IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Oleh: TIRANIA WIDIANINGRUM K 100050251 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 i
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
�
�
�
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA
PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh:
TIRANIA WIDIANINGRUM
K 100050251
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
i
�
�
�
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA
PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
di Surakarta
Oleh :
TIRANIA WIDIANINGRUM K 100050251
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA
2009 ii
�
�
�
PENGESAHAN SKRIPSI
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN DOSIS PADA PASIEN HIPERTENSI GERIATRI DI INSTALASI RAWAT
INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Penguji :
1. Zakky Cholisoh, M. Clin. Pharm., Apt ___________________
Tabel 13. Kasus besaran tinggi pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat
inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta……..………...…... 33
x
�
�
�
Tabel 14. Dosis standar amlodipine pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
dan hipertensi…………………………………………………………. 35
Tabel 15. Kasus besaran rendah pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat
inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta……..………..…... 36
Tabel 16. Kasus frekuensi tinggi pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat
inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta…………………... 38
Tabel 17. Kasus frekuensi rendah pada pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat
inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta……..…..………... 39
Tabel 19. Data pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal berdasarkan
tingkat kerusakan ……………………………………………..……. 46
xi
�
�
�
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 . Penentuan Nilai Klirens Kreatinin................................................... 46
Lampiran 2. Data Obat yang Digunakan pada Pasien Hipertensi
Geriatri di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah
Surakarta tahun 2008 ..................................................................... 47
xii
�
�
�
DAFTAR SINGKATAN
ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
ALT : Aspartate Aminotransferase
ARB : Angiotensin II Receptor Blockers
AST : Alanine Aminotransferase
CLcr : Creatinin clearance
CVA : Cerebrovaskuler Accident
DM : Diabetes Melitus
DRPs : Drug Related Problems
ESO : Efek samping obat
GFR : Glomeruler Filtration Rate
HCT : Hidroklorotazid
LDL : Low Density Lipoprotein
ICH : Intracranial Haemorrhage
JNC VII : The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
mmHg : millimeter air raksa
NSAID : Non Steroidal Anti-Infamatory Drugs
OD : Over dosis
SeCr : Serum Kreatinin
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
ß-Blocker : Beta Blockers
TDD : Tekanan Darah Diastolik
TDS : Tekanan Darah Sistolik
xiii
�
�
�
INTISARI
Perubahan fisiologik akibat proses menua, multipatologik, presentasi penyakit tidak spesifik, dan penurunan status fungsional seperti penurunan fungsi ginjal dan hati dapat berpengaruh terhadap terapi obat yang berujung pada problem yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problems). Pada usia diatas 50 tahun prevalensi hipertensi meningkat hingga 50%. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi DRPs kategori ketidaktepatan dosis pada penatalaksanaan pasien hipertensi geriatri di instalasi rawat inap rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif, sampel diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disimpulkan dengan persentase meliputi dosis tinggi dan dosis rendah. Ketidaktepatan dosis adalah pemberian besaran dan frekuensi yang lebih tinggi atau lebih rendah dari dosis standar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaktepatan dosis terjadi pada 21 pasien (55,26%) dari 38 pasien sebanyak 27 kasus. Jumlah obat yang diberikan sebanyak 337 obat. Total kejadian DRPs kategori dosis adalah 23 kasus pada 24 pasien. Ketidaktepatan dosis kategori dosis tinggi sebanyak 14 kasus (51,85%) meliputi besaran tinggi sebanyak 13 kasus (48,15%) dan frekuensi tinggi sebanyak 1 kasus (3,7%). Ketidaktepatan dosis kategori dosis rendah sebanyak 13 kasus (48,15%) meliputi besaran rendah sebanyak 10 kasus (37,04%) dan frekuensi rendah sebanyak 3 kasus (11,11%). Obat antihipertensi yang paling banyak mengalami ketidaktepatan dosis (besaran tinggi) adalah amlodipine sebanyak 6 kasus besaran tinggi (22,22%) dan nifedipine sebanyak 6 kasus besaran rendah (22,22%). Obat selain antihipertensi yang paling banyak mengalami ketidaktepatan dosis adalah digoksin, sebanyak 4 kasus besaran tinggi (14,8%). �
Masalah kesehatan usia lanjut adalah khas yang timbul akibat interaksi
proses menua dan penyakit pada satu individu. Perubahan fisiologik akibat
proses menua, multipatologik, presentasi penyakit tidak spesifik, dan
penurunan status fungsional dapat berpengaruh terhadap terapi obat yang
berujung pada problem yang berkaitan dengan obat (Drug Related Problems)
(Pramantara, 2007).
Perubahan paling berarti dalam usia lanjut ialah berkurangnya fungsi
ginjal dan menurunnya creatinin clearance, walaupun tidak terdapat penyakit
ginjal atau kadar kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat
sering berkurang, dengan akibat perpanjangan atau intensitas kerjanya
(Darmansjah, 2006).
Munculnya DRPs dapat dipicu dengan semakin meningkatnya jenis
dan jumlah obat yang dikonsumsi pasien untuk mengatasi berbagai penyakit
yang diderita seperti pada pasien lanjut usia (Rahmawati et al., 2007). Dengan
masalah medik yang kompleks (complex medicine) yang umumnya ditemui
pada pasien lanjut usia, menyebabkan golongan usia ini rentan terhadap
timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (Drug Related
Problems) (Pramantara., 2007).
Penelitian selama tiga tahun oleh Minnesota Pharmaceutical Care
Project terhadap 9399 pasien, dan dari jumlah 5544 kasus DRPs yang terjadi
1
�
�
�
23% membutuhkan terapi obat tambahan, 15% diidentifikasi dari pasien yang
menerima obat salah, 8% karena obat tanpa indikasi yang valid, 6% di
antaranya karena dosis yang terlalu tinggi dan dosis yang terlalu rendah 16%,
sedangkan penyebab umum lainnya Adverse Drug Reaction (ADRs) sebanyak
21%. Pemberian dosis yang tidak tepat menyebabkan tujuan terapi tidak
tercapai, sehingga memperlama waktu rawat inap dan menghambat
kesembuhan (Cipolle et al., 1998).
Dalam penelitian di Norwegia, di laporkan kejadian DRPs terjadi
1,9% di instalasi kardiologi; 2,0% dari instalasi geriatri; 2,1% dari instalasi
pengobatan; dan 2,3% dari instalasi rheumatology. DRPs paling sering terjadi
dalam kelompok pasien adalah dosis non optimal (kardiologi, respiratori, dan
geriatri) dan membutuhkan obat tambahan (rheumatology) (Anonim, 2004).
Tingginya angka kejadian hipertensi di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta yaitu menempati nomor 8 (143 pasien) dari 10
besar peringkat penyakit yang diderita pasien di rumah sakit tersebut, menjadi
salah satu alasan dipilihnya Rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
sebagai tempat penelitian. Hasil penelitian tentang medication errors di Rumah
sakit PKU Muhammadiyah Surakarta menunjukkan angka kejadian prescribing
error meliputi penulisan obat dengan dosis yang lebih besar (4,35%) dan
penulisan obat dengan dosis yang lebih kecil (1,45%) (Mutmainah, 2004).
2
�
�
�
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan, berapa besarkah kejadian Drug Related Problems (DRPs)
kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta selama tahun 2008?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jumlah Drug Related
Problems (DRPs) kategori ketidaktepatan dosis yang berkaitan dengan
penggunaan obat pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah selama tahun 2008.
D. Tinjauan Pustaka
1. Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi adalah keadaan kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Sedangkan
definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau tekanan
darah diastolik > 90 mmHg (Anonima, 2006).
Tabel 1. Kriteria penyakit hipertensi menurut JNC 7 Report (The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal Pre Hipertensi Hipertensi Hipertensi Stage 1 Hipertensi Stage 2
120 120-139 140-159 �160
80 80-89 90-99 �100
(Chobanian, et al., 2004)
3
�
�
�
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu:
a. Hipertensi Primer
Merupakan hipertensi yang tidak jelas etiologinya (suatu kajian
tentang penyebab penyakit), lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam
kelompok hipertensi primer. Penyebab hipertensi seperti ini adalah adalah
multifaktor, terdiri atas faktor genetik dan lingkungan (Anonim, 2000).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hipertensi ini sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi kebiasaan (life style),
10% dari penderita hipertensi di Indonesia adalah disebabkan oleh hipertensi
sekunder. Penyebab hipertensi sekunder dapat diketahui antara lain kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar
adrenal. Hipertensi sekunder juga dapat disebabkan penyakit kardiovaskuler
seperti pembuluh darah arteri, serangan jantung dan stroke (Karyadi, 2002).
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya hipertensi
dan meningkatnya tekanan darah, baik reversible ataupun irreversible.
a. Faktor yang tidak dapat dikontrol (irreversible)
1) Usia
Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal
dari ketuaan, insiden hipertensi pada usia lanjut adalah tinggi. Setelah umur 69
tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50% (Kuswardhani, 2005).
4
�
�
�
2) Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi, mempertinggi
resiko penyakit hipertensi primer. Faktor genetik yang berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Siaw, 1994).
b. Faktor yang dapat dikontrol (reversibel)
1) Kegemukan
Berat badan yang berlebihan akan menyebabkan bertambahnya
volume darah, sehingga beban jantung untuk memompa darah juga bertambah
(Marvyn, 1995).
2) Dislipidemia
Merupakan kelainan kadar lemak dalam darah, misalnya kenaikan
kadar kolesterol (Marvyn, 1995).
3) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang sistem syaraf simpatik sehingga pada
ujung syaraf tersebut melepaskan hormon stress dan segera meningkat dengan
reseptor alfa. Hormon ini mengalir dalam pembuluh darah keseluruh tubuh
oleh karena itu jantung akan berdenyut lebih cepat (Tjay dan Raharja, 2002).
4) Konsumsi alkohol
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah disebabkan adanya
peningkatan kortisol dan meningkatkan volume sel darah merah (Marvyn,
1995).
5
�
�
�
5) Stress
Stress dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu
akibat pelepasan noreadrenalin yang bersifat vasokonstriktif. Sedangkan
bentuk stress yang membuat tekanan darah naik selama beberapa bulan atau
tahun mengakibatkan kondisi yang harus diobati (Marvyn, 1995).
2. Geriatri
Menurut WHO, pembagian terhadap populasi usia meliputi tiga
tingkatan, yaitu lansia (elderly) dengan kisaran umum 60-75 tahun, tua (old)
75-90 tahun dan sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun
(Setianto, 2005).
Penuaan selalu menyebabkan berbagai perubahan fisiologis yang dapat
merubah proses absorbsi, distribusi, ikatan protein, metabolisme, dan ekskresi
obat sehingga terapi obat yang optimal pada usia lanjut sangat perlu
memperhatikan perubahan-perubahan ini (Walker dan Edwards, 2003).
Dampak lain adanya penurunan berbagai kemampuan dan fungsi tubuh
tersebut adalah pasien geriatri rentan terhadap berbagai macam penyakit dan
problem yang berkaitan dengan terapi obat yang disebut Drug Related
Problems (DRPs) (Sumartono dan Aryastami, 1999).
3. Drug Related Problems
Drug Related Problems (DRPs) dapat juga dikatakan sebagai suatu
pengalaman atau kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pasien
yang melibatkan atau diduga berkaitan dengan terapi obat dan secara aktual
maupun potensial mempengaruhi outcome terapi pasien (Cipolle et al., 1998).
6
�
�
�
DRPs ada dua yaitu DRPs aktual dan potensial. Keduanya memiliki
perbedaan, tetapi pada kenyataannya problem yang muncul tidak selalu terjadi
dengan segera dalam prakteknya. DRPs aktual adalah suatu masalah yang
telah terjadi dan farmasis wajib mengambil tindakan untuk memperbaikinya.
Sedangkan potensial, karena resiko yang sedang berkembang jika farmasis
tidak turun tangan (Rovers, et al., 2003).
Tabel 2. Kategori DRPs dan penyebabnya
Kategori DRPs Penyebab DRPs Indikasi yang tidak diterapi a. Pasien membutuhkan terapi obat baru
b. Pasien menderita penyakit kronis sehingga membutuhkan terapi obat lanjutan.
c. Pasien membutuhkan kombinasi obat untuk memperoleh efek sinergis.
d. Pasien beresiko mengalami kejadian yang tidak diharapkan akibat terapi obat yang dapat dicegah dengan terapi profilaksis.
Pemilihan obat tidak tepat a. Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat yang diterima.
b. Obat yang diterima pasien bukan merupakan obat yang paling efektif.
c. Pasien mempunyai kontra indikasi terhadap obat yang diterima.
d. Pasien menerima obat efektif tetapi bukan yang paling murah.
e. Obat yang diterima pasien tidak efektif terhadap bakteri penyebab infeksi (bakteri bersifat resisten terhadap obat).
f. Pasien menerime kombinasi obat yang sebenernya tidak perlu.
Penggunaan obat tanpa indikasi
a. Pasien menerima obat tanpa indikasi medis yang jelas. b. Adanya duplikasi terapi. c. Pasien menerima obat untuk mengatasi efek samping
obat lain yang sebenarnya dapat dicegah. d. Terapi non obat (misalnya perubahan pola hidup) lebih
baik untuk pasien. Dosis kurang a. Dosis obat yang diberikan terlalu rendah untuk
menghasilkan respon yang diharapkan. b. Kadar obat dalam darah pasien dibawah kisaran terapi. c. Frekuensi pemberian, durasi terapi, dan cara pemberian
obat pada pasien tidak tepat. d. Waktu pemberian profilaksis tidak tepat (misalnya
profilaksis pembedahan diberikan terlalu awal)
7
�
�
�
Tabel 2. Lanjutan
Kategori DRPs Penyebab DRPs Dosis Lebih a. Dosis obat yang diberikan terlalu tinggi.
b. Kadar obat dalam darah pasien melebihi kisaran terapi. c. Dosis obat dinaikkan terlalu cepat. d. Frekuensi pemberian, durasi terapi dan cara e. Pemberian obat pada pasien tidak tepat.
Adverse Drug Reaction (ADR) a. Pasien mengalami reaksi alergi terhadap obat. b. Pasien mempunyai resiko mengalami efek samping
obat. c. Pasien mengalami reaksi idiosinkrasi terhadap obat. d. Biavailabilitas obat berubah akibat interaksi obat
dengan obat lain atau dengan makanan. e. Efek obat berubah akibat inhibisi atau induksi enzim
oleh obat lain. f. Efek obat berubah akibat penggantian ikatan antara
obat dengan protein aleh obat lain. Kegagalan dalam menerima obat
a. Pasien gagal menerima obat yang tepat karena adanya medication errors.
b. Pasien tidak mampu membeli obat (obat terlalu mahal untuk pasien).
c. Pasien tidak memahami petunjuk penggunaan obat. d. Pasien tidak mau minum obat (misalnya karena rasa
obat tidak enak). (Cipolle, et al., 1998) 4. Pengobatan Hipertensi
a. Pengobatan non farmakologi
Mengubah pola hidup non farmakologis pada penderita hipertensi
lanjut usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk
menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki
adalah: menurunkan berat badan jika kegemukan, mengurangi minum alkohol,
meningkatkan aktifitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam,
3) Adanya berbagai penyakit pada usia lanjut, yang menyebabkan pasien
mendapatkan banyak obat sehingga meningkatkan adanya interaksi obat.
(Setiawati dan Muchtar, 2007)
Oleh karena itu, dalam memberikan terapi pada pasien geriatri harus
memperhatikan prinsip penggunaan obat pada geriatri yaitu: Memberikan obat
yang benar-benar diperlukan. Memberikan regimen dosis yang sederhana
(idealnya 1x/hari) dan sediaan obat yang mudah ditelan untuk memelihara
kepatuhan pasien. Memilih obat yang memberikan rasio manfaat paling
menguntungkan bagi pasien usia lanjut dan tidak berinteraksi dengan obat lain
atau pada penyakit lain pada pasien yang bersangkutan. Memulai pengobatan
dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis dewasa (Setiawati dan Muchtar,
2007).
Dosis obat disesuaikan dengan respon klinik pasien, dan bila perlu
dengan memonitor kadar obat dalam plasma darah pasien. Dosis pemeliharaan
yang tepat pada umumnya lebih rendah dari dewasa. Memeriksa secara
berkala semua obat yang dimakan pasien dan hentikan bila diperlukan. Pada
pasien dengan gangguan ginjal serius dapat dilakukan penyesuaian regimen
dosis pemeliharaan dengan cara: besar dosis perkali tetap tetapi frekuensi
dosis diperpanjang, frekuensi dosis tetap besar dosis per kali diperkecil, atau
gabungan keduanya, yaitu dosis per kali diperkecil dan frekuensi diperpanjang
16
�
�
�
(Setiawati dan Muchtar, 2007). Besar dosis dapat ditentukan berdasarkan
besar klirens kreatinin dan ditentukan dosis yang diberikan berdasarkan buku
standar.
c. Perhitungan fungsi ginjal
Anjuran dosis didasarkan pada tingkat keparahan gangguan ginjal,
umumnya diperkirakan dengan mengukur klirens kreatinin. Perhitungan
klirens kreatinin biasa dihitung dengan rumus Cockcroft dan Gault, tetapi
pada pasien hipertensi geriatri lebih sesuai dihitung dengan rumus Jellife,
karena biasanya pada pasien usia lanjut berat badannya turun sehingga kurang
valid untuk pengukuran fungsi ginjal pada pasien geriatri (Dowling dan
Comstock, 2005).
Jellife: Laki-laki : CLcr =
Wanita : CLcr × 0,9
Berdasarkan perhitungan klirens kreatinin tersebut dapat ditentukan
tingkat keparahan penurunan fungsi ginjal dan pemberian dosis dapat
disesuaikan berdasarkan anjuran buku standar.
Tabel 3. Tingkat penurunan fungsi ginjal No Tingkat Klirens kreatinin 1 Ringan 20-50 ml/min/1,73 m2 2 Sedang 10-20 ml/min/1,73 m2 3 Berat <10 ml/min/1,73 m2
(Anonim, 2000)
d. Pengukuran fungsi hati
Hati merupakan organ metabolisme yang terbesar dan terpenting
dalam tubuh. Tes fungsi hati adalah petunjuk untuk mengetahui kapasitas hati
17
�
�
�
dalam memetabolisme obat. AST (paling tidak spesifik untuk hati) dan ALT
adalah salah satu indikator yang sensitif terhadap kerusakan sel hati (Kenward
dan Tan, 2002).
Tabel 4. Nilai normal ALT dan AST
Nilai normal (U/L) Perempuan Laki-laki ALT <31 < 35 AST <31 <41
(Anonim, 1997)
e. Ketidaktepatan dosis
Menurut Cipolle et al (1998), DRPs kategori dosis terbagi menjadi dua
bagian yaitu dosis rendah dan dosis tinggi. Keduanya dikategorikan tidak tepat
jika dosis dan frekuensi yang diberikan lebih rendah atau lebih tinggi dari
buku standar.
18
�
�
�
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental
dengan pendekatan deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai
kemungkinan adanya Drug Related Problems (DRPs) kategori ketidaktepatan
dosis pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta.
B. Definisi Operasional Penelitian
1. Rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan adalah Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta.
2. Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg
yang diderita pasien rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta.
3. Pasien hipertensi geriatri adalah pasien yang didiagnosa hipertensi dengan
usia diatas 60 tahun yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Surakarta.
4. DRPs yang diidentifikasi mencakup dosis tinggi dan dosis rendah. Obat
dikatakan mengalami ketidaktepatan dosis apabila besaran dan frekuensi
yang diberikan lebih besar atau lebih rendah dari yang dianjurkan oleh
buku standar.
5. Durasi tidak dihitung karena obat-obat untuk pasien hipertensi geriatri tidak
ada yang memberi standar durasi secara khusus.
19
�
�
�
6. Obat yang diidentifikasi adalah obat pada pasien hipertensi yang tepat
indikasi, dan obat lain yang diberikan kepada pasien hipertensi geriatri
selama dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta.
7. Dosis kurang adalah dosis yang lebih rendah dari yang telah ditetapkan dari
buku standar.
8. Dosis lebih adalah dosis yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan dari
buku standar.
C. Alat dan Bahan
Alat penelitian yang digunakan adalah lembar pengumpul data untuk
rekam medik yang meliputi nomor registrasi, jenis kelamin, umur, diagnosa
Dalam penelitian ini tampak penyakit penyerta yang paling banyak
adalah stroke (73,68%). Stroke adalah terganggunya suplai darah ke otak,
mengakibatkan kerusakan jaringan otak. Gangguan dapat disebabkan oleh
gumpalan yang menghambat aliran darah, atau oleh pendarahan dalam otak
dari pecahnya pembuluh darah (Anonima, 2006).
Pada kebanyakan pasien lanjut usia hipertensi merupakan penyakit
kronis dan menahun. Hipertensi lama dan atau berat dapat menimbulkan
komplikasi berupa kerusakan organ (target organ damage) pada jantung, otak,
28
�
�
�
ginjal, mata dan pembuluh darah perifer. Pada otak dapat terjadi stroke karena
pecahnya pembuluh darah serebral (Nafrialdi, 2007).
Dalam penelitian, terdapat pasien yang mengalami penurunan fungsi
ginjal dan hati. Penurunan fungsi ginjal diukur dengan SeCr yang kemudian
dihitung dengan rumus Jellife untuk mengetahui klirens kratinin dan
pengukuran fungsi hati dengan AST dan ALT. Jumlah pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal dan hati dapat dilihat dalam tabel 9 dan 10.
Tabel 9. Jumlah pasien yang mengalami penurunan fungsi hati
No Status organ Jumlah pasien Persentase (%) 1 Penurunan fungsi hati 13 34,21 2 Fungsi hati normal 25 65,79 Total 38 100 Tabel 10. Jumlah pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal
No Status organ Jumlah pasien Persentase (%) 1 Penurunan fungsi ginjal 27 71,05 2 Fungsi ginjal normal 11 28,95 Total 38 100
B. Pola Peresepan Berdasarkan Golongan dan Jenis 1. Penggunaan Antihipertensi
Golongan obat yang digunakan adalah antihipertensi, antiangina,
antiasma dan bronkodilator, antitukak, obat gout, antihiperlipidemia, diuretik,
kortikosteroid, antidiabetik, homeostatik, nootropik, pencahar, hipnotik dan
ansiolitik, pencahar, cairan dan elektrolit, suplemen dan vitamin karena
berbagai kondisi yang diderita pasien hipertensi sehingga banyak obat yang
diberikan kepada pasien.
29
�
�
�
Tabel 11. Jumlah penggunaan obat antihipertensi pada penderita hipertensi geriatri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
3x1 10 mg, 30 mg i.v i.v dosis awal 6 mg diberikan dalam 1-2 detik, jika tidak tercapai selama 1-5 menit diulangi 12 mg dalam 1-2 menit jika respon tidak tercapai.
28, 11 7,4
Digoksin (Digoksin)
0,25 mg 1x1 0,25 mg, 0,25 mg
i.v i.v 6,25 mcg-187,5 mcg/hari (Shorr, 2007)
4, 8, 10, 12
14,8
TOTAL KASUS 13 48,15
*total kasus DRPs kategori ketidaktepatan dosis sebanyak 27 kasus.
33
�
�
�
Berdasarkan tabel 13, ketidaktepatan dosis kategori besaran tinggi
paling banyak terjadi pada amlodipine. Amlodipine yang over dosis diberikan
kepada pasien dengan nomor kasus 11, 12, 14, 27, 33, 8. Pasien - pasien
tersebut mengalami gangguan fungsi ginjal kecuali pada pasien dengan nomor
kasus 14, penggunaan amlodipine dapat menyebabkan peningkatan t ½
eliminasi amlodipine yang dapat menyebabkan peningkatan vasodilatasi
pheripheral dan hipotensi ortostatik dengan reflek tachycardia, sehingga
dalam penggunaanya perlu penyesuaian dosis yaitu untuk pasien dengan
gangguan fungsi ginjal adalah 2,5 mg/hari sebagai dosis tunggal, regimen
dosis yang sama untuk pasien hipertensi pada geriatri (Shorr, 2007).
Pemberian dosis untuk pasien-pasien diatas adalah 5 mg-10 mg 1x/hari, dosis
yang lebih besar dari anjuran buku standar, sehingga dikategorikan dalam
dosis tinggi.
Tabel 14. Standar dosis amlodipine pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hipertensi
Nomor kasus
CLcr (ml/min/1,73 m2) Tingkat kerusakan
Standar dosis
11 45,23 Ringan 2,5 mg/hari sebagai dosis tunggal (Shorr, 2007).
Carvedilol (V-block) 25 mg 1x1 25 mg i.v i.v 6,25 mg 2x/hari dapat digandakan pada hari ke 7-14 max 50 mg
6 3,7
TOTAL KASUS 3 11,11 *total kasus DRPs kategori ketidaktepatan dosis sebanyak 27 kasus.
Frekuensi pemberian kurang adalah frekuensi pemberian obat yang
diberikan kurang dari frekuensi pemberian yang sudah dianjurkan dalam buku
standar. Dari tabel 17 diatas, obat dengan frekuensi yang lebih rendah dari
frekuensi stándar adalah asam mefenamat, parasetamol, dan carvedilol.
Tujuan diberikan aturan frekuensi adalah agar kadar obat dalam darah tetap
dalam konsentrasi yang diinginkan sehingga dapat mempertahankan efek
klinik. Hal ini dapat terjadi jika obat yang diberikan dengan interval waktu
yang lebih pendek dari waktu untuk eliminasi obat yang diberikan pada dosis
sebelumnya (Joenoes, 2004). Jika frekuensi yang diberikan lebih rendah dari
anjuran, maka obat akan dieliminasi dan kadar obat dalam darah lebih rendah
sehingga efek yang diinginkan tidak tercapai.
39
�
�
�
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian identifikasi Drug Related Problems
potensial Kategori ketidaktepatan dosis pada pasien hipertensi geriatri di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2008
dapat diambil kesimpulan:
1. Ketidaktepatan dosis terjadi pada 21 pasien (55,26%) dari 38 pasien.
2. Total kejadian DRPs kategori dosis adalah 27 kasus pada 21 pasien.
3. Ketidaktepatan dosis kategori dosis tinggi sebanyak 14 kasus (51,85%)
meliputi besaran tinggi sebanyak 13 kasus (48,15%) dan frekuensi tinggi
sebanyak 1 kasus (3,7%).
4. Ketidaktepatan dosis kategori dosis rendah sebanyak 13 kasus (48,15%)
meliputi besaran rendah sebanyak 10 kasus (37,04%) dan frekuensi rendah
sebanyak 3 kasus (11,11%).
5. Obat antihipertensi yang paling banyak mengalami ketidaktepatan dosis
(besaran tinggi) adalah amlodipine sebanyak 6 kasus besaran tinggi
(22,22%) dan nifedipine sebanyak 6 kasus besaran rendah (22,22%)
6. Obat selain antihipertensi yang paling banyak mengalami ketidaktepatan
dosis adalah digoksin, sebanyak 4 kasus besaran tinggi (14,8%).
40
�
�
�
B. Saran
1. Kepada rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta perlu ditetapkan
standar dosis khususnya untuk pasien usia lanjut dengan penurunan fungsi
ginjal dan hati.
2. Perlu dilakukan penelitian prospektif�lebih lanjut mengenai DRPs potensial
kategori dosis pada pasien hipertensi geriatri sehingga dapat dilihat efek
yang terjadi.
41
�
�
�
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, hal 17, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, hal 38-95, Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Dirjen POM, Jakarta.
Anonim, 2004, Comparison of Drug Related Problem in Different Patient Groups, (online), (http://www.theannals.com/cgi/content/abstract/38/6/942, diakses tanggal 10 Juli 2008).�
Anonima, 2006, Pharmaceutical Care untuk Hipertensi, hal 17-23, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonimb, 2006, British National Formulary 14th edition march 2006, British Medical Association Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, London
Anonim, 2009, MIMS Indonesia, Petunjuk Konsultasi, edisi 2008-2009, hal 24, CMP Medica Indonesia.
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo,J.L.,Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil, S., and Wright, J.T.,�� 2004, The Seventh Report of The Joint National Comittee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, National Institute of US Departement of Health and Human Service, New York.
Cipolle, R.J, Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, 75, 82-83, 90-95, 101-105, Mc Graw Hill, New York.
Darmansjah, I., 2006, Polifarmasi Usia Lanjut. (online), (http://www.iwandarmansjah.web.id, diakses tanggal 10 Juli 2008)
Dewoto, H.R., dan Wardhini, B. P., 2007, Antikoagulan, Antitrombotik, Trombolitik dan Hemostatik, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 794-803, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Dowling, T.C., dan Comstock, T.J., Quantification of Renal Function dalam Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G. C., Matzke, G.R., Wells, B.C., and
42
�
�
�
Posey, L.M., 2005, Parmacotheraphy: A Pathophysiologic Approach, 6th edition, hal 771, Appleton & Lange Stamford.
Joenoes, Z. N., 2004, ARS Prescibendi, Resep yang Rasional, Edisi I, 49-66, Airlangga Univercity Press, Surabaya.
Karyadi, E., 2002, Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung Koroner, 1 – 25, Penerbit PT Intisari Media Utama, Jakarta.
Kaufmann, G.R., 2005, Epidemiology of Hypertension, dalam Battegay, E.J., Lip, G.Y.H., Bakris, G.L., Hypertension Principles and Practice, 29, Taylor and Francis Group, Boca Raton.
Kenward, C.I., Tan, C.K., 2002, Penggunaan Obat pada Gangguan Hati dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A., Farmasi Klinis, 155, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Kuswardhani, R.A.T., 2005, Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia, Jurnal Penyakit Dalam Volume 7 Nomor 2 Mei 2005.
Marvyn, L, 1995, Hipertensi Pengendalian lewat Vitamin, Gizi dan Diet, 27-28, alih bahasa Budiyanto, Arian, Jakarta.
Mutmainah, N., 2004, Kajian Medication Error pada Kasus Stroke di RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2004, Tesis, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Nafrialdi, 2007, Antihipertensi dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 341-343, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Pramantara, I.D.P., 2007, Kekhususan Masalah Kesehatan Usia Lanjut yang Terkait Terapi Obat, Makalah Seminar Nasional: Menyiapkan Strategi Terpadu untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Obat pada Pasien Geriatri, Fak. MIPA Jur. Farmasi, UII Yogyakarta, 16 Juni 2007.
Prest, M., 2002, Penggunaan Obat pada Lanjut Usia dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A., Farmasi Klinis, 203-215, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Rahmawati, F., Wardaningsih, W., Pramantara, I.D.P., Wasilah, R.,2007, Problem Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Sepsis di Instalasi
43
�
�
�
Rawat Inap Bangsal Bougenvil RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas Vol. III No. 1, Yogyakarta.
Rovers, J.P., Curie, J.D., Hagel, H.P., McDonough, R.P., Sobotka, J.L., 2003, A Practical to Pharmaceutical Care, 2nd., 21-22, American Pharmaceutical Association, Washington DC.
Setianto B, 2005, Pengetahuan Fisik Usia Lanjut, (online), (http://www.pjnhk.go.id/berita-artikel, diakses tanggal 10 Juli 2008).
Setiawati, A., dan Muchtar, A., 2007, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Pasien Terhadap Obat dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 886-896, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Shorr, R.I., 2007, Drugs For The Geriatric Patient, hal xxxi-1075, Saunders Elseveir, USA
Siaw, I. S., 1994, Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi), Edisi 1, hal 17, Penerbit Dabara, Solo.
Sumartono, W.R., dan Aryastami, N.K., 1999, Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah pada Usia 55 Tahun Menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga 1992, Cermin Dunia Kedokteran No. 123, 5-9.
Suyatna, F.D., 2007, Hipolipidemik dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 380, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjay, T H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, 5–9, PT. Kimia Farma, Jakarta.
Walker, R., dan Edwards, C., 2003, Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rd Edition, Churchill Livingstone, Philadhelphia.
Watters, J.M., Facs, M.C, JC.,Hing, M.S., 2005, The Elderly Surgical Patient, (online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1886321, diakses 28 Juni 2008)
Wiria, M.S.S., 2007, Hipnotik Sedatif dan Alkohol dalam Gunawan, S.G., Farmakologi dan Terapi edisi 5, 139-160, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
44
�
�
�
45
�
�
�
Lampiran 1. Penentuan Nilai Klirens Kreatinin (CLcr)
Rumus yang digunakan adalah rumus Jellife :
Laki-laki : CLcr =
Wanita : CLcr × 0,9
Tabel 19. Data pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal berdasarkan tingkat kerusakan No No rekam
P/67/- 27/13/3,7 Fungsi hati normal Fungsi ginjal turun Clcr 16,32 ml/min
RL i.v 20 tpm 1-6 Elektrolit
Aminophillin
i.v ½ A 1 Aminophillin 24 mg 5 mg/kg bolus kemudian 0,2 mg/kg/jam (Shorr, 2007) Tidak ada keterangan berat badan pasien sehingga tidak termasuk DT/DR
Indexon i.v 1A 1 Dexamethasone 5 mg Antiinflamasi dosis awal 10 mg kemudian 4 mg (Shorr, 2007) Tidak ada keterangan indikasi sehingga tidak termasukDT/DR
i.v dosis awal 6 mg diberikan dalam 1-2 detik, jika tidak tercapai selama 1-5 menit diulangi 12 mg dalam 1-2 menit jika respon tidak tercapai (Shorr, 2007).
�
� DT
Asering i.v 20 tpm 1-8 Elektrolit
N 5000 i.v 500 mg 1A/H 7-8 Vit B1 100 mg, vit B6 100 mg, vit B12 5000 mcg,
12
14-55-14
P/65/- 62/34/1,1 Fungsi hati turun Fungsi ginjal turun Clcr 50,73 ml/min
RL i.v 20 tpm 1-9 Elektrolit
Brain act i.v 500mg/12
1-6 Citicolin 500 mg
Kalnex
i.v
1A/12
1-2
As.tranexamat 500 mg
500 mg-1 g (Dewoto dan Wardhani, 2007)
Trijec
i.v
1g
1-3
Ceftriaxone disodium 1g
1-2 g dosis tunggal/terbagi (Shorr, 2007).
Lasix
i.v
1A/8
2-8 1
Furosemid 40 mg
Dosis awal 40 mg dosis pemeliharaan 20-80 mg/hari (Shorr, 2007).
Max 100 mg/hari 10 mg/hari tiap malam (Shorr, 2007)
Kalnex
i.v 500 mg
1A/12
1-10
As tranexamat 500 mg
Dosis diturunkan (Shorr, 2007)
Bisolvon i.v 1A/12 2x1 2-13 Bromheksin Hcl 4 mg
Kaptopril
p.o
25 mg
2x1
3-10
Kaptopril 25 mg
9,375 mg/dosis 2-3x/hari, max 37,5 mg/hari (Shorr, 2007)
56
�
�
�
Divoltar
p.o
50 mg
1x1
1-14
Diclofenac Na 50 mg Tidak tepat obat
Forneuro
i.v
1x1
9-14
Vit B1 100 mg, vit B6 50 mg, vit B12 100 mcg, vit E 200 iu, folic acid 400 mcg
ATP
i.v
3x1
11-14
Adenosine tri phosphate 10 mg
i.v dosis awal 6 mg diberikan dalam 1-2 detik, jika tidak tercapai selama 1-5 menit diulangi 12 mg dalam 1-2 menit jika respon tidak tercapai (Shorr, 2007).
� � DT
Neurotam i.v 80 mg 2x1 11-14
Pirasetam 400 mg Tidak tepat obat
29
15-76-69
P/80/- 29/19/1,2 Fungsi hati normal fungsi ginjal normal Clcr 37,5 ml/min
Asering i.v 20 tpm 1-2 Elektrolit
Brain act i.v 500 mg 2x1 1-2 Citicolin 500 mg
Kalnex
i.v 250 mg
3x1
1
As tranexamat 250 mg
Cefazole i.v 1 g 2x1 1-2 Sefazole natrium 1g 0,5-1 g/6-12 jam (Shorr, 2007).
30
01-22-71
L/66/- 17/10/1,2 Fungsi hati normal Fungsi ginjal normal Clcr 51 ml/min