LAPORAN KASUS GASTROENTERITIS AKUT DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG ET CAUSA BAKTERI MOHD FIRDAUS BIN MOHD ISA 030.08.278 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA JAKARTA 26 APRIL 2013
LAPORAN KASUS GASTROENTERITIS AKUT DENGAN DEHIDRASI
RINGAN SEDANG ET CAUSA BAKTERI
MOHD FIRDAUS BIN MOHD ISA 030.08.278
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
JAKARTA
26 APRIL 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan presentasi kasus dengan
judul “Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang et causa bakteri” dapat saya
selesaikan penyusunannya dalam rangka memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang
sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja
periode 1 April 2013 sampai 8 Juni 2013.
Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih kepada dr.
Bambang H. Sigit, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan presentasi kasus dan sebagai
salah satu pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.
Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan menerima kririk
dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, April 2013
Penyusun
CASE
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KOJA
Nama Mahasiswa : Mohd Firdaus Bin Mohd Isa
NIM : 030.08.278
Dokter Pembimbing : dr. Bambang H. Sigit, Sp.A
IDENTITAS PASIEN
Nama : An.MF
Umur : 7 Bulan 6 Hari
JK : Laki-laki
TTL : Jakarta,24/08/2012
Agama : Islam
Suku : Madura
Alamat : Jl. F,Gang J,RT 02/RW 05 No.19
Tanggal masuk RS : 7 April 2013
KELUARGA
AYAH :
Nama : Tn. MH
Agama : Islam
Suku : Madura
Pekerjaan : Buruh
Alamat Pekerjaan : -
Penghasilan : ±Rp.1.500.000/bulan
IBU :
Nama : Ny. M
Agama : Islam
Suku : Madura
Pekerjaan : IRT
Alamat Pekerjaan : -
Penghasilan : -
WALI:
Nama : -
Agama : -
Pekerjaan : -
Alamat Pekerjaan: -
Penghasilan : -
Hubungan : Anak kandung
Suku bangsa : Madura
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien, pada tanggal 9 April
2013, pk 13.00 wib
KELUHAN UTAMA :
Diare.
KELUHAN TAMBAHAN :
Demam, muntah.
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT :
Sejak kurang lebih 10 jam SMRS, pasien mengalami diare. Diare ini terjadi tiba-tiba dan
berlangsung sudah 6 kali. Jumlah tinja setiap kali diare kurang lebih setengah gelas aqua.
Bentuknya cair, berlendir, ampas hanya sedikit, warna kuning, berbau busuk,serta menyemprot
dan tidak ada darah. Selama diare pasien masih mau minum ASI, namun pasien lebih terlihat
haus dan terlihat lebih lemas dibanding biasanya. Perut pasien terlihat lebih datar dan matanya
terlihat cekung.BAK pasien normal.
2 hari SMRS pasien mengalami demam. Demam dirasakan sepanjang hari. Ibu pasien
memberi minum obat parasetamol syrup yang dibeli dari apotek terdekat untuk meredakan
demam pasien. Suhu badan pasien turun selepas pemberian obat.
1 hari SMRS pasien juga mengalami muntah sebanyak 3 kali setiap kali selepas minum
susu ASI. Volume muntahnya kurang lebih setengah gelas aqua. Warnanya putih berbau susu
tetapi tidak ada darah. Pasien tidak batuk serta tidak pilek.Pasien masih demam.
Sehari-hari dirumah pasien meminum ASI secara langsung dari payudara ibunya, tanpa
menggunakan botol. Ibu pasien mengaku selalu menjaga kebersihan payudaranya sebelum
menyusui. Ibu pasien menggunakan botol untuk susu formula, ibu pasien mengaku selalu
mencuci botolnya dengan bersih dan direndam dalam air mendidih. Ibu pasien tidak mengganti
susu formula pasien (susu yang diminum SGM), dan sudah memberikan bubur susu sekali sehari
kepada pasien. Riwayat alergi makanan dan susu disangkal. Sehari-hari dirumah ibu pasien
menggunakan air keran untuk masak dan minum.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini.
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA:
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :
KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Tidak ada
Perawatan Antenatal Teratur 1 bulan sekali ke puskemas.
KELAHIRAN Tempat Kelahiran Rumah praktek bidan
Penolong Persalinan Bidan
Cara Persalinan Spontan
Tidak ada penyulit
Masa Gestasi Cukup Bulan
Keadaan Bayi Berat lahir: 2500 gram
Panjang: 48 cm
Ling.kepala: 32 cm
Langsung Menangis
Nilai Apgar: Tidak ada
Kelainan Bawaan: Tidak ada
RIWAYAT PERKEMBANGAN
● Pertumbuhan gigi I : -
● Psikomotor
- Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : -
- Duduk : - - Bicara : -
- Berdiri : - - Membaca/Menulis : -
● Perkembangan Pubertas
- Rambut Pubis : belum berkembang
- Payudara : belum berkembang
- Menarche : belum berkembang
●Gangguan Perkembangan Mental/Emosi
Bila ada, jelaskan : -
RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0-2
2-4
4-6
6-8
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi/Pengganti -
Sayur -
Daging -
Telur -
Ikan -
Tahu -
Tempe -
Susu (merk/takaran) -
Lain-lain -
Kesulitan makan : -
RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 X X
DPT/DT 2 4 6
POLIO 0 2 4
CAMPAK X X X
HEPATITIS B 0 1 6
MMR X X
IPA
RIWAYAT KELUARGA
Corak Reproduksi : P1A0
No Umur Kelamin Hidup Lahir
Mati
Abortus Mati
(sebab)
Ket.
1 7 bulan Laki-laki - - - Sakit
(pasien)
Anggota Keluarga lain yang Serumah: -
Perumahan
- Menyewa
- Keadaan rumah : tinggal bertiga: pasien dan orang tua nya.
- Daerah/lingkungan : padat penduduk, sekitar rumah tidak ada yang menderita
penyakit yang serupa. Pasien memakai sumber air dari
PAM.
Ayah Ibu
Nama Tn.MH Ny.M
Perkawinan ke- I I
Umur saat menikah 23 20
Pendidikan terakhir (tamat – kelas/tingkat) SMA SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Madura Madura
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kosanguitas - -
Penyakit, bila ada - -
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam
Berdarah
- Kejang - Darah -
Demam
Thypoid
- Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 9 April 2013, Pukul 14.00 WIB )
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan (cengeng dan rewel)
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 6,8 kg
Tinggi Badan : 66 cm
Lingkar Kepala : 41 cm
Lingkar Dada : 44 cm
Lingkar Lengan Atas : 12,5 cm
Status Gizi (CDC) : BB/U = 6,8/8,4 x 100% = 80,95 %
TB/U = 66/69 x 100% = 95,65 %
BB/TB = 6,8/7,6 x 100% = 89,47 %
Kesan : Gizi kurang
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 120 x/menit, reguler, isi cukup.
Suhu Tubuh : 36,7oC
Frekuensi Napas : 38 x/menit, regular,tipe abdominothorakal
Tekanan Darah : -
Kepala : Normocephali, UUB cekung, rambut hitam distribusi ,merata,
tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis( -/-), Sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
Diameter: 3mm/3mm, RCL(+/+), RCTL (+/+), kelopak mata cekung
(+/+)
Telinga : Normotia, liang telinga (lapang/lapang), sekret(-/-), serumen(+/+)
Hidung : Lapang, deviasi septum (-), konka hiperemis (-)
Mulut :
Mukosa bibir : Kering
Selaput lendir : Basah
Palatum : Utuh
Lidah : Tidak kotor
Gigi : Tidak ada
Faring : Hiperemis
Tenggorokan : Dalam batas normal
Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi
sela iga (-)
Palpasi : Vokal fremitus simetris dan teraba sama keras pada
kedua lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler, ronkhi(-/-),
wheezing(-/-)
Abdomen : Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus meningkat (9 x/menit)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, turgor kulit baik (kembali cepat)
Perkusi : Timpani
Anus dan rektum : Tidak ada kelainan
Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Genitalia : Laki-laki
Anggota gerak : Atas : Akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
Bawah : Akral hangat,deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
Tulang belakang : Tidak ada kelainan
Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik
Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal :
- Kaku kuduk : -
- Bruzinsky I : -
- Bruzinsky II : -
- Laseque : -
- Kerniq : -
Reflek Patologis :
- Babinsky : -
- Oppenheim : -
Reflek Fisiologis :
- Biceps : +/+
- Triceps : +/+
- Patella : +/+
- Achilles : +/+
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 7 April 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
Hematologi
Hb 9,4 13,7-17,5 g/dl
Leukosit 14,900 4,200-9,100 /uL
Hematokrit 27 40-51 %
Trombosit 332,000 163,000-337,000 /uL
Diabetes
GDS 92 60-100 Mg/dl
Elektrolit
Na 135 134-146 Mmol/L
K 3,62 3,4-4,5 Mmol/l
Cl 103 96-108 Mmol/l
Analisa Gas
Darah /ASTRUP
pH 7,400 7,35-7,45
pCO2 31,0 32,0-45,0 mmHg
pO2 96,0 95,00-108,0 mmHg
HCO3 22,0 21,0-28,0 meq/L
BE -2,1 -2,50-2,50 meq/L
O2 saturasi 96,2 94,0-100,0 %
Tanggal: 8 April 2013
Pemeriksaan Hasil
Tinja rutin
Warna Coklat
Konsistensi Lembek
Pus Negatif
Mikroskopis
Lekosit 0-1
Eritrosit 0-1
Epitel 1+
Amilum Negatif
Serat tumbuhan Negatif
Amoeba Negatif
Telur cacing Negatif
Lain-lain Bakteri 1+,lemak 1+
Tanggal: 8 April 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
Hematologi
Hb 12,1 13,7-17,5 g/dl
Leukosit 5,800 4,200-9,100 /uL
Hematokrit 37 40-51 %
Eritrosit 4,56 4,5-5,5 Juta
MCV 80 80-100 fL
MCH 28 26-34 Pg
MCHC 35 31-36 g/dl
Basofil 1 0-2 %
Eosinofil 3 0-5 %
Batang 0 2-6 %
Segmen 75 47-80 %
Limfosit 18 13-40 %
Monosit 8 2-11 %
Trombosit 248.000 163,000-337,000 /Ul
LED 2 <10 mm/jam
RDW 12,7 11,6-14,8
RESUME
Anak laki-laki umur 7 bulan datang dengan keluhan diare sejak 10 jam sebelum
masuk rumah sakit.Diare secara mendadak, frekuensi 6 kali,jumlah tinja kurang lebih setengah
gelas aqua, cair(+), lendir(+),ampas(+), warna kuning, berbau busuk, menyemprot(+),
darah(-).Pasien haus (+)dan lemas(+).2 hari SMRS demam(+) suhu naik turun.1 hari SMRS
muntah(+),frekuensi 3 kali,volume setengah gelas aqua,isi muntah ASI.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan, keadaan umum : tampak sakit ringan (cengeng dan rewel)
frekuensi nadi 120 x/menit, suhu tubuh 36,7oC, frekuensi napas 38x/menit BB= 6,8 kg TB= 66
cm BB/TB= 89,47 % (Gizi kurang). UUB cekung(+), kelopak mata cekung (+/+), mukosa bibir
kering(+), bising usus meningkat (+).
Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan Hb: 9,4 g/dl, Ht: 27 %,Leukosit: 14,900/uL .
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang et causa bakteri dan Gizi
kurang
DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang et causa virus
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang et causa intoleransi laktosa
Demam tifoid
RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
-Pemeriksaan hematologi ulang.
-Tes Widal.
PENATALAKSANAAN
- Tirah baring
- Minum ASI
- IVFD RA 100 tetes/menit (mikro)5 jam selanjutnya KaEN 3B 700 cc/hari
- Inj. Anbacim 2 x 175 mg i.v.
- Inj. Ranitidin 2 x 7 mg i.v.
- Inj. Ondansentron 3 x 0,5 mg i.v.
- Zircum kid syrup 1 x I cth
- PCT syrup 2 x 0,8 cc (kalau perlu)
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow Up harian tanggal 9 April 2013
S : BAB 3 kali, cair(+), ampas(+), lendir(+), darah(-) kurang lebih setengah gelas aqua.
Demam (+), muntah(+), batuk(-), pilek(-)
O :
BB : 6,8kg
Suhu : 38,0 0 C
Nadi : 132 x/menit
RR : 26 x/menit
A : Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri
Gizi kurang
P : - IVFD KaEN 3B 700 cc/hari
- Inj. Anbacim 2 x 175 mg i.v.
- Inj. Ranitidin 2 x 7 mg i.v.
- Inj. Ondansentron 3 x 0,5 mg i.v.
- Zircum kid syrup 1 x I cth
- PCT syrup 2 x 0,8 cc (kalau perlu)
Follow up harian tanggal 10 April 2013
S : BAB 1 kali, cair(-), ampas(-), lendir(-), darah(-).
Demam(-), muntah(-), batuk(-), pilek(-)
O :
BB : 6,8 kg
Suhu : 36,5 0 C
Nadi : 130 x/menit
RR : 22 x/menit
A : Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri dan Gizi kurang
P : - IVFD KaEN 3B 700 cc/hari
- Inj. Anbacim 2 x 175 mg i.v.
- Inj. Ranitidin 2 x 7 mg i.v.
- Inj. Ondansentron 3 x 0,5 mg i.v.
- Zircum kid syrup 1 x I cth
- PCT syrup 2 x 0,8 cc (kalau perlu)
Pasien pulang.
ANALISA KASUS
MASALAH Dasar Penetapan Masalah Hipotesa
Gastroenteritis akut ec bakteri
- Diare, frekuensi 6 kali,jumlah tinja kurang lebih setengah gelas aqua,cair(+),lendir(+),ampas(+),
warna kuning, berbau busuk, menyemprot(+),darah(-).2 hari
SMRS demam(+) suhu naik turun.1 hari SMRS muntah(+),frekuensi 3 kali,volume setengah gelas aqua,isi muntah ASI. bising usus meningkat
(+).
Leukosit: 14,900/uL
-Gejala klinis diare akut-infeksi bakteri
Dehidrasi ringan sedang
Tanda-tanda dehidrasi ringan sedang: haus (+) dan lemas(+)
cengeng dan rewel,UUB cekung(+), kelopak mata cekung
(+/+), mukosa bibir kering(+)
- Diare akut- Intake cairan kurang,output cairan
banyak
Anemia -Hb: 9,4 g/dl -Intake kurang
Gizi kurang -BB/TB= 89,47 % (Gizi Kurang) - Intake kurang
MASALAHPlanning: Non
MedikamentosaMedikamentosa
Gastroenteritis akut ec bakteri
-
Inj. Anbacim 2 x 175 mg i.v.
Inj. Ranitidin 2 x 7 mg i.v.
Inj. Ondansentron 3 x 0,5 mg
i.v.
Zircum kid syrup 1 x I cth
Dehidrasi ringan sedang -Intake oral yang banyak (ASI)
IVFD RA 100 tetes/menit
(mikro)5 jam selanjutnya
KaEN 3B 700 cc/hari
AnemiaIntake nutrisi yang
banyak(ASI)-
Gizi kurangIntake nutrisi yang
banyak(ASI)-
Terapi yang diberikan yang utama adalah rehidrasi. Seharusnya dapat diberikan cairan rehidrasi
oral (CRO) termasuk kedalam rencana terapi B, dengan umur 4-11 bulan, BB 4-7,9 kg yaitu
dengan jumlah 400-600 cc. Jika tidak bisa baru diberikan melalui intravena. Jumlah cairan
intravena yang diberikan yaitu 75 ml/kgBB selama 5 jam
75x6,8 = 510 cc/ 5jam = 102 tetes/menit (mikro)
IVFD yang diberikan adalah Ringer Asetat. Ringer Asetat termasuk jenis cairan kristaloid,
terutama digunakan untuk mangganti cairan tubuh yang hilang secara akut.
Osmolalitas
(mOsm/L)
Elektrolit (mEq/L) Dekstrosa
(g/L)
Kalori
(Kcal/L)Na+ Cl- K+ Ca+ Asetat laktat
RA 551 130 109 4 3 28 - 50 200
KAEN 3B 290 50 50 20 - - 20 27 108
KAEN 3B merupakan terapi maintenance untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti kehilangan ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas.
Anbacim(Cefuroxime) : antibiotik golongan sefalosporin generasi ke 2 indikasi pada pasien untuk penyakit infeksi bakteri karena bersifat bakterisidal.
- Dosis: 30-100mg x kgbb/hari dibagi dalam 2-4 dosis 2 x 175 mg iv - Efek samping: Reaksi hipersensitif.
Ranitidin: Golongan AH2. Melindungi mukosa lambung dengan menghambat perangsangan sekresi asam lambung.
- Dosis: 2 x 7 mg i.v.- Efek samping:sakit kepala, pusing, gangguan GI, ruam kulit.
Ondansentron: Antagonis serotonin 5-HT3. Bekerja sebagai obat anti mual dan muntah.
- Dosis: 3 x 0,5 mg i.v.- Efek samping: sakit kepala, pusing, gangguan GI.
Zircum kid syrup: Untuk mengurangi lama dan tingkat keparahan dari dehidrasi sewaktu diare.
- Dosis: 1 x I Cth.- Efek samping: rasa pahit dan iritasi mulut.
Parasetamol syrup : Diberikan untuk menurunkan demam .
- Dosis: 2 x 0,8 cc - Efek samping:sakit kepala, pusing, gangguan GI.
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di
Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia dibawah 5 tahun.1,2 Selain itu diare juga menjadi masalah kesehatan yang paling
umum bagi para pelancong dari negara-negara industri yang mengunjungi daerah-daerah
berkembang, terutama di daerah tropis. Perkiraan konservatif menempatkan angka kematian
global dari penyakit diare sekitar dua juta kematian pertahun (1,7 juta hingga 2,5 juta kematian),
merupakan peringkat ketiga diantara semua penyebab kematian penyakit menular di seluruh
dunia.2
Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi
yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1 hingga 4 tahun
penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Dari daftar urutan
penyebab kunjungan puskesmas dan balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok
3 penyebab utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200 hingga 400 kejadian
diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan
ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70% hingga
80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (kurang lebih 40 juta kematian).
Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kalo kejadian diare. Sebagian dari
penderita (1% hingga 2%) akan jatuh dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60%
diantaranya dapat meninggal.3
Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5 juta hingga 2 juta penderita
penyakit diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah ini adalah
sekitar 10 % dari jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh penyakit, sedangkan jika
ditinjau dari hasil survey rumah tangga (LRKN) 1972 diantara 8 penyakit utama, ternyata
presentase penyakit diare yang berobat sangat tinggi, yaitu 72% dibandingkan 56% untuk rata-
rata penderita seluruh penyakit yang memperoleh pengobatan.3
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya
adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi
berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi.
Diare karena virus umumnya bersifat self-limiting, sehingga aspek terpenting yang harus
diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin nutrisi untuk mencegah virus menganggu pertumbuhan akibat diare.1
Rotavirus merupakan penyebab tertinggi dari kejadian diare akut baik di negara
berkembang maupun negara maju. Di Indonesia menurut penelitian Soenarto Yati dkk pada anak
yang dirawat di rumah sakit karena diare 60% persennya disebabkan oleh rotavirus.4
Diare juga erat hubunganya dengan kejadian gizi kurang. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anorexia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak pada
pertumbuhan dan kesehatan anak.1
A. Definisi.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya ( lebih 3 kali perhari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau
tanpa darah dan atau lendir.3
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari
3 hingga 4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang
dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.1
B. Cara penularan dan faktor resiko.
Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field,
flies, fingers, fluid).1
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak
memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan, kebersihan
lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita
dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,
immunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 1
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6 hingga 11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping
ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi
bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi
mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.1
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus,
bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik
berperan penting dalam penyebaran banyak eneteropatogen terutama bila mereka tidak
menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain.1
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah tropis, diare
karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah tropis (termasuk
Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus meningkat
pada musim hujan.1
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.
sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V.cholera 0.1 biotipe El Tor telah
menyebar ke negara-negara di afrika, amerika latin, asia, timur tengah, dan beberapa
daerah di amerika utara dan eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1
menjadi penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan terakhir di afrika tengah dan
asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan
epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1
C. Mekanisme daya tahan tubuh
Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya diare karena
tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang berfungsi
sebagai lini pertahanan terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan yang berbahaya yang masuk
ke dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain mikroorganisme, antigen toksin, dan lain-lain.
Jika bahan-bahan ini dapat menembus barier mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam
sirkulasi sistemis, terjadilah bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan
autoimunitas.3
1. Daya pertahanan tubuh non imunologi3
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat mencegah
pertumbuhan yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara potensial dapat
menyebabkan penyakit. Setelah lahir usus sudah dihuni oleh bermacam-macam
mikroorganisme yang merupakan flora usus normal. Penggunaan antibiotika dalam
jangka panjang dapat mengganggu keseimbangan flora usus, menyebabkan pertumbuhan
yang berlebihan dari kuman-kuman non patogen yang mungkin juga telah resisten
terhadap antibiotika.
Pertumbuhan kuman patogen dalam usus akan dihambat karena adanya
persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi terhadap
substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman yang optimal (pH menurun, daya
oksidasi reduksi menurun,dan sebagainya) atau karena terbentuknya zat anti bakteri
terhadap kuman patogen yang disebut colicines.
b. Sekresi usus
Mucin (glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk mencegah
perlekatan kuman-kuman Streptococcus, Staphylococcus, Lactobacilus pada mukosa
mulut sehingga pertumbuhan kuman tersebut dapat dihambat dan dengan sendirinya
mengurangi jumlah mikrooganisme yang masuk ke dalam lambung. Mucin serupa
terdapat pula dalam mukus yang dikeluarkan oleh sel epitel usus atau disekresi oleh usus
secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembang biaknya mikroorganisme di
epitel usus. Selain itu mucin juga dapat mencegah penetrasi zat-zat toksik seperti
allergen, enterotoksin,dan lain-lain.
c. Pertahanan lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai penahan
masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen kedalam usus.
d. Gerak peristaltik
Gerak peristaltik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha mencegah
perkembangbiakan bakteri dalam usus, dan juga ikut mempercepat pengeluaran bakteri
bersama tinja. Hal ini terlihat bila kerna sesuatu sebab gerak peristaltik terganggu
(operasi, penyakit, kelainan bawaan dan sebagainya), sehingga menimbulkan stagnasi isi
usus.
e. Filtrasi hepar
Hepar, terutama sel Kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi terhadap bahan-bahan
yang berbahaya yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah bahan-bahan yang berbahaya
tadi masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
f. Lain-lain
- lisosim (mempunyai daya bakteriostatik)
- garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan kuman
- Natural antibody : menghambat perkembangan beberapa bakteri patogen, tetapi
tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal. Natural antibody ini mungkin
merupakan hasil dari reaksi cross immunity terhadap antigen yang sama yang
terdapat pula pada beberapa mikroorganisme.
2. Pertahanan imunologik lokal3
Saluran pencernaan dilengkapi dengan system imunologik terdapat penetrasi
antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasma terdapat dalam jumlah yang berlebihan
dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque peyeri di ileum dan apendiks maupun tersebar
secara difus di dalam lamina propria usus kecil dan usus besar. Reaksi imunologik lokal ini
tidak tergantung dari sistem imunologik sistemik.Reaksi ini terjadi karena rangsangan
antigen dari permukaan epitel usus. Yang termasuk dalam pertahanan imunologik lokal
adalah:
a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA)
IgA diketahui terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan IgG dalam
cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibody yang terdapat dalam
serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh rantai polipeptida. Dimer IgA ini
dibuat dalam sel plasma yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian
akan diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan sekretori komponen (SC).
Dengan ikatan yang terakhir SIgA akan lebih tahan terhadap perusakan oleh enzim
proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaimanapun proses
proteksi dari SIgA ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun ada yang menyatakan
bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus halus dapat mencegah melekatnya
mikroorganisme dan antigen pada epitel usus sehingga bakteri tidak dapat
berkembangbiak. Sejumlah SIgA terdapat pula pada kolostrum.Hal ini sangat penting
sebagai proteksi terhadap usus bayi yang baru lahir.
b. Cell Mediated Immunity (CMI)
Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque peyeri di
ileum. Walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam taraf
penelitian.
c. Imunoglobulin lain
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen usus.
Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama dengan sel plasma
terdapat dalam jumlah cukup banyak di usus dan merupakan proteksi sementara terhadap
kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA bila karena suatu sebab
terjadi defisiensi IgA. IgE tidak jelas peranannya dalam proteksi usus.
D. Anatomi dan fisiologi
1) Usus halus
Memanjang dari pylorus hingga caecum. Pada neonatus memiliki panjang 275 cm
dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun atas lapisan
tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. Permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas
dengan adanya villus dan kripta. Villus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-masing
regio usus halus. Di duodenum villus tersebut lebih pendek, lebih lebar, dan lebih sedikit,
menyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum, serta menjadi lebih kecil dan lebih
meruncing di ileum. Densitas terbesar didapatkan di jejunum. Diantara villus tersebut terdapat
kripta (Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan pembaharuan epitel.
terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum, tight junction ini berperan penting
dalam regulasi permeabilitas epitel dengan melakukan kontrol terhadap aliran air dan solusi
paraseluler. Terdapat berbagai macam jenis sel dengan fungsinya masing-masing yaitu: 1
Sel Goblet
Merupakan sel penghasil mucus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel goblet
menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu, membentuk barier
fisikokimia, memberi perlindungan pada epitel permukaan. Mucus ini paling banyak
didapatkan pada gaster dan duodenum
Sel Kripta
Sel kripta yang tidak berdeferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak terdapat di
sel kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursor sel penyerap villus, sel paneth, sel
enteroendokrin, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang tidak berdiferensiasi
ini mensistesis dan mengekspresikan komponen sekretori pada membran basolateral,
dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis IgA oleh lamina propria sel
plasma.
Sel Paneth
Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinofilik sitoplasma dan basofil. Granula
lisosom dan zimogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi sekretori sel
Paneth belum diketahui, diduga membunuh bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin
intrasel, menjaga keseimbangan flora normal usus.
Sel Enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus neuroskretori, sel enteroendokrin terdapat di mukosa
saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan kripta usus. Sel enteroendokrine
mensekresi neuropeptida seperti gastrin, sekretin, motilin, neurotensin, glukagon,
enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin dan somatostatin.
Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.
Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara : 5
a. Transport Aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh enterosit yang
terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1 molekul glukosa dan Na+, dan
bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air. Glukosa
masuk ke dalam ruang interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran darah. Na+
masuk ke dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat pada
basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na+ ( sodium pump ).
Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah, tekanan osmotik meningkat
dan memperbanyak terjadinya penyerapan air.
b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik. Setelah Na+ masuk ke
dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na+, tekanan osmotik plasma meningkat dan akan
menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.
E. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat diidentifikasi
tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.1
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.1,6
GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT
Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anak usia kurang 5 tahun
Tabel 3. Tabel Enteropatogen patogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur 7
Di samping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak antara lain:
Kesulitan makanan Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis
Malrotasi
Lain-lain:
Infeksi non gastrointestinal
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Stricture
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Malabsorbsi
Defesiensi disakaridase
Malabsorbsi glukosa dan galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Keracunan makanan
logam berat
Mushrooms
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital
Tabel 4. Penyebab diare non infeksi pada anak
F. Patofisiologi
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotik. Meskipun
dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi
saluran cerna. Begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan
cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel.
Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian
proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan
tekanan osmotik antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat
permeable, air akan mengalir ke arah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen
usus. Na+ akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na+ normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa
kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat
diserap seperti Mg2+, glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorbsi kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah,
atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang
sama.1
2. Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang
terjadi akibat gangguan absorbsi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida
tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh
sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akibat
rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.7
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium (Na+)
dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na+ dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika
diasumsikan osmolaritas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na ++ K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+
rendah (<50 mEq/L) dan beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na+ tinggi (>90 mEq/L), dan
perbedaan osmotiknya kurang dari 20 mOsm/L.6
Osmotik Sekretorik
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6
Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta
asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca+ yang selanjutnya akan mengaktifasi
protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein
sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.1
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang
menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap
absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu
dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat
disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas
mungkin merupakan penyebab diare pada thirotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan
berbagai penyakit lain.1
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan sekretorik.1
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi
bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorbsi yaitu
sitoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukkan
bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh
toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada selular sitoskeleton dan specific tight junction.
Pengaruh ini bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan
menyebabkan hipersekresi klorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium
difficile akan menginduksi kerusakan sitoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis
menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi
protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein sitoskeleton.1,9
G. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa
berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung
pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik ( hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa
tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septik tromboplebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa
parestesia ( akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan
tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukan terkenanya usus besar. Mual
dan muntah adalah simptom yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh
karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enteric virus, bakteri
yang memproduksi enteroroksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas
atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukan bahwa
saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan
perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Gejala
klinis :
Masa
Tunas
Panas
Mual,
muntah
Nyeri
perut
Nyeri
kepala
lamanya
sakit
17-72 jam
+
Sering
Tenesmus
-
5-7 hari
24-48 jam
++
Jarang
Tenesmus,
kramp
+
>7hari
6-72 jam
++
Sering
Tenesmus,kolik
+
3-7 hari
6-72 jam
-
+
-
-
2-3 hari
6-72 jam
++
-
Tenesmus,
kramp
-
Variasi
48-72 jam
-
Sering
Kramp
-
3 hari
Sifat tinja:
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Leukosit
Sedang
5-10x/hari
Cair
-
Langu
Kuning hijau
-
Sedikit
>10x/hari
Lembek
+
-
Merah-hijau
+
Sedikit
Sering
Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan
+
Banyak
Sering
Cair
-
-
Tak berwarna
-
Sedikit
Sering
Lembek
+
-
Merah-hijau
-
Infeksi
Banyak
Terus menerus
Cair
-
Amis khas
Seperti air cucuian
beras
-
Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus sistemik+ -
Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada atau tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah volume dan
frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 hingga 8jam
terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain
yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu
selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan
obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan
lainya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan
cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.1
Symptom Minimal atau tanpa dehidrasi,
kehilangan BB<3%
Dehidrasi ringan sedang,
kehilangan BB 3%-9%
Dehidrasi berat, kehilangan
BB>9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, irritable Apatis, letargi, idak sadar
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi, (kasus
berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus
Baik,sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa,tidak
haus
*Gelisah,rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
*haus ingin minum
banyak
*lesu,lunglai/tidak
sadar
Sangat cekung
Kering
Sangat kering
*malas minum atau
tidak bias minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi
ringan/sedang
Bila ada 1 tanda*
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda*
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 7. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3
dehidrasi isotonik, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L
dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L
Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik
Rasa haus - + +
Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun
Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas
Kulit/ selaput lender Basah Kering Kering sekali
Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis,
hiperfleksi
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik
Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat, dan keras
Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah
Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%
Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1
darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika
urin: urin lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
Tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa
mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, protozoa, atau disebabkan
oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus
bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli ,
T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,
adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi
dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adnya warna empedu
akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial
overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat
menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair,
lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak dalam
tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi
bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan
untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus
halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila
pH tinja<6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.8
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim laktase sekunder akibat rusaknya
mikrovili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim laktase. Enzim laktsae
merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa,
yangs selanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi
laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang
terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya
reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari
1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas
tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna
yang terjadi dicocokkan dengan warna standar. Biru berarti negatif, kuning tua berarti
positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan
(+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5
gram sehari disebut sebagai steatore.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit
dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja dengan
cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau
Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:5
bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negatif
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++)
bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III yang
mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara mikroskopis
dengan pembesaran 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga.
Penilaian berdasarkan 3 kriteria:8
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per lapang
pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dengan jumlah lebih 100 per lapang pandang atau sel
memenuhi lebih dari ½ lapang pandang
(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambillah sedikit tinja dan emulsikan dalam tetesan NaCl
fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan yodium. Pengambilan tinja cukup
sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak
terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis),
karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk
kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan
pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.
Uji hidrogen napas
Pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan kadar hidrogen dalam
udara ekspirasi. Gas hidrogen dalam udara ekspirasi berasal dari fermentasi bakteri
terhadap substrat baik di kolon maupun di usus halus. Fermentasi bakteri di usus besar
terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi tersebut seperti laktosa atau fruktosa
akan difermentasi oleh bakteri komensal menghasilkan asam lemak rantai pendek (short
chain fatty acid), beberapa molekul alkohol dan gas hidrogen. Gas hidrogen tersebut
dengan cepat akan diserap masuk ke sirkulasi darah lalu masuk ke paru dan dikeluarkan
lewat udara napas.8
Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bacterial overgrowth ,
yang didefinisikan sebagai terdapatnya kolom atau spesies koloni lebih dari 106 unit per
milliliter cairan usus halus yang seharusnya relatif steril. Sebelum pemeriksaan uji
hidrogen napas penderita dipuasakan selama 4-6 jam, lalu diambil sampel udara napas
dengan cara meniup ( pada bayi dengan menggunakan sungkup) pada alat yang dapat
menghitung kadar hidrogen napas sebagai kadar awal hidrogen napas. Lalu diberikan
larutan 2 gr/kgBB dengan konsentrasi 20% setelah itu diambil sampel udara napas seperti
sebelumnya setiap 30 menit selam 2-3 jam. Peningkatan kadar hidrogen napas >20ppm,
atau 10-20 ppm disertai gejala klinis (kembung, diare, muntah, sakit perut) disebut
positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit pertama yang berarti
fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi, di usus halus dan disimpulkan sebagai
bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi setelah 2 jam menandakan adanya laktosa
yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke kolon dan difermentasi oleh
bakteri di kolon menghasilkan hidrogen yang ditangkap oleh alat.8
I. Tata laksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi,
pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan:8
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc.
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang
sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10
1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
Beri cairan tambahan (sebanyak anak mahu)
Jelaskan pada ibu:
- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang
utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang sebagai
tambahan
- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan berikut ini:
oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan
- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat
Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu berapa banyak cairan termasuk
oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairanya sehari-hari:
- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB
- > 2 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali BAB
Katakan pada ibu
- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/ cangkir/gelas
- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan lebih lambat.
- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
Beri tablet Zinc
Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari dengan dosis :
- umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) perhari
- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari
Lanjutkan pemeberian makanan
Kapan harus kembali
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik sesuai yang dianjurkan
selama periode 3 jam.
Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23
bulan
5-4 tahun 5-14tahun >15 tahun
Berat
badan
<5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg
Jumlah 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000
(ml)
Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam ulangi penilaian
dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk
melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai tunjukan cara
menyiapkan oralit di rumah, tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan
dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi
dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A. Jika anak
menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan cairan yang
sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga
100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah memberi makan segera setelah anak ingin
makan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit. Berikan
tablet zinc selama 10 hari.
3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)
Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut,
sementara infus disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau ringer asetat (atau jika tak
tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut.
Umur Pemberian pertama
30ml/kgBB selama
Pemebrian berikut
70ml/kgBB selama
Bayi (dibawah umur12
bulan)
1 jam* 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5
tahun)
30 menit* 2 ½ jam
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau
minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet zinc sesuai
dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam
(klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi untuk melanjutkan penggunaan.
Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan untuk
memberikan pada penderita:
1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit
2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi
3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.
Pada diare, CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun berperan dalam
menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun karena diare. WHO dan UNICEF
berusaha mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralit
baru dengan osmolalitas lebih rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun
efektifitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan osmolalitas rendah ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja
hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera pada anak.1,11
PENGOBATAN DIETETIK
Memuasakan penderita diare (hanya memberi air teh) sudah tidak dilakukan lagi karena
akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Sebagai pegangan dalam
melaksanakan pengobatan dietetik dipakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai singkatan Oralit,
Breast feeding, Early Feeding, Simultaneously with Education.3
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrisi sebanyak anak
mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrisi, sehingga memburuknya status gizi dapat
dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya
fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya
setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering
mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI selain memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari yang berperan memberikan perlindungan terhadap
kuman patogen.12 Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau
bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau
dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.12
Gejala klinis menghilang
(hari)
Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)
Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200
Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,
makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus berasal dari makanan dan
diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan.
Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umunya dapat
ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan,
yakni memperlambat pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi
memperkecil jumlah laktosa pada usus halus per satuan waktu. Pemberian makanan lebih sering
dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama dalam mencernakan laktosa dan
penyerapannya. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari makanan
pokok setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan
kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan.
Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok
tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu,tempe, daging atau
ikan. Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman
ringan, sebaiknya dihindari.
Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mahu selama diare, beberapa kegagalan
pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia hebat. Oleh karena itu perlu
pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk
memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal.
Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak
dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.1,8,12
Zinc
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang
optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorbsi air dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di negara-negara
berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di
dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang
memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc
untuk anak-anak:
- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk
bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk anak lebih besar, zinc dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.1,13
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika:antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat
mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
Antibiotik
Antibiotik pada umunya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10% hingga 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V.cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya.1
Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Erythromycin 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20 mg/kg BB
4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giardiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya.
Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1,3
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine). Obat-obat ini
dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuanya untuk mengikat dan
menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan
mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti
keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada
anak.
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opiii, paregoric,
codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi
tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus
paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan
memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis
normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan
diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dngan
diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
Obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan
mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat
anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah biasanya berhenti bila
penderita telah terehidrasi.
Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal
yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu
yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam
pencegahan diare melalui perubahan lingkungan mikrolumen usus , kompetisi nutrient,
mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek
trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi. Pemberian
makanan selama diare harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuannya adalah
memberikan makanan yang kaya nutrien sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak
dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan
pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk
kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi
dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan adanya
kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang
telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan
adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen.
Lactobacillus strain pada manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel
goblet HT 29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3
mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada kalsium, sedangkan
Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan perlekatan
tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai kemampuan untuk
mencegah perlekatan diarrheagenic Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti
Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1
lebih efektif bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E.coli daripada setelah
infeksi E.coli. Disamping mekanisme perlekatan dengan reseptor pada epitel usus untuk
mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat
pada pejamu oleh karena produksi substansi antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin,
microcin, reuterin, volatile fatty acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.1,8,14,15
J. Komplikasi1,3
1. Gangguan elektrolit
- Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala
yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah
cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam.
Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5%
dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml
cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat
mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.1
- Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia ( Na+ <130 mmol/L). Hiponatremia sering
terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan edema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasil, koreksi Na+ dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na+ koreksi (mEq/L)=125- kadar Na
serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam
8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na+ tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.1
- Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K+>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak
jantung.1
- Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K+<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K+: jika
kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5
mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam
kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB).
Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti1
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella disentriae dan rotavirus. Pada umumnya
demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus.
Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada
umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam
yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan antipiretika.
Antibiotika jika ada infeksi.3
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang tampak
biasanya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema otak. Edema
paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garam faali.
Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid
jika kejang.3
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan
ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan
pernafasan yang dalam dan cepat (kussmaul). Pemberian oralit yang cukup mengadung
bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai akibat
penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung, muntah,
peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan,
beri cairan parenteral yang mengandung banyak K+.3
6. Kejang3
-Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita dalam keadaan
koma, glukosa 20% harus diberikan iv, dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam
waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian
glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
-kejang demam
-Hipernatremia dan hiponatremia
-penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare, seperti
meningitis, ensefalitis atau epilepsi.
7. Malabsorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula selama diare
dapat menyebabkan:3
- Volume tinja bertambah
- berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
- dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa dan
menghidari efek “bolus”
b. Mengencerkan susu jadi ½-1/3 selama 24 hingga 48 jam. Untuk mengatasi
kekurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrien lain seperti makanan
padat, perlu diberikan.
c. Pemberian “yogurt” atau susu yang telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung atau rendah laktosa, atau ganti
dengan susu kedelai.
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau penderita
dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan cairan intravena3
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang menyebabkan
gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah
dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan
oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetik sebaiknya
tidak diberikan karena sering menyebabkan penurunan kesadaran.3
10. Acute kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok. Didiagnosis
sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam setelah hidrasi
cukup.3
K. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran
ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan
e. Penggunaan tandas yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam jumlah
yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan
diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung
menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi
campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60%
kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada
balita.1,3
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah, tetapi
infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi diare. Di dunia telah
beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali
pemberian dengan interval 4-6 minggu. 1,8,16,17,18
L. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus
diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan
melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan menjadi diare
persisten.8
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI.
2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html. [diunduh tanggal
16 April 2013]
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The Journal of
Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United Stated
of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based Guidelines
for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the tight
junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam http:www.glut.bmj.com.[diunduh
tanggal 16 April 2013].
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.2009.
11. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality Formulation.
Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002. [diunduh tanggal 16 April
2013].
12. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
13. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood Diarrhea and
respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.
14. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and inflammation.
Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
15. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam Kapita
Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111
16. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated Guidelines for
use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
17. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban population
in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
18. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31