Top Banner
KAJIAN PERSAMAAN MODEL INTENSITAS HUJAN UNTUK SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) AMPRONG KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG JURNAL ILMIAH PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : VITA AYU KUSUMA DEWI NIM. 115060400111001-64 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN MALANG 2015
11

kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

Jan 30, 2017

Download

Documents

vutuong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

KAJIAN PERSAMAAN MODEL INTENSITAS HUJAN UNTUK SUB

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) AMPRONG KECAMATAN

KEDUNGKANDANG KOTA MALANG

JURNAL ILMIAH

PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh :

VITA AYU KUSUMA DEWI

NIM. 115060400111001-64

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN

MALANG

2015

Page 2: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...
Page 3: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

KAJIAN PERSAMAAN MODEL INTENSITAS HUJAN UNTUK SUB

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) AMPRONG KECAMATAN

KEDUNGKANDANG KOTA MALANG

Vita Ayu Kusuma Dewi1, Donny Harisuseno

2, Lily Montarcih Limantara

2

1Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Universitas Brawijaya

Teknik Pengairan Universitas Brawijaya – Malang, Jawa Timur, Indonesia

Jln. MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia

e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Analisa terjadinya hujan dengan peluang tertentu menjadi sangat penting untuk

pengendalian dampak negatif akibat hujan. Variabel hujan yang berperan penting dalam

perencanaan teknis adalah intensitas hujan (I), dan probabilitas hujan atau periode ulang

kejadian hujan (T). Metode yang umum untuk mencari intensitas hujan diantaranya Metode

Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu model

intensitas hujan yang dapat memprediksi intensitas hujan pada durasi lain dan probabilitas

secara akurat.

Penelitian intensitas hujan di Kecamatan Kedungkandang, variabel probabilitas

diikutsertakan sehingga nantinya intensitas hujan dapat ditentukan secara langsung untuk

setiap durasi hujan dan probabilitas kejadiannya. Persamaan intensitas hujan yang telah

diperoleh dibandingkan dengan pola intensitas hujan berdasarkan metode yang telah ada.

Hasil persamaan model intensitas hujan di lokasi penelitian tergolong baik jika

dibandingkan dengan hasil pengamatan perdurasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

koefisien korelasi >0,94 dan koefisien Nash-Sutcliffe >99. Hasil pemodelan dilokasi

penelitian menunjukkan hasil yang kurang baik untuk kala ulang tertentu dikarenakan

pemilihan durasi hujan yang kurang rapat. Hasil penelitian lanjutan dilokasi lain

menunjukkan durasi yang lebih pendek akan menghasilkan persamaan model intensitas

hujan yang lebih baik, ditunjukkan dengan penurunan angka rata-rata Mean Absolute Error

(MAE) dari 12,963 menjadi 8,26.

Kata kunci: Pemodelan, Intensitas Hujan, Durasi, Probabilitas

ABSTRACT

Analysis of rainfall intensity with specific probability is very important to control negative

impact of rainfall occurrence. Rainfall intensity (I), probability (p) and return period (T)

are very important variable to discharge analysis. There are several methods to estimate

rainfall intensity, such as Talbot, Sherman, and Ishiguro. The aim of this research is to

develop equation model which can predict rainfall intensity with specific duration and

probability. The equation model is compared with other methods. The result of rainfall

intensity model with the value of correlation >0,94 and Nash-sutcliffe coefficient >99 is

quite good if compared with the observation result. For specific return period, the

modeling result is less accurate which is most likely caused by election of duration.

Advanced research in other location indicate that short duration give better result for

rainfall intensity modeling, which is shown by decreasing average value of Mean Absolute

Error (MAE) from 12,963 to 8,26.

Keywords: Forecasting, Rainfall Intensity, Duration, Probability

Page 4: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hujan adalah salah satu anugerah

Allah SWT yang memberikan banyak

manfaat dan juga memiliki potensi

bencana apabila jumlah dan sebarannya

tidak terkendali. Disisi lain, hujan

merupakan fenomena alam yang sulit

dimodifikasi atau dikendalikan. Usaha

maksimal yang dapat dilakukan oleh

manusia adalah mengenali pola atas

keberadaannya dalam ruang, waktu dan

kuantitasnya.

Dalam perencanaan suatu

bangunan hidraulik, diperlukan dimensi

yang tepat sesuai usia rencana. Untuk

perencanaan dan perhitungan bangunan

tersebut diperlukan analisa yang benar

(Wardoyo, 2009). Jika dikaitkan dengan

bangunan air, maka analisa terhadap

terjadinya hujan atau debit atau volume

dengan peluang tertentu menjadi amat

penting untuk upaya pengendalian

dampak-dampak negatif akibat hujan.

Tiga variabel hujan yang umum

digunakan dalam kebutuhan analisa,

prediksi dan perencanaan diantaranya

adalah ketebalan hujan (R), durasi hujan

(t) dan distribusinya dalam ruang dan

waktu. Berdasarkan variabel utama ini,

dapat diturunkan variabel hujan yang lain

diantaranya intensitas hujan (I), dan

probabilitas hujan atau periode ulang

kejadian hujan (T) (Soekarno et al., 2006).

Variabel-variabel tersebut sangat penting

dalam perencanaan teknis.

Terkait dengan intensitas hujan,

besarnya intensitas curah hujan berbeda-

beda disebabkan oleh lama curah hujan

dan frekuensi terjadinya. Beberapa

metode yang dihubungkan dengan lama

curah hujan (durasi) dan frekuensi

terjadinya antara lain metode Talbot

(1881), metode Sherman (1905), dan

metode Ishiguro (1953).

1.2. Identifikasi Masalah

Menurut surat kabar online Malang

Post pada tanggal 23 Mei 2013

disampaikan bahwa kawasan Sawojajar,

salah satu Desa di Kecamatan

Kedungkandang kembali mengalami

banjir setinggi 30 cm. Banjir tersebut

disebabkan oleh hujan yang turun selama

2 jam dan saluran drainase tidak mampu

menampung air hujan karena dimensinya

kecil.

Salah satu bentuk penanganan

untuk mengendalikan banjir adalah

membangun saluran drainase yang dapat

menampung debit yang disebabkan oleh

curah hujan. Dalam perencanaan

bangunan air tersebut, pertama kali harus

ditentukan debit banjir perencanaan.

Besarnya debit banjir perencanaan

tersebut ditentukan oleh intensitas hujan.

Data intensitas hujan tersebut berbeda-

beda setiap daerah, tergantung dari lama

curah hujan dan frekuensi terjadinya. Data

intensitas hujan sangat penting karena

akan mempengaruhi proses perhitungan

analisa dimensi bangunan air, maka dari

itu diperlukan ketelitian dan perhitungan

yang tepat.

Berdasarkan permasalahan

tersebut, maka peneliti akan mencoba

mengkaji persamaan model intensitas

curah hujan. Hasil analisa persamaan

model intensitas hujan tersebut akan

sangat bermanfaat dalam upaya

perencanaan dan pengelolaan sumber daya

air di Sub DAS Amprong, khususnya di

Kecamatan Kedungkandang.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah

memperoleh suatu model intensitas hujan

dalam bentuk persamaan yang sederhana,

yang digunakan untuk memprediksi

intensitas hujan pada durasi lain dan

probabilitas secara fleksibel dan akurat,

dengan cara membandingkan hasil

perhitungan intensitas hujan metode yang

telah ada.

Penelitian ini diharapkan dapat

memberi manfaat untuk memprediksi

intensitas hujan yang sesuai dengan lokasi

studi yaitu di Kecamatan Kedungkandang

serta dapat dikembangkan untuk kawasan-

kawasan lainnya.

Page 5: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Lokasi Studi

DAS Brantas Hulu terbagi menjadi

beberapa Sub DAS yaitu Sub DAS Upper

Brantas (Kota Batu), Sub DAS Amprong

(Kota Malang dan Kabupaten Malang)

dan Sub DAS Bango (Kota Malang dan

Kabupaten Malang). Lokasi studi yang

akan dikaji adalah Sub DAS Amprong

yang difokuskan di Kecamatan

Kedungkandang, Kota Malang.

Menurut Data Balai Besar Wilayah

Sungai (BBWS) Brantas, Kecamatan

Kedungkandang memiliki wilayah seluas

39,715 km² yang dibagi dalam 12

Kelurahan. Batas administratif wilayah

Kecamatan Kedungkandang adalah

sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Pakis,

Kabupaten Malang

Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan

Tumpang, Kabupaten Malang.

Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan,

Kabupaten Malang.

Sebelah Barat : Kecamatan Sukun,

Klojen dan Blimbing, Kota Malang.

2.2. Langkah Pemodelan

Analisis dilakukan terhadap data

yang telah dikelompokan berdasarkan

durasinya. Rangkaian tahapan analisis

untuk memperoleh persamaan model

intensitas hujan adalah:

1. Data yang bersifat outliers dikeluarkan

dari analisis.

2. Uji T ; dilakukan untuk mengetahui

bahwa sampel berasal dari populasi

yang sama

3. Uji normalitas data; dilakukan untuk

melihat apakah data tersebar secara

normal atau tidak. Jika tidak tersebar

secara normal, maka dilakukan

transformasi semi-log. Dalam hal ini

dilakukan transformasi logaritma.

4. Pengurutan data. Pada setiap

kelompok durasi hujan, intensitas hujan

diurutkan dari intensitas tinggi ke

intensitas rendah (descending)

5. Penghitungan probabilitas hujan

dengan menggunakan persamaan

Weibull.

6. Formulasi persamaan hubungan antara

probabilitas hujan dengan intensitas

hujan, untuk masing-masing kelompok

durasi hujan, sehingga diperoleh

persamaan It= f(p).

7. Menghitung nilai proyeksi intensitas

hujan untuk nilai probabilitas tertentu.

Dalam hal ini dihitung untuk p = 5

sampai dengan 95 % dengan interval 5

%, sehingga diperoleh nilai proyeksi

intensitas hujan menurut nilai interval

probabilitas hujan tersebut pada

masing-masing kelompok t.

8. Formulasi persamaan linier antara

intensitas hujan sebagai fungsi dari t

pada setiap nilai interval probabilitas

hujan. Guna memperoleh pola

hubungan yang baik, durasi hujan t,

ditransformasi menjadi (1/t). Diperoleh

hubungan linier Ip=a+b.(1/t).

9. Nilai koefisien a dan b dari persamaan

(hubungan) linier diatas dikelompokan

berdasarkan nilai interval probabilitas.

10. Formulasi hubungan antara : (A) p

dengan koefisien a; dan (B) p dengan

koefisien b. Dalam hal ini bentuk

hubungan bersifat hubungan

eksponensial.

11. Menyusun persamaan akhir,

mencakup substitusi persamaan (A) dan

(B) ke dalam bentuk persamaan Ip

= a

+ b.(1/t); dan menyederhanakannya,

diperoleh It,p

12. Uji verifikasi data, dilakukan melalui

dua cara, yaitu: membandingkan

intensitas hujan hasil model dengan

intensitas hujan empirik (Ie) sebagai

data dasar; dan membandingkan

intensitas hujan hasil model dengan

hasil perhitungan metode lain yang

sudah ada (Talbot, Sherman, dan

Ishiguro).

Prosedur formulasi intensitas hujan

disajikan dalam bentuk bagan alir proses

Gambar 1.

Page 6: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

Gambar 1. Bagan analisa formulasi

intensitas hujan (It,p) sebagai

fungsi durasi dan probabilitas.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Formulasi Intensitas Hujan sebagai

Fungsi Probabilitas Berdasarkan perhitungan data

intensitas hujan dasar pada masing-masing

durasi dapat dianalisis pola hubungan

antara log I dengan probabilitas hujan

pada masing-masing kelompok durasi

hujan (t) yang selanjutnya dapat dicari

persamaan linearnya dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan Intensitas dan

Probabilitas dari Persamaan Linear untuk

Tiap Durasi

Tabel Intensitas dan

Probabilitas

A B

I0,25 -0.0204 1.4342

I0,5 -0.0172 1.4317

I1 -0.0159 1.4138

I2 -0.0166 1.4017

I4 -0.0158 1.3767

Sumber: Hasil Perhitungan

3.2. Formulasi intensitas Hujan Fungsi

dari Lama Hujan dan Probabilitas

Dari perhitungan iontensitas tiap

durasi didistribusikan nilai probabilitas

hujan antara 5% sampai 95%.

Rekapitulasi hasil perhitungan diperoleh

nilai intensitas hujan sebagai fungsi

probabilitas hujan dari semua durasi dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Proyeksi nilai intensitas hujan

menurut p = 5% s.d. 95%, dengan interval

5%, pada kelompok durasi hujan (t; jam) p Durasi hujan (t; jam)

(%) 0,25 0,5 1 2 4

5 21.488 22.167 21.592 20.831 19.847

10 16.990 18.184 17.980 17.207 16.546

15 13.434 14.918 14.973 14.213 13.794

20 10.622 12.238 12.468 11.741 11.500

25 8.398 10.039 10.382 9.698 9.587

30 6.640 8.236 8.646 8.011 7.993

35 5.250 6.756 7.199 6.618 6.663

40 4.151 5.542 5.995 5.466 5.555

45 3.282 4.547 4.992 4.515 4.631

50 2.595 3.730 4.157 3.730 3.861

55 2.052 3.060 3.462 3.081 3.219

60 1.623 2.510 2.883 2.545 2.683

Page 7: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

p Durasi hujan (t; jam)

(%) 0,25 0,5 1 2 4

65 1.283 2.059 2.400 2.102 2.237

70 1.014 1.689 1.999 1.737 1.865

75 0.802 1.386 1.665 1.434 1.555

80 0.634 1.137 1.386 1.185 1.296

85 0.501 0.933 1.154 0.979 1.081

90 0.396 0.765 0.961 0.809 0.901

95, 0.313 0.628 0.800 0.668 0.751

Sumber: Hasil Perhitungan

Nilai Ip pada probabilitas yang

sama, diplot pada sumbu Y dan nilai 1/t

diplot pada sumbu X. Sesuai dengan

jumlah interval nilai p, maka terdapat 19

buah persamaan linear yang terbentuk.

Persamaan-persamaan liner tersebut

mempunyai bentuk persamaan dasar: I = A

± Bt

1 .

Dari persamaan Hubungan dari

Persamaan Linear Ip = f(

diperoleh nilai

koefisien A dan B dari probabilitas 5%

sampai dengan probabilitas 95%. Nilai

koefisien A dan B tersebut ditunjukkan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Koefisien A dan B

P A B

5 1.363 20.563

10 0.003 17.383

15 0.901 14.678

20 1.460 12.380

25 1.776 10.432

30 1.921 8.783

35 1.949 7.388

40 1.899 6.209

45 1.799 5.215

50 1.670 4.377

55 1.526 3.672

60 1.378 3.078

65 1.232 2.579

70 1.092 2.160

75 0.962 1.808

80 0.843 1.513

85 0.735 1.263

90 0.638 1.058

95 0.551 0.884

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari Tabel 3 diperoleh persamaan

garis yang terbentuk antara p dengan A

dan B disajikan pada Gambar 2. Dari

Gambar 2 tersebut diperoleh nilai A dan

B seperti berikut:

A = 25,555 e-0,035p

dan B = 4,2707e-0,02p

Sehingga di dapatkan Persamaan

model intensitas hujan:

It.p = 25,555 e-0,035p

+ 4,2707e-0,02p

. (1/t)

Gambar 2. Grafik Hubungan Probabilitas

dengan Nilai Koefisien A

dan Nilai Koefisien B

3.3. Perbandingan Persamaan Hasil

Pemodelan dengan Metode Lain

Hasil persamaan pemodelan yang

didapat dibandingkan dengan hasil

perhitungan dengan metode lain, dengan

menggunakan rumus-rumus sebagai

berikut (Sosrodarsono et al., 2006:32):

1. Metode Sherman

Rumus yang digunakan :

nt

aI

keterangan :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

a,b = konstanta

n = banyaknya pasangan data I dan t

y = 4.2707e-0.02x

y = 25.555e-0.035x 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

30 50 70 90 110 Koefisien A

Koefisien B

Expon. (Koefisien A)

Expon. (Koefisien B)

Page 8: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

2. Metode Talbot

Rumus yang dipakai :

bt

aI

dengan :

I = intensitas curah hujan (mm/jam);

t = lamanya curah hujan (jam)

a,b = konstanta

3. Metode Ishiguro

Rumus yang digunakan :

bt

aI

dimana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

a,b = konstanta

Gambar 3 hingga Gambar 6

menunjukkan grafik perbandingan hasil

pengamatan, persamaan pemodelan,

metode Sherman, Ishiguro dan Talbot.

Gambar 3. Perbandingan Hasil Intensitas

Hujan dengan Tr = 2 tahun

Gambar 4. Perbandingan Hasil Intensitas

Hujan dengan Tr = 5 tahun

Gambar 5. Perbandingan Hasil Intensitas

Hujan dengan Tr = 15 tahun

Gambar 6. Perbandingan Intensitas Hujan

dengan Tr = 50 tahun

3.4. Analisa Korelasi

Analisa korelasi adalah suatu

analisis yang membahas tentang derajat

asosiasi dalam analisis regresi (Soewarno,

1995:132). Nilai koefisien korelasi

berkisar antara -1,0 ≤ r ≤ 1. Sebagai

aturan umum dapat ditentukan bahwa

korelasi antara dua variabel adalah lemah

apabila 0 ≤ [r] ≤ 0,6 dan mempunyai

korelasi baik apabila 0,6 ≤ [r] ≤ 1. Rumus

untuk mencari nilai korelasi:

r =

5,02222 ))(..()(.(( yynxxn

yxxyn

Nilai korelasi secara lengkap

ditunjukkan pada Tabel 4 dan ditampilkan

dalam grafik pada Gambar 7.

Tabel 4. Nilai Korelasi Masing-Masing

Metode pada Tiap Periode Kala Ulang

Metode

Periode Ulang (T = tahun)

Tr

2th

Tr

5th

Tr

10th

Tr

15th

Tr

20th

Tr

25th

Tr

50th

Talbot 0.23 0.12 0.17 0.29 0.69 0.96 0.93

Page 9: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

Metode

Periode Ulang (T = tahun)

Tr

2th

Tr

5th

Tr

10th

Tr

15th

Tr

20th

Tr

25th

Tr

50th

Sherman 0.99 0.99 0.31 0.99 0.61 0.93 0.89

Ishiguro 0.70 0.34 0.29 0.23 0.67 0.94 0.89

Model 0.85 0.51 0.44 0.44 0.48 0.99 0.99

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 7. Perbandingan Koefisien

Korelasi Antar Metode pada

Tiap Kala Ulang

Pada penelitian yang telah

dilakukan dengan pengerjaan sesuai

dengan prosedur pada diagram alir, hasil

pemodelan memiliki nilai yang mendekati

dari intensitas pengamatan perdurasi di

lapangan. Hal ini berdasarkan pada nilai

koefisien Nash-Sutcliffe pada Tabel 5.

Namun ketika diterapkan dengan kala

ulang tertentu dan dibandingkan dengan

metode Talbot, hasilnya tidak mendekati

hasil pengamatan. Hal ini ditunjukkan

dengan nilai Mean Absolute Error (MAE)

pada Tabel 6. Dugaan sementara adalah

disebabkan pemilihan pengelompokan

durasi yang kurang rapat atau bersifat

ekstrapolasi.

Tabel 5. Nilai Koefisien Nash-Sutcliffe

ENS

(Metode Linear)

I1jam 99,737

I2jam 99,904

I3jam 99,924

I4jam 99,877

I5jam 99,890

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 6. Nilai Mean Absolute Error

(MAE)

Metode

Periode Ulang

Tr=

2th

Tr=

5th

Tr=

7th

Tr=

10th

Tr=

15th

Tr=

20th

Tr=

25th

Tr=

50th

Talbot 2.15 3.33 2.89 79.37 0.73 0.25 0.46 0.42

Sherman 1.43 6.53 8.43 10.63 13.64 15.86 16.77 20.15

Ishiguro 4.29 10.18 11.86 13.85 16.36 18.25 19.03 21.80

Model 2.08 0.57 2.55 5.73 5.44 5.11 4.68 3.29

Sumber: Hasil Perhitungan

Pada penelitian ini durasi yang

dipilih adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam

dan 5 jam dikarenakan ketersediaan data

yang ada di Stasiun Hujan

Kedungkandang adalah jam-jaman.

Untuk menguji kebenaran dugaan

tersebut maka akan dilakukan

perbandingan penelitian di Daerah lain

dengan pemilihan durasi yang lebih rapat,

misalnya 15 menit.

Pada penelitian di Daerah lain,

hasil pemodelan pada lokasi lain memiliki

nilai yang hampir sama dengan intensitas

pengamatan di lapangan. Dugaan

mengenai penelitian di Kecamatan

Kedungkandang kurang baik hasilnya

ketika dibandingkan dengan metode lain

karena disebabkan pemilihan

pengelompokan durasi yang kurang rapat,

dapat dijawab dengan hasil penelitian

pada lokasi yang baru. Pada penelitian di

Kecamatan Kedungkandang durasi yang

dipilih adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam

dan 5 jam, dan pada lokasi baru

diterapkan durasi yang sama serta durasi

yang dirapatkan, diantaranya 0,25 jam, 0,5

jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam.

Hasil penelitian dengan

pengelompokan durasi 1 jam, 2 jam, 3

jam, 4 jam dan 5 jam baik di lokasi

Kedungkandang maupun di Mojokerto

memberikan hasil yang baik jika

dibandingkan dengan hasil pengamatan

yang ada dilapangan untuk masing-masing

durasi.

Hasil penelitian dengan

pengelompokan durasi 1 jam, 2 jam, 3

jam, 4 jam dan 5 jam baik di lokasi

Page 10: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

Kedungkandang maupun di Mojokerto

memberikan hasil yang kurang baik jika

hasil pemodelan dibandingkan dengan

hasil metode lain pada kala ulang tertentu,

namun ketika dilaksanakan sesuai

prosedur penelitian dengan durasi 0,25

jam, 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam

memberikan hasil yang lebih baik yang

ditunjukkan penurunan nilai Mean

Absolute Error (MAE). Hal ini

menandakan bahwa durasi dengan interval

lebih rapat akan menghasilkan persamaan

yang lebih mendekati hasil pengamatan.

Tabel 7 merupakan tabel

rekomendasi pemakaian model intensitas

hujan didasarkan pada perbandingan hasil

antara pengamatan dan hasil model

intensitas hujan

Tabel 7. Rekomendasi Pemakaian Model

Intensitas Hujan Durasi 1 2 3 4 5

Probabilit

as

>

75

%

>45

%

>30

%

>40

%

>40

%

Sumber: Hasil Perhitungan

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari

penelitian ini adalah:

1. Persamaan akhir pola intensitas hujan

hasil pemodelan di Kecamatan

Kedungkandang adalah It.p = 25,555 e-

0,035p + 4,2707e

-0,02p. (1/t), dengan It.p

adalah intensitas hujan (mm/jam); t

adalah durasi hujan (jam); dan p adalah

probabilitas hujan (%). Prediksi

intensitas hujan (It.p) pada sembarang

durasi (t; jam) dan probabilitas hujan

(p; %) dapat dilakukan dengan

menggunakan satu persamaan ini.

2. Hasil perbandingan intensitas hujan

antara hasil persamaan model dengan

hasil pengamatan menunjukkan hasil

yang baik, ditunjukkan dengan nilai

koefisien nash-sutcliffe >75. Hasil

perbandingan intensitas hujan dengan

kala ulang 2, 5, 7, 10, 15, 20, 25 dan 50

tahun antara metode Talbot, Sherman,

Ishiguro, persamaan model, dan hasil

pengamatan di lokasi studi diperoleh

hasil yang kurang baik dikarenakan

pemilihan pengelompokan durasi.

Untuk menjawab dugaan tersebut,

dilakukan penelitian di tempat lain,

dalam hal ini Mojokerto, dengan

metode yang sama dan perlakuan

tambahan, yaitu dengan mempersempit

pengelompokan durasi hujan yaitu 0,25

jam, 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam.

4.2. Saran

1. Dalam penelitian selanjutnya

diharapkan dalam pemilihan durasi

hujan harus kurang dari 1 jam atau

data yang digunakan adalah interval 5

menitan agar memperoleh persamaan

yang baik.

2. Model intensitas hujan dalam

penelitian ini memiliki kelebihan

dengan adanya probabilitas, jadi dapat

langsung ditentukan intensitas hujan

pada durasi dan kala ulang tertentu.

Namun, karena model dibangun dari

data pengamatan di Kecamatan

Kedungkandang, maka persamaan ini

belum dapat berlaku general.

Persamaan ini dapat digunakan di

wilayah Kedungkandang dan juga

DAS lain yang memiliki kondisi

hidrologi yang sama.

3. Model intensitas hujan ini akan lebih

baik jika digunakan pada probabilitas

>40% untuk durasi diatas 2 jam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2013. Hujan Dua Jam,

Sawojajar Banjir. Malang:

http://malang-post.com/kota-

malang/67598-hujan-dua-jamsawojajar-

banjir. (Diakses tanggal 24 September

2014)

2. Anonim. 2009. Cegah Banjir Warga

Sawojajar Sudet Drainase. Malang:

http://malangraya.web.id/2009/03/21/ce

gah-banjir-warga-sawojajar-sudet-

drainase/. (Diakses tanggal 24

September 2014)

3. Soekarno, Indratmo & Dede Rohmat.

2006. Persamaan Pola Intensitas Hujan

Fungsi dari Durasi dan Probabilitas

Page 11: kajian persamaan model intensitas hujan untuk sub daerah aliran ...

Hujan untuk Kawasan Daerah Aliran

Sungai (DAS) Bagian Hulu (Kasus

DAS Cimanuk - Jawa Barat). Jurnal

Media Komunikasi BMPTTSSI.

2006:48-66

4. Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi

Metode Statistik untuk Analiasa Data

Jilid II, Bandung: Nova.

5. Sosrodarsono, Suyono. & Kensaku

Takeda. 2006. Hidrologi untuk

Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya

Paramitha.

6. Wardoyo, Wasis. 2009. Pergeseran

Besaran Hujan Rencana Berdasar pada

Evaluasi Data Hujan Rentang Sepuluh

Tahunan. Jurnal hasil Seminar Nasional

Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah

2009 (A-299 – A-304). Surabaya:

Teknik Sipil, ITS.