Top Banner

of 24

Kasus PT Nike MSDM

Jan 09, 2016

Download

Documents

YogaSanjaya

Nike mempunyai masalah terhadap karyawan ataupun para buruhnya yang berada di indonesia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Upah merupakan persoalan mendasar dalam urusan ketenagakerjaan dan hubungan industrial di Indonesia. Berbagai aksi industrial dan demonstrasi buruh dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan buruh atas upah yang mereka dapatkan. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi, sehingga menarik bagi para penanam modal asing untuk menginvestasikan dana mereka di Indonesia. Hal ini mereka lakukan semata-mata demi mendapatkan biaya produksi yang lebih rendah. Ternyata keinginan penanam modal asing tersebut disambut dan difasilitasi dengan baik oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah menetapkan kebijakan upah rendah sebagai daya tarik, sekaligus sebagai cara untuk memenangkan persaingan dengan sesama negara berkembang lainnya di Asia Pasifik. Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan upah rendah ternyata dilandasi oleh pemikiran obyektif bahwa memang kualitas tenaga kerja di Indonesia rendah. Jumlah angkatan kerja yang masih menganggur sangat tinggi, sehingga membuat pemerintah sengaja memberlakukan upah rendah untuk menahan pembengkakan angka pengangguran. Pemerintah berharap angkatan kerja harus bekerja meskipun upah yang diterima rendah. Nike adalah salah satu perusahaan asal Amerika Serikat yang memproduksi sepatu, pakaian, dan alat-alat olahraga. Nike mensponsori beberapa olahragawan terkenal dunia, sehingga Nike menjadi pemain besar dalam industri tersebut. Nike telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1988 dan hampir sepertiga sepatu yang ada sekarang menrupakan produk dari sana. Tony Band, selaku koordinator perusahaan Nike di Indonesia, mengatakan perusahaan yang digunakan di Indonesia berjumlah 11 kontraktor. Beberapa diantaranya merupakan bekas-bekas basis perusahaan asosiasi Nike di Korea Selatan dan Taiwan. Hubungan antara Nike dan kontraktor di Indonesia cukup dekat. Setiap personel Nike di setiap pabrik di Indonesia memeriksa kualitas dan pengerjaan yang memenuhi persyaratan ketat Nike. Semua pekerja produksi berasal dari Indonesia, terutama wanita muda dalam kelompok usia 16-22 tahun, dan biasanya berasal dari Pulau Jawa.Nike bukan hanya terkenal sebagai perusahaan penghasil peralatan olahraga, namun juga terkenal sebagai perusahaan yang sering memperkerjakan anak-anak di bawah umur. Pada standar penerimaan pegawai, Nike Internasional sebenarnya memiliki peraturan ketat tentang perekrutan pegawai, termasuk umur minimal yang harus dipenuhi oleh pegawai. Ternyata hal ini tidak diimplementasikan dengan baik oleh kontraktor-kontraktor Nike di Indonesia. Aturan lengkap tentang pekerja juga telah dirumuskan oleh Nike Internasional, dan sudah dipikirkan sedemikian rupa agar tidak memberatkan salah satu pihak. Kasus Nike di Indonesia ternyata didasari oleh pelanggaran yang berkaitan dengan kaum buruh. Nike telah mereduksi kekuatan kaum buruh sehingga kaum buruh amat rentan kehilangan pekerjaan mereka. Pabrik membuat aneka alasan yang dapat membuat buruh merasa akan digeser ke industri lain namun dengan upah yang lebih rendah. Buruh juga mudah kehilangan hak-haknya seperti dalam masalah pesangon, dalam hal berserikat denngan pekerja lain, dan terutama tentang upah dan jam kerja. Buruh juga sering mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis. Berbagai upaya damai sudah dilakukan oleh pihak buruh kepada perusahaan, namun bukannya ditanggapi dengan baik, buruh diancam dipecat tanpa uang pesangon. Akhirnya buruh melakukan demonstrasi masal bersama industri-industri lain yang juga masih diketuai oleh Nike. Protes yang terus terjadi dari pertengahan tahun 2007 lalu, baru ditanggapi Januari 2012 ini.

1.2. Tujuan Kasus Nike di Indonesia, sudah seharusnya menjadi pembelajaran nyata bagi seluruh perusahaan asing di Indonesia. Paper ini mencoba untuk: 1. Menganalisis alasan terjadinya kasus Nike di Indonesia 2. Mengaitkan kasus Nike dengan kebijakan upah tenaga kerja yang dirumuskan oleh pemerintah 3. Merumuskan secara sederhana manajemen organisasi dan sumber daya manusia yang seharusnya diterapkan di perusahaan dengan penanaman modal asing.

BAB 2LANDASAN TEORI

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerja individu dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai kepuasan masing-masing. Perencanaan sumber daya manusia (SDM) harus mempunyai tujuan yang didasari oleh kepentingan individu, organisasi, dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang, dan menghindari kesimpangsiuran tugas serta kegagalan pelaksanaan tugas. Perencanaan SDM ini terkait dengan rencana organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Perencanaan organisasi sendiri mencakup aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengadakan kegiatan yang positif bagi perkembangan organisasi. Perencanaan SDM dan juga organisasi sangat dipengaruhi oleh:

1. Tingkat produksi perusahaan 2. Perubahan teknologi, terutama dalam bidang produksi. 3. Kondisi penerimaan dan penawaran pasar. 4. Perencanaan karir untuk setiap SDM di dalam organisasi.

Ketika organisasi sudah mengetahui faktor-faktor di atas dengan baik, maka organisasi dapat merumuskan tujuan mereka, dan merencakanan pengelolaan SDM yang akan dipakai. Terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan SDM, yaitu:

1. Standar kemampuan SDM; Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang bersifat subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius untuk proses perencanaan sumber daya manusia, yaitu dalam penghitungan potensi SDM secara pasti. 2. Manusia (SDM) adalah makhluk hidup; Manusia sebagai makhluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin, oleh karena itu sulit memperhitungkan dengan pasti dalam sebuah rencana. Terkadang banyak SDM yang mampu menjalankan tugas, namun dengan sengaja malas mengeluarkan kemampuannya. 3. Situasi SDM; Tenaga kerja yang berhasil direkrut oleh perusahaan biasanya tidak memenuhi seluruh kebutuhan SDM perusahaan dengan baik. Jumlah, mutu, dan penyebaran SDM dalam perusahaan yang tidak merata juga merupakan kendala bagi jalannya manajemen SDM. 4. Kebijakan pemerintah; Kebijakan perburuhan pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, warga negara asing (WNA), pajak, dan berbagai aturan lain, merupakan tantangan tersendiri bagi manajemen SDM untuk membuat rencana yang baik dan tepat.

Sebuah perusahaan membutuhkan SDM karena perusahaan harus menjalankan aktivitas bisnis mereka. Ada tiga faktor permintaan SDM: 1. Faktor internal; kondisi persiapan dan kesiapan SDM sebuah organisasi/perusahaan dalam melakukan operasional bisnis pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya di masa depan. Faktor internal adalah alasan permintaan SDM yang bersumber dari kebutuhan dan kekurangan SDM di dalam organisasi, sehingga dibutuhkan penambahan pegawai. Alasan tersebut terdiri dari: a. Rencana operasional dan strategik b. Prediksi produksi dan penjualan c. Pembiayaan (cost) SDM d. Pengembangan bisnis baru e. Desain organisasi dan desain pekerjaan f. Keterbukaan dan keikutsertaan manajer 2. Faktor eksternal; kondisi lingkungan bisnis yang berada di luar kendali perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategis dan rencana operasional, sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perencanaan SDM. Faktor eksternal tersebut, pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai sebab atau alasan permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi. Sebab-sebab tersebut terdiri dari:

a. Ekonomi nasional dan internasional (global) b. Sosial, politik, dan hukum c. Teknologi d. Pasar tenaga kerja dan pesaing

3. Faktor ketenagakerjaan; kondisi tenaga kerja yang dimiliki perusahaan sekarang dan prediksinya di masa depan yang berpengaruh pada permintaan tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil audit SDM dan sistem informasi SDM sebagai bagian dari sistem informasi manajemen (SIM). Beberapa dari faktor tersebut adalah: a. Jumlah, waktu, dan kualifikasi SDM yang pensiun b. Prediksi jumlah karyawan yang keluar atau di PHK c. Prediksi tenaga kerja yang akan sakit atau meninggal Penjabaran di atas memperlihatkan bahwa peranan sumber daya manusia (SDM) dalam organisasi atau perusahaan sangat penting. Tidak semua perencanaan bisa berjalan dengan baik karena pengukuran kinerja SDM tidak dapat dilakukan dengan akurat dan pasti waktunya. Manajemen SDM di perusahaan juga sangat terkait pada biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, terutama untuk gaji pegawai. Kemampuan pembayaran gaji juga dikaitkan dengan jumlah produksi perusahaan dan tingkat penjualan mereka. Permintaan SDM ke pasar tenaga kerja juga dilandasi oleh kemampuan perusahaan untuk membayar SDM.

2.2. Profil Perusahaan NIKE Nike. Inc merupakan perusahaan multinasional terkemuka yang menghasilkan produk sepatu dan perlengkapan olah raga ternama di dunia. Perusahaan ini menyerahkan semua pengerjaan produksinya ke pihak ketiga termasuk Indonesia. Pada tahun 1970an Nike memusatkan produksinya di Jepang karena upah buruh di Jepang lebih murah dibanding di Amerika Serikat. Selanjutnya pada tahun 1982, sebagian besar produk Nike dihasilkan di Korea dan Taiwan. Namun, karena upah buruh di kedua negara tersebut kian mahal, Nike merelokasi perusahaannya ke Indonesia, Cina, dan Vietnam. Produk sepatu dan pakaian olahraga Nike dengan mudah diidentifikasi oleh khas logo perusahaan, para "swoosh" tik, dan slogan "Just Do It". Berbasis dari nama dewi Yunani yang berarti kemenangan, Nike didirikan tahun 1964 ketika atlet sekaligus pengusaha Oregon bernama Phillip Knight, mengagas impor sepatu lari dari Jepang untuk bersaing dengan merek Jerman seperti Adidas dan Puma yang kemudian mendominasi pasar Amerika Serikat. Keuntungannya adalah bahwa sepatu Jepang lebih murah karena tenaga kerja lebih murah di Jepang. Terlepas dari eksperimen singkat namun tidak berhasil dengan manufaktur di AS, sepatu Nike selalu dibuat di Asia, awalnya di Jepang, kemudian di Korea Selatan dan Taiwan, dan baru-baru ini di China dan Asia Tenggara. Nike memulai produksi di Korea Selatan dan Taiwan pada tahun 1972, karena tertarik oleh tenaga kerja murah di sana, dan segera bergabung dengan perusahaan lain termasuk Adidas dan Reebok. Tapi Nike kemudian memulai langkah lebih jauh. Alih-alih memiliki pabrik sendiri, mereka dikontrak produksi lokal di Korea dan Taiwan.

Gambar 1. Logo Nike

Sebagai perusahaan bos Nike Phil Knight mengatakan: "Tidak ada nilai pasti dalam membuat sesuatu hal. Nilai tersebut akan ditambahkan oleh penelitian yang cermat, dengan inovasi dan pemasaran" (Katz 1994). Produk Nike sekarang pada dasarnya mengikuti ide dari seorang desainer dan pemasar sepatu. Industri lantas dilakukan oleh pemasok Korea dan Taiwan. Sekali lagi, perusahaan lain mengikuti model ini. Pada 1980-an Nike mencoba membuat produksi di Cina, dalam kemitraan dengan perusahaan milik negara, tapi hal ini malah mendatangkan bencana. Nike lantas memindahkan investasinya ke Taiwan. Nike lantas mengambil keuntungan dari ongkos tenaga kerja yang lebih murah di sana. Pada akhir 1980-an dengan adanya pergolakan buruh di Korea Selatan, -peningkatan tingkat upah dan hilangnya kontrol dari tempat kerja oleh otoritas Korea - telah membuat negara tersebut menjadi kurang menarik bagi investor, baik asing maupun dalam negeri, yang mulai mencari lokasi lain yang lebih menyenangkan. Nike lantas memindahkan operasi mereka ke Thailand selatan dan Indonesia, dalam mencari tenaga kerja lebih murah dan tidak merepotkan. Upah di kedua negara tersebut disebut-sebut sebagai salah satu yang murah karena hanya memakai seperempat tarif dari yang dibayarkan di Korea Selatan. Beberapa asosiasi Nike yang bermarkas di Taiwan juga didirikan di Asia Tenggara. Alasan lain untuk perpindahan ini adalah bahwa pada tahun 1988, baik Korea Selatan dan Taiwan kehilangan akses khusus untuk pasar AS, yang telah lama mereka nikmati sebagai status "negara berkembang" di bawah Sistem Preferensi Umum (GSP) AS. investor Korea dan Taiwan lantas bergerak ke pabrik di Thailand, Indonesia dan Cina dengan menggunakan pembuatan hak istimewa GSP dari negara-negara miskin.

Gambar 2. Proporsi Manufaktur Nike

Dari tujuh Nike pemasok atas sepatu olahraga pada tahun 1992, tiga adalah perusahaan Taiwan yang memproduksi produknya di Cina, tiga lainnya beroperasi di Korea Selatan, dan juga di Indonesia, satu adalah sebuah perusahaan di Thailand (Anonim, 2011). Pada awal tahun 1990-an, Produk Nike di hasilkan oleh enam pabrik yang mempekerjakan 25.000 pekerja. Empat diantaranya milik suplier Nike Korea. Nike mempunyai standar panduan kebijakan pabrik perusahaan seperti yang dapat dilihat dalam kutipan berikut: The core standards are set forth below.

1. Forced Labor. The contractor does not use forced labor in any form prison, indentured, bonded or otherwise. 2. Child Labor. The contractor does not employ any person below the age of 18 to produce footwear. The contractor does not employ any person below the age of 16 to produce apparel, accessories or equipment. If at the time Nike production begins, the contractor employs people of the legal working age who are at least 15, that employment may continue, but the contractor will not hire any person going forward who is younger than the Nike or legal age limit, whichever is higher. To further ensure these age standards are complied with, the contractor does not use any form of homework for Nike production. 3. Compensation. The contractor provides each employee at least the minimum wage, or the prevailing industry wage, whichever is higher; provides each employee a clear, written accounting for every pay period; and does not deduct from employee pay for disciplinary infractions. 4. Benefits. The contractor provides each employee all legally mandated benefits 5. Hours of Work/Overtime. The contractor complies with legally mandated work hours; uses overtime only when each employee is fully compensated according to local law; informs each employee at the time of hiring if mandatory overtime is a condition of employment; and on a regularly scheduled basis provides one day off in seven, and requires no more than 60 hours of work per week on a regularly scheduled basis, or complies with local limits if they are lower. 6. Environment, Safety and Health (ES&H). From suppliers to factories to distributors and to retailers, Nike considers every member of our supply chain as partners in our business. As such, weve worked with our Asian partners to achieve specific environmental, health and safety goals, beginning with a program called MESH (Management of Environment, Safety and Health). 7. Documentation and Inspection. The contractor maintains on file all documentation needed to demonstrate compliance with this Code of Conduct and required laws; agrees to make these documents available for Nike or its designated monitor; and agrees to submit to inspections with or without prior notice. Pada kutipan di atas daat dilihat dengan pasti bahwa Nike membuat kesepakatan yang ideal mengenai buruhnya. Nike tidak akan memperkerjakan buruh di bawah umur, akan memberikan upah yang layak, memberikan banyak keuntungan bagi buruh, dan memberikan semua hak buruh setiap kali lembur (Baroroh, 2011). Peraturan di atas dilengkapi juga dengan panduan kebijakan Nike, yaitu: Karyawan kontraktor tidak bekerja lebih dari 60 jam per minggu, atau jam kerja reguler dan lembur yang diperbolehkan oleh undang-undang di negara produsen, pilih yang paling sedikit. Jam kerja lembur disetujui oleh kedua belah pihak dan mendapatkan kompensasi dengan bayaran premium. Karyawan berhak atas minimal 24 jam istirahat secara berturut-turut untuk setiap periode tujuh hari.

BAB 3PEMBAHASAN

3.1. Penjabaran Kasus Kasus Nike sudah bukan rahasia umum lagi, berbagai demo terkait dengan ketidakpuasan buruh terhadap manajemen Nike terus bergulir sejak pertengahan 2011 lalu. Berita ini menyebar hampir diseluruh media, dan akhirnya membawa-bawa nama pemerintah Indonesia yang dianggap tutup mata tentang kasus ini. Sebuah Non-Governmental Organization (NGO) yang dibentuk tahun 2000, Team Sweat, ikut turun tangan mengatasi masalah ini. Team Sweat dibentuk untuk melakukan koalisi internasional antar pekerja Nike demi mempertahankan hak mereka sebagai pekerja, terutama pekerja harus dibayar dengan upah yang sesuai.

Gambar 3. Logo Team Sweat

Salah satu masalah yang mereka soroti adalah kasus kontraktor Nike di Karawang, Jawa Barat, PT Chang Shin (PT CS). Perusahaan ini telah memproduksi Nike selama satu tahun, produk Nike yang mereka produksi ada dua jenis yaitu untuk running shoes dan sepatu anak-anak. Seorang pekerja mereka Pak Karyana terpilih menjadi pimpinan serikat pekerja di PT CS, namun tidak ada fasilitas apapun yang diterima Pak Karyana untuk memimpin serikat pekerja di sana. Pak Karyana menjadi target intimidasi oleh manajemen perusahaan.Akibat tingkah laku Pak Karyana yang selalu mengkritisi isu-isu pekerja di PT CS membuat manajemen mengambil sikap untuk membubarkan serikat pekerja. Pak Karyana juga diancam oleh manajer disana, Pak Sutikno, dan dituntut dengan Pasal 158 Poin E. Pak Karyana masih terus diintimidasi sampai sekarang.Kasus Nike berikutnya datang dari PT Hardaya Aneka Shoes Industri (HASI) dan PT Naga Sakti Paramashoes (NASA). NASA dan HASI adalah dua pabrik yang selama ini memproduksi sepatu Nike, namun tanpa alasan yang tidak jelas Nike memutuskan kontrak. Pegawai kedua perusahaan tersebut yang jumlahnya mencapai 14.000 orang pun dibuat gelisah, mereka semua terancam di PHK. Surat pemutusan kontrak datang tanggal 6 Juli 2007, dan menyatakan bahwa kontrak akan berakhir tahun 2008 ini. CEO HASI, Ibu Hartati beranggapan Nike hanya mengada-ada tentang pemutusan kontrak, HASI termasuk sebagai 15 besar pabrik Nike dengan performa terbaik, bahkan return produk hanya 2%. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibanding pabrik Nike lainnya yang mencapai 11-12%. Semua tuntutan Nike terhadap kinerja hanya masalah administratif, dan terkesan tidak masuk akal. Ibu Hartati yakin bahwa standard produk dari HASI dan NASA sudah sangat memenuhi permintaan Nike. Jadi tidak mungkin pemutusan kontrak terjadi karena kualitas buruk.Tidak cukup dengan masalah pemutusan kontrak secara sepihak, keluhan tentang manajemen Nike juga terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Pou Chen Group, sebuah perusahaan asal Taiwan, telah memproduksi Converse yang telah diambil Nike selama empat tahun terakhir ini. Salah seorang pekerja mereka mengatakan bahwa supervisor Pou Chen Group sangat tidak memperhatikan hak-hak pekerja. Ia pernah ditendang oleh supervisor saat salah memotong sol sepatu. Pekerja bingung harus melakukan tindakan apa, jika mereka diam maka akan terus disiksa, namun jika mereka membawa berita ini keluar, mereka akan dipecat dengan tidak hormat. Pabrik ini memiliki 10.000 orang pekerja yang didominasi oleh perempuan. Mereka menerima bayaran 50 sen per jam, makanan, dan barak untuk menginap. Pada Maret dan April lalu pekerja dipukul hingga lengannya terluka, bahkan sampai berdarah. Ketika pekerja mengeluhkan tindakan tersebut, tanpa pertimbangan apapun akan langsung dipecat. Kasus penganiayaan pekerja juga terjadi di PT Amara, pabrik Nike yang juga memproduksi Converse. Para supervisor dengan sengaja menjemur 6 orang pekerja perempuan mereka di bawah terik matahari saat mereka gagal menyelesaikan target 60 lusin sepatu di waktu yang telah ditentukan. Ketika 6 perempuan tersebut menangis, setelah dijemur selama 2 jam di bawah terik matahari, mereka kembali diijinkan untuk bekerja. Supervisor PT Amara sebenarnya telah mendapatkan surat peringatan dari serikat pekerja tentang peristiwa tersebut. Namun kasus yang sama terus berulang (Megasari, 2011). Hampir di seluruh pabrik Nike di Indonesia melakukan pelanggaran jam kerja, fakta di lapangan menunjukkan bahwa:

a. 50% hingga 100% buruh Nike, jam kerja melebihi yang ditentukan oleh Code of Conduct. b. 25% hingga 50% pabrik Nike, buruh bekerja selama 7 hari dalam seminggu. c. 25% hingga 50% pabrik Nike, jam kerja buruh melebihi jam kerja yang diatur secara hukum. d. 25% pabrik Nike, pekerja dihukum ketika menolak bekerja lembur.

Fakta lain yang mengejutkan adalah mengenai upah para buruh yang tidak sebanding dengan harga sepasang sepatu yang dibandrol oleh Nike. Gaji sebulan dari buruh pabrik HASI (tidak termasuk lembur) yang sudah bekerja selama 10 tahun sebesar Rp 900.000,- atau sama dengan $97,8 (dengan kurs Rp 9.200/ $1) yang berarti mereka hanya mendapatkan RP 30.000,-/harinya atau setara dengan $ 3,3. Dengan pendapatan harian sebesar $3,3 terebut mereka bisa membuat sejumlah sepatu Nike yang dijual oleh pabrik ke Nike di kisaran $11-$20. Sedangkan untuk satu pasang sepatu Nike bisa dijual seharga $60 (Rp 552.000,-). Berdasarkan gambaran tersebut, Nike sudah dipastikan tidak menghargai buruh dengan sepantasnya. Mengingat dengan gaji Rp 900.000,-/bulan bagi buruh pabrik yang tinggal di Tangerang adalah jauh dari cukup karena harga kebutuhan maupun ongkos transportasi semakin meningkat. Sepasang sepatu Nike bisa berharga lebih dari 100 dollar AS. Nike jelas mampu mengeruk uang dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan Nike mampu membayar Michael Jordan sebesar 20 juta dollar per tahun untuk membantu menciptakan citra Nike. Demikian pula Andre Agassi yang bisa memperoleh 100 juta dollar untuk kontrak iklan selama 10 tahun. Sementara itu bos dan dedengkot Nike Inc, Philip H. Knight, mengantongi gaji dan bonus sebesar 864.583 dollar dan 787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum termasuk stok Nike sebesar 4,5 biliun dollar. Dari harga sepatu sekitar 100 dollar AS tersebut, hanya sekitar 2,46 dollar per hari yang disisihkan untuk buruh di Indonesia. Itupun dihitung sebelum ada krisis moneter. Sementara buruh di Vietnam hanya menerima 1 dollar.Fakta yang terjadi di lapangan sangatlah berbeda dengan standar panduan kebijakan. Tidak ada fakta yang berpihak pada kaum buruh. Tuntutan buruh Nike kepada PT Nike Indonesia untuk membayar pesangon juga menjadi isu bisnis sejak tahun 2007 lalu. Buruh meminta kontrak dilanjutkan atau Nike harus membayar pesangon kepada pekerja yang telah membesarkan Nike di Indonesia selama 18 tahun. Pihak Nike tidak kalah bukti dengan HASI dan NASA, Nike mengatakan bahwa memang produksi Nike di HASI dan NASA sudah tidak lagi memenuhi standar yang berlaku, bahkan sering terlambat untuk mengantarkan produk jadi ke distributor tertentu. Nike mengaku hanya akan memutuskan kontrak dengan HASI dan NASA namun tetap bekerja sama dengan pabrik lain di Indonesia. Akhirnya di awal tahun 2012 ini, Dilansir dari harian Washington Post, Kamis 12 Januari 2012, pembayaran lembur dari Nike akan dimulai awal bulan depan. Menurut Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang mewakili 4.500 pekerja PT Nikomas, pabrik pembuat sepatu Nike di Banten, Nike tidak membayar upah 600.000 jam lembur selama dua tahun. Bambang Wirahyoso, ketua SPN, mengatakan bahwa uang lembur sebesar US$1 juta diperoleh setelah melakukan negosiasi selama 11 bulan. Jumlah ini pun menurutnya masih terlalu kecil dibandingkan apa yang dialami pekerja di Nikomas selama 18 tahun. Kendati demikian, Bambang memberikan opini bahwa kasus ini akan menjadi cambuk pagi pergerakan pekerja Indonesia. Perusahaan Nike dalam pernyataannya mengatakan akan melakukan koreksi kinerja dalam kesejahteraan pekerja. Nike juga akan menawarkan program pelatihan dan membentuk gugus tugas untuk menampung aspirasi pekerja. Nike mendukung pabrik-pabrik dalam rencana aksi mereka dan upaya mengoreksi kekurangan pada kebijakan yang ada untuk melindungi hak-hak pekerja. Nike akan terus memonitor dan mendukung upaya serikat pekerja untuk memperbaiki keadaan.

3.2. PembahasanKasus Nike di Indonesia sangat terkait dengan masalah manajemen sumber daya manusia. Nike telah melaggar beberapa aturan dalam serikat buruh, melihat dari kasus yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan kesalahan manajemen Nike adalah sebagai berikut: 1. Tidak ada keadilan kinerja untuk pekerja. 2. Tidak ada reward apapun yang diterima pekerja setelah menjalankan tugasnya. 3. Perusahaan tidak memfasilitasi karyawan ketika ingin berorganisasi melalui serikat pekerja. 4. Manajer tidak menghargai hak-hak pekerja untuk menerima uang lembur, mendapatkan hari libur, dan diperlakukan selayaknya manusia. 5. Manajer cenderung memaksa pekerja memenuhi target produksi, tanpa memberikan fasilitas yang memadai. 6. Perusahaan tidak memotivasi karyawan bekerja dengan baik, tapi cenderung mengancam. 7. Perusahaan tidak pernah mendengar keluhan dan aspirasi pekerja. 8. Pekerja merasa terancam dan terpaksa bekerja karena takut menerima upah lebih rendah lagi. 9. Upah yang diterima pekerja dibawah standar hidup layak, padahal mereka bekerja di atas jam kerja normal. 10. Nike memperkerjakan banyak anak dibawah umur, demi meningkatkan kapasitas produksi dengan harga murah. 11. Pekerja akan menerima hukuman jika menolak lembur. 12. Pekerja wanita yang berasal dari Jawa lebih diutamakan karena upah lebih rendah.

Gambar 4. Diagram Komposisi Pegawai di Nike Indonesia

Semua kesalahan ini akan berdampak buruk bagi perusahaan baik itu dalam jangka waktu pendek atau panjang. Berikut akibat-akibat yang mungkin diterima perusahaan: 1. Kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan menurun berkelanjutan. 2. Pekerja tidak loyal pada perusahaan dan dengan cara apapun berharap perusahaan bangkrut. 3. Pekerja akan beralih dengan cepat saat ditawarkan pekerjaan dengan tingkat upah lebih tinggi. 4. Pekerja sangat perhitungan pada perusahaan, dan cenderung malas bekerja jika tidak sesuai dengan job description mereka. 5. Konflik kecil internal akan menyulut kemarahan pekerja dan terjadi demonstrasi besar-besaran. 6. Pekerja cenderung membolos kerja jika ada peluang. 7. Seperti yang telah terjadi pihak penanam modal (Nike Internasional) akan memutuskan kontrak kerja karena kualitas menurun. 8. Terjadi demo besar-besaran saat pekerja menemukan NGO yang mampu menerima aspirasi mereka. 9. Pekerja merasa jalan kekerasan lebih baik daripada duduk berdikusi dengan damai. 10. Efek jangka panjangnya akan mempengaruhi kesan penanam modal asing di Indonesia, jika kinerja Indonesia buruk maka penanam modal enggan menginvestasikan dana mereka.

Ketidakpuasan dan pemberontakan pekerja semakin menjadi karena tidak adanya keadilan dalam pembayaran upah. Celakanya kebijakan pemerintah yang berlaku dirasa memang sengaja memberlakukan upah rendah demi menarik investor asing. Pelaksanaan upah minimum regional tidak pernah berjalan lancar di Indonesia. Perdebatan tersebut sebenarnya juga didasari oleh pemahaman yang tidak terlalu sama mengenai konsepsi tentang upah baik di kalangan buruh maupun pengusaha. Kalangan asosiasi pengusaha sebagai pihak pemberi upah memang siap dengan konsep upah yang memadukan antara kompensasi terhadap kerja yang dilakukan oleh buruh dalam suatu hubungan kerja dan usaha untuk memberikan kesejahteraan bagi buruh.Pada kalangan serikat buruh koridor permasalahan upah yang menonjol adalah yang berkaitan dengan peraturan dan pelaksanaan uah minimum sembari tidak banyak mempersoalkan hakikat dan konsep upah. Perspektif hak buruh terhadap upah bersifat dominan dan oleh karenanya setiap tindakan pengusaha yang dianggap menyalahi peraturan pengupahAn yang menjamin hak buruh akan menimbulkan aksi industrial.Masalah tentang pekerja dan upah di para kontraktor Nike ini memiliki efek lingkaran bagi keseluruhan sistem bisnis Indonesia. Jika terjadi kesalahan manajemen pada satu bagian dalam rantai pasok maka akan berdampak buruk bagi keseluruhan sistem. Seperti yang telah dijabarkan di atas, manajemen SDM harus mengikuti 3 tujuan, tujuan individu (personal), tujuan organisasi, dan tujuan nasional. Ketika Nike tidak berani investasi di Indonesia, maka secara otomatis berpengaruh pada citra Indonesia di mata dunia. Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki jumlah penduduk tinggi. Investor berharap dengan membuka pabrik di Indonesia, mampu mereduksi biaya produksi, dan keuntungan perusahaan bertambah. Ironisnya hal ini terbalik dengan apa yang dirasakan pekerja. Pekerja merasa upah mnimum yang telah diberlakukan sekarang masih jauh dari layak. Pekerja berharap upah mereka ditingkatkan, tapi ketika upah ditingkatkan kalangan penngusaha akan protes karena dirasa memberatkan mereka.

Gambar 5. Diagram hubungan kasus Nike di Indonesia

Kekerasan yang terjadi dalam pabrik ketika pegawai tidak mampu memenuhi target produksi semata-mata dilakukan untuk mempertahankan kinerja pabrik tersebut. Kualitas SDM Indoneia yang memnag masih rendah membuat pabrik harus memperlakukan pekerja mereka dengan keras. Jika sampai kualitas menurun maka resiko terbesarnya adalah pemutusan kontrak. Hanya dari perpanjangan kontrak ini lah pabrik-pabrik yang hidup dari investor asing mampu bertahan. Sangat wajar jika penanam modal menarik modal ketika pabrik tidak mampu mempertahankan kualitas. Hukum di Indonesia juga menyatakan bahwa seharusnya pesangon dibayarkan oleh kontraktor Indonesia (HASI dan NASA) yang memperkerjakan para pegawai, bukan Nike selaku pembeli produk. Pengaturan upah lembur juga secara resmi berada di tangan kontraktor, namun aturan resminya berasal dari Nike. Posisi pekerja semakin lemah saat pihak kontraktor secara tidak langsung dikekang oleh target dari Nike. Sisi pekerja juga sebenarnya tidak sepenuhnya salah, sudah sepantasnya pekerja menerima hak mereka. Keterbatasan sumber daya dari pihak kontraktor melatarbelakangi upah rendah. Usut punya usut dinyatakan bahwa harga beli oleh Nike terlalu rendah, sehingga ruang bergerak kontraktor untuk bermain dana juga sangat terbatas. Standar minimum upah yang diberlakukan oleh pemerintah dan berbagai aturan lain dari pemerintah juga tetap harus dipenuhi oleh kontraktor dan Nike Indonesia, ini juga menjadi kendala dalam manajemen SDM mereka.

3.3. Solusi Untuk Manajemen Sumber Daya ManusiaMelihat kasus Nike di Indonesia, ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan 4 pemain besar dalam kasus ini, terutama yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia. Kontraktor Indonesia tidak dapat bergerak bebas karena terkait oleh Nike Internasional, dimana semua langkah diatur dalam peraturan pemerintah Indonesia. Sedikit saja terjadi kesimpangsiuran maka yang dipertaruhkan adalah nasib pekerja dan keunggulan kompetitif bangsa di mata dunia. Manajemen SDM yang baik diperlukan dalam kasus ini, sehingga semua stakeholders dapat terintegrasi dengan baik dan berhasil meraih tujuan bersama. Kerjasama yang baik anatar pemerintah, NGO, pekerja, dan kontraktor dapatmemperkuat posisi pekerja di mata Nike Internasional. Nike membutuhkan Indonesia sebagai lahan produksi murah, Indonesia membutuhkan Nike untuk memperluas lapangan pekerjaan, dan pekerja membutuhkan kontraktor (produsen) sebagai tempat bekerja. Langkah-langkah yang dapat dilakukan (tanpa mempertimbangkan unsur politis) adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Perkuat prinsip pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat. Permudah peraturan investasi asing di Indonesia, sehingga investor bisa masuk dengan mudah. Perbaiki moral pemain pemerintah untuk menegakkan peraturan. Tinjau ulang upah minimum regional untuk pekerja. Audit dilakukan secara annual ke setiap perusahaan asing di Indonesia. Ciptakan tenaga kerja yang terampil dengan pelatihan. Berikan pemahaman pada pekerja, bahwa pemerintah akan melindungi gerakan mereka, sejauh itu sesuai dengan peraturan.

2. Kontraktor (Produsen) Tegakkan peraturan yang telah diatur oleh perusahaan asing dengan baik dan benar. Lakukan mediasi dengan pihak asing jika dirasa ada peraturan yang memberatkan. Buat serikat pekerja yang terkoneksi dengan seluruh kontraktor dari penanam modal yang sama. Hindari hukuman fisik dengan pekerja, lakukan jika memang pekerjaan mereka membutuhkan kekuatan fisik. Berikan pelatihan dan pemberian motivasi untuk menguatkan hubungan kekeluargaan anatara pekerja dan perusahaan. Jangan kalah dengan ancaman perusahaan asing, karena sesuangguhnya mereka juga membutuhkan Indonesia. Berikan upah sesuai dengan aturan, tanpa memanadang pekerja lokal atau pekerja asing. Perkuat hubungan dengan NGO dan serikat pekerja nasional. Berikan reward yang sesuai jika pekerja melakukan pekerjaan dengan baik dibanding standar yang berlaku.

3. Non-Governmental Organization (NGO) Fasilitasi pekerja untuk menyampaikan aspirasi mereka. Lindungi hak-hak pekerja melalui jalan kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan. Berikan fasilitas agar pekerja dapat sharing dengan pekerja dari industri asing lain. Berikan pengetahuan bagi pekerja tentang kedudukan mereka sebagai pekerja di perusahaan asing. Berikan pemahaman bahwa perusahaan (kontraktor) tempat mereka bekerja juga dituntut target oleh perusahaan asing pusat.

4. Pekerja Beranikan diri untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam perusahaan melalui NGO terkait. Bekerja dengan loyal dan baik sesuai peraturan perusahaan. Jika memang sudah tidak sanggup menerima beban pekerjaan maka lebih baik keluar. Gunakan jalan damai, sebelum melakukan aksi industrial. Pererat ikatan antara perusahaan dan pekerja, melalui berbagai event diluar rutinitas pekerjaan.3.4. Solusi Dari Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia)Pemerintah disarankan tidak terlalu campur tangan dalam kasus pemutusan kontrak produksi sepatu Nike dengan PT Naga Sakti Pharama Shoes Indonesia (Nasa) dan PT Hardaya Aneka Shoes Indonesia (HASI), milik pengusaha Hartati Murdaya.Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, pemerintah cukup menekankan kepada perusahaan lain--yang menerima limpahan pemesanan Nike--agar mempekerjakan sekitar 14 ribu karyawan Nasa dan HASI yang terancam terkena pemutusan hubungan kerja. Sofjan mengatakan bahwa ada kesepakatan Nike akan mengalihkan order ke perusahaan lain. Pemerintah diharapkan sependapat dengan Apindo, yang minta Aprisindo (Asosiasi Persepatuan Indonesia) dan perusahaan terkait mempekerjakan 14 ribu karyawan itu. Jadi jangan terus-menerus menekan Nike agar memperpanjang kontrak.Menteri Tenaga Kerja Erman Soeparno menuturkan pemerintah sangat memberikan perhatian terhadap masalah ini karena menyangkut nasib buruh Nasa dan HASI serta penciptaan iklim investasi di Indonesia secara umum.Erman memaparkan soal pemutusan hubungan kerja memang hak mutlak dan tanggung jawab perusahaan. Namun, pemerintah akan berupaya agar ada kelangsungan pekerjaan di kedua perusahaan.Menurut Erman, ada dua pilihan penyelesaian masalah Nike ini. Pertama, pemerintah berharap Nike memperpanjang kontrak dengan Nasa dan HASI. Kedua, kontrak diperpanjang tapi dengan produk lain yang terafiliasi dengan Nike. Erman b\mengatakan Nike harus memegang prinsip agar para pekerja tidak terputus.Sofjan mengatakan pemerintah sebetulnya tidak bisa berbuat banyak untuk memaksa Nike memperpanjang kontrak, apalagi membayar pesangon pekerja. Kita hanya bisa menunggu karena kepercayaan asing ke Indonesia sudah hilang saat ini. Tergantung Nike.Dia juga menegaskan sikap pemerintah terhadap kasus ini menjadi sorotan dari pebisnis seluruh dunia. Dia mengatakan kalau pemerintah tetap berkeras mendukung Hartati Murdaya (dalam arti memaksa Nike membayar pesangon), investor asing bakal pergi dari Indonesia.

BAB 4PENUTUP

1.1. Kesimpulan 1. Kasus Nike terjadi karena pekerja merasakan banyak ketidakadilan, terutama terkait dengan upah yang rendah, pekerja di bawah umur, uang lembur yang tidak dibayar, pesangon yang terancam tidak dibayar, jam kerja melebihi jam kerja normal, larangan secara tidak langsung untuk berserikat, dan kekerasan fisik yang kerap kali terjadi. 2. Pemerintah memang menerapkan upah yang rendah untuk buruh, hal ini dilandasi oleh alasan: kualitas pekerja memang masih rendah, jumlah pengangguran banyak, dan memperkuat keunggulan kompetitif bangsa sebagai tempat investasi yang dapat mereduksi biaya produksi. 3. Perlu ada manajemen sumber daya yang baik antara pemerintah, kontraktor (produsen), NGO, dan pekerja untuk mencapai target dan memenuhi peraturan dari perusahaan asing penanam modal. Namun harus tetap dikritisi jika terdapat peraturan yang memberatkan pihak lokal.

4.2. Saran 1. Peningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan disamping kuantitas yang besar. 2. Komunikasi antara seluruh stakeholders merupakan kunci kesuksesan utama.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Profil Perusahaan Nike, Inc. http://id.wikipedia.org/wiki/Nike,_Inc.[8 Februari 2012] Anonim. 2011. Blak-Blakan Hartati Murdaya.http://www.detiknews.com/read/2007/07/25/090007/809095/158/nike-nggak-usah-banyak-cingcong [7 Februari 2012] Baroroh F. 2012. Lemahnya Proteksi Pemerintah Terhadap Buruh Nike Indonesia. http://fitribaroroh.blogdetik.com/2012/02/02/lemahnya-proteksi-pemerintah-terhadap-buruh-nike-indonesia/ [6 Februari 2012] Ferdianto R, Gunanto ES, Sutarto, Agoeng W. 2007. Nike Dituntut Bayar Pesangon. http://www.tempo.co/read/news/2007/07/17/056103830/Nike-Dituntut-Bayar-Pesangon. [6 Februari 2012] Keady J. 2011. Detail Kasus yang Baru Kita Menangkan Atas Pabrik PT Chang Shin di Indonesia. http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150182040156379 [7 Februari 2012] Megasari D. 2011. Nike Hadapi Dugaan Penganiayaan Buruh di Indonesia. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/07/14/11355771/Nike.Hadapi.Dugaan.Penganiayaan.Buruh.di.Indonesia. [6 Februari 2012] Parwiyanto H. 2007. Perencanaan Sumber Daya Manusia. herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id/.../perencanaan-sumber-daya-manusia.doc. [6 Februari 2012] Pratama D. 2012. Nike Akhirnya Bayar Lembur Ribuan Pekerja RI. http://searchdoc.blogspot.com/2012/01/nike-akhirnya-bayar-lembur-ribuan.html [15 Januari 2012]Yuliastuti Dian I. 2007. Pemerintah akan meminta pertanggungjawaban Nike. http://www.tempo.co/read/news/2007/07/19/056104039/Pemerintah-Akan-Minta-Keterangan-Nike [19 Juli 2007]

3