di atas.

Page 5: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Ngaji Wayang 2Namun mereka adalah penonton yang kreatif, karena tidak hanya “menemukan piwulang” dan terilhami oleh sebuah lakon yang dimainkan dalam suatu pagelaran, tetapi juga terdorong untuk mengungkapkan dan menyampaikan panemunya itu kepada masyarakat luas dengan bahasa dan medianya sendiri yang beragam. Mereka menggambarkan lagi, dengan imajinasi yang bebas, sebuah lakon, atau satu adegan dalam suatu lakon, atau mengguratkan kembali sosok karakter seorang tokoh di dalam lakon wayang dengan penafsiran mereka sendiri. Dalam kadar dan batas-batas tertentu, tanpa disadari, mereka telah menjelma menjadi “dalang” pula.

Demikianlah, oleh para dalang yang piawai, cerita-cerita di dalam lakon dan wayang-wayangnya begitu hidup dan kuat membawa para penontonnya hanyut di dalam kisah yang dimainkan. Di dalam kelir, antara dalang, wayang d a n l a k o n , d e n g a n i r i n g a n g e n d i n g y a n g menghanyutkan, telah terjalin satu kesatuan yang tak terpisahkan, menjadi sebuah “gambar hidup” dan pada gilirannya secara lebih mendalam dan sayup-sayup menghadirkan ke dalam kesadaran penonton yang jeli, suatu “gambaran kehidupan”.

Sebagaimana telah disampaikan oleh para bijak, keseluruhan unsur di dalam pagelaran wayang kulit itu adalah sasmita (lambang) yang menunjuk kepada keberadaan Tuhan. Lebih jelas lagi, bagaimana Tuhan

bertindak, mencipta dan mengatur alam semesta ini di belakang layar kehidupan. Kelir adalah jagad yang kelihatan, wayang-wayang yang ditancapkan di kiri dan kanan menggambarkan golongan makhluk-makhluk Tuhan. Batang pisang ialah bumi. Blencong adalah lampu kehidupan. Gamelan ialah keserasian antara peristiwa-peristiwa. Siapakah dalang?, Dalang adalah ruh yang “ditanggap” Tuhan untuk menggerakkan sebuah lakon kehidupan. Wayang-wayang adalah unsur-unsur di dalam tubuh (diri) kita. Dan lakon itu sendiri adalah peristiwa-peristiwa yang di alami oleh diri kita, sebagai sebuah ketentuan Tuhan Yang Maha Misteri.

Sehingga, di dalam totalitas tontonan itu, kita sebetulnya sedang menyaksikan “lakon” kita sendiri sebagai instropeksi, dan di atas semua itu, Tuhan sedang menyaksikan tindakan kita, karena DIA-lah hakekatnya yang sedang “menanggap” lakon-lakon kehidupan ini. Pada titik inilah, pameran aneka ragam wayang yang diberi titel “Ngaji Wayang”. Karena, oleh para guru di dalam masyarakat Jawa, ngaji dijabarkan sebagai sebuah akronim “ngangsu kaweruh marang Kang Sawiji” (menggali pengetahuan menuju ke Yang Satu).

Selamat menikmati, dan mencari, di dalam diri.

- Pinggir Kaliopak, November 2014-

Page 6: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

WAYANG KULITPURWA

Wayang atau dalam bahasa Kawi disebut Ringgit merupakan cikal bakal dari jenis wayang yang saat ini ada di berbagai belahan Nusantara. Seperti Wayang Ukur, Wayang Golek ataupun jenis wayang lain yang termasuk dalam kreasi wayang bentuk baru. Dalam kamus perbendaharaan para dalang Wayang jenis lama mendapat sebutan Wayang Purwa.

Ngaji Wayang 3

Koleksi: Ki Suharno Cermo Sugondo, S.SnDemangan, Bangunharjo, SewonBantul, Yogyakarta

Purwa bisa diartikan tua atau kuno. Tua cerita lakon yang sering dikisahkan para dalang maupun bentuk wayang yang digunakan.

Hanonton ringgit manangis asekel muda hidepan, huwus wruh towin jan walulang inukir molah angucap - Prasasti Abad 11 zaman Raja Erlangga -

Ki Suharno S.Sn merupakan generasi penerus dalang. Dunia perdalangan telah hidup cukup lama sehingga terbentuk masyarakat dan tradisinya, yaitu sekitar 500 tahun lebih. Angka 500 tahun dihitung sejak bentuk dalang dan cerita diperbaharui pada zaman Walisanga

Page 7: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

BIMA BUNGKUS

-Lakon ini menceritakan kelahiran Bima-Raden Bratasena. Proses kelahiran Raden Bratasena cukup tragis dan dramatis. Raden Bratasena pertama kali dilahirkan oleh Dewi Kunthi bukan wujud seorang manusia namun berwujud Placenta. Placenta yang didalamnya berwujud bayi, sehingga orang Jawa sering menyebut Bayi Bima dengan sebutan Bayi Bungkus. Tepatnya bukan sembarang Placenta yang mudah untuk dirobek , bahkan dengan senjata yang tajamnya seribu kali tajam pisau. Hingga akhirnya orang tua Bayi Bungkus mendapatkan wangsit dewata untuk membuang bayi tersebut ke Hutan Krendawahana. Setelah dibuang bukannya bayi itu diam, namun Bayi Bungkus tumbuh semakin besar selama 8 tahun dan dapat bergerak kesana-kemari dan menghancurkan apa saja yang dilaluinya. Hutan lebat Krendawahana pun luluh lantak, sehingga membuat kekhawatiran dewata untuk segera merobek dan mengeluarkan Bayi dari bungkus. Batara Guru pun akhirnya memerintahkan Batara Narada beserta Dewi Umayi dan Gajah Sena untuk turun ke Bumi Arcapada. Setelah Bayi Bungkus diberikan pengajaran dan diberikan pakaian oleh Dewi Umayi, Bungkus pun

diinjak dan dihancurkan oleh Gajah Sena. Keluarlah seorang manusia remaja dari Bungkus tersebut yang kemudian dipanggil dengan nama Raden Bratasena. Manusia yang dewasa mandiri dan bisa memilih antara yang baik dan buruk.

Penerusan generasi untuk kelangsungan hidup manusia di alam semesta merupakan pancang dari tradisi yang terus menerus dilahirkan, digunakan dan diperbaharui. Setiap keluarga mempunyai tradisi yang akan diwariskan oleh generasinya. Seperti halnya Raden Bratasena meneruskan rantai kehidupan leluhurnya di muka bumi dengan kemandirian dan kebebasan untuk memilih mana yang baik dan buruk sebagai jalan hidupnya.

Apabila bisa diartikan bahwa Placenta atau bungkus sebagai kungkungan kuat Tradisi, maka bima harus dikeluarkan setelah diberikan pendidikan dan atribut pakaian sebagai modal untuk hidup bebas. Kebebasan menentukan jalan hidupnya untuk sampai pada puncak tugas hidup dari Sang Hyang Widi, yaitu puncak kedekatan dengan Sang Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta.

Ngaji Wayang 4

Page 8: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

WAYANG KULITPURWA PRAYUNGAN

Wayang Kulit Purwa Prayungan, merupakan salah satu karya wayang kulit yang menggabungkan dua gaya atau lebih agar lebih bisa sesuai d e n g a n s e l e r a d a l a n g d a l a m penggunaannya pada p rak tek pakeliran.

Corak gaya yang digabungkan disini adalah bentuk gaya Yogyakarta dan Surakarta, dan secara detail masih banyak sekali berbagai hal yang digabungkan sehinggamelahirkan

Koleksi: Ki Suharno Cermo Sugondo S.SnDemangan Bangunharjo SewonBantul Yogyakarta

Ngaji Wayang 5

Page 9: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Wirata Parwa

yang menceritakan pembuangan Pandhawa dalam hutan Kamyaka selama 12 tahun, dan menyamar menjadi rakyat jelata selama satu tahun. Dalam penyamarannya Pandhawa menjadi abdi di kerajaan Wirata di bawah Prabu Matswapati, dan bima menjadi abdi di tempat penyembe l i han ke rbau a tau d i sebu t penajagalan dan berganti nama menjadi Jagal Abilawa.

Dalam rangkaian cerita tersebut kerajaan Wirata mendapat serangan kudeta dari adik-adik Prabu Matswapati yang bertempat tinggal di Kadipaten Kincapura, yaitu Rupakinca, Kincarupa, dan Rajamala. Siasat kudeta yang digunakan yai tu dengan mengadakan pertandingan jago, namun jago yang disebut adalahmanusia yang diadu kekuatannya dalam perkelahian, dengan taruhan apabila rajamala kalah maka rupakinca dan seluruh

pengikutnya akan pergi meninggalkan Kadipaten Kincapura, namun jika jago Matswapati yang kalah maka Matswapati danseluruh keluarganya harus meninggalkan kerajaan Wirata, dan jago dari Rupakinca adalah Rajamala.

Atas usul Wrehatnala yang merupakan penyamaran Arjuna yang menjadi banci, akhirnya Prabu Matswapati memerintahkan Abilawa (Bima) untuk menjadi jago dari kerajaan Wirata.

Pertandingan adu jago manusia dilaksanakan, Bilawa melawan Rajamala dengan botoh Raden Utara dan Wratsangka yang mengawal dan mengamati perkelahian Bilawa. Perkelahian itu pun akhirnya dimenangkan oleh Bilawa selaku jago dari Matswapati ,akhir cerita semua pelaku kudeta dapat dibinasakan oleh Pandhawa yang menyamar, dan ketika waktu tepat satu tahun akhirnya Pandawa membuka jati diri dan berkumpul dengan keluarga di kerajaan Wirata.

Salah satu Parwa terkenal dalam Mahabarata -adalah Wirata Parwa-

Ngaji Wayang 6

Page 10: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

WAYANG UKUR

Berawal dari ketidakpuasan dengan kemapanan suatu tradisi, (Alm) Ki Sigit Sukasman bereksperimen dengan menciptakan wayang kulit genre baru yang diberi nama Wayang Ukur. Para penonton disuguhkan sebuah per tun jukan wayang yang d ikemas dengan memadukan seni L ihat Daf tar Tokoh Teater teater, tari, musik gamelan dan sastra pedalangan dipadu sentuhan artistik teknologi tata cahaya yang menawan.

Boleh dibilang, Wayang Ukur mencoba menawarkan sebuah seni pertunjukan yang berwawasan globa disebut wayang ukur karena wayang gubahan Pak Kasman yang diukur secara sistematis secara matematis sehingga muncul proyeksi baru proporsional dengan bentuk tubuh wayang dan proporsi umum bentuk tubuh manusia. (Alm) Pak kasman sudah gemar dengan wayang sejak kecil hingga masa pendidikannya di ASRI dan bahkan hingga wafatnya. Wayang bagi dirinya adalah ruh kehidupan. Dalam pameran ini penitia meminjam block pertunjukan Wayang Ukur sebagai salah satu karya beliau dari Fiber cetak.

Koleksi:Pondok Seni Wayang Ukur

Mergangsan YogyakartaDaerah Istimewa Yogyakarta

Ngaji Wayang 7

Page 11: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Raden Parikesit anak Abimanyu putra Arjuna penerus tahta Astina Pura. Setelah perang yang menghabiskan banyak tumbal, perang antara yang baik dan yang buruk, yaitu perang B a r a t a y u d h a . S e b e l u m p e p e r a n g a n berkecamuk dan masih dalam masa damai Kelima pandawa menurunkan Putra, termasuk bima yang memiliki tiga putra. Namun perang pun memutus garis keturunan Pandawa dengan meninggalnya putra-putra para Pandawa. Dan yang tersisa serta yang bakal meneruskan garis keturunan Pandawa ada dalam kandungan Dewi Utari istri Abimanyu.

Setelah perang berakhir Dewi Utari pun melahirkan putra yang diberi nama Raden Parikesit. Setelah Pandawa memenangkan peperangan, Kerajaan Astina makmur dalam pemerintahan Prabu Puntadewa. Usia manusia tidak akan pernah berkurang tetapi terus bertambah dan semakin tua, maka Pandawa pun memutuskan untuk lepas dari pemerintahan dan menjadi pertapa. Akhirnya, sangatlah

penting untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada orang yang tepat. Pilihan para tetua dan Pandawa jatuh pada Parikesit yang telah dewasa dan mempunyai kecakapan untuk menggantikan Kakeknya, Prabu Puntadewa. Namun Dewa memberikan dua syarat sebelum penobatan Raden Parikesit menjadi raja, pertama Raden Parikesit dinobatkan oleh Rsi Jaladara (Baladewa) yang tak lain kakek dari jalur ibu. Kedua Raden Parikesit harus menemukan Pusaka Kalimasari yang nantinya menjadi Pusaka Kerajaan Astina Pura.

Memilih dan memilah seseorang yang dinilai dari kecakapan serta keilmuan merupakan syarat penting dalam pemilihan Pemimpin. Selain itu, restu dari para sesepuh yang bijaksana juga menjadi syarat pokok demi keberlangsungan tampuk kepemimpinan. Restu dan do'a adalah tonggak utama ajaran para leluhur. Yaitu meneruskan tradisi yang baik dan wasiat jagad bagi pemimpin terpilih

JUMENENGANPARIKESIT Ngaji Wayang 8

Page 12: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

KOMIK WAYANG MAHABHARATA

Mediumisasi penceritaan kisah Mahabarata lebih sering ditampilkan dalam sebuah pertunjukan yang lengkap dan besar dengan jumlah anggota yang lebih dari 10 orang dan bersifat kolektif, mulai dari wayang kulit, wayang golek sampai wayang orang.

Namun dalam perkembangan zaman perubahan sikap kolektivitas masyarakat Indonesia mulai berubah dan jatuh pada sikap dan sifat individualistik yang disangka modern dan maju. Teguh Santoso mencoba menggarap pakeliran komik

wayang ringkas yang mudah dipahami oleh generasi kekinian. Yaitu kisah Mahabarata dirintis dalam aplikasi bentuk gambar dan cerita yang dibukukan

Karya:Teguh Santoso

Koleksi:Dhani ValiandraSleman,Yogyakarta

yang kemudian dikenal di Indonesia dengan sebutan 'Komik'. Usaha beliau ialah salah satu bentuk kerja menjaga penyampaian nilai-nilai luhur jawa yang telah hidup agar tidak terlupakan oleh masa, harapannya setiap generasi dapat terus menggali nilai-nilai luhur sebagai tuntunan hidup. Usaha beliau kini diteruskan oleh putranya, Mas Dhani Valiandra.

Ngaji Wayang 9

Page 13: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Lakon Dewa Ruci menjadi sebuah lakon yang diingat oleh pecinta wayang dan di-gandrungi, karena berisi ajaran agung dan luhur dalam tataran mistisime Jawa meskipun berbobot berat. Lakon Dewa Ruci dikenal juga sebagai lakon carangan, yaitu lakon yang tidak masuk dalam kisah besar Mahabarata asli, tetapi lakon ini digubah oleh Sunan Kalijaga. Lakon ini menceritakan kegelisahan Raden Bratasena akan ilmu sejati yang dimetaforakan dengan air, yaitu Tirta Prawitasari atau air kehidupan. Namun atas kelicikan Patih Sangkuni dan tipu muslihat kepentingan Kurawa, Begawan Drona diminta untuk memerintah Raden Bratasena mencari sesuatu yang tidak mungkin ada di dunia dan diarahkan ke tempat yang berbahaya. Begawan Drona merupakan guru Raden Bratasena dan tumpuan setiap ajaran yang diminta para muridnya termasuk Raden Bratasena sendiri. Akhirnya, Begawan Drona pun memerintahkan Raden Bratasena mencari terlebih dahulu Kayu Bung Susuhe Angin (bambu yang menjadi sarangnya angin) dan Galihe Kangkung (Jantung kangkung). Raden Bratasena pun mencari kedua hal tersebut dan bertemu dengan Dewa yang menjadi rupa raksasa, Para Dewa pun menasehati bahwa kedua hal tersebut ada dalam diri Raden Bratasena sendiri yaitu kekosongan atau kerelaan,

Raden Bratasena Angsu-kaweruh Jati

ketulusan dan keikhlasan. Akhirnya, Raden Bratasena pun kembali bertanya kepada Begawan Drona dan menanyakan 'apa itu Ilmu Sejati?'. Begawan Drona pun menjawab ilmu sejati sebenarnya adalah Tirta Prawitasari yang ada di dasar Samudera. Raden Bratasena pun berangkat ke dasar samudera dan bertemu dengan ular besar yang mengalahkan Raden Bratasena, namun ular besar berubah menjadi Dewa Ruci yang besarnya hanya sekelingking Raden Bratasena. Raden Bratasena pun menanyakan apa itu ilmu sejati kepada Dewa Ruci. Oleh Dewa Ruci, Raden Bratasena diminta masuk ke tubuh Dewa Ruci melalui telinganya jikalau ingin mengetahui ilmu sejati. Akhir kisah Raden Bratasena masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci untuk di-wejang ilmu Sejatinig diri sejatining urip. Kesejatian diri dan kesejatian hidup merupakan puncak dari pencarian setiap manusia yang sadar akan tugas hidup yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Kisah Raden Bratasena ini pun sesuai dengan mistisisme Islam bahwa melalui usaha kekosongan, kerelaan dan keikhlasan, maka akan mengantarkan manusia mengenal Yang Maha Kuasa sebagaimana disebut oleh mistisisme dan losof Islam besar abad ke-11 Imam Al-Ghazali dalam karangan masterpiece-nya Ihya 'Ulum Al-din “man 'arafa nafsahu fa qad 'arafa abbahu”.

Ngaji Wayang 10

Page 14: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

WAYANG SODO

Karya:Sumarsono Hadi WardoyoGunungbang, Bejiharjo,Karangmojo, Gn.Kidul, Yogyakarta

Bahan pembuatan Wayang Sodo berupa tangkai anak daun pohon kelapa yang sudah dikeringkan, atau biasa disebut dengan “lidi”. Dalam Bahasa Jawanya, lidi adalah sodo. Agar lidi dapat mudah dibentuk menjadi wayang, lidi yang digunakan adalah lidi dari daun kelapa yang masih muda karena lentur.Dibandingkan dengan Wayang Kulit Purwa, dimensi W a y a n g S o d o l e b i h k e c i l . D i d a l a m

Medium Wayang

pertunjukannya tidak menggunakan lampu, a g a r d a p a t m e n g h a s i l k a n b a y a n g a n sepertipertunjukan Wayang Kulit Purwa.

Wayang Sodo dikenalkan untuk pertama kali di Yogyakarta oleh Sumarsono Hadi Wardoyo. Melalui bakat dan jiwa kreativitas Sumarsono, Wayang Sodo pun lahir sebagai wayang kreasi baru. Bahan pembuatan Wayang Sodo berupa tangkai anak daun pohon kelapa yang sudah dikeringkan, atau biasa disebut dengan “lidi”.

Dalam Bahasa Jawanya, lidi adalah sodo. Agar lidi dapat mudah dibentuk menjadi wayang, lidi yang digunakan adalah lidi dari daun kelapa yang masih muda karena lentur. Dibandingkan dengan Wayang Kulit Purwa, dimensi Wayang Sodo lebih kecil Di dalam pertunjukannya tidak menggunakan lampu, agar dapat menghasilkan bayangan seperti pertunjukan Wayang Kulit Purwa.

Ngaji Wayang 11

Page 15: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

BIMA SUCI

Perjalanan Bima tidak begitu saja berhenti dalam mencari ilmu dan menjalani tugas hidupnya dari Sang Hyang Widi. Tugas bagi seseorang yang telah mendapatkan ilmu adalah mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang didapat, begitu juga Bima. Setelah bertemu dengan Dewa Ruci yang oleh orang Jawa disimbolkan sebagai Ruh (Jati Diri) manusia. yaitu, Bima menyelami dalamnya lautan diri untuk bertemu dengan ruh dan kemudian kembali ke permukaan untuk mengajarkan ilmu yang didapat dari pengembaraan nun jauh.

Lakon Bima Suci ini menjadi salah satu puncak pencarian, Bima yaitu tugasnya menjadi guru bagi jagad raya, yang kemudian dia mengajarkan kepada manusia yang lain dan juga dewata. Bima pun memutuskan menjadi pendeta (Pandhita) dan berganti nama menjadi Pandhita Senalodra.

Guru bagi manusia yang ada di Kekaisaran besar Astina-pura. Bima mengajarkan ilmu Kasunyatan yang tidak dimiliki oleh para Dewa. Ilmu Kasunyatan mengajarkan bertauhid dan berbuat baik kepada alam semesta. Para Dewa pun merasa terlangkahi pemujaan dan ilmunya sehingga turunlah Batara Guru dan Anoman un tuk be rgu ru pu l a dengan

Bima.Mengamalkan ilmu bagi diri sendiri dan mengajarkan kepada orang lain merupakan tonggak utama norma antara guru dan murid dalam tataran tradisi Jawa. Guru tidak hanya mengajarkan tetapi juga memberikan keteladanan bagi para muridnya.

Guru kencing berdiri murid kencing berlari, pribahasa ini merupakan kedalaman proses masyarakat Nusantara bahwa peran penting Guru adalah pokok dari pendidikan, sehingga apa yang diajarkan oleh seorang guru merupakan puncak proses dari diri manusia.

Bukan muncul dari lisan saja, tetapi sudah menjadi tindakan dan pikiran setiap proses manusia hidup. Puncaknya, Hati dan pikiran adalah guru sejati yang kemudian mengantarkan manusia pada proses agung kehidupan untuk selalu dekat dengan Sang Hyang Murbeng dumadi.

Ngaji Wayang 12

Page 16: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

WAYANG GOLEK YOGYAKARTA

Wayang Golek Mahabharata ini merupakan kreasi baru

yang dibuat oleh Ki Suharno Cermo Sugondho bersama

temannya Hendra Andrean Somantri. Wayang Golek ini

memakai media kayu Sengon.

Pemilihan kayu sengon berdasarkan pertimbangan kadar

ketahanan dan keringanannya. Dengan kayu sengon

Proses Pembuatan

Finishing kayu sebelum dicat menggunakan

wood ller dan sending epoxi.

PewarnaanCat Mowillex, sandi warna sablon, dan baret emas pake gold foil.

Karya:Ki Suharno Cermo Sugondho(Lampung, 11 September 1977)Demangan, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta

Hendra Andrean Somantri(Sumedang, 10 Oktober 1979)

Cimasuk, RT/RW 01/007, Tanjungsari,

Sumedang, Jawa Barat

yang ringan, wayang tersebut bisa dibuat dengan

ukuran lebih besar, sehingga mampu terlihat dari

jangkauan penonton yang menyaksikan dari

jarak agak jauh.

Ngaji Wayang 13

Page 17: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Raden Werkudara dan Tiga Putranya

Salah satu tokoh Pandawa yang terkenal adalah Raden Werkudara, dengan nama lain Bima, Bratasena, Bilawa (Jagal Abilawa), Wahyunindya, dan masih banyak nama lain dari Raden Werkudara. Bima mempunyai tubuh paling gagah tinggi besar diantara saudara-saudaranya, dan tinggal di Ksatriyan Jodhipati lingkungan kerajaan Amarta. Werkudara mempunyai tiga orang Istri dan dikarunia tiga orang putra dari ketiga istrinya tersebut.

Dewi Naga Gini merupakan istri pertama Bima yang berasal dari Kahyangan Saptapertala, yaitu putri Dewa Naga Sang Hyang Anantaboga. berputra Raden Antareja yang juga gagah perkasa serta mempunyai kesaktian luar biasa, jika sedang murka, maka kulitnya akan bersisik dan mempunyai bisa yang sangat mematikan layaknya seekor naga, serta bisa masuk ke dalam bumi.

Putra kedua Werkudara bernama Raden Gatotkaca. Raden Gatotkaca mempunyai ibu bernama Dewi Arimbi, yaitu istri Werkudara yang kedua dari kerajaan Pringgondani putri raja raksasa Prabu Tremboko. Raden Gatotkaca mempunyai sejarah perjalanan hidup yang banyak menjadi cerita lakon dalam pertunjukan wayang kulit purwa. Kesaktian Gatotkaca

juga sangat luar biasa, bisa terbang laksana burung garuda, mempunyai mata surya kanta sehingga mempunyai penglihatan yang terang saat malam hari, serta banyak aji kesaktian di tubuhnya yang membuat Gatotkaca menjadi kesatriya sakti dan mandraguna.

Putra ketiga Bima adalah Raden Antasena, yang mempunyai karakter unik karena kecerdasannya yang istimewa sehingga sering dianggap sakit jiwa. Raden Antasena seperti Bima yang tidak bisa bertata-krama dengan yang lebih tua darinya. Antasena lahir dari istri ketiga Bratasena yang bernama

Dewi Urang Ayu yang berasal dari Kahyangan Dhasaring Samodra putri dewa Ikan Sang Hyang Baruna. Antasena juga mempunyai kesaktian yang luar biasa, mempunyai bisa (racun) yang mematikan yang terletak pada sungut (tanduk) di keningnya, juga mempunyai insang sehingga bisa masuk ke dalam air layaknya seekor ikan. Ketiga Putra Bima sangat berbakti kepada orang tuanya, menyayangi saudara-saudaranya, serta mempunyai jiwa patriot membela bangsa dan Negara.

Ngaji Wayang 14

Page 18: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

WAYANG GOLEKMENAK

Selain epos Mahabarata dan Ramayana, cerita menak merupakan karya ksi yang banyak menginspirasi orang Nusantara, khususnya juga orang Jawa meski saat ini cerita Menak kurang diminati dibandingkan minat orang Jawa terhadap kedua epos dari India.

Faktanya dari cerita Menak, di Jawa, lahir sejumlah karya sastra dan budaya yang bermutu tinggi. Dari cerita Menak lahirlah karya seni adiluhung seperti Wayang Kulit Menak yang awalnya dibuat oleh Kyai Trunadipa dari Baturetno Wonogiri, Wayang Golek Menak yang awalnya dibuat oleh Sunan Kudus,

Wayang Orang Menak, pengabadian dalam bentuk sendratari yang dilakukan pada masa Sultan Hamengkubuwono IX "Beksa Golek Menak", dan berbagai karya sastra seperti serat yang digubah oleh R. Ng. Yasadipuro I dan R. Ng. Yasadipura II (Pujangga Kasunanan Surakarta).

Atau karya sastra "Serat Menak Branta" yang dikerjakan pada masa Sultan Yogyakarta Hamengkubuwono VI atas perintah putrinya Gusti Kanjeng Ratusasi, oleh Adi Triyono dan Tukiyo. Atau nama tokoh dalam serat menak yang kemudian menjadi inspirasi untuk nama berbagai primbon. Sebut aja Primbon Adam Makna, Primbon Betal Jemur, Primbon Bekti Jamal, Primbon Lukman Hakim Adam Makna, Primbon Kuraisyin Adam Makna, dan lain sebagainya.

Koleksi:Ki Suharno Cermo Sugondo S.SnDemangan Bangunharjo SewonBantul Yogyakarta

Ngaji Wayang 15

Page 19: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

WAYANG BEBER

Wayang Beber Remeng Mangunjaya (Gulungan Keempat)”70 x 335 cm | Cat Poster di Kertas | Yogyakarta, 2014

Karya (Duplikasi):Indiria Maharsi, MSnAlumnus Penciptaan Seni Pascasarjana ISI YK

Karya di atas merupakan karya duplikasi dari Wayang Beber lakon Remeng Mangunjaya gulungan keempat. Lakon Remeng Mangunjaya bercerita tentang empat pejagong atau adegan dari pertempuran antara Raden Panji Asmarabangun, Raden Gunungsari, Bancak Enggel, Bancak Doyok dan pasukannya melawan Prabu Klana Brakumara, Patih Gajah Gurito, Wewe Putih beserta pasukannya.

Indiria Maharsi saat ini berprofesi sebagai dosen program studi Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Kesibukan lainnya adalah sebagai illustrator, komikus, desainer gras, penulis

dan pelukis. Sejak kecil ia telah menekuni dunia seni lukis dan telah menerima penghargaan dalam bidang seni rupa sebanyak 54 penghargaan baik nasional maupun internasional. Di antaranya adalah dari Jepang, kemudian dari "Certicate Of Merit Art Exhibition-Republic of Korea", Silver and Bronze Medal for a Painting dari "Shankar's International" dan lain-lain.

Ngaji Wayang 16

Page 20: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

WAYANG ONTHEL

Instalator: Agung Dragon Andri Topo Dalang :

Jl. Sarwo Edi Wibowo, Gg. Sadewa,Pakelan, Magelang, Jateng

Medium WayangBerbeda dengan Wayang Kulit Purwa yang tentunya menggunakan kulit, Wayang Onthel menggunakan bahan onderdil dan alat-alat bengkel sepeda kuno.

Nilai Filosos

Nama tokoh atau karakter dalam wayang Onthel pun tidak mengikuti pakem layaknya Wayang Purwa, melainkan diciptakan sesuai kebutuhan para seniman "VOC" dalam merespon dinamika kehidupan faktual dan aktual sehari-hari lingkungan sosialnya.Khusus untuk gunungan, Wayang Onthel memberikan nuansa universal dengan melingkarkan rantai sebagai simbolnya.

Selain itu, termuat tiga berko (lampu sepeda) sebagai penggambaran iman, islam, dan ikhsan. Selain berko, dinamo lampu pun disertakan di dalamnya yang menyimbolkan siklus kehidupan yang musti terus berjalan.

Begitupun dengan instrumen musik pengiringnya yang merupakan perpaduan antara gamelan dengan perkusi yang dibuat dari onderdil dan alat-alat bengkel.

Ngaji Wayang 17

Page 21: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

POTRET DIRI

Karya:TARMANAlumnus Seni Rupa ISI YK (1989-1895)

@ 90 x 125 cmMixed Media Kain Rajut & AlumuniumYogyakarta, 2010-2011

Menggunakan mahkota kerajaan , perupa Tarman menampilkan sosoknya dalam wujud Kresna. Baginya, Kresna merupakan salah satu tokoh paling bijaksana dalam kisah wayang Mahabharata. Kharisma dan kebijaksaannya menjadi pesona sekaligus ajaran berperilaku bagi seorang Tarman. Kedua karyanya tersebut adalah buah inspirasi tentang kesenian wayang orang, yang memiliki nama lain "ketoprak" atau "sandirwara". Ia membayangkan dirinya adalah seorang pemain ketoprak yang sedang memainkan tokoh sebagai Kresna. Lahir dan tumbuh di daerah perbatasan Jawa dan Sunda, kawasan Majenang, Cilacap, perupa Tarman memiliki memori manis masa kecil di saat-saat menonton pertunjukan wayang orang di

desanya di Majenang, Cilacap. Di Tahun 80-an, wayang orang masih menjadi suatu tontonan hiburan yang digandrungi masyarakat.

Ia adalah salah satu penikmat jenis kesenian tersebut. Akan tetapi seiring pergantian generasi, wayang orang, sebagaimana bentuk-bentuk kesenian lokal lainnya, mengalami degradasi minat dari selera masyarakat yang terus berubah. Kian waktu pertunjukannya pun semakin langka karena banyak di antaranya yang.gulung tikar. Fenomena pergeseran budaya ini menjadi latar belakang kegelisahan Tarman dalam menciptakan karya Potret Dirinya.

Ngaji Wayang 18

Page 22: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Wayang Beber II

Karya:Slamet RiyadiAlumnus Seni Rupa ISI YK 1994Dra. FaridaAlumnus Etnomusikologi ISI YK 1992

40 x 50 cmBenang Sulam di KainYogyakarta, 2009

Dalam karya ini tersaji cerita wayang Panji dengan tokoh Panji Asmara Bangun, Bantak, Doyok. Adegan di dalamnya mengisahkan Panji yang sedang membahas kepergian Dewi Sekar Tadji di sebuah pendopo taman. Sementara itu di balik dinding pendopo, ada dua

utusan dari Kediri yang penasaran akan ketampanan Panji yang sering dipergunjingkan. Namun, dalam adegan ini sosok Panji sesungguhnya sedang menyamarsebagai Jaka Kumbang Kuning. Kepergian Dewi Sekartadji dimaksudkan

untuk menguji kesetiaan sang suami yang tak lain adalah Prabu Panji. Karya ini merupakan bagian kedua dari episode Wayang Beber. Dalam karya pertama, cerita masih berisikan lengkap dengan Dewi Sekartadji. S e d a n g k a n d i k a r y a k e d u a merupakan penceritaan saat Dewi Sekartadji sedang pergi.

Karya kedua memang menekankan sisi kisah tentang kesetiaan, dimana hal tersebut akan selalu diuji. Tiap kesetiaan mendatangkanujian bagi seberapa besar keyakinan yang berhasil dipegang teguh.

Ngaji Wayang 19

Page 23: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Dialog Semar

Dialog antara Pandawa (Brotoseno, Setyaki, Arjuna) dengan Punakawan (Semar, Petruk, Gareng, Bagong). Dengan latar belakang pohon yang mewakili gunungan menyimbolkan alam semesta yang harus dijaga. "Siapapun yang memimpin atau berkuasa nantinya, ia harus mempunyai kesadaran akan lingkungan dan alamnya", demikian petuah yang disampaikan oleh Punakawan terhadap Pandawa.

Meski Punakawan kerap dilihat sebagai rakyat jelata, namun karena kebijaksanaannya mereka selalu diminta n a s i h a t - n a s i h a t n y a s e b a g a i p a n u t a n d a l a m berperilaku.Kedua karya ini lahir dari gagasan Slamet Riadi tentang wayang yang sarat dengan nilai-nilai losos.

Proses pembuatannya unik, sebab Dialog Semar adalah kolaborasi antara ide sketsa dari Slamet dengan sulaman tangan sang istri, Farida. Tujuannya tak lain untuk melestarikan seni wayang dengan medium dan penyajian

Karya:Slamet RiyadiAlumnus Seni Rupa ISI YK 1994Dra. FaridaAlumnus Etnomusikologi ISI YK 1992

46 x 46 cmBenang Sulam di KainYogyakarta, 2005

Ngaji Wayang 20

Page 24: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

KETEGUHAN HATI

Karya:Agus NuryantoSeni Rupa STSI Surakarta (1992-1995)

70 x 110 cmCat Akrilik di KanvasYogyakarta, 2009

Keteguhan Hati mengambil cerita perjalanan Bima mencari Tirta Prawitasari di tengah samudera atas perintah gurunya. Dari kisah tersebut, hikmah yang dapat diambil adalah keteguhan hati Bima dalam menjalani tugas dan tanggung-jawabnya.

Bima dalam urutan usia yang matang dewasa, sehingga menghadapi urusan apa saja dapat terselesaikan. Pendiriannya teguh, keinginannya kuat, dan tidak mudah putus asa.

Kebulatan semangat atas keyakinannya pantas untuk diteladani.Sebagaimana sunnah Rasul, barangsiapa

bersungguh-sungguh dalam menjalani sesuatu, niscaya akan berhasil.Agus Nuryanto telah menyelenggarakan

pameran tunggal maupun bersama sejak tahun 1994. Kecintaannya pada wayang, menjadikan wayang sebagai subjek utama dalam wujud visual maupun art ist ik karyanya. Wayang bukan hanya ekspresi dunia tradisi, melainkan juga manifestasi losos dari jagat besar (alam semesta) untuk direalisasikan ke dalam jagat kecil (alam diri atau jiwa). Relevansinya sebagai ajaran kehidupan sepanjang generasi, membuat wayang memungkinkan untuk selalu diterjemahkan dari waktu ke waktu.

Ngaji Wayang 21

Page 25: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

MESU BUDHI

Karya:Ardian KresnaAlumnus FISIPOL UNSOED Purwokerto (1991-1997)

100 x 150 cm Cat Minyak di KanvasYogyakarta, 2013

Cerita pewayangan banyak yang memuat tentang kearifan lokal terutama dalam hal pencarian jati diri. "Mesu Budhi" dalam hal ini memiliki arti berkontemplasi, olah batin, atau bercermin diri. Bagi Ardian Kresna, konsep dalam kisah atau lakon wayang: "Begawan Mintaraga" atau "Arjuna Wiwaha", sangat membekas dan mempengaruhi perjalanan hidupnya. Terutama dalam hal pencarian rasa keilahian dalam diri, yang hingga kini masih dipenuhi kegelisahan dan nafsu lahiriah. Kontemplasi Arjuna dalam kisah itu pun kemudian ia coba

terapkan dalam pencarian pengalaman batin dirinya sendiri menuju 'Jalan Tuhan' yang lebih terarah, hingga lahirlah karya rupa dua dimensi ini.Belajar seni rupa secara otodidak, Ardian Kresna memulai proses kesenirupaannya dari belajar melalui buku-buku seni rupa, bergaul dengan para seniman, hingga berkarya langsung di lapangan seni. Ia pun memiliki kecintaan pada sejarah, budaya, religi, dan lsafat Jawa yang sudah tumbuh sejak kanak-kanak. Demi menekuni cerita pewayangan, Ardian biasa mempelajarinya melalui berbagai cara, antara lain media buku, maupun berdiskusi langsung dengan para dalang atau pakar wayang di Yogyakarta dan Surakarta. Karya-karyanya di luar dunia seni lukis adalah beberapa tulisan esai dan novel yang diterbitkan oleh Divapress, Mediapressindo, Narasi & Mata Padi Press.

Ngaji Wayang 22

Page 26: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

MENUJUKESEIMBANGAN

SUHARDI | Seri Rupa IKIP Yogyakarta (1983-1987)70 x 90 cm, Cat Akrilik di Kanvas, Yogyakarta, 2014

Lukisan Suhardi menggambarkan sosok Petruk sebagai gur utama. Petruk berasal dari kata "patra" yang berarti sifat-sifat yang baik. Di karya ini Petruk berdiri di atas batu dengan hanya menggunakan satu kaki, serta sebelah kakinya yang lain menahan beban batumerupakan sebuah metafor dari proses pertapaan di tengah cobaan yang dihadapi.

Keseimbangan posisi tersebut dapat dicapai karena kedua tangan Petruk memegang erat kekayon. Kekayon di sini melambangkan kehidupan. Warna merah membara menghiasi kekayon bagian atas, sebagai simbol api, sebuah kobaran semangat dari proses hidup manusia.

Namun ada kalanya, di tengah waktu berproses pun manusia perlu bereeksi, sehingga di dalam gambar terlukis api yang semula berpijar merah perlahan meredup hijau. Warna hijau menampilkan segi reektif dari hidup manusia. Artinya, dalam proses hidup apapun, manusia perlu menepi sejenak demi merenungi dan memaknai tiap segi dari perjalanan hidupnya. Di sisi lain, gambar bintang dari bandul kalung petruk merupakan simbol ketuhanan.

Secara losos, Suhardi melukiskan karyanya dalam narasi tentang dinamika perjalanan hidup manusia. Cobaan dan rintangan pasti menghampiri, meskipun demikian segalanya akan mampu dilewati apabila manusia tetap berpegang teguh pada hakikat kehidupan yang memiliki jalinan maknanya terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Lukisan Suhardi pada dasarnya menyimpan spirit untuk memurnikan jiwa manusia. Dengan merangkai jalinan estetikanya, Suhardi membuat kandungan pesan dalam karyanya tidak menjadi terlampau tajam bagi mereka yang menikmati.

Pilihan Suhardi menggunakan media kayu sebagai tekstur dari gur-gur dalam lukisannya memiliki alasan khusus. Baginya, tekstur kayu memiliki nilai artistik tersendiri. Kayu yang berasal dari pohon, memiliki proses pertumbuhan dari biji, benih, tunas, batang, ranting, batang, daun, hingga kemudian buah. Rangkaian pertumbuhan ini persis seperti proses manusia lahir dan berkembang. Atas dasar itulah, Suhardi menggunakan kayu sebagai material utama lukisannya.

Ngaji Wayang 23

Page 27: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Perundingan Kresna dan Arjuna

Karya: Alm. RASTIKA Koleksi: Perupa Nasirun

48 x 73 cm | Cat Akrilik di Kaca |Cirebon, 2009

Cerita yang termanifestasikan dalam lukisan kaca Rastika ini menjelaskan tentang sebuah pertemuan antara Kresna dan Arjuna yang didampingi oleh empat Punakawan. Dalam perang Bharatayuda, Kresna adalah penasihat utama dari putra-putra Pandawa.

Pertemuan tersebut merundingkan strategi perang di Palagan Kurusetra. Kresna merupakan simbol dari Pamomong Wiji Ratu, artinya pembimbing atau pengasuh bibit-bibit penguasa. Diramalkan bahwa semua anak raja yang diasuh oleh para Punakawan ini kelak akan menjadi raja. Menariknya, ternyata tidak satupun dari

mereka menjadi raja di Hastinapura, melainkan justru cucu Arjuna, Parikesit Jumenengan Noto yang pada akhirnya menjadi raja agung di Hastinapura. Rastika memang seorang maestro lukisan kaca di Indonesia. Ia sudah melukis sejak usia 10 tahun. Anak karyanya menampilkan motif-motif hasil peleburan antara tradisi Jawa-Hindu, Islam, Tionghoa, dan Sunda Cirebon. Keharmoniannya terwujud dalam gur tokoh dan simbol atau aksen estetisnya.

Misalkan, pada gambar Arjuna dan Kresna yang bernuansa s a n g a t J a w a -H i n d u , a k a n t e t a p i p a d a t o k o h punakawannya, ciri Sunda Cirebonnya tampil sangat kental. Terlebih lagi bila memperhatikan ornamen mega mendungnya yang menjadi ciri khas utama dari tradisi seni hias Cirebon. Semua perpaduan tersebut menjelma sebuah kekhasan atau identitas sendiri dalam bentuk dan warna karya-karya seorang Rastika. Ia berhasil menjalin akar kultural dengan alam dan tradisi masyarakat dimana ia hidup. Itulah yang membuat Rastika mampu melegenda dalam seni lukis kaca Indonesia.

Ngaji Wayang 24

Page 28: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Sholat Iku Wajib,Shodaqoh Iku Utama

Karya ini bercerita tentang ajakan untuk sholat dan shodaqoh. Pada gambar terdapat tokoh Petruk, Gareng dan Bagong. Tokoh Petruk menjadi ustadz yang mengajak Gareng dan Bagong untuk sholat dan shodaqoh.

Gareng, meski memiliki tubuh kurus dan kecil (bisa juga dianggap bentuk dari orang miskin), dia senang memberi shodaqoh. Hal ini berbanding terbalik dengan Bagong yang bertubuh gemuk (bisa juga dianggap bentuk dari orang kaya), tapi enggan membagi hartanya untuk

shodaqoh. Subandi Giyanto menciptakan karyanya setelah terilhami dari suatu ceramah di radio, berkaitan dengan keutamaan sholat dan shodaqoh. Pitutur tersebut kemudian diekspresikan olehnya ke dalam lukisan kaca. Hampir seluruh pembuatan karya Subandi memperoleh inspirasinya dari pitutur orang-orang tua dahulu, ada beberapa yang merupakan respons langsung setelah melihat atau mendengar peristiwa-peristiwa di sekitarnya.

Lahir dari keluarga penatah wayang, Subandi telah belajar natah dan nyungging wayang kulit dari ayahnnya yang bernama Giyanto Wiguna sejak berusia 7 tahun. Ia beberapa kali memenangkan perlombaan seni saat bersekolah dasar dan menengah. Di tahun 1975 dirinnya mulai diperkenalkan ke Sanggar Bambu oleh gurunya, Supono PR. Kemudian pada tahun 1979, Subandi mulai beralih menekuni lukisan kaca hingga sekarang. Akan tetapi, ia juga masih tetap sesekali membuat wayang kulit serta melukis wayang di kanvas. Punakawan merupakan tokoh utama dalam karya-karyanya, sebab menggambarkan representasi wong cilik sehingga mudah baginya untuk mengekspresikan idenya lewat tokoh-tokoh tersebut.

Karya:Drs. Subandi GiyantoSeni Rupa IKIP Negeri YK (1979-1986)40 x 50 cm | Cat Akrilik di Kaca | Yogyakarta, 2014

Ngaji Wayang 25

Page 29: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Mencari Kayu Gong Susuhing Angin

Karya : SulasnoKoleksi: Perupa Nasirun48,5 x 58,5 cm | Cat Akrilik di Kaca | Yogyakarta, 2005

“Mencari Kayu Gong Susuhing Angin”, dalam Bahasa Indonesia memiliki arti Mencari Kayu Besar Sarangnya Angin. Ini adalah sebuah metafor untuk menyebut hidung manusia. Bila ditelusuri lebih dalam, maknanya menjelaskan soal proses pernafasan melalui hidung sebagai jalan masuk dan keluarnya angin atau udara. Nafas, merupakan aspek penting dalam sistem biologis maupun dimensi keruhanian manusia.

Pengaturan nafas menjadi syarat utama dalam pengolahan emosi tubuh dan jiwa. Dengan demikian nafas bagi kehidupan manusia merupakan penentu segalanya, baik aspek sik maupun batin.Karya Sulasno, Mencari

kayu Gong Susuhing Angin ini termasuk ke dalam tema pertama dari lakon Dewa Ruci. Di tahap atau tema selanjutnya, diceritakan bahwa Bima (Merkudara) berupaya Mencari Banyu Suci Prawitasari. Namun naas, di tengah jalan ia harus menghadapi dua raksasa. Secara loso, rangkaian kisah dari lukisan kaca Sulasno berupaya menuturkan bahwa tiap-tiap manusia untuk memperoleh kewahyuan, identitas, maupun karakteristik perlu melampaui ujian naik-gunung turun samudera terlebih dahulu. Kedua raksasa dalam gambar tersebut adalah penggoda. Kisah ini memiliki inti suatu pencarian jati diri. Sebagaimana perang Bharatayuda, alam dunia pun pada dasarnya adalah sebuah pertempuan. Pertempuran batin yang bermakna pencarian jati diri. Kelak di dalam kisah Mencari Banyu Suci Prawitasari, Bima akan bertemu dengan miniatur Bima berwarna putih tepat di dadanya. Simbol ini sebagai simbol ruhaniah Bima. Jadi proses perjalanan hidup manusia, pada dasarnya mencari identitas dirinya. Hal ini merupakan proses ruhaniah, sebab terkait pula dengan pencarian akar keilahianNya. Manusia pernah hidup di alam ruh, di alam gua garba (alam kandungan), lalu muncul di alam dunia, dan pada akhirnya akan berpulang ke alam ruh kembali. Dalam kehidupan di alam dunia lah, manusia ditakdirkan untuk berperang, perang secara batin. Di lakon wayang, perang Bharatayuda merepresentasikan tentang ini. Ketika manusia telah mampu melampaui perang dalam jiwanya sendiri, sesungguhnya ia telah “murca”, atau telah memasuki fase sustik dalam kehidupannya. Ia hidup di dunia, akan tetapi tidak lagi terikat olehnya.

Ngaji Wayang 26

Page 30: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Karya:NASIRUNSeni Rupa ISI Yogyakarta

90 x 145 cmOil on CanvasYogyakarta 2014

JADZAB Ngaji Wayang 27

Page 31: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

DokumentasiPagelaran Wayang

Pagelaran Wayang Milenium Kalijaga 2013Pesantren KaliopakYogyakarta

Ngaji Wayang 28

Page 32: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Pagelaran Wayang Milenium Kalijaga 2013Pesantren KaliopakYogyakarta

Ngaji Wayang 29

Page 33: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Pagelaran Wayang Milenium Kalijaga 2013Pesantren KaliopakYogyakarta

Ngaji Wayang 30

Page 34: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Kirab GununganMenuju Pesantren Kaliopak 2014 Yogyakarta

DokumentasiKIRAB GUNUNGAN

Gunungan KayonKarya: Komunitas PojokDusun Onggopatran, Piyungan

11x5 m | Bahan: Bambu, Pelepah Pisang Akar Pohon

Ngaji Wayang 31

Page 35: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Terima kasih kepada:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Warga Klenggotan, Srimulyo, Piyungan

Lesbumi | NU Online | Kedaulatan RakyatJogja Review | Museum Nasirun | Nasirun

Subandi Giyanto | Sulasno | Tarman Slamet Riadi | Ardian Kresna | Lukman T.

Ki Suharno Cermo | Komunitas Sukro Kasih Agus Nuryanto | Wayang Onthel Magelang

Sumarsono | Rumah Seni Sidoarum Wayang Ukur Sukasman | Ki Udreko

Dhani Valyandra | Yoyok (Wayang Ukur) Komunitas Pojok | Sanggar Nuun

Page 36: Katalog Pameran Wayang | Pesantren Kaliopak

Kementerian Pendidikan dan KebudayaanRepublik Indonesia Pesantren kaliopak, P_Kaliopak,

Pesantren KaliopakRumah Budaya Nusantara Jl.Wonosari KM 11, Klenggotan, SrimulyoPiyungan, Bantul, Yogyakarta