KASUS 1LUMPUH SEBELAH
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke IGD dengan keluhan
lumpuh dan kesemutan pada kaki dan tangan sebelah kanan serta
bicara pelo. Pasien adalah seorang pegawai Bank yang sering lembur
dan hamper tidak memiliki waktu untuk berolahraga. Pasien memiliki
kebiasaan merokok sejak SMA dan riwayat hipertensi sejak 5 tahun
yang lalu. Pasien dibawa kerumah sakit setelah 4 jam mengalami
keluhan tersebut. Keluarga pasien menanyakan apakah pasien nanti
bisa sembuh dan berjalan lagi.
STEP 1 1. Lumpuh = Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
gerakan akibat adanya lesi pada sistem saraf.2. Kesemutan = Kondisi
abnormal pada tubuh berupa sensasi yang disebabkan gangguan sistem
saraf sensorik dan juga rangsangan listrik yang terhambat.3.
Hipertensi = Peningkatan tekanan darah dengan systole >140 mmhg
dan diastole >90mmhg.4. Bicara Pelo = Dimana seseorang tidak
bisa berbicara secara jelas.
STEP 2 1. Mengapa pasien mengalami kelumpuhan dan kesemutan pada
tangan dan kaki sebelah kanan serta bicara pelo?2. Bagaimana
hubungan kebiasaan pasien dan riwayat hipertensi dengan keluhan?3.
Bagaimana penatalaksanaan dari kasus tersebut?4. Apakah pasien bisa
sembuh dan berjalan lagi?STEP 3 1. Etiologi, Mekanisme (Lumpuh,
Kesemutan, Bicara pelo)2. Vaskularisasi Serebral (Mekanisme,
Lokalisasi)3. Pengaturan susunan saraf (Upper Neuron Motor, Lower
Motor Neuron)4. Area Brodman5. Penyakit apa saja dengan kelumpuhan
dan kesemutan sebelah kanan 6. Bagaimana mekanisme kebiasaan hidup
pasien serta hipertensi menyebabkan kelumpuhan7. Pencegahan,
Pemeriksaan, dan Prognosis dari keluhan (Kelumpuhan, Kesemutan,
Bicara pelo8. Farmakoterapi dan algoritma
PENCEGAHAN, PENATALAKSANAAN, PEMERIKSAANAREA BRODMANPENGATURAN
SUSUNAN SARAF STEP 4
KELUMPUHAN
MEKANISME,ETIOLOGI DAN PATOGENESISPROGNOSIS
VASKULARISASI SEREBRAL
STEP 5 1. Etiologi, Mekanisme (Lumpuh, Kesemutan, Bicara pelo)2.
Vaskularisasi Serebral (Mekanisme, Lokalisasi)3. Pengaturan susunan
saraf (Upper Neuron Motor, Lower Motor Neuron)4. Area Brodman5.
Penyakit apa saja dengan kelumpuhan dan kesemutan sebelah kanan
6.Bagaimana mekanisme kebiasaan hidup pasien serta hipertensi
menyebabkan kelumpuhan7.Pencegahan, Pemeriksaan, dan Prognosis dari
keluhan (Kelumpuhan, Kesemutan, Bicara pelo8. Farmakoterapi dan
algoritma
STEP 6
STEP 7 1. Mekanisme Kelumpuhan, kesemutan dan bicara pelo
Mekanisme kelumpuhanAkson dari korteks serebriPars
thalamolenticularis capsulae internaeSepertiga media basis
pedunculi cerebralisFibrae pontis transversae di basis
pontisPyramis pada medulla oblongata70-90% mengalami
decussatio(menyebrang garis midline) perbatasan medula oblongata
dan medula spinalis
10-30% tidak menyilangDecusatio pyramidum
Ger. Otot bahu dan leherTraktus kortikospinalis lateralis Upper
:
Ekstremitas atas dan otot distalLumbosacral Servikal
Traktus kortikospinalis ventralis Lower : Ger. Ekstremitas
bawah
Pergerakan otot trunkus (mm. Intercostale dan abdominale)
Gambar.1 Jalur traktus piramidal
Systema piramidale merupakan suatu susunan serat-serat
descendens yang mengantarkan impuls-impuls motorik langsung dari
korteks serebri ke berbagai nuklei motorik di dalam batang otak dan
medula spinalis. Serat-serat piramidal yang berakhir di dalam
batang otak dikenal sebagai traktus kortikobulbaris atau
kotikonuklearis, sedangkan yang berakhir di dalam medula spinalis
dikenal sebagai traktus kortikospinalis. Traktus kortikobulbaris
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan
traktus kortikospinalis fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh
dan anggota gerak. Traktus kortikospinalis terdiri atas akson-akson
yang berasal dari sel-sel neuron di dalam korteks serebri (korteks
motorik dan daerah-daerah korteks disekitarnya). Sebagian besar
serat-serat ini berselubung myelin dan mempunyai diameter dengan
variasi yang cukup luas, hanya sebagian kecil mempunyai diameter
yang amat besar (10-20 mikron) dengan selubung myelin tebal pula.
Serat-serat tersebut berasal dari sel-sel neuron raksasa betz.
(Sukardi E, 1984)
Traktus kortikospinalis merupakan traktus desenden yang paling
besar dan paling penting pada manusia. Serat-serat piramidal yang
berakhir di dalam batang otak dikenal sebagai traktus
kortikobulbaris atau kortikonuklearis, sedangkan yang berakhir di
dalam medula spinalis dikenal sebagai traktus
kortikospinalis.Traktus kortikospinalis berasal dari akson-akson
yang berasal dari korteks serebri . sebagian besar serat-serat ini
berselubung myelin dan mempunyai diameter dengan variasi yang cukup
luas. Serat-serat tersebut berasal dari sel-sel neuron piramidal
raksasa Betz.Akson-akson tersebut menyusun jaras
kortikobular-kortikospinal. Sebagai berkas saraf yang kompak mereka
turun dari korteks motorik dan di tingkat talamus dan ganglia
basalis mereka terdapat di antara kedua bangunan tersebut. Itulah
yang dikenal sebagai kapsula interna, yang dapat dibagi dalam krus
anterius dan krus posterius. Sudut yang dibentuk kedua bagian
interna itu dikenal sebagai genu. Penataan somatotopik yang telah
dijumpai pada korteks motorik ditemukan kembali di kawasan kapsula
interna mulai dari genu sampai seluruh kawasan krus posterius.
(Mardjono M dan Sidharta P, 2000)Perjalanan traktus traktus
kortikospinalis (pada bagian-bagian permulaan diikuti oleh traktus
kortikobulbaris), dari arah kranial ke arah kaudal sebagai berikut
: (1) ikut membentuk serat-serat corona radiata, (2) berjalan
melalui pars thalamolenticularis capsula internae, (3) berjalan
melalui sepertiga bagian tengah basis pedunculi cerebralis, (4)
berjalan diantara (menyilang) fibrae pontis transversae di daerah
basis pontis, (5) berjalan melalui pyramis pada medula oblongata,
(6) pada perbatasan antara medula oblongata dan medula spinalis,
70-90% serat-serat traktus kortikospinalis mengalami decussatio
untuk membentuk decussatio pyramidum, (7) pada medula spinalis.
Serat-serat yang mengalami decussatio akan melanjutkan dirio
sebagai trakus kortikospinalis lateralis, yang teletak di sebelah
medial traktus spinoserebralis dorsalis . Serat-serat traktus
kortikospinalis lateeralis berakhir pada segmen-segmen cervical dan
lumbosacral medula spinalis dan melayani membrum superius dan
inferius. Pada medula spinalis, serat-serat yang berakhir pada
segmen-segmen lumbosacral (segmen-segmen intumescentia
lumbosacralis) terletak disebelah lateral dari serat-serat yang
akan berakhir pada segmen-segmen intumescentia cervicalis. Pada
manusia sebagian besar serat-serat kortikospinalis lateralis
berakhir dalam hubungan sinapsis dengan neuron-neuron interkalatus
di dalam lamina Rexed IV, V, VI dan VII; pengaruhnya terhadap
sel-sel neuron di dalam laminae tersebut dapat berupa eksitsi
(lamina V dan VI) atau inhibisi (lamina IV dan V).Serat-serat yang
tidak menyilang akan melanjutkan diri didalam medula spinalis
sebagai traktus kortikospinalis ventralis. Akan tetapi perlu
diperhatikan, sesaat sebelum berakhir pada segmen-segmen thoracalis
medula spinalis, serat-serat traktus kortikospinalis ventralis akan
menyilang jiga garis median di daerah commisura alba. Traktus
kortikospinalis ventralis mengendalikan neuron-neuron motorik yang
melayani otot-otot pada trunkus, termasuk mm.intercostales dan
abdomines. EtiologiKelemahan atau kelumpuhan diakibatkan oleh
adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat
tertinggi (khususnya pada vertebra servikal), kerusakan sistem
saraf perifer, kerusakan neuromuskular atau penyakit otot.
Kerusakan pada Upper Motor Neuron (UMN) dapat disebabkan adanya
lesi pada medula spinalis setinggi servikal atas. Sedangkan
kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN) dapat mengenai motorneuron,
radiks dan saraf perifer, maupun pada otot sendiri.
Mekanisme kesemutan
Stimulus datang(sentuhan, tekanan, rasa sakit, suhu panas dan
dingin)Reseptor pada kulitSistem saraf tepiSistem saraf
pusatThalamus(pusat penyebaran utama impuls-impuls
sensorik)Serebral korteksKesemutanEtiologiKesemutan terjadi jika
saraf dan pembuluh darah mengalami tekanan. Misalnya, saat duduk
bersimpuh atau menekuk kaki terlalu lama, maka saraf dan aliran
darah akan terganggu. Umumnya, kesemutan akan mereda jika bagian
tubuh yang mengalaminya digerakkan.
Mekanisme Bicara PeloSalah satu perbedaan terpenting antara
manusiadan binatang adalah adanya fasilitaspada manusia untuk
berkomunikasi dengan sesamanya. Selanjutnya, karena tes neurologik
dapat dengan mudah menaksir seberapa besar kemampuan seseorang
untuk berkomunikasi satu sama lain, maka kita dapat mengetahui
lebih banyak tentang sistem sensorik danmotorikyang berkaitan
dengan proses komunikasi dari pada mengenai fungsi segmenkortikal
lainnya. Untuk berbicara, manusia menerima rangsang baik melalui
organ reseptor umum maupun oragan reseptor khusus, impulsnya
dihantarkan melalui saraf otakatau saraf spinal atau SSO dan
dilanjutkan ke SSP area sensorik. Pengaruh sensorik disampaikan ke
area motorik untukkembali turun ke SST dan akhirnya sampai
keefektor yang menghasilkan aktivitas bicara.Reseptor SensorikOrgan
reseptor umum (eksteroreseptif, interoreseptif,propioreseptif) dan
organ reseptorkhusus (penglihatan, pendengaran, keseimbangan,
penghidu, pengecap) menerimarangsang.
Saraf AferenSaraf otak I-XII dansaraf spinal menghantarkan
impuls saraf ke pusat pemrosesan di SSSSPSSP area Broca (area
motorikbicara), area Wernicke (area auditif), pusat ideamotor
(pusatrefleks dalam memilih kata dan kalimat)merupakan pusat-pusat
yang terlibatdalam prosesbicara.Saraf EferenSaraf eferen dari SSP
keSST menyampaikan sinyal saraf kepada efektor untuk melakukan
aktivitas bicara. Terdapat dua aspek untuk
dapatberkomunikasi,yaitu: aspek sensorik (inputbahasa), melibatkan
telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa) yang
melibatkan vokalisasi danpengaturannya.Aspek Sensorik
KomunikasiPada korteks bagian area asosiasi auditorik dan area
asosiasi visual, bila mengalami kerusakan, makadapat menimbulkan
ketidakmampuan untuk mengerti kata-kata yang diucapkan dan
kata-kata yang tertulis. Efek ini secara berturut-turutdisebut
sebagai afasiareseptif auditorik dan afasia reseptif visual atau
lebih umum, tulikata-kata dan buta kata-kata (disleksia). Studi
dari afasia inimempunyai peran penting pada pemahaman neural basis
daribahasa. Penyebab paling sering ialah traumakepala (head
trauma). Penyebab selanjutnya ialah stroke: 40% major vascular
events pada hemisfer cerebralyang mengakibatkanlanguage
disorders.
Afasia anomik (Anomic aphasia)Pada afasia ini,satu-satunya
gangguan ialahpada kemampuan untuk menemukan kata-kata yang benar.
Ini merupakan bentukafasia yang tidakbiasa. Akan tetapi, biasanya
merupakan lesi pada aspek posterior dari lobustemporal inferior
kiri, dekat dengan garistemporal-occipital.
Afasia Wernicke dan Afasia GlobalBeberapa orang mampu mengerti
kata-katayang diucapkan ataupun kata-kata yang dituliskan namun tak
mampu menginterpretasikan pikiranyang diekspresikan walaupun
saatmendengar musik atau suara nonverbal akan normal. Biasanya
pasien berbicara sangat cepat baik ritme,grammar, dan artikulasi.
Apabilatidak benar-benar didengarkan, akan terdengar hampir normal.
Keadaan ini sering terjadi bilaarea Wernicke yang terdapat di
bagian posterior hemisfer dominan gyrus temporalis superior
mengalami kerusakan. Oleh karena itu, tipeafasia ini disebut afasia
Wernicke. Bila lesipada area Wernicke ini meluas dan menyebar
kebelakang ke region gyrus angular, ke inferior kearea bawah lobus
temporalis, ke superior ketepi superior fisura sylvian darihemisfer
kiri, maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang secara
total (totallydemented) untuk mengerti bahasa atau berkomunikasi,
dankarena itu dikatakan menderita afasia global.
Transcortical sensory aphasiaMerupakan pemutusan area Wernicke
dari posteriorparietal temporal association area. Halini
menyebabkan fluent aphasia dengan kurangnya pemahaman dan juga
kecacatan saat berpikir ataupun mengingat arti dari suatu tandaatau
kata-kata. Pasien tidak dapat membaca, menulis dan juga
ditandaidengan kesusahannya mendapat kata-kata, tetapidapat
mengulangapa yang telah dibicarakan dengan mudah dan fasih.
Aspek Motorik KomunikasiProses bicara melibatkan dua stadium
utama aktivitas mental:1. Membentuk buah pikiran untuk
diekspresikan dan memilih kata-kata yang akandigunakan2.2. mengatur
motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi
itusendiriPembentukan buah pikiran dan bahkan pemilihan kata-kata
merupakan fungsi area asosiasisensorik otak. Sekali lagi, area
Wernicke pada bagian posterior gyrus temporalis superiormerupakan
hal yang penting untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita
yangmengalami afasia Wernicke atau afasia global tak mampu
memformulasikan pikirannyauntuk dikomunikasikan. Atau bila lesinya
tak begitu parah, maka penderita masih mampumemformulasikan
pikirannya namun tak mampu menyusun kata-katayang sesuai
secaraberurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan pikirannya.
Seringkali, penderita fasihberkata-kata namun kata-kata yang
dikeluarkannya tidak berurutan.
Afasia Motorik akibat Hilangnya Area Broca.Kadang-kadang,
penderita mampu menentukan apayang ingin dikatakannya, dan
mampubervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistemvokalnya untuk
menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini,disebut afasia
motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, terletak
di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks (kira-kira 95%
kelainannya di hemisfer kiri). Oleh karena itu,pola keterampilan
motorik yang dipakai untukmengatur laring, bibir, mulut,sistem
respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untukbicara dimulai
dari daerah ini. Lesi yang tidak mempengaruhi cortex cerebral,
biasanya lesi vaskuler dalam ganglia basalis dan talamus, dapat
jugadihasilkan dalam aphasia yang biasanya disebut subcortical
aphasia.
2. Regulasi perdarahan serebralDalam keadaan fisiologik jumlah
darah yang mengalir ke otak (CBF = "cerebral blood flow") ialah
50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jadi jumiah darah
untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya antara 1200-1400 gram,
adalah 700-840 ml per menit. Dari jumiah darah itu, satu pertiganya
disalurkan melalui tiap arteria karo'tis interna dan satupertiga
tersi&anya disalurkan melalui susunan vertebrobasilar. Otak
yang berkedudukan di dalam ruang tengkorak yang merupakan ruang
tertutup xnempunyai susunan sirkulasi yang sesuai dengan lokasinya.
Konsekuensi dari kedudukan otak dalam suatu ruang tertutup ialah,
bahwa vokirre otak ditambah dengan volume likuor dan ditambah
dengan volume darab hams merupakan angka tetap (konstante). Inilah
yang dikenal sebagai hukum Monroe-Kellie. Hukum ini benmplikasi
bahwa perubahan volume salah satu unsur tersebut akan menyebabkan
perubahan kompensatorik terhadap unsur-unsur lainnya. Oleh karena
pada umumnya volume otak dan volume likuor selalu berubah karena
bermacam-macam pengaruh, maka volume darah selalu akan
menye-suaikan diri. Faktor-faktor penyesuaian peredaran darah
serebral dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan
intrinsik.Faktor-faktor ekstrinsik:Berapa darah yang rnengalir ke
dalam suatu organ tergantung pada tekanan darah yang menyiram organ
tersebut dan tahanan yang dimiliki organ tersebut. Tekanan darah
yang menyiram organ dikenal sebagai tekanan perfusi, sedangkan
tahanan organ yang bersangkutan dinama-kan resistensi
jaringan.Mengenai jumiah darah yang mengalir ke dalam otak (CBF),
maka tekanan perfusinya adalah sama dengan selisih antara tekanan
darah arterial sistemik dan tekanan vena serebral. Dalam keadaan
normal tekanan vena serebral ialah 5 mm Hg. Apabila resistensi
intrakranial besar, maka CBF akan menurun. Karena tekanan vena
serebral tidak berarti (hanya 5 mm Hg) maka tekanan perfusi
ditentukan terutama oleh faktor ekstrinsik yang berupa tekanan
darah sistemik. Tekanan ini tergantung pada kemarnpuan jantung
untuk memompa sejumlah darah ke sirkulasi sistemik. Kemampuan itu
dapat diukur dari curah atau "output" jantung. Kelola simpatetik
dan parasimpatetik yang beflaku untuk jantung dan juga untuk
pembuluh darah perifer adalah peranan pusat vasomotor di medula
oblongata dan korteks serebri (area 12, 23, dan 32) yang sangat
erat terkait pada susunan limbik yang merupakan substrat organik
emosi. Di samping itu ada pula baroreseptor yang memancarkan
impulsnya ke-pada pusat-pusat vasomotorik itu. Baroreseptor berada
di sinus karotis dan arkus aortae. Alat-alat tersebut berperan
sebagai inhibitor terhadap tekanan darah yang melonjak.Pasang surut
tekanan darah tercatat oleh alat-alat. tersebut, yang meneruskannya
kepada pusat-pusat vasomotor. Pada aterosklerosis baroreseptor
sering terusak oleh "plaque atherosclerotique" dan pemeliha-raan
tekanan darah dalam batas yang normal terganggu. bahwa tekanan
darah pada organ-organ dengan aterosklerosis naik turun dalarn
batas yang luas dan tidak jarang terdapat hipotensi postural.Pada
orang-orang sehat, fluktuasi tekanan darah sistemik tidak
menimbulkan perubahan pada CBF, oleh karena sirkulasi serebral
mem-punyai mekanisme untuk mengurus diri sendiri. Mekanisme ini
dinama-kan autoregulasi serebral. Dengan mekanisme tersebut,
tekanan darah yang menurun sampai 50 mm Hg di bawah tekanan darah
yang normal, masih betum menurunkan CBF. Pada CVD autoregulasi itu
terganggu, sehingga penurunan tekanan darah kurang dari 50 mm Hg
sudah meng-ecilkan CBF. Hal ini dijumpai pada orang-orang dengan
penyakit hiper-tensi kronik, aterosklerosis, stenosis arteri-arteri
serebral dan vertebro-basilaris. Kemampuan jantung untuk memompa
darah ke sirkulasi sistemik.Pada penyakit jantung kongestif,
"output" menurun. Tetapi CBF bisa tetap konstan berkat autoregulasi
serebral. Menurunnya CBF pada penderita-penderita penyakit jantung
kongestif, disebabkan secara primer oleh hilangnya autoregulasi
serebral, seperti halnya pada orang-orang yang sudah lanjut umurnya
(aterosklerosis). Tetapi walaupun autoregulasi serebral masih
berfungsi baik, jika "output" kurang sekali sehingga ambang kritis
tekanan darah dilewati, maka manifestasi CVD akan bangkit pula.
Kualitas pembuluh darah karotikovertebral CBF total tergantung
terutama pada volume darah yang disampai-kan ke otak melalui
arteria karotis interna dan vertebralis kedua sisi. Pada tekanan
perfusi yang konstan keadaan lumen keempat arteri tersebut sangat
menentukan. Hasil penyelidikan eksperimental mengenai CBF pada
anjing, pada mana diadakan Hgasi (pengikatan) pada arteria karotis
tidak bisa diterapkan sepenuhnya pada manusia karena autoregulasi
pada manusia yang sudah mempunyai aterosklerosis tidak sama dengan
autoregulasi serebral anjing. Tetapi observasi pada manusia yang
sedang dioperasi untuk aneurisme dan sebagainya, dapat memberikan
informasi yang berharga. Kita memperoleh fakta, bahwa menurunnya
aliran darah distal dari tempat ligasi baru tercapai, jika lumen
arteri yang bersangkutan disempitkan lebih dari 70-90%. Tetapi pada
orang-orang yang sudah memperlihatkan aterosklerosis, penyempitan
arteri kurang dari 70% dari lumennya sudah bisa mengakibatkan
reduksi CBF regional yang nyata. Lagi pula tanpa adanya pengikatan
pada salah satu arteri serebral, namun dengan adanya aterosklerosis
yang difus dan luas, CBF akan jelas menurun pada hipotensi
sistemik.Observasi lain mengungkapkan adanya kecenderungan pada
"plaque atherosclerotique" untuk berulserasi. Hal ini sering
terjadi pada pangkal arteria karotis dan di arteria vertebralis.
Ternpat-tempat tersebut selalu bisa menjadi sumber embolus. Jika
oleh karena itu manifestasi CVD timbul, maka penyakit yang
mendasarinya bukannya stenosis yang diperlihatkan oleh "plaque
atherosclerotique", melainkan emboli-sasi dari "plague" yang
berulserasi.Hipertensi kronik bisa menimbulkan sklerosis arterial
yang menye-luruh. yang tidak berkembang melalui ateromatosis,
tetapi langsung mengeraskan dinding arteri. lnilah yang dikenal
sebagai arteriosklerosis.Berbeda dengan aterosklerosis serebral
yang melibatkan arteri besar dan sedang lagi pula terutama pada
tempat-tempat percabangan dan kelokan-kelokan, arteriosklerosis
serebral berkembang secara difus terutama pada arteri sedang dan
kecil. Aterosklerosis dan arteriosklerosis serebri merupakan
penyakit CVD primer. Tanpa adanya stenosis yang berarti ataupun
tanpa adanya embolisasi namun dengan adanya fluktuasi tekanan darah
sistemik saja manifestasi CVD sudah dapat timbul pada orang-orang
yang mempunyai arteriosklerosis dan aterosklerosis.Sifilis yang
bisa menimbulkan endarteritis, menyempitkan lumen arteri serebral,
sehingga pada tahap meningovaskular bisa bangkk "stroke". Lain-lain
penyakit arteritis, yang jarang dijumpai. seperti arteritis primer,
"giant angiitis" dan arteritis pada penyakit Takayasu, sering
disebut-sebut sebagai penyebab timbulnya manifestasi CVD. Kualitas
darah yang menentukan viskositas Jumlah darah yang disampaikan
kepada otak per menit tergantung juga pada viskositasnya. Pada
anemia CBF bertambah oleh karena viskositas darah menurun. Pada
polisitemia, viskositas darah melonjak sehingga dapat menurunkan
CBF sampai 20 rnL per 100 gram otak per menit. Juga karena leukemia
dan dehidrasi berat (hemokonsentasi) CBF dapat menurun sehingga
membangkitkan "stroke".Faktor-faktor intrinsik:Di dalam otak
terdapat dua faktor yang mengatur perdarahan regional. Yang satu
dimiliki oleh pembuluh darah serebral dan yang lain merupakan
serentetan proses biokimiawi yang mempengaruhi lumen arteri
serebral. (I) Autoregulasi arteri serebral Pembuluh serebral
menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian rupa,
sehingga aliran darah tetap konstan, walaupun tekanan perfusi
berubah-ubah. Pengaturan diameter lumen ini dinamakan autoregulasi.
Konstriksi terjadi apabila tekanan intralumenal melonjak dan
dilatasi jika tekanan tersebut menurun. Reaksi dinding pembuluh
darah terhadap fluktuasi tekanan intralumenal itu sangat cepat,
yaitu dalam beberapa detik, Lagi pula reaksi tersebut peka terhadap
fluktuasi yang berbatas luas.Penurunan tekanan darah sistemik
sampai 50 mm Hg masih dapat berlalu tanpa menimbulkan gangguan
sirkulasi serebral. Tetapi jika tekanan darah sistemik turun sampai
di bawah 50 mm Hg, autoregulasi serebral itu tidak mampu lagi
memelihara CBF yang normal. Untukorang-orang sehal tckanan pcrfusi
sebcsar 50 mm Hg itti merupaknu am bang kritis. Sebanding dengan
autorcgulasi terhadap tekanan darah sistcmik yang menurun,, adalah
autoregulasi terhadap tekanan darah sistemik yang mclonjak. Batas
atas yang masih dapat ditanggulangi autoregulasi ialah 200 mm Hg
sistolik dan 110-120 mm Hg diastolik. Jika tekanan darah sistemik
lebih tinggi dari batas atas tersebut, maka autoregulasi yang
mengadakan vasokonstriksi dapat berlalu secara ekstrim, sehingga
timbul vasospasmus.Autoregulasi tersebut bersifat regional. Jika
suatu daerah otak iskemik maka tekanan iatralumenal di wilayah itu
lebih rendah daripada di daerah sehat yang berdampingan, sehingga
darah akan mengalir dari wilayah tekanan intralumenal tinggi ke
wilayah tekanan intralumenal rendah. Dengan demikian iskemia
regional itu dapat terkompensasi Autoregulasi yang dikelola oleH
tekanan intraiumenal ini bekerja secara bebas, tetapi saling
membantu reaksi yang diciptakan oleh faktor-faktor biomikiawi yang
terdapat dl otak secara regional. Faktor-faktor tersebut menyangkut
peogelolaac CBF regional agar kebutuhan metabolik regional dapat
terpenuhi.-(2) Faktor-faktor biokimiawi regionalDaiam lingkungan
dengan CO2 tinggi arteri serebral berdilatasi dan CBF bertambah,
karena resistensi vaskular raenurun. Jika kadar CO2 menurun,
misalnya selamahiperventilasi, arteri serebral menyempit dan CBF
cepat menuran. Reaksi konstriksi dan dilatasi itu terjadi dalam
beberapa detik saja. Kemampuan untuk bereaksi terhadap naik
turun-nya tekaoan CO2 arterial (PCO2) itu semakin berkurang pada
bertam-bahnya imur.Pada orang-oiang-yang sehat, bertambahnya CBF
regional diakibat-kanoleh meningkatnya PCD2 regional. Pada umumnya
metabolisme otak hampir selurnhnya tergaotnog pada pemecahan
oksidatif glukose dan CO2 yang dihasilkan oleh proses oksidasi
tersebut. Peningkatan metabolisme otak, balk secara regional maupun
secara global, mengakibatkan secara heiturut-turut produksi CO2
bertambah, vasodilatasi, CBF men-jadi lebih besar dan dengan
demikian menghasilkan pula bertambahnya jatah G2 dan glukose untuk
otak atau daerah bagiannya.Iskeiria serebri regional akibat
stenosis salah satu arteri. namun yang tidak disertai keraundurars
metabolismenya, akan menghasilkan peningkacan PCO: regional, yang
akan membangkitkan vasodiiatasi di arteri-arteri kolaterai dan
menggiatkan sirkulasi kolateral. Akan tetapi apabila iskemia
melumpuhkan metabolisme regional, mekanisme untuk mengadakan
peniagkatan sirkulasi kolateral tidak dapat beroperasi lagi. Ptran
O2- Tekaaaa O2 arterial (PO2) menurun pada keadaan hipok-sia ataa
anoksia karena sebab apapun. Keadaan tersebut menimbulkan
vasodilatasi daa bertambahnya CBF. Reaksi tersebut terjadi secara
menyeluruh ataupun regional. Sebaliknya, PO2 yang meningkat
mengakibatkan vasokonstriksi dan turunnya CBF. Walaupaun reaksi ini
berlaku, inhalasi 100% O2 meningkatkan lebih lanjut jatah O2 yang
tersedia untuk suatu daerah otak yang iskemik (misalnya pada
stroke) dengan jalan meningkatkan selisih tekanan antara arteriola
dan kapilar. Sifat pengaruh O2 terhadap dinding pembuluh darah
belum diketahui. Tetapi reaksi terhadap O2 cepat sekali dan mungkin
bereaksi langsung terhadap kemoreseptor yang berada di dinding
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang timbul sebagai reaksi terhadap
PO2 itu ternyata tidak terkait pada penurunan PCO2 akibat
hipervcntilasi. Lagi pula vasokonstriksi daa vasodilatasi yang
dihasilkan akibat pasang surutnya POt tidak sebesar yang
diakibatkan oleh t'luktuasi PCO2. Namun demikian, selama hipok-sia
berat berlangsung, efek vasodilatasi akibat penurunan PO2 menjadi
lebih besar. Dan mungkin sekali proses ini mempunyai sangkut-paut
dengan dibebaskannya asam laktat oleh otak seketika metabolisme
bergeser ke jurusan glikolisis anerobik. Asam laktat Apabila suatu
daerah otak menjadi iskemik atau anok-sik, dalam keadaan itu
metabolisme anerobik cepat mengambil alih tugas yang sebelumnya
dibebankan kepada metabolisme oksidatif. Metabolisme anerobik ini
banyak menghasilkan asam laktat, yang merupakan zat yang melebarkan
lumen pembuluh darah (vasodilator). Konsentrasi ion hidrogen
Apabila pH darah berubah pada binatang atau manusia, akibat
suntikan asam laktat misalnya, maka CBF akan bertambah. Reaksi ini
mungkin tidak menyangkut efek peningkatan CO2 Asidemia tampaknya
berlalu secara bebas terhadap peningkatan CBF. Sebaliknya alkalemia
cenderung menurunkan CBF.Pada umumnya, penyelidikan-penyelidikan
memberikan fakta yang cukup terpercaya, bahwa efek CO2 lebih besar
daripada pengaruh pH dalam pengelolaan CBF, oleh karena, biar
bagaimanapun juga bukannya pH darah, tetapi pH intraselular otot
polos arteriola serebral yang pada dasarnya paling penting dalam
pengelolaan tonus vasomotorik.Mekanisme pokok yang terurai di atas
berlaku bagi otak seluruhnya dan daerah bagiannya (regional). Dalam
keadaan fisiologik, CBF regional bisa meningkat, misalnya di lobus
oksipitalis pada adanya kegiatan visual, atau pada berlangsungnya
kejang fokal. Peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 regional akibat
peningkatan metabolisme regional itu. akan mempertinggi CBF
regional. Sistem regional tersebut bersifat autoregulatorik dan
menurunkan CBF regional^apabila metabolismeregional menurun.Pada
iskemia serebral yang bersifat regional, akibat penyumbatan arteri,
CO2 tertimbun di. dalam daerah iskemik dan PO2 regional turun.
Keadaan ini menggiatkan sirkulasi kolateral untuk meningkatkan CBF
daerah yang iskemik itu. Sebenarnya, peran susunan saraf autonom
dapat disebut sebagai faktor intrinsik juga. Tctapi ctek vasomotor
susunan saraf autonom terhadap sirkulasi regional sedikit sekali.
Serabut-serabut saraf ortosimpatetik masih sedikit berpengaruh
untuk vasokonstriksi global, tetapi peran serabut-serabut
parasimpatetik untuk dilatasi masih diragukan. Aliran darah melaiui
arteria karotis interna masih bisa diturunkan de-ngan 30% oleh
aktivitas susunan ortosimpatetik. Sedangkan aliran darah melaiui
arteria vertebralis dapat dikurangi dengan 20%.
3. Pengaturan susunan saraf (Upper Neuron Motor, Lower Motor
Neuron)Susunanneuromuskularterdiridari Uppermotorneuron (UMN)dan
lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan
kumpulansaraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area
motorik di korteks motoriksampaiinti-inti motorik disaraf kranial
di batang otak atau kornu anterior. Berdasarkan perbedaan anatomik
dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalamsusunan piramidal dan
susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri daritraktus
kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar
fungsinyauntuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan
traktus kortikospinalfungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan
anggota gerak. Sedangkan lowermotor neuron (LMN), yang merupakan
kumpulan saraf-saraf motorik yang berasaldari batang otak, pesan
tersebut dari otak dilanjutkanke berbagai otot dalamtubuh
seseorang.Dari otak medula spinalis turun kebawah kira-kira
ditengah punggung dandilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan
serebrospinal. Medula spinalis terdiridariberjuta
jutasarafyangmentransmisikaninformasielektrikdaridankeekstremitas,
badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan
medulaspinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan
saraf-saraf medulaspinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer.
Medula spinalis terdiri atas traktus Ascenden(yang membawa
informasi di tubuh menuju ke otak seperti
rangsangraba,suhu,nyeridangerakposisi)dantraktus descenden
(yangmembawainformasi dari otak keanggota gerak dan mengontrol
fungsi
tubuh).Kelemahan/kelumpuhanparsialyangringan/tidaklengkapatausuatukondisi
yangditandaioleh hilangnyasebagian gerakanatau gerakanterganggu
disebutdenganparese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi
otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat
menyebabkangangguanmobilitasba ianyang terkena.
Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat anggotagerak disebut
dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak,
kerusakan tulang belakangpada tingkat tertinggi
(khususnyapadavertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer,
kerusakan neuromuscular atau penyakitotot. kerusakan diketahui
karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsimotorik pada
keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khaspada
kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau
sport injury )atau karena penyakit (seperti mielitis transversal,
polio, atau spina bifida).Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi
menjadi dua, yaitu : Tetraparesspastik yang terjadi karena
kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN)
,sehinggamenyebabkanpeningkatan tonusotot atau hipertoni dan
tetrapareseflaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai
lower motor neuron (LMN) ,sehingga menyebabkan penurunan tonus atot
atau hipotoni.Tetraparese dapatdisebabkan karena adanya kerusakan
pada susunan neuromuskular, yaitu adanyalesi. Ada
duatipelesi,yaitulesikomplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrolototdansensoriksecaratotal daribagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi
kelumpuhan ototringan (parese) dan atau mungkin kerusakan
sensorik.
4. Area Brodman Pembagian Area Brodman pada Otak
Dalam kuliah syaraf kita sering mendengar dengan istilah Area
Brodman yang setiap bagian mempunyai peranan dan bagian
masing-masing pada organ otak. Area Brodman ini sangat perlu kita
ketahui karena setiap kelainan yang terjadi pada tubuh dapat
dipengaruhi oleh Area Brodman ini. Area Brodmann adalah pembagian
daerah pada bagian korteks otak yang dibedakan atas dasar sel-sel
saraf penyusun jaringannya (sitoarsitekur).
Area Brodmann pertama kali disusun oleh Korbinian Brodmann dan
area tersebut diberi tanda dengan angka dari 1 hingga 52. Beberapa
bagian kemudian dibagi lagi sehingga terdapat area "23a" dan "23b".
Angka daerah yang sama pada spesies yang berbeda tidak menunjukkan
area yang homolog pada struktur otaknya.
Area Brodmann pada otak manusia terdiri atas: 1, 2, dan 3 -
Korteks Somatosensorik (sering disebut area 3, 1, 2). 4 - Korteks
Motorik Primer 5 - Korteks Asosiasi Somatosensorik 6 - Korteks
Pra-motorik dan Motorik Suplementaris 7 - Korteks Asosiasi
Somatosensorik 8 - Daerah Mata Frontal 9 - Korteks Prafrontal
Dorsolateralis 10 - Area Frontopolar 11 - Area Orbitofrontal 12 -
Area Orbitofrontal (sering disebut area 11A) 13 - Korteks Insularis
17 - Korteks Visual Primer 18 - Korteks Asosiasi Visual 19 -
Korteks Asosiasi Visual 20 - Gyrus Temporalis Inferior 21 - Gyrus
Temporalis Media 22 - Gyrus Temporalis Superior 23 - Korteks
Cinguli Posterior Ventral 24 - Korteks Cunguli Anterior Ventral 25
- Korteks Subgenualis 26 - Area Ektosplenialis 28 - Korteks
Entorhinalis Posterior 29 - Koreks Cinguli Retrosplenialis 30 -
Bagian dari korteks cinguli 31 - Korteks Cinguli Posterior Dorsal
32 - Korteks Cinguli Anterior Dorsal 34 - Korteks Entorhinalis
Anterior 35 - Korteks Perirhinalis 36 - Korteks Parahippocampalis
(di gyrus parahippocampal) 37 - Gyrus Fusiformis 38 - Area
Temporopolar 39 - Gyrus Angularis (bagian dari Area Wernicke) 40 -
Gyrus Supramarginalis (bagian dari Area Wernicke) 41, 42 - Korteks
Asosiasi Primer dan Auditorius 43 - Area subcentral 44 - Pars
Triangularis dari Area Broca 45 - Pars Opercularis dari Area Broca
46 - Korteks Prefrontalis Dorsolateral 47 - Gyrus Prefrontalis
Inferior 48 - Area Retrosubicularis 52 - Area Parainsularis
5. Penyakit yang berhubungan dengan kesemutanKebanyakan orang
pernah mengalami kesemutan kala duduk bersila terlalu lama atau
tertidur dengan tangan tertindih kepala. Kondisi ini juga terjadi
saat tekanan itu berlanjut tepat pada saraf. Namun, kesemutan akan
hilang bila tekanan sudah tidak ada lagi.Kesemutan juga bisa
menjadi indikasi dari banyak penyakit, seperti diabetes melitus,
hipertensi, saraf terjepit, gangguan aliran darah pada pembuluh
darah tepi, maupun gangguan darah. Ada kalanya pada mereka yang
belum diketahui mengidap diabetes, kesemutan dapat menjadi gejala
awal diketahuinya diabetes.Paresthesiaatau kesemutan kronis sering
merupakan simtom dari penyakit neurologis atau trauma kerusakan
saraf. Penyebabnya adalah gangguan yang memengaruhi sistem saraf
pusat seperti stroke dan stroke mini, multiple sklerosis, mielitis
transversa, dan ensefalitis.Tumor maupun lesi vaskular yang menekan
otak atau sumsum tulang juga bisa menimbulkan paresthesia. Sindrom
saraf seperti sindrom saluran carpal (CTS) bisa merusak saraf
perifer dan menyebabkan paresthesia diiringi rasa nyeri.Berikut ini
sejumlah penyakit yang ditandai oleh gejala kesemutan.1. Diabetes
melitus (DM)Pada pasien DM, kesemutan merupakan gejala kerusakan
pada pembuluh darah. Akibatnya, darah yang mengalir di ujung-ujung
saraf berkurang. Kondisi ini dapat diatasi dengan mengendalikan
kadar gula darah secara ketat, juga mengonsumsi obat seperti
gabapentin, vitamin B1 dan B12.2. StrokeKesemutan dapat jadi tanda
stroke ringan. Biasanya disebabkan sumbatan pada pembuluh darah di
otak, yang mengakibatkan kerusakan saraf setempat. Gejala lain yang
muncul: rasa kebas separuh badan, lumpuh separuh badan, buta
sebelah mata, sukar bicara, pusing, penglihatan ganda dan kabur.
Gejala berlangsung beberapa menit atau kurang dari 24 jam. Biasanya
terjadi waktu tidur atau baru bangun. Kondisi ini harus ditangani
karena bisa berkembang menjadi stroke berat.3. Penyakit
jantungKesemutan tak hanya akibat neuropati tekanan, tetapi karena
komplikasi jantung dengan sarafnya. Pada pasien jantung yang sedang
menjalani operasi pemasangan klep, terdapat bekuan darah yang
menempel. Bekuan itu bisa terbawa aliran darah ke otak, sehingga
terjadi serebral embolik. Bila sumbatan di otak mengenai daerah
yang mengatur sistem sensorik, si penderita akan merasakan
kesemutan sebelah. Jika daerah yang mengatur sistem motorik juga
terkena, kesemutan akan disertai kelumpuhan.
4. Infeksi tulang belakangIni menyebabkan bagian tubuh dari
pusar ke bawah tak dapat digerakkan. Penderita tak dapat mengontrol
buang air kecil. Buang air besar pun sulit. Penyakit ini dinamakan
mielitis (radang sumsum tulang belakang). Tingkat kesembuhan
tergantung pada kerusakannya. Bisa sembuh sebagian, tetapi ada juga
yang lumpuh.5. RematikPenyakit ini bisa menimbulkan kesemutan atau
rasa tebal. Dalam hal ini saraf terjepit akibat sendi pada engsel,
misalnya sendi pergelangan tangan, berubah bentuk. Gejala kesemutan
biasanya hilang sendiri bila rematik sembuh.6. Spasmofilia
(tetani)Gejala kesemutan juga bisa merupakan tanda penyakit
spasmofilia (tetani). Penyakit ini timbul karena kadar ion kalsium
dalam darah berkurang. Penyebabnya adalah menurunnya tegangan
karbondioksida dalam paru-paru. Gejala lain : kejang pada tungkai,
sulit tidur, emosi labil, takut, lemah, sakit kepala sebelah atau
migrain, dan hilang kesadaran.7.Guillain-barre syndromeKesemutan
bisa jadi salah satu indikasi penyakit ini. Ditandai gejala demam
tinggi, batuk, dan sesak napas. Juga diikuti rasa kesemutan dan
kebas. Kesemutan biasanya terasa di sekujur tubuh, khususnya pada
ujung jari kaki dan tangan karena virus menyerang sistem saraf
tepi.Bila keadaan itu tidak segera diatasi, serangan akan berlanjut
ke organ vital. Akibatnya, penderita merasa sesak napas dan lumpuh
di seluruh tubuh.
8. Cytomegalovirus (CMV)Ada kesemutan yang didahului flu berat.
Kesemutan akan menghebat mulai dari ujung jari, menjalar hingga ke
pusar. Penderita bisa hanya merasa kebas atau sampai sulit
berjalan, berarti sumsum tulang belakang kena radang. Ini akibat
serangan virus, biasanya cytomegalovirus.
6. Pengaruh rokok terhadap hipertensi dan kelumpuhanKonsep
Merokok
Pengertian MerokokMerokok adalah menghisap gulungan tembakau
yang dibungkus dengan kertas (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1990:
752)Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok :1
TemanBerbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak teman yang
merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah
perokok juga dan demikian sebaliknya. Dan fakta tersebut ada dua
kemungkinan yang terjadi, pertama terpengaruh oleh teman-temannya
atau bahkan teman-temannya itu terpengaruhi diri tersebut yang
akhirnya mereka semua menjadi merokok (Al Bachri,1991)
2 KepribadianOrang mencoba merokok karena alasan ingin tahu atau
ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa membebaskan
diri dari kebosanan.
3 Pengaruh iklanMelihat iklan di media massa dan elektronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang dari kejantanan
membuat seseorang sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku
seperti yang ada dalam iklan tersebut (Mari Juniarti, Buletin RSKo,
Tahun IX, 1991).Berdasarkan penelitian yang dilakukan di England,
120.000 orang meninggal akibat merokok setiap tahunnya. Dan semakin
muda seseorang mulai merokok, maka semakin besar pula kemungkinan
mereka mendapat masalah kesehatan dihari berikutnya.Akibat negatif
rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu orang baru mulai
menghisap rokok. Dalam asap rokok yang membara karena dihisap,
tembakau terbakar kurang sempurna sehingga menghasilkan karbon
monooksida, yang disamping asapnya sendiri, tar dan nekotin ( yang
terjadi dari pembakaran tembakau tersebut ) dihirup masuk kejalan
napas. Karbon monooksida, tar, nikotin berpengaruh terhadap syaraf
yang menyebabkan: Gelisah, tangan gemetar ( termor ), cita rasa
atau selera makan kurang, ibu-ibu hamil yang merokok dapat
kemungkinan keguguran kandungan.Tar dan asap rokok dapat juga
merangsang jalan napas, dan tertimbun didalamnya sehingga
menyebabkan: Batuk-batuk atau sesak napas, kanker jalan napas,
lidah, dan bibir. Nikotin merangsang bangkitnya adrenalin hormon
dari anak ginjal yang menyebabkan: Jantung berdebar-debar,
meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah. Gas
karbon monoksida juga berpengaruh negatif terhadap jalan napas.
Karbon monoksida lebih mudah terikat pada hemoglobin dari pada
oksigen. Oleh karena itu, darah yang kemasukan karbon monooksida
banyak, akan berkurang daya angkutnya bagi oksigen dan orang dapat
meninggal dunia karena keracunan karbon monoksida. Pada seorang
perokok tidak akan sampai terjadi keracunan karbon monoksida, namun
pengaruh karbon monoksida yang dihirup oleh perokok dengan sedikit
demi sedikit, dengan lambat akan berpengaruh negatif pada jalan
napas dan pembuluh darah ( hhtp: www. Astaga. Com. )Penyakit yang
ada hubungannya dengan merokok adalah penyakit yang diakibatkan
langsung oleh merokok atau yang diperburuk keadaannya karena orang
itu merokok. Penyakit menyebabkan kematian para perokok adalah:
penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner adalah penyakit
yang sangat berbahaya dibanding penyakit kanker paru. Setiap tahun
kira-kira 40.000 orang di Inggris yang berusia dibawa 65 tahun
meninggal karena serangan jantung dan sekitar tiga perempat dari
kematian ini disebabkan faktor merokok.Penelitian terhadap
kebiasaan merokok para dokter menunjukkan bahwa perokok berat
dibawa usia 45 tahun mempunyai resiko 15 kali lebih besar menderita
serangan jantung yang akan membunuh mereka dari pada orang yang
berusia sama tetapi tidak merokok, trombosis koroner. Trombosis
koroner atau serangan jantung terjadi bilamana bekuan darah menutup
salah satu pembuluh darah yang memasok jantung. Akibatnya, jantung
kekurangan darah dan kadang-kadang menghentikannya sama sekali.
Merokok membuat darah orang itu menjadi lengket dan mudah membeku.
Nikotin juga mengganggu irama jantung yang wajar dan teratur.
Itulah sebabnya kematian yang secara tiba-tiba akibat serangan
jantung tanpa peringatan lebih dulu lebih sering terjadi pada orang
yang merokok dari pada tidak merokok.Kanker.Kanker adalah penyakit
yang sel-sel di beberapa bagian tubuh tumbuh mengganda secara
tiba-tiba dan tidak berhenti. Tidak seorangpun mengetahui secara
pasti bagaimana pertumbuhan tiba-tiba menjadi ganas. Namun, kita
mengetahui bahwa jika sel-sel dibagian tubuh terangsang oleh
substansi tertentu selama jangka waktu yang lama, penyakit kanker
mulai terjadi. Substsnsi ini dikenal bersifat karsinogenik, yang
berarti menghasilkan sel kanker. Dalam tar tembakau juga terdapat
sejumlah bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Karena tar
tembakau sebagian besar terjadi di paru-paru, maka kanker paru
adalah jenis kanker yang umum disebabkan oleh merokok. Tar tembakau
dapat menyebabkan kanker bilamana ia merangsang untuk waktu yang
lama, misalnya didaerah mulut dan tenggorokan. Penyakit paru
merupakan salah satu penyakit yang sulit disembuhkan. Fakta
mengejutkan setiap 25 menit, yang meninggal di Inggris akibat
kanker paru dan sembilan dari sepuluh diantaranya adalah perokok,
bronkitis. Bronkitis adalah penyakit yang ditandai dengan
batuk-batuk karena paru-paru dan alur udara tidak mampu melepaskan
mukus yang terdapat didalamnya secara normal. Mukus adalah cairan
lengket yang terdapat dalam tabung halus, yang disebut tabung
bronkial yang terletak didalam paru-paru.
Pernyataan Leonard (1992) yaitu bahwa: walaupun kita tidak
menuliskan merokok sebagai penyebab utama tekanan darah tidak perlu
diragukan bahwa bobot bukti klinis dan laboratorium menentang
kebiasan itu karena merupakan satu faktor penyokong bagi timbulnya
tekanan darah tinggi.
7. Pemeriksaan, pencegahan dan prognosis kelumpuhanPEMERIKSAAN
NEUROLOGISEvaluasi sistem saraf dimulai saat kontak pertama
pemeriksa dengan pasien, ketika pasien belum "diperiksa" secara
formal. Bukti kemampuan fungsional pasien pada saat ini harus
dibandingkan dengan fungsi yang tercetus selama pemeriksaan fisik
formal. Pemeriksaan neurologik, yang terdiri atas anamnesis,
rangkuman gejala pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang
terkait atau serupa pada anggota keluarga pasien, akan memfokuskan
pemi-kiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik, dan menjadi
kunci penegakan diagnosis. Hubungan erat antara gejala neurologik
dan gejala penyakit medis lainnya (misal, diabetes melitus,
hipoksemia berat, hipertensi, penyakit tiroid) memerlukan evaluasi
medis yang lengkap, walaupun gejala pasien mengesankan adanya
masalah neurologis. Apabila terdapat penyakit sekunder reversibel
yang menyebabkan gejala neurologis, keadaan itu awalnya harus
diobati dan hasilnya dievaluasi sebelum mengarahkan pasien pada
pemeriksaan neurologis yang invasif dan mahal dalam pencarian
neuropatologi organik. Misalnya, status neurologis seorang berusia
tua (sensorium, koordinasi, kemampuan untuk berkomunikasi dengan
baik) dapat mengalami gangguan nyata akibat penyakit akut yang
dapat diobati seperti pneumonia atau infeksi saluran kemih. (Price,
2007)Pemeriksaan neurologis dipusatkan pada pemikiran mengapa
penderita sampai mencari bantuan medis. Informasi ini harus
diperoleh dan dicatat dengan memakai kata-kata pasien sendiri,
bukan dengan istilah diagnostik. Pembahasan rinci mengenai
pemeriksaan neurologis tidak akan dibahas dalam buku ini, sebab
pembahasan semacam itu banyak ditemukan dalam buku teks standar
neurologi. Penjelasan tentang pemeriksaan neurologis dalam buku ini
hanya akan dibahas secara ringkas untuk membantu kita mengulang
beberapa hal penting. (Price, 2007)Informasi yang penting mencakup
riwayat medis sebelumnya, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan
awitan timbulnya gejala. Bila ada, penting juga menanyakan tentang
penyakit apa saja yang pernah dialami penderita pada organ-organ
besar dalam tubuhnya. Penderita diminta memberikan keterangan
perihal rasa pusing, sakit kepala, gangguan peng-lihatan, gangguan
kandung kemih atau usus, rasa lemah, rasa baal dan nyeri. Ketika
melakukan anamnesis, perhatikan juga tingkah laku, sikap,
penam-pilan, kemampuan penderita untuk menjawab pertanyaan, serta
kemampuan untuk memusatkan pikiran. Setelah bagian pemeriksaan ini
diperoleh lengkap, dokter dapat mencari dukungan terhadap dugaan
dan temuan yang abnormal dengan meminta pasien melakukan
pemeriksaan dan tes diagnostik lanjutan. Pada beberapa kasus
gangguan neurologis (migren, neuralgia trigeminal), diagnosis
ditegakkan hanya berdasarkan pada anamnesis karena tidak ditemukan
temuan fisik yang bermakna. (Price, 2007)Pengaturan pemeriksaan
neurologis sangat penting. Mengikuti suatu urutan pemeriksaan
tertentu membuat dokter dapat mengevaluasi informasi yang ada dan
langsung memeriksa segmen selanjutnya yang belum diperiksa. Urutan
pemeriksaan ini mencakup evaluasi enam elemen utama: (1) status
mental dengan ketujuh komponennya, (2) kepala dan leher termasuk
saraf kranial, (3) fungsi motorik, (4 fungsi sensorik, (5) refleks
regangan otot, (6) refleks khusus (misal, plantaris dan glabela).
Informasi dan setiap segmen pemeriksaan dikaitkan dengan informasi
yang didapat sebelumnya sehingga menuntun pada letak proses
penyakit. (Price, 2007)A. Pemeriksaan Status dan Fungsi
MentalSecara umum, bagian pemeriksaan fungsi dan status mental
mengevaluasi fungsi korteks yang lebih tinggi termasuk kemampuan
untuk memberikan alasan, menggunakan abstraksi, membuat rencana,
dan memberikan penilaian. Pemeriksaan bicara lebih bergantung pada
modalitas daripada fungsi korteks yang lebih tinggi; tetapi karena
berhubungan erat dengan pemeriksaan bahasa, maka akan dimasukkan
dalam pembahasan mengenai pemeriksaan status mental yang
terperinci. Perubahan perilaku dan kepribadian dapat berkaitan
dengan disfungsi otak organik; oleh karena itu, perubahan ini perlu
dicetuskan dari pasien atau keluarga pasien. Dalam mengevaluasi
status mental pasien, pemeriksa harus mengetahui status sosial
ekonomi, etnis, dan pendidikan pasien. Pengetahuan umum dan
intelektual dapat dievaluasi dengan meminta pasien menyebutkan enam
negara atau sungai besar utama. Kemampuan pasien untuk mengingat
kejadian di masa lalu dapat dievaluasi dengan menanyakan mengenai
masa lalu pancjsien, tetapi hal ini sulit dinilai. Menyuruh pasien
mengulang sedikitnya enacdgtm digit dapat menilai daya ingat jangka
pendek pasien. Individu normal dapat mengingat dan mengulang tujuh
digit ke depan dan empat digit ke belakang. Informasi yang penting
diperoleh dengan mengevaluasi kemampuan pasien untuk meringkas
pemikiran dan menyamaratakan pernyataan yang konkret. Meminta
pasien menginterpretasikan ungkapan yang lazim (misal, "ada gula
ada semut") merupakan metode yang sering digunakan. (Price,
2007)KASUS 1 Lumpuh Sebelah | 1
B. Tingkat KesadaranEvaluasi tingkat kesadaran (level of
consciousness, LOC) merupakan bagian penting proses pemeriksaan
neurologis yang harus dilakukan secara cermat, dengan tingkat
ketelitian yang tinggi. Kini terdapat berbagai metode penggolongan
LOC penderita, masing-masing dengan cara yang berbeda tetapi dengan
istilah yang serupa. Apapun metode yang digunakan, kriteria yang
terpenting adalah adanya konsistensi serta pemahaman penuh terhadap
semua terminologi yang digunakan. Lebih baik menggambarkan tingkah
laku dan respons penderita dengan lengkap, daripada menggunakan
istilah yang kurang rinci dan terlalu luas jangkauannya, misalnya
letargi atau stupor. Tabel 51-1 memuat beberapa istilah yang
digunakan untuk menyatakan LOC, dan gambaran tingkah laku yang
berhubungan dengan istilah-istilah tersebut. (Price, 2007)C. Fungsi
SerebralPengetahuan mengenai fungsi setiap lobus serebral dan
gejala-gejala yang ditimbulkannya akan mem-bantu dokter dalam
memastikan defisit neurologis yang dialami penderita. Dilakukan
pengamatan ketat mengenai masalah neurologik pasien selama
pemeriksaan neurologik. Selama pemeriksaan neurologis lakukanlah
pengamatan kelainan neurologis yang dialami penderita. Tabel 51-2
memuat daftar lobus serebral dan beberapa fungsinya yang telah
diketahui. (Price, 2007)D. Pemeriksaan Bahasa dan BicaraSalah satu
fungsi terpenting hemisfer dominan adalah bicara. Hemisfer kiri
merupakan bagian dominan untuk bicara pada mereka yang menggunakan
tangan kanannya (kinan) dan pada sebagian besar orang kidal. Ada
tiga gangguan bicara yang disebabkan gangguan neurologisdisartria,
disfonia, dan afasia. (Price, 2007)Disartria merupakan gangguan
artikulasi, enumerasi, dan irama bicara akibat melemahnya otot-otot
bicara. Kelainan ini biasanya terdeteksi saat berbicara dengan
penderita tetapi dapat dipastikan dengan meminta penderita
menirukan kata atau ungkapan yang sulit seperti "metodis
episkopal." Kelemahan otot ini dapat disebabkan oleh sklerosis
amiotropik lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia gravis.
(Price, 2007)Disfonia merupakan gangguan vokalisasi sehingga suara
terdengar parau. Gangguan ini dapat dipastikan dengan meminta
penderita mengvicapkan "E" yang akan menghasilkan suara parau atau
kasar, dan dengan laringoskopi indirek. Disfonia dapat disebabkan
oleh berbagai penyebab non-neurologis. Penyebab neurologis adalah
cedera saraf rekuren laringeus dan tumor batang otak. (Price,
2007)Afasia merupakan istilah umum yang menyatakan hilangnya
kemampuan untuk memahami, mengeluarkan, dan menyatakan konsep
bicara. Afasia motorik adalah hilangnya kemampuan untuk menyatakan
pemikiran dalam percakapan ataupun tulisan, dan afasia sensorik
adalah hilangnya kemampuan untuk memahami bahasa percakapan atau
bahasa tulisan. Keadaan ini dapat dievaluasi dengan menyuruh
penderita melakukan tugas tertentu dengan perintah lisan atau
tulisan seperti, "Lipat kertas ini" dan "Tulis nama Anda". Penyebab
tersering afasia adalah gangguan serebrovaskular yang mengenai
arteria serebri media (yang mendarahi pusat bahasa dan bicara).
(Price, 2007)E. Pemeriksaan Saraf KranialTerdapat duabelas pasang
saraf kranial yang keluar dari permukaan bawah otak melalui
foramina kecil. Saraf kranial diberi nomor sesuai dengan urutan
keluarnya, yaitu dari depan ke belakang. (Price, 2007)Saraf kranial
terdiri dari serabut aferen atau eferen, dan beberapa memiliki
kedua serabut tersebut dan dikenal dengan nama serabut campuran.
Badan sel serabut aferen terdapat pada ganglia di luar batang otak,
sedangkan badan sel serabut eferen terdapat pada nuklei batang
otak. (Price, 2007)Saraf-saraf kranial tidak diperiksa menurut
urutannya, tetapi diperiksa menurut fungsinya. Berikut ini dapat
membantu menghapalkan fungsi saraf kranial sebagai motorik (M),
sensorik (S), atau keduanya (B): Some(I) Say(II) Marry(lll)
Money(W), But(V) My(VI) Brother(VU) Say(VIII) Bad(lX) Bussiness(X)
Marry(XT) Money(XII). Cara pemeriksaan saraf kranial dan beberapa
keterlibatan dalam pato-fisiologinya dibahas dalam bagian
berikutnya. (Price, 2007)a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis
I)Nervus olf aktorius menuju otak dan kemudian diolah lebih lanjut.
Dengan mata ter-tutup dan pada saat yang sama satu lubang hidung
ditutup, penderita diminta membedakan zat aromatis lemah seperti
vanila, eau de cologne, dan cengkeh. Jika dicurigai ada lesi fossa
anterior, pasien harus diuji penghidunya pada masing-masing lubang
I hidung, kemudian ditentukan apakah dapat mem-bedakan bau. Pasien
diminta untuk menunjukkan saat deteksi pertama bau dan jika mungkin
meng-identifikasi zat tersebut. Persepsi bau lebih penting daripada
identifikasi bahan yang benar. (Price, 2007)Penyakit pada hidung
(misal, sinusitis, alergi, dan infeksi saluran pernapasan atas)
merupakan penye-bab tersering hilangnya kemampuan menghidu. Tumor
pada sulkus olfaktorius (meningioma pada sulkus olfaktorius)
merupakan penyebab neurologis hilangnya penghiduan. Sumbatan hidung
harus di-hilangkan menggunakan dekongestan nasal sebelum
pemeriksaan. (Price, 2007)Anosmia dapat juga timbul setelah
meningitis, perdarahan subaraknoid, atau cedera kepala yang
mengenai serabut-serabut saraf sewaktu serabut tersebut melalui Ian
iina kribrosa. (Price, 2007)b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis
II)Nervus optikus menghantarkan impuls dari retina menuju kiasma
optikum, kemudian melalui traktus optikus menuju korteks
oksipitalis untuk dikenali dan diinterpretasikan. Saraf ini dapat
diperiksa dengan tes ketajaman penglihatan dengan menggunakan tes
Snellen. Kalau tes ini tidak tersedia, pen-derita diminta membaca
berbagai ukuran huruf pada surat kabar. Menurunnya ketajaman
penglihatan biasanya disebabkan oleh penyakit pada mata, nervus
optikus, atau kiasma optikum. Pemeriksaan lapangan pandang
penglihatan dapat memberi informasi tentang saraf optikus dan
lintasan pengli-hatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis.
Untuk tujuan yang umum sebagai bagian dari peme-riksaan neurologis,
lapang pandang dapat diperiksa secara konfrontasi dengan meminta
penderita untuk menutup salah satu matanya. Pemeriksa duduk tepat
di depan penderita yang diminta untuk melihat lurus ke depan.
Sebuah pensil atau jari digerakkan mema-suki lapangan pandang mata
yang tidak tertutup, tindakan ini dilakukan dari empat arah.
Penderita diminta untuk menyebutkan kapan pensil atau jari mulai
tampak memasuki lapang pandang. Metode ini hanya merupakan alat
skrining yang kasar. Untuk penilaian yang lebih seksama digunakan
perimeter dan layar tangen. (Price, 2007)Diskus nervi optici dapat
dilihat menggunakan oftalmoskop. Secara neurologis, dua hal yang
paling sering ditemukan adalah papil edema dan atrofi ner-vus
optikus. Perubahan pada papila terjadi pada rumor, infeksi, dan
trauma. Perubahan lain yang dapat dilihat adalah eksudat,
perdarahan, dan kelainan arteriovenosa yang berhubungan dengan
diabetes dan hipertensi. (Price, 2007)c. Nervus Okulomotorius,
Troklearis, dan Abdusens (Nervus Kranialis III, IV, dan VI)Ketiga
saraf ini diperiksa bersamaan, karena ketiga-nyabekerja
samamengatur otot-otot ekstraokular (ex-traocular muscles, EOM).
Selain itu, saraf okulomotorius juga berfungsi mengangkat kelopak
mata atas dan mempersarafi otot konstriktor yang meng-ubah ukuran
pupil. Persarafan EOM diperiksa dengan menyuruh penderita mengikuti
gerakan tangan atau pensil dengan mata bergerak ke atas, ke bawah,
medial, dan lateral. Kelemahan otot diketahui bila mata tidak dapat
mengikuti gerakan pada arah tertentu. (Price, 2007)Pupil diperiksa
dengan cahaya agak redup dan harus sama bulat dan sama besarnya,
meskipun sekitar 20-25 persen pupil manusia memang tidak sama
ukurannya (anisokor). Namun perbedaan ini jarang melebihi 1 mm.
Kedua pupil harus bereaksi secara langsung dan konsensual terhadap
cahaya. (Price, 2007)Pupil perlu dicatat ukurannya dalam satuan
milimeter (mm), untuk menjamin status neurologis penderita dengan
teliti. Tindakan ini penting untuk evaluasi penderita yang baru
mengalami cedera kepala. (Price, 2007)
Nukleus nervus okulomotorius dan troklearis terletak pada
mesensefalon. Nuklei nervus abdusens terletak di dasar ventrikel
keempat pada bagian bawah pons, dan letaknya dekat dengan
serabut-serabut nukleus nervus fasialis. (Price, 2007)Miastenia
gravis merupakan penyebab penting kelemahan p'ada lebih dari satu
otot dan ptosis. Sindrom Horner terdiri dari ptosis kelopak mata,
konstriksi pupil, dan bagian wajah yang sama tidak dapat
mengeluarkan keringat. Hal ini mungkin disebabkan oleh lesi
vaskular di batang otak, cedera dan tumor di daerah servikal medula
spinalis, trauma yang mengenai serabut simpatis pada leher, atau
mungkin merupakan efek samping sementara dari angiografi serebral.
(Price, 2007)Nistagmus horisontal (mata bergoyang cepat ke arah
lateral), merupakan tanda neurologis yang penting. Keadaan ini
biasanya terlihat bila orang melirik ke arah lateral secara
berlebih. Nistagmus dapat terjadi pada sembarang arah dan dapat
bersifat unilateral atau bilateral. Penyebab neurologis adalah
skerosis multipel, lesi pada salah satu hemisferium serebeli, dan
tumor pada salah satu sisi otak. Penyebab non-neurologis antara
lain penggunaan barbiturat dan obat-obat penenang. (Price, 2007)d.
Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)Nervus trigeminus membawa
serabut motorik mau-pun sensorik dan memberi persarafan ke otot
tempo-ralis dan maseter, yang merupakan otot-otot pengunyah. Bagian
motorik saraf ini diperiksa dengan meminta penderita mengatupkan
gigi dan menggerakkan rahang ke samping sementara peme-riksa meraba
otot dan menilai kekuatan kontraksinya. (Price,
2007)Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga
cabang utama: nervus oftalmikus, maksi-laris, dan mandibularis
(Gbr. 51^1). Untuk menilai daerah sensorik yang hilang,
masing-masing daerah diperiksa dengan meminta penderita berespons
terhadap sentuhan kapas. Refleks kornea diperiksa pada setiap
matasepotong kapas yang ujungnya dibuat runcing disentuhkan pada
kornea, sehingga penderita akan mengedipkan mata. (Price,
2007)Tumor pada bagian fosa posterior menyebabkan hilangnya refleks
kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini. Gangguan
nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal
atau tic douloureux, yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat
sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus
trigeminus. Miastenia gravis dan sklerosis amiotropik lateral dapat
menyebabkan kelemahan otot-otot pengunyah, dan cepat "elah sehingga
menyebabkan kesulitan mengunyah, bahkan terkadang tak dapat
mengunyah sama sekali. (Price, 2007)e. Nervus Fasialis (Nervus
Kranialis VII)Saraf ini mempunyai fungsi sensorik maupun fungsi
jtorik. Saraf ini membawa serabut sensorik yang lantar persepsi
pengecapan bagian anterior , dan serabut motorik yang mempersarafi
semua lekspresi wajah, termasuk tersenyum, mengerutkan dahi, dan
menyeringai. Bagian motorik nervus fasialis dapat dinilai dengan
menyuruh penderita melakukan berbagai gerakan wajah dan
memperhatikan cara bicara penderita. Kelemahan otot wajah akan
tampak karena timbulnya lipatan nasolabial mendatar, salah satu
sisi mulut turun ke bawah dan penurunan kelopak mata bawah. Sensasi
pengecapan dapat dinilai dengan meminta penderita membedakan rasa
manis, asam, dan asin yang dioleskan pada lidahnya. Nervus
kranialis IX, saraf glosofaringeus membawa rasa pahit. Rasa pahit
hanya dapat diterima oleh bagian posterior lidah saja. Kenyataan
ini penting diingat saat memeriksa sensasi rasa pahit. (Price,
2007)Nukleus nervus fasialis terletak di bagian lateral bawah pons
sehingga lesi di daerah batang otak sering menimbulkan disfungsi
nervus fasialis. Nervus fasialis masuk ke tulang temporal dan
letaknya dekat dengan telinga tengah sehingga saraf ini mudah
terkena trauma fraktur dasar tengkorak dan tulang temporal akibat
pembedahan atau akibat penyakit-penyakit telinga. Gangguan lain
yang dapat mengakibatkan kelemahan saraf fasialis adalah miastenia
gravis dan sindrom Guillain-Barre. Bell's palsy merupakan paralisis
saraf (CN VII) yang paling sering ditemukan. (Price, 2007)f. Nervus
Vestibulokoklearis (Nervus Kranialis VIII)Saraf vestibulokoklearis
berfungsi mempertahankan keseimbangan dan menghantarkan impuls yang
me-mungkinkan seseorang mendengar. Mempertahankan keseimbangan
merupakan fungsi bagian vesti-bularis, sedangkan bagian koklearis
memperantarai pendengaran. Bagian koklearis dapat diperiksa dengan
memperhatikan kemampuan penderita mendengar bisikan dari jarak
sekitar 2 kaki. Cara pemerik-saan lain dilakukan dengan menggunakan
garpu tala, yang dapat membedakan tuli hantaran dan tuli saraf.
Orang dengan pendengaran normal akan mendengar suara garpu tala
yang ditempatkan di garis tengah kepala atau garis tengah dahi,
sama kerasnya pada kedua telinga. Selain itu, suara garpu tala
lebih baik terdengar melalui hantaran udara dibandingkan dengan
hantaran tulang. Dalam keadaan normal garpu tala terdengar dua kali
lebih lama melalui hantaran udara. Dua tes pendengaran dengan garpu
tala adalah tes Rinne dan Weber. Pada tes Rinne, garpu tala yang
bergetar ditempelkan pada prosesus mastoideus; bila penderita
memberi isyarat bahwa getaran itu sudah tidak terdengar lagi, maka
garpu tala dipindahkan di dekat telinga. Kalau penderita sekarang
dapat mendengar lagi suara getaran, cabang oftalmikus Digastrikus
Milohioide hantaran udara (AC) lebih baik dari hantaran tulang
(BC). Keadaan ininormal dan disebut Rinne "positif." Rinne
"negatif" adalah petunjuk bahwa penderita mengalami tuli hantaran
karena penyakit telinga tengah. Tes Weber dilakukan dengan
menempatkan garpu tala yarig bergetar di atas kepala, dahi, afau
pada gigi depan atas. Penderita diminta untuk menye-butkan telinga
mana yang mendengar suara paling keras. Dalam keadaan normal suara
akan terdengar sama keras baik pada telinga kiri maupun kanan. Bila
suara terdengar lebih keras pada salah satu sisi, mungkin
menunjukkan adanya ketulian. Bila penderita mengalami tuli
hantaran, suara terdengar lebih jelas pada telinga yang tuli,
sedangkan pada tuli saraf suara terdengar lebih jelas pada telinga
yang sehat. Bila ditemukan kelainan, harus dilakukan pemerik-saan
auiiometri lengkap. Disfungsi akut bagian vestibularis saraf
vesti-bulokoklearis bermanifestasi sebagai vertigo, mual, muntah
dan ataksia. Skrining untuk mengetahui gangguan ini dilakukan
dengan tes kalori dingin (tes refleks okulovestibularis). Tes ini
dilakukan dengan posisi penderita menengadah. Pada telinga
dimasukkan air es (5 ml). Respons normal terhadap rangsang ini
adalah timbulnya nistagmus pada kedua mata, vertigo, mual dan
muntah. Bila reaksinya lemah atau tidak ada reaksi sama sekali,
menunjukkan kelainan pada saraf vestibularis. Pada pasien koma, uji
tersebut dilakukan untuk menentukan apakah batang otak intak.
Dengan batang otak dan nervus vestibularis yang intak, mata akan
berdeviasi secara konjugat ke arah telinga yang diirigasi. Refleks
negatif biasanya menunjukkan disfungsi batang otak atau lesi yang
mengenai otot eksixaokular. Pada penyakit Meniere terjadi dilatasi
saluran endolimf pada koklea yang akhirnya menyebabkan atrofi
mekanisme pendengaran sehingga penderita mengalami vertigo,
tinitus, dan tuli pada telinga yang terserang. (Price, 2007)Saraf
vestibulokoklearis meninggalkan batang otak dan berjalan bersama
dengan saraf fasialis. Seperti saraf fasialis, saraf ini juga mudah
mengalami kerusakan akibat fraktur dasar tengkorak dan tulang
temporal. Kerusakan saraf ini juga dapat terjadi akibat sumbatan
vaskular dan tumor batang otak. (Price, 2007)g. Nervus
Glosofaringeus dan Nervus Vagus (Nervus Kranialis IX dan X)Nervus
glosofaringeus dan nervus vagus berhubung-an erat secara anatomi
dan fisiologi serta diperiksa >ecara bersamaan. Nervus
glosofaringeus memiliki ragian sensorik yang menghantarkan
pengecapan ragian posterior lidah, mempersarafi sinus karotikus dan
korpus karotikus, serta memberi sensasi faring. Bagian motorik
mempersarafi dinding posterior faring. Nervus vagus mempersarafi
semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari
dinding usus, jantung, dan paru. Secara klinis tidak mungkin
dilakukan pemeriksaan semua fungsi ini; oieh karena itu penilaian
nervus vagus ditujukan pada evaluasi fungsi motorik palatum,
faring, dan laring. (Price, 2007)Langkah pertama evaluasi nervus
glosofaringeus dan nervus vagus adalah pemeriksaan palatum mole.
Palatum mole harus simetris dan tidak berdeviasi ke jatu sisi. Bila
penderita mengucapkan kata "ah", palatum mole harus terangkat
secara simetris. Jika hendak menimbulkan refleks muntah, sentuh
dinding posterior faring sehingga palatum akan terangkat dan
lot-otot faring berkontraksi. Refleks menelan penderita diperiksa
dengan memperhatikan reaksi penderita waktu minum segelas air.
Diperhatikan apakah penderita kesulitan menelan atau apakah terjadi
rcgurgitasi cairan melalui hidung yang merupakan petunjuk adanya
kelemahan palatum mole dan ketidakmampuan menu tup nasof aring
waktu menelan. laringoskopi indirek dilakukan bila penderita
mengeluh gangguan suara atau suara parau. Pita suara dapat dilihat
apakah terjadi paresis atau lesi. Lesi bilateral dapat menyebabkan
gangguan menelan hebat dan gangguan kemampuan mobilisasi sekret.
(Price, 2007)Nervus glosofaringeus dan nervus vagus meninggalkan
tengkorak melalui foramen jugulare bersama-sama dengan vena
jugularis interna. OJeh karena itu, trauma atau tumor di sekitar
daerah ini akan merigenai struktur-struktur tersebut. Nervus
rekuren laringeus, suatu cabang nervus vagus yang mempersarafi
laring mudah mengalami cedera waktu pembedahan leher karena
letaknya dekat kelenjar tiroid. Sklerosis lateral amiotropik dan
miastenia gravis sering menyebabkan kelemahan otot-otot yang
dipersarafi nervus glosofaringeus dan nervus vagus. (Price, 2007)h.
Nervus Asesorius (Nervus Kranialis XI)Nervus asesorius adalah
nervus motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas otot trapezius. Otot-otot ini berfvingsi melakukan
fleksi leher. Otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala
ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat.
(Price, 2007)Fungsi saraf asesorius dinilai dengan memperhatikan
adanya atrofi otot sternokleido-mastoideus dan trapezius dan
menilai kekuatan otot-otot tersebut. Untuk menguji kekuatan otot
sternokleidomastoideus, penderita diminta untuk memutar kepala ke
salah satu bahu dan berusaha melawan usaha peme-riksa untuk
menggerakkan kepala ke arah bahu yang berlawanan. Kekuatan otot
sternokleidomastoideus pada sisi yang berlawanan dapat dievaluasi
dengan mengulang tes ini pada sisi yang berlawanan. Otot trapezius
dinilai dengan meminta penderita meng-angkat bahu sementara
pemeriksa berusaha menekan ke bawah. Kemudian penderita diminta
mengangkat kedua lengannya ke arah vertikal. Penderita yang
memiliki otot trapezius yang lemah tidak dapat melakukan perintah
tersebut. (Price, 2007)Saraf asesorius terletak dekat dengan nervus
glosofaringeus dan nervus vagus. Tumor yang menyerang saraf-saraf
ini seringkali memengaruhi nervus asesorius juga. Badan sel nervus
asesorius terletak di bagian atas medula spinalis setinggi Cl
sampai C5 dan mendapat persarafan dari kedua hemisferium serebri.
Lesi unilateral sedikit atau sama sekali tidak memengaruhi kedua
otot yang dipersarafi oleh saraf ini. Penyebab tersering disfungsi
saraf asesorius adalah cedera leher, dengan cedera lang-sung pada
akson atau badan sel nervus kranialis. (Price, 2007)i. Nervus
Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)Nervus hipoglosus mempersarafi
otot-otot lidah. Fungsi lidah yang normal sangat penting untuk
fungsi bicara dan menelan. Kelemahan ringan bilateral menyebabkan
penderita mengalami kesulitan mengucapkan konsonan dan menelan.
Beberapa kelemahan bilateral yang hebat menyebabkan penderita
hampir tidak dapat berbicara dan menelan. (Price, 2007)Pemeriksaan
lidah mencakup ada tidaknya asimetris, deviasi ke satu sisi, dan
fasikulasi. Mula-mula pemeriksaan dilakukan dalam mulut dengan
lidah dalam keadaan istirahat, kemudian dilanjutkan dengan lidah
terjulur. Kekuatan otot dievaluasi dengan meminta penderita
mendorong kedua pipi-nya dengan lidah, sementara pemeriksa berusaha
melawan gerakan ini dengan menekan pipi penderita. (Price,
2007)Nuklei nervus hipoglosus terletak dalam medula di bawah dasar
ventrikel keempat dan mendapat persarafan dari kedua hemisfer.
Cedera leher dapat menyebabkan kelemahan lidah unilateral disertai
atrofi dan fasikulasi. Tumor pada dasar fosa posterior dekat
foramen magnum dapat mengakibatkan para-lisis ipsilateral pada
lidah. Sklerosis lateral amio-tropik dan miastenia gravis dapat
menyebabkan kelemahan bilateral. (Price, 2007)
F. Pemeriksaan Fungsi MotorikKinerja motorik bergantung pada
otot yang utuh, hubungan neuromuskular yang fungsional, dan traktus
nervus kranialis dan spinalis yang utuh. Untuk dapat memahami
bagaimana sistem saraf mengkoordinasi aktivitas otot, pertama-tama
kita harus dapat membedakan antara neuron motorik atas (upper motor
neuron, UMN) dan neuron motorik bawah (lower motor neuron, LMN).
(Price, 2007)UMN berasal dari korteks serebri dan menjulur ke
bawah, satu bagian (traktus kortikobulbaris) berakhir pada batang
otak sedangkan yang lainnya (traktus kortikospinalis) menyilang
bagian bawah medula oblongata dan terus turun ke dalam medula
spinalis. Nuklei nervus kranialis merupakan ujung akhir traktus
kortikobulbaris. Traktus kortikospinalis berakhir di daerah kornu
anterior medula spinalis servikal sampai sakral. Serabut-serabut
kortikospinalis yang melalui piramid medula oblongata membentuk
traktus piramidalis. Serabut-serabut saraf dalam traktus
kortikospinalis merupakan penyalur gerakan voluntar, terutama
gerakan halus, disadari, dan mempunyai ciri tersendiri. (Price,
2007)LMN mencakup sel-sel motorik nuklei nervus kranialis dan
aksonnya serta sel-sel kornu anterior medula spinalis dan aksonnya.
Serabut-serabut motorik keluar melalui radiks anterior atau motorik
medula spinalis, dan mempersarafi otot-otot. (Price, 2007)Lesi pada
UMN dan LMN menyebabkan perubahan-perubahan khas pada respons otot.
Pengetahuan mengenai perbedaan kelemahan otot akan mempermudah
menentukan letak lesi neurologis tersebut. (Price, 2007)G.
Coordinasi dan Gaya Berjalan (Gait)Berbagai kerusakan sistem
motorik pada tiap ting-katan dapat mengganggu koprdinasi. Tanda
yang paling jelas adalah tidak adanya koordinasi gerakan penderita,
gangguan semacam ini secara umum menunjukkan adanya masalah pada
fungsi serebelar dan interupsi traktus kortikospinalis. Tes untuk
mengetahui adanya gangguan koordinasi mencakup jalan tandem
(penderita disuruh berjalan pada satu garis dengan tumit
ditempelkan pada ujung jari kaki yang lain), kemampuan penderita
untuk meniru gerakan sederhana yang cepat (memukulkan telapak
tangan dan punggung tangan pada lutut secara bergantian), dan
kemampuan penderita untuk menem-patkan tumit kaki kanan pada lutut
kiri kemudian menggeserkan tumit kanannya tersebut ke bawah
sepanjang bagian depan tungkai kiri, dan kemudian lakukan juga
secara sebaliknya. Gangguan serebelar menyebabkan gerakan ini
menjadi lambat, tidak ritmik, dan tidak akurat. (Price, 2007)Gaya
berjalan {gait) dapat dinilai dengan meminta penderita berjalan.
Harus diingat bahwa sebagian besar orang akan berjalan
perlahan-lahan dan hati-hati ketika sedang diamati, pemeriksa harus
memper-hatikan ayunan lengan yang berkurang, hemiplegia, rigiditas,
hilangnya gerakan terkoordinasi, tremor, dan/atau apraksia
(langkah. lambat, diseret, ke-sulitan mengangkat kaki dari lantai),
atau kombinasi dari semua karakteristik ini. Penderita gangguan
serebelar berjalan dengan jarak kedua kaki relatif jauh dan
cenderung sempoyongan ke lateral. Gaya berjalan yang lambat,
langkah kecil diseret, dan ayunan lengan berkurang merupakan ciri
khas penderita Parkinson. (Price, 2007)H. Tonus dan Kekuatan
OtotTonus otot, yaitu resistensi yang terdeteksi oleh pemeriksa
saat menggerakkan sendi secara pasif, sering-kali terganggu jika
terdapat gangguan sistem saraf. Gangguan UMN meningkatkan tonus
otot, sedangkan gangguan LMN menurunkan tonus otot. Beberapa
perubahan tonus otot yang sering terjadi pada gangguan neurologis
tercantum dalam. (Price, 2007)I. Fungsi SensorikSistem sensorik
berperan penting dalam hantaran informasi ke sistem saraf pusat
mengenai lingkungan sekitarnya. Pada waktu memeriksa sistem
sensorik, empat daerah yang diperiksa adalah: (1) sensasi taktil
superfisial (mencakup nyeri, suhu, dan raba); (2) indera
proprioseptik yang merupakan sensasi gerakan atau posisi; (3)
sensasi getar, dan (4) fungsi sensorik kortikal. Pola defisit
sensorik membantu menegakkan diagnosis lesi hemisferium serebri,
batang otak, medula spinalis, radiks saraf, serta saraf perifer
tunggal maupun multipel. (Price, 2007)Persepsi nyeri dan suhu
dihantarkan oleh serabut-serabut saraf menuju ganglia radiks
dorsalis tempat terletaknya nuklei serabut-serabut saraf tersebut.
Sesudah bersinaps dalam kornu dorsalis, serabut itu akan menyilang
garis tengah dan masuk ke traktus spinotalamikus lateralis
kontralateral. Traktus ini berjalan ke atas melalui medula
spinalis, medula ob-longata, pons, mesensefalon, dan berakhir pada
talamus. Talamus berfungsi sebagai stasiun penyam-pai (relay) yang
menghantarkan impuls munuju korteks sensorik untuk diinterpretasi.
Sensasi raba sederhana dihantarkan oleh traktus spinotalamikus
ventralis. Lesi pada traktus spinotalamikus lateralis akan
mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu pada tubuh
kontralateral di bawah lesi. Lesi pada radiks saraf dan safaf
perifer mengganggu persepsi raba. (Price, 2007)Serabut-serabut yang
menghantarkan sensasi posisi, getar, dan raba yang memerlukan
lokalisasi yang tinggi seperti stereognosis, grafestesia dan
diskriminasi dua titik, masuk ke dalam medula spinalis dan
berlanjut lewat sistem kolumna dorsalis. Berjalan ke atas menuju
medula oblongata bawah, tempat bersinaps dan menyilang garis
tengah, kemudian serabut-serabut ini berjalan ke atas sebagai
lemniskus medialis dan berakhir pada talamus. Korteks parie-talis
dapat membedakan dan menerima sensasi halus ini. (Price,
2007)Secara teoretis, lesi pada radiks dorsalis akan menim-bulkan
hilangnya sensasi pada daerah yang dipersarafi oleh radiks
tersebut. Namun demikian, per-sarafan ini banyak yang tumpang
tindih sehingga gambaran klinisnya seringkali membingungkan.
(Price, 2007)Uji sensorik dilakukan dengan mata penderita ditutup,
yaitu dengan menggunakan sedikit kapas untuk memeriksa sensasi
raba, peniti untuk meme-riksa sensasi nyeri superfisial, dan
pemeriksaan dengan tabung yang berisi air panas dan air dingin
untuk memeriksa sensasi suhu. Sensasi proprioseptif, posisi, dan
gerakan mula-mula dievaluasi pada sendi-sendi distal. Bila
proprioseptif pada sendi distal normal, tidak perlu pemeriksaan
sendi proksimal. Falang distal salah satu jari penderita kita
pegang, lalu perlahan-lahan digerakan ke atas dan ke bawah,
sementara penderita diminta menyebutkan gerakan falang tersebut.
(Price, 2007)Normalnya, seseorang dapat berdiri dengan kedua kaki
rapat tanpa hilang keseimbangan atau bergoyang-goyang baik dengan
mata terbuka mau-pun tertutup. Tanda Romberg terlihat dengan
ketidak-seimbangan nyata dengan mata tertutup. Tanda ini timbul
pada keadaan hilangnya sensorik karena seseorang dengan kelainan
proprioseptif seringkali dapat menggunakan orientasi penglihatan
untuk mengkompensasi hilangnya sensasi posisi tetapi kehilangan
kemampuan kompensasi tersebut ketika menutup mata. Perlu
diperhatikan bahwa tanda Romberg tidak terlihat pada penderita
gangguan serebelum karena ataksianya tidak bergantung pada
proprioseptif sehingga tidak dikompensasi oleh orientasi
penglihatan: oleh karena itu, pasien akan bergoyang dan hilang
keseimbangan dengan mata terbuka maupun menutup. (Price, 2007)J.
Prosedur InvasifSebagai pelengkap anamnesis dan pemeriksaan
neurologis, seorang dokter dapat pula melakukan beberapa tes
diagnostik untuk membantu menentu-kan letak dan menjelaskan
gangguan neurologik. Tes-tes semacam ini akan membantu pemeriksa
untuk mendiagnosis penyakit tetapi bukan sebagai pengganti
pemeriksaan neurologis. (Price, 2007)Angiografi serebral digunakan
untuk mengidentifikasi dan menentukan letak kelainan
serebrovaskular. Suatu medium kontras disuntikkan ke dalam arteria
karotis, femoralis, atau brakialis dan kemudian di-lakukan
serangkaian foto radiograf serebrovaskular. Media kontras yang
paling sering digunakan mengandung senyawa yodium, yang berpotensi
membangkitkan reaksi alergi; oleh karenanya, semua pasien harus
menjalani skrining alergi yodium dan kerang. Pasien juga harus
segera melapor bila timbul gejala-gejala alergi seperti gatal,
palpitasi, sesak napas, pusing, atau gangguan saluran cerna selama
dilakukan tes dan beberapa saat sesudahnya. Pemeriksaan tanda vital
dan pemeriksaan neurologis harus dilakukan dalam perawatan pasca
angiografi. Angiografi subtraksi digital adalah suatu tipe
angiografi yang menggabungkan radiografi dan teknik komputerisasi
untuk memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan
jaringan lunak di sekitarnya. Komputer dapat meredam struktur lain
yang mengganggu gambaran radiografi. Tes ini terutama dilakukan
untuk melihat aliran darah di otak dan mendeteksi adanya aneurisma,
tumor, dan hematom. Tindakan pencegahan yang sama terhadap alergi
yodium juga harus dilakukan pada prosedur ini. (Price, 2007)Scan
otak dengan radioisotop sangat bermanfaat untuk mendiagnosis adanya
suatu massa, lesi vaskular dan iskemia, atau daerah otak yang
meng-alami infark. Setelah suntikan pada vena dengan suatu
radionuklida, dilakukan pengambilan radiografi sewaktu radioisotop
melewati otak. (Price, 2007)Elektromiografi digunakan untuk
membedakan penyakit otot dari gangguan neurologis. Untuk tes ini,
beberapa jarum diletakkan pada otot kemudian dilakukan pencatatan
sewaktu istirahat dan kontraksi. Prosedur ini terasa sangat nyeri
untuk beberapa pasien dan mungkin diperlukan analgesik
pasca-prosedur. (Price, 2007)Pemeriksaan hantaran saraf
menyempurnakan pemeriksaan elektromiografi (EMG), membantu
pemeriksa untuk mengevaluasi keberadaan dan luasnya patologi saraf
perifer. Pemeriksaan hantaran men-catat respons listrik otot
terhadap rangsangan ke saraf motoriknya pada dua titik atau lebih
di sepan-jang jalurnya menuju otot. Pemeriksaan hantaran saraf
sensorik menentukan kecepatan hantaran dan amplitudo potensial aksi
dalam serabut sensorik dengan merangsang serabut pada satu titik
dan me-rekam responsnyapada titik lain di sepanjang akson saraf.
Pemeriksaan hantaran saraf sangat berguna dalam membedakan antara
gangguan demielinasi dari denervasi dengan hilangnya akson dan
dalam mendiagnosis gangguan hantaran neuromuskular. Pemeriksaan ini
juga dapat membantu membedakan antara menoneuropati dan
polineuropati. (Price, 2007)Pungsi lumbal (LP) dilakukan untuk
mengukur tekanan cairan serebrospinal dan mengambil contoh cairan
untuk pemeriksaan laboratorium. Meningitis dan ensefalitis
merupakan indikasi utama tindakan LP. LP juga merupakan tindakan
rutin pada bayi dan anak sepsis. Umumnya, LP merupakan
kontraindi-kasi bila terdapat tanda peningkatan tekanan
intra-kranial karena penurunan tekanan yang sangat cepat setelah.
pembuangan CSF dapat menyebabkan herniasi struktur otak ke dalam
foramen magnum. (Price, 2007)Kontraindikasi lainnya adalah lesi
massa intra-kranial, papiledem, perdarahan yang tidak terkoreksi,
dan curiga penekanan medula spinalis. Penderita diminta untuk tidur
pada salah satu sisi tubuhnya dengan posisi lutut menyentuh dada
{knee chest). ' Daerah di sekitar lumbal ketiga dan keempat
dibersih-kan dengan larutan povidon-yodium dan dianestesi dengan
larutan lidokain. Masukkan jarum spinal dan pasang manometer untuk
mengukur tekanan; bahan pemeriksaan dikumpulkan dalam tabung yang
sudah diberi nomor. Setelah semua bahan terkumpul, jarum dicabut
dan tempat bekas tusukan ditutup dengan plester. Penderita harus
berbaring terlentang mendatar selama beberapa jam dan dianjurkan
untuk minurn. Setelah prosedur ini sering timbul sakit kepala.
(Price, 2007)K. Pemeriksaan Non-invasifPotensial yang dicetuskan
oleh rangsangan sensorik (visual, auditorik, listrik) diterapkan
pada sistem saraf pusat atau perifer dan direkam melalui elektroda
yang diletakkan pada kulit. Oleh karena itu, potensial yang
dicetuskan memiliki amplitudo yang sangat rendah sehingga hanya
dapat direkam dengan menghitung nilai rata-rata resppns terhadap
berbagai rangsangan. rangsangan sensorik yang berbeda menghantarkan
lintasan yang dapat diperkirakan dan menghasilkan potensial yang
berbeda sehingga pemeriksaan ini bermanf aat untuk menentukan letak
lesi. Pemeriksaan ini lazim dilakukan pada kasus kecurigaan
sklerosis multipel dan dapat mendeteksi lesi subklinis. Selain itu,
juga sering digunakan dalam pemantauan selama operasi, dan dalam
menilai fungsi nervus kranialis pada pasien koma. Yang paling
sering digunakan adalah potensial yang dicetuskan oleh
somatosensorik (somatosensory evoked potentials, SSEP), potensial
yang dicetuskan oleh visual (visual evoked potentials, VEP), dan
potensial yang dicetuskan oleh auditorik batang otak (brainstem
auditory evoked potentials, BAEP). (Price, 2007)CT scan berguna
untuk mendiagnosis dan memantau lesi intrakranial atau mengevaluasi
dan menentukan luasnya cedera neurologis. Radiogram dilakukan
dengan komputer setiap interval 1 derajat dalam suatu busur sebesar
180 derajat. Penelitian yang lebih lengkap dapat dilakukan dengan
menyuntikkan bahan kontras ke dalam pembuluh darah. Setiap kali
menggunakan media kontras, harus dilakukan te's alergi sebelumnya.
CT scan telah dapat menggantikan echoensefalografi dan memiliki
kemampuan diagnostik yang jauh lebih lengkap. (Price, 2007)MRI
(Magnetic Resonance Imaging) menggunakan medan magnet kuat dan
frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang
dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang
berguna dalam mendiagnosis tumor, infark, dan kelainan pada
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh
radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluhkan
klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur ini.
(Price, 2007)EEG (Elektroensefalogram) mengukur aktivitas listrik
lapisan superfisial korteks serebri melalu elektroda yang dipasang
di luar tulang tengkorak pasien. 'Walaupun terdapat beberapa teknik
baru untuk mengevaluasi kelainan SSP, EEG masih digunakan karena
bersifat non-invasif dan merupakan salah satu dari beberapa
pemeriksaan diagnostik yang mengukur waktu sebenarnya dari
aktivitas otak bukan perubahan anatomi yang telah ada sebelumnya.
Pola gelombang mencerminkan intensitas dan jenis potensial listrik
yang dihasilkan oleh aktivitas neuronal dalam otak. Pola gelombang
normal diberi label menurut karakteristik amplitudo dan frekuensi
dan disebut delta, theta, alpha, dan beta. Pola gelombang EEG
dipengaruhi oleh kedalaman tidur, peng-gunaan obat, penyakit, dan
penuaan. EEG hanya memberikan contoh pendek dari aktivitas otak (30
menit hingga 1 jam) dan aktivitas kejang dan lonjakan hanya terjadi
secara sporadis sehingga EEG normal tidak menyingkirkan gangguan
kejang. (Price, 2007)ENG (Elektronistagmogram) merupakan
pemeriksaan elektrofisiologik fungsi vestibularis yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis gangguan system saraf pusat.
Pemeriksaan ini mengatur adanya nistagmus (gerakan mata horisontal
cepat dan involunter) yang diinduksi oleh rangsangan sistem
vestibularis. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan
tetapi tidak membahayakan pasien. ENG dilakukan dengan memasukkan
air atau udara bersuhu berbeda ke dalam saluran telinga bagian luar
yang merangsan kanalis semisirkularis dan merekam aktivitas listrik
yang dihasilkan oleh gerakan otot mata involunter. (Price,
2007)
8. Algoritma UGMRancangan penelitian ini adalah
observasionalprospektif (observational-prospective study) . Teknik
penpmbilan sampel adalah dengan cara berurutan (consecutive
sampling). JumJah sampel penelitian ini adalah sebanyak 229
penderita stroke, yang berasal dari RSUP Dr. Sardjito, RS PKU
Muhammadiyah, dan RS Babarsari Yogyakarta. Penelitian berjangsung
dari tanggal 16 Desember 1989 sampai dengan 15 November 1991.Subyek
yang termasuk dalam kriteria penelitian ialah (1) stroke perdarahan
intraserebral semua umur, laki-laki, dan perempuan, (2) stroke
iskemrik akut atau stroke infark seimia umur, laki-laki, dan
perempuan.Subyek yang tidak termasuk dalam kriteria penelitian
ialah (1) stroke perdarahan subarakh-noid dan (2) stroke sekunder
yang discbabkan oleh karena trauma atau tumor otak, dan (3)
gang-guan pcredaran otak sepintas.Variabel yang diteliti meliputi
(1) stroke (diagnosis klinis), (2) stroke perdarahan intra-serebral
(diagnosis klinis), (3) stroke iskemik akut atau stroke infark
(diagnosis klinis), (4) stroke perdarahan intraserebral (diagnosis
CTScan kepaia), (5) stroke iskemik akut atau stroke infark
(diagnosis CTScan kepaia), (6) hemi-defisit motorik, (7) penurunan
kesadaran yang terdiri dari koma, stupor, dan somnolen, (8)
kesadaran normal, (9) nyeri kepaia pada saat se-rangan dan seteiah
serangan, (10) muntah pada saat serangan dan seteiah serangan, (11)
riwayat hipertensi, (12) riwayat penyakit jantung, (13) riwayat
penyakit kencing manis, (14) aktivitas fisik, (15) hipertensi waktu
pemeriksaan pada saat serangan stroke, dan (16) refleks
Babinski.Analisis data penelitian ini terdiri dari 6 tahapan. Tahap
pertama adalah menghitung reliabilitas instrumen formulir A
(kuesioner dan pemeriksaan fisik) dan reliabilitas mstrumen B
(hasil bacaan CT-Scan kepaia).Reliabilitas kuesioner (anamnesis)
dan pemeriksaan klinis penderita stroke dilakukan dengan
penghitungan kesempatan (interobserver agreement) dan 2 orang
dokter spesialis saraf tentang keluhan nyeri kepaia dan muntah
sesaat sebelum, sewaktu dan setelah serangan stroke, penurunan
kesadaran, riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung, riwayat
kencing manis, aktivitas fisik sebelum serangan stroke, hipertensi
waktu pemeriksaan dan diagnosis klinis jenis patologi
stroke.Reliabilitas pembacaan hasil CTScan kepaia dilakukan dengan
penghitungan kesepakatan pengamatan dari 2 orang dokter spesialis
radio-logi tentang pembacaan hasil pemeriksaan CTScan kepaia
penderita stroke.Tahap kedua adalah menghitung sensitivitas,
spesifisitas, akurasi, nilai duga positif, nilai duga negatif,
rasio kecenderungan positif, dan rasio kecenderungan negatif dari
masing-masing variabel yang dapat membedakan stroke perdarahan
intraserebral dengan stroke iskemik akut atau stroke infark.Tahap
ketiga adalah menghitung kebermakna-an hubungan masing-masing
variabel tersebut dengan stroke perdarahan intraserebral.Tahap
keempat adaJah menghitung sensitivitas, spesifisitas, akurasi,
nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kecenderungan
positif, dan rasio kecenderungan negatif dari tes ganda-paralel
yang dapat membedakan stroke perdarahan intraserebral dengan stroke
i&kemik akut atau stroke inferk. Tes ganda-paralel terdiri dari
variabel yang signifikan ada hubungannya dengan stroke perdarahan
intraserebral waktu penyusun-an Algoritma stroke Gadjah Mada.Tahap
kelima adalah menghitung kebermak-naan hubungan masing-masing
kelompok variabel yang ada dalam Algoritma stroke Gadjah Mada
dengan stroke perdarahan intraserebral.Tahap keenam adalah
menghitung rasio kecenderungan positif untuk masing-masing kelompok
variabel yang ada dalam Algoritma stroke Gadjah Mada untuk
menentukan valid atau tidak-nya Algoritma stroke Gadjah Mada
tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASANHasil analisis tahap pertama Nilai Kappa
yang dipakai sebagai patokan uatuk menentukan reliabilitas
(kekuatan kesepa-katan) suatu tes diagnostik adalah antara 0,61
sampai dengan 1 seperti yang dianjurkan oleh Landis dan
Koch.Reliabilitas kuesioner dan pemeriksaan klinis penderita stroke
tinggi {nilai Kappa antara 0,89 dengan 1) dan bermakna secara
statistik (p