-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
1
Karakterisasi Produk Turunan Kelapa Sawit Jenis Split
Refined
Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA)
dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA)
Arief Hadi Permana1*, Ardi Ferdiansyah1*
1Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Kelas II Medan,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
Belawan, Medan 20411
Email : [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi produk turunan
kelapa sawit jenis Split
Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA)
dan Split Palm
Kernel Fatty Acid (SPKFA). Data spektrum FTIR, kromatogram GC
dan data hasil
titrasi menunjukkan bahwa kedua produk turunan kelapa sawit
yaitu SRBDPKFA dan
SPKFA memiliki karakteristik yang tidak berbeda, dan hanya uji
warna menggunakan
lovibond yang dapat menjelaskan perbedaan kedua produk tersebut.
Hasilnya
menunjukkan bahwa produk kelapa sawit SPKFA memenuhi spesifikasi
sebagai produk
split palm kernel fatty acid karena sesuai dengan Peraturan
Menteri Perdagangan RI no.
54/M-DAG/PER/7/2015 yaitu memiliki nilai red ≥ 3, sedangkan
SRBDPKFA
memiliki red 2.
Kata kunci : karakterisasi, kelapa sawit, FTIR, GC, lovibond,
titrasi
Abstract
The research on the characterization of oil palm products of
Refined Bleaching
Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) and Split Palm
Kernel Fatty Acid
(SPKFA) has been done. The results of FTIR spectrum, GC
chromatogram and titration
data indicate that both the oil palm derivative products
SRBDPKFA and SPKFA have no distinct characteristics and the color
test using lovibond can explain the differences
between the two products. The results show that the SPKFA of
palm oil product meets
the specifications as a split palm kernel fatty acid product as
in accordance with
Regulation of the Minister of Trade no. 54 / M-DAG / PER /
7/2015 which has a red
value of ≥ 3, while SRBDPKFA has red value of 2.
Keywords: characterization, oil palm, FTIR, GC, lovibond,
titration
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
2
I. PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan komoditi potensial yang sangat
menjanjikan dalam
dunia perdagangan dan Indonesia yang beriklim tropis, laju
pertumbuhan kelapa sawit
menjadi hal yang tak terbendung. Hal tersebut menyebabkan
ketersediaan jumlah kelapa
sawit menjadi berlimpah dan ini merupakan kesempatan bagi para
pelaku bisnis
terutama dalam bidang ekspor untuk mensuplai minyak kelapa sawit
baik dalam bentuk
mentah maupun turunannya.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman budidaya yang
dapat
menghasilkan dua jenis minyak yaitu minyak kelapa sawit mentah
(CPO) yang
diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit dan minyak inti
sawit (Palm Kernel Oil,
PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit. Kedua bagian
ini memiliki
karakteristik masing-masing yang berbeda sehingga perusahaan
kelapa sawit memiliki
konsentrasi tersendiri dalam mengolah kedua bagian ini. Inti
sawit atau kernel
cenderung digunakan untuk industri oleochemical sementara daging
atau mesocarp
merupakan bahan utama pembuatan minyak goreng. Dilihat dari
berbagai aspek dalam
hal manfaat dan efektivitas pengolahannya, minyak sawit
mempunyai harga yang cukup
tinggi di pasaran dunia. Hal ini membuat para pelaku usaha
berlomba-lomba
memanfaatkan eksistensi kelapa sawit yang cukup menjanjikan di
Indonesia.
Indonesia sudah banyak membuat kemajuan dalam beberapa tahun
terakhir
dalam hal aktivitas ekspor minyak kelapa sawit, baik dalam
bentuk mentah maupun
turunannya. Pengendalian untuk ketersediaan pasokan minyak sawit
di Indonesia serta
menjaga stabilitas harga minyak sawit di pasar dunia, pemerintah
mengenakan bea
keluar ekspor minyak kelapa sawit sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Menteri
Perdagangan RI no.54/M-DAG/PER/7/2015 tentang verifikasi atau
penelusuran teknis
terhadap ekspor kelapa sawit, crude palm oil (CPO) dan produk
turunannya. Untuk
memeriksaan dan membuktikan komoditi ekspor sesuai dengan
pemberitahuan
eksportir, perlu dicari metode–metode yang cukup teruji untuk
dapat menganalisis
minyak kelapa sawit dengan hasil yang cepat, akurat, efisien dan
dapat memberikan
informasi tambahan seperti sifat fisika dan sifat kimia suatu
sampel. Selama ini
identifikasi minyak kelapa sawit di lapangan hanya sebatas
pemeriksaan visual. Hal ini
menjadi kendala dalam hal pengawasan karena pemeriksaan minyak
kelapa sawit
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
3
berdasarkan bentuk fisik kurang bisa dipertanggungjawabkan
apalagi hasil atau
kesimpulannya berdampak kepada proses hukum. Disamping itu
produk SRBDPKFA
dihasilkan dari bahan baku SPKFA melalui proses Refined
Bleaching Deodorizing
(RBD) yang secara visual terlihat sama. Pemeriksaan visual
tersebut dianggap bersifat
subjektif karena didasarkan pada pengamatan individu, disamping
itu bentuk dan warna
minyak sawit dapat berubah tergantung dengan kondisi lingkungan.
Untuk itu perlu
adanya karakterisasi lanjutan untuk memastikan jenis minyak
kelapa sawit, dalam hal
ini terfokus pada dua komoditi yang dianggap serupa tapi tak
sama. Berdasarkan hal
tersebut diatas maka jurnal ini akan membahas tentang
karakterisasi produk turunan
minyak kelapa sawit jenis Split Refined Bleaching Deodorizing
Palm Kernel Fatty Acid
(SRBDPKFA) dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA).
Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) merupakan salah
satu tahap
screening awal dalam proses identifikasi gugus fungsi suatu
senyawa. Informasi
struktur molekul dapat diperoleh berdasarkan gugus fungsi
tersebut. Keuntungan yang
lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sampel dalam
berbagai fase (Harmita, 2006).
Metode Kromatografi Gas (GC) telah lama digunakan untuk
mengidentifikasi
kandungan trigliserida dan asam lemak dalam minyak kelapa sawit.
Metode GC
digunakan untuk mendapatkan informasi jumlah kandungan
(persentase) fatty acid yang
jumlahnya cukup banyak, kandungan lemak trans dalam minyak sawit
serta komposisi
fatty acid yang dominan. Data kromatogram yang diperoleh
memberikan ciri khas dari
masing-masing komoditi.
Metode titrasi merupakan salah satu teknik pengujian untuk
mendapatkan
informasi tentang bilangan asam dalam minyak kelapa sawit. Hal
ini menjadi sangat
penting karena akan menentukan kualitas minyak kelapa sawit dan
mengubah struktur
kimia yang terkandung dalam minyak.
Metode Lovibond merupakan salah satu pengujian fisika
berdasarkan
perhitungan intensitas warna. Dalam hal ini, warna visual minyak
sawit menjadi suatu
hal yang krusial dan dapat membuat perbedaan dalam identifikasi
karakteristik minyak.
Untuk itu, dalam penelitian ini dilakukan identifikasi minyak
kelapa sawit dari
dua jenis turunannya menggunakan metode tersebut diatas dan
diharapkan metode
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
4
tersebut bisa dijadikan sebagai metode alternatif untuk
pengujian minyak kelapa sawit
dengan hasil yang lebih akurat.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai
Dumai pada bulan April 2017.
A. Bahan
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua
jenis sampel
turunan minyak kelapa sawit yang merupakan hasil sampling dari
salah satu kantor Bea
dan Cukai di Indonesia, ethanol, phenolptalein, NaOH metanolik,
BF3, Iso-octane dan
NaCl jenuh.
B. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah Gas Chromatography (GC) merk
Agilent dari
Berca Niaga Medika, menggunakan detektor FID. Fourier Transform
Infra Red (FTIR)
merk Perkin Elmer Spectrum Two UATR Two (Perkin Elmer Life dan
Analitical
Science, MA, USA), alat ini menggunakan ATR sehingga pengujian
dilakukan tanpa
menggunakan Kbr serbuk atau pellet. Sedangkan alat Lovibond yang
digunakan dalam
penelitian ini adalah PFXi series spectrocolorimeter.
C. Cara Kerja
1. Analisis Sampel Menggunakan FTIR
Spektrum FTIR untuk berbagai jenis minyak kelapa sawit dapat
diperoleh
menggunakan spektrofotometer FTIR pada panjamg gelombang 400 -
4000 cm-1.
Cairan sampel diambil menggunakan pipet tetes kemudian di
teteskan ke holder
FTIR. Kemudian ditekan dengan knop diatas holder hingga force
gauge pada angka
60. Setelah itu sampel siap untuk dianalisis.
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
5
2. Analisis Sampel Menggunakan GC
Sampel yang akan dianalisis dimetilasi terlebih dahulu dengan
penambahan
penambahan NaOH metanolik, kemudian dipanaskan selama 5 menit
sampai suhu
titik didih air. Setelah didinginkan ditambahkan BF3 lalu di
vortex dan dipanaskan
kembali selama 30 menit. Setelah didinginkan kembali,
ditambahkan NaCl jenuh
dan iso-octane, kemudian di vortex kembali. Kemudian cairan
iso-octane akan
terpisah dan berada pada lapisan atas, diambil cairan pada
lapisan atas tersebut,
lalu dipindahkan ke vial. Sampel siap untuk diinject ke GC.
3. Analisis Sampel dengan Titrasi
Pengujian ini dilakukan menggunakan metode netralisasi. Sampel
ditimbang,
kemudian dilarutkan dengan alkohol netral. Diteteskan
phenolptalein sebagai
indikator dan dilakukan titrasi menggunakan NaOH 0,1 N yang
sudah distandarisasi
sebelumnya. Titrasi berhenti saat larutan berwarna merah muda.
Dicatat volume
titrasi dan dilakukan perhitungan bilangan asam.
4. Uji Warna Sampel Menggunakan Lovibond
Kuvet dibilas menggunakan alkohol untuk menghilangkan sisa
lemak, kemudian
dibilas lagi menggunakan cairan sampel minimal 3 kali
pembilasan. Dimasukkan
kuvet yang telah berisi cairan sampel ke dalam alat lovibond.
Dipilih metode RYBN
kemudian sampel siap untuk diperiksa.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan metode analisis
yang
didasarkan pada karakterisasi gugus fungsi dari suatu sampel.
Penelitian ini
menggunakan metode FTIR ATR (attenuated total reflectance) yang
merupakan teknik
FTIR sederhana dan dapat digunakan pada pengukuran sampel dalam
bentuk padat dan
cairan. Teknik ini merupakan salah satu metode solutif dalam
spektroskopi IR dalam hal
pengolahan sampel. ATR biasanya digunakan untuk analisis
sampel-sampel yang sulit
dianalisis dengan metode spektrofotometri FTIR transmitan karena
terbentur preparasi
sampel yang sulit (Stuart, 2004). ATR cocok diterapkan untuk
sampel-sampel padat
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
6
yang tebal atau material-material cair yang pekat termasuk film,
serbuk, polimer,
sampel cair, semi-padat dan film tipis. Pada ATR hanya
dibutuhkan sedikit preparasi
sampel atau bahkan tidak ada preparasi sama sekali (Stuart,
2004). ATR dilakukan
dengan menggunakan aksesoris dalam kompartemen sampel
spektrofotometer FTIR.
Bagian inti aksesoris ATR adalah kristal dengan indeks bias yang
tinggi. Jenis bahan
yang digunakan adalah seng selenida (ZnSe), KRS-5 (talium iodide
atau talium
bromida), dan germanium.
Pengujian sampel menggunakan kromatografi gas dilakukan metilasi
terlebih
dahulu sebelum dilakukan injeksi pada alat. Metilasi dilakukan
untuk menghasilkan
metil ester yang kemudian di pisahkan secara kromatografi. Untuk
mengetahui profil
asam lemak dari minyak kelapa sawit, digunakan kolom non polar
DB-23 untuk fatty
acid methyl ester. Kromatografi merupakan metode pengujian
berdasarkan pemisahan
komponen. Tiap material pasti memiliki komponen yang heterogen,
untuk
mempermudah analisis perlu dilakukan pemisahan agar lebih
terfokus dan akurat.
Kromatografi gas memisahkan komponen berdasarkan tingkat
kelarutan komponen
terhadap fase gerak. Komponen yang lebih mudah terlarut akan
terbawa lebih dulu ke
detektor yang kemudian di interpretasikan sebagai
kromatogram.
Pada umumnya pabrik minyak goreng akan berusaha menghilangkan
warna dari
CPO yang berwarna jingga kemerahan karena akan mempengaruhi mutu
dari minyak
goreng tersebut. Penambahan bleaching earth sering digunakan
untuk menghilangkan
warna merah CPO hingga menjadi kuning bening seperti yang
terlihat pada minyak
goreng dipasar. Penggunaan lovibond dengan menggukan metode RYBN
(Red Yellow
Blue Neutral) dapat memberikan informasi kepekatan warna larutan
pada sampel,
prinsip kerjanya adalah dengan pencocokan warna menggunakan
panel warna pada alat.
Metode ini juga sangat sederhana dan tidak banyak memerlukan
perlakuan pendahuluan
terhadap sampel.
Bilangan asam dapat menentukan kualitas dari suatu minyak.
Metode yang dapat
digunakan untuk untuk mengetahui jumlah bilangan asam secara
kuantitatif dalam
minyak adalah metode titrasi. Dengan menggunakan metode yang
telah di validasi, alat
ukur yang terkalibrasi dan pereaksi yang masih segar, metode
titrasi dapat menunjukkan
hasil yang akurat. Pada metode ini sampel di timbang secara
terukur, kemudian
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
7
dilarutkan menggunakan alkohol netral. Alkohol sebagai pelarut
organik dapat
melarutkan minyak dengan baik,. Sifat alkohol yang sedikit asam,
harus dinetralkan
terlebih dahulu menggunakan pereaksi basa seperti NaOH atau KOH.
Hal ini bertujuan
untuk menghindari penambahan asam dari alkohol kepada sampel.
Dengan beberapa
tetes phenolptalein sebagai indikator, sampel dititar dengan
NaOH hingga larutan
berwarna merah muda.
A. Hasil Analisis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm
Kernel Fatty Acid
(SRBDPKFA)
Gambar 1. Spektrum FTIR dari SRBDPKFA
Analisis FTIR terhadap sampel SRBDPKFA memberikan hasil spektrum
seperti
Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa SRBDPKFA terdiri
dari trigliserida
campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak
rantai panjang. Adanya
ester dan asam lemak pada minyak kelapa sawit ditunjukkan dengan
adanya serapan
dengan intensitas tajam pada bilangan gelombang 1707,89 cm-1
yang menunjukkan
adanya gugus karbonil (C=O). Gugus alkil (-CH) ditunjukkan
dengan adanya serapan
dengan intensitas sedang pada bilangan gelombang 2922,74 cm-1
dan 2853,86 cm-1. Ini
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
8
semua menunjukkan bahwa SRBDPKFA mengandung senyawa ester
trigliserida dari
asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh.
Hasil analisis sampel menggunakan GC dapat dilihat dalam Gambar
2, yang
menunjukkan adanya pemisahan fraksi asam lemak yang khas dari
produk inti kelapa
sawit yaitu pada retention time 6.695 (C8 ; caprylic acid),
10.564 (C10 ; capric acid),
14.028 (C12 ; lauric acid), 16.730 (C14 ; myristic acid), 19.182
(C16 ; palmitic acid),
21.394 (C18:0 ; stearic acid) dan 21.657 (C18:1 cis ; oleic
acid). Ini semua sesuai
dengan komposisi palm kernel oil standar dan persentase
komposisi paling tinggi adalah
asam lemak laurat (C12 ; lauric acid) yaitu mencapai 46.55%.
Gambar 2. Kromatogram GC dari SRBPKFA
Bilangan asam suatu sampel dapat dihitung dengan metode titrasi
dan
menggunakan rumus dibawah ini:
𝐴. 𝑉 = 𝑉𝑝 𝑥 56,1 𝑥 𝑁𝑝
𝑊
Hasil titrasi menunjukkan bahwa bilangan asam sampel SRBDPKFA
adalah
sebesar 263,785 mg KOH/g, hasil ini memenuhi persyaratan seperti
yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI
no.54/M-DAG/PER/7/2015 bahwa
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
9
bilangan asam untuk produk turunan kelapa sawit jenis Split
Fatty Acid dari Kernel Oil
berada pada kisaran 240-265 mg KOH/g.
Pengujian warna dilakukan menggunakan alat lovibond, uji ini
didasarkan sifat
fisik (warna) dari sampel dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar
3. Pembacaan
lovibond menggunakan RYBN method, didapat hasil pembacaan nilai
red = 2.0. Hasil ini
tidak memenuhi persyaratan seperti yang telah ditetapkan
Peraturan Menteri
Perdagangan RI no.54/M-DAG/PER/7/2015 yang menyatakan bahwa
warna untuk Split
Fatty Acid dari Kernel Oil harus red ≥ 3.
Gambar 3. Hasil Pembacaan Lovibond dari Sampel SRBDPKFA
B. Hasil Analisis Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA)
Analisis FTIR terhadap sampel SPKFA memberikan hasil spektrum
seperti
terlihat dalam Gambar 4.
Gambar 4. Spektrum FTIR dari SPKFA
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
10
Hasilnya menunjukkan bahwa SPKFA mengandung gugus fungsi
gugus
karbonil (C=O) dari ester, yaitu adanya serapan pada bilangan
gelombang 1708,13 cm-1
dan adanya gugus alkil (CH) ditunjukkan serapan pada bilangan
gelombang 2922,80
cm-1 dan 2853,91 cm-1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa SPKFA
terdiri dari
trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan
asam lemak rantai panjang
dan hasil ini mirip dengan spektrum FTIR dari SRBDPKFA.
Kromatogram GC dari sampel SPKFA dapat dilihat dalam Gambar 5
yang
menunjukkan adanya pemisahan fraksi asam lemak yaitu pada
retention time 6.391 (C8
; caprylic acid), 10.254 (C10 ; capric acid), 13.836 (C12 ;
lauric acid), 16.470 (C14 ;
myristic acid), 18.836 (C16 ; palmitic acid), 21.040 (C18:0 ;
stearic acid), 21.350
(C18:1 cis ; oleic acid) dan 21.747 (C18:2 trans ; oleic acid).
Komposisi asam lemak
terbesar dalam SPKFA adalah asam laurat (C12 : lauric acid)
dengan persentase
46.61%. Hasil Spektrum GC SPKFA juga mirip dengan spektrum GC
dari
SRBDPKFA.
Gambar 5. Kromatogram GC dari SPKFA
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
11
Dengan menggunakan metode yang sama (titrasi) dan pereaksi yang
sama serta
pada waktu yang bersamaan dengan SRBDPKFA, dilakukan pengujian
bilangan asam
untuk sampel SPKFA. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa
bilangan asam
pada sampel SPKFA sebesar 252,16 mg KOH/g, hasil ini juga
memenuhi persyaratan
seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI
no.54/M-
DAG/PER/7/2015 bahwa bilangan asam untuk Split Fatty Acid dari
Kernel Oil kisaran
240-265 mg KOH/g.
Hasil uji lovibond menggunakan RYBN method terhadap SPKFA
diperoleh berbeda
dengan SRBDPKFA, nilai uji lovibond untuk SPKFA diperoleh red =
5.0. Hasil ini
memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI
no.54/M-
DAG/PER/7/2015 yang menyatakan bahwa warna untuk Split Fatty
Acid dari Kernel
Oil harus memiliki red ≥ 3. Dilihat dari prosesnya, produk
turunan kelapa sawit
SRBDPKFA dihasilkan dari proses Refined Bleaching Deodorizing
(RBD) dengan
bahan baku SPKFA. Diduga penambahan bleaching earth untuk
menghasilkan produk
SRBDPKFA tersebut dapat menurunkan nilai red yang terbaca pada
uji lovibond.
Gambar 6. Hasil Pembacaan Lovibond dari Sampel SPKFA
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
12
IV. KESIMPULAN
Hasil spektrum FTIR, kromatogram GC dan metode titrasi
menunjukkan tidak
ada perbedaan yang signifikan diantara produk SRBDPKFA dan SPKFA
karena secara
komposisi kedua produk tersebut berasal dari bahan baku yang
sama. Uji warna
menggunakan alat Lovibond dapat membedakan jenis produk turunan
kelapa sawit
antara SRBDPKFA dan SPKFA.
Hasil uji menggunakan lovibond dengan metode RYBN menunjukkan
dari
kedua sampel hanya produk jenis SPKFA yang memenuhi persyaratan
produk Split
Fatty Acid dari Kernel Oil karena sesuai dengan Peraturan
Menteri Perdagangan RI no.
54/M-DAG/PER/7/2015 yaitu memiliki nilai red ≥ 3.
Metoda FTIR, GC, titrasi dan lovibond ini merupakan metode
yang
berkesinambungan dan berkelanjutan untuk mengkarakterisasi
turunan minyak kelapa
sawit dan jenisnya dengan hasil yang lebih cepat, efisien, dan
memberikan hasil yang
akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
V. DAFTAR PUSTAKA
Che Man, Y.B.; Moh, M.H.; van de Voort, F.R. Determination of
free fatty acids in
crude palm oil and refined-bleached-deodorized palm olein using
fourier
transform infrared spectroscopy. J. Am. Oil Chem. Soc. 1999, 76,
485–490.
Cocks, L.V. dan Van Rede C. 1966. Laboratory Handbook for Oil
and Fats
Analysts, London: Academic Press.
Hariyadi, Prof. Purwiyatno, 2014. Mengenal Minyak Sawit Dengan
Beberapa Karakter
Unggulnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia,
Jakarta.
Hasibuan, Hasrul Abdi dan Siahaan, Donald, 2013. Karakteristik
CPO, Minyak Inti
Sawit dan Fraksinya, Pusat Penelitian dan Identifikasi Barang,
Medan.
Pardamean, M., 2014. Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit
Secara Profesional.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Tim DJBC Indonesia, 2017. Buku Tarif Kepabeanan Indonesia
(BTKI), Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta.
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
13
Penentuan Kadar Besi dalam Larutan Pickling Pelapisan Timah
Menggunakan Metode Spektrofotometri Dan Titrasi
Dikromatometri
Nur Cahyaningtyas1, Yessy Andhasari2, Agung Fadilah3 1,2,3Balai
Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Kelas I Jakarta, Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai,
Cempaka Putih, Jakarta 10520
Email : [email protected]
Abstrak
Kadar besi dalam larutan pickling telah dianalisis dengan metode
spektrofotometri sinar
tampak dan titrasi dikromatometri. Hasilnya menunjukkan bahwa
kadar besi tertinggi
dan terendah untuk metode titrasi dikromatometri berturut-turut
adalah 19.7673 g/L dan
3.8091 g/L, sedangkan untuk metode spektrofotometri adalah
19.7460 g/L dan 3.4127
g/L. Akurasi dan ketepatan kedua metode dihitung juga
berdasarkan uji F dan uji t.
Berdasarkan uji beda nyata diperoleh hasil bahwa kedua metode
pada selang
kepercayaan 95 % tidak berbeda nyata. Nilai Fhitung, Ftabel,
thitung, dan ttabel berturut-
berturut ialah 1.0480, 4.2820, 0.0397, dan 2.1800. Berdasarkan
hasil percobaan yang
diperoleh menunjukkan bahwa penentuan kadar besi dalam larutan
pickling dapat
dilakukan dengan salah satu metode tersebut yaitu menggunakan
metode
spektrofotometri sinar tampak atau dengan metode titrasi
dikromatometri.
Kata kunci : Dikromatometri, Elektroplating, Pickling,
Spektrofotometri, Pelat Timah
Abstract
The iron content in the pickling solution has been analyzed by
visible
spectrophotometric method and dichromatometric titration. The
results showed that the
highest and lowest iron content for titration method of
dichromatometry were 19.7673 g
/ L and 3,8091 g / L respectively, while for spectrophotometry
method was 19.7460 g /
L and 3.4127 g / L. Accuracy and precision of both methods was
calculated based on
the F test and t test. Results obtained were not significantly
different in the two methods
with a confidence interval of 95 %. Faritmetic, Ftable,
taritmetic, and ttable value successive row
is 1.0480, 4.2820, 0.0397, and 2.1800. The experimental results
obtained showed that
the determination of content in the pickling solution can be
done with one of these
methods is using visible light spectrophotometry method or by
titration method of
dichromatometry.
Keywords: Dichromatometry, Elektroplating, Pickling,
Spectrophotometric, tin plate
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
14
I. PENDAHULUAN
Pelat timah (tin plate atau Bj LTE) merupakan lembaran baja
tipis yang dilapisi
oleh logam timah melalui proses elektrolisis. Pelat timah
sebagai bahan kemasan
banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, seperti
industri makanan, minuman,
cat, dan aerosol. Keunggulan dari kemasan berbahan pelat timah
adalah dapat menjaga
kesegaran makanan atau minuman yang berada di dalamnya dan
kemasan menjadi lebih
menarik karena dapat disesuaikan bentuk dan ukurannya, selain
itu juga dapat didaur
ulang.
Salah satu perusahaan di Indonesia yang menghasilkan pelat timah
adalah PT.
Pelat Timah Nusantara Tbk (PT Latinusa Tbk). Pelat yang
dihasilkan diproduksi
melalui proses elektroplating timah pada lembaran baja tipis
(tin mill black plate atau
TMBP) menggunakan sistem Electrolytic Tinning Line (ETL) dan
umumnya suatu
industri melakukan pelapisan logam pelat timah ini menggunakan
metode
elektroplating. Arif (2009) menyatakan elektroplating atau
penyepuhan merupakan
salah satu proses pelapisan bahan padat dengan lapisan logam
menggunakan bantuan
arus listrik melalui suatu elektrolit dan benda yang dilakukan
pelapisan harus
merupakan konduktor. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyowati
(2012) yang
menyatakan bahwa prinsip dasar elektroplating adalah proses
pelapisan logam dengan
bantuan arus listrik yang berlangsung secara reaksi reduksi
oksidasi dari logam pelapis
(sebagai anoda yang akan teroksidasi) ke benda kerja (sebagai
katoda yang dilapisi).
Salah satu tahap penting pada proses pelapisan pelat timah
adalah pickling, yaitu
proses penghilangan oksida besi pada pelat TMBP. Oksida besi
merupakan kontaminan
pada permukaan pelat TMBP yang dapat menimbulkan cacat (defect)
pada produk pelat
timah. Penghilangan oksida besi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan
asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi 9-15 %. Selain
itu, proses pickling
juga digunakan untuk mengasarkan permukaan pelat TMBP sehingga
daya rekat timah
lebih kuat (ITRI, 1999).
Kadar besi total dalam larutan pickling harus memenuhi
persyaratan yang sudah
ditentukan untuk mendapatkan pelat timah yang lebih bagus dan
penentuan kadar besi
dalam larutan pickling ini dapat dilakukan dengan beberapa
metode diantaranya dengan
cara konvensional yaitu dengan metode titrasi dikromatometri.
Titrasi ini didasarkan
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
15
pada reaksi oksidasi reduksi. Kalium dikromat akan mengoksidasi
analit besi (II)
menjadi besi (III) sedangkan kalium dikromat akan tereduksi
menjadi kromium (III).
Titrasi dilakukan dengan menggunakan indikator difenilamin dan
titik akhir ditandai
dengan munculnya warna ungu. Selain itu kadar besi dapat juga
ditentukan secara
instrumental, yaitu dengan metode spektrofotometri sinar tampak,
dengan cara besi
dioksidasi menjadi ion besi (III) kemudian membentuk senyawa
kompleks berwarna
merah dengan amonium tiosianat yang dapat diukur pada panjang
gelombang 470 nm.
Penelitian ini akan membandingkan metode penentuan kadar besi
total dalam
larutan pickling yaitu antara metode spektrofotometri sinar
tampak dan metode titrasi
dikromatometri dan data yang diperoleh diolah secara statistika
dengan menggunakan
uji F dan uji t.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan mulai di laboratorium pengecekan mutu
(Quality Assurance)
PT Latinusa Tbk yang beralamat di Jalan Australia I Kav. E-1,
Kawasan KIEC Cilegon
42443, Banten – Indonesia.
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah kalium dikromat (K2Cr2O7)
0.0895 N, larutan
campuran (H2SO4+H3PO4), indikator difenilamin (DPA), larutan
sampel pickling,
larutan standar besi 1000 ppm, NH4SCN 40 g/L, larutan campuran
(H2SO4 dan H2O2),
tisu dan akuades.
B. Alat
Alat-alat yang digunakan ialah neraca analitik, labu takar 50 mL
dan 1000 mL,
labu Erlenmeyer asah 250 mL, pipet volumetrik 1 mL, pipet Mohr
10 mL, bulp, botol
akuades, gelas piala 250 mL, batang pengaduk, sudip, kuvet,
desikator, oven,
spektrofotomer UV-VIS mini-1240 Shimadzu Corp.
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
16
C. Cara Kerja
1. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel merupakan kegiatan penting, karena hanya
sebagian
kecil saja dari sejumlah zat yang diambil. Tanki pada tahap
pickling ada dua unit
yaitu tanki 1 dan tanki 2 (Gambar 1). Pengambilan sampel
dilakukan pada pickling
tanki 1 selama 7 hari setiap pukul 07.00 WIB. Volume sampel yang
diambil
sebanyak 200 mL. Percobaan ini diulang sebanyak 5 kali.
Gambar 1. Bagan Pengambilan Sampel
2. Penentuan Kadar Besi dengan Metode Spektrofotometri
(WI-1530-35)
Larutan sampel pickling dipipet sebanyak 2 mL dimasukkan ke
dalam labu
takar 1000 mL dan ditepatkan dengan akuades sampai tanda tera.
Larutan dikocok
sampai homogen kemudian larutan dipipet sebanyak 1 mL ke dalam
gelas piala dan
ditambahkan 25 mL larutan campuran (H2S04 dan H2O2) serta 25 mL
NH4SCN 40
g/L, selanjutnya larutan diaduk sampai homogen. Larutan diukur
pada panjang
gelombang 470 nm. Percobaan diulang sebanyak 5 kali.
3. Penentuan Kadar Besi dengan Metode Titrasi Redoks
(WI-1530-10)
Larutan sampel pickling dipipet sebanyak 5 mL ke dalam
Erlenmeyer
kemudian ditambahkan larutan campuran (H2SO4+H3PO4) sebanyak 15
mL dan
indikator difenilamin 2-3 tetes. Larutan kemudian titrasi dengan
larutan K2Cr2O7
0.0895 N sampai larutan berubah warna menjadi ungu. Titrasi
dilulang sebanyak 5
kali.
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
17
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelat timah diproduksi menggunakan sistem ETL yang meliputi
tahap cleaner,
pickling, plating, chemical treatment dan oiling. Salah satu
tahap yang paling penting
adalah pickling dan parameter yang harus diperhatikan pada tahap
ini adalah kadar besi.
Besi dalam larutan pickling berasal dari oksida besi (FeO) pada
pelat TMBP dan dengan
asam sulfat encer membentuk senyawa FeSO4 dan menimbulkan
larutan berwarna hijau,
dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
FeO + H2SO4 → FeSO4(hijau) + H2O
(Satmoko, 2005)
Kadar besi total dalam larutan pickling ditentukan dengan metode
titrasi
dikromatometri dan spektrofotometri sinar tampak. Larutan
pickling yang digunakan
sebagai sampel diambil pada tanki pickling 1 (Gambar 1). Proses
pada tahap pickling
antara tanki 1 dan tanki 2 terjadi sirkulasi secara kontinu
sehingga kondisi kedua tangki
tersebut homogen. Sampel diambil selama 7 hari berturut-turut
setiap pukul 07.00 WIB
dan masing-masing percobaan dilulang sebanyak 5 kali. Hasil
rerata kadar besi dari 5
kali ulangan dengan menggunakan metode spektrofotometri dan
titrasi dikromatometri
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Perbandingan Rerata Kadar Besi Secara Spektrofotometri
dan Titrasi
Dikromatometri
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 5 6 7
Kad
ar B
esi
To
tal
(gra
m/L
)
Hari Ke-
Metode Titrasi
dikromatometri
Metode
Spektrofotometri
UV-VIS
Max 20 g/L
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
18
Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa kadar besi total
dalam larutan
pickling masih di bawah batas maksimum besi yang ditetapkan oleh
PT Latinusa Tbk
yaitu 20 g/L. Hasil penelitian menunjukkan kadar besi yang
diperoleh setiap harinya
tidak stabil, ini disebabkan adanya proses blowdown yang
dilakukan oleh bagian
produksi dengan tujuan mencegah kadar besi dalam larutan
pickling melewati batas
maksimumnya. Kadar besi terendah terjadi pada hari ke-3 yaitu
dibawah 15 g/L. Hal ini
disebabkan pada hari tersebut pengambilan sampel dilakukan
setelah proses produksi
mengalami maintenance.
Kondisi maintenance merupakan kondisi ketika produksi sedang
mengalami
perawatan sehingga larutan pickling dibuang ke sampit dan
diganti dengan larutan asam
sulfat konsentrasi 9-15 % yang baru dengan jumlah tertentu yang
ditambahkan oleh
bagian produksi, setelah mengalami pergantian larutan yang baru,
kadar besi pada
proses pickling menjadi rendah karena besi yang terdapat dalam
larutan pickling hanya
berasal dari oksida besi pada pelat TMBP yang sedang diproses
atau berlangsung.
Gambar 2 juga menunjukkan selain pada hari ke-3, kadar besi yang
diperoleh lebih
tinggi, ini diakibatkan besi yang terukur dalam larutan pickling
pada hari-hari tersebut
selain berasal dari oksida besi yang larut dalam larutan
pickling yang sedang diproses
juga berasal dari timbunan oksida besi sebelumnya karena proses
ini berlangsung secara
kontinu.
A. Kadar Besi Total Metode Spektrofotometri Sinar Tampak
Tahapan awal analisis besi total dalam sampel pickling
menggunakan metode
spektrofotometri, yaitu penambahan larutan campuran H2SO4 dan
H2O2 kedalam sampel
untuk mengoksidasi besi (II) menjadi besi (III) sehingga yang
terhitung adalah besi
total. Larutan H2O2 bersifat oksidator kuat dan bekerja pada
suasana asam sehingga
penggunaan larutan asam sulfat untuk memberikan suasana asam dan
memaksimalkan
kerja dari oksidator H2O2 sesuai persamaan reaksi :
H2O2 + 2H+ + 2e → 2H2O
2Fe2+ → 2Fe3+ + 2e
2Fe2+ + H2O2 + 2H+ → 2Fe3+ + 2H2O
(Svehla, 1990)
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
19
Penambahan amonium tiosianat (NH4SCN) untuk menghasilkan
senyawa
kompleks yang berwarna merah dengan besi (III), sehingga larutan
dapat diukur pada
panjang gelombang maksimum besi yaitu 470 nm yang berada di
daerah sinar tampak.
Amonium tiosianat merupakan pereaksi kompleks berwarna yang
selektif dan sensitif
terhadap besi (III) membentuk warna merah bata yang stabil untuk
jangka waktu yang
lama. Pengukuran pada panjang gelombang maksimum karena
perubahan atau
perbedaan konsentrasi yang kecil akan menghasilkan perbedaan
nilai absorbans yang
besar, sensitivitas tinggi atau kepekaan maksimal karena terjadi
perubahan absorban
yang paling besar serta apabila dilakukan pengukuran ulang maka
kesalahan yang
disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil.
Penentuan
konsentrasi besi dari sampel dapat ditentukan dengan
menginterpolasikan ke dalam
kurva standar besi. Berdasarkan hukum Beer, absorban akan
berbanding lurus dengan
konsentrasi.
Blanko yang berisi pelarut dan pereaksi serta tidak berisi
analit digunakan untuk
membuat titik nol konsentrasi dari kurva kalibrasi dan
pengkoreksi. Kurva kalibrasi
menggambarkan proporsionalitas respons analitik (respons
absorbans larutan standar
besi) terhadap konsentrasi yang diukur. Linearitas pada kurva
kalibrasi dilambangkan
dengan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi
merupakan kuadrat dari
koefisien korelasi (R).
Gambar 3. Kurva Kalibrasi Standar Besi
y= 0.0126x - 0.0046
R² = 0.9998
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
0 20 40 60 80
Abso
rban
Konsentrasi (ppm)
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
20
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa kurva deret standar
besi (kurva
kalibrasi) pada konsentrasi larutan standar 10-70 ppm diperoleh
persamaan regresi
linear yaitu Y= 0.0126x - 0.0046 dan terdapat hubungan yang
proporsional antara
respons analitik (absorbans) dengan konsentrasi yang diukur.
(Sleptiene et al., 2008)
mengemukakan bahwa persyaratan data linearitas yang baik jika
memenuhi kisaran nilai
R2 lebih dari 0.9970. Hal ini sesuai dengan koefisien
determinasi kurva kalibrasi standar
besi yang diperoleh yaitu 0.9998 sehingga linearitas dari kurva
baik.
Penentuan kadar besi total dalam larutan pickling menggunakan
metode
spektrofotometri menunjukkan bahwa kadar besi tertinggi terdapat
pada hari ke-1
sebesar 19.7460 g/L sedangkan kadar terendah diperoleh pada hari
ke-3 sebesar 3.4127
g/L dengan %RSD pada hari ke-1 sampai hari ke-7 kurang dari 2 %.
Menurut (AOAC,
2005) kriteria seksama diberikan jika metode memberikan
simpangan baku atau
koefisien variasi kurang dari 2 % dan termasuk ke dalam kategori
teliti. Ini
menunjukkan bahwa metode spektrofotometri memiliki ketelitian
atau presisi yang baik
karena %RSD kurang dari 2 %. Pada hari ke-6 %RSD sebesar 0.14 %
sedangakan pada
hari ke-2 memiliki %RSD yang besar yaitu 1.16 % namun tetap
tergolong teliti karena
masih dibawah 2 %. Semakin kecil nilai %RSD yang diperoleh maka
semakin baik
keterulangannya dan semakin baik pula presisi suatu metode
tersebut.
B. Kadar Besi Total Metode Titrasi Dikromatometri
Kadar besi dalam larutan pickling dapat ditentukan dengan
titrasi
dikromatometri dengan melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi
antara kalium dikromat
dan analit berupa besi (II) yang terdapat dalam sampel larutan
pickling. Kalium
dikromat bersifat oksidator sehingga dapat mengoksidasi analit
besi (II) menjadi besi
(III) sedangkan kalium dikromat dalam larutan besi suasana asam
akan tereduksi
menjadi kromium (III) yang berwarna hijau.
Titik ekivalen terjadi ketika Etitran sama dengan Etitrat atau
Eoksidator sama dengan
Ereduktor. Titik akhir titrasi dikromatometri memerlukan
indikator redoks karena warna
hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr 3+ yang terbentuk dari
reduksi kalium dikromat
membuat perubahan warna yang kurang kuat dan tidak jelas pada
titik akhir titrasi
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
21
sehingga perlu ditambah indikator redoks yaitu indikator
difenilamin dan titik akhir
ditandai dengan timbulnya warna ungu.
Indikator redoks dicirikan oleh potensial peralihan dan
perubahan pada indikator
redoks bergantung dari perubahan potensial larutan selain itu
indikator redoks
mempunyai warna yang berbeda dalam bentuk teroksidasi dan bentuk
tereduksi.
Potensial saat terjadi perubahan warna tergantung dari potensial
standar indikator
difenilamin dan dicirikan oleh potensial peralihan. Indikator
difenilamin memiliki
warna tereduksi tidak berwarna dan warna teroksidasi ungu.
Perubahan warna terjadi
dari hijau (ion Cr3+) menjadi warna indikator teroksidasi yaitu
ungu. Mekanisme
perubahan warna pada indikator difenilamin ditunjukkan pada
Gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme Perubahan Warna Indikator Difenilamin
Fungsi penambahan larutan campuran asam sulfat-asam fosfat ke
dalam titrat
karena titrasi antara besi (II) dengan K2Cr2O7 menggunakan
indikator difenilamin yang
memiliki potensial peralihan rendah sehingga dengan penambahan
asam fosfat
menyebabkan potensial titik ekivalen dapat diturunkan sesuai
untuk penggunaan
difenilamin. Selain itu digunakan juga untuk memberikan suasana
asam sehingga
kalium dikromat dapat tereduksi menjadi Cr3+ Sesuai dengan
reaksi berikut :
Cr2O72- + 14H+ + 6e
→ 2Cr3+ + 7H2O
(Svehla, 1990)
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
22
Kadar besi dalam larutan pickling dapat dilihat pada Gambar 2
yang menunjukkan
bahwa selama 7 hari berturut-turut diperoleh kadar besi dibawah
batas maksimum besi
yang ditetapkan. Kadar besi tertinggi diperoleh pada hari ke-1
sebesar 19.7673 g/L
sedangkan kadar besi terendah terdapat pada hari ke-3 sebesar
3.8091 g/L dengan
%RSD kurang dari 2% sehingga tergolong kategori teliti.
C. Perbandingan Metode Secara Statistik
Ketelitian dan keakuratan penentuan kadar besi total menggunakan
metode titrasi
dikromatometri dan spektrofotometri sinar tampak dapat diketahui
dari uji F dan uji t
yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel tersebut merupakan hasil
dari percobaan dan
setelah mengalami penyederhanaan dari data pada Gambar 2.
Tabel 1. Uji Beda Nyata Metode Titrasi Dikromatometri dan
Spektrofotometri
Pada Hari
Ke-
Rerata Kadar Besi Total (g/L)
Spektrofotometri UV-VIS Titrasi Dikromatometri
1 19.7673 19.7460
2 16.0985 16.3016
3 3.8091 3.4127
4 10.3147 10.3095
5 19.4265 19.8175
6 16.7401 16.0397
7 16.6398 16.3095
Rerata 14.6851 14.5624
SD 5.7117 5.8473
S2 32.6235 34.1909
FHitung 1.0480
FTabel 4.2820
tHitung 0.0397
tTabel 2.1800
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
23
Berdasarkan pada Tabel 1 terlihat perbedaan rerata kadar besi
kedua metode tidak
jauh berbeda dan uji beda nyata antara dua metode tersebut yang
dilakukan dengan
menggunakan uji F untuk mengetahui presisi dan uji t untuk
akurasi kemudian
dibandingkan dengan dengan F atau t tabel.
Tabel 1 menunjukan bahwa Fhitung yang diperoleh pada percobaan
adalah 1.0480,
sedangkan nilai Ftabel pada selang kepercayaan 95 % adalah
4.2820. Hal ini
menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil daripada Ftabel, sehingga
H0 diterima yang berarti
hasil percobaan yang diperoleh tidak berbeda nyata pada selang
kepercayaan 95 %. Uji
F ini digunakan untuk menguji presisi kedua metode apakah
berbeda atau tidak dan
kedua metode memiliki presisi yang tidak berbeda nyata.
Uji t digunakan untuk menentukan keakuratan dari kedua metode
apakah berbeda
nyata atau tidak dengan membandingkan purata kadar besi dari
kedua metode tersebut.
Pada percobaan dilakukan pula uji t, nilai thitung yang
diperoleh dari percobaan adalah
0.0397. Nilai ttabel pada selang kepercayaan 95 % adalah 2.1800.
Hasil thitung lebih kecil
daripada ttabel, maka Hipotesis alternatif (H0) diterima yang
berarti hasil percobaan tidak
berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hal ini menunjukkan
bahwa pengukuran
kadar besi total dalam larutan pickling dapat dilakukan dengan
menggunakan salah satu
metode tersebut untuk dilakukan dalam analisis rutin kadar besi
dalam larutan pickling.
Keakuratan dan presisi kedua metode dalam penentuan kadar besi
juga menunjukkan
bahwa kedua metode dapat menghasilkan analisis yang tidak
berbeda signifikan
walaupun menggunakan pereaksi dan peralatan yang berbeda serta
kegunaan kedua
metode dapat saling menggantikan.
Setiap metode yang digunakan dalam analisis memiliki kelebihan
dan kelemahan
begitu juga dengan metode titrasi dikromatometri dan
spektrofotmetri sinar tampak
yang digunakan pada penentuan kadar besi. Beberapa kelemahan
dari penggunaan
titrasi dikromatometri ialah adanya penggunaan indikator yang
dapat menyebabkan
sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik
ekivalen dalam titrasi,
disamping itu dapat terjadinya galat acak karena pembacaan pada
alat buret, reaksinya
lambat dan memiliki efek samping terhadap tubuh manusia. Kalium
dikromat yang
digunakan sebagai titran dalam metode titrasi dikromatometri
merupakan bahan beracun
dan bersifat karsinogenik. Sedangkan kelebihan dari penggunaan
titrasi dikromatometri
-
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol.
3 No. 1, November 2018
24
adalah kalium dikromat merupakan standar primer dan stabil
terhadap cahaya sehingga
tidak perlu distandardisasi.
Kelemahan dari metode spektrofotometri sinar tampak adalah
sampel yang
digunakan harus dalam keadaan berwarna dan tidak membentuk
koloid sehingga
partikel-partikel akan menghablurkan pengukuran. Kelebihan
metode spektrofotometri
ialah analisisnya menggunakan detektor yang sensitif dan
selektif sehingga kesalahan
pembacaan kecil kemungkinan terjadinya.
IV. KESIMPULAN
Penentuan kadar besi total dalam larutan pickling dapat
dilakukan dengan metode
spektrofotometri sinar tampak maupun dengan titrasi
dikromatometri. Hasil analisis dari
kedua metode tersebut menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan
95 % nilai FHitung
kurang dari FTabel dan tHitung kurang dari tTabel sehingga H0
diterima dan kedua metode
tidak berbeda nyata. Kadar besi yang diperoleh masih di bawah
kadar maksimum besi
dalam larutan pickling yang ditetapkan oleh PT Latinusa Tbk
sehingga tidak
mempengaruhi kualitas pelat timah yang dihasilkan.
V. DAFTAR PUSTAKA
Arif A. 2009. Rancang Bangun dan Optimalisasi Elektroplating
[Skripsi]. Semarang:
Universitas Diponegoro Semarang.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005.
Official Method of Analysis
of AOAC International. Ed ke-18. Maryland: AOAC
International.
[ITRI] International Tin Research Institue. 1999. Guide to
tinplate. Middlesex:
International Tin Research Institue.
Satmoko Y dan Nusa I.S. 2005. Pengolahan Air Limbah Industri
Kecil Pelapisan
Logam. JAI. 1(1):1.
Setyowati Y dan Ramelan A. 2012. Pengaruh rapat arus terhadap
ketebalan dan struktur
kristal lapisan nikel pada tembaga. Indonesian Journal Of
Applied Physics. 2(1):1.
Svehla G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif
Makro dan Semimikro.
Setiono L, Penerjemah. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Terjemahan dari:
Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic
Analysis.