Top Banner
KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG IKAN SELAMA PENYIMPANAN Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Oleh Denny Purnanila H0604010 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
55

KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Feb 01, 2018

Download

Documents

ngokhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG

IKAN SELAMA PENYIMPANAN

Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh

Denny Purnanila

H0604010

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Potensi sumber daya perikanan hasil laut di Indonesia, diperkirakan mencapai sekitar

6,5 juta ton setahun, termasuk di dalamnya potensi perairan teritorial sebesar 4,5 juta ton

(Murtidjo, 2001). Produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan dilaut dan di perairan

umum pada tahun 2006 masing-masing sekitar 4.468.010 ton dan 301.150 ton (Ditjen

Perikanan Tangkap, 2007).

Potensi sumberdaya hasil laut yang dimiliki oleh Indonesia dan produksi yang

dihasilkan menunjukkan bahwa perikanan memiliki potensi yang baik untuk berkontribusi di

dalam pemenuhan gizi masyarakat, khususnya protein hewani, di samping kontribusinya

dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Produksi perikanan hasil tangkapan dari laut yang dicapai baru sekitar 30% dari

seluruh potensi yang telah dimanfaatkan bagi keperluan konsumsi dan ekspor. Dari produksi

perikanan tersebut, hanya sebagian kecil saja yang telah dimanfaatkan dan yang lainnya

dibuang.

Bagian terbesar hasil tangkapan laut yang ada memang sudah dimanfaatkan sebagai

makanan manusia. Sementara, bagian lain yang digolongkan sebagai hasil ikutan atau limbah

perikanan yang terdiri atas tangkapan hasil sampingan, kelebihan hasil tangkapan pada

musim puncak, sampai sekarang belum termanfaatkan secara baik.

Hasil ikan yang tidak terpakai yang mempunyai ukuran kecil jika dibuang percuma,

sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi produk yg lebih bermanfaat atau mempunyai nilai

tambah sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis. Ikan yg tidak terpakai tadi dapat

dimanfaatkan sebagai hasil samping yaitu dibuat menjadi tepung ikan yg dapat digunakan

sebagai pakan unggas, campuran biskuit, dan lain-lain.

Tepung ikan merupakan produk antara yang dapat memperpanjang umur konsumsi

dengan tujuan untuk meningkatkan nilai ekonomis. Prosedur baku pembuatan tepung ikan

tradisional adalah pembersihan ikan rucah, penjemuran setengah kering, penggilingan,

penjemuran kering, penepungan. Perajin tepung ikan tradisional mempunyai banyak

kelemahan diantaranya adalah kadar lemaknya relatif tinggi, kadar air tinggi, tidak

Page 3: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

terkontrolnya kadar protein, pengeringan dengan sinar matahari menghasilkan warna tepung

ikan yang lebih gelap. Hal ini berkaitan dengan waktu pengeringan yang lebih lama sehingga

suhu tidak terkontrol. Selain itu kualitas dari tepung ikan bervariasi karena bahan baku yang

berupa ikan rucah kurang terseleksi secara ketat, serta terdapat kontaminasi mikrobia.

Dengan melihat kenyataan di atas maka ingin dicari dan dilakukan perlakuan tertentu yang

dapat mengatasi kelemahan pada pembuatan tepung ikan pada umumnya, salah satu cara

adalah dengan melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut.

Dalam penelitian ini bertujuan untuk membantu perajin tepung ikan tradisional agar

mendapatkan kualitas tepung ikan yang berkualitas sesuai dengan Standar Nasional

Indonesia (SNI) dan memberikan kontribusi informasi standar mutu tepung ikan yang baik.

Selain itu juga produsen dapat meningkatkan kepercayaan kepada konsumen rnendapatkan

bahan pangan yang berkualitas sesuai persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) dimana

diketahui bahwa perajin tepung ikan tradisional mempunyai banyak kelemahan.

B. Perumusan Masalah

Perajin tradisional mempunyai prosedur pembuatan tepung ikan yaitu pembersihan

ikan rucah, penjemuran setengah kering, penggilingan, penjemuran kering, penepungan yang

kualitas tepung ikannya masih di bawah Standar Nasional Indonesia (SNI).

Prosedur Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pembuatan tepung ikan tidak

dilakukan sepenuhnya oleh perajin tradisional. Karena perajin tepung ikan tradisional

membuat tepung ikan tanpa memperhatikan kualitas dari tepung ikan dan higienitas dari

tempat maupun alat-alat untuk membuat tepung ikan tersebut. Sehingga para konsumen

kurang berminat dengan produk tepung ikan dari perajin tradisional atau bisa dikatakan

hanya sesuai pesanan.

Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk

mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan

nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena

oksidasi dapat dihambat oleh adanya antioksidan.

Dengan melakukan perlakuan pendahuluan yang meliputi pengukusan, pengukusan

dengan penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, perebusan, perebusan dengan

Page 4: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas

tepung ikan di bawah Standar Nasional Indonesia (SNI) diharapkan bisa lebih ditingkatkan.

Namun selama ini belum diketahui pengaruh perlakuan pendahuluan seperti

pengukusan, pengukusan dengan penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%,

perebusan, perebusan dengan penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%

terhadap sifat kimiawi tepung ikan sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Oleh karena itu

dalam penelitian ini akan dikaji apakah dengan berbagai perlakuan pendahuluan ini dapat

memperbaiki kualitas tepung ikan yang dibuat oleh perajin tepung ikan tradisional agar

sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui nilai parameter kualitas (sifat kimiawi) dari perlakuan pandahuluan

yang dilakukan.

2. Untuk membandingkan nilai parameter kualitas tepung ikan hasil perlakuan pendahuluan

terhadap nilai parameter kualitas Standar Nasional Indonesia (SNI).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Untuk memberikan kontribusi kepada perajin tepung ikan tradisional agar dapat

memperbaiki kualitas tepung ikan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu

dengan memperbaiki aspek teknologi proses produksi.

2. Agar produsen dapat meningkatkan kepercayaan kepada konsumen yaitu rnendapatkan

bahan pangan yang berkualitas sesuai persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI).

3. Memanfaatkan hasil samping/limbah/ikan yang terbuang.

Page 5: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Ikan Rucah

Tabel 2.1 Komposisi kimia dari beberapa jenis ikan rucah

Jenis Ikan Komposisi Kimia (%) Nama lokal Nama latin Protein Lemak Abu Air Blose Saurida sp. 16,00 0,55 1,30 79,50 Pafere (pethek) Leiognathus sp. 17,70 0,20 1,30 80,00 Tiga waja Pseudosciaena

spp. 17,82 1,73 0,01 79,27

Kerong-kerong Therapron therapen sp.

19,36 0,41 1,22 79,70

Kuniran Upeneus sp. 15,43 0,46 0,77 84,29 Kerisi Nemipterus sp. 14,80 0,47 0,70 84,00 Selangat Doerosema

chacunda 19,60 1,10 1,70 77,50

Selar kuning Caranx leptolepsis 19,02 2,28 0,88 78,85 Julung-julung Tylesorus sp. 18,02 1,45 0,10 79,98 Rejung Silago spp. 21,38 0,41 1,43 76,78 Mata besar Priacantus 18,10 0,81 1,35 79,68 Bulu ayam Thryssa 16,95 4,45 1,78 77,33 Kepala gepeng Platycephalus 20,75 0,14 1,78 77,33

Sumber: Jaringan Informasi Perikanan Indonesia, 1986 dalam Syarief, 1991.

Ikan rucah sebagai bahan baku produk tepung ikan, mudah sekali mengalami

kerusakan. Sehingga jika sampai membusuk, akan menjadi bahan baku yang tidak baik

digunakan dalam pembuatan produk tepung ikan (Syarief, 1991).

Bahan baku tepung ikan sampai saat ini masih menggunakan ikan rucah sebagai

bahan utama. Ikan rucah termasuk bahan pangan yang kualitasnya cepat menurun

terutama pada iklim tropis termasuk Indonesia. Oleh karena itu, ikan rucah memerlukan

penanganan yang memadai agar kualitasnya tetap baik yaitu untuk menghambat

penurunan mutu ikan rucah dapat dilakukan dengan penurunan suhu atau pembekuan

(Suwirya dkk dalam Litbang, 2002).

Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran ± 10 cm yang ikut

tertangkap oleh nelayan, antara lain ikan pari, cucut, tembang, kuniran, rebon, selar, krisi

Page 6: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

dan sejenisnya. Ikan rucah oleh nelayan biasa dijual dalam wadah keranjang tanpa

seleksi, serta dijual dengan harga murah. Selain itu, pemanfaatan ikan rucah kurang

maksimal, biasanya hanya untuk pakan ternak, ikan asin, atau pun hanya dibuang begitu

saja terutama pada saat panen raya. Seperti jenis-jenis ikan yang lain, kandungan gizi

ikan rucah cukup lengkap, sehingga dapat diolah menjadi bahan baku produk olahan ikan

(Koesoemawardani dan Nurainy, 2008).

Untuk menjaga kualitas ikan rucah yang digunakan sebagai pakan dalam

budidaya laut maka ikan rucah perlu mendapatkan penanganan yang baik. Ikan rucah

yang baru ditangkap secepat mungkin diberi es, dan tidak terlalu lama di dalam kapal.

Pemberian es pada ikan rucah tersebut hanyalah memperlambat proses penurunan mutu.

Begitu ikan rucah sampai di darat sebaiknya langsung dicuci dan disimpan dalam freezer.

Ketersediaan ikan rucah sangat dipengaruhi oleh musim, sehingga perlu tempat

penyimpanan yang memadai agar pemberian pakan tidak terputus

(Suwirya dkk dalam Litbang, 2002).

2. Tepung Ikan

Definisi tepung ikan menurut standar Nasional Indonesia (SNI 01-

2715-1995 tahun 1995) adalah produk yang diolah dari ikan segar yang mengalami

perlakuan sebagai berikut : pencucian, pengukusan atau perebusan, kemudian

pengepresan, pengeringan, dan penggilingan/ penepungan. Umumnya tepung ikan

dimanfaatkan untuk fortifikasi pakan ternak, unggas, ikan serta udang budidaya. Menurut

Sahwan (2001) tepung ikan merupakan bahan baku yang paling penting karena paling

baik sebagai sumber protein.

Cara pembuatan tepung ikan dapat dilakukan dengan cara basah dan kering. Cara

basah dilakukan untuk mengolah ikan-ikan yang berkadar lemak tinggi (lebih dari 5%).

Proses pembuatan tepung ikan tersebut yaitu pengukusan dan pengepresan. Hasil

pengepresan berupa ikan tanpa lemak kemudian dikeringkan dan digiling sehingga

dihasilkan tepung ikan. Air perasannya dipisahkan dari lemaknya, kemudian dilanjutkan

dengan proses pengeringan. Bagian lemaknya berupa minyak ikan. Keuntungan cara

pengolahan basah yaitu diperoleh hasil tambahan berupa “fish soluble” hasil pemisahan

lemak dan minyak ikan yang bermutu tinggi. Sedangkan kerugiannya adalah banyak zat

Page 7: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

yang diperlukan terbuang pada proses pengolahan, randemen kecil dan cara

pengoperasian lebih sukar (Syarief, 1991).

Pengolahan tepung ikan dengan cara kering dilakukan untuk ikan yang kandungan

lemaknya rendah (kurang dari 5%). Urutan proses pembuatannya yaitu penggilingan

kasar, pengeringan, pengepresan, penggilingan halus dan pengeringan lanjutan (Syarief,

1991).

PT. Wiraniaga Kumala Mas merupakan salah satu industri pengolah tepung ikan

di jalur pantai Utara Jawa yang telah menggunakan ikan bergaram (ikan asin) sebagai

bahan baku utamanya. Tepung ikan yang dihasilkan oleh PT. Wiraniaga Kumala Mas

memiliki komposisi sebagai berikut: air 13,7%, abu 28,7%, lemak 7,7%, dan protein

47.5%. Dengan mengacu kepada standar mutu tepung ikan (Dewan Standarisasi

Nasional, 1992), maka dapat disimpulkan bahwa tepung ikan yang dihasilkan oleh

indusri kecil tersebut termasuk kategoni mutu III. Konsekuensi dan rendahnya mutu

produk adalah harga jual yang rendah. yaitu Rp. 2400/kg. Sedangkan harga jual untuk

mutu II adalah Rp. 2850/kg dan Mutu I adalah Rp. 3700/kg (Astawan dkk, 2003).

Gambar 2.1 Diagram alir pembuatan tepung ikan yang diterapkembangkan di PT.

Wiraniaga Kumala Mas.

Bahan Baku Limbah Pembuatan Bakso** ** ****888

Desalting

Direbus 10 menit

Dipress*

Dikeringkan I*

Dikeringkan II*

Digiling

Diayak*

Press Cairan

Limbah

Ikan asin

Ikan Rucah segar

Page 8: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Gambar 2.1 Bagan Alir Proses Pembuatan Tepung Ikan

Keterangan :

*) Penekanan proses dilakukan pada: perebusan 10 menit, pengepresan dengan alat

pengepres, pengeringan dengan lantai jemur, pengayakan, dan pengemasan.

**) merupakan campuran tepung limbah bakso ikan atau tepung ikan asin hasil desalting

dengan tepung ikan rucah segar (perbandingan 4 : 1) (Astawan dkk, 2003).

Jenis tepung ikan yang dihasilkan oleh PT. Wiraniaga Kumala Mas termasuk

peralihan antara mutu III dan mutu II. Komposisi kimia tepung yang dihasilkan dapat

dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Analisis proksimat tepung ikan yang diproduksi oleh PT. Wiraniaga Kuala

Mas dibandingkan standar DSN 1992.

Komposisi Nilai (%) Standar Mutu III Standar Mutu II Protein (% bk) 53,7 Minimal 45% Minimal 55% Air 10,4 Maksimal 12% Maksimal 12% Abu 31,4 Maksimal 30% Maksimal 25% Lemak 8,2 Maksimal 12% Maksimal 10% Serat kasar 2,4 Maksimal 3% Maksimal 2,5% Garam (NaCl) 0,9 Maksimal 4% Maksimal 3%

Sumber: Astawan dkk, 2003

Adapun untuk dapat menghasilkan tepung ikan berkualitas baik, sebaiknya

digunakan bahan baku yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Bahan baku berupa ikan rucah yang memiliki ukuran kecil dengan kandungan lemak

yang relatif rendah.

Page 9: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

b. Kesegaran bahan baku ikan rucah yang digunakan harus baik.

c. Proses pengolahan harus dilakukan dengan cepat dan bersih.

d. Pengemasan dan penyimpanan produk tepung ikan harus baik.

(Murtidjo, 2001).

Tepung ikan sebagai bahan baku pakan ternak merupakan salah satu hasil

pengolahan produk perikanan dalam bentuk kering. Walaupun kadar air tepung ikan yang

dianggap aman dari penyebab kerusakan adalah 5-6%, akan tetapi tingkat

kesetimbangannya dengan keadaan lingkungan suhu dan kelembaban relatif (T dan RH)

berkisar antara 10-12%. Oleh karena itu standar mutu tepung ikan di Indonesia

menentukan kadar air maksimal tepung ikan adalah 10-12% (Syarief, 1991).

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) menunjukkan pertumbuhan ikan lebih

cepat jika pada pakannya ditambahkan tepung ikan 10-40% dan pada ternak mampu

memperbaiki pertumbuhan dan produktivitasnya (Brody, 1965). Menurut Stanby dan

Dassow (1963), tepung ikan memiliki kandungan konsentrat yang tinggi, bergizi karena

mengandung protein, vitamin B kompleks, mineral dan juga mengandung zat-zat tertentu

yang mengarah ke pertumbuhan hewan dimana zat-zat tersebut dikenal sebagai unknown

growth factors. Brody (1965) dan Rasyaf (1989), menambahkan bahwa protein dalam

tepung ikan kaya akan asam amino esensial yaitu lisin dan metionin dimana tepung dari

biji-bijian defisiensi akan dua asam amino tersebut. Selain itu kandungan mineral tepung

akan cukup tinggi antara 12-13%, pembuatannya relatif mudah, dan biayanya tidak

mahal. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasyaf (1989), tepung ikan merupakan sumber

kalsium dan fospor yang baik dalam pembuatan ransum pakan unggas. Standar mutu

tepung ikan yang dikeluarkan DSN dalam SNI 01-2715-1995 tahun 1995 seperti dalam

tabel 2.3.

Tabel 2.3. Standar mutu tepung ikan

Karakteristik Persyaratan Mutu Mutu I Mutu II

a. Organoleptik * Nilai minimum * Kapang b. Mikrobiologi * Staphylococcus aureus

7

Negatif

5 x 103

5

Negatif

5 x 103

Page 10: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

* Echericia coli, MPN/gr maks * Salmonella c. Kimia * Air, % bobot/bobot, maks * Abu tak larut dalam asam,% b/b maks * Protein, % bobot/bobot, maks * Lemak, % bobot/bobot, maks

3 Negatif

10 2 60 10

Negatif Negatif

12 4

45 15

Sumber : SNI, 1995

Persyaratan dan standar tepung ikan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penilaian secara fisik

Penilaian secara fisik meliputi parameter-parameter sebagai berikut:

a. Warna : Kuning kecoklatan atau sedikit kemerahan, tergantung jenis ikan yang

digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan.

b. Bau : Produk disertai sedikit bau minyak.

c. Bentuk : Hasil penggilingan tepung ikan 100% harus dapat lolos saringan nomor

9 dan 98% dapat lolos saringan nomor 10.

d. Sifat : Produk tepung ikan bebas dari ketengikan serta tidak hangus, warna

dan tingkat kehalusannya homogen.

2. Komposisi Kimiawi

Komposisi kimiawi meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Kadar air rerata 6,5%, dengan spesifikasi maksimal 10,0%.

b. Kadar protein kasar rerata 60,5%, dengan spesifikasi minimal 60,0%

c. Kadar lemak rerata 6,0%, dengan spesifikasi maksimal 10,0% atau minimal 5,0%.

d. Kadar serat kasar rerata 1,0%, dengan spesifikasi maksimal 1,0%.

e. Kadar abu rerata 21,0%, dengan spesifikasi maksimal 20%.

f. Kadar kalsium rerata 6,0%.

g. Kadar phospor rerata 3,0%.

h. Tulang dengan spesifikasi maksimal 15%

i. Protein tercerna dengan spesifikasi maksimal 90%.

3. Pertimbangan kualitas lainnya

Adapun beberapa hal lain yang digunakan untuk mempertimbangkan kualitas

tepung ikan adalah sebagai berikut :

Page 11: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

a. Produk tepung ikan tidak diproses dengan suhu yang terlalu tinggi hingga hangus.

b. Produk tepung ikan diawetkan dengan antioksidan, sehingga tidak mudah menjadi

tengik.

c. Produk tepung ikan memiliki kandungan tulang dan sisik maksimal 15,0%.

d. Produk tepung ikan tidak dipalsu dengan bahan baku lain.

e. Produk tepung ikan mengandung pasir maksimal 1,0%.

f. Produk tepung ikan mengandung bahan NPN (Non Protein Nitrogen) maksimal

0,32%.

g. Produk tepung ikan mengandung abu yang tidak larut pada asam maksimal 2,5%

(Murtidjo, 2001).

Tepung ikan mutu pangan dapat ditambahkan pada produk ekstrusi, roti, biskuit

dan kue kering. Pada pembuatan produk ekstrusi tepung ikan dicampur dengan jagung,

beras dan kacang hijau (Fawzya et al., 1997; Murdinah et al., 1998). Tepung ikan, tepung

kerang dan tepung udang dapat ditambahkan pada pembuatan permen jeli sebanyak 7,6%

(Irianto et al., 2003).

Tepung ikan hendaknya mempunyai ukuran partikel yang seragam bebas dari

serpihan tulang, mata ikan dan partikel-partikel kasar lainnya yang tertahan oleh saringan

80 mesh. Fraksi lolos 50 mesh masih dianggap terlalu besar untuk tepung ikan yang

bermutu baik.

Metode pengolahan melalui tahap pengepresan akan menghasilkan warna tepung

ikan yang lebih baik dan kadar lemak yang lebih rendah, sehingga mempunyai daya awet

yang lebih panjang dibandingkan tanpa pengepresan (Shaleh, 1990). Ilza dkk (2000)

dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pengolahan tepung ikan dengan cara

pengukusan terbukti menghasilkan kualitas tepung ikan yang lebih baik dibandingkan

dengan cara perebusan ditinjau dari kadar protein dan organoleptik hingga penyimpanan

60 hari.

Proses pembuatan dan peralatan yang digunakan akan menentukan mutu tepung

yang dihasilkan, demikian pula jenis atau spesies ikan yang digunakan untuk tepung.

Menurut Sofyan Ilyas dkk (1985) dalam Syarief, 1991, berdasarkan sumbernya, ikan

yang diolah menjadi tepung ikan dapat dibedakan atas 3 macam, yaitu ikan yang memang

Page 12: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

khusus ditangkap untuk dijadikan tepung ikan, hasil tangkapan sampingan (ikan rucah)

dan dari limbah industri pengalengan pembekuan dan lain-lain.

Kondisi ikan bukan merupakan faktor penentu nilai nutrisi tepung ikan melainkan

hanya berpengaruh pada yieldnya (Brody, 1965). Hal ini telah dibuktikan Shaleh (1990)

dalam penelitiannya, bahwa tepung ikan yang diolah dari ikan lemuru segar mempunyai

kandungan asam amino threonin, glisin, asam glutamat, valin, metionin, lisin dan arginin

yang lebih tinggi daripada yang diolah dari ikan yang kurang segar, sedangkan

kandungan asam-asam amino lainnya relatif sama.

Pemanfaatan tepung ikan untuk fortifikasi dalam produk pangan manusia tentu

akan meningkatkan nilai gizi dari produk tersebut. Purnomosari (2001) dalam

penelitiannya melakukan fortifikasi tepung mujair pada pembuatan kerupuk. Fortifikasi

tepung mujair ini mampu meningkatkan kadar protein kerupuk dimana semakin banyak

tepung ikan yang ditambahkan, semakin tinggi kandungan proteinnya. Namun fortifikasi

ini mengakibatkan penurunan presentasi pengembangan volumetrik kerupuk sehingga

tingkat kesukaan konsumen semakin menurun dengan semakin banyaknya tepung mujair

yang ditambahkan. Tingkat penambahan tepung mujair sebesar 5% menghasilkan

kerupuk yang paling disukai dibandingkan penambahan tepung mujair sebesar 10%,

15%, dan 20%.

3. Minyak

Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian

terbesar dari kelompok lipida. Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang

dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah

trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair. Dalam bidang gizi, lemak dan minyak

merupakan sumber biokalori yang cukup tinggi nilai kilokalorinya yaitu sekitar 9

kilokalori setiap gramnya. Juga merupakan sumber asam-asam lemak tak jenuh yang

esensial yaitu linoleat dan linolenat. Disamping itu lemak dan minyak juga merupakan

sumber alamiah vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak yaitu vitamin A, D, E, dan

K. Dalam teknologi makanan lemak dan minyak memegang peran yang penting. Karena

minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar 200oC) maka biasa

dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng akan

Page 13: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak dan lemak

juga memberikan rasa gurih dan memberi aroma yang spesifik (Sudarmadji, 2003).

Kerusakan lemak minyak pada umumnya disebabkan oleh :

a. absorpsi bau oleh minyak

b. aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak.

c. oksidasi oleh oksigen atau kombinasi dari dua atau lebih penyebab kerusakan diatas.

Umumnya kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan

rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh

adanya prooksidan dan antioksidan, prooksidan akan menghambatnya. Hal ini

disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak dan minyak.

Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah kerusakan diatas adalah dengan

penambahan antioksidan. Antioksidan adalah suatu senyawa kimia yang dalam kadar

tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan lemak dan minyak akibat

proses oksidasi. Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat digolongkan menjadi

antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer adalah senyawa yang

dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-

zat yang termasuk golongan ini dapat berasal dari alam dan dapat pula buatan (sintetis).

Antioksidan alam antara lain : tokoferol, lesitin, sesamol, fosfasida, dan asam askrobat,

Antioksidan buatan adalah senyawa-senyawa fenol, misalnya : butylated hidroxytoluene

(BHT). Antioksidan sekunder adalah suatu senyawa yang dapat mencegah kerja

prooksidan yaitu faktor-faktor yang mempercepat terjadinya reaksi oksidasi terutama

logam-logam seperti: Fe, Cu, Pb, Mn (Anonima, 2006).

Kerusakan lemak/minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan

hidrolitik, baik enzimatik maupun non-enzimatik. Kerusakan minyak yang mungkin

terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap

cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak,

aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton.

Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida

atau angka asam thiobarbiturat (TBA). Faktor penentu minyak atau lemak antara lain

adalah angka asam, angka asam lemak bebas, angka peroksida, dan angka TBA. Angka

Page 14: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar berasal dari hidrolisa

minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik (Sudarmadji, 2003).

Angka asam merupakan asam lemak bebas yang berasal dari hidrolisa minyak

ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam maka

makin rendah kualitasnya ( Anonimb, 2007).

Angka asam lemak bebas pada minyak atau lemak hasil ekstraksi dapat

ditentukan dengan cara titrasi. Angka asam lemak bebas dinyatakan dalam % asam lemak

yang dianggap dominan pada sampel produk yang dianalisis. Adanya asam lemak bebas

cenderung menunjukkan terjadinya ketengikan hidrolitik, namun masih dimungkinkan

oksidasi lemak menghasilkan asam-asam organik lainnya (Rahardjo, 2004).

Metode angka peroksida mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang

terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Pengukuran dilakukan dengan titrasi

menggunakan larutan iod dan dinyatakan sebagai miliequivalen (meq) peroksida per kg

minyak. Pada angka peroksida tinggi jelas mengindikasikan lemak atau minyak sudah

mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti

menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan

laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya

menjadi senyawa lain. Oleh karena itu pengukuran angka peroksida harus dilakukan

beberapa kali dalam interval waktu tertentu (Gray and Monahan dalam Rahardjo,

1992).

Angka TBA menunjukkan oksidasi lemak pada fase lanjut (terminasi)

menghasilkan senyawa-senyawa aldehid seperti 2-enal dan 2-dienal. Senyawa aldehid ini

bisa bereaksi dengan asam 2-thiobarbiturat (TBA) sehingga bisa dilakukan pengukuran.

Hasil reaksinya akan membentuk warna merah yang bisa diukur menggunakan

spektrofotometer. Meskipun semula metode ini dimaksudkan untuk mengukur kadar

malonaldehid, namun uji TBA ini juga bisa bereaksi dengan aldehid lain termasuk

bereaksi dengan senyawa fenol pada produk yang diasapi. Penerjemahan nilai TBA mirip

seperti angka peroksida. Pada nilai TBA yang rendah bukan selalu berarti lemak belum

mengalami oksidasi, bisa jadi karena aldehid yang terakumulasi sudah bereaksi dengan

senyawa lain atau menguap selama penyimpanan (Gray, 1987 dalam Rahardjo,

1992).

Page 15: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Lemak dan minyak dapat mengalami kerusakan yang dapat menurunkan nilai gizi

serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau pada lemak yang bersangkutan.

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses

ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam

lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan

oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak

atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn, logam porfirin

seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno,

2000).

Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh

mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan

oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori

yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom

karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat

disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas (Winarno,

2000).

Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat

membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi

senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas,

katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah

asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan

bau tengik pada lemak. (Winarno, 2000).

Kemungkinan kerusakan lemak dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu : (1) absorbsi

bau oleh lemak, (2) aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, (3) aksi

mikrobia dan oksidasi oleh oksigen udara atau (4) kombinasi dari dua atau lebih

penyebab kerusakan tersebut. Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling

penting disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh

mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air, senyawa nitrogen dan garam mineral,

sedangkan oksida oleh O2 udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung

lemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya

tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Dalam bahan pangan, konstituen

Page 16: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

yang mudah mengalami oksidasi spontan adalah asam lemak tidak jenuh dan sejumlah

kecil persenyawaan (Ketaren, 1986).

Ada dua tipe kerusakan lemak dan minyak yang utama, yaitu :

a. Ketengikan

Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap

terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh.

Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita rasa yang tak diinginkan dalam

lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu.

b. Hidrolisis

Hidrolisis minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang

dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat disebabkan

oleh adanya air dalam lemak atau minyak karena kegiatan enzim (Buckle, 1985).

Menurut Ketaren (1986) proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya

jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecil

pun mudah mengalami proses oksidasi. Fosfolipid dalam jumlah kecil pun dapat

teroksidasi, sebagai contoh ialah kadar fosfolipid dalam susu sekitar 0,03% dapat

mempercepat kerusakan susu, daging dan ikan karena proses oksidasi. Pengaruh oksidasi

terhadap lemak dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2. Pengaruh proses oksidasi terhadap komponen dalam lemak

Lemak tak jenuh + O2

Lipo peroksida, aldehida, asam keton hidroksi, epoksi, polimer

Oksidasi berantai

menyebabkan menyebabkan

Off odour, destruksi asam lemak esensial, browning dengan protein,

kemungkinan menimbulkan keracunan

Destruksi konstituen aroma, flavor dan vitamin

Page 17: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Proses pemanasan dapat menurunkan kadar lemak bahan pangan. Demikian juga

dengan asam lemaknya, baik esensial maupun non esensial. Kandungan lemak daging

sapi yang tidak dipanaskan (dimasak) rata-rata 17,2%, sedang jika dimasak dengan suhu

600C, kadar lemaknya akan turun menjadi 11,2 - 13,2% (Muchtadi dkk, 1992).

4. Antioksidan

Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai satu

elektron/lebih yang tidak berpasangan biasanya pada rumus bangunnya ditulis dengan

titik tebal dibelakang atom atau molekul ( R• ). Radikal bebas di dalam tubuh sangat

berbahaya sebab untuk memperoleh pasangan elektron, ia amat reaktif dan merusak

jaringan (Afriansyah, 1996).

Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul

tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau

sel lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal

seperti asap rokok, hasil penyinaran ultraviolet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan

lain. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu

bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering

dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung dan kanker (Wikipedia,

2008).

Berbagai definisi telah diberikan untuk menggambarkan “antioksidan”. Secara

umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat

dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat

menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid

(Kochhar dan Rossell, 1990 cit Ardiansyah, 2007).

Menurut Cuppert (1997) Disitir Widjaya (2003) antioksidan dinyatakan sebagai

senyawa secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang

lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi.

Antioksidan adalah senyawa yang melindungi senyawa atau jaringan dari efek

destruktif jaringan oksigen (Swarth, 2004). Sedangkan menurut Kumalaningsih (2006)

antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan

elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal

bebas.

Page 18: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Antioksidan sebenarnya didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat

oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak

reaktif yang relatif stabil. Akan tetapi jika dikaitkan dengan radikal bebas yang dapat

menyebabkan penyakit, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang

melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif (Sofia, 2008). Oksidasi

adalah suatu proses normal di dalam tubuh sehingga panas dan energi bebas dilepaskan

untuk mempertahankan temperatur tubuh, membentuk dan memperbaiki sel-sel jaringan,

menguraikan dan mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan, serta untuk proses

metabolisme yang lain. Akan tetapi, pada kondisi tertentu yang tidak normal misalnya

infeksi, inflamasi, paparan biota asing yang berlebihan (xenobiotics), pemutusan ikatan

oleh cahaya dapat menyebabkan oksidasi yang bersifat destruktif. Oksidasi yang bersifat

destruktif dapat menyebabkan kerusakan sel-sel dan jaringan. Bahkan, melalui proses

oksidasi yang normal pun kerusakan sel-sel juga dapat terjadi (Silalahi, 2006).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi didalam

bahan. Antioksidan terutama penting dalam melindungi lemak, bahan pangan yang dapat

dibuat dengan lemak sabun, produk karet, produk petroleum, pelumas, plastik, kosmetika,

dan beberapa obat-obatan. Meskipun kerusakan mikrobiologis merupakan faktor utama

yang perlu diperhatikan dalam pengawetan bagian karbohidrat dan protein suatu produk

pangan, namun oksidasi adalah faktor utama yang mempengaruhi kualitas lemak,

minyak, dan bagian lemak dari pangan. Lemak dan minyak mudah mengalami oksidasi

yang mengakibatkan kerusakan karena timbulnya bau dan cita rasa menyimpang.

Antioksidan efektif dalam mengurangi ketengikan oksidatif dan polimerisasi tetapi tidak

mempengaruhi hidrolisis atau reverse. Penggunaan antioksidan disini tergantung pada

macam lemak yang distabilkan. Sebagai contoh beberapa tipe kacang seperti kacang

kenari, kacang tanah, dan lain-lainnya perlu distabilkan dahulu sebelum ditambahkan

pada permen. Mentega yang digunakan dalam permen biasanya distabilkan dengan

kombinasi Butylated Hydroxyanisole (BHA) dan Butylated Hydroxytoluene (BHT)

(Cahyadi, 2006).

Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk

mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan,

Page 19: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk

pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh adanya antioksidan.

Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu

antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan

antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan alami di dalam

makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua

komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama

proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan

ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992; Ardiansyah,

2007). Berbagai sumber nutrisi yang mengandung antioksidan diantaranya adalah semua

biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, sayuran, hati, tiram, unggas, kerang, ikan,

susu, dan daging (Destiutami, 2007).

Dewasa ini telah dikenal kurang lebih sebanyak 500 macam persenyawaan kimia

yang mempunyai aktivitas anti-oksidan, yaitu dapat menghambat atau mencegah

kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidasi. Pada umumnya

antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzene tidak

jenuh disertai gugusan hidroksil atau gugusan amino. Mekanisme antioksidan dalam

menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak

yang teroksidasi dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi, yaitu: 1) pelepasan

hidrogen dari antioksidan, 2) pelepasan elektron dari anti-oksidan, 3) adisi lemak ke

dalam cincin aromatik pada antioksidan dan 4) pembentukan senyawa kompleks antara

lemak dan cincin aromatik dari antioksidan. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap

proses oksidasi. Dalam industri pangan, oksidasi lemak biasanya disertai dengan off

flavor yang disebabkan oleh persenyawaan aldehid dan keton. Persenyawaan aldehid dan

keton ini merupakan hasil pemecahan dari rantai asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986).

Secara umum, menurut Coppen (1983), antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri

sebagai berikut (a) aman dalam penggunaan, (b) tidak memberi flavor, odor, warna pada

produk, (c) efektif pada konsentrasi rendah, (d) tahan terhadap proses pengolahan produk

(berkemampuan antioksidan yang baik), (e) tersedia dengan harga yang murah. Ciri

keempat merupakan hal yang sangat penting karena sebagian proses pengolahan

menggunakan suhu tinggi. Suhu tinggi akan merusak lipida dan stabilitas antioksidan

Page 20: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

yang ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan. Kemampuan bertahan antioksidan

terhadap proses pengolahan sangat diperlukan untuk dapat melindungi produk akhir.

Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai antioksidan harus mempunyai

sifat-sifat tidak toksik, efektif pada konsentrasi yang rendah (0,01–0,02%), dan dapat

terkonsentrasi pada permukaan/lapisan lemak (bersifat lipofilik). Selain itu, antioksidan

harus dapat tahan pada kondisi pengolahan pangan pada umumnya. Antioksidan yang

sering ditambahkan ke dalam makanan dapat bersifat alami, seperti tokoferol dan beta-

karoten atau merupakan antioksidan sintetis seperti butylated hydorxyanisole (BHA),

butylated hydroytoluene (BHT), PG (propil galat), dan TBHQ (di-t-butyl

hydroquinone (Siagian, 2002).

Pada umumnya antioksidan alami yang banyak dalam lemak dan minyak nabati

tidak cukup untuk menghambat proses ketengikan atau kerusakan pada lemak dan

minyak. Untuk menghambat kerusakan pada lemak dan minyak perlu ditambahkan

antioksidan sintetis untuk bahan pangan lain dengan mengacu peraturan pangan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan antioksidan sintetis pada bahan

pangan adalah :

a. Efektif pada konsentrasi rendah (0,001-0,01%).

b. Tidak memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap bau, warna, rasa, dan

karakteristik lain pada makanan.

c. Mempunyai kesesuaian dengan makanan dan mudah untuk digunakan.

d. Mempunyai kestabilan pada pengelolaan lebih lanjut dan pada penyimpangan

makanan (Sebayang, 2008).

Minyak hidrokarbon seperti parafin dan minyak mineral juga mempunyai ikatan

tak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Untuk bahan ini, BHT merupakan

antioksidan yang paling efektif dan biasanya digunakan konsentrasi 0,0025%.

Antioksidan dalam bentuk padat biasanya mudah larut dalam paraffin panas atau minyak

mineral panas (Tranggono dkk, 1990).

Sebagaimana suatu zat pada umumnya, antioksidan juga memiliki keterbatasan-

keterbatasan. Keterbatasan tersebut meliputi (a) antioksidan tidak dapat memperbaiki

flavor lipida yang berkualitas rendah, (b) antioksidan tidak dapat memperbaiki lipida

Page 21: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

yang sudah tengik, (c) antioksidan tidak dapat mencegah kerusakan hidrolisis, maupun

kerusakan mikroba (Coppen, 1983).

5. Butylated Hydroxytoluene

Butylated Hidroxytoluene (BHT) telah dipate

ijin untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan bahan pengawet oleh Badan

Administrasi Makanan dan Obat United State pada tahun 1954 (Department of Health

and Human Services, 2005).

Gambar 2.3 Kristal putih

Sumber: Jack Reed, Department of Entomology, Mississippi State University.

Gambar 2.4. Struktur Kimia

Butylated Hydroxytoluene

diformulasikan secara khusus digunakan dalam plastik, elastomers, produk minyak

tanah, makanan, dan pakan.

yang sudah tengik, (c) antioksidan tidak dapat mencegah kerusakan hidrolisis, maupun

Coppen, 1983).

Butylated Hydroxytoluene (BHT)

Butylated Hidroxytoluene (BHT) telah dipatenkan pada tahun 1947 dan mendapat

ijin untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan bahan pengawet oleh Badan

Administrasi Makanan dan Obat United State pada tahun 1954 (Department of Health

and Human Services, 2005).

putih Butylated Hydroxytoluene (BHT).

Sumber: Jack Reed, Department of Entomology, Mississippi State University.

Gambar 2.4. Struktur Kimia Butylated Hydroxytoluene (BHT).

(statcounter.com).

Hydroxytoluene (BHT) banyak digunakan sebagai indu

diformulasikan secara khusus digunakan dalam plastik, elastomers, produk minyak

tanah, makanan, dan pakan.

yang sudah tengik, (c) antioksidan tidak dapat mencegah kerusakan hidrolisis, maupun

nkan pada tahun 1947 dan mendapat

ijin untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan bahan pengawet oleh Badan

Administrasi Makanan dan Obat United State pada tahun 1954 (Department of Health

Sumber: Jack Reed, Department of Entomology, Mississippi State University.

BHT).

BHT) banyak digunakan sebagai industri yang

diformulasikan secara khusus digunakan dalam plastik, elastomers, produk minyak

Page 22: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

BHT terdiri dari 3 macam :

1. Kristal BHT : terdiri dari kristal bentuk acak

2. Bedak BHT : khusus dirancang dalam bentuk serbuk

3. Cairan BHT : cairan volume besar yang dapat mencair karena suhu dengan suhu

100 oC.

Kelebihan BHT diantaranya :

a. Mengawetkan bahan organik dengan mengurangi efek dari waktu, panas, cahaya.

b. Mencegah pembentukan minyak menjadi tengik.

(Manura, 1995).

Tabel 2.4 Komposisi Butylated Hydroxytoluene (BHT).

Kimia

Nama Kimia 2,6Di-tert-butyl-para cresol (2,6 DBPC) BHT Sinonim 2,6-diterbutyl-3-metyl phenol CAS No. 128-37-0 Kemurnian WT % 99,0 menit Warna yang mencair 50,0 APHA maks Campuran abu % WT 0,01 maks Kelembaban % WT 0,1 maks Residu pada pengapian 0,002% maks Arsenik 3 ppm max

Fisik

Tampilan Kristal putih solid Formula WT 220,35 Berat jenis 20/4C:1,01

Titik beku 69 oC Titik didih 265 oC (760 mm) 190 oC (100 mm) Titik tercepat 245 oC dari ASTM D93-73 Gelas tertutup 118,3 oC Index Refractive 1,49

(Manura, 1995).

Menurut Sherwin (1990), antioksidan sintetik BHT memiliki sifat serupa BHA,

akan memberi efek sinergis bila dimanfaatkan bersama BHA, berbentuk kristal padat

Page 23: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

putih dan digunakan secara luas karena relatif murah. Propil galat mempunyai

karakteristik sensitif terhadap panas, terdekomposisi pada titik cairnya 148 0C, dapat

membentuk komplek warna dengan ion metal, sehingga kemampuan antioksidannya

rendah. Selain itu, propil galat memiliki sifat berbentuk kristal padat putih, sedikit tidak

larut lemak tetapi larut air, serta memberi efek sinergis dengan BHA dan BHT (Buck,

1991).

6. Pengeringan

Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang

memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari

permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.

Tujuan pengeringan adalah

mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan

kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan

demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama

(Nani, 2007).

Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan

kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini,

kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang

rendah sehingga terjadi penguapan (Adawyah, 2007).

Kemampuan udara membawa uap air bertambah besar jika perbedaan antara

kelembaban nisbi udara pengering dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu

faktor yang memepercepat proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang

mengalir. Udara yang tidak mengalir menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan

yang dikeringkan semakin jenuh sehingga pengeringan semakin lambat (Adawyah,

2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: faktor yang

berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu,

kecepatan volumetrik, aliran udara pengering, dan kelembaban udara. Faktor yang

berhubungan dengan sifat bahan. Yang temasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan,

kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan (Nani, 2007).

Page 24: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Pengering ini mirip lemari yang merupakan sebuah ruangan yang dibatasi oleh

sekat-sekat dimana bahan yang dikeringkan diletakkan dalam nampan/ baki. Udara dari

sumber panas dibantu dengan kipas angin yang diletakkan dalam lori yang dihembuskan

pada bahan yang dikeringkan. Biasanya digunakan di laboratorium untuk mengeringkan

sayuran, buah-buahan, dan bahan makanan yang lain (Kusmawati dkk, 2000).

Cabinet dryer ini dindingnya tebal sehingga panas yang ada dalam ruangan tidak

keluar melainkan lewat cerobong sehingga hemat pemanasan dan bahan cepat kering.

Digunakan untuk berbagai pengeringan bahan seperti tepung-tepungan, daun-daunan,

empon-empon,ubi dll (Arifin, 2007).

Cabinet dryer ini mempunyai banyak keuntungan yaitu dapat dilakukan secara

terus menerus, pemakaian tidak tergantung dengan cuaca, bebas sama sekali dari lalat,

waktu pengeringan relatif pendek, kapasitas alat pengering besar, mutu ikan asin yang

dihasilkan lebih baik (Adawyah, 2007).

7. Penyimpanan

Penyimpanan tepung ikan dalam karung plastik atau kemasan yang dilapisi

polietilen kedap uap air telah banyak dilakukan. Masalah yang timbul umumnya berupa

penggumpalan bagian-bagian tertentu akibat peningkatan kadar air. Penyimpanan tepung

ikan pada kadar air di atas 12% dapat menimbulkan serangan jasad renik. Kadar lemak

tepung ikan berkisar 10-12%. Kadar lemak yang terlalu tinggi akan menyebabkan

ketengikan (Syarief, 1991).

Umur simpan adalah periode waktu dimana wadah serta bahan makanan yang

berada di dalamnya dalam kondisi dapat diterima konsumen atau layak dijual di bawah

kondisi penyimpanan tertentu. Produk hasil pertanian baik berbentuk segar atau olahan

sangat mudah mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan bahan organik yang terkandung

didalamnya yang terus mengalami perubahan selama penyimpanan. Untuk menjaga

kondisi ini, perlu upaya pengawetan dan pengemasan untuk memperpanjang umur

simpan. Bahan pengemas yang dipilih tergantung proteksi yang diinginkan bagi produk.

Bahan yang sering digunakan adalah plastik film. Untuk produk kering segi proteksi yang

diharapkan terutama adalah sifat penetrasi kemasan terhadap uap air. Sifat permeabilitas

Page 25: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

bahan pengemas terhadap uap air sangat berperan terhadap kualitas produk yang dikemas

(Downes dan Harte, 1982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan

1. Jenis & karakteristik produk pangan

a. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk

segar.

b. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami rancidity, sedang produk

yang mengandung protein & gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna

coklat).

2. Jenis & karakteristik bahan kemasan

Permeabilitas bahan kemas terhadap kondisi lingkungan (uap air,

cahaya, aroma, oksigen).

3. Kondisi lingkungan

a. Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi

warna.

b. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.

(Labuza dan Schmild, 1984).

Selama penyimpanan dapat terjadi penyimpangan warna, yaitu tepung ikan yang

semula putih kekuningan (dari ikan rucah) atau abu-abu dari limbah pengolahan ikan

berubah menjadi coklat yang disertai bau tengik (Syarief, 1991).

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemunduran mutu. Suhu

rendah mampu untuk menghambat reaksi kimia, reaksi enzimatis, atau pertumbuhan

mikroba (Winarno, 1973) sehingga masa simpan dapat diperpanjang dengan kualitas

yang relatif baik. Dalam Djundjung (1988), bahwa kemampuan memperpanjang umur

simpan dalam suhu dingin sangat tergantung pada jenis produk atau bahan pangan.

Produk perikanan selama penyimpanan dipengaruhi oleh proses kimiawi antara

lain oksidasi atau pencoklatan, perubahan sifat hidrofilik protein, aktivitas enzim dan

bakteri. Proses-proses ini dapat memperbaiki rasa atau merusak produk tergantung arah

reaksinya. Kecepatan perkembangan sifat alamiah proses-proses ini tergantung pada

kondisi kemasan dan penyimpanan. Perubahan yang terjadi pada produk perikanan

selama penyimpanan terdiri dari:

Page 26: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

1. Perubahan kimiawi

Produk perikanan yang disimpan pasti akan mengalami perubahan kimiawi dan

penyebabnya antara lain karena aktivitas enzim, mikrobia maupun kondisi

penyimpanannya. Perubahan kimiawi yang terjadi seperti degradasi protein, oksidasi

lemak dan perubahan kadar air atau aw bahan.

2. Perubahan mikrobiawi

Proses pembusukan pada produk perikanan selama penyimpanan juga dapat

disebabkan oleh adanya mikrobia perusak. Mikrobia ini setiap saat akan terus

meningkat jumlahnya, karena mengandung sejumlah protein yang merupakan

makanan bagi mikrobia tersebut. Menurut Eskin dkk (1971) pertumbuhan mikrobia

selama penyimpanan disebabkan karena tersedianya komponen-komponen organik

yang ada pada daging ikan terutama protein. Selanjutnya, Chen dkk dalam Sonisa

(1998) menyatakan bahwa ada hubungan antara kandungan protein dengan

pertumbuhan bakteri proteolitik yang dapat merombak protein menjadi senyawa

sangat sederhana. Bakteri tersebut antara lain Bacillus subtilis, Escherichia coli,

Proteus vulganis, dan Clostridium sporangenus.

3. Perubahan fisik dan organoleptik

Bahan pangan yang disimpan akan mengalami penurunan kualitas yang disebabkan

oleh kondisi penyimpanannya. Penurunan kualitas produk ikan antara lain ditandai

dengan adanya aroma dan rasa yang tidak enak. Produk tersebut sudah mengalami

proses pembusukan sehingga tidak diterima oleh konsumen. Proses pembusukan yang

diawali dengan perubahan tekstur ini dapat disebabkan karena adanya aktivitas enzim

dan mikroba yang ada dalam produk ikan tersebut. Akibat penyimpanan pada produk

perikanan telah diketahui akan menurunkan nilai organoleptiknya. Hal ini disebabkan

karena terjadinya dekomposisi asam lemak, protein, atau kedua-duanya yang

menghasikan senyawa volatil yang berbau tidak enak. Penyebab bau yang tidak enak

pada produk hasil perikanan selain disebabkan oleh karena degradasi protein, juga

adanya kerusakan lemak karena proses oksidasi yang menimbulkan bau tengik.

8. Pengemasan

Page 27: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Pengemasan merupakan tahap yang harus dilakukan dalam rangkaian proses

pengolahan. Secara umum pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari

kerusakan karena pengaruh lingkungan selama penyimpanan, distribusi dan pemasaran.

Dewasa ini terdapat berbagai macam bahan pengemas untuk berbagai penggunaan yaitu

logam kayu, logam yang bersifat fleksibel, plastik, kertas karton, kayu laminasi, serta

kombinasi dari berbagai bahan untuk memperoleh sifat yang tidak mungkin dipenuhi

oleh satu jenis bahan pengemas. Cara pengemasan juga bermacam-macam disesuaikan

dengan tujuan tertentu tergantung pada jenis bahan yang akan dikemas (Basworo, 1998).

Pada umumnya tujuan pengemasan adalah memelihara aseptabilitas bahan pangan

misalnya warna, tekstur dan citarasa serta memelihara nilai gizi selama transportasi dan

distribusi (Ketaren, 1986).

Peranan utama pengemasan dalam pengawetan bahan makanan adalah memberi

perlindungan terhadap masuknya bahan dari luar dan kotoran selama penyimpanan.

Bahan pengemas diharapkan dapat memperpanjang umur simpan produk. Lebih lanjut,

pengemasan ditujukan untuk menyajikan produk dalam bentuk yang bisa menarik

pembeli (Suyitno, 1990).

Wadah yang dibuat dari plastik dapat berbentuk film

(lembaran plastik), kantung, wadah dan bentuk-bentuk lain seperti botol, kaleng, stoples

dan kotak. Kini penggunaan plastik sangat luas karena relatif murah ongkos produksinya,

mudah dibentuk menjadi aneka model, mudah penanganannya dalam sistem distribusi

dan bahan bakunya mudah diperoleh (Syarief, Rizal dan Anies Irawati, 1988).

Untuk membatasi dan mengendalikan pengaruh kondisi lingkungan terhadap

produk sampai batas tertentu, dapat ditempuh dengan melakukan pengemasan

menggunakan bahan pengemas dan cara pengemasan yang baik atau sesuai. Bahan

pengemas yang kini digunakan secara luas adalah plastik karena mudah didapatkan dan

harganya relatif murah. Terdapat berbagai macam plastik dengan sifat proteksinya yang

sangat bervariasi dan dengan pemilihan jenis plastik yang tepat, tujuan pengemasan dapat

tercapai dengan biaya murah (Benning, 1983).

Tepung ikan sebagai produk yang berasal dari bahan baku berupa ikan rucah atau

sisa olahan, merupakan produk yang memiliki nilai ekonomi. Sehingga jika akan

diperdagangkan secara komersial, memerlukan beberapa persyaratan sebagai berikut :

Page 28: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

1. Tepung ikan disajikan dalam bentuk tepung atau padatan yang dikemas dengan

karung plastik atau kemasan lain yang sesuai, bersih, kering, dan dijahit kuat, dengan

berat maksimal 75 kg.

2. Pemberian merk di bagian luar kemasan berupa tulisan yang tidak mudah luntur dan

tertulis jelas, meliputi nama barang, nama/kode dan alamat perusahaan, berat bersih

(netto), kode dan tanggal produksi, serta tanggal kadaluwarsa.

3. Pemberian merk, di bagian dalam dari kemasan diberi label yang tidak mudah luntur

dan tertulis jelas, misalnya mengenai kandungan atau komposisi nutrisinya (dalam%).

4. Jenis antioksidan (pengawet) yang digunakan sesuai dengan yang diizinkan

(Murtidjo, 2001).

Polypropilen (PP) termasuk jenis plastik olefin yang merupakan polimer dari

propilen. Sifat umum PP :

1. Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang, jernih dalam bentuk film. Tidak

transparan dalam bentuk kaku.

2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE.

3. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan

yang peka terhadap oksigen.

4. Titik leburnya tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang

baik (Syarief, Rizal dan Hariyadi Halid, 1989).

Polipropilen (PP) merupakan salah satu jenis termoplastik yang pertama kali

direkomersialkan pada tahun 1950-an. Polipropilen dibuat dengan polimerisasi katalitik

dari monomer propilen menggunakan panas dan tekanan. Polipropilen banyak digunakan

untuk pengemas makanan yang bersifat kaku (Brown, 1992).

Polipropilen dihasilkan dengan polimerisasi gas polipropilen murni dengan

Ziegler-Natta katalis. Polipropilen merupakan plastik dengan densitas antara 0,9-0,91.

Polipropilen mempunyai sifat kekakuan yang baik, kuat, permukaan mengkilap dan

kenampakan yang bening (Kondo, 1990) dan polipropilen juga memiliki sifat transparan

susu pada bentuk film, tahan terhadap panas, relatif sulit ditembus oleh air akan tetapi

mudah ditembus oleh gas.

Menurut Supriyadi (1993), polipropilen mempunyai sifat tingkat kekakuan baik,

kuat, dan transparan pada bentuk film, tahan terhadap panas, relatif sulit ditembus uap

Page 29: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

air, akan tetapi mudah sekali ditembus oleh gas. Polipropilen baru akan meleleh pada

suhu 162oC sehingga dapat digunakan sebagai kemasan kantong yang tahan terhadap

proses pemanasan suhu tinggi seperti sterilisasi. Sifat tahan terhadap suhu tinggi

membawa konsekuensi menjadi sulit direkatkan dengan menggunakan panas.

Polipropilen bersifat lebih keras dan titik lunaknya lebih tinggi dari pada PEDT,

lebih kenyal namun daya tahannya terhadap kejutan lebih rendah terutama pada suhu

rendah. Tidak mengalami stress cracking oleh perubahan kondisi lingkungan, tahan

terhadap sebagian besar senyawa kimia, kecuali pelarut aromatik dan hidrokarbon klorida

dalam keadaan panas. Sedangkan sifat permebilitasnya terletak antara PEDR dan PEDT.

Permukaannya yang keras dan licin membuatnya sulit ditulisi atau ditempeli tinta

(Suyitno, 1990).

Polipropilen merupakan polimer dari propilen. Plastik jenis ini bersifat lebih kuat,

kaku dan ringan dibanding dengan polietilena dengan daya tembus uap air yang rendah,

tahan terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi dan cukup mengkilap (Buckle dkk., 1978).

Polipropilen juga mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap zat kimia (Setiadji,

1993).

B. Kerangka Berpikir

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian

Tanpa Proses Penepungan

Membusuk

Pengawetan dengan Proses Penepungan

Analisis terhadap kualitas Tepung Ikan

(air, abu, protein, lemak, angka peroksida)

Ikan

Tepung Ikan

Page 30: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

C. Hipotesa

Pada penelitian ini diduga bahwa ada perubahan kadar air, abu, protein, lemak, angka

peroksida selama proses pengolahan tepung ikan akibat proses pengukusan, perebusan,

pengepresan dan penambahan Butylated Hydroxytoluene (BHT) 0,001% yang dikemas

dengan plastik polipropilen dalam penyimpanan selama 28 hari pada suhu kamar.

Page 31: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan

Hasil Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Lama pelaksanaan penelitian dilaksanakan bulan Juli - September

2009.

B. Bahan, Alat dan Tahap Penelitian

1. Bahan

Bahan dasar yang digunakan untuk penelitian adalah ikan rucah diperoleh dari TPI

di Juwana, Kabupaten Pati Jawa Tengah, es batu, Bahan yang di gunakan untuk uji uji

sifat kimia (protein adalah katalis N campuran Na2SO4 : HgO, asam sulfat pekat, NaOH,

asam borat 4%, indikator PP, HCl 0,02 N, dan sampel tepung ikan), (angka peroksida

adalah larutan asam asetat-kloroform (3:2), larutan KI jenuh, 0,1 N natrium thiosulfat,

larutan pati 1 %), (lemak adalah pelarut organik petroleum ether, sampel tepung ikan),

(kadar air adalah sampel tepung ikan), (kadar abu adalah sampel tepung ikan).

2. Alat

Alat yang digunakan adalah pisau, panci, telenan, blender, termos, sendok besar,

nampan, gelas ukur, kabinet dryer, timbangan analitik, timbangan, kempa hidrolik, alat

penggiling, ayakan 80 mesh dan kompor. Sedangkan alat yang digunakan pada uji sifat

kimia kadar protein (labu destruksi/ labu kjeldahl, desikator, gelas ukur, pemanas listrik,

buret, erlenmeyer, uji kadar lemak (alat ekstraksi soxhlet, eksikator, kertas saring bebas

lemak, dan neraca analitik), uji kadar air (botol timbang, eksikator, oven, penjepit), uji

kadar abu (krus, oven, neraca analitik, desikator, tanur).

3. Tahap Penelitian

a. Pembuatan tepung ikan

Ikan rucah dicuci bersih dari kotoran yang melekat dari jenis ikan yang

tercampur. Setelah itu ikan disimpan dalam freezer, lalu dilakukan thawing terlebih

Page 32: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

dahulu dengan mengaliri air sampai semua kristal es mencair. Kemudian dilakukan

pemasakan dengan pengukusan dan perebusan selama 10 menit pada suhu 100°C.

Selanjutnya dilakukan pengepresan yang bertujuan untuk mengurangi air dan lemak

dalam ikan. Bungkil yang diperoleh dari pengepresan, dihancurkan dengan alat

penggiling dan dikeringkan dengan cabinet dryer selama 8 jam pada suhu 50-60°C.

Setelah benar-benar kering, bungkil dihancurkan/diblender kemudian diayak

menggunakan ayakan ukuran 80 mesh. Setelah itu baru ditambahkan antioksidan BHT

0,001% yang sudah dilarutkan dengan etanol. Lalu dikemas dengan plastik

polipropilen 0,03 mm dan direkatkan dengan alat press. Tepung yang diperoleh siap

untuk disimpan pada suhu kamar (kurang lebih 27°C) dan selanjutnya dianalisa kimia

dan kerusakan minyak. Analisa dilakukan pada hari ke-1, 14,28.

Metode Pembuatan Tepung Ikan Perlakuan 1 : dilakukan Pengukusan tanpa Penambahan BHT

0,001% (tanda*)

*

Ikan rucah

Thawing

Pengukusan 10 menit, T = 100oC (P1) *10060oC

Page 33: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Cairan

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Ikan Perlakuan 1

Keterangan : * = Pengukusan tanpa penambahan BHT 0,001% Metode Pembuatan Tepung Ikan Perlakuan 2 : dilakukan Pengukusan dengan Penambahan BHT

0,001% (tanda*)

* Cairan

Pengepresan

Penggilingan

Bungkil

Pengeringan 8 jam, T = 50-60oC

Penghancuran

Pengayakan 80 mesh

Pengemasan PP 0,03 mm

Penyimpanan selama 28 hari

Analisa kimia dan angka peroksida pada hari ke-1,14,28

Ikan rucah

Thawing

Pengukusan 10 menit, T = 100oC (P2)

Pengepresan

Bungkil

Page 34: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

*

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Tepung Ikan Perlakuan 2

Keterangan : * = Pengukusan dengan Penambahan BHT 0,001%

Metode Pembuatan Tepung Ikan Perlakuan 3 : dilakukan Perebusan tanpa Penambahan BHT

0,001% (tanda *)

*

Cairan

Penggilingan

Pengeringan 8 jam, T = 50-60oC

Penghancuran

Pengayakan 80 mesh

Penambahan BHT 0,001%

Pengemasan PP 0,03 mm

Penyimpanan selama 28 hari

Analisa kimia dan angka peroksida pada hari ke-1,14,28

Ikan rucah

Thawing

Perebusan 10 menit, T = 100oC (P3)

Pengepresan

Page 35: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Tepung Ikan Perlakuan 3

Keterangan : * = Perebusan Tanpa Penambahan BHT 0,001% Metode Pembuatan Tepung Ikan Perlakuan 4 : dilakukan Perebusan dengan Penambahan BHT

0,001% (tanda *)

* Cairan

Penggilingan

Bungkil

Pengeringan 8 jam, T = 50-60oC

Penghancuran

Pengayakan 80 mesh

Pengemasan PP 0,03 mm

Penyimpanan selama 28 hari

Analisa kimia dan angka peroksida pada hari ke-1,14,28

Ikan rucah

Thawing

Perebusan 10 menit, T = 100oC (P4)

Pengepresan

Bungkil

Page 36: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

*

Gambar 3.4 Diagram Alir Pembuatan Tepung Ikan Perlakuan 4

Keterangan : * = Perebusan dengan Penambahan BHT 0,001% C. Metode Analisa

Dalam penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisa, yaitu analisa kimia.

Jenis dan metode analisa dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No Macam uji Metode 1 2 3 4

Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein total Kadar Lemak

Gravimetri (Anton Apriyantono dkk, 1989) Cara Penetapan Total Abu (Anton Apriyantono dkk, 1989) Mikro Kjehdahl (Anton Apriyantono dkk, 1989) Metode Soxhlet (Anton Apriyantono dkk, 1989)

Penggilingan

Pengeringan 8 jam, T = 50-60oC

Penghancuran

Pengayakan 80 mesh

Penambahan BHT 0,001%

Pengemasan PP 0,03 mm

Penyimpanan selama 28 hari

Analisa kimia dan angka peroksida pada hari ke-1,14,28

Page 37: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

5 Angka Peroksida (Sudarmadji, 1984)

D. Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan pola rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan

berdasar perbedaan perlakuan pendahuluan. Adapun perlakuan tersebut yaitu : pengukusan,

pengukusan dengan penambahan BHT 0,001%, perebusan, perebusan dengan penambahan

BHT 0,001%. Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua kali ulangan analisa kimia dan

analisa kerusakan minyak. Penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu: tahap pertama dilakukan

untuk mengetahui perlakuan pendahuluan yang terbaik dan tahap ke dua dilakukan untuk

mengetahui analisa kimia dan tingkat kerusakan minyak selama penyimpanan 28 hari.

Analisis data yang diperoleh dianalisa dengan Anova dan apabila ada perbedaan dilanjutkan

dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan α = 0,05.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua

pola faktorial yaitu :

Hari (H)

Perlakuan (P)

Dikukus (P1)

Dikukus + BHT 0,001%

(P2)

Direbus (P3)

Direbus + BHT 0,001%

(P4) 1 (H1) 14 (H2) 28 (H3)

H1P1 H2P1

H3P1

H1P2

H2P2

H3P2

H1P3

H2P3

H3P3

H1P4 H2P4

H3P4

Page 38: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisa Sifat Kimiawi Tepung ikan

Tepung ikan yang mempunyai fungsi utama dalam pembuatan pakan ikan dan pakan

ternak lain dapat ditingkatkan mutunya dengan penggunaan bahan baku dan penerapan

teknologi dalam proses produksinya. Namun demikian, apabila kondisi penyimpanan tepung

ikan kurang memadai akan menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan penurunan

kualitas tepung ikan. Pengamatan terhadap perubahan kadar air, kadar abu, kadar protein,

kadar lemak, angka peroksida tepung ikan dilakukan untuk mengetahui penurunan kualitas

tepung ikan selama penyimpanan.

1. Analisa Kadar Air Tepung Ikan

Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan daya awet bahan pangan tersebut.

Makin rendah kadar air, makin lambat pertumbuhan mikroorganisme sedangkan bahan

pangan tersebut dapat tahan lama (Winarno, 2002).

Tabel 4.1 Hasil Analisa Kadar Air Tepung Ikan (%db)

Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata H1P1 H1P2 H1P3 H1P4 H2P1 H2P2 H2P3 H2P4 H3P1 H3P2 H3P3 H3P4

3,516 6,102 5,288 5,507 3,438 4,852 3,356 4,899 3,533 4,962 3,545 4,917

3,666 6,047 5,549 5,574 3,492 4,926 3,589 4,942 3,549 4,992 3,559 4,909

3,591a

6,075d

5,419c

5,541c

3,465a

4,889b

3,473a

4,921b

3,541a

4,977b

3,552a

4,913b

Keterangan: H1 : Hari ke-1

H2 : Hari ke-14

H3 : Hari ke-28

P1 : Dikukus

P2 : Dikukus + BHT 0,001%

Page 39: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

P3 : Direbus

P4 : Direbus + BHT 0,001%

Dari tabel 4.1 terlihat hasil analisa kadar air dari tepung ikan. Berdasarkan hasil

uji statistik diperoleh hasil yang beda nyata antar perlakuan, dalam variasi perlakuan

pendahuluan dan lama waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar air yang

dihasilkan pada tepung ikan.

Dari tabel 4.1 terlihat hasil analisa kadar air dari tepung ikan. Berdasarkan hasil

uji statistik diperoleh hasil yaitu pada hari 1 penyimpanan kadar air tertinggi pada

perlakuan dikukus dengan penambahan BHT 0,001% pada hari ke-1 dan yang paling

rendah pada perlakuan dikukus pada hari ke-14. Perlakuan dengan penambahan BHT

0,001% pada hari ke-14 dan ke-28 cenderung ± 4,9% dan perlakuan tanpa penambahan

BHT 0,001% cenderung ± 3,5%. Selama penyimpanan dari hari ke-1 sampai ke-14

umumnya untuk perlakuan dengan penambahan BHT 0,001% dan tanpa penambahan

BHT 0,001% terjadi penurunan yang beda nyata. Pada penyimpanan hari ke-14 sampai

ke-28 tidak terjadi penurunan yang signifikan, hal ini disebabkan karena telah terjadi

keseimbangan kadar air antara tepung ikan dengan lingkungannya.

Pengaruh lama penyimpanan tepung ikan terhadap kadar air tepung ikan dapat

dilihat pada tabel 4.1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan dapat

dikatakan bahwa kadar air tepung ikan menurun selama penyimpanan. Selama

5.5405c

4.9205b 4.913b

6.0745d

4.889b 4.977b

3.591a

3.465a 3.541a

5.4185c3.4725a 3.552a

0

1

2

3

4

5

6

7

1 14 28

% K

adar

Air

Waktu Penyimpanan (Hari)

Grafik 4.1 Persentase Kadar Air Tepung Ikan

rebus BHT

kukus BHT

kukus

rebus

Page 40: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

penyimpanan terjadi penguapan air yang menyebabkan airnya menurun sampai terjadinya

equilibrium moisture containe (keseimbangan kadar air) berkisar 3-4%.

Pada proses pengeringan terjadi penguapan air dari bahan yang diikuti dengan

perpindahan massa dari dalam bahan ke permukaan secara difusi karena adanya panas

(Hall, 1971). Proses utama pengeringan adalah transfer panas dan massa. Panas ditransfer

dari udara pengering yang bersuhu 60 ºC, kemudian air dimobilisasi keluar untuk

kemudian diuapkan. Uap air selanjutnya diserap udara pengering dan keluar bersama

dengan udara sisa pengering sehingga air yang semula terperangkap dalam struktur 3

dimensi gel akan menguap dan akan dihasilkan tepung ikan yang teksturnya keras.

Hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan pengukusan menghasilkan tepung

ikan dengan rata-rata kadar air yang lebih rendah dibandingkan tepung ikan dengan

perebusan. Penambahan BHT sebagai antioksidan pada tepung ikan menunjukkan kadar

air yang lebih tinggi dibandingkan tepung ikan tanpa penambahan BHT. Tepung ikan

dengan penambahan BHT mengalami hidrolisa lemak yang lebih lambat sehingga

kebutuhan air untuk hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas lebih sedikit

sehingga penurunan kadar airnya lebih sedikit. Menurut Sri Raharjo (2004), kadar air

tepung ikan selama penyimpanan sangat dipengaruhi oleh adanya hidrolisa lemak tepung

ikan maupun penyerapan uap air ke dalam tepung ikan tersebut.

Pada penelitian ini tepung ikan disimpan dalam plastik polipropilen. Pengemasan

yang rapat menyebabkan terjadinya kontak antara tepung ikan dan udara lebih sulit

sehingga proses pengikatan air oleh tepung ikan semakin lambat. Akibat dari proses

tersebut, tepung ikan akan tidak akan memadat dan dalam keadaan paling buruk

mengeluarkan bau tidak sedap. Menurut Winarno (1997), keberadaan air dapat

menyebabkan lemak menjadi terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak sehingga

menyebabkan ketengikan hidrolitik. Tepung ikan mutu I dan mutu II menurut standar

SNI 01-2715-1995 berkadar air maksimal 10% dan 12%. Setelah penyimpanan selama 28

hari, kadar air tepung ikan tidak melebihi 12%. Hal ini terlihat bahwa tepung ikan

termasuk dalam standar mutu I maupun mutu II pada akhir penyimpanan.

2. Analisa Kadar Abu Tepung Ikan

Page 41: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Dari tabel 4.2 terlihat hasil analisa kadar abu dari tepung ikan. Berdasarkan hasil

uji statistik diperoleh hasil yang beda nyata antar perlakuan, hal ini menunjukkan bahwa

variasi perlakuan pendahuluan berpengaruh nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan

tetapi pada lama waktu penyimpanan tidak berpengaruh terhadap kadar abu dari tepung

ikan.

Tabel 4.2 Hasil Analisa Kadar Abu Tepung Ikan (%db)

Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata H1P1 H1P2 H1P3 H1P4 H2P1 H2P2 H2P3 H2P4 H3P1 H3P2 H3P3 H3P4

21,845 14,024 14,727 14,993 21,967 13,653 14,426 14,726 21,519 13,779 14,348 14,919

21,881 14,165 14,752 14,999 21,887 13,917 14,689 14,624 21,51 13,809 14,454 14,916

21,863h

14,095b

14,740de

14,996f

21,927h

13,785a

14,558cd

14,675d

21,515g

13,794a

14,401c

14,918ef

Keterangan : H : Hari ; P : Perlakuan

Dari tabel 4.2 terlihat hasil analisa kadar abu dari tepung ikan. Tepung ikan

dengan perlakuan pengukusan dengan penambahan BHT 0,001% menunjukkan kadar abu

14.996f 14.675d 14.918ef

14.095b 13.785a 13.794a

21.863h21.927h

21.515g

14.740de

14.558cd14.401c

0

5

10

15

20

25

1 14 28

% K

adar

Abu

Waktu Penyimpanan (Hari)

Grafik 4.2 Persentase Kadar Abu Tepung Ikan (%)

rebus BHT

kukus BHT

kukus

rebus

Page 42: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

lebih rendah dibandingkan tepung ikan dengan perebusan dengan penambahan BHT

0,001%. Perebusan menunjukkan kadar abu lebih rendah dibandingkan dengan

pengukusan. Dimana pengukusan menunjukkan kadar abu yang paling tinggi. Hal ini

disebabkan oleh beragamnya jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

tepung ikan (Murtidjo, 2001). Selain itu dikarenakan pencampuran antara daging ikan,

sisik ikan, tulang kurang merata.

Menurut Standar Nasional Indonesia tentang standar mutu tepung ikan, kadar abu

yang terkandung dalam tepung ikan maksimal 4%. Kadar abu tepung ikan berkisar antara

13,785% - 21,927%, sehingga kadar abu tepung ikan tidak memenuhi standar mutu

tepung ikan sesuai dengan SNI 01-2715- 1995.

3. Analisa Kadar Protein Tepung Ikan

Tabel 4.3 terlihat hasil analisa kandungan protein dari tepung ikan. Berdasarkan

hasil uji statistik diperoleh hasil yang beda nyata antar perlakuan, hal ini menunjukkan

bahwa variasi perlakuan pendahuluan dan lama waktu penyimpanan berpengaruh

terhadap kadar protein dari tepung ikan yang dihasilkan.

Tabel 4.3 Hasil Analisa Kadar Protein Tepung Ikan (%db)

Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata H1P1 H1P2 H1P3 H1P4 H2P1 H2P2 H2P3 H2P4 H3P1 H3P2 H3P3 H3P4

64,206 71,786 67,249 71,359 65,434 73,243 70,353 70,625 72,327 73,339 71,130 71,066

64,317 71,343 67,595 71,406 60,759 73,317 71,161 71,184 72,6

73,615 70,748 71,039

64,262a 71,565cde 67,422b

71,383cde 63,097a 73,280de 70,757c 70,905cd 72,464cde 73,477e 70,939cd 71,053cd

Keterangan : H : Hari ; P : Perlakuan

Page 43: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Dari tabel 4.3 terlihat bahwa variasi perlakuan pendahuluan dan lama waktu

penyimpanan mempengaruhi dari kandungan protein yang terdapat pada tepung ikan.

Penambahan BHT 0,001% pada tepung ikan menunjukkan rerata kadar protein yang lebih

tinggi dibandingkan tepung ikan tanpa penambahan BHT 0,001%. Namun pengukusan

dan perebusan pada proses pembuatan tepung ikan memberikan perubahan yang

signifikan pada peningkatan protein selama penyimpanan. Secara umum, selama

penyimpanan terjadi kenaikan protein pada semua perlakuan pada tepung ikan. Kenaikan

kadar protein ini disebabkan karena penurunan kadar air dan degradasi lemak sehingga

mengurangi proporsi lemak pada tepung ikan selama penyimpanan.

Pada grafik 4.3 terlihat bahwa penyimpanan pada perlakuan perebusan dengan

penambahan BHT 0,001% dari hari ke-1 sampai hari ke-28 tidak terjadi perubahan yang

signifikan. Pada penyimpanan perlakuan pengukusan dari hari ke-1 sampai hari ke-14

terjadi penurunan 1%, tetapi pada hari ke-14 sampai hari ke-28 terjadi kenaikan kadar

protein yang tinggi sebesar 9%. Dari semua perlakuan, hanya pada perlakuan pengukusan

yang mengalami kenaikan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kadar air rendah dan

pada hari ke-14 sampai hari ke-28 terjadi penurunan kadar lemak sehingga kadar protein

mengalami kenaikan yang signifikan.

Kelarutan protein yang terekstrak di dalam air dipengaruhi oleh ukuran partikel,

perbandingan bahan dan air serta suhu air untuk ekstraksi. Perbandingan bahan dan air

yang cukup akan menyebabkan seluruh partikel-partikel bahan kontak dengan air,

71.383cde

70.905cd71.053cd

71.565cde73.280de 73.477e

64.262a63.097a

72.464cde

67.422b70.757c 70.939cd

5658606264666870727476

1 14 28

% K

adar

Pro

tein

Waktu Penyimpanan (Hari)

Grafik 4.3 Persentase Kadar Protein Tepung Ikan (%)

rebus BHT

kukus BHT

kukus

rebus

Page 44: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

sedangkan ukuran partikel yang kecil akan menyebabkan kontak antara bahan dan air

lebih baik (Prihtiyono, 1998).

Menurut Standar Nasional Indonesia tentang standar mutu tepung ikan, kadar

protein yang terkandung dalam tepung ikan mutu I sebesar 60% dan mutu II sebesar

45%. Kadar protein tepung ikan berkisar antara 63,097% -73,477%, sehingga kadar

protein tepung ikan memenuhi standar mutu I sesuai dengan SNI 01-2715-1995.

4. Analisa Kadar Lemak Tepung Ikan

Tabel 4.4 terlihat hasil analisa kandungan lemak dari tepung ikan. Berdasarkan

hasil uji statistik diperoleh hasil yang beda nyata antar perlakuan, hal ini menunjukkan

bahwa variasi perlakuan pendahuluan dan lama waktu penyimpanan berpengaruh

terhadap kadar lemak dari tepung ikan yang dihasilkan.

Tabel 4.4 Hasil Analisa Kadar Lemak Tepung Ikan (%db)

Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata H1P1 H1P2 H1P3 H1P4 H2P1 H2P2 H2P3 H2P4 H3P1 H3P2 H3P3 H3P4

8,104 6,586 5,564 7,273 8,561 10,676 6,834 11,499 6,913 9,405 8,964 9,021

7,914 6,362 5,654 7,216 8,422 10,655 6,854 11,706 7,145 9,296 8,963 8,957

8,009e 6,474b 5,609a 7,245d 8,492f 10,666i 6,844c 11,603j 7,029c 9,351h 8,964g 8,989g

Keterangan : H : Hari ; P : Perlakuan

Page 45: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Dari tabel 4.4 terlihat bahwa variasi perlakuan pendahuluan dan lama waktu

penyimpanan mempengaruhi dari kandungan lemak yang terdapat pada tepung ikan. Pada

hari ke-1 sampai hari ke-14 semua variasi perlakuan mengalami kenaikan kadar lemak

yang signifikan, dimana pada perlakuan perebusan dengan penambahan BHT 0,001% dan

pengukusan dengan penambahan BHT 0,001% mengalami kenaikan kadar lemak yang

tinggi yaitu sekitar 4%. Kenaikan terbesar pada perlakuan perebusan dengan penambahan

BHT 0,001%. Menurut Belitz dan Grosch (1998) kadar air juga mempengaruhi

kandungan lemak didalam bahan. Menurut Buckle, dkk (1987), semakin rendah kadar air

maka kandungan lemak akan semakin tinggi, dan sebaliknya semakin tinggi kadar air

maka kandungan lemak akan semakin rendah.

Pada hari ke-14 sampai hari ke-28 untuk semua perlakuan pendahuluan terjadi

penurunan kadar lemak sekitar 2%-3% selain perlakuan perebusan yang terjadi kenaikan

kadar lemak sekitar 2,5%. Hal ini diduga karena lemak terdegradasi oleh peroksida.

Dari keseluruhan perlakuan, kadar lemak tertinggi pada perlakuan perebusan

dengan penambahan BHT 0,001% pada hari ke-14 sebesar 11,603% dan terendah pada

perlakuan perebusan pada hari ke-1 sebesar 5,609%.

Menurut Standar Nasional Indonesia tentang standar mutu tepung ikan, kadar

lemak yang terkandung dalam tepung ikan mutu I sebesar 10% dan mutu II sebesar 15%.

Kadar lemak tepung ikan berkisar antara 5,609%- 11,603%, sehingga kadar lemak tepung

ikan memenuhi standar mutu I sesuai dengan SNI 01-2715-1995.

7.245d

11.603j

8.989g

6.474b

10.666i 9.351h8.009e 8.492f7.029c

5.609a6.844c

8.964g

0

2

4

6

8

10

12

14

1 14 28

% K

adar

Lem

ak

Waktu Penyimpanan (Hari)

Grafik 4.4 Persentase Kadar Lemak Tepung Ikan (%)

rebus BHT

kukus BHT

kukus

rebus

Page 46: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

5. Analisa Angka Peroksida Tepung Ikan

Tabel 4.5 terlihat hasil analisa angka peroksida dari tepung ikan. Berdasarkan

hasil uji statistik diperoleh hasil yang beda nyata antar perlakuan, hal ini menunjukkan

bahwa variasi perlakuan pendahuluan dan lama waktu penyimpanan berpengaruh

terhadap kadar peroksida dari tepung ikan yang dihasilkan.

Tabel 4.5 Hasil Analisa Angka Peroksida Tepung Ikan (%db)

Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata H1P1 H1P2 H1P3 H1P4 H2P1 H2P2 H2P3 H2P4 H3P1 H3P2 H3P3 H3P4

0,644 2,127 0,695 5,556 2,001 2,518 6,243 6,988 6,080 4,935 8,889 13,957

0,655 2,182 0,686 5,659 1,955 2,568 6,352 7,043 5,783 4,961 8,964 14,03

0,650a 2,155c 0,691a 5,608f 1,978b 2,543d 6,298h 7,016i 5,932g 4,948e 8,927j

13,994k

Keterangan : H : Hari ; P : Perlakuan

Page 47: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Dari tabel 4.5 terlihat hasil analisa angka peroksida dari tepung ikan. Tepung ikan

dengan perlakuan pengukusan menunjukkan angka peroksida lebih rendah dibandingkan

tepung ikan dengan perebusan. Penambahan BHT 0,001% pada tepung ikan saat

perebusan maupun pengukusan menunjukkan angka peroksida yang berbeda nyata

dibandingkan tepung ikan tanpa penambahan BHT 0,001%. BHT (Butylated

hydroxytoluene) adalah antioksidan primer yang sering digunakan dalam bahan makanan

(Winarno,1997). Antioksidan hanya berfungsi untuk menghambat reaksi oksidasi dan

tidak dapat menghentikan sama sekali proses autooksidasi pada lemak. Kerja antioksidan

dalam menghambat kerusakan lemak yaitu dengan menghambat pembentukan radikal

bebas pada tahap inisiasi atau menghambat reaksi berantai pada tahap propagasi pada

reaksi autooksidasi. Peningkatan angka peroksida terjadi pada semua perlakuan

pendahuluan. Tetapi perlakuan pendahuluan yang peningkatannya tidak terlalu signifikan

adalah pada perlakuan pengukusan dengan penambahan BHT 0,001%. Hal ini disebabkan

karena pada perlakuan pengukusan menghasilkan kadar air yang sedikit, sedangkan

kerusakan lemak memerlukan kadar air yang lebih banyak. Maka dengan kadar air yang

sedikit dapat mengakibatkan angka peroksidanya rendah. Apalagi dengan penambahan

BHT 0,001%, maka dengan adanya antioksidan BHT akan menghambat kerusakan lemak

sehingga peningkatan kadar peroksida masih rendah. Tepung ikan dengan perlakuan

pengukusan dan pengukusan dengan penambahan BHT 0,001% menunjukkan angka

5.608f

7.016i

13.994k

2.155c2.543d 4.948e

0.650a 1.978b

5.932g

0.691a

6.298h

8.927j

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1 14 28angk

a pe

roks

ida(

mg

ekiv

/kg)

Waktu Penyimpanan (Hari)

Grafik 4.5 Persentase Angka Peroksida Tepung Ikan (mg ekiv/kg)

rebus BHT

kukus BHT

kukus

rebus

Page 48: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

peroksida yang tidak beda nyata. Tetapi selain perlakuan itu, menunjukkan angka

peroksida yang tidak beda nyata.

Kerusakan tepung ikan disebabkan oleh keberadaan molekul air yang

mengakibatkan terjadinya ketengikan hidrolitik dan juga disebabkan oleh proses oksidasi

oksigen dalam udara dengan lemak tepung ikan. Oksidasi biasanya dimulai dengan

pembentukan peroksida dan hidroperoksida dimana pada tingkat selanjutnya asam-asam

lemak akan terurai disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton

serta asam-asam lemak bebas (Ketaren, 1986). Senyawa peroksida sebagai hasil oksidasi

lemak bukanlah senyawa yang berbau tengik. Apabila jumlah senyawa peroksida dalam

minyak makin banyak, maka minyak tersebut akan cepat menjadi tengik.

Page 49: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tepung ikan hasil perlakuan pengukusan mempunyai rerata kadar air 3,532%;

kadar abu 21,768%; kadar protein 66,607%; kadar lemak 7,843%; angka peroksida

2,853 mg ekivalen peroksida/kg.

2. Tepung ikan hasil perlakuan (pengukusan dengan penambahan BHT 0,001%)

mempunyai rerata kadar air 5,314%; kadar abu 13,891%; kadar protein 72,774%; kadar

lemak 8,830%; angka peroksida 3,215 mg ekivalen peroksida/kg.

3. Tepung ikan hasil perlakuan perebusan mempunyai rerata kadar air 4,148%;

kadar abu 14,566%; kadar protein 69,706%; kadar lemak 7,139%; angka peroksida

5,305 mg ekivalen/kg.

4. Tepung Ikan hasil perlakuan (perebusan dengan penambahan BHT 0,001%)

mempunyai rerata kadar air 5,125%; kadar abu 14,863%; kadar protein 71,113%; kadar

lemak 9,279%; angka peroksida 8,872 mg ekivalen peroksida/kg

5. Pengukusan dengan penambahan BHT 0,001% akan menghasilkan tepung ikan yang

lebih baik daripada ketiga perlakuan yang lain dilihat dari kadar air, kadar abu, kadar

protein, kadar lemak, angka peroksida selama penyimpanan.

6. Perlakuan pengukusan dan perebusan pada proses pembuatan tepung ikan memberikan

perubahan yang signifikan pada peningkatan kadar protein selama penyimpanan.

7. Perlakuan pengukusan dengan penambahan BHT 0,01% dan perebusan dengan

penambahan BHT 0,001% memberikan pengaruh nyata selama penyimpanan 28 hari.

8. Penambahan BHT sebagai antioksidan sebesar 0,001% efektif dalam menghambat

terjadinya oksidasi selama penyimpanan.

9. Tepung ikan hasil perlakuan pengukusan lebih baik daripada perebusan dilihat dari

parameter kualitas (sifat kimiawi).

10. Tepung ikan hasil perlakuan pengukusan dengan penambahan BHT 0,001% lebih baik

daripada perebusan dengan penambahan BHT 0,001% dilihat dari parameter kualitas

(sifat kimiawi).

Page 50: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

11. Mutu tepung ikan yang dihasilkan pada semua perlakuan, penyimpanan 28 hari sesuai

dengan SNI 01-2715-1995 adalah kadar air berkisar 3,465%-6,075%, kadar protein

berkisar 63,097%-73,477%, kadar lemak berkisar 5,609%-11,603%.

12. Mutu tepung ikan yang dihasilkan tidak sesuai dengan SNI 01-2715-1995 adalah kadar

abu berkisar 13,785%-21,927%.

B. SARAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan, beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah

sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan penambahan BHT yang tepat dan konsentrasi yang

optimal agar kemampuannya dalam menghambat oksidasi optimal.

2. Selain pengujian perubahan kimiawi, perlu dilakuan penelitian lanjutan pengujian

organoleptik dan pengujian mikrobiologi.

Page 51: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anonima. 2006. Kimia Lemak. http://narienzaland.multiply.com/journal/item/18. Diakses pada hari Selasa, tanggal 21 April 2009.

Anonimb. 2007. Teknologi Lemak dan Minyak. http://www.scribd.com/doc. Diakses pada Hari Rabu, tanggal 27 Januari 2010.

Apriyantono, Anton, dkk. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi-IPB Press. Bogor.

Ardiansyah, 2007. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan. http://tumoutou.net/6_sem2_023/wini_trilaksani.htm. Diakses pada hari Selasa, tanggal 21 April 2009.

Arifin, Nur. 2007. Pengering Kabinet. http://gama-mesin.com/mesin_alat_ pengering_ cabinet_dryer.htm. Diakses pada hari Minggu, tanggal 26 Juli 2009.

Astawan, Made, Sutrisno Koswara, Dwi Budiyanto. 2003. Pengembangan Teknik Desalting Ikan Asin dan Perbaikan Proses Produksi untuk Meningkatkan Mutu Tepung Ikan. Vol.II, No.9, 2003. http://www.asosiasi-politeknik. or.id/. Diakses pada hari Rabu, tanggal 15 Juli 2009.

Basworo, R., 1998. Pengaruh Pengemasan Vakum Terhadap Mutu Sale Pisang. Skripsi S-1. FTP Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Belitz , H.D. dan W. Grosch.1978. Food Chemistry. Springer Verlag. Berlin.

Benning, C.J., 1983. Plastik Film for Packaging Technology Application and Prosses Economics. Thecnomic Publishing Co. Inc, London.

Brody, J., 1965. Fishery by Product Technology. The Avi Publishing Company. Inc., Westport Connecticut.

Brown, W.E, 1992. Plastic in Food Packaging. Marcel Dekker. Inc, New York. Buck , D.F. 1991. Antioxidants. Didalam: J. Smith, editor. Food Additive User’s.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H, dan Woodon, M.M. 1985. Ilmu Pangan (diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono, 1987). UI Press. Jakarta.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Woodon, M.M. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan. UI Press. Jakarta.

Page 52: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Cahyadi, Wisnu. 2006. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Coppen, P.P 1983. The use of antioxidant. Di dalam: J.C. Allen dan R.J Hamilton, editor. Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London.

Destiutami. 2007. Antioksidan. http://destiutami. wordpress. com. Diakses pada hari Selasa, tanggal 21 April 2009.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia, Tepung Ikan. Dewan Standarisasi Nasional Jakarta.

Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia, Tepung Ikan. SNI 01-2715-1995.

Ditjen Perikanan Tangkap. 2007. Kebijakan dan Program Prioritas tahun 2008. Makalah disampaikan dalam Rakornas Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Djundjung, D., 1998. Pendinginan dan Pembekuan dalam Pengawetan Pangan. Jurusan Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Downes, T.W and Harte, B.R, 1982. Food Packaging : Principles of Selection and Evaluation of Food Packaging System. Michigan State University, East Lansing.

Eskin, N.A.M., Henderson, H.M. and Townsend, R.J. 1971. Biochemistry of Food. Academic Press, New York.

Fawzya, Y.N. dan Irianto, H.E. 1997. Fortifikasi Makanan dengan Sumber Gizi dari Ikan untuk Peningkatan Konsumsi Ikan dan Kesehatan. Warta Penelitian Perikanan Indonesia III (1): 2-6.

Hall, C.W, 1971. Drying Farm Crops. The AVI Publishing Company, Inc.Westport, Connecticut, USA.

Ilza, M., Leksono, T., dan Syahrul. 2000. Studi Pengaruh Cara Pemasakan Terhadap Mutu Tepung Ikan. Jurnal Peternakan dan Lingkungan Vol 6 : 22. hlm 43-49.

Irianto, H.E., Subaryono dan Herlina, N. 2003. Development of Gelatin Jelly Candy Enriched with Fish Flour. Di dalam Proceeding International Seminar onMarine and Fisheries, Jakarta 15-16 December 2003. (Eds. Burhanuddin, S.et al.) hal 207-211.

Jack,Reed. 2005. Butylated Hydroxytoluene (BHT) Antioxidant. Department of Entomology, Missisippi State University. wikipedia. org/wiki/ Butylated _hydroxytoluene. Diakses pada hari Rabu, 15 Juli 2009.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia-Press. Jakarta.

Page 53: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Kochar, S.P. dan B. Rossell. 1990. Detection estimation and evaluation of antioxidants in food system. Di dalam : B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elvisier Applied Science. London.

Koesoemawardani, Dyah dan Fibra Nurainy. 2008. Karakterisasi Konsentrat Protein ikan rucah. Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.Universitas Lampung 17-18 November 2008 VIII-32.

Kondo, K., 1990. Plastic Containers (Dalam Foods Packaging). Kadoya, T.Ed). Academic Press inc, San Diego.,- Tokyo.

Kumalaningsih, Sri. 2006. Antioksidan Alami. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Labuza, T.P, 1984. Moisture Sorption: Practical Asepticts of Isotherm Measurement and Use. American Association of Cereal Chemists, St Paul, Minnesota.

Manura, John J., LC/GC, Vol II, No. 2 (2/93) pp. 140-146. [Earliest Online Tables of Contents to the LC/GC magazine are from 1995.]

Muchtadi, Deddy, Nurheni Sri Palupi dan Made Astawan. 1992. Metode Kimia Biokimiawi dan

Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Murdinah, Fawzya, Y.N, Irianto, H.E. dan Wibowo, S. 1998. Fortifikasi Tepung Ikan pada Makanan Ekstrusi dari Campuran Beras dan Kacang Hijau. di dalam Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II, Ujung Pandang, 2-3 Desember 1997. p.315-320.

Murtidjo, Bambang Agus. 2001. Beberapa Metode Pengolahan Tepung Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Nani. 2007. Pengeringan Cabynet Dryer. http://nani.wordpress.com/pengeringan-cabinet-dryer/. Diakses pada hari Minggu, tanggal 26 Juli 2009.

Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. American Society, Washington DC.

Prihtiyono, 1998. Perubahan Kadar Proksimat Susu Vitalac Selama Penyimpanan. Skripsi S-1. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Purnomosari Lupi. 2001. Fortifikasi Kerupuk dengan Tepung Mujair (Tilapia mossambica). Skripsi S-1. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Raharjo, Sri. 2004. Kerusakan Oksidatif Pada Makanan. Pusat Studi dan Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Rasyaf, M., 1989. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Page 54: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Sahwan Firdaus, 2001. Pakan Ikan dan Udang. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Saleh, M., 1990. Pengaruh Pengepresan, Mutu Bahan Mentah dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Tepung Ikan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No 65 : 41-52.

Sebayang, Mariani. 2008. Peran Antioksidan pada Lemak dan Minyak. http://narienzaland. multiply.com/journal/item/. Diakses pada hari Selasa, tanggal 21 April 2009.

Sherwin, 1990. Antioksidan: Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran Terhadap Kesehatan. http://tumoutou.net/6_sem2_023/wini_trilaksani.htm. Diakses pada hari Selasa, tanggal 21 April 2009.

Siagian, Albert. 2002. Bahan Tambahan Makanan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Universitas Lampung. http://www.fkm-albiner.pdf.manfaat BHT tepung ikan.com.

Silalahi, Jansen. 2006. Makanan Fungsional. Kanisius. Yogyakarta.

Sofia, Dinna. 2008. Antioksidan dan Radikal Bebas. Http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=81. Diakses pada hari Selasa, tanggal 21 April 2009.

Sonisa Julie Sandra, 1998. Kualitas Belut Sawah (Monopterus albus Z) Asap dalam Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan. Tesis S-2. Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Stanby, M.E., dan Dassaw, J., 1963. Industrial Fishery Technology. Reinhold Publishing Corp. New York.

Sudarmadji, Slamet., dkk. 2003. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Supriyadi, 1993. Dasar Pengemasan: Kemasan Plastik, Sifat Fisik dan Metode Pengujian. FTP Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Suyitno. 1990. Bahan – Bahan Pengemas. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Swarth, Judith. 2004. Stres dan Nutrisi. Bumi aksara. Jakarta.

Syarief, Rizal dan Anies Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Prakasa. Jakarta.

Syarief, Rizal dan Hariyari Halid. 1989. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta.

Tranggono, Sutardi, Haryadi, Supanno, Agnes, M., Slamet S., Kapti R., Sri., Mary A. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

TR-150: Bioassay of Butylated Hydroxytoluene (BHT) for Possible Carcinogenicity (CAS No. 128-37-0) National Toxicology Program, U.S. Department of Health and Human Services.

Page 55: KAJIAN PERLAKUAN PENDAHULUAN TERHADAP SIFAT KIMIAWI TEPUNG .../Kajian... · penambahan Butylated hydroxytoluene (BHT) 0,001%, maka permasalahan dengan kualitas tepung ikan di bawah

Widjaya, C.H. 2003. Peran Antioksidan Terhadap Kesehatan Tubuh. Healthy Choice. Edisi IV.

Wikipedia. 2008. Radikal Bebas. http://id.wikipedia.org/. Diakses pada hari Sabtu, tanggal 25 April 2009.

Winarno, F.G. 1973. Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winarno, FG.2002. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.