Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Negara Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan. Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 100/100.000 penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga 5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik terhadap faktor risiko penyakit stroke. Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitian yang minim pada populasi masyarakat, didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0.5% (Darmojo, 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada aderah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) Depkes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia. 1
49

kasus saraf

Nov 28, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kasus saraf

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita

stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Stroke

adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Negara

Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan.

Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 100/100.000

penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun

1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga 5% pertahun.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian penyakit yang

menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik terhadap faktor risiko

penyakit stroke.

Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan

prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitian yang

minim pada populasi masyarakat, didapatkan angka prevalensi penyakit stroke

pada daerah urban sekitar 0.5% (Darmojo, 1990) dan angka insidensi penyakit

stroke pada aderah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan

dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) Depkes RI, menunjukkan

bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan

yang tepat pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan

pengetahuan tentang patofisiologi stroke sangat berguna untuk menentukan

pecegahan dan pengobatan tersebut, agar dapat menurunkan angka kematian dan

kecacatan.

Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan sebagai

suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan

gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau

dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguang peredaran darah otak.

Secara praktis, stroke dapat dikenal dari gejala klinisnya yang bersifat: onset

mendadak dengan gejala klinis baik fokal (seperti paresis, sulit bicara, buta, dan

1

Page 2: kasus saraf

lain-lain) maupun global (gangguan kesadaran), dan berkembang cepat serta

mencapai maksimal dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam.

Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10-15% dari seluruh stroke dan

memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain

menyatakan 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun,

pengkajian rerospektif terbaru menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke

adalah stroke hemoragik. Pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase

mungkin dikarenakan peningkatan kualitas pemeriksaan seperti ketersediaan CT

scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen platelet dan warfarin yang

dapat menyebabkan perdarahan.

Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan

kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga

penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas.

Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tingi terdapat pada stroke

hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan

kembali kemandirian fungsionalnya.

2

Page 3: kasus saraf

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Samsudin

Jenis kelamin : Laki-Laki

Usia : 62 tahun

Alamat : Jl. Pakis Kulon, Magelang

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Pekerjaan : Petani

Tanggal masuk RS : 9 Desember 2013 pk. 00.30 WIB

Tanggal keluar RS : -

II.2. SUBJECTIVE

Keluhan utama:

Pasien lemah bagian kanan

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien lemah bagian kanan sejak kemarin siang, tangan kanan

mendadak lemas dan tidak bias digerakan, disertai mual dan muntah isi cairan

sebanyak satu kali, pasien juga mengeluh sakit kepala terasa cekot-cekot,

tidak ada kejang, nyeri dada maupun penurunan kesadaran. Pada sore hari

pasien mulai bicara tidak nyambung, terkadang pasien nangis terkadang

tertawa dan pasien pun tidak bisa mengikuti perintah. Pasien juga tidak

pernah mengalami keadaan seperti ini sebelumnya. Makan dan minum baik,

tidak ada gangguan menelan. BAB dan BAK baik.

Riwayat penyakit dahulu:

Memiliki riwayat hipertensi dan sakit jantung sejak lebih dari 10 tahun

yang lalu tapi tidak pernah kontrol rutin. Riwayat Diabetes, stroke, kejang

disangkal. Pasien tidak pernah dirawat di RS.

Riwayat keluarga

Dulu ayah pasien juga meninggal akibat stroke

3

Page 4: kasus saraf

II.3. OBJECTIVE

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran/GCS : Compos mentis/E4 Vx Mx, Afasia Global

Vital Sign :

- Tekanan darah: 160/100 mmHg

- Nadi : 104 kali/menit

- Suhu : 37.5 ºC

- Pernafasan : 20 kali/menit

STATUS LOKALISATA

Status Interna

Kepala/Leher:

- Tidak terlihat ikterik pada kedua sklera kanan dan kiri

- Tidak ada tanda-tanda anemia pada konjungtiva

- Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm/3 mm

- Lidah sulit dievaluasi

- Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks:

- Jantung :

o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

o Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat, terdapat

pada sela iga 5 garis midclavicula

o Perkusi : Redup, batas jantung normal

o Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak terdapat gallop

dan murmur

- Paru :

o Inspeksi : Simetris

o Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri sama

o Perkusi : Sonor

o Auskultasi :Nafas vesikuler, tidak terdapat suara nafas

tambahan, baik berupa rhonki maupun wheezing.

4

Page 5: kasus saraf

Abdomen:

- Inspeksi : Simetris, protuberan

- Auskultasi : Bising usus normal terdengar di seluruh kuadran abdomen

- Palpasi :

o Teraba soefl

o Tidak terdapat ascites

o Hepar dan lien tidak teraba

o Tidak terdapat nyeri tekan

- Perkusi :

o Timpani

Ekstremitas:

- Tidak ada edema

- Tidak terdapat akral yang dingin

- Tidak terdapat sianosis

Status Neurologi

GCS : E4VxMx, Afasia Global

MENINGEAL SIGN :

Kaku Kuduk : -

Kernig : -

Brudzinski I-IV : -

NERVUS CRANIALIS :

1. N. Olfaktorius (N. I) : sulit dievaluasi

2. N. Optikus (N. II)

a. Tajam Penglihatan : sulit dievaluasi

b. Lapang pandang (visual field) : sulit dievaluasi

c. Warna : tidak dilakukan

d. Funduskopi : tidak dilakukan

5

Page 6: kasus saraf

3. N. okulomotorius, troklearis, abducen (N. III,IV,VI)

a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN

b. Gerakan bola mata : sulit dievaluasi

c. Pupil:

i. Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN

ii. Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+

iii. Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN

4. N. Trigeminus (N. V)

a. Sensorik : sulit dievaluasi

b. Motorik :

i. Merapatkan gigi : sulit dievaluasi

ii. Buka mulut : sulit dievaluasi

iii. Menggigit tongue spatel kayu : tidak dilakukan

iv. Menggerakkan rahang : sulit dievaluasi

c. Refleks :

i. Maseter /mandibular : (-)

ii. Kornea : DBN

5. N. Facialis (N. VII)

a. Sensorik : sulit dievaluasi

b. Motorik

i. Kondisi diam : simetris

ii. Kondisi bergerak :

a) Musculus frontalis : sulit dievaluasi

b) Musculus korugator supersili : sulit dievaluasi

c) Musculus nasalis : sulit dievaluasi

d) Musculus orbicularis oculi : sulit dievaluasi

e) Musculus orbicularis oris : sulit dievaluasi

f) Musculus zigomaticus : sulit dievaluasi

g) Musculus risorius : sulit dievaluasi

h) Musculus bucinator : sulit dievaluasi

6

Page 7: kasus saraf

i) Musculus mentalis : sulit dievaluasi

j) Musculus playsma : sulit dievaluasi

c. Sensorik khusus

i. Lakrimasi : tidak dilakukan

ii. Refleks stapedius : tidak dilakukan

iii. Pengecapan 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan

6. N. Statoakustikus (N. VIII)

a. Suara bisik : sulit dievaluasi

b. Arloji : sulit dievaluasi

c. Garpu tala : tidak dilakukan

d. Nistagmus : tidak dilakukan

e. Tes Kalori : tidak dilakukan

7. N. Glosopharingeus, Vagus (N.IX, X)

a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat: uvula simetris

b. Inspeksi oropharing saat berfonasi : sulit dievaluasi

c. Refleks : muntah, batuk tidak dilakukan

d. Sensorik khusus :

- Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukan

e. Suara serak atau parau : (-)

f. Menelan :

- Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat: (-)

8. N. Acesorius (N.XI)

a. Kekuatan m. trapezius : sulit dievaluasi

b. Kekuatan m. sternokleidomastoideus : sulit dievaluasi

9. N. hipoglosus (N. XII)

a. Kondisi diam : sulit dievaluasi

b. Kondisi bergerak : sulit dievaluasi

7

Page 8: kasus saraf

MOTORIK :

a. Observasi : DBN

b. Palpasi : konsistensi otot kenyal

c. Perkusi : DBN

d. Tonus : DBN

e. Kekuatan otot : Lateralisasi Dextra

i. Extremitas atas :

M. deltoid : SDE

M. biceps brakii : SDE

M. triceps : SDE

M. brakioradialis : SDE

M. pronator teres : SDE

Genggaman tangan : SDE

ii. Extremitas bawah :

M. iliopsoas : SDE

M. kwadricep femoris : SDE

M. hamstring : SDE

M. tibialis anterior : SDE

M. gastrocnemius : SDE

M. soleus : SDE

SENSORIK

a. Eksteroseptik / protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar): sulit dievaluasi

b. Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : sulit dievaluasi

c. Kombinasi :

i. Stereognosis : tidak dilakukan

ii. Barognosis : tidak dilakukan

iii. Graphestesia : sulit dievaluasi

iv. Two point tactile discrimination : sulit dievaluasi

v. Sensory extinction : sulit dievaluasi

vi. Loss of body image : sulit dievaluasi

8

Page 9: kasus saraf

REFLEKS FISIOLOGIS

a. Refleks Superficial

i. Dinding perut /BHR : DBN

ii. Cremaster : tidak dilakukan

b. Refleks tendon / periostenum :

i. BPR / Biceps : +3/ +2

ii. TPR / Triceps : +3/ +2

iii. KPR / Patella : +2/ +2

iv. APR / Achilles : +2 / +2

v. Klonus :

Lutut / patella : - / -

Kaki / ankle : - / -

REFLEKS PATOLOGIS

a. Babinski : + / -

b. Chaddock : + / -

c. Oppenheim : - / -

d. Gordon : - / -

e. Schaeffer : - / -

f. Gonda : + / -

g. Stransky : - / -

h. Rossolimo : - / -

i. Mendel-Bechtrew : - / -

j. Hoffman : -/ -

k. Tromner : -/ -

REFLEKS PRIMITIF

a. Grasp refleks : -/-

b. Palmo-mental refleks : -/-

9

Page 10: kasus saraf

PEMERIKSAAN SEREBELLUM

a. Koordinasi:

i. Asinergia /disinergia : sulit dievaluasi

ii. Diadokinesia : sulit dievaluasi

iii. Metria : sulit dievaluasi

iv. Tes memelihara sikap

Rebound phenomenon : sulit dievaluasi

Tes lengan lurus : sulit dievaluasi

b. Keseimbangan

i. Sikap duduk : sulit dievaluasi

ii. Sikap berdiri

Wide base / broad base stance : sulit dievaluasi

Modifikasi Romberg : sulit dievaluasi

Dekomposisi sikap : sulit dievaluasi

iii. Berjalan / gait :

Tendem walking : sulit dievaluasi

Berjalan memutari kursi / meja : sulit dievaluasi

Berjalan maju-mundur : sulit dievaluasi

Lari ditempat : sulit dievaluasi

c. Tonus : sulit dievaluasi

d. Tremor : sulit dievaluasi

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR

1. Aphasia : Aphasia Global

2. Alexia : sulit dievaluasi

3. Apraksia : sulit dievaluasi

4. Agraphia : sulit dievaluasi

5. Akalkulia : sulit dievaluasi

6. Right-left disorientation : sulit dievaluasi

7. Fingeragnosia : sulit dievaluasi

TES SENDI SACRO-ILIACA

a. Patrick’s : sulit dievaluasi

10

Page 11: kasus saraf

b. Contra patrick’s : sulit dievaluasi

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS

a. Laseque : sulit dievaluasi

b. Sicard’s : sulit dievaluasi

c. Bragard’s : sulit dievaluasi

d. Minor’s : sulit dievaluasi

e. Neri’s : sulit dievaluasi

f. Door bell sign : sulit dievaluasi

g. Kemp test : sulit dievaluasi

PEMERIKSAAN DISARTRIA

a. Labial : sulit dievaluasi

b. Palata : sulit dievaluasi

c. Lingual : sulit dievaluasi

II.4. RESUME

Seorang pasien pria berusia 62 tahun datang dengan keluhan

monoparese dextra sejak kemarin, selain itu pasien juga mengeluhkan mual

dan muntah cairan tanpa ampas sebanyak satu kali dan juga mengeluh nyeri

kepala. Mulai sore hari pasien muali terjadi afasia global disetai cry and

laughing sign.

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan sakit jantung sejak lebih dari 10

tahun yang lalu tapi tidak pernah kontrol rutin. Dan ayah pasien meninggal

karena stroke.

Pada pemeriksaan status generalis, pada pemeriksaan tekanan darah

diperoleh hasil tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 104 dan suhu 37,5.

Pemeriksaan status interna dalam batas normal.

Pemeriksaan status neurologi ditemukan GCS E4VxMx, kelainan pada

pemeriksaan motorik yaitu lateralisasi dextra, didapatkan refleks patologis

(babinski, chadok, gonda sebelah kanan) peningkatan refleks fisiologis BPR

dan TPR, sementara refleks primitive, pemeriksaan serebelum, pemeriksaan

11

Page 12: kasus saraf

sendi sacro-iliaka, dan tes provokasi nervus ischiadicus sulit dievaluasi.

Sedangkan pemeriksaan fungsi luhur terdapat afasia global,

II.5. ASSESSMENT

A. Klinis : Afasia Global, Lateralisasi dextra, hipertensi, mual, muntah, nyeri

kepala, riwayat jantung, takikardi, febris

B. Topis : Hemisfer sinistra

C. Etiologi : CVA Infark. SSS -7

DD:

- CVA bleeding

II.6. PLANNING

PLANNING DIAGNOSTIK

- Lab darah:

Darah lengkap

Profil lipid

Asam urat

Fungsi ginjal

Fungsi hati

- CT SCAN kepala tanpa kontras

HASIL PLANNING DIAGNOSTIK

- Lab darah:

Darah lengkap

Profil lipid

Asam urat

Fungsi ginjal

Fungsi hati

12

Page 13: kasus saraf

Test item Results Reference

Glukosa (mg/dl) 105 70 – 115

Uerum (mg/dl) 26 0 – 50

Kreatinin (mg/dl) 1.4 0 – 1.3

Kolesterol (mg/dl) 203 0 – 200

Trigliserida (mg/dl) 133 0 – 150

SGOT (U/L) 35 3 – 35

SGPT (U/L) 32 8 – 41

13

Parameter Hasil Nilai rujukan

Leukosit (ul) 7800 4.000 – 10.000

Hemoglobin (gr/dl) 16. 11 – 15

Trombosit (ul) 252000 150000 – 450000

Hematokrit (%) 49.4 36.0 – 48.0

Eritrosit (ul) 5.83 3.5 – 5.5

MCV (fl) 84.9 80 – 99

MCH (pg) 27.4 26 – 32

MCHC (gr/dl) 32.3 32 – 36

Page 14: kasus saraf

- CT SCAN kepala tanpa kontras

Kesan :

1. Acute Ganglionic Hemorrage Sinistra (slice 7-10 ukuran kurang lebih

20 x 33 mm)

2. Tanda-tanda kenaikan tekanan intra kranial

3. Awal Atrofi cerebri

14

Page 15: kasus saraf

PLANNING TERAPI

- Infuse Asering+farmabes VIII amp 50-60 tpm 30 menit evaluasi. TD

180 14 tpm

- Injeksi Omeprazol 1 x 1 amp

- Injeksi Narfos 2 x 4 mg

- Injeksi Lapibal 1 x 1

- Injeksi Norages 3 x 1

- Injeksi Citicolin 4 x 1

- Injeksi Extrace 500 mg 2x1

- Manitol pkl.24.00 (8 jam setelah kejadian) 6 x 100 ml

- Head up 30O

PLANNING MONITORING

- Monitoring keadaan umum

- Monitoring tanda vital

- Keseimbangan Cairan

- BAB dan BAK

PLANNING EDUKASI

- Menjelaskan penyakit yang diderita.

- Tidak duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap tidur.

- Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Nama Co-ass : Firman Gustina

Tanggal diperiksa :

Jam diperiksa :

Tanda tangan supervisor :

15

Page 16: kasus saraf

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN

III.1. STROKE

III.1.1 Definisi

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-

tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau

global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat

menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.1

III.1.2. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering

setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat. Angka kematiannya

mencapai 160.000 per tahun dan biaya langsung sebesar 27 milyar dolar US

setahun. Insiden bervariasi 1.5 – 4 per 1000 populasi. Selain merupakan penyebab

utama kematian, juga merupakan penyebab utama kecacatan.

III.1.3. Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :1,2

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik

1) Perdarahan intra serebral

2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

1) Stroke akibat trombosis serebri

2) Emboli serebri

3) Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

1) Transient Ischemic Attack (TIA)

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

16

Page 17: kasus saraf

4) Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

1) Sistem karotis

a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks

d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2) Sistem vertebrobasiler

a. Motorik : hemiparese alternans, disartria

b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

Pembahasan : pada pasien termasuk stroke hemoragik berdasarkan

gambaran CT-SCAN dan sesuai dengan SSS 2,5

III.2. STROKE HAEMORAGIK

III.2.1.Definisi

Stroke adalah stroke yang terjadi akibat perdarahan yang terjadi baik di

parenkim otak maupun di dalam rongga subarachnoid.

III.2.2.Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab

pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi

pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien

yang dapat melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan

pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi

dalam 48 jam pertama.7

Tingkat insidensi dari stroke hemoragik seluruh dunia berkisar antara 10

sampai 20 kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan

intraserebral lebih sering terjadi pada pria dibanding dengan wanita, terutama

pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit

hitam dan orang Jepang.8

Pembahasan : jenis kelamin pasien perempuan, berusia 79 tahun

17

Page 18: kasus saraf

III.2.3.Klasifikasi

1. Perdarahan intraserebral

Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak didalam

parechym otak, pecahnya pembuluh darah tersebut disebabkan karena

kerusakan dindingnya akibat arterosklerosis, peradangan, trauma atau

kelainan kongenital seperti aneurisma.

2. Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan terutama pada sirkulus Willisi dan berasal dari aneurisma

kongenital yang pecah. Biasanya terjadi pada usia yang lebih muda.

Perdarahan sering berulang dan menimbulkan vasospsme hebat sehingga

terjadi infark otak.2

Pembahasan : berdasarkan gambaran CT-Scan pasien termasuk Stroke

Perdarahan dengan Adanya perdarahan intraserebral

III.2.4.Faktor Resiko

Secara garis besar faktor resiko stroke dibagi atas faktor resiko yang dapat

dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable).

Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi,

penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol,

hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan

faktor genetik.3,4

1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:

a. Hipertensi

Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan

otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Baik hipertensi sistolik

maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya stroke.3

Menurut The seventh report of the Joint National Committee on

prevention, detection, evaluation, dand treatment of high blood pressure

(JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

18

Page 19: kasus saraf

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat

II.

Klasifikasi Tekanan

Darah

Sistolik (mmhg) Diastolik

(mmhg)

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89

Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90 – 99

Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100

b. Penyakit jantung

Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan

fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya

stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.3

Penyakit jantung tersebut antara lain:3

- Penyakit katup jantung

- Atrial fibrilasi

- Aritmia

- Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy)

- Kelainan EKG

Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan

beberapa kelainan jantung berupa:3

- Edema pulmonal neurogenik

- Penurunan curah jantung

- Aritmia dan gangguan repolarisasi

c. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark

serebri. Diduga diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses

arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar,

dan mulai lebih dini.

19

Page 20: kasus saraf

Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita diabetes

mellitus pria dan empat kali lebih banyak pada penderita wanita

dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus pada umur

dan jenis kelamin yang sama.3

d. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal ini

berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan untuk

semua tipe stroke terutama stroke infark dan perdarahan subarachnoid.

Merokok mendorong terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya

memprovokasi terjadinya thrombosis arteri.3

e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam urat,

serta kurang olahraga.3

2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

a. Riwayat keluarga

Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara

langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko

stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan

pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau

lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.3

b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku.3

Pembahasan : pada pasien terdapat faktor risiko yaitu umur, hipertensi,

kurang olahraga

III.2.5.Gejala Klinis

1. PIS

Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah nyeri

kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada

pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas.

Serangan sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat

emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65%

20

Page 21: kasus saraf

terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi

setelah 3 jam).9

2. PSA

Pada penderita PSA dijumpai gejala nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher

dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat

dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk

mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah

terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom

terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum

karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah,

glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.9

Pembahasan : pada pasien terdapat gejala jatuh mendadak, kelemahan

pada sisi tubuh sebelah kanan, tidak bisa berbicara, dan terdapat

penurunan kesadaran

III.2.6.Diagnosis

Anamanesis dan pemeriksaan fisik, selain itu dengan pemeriksaan CT

scan. Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode

yang paling sering dipakai untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemoragik.

Adanya darah atau CSF yang xanthokromik mengindikasikan adanya komunikasi

antara hematom dengan rongga ventrikular namun jarang pada hematoma lobar

atau yang kecil. Secara umum, pungsi lumbal tidak direkomendasikan, karena hal

ini dapat menyebabkan atau memperparah terjadinya herniasi. Selain itu dapat

terjadi kenaikan leukosit serta LED pada beberapa pasien.

Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance

imaging (MRI) memberikan visualisasi langsung dari darah serta produknya di

ekstravaskuler. Komponen protein dari hemoglobin bertanggung jawab lebih dari

90% hiperdensitas gambaran CT pada kasus perdarahan, sedangkan paramagnetic

properties dari hemoglobin bertanggung jawab atas perubahan sinyal pada MRI.

CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi

hipodens dalam 3 minggu dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic

pseudocyst. Perbedaan antara posthemorrhagic pseudocyst dari kontusio lama, lesi

21

Page 22: kasus saraf

iskemik atau bahkan astrositoma mungkin dapat menjadi sulit. MRI dapat

membedaakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut,

akut, subakut stage I, subakut stage II, dan kronik.

Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya

CT dan MRI. Peranan utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi

dari PIS non-hipertensif seperti AVM, aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan

juga PIS pada tempat-tempat atipikal (hemispheric white matter, head of caudate

nucleus). Walaupun demikian penggunaannya tetap terbatas oleh karena

perkembangan imaging otak yang non-invasif.10

Untuk pengukuran Volume lesi perdarahan diukur berdasarkan metode A

x B x C /2 dimana :

A = diameter terpanjang pada slice perdarahan yang terbesar

B = diameter tegak lurus dari A

C = tebal potongan dimana lesi perdarahan masih terlihat.

American Stroke Association menyarankan setiap orang untuk mempelajari

bagaimana cara untuk mengenali tanda-tanda stroke, yakni:6

- Kematian rasa atau kelemahan secara mendadak pada wajah, lengan atau

kaki, terutama pada satu sisi tubuh

- Kebingungan yang mendadak, kesulitan dalam bicara dan memahami

- Kesulitan dalam melihat pada satu atau kedua mata

- Kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi tubuh

- Nyeri kepala yang mendadak tanpa sebab yang diketahui.

Akronim dari FAST adalah cara mudah untuk mengingat tanda-tanda

stroke:6

- (F) ACE : minta pasien untuk tersenyum. Lihat sisi wajah yang turun.

- (A) RMS : minta pasien untuk mengangkat kedua tangan. Lihat jika satu

tangan turun dengan cepat.

- (S) PEECH: minta pasien untuk mengulangi kalimat yang mudah. Lihat

jika ternyata pasien menjadi cadel dan kalimat yang diulang tidak benar.

22

Page 23: kasus saraf

- (T) IME: jika pasien menunjukkan tanda-tanda tersebut, waktu sangat

penting. Sangat penting untuk ke rumah sakit secepat mungkin.

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non

hemoragis, dapat ditentukan berdasarkan:3

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke

4. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu

Pembahasan : pada pasien ini dapat ditegakan diagnosis stroke

perdarahan berdasarkan :

Anamnesis ditemukan gejala dengan onset mendadak, saat aktivitas.

riwayat penyakit dahulu, pasien memiliki riwayat hipertensi sejak lebih

dari 10 tahun yang lalu tapi tidak pernah kontrol rutin. Riwayat Diabetes,

penyakit jantung, stroke, kejang disangkal. Pasien pernah dirawat di RS

karena kepala terbentur post KLL kurang lebih 10 tahun yang lalu

Pada pemeriksaan status generalis, pada pemeriksaan tekanan

darah diperoleh hasil tekanan darah 210/120 mmHg. Pemeriksaan status

interna dalam batas normal. SSS 2,5

Pemeriksaan status neurologi ditemukan GCS E4VxMx, kelainan

pada pemeriksaan motorik pada sisi tubuh sebelah kanan kekuatannya

lebih lemah dibandingkan yang kiri, didapatkan refleks patologis

(babinski, chadok, gonda sebelah kanan) peningkatan refleks fisiologis

BPR dan TPR, sementara refleks primitive, pemeriksaan serebelum,

pemeriksaan sendi sacro-iliaka, dan tes provokasi nervus ischiadicus sulit

dievaluasi. Sedangkan pemeriksaan fungsi luhur terdapat afasia global

Pada pemeriksaan laboratotium dalam batas normal, pada CT-Scan

terdapat gambaran perdarahan intraserebral.

III.2.6.1. Anamnesis

Langkah ini tidak sulit, karena jika memang stroke sebagai penyebabnya,

maka sesuai dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya secara

mendadak. Bila sudah ditetapkan penyebabnya adalah stroke, maka langkh

23

Page 24: kasus saraf

berikutnya adalah menentukan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke

hemoragis atau stroke non hemoragis.3

Tabel . Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Onset atau awitan Mendadak Mendadak

Saat onset Sedang beraktivitas Istirahat

Peringatan (warning) - +

Nyeri kepala +++ ±

Kejang + -

Muntah + -

Penurunan kesadaran +++ ±

III.2.6.2. Pemeriksaan Klinis Neurologis

Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda yang muncul, bila dibandingkan

antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:3

Tabel . Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tanda

Tanda Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Bradikardia ++ (dari awal) ± (hari ke-4)

Edema papil Sering + -

Kaku kuduk + -

Tanda Kernig, Brudzinski ++ -

III.2.6.3. Algoritma dan Penilaian dengan Skor Stroke

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke, antara lain dengan:

1. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada

24

Page 25: kasus saraf

2. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi Stroke Score

1 TIA sebelum

serangan

Pusing, mual, muntah 1

2 Permulaan serangan - Sangat mendadak (1 – 2 menit)

- Mendadak (menit – 1 jam)

- Pelan-pelan (beberapa jam)

6.5

6.5

1

3 Waktu serangan - Bekerja (aktivitas)

- Istirahat/duduk/tidur

- Bangun tidur

6.5

1

1

4 Sakit kepala waktu

serangan

- Sangat hebat

- Hebat

- Ringan

- Tidak ada

10

7.5

1

0

25

Page 26: kasus saraf

5 Muntah - Langsung sehabis serangan

- Mendadak (beberapa menit –

jam)

- Pelan-pelan (1 hari atau lebih)

- Tidak ada

10

7.5

1

0

6 Kesadaran - Menurun langsung waktu

serangan

- Menurun mendadak (menit – jam)

- Menurun pelan-pelan (1 hari atau

lebih)

- Menurun sementara lalu sadar

lagi

- Tidak ada gangguan

10

10

1

1

1

7 Tekanan darah

sistolik

- Waktu serangan sangat tinggi

(>200/110)

- Waktu MRS sangat tinggi

(>200/110)

- Waktu serangan tinggi

(>140/100)

- Waktu MRS tinggi (>140/100)

7.5

7.5

1

1

8 Tanda rangsangan

selaput otak

- Kaku kuduk hebat

- Kaku kuduk ringan

- Tidak ada kaku kuduk

1

5

0

9 Pupil - Isokor

- Anisokor

- Pin point kanan/kiri

- Midriasis kanan/kiri

- Kecil dan reaksi lambat

- Kecil dan reaktif

5

10

10

10

10

10

10 Fundus okuli - Perdarahan subhialoid

- Perdarahan retina

- Normal

10

7.5

0

26

Page 27: kasus saraf

Total score:

- ≥ 20: stroke hemoragik

- < 20: stroke non hemoragik

3. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score

No. Gejala/tanda Penilaian Indeks Skor

1 Kesadaran (0)Kompos mentis

(1)Mengantuk

(2)Semi koma/koma

X 2.5 +

2 Muntah (0) Tidak

(1) Ya X2 +

3 Nyeri kepala (0) Tidak

(1) Ya X2 +

4 Tekanan darah Diastolic X10% +

5 Ateroma

a. DM

b. Angina pectoris

Klaudikasio

intermiten

(0) Tidak

(1) Ya X(-3)

-

6 Konstanta -12 -12

Hasil Siriraj Stroke Score

Hasil:

- SSS >1 : stroke hemoragik

- SSS < -1 : stroke non hemoragik

Atau dengan penilaian:

SS = (2.5 x C) + (2 x V) + (2 x H) + (0.1 x BPD) – (3 x A) – 12

Keterangan:

C: kesadaran

V: vomitus

H: nyeri kepala

BPD: tekanan darah diastolic

27

Page 28: kasus saraf

A: atheroma (DM, penyakit jantung)

12: konstanta

III.2.6.4. Pemeriksaan dengan Menggunakan Alat Bantu

No. Pemeriksaan Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik

1 Funduskopi Perdarahan retina dan

korpus vitreum

Crossing phenomenon

Silver wire arteries

2 Pungsi lumbal:

- Tekanan

- Warna

Meningkat

Merah

Normal

Jernih

3 Arteriografi Ada shift Oklusi

4 CT-scan

5 MRI

Tabel . Gambaran CT-scan stroke infark dan hemoragik

Jenis

stroke

Interval antara onset

dan pemeriksaan

CT-scan

Temuan pada CT-scan

Infark < 24 jam Efek masa dengan pendataran girus yang ringan

atau penurunan ringan densitas substansia alba

dan substansia grisea.

24 – 48 jam Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai

berat).

3 – 5 hari Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan

adanya cytotoxic edem dan mungkin

didapatkannya efek masa.

6 – 13 hari Daerah hipoden lebih homogeny dengan batas

yang tegas dan didapatkan penyangatan pada

pemberian kontras.

14 – 21 hari Didapatkan fogging effect (daerah infark

menjadi isoden seperti daerah sekelilingnya

tetapi dengan pemberian kontras didapatkan

28

Page 29: kasus saraf

penyangatan).

>21 hari Area hipoden lebih mengecil dengan batas yang

jelas dan mungkin pelebaran ventrikel ipsilateral.

Hemoragik

7 – 10 hari pertama Lesi hiperdens (putih) tak beraturan dikelilingi

oleh area hipodens (edema).

11 hari – 2 bulan Menjadi hipodens dengan penyangatan di

sekelilingnya (peripheral ring enhancement)

merupakan deposisi hemosiderin dan

pembesaran homolateral ventrikel.

>2 bulan Daerah isodens (hematoma yang besar dengan

defek hipodens).

Tabel . Karakteristik MRI pada StrokeHemoragik dan Stroke Infark

Tipe Stroke

Infark/Hemoragik

MRI SIGNAL CHARACTERISTICS

T 1-weighted image T 2-weighted image

Stroke infark Hipointens (hitam) Hiperintens (putih)

Stroke hemoragik, (hari

antara onset dan

pemeriksaan MRI)

1 – 3 (akut),

deoxyhemoglobine

Isointens Hipointens

3 – 7 intracellular

methemoglobine

Hiperintens Isointens

7 – 14 free

methemoglobine

Hiperintens Hiperintens

>21 (kronis)

hemosiderin

Isointens Sangat hipointens

III.2.7.Pengobatan

Penatalaksanaan pasien stroke (PERDOSSI, 2007):11

Penatalaksanaan Umum Stroke Akut

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

29

Page 30: kasus saraf

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan

diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.

4. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD,

elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung,

darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.

2. Terapi Umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

• Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.

• Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen

b. Stabilisasi hemodinamik

• Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan

hipotonik)

• Optimalisasi tekanan darah

• Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah

mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor.

• Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.

• Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum

• Tekanan darah

• Pemeriksaan jantung

• Pemeriksaan neurologi umum awal

o Derajat kesadaran

o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

o Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

• Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan

dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik

pada hari pertama stroke

30

Page 31: kasus saraf

• Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan

pasien yang mengalami penurunan kesadaran

• Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

• Elevasi kepala 20-30º.

• Hindari penekanan vena jugulare

• Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

• Hindari hipertermia

• Jaga normovolemia

• Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20

menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide

dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.

• Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

• Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat

stroke iskemik serebelar

e. Pengendalian Kejang

• Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti

phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan

maksimum 50 mg/menit.

• Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat

antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan

dihentikan bila kejang tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

• Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan

antipiretika dan diatasi penyebabnya.

• Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

g. Pemeriksaan penunjang

• EKG

• Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal

hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.

• Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

• Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

31

Page 32: kasus saraf

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap

1. Cairan

• Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12

mmHg.

• Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.

• Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari

ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.

• Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa

dan diganti bila terjadi kekuranngan.

• Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.

• Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

• Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.

• Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau

kesadaran menurun.

• Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

• Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,

malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik

dan fraktur)

• Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas

kuman.

• Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain

• Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.

• Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.

• Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi

• Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.

• Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.

• Rehabilitasi

• Edukasi keluarga.

• Discharge planning.

32

Page 33: kasus saraf

Penatalaksanaan stroke perdarahan intra serebral (PIS)

Terapi Medik pada PIS Akut

a. Terapi hemostatik

- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat

hemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap

pengobatan factor VII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita

dengan fungsi koagulasi yang normal.

- Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang menguntungkan.

- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-

significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih

dari 3 jam.

b. Reversal of Anticoagulation

- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh

frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.

- Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K

dependent coagulation factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat

dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman

untuk jantung dan ginjal.

- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang

memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.

Pemberian obat ini harus tepat diikuti dengan coagulation factor

replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.

- Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight

heparindiberikan Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau

adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal

Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya.

- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka

pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya

perdarahan.

Tindakan Bedah pada PIS berdasarkan EBM :

Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate)

33

Page 34: kasus saraf

- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal

- Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar

disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila (surgical candidate)

- Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau

kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus

secepatnya dibedah.

- PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma

cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi

strukturnya terjangkau.

- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.

- Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda

dengan perdarahan lobar yang luas (≥ 50)

III.3.8.Prognosis

Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume

perdarahan. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk.8

34

Page 35: kasus saraf

DAFTAR PUSTAKA

1. Machfoed, Hasan, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya :

Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

2011

2. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf

RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

3. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of

Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

4. Departemen Saraf. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi.

Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.

2007.

5. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta:

Erlangga Medical Series. 2007.

6. MIMS. Edisi ke-121. 2012.

7. Adams HP Jr, del Zoppo G, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al.

guidelines for The Early Management Adults With Ischemic Stroke: a

Guideline From The American Heart Association. Circulation. 2007 May 22;

115 (20): e478 - 534

35