9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu istilah yang sangat erat kaitannya. Kesehatan kerja mengacu pada keadaan umum fisik, mental dan kesejahteraan emosional, setiap karyawan diharuskan sehat dan bebas dari penyakit, cedera atau masalah mental dan emosional yang mengganggu aktivitas, praktek manajemen keselamatan di organisasi dibentuk untuk mempertahankan karyawan secara keseluruhan menjadi baik. (Malthis dan Jackson, 2003) Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah keselamatan dan kesehatan yang terjadi dalam pekerjaan. Dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terdapat tiga pokok masalah terjadinya kecelakaan kerja, yaitu peristiwa yang terjadi secara kebetulan, kondisi dan tindakan atau perbuatan yang membahayakan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.(Moekijat 2010). Menurut Hasibuan (2003), keselamatan dan kesehatan kerja akan menciptakan terwujudnya pemeliharaan karyawan dengan baik. Dengan memberikan penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari pentingnya keselamatan kerja bagi mereka ataupun bagi perusahaan. Sedangkan menurut Mangkunegara (2002), keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya
23
Embed
karyawan secara keseluruhan menjadi baik. …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-00116...Menurut Hasibuan (2003), keselamatan dan kesehatan kerja akan menciptakan terwujudnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu istilah yang sangat erat
kaitannya. Kesehatan kerja mengacu pada keadaan umum fisik, mental dan
kesejahteraan emosional, setiap karyawan diharuskan sehat dan bebas dari
penyakit, cedera atau masalah mental dan emosional yang mengganggu aktivitas,
praktek manajemen keselamatan di organisasi dibentuk untuk mempertahankan
karyawan secara keseluruhan menjadi baik. (Malthis dan Jackson, 2003)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bertujuan untuk memberikan
pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah keselamatan
dan kesehatan yang terjadi dalam pekerjaan. Dalam keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) terdapat tiga pokok masalah terjadinya kecelakaan kerja, yaitu
peristiwa yang terjadi secara kebetulan, kondisi dan tindakan atau perbuatan yang
membahayakan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.(Moekijat 2010).
Menurut Hasibuan (2003), keselamatan dan kesehatan kerja akan
menciptakan terwujudnya pemeliharaan karyawan dengan baik. Dengan
memberikan penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari
pentingnya keselamatan kerja bagi mereka ataupun bagi perusahaan. Sedangkan
menurut Mangkunegara (2002), keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya
10
untuk menjamin dan menjaga kesehatan serta keutuhan jasmani dan rohani para
tenaga kerja khususnya manusia, menuju masyarakat yang adil dan makmur.
2.1.1.1 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Mangkunegara (2002), tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) adalah sebagai berikut:
1) Agar setiap karyawan mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
5) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
7) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
2.1.1.2 Keselamatan Kerja
Menurut Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja mengarah kepada
perlindungan fisik yang bertujuan untuk menghindari cidera fisik dan kecelakaan
kerja. Seorang manajer harus menaruh perhatian besar terhadap keselamatan kerja
dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa hati-hati dalam bekerja untuk
mengurangi bahaya atau resiko-resiko yang akan terjadi.
11
Menurut Malthis dan Jackson (2006), manajemen yang efektif
membutuhkan sebuah komitmen organisasional pada kondisi kerja yang aman.
Keselamatan kerja juga berpengaruh terhadap jam kerja karyawan, dimana akan
timbul rasa lelah karena pekerjaan fisik yang dilakukan atau karena rasa bosan
yang timbul akibat mengerjakan pekerjaan yang sama pada periode yang lama
atau kerja lembur. Jika timbulnya rasa lelah maka akan mengurangnya motivasi
kerja dan memungkinkan untuk timbulnya kecelakaan kerja. Tetapi, jika program
keselamatan yang dirancang dan dikelola dengan baik dapat memberikan
keuntungan yaitu mengurangi kecelakaan dan biaya-biaya terkait, seperti
kompensasi para pekerja dan denda.
Moekijat (2010), berpendapat setidaknya sebagian dari keselamatan kerja
dan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja adalah tanggung jawab seorang
manajer, karena seorang manajer mempunyai pengaruh dan perhatian yang besar
terhadap keselamatan kerja para karyawannya dengan tujuan agar karyawan dapat
bekerja secara hati-hati untuk mengurangi berbagai macam resiko dan
mengurangi biaya. Karena sebaik apapun tempat atau kondisi lingkungan kerja
akan selalu terjadi kecelakaan kerja, oleh karena itu supervisor atau manajer
sangat berperan penting dalam hal ini. Akan tetapi jika dengan adanya tanggung
jawab oleh semua tingkatan manajemen yang ada pada satu perusahaan untuk
mengurangi tindakan yang membahayakan para karyawan. Maka dalam hal ini
supervisor sebagai pengawas pada tingkat paling bawah yang mempunyai peranan
penting karena sebagai mata rantai yang sangat berpengaruh dalam manajemen.
12
2.1.1.2.1 Manajemen Keselamatan
Menurut Malthis dan Jackson (2006) Manajemen keselamatan adalah
komitmen organisasional dalam usaha untuk menjaga keselamatan yang
dikoordinasi dari manajemen tingkat atas untuk memasukan semua anggota
organisasi dan juga harus tercermin dalam tindakan manajerial. Pada gambar 2.1
menjelaskan berbagai macam pendekatan yang digunakan oleh para pemberi kerja
dalam mengatur keselamatan.
Sumber : Malthis dan Jackson “Human Resource Management” (2006 , P491)
Gambar 2.1 Pendekatan pada manajemen keselamatan yang efektif
Pendekatan
pada
Manajemen
Keselamatan
yang Efektif
1. Pendekatan organisasional : • Merancang pekerjaan • Mengembangkan dan
mengimplementasikan kebijakan keselamatan
• Menggunakan komite - komite keselamatan
• Mengkoordinasikan investigasi kecelakaan.
2. Pendekatan teknik mesin • Merancang lokasi dan peralatan
kerja • Meninjau peralatan • Menerapkan prinsip - prinsip
ergonomi
3. Pendekatan Individual • Menguatkan motivasi dan sikap
keselamatan • Memberikan pelatihan keselamatan
karyawan • Memberikan penghargaan
keselamatan melalui program intensif
13
2.1.1.2.2 Indikator Keselamatan Kerja
Menurut Mangkunegara (2002), bahwa indikator penyebab keselamatan
kerja adalah:
1) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
(1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang
diperhitungkan keamanannya.
(2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
(3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
(1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
(2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan
penerangan.
2.1.1.3 Kesehatan Kerja
Malthis dan Jackson (2002) menerangkan bahwa masalah kesehatan kerja
pada karyawan yang beraneka jenis sangatlah susah untuk dihindari. Masalah-
masalah tersebut dapat berupa masalah kesehatan yang kecil sampai pada keadaan
sakit yang parah / serius yang berhubungan dengan pekerjaan yang mereka
lakukan. Beberapa diantara masalah tersebut seperti masalah pada kesehatan
emosional sampai dengan karyawan yang memiliki kecenderungan
mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau alkohol. Kesehatan kerja itu sendiri
berhubungan pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum dengan
tujuan memelihara kesejahteraan individu secara menyeluruh.
Mangkunegara (2002), kesehatan kerja menunjukan pada kondisi yang
bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh
14
lingkungan kerja. Sedangkan Sedarmayanti (2010), menyebutkan bahwa
kesehatan merupakan sebuah pemeliharaan dimana suatu kondisi untuk menjaga
kesejahteraan fisik dengan meningkatkan kondisi mental, loyalitas dan kondisi
fisik para pegawai agar mereka tetap ingin bekerja sampai mereka pensiun.
2.1.1.3.1 Persoalan Kesehatan
Menurut Malthis dan Jackson (2002 : P495), persoalan kesehatan di tempat
kerja terdiri atas :
1) Penyalahgunaan obat-obatan (subtance abuse)
Pemakaian obat-obatan terlarang, alkohol atau berbagai zat kimia yang telah
diatur oleh undang-undang. Berbagai masalah dan kekhawatiran para pemberi
kerja yang berhubungan dengan penyalahgunaan tersebut dimana para
karyawan akan menjadi lamban dalam bekerja, cara berbicara yang tidak
jelas, kesulitan berjalan, ketidakkonsistensian, depresi, emosional, tingkat
ketidak hadiran yang meningkat dan sebagainya. Untuk mendorong karyawan
untuk menyelesaikan masalah tersebut, perusahaan memberikan beberapa
opsi yang biasanya telah disahkan oleh hukum. Seorang karyawan
dihadapkan pada supervisor atau manajer yang berhubungan dengan perilaku
dan kinerja mereka yang tidak memuaskan.
2) Persoalan kesehatan emosional / mental
Pada zaman sekarang banyak individu yang mengalami tekanan dalam
masalah keluarga, pekerjaan atau kehidupan pribadi. Berikut ini merupakan
masalah yang di miliki karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan :
(1) Stres
15
Dimana individu tidak dapat menangani berbagai macam tuntutan. Para
profesional SDM, supervisor dan manajer harus bisa menangani stres pada
karyawan yang jika tidak dapat menimbulkan kelelahan atau menunjukan
perilaku yang tidak sehat seperti meminum alcohol atau menyalahgunakan
resep dokter.
(2) Depresi
Persoalan yang berhubungan dengan kesehatan emosional / mental. Jika
depresi berada pada tingkat yang ekstrim maka depresi dapat membuat
seorang karyawan bunuh diri. Disarankan untuk memberikan pelatihan
mengenai gejala-gejala depresi dan apa yang harus dilakukan jika gejala -
gejala tersebut mulai terlihat.
(3) Promosi Kesehatan
Merupakan pendekatan suportif guna memudahkan dan mendorong para
karyawan untuk meningkatkan tindakan dan gaya hidup yang sehat.
Promosi kesehatan dapat berupa : program kesehatan dan budaya
kesehatan organisasional.
2.1.1.3.2 Faktor Kesehatan Kerja
Faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja karyawan antara lain
dalam Mangkunegara (2002) :
1) Pengaturan udara
(1) Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik
(2) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
2) Kondisi fisik pegawai
16
(1) Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak sehat.
(2) Emosi pegawai yang tidak stabil.
(3) Program jaminan kesehatan.
3) Pengaturan pencahayaan dan penerangan
(1) pencahayaan dan penerangan yang cukup dalam ruang yang digunakan
untuk bekerja.
2.1.1.4 Kecelakaan Kerja
Menurut Dale S. Beach yang dikutip oleh Malthis dan Jackson (2006)
kecelakaan adalah kejadian yang tidak diharapkan yang menggangu jalannya
kegiatan. Menurut Moekijat (2010), beberapa kondisi yang membahayakan atau
faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah :
1) Perlengkapan yang perawatannya kurang baik.
2) Perlengkapan kerja yang sudah rusak atau tidak layak pakai.
3) Prosedur yang membahayakan pekerja pada mesin atau perlengkapan kerja
lainnya.
4) Tempat penyimpanan yang melebihi muatan.
5) Penerangan yang kurang memadai (terlalu redup atau menyilaukan).
6) Vertilasi atau saluran udara yang tidak baik.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, yakni
peristiwa-peristiwa yang terjadi secara kebetulan, kondisi yang membahayakan
dan tindakan yang membahayakan. Akan tetapi kondisi fisik dan mental
seseorang juga turut menimbulkan kecelakaan kerja. Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah timbulnya kecelakaan kerja yaitu dengan
17
menggunakan pendekatan dasar terhadap pencegahaan kecelakaan kerja dimana
bergantung pada tiga-E. Enginering dimana suatu pekerjaan harus direncanakan
terlebih dahulu, education karyawan diberikan pendidikan untuk memahami
bagaimana pentingnya keselamatan dalam bekerja, enforcement dimana para
karyawan menaati peraturan-peraturan yang ada .
2.1.2 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Nawawi (2005), motivasi dalam manajemen adalah untuk
menciptakan kondisi yang dapat mendorong setiap pekerja dimana hal tersebut
akan berlangsung secara efektif dan efisien jika para manajer dapat memotivasi
para pekerja agar melaksanakan tugas-tugasnya dengan rasa senang dan puas.
Menurut Griffin dan Moorhead (2010), motivasi kerja adalah tugas penting
suatu manajer, motivasi adalah suatu himpunan kekuatan yang menyebabkan
orang terlibat dalam satu perilaku daripada perilaku alternatif lainnya.
Menurut Robbin dan Judge (2011), motivasi adalah proses yang
menjelaskan intensitas individual, arah, dan ketekunan usaha ke arah tujuan. 3
elemen inti dari motivasi adalah intensitas, arah dan ketekunan. Intensitas
menggambarkan bagaimana seseorang berusaha keras, elemen intensitas adalah
titik fokus apabila kita membicarakan motivasi. Namun, intensitas tinggi tidak
mungkin untuk memimpin hasil prestasi kerja yang menguntungkan kecuali usaha
yang disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, kita
harus mempertimbangkan kualitas usaha dan intensitasnya. Upaya diarahkan
konsisten dengan tujuan organisasi adalah keharusan jenis usaha yang harus kita
18
cari. Akhirnya, motivasi memiliki dimensi ketekunan, ini mengukur seberapa
lama seseorang dapat mempertahankan usaha. Karyawan yang termotivasi dapat
menyelesaikan tugas mereka untuk mencapai tujuan mereka dan organisasi.
Menurut Hersey dan Blanchard yang diterjemahkan oleh Agus Dharma
(2002), motivasi bergantung kepada kuat dan lemahnya motif. Motif dapat
diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan, dan gerak hati dalam diri
seseorang yang diarahkan pada tujuan yang berada di bawah alam sadar.
Menurut Stoner DKK yang diterjemahkan oleh Winardi (2011), para
manajer yang menentukan cara bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Kemudian
manajer berusaha untuk memotivasi para pekerja dengan sistem upah dimana para
pekerja yang banyak menghasilkan output, maka makin banyak pula penghasilan
mereka.
Menurut Winardi (2011), peningkatan motivasi pada karyawan akan
berdampak positif pada peningkatan produksi pada suatu perusahaan tetapi
dengan begitu belum berarti meningkatnya pula efektifitas produksi. Jika
meningkatnya produksi diikuti dengan ketrampilan yang tepat dan juga sumber
daya yang baik maka akan memperbesar produktivitas dan efektivitas produksi.
Malthis dan Jackson (2006), teori motivasi / Higiene Herzberg
mengasumsikan bahwa sekelompok factor, motivator, menyebabkan tingkat
kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi. Akan tetapi faktor-faktor Higiene dapat
menimbulkan ketidakpuasan kerja. Hasil penelitian Herzberg menyatakan tiga hal
penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu :
19
1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang untuk
mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat
menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu.
2) Hal- hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat
pelengkap pekerjaan seperti peraturan pekerjaan, penerangan, cuti, jabatan,
hak, gaji, dan tunjangan.
3) Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan
menjadi sensitive pada lingkungannya dan mulai mencari kesalahan.
Teori Herzberg dalam buku Malthis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa
orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruh oleh dua faktor yang
merupakan kebutuhan, yaitu :
1) Maintenance Factors
Faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin
memperoleh kesejahteraan fisik. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg
merupakan kebutuhan yang berlangsung secara terus menerus, karena kebutuhan
ini akan kembali kepada titik nol setelah dipenuhi.
Faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal seperti gaji, kondisi kerja fisik, kepastian
pekerjaan, mobil dinas dan macam- macam tunjangan lainnya. Hilangnya fakor
pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan karyawan dan
meningkatkannya absensi karyawan, bahkan dapat menyebabkan turnover.
2) Motivation Factors
Faktor motivasi adalah hal-hal yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang
yang menyangkut kepuasan psikologis dalam melakukan pekerjaan. Faktor
20
motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara
langsung berkaitan dengan pekerjaan. Misalnya ruangan yang nyaman,
penerangan yang baik, dan penempatan yang tepat.
Dalam teori ini timbul pendapat bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus
direncanakan sebaik mungkin, agar kedua faktor ini ( faktor maintenance dan
faktor motivasi) dapat dipenuhi.
Tabel 2.1 menerangkan perbedaan teori motivasi higiene herzberg, dimana
didalamnya terdapat faktor yang dapat meningkatkan motivasi serta faktor yang
dapat mengurangi kepuasan.
Tabel 2.1 Teori Motivasi Higiene
Sumber : Malthis dan Jackson “Human Resource Management” (2006: 115)
Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik SDM adalah
dimana seseorang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras walaupun
manajer mempertimbangkan dan menyampaikan faktor – faktor higiene dengan
hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan
bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih banyak
usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan.