Top Banner
PRASASTI MARIÑCI Kartina Risma Wardani, Ninie Soesanti Tedjowasono Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok. 16431, Indonesia [email protected]; [email protected] ABSTRAK Prasasti Mariñci merupakan prasasti yang berasal dari masa Majapahit akhir yang berasal dari pemerintahan Wikramawarddhana. Prasasti Mariñci tidak memiliki angka tahun yang lengkap dan hanya mencantumkan titi.ka.4.śirah 5. Prasasti Mariñci merupakan prasasti sma yang memiliki struktur yang berbeda dengan prasasti-prasasti sma pada umumnya. Prasasti Mariñci merupakan jenis prasasti rajamudra jika dilihat dari formula prasasti dan bahasa yang digunakan pada prasasti tersebut. Prasasti Mariñci berisikan perintah raja tentang pembebasan dua jenis pajak yaitu pajak tentang penghentian dua jenis pajak yaitu pajak titi lĕman dan sosorohan yang akan ditagih oleh kepala desa di Mariñci yang merupakan bagian dari daerah di Tumapĕl. Dengan demikian, prasasti Mariñci merupakan prasasti keputusan bebas pajak. Kata Kunci: (Epigrafi, Prasasti Mariñci, rajamudra) MARIÑCI INSCRIPTION ABSTRACT Mariñci Inscription is an inscription dates comes from King Wikramawarddhana ages on last majapahit kingdom era. Mariñci Inscription has no exactly year dates except for a word titi.ka.4.śirah 5. This Inscription is a sma inscription which has anomaly if compared with other sma inscriptions that come from majapahit era. Mariñci Inscription is considered as rajamudra based on it’s inscription formula and the language. The inscription itself contains the king order to release two kind of tax from Mariñci village. These tax are called titi leman and sosorohan . these kinds of tax were always collected by the village head then forwarded to Tumapĕl goverment, but the king order the tax was deleted. In short, Mariñci Inscription is the prove of tax release by the king order for Mariñci village. Keywords : (Epigraphy, Mariñci, Insciption, rajamudra) PENDAHULUAN Pada umumnya prasasti-prasasti yang berasal dari masa klasik yang memuat berbagai informasi seperti struktur kerajaan dan birokrasinya, struktur kemasyarakatan, struktur perokonomian, agama, kepercayaan dan adat istiadat di dalam suatu masyarakat (Boechari, 2012:4). Selain itu terdapat pula prasasti yang disebut dengan jayasong atau Jayapāttra (Djafar, 2004:45). Prasasti Jayasong atau Jayapāttra berisikan tentang keputusan pengadilan mengenai perkara Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015
21

kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Nov 21, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

PRASASTI MARIÑCI

Kartina Risma Wardani, Ninie Soesanti Tedjowasono

Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok. 16431, Indonesia

[email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Prasasti Mariñci merupakan prasasti yang berasal dari masa Majapahit akhir yang berasal dari pemerintahan Wikramawarddhana. Prasasti Mariñci tidak memiliki angka tahun yang lengkap dan hanya mencantumkan titi.ka.4.śirah 5. Prasasti Mariñci merupakan prasasti sῑma yang memiliki struktur yang berbeda dengan prasasti-prasasti sῑma pada umumnya. Prasasti Mariñci merupakan jenis prasasti rajamudra jika dilihat dari formula prasasti dan bahasa yang digunakan pada prasasti tersebut. Prasasti Mariñci berisikan perintah raja tentang pembebasan dua jenis pajak yaitu pajak tentang penghentian dua jenis pajak yaitu pajak titi lĕman dan sosorohan yang akan ditagih oleh kepala desa di Mariñci yang merupakan bagian dari daerah di Tumapĕl. Dengan demikian, prasasti Mariñci merupakan prasasti keputusan bebas pajak.

Kata Kunci: (Epigrafi, Prasasti Mariñci, rajamudra)

MARIÑCI INSCRIPTION

ABSTRACT

Mariñci Inscription is an inscription dates comes from King Wikramawarddhana ages on last majapahit kingdom era. Mariñci Inscription has no exactly year dates except for a word titi.ka.4.śirah 5. This Inscription is a sῑma inscription which has anomaly if compared with other sῑma inscriptions that come from majapahit era. Mariñci Inscription is considered as rajamudra based on it’s inscription formula and the language. The inscription itself contains the king order to release two kind of tax from Mariñci village. These tax are called titi leman and sosorohan . these kinds of tax were always collected by the village head then forwarded to Tumapĕl goverment, but the king order the tax was deleted. In short, Mariñci Inscription is the prove of tax release by the king order for Mariñci village.

Keywords : (Epigraphy, Mariñci, Insciption, rajamudra)

PENDAHULUAN

Pada umumnya prasasti-prasasti yang

berasal dari masa klasik yang memuat

berbagai informasi seperti struktur

kerajaan dan birokrasinya, struktur

kemasyarakatan, struktur perokonomian,

agama, kepercayaan dan adat istiadat di

dalam suatu masyarakat (Boechari,

2012:4). Selain itu terdapat pula prasasti

yang disebut dengan jayasong atau

Jayapāttra (Djafar, 2004:45). Prasasti

Jayasong atau Jayapāttra berisikan tentang

keputusan pengadilan mengenai perkara

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 2: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

perdata. Contoh prasastinya adalah prasasti

Wurudu Kidul 844 Śaka, prasasti Guntur

829 Śaka, prasasti Kurungan 807 Śaka dan

prasasti Dhan Nawi 833 Śaka (Boechari,

2004: 23). Dari beberapa jenis prasasti

yang disebutkan sebelumnya di antaranya

juga terdapat prasasti yang disebut prasasti

sῑma.

Prasasti sῑma merupakan prasasti yang

dikeluarkan oleh raja maupun pejabat

kerajaan yang umumnya berisikan perintah

atau maklumat. Perintah atau maklumat ini

diturunkan kembali kepada pejabat tinggi

kerajaan untuk diteruskan kembali kepada

bawahannya. Prasasti sῑma memiliki

struktur yang lengkap dengan urutan

struktur sebagai berikut: 1. Manggala;

2. Unsur Penanggalan;

3. Yang Mengeluarkan Perintah;

4. Yang Menerima Perintah;

5. Yang Mendapat Anugrah Sīma;

6. Luas Daerah Yang dijadikan Sīma;

7. Besarnya Pajak;

8. Sambhanda;

9. Daftar Yang diberi Pasĕk-Pasĕk terdiri atas:

a) Pejabat Tinggi Kerajaan, b) Para wakil

atau abdi pejabat tinggi (wadwa), c) Pejabat

Tingkat Watak, d)Pejabat dari desa yang

dijadikan Sīma, e) Pejabat dari desa-desa

sekeliling (tpi siring);

10. Jalannya upacara penetapan Sīma terdiri

atas: a) Pembagian Pasĕk- Pasĕk terdiri dari:

a) Saji-sajian, b)Makan dan Minum, c)

Upacara Makamwaŋ dan Makawitah, d)

Duduk bersama mengelilingi watu Sīma dan

watu kalumpaŋ, e) Upacara memotong ayam

dan pecah telur, f) Menyembah kepada saŋ

Hyaŋ Kalumpang dan saŋ Hyaŋ watu Sīma,

g) Menambah Daun, h) Kesenian, i)

Kutukan,

11. Larangan Bagi mańilala drwya haji untuk

memasuki daerah Sīma;

12. Penyebutan Citralekha

(Soesanti, 1992/1993: 3-6; Djafar, 1990:4-5;

Darmosoetopo, 2003: 51).

Pada dasarnya prasasti sῑma berisi

tentang maklumat atau perintah raja.

Seringkali pada prasasti-prasasti sῑma

Majapahit Adanya perbedaan dari segi

struktur dan bahasa pada prasasti-prasasti

sῑma yang singkat masa Majapahit akhir

sangat mungkin terjadi karena prasasti-

prasasti sῑma tersebut merupakan prasasti

ringkasan dari prasasti-prasasti sῑma yang

telah dikeluarkan oleh raja pendahulu. Hal

ini disebutkan pada prasasti Mariñci yang

yang berisikan peneguhan kembali

perintah raja sebelumnya. “i ńoń

amagĕhakĕn andikanira talāmpakanira

bhatara sań mokta riń amŗtabhawana”.

Selain itu, bagian penutup prasasti

berisikan tentang seruan untuk menaati

perintah raja . “ kań rājamudra yan uwun

kawaca kagugonadene...” yang memiliki

arti “perintah raja jika sudah dibaca

hendaknya dipatuhi oleh...”.

Isi dari prasasti Mariṅci adalah

penghentian penarikan kembali serta

pengurangan dari dua jenis pajak yaitu

pajak titi lӗman dan pajak sosorohan di

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 3: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Tumapĕl. Prasasti-prasasti yang berisi

tentang pengurangan beberapa jenis pajak

yang berasal dari masa Majapahit akhir

adalah prasasti Selamandi I yang

dikeluarkan pada tahun 1316 Ś, prasasti

Selamandi II yang dikeluarkan tahun 1317

Ś, prasasti Biluluk III yang dikeluarkan

pada tahun 1317 Ś, prasasti Katiden II

(Prasasti Lumpang) yang dikeluarkan pada

tahun 1317 Ś, prasasti Walandit yang

dikeluarkan pada tahun 1327 Ś dan prasasti

Biluluk V (Prasasti Karang Bogem).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya

pemberian sῑma ditandai dengan

pemberian anugrah dari raja atau

bangsawan kepada seseorang atau

kelompok berupa pengurangan sebagian

pajak. Beberapa prasasti akhir Majapahit

ini berisikan tentang pembebasan sebagian

pajak. Pajak yang dibebaskan antara lain

seperti pajak sosorohan, arih purih, dan

lain-lain. Jika dilihat dari angka tahun yang

dikeluarkan oleh beberapa prasasti diatas

dapat diketahui bahwa raja yang berkuasa

pada tahun tersebut adalah

Wikramawarddhana Bhra Hyaŋ Wiśesa

yang diketahui berkuasa di Majapahit pada

tahun 1311 – 1351 Ś (1389 – 1429 M)

(Djafar, 2009:165).

GAMBARAN DATA

Prasasti Mariñci ditemukan di desa

Princi, Kec. Batu, Kab. Malang, Jawa

Timur. Sekarang disimpan di Museum

Nasional Jakarta dengan nomor inventaris

E 49. Prasasti Prasasti ini terbuat dari

tembaga dan berbentuk persegi panjang.

Ukuran panjang prasasti ini adalah 29,3 cm

, lebar 9,2 cm, dan memiliki ketebalan

sekitar 0,5 cm. Prasasti ini terbuat dari

lempeng tembaga dan hanya memiliki satu

lempeng. Pada sisi recto terdapat lima

baris tulisan beserta pahatan ornamen

seperti burung betet (Psittacula alexandri)

pada bagian kiri atas. Pada sisi verso

terdapat empat baris tulisan.

Prasasti Mariṅci sebelumnya telah

dialihaksarakan oleh Boechari dan A.S

Wibowo di dalam buku yang berjudul

Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid 1

pada tahun 1980. Edhie Wurjantoro dalam

artikelnya yang berjudul Prasasti-Prasasti

Singkat Dari Masa Majapahit (abad ke-15

M) di dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi

pada tahun 2008 telah membuat alihbahasa

berdasarkan hasil pembacaan Boechari dan

A.S Wibowo pada tahun 1980 dan belum

memberikan catatan alihaksara dan catatan

alih bahasa serta belum memberikan uraian

lengkap tentang struktur pada prasasti ini.

Penelitian lebih lanjut terhadap prasasti

Mariñci perlu dilakukan untuk

memperlengkap data sejarah kerajaan

Majapahit. Telah disebutkan sebelumnya

bahwa prasasti ini tidak memiliki angka

tahun dan tidak diketahui raja mana yang

mengeluarkannya namun prasasti ini

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 4: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

diperkirakan dikeluarkan pada masa raja

Wikramawarddhana. Keunikan dari

Mariñci dan prasasti-prasasti masa

Majapahit akhir adalah terletak pada

struktur dan isinya yang ringkas. Selain itu,

bahasa yang digunakan merupakan bahasa

Jawa Tengahan yang merupakan bahasa

sehari-hari merupakn hal yang tidak lazim

digunakan dalam prasasti sῑma.

Berdasarkan uraian tersebut, maka

rumusan masalahnya adalah bagaimanakan

bentuk dan isi dari prasasti Mariñci?

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

ulang dan memberikan catatan berupa

koreksi dari hasil bacaan sebelumnya,

melakukan kritik serta memaparkan dan

menjelaskan isi dari prasasti Mariñci.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dipakai dalam

penelitian ini merupakan metode yang

biasa dipakai dalam penelitian sosial

lainnya.Metode penelitian arkeologi pada

dasarnya menggunakan tahapan-tahapan

penelitian seperti tahapan pengumpulan

data (observation), pengolahan data

(description), dan penjelasan (explanation)

(Deetz, 1976:8).

Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian epigrafi pada umumnya juga

mempergunakan metode historiografi

karena berkenaan dengan penulisan

kembali sejarah.

Tahapan pengumpulan data, pada tahap ini

yang dilakukan adalah penelusuran dan

mencari pustaka yang memiliki kaitan

dengan prasasti Mariñci antara lain

transkripsi prasasti yang sebelumnya

dilakukan oleh Boechari dalam Prasasti

Koleksi Museum Nasional. Setelah itu,

penelusuran pustaka berupa buku-buku

pendukung, seperti Majalah Arkeologi atau

kumpulan artikel mengenai epigrafi dan

prasasti. Selain itu, naskah-naskah kuno

seperti Nagarakrtagama, Pararaton, alih

aksara beberapa prasasti akhir Majapahit.

Tahap kedua yaitu pengolahan data, pada

tahap ini melakukan kritik ekstern dan

kritik intern. Pada kritik ekstern hal yang

dilakukan adalah perbandingan prasasti

Mariñci dengan prasasti-prasasti sezaman

dengan masa Majapahit akhir berdasarkan

bentuk, bahan, aksara, simbol/ hiasan yang

terdapat di prasasti apakah sezaman dan

otentik sebagai prasasti pada masa

Majapahit. Sedangkan pada kritik intern

membandingkan bahasa dan isi prasasti

apakah sesuai dengan masanya atau tidak

dan apakah cukup kredibel untuk diteliti

lebih lanjut. Perbandingan ini dilakukan

terhadap hasil alih aksara dan bahasa

terhadap prasasti-prasasti sezaman,

khususnya prasasti-prasasti singkat masa

Majapahit akhir. Perbandingan bahasa

melingkup perbandingan terhadap kata dan

wacana, perbandingan kata di sini adalah

perbandingan kata-kata yang digunakan

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 5: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

pada prasasti-prasasti sezaman dengan

masa Majapahit akhir. Kritik intern

dilakukan untuk menguji validitas sebuah

data termasuk lambang bunyi (fonem) dan

memindahkannya menjadi lambang

pengertian. Pengetahuan terhadap lambang

bunyi atau aksara akan dapat memahami

bahasa, isi pokok lebih mendalam.

Tahap ketiga adalah interpretasi, pada

tahap ini melakukan penafsiran dari isi

prasasti mengalami pengalih-aksaraan,

pengalih-bahasaan, dan perbandingan

dengan prasasti-prasasti sezaman dengan

Majapahit akhir disertai dengan asumsi-

asumsi yang berkaitan dengan tujuan

penelitian. Pada tahap ini proses yang

dilakukan setelah mendapatkan bentuk

yang cukup lengkap dari analisis prasasti

berupa alih aksara yang disertai catatan

alih aksara dan alih bahasa serta catatan

alih bahasa. Berdasarkan proses yang

dilakukan akan dapat dikemukakan hasil

kajian terhadap prasasti Marinci yaitu

geografi, biografi, kronologi, dan peristiwa

yang diceritakan dari isi prasasti Marinci.

HASIL PENELITIAN

No Nama Prasasti Tempat ditemukan

1 Prasasti Biluluk I Tahun 1288 Ś Tidak Diketahui

2 Prasasti Biluluk II Tahun 1313 Ś

Desa Lubuk, Lamongan, Jawa Timur

3 Prasasti Biluluk III Tahun 1317 Ś

Desa Blubuk,Lamongan, Jawa Timur

4 Prasasti Biluluk V (Karang Bogem) Tanggal 7, śirah 8

Tidak Diketahui

5 Prasasti Katiden I tahun 1314 Ś Malang, Jawa Timur

6 Prasasti Katiden II 1317 Ś Malang, Jawa Timur

7 Prasasti Selamandi I 1316 Ś Surabaya, Jawa Timur

8 Prasasti Selamandi II Sisi A 1317 Ś & Sisi B 1318 Ś

Surabaya, Jawa Timu

9 Prasasti Walandit 1327 Ś

Desa Wonojoyo, Jawa Timur

10 Prasasti Panguhan Tahun 1338 Ś

Desa Bogem, Kediri, Jawa Timur

11 Prasasti Patapan, bulan jyesta śirah 7 Tidak Diketahui

12 Prasasti Kwak/landa Desa Ngabean, Magelang, Jawa Tengah

13 Prasasti Marinci, titi.ka.4.śirah 5

Desa Princi, Malang, Jawa Timur

Table1:TempatPenemuanPrasastiMasaMajapahitAkhir

Berdasarkan tempat-tempat penemuan

prasasti prasasti Mariñci dan prasasti-

prasasti pembanding dapat dilihat bahwa

daerah temuan prasasti-prasasti tersebut

mayoritas ditemukan di daerah Jawa

Timur. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa prasasti-prasasti tersebut termasuk

dalam wilayah kekuasaan Majapahit.

No Nama Prasasti Jumlah Lempeng Bahan

1 Prasasti Mariñci 1 Tembaga

2 Prasasti Biluluk II 1313 Ś 1 Tembaga

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 6: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

3 Prasasti Katiḍen 1314 Ś 1 Tembaga

4 Prasasti Biluluk III 1317 Ś 1 Tembaga

5 Prasasti Katiḍen II (Lumpang) 1 Tembaga

6 Prasasti Panguhan 1338 Ś 3 Tembaga

7 Prasasti Walandit 1327 Ś 1 Tembaga

8 Prasasti Kwak/Landa 1 Tembaga

9 Prasasti Patapan, 1 Tembaga

10 Prasasti Biluluk V (Karaṅ Bogem) 1 Tembaga

11 Prasasti Selamanḍi

II tahun 1317 & 1318

1 Tembaga

12 Prasasti Selaman ḍi I 1 Tembaga

13 Prasasti Biluluk I tahun 1288 Ś 1 Tembaga

Table 2: Jumlah Lempeng dan Bahan Prasasti

Pada tabel 2 dipaparkan prasasti-

prasasti pendek masa akhir Majapahit

umumnya dipahatkan di atas tembaga dan

berbentuk persegi panjang. Untuk jumlah

baris umumnya tidak terlalu panjang dan

banyak, berdasarkan perbandingan

tersebut, maka prasasti Mariñci dan

prasasti-prasasti akhir masa Majapahit

maka dapat disimpulkan bahwa prasasti-

prasasti tersebut merupakan prasasti-

prasasti pendek yang sezaman dan otentik.

VOKAL

A ā i I ӗ

U ŗ e ī o

-

Table 3: Tabel Aksara Vokal Prasasti Mariñci

KONSONAN

Ka kha ga gha sa śa

- -

ta ṭa da ḍa wa Ra

- -

bha dha ca cha ra ṛe

- -

Pha ma la ha na ṅa

-

Ņa ja Jha tha ya ña

- - - Ba Pa Şa lĕ rĕ

Table 4: Aksara Konsonan

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 7: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Table 5: Aksara Pasangan

Pada tabel 3,4, dan 5 merupakan bentuk

aksara prasasti Mariñci dan prasasti-

prasasti pembanding, berdasarkan

perbandingan tersebut dapat diketahui

bahwa aksara-aksara tersebut memiliki

bentuk yang sama dengan aksara pada

masa Majapahit. Dengan demikian,

prasasti-prasasti tersebut otentik berasal

dari masa Majapahit.

NO BAHASA JAWA KUNA

BAHASA JAWA TENGAHAN

(BAHASA JAWA KUNA DIALEK TENGAHAN)

1 ingwang Ingong 2 wruhanya Wruhane 3 yen Yan 4 i Hi 5 iku hiku 6 iya hiya 7 iṅ hiṅ 8 apan hapan 9 amagĕhakĕn hamagĕhakĕn

10 adagaṅ hadagaṅ 11 antiga hantiga 12 aṅrakşa haṅrakşa 13 pwa po 14 sake saki 15 wineh wehi

16 reh Reh

17 ajña urī mahārāja rajamudra, suratinoṅ

18 Istilah Ibu paduka

handikanira talampakira (duli paduka)

19 - Andika Table 6: Perbandingan Bahasa Jawa Kuna dengan

Bahasa Jawa Pertengahan

Tabel 6 menerangkan bahwa gejala

perubahan kata-kata dari bahasa Jawa

Kuna ke bahasa Jawa Pertengahan.

Perubahan bahasa dialami pada prasasti-

prasasti akhir Majapahit seperti pada

prasasti Mariñci, prasasti Karaŋ Bogĕm,

prasasti Selamaṇḍi I dan prasasti

Selamaṇḍi II, prasasti Katiden, prasasti

Biluluk II dan prasasti Biluluk III, prasasti

Walandit, prasasti Biluluk I, prasasti

Patapan. Perkembangan sastra Jawa Kuna

dan Jawa Pertengahan dimulai pada abad

ke-9 M masa Jawa Tengah hingga abad ke-

15 M masa Jawa Timur yang tersusun

dalam bentuk prosa dan puisi yaitu

kakawin untuk sastra Jawa Kuna dan

kidung untuk sastra Jawa Pertengahan.

Kajian mengenai kepengarangan dan

kepengayoman sastra sastra Jawa Kuna

dan Jawa Pertengahan memiliki makna

dari segi sejarah sastra dan keagamaan,

politik dan budaya. Sastra Jawa Kuna dan

Jawa Pertengahan merupakan sarana

politik bagi sang raja dalam mengukuhkan,

melegitimasi, proteksi, serta

menginternalisasi nilai-nilai, ide-ide atau

pemikiran-pemikiran tertentu kepada

masyarakat umum (Suparta&Adiwimarta,

2001:37).

PASANGAN Ka kha Ga gha sa Śa

- - - - -

Ta ṭa Da ḍa wa Ra - - - - - -

Bha dha Ca cha ra ṛe - -

- - -

Pha ma La ha na ṅa - - - - - -

Ņa ja Jha tha ya Ña - - - - - -

ba pa Şa

-

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 8: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Menurut Mardiwarsito & Kridasala

bahwa bahasa tulisan yang digunakan pada

periode Majapahit adalah bahasa Jawa

Tengahan yang mendekati bahasa sehari-

hari (Mardiwarsito & Kridasala, 2012:15-

16). Dengan demikian, bahasa Jawa

Pertengahan yang digunakan pada prasasti

Mariñci dan prasasti-prasasti pembanding

merupakan suatu bentuk pengukuhan dan

legitimasi dari seorang raja yang

mengeluarkan prasasti-prasasti agar dapat

diterima oleh masyarakat.

Nama Prasasti

Contoh Perbandingan Bahasa

Wruhane Rājamudra Surat Handikanira/ Talampakanira

Prasasti Mariñci √ √ X √

Prasasti Biluluk I X X √ X

Prasasti Biluluk II √ √ X √

Prasasti Biluluk III √ √ X X

Prasasti Karaŋ Bogem

√ X X X

Prasasti Katiḍen I √ √ X X

Prasasti Katiḍen II √ √ X √

Prasasti Selamandi

I √ √ X X

Prasasti Selamandi

II √ √ X X

Prasasati Walandit √ √ X √

Prasasti Paguhan X X X √

Prasasti Patapan X √ √ √

Prasasti Kwak/ Landa

X X X X

Table 7: Contoh Perbandingan Bahasa

Pada Tabel 7 Prasasti-prasasti yang

menggunakan bahasa Jawa Pertengahan

selalu mengandung kata-kata wruhane, dan

suratinoṅ, rajamudra, handikanira

talampakira. Menurut Machi Suhadi, kata

wruhane, handikanira talampakira dan

surat merupakan formula dari prasasti

rajamudra (Suhadi, 1993: 255). Dengan

demikian, prasasti Mariñci dan prasasti-

prasasti pembanding merupakan jenis

prasasti rajamudra berdasarkan jenis

bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa

Pertengahan.

Prasasti Mariñci merupakan

prasasti sīma. Sīma dapat diartikan sebagai

tanah atau daerah yang diberi batas untuk

diubah status pajaknya untuk tujuan

tertentu yang berkaitan dengan kewajiban

terhadap negara, misalnya pembiayaan

bangunan suci atau pemeliharaan tempat

umum seperti bendungan, jalan raya,

sarana penyeberangan atau hanya sebagai

tanda balas jasa dari seorang raja (Susanti,

1992:1). Pada umumnya, prasasti

sīma.memiliki struktur lengkap yang terdiri

dari: ) Manggala, 2) Unsur Penanggalan, 3)

Yang Mengeluarkan Perintah, 4) Yang

Menerima Perintah, 5) Yang Mendapat

Anugrah Sīma , 6) Luas Daerah Yang

dijadikan Sīma, 7) Besarnya Pajak, 8)

Sambhanda, 9) Daftar Yang diberi Pasĕk-

Pasĕk terdiri dari: a) Pejabat Tinggi

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 9: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Kerajaan, b) Para wakil atau abdi pejabat

tinggi (wadwa), c) Pejabat Tingkat Watak,

d)Pejabat dari desa yang dijadikan Sīma, e)

Pejabat dari desa-desa sekeliling (tpi

siring), 10) Jalannya upacara penetapan

Sīma: a) Pembagian Pasĕk- Pasĕk terdiri

dari: a) Saji-sajian, b)Makan dan Minum,

c) Upacara Makamwaŋ dan Makawitah, d)

Duduk bersama mengelilingi watu Sīma

dan watu kalumpaŋ, e) Upacara memotong

ayam dan pecah telur, f) Menyembah

kepada saŋ Hyaŋ Kalumpang dan saŋ Hyaŋ

watu Sīma, g) Menambah Daun, h)

Kesenian, i) Kutukan, 11) Larangan Bagi

maṅilala drwya haji untuk memasuki

daerah Sīma, 12) Penyebutan Citralekha.

Namun, struktur yang ditemukan pada

prasasti Mariñci dan prasasti-pprasasti

pembanding tidaklah lengkap seperti yang

dijelaskan pada tabel 8.

Nama Prasasti

Urutan struktur Prasasti Pendek masa Akhir Majapahit

1 2 3 4 5 6

Prasasti Mariñci

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

kan perintah

raja

Isi Perintah/Keputu

san

Raja yang

mengeluarkan prasasti

Larangan Bagi

maṅilala drwya haji

untuk memasuki

daerah Sīma

unsur Pertanggal

an

-

Prasasti Biluluk

I

Penerima

Anugrah Sῑma

Isi/ perintah

Besarnya pajak Kutukan

Unsur

Penanggal

an

-

Prasasti Biluluk

II

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

a-kan perintah

raja

Nama Raja/

Pejabat yang

memberi

Perintah

Penerima

Anugrah Sῑma

Isi/ perintah

Besarnya

pajak

Unsur Penanggalan

Prasasti Biluluk

III

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

a-kan perintah

raja

Isi Perintah

/ Keputus

an

Nama Raja/

Pejabat yang

memberi

Perintah

Unsur Penanggal

an - -

Prasasti Biluluk

V (Karaṅ Bogem)

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

a-kan perintah

raja

Penerima

Anugrah Sῑma

Luas Daerah yang

dijadikan sῑma

Besarnya pajak

Unsur

Penanggal

an

-

Prasasti Katiḍen

I

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

a-kan perintah

raja

Isi Perintah

/ Keputus

an

Nama Raja/

Pejabat yang

memberi

Perintah

Unsur Penanggal

an - -

Prasasti Katiḍen

II

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

a-kan perintah

raja

Nama Raja/

Pejabat yang

memberi

Perintah

Isi Perintah

/ Keputus

an

Unsur Penanggal

an - -

Prasasti Selama

ndi I

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

a-kan perintah

raja

Nama Raja/Pej

abat yang

memberi

Perintah

Penerima

Anugrah Sῑma

Isi Perintah/Keputusan

Besarnya

pajak

Unsur Penanggalan

Prasasti Selamandi II

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

a-kan perintah

raja

Penerima

Anugrah Sῑma

Isi Perintah

/ Keputus

an

Besarnya pajak

Unsur

Penanggal

an

-

Prasasati

Walandit

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

-kan perintah

raja

Isi Perintah

/ Keputus

an

Besarnya pajak

Unsur Penanggal

an

Nama Raja/Pejab

at yang memberi

Perintah

Citrale-kha

Prasasti Paguha

n

Unsur Penanggalan

Raja yang

mengeluarkan prasasti

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

kan perintah

raja

Penerima Anugrah

Raja yang mengeluarkan

prasasti

-

Prasasti Patapan

Pejabat tinggi yang

menerima dan menerus

a-kan perintah

raja

Raja yang

mengeluarkan prasasti

Besarnya pajak

unsur Pertanggal

an - -

Prasasti Kwak/ Landa

Luas Daerah yang

dijadikan Sῑma

Raja yang

mengeluarkan prasasti

Besarnya pajak

unsur Pertanggal

an - -

Table 8: Struktur Prasasti Majapahit Akhir

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 10: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa

struktur prasasti Mariñci yang terdiri dari

1) Pejabat tinggi yang menerima dan

meneruskan perintah raja; 2) Isi

Perintah/Keputusan mengenai pajak;

3)Raja yang mengeluarkan prasasti; 4)

Larangan Bagi maṅilala drwya haji untuk

memasuki daerah Sīma; 5) Unsur

pertanggalan. Dengan demikian, dapat kita

ketahui bahwa urutan prasasti Mariñci dan

prasasti-prasasti pembanding tidaklah sama

dengan urutan pada prasasti sima pada

umumnya dan prasasti-prasasti tersebut

telah mengalami perubahan urutan struktur

pada prasasti sīma pada masa akhir

Majapahit. NO NAMA ISI

1

Prasasti Mariñci

(Tanpa angka

tahun hanya

menyebutkan

titi.ka.4.śirah.5)

Maklumat tentang

penghentian pajak di

desa Mariñci.

2 Prasasti Biluluk II

(1313 Ś)

Para bangsawan di

Biluluk yang

berdagang serba empat,

penjaga sῑma, yang

berdagang serba satu

tidak dikenai pajak.

Yang memahat di

Biluluk tidak dikenai

pajak untuk mengisi

kas pemerintah.

3

Prasasti

Selamaṇḍi I

(1316 Ś)

Seluruh wilayah milik

si Darani di Selamandi

dibebaskan dari pajak,

segala jenis kerja bakti

untuk raja pada 1316 Ś.

4

Prasasti Biluluk

III

(1317 Ś)

Seruan untuk pejabat di

Biluluk di tangulunan

untuk membebaskan

pajak ananda hanandu

pembelian tanah

rawa/berlumpur.

5 Prasasti Katiden II

(1317 Ś)

Penduduk Katiden

yang meliputi sebelas

desa dibebaskan dari

macam pajak karena

menjaga alang0alang di

gunung Lejar.

6

Prasasti Walanḍit

(1327 Ś bulan

asada, tanggal 9

paro gelap)

Pembebasan pajak

titiloman di desa

walanḍit.

7

Prasasti Biluluk

V(Karaṅ Bogem)

(Tanggal7, śirah

8)

pembebasan pajak arik

purih untuk pedagang

bunga cempaka,

menyadap air gula

kelapa.

8

Prasasti

Kwak/Landa

(Tanpa angka

tahun)

Pembagian tanah sῑma

untuk memuja dan

penetapan persajian di

kwak sebanyak 4

kupang emas.

9 Prasasti Biluluk I

(Tahun 1288)

pajak pembuatan

garam 7 kupang,denda

apabila tidak

memberikan sedekah

dan berjualan

10 Prasasti Panguhan

(Tahun 1338 Ś)

Menyebutkan hanimbal

waruk batara di

paguhan meninggal di

pramalaya dan patih di

paguhan, patih sirĕg

dan patih tmbeṅ

menerima uang pisis

200.000

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 11: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

11

Prasasti Patapan

(Tidak

menyebutkan

angka tahun hanya

disebutkan bulan

jyesta śirah 7)

seruan penduduk desa di

Patapan dari perintah

raja Bhaṭara Hyaṅ

Wiuesa meneguhkan

kembali perintah bhaṭara

yang meninggal di pariṅ

Malaya.

12

Prasasti Katiden I

(Tanggal ke-9,

tahun 1314 Ś)

boleh menombak

hewan buruan yang

memakan tanaman-

tanaman yang tumbuh

di katiden.

13

Prasasti

Selamaṇḍi II

(Prasasti ini terdiri

dari satu lempeng

yang dipahatkan

pada kedua

sisinya namun

pada lempeng A

dan lempeng B

tahun pengeluaran

prasasti berbeda

(Sisi A 1317 Ś &

Sisi B 1318 Ś)

1 A. perintah raja

melarang seluruh desa

si darani yang menjadi

sῑma dicabut akarnya,

yang mengambil benda

dari tanah keraton akan

dikenai denda. 1 B.

sῑma milik si darani di

selamandi dibebaskan

dari pajak, iuran

pemeliharaan

bendungan

Tabel 9: Perbandingan Isi

PEMBAHASAN

Berdasarkan perbandingan dengan unsur-

unsur ekstern prasasti-prasasti pembanding

lainnya maka dapat disimpulkan prasasti

Mariñci dikeluarkan pada masa Majapahit

Akhir. Hal ini juga didukung dengan

adanya perbandingan unsur-unsur intern

pada Prasasti-prasasti pembanding. Pada

prasasti Biluluk I dikeluarkan pada tahun

1288 Ś yang diperkirakan dikeluarkan

masa pemerintahan Hayam Wuruk

(Rājasanagara). Pada prasasti Selamandi I

yang dikeluarkan tahun 1316 Ś, prasasti

Selamandi II terdapat angka tahun yang

berbeda dalam satu lempeng, pada sisi A

dikeluarkan tahun 1317 Ś dan sisi B

dikeluarkan tahun 1318 Ś. Pada prasasti

katiden II (Lumpang) yang dikeluarkan

tahun 1317 Ś, prasasti katiden I yang

dikeluarkan 1314 Ś, prasasti Panguhan

yang dikeluarkan tahun 1338 Ś, dan

prasasti Walandit yang dikeluarkan tahun

1327 Ś pada masa Wikramawardhana.

Masa pemerintahan Rājasanagara

berlangsung dari tahun 1272 -1311 Ś

(Djafar, 2012:165), namun dilihat dari

bentuk struktur prasasti, bahasa dan isi

prasasti Mariñci lebih menyerupai prasasti-

prasasti yang dikeluarkan pada masa

pemerintahan Wikramawardhana

berlangsung dari tahun 1311 – 1351 Ś

(1389 – 1429 M).

Pada unsur kronologi pada prasasti Mariñci

tidak ada angka tahun namun terdapat

kalimat yang menyebutkan tithi ka 4 śiraḥ

5. Titi ka 4 adalah nama bulan dalam

bahasa Jawa Kuna yaitu Karttika. Mangsa

nya adalah Kapat, jika dikonversikan ke

dalam bulan penanggalan masehi yang

berlangsung dari Oktober hingga

November. Sedangkan untuk angka

tahunnya masih belum dapat dipastikan1.

1 Menurut Machi Suhadi (1993: 625) Kata śiraḥ

dapat merujuk kepada angka tahun 1300 Ś, angka di belakang kata śiraḥ kemudian ditambahkan dengan 1300. Apabila memang

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 12: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Dengan demikian, prasasti Mariñci

dikeluarkan pada bulan Oktober atau

November di antara tahun 1389 – 1429 M.

Tokoh yang disebut pada prasasti Mariñci

adalah paduka mengenai bhre saŋ mokta

riŋ amṛtabhawana tidak diketahui siapa

namun karena wilayah yang ditetapkan

daerah bebas pajak adalah Tumapel

mungkin tokoh tersebut merupakan

Bhatara di Tumapel (Wurjantoro,

2008:159). Tokoh yang disebut pada

prasasti Mariñci adalah Bhātara di

Tumapel yang merupakan kepala daerah

Tumapel. Dapat dipastikan bahwa Bhatara

ini merupakan penguasa daerah tersebut.

Paduka bhatāra merupakan penguasa

daerah yang berkuasa di sebuah negara

daerah atau provinsi perlu diketahui bahwa

para penguasa daerah tersebut di dalam

prasasti-prasasati biasanya mengiringi

perintah raja disebutkan sebagai pejabat-

pejabat tinggi yang mengiringi perintah

raja (Djafar, 2012:5

Prasasti-prasasti yang pembanding

menyebutkan beberapa tokoh seperti pada

prasasti Biluluk II menyebutkan Pāduka

Bhatāra Śrī Parameswara, pada prasasti

Katiden II menyebutkan paduka Bhatāra

demikian maka ada kemungkinan angka tahun yang dimiliki prasasti Mariñci adalah 1305 Ś. Namun perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk memastikan asumsi ini.

Śrī Parameswara, dan Bhatāra Hyaŋ

Wisesa. Jika disimpulkan bahwa tokoh dari

prasasti-prasasti tersebut merupakan para

penguasa daerah yang mengiringi perintah

raja atau sebagai pejabat pelaksana raja

yang berkedudukan sebagai Pāduka

Bhaṭṭara.

Pada prasasti Patapan menyebutkan

Tokoh Saŋ Āryya Rājaparākrama dan

Daŋâcâryya Wiūwanatha, pada prasasti

Katiden I (1314 Ś) disebutkan tokoh yang

meninggal di Kŗtabhuwana. Sedangkan

pada prasasti Walandit (1327 Ś)

menyebutkan Bhaṭṭara Hyaŋ Wkas iŋ

Suka. Pada prasasti Panguhan

menyebutkan paduka Bhaṭṭara di paguhan

yang meninggal di pramalaya.

Kerajaan Majapahit memiliki

struktur perwilayahan yang terdiri dari

ibukota sebagai kedudukan raja dan pusat

pemerintahan, dibawah kerajaan terdapat

nagara daerah atau provinsi yang

kedudukannya dipimpin oleh seorang

Paduka Bhatāra. Para penguasa daerah ini

biasanya adalah para kerabat raja. Dalam

prasasti Wariŋinpitu (1369 Ś) disebutkan

terdapat empat belas negara daerah atau

provinsi. Negara-negara daerah atau

provinsi tersebut adalah Daha, Jagaraga,

Kahuripan Tañjuṅpura, Pajaṅ,

Kĕmbarjĕnar, Wĕnkĕr, Kabalan, Tumapĕl,

Siṅhapura, Matahun, Wirabhūmi, Kĕliṅ

dan Kalinapura, Pandalas, Paguhan,

Pamotan, Mataram, Lasĕm, Pakĕmbangan

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 13: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

dan Pawwanawwan. Selain itu, pada

prasasti Trawulan III Nagara daerah atau

provinsi meliputi Kabalan, Tumapĕl,

Siṅhapura, Matahun (Djafar, 2012:55-56).

Pāduka bhatāra śrī parameśwara yang

meninggal di wişṇubhawana menurut kitab

Pararaton adalah Raden Kudamerta yang

menjadi bawahan Majapahit di Wengker

dan dikenal sebagai Bhre Parameśwara.

Sedangkan tokoh bhatāra hyaŋ wiśesa

dikenal juga sebagai Wikramawarddhana

yang merupakan keponakan sekaligus

menantu raja Hayam Wuruk.

Pada prasasti Mariñci yang disebutkan

adalah bhatāra saŋ mokta riŋ

amṛtabhawana diduga sebagai bhatara

yang meninggal di Tumapĕl (Wurjantoro,

2008: 159). Pada masa Majapahit yang

terdapat beberapa nama yang menyebutkan

bhatara di Tumapĕl yaitu pada masa

Kŗtawarddhana (Raden Cakradhara),

Wijayaparakramawarddhana (Dyah

Krtawijaya yang berkuasa dari 1369 Ś –

1373 Ś), dan BhreTumapĕl BhraHyaŋ

insukha.

Berdasarkan keterangan dalam serat

Pararaton Wikramawarddhana (Bhra Hyaŋ

Wisesa) memiliki tiga putra yaitu Bhre

Tumapel, Bhre Prabhustri (Suhita) dan

Kŗtawijaya. Bhre Tumapĕl Bhra Hyaŋ

Insukha (putra mahkota yang meninggal

pada 1321 Ś atau 1399 M) sebelum

dinobatkan sebagai raja telah meninggal

pada tahun kesepuluh keperintahan

ayahnya. Setelah Wikramawarddhana

(Bhra Hyaŋ Wisesa) meninggal maka yang

menggantikan posisinya sebagai raja

Majapahit adalah Suhīta yang memerintah

1351 Ś – 1369 Ś (Poesponegoro, 1993:

440; Djafar, 2012:99).

Wilayah kerajaan terdiri dari daerah-

daerah yang diperintah oleh para rakai

yang dikenal pada masa Mataram Kuna

atau Bhattara yang dikenal pada masa

Majapahit. Para rakai atau Bhattara

merupakan penguasa daerah otonom dalam

susunan birokrasi. Kata i diakhir kata raka

pada masa Majapahit berubah menjadi

bhattra i yang menunjukkan daerah yang

pernah dikuasainya. (Kartakusuma, 1983:

571).

Para rakai mendapat hak otonom penuh

sebagai raja daerah dan menjalankan

pemerintahannya dibantu dengan sejumlah

pejabat daerah seperti dalam struktur

pemerintahan pusat. Sistem pemerintahan

otonom ini mengakibatkan daerah watak

mempunyai ciri budaya yang khas namun

masih memperlihatkan ciri budaya keraton.

(Pigeaud, 1962:523; Kartakusuma,

1983:572). Dapat ditarik kesimpulan awal

bahwa yang dimaksud dengan Bhre

Tumapĕl disini adalah Bhre Tumapĕl Bhra

Hyaŋ Insukha sebagai putra mahkota putra

dari Bhra Hyaŋ Wisesa

Wikramawarddhana.

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 14: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Pada nama tempat pertama yang

disebutkan oleh prasasti Mariñci adalah

Tumapĕl yang ditetapkan menjadi sῑma

dan nama tempat kedua adalah Mariñci.

Berdasarkan penjabaran diatas sangatlah

mungkin bahwa Tumapĕl merupakan

negara daerah atau salah satu provinsi dari

kerajaan Majapahit. Pada susunan wilayah

Majapahit disebut sebagai wanwa/ deśa/

thāni, sedangkan Mariñci disebut sebagai

aŋśa/lurah/kuwu.

Tempat penemuan prasasti Mariñci

adalah desa Princi di Batu, Malang , Jawa

Timur. Ada beberapa prasasti yang

ditemukan di daerah Malang antara lain

prasasti yaitu Katiden I dan Katiden II.

Terdapat prasasti yang disebutkan yang

ditemukan di daerah Jawa Timur antara

lain Prasasti Biluluk II, Prasasti Selamaṇḍi

I, Prasasti Biluluk III, Prasasti Walanḍit,

Prasasti Panguhan, Prasasti Selamaṇḍi II.

Pada prasasti Biluluk II dan Biluluk III

terdapat persamaan toponimi dengan

tempat penemuan prasasti tersebut yaitu

desa Bluluk tampaknya ada penyingkatan

nama tempat pada tempat prasasti tersebut

ditemukan.

Tumapĕl merupakan salah satu dari

negara-negara daerah di kerajaan

Majapahit. Dahulu, daerah ini merupakan

daerah keakuwuan yang berada di bawah

kekuasaan raja Kadiri. Tumapĕl

merupakan bekas kerajaan Singasari yang

didirikan oleh Ken Aṅrok (1222-1292 Ś).

Pada masa pemerintahan Bhre Paṇḍansalas

Tumapĕl dijadikan pusat pemerintahan

Majapahit pada 1388-1390 Ś. Nama

Tumapĕl disebutkan pula dalam berita

Cina dengan nma Tu-ma-pan, hingga tahun

1464 Ś Tu-ma-pan masih mengirim

utusan-utusannya ke negeri Cina. Di dalam

berita-berita tradisi Tumapĕl disebut

dengan nama Śĕṅguruh dan Supit Uraṅ.

Pada masa sekarang negara daerah

Tumapĕl terletak di Malang sekitar

Singasari (Djafar, 2012:176). Berdasarkan

peta diketahui bahwa cakupan daerah

Tumapĕl berada di antara Gunung

Penanggungan dan Gunung Kawi. Jika

dihubungkan dengan letak penemuan

prasasti Mariñci di desa Princi yang juga

berada di antara kawasan tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa desa Princi pada

abad ke-14 M juga memang termasuk

dalam wilayah kekuasaan Tumapĕl.

Jika diperhatikan terlihat

persamaan bunyi antara nama Mariñci

yang disebutkan di dalam prasasti dengan

nama desa Princi yang merupakan tempat

asal penemuan prasasti Marinci. Hal ini

memberikan asumsi adanya pergeseran

toponimi dari desa Marinci. Nama tempat

pada prasasti yang bertahan hingga kini

memiliki beberapa kemungkinan

diantaranya adalah nama daerah yang

bersangkutan tidak mengalami perubahan

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 15: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

nama atau bunyi, nama daerah itu

mengalami penyingkatan atau perubahan

dalam salah satu unsurnya, nama daerah itu

sedikit berubah menurut hukum perubahan

bunyi, dan nama daerah itu mengalami

perubahan kedalam bentuk sinonimnya

(Kusen, 1990:13), maka dapat diasumsikan

secara toponimi terjadi pergeseran nama

wilayah yang dahulu bernama Mariñci saat

ini telah menjadi dusun Princi. Secara

administratif dusun Princi masuk ke dalam

wilayah kecamatan Batu, Malang, Jawa

Timur. Wilayah kecamatan Batu saat ini

juga diapit oleh dua pegunungan yaitu

gunung Kawi dan gunung penanggungan

sama dengan wilayah Tumapěl yang diapit

dengan kedua gunung tersebut.

Peristiwa yang disebutkan pada

prasasti Mariñci adalah tentang

penghentian penarikan pajak dan

pembebasan dua jenis pajak yaitu titi

lĕman dan pajak sosorohan. Penghentian

pajak tersebut disebutkan pada prasasti

dikarenakan pada zaman dahulu ada wiku

yang bekerja di ladang (paṅarӗmban)

untuk dewa rĕşi dibebaskan dari pajak titi

lĕman dan pajak sosorohan.

“satuwuk tuwuk ta kaŋ

paṅarӗmban riŋ dewa rӗşi.

deśeŋ mariñci. Luputiŋ iŋ titi

lӗmah. luputiŋ sosorohan iku ta

hi rehane luwara panagihhana

hubayane. makaṅuni huwusa

husosorana. hi rehane kahudala

deniṅ amawa wa râjamūdra.

rehe kaŋ maṅarӗmban ri dewa

rӗşi. si samasanak riŋ marinci.

hana pihagӗme tan kasabha

deniṅ ampan. iṅoṅ amagӗhakӗn

andikanira talāmpakanira

bhatāra saŋ mokta riŋ

amṛtabhawana”.

Artinya: “Sejak dahulu di sana golongan

wiku yang bekerja untuk dewa

rӗsi di mariṅci.bebas dari aturan.

lӗman.bebas dari iuran wajib

pajak, itulah jenis pajak yang

dibebaskan tagihannya, ada

seruan bahwa sejak dahulu telah

berakhir iuran wajib pajak

(sosorohan) yang diserahkan

kepada yang membawa titah raja

(dibubuhi cap raja). Yang

bekerja untuk untuk dewa rӗṣi di

mariñci. Semua sanak saudara

laki-laki. Ada perintahku. tidak

untuk sering dikunjungi oleh

ampan-mpan. ketika aku (i ṅoṅ)

meneguhkan perintah duli

paduka (talampakanira) bhatara

yang meninggal di

amṛtabhawana”.

Berdasarkan uraian tersebut dapat

diketahui bahwa isi dari prasasti Mariñci

merupakan prasasti penetapan sīma.

Istilah lain yang digunakan sebagai

penetapan sīma dalam prasasti-prasasti

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 16: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

lain adalah manusuk sīma atau sunusuk

yang memiliki arti memberi batas atau

membuka lahan (Boechari, 1957: 52).

Jika memang sīma juga dapat diartikan

sebagai kegiatan membuka lahan maka

pengertian sīma tersebut sangat

memungkinkan untuk dihubungkan

dengan pendapat Theodore G. Pigeaud,

Zoetmulder, dan Weatherbee mengenai

kata paṅarӗmban.

Kata paṅarӗmban pada prasasti

Mariñci kemungkinan berhubungan

dengan kata aṅarĕmban yang ditemukan

pada Tantu Panggelaran yang artinya

masih belum jelas tetapi berdasarkan

pengertian yang diajukan Pigeaud

sepertinya mengacu kepada

“kelembagaan ekonomi desa”.

“paṅarӗmban” (rendered tentatively: family man’s retribution) is to be connected with aṅarӗmban (found in the Tantu Panggelaran). The meaning of the letter Word is not clear. It seems to refer to householding and rural economy)”

( Pigeaud, 1962: 363).

Pada penelitian berikutnya Zoetmulder

berpendapat kata paṅarӗmban

berhubungan dengan salah satu kelas

wiku yang bekerja pada suatu lahan

(Zoetmulder, 1995:6). Sedangkan

menurut Weatherbee Paṅarӗmban riŋ

dewa rӗşi dalam prasasti Mariñci

mungkin saja merupakan pendiri

mandala, yang baru membuka

pemukiman keagamaan di tempat

terpencil dan memiliki sedikit populasi

di wilayah Tumapĕl (Weatherbee,

1985: 350).

Jika dihubungkan dengan pengertian

sīma sebagai kegiatan membuka

lahan, maka kata paṅarӗmban yang

terdapat pada prasasti Mariñci dapat

diartikan sebagai kelompok wiku yang

berperan sebagai perintis yang

membuka lahan pemukiman baru

untuk ditinggali untuk membangun

perekonomian pedesaan dan bertujuan

untuk kepentingan keagamaan.

Dalam struktur pemerintahan

Majapahit terdapat satu jabatan yang

membantu raja dalam mengelola

pemerintahan yang disebut dengan

mangilala drwya haji. Jabatan ini

mempunyai tugas untuk mengurus

masalah-masalah seperti penarikan pajak;

pengelolaan perjudian; pengrajin; pejabat

keagamaan; para administrator; seniman;

tentara kerajaan; pelayan dan budak;

pertanian dan peternakan; perdagangan dan

transportasi; paranormal; dan penderita

cacat (Yogi, 1999: 98). Sebagai prasasti

sīma, prasasti Mariñci memerintahkan

kepada penguasa daerah di Tumapel untuk

membebaskan desa Mariñci dari dua jenis

pajak yaitu lӗman (luputiŋ iŋ titi lӗmah)

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 17: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

dan sosorohan (luputiŋ sosorohan). Selain

itu pada prasasti Mariñci terdapat

himbauan kepada ampan mpan untuk tidak

sering mengunjungi desa Mariñci (tan

kasabaha deniṅ ampan mpan). Bila

dihubungkan dengan salah satu tugas dari

mangilala drwya haji yang juga mengurusi

masalah penarikan pajak, maka sangat

memungkinkan ampan mpan yang

disebutkan sebelumnya merupakan salah

satu kelompok dari mangilala drwya haji.

Meskipun di dalam prasasti

Mariñci disebutkan adanya larangan

ampan mpan untuk mengurangi kunjungan

ke desa Mariñci, bukan berarti desa

Mariñci bebas dari pungutan pajak.

Menurut Boechari (2012 :297) daerah sῑma

tidak serta merta bebas dari kewajiban

membayar pajak kepada raja. Pajak tanah

atau hasil bumi dan denda-denda atas

segala tindak pidana seluruhnya tidak

diserahkan kepada kas kerajaan tetapi

diperuntukkan untuk pengelolaan

bangunan suci tertentu atau untuk

dinikmati oleh orang yang mendapat

anugrah sῑma. Sīma dapat diartikan sebagai

tanah atau daerah yang diberi batas untuk

diubah status pajaknya untuk tujuan

tertentu yang berkaitan dengan kewajiban

terhadap negara, misalnya pembiayaan

bangunan suci atau pemeliharaan tempat

umum seperti bendungan, jalan raya,

sarana penyeberangan atau hanya sebagai

tanda balas jasa dari seorang raja (Susanti,

1992:1).

KESIMPULAN

Prasasti Mariñci ditemukan di desa

Princi, Kec. Batu, Kab. Malang, Jawa

Timur. Sekarang disimpan di Museum

Nasional Jakarta dengan nomor inventaris

E 49. Prasasti Prasasti ini terbuat dari

tembaga dan berbentuk persegi panjang.

Ukuran panjang prasasti ini adalah 29,3 cm

, lebar 9,2 cm, dan memiliki ketebalan

sekitar 0,5 cm. Prasasti ini terbuat dari

lempeng tembaga dan hanya memiliki satu

lempeng. Pada sisi recto terdapat lima

baris tulisan beserta pahatan ornamen

seperti burung betet (Psittacula alexandri)

pada bagian kiri atas. Pada sisi verso

terdapat empat baris tulisan.

Struktur prasasti Mariñci ringkas

dan tidak lengkap jika dibandingkan

dengan prasasti-prasasti sīma pada

umumnya. Struktur prasasti Mariñci terdiri

atas 1) Pejabat tinggi yang menerima dan

meneruskan perintah raja; 2) Isi perintah/

keputusan raja; 3) Larangan Bagi maṅilala

drwya haji untuk memasuki daerah Sīma;

4) Raja yang mengeluarkan prasasti; 5)

Unsur pertanggalan. Aksara yang

digunakan adalah Jawa Kuna, sedangkan

bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa

Pertengahan yang bentuknya mendekati

bahasa sehari-hari pada masa Majapahit

akhir. Bahasa Jawa Pertengahan ini adalah

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 18: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

bahasa maklumat pemerintah dan

sebagainya seperti yang terdapat di desa

Bluluk saat ini (Mardiwarsito &

Kridalaksana, 2012: 15-16).

Berdasarkan perbandingan unsur

ekstern dan unsur intern antara prasasti

Mariñci dan prasasti-prasastimakhir

Majapahit yang berasal dari masa Hayam

Wuruk dan Wikramawarddhana, kesamaan

pada prasasti Mariñci lebih banyak

ditemukan pada Wikramawarddhana.

Dengan demikian, prasasti Mariñci berasal

dari masa Wikramawarddhana sekitar dari

tahun 1311 – 1351 Ś (1389 – 1429 M).

Tithi ka 4 śiraḥ 5 dapat

dikonversikan ke dalam bulan penanggalan

masehi yang berlangsung dari Oktober

hingga November. Pada prasasti Mariñci

yang disebutkan adalah bhatāra saŋ mokta

riŋ amṛtabhawana. Apabila dibandingkan

dengan informasi di Kitab Pararaton yang

menyebutkan mengenai penguasa Tumapěl

yang meninggal pada tahun 1321 Ś maka

dapat diasumsikan bahwa bhatāra yang

dimaksud adalah Bhre Tumapĕl Bhra Hyaŋ

Insukha.

Prasasti Mariñci merupakan jenis

prasasti rājamudra yaitu jenis prasasti

pendek yang berisikan tentang keputusan

kerajaan tentang pembebasan pajak.

Struktur prasasti ini berbeda dengan

prasasti-prasasti sīma pada umumnya, hal

ini dapat diketahui melalui struktur prasasti

Mariñci yang hanya terdiri dari 1) Pejabat

tinggi yang menerima dan meneruskan

perintah raja; 2) Isi Perintah/Keputusan

mengenai pajak; 3) Raja yang

mengeluarkan prasasti; 4) Larangan Bagi

maṅilala drwya haji untuk memasuki

daerah Sīma; 5) Unsur pertanggalan.

Dengan demikian, prasasti ini merupakan

maklumat atau perintah raja. Adanya

perbedaan dari segi struktur dan bahasa

pada prasasti-prasasti sῑma yang singkat

masa Majapahit akhir sangat mungkin

terjadi karena prasasti-prasasti sῑma

tersebut merupakan prasasti ringkasan dari

prasasti-prasasti sῑma yang telah

dikeluarkan oleh penguasa daerah untuk

melegitimasikan raja pendahulunya.

Peristiwa yang melatar belakangi

prasasti Mariñci adalah pada zaman

dahulu ada golongan wiku yang

bekerja di ladang (paṅarӗmban) untuk

dewa rĕşi dibebaskan dari pajak titi

lĕman dan pajak sosorohan. Prasasti

Mariñci merupakan prasasti sῑma, arti

kata sῑma adalah memberi batas atau

membuka lahan (Boechari, 1957: 52).

Jika memang sīma juga dapat

diartikan sebagai kegiatan membuka

lahan maka pengertian sīma tersebut

sangat memungkinkan untuk

dihubungkan dengan pendapat

Weatherbee mengenai kata

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 19: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

paṅarӗmban yaitu pendiri mandala,

yang baru membuka pemukiman

keagamaan di tempat terpencil dan

memiliki sedikit populasi di wilayah

Tumapĕl (Weatherbee, 1985: 350).

Dengan demikian, dapat diartikan

sebagai kelompok wiku yang berperan

sebagai perintis yang membuka lahan

pemukiman baru untuk ditinggali

untuk membangun perekonomian

pedesaan dan bertujuan untuk

kepentingan keagamaan. Pembukaan

lahan tersebut dimaksudkan untuk

membentuk suatu perkampungan para

agamawan dalam hal ini adalah

pendirian mandala.

Pada prasasti Mariñci telah

disebutkan mengenai paṅarӗmban, yaitu

golongan wiku yang bekerja untuk dewa

rĕsi, di wilayah kekuasaan Tumapel yaitu

desa Mariñci. Berdasarkan penjelasan-

penjelasan tersebut dapat disimpulkam

bahwa kaum paṅarӗmban telah membentuk

suatu pemukiman yang digunakan untuk

kepentingan keagamaan. Hal ini dipertegas

dengan pendapat dari Agus Aris Munandar

(1990: 150) yang menyatakan bahwa

terdapat tokoh yang hidup mengasingkan

diri bersama golongan Rĕsi di pertapaan

dan juga mandala-mandala antara lain para

Bhagawan, Tyagan, Wiku, Janggan, dan

Wanaprastha. Dengan demikian, prasasti

Mariñci dikeluarkan dalam rangka

mendukung kaum paṅarӗmban

memelihara bangunan suci untuk

kepentingan keagamaan di Mariñci. Seperti

yang kita ketahui itu pada prasasti Mariñci

terdapat himbauan kepada ampan mpan

untuk tidak sering mengunjungi desa

Mariñci dan memerintahkan kepada

penguasa daerah di Tumapel untuk

membebaskan desa Mariñci dari dua jenis

pajak yaitu lӗman (luputiŋ iŋ titi lӗmah)

dan sosorohan (luputiŋ sosorohan).

Ampan-mpan merupakan salah satu

kelompok dari Mangilala Drwya Haji yang

mempunyai tugas untuk mengurus

masalah-masalah seperti penarikan pajak.

Namun, bukan berarti desa Mariñci benar-

benar bebas dari pajak tersebut karena

pajak tanah atau hasil bumi dan denda-

denda atas segala tindak pidana seluruhnya

tidak diserahkan kepada kas kerajaan tetapi

diperuntukkan untuk pengelolaan

bangunan suci tertentu atau untuk

dinikmati oleh orang yang mendapat

anugrah sῑma.

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 20: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

DAFTAR REFERENSI

Adiwimarta, Sri Sukesi, & Sulistiati (2001). Bahasa. Sedyawati, Edi dkk. Dalam Sastra Jawa Suatu Tinjauan Umum (hal. 191-195). Jakarta: Balai Pustaka & Pusat Bahasa.

Asshiddiqie, Jimly (2003). Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945. Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII (hal. 1-64). Denpasar: Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Boechari (2012). Rakyān Mahāmantri i Hino: A Study a Highest Court Dignitaryof Ancient Java up to the 13 Century A.D. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Budiardjo, P. M (2004). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

De Casparis, J. G. 1975. Indonesian

Palaeography: A History of Writing in

Indonesia from the Beginning to C. A.

D. 1500. Leiden: E. J. Brill

Damais, L. C (1995). Epigrafi dan Sejarah Nusantara. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Deetz, J (1976). Invitation to Archaeology. New York: Garden City.

Djafar, Hasan (2012). Masa Akhir Majapahit: Girindrawarddhana & Masalahnya. Jakarta: Komunitas Bambu.

Kartakusuma, Rachidiana (2003). Peran dan Fungsi Epigrafi Sebagai Bidang Studi Sumber Sejarah Tertulis dan Permasalahannya dalam Cakrawala

Arkeologi (hal.200-217).Depok: Universitas Indonesia.

Kartakusuma, Rachidiana (1983). Rakai. Dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi III (hal. 571). Jakarta: PT.Bunda Karya.

Mardiwarsito, L., & Kridalaksana, H (2012). Struktur Bahasa Jawa Kuna. Depok: Komunitas Bambu.

Munandar, Agus Aris (1990). Kegiatan

Keagamaan Di Pawitra: Gunung Suci

Di Jawa Timur Abad 14-15.Tesis.

Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya, Universitas Indonesia (Belum

Diterbitkan)

Munandar, Agus Aris (2006). Kerajaan Majapahit Abad XIV - XV. Dalam Majapahit (hal. 26-40). Jakarta: Indonesian Heritage Society.

Pigeaud, Theodore G. Th. 1960. Java in

the 14th Century. A Study in Cultural

History. The Nāgara-Kĕrtāgama by

Rakawi Prapañca of Majapahit, 1365

A.D. Vol. I: Javanese Texts in

Transcription. The Hague: Martinus

Nijhoff.

Poesponegoro, M., & Notosusanto, N (2008). Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.

Santiko, Hariani (2006). Agama Pada Masa Majapahit. Dalam Majapahit (hal. 34-40). Jakarta : Indonesian Heritage Society.

Santiko, Hariani (2005). Kehidupan Beragama Golongan Rĕsi Di Jawa. Dalam Hari-Hara Kumpulan Tulisan

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015

Page 21: kartina risma wardani-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Tentang Agama Veda Dan Hindu Di Indonesia Abad IV-XVI M (hal 126-139) (Belum Diterbitkan).

Sedyawati, Edi (1983). Keadaan Masyarakat Jawa Kuna Masa Kadiri dan Penafsirannya. Dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi III (hal. 639). Jakarta: PT. Bunda Karya.

Suhadi, Machi.1993. Tanah Sima Dalam Masyarakat Majapahit. Disertasi. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (Belum Diterbitkan)

Suhadi, Machi (2003). Interpretasi Epigrafi dalam Cakrawala Arkeologi, (hal.127-134). Depok: Universitas Indonesia.

Suhadi, Machi (1980). Tinjauan Tentang Struktur Pemerintahan Zaman Sindok dan Majapahit Dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi II (hal. 295). Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala Jakarta Departemen P&K.

Suparta, I Made, & Adiwimarta, S. S. Sastra Jawa Kuna dan Jawa Pertengahan. Edi Sedyawati &dkk (Editor) (2001). Sastra Jawa Suatu Tinjauan Umum (hal. 31-40). Jakarta : Balai Pustaka & Pusat Bahasa.

Ninie- Susanti (1993). Masalah Ketentuan Sekitar Kasus Sima Masa Jawa Kuna. Laporan Penelitian FIB UI.Depok: Universitas Indonesia.

Ninie- Susanti (2001). Kajian Dalam Sastra Jawa Kuna. Edi Sedyawati,dkk (Editor) .Dalam Sastra Jawa Suatu Tinjauan Umum (hal. 493). Jakarta: Balai Pustaka & Pusat Bahasa.

Vernika Hapriwitasari (2011). Lambang Raja Pada Kerajaan Kuna di Kawasan

Indonesia Abad XI-XV Masehi: Rekonstruksi Makna. Tesis. Depok: Universitas Indonesia ( Belum Diterbitkan)

Wibowo, A.S, & Boechari (1980). Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid 1. Jakarta: Museum Nasional.

Wurjantoro, Edhie (2008). Prasasti Singkat Masa Mapapahit (Abad XV). Dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi XI (hal. 144). Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi

Yogi, Dhiana (1996). Mangilala Drwiya Haji: Kedudukan dan Perannya dalam Struktur Pemerintahan. Skripsi. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. (Belum Diterbitkan)

Zoetmulder, P (1985). Kalangwan Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.

Zoetmulder, P (2006). Kamus Jawa Kuna Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Prasasti Mariñci ..., Kartina Risma Wardani, FIB UI, 2015