Top Banner
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. W Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 36 tahun Agama : Islam Suku : Sunda Pendidikan Terakhir : SMP Status Pernikahan : Menikah Pekerjaan : Pegawai Swasta Alamat : Dusun Cikadu RT/RW 24/11 Desa Purwaharja Banjar Jawa Barat Tanggal Datang ke RS : 14 September 2015 II. RIWAYAT PERAWATAN a. Rawat Jalan : Putus obat sejak 3 tahun b. Rawat Inap : Belum pernah III. RIWAYAT PSIKIATRI 1
31

Kasus Poli

Feb 03, 2016

Download

Documents

..
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kasus Poli

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. W

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 36 tahun

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan Terakhir : SMP

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Dusun Cikadu RT/RW 24/11 Desa Purwaharja Banjar

Jawa Barat

Tanggal Datang ke RS : 14 September 2015

II. RIWAYAT PERAWATAN

a. Rawat Jalan : Putus obat sejak 3 tahun

b. Rawat Inap : Belum pernah

III. RIWAYAT PSIKIATRI

Tanggal : 14 September 2015

Anamnesis didapatkan dari pasien sendiri, akrab dan dapat dipercaya.

1

Page 2: Kasus Poli

Keluhan Utama

Sulit tidur

Riwayat Penyakit Sekarang

± 1 tahun SMRS anak kedua pasien meninggal, sejak saat itu pasien kadang-

kadang merasa sedih, khawatir, kadang putus asa, berpikir ke arah kematian. Pikiran

ingin bunuh diri, “free floating feeling”, melamun, menyendiri, tidak bisa konsentrasi,

takut, jantung berdebar-debar, sakit kepala, nyeri ulu hati, pegal. Pasien sering

terbangun saat tidur karena teringat anak yang sudah meninggal. Pasien menganggap

biasa sehingga tidak konsultasi ke dokter.

± 3 hari SMRS pasien ada masalah dalam pekerjaannya yaitu dengan nasabah

(nasabah tidak membayar pinjaman) dan pasien terbebani dengan target pekerjaan

yang harus dicapai dalam bulan ini. Hal ini memperberat pikiran pasien sehinga

pasien sulit tidur, tenggorokan kering, sering merasa haus, nyeri ulu hati dan pasien

konsultasi kembali ke psikiater.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Gangguan psikiatrik

± 3 tahun SMRS karena masalah pekerjaaan yang tidak tetap pasien

mengeluh sulit tidur dan nyeri ulu hati dan berkonsultasi ke psikiater

lalu mendapatkan obat asabium tablet 10 mg (½ tab - 0 - ½ tab),

zolmia tablet 10 mg (0 – 0 – ½ tab) dan sempat kontrol 3 bulan namun

menghentikan pengobatan karena dirasa keluhan sudah tidak ada.

b. Gangguan Medik

Dalam batas normal

c. Gangguan Zat Psikoaktif

Pasien tidak pernah mengkonsumsi zat psikoaktif, dan alkohol. pasien

merokok ± 1 bungkus/hari.

2

Page 3: Kasus Poli

Riwayat Kehidupan Pribadi

a. Riwayat Perkembangan Prenatal dan Perinatal

Pasien dilahirkan dalam keadaan yang sehat tidak ada trauma saat kehamilan

dan saat kehamilan ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan, pada saat

persalinan ibu pasien ditolong oleh paraji.

b. Riwayat Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal (0 – 3 tahun)

Perkembangan fisiknya cukup baik, pola perkembangan motorik juga baik.

Riwayat tumbuh kembang pasien baik (sesuai dengan usianya).

c. Riwayat Kanak-kanak Pertengahan ( 3 – 11 tahun)

Pasien merupakan anak yang riang. Sejak sekolah, pasien memiliki banyak

teman, tidak pernah berkelahi / bermasalah di sekolah dan lingkungan tempat

tinggal.

d. Riwayat Masa Pubertas dan Remaja

Hubungan sosial

Sikap pasien terhadap orangtua, adik kandung, kerabat, dan tetangga cukup

baik. Pasien dapat bergaul dengan baik dengan teman – temannya.

Riwayat pendidikan

Pendidikan terakhir pasien sampai SMP (Sekolah Menengah Pertama).

Perkembangan kognitif

Pasien tidak memiliki gangguan belajar, prestasi belajar cukup baik.

Perkembangan motorik

Selama ini dirasa baik dan normal. Pasien mampu melakukan aktivitas dan

kegiatan sehari-hari dengan baik seperti makan, minum, toilet, dan kebersihan

diri.

Perkembangan emosi dan fisik

Pasien dinilai memiliki emosi yang biasa saja, kadang senang kadang juga

sedih.

3

Page 4: Kasus Poli

Riwayat psikoseksual

Pasien mulai menyukai lawan jenis saat SMP.

e. Riwayat Masa Dewasa

Riwayat pekerjaan

Pasien sudah mulai bekerja sejak usia 13 tahun, pasien pernah bekerja

serabutan, dan pernah bekerja sebagai pegawai swasta di koperasi daerah

pantura. Sekarang pasien merupakan seorang pegawai di koperasi Rahma Jaya

Purwokerto sebagai marketing, dan sudah bekerja lebih dari dua tahun.

Riwayat pernikahan

Pasien sudah menikah dan memiliki tiga orang anak.

Riwayat keagamaan

Pasien taat beribadah.

Riwayat aktivitas sosial

Pasien bergaul baik dengan tetangga sekitar, dan teman

Riwayat hukum

Pasien tidak pernah bermasalah secara hukum.

f. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan seorang pegawai di koperasi Rahma Jaya

Purwokerto sebagai marketing, dan sudah bekerja lebih dari dua tahun. Istri

pasien berinisial A, 30 tahun bekerja sebagai ibu rumah tangga. Anak pertama

(♂, 17 tahun) sedang menjalani pedidikan kelas 2 SMP. Anak kedua pasien

(♂) meninggal pada tahun 2014 di usia 2 tahun karena meningitis. Anak

ketiga (♂, 5 bulan).

Pasien (36 tahun) adalah anak kelima dari 7 bersaudara. Kakak

pasien (56 tahun) berjenis kelamin laki-laki dengan jarak umur ± 3

tahun yang sekarang bekerja sebagai Pedagang. Adik pasien berjenis

4

Page 5: Kasus Poli

kelamin laki-laki (50 tahun) dan perempuan (47 tahun) dengan jarak

umur ± 3 tahun yang sekarang mempunyai usaha sendiri.

a. Kakak pertama pasien sudah menikah dan memiliki 3 orang anak,

kakak kedua pasien sudah menikah dan memiliki 1 orang anak dan

bercerai dan mengalami gangguan jiwa juga, Adik pasien berumur

19 tahun dan sudah menikah. Ibu pasien bekerja sebagai Ibu rumah

tangga dan buruh, dan bapak tidak bekerja lagi karena kecelakaan

sehingga kakinya susah berjalan. Kehidupan rumah tangga orang tua

pasien harmonis.

g. Situasi Kehidupan Sekarang

Saat ini pasien tinggal serumah dengan istri, dan dua orang anak.

I. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

Penampilan

Pasien seorang laki-laki, dengan tinggi 160 cm dan berat badan 70 Kg. Pasien

berkulit sawo matang, berpakaian bersih dan cukup rapih. Menggunakan jaket.

Kuku terpotong rapi dan tidak kotor. Cara berjalan pasien tampak biasa saja.

Perilaku dan aktivitas psikomotor

Pasien tampak khawatir dan sedih. Perhatian pasien kurang, konsentrasi pasien

cukup.

Pembicaraan ( speech )

Cara berbicara : spontan, relevan

Volume berbicara : sedang

Kecepatan berbicara : sedang

5

Page 6: Kasus Poli

Gangguan berbicara : tidak ada afasia, tidak ada disartria, tidak ada ekolalia.

B. Alam Perasaan

Mood : sedih, khawatir

Afek : cemas, depresif

Kesesuaian : sesuai

C. Gangguan Persepsi

Halusinasi

o Auditorik : Tidak ada

Visual : Tidak Ada

Taktil : Tidak ada

Gustatorik : Tidak ada

Ilusi : Tidak ada

D. Gangguan Pikir

o Bentuk : Realistik, koheren, ide mati (+)

Proses Pikir

o Produktivitas : Baik

o Kontinuitas

Blocking : Tidak ada.

Assosiasi longgar : Tidak ada

Inkoherensia : Tidak ada.

Word salad : Tidak ada.

Neologisme : Tidak ada.

Flight of Idea : Tidak ada.

Sirkumstansial : Tidak ada.

Isi pikir

o Gangguan isi pikiran

Waham

Bizarre : Tidak ada

Persekutorik/paranoid : Tidak Ada

Curiga : Tidak Ada

Kejar : Tidak ada

Referensi : Tidak ada

6

Page 7: Kasus Poli

Kebesaran : Tidak ada

Thought of insertion : Tidak ada

Thought of broadcasting : Tidak ada

Thought of withdrawal : Tidak ada

Delution of influence : Tidak ada

Obsesi : Tidak ada

Kompulsi : Tidak ada

Preokupasi pikiran : Ada preoukupasi terhadap

perasaan khawatir

E. Sensorium dan Kognitif

Kesadaran : Compos mentis

Orientasi : Baik

o Waktu (pasien mampu menyatakan sekarang ini siang/sore/malam)

o Tempat (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang berada di RS)

o Orang (pasien tahu bahwa ia ke RSUD Banjar berobat dengan dokter

Psikiatri)

Daya ingat : Baik

o Daya ingat jangka panjang (pasien dapat mengingat alamat rumah,

nama, umur kedua anaknya, kapan dan penyebab meninggalnya anak

kedua)

o Daya ingat jangka pendek (pasien dapat mengingat menu sarapan pagi

tadi)

o Daya ingat yang baru-baru ini terjadi (pasien dapat mengingat bahwa 3

hari terakhir tidak bisa tidur)

o Daya ingat segera ( pasien dapat mengingat nama dokter yang

wawancara saat itu, dan dapat mengulang dengan baik nama dokter

spesialis jiwa “ Dokter Dyah”)

Konsentrasi : Konsentrasi cukup

F. Daya Nilai

Daya nilai sosial : Baik

7

Page 8: Kasus Poli

Menurut pasien mencuri adalah perbuatan tidak baik.

Uji daya nilai : Baik

Misalnya jika pasien menemukan dompet (dengan identitas pemilik) dijalan

dan terdapat uang Rp. 1.000.000,- ia akan mengembalikan dompet beserta

uang tersebut ke kantor Polisi

Daya nilai realitas: Tidak terganggu

G. Reality Test Ability (RTA) : Tidak Terganggu

Pasien tidak memiliki gangguan waham, halusinasi, ilusi.

H. Tilikan : Tilikan derajat III

Menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

V. IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA

RTA : tidak terganggu

Mood : khawatir, sedih

Afek : cemas, depresif, sesuai

Gangguan persepsi : halusinasi (-), ilusi (-)

Gangguan bentuk pikir : realistik, koheren, ide mati (+)

Gangguan proses pikir : tidak ada

Gangguan isi pikir : preokupasi perasaan khawatir

Tilikan : tilikan derajat III

Faktor stressor : ± 1 tahun SMRS anak kedua pasien meninggal, sejak

saat itu pasien kadang-kadang merasa sedih, khawatir,

kadang putus asa, berpikir ke arah kematian. Pikiran

ingin bunuh diri, “free floating feeling”, melamun,

menyendiri, tidak bisa konsentrasi, takut, jantung

berdebar-debar, sakit kepala, nyeri ulu hati, pegal.

± 3 hari SMRS pasien ada masalah dalam pekerjaannya

Hal ini memperberat pikiran pasien sehinga pasien sulit

tidur, tenggorokan kering, sering merasa haus, nyeri ulu

hati.

8

Page 9: Kasus Poli

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK

Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam :

AKSIS I : F41.2 gangguan campuran anxietas dan depresi

Kategori campuran ini harus digunakan bilamana terdapat

gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak

menunjukkan rangkaian gejala yag cukup berat untuk

menegakkan diagnosis tersendiri. Bila ditemukan anxietas berat

disertai depresi yang lebih ringan, maka salah satu dari kategori

yang lain untuk gangguan anxietas atau gangguan fobik harus

digunakan.

AKSIS II : Diagnosis tertunda

AKSIS III : Belum ada diagnosis

AKSIS IV : Masalah pekerjaan

AKSIS V : GAF SCALE 1 tahun 80-71 & GAF SCALE Pemeriksaan 80-71

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

AKSIS I : F41.2 gangguan campuran anxietas dan depresi

AKSIS II : Diagnosis tertunda

AKSIS III : Belum ada diagnosis

AKSIS IV : Masalah pekerjaan

AKSIS V : Global Assesment of Functioning (GAF) SCALE 1 tahun 80-71

& GAF pemeriksaan 80-71

VIII. DAFTAR MASALAH

a. Organobiologik : Dalam batas normal

b. Psikologi : Khawatir, cemas

c. Sosial : Masalah dengan nasabah

d. Keluarga : Hubungan dengan anak harmonis. Anak kedua pasien

meninggal. Hubungan dengan istri baik.

9

Page 10: Kasus Poli

IX. PROGNOSIS

Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis baik:

o Keluarga pasien masih mendukung pasien untuk sembuh.

Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis buruk:

o Tidak ada

Kesimpulan prognosisnya adalah:

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam

X. PENATALAKSANAAN

Rawat jalan

Pengobatan:

1. Farmakoterapi

Tilsan 15,325 mg

Algonax 0,5 mg

m.f pulvus da in caps dtd VII

∫ (1 cap – 0 – 0 )

Tilsan 25 mg

Clobazam 5 mg

m.f pulvus da in caps dtd VII

∫(0– 0 – 1 cap )

10

Page 11: Kasus Poli

2. Terapi Psikoterapi

a. Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin

Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin minum obat

Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah

serta memberikan dorongan agar lebih terbuka bila mempunyai masalah dan

jangan memperberat pikiran dalam menghadapi suatu masalah. Dengan cara

agar tidak memendam masalah sendiri, bahwa dengan bercerita dengan

keluarga akan membuat pasien lebih tenang dan kemungkinan kambuh kecil.

b. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat yang diminum tidak

menimbulkan ketergantungan justru sebagai pengontrol zat kimia di otak agar

gejala yang dialami pasien bisa terkontrol dan pasien bisa menjalani

kehidupan sehari-hari seperti sebelum sakit.

Hal ini sangat penting, karena banyak pasien merasa seperti berbeda dari

orang lain. Sehingga pasien merasa tidak pantas untu berbaur ataupun bekerja.

Hal ini harus dicegah, karena sesungguhnya dengan melakukan aktivitas rutin,

seperti bekerja atau menyalurkan hobi, akan membantu kesembuhan pasien.

3. Terapi Kognitif

Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya, menerangkan

tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir, perasaan dan sikap

terhadap masalah yang dihadapi.

Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan menimbulkan

kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat. Hal ini pentingnya

pengetahuan pasien tentang keadaan pasien tersebut.

4. Terapi Sosial

Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok di

lingkungan rumah agar ia dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan

lingkungannya.

Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada

terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinya memerlukan pengalaman

11

Page 12: Kasus Poli

dalam psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian

otoritasnya dan menyerahkan kepada kelompok.

Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang

tingkat kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong untuk membuka diri dan

tidak menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap

permulaan dari suatu terapi aktivitas kelompok yang baru merupakan saat yang

kritis karena prosedurnya merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh

anggota kelompok dan mereka dihadapkan dengan orang lain.

Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan

memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan

kemudian mempersilahkan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir,

bila ada anggota yang tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis

kemudian menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan

juga masalah yang akan di bicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat

ditentukan oleh terapis atau usul pasien. Ditetapkan bahwa anggota bebas

membicarakan apa saja, bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis

sebaiknya bersifat moderat dan menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan

sebagai perintah.

Dalam prosesnya kalau terjadi blocking, terapis dapat membiarkan sementara.

Blocking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang meningkat oleh

karena terapisnya perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada

indikasi bahwa ada beberapa pasien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa

juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya

yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi

kemacetan.

Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan

dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompokn berjalan terus dengan memberikan

penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan

yang datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Terapis

bukanlah guru, penasehat, atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif atau

katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi individu

dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang terdiri dari individu-

individu.

12

Page 13: Kasus Poli

Diakhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat

pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin

dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk

pertemuan berikutnya.

5. Terapi Keluarga

Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien, penyebabnya,

faktor pencetus, perjalanan penyakit dan rencana terapi serta memotivasi keluarga

pasien untuk selalu mendorong pasien mengungkapkan perasaaan dan

pemikirannya.

Dikarenakan banyak keluarga pasien akibat stigma masyarakat, keluarga pasien

menjadi malu, sehingga keluarga kekurangan empati terhadap pasien sendiri. Hal

ini harus dicegah, dengan memberikan dukungan kepada keluarga, untuk

menyayangi pasien selayaknya keluarga yang sedang sakit dan butuh perhatian

keluarga untuk kesembuhannya.

6. Terapi Pekerjaan

Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan yang

bermanfaat. Kita tanyakan pasien, tanyakan pekerjaan dahulu dan pekerjaan yang

ditawari dari orang lain. Hal ini tentunya apabila insight of ilness pasien sudah

baik dan tidak ada gejala. Kita bantu untuk memulihkan pekerjaan yang tepat

sehingga pasien mempunyai aktifitas rutin sehari-hari layaknya orang normal.

13

Page 14: Kasus Poli

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI (F. 41.2)

2.1 DEFINISI

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan

rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas,

beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa

cemas atau kekhawatiran berlebihan.

Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian

atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak

jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,

keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian

dalam hidupnya.1,2

Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur,

nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan

gagasan bunuh diri.2

2.2 MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh ditegakkan apabila

dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak,

perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana

perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal

sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Kecemasan

Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup

(cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas

kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar,

mudah marah, sulit tidur. 3,7,8

Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah:

14

Page 15: Kasus Poli

Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar

2. Otot tegang/kaku/pegal

3. Tidak bisa diam

4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat

6. Jantung berdebar-debar

7. Telapak tangan basah/dingin

8. Mulut kering

9. Kepala pusing/rasa melayang

10. Mual, mencret, perut tak enak

11. Muka panas/ badan menggigil

12. Buang air kecil lebih sering

Kewaspadaan berlebihan dan

Penangkapan berkurang

13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu

14. Mudah terkejut/kaget

15. Sulit konsentrasi pikiran

16. Sukar tidur

17. Mudah tersinggung

Sedangkan untuk gangguan depresif ditandai dengan suatu mood depresif, kehilangan minat

dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

15

Page 16: Kasus Poli

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga

gejala utama depresi.3,4,5

Gejala lainnya dapat berupa :

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang.

Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai berdasarkan ungkapan

pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga pasien. 3,4,5

2.3 DIAGNOSIS

Untuk diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan

bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan; biasanya

tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah) dan termasuk gejala seperti respons

otonom (palpitasi, diare, ekstremitas lembab, berkeringat, sering buang air kecil), insomnia,

sulit berkonsentrasi, rasa lelah, sering menarik nafas, gemetaran, waspada berlebihan, atau

takut akan sesuatu yang akan terjadi.2,3, 4

Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan berdasarkan :5

Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir

setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya

menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau

“mengambang”).

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:

1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit

berkonsentrasi, dsb)

2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

16

Page 17: Kasus Poli

3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak

napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya

depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal

tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas

fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F.42.-) 3,4,7

Kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat secara terpisah dari kriteria diagnostik

untuk diagnosis yang berhubungan dengan depresi ringan dan sedang serta depresi berulang.3

Pada PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara terpisah yaitu

gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan depresi berat dengan gejala

psikotik. 3,4,5

Episode depresif berat tanpa gejala psikotik :

Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan

serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi dan perhatian

berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah

dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimis, gagasan atau

perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan

berkurang.

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,

maka mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak

gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap

episode depresif berat masih dapat dibenarkan.

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan

tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk

menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau

urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. 3,4,5

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik :

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide

tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa

17

Page 18: Kasus Poli

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik atau olfaktorik biasanya berupa

suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk.

Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.

Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai waham atau

halusinasi yang serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent). 3,4,5

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi

Pedoman diagnostik

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan

rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas,

beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa

cemas atau kekhawatiran berlebihan.

Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus dipertimbangkan

kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik.

Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-

masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut dikemukakan, dan diagnosis gangguan

campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu

diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan.

Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas, maka harus

digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.

2.4 PENATALAKSANAAN

Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2

cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi).

Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis

dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien

dengan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak

perlu.1,6, 8

Sedangkan pada gangguan depresif, pertimbangkan penggunaan obat-obatan maupun

psikoterapi. Anti depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya cukup efektif dan aman

untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan benzodiazepin dengan tidak

18

Page 19: Kasus Poli

berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari atau 10 mg sebelum tidur) untuk jangka

pendek(beberapa minggu hingga beberapa bulan); biarkan penggunaan obat-obatan untuk

mengikuti perjalanan penyakitnya. Pertimbangkan pemberian buspiron untuk pengobatan

awal atau untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu yang

telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin akan merasakan kurangnya efektivitas

buspiron. Anti depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien

tertentu (terutama bagi mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan pasien dengan

gejala otonomik akan membaik dengan β-bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari). 4, 8

Sedangkan bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala

depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan bijkasana dan

penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada

orang yang memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang tidak

memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila

sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat

di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti

depresan.4

Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi

adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi

jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti

tentang manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi berat. Pada farmakoterapi

digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :

1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.

2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.

3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-A),

seperti : moclobemide.

4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine,

fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4

minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam

(pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu :

1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I.

Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100

mg/hari pada hari V dan VI.

19

Page 20: Kasus Poli

2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif

kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7 sampai 15 hari

(miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari.

3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya

amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.

4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan

½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.

5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dosage.

Misalnya amytriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari à 75 mg/hari

selama 1 minggu, 75 mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari à 25 mg/hari selama

1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian sindrom

depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.

Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour

before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis

tunggal pada pagi hari setelah sarapan. 4

Prognosis

Prognosis gangguan campuran anxietas dan depresi sukar untuk untuk diperkirakan. Nemun

demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset

gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas

meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat

ringannya gangguan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: Kasus Poli

1. Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi. Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri:

Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Hal. 1-15

3. Kaplan, Harold. I. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. Hal. 145-

54

4. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110

5. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 72-75

6. Adiwena, Nuklear. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Indonesia.

7. Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. 20 Oktober 2008.

8. Yates, W. R. 2008. Anxiety Disorders. Update August 13, 2008. www.emedicine.com

9. Anonim. Kecemasan atau Ansietas. Update 32 Desember 2008.

www.mitrariset.blogspot.com

10. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008.

www.sidenreng.com

11. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12

21