KAJIAN PERENCANAAN PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh derajat Sarjana S-1 Program Studi Fisika Teknik Jurusan Teknik Fisika diajukan oleh SUHONO 04/176573/TK/29430 Kepada JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2010
116
Embed
KAJIAN PERENCANAAN PERMINTAAN DAN · PDF fileKAJIAN PERENCANAAN PERMINTAAN DAN ... III.2.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebutuhan ... PDRB dan Elastisitas Energi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KAJIAN PERENCANAAN PERMINTAAN DAN
PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN
MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
untuk memperoleh derajat Sarjana S-1
Program Studi Fisika Teknik
Jurusan Teknik Fisika
diajukan oleh
SUHONO
04/176573/TK/29430
Kepada
JURUSAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2010
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISMA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Suhono
NIM : 04/176573/TK/29430
Judul Skripsi : Kajian Perencanaan Permintaan dan Penyediaan energi listrik di
Wilayah Kabupaten Sleman menggunakan perangkat lunak LEAP
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul tersebut di atas saya susun dengan
sejujurnya berdasarkan norma akademik dan bukan merupakan hasil plagiat.
Adapun semua kutipan di dalam skripsi ini telah saya sertakan nama
pembuatnya/penulisnya dan telah saya cantumkan ke dalam Daftar Pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabiila ternyata di kemudian
hari ternyata saya terbukti melanggar pernyataan saya tersebut di atas, saya
bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Yogyakarta, 29 Januari 2010
Yang menyatakan,
Suhono
04/176573/TK/29430
K
D
N
P
D
N
D
KAJIAN P
LISTRIK
Ketua
Dr.Eng. M K
NIP : 197407
Penguji Utam
Dr.-Ing. Siha
NIP : 19651
Diterima dan
PERENCAN
K DI WILA
Tela
Kholid Ridw
7111999031
ma
ana
1301990031
n dinyatakan
HALAMA
NAAN PERM
AYAH KAB
PERANGK
04/17
ah dipertahan
pada tang
Susun
an, S.T.,M.S
1002
1002
n memenuhi
Ketua Jur
Fakult
Dr
NIP : 196
iii
AN PENGE
SKRIPSI
MINTAAN
BUPATEN S
KAT LUNA
oleh
SUHONO
76573/TK/29
nkan di depa
ggal 29 Janua
nan Tim Pen
Sc.
Sekr
Ahm
NIP
Ang
Dr.
NIP
syarat kelul
rusan Teknik
tas Teknik U
r.-Ing. Sihan
6511301990
ESAHAN
N DAN PEN
SLEMAN M
AK LEAP
9430
an Tim Peng
ari 2010
nguji
retaris
mad Agus Se
P : 19750816
ggota Penguj
Ir. Andang W
P : 19660304
lusan pada ta
k Fisika
UGM
na
0031002
YEDIAAN
MENGGUN
guji
etiawan, S.T
62002121001
ji
Widi Harto,M
41994031003
anggal 29 Ja
ENERGI
NAKAN
T.,M.Sc., Ph.D
1
M.T.
3
anuari 2010
D.
iv
........Karya ini kupersembahkan untuk Almarhum Ayahanda tercinta..........
Ibunda, Kakak dan Adik-adikku tercinta
Yunita
Oktiawati
Nelviana Novita Budiarti
dan
Muhammad Rizqi Saputra
.................Untuk Agamaku dan Bangsaku
Semoga ini menjadi awal pengabdianku padamu................................
v
Hidup adalah untuk beribadah karena kita telah memilih surga daripada neraka
Hidup adalah pembelajaran, sukses adalah mendapatkan sesuatu atau belajar
sesuatu (win or learn)
Hidup adalah bermimpi, tanpa mimpi orang seperti kita akan mati
Bermimpilah dan buktikan seberapa besar diri kita terhadap mimpi itu
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT karena dengan limpahan
rahmat dan anugerah-Nya yang tak ada habisnya, penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul “Kajian Perencanaan Permintaan dan
Penyediaan Energi Listrik di Wilayah Kabupaten Sleman Menggunakan
Perangkat Lunak LEAP” ini dapat menjadi sumbangan bagi kekayaan ilmu
pengetahuan.
Telah banyak tenaga, pikiran dan waktu yang penulis curahkan untuk
mewujudkan tugas akhir ini dan banyak pula bantuan-bantuan dari pihak-pihak
yang dengan ikhlas membantu terselesaikannya tugas akhir ini. Penghargaan yang
tinggi serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada :
1. Bapak Dr.-Ing. Sihana selaku Ketua Jurusan Teknik Fisika Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada.
2. Bapak Dr. Muhammad Kholid Ridwan, S.T.,M.Sc. sebagai
Pembimbing Utama dalam pelaksanaan tugas akhir.
3. Bapak Dr. Ahmad Agus Setiawan, S.T.,M.Sc. sebagai Pembimbing
Pendamping dalam pelaksanaan tugas akhir.
4. Bapak dan Ibu Pengajar serta para staf di Jurusan Teknik Fisika
Tabel 3.1. Gardu penyulang wilayah Kabupaten Sleman .................................. 9
Tabel 4.1. Alat penelitian ................................................................................... 35
Tabel 4.2. Bahan Penelitian ................................................................................ 37
Tabel 4.3. Data PDRB Kabupaten Sleman 2003-2007 ....................................... 38
Tabel 4.4. Data konsumsi dan pelanggan listrik Kabupaten Sleman 2006-2009 39
Tabel 4.5. PDRB 2003-2012 harga berlaku ....................................................... 40
Tabel 4.6. Rata-rata pertumbuhan intensitas energi listrik 17 Kecamatan ........ 42
Tabel 4.7. Rata-rata pertumbuhan pelanggan listrik 17 Kecamatan .................. 43
Tabel 5.1. Hasil proyeksi konsumsi listrik Kabupaten Sleman 2009-2015 ....... 49
Tabel 5.2. Komposisi permintaan energi listrik Kabupaten Sleman .................. 51
Tabel 5.3. Pertumbuhan permintaan energi listrik per kecamatan ..................... 52
Tabel 5.4. Komposisi permintaan energi listrik Kabupaten Sleman ................... 53
Tabel 5.5. Data PDRB 17 kecamatan di Kabupaten Sleman 2003-2007 ........... 55
Tabel 5.6. Pertumbuhan permintaan energi listrik sektor Bisnis ....................... 57
Tabel 5.7. Komposisi permintaan listrik per kecamatan ................................... 58
Tabel 5.8. Data beberapa pelanggan bisnis di Kecamatan Depok ..................... 60
Tabel 5.9. Data pelanggan dan konsumsi listrik
sektor bisnis Kecamatan Depok ........................................................ 60
Tabel 5.10. Pertumbuhan konsumsi energi listrik sektor Industri ..................... 62
Tabel 5.11. Komposisi konsumsi listrik sektor Industri .................................... 63
Tabel 5.12. Data konsumsi dan pelanggan listrik sektor Industri di
Kecamatan Sleman ......................................................................... 65
Tabel 5.13. Data pelanggan dan jumlah konsumsi sektor Industri
Kecamatan Sleman ......................................................................... 66
Tabel 5.14. Pertumbuhan permintaan energi listrik sektor Publik ..................... 67
Tabel 5.15. Komposisi permintaan energi listrik sektor Publik ......................... 68
Tabel 5.16. Beberapa pelanggan listrik sektor Publik di Kecamatan Depok ..... 69
Tabel 5.17. Data pelanggan LPJU di Kecamatan Depok ................................... 70
xiii
Tabel 5.18. Pertambahan pelanggan Publik di Kecamatan Depok .................... 71
Tabel 5.19. Data konsumsi listrik beberapa kantor Pemerintah Sleman ............ 71
Tabel 5.20. Pertumbuhan konsumsi listrik sektor Sosial ................................... 73
Tabel 5.21. Komposisi konsumsi listrik sektor Sosial ....................................... 74
Tabel 5.22. Data beberapa pelanggan listrik tarif Sosial di Kecamatan Depok ... 75
Tabel 5.23. Pertambahan pelanggan Tarif Sosial di Kecamatan Depok ............ 76
Tabel 5.24. Pertumbuhan konsumsi listrik sektor Rumah tangga ...................... 78
Tabel 5.25. Proporsi konsumsi listrik sektor Rumah tangga ............................. 79
Tabel 5.26. Pertumbuhan PDRB(harga berlaku), konsumsi energi
dan elastisitas energi Kabupaten Sleman 2006-2015 ....................... 80
Tabel 5.27. Pertumbuhan PDRB(harga berlaku), konsumsi energi
dan elastisitas energi Kabupaten Sleman 2006-2015 ....................... 80
Tabel 5.28. Potensi PLTMH Kabupaten Sleman ................................................ 82
Tabel 5.29. Data Radiasi Matahari ..................................................................... 83
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Pergeseran kurva permintaan ......................................................... 20
Gambar 3.2 Pergeseran kurva penawaran .......................................................... 22
Gambar 3.3 Tampilan LEAP .............................................................................. 29
Gambar 3.4 Struktur model LEAP ..................................................................... 31
Gambar 4.1 .Spesifikasi Notebook sebagai alat penelitian ................................ 36
Gambar 4.2. Lisensi serial Perangkat Lunak LEAP .......................................... 36
Gambar 4.3. Trend Analysis PDRB Sleman (Harga Berlaku) ........................... 40
Gambar 4.4. PDRB per Kecamatan (Harga Berlaku) ........................................ 41
Gambar 4.5. PDRB per Kecamatan (Harga Konstan) ........................................ 41
Gambar 4.6. Bagan alur simulasi ....................................................................... 44
Gambar 4.7. Tampilan Key Assumptions ........................................................... 45
Gambar 4.8. Ekspresi dalam simulasi LEAP ..................................................... 46
Gambar 5.1. Hasil proyeksi intensitas energi Kabupaten Sleman 2009-2015 ... 48
Gambar 5.2. Hasil proyeksi konsumsi listrik Kabupaten Sleman 2009-2015 .... 49
Gambar 5.3. Konsumsi listrik Kabupaten Sleman tahun 2006-2015 ................. 50
Gambar 5.4. Konsumsi listrik per kecamatan tahun 2008-2015 ........................ 51
Gambar 5.5. Proporsi permintaan energi listrik per kecamatan tahun 2015 ...... 53
Gambar 5.6. Konsumsi listrik sektor Bisnis tahun 2008-2015 ........................... 57
Gambar 5.7. Proporsi permintaan energi listrik sektor Bisnis 2015 .................. 58
Gambar 5.8. Konsumsi listrik sektor Industri tahun 2008-2015 ........................ 62
Gambar 5.9. Proporsi permintaan energi listrik sektor Industri 2015 ... ............. 64
Gambar 5.10. Konsumsi energi listrik sektor Publik tahun 2008-2015 ............. 66
Gambar 5.11. Proporsi permintaan energi listrik sektor Publik ......................... 68
Gambar 5.12. Konsumsi listrik sektor Sosial 2008-2015 ................................... 72
Gambar 5.13. Proporsi konsumsi listrik sektor Sosial tahun 2015 .................... 74
Gambar 5.14. Konsumsi listrik sektor Rumah tangga tahun 2008-2015 ........... 77
Gambar 5.15. Proporsi konsumsi listrik sektor Rumah tangga tahun 2015 ...... 78
xv
Gambar 5.16. Salah satu titik potensi PLTMH di Saluran Van der Wicjk ........ 82
Gambar 5.17 Instalasi SHS milik Bapak Walidi dan Ibu Mantodiharjo ............ 86
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran Hasil Proyeksi Permintaan Energi Listrik .......................................... 94
xvii
KAJIAN PERENCANAAN PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN
MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP
oleh
Suhono 04/176573/TK/29430
Diajukan kepada Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada pada tanggal 29 Januari 2010
untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh derajat sarjana S-1 Program Studi Fisika Teknik
INTISARI
Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dalam Bab
VI Pasal 7 mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah wajib menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksikan besarnya tingkat konsumsi (permintaan) energi listrik tahun 2009 hingga 2015 per sektor tarif untuk Kabupaten Sleman dengan masing-masing kecamatan di wilayahnya. Selain itu dihitung pula tingkat elastisitas energi serta potensi sumber energi terbarukan yang ada di wilayah Kabupaten Sleman. Data yang diperlukan antara lain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman, data PLN tentang jumlah pelanggan dan konsumsi energinya di masing-masing kecamatan periode 2006-2008, serta beberapa data lain yang mendukung.
Pengolahan data untuk memprediksi tingkat konsumsi energi listrik menggunakan perangkat lunak LEAP (Long-range Energy Alternatives Planning System). Permintaan dihitung berdasarkan besarnya aktivitas pemakaian energi listrik dan besarnya pemakaian energi listrik per aktivitas (intensitas energi). Tahun 2008 sebagai tahun dasar perhitungan. Hasil yang diperoleh dari prediksi permintaan energi listrik pada tahun 2008-2015 menunjukkan tren positif yaitu meningkat dari 668,5 GWh menjadi 1.126,9 GWh. Pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya adalah 7,9 %. Di Kabupaten Sleman, terdapat 17 titik lokasi potensial untuk PLTMH, potensi radiasi matahari rata-rata 0,4 kWh/m2, potensi biogas 83 GJ atau setara 23 MWh, serta sampah rata-rata 1.268 m3/hari, dan direncanakan pembangunan pengolahan sampah menjadi listrik di salah satu kecamatan.
Dari penelitian ini dihasilkan gambaran dan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam pengambilan kebijakan bidang energi pada khususnya dan perencanaan pembangunan kewilayahan pada umumnya. Kata kunci : energi listrik, elastisitas energi, intensitas energi, LEAP, energi terbarukan Pembimbing Utama : Dr.Eng. M. Kholid Ridwan, S.T., M.Sc. Pembimbing Pendamping : Ahmad Agus Setiawan, S.T., M.Sc., Ph.D.
xviii
STUDY OF ENERGY SUPPLY AND DEMAND IN SLEMAN REGENCY USING LONG-RANGE ENERGY
ALTERNATIVE PLANNING SYSTEM (LEAP)
by
Suhono 04/176573/TK/29430
Submitted to The Department of Engineering Physics
Faculty of Engineering Universitas Gadjah Mada January 29, 2010 in partial fulfillment of the Degree of
Bachelor of Engineering in Engineering Physics
ABSTRACT
Act No. 30 Year 2009 on Electricity in Chapter VI mandate that local governments must develop the General Plan of Regional Electricity. This study aims to predict the level of consumption (demand) of electricity in 2009 to 2015 per sector tariffs for Sleman regency with each district in the region. In addition the elasticity of energy levels and the potential of renewable energy resources in Sleman Regency are also calculated. Data needed for this research include the Gross Regional Domestic Product (GDP) for Sleman regency, PLN data on the number of customers and energy consumption in each tariff level sub period 2006-2008, and several other supporting data.
Processing data for predicting energy consumption levels of electricity using LEAP software (Long-range Energy Alternatives Planning System). Demand is calculated based on the amount of electrical energy consumption activity and the amount of electrical energy consumption per activity (energy intensity). Year 2008 is used as the base year calculation. The results obtained from the electrical energy demand forecast is totally in the year 2008-2015 shows a positive trend that is increasing from 668.5 to 1126.9 GWh. The average growth per year is 7.9%. As for the potential of renewable energy sources in the area of Sleman regency, there are 17 data points for PLTMH potential locations, potential of solar radiation on average 0,4 kWh/m2, biogas potential of more than 83 GJ or equal to 23 MWh, and the average waste 1268 m3/day, which is currently being planned construction waste into electricity in one district.
This research expected to provide input for the local government of Sleman District in the energy policy in particulary and regional development planning in general. Key word : electricity, energy elasticity, energy intensity, LEAP, renewable energy Supervisor : Dr.Eng. M. Kholid Ridwan, S.T., M.Sc. Co Supervisor : Ahmad Agus Setiawan, S.T., M.Sc., Ph.D.
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ketersediaan energi listrik merupakan aspek yang sangat penting dan
bahkan menjadi suatu parameter untuk mendukung keberhasilan pembangunan
suatu daerah. Pengelolaan sumber daya energi listrik yang tepat dan terarah
dengan jelas akan menjadikan potensi yang dimiliki suatu wilayah berkembang
dan termanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, perencanaan dan pengelolaan
energi secara umum termasuk di dalamnya adalah energi listrik perlu
mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Daerah. Hal tersebut tentu juga
seiring dan searah dengan peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam mengelola
sumber daya energi.
Ketersediaan energi listrik yang memadai dan tepat sasaran akan memacu
perkembangan pembangunan daerah seperti sektor industri, komersial, pelayanan
publik dan bahkan kualitas hidup masyarakat dengan semakin banyaknya warga
yang menikmati energi listrik. Kemudian secara langsung maupun tidak langsung,
hal itu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan
masyakarat.
Kabupaten Sleman merupakan suatu wilayah dengan potensi sumber daya
alam cukup potensial seperti sumber air bersih, saluran irigasi berupa selokan
mataram dan sungai-sungai, penambangan pasir, letak yang strategis di utara Kota
Yogyakarta, dan potensi lain yang cukup mampu dijadikan sebagai landasan dan
modal pembangunan. Selain itu dari segi sumber daya manusia juga memiliki
keunggulan dibanding daerah lain di mana di Kabupaten Sleman terdapat banyak
pendatang yang sebagian besar merupakan mahasiswa yang sedang belajar di
Yogyakarta dan sekitarnya. Hal ini menjadikan potensi pemanfaatannya secara
ekonomi juga sangat besar.
Dari berbagai potensi yang dimilki tersebut, arah pembangunan juga
disesuaikan dan dituangkan di dalam perencanaan pembangunan, di antaranya
adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana
Pembangunan Jangka Pendek (RPJP). Dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
2
Daerah Kabupaten Sleman tahun 2008, jumlah potensi alam yang termanfaatkan
di antaranya adalah penggunaan PLTS sebagai alternatif sumber listrik. Energi
tenaga surya dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan listrik masyarakat yang
tidak terjangkau layanan listrik PLN. Pada tahun 2008 telah terpasang 14 unit
PLTS di wilayah Kecamatan Prambanan, sehingga selama empat tahun terakhir
dalam periode RPJM 2004-2010 telah terpasang 127 unit namun pada saat ini
masih terdapat 42 KK yang belum menggunakan listrik. Selain itu, dilaksanakan
pula pembangunan jaringan 1 unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di
Kecamatan Turi dan 2 unit di Kecamatan Minggir. Pengembangan energi
alternatif juga dilakukan dengan memanfaatkan potensi energi biogas baik
dengan memanfaatkan kotoran sapi maupun MCK komunal.
Perencanaan ketenagalistrikan di Indonesia dan di manapun perlu dilakukan
untuk mengantisipasi adanya krisis energi. Apabila terjadi krisis energi, maka
akan menghambat pertumbuhan ekonomi di sektor industri, komersial, bisnis,
pelayanan publik dan sebagainya yang tentunya akan menghambat peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dari adanya data perkembangan penduduk dan juga
pertumbuhan ekonomi, serta profil konsumsi energi, maka dengan menggunakan
perangkat lunak LEAP (Long-range Energy Alternative Planning system) hal itu
bisa diprediksikan. Sebagai contoh, apabila Pemerintah Kabupaten Sleman
memiliki kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan di sektor industri, maka
akan terbentuk suatu pola mengenai alokasi energi listrik yang diperlukan.
I.2. Perumusan Masalah
Perencanaan ketenagalistrikan di Indonesia sudah sejak lama dilakukan.
Metode yang digunakan sebagian besar menggunakan MARKAL. Namun yang
menjadi masalah adalah bahwa perencanaan ketenagalistrikan yang dituangkan
dalam dokumen Rancangan Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) masih
dikeluarkan atau disusun di tingkat Propinsi. Hal ini tentunya berlaku umum
untuk seluruh Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk Kabupaten
Sleman. Kabupaten Sleman yang berlaku sebagai Daerah Tingkat
Kabupaten/Kota tentu belum mempunyai dokumen perencanaan ketenagalistrikan
3
seperti tingkat Propinsi. Padahal dalam UU No 30 Tahun 2009 Tentang
Ketenagalistrikan diatur bahwa Pemerintah Daerah termasuk Kabupaten/Kota
memiliki wewenang dalam pengembangan energi di wilayahnya. Oleh karena itu
perlu adanya suatu kajian tentang perencanaan ketenagalistrikan.
Salah satu solusi yang bisa digunakan adalah melakukan kajian dan simulasi
menggunakan perangkat lunak LEAP (Long-range Energy Alternative Planning
system). Dengan menggunakan perangkat lunak ini dapat diperoleh tentang
prediksi permintaan dan penyediaan energi listrik sepanjang tahun periode yang
diinginkan. Namun dalam penelitian ini, yang menjadi lingkup kajian atau batasan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Prakiraan permintaan energi listrik per sektor pemakai yang digunakan di
wilayah Kabupaten Sleman dengan tahun 2008 sebagai dasar proyeksi dan
tahun 2015 sebagai batas akhir proyeksi.
2. Prakiraan permintaan energi listrik per sektor pemakai di masing-masing
Kecamatan di wilayah Kabupaten Sleman periode 2008-2015.
3. Penelitian ini tidak mengkaji secara teknis distribusi dan jaringan kelistrikan
yang ada di Kabupaten Sleman.
4. Penyediaan energi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah potensi
pemanfaatan sumber energi terbarukan di Kabupaten Sleman.
5. Faktor ekonomi hanya digunakan dalam kaitannya dengan elastisitas energi
dan tidak dimasukkan dalam kerangka perhitungan prediksi permintaan
energi listrik karena LEAP tidak memiliki fasilitas untuk perhitungan
proyeksi di bidang ekonomi.
Dalam melakukan analisis permintaan dan penyediaan energi digunakan alat
bantu berupa perangkat lunak komputer yaitu LEAP (Long-range Energy
Alternative Planning system). Metode perhitungan dalam LEAP didasarkan pada
perhitungan analitis (end-use) dan ekonometrika.
4
I.3. Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil prakiraan permintaan
dan ketersediaan energi listrik di wilayah Kabupaten Sleman yang berupa:
1. Prakiraan permintaan energi listrik per sektor pemakai di wilayah
Kabupaten Sleman periode 2008-2015.
2. Tingkat pemanfaatan energi listrik Kabupaten Sleman ditinjau dari
elastisitas energi.
3. Kajian penyediaan energi berdasarkan potensi sumber energi terbarukan di
wilayah Kabupaten Sleman.
I.4. Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan mempermudah perencanaan dan
pengembangan bidang ketenagalistrikan di Kabupaten Sleman. Selain itu, dari
penelitian ini diharapkan juga mampu menjadi salah satu bahan studi dalam
melakukan penelitian tentang perencanaan bidang energi listrik maupun energi
secara umum.
5
BAB II
STUDI PUSTAKA
Pemerintah daerah memiliki tugas untuk menyusun Rencana Umum Energi
Daerah berdasarkan Pasal 18 UU No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Rencana
Umum Energi Daerah digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan
energi nasional. Pasal 26 juga menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki
wewenang untuk membuat aturan daerah yang berkaitan dengan kebijakan energi
daerah[1].
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dalam
BAB VI Pasal 7 mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah menyusun Rencana
Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD)[2]. Penyusunan RUKD mengikuti
pedoman yang ditetapkan oleh kementrian yang berwenang. Selama ini RUKD
sudah disusun oleh Pemerintah Daerah Provinsi, namun belum dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota[2].
Perencanaan energi di Indonesia sudah sejak lama dilakukan dan
menggunakan berbagai metode. Agus Sugiyono dan Endang Suarna melakukan
simulasi perencanaan energi nasional menggunakan perangkat lunak MARKAL
(Market Allocation)[3]. Konsep yang digunakan adalah konsep optimasi dengan
membagi sumber penyedia energi menjadi empat kategori, yaitu batubara, bahan
bakar minyak (BBM), gas dan sumber energi terbarukan.
Penelitian menggunakan LEAP (Long-range Energy Alternatives Planning)
telah dilakukan [4] untuk menentukan kebijakan pengembangan energi di Cape
Town. Penelitian serupa juga pernah dilakukan di China untuk memperoleh
proyeksi permintaan energi hingga tahun 2030 dan menentukan kebijakan
teknologi yang akan diterapkan[5].
Penggunaan LEAP sebagai media analisis telah digunakan [6] untuk
penelitian mengenai kajian optimasi sumber energi geothermal sebagai alternative
energi ramah lingkungan dengan wilayah kajian Jawa, Madura dan Bali.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan [7] untuk kajian perencanaan peningkatan
ketersediaan energi listrik dan mitigasi CO2 di Indonesia. LEAP juga digunakan
6
untuk kajian perencanaan pengembangan jaringan kelistrikan Jawa-Madura-Bali
(JAMALI) [8].
Kajian mengenai perencanaan permintaan dan penyediaan energi
menggunakan perangkat lunak LEAP pernah dilakukan [9] dengan mengambil
area penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan secara simulasi
menggunakan tahun 2003 sebagai tahun dasar dan tahun 2018 sebagai tahun akhir
proyeksi. Hasil yang diperoleh adalah proyeksi permintaan per jenis energi dan
per sektor energi serta potensi sumber energi terbarukan yang ada di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
7
BAB III
DASAR TEORI
III.1. Kondisi Kelistrikan Kabupaten Sleman
Ketersediaan energi listrik Kabupaten Sleman masih sangat tergantung
kepada pasokan dari jaringan Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Sejak akhir tahun
2002, kehandalan sistem interkoneksi JAMALI mengalami penurunan akibat dari
meningkatnya permintaan energi listrik yang tidak diikuti dengan penambahan
kapasitas pembangkit. Bahkan pada tahun 2003, cadangan yang tersedia (reserve
margin) pada kondisi normal tinggal 25 %. Hal ini semakin memburuk pada
waktu berlangsung perawatan dan perbaikan pada pembangkit yang berlangsung
pada bulan Mei dan Juni. Akibatnya, pada tahun-tahun yang telah berjalan,
terjadi pemadaman listrik secara bergiliran, tak terkecuali pada pelanggan di
wilayah Kabupaten Sleman.
Di sisi yang lain, lingkungan strategis kewilayahan mengalami berbagai
perubahan baik pada lingkup nasional, regional maupun internasional. Perubahan
tersebut dipengaruhi banyak hal, di antaranya perdagangan bebas, liberalisasi, dan
globalisasi. Selain itu, kebijakan pemerintah juga mempunyai andil dalam
perubahan, misalnya otonomi daerah, deregulasi BUMN, debirokratisasi,
swastanisasi dan korporasi. Semua perubahan yang telah dan tengah berlangsung
jelas akan sangat meningkatkan dinamika ketersediaan tenaga listrik. Hal ini
menuntut adanya perencanaan yang sangat matang baik dalam penyediaan tenaga
listrik maupun pendayagunaannya. Oleh karena itu RUKD menjadi semakin
penting peran dan fungsinya. Kebijakan Pemerintah Daerah di sektor
ketenagalistrikan yang tertuang di dalam RUKD akan menjadi pedoman dalam
pelaksanaan restrukturisasi sektor ketenagalistrikan dan menjadi pedoman dalam
pembangunan dan pengembangan sektor ini di masa yang akan datang.
Di sektor ketenagalistrikan, melalui Rencana Pembangunan Jangka
Menengah tahun 2005 (RPJM), Pemerintah Kabupaten Sleman telah menyatakan
misinya, yaitu Menjaga Keberlanjutan Kegiatan Perekonomian Masyarakat.
Dalam rangka tetap menjaga keberlanjutan kegiatan perekonomian masyarakat,
8
pemerintah daerah berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
melaksanakan fungsi ekonomi, pariwisata, lingkungan hidup, perumahan dan
fasilitas umum. Program yang dijalankan adalah Program Peningkatan
Pemanfaatan Energi Terbarukan, (Misi II, Program 30).
Atas dasar berbagai pertimbangan dan perkembangan yang telah
berlangsung, Kabupaten Sleman berkehendak untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan ketenagalistrikan dalam rangka mencapai Visi dan
menjalankan Misi pembangunan. Untuk kepentingan ini, Pemerintah Daerah
Kabupaten Sleman melakukan kegiatan Kajian Potensi dan Kebutuhan Listrik. Di
dalam kajian ini berlangsung analisis energi-ekonomi untuk mengetahui
pencapaian pembangunan ditinjau dari indikator makro. Berdasarkan pencapaian
ini, dilakukan pula Prediksi energi-ekonomi hingga tahun 2015. Selanjutnya
dilakukan pula pendataan tentang Potensi Ketersediaan Tenaga Listrik dan
Potensi Sumber Daya Energi Terbarukan di wilayah Kabupaten Sleman.
Kondisi kelistrikan Kabupaten Sleman tetap mengandalkan pasokan dari
sistem jaringan listrik PLN Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Untuk penanggung
jawab pengelolaan dilakukan oleh Kantor perwakilan PLN APJ Yogyakarta. Dari
APJ PLN Yogyakarta, Kabupaten Sleman dilayani oleh penanggung jawab yang
lebih spesifik lagi yaitu Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ), terdiri dari UPJ
Sleman, UPJ Sedayu, UPJ Yogyakarta Utara dan UPJ Kalasan.
Lingkup pelayanan masing-masing UPJ tidaklah sama dengan pelayanan
secara administratif pemerintahan.Seperti pada UPJ Sedayu, UPJ Yogyakarta
Utara dan UPJ Kalasan yang juga melayani kelistrikan untuk sebagian wilayah
Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. Hal ini yang kurang memberikan
kemudahan dalam melakukan perencanaan kelistrikan untuk wilayah Kabupaten
Sleman. Daftar gardu induk penyulang untuk wilayah Kabupaten Sleman seperti
ditunjukkan oleh Tabel 3.1.
9
Tabel 3.1. Gardu penyulang wilayah Kabupaten Sleman[10] No GARDU
INDUK WILAYAH UPJ KAPASITAS BEBAN KAPASITAS JUMLAH
PASOKAN (MVA) PUNCAK (%) FEEDER
1 Kentungan Sleman,Yk Utara,Kalasan
60 44.5 74.16 7 60 17.2 28.67 3
2 Gejayan Kalasan,Yk Utara,Yk Selatan
60 25 41.67 4
60 25 41.67 4
3 Godean Sleman, Sedayu
30 8.5 28.33 3 30 14.1 47 3
4 Medari Sleman 30 21 70 6
III.2. Teori Perencanaan Ketenagalistrikan
III.2.1. Perencanaan Ketenagalistrikan di Indonesia
Perencanaan ketenagalistrikan di Indonesia dilakukan dalam lingkup
nasional maupun daerah. Perencanaan ketenagalistrikan seperti yang tercantum
dalam Undang-undang No 30 tahun 2009, merupakan kewajiban bagi
penyelenggara pemerintahan yaitu Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Rencana
kebijakan bidang ketenagalistrikan dituangkan dalam Rencana Umum
Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan
Daerah (RUKD). Dalam melakukan penyusunan RUKD harus
mempertimbangkan RUKN dan disusun sesuai pedoman yang dikeluarkan oleh
pemerintah[1,2].
Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) merupakan dokumen
kebijakan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam lingkup nasional. RUKN
berisikan antara lain prakiraan kebutuhan tenaga listrik nasional, potensi dan
pemanfaatan sumber energi primer nasional, Jaringan Transmisi Nasional,
kebijakan pengembangan ketenagalistrikan nasional, sasaran dan rencana
pembangunan pengembangan ketenagalistrikan (pembangkit, transmisi dan
distribusi), rencana desa dan rumah tangga yang akan memperoleh tenaga listrik,
dan kelestarian fungsi lingkungan, serta kebutuhan dana pembangunan
ketenagalistrikan nasional.
Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) adalah dokumen
kebijakan Pemerintah Daerah di bidang Ketenagalistrikan dalam lingkup daerah
10
baik untuk tingkat Kabupaten/Kota maupun Provinsi. RUKD mencakup antara
lain prakiraan kebutuhan tenaga listrik daerah, potensi dan pemanfaatan sumber
energi primer setempat, jalur lintas transmisi sesuai dengan Rencana Umum Tata
Ruang Daerah, kebijakan pengembangan ketenagalistrikan daerah, sasaran dan
rencana pengembangan ketenagalistrikan daerah (pembangkit, transmisi dan
distribusi), rencana desa dan rumah tangga yang akan memperoleh tenaga listrik,
dan kelestarian fungsi lingkungan serta kebutuhan dana pembangunan tenaga
listrik. Prakiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik daerah mencakup yang
terhubung ke Jaringan Transmisi Nasional maupun yang tidak terhubung ke
Jaringan Transmisi Nasional.
Alur pikir dalam penyusunan RUKD adalah dengan mempertimbangkan
dan mengakomodasi hasil dari dokumen RUKN. Karena RUKD merupakan
dokumen kebijakan Pemerintah Daerah di bidang ketenagalistrikan yang memuat
sifat-sifat spesifik kedaerahan, maka isinya hendaknya merupakan perpaduan dari
RUKN namun dengan menambahkan unsur atau sifat spesifik kedaerahan[1,2,11].
Asas yang digunakan dalam upaya perencanaan ketenagalistrikan adalah
mengacu kepada biaya terendah (least cost) dan tidak hanya bersifat
konvensional. Dengan kata lain tidak hanya melingkupi perencanaan pada sisi
penyediaan tenaga listrik (supply side), namun juga termasuk pada sisi pemakaian
tenaga listrik dan harus berhubungan secara terintegrasi. Berikut adalah beberapa
asas dalam perencanaan ketenagalistrikan [11]:
1) Kebutuhan sarana dan pra sarana tenaga listrik
Sarana dan prasarana yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan
dan terintegrasi dalam sistem ketenagalistrikan. Selain itu juga harus ada
keterjaminan dalam sisi mutu, kehandalan, serta keseimbangan antara
kebutuhan dan ketersediaan tenaga listrik.
2) Alternatif biaya terendah
Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antara kebutuhan dan
ketersediaan tenaga listrik, sarana dan prasarana harus mengedepankan
pertimbangan terhadap berbagai alternatif. Dari alternatif yang ada
kemudian dipertimbangkan juga tentang biaya investasi dan operasi
11
terendah untuk jangka waktu usia proyek yang sedang dilakukan (Least
Total Cost Ownership Alternatives).
3) Cakrawala perencanaan (Planning Horizon)
Perencanaan ketenagalistrikan jika ditinjau dari cakrawala waktu, bisa
dibagi menjadi 3, yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang. Perencanaan jangka pendek adalah untuk kurun waktu 5 tahun
dan mencakup perencanaan distribusi. Perencanaan jangka menengah
memiliki jangka waktu 5 sampai dengan 10 tahun meliputi bidang
pembangkitan, transmisi dan gardu induk. Perencanaan yang lebih dari
10 tahun dikategorikan sebagai perencanaan jangka panjang yang berisi
tentang sistem ketenagalistrikan dan akan berfungsi sebagai pedoman
dalam penyusunan rencana jangka pendek dan menengah.
Proses perencanaan ketenagalistrikan melingkupi 9 hal berikut [11]:
1) Perencanaan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik diawali dengan proyeksi
kebutuhan (demand) atau ramalan beban tenaga listrik untuk 15 (lima
belas) tahun ke depan di setiap sektor pemakai tenaga listrik, yaitu sektor
industri, komersial (bisnis), rumah tangga, sosial dan umum (publik) serta
pemerintahan. Rencana pemenuhan kebutuhan tenaga listrik ini
dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi daerah setempat, program
elektrifikasi dan mempertimbangkan kemungkinan pemanfaatan captive
power kedalam sistem secara keseluruhan atau dari kelebihan suplai
tenaga listrik yang tersedia. Ada berbagai model pendekatan untuk
menyusun proyeksi kebutuhan tenaga listrik yang tersedia antara lain
pendekatan ekonometrik, pendekatan proses, pendekatan time series,
pendekatan end use, pendekatan trend maupun gabungan dari berbagai
model pendekatan perencanaan.
2) Perencanaan pengembangan pembangkitan (generation expansion
planning) disusun berdasarkan asas optimasi atau biaya terendah (least
total cost ownership) dengan memperhatikan ketersediaan sumber energi
primer setempat, sifat ragam beban, beban puncak, teknologi/jenis
pembangkitan, dan faktor eksternal lain yang perlu diperhatikan, seperti
12
dampak lingkungan hidup dan dampak sosial. Metode optimasi biaya
penyediaan tenaga listrik dan pemilihan teknologi pembangkit harus
memperhatikan ketersediaan energi primer, biaya tetap dan biaya variable.
Ada berbagai perangkat lunak yang dapat dipergunakan untuk proses
optimasi penyediaan tenaga listrik antara lain piranti lunak Wien
Automatic Sistem Planning (WASP). Piranti WASP ini dapat
menghasilkan keluaran (output ) berupa jenis dan kebutuhan kapasitas
pembangkit serta waktu operasi yang paling optimal untuk memenuhi
kebutuhan tenaga listrik.
3) Tingkat kehandalan dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik dengan
adanya cadangan tenaga listrik yang memadai. Hal ini akan menjadi
pertimbangan sebagai kriteria dalam perencanaan ketenagalistrikan.
Tingkat cadangan atau kehandalan ini juga memperhatikan penalti
ekonomi yang akan diterima masyarakat apabila terjadi pemadaman.
Selain itu hendaknya mempertimbangkan faktor kebijakan setempat yang
akan mempengaruhi biaya penyediaan dan tarif tenaga listrik.
4) Mengedepankan ketersediaan energi primer, terutama dari sumber energi
baru dan terbarukan. Selain itu juga mempertimbangkan alternatif pilihan
teknologi dan jenis pembangkitan agar dapat tercapai hasil yang optimal
pada pemanfaatan potensi, efisiensi, keekonomian, dan dampak yang tidak
merugikan terhadap lingkungan sehingga terjamin keberlanjutannya
hingga kurun waktu yang dikehendaki.
5) Pemanfaatan sumber energi setempat dan prioritas pemilihan aneka ragam
energi yang tersedia dengan urutan prioritas energi terbarukan, bahan
bakar gas, batubara, dan bahan bakar minyak.
6) Perencanaan penyediaan tenaga listrik hendaknya diintegrasikan dengan
perencanaan pemanfaatan energi pada sisi pemakaian tenaga listrik,
sehingga program-program Demand Side Management, antara lain
program pemanfaatan tenaga listrik untuk tujuan yang produktif dan
program hemat energi lainnya merupakan bagian yang integral dari proses
perencanaan ketenagalistrikan secara keseluruhan.
13
7) Perencanaan pengembangan sistem transmisi dan distribusi hendaknya
dilakukan selaras dengan keseimbangan antara kebutuhan dan kapasitas,
berdasar pada kriteria perencanaan yang digunakan.
8) Setelah dibuat proyeksi kebutuhan tenaga listrik suatu sistem tertentu,
disusun prakiraan beban gardu induk yang memberi informasi
pertumbuhan kebutuhan beban sesuai lokasi geografis gardu induk, dapat
berupa penambahan kapasitas trafo atau pembuatan gardu induk baru,
berikut kebutuhan fasilitas jaringan transmisi dan distribusinya.
9) Bersama dengan pengembangan transmisi, dilakukan juga perencanaan
distribusi. Metode yang dapat digunakan adalah menggunakan faktor
elastisitas antara panjang Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan
Jaringan Tegangan Rendah (JTR) dengan penjualan energi listrik, dan
elastisitas antara penambahan pelanggan dengan trafo distribusi
Pemerintah Kabupaten/Kota mendapatkan peran dan posisi yang sangat
penting dalam menyusun rencana umum ketenagalistrikan karena perlu
mempertimbangkan potensi, kondisi perekonomian dan keterkaitan tanggung
jawab wilayah administrasi dengan pengelolaan sistem ketenagalistrikan. Hal itu
karena Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan pelaksana perencanaan energi
pada tingkatan paling bawah.
Rencana ketenagalistrikan pada tingkat Kabupaten/Kota seluruh Indonesia
mempunyai format yang sama dan mencakup hal-hal sebagai berikut[11]:
1) Perkembangan dan prakiraan kebutuhan tenaga listrik Kabupaten/Kota
yang on-grid dan off-grid. Kebutuhan tenaga listrik mencakup kebutuhan
listrik menurut sektor kegiatan ekonomi yaitu di sektor industri, sektor
rumah tangga, sektor komersial (bisnis) dan lainnya.
2) Perkembangan dan rencana penyediaan tenaga listrik yang on-grid dan off-
grid. Penyediaan tenaga listrik mencakup pembangkitan, gardu induk,
gardu distribusi dan gardu trafo, transmisi (JTT dan JTM), distribusi (JTR)
dan listrik perdesaan.
14
3) Neraca daya untuk on-grid dan off-grid. Neraca daya berisi prakiraan
kebutuhan tenaga listrik dan rencana pembangunan pembangkit tenaga
listrik.
4) Rencana kebutuhan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik.
5) Rencana Umum Tata Ruang Wilayah untuk JTR, JTM dan JTT.
6) Rencana pendanaan.
7) Perkembangan Captive Power.
8) Potensi energi primer setempat.
9) Kebijakan ketenagalistrikan daerah.
Berdasarkan masukan dari IUPL dan ketersediaan sumberdaya energi
setempat, perencanaan ketenagalistrikan dibedakan menjadi 4 tipe. Berikut adalah
jenis/tipe perencanaan RUKD Kabupaten/Kota berkaitan dengan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten/Kota dan pelaku usaha di sektor ketenagalistrikan[11].
1) Tipe I
Kabupaten/Kota yang termasuk dalam klasifikasi perencanaan tipe I
menggambarkan bahwa wilayah administrasi dari suatu Kabupaten/Kota
sama persis dengan wilayah usaha dari suatu pelaku usaha atau Pemegang
IUPL. RUKD dari Kabupaten/Kota dari tipe I ini berisi seperti diuraikan di
atas dan sebagian besar isi RUKD bersumber dari RPTL dari suatu pelaku
usaha atau Pemegang IUPL dan Pemegang Izin Operasi yang beroperasi di
wilayah administrasinya.
2) Tipe II
Kabupaten/Kota yang termasuk dalam klasifikasi perencanaan tipe II
menggambarkan bahwa wilayah administrasi dari suatu Pemerintah
Kabupaten/Kota terdiri dari beberapa wilayah usaha dari beberapa
Pemegang IUPL. Isi RUKD Kabupaten/Kota tipe II sama dengan isi
RUKD tipe I, akan tetapi sebagian besar isinya berasal dari RPTLRPTL
semua pelaku usaha atau para Pemegang IUPL dan Pemegang Izin Operasi
yang berada di wilayah administrasinya.
15
3) Tipe III
Kabupaten/Kota yang termasuk dalam klasifikasi perencanaan tipe III
menggambarkan bahwa wilayah administrasi dari suatu Kabupaten/Kota
merupakan bagian dari suatu wilayah usaha dari satu Pemegang IUPL. Isi
RUKD Kabupaten/Kota tipe III sama dengan isi RUKD tipe I dan tipe II,
akan tetapi sebagian besar isinya berasal dari sebagian RPTL pelaku usaha
atau Pemegang IUPL dan Pemegang Izin Operasi yang beroperasi di
wilayah administrasinya. Hal ini karena wilayah usaha suatu Pemegang
IUPL tersebut terdiri dari beberapa wilayah administrasi Kabupaten/Kota.
4) Tipe IV
Kabupaten/Kota yang termasuk dalam klasifikasi perencanaan tipe IV
menggambarkan bahwa wilayah administrasi dari suatu Kabupaten/Kota
merupakan bagian dari beberapa wilayah usaha dari beberapa Pemegang
IUPL. Isi RUKD Kabupaten/ Kota tipe IV sama dengan isi RUKD tipe I,
II, dan III, akan tetapi sebagian besar isinya berasal dari sebagian RPTL-
RPTL semua pelaku usaha atau Pemegang IUPL dan Pemegang Izin
Operasi yang berada di wilayah administrasinya.
Alur proses keterkaitan penyusunan kebutuhan tenaga listrik, penyediaan
tenaga listrik, neraca daya dan kebijakan spesifik daerah menunjukkan bahwa
kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik yang ada dalam neraca daya berasal dari
prakiraan atau proyeksi kebutuhan tenaga listrik dan rencana pembangunan
penyediaan tenaga listrik. Sedang kebijakan ketenagalistrikan setempat dapat
diturunkan dari neraca daya yang ada, di mana kebijakan ini selanjutnya akan
mempengaruhi kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik kabupaten dimasa yang
akan datang.
III.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebutuhan Energi
Listrik
Penggunaan tenaga listrik diperkirakan akan selalu meningkat setiap
tahunnya. Hal ini dikarenakan oleh semakin berkembangnya kebutuhan
16
masyarakat yang harus dipenuhi. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat kebutuhan tenaga listrik, seperti faktor ekonomi, kependudukan,
kewilayahan, dan lain-lain. Menurut [10] tingkat kebutuhan energi listrik
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
1) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi yang mempengaruhi tingkat kebutuhan tenaga listrik
adalah pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Secara
umum, PDRB dapat dibagi menjadi 3 sektor, yaitu PDRB sektor
komersial (bisnis), sektor industry dan sektor publik. Kegiatan ekonomi
yang dikategorikan sebagai sektor komersial/bisnis adalah sektor listrik,
gas dan air bersih, bangunan dan konstruksi, perdagangan, serta
transportasi dan komunikasi. Kegiatan ekonomi yang termasuk sektor
publik adalah jasa dan perbankan, termasuk lembaga keuangan selain
perbankan. Sektor Industri sendiri adalah mencakup kegiatan industri
migas dan manufaktur.
2) Faktor Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk memiliki pengaruh besar terhadap kebutuhan
tenaga listrik selain faktor ekonomi. Sesuai dengan prinsip demografi,
pertumbuhan penduduk akan terus turun setiap tahunnya sampai pada
suatu saat akan berada pada kondisi yang stabil.
3) Faktor Perencanaan Pembangunan Daerah
Berjalannya pembangunan daerah akan sangat dipengaruhi oleh tingkat
perekonomian daerah itu sendiri. Dalam hal ini baik langsung maupun
tidak langsung, faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap kebutuhan
energi listrik seiring dengan berjalannya pembangunan. Pemerintah
Daerah sebagai pelaksana pemerintahan di tingkat daerah akan
mengambil peran penting dalam perencanaan pengembangan wilayah.
Hal itu berbentuk kebijakan yang tertuang dalam berbagai produk
peraturan daerah. Termasuk di dalamnya adalah perencanaan tentang
tata guna lahan, pengembangan industri, kewilayahan, pemukiman dan
faktor geografis.
17
4) Faktor Lain-lain
Selain 3 faktor di atas, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi
tingkat kebutuhan energi listrik di antaranya luas bangunan konsumen,
tingkat pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan lain-lain. Namun
beberapa faktor tersebut hanya berpengaruh dalam kajian spesifik
masing-masing sektor tarif dan bukan dalam skala makro.
III.2.3. Model dan Pendekatan Perencanaan Energi
Untuk melakukan perencanaan dalam bidang apapun, tentu harus ada
metode yang baku yang digunakan. Ada berbagai model pendekatan untuk
menyusun prakiraan kebutuhan tenaga listrik yang tersedia antara lain pendekatan
ekonometrik, pendekatan proses, pendekatan time series, pendekatan end-use,
pendekatan trend maupun gabungan dari berbagai model pendekatan perencanaan.
Dari beberapa metode tersebut, yang sering digunakan sebagai pendekatan untuk
proyeksi kebutuhan energi listrik adalah metode pendekatan ekonometri dan
pendekatan end-use. Perbedaan utama dari kedua metode tersebut adalah pada
jenis data yang dimasukkan (data input). Pada model ekonometri, data yang
digunakan sebagai data masukan seperti pendapatan daerah, pendapatan per kapita
dan data lain yang bersifat ekonomi, kemudian dihubungkan dengan kebutuhan
energi.
III.2.3.1. Pendekatan Model Ekonometri
Komponen utama dari analisis dengan model ekonometri adalah pada data
masukkan atau variabel yang bersifat ekonomi yang kemudian dihubungkan
dengan tingkat kebutuhan energi listrik. Kelebihan dari model ini adalah tidak
terlalu banyaknya data yang harus digunakan sebagai variabel input. Biasanya
proyeksi kebutuhan energi listrik dengan pendekatan model ini tidak
memperhitungkan secara detail teknologi yang digunakan dalam
ketenagalistrikan.
Sebagian besar dari model ekonometri mendasarkan perhitungan bidang
energi pada fungsi Cobb-Douglas seperti pada persamaan (3.1)[8].
18
E = aYα P-β (3.1)
Di mana,
E = kebutuhan energi (permintaan energi/energy demand)
Y = pendapatan (income)
P = harga energi
a = koefisien
α = elastisitas pendapatan dari permintaan energi
β = elastisitas harga energi dari permintaan energi
Dari persamaan (3.1) menunjukkan adanya faktor elastisitas harga energi
dan pendapatan. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan tingkat kebutuhan
energi sebagai hasil dari perubahan pendapatan dan harga energi dalam
pendekatan menggunakan model ekonometri.
III.2.3.2. Pendekatan Proses
Pendekatan proses secara umum tidak bisa digunakan untuk bidang di luar
energi. Hal ini karena dalam pendekatan model ini menguraikan aliran energi dari
awal hingga akhir permintaan. Proses yang dilalui mulai dari ekstraksi sumber
daya energi, penyulingan, konversi, transportasi, penimbunan, transmisi dan
distribusi menjadi variable yang diperhitungkan. Kelemahannya adalah tidak
adanya variabel dari faktor ekonomi sehingga tidak terjadi interaksi antara
ekonomi dan energi[9]. Oleh sebab itu hasilnya belum bisa secara tegas digunakan
dalam kebijakan yang berhubungan dengan bidang ekonomi. Manfaat yang
menjadi keunggulan dari pendekatan proses adalah mudah mengakomodasi bahan
bakar tradisional, dapat dilakukan dengan perhitungan sederhana dan metode
paling cocok dalam menguraikan alternatif teknologi yang ada saat ini.
III.2.3.3. Pendekatan Trend
Pendekatan trend dilakukan dengan melakukan proyeksi berdasarkan data
historis di masa lalu. Data tersebut kemudian diekstrapolasikan berdasarkan
kecenderungan yang terjadi. Bisa dihubungkan dangan rata-rata dari data tersebut
maupun dengan memilih jenis kurva yang diinginkan. Keunggulannya adalah data
19
yang diperlukan bersifat sederhana. Namun, ada juga kelemahannya terutama
karena tidak dapat menggambarkan perubahan struktural yang terjadi dari masing-
masing variabel yang berpengaruh baik untuk faktor teknologi maupun ekonomi.
Selain itu, ada kecenderungan bahwa kejadian di masa lalu tidak secara tegas akan
menggambarkan kondisi pada masa yang akan datang[9].
III.2.3.4. Pendekatan end-use
Model pendekatan end-use juga dikenal sebagai pendekatan engineering
model. Pendekatan ini akan lebih detail walaupun secara perhitungan
menggunakan fungsi yang lebih sederhana. Pertimbangan teknologi yang
digunakan dalam proses aliran energi juga menjadi variabel perhitungan.
Pendekatan ini sangat cocok untuk keperluan proyeksi efisiensi energi karena
dimungkinkan untuk secara eksplisit mempertimbangkan perubahan teknologi dan
tingkat pelayanan.
Permintaan energi dari masing-masing kegiatan merupakan produk dari dua
faktor, yaitu tingkat aktivitas (layanan energi) dan intensitas energi (penggunaan
energi per unit layanan energi). Selain itu, permintaan total maupun permintaan
energi sektoral dipengaruhi oleh rincian kegiatan yang berbeda yang membentuk
komposisi, atau struktur permintaan energi[8].
. 3.2
Dimana,
Qi = jumlah dari layanan energi i
Ii = intensitas penggunaan energi untuk layanan energi i
Jumlah aktivitas energi Qi tergantung pada beberapa faktor, termasuk di
dalamnya jumlah populasi, proporsi penggunaan akhir energi, pola konsumsi
energi, dan pada keadaan tertentu di mana diperlukan pembagian pada klasifikasi
pengguna atau pelanggan. Pada penelitian ini akan menggunakan pendekatan
trend dan end-use.
20
III.2.4. Teori Permintaan dan Penawaran
III.2.4.1. Pergeseran Kurva Permintaan
Permintaan dan penawaran adalah model ekonomi yang berdasarkan pada
harga, utilitas dan kuantitas pasar. Hal itu berarti bahwa harga berfungsi sebagai
tolok ukur perhitungan kuantitas permintaan dari pelanggan, jumlah penawaran
dari produsen, kemudian akan menghasilkan keseimbangan ekonomi dari harga
dan kuantitas. Peningkatan jumlah yang diproduksi atau permintaan biasanya akan
mengakibatkan penurunan harga dan juga berlaku sebaliknya[8].
Gambar 3.1 Pergeseran kurva permintaan
dimana
D : kurva permintaan (Demand)
S : kurva penawaran (Supply)
Q : kuantitas equilibrium (Equilibrium Quantity)
P : harga equilibrium (Equilibrium Price)
Ketika konsumen meningkatkan kuantitas yang diminta pada harga tertentu,
ini disebut sebagai peningkatan permintaan. Peningkatan permintaan dapat
digambarkan pada grafik sebagai kurva yang bergeser ke luar. Pada setiap titik
harga, kuantitas yang lebih besar yang dituntut, sebagai ditampilkan dari awal D1
kurva ke kurva baru D2. Dalam Gambar 3.1, menunjukkan meningkatnya harga
ekuilibrium dari P1 ke P2 yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan kuantitas
ekuilibrium dari Q1 ke Q2 yang lebih tinggi. Sebuah pergerakan sepanjang kurva
digambarkan sebagai sebuah "perubahan dalam kuantitas yang diminta" untuk
membedakannya dari sebuah "perubahan permintaan," yaitu pergeseran
21
kurva. Dalam contoh di atas, telah terjadi peningkatan permintaan yang telah
menyebabkan peningkatan (ekuilibrium) kuantitas. Peningkatan permintaan juga
bisa datang dari perubahan selera dan mode, pendapatan, melengkapi dan
pengganti perubahan harga, ekspektasi pasar, dan jumlah pembeli. Hal ini akan
menyebabkan seluruh kurva permintaan bergeser mengubah harga dan kuantitas
ekuilibrium.
Jika permintaan berkurang, maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu
pergeseran kurva ke dalam. Jika permintaan dimulai pada D2, dan menurun
hingga D1, harga akan berkurang, dan kuantitas akan berkurang. Ini adalah efek
dari perubahan permintaan. Kuantitas yang ditawarkan pada masing-masing harga
adalah sama seperti pada perubahan permintaan sebelumnya (baik pada Q1 dan
Q2). Perbedaannya terletak pada ekuilibrium kuantitas, harga dan permintaan.
Pada setiap titik, jumlah yang lebih besar dituntut untuk dipenuhi (bila ada
pergeseran dari D1 ke D2).
Kurva permintaan "bergeser" karena harga non-determinan dari permintaan
telah berubah. Secara grafis, pergeseran ini disebabkan oleh perubahan dalam x-
intercept. Sebuah pergeseran dalam kurva permintaan akibat perubahan harga
non-determinan dari permintaan akan mengakibatkan pasar berada dalam keadaan
non-ekuilibrium. Jika kurva permintaan bergeser keluar, hasilnya akan menjadi
berkurang, kuantitas permintaan dengan harga pasar yang baru akan melebihi
kuantitas yang ditawarkan. Jika kurva permintaan bergeser ke dalam, maka terjadi
surplus karena kuantitas penawaran dengan harga pasar yang baru akan melebihi
jumlah yang diminta. Proses di mana kesetimbangan baru terbentuk bukan bagian
dari statika komparatif. Jawaban terhadap isu-isu tentang kapan, apa dan
bagaimana keseimbangan baru akan dibentuk adalah isu-isu yang ditangani oleh
model stokastik dinamika ekonomi.
III.2.4.2. Pergeseran Kurva Penawaran
Ketika perubahan biaya penawaran untuk suatu output, kurva penawaran
bergeser ke arah yang sama. Gambar 3.2 menyajikan kurva penawaran
bergeser. Produsen akan bersedia untuk menyediakan lebih banyak produk di
22
setiap harga dan ini menggeser kurva penawaran ke luar S1 ke S2, mewakili
kenaikan penawaran. Peningkatan pasokan ini menyebabkan harga ekuilibrium
untuk penurunan dari P1 ke P2. Kuantitas ekuilibrium meningkat dari Q1 ke Q2
sebagai hasil dari kuantitas permintaan yang meluas pada harga baru yang lebih
rendah. Dalam pergeseran kurva penawaran, harga dan kuantitas bergerak dalam
arah yang berlawanan.
Gambar 3.2 Pergeseran kurva penawaran[8]
dimana
D : kurva permintaan (Demand)
S : kurva penawaran (Supply)
Q : kuantitas equilibrium (Equilibrium Quantity)
P : harga equilibrium (Equilibrium Price)
Jika kuantitas yang ditawarkan berkurang pada harga tertentu, maka yang
terjadi adalah sebaliknya. Jika kurva penawaran dimulai pada S2, dan bergeser ke
kiri untuk S1, permintaan menyempit, harga ekuilibrium akan meningkat, dan
kuantitas keseimbangan akan berkurang. Ini adalah efek perubahan pasokan.
Kuantitas yang diminta pada tiap harga adalah sama seperti sebelum terjadi
pergeseran (baik pada Q1 dan Q2). Pada keadaan ekuilibrium kuantitas, harga dan
suplai berubah.
III.2.5. Perangkat Lunak untuk Perencanaan Energi[15]
Energi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pada decade terakhir perhatian terhadap isu energi semakin meningkat
bersamaan dengan isu lingkungan. Oleh karena itu, muncul banyak perangkat
23
lunak yang dapat digunakan sebagai media dalam melakukan perencanaan energi.
Developer yang menyediakan program untuk ini juga muncul dari berbagai
kalangan, dari akademisi hingga pelaku usaha, dan dari yang bersifat profit
sampai non-profit.
III.2.5.1. Cities for Climate Protection Software (CCP)
CCP adalah sebuah perangkat lunak yang dirancang terutama untuk
membantu anggota ICLEI untuk Kampanye Perlindungan Iklim (Climate
Protection Campaign) mengembangkan rencana aksi iklim lokal. ICLEI adalah
Dewan Internasional untuk Inisiatif Lingkungan Lokal (International Council for
Local Environmental Initiatives). Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk
mengembangkan persediaan emisi gas rumah kaca untuk kota-kota berdasarkan
penggunaan energi dan limbah generasi. Selain itu juga dapat digunakan untuk
membantu menghitung penghematan keuangan, pengurangan polutan udara dan
manfaat lain dari strategi pengurangan emisi gas rumah kaca.
III.2.5.2. COMPEED XL
XL COMPEED Excel berbasis biaya-manfaat dan efektivitas biaya toolbox
untuk pribadi dan pengambil keputusan publik. Program ini dirancang untuk
melakukan berorientasi eksternalitas techno-proyek energi ekonomi analisis.
Untuk pembuat kebijakan, COMPEED dapat digunakan untuk membandingkan
proyek-proyek yang berbeda dan panjang, sehingga memungkinkan untuk
menentukan prioritas di antara berbagai alternatif. Bagi investor finansial,
COMPEED dapat digunakan untuk studi investasi swasta, sehingga dapat untuk
memperhitungkan keputusan "go-no-go". COMPEED menawarkan biaya-manfaat
dan analisis efektivitas biaya yang didasarkan pada berbagai manfaat dan biaya
penting yang mengelilingi sebuah keputusan, termasuk sumber daya energi,
pembayaran, biaya fiskal. Selain itu, program ini juga dapat menggabungkan efek
dari waktu ke waktu, membuat proyek-proyek atau program yang memiliki
perbedaan kondisi pada variabel keuangan atau sumber-sumber ekonomi.
24
III.2.5.3. EnergyPLAN
EnergyPLAN adalah sebuah alat berbasis Windows yang dibuat untuk
membantu dalam desain nasional atau regional tentang strategi perencanaan
energi. Program ini menggunakan model deterministik masukan/keluaran. Secara
umum, inputnya berupa data sumber energi terbarukan, kapasitas stasiun energi,
biaya dan sejumlah pilihan yang berbeda menekankan pada strategi peraturan
impor/ekspor dan kelebihan produksi listrik. Hasil/keluaran yang dihasilkan
berupa keseimbangan energi dan hasil produksi tahunan, konsumsi bahan bakar,
impor/ekspor listrik, dan biaya total termasuk pendapatan dari pertukaran listrik.
EnergyPLAN telah diterapkan di Denmark dan sejumlah negara Eropa lainnya.
Ini adalah model deterministik dengan menggunakan beban simulasi per jam
untuk satu tahun.Model ini mampu mengoptimalkan pengoperasian sistem
tertentu di semua bahan bakar yang bertentangan dengan model-model yang
mengoptimalkan dalam sistem investasi. EnergyPLAN didasarkan pada
pemrograman sebagai lawan dari iterasi, pemrograman dinamis atau alat
matematika lanjutan.
III.2.5.4. Energy Costing Tool
Sebagai pengakuan atas peran penting yang dimainkan energi dalam
mencapai MDGs, UNDP Program Energi Berkelanjutan (UNDP's Sustainable
Energy Programme ) telah mengembangkan seperangkat alat untuk membantu
perhitungan energi utama ke dalam MDGs berbasis strategi pembangunan
nasional. Sebuah bagian penting dari MDG pengembangan berbasis strategi
pembangunan nasional adalah penetapan biaya MDG, yang secara spesifik
menghitung keuangan dan sumber daya manusia yang diperlukan, serta
infrastruktur yang diperlukan, untuk memenuhi MDGs. Perangkat biaya energi
telah dirancang secara khusus untuk membantu pemerintah perencana dan
pengambil keputusan memperkirakan jumlah dan jenis investasi energi yang
dibutuhkan untuk memenuhi MDGs. Hasil penilaian tersebut dapat membentuk
dasar bagi negara berkembang strategi khusus untuk memenuhi MDGs pada tahun
25
2015. Selain itu, menyediakan kerangka kerja bagi penganggaran yang transparan
terhadap pengeluaran publik untuk memenuhi MDGs.
III.2.5.5. ENPEP (The Energy and Power Evaluation Program)
ENPEP adalah satu alat analisis energi, lingkungan, dan ekonomi yang
memiliki 10 set modul. ENPEP dikembangkan oleh Argonne National Laboratory
Amerika Serikat dengan dukungan dari US Department of Energy. Beberapa
modul ENPEP dikembangkan oleh dan merupakan properti dari Badan Energi
Atom Internasional (IAEA).ENPEP dapat digunakan untuk mengevaluasi seluruh
sistem energi (penawaran dan sisi permintaan), melakukan analisis rinci dari
sistem tenaga listrik, dan mengevaluasi dampak lingkungan dari strategi energi
yang berbeda. Setiap modul memiliki keterkaitan otomatis dengan modul ENPEP
lain serta kemampuan berdiri sendiri.
III.2.5.6. HOMER
Homer menyederhanakan tugas mengevaluasi pilihan desain baik untuk off-
grid dan grid-connected untuk pengendalian, stand-alone, dan aplikasi distribusi
hasil pembangkitan. Homer memiliki optimasi dan algoritma analisis sensitivitas
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kelayakan ekonomi dan teknis dari
sejumlah besar pilihan teknologi dan untuk memperhitungkan variasi dalam biaya
teknologi serta ketersediaan sumber daya energi. Homer dapat memodelkan
berbagai teknologi energi konvensional dan teknologi energi terbarukan. Sumber
daya yang dapat dimodelkan meliputi panel surya (PV), turbin angin, mikrohidro,
solar, bensin, biogas, microturbines dan bahan bakar sel.
III.2.5.7. LEAP (Long-range Energy Alternatives Planning)
LEAP adalah perangkat yang sangat komprehensif dalam merencanakan
energi. Banyak variabel yang bisa menjadi input variabel seperti pendapatan
(PDRB), populasi, teknologi, hingga proyeksi permintaan. Untuk selengkapnya
tentang LEAP akan dibahas di bagian lain dalam bab ini.
26
III.2.5.8. MESSAGE
MESSAGE digunakan untuk merumuskan dan mengevaluasi strategi
pasokan energi alternatif di bawah yang ditetapkan pengguna yang berbeda dan
kendala fisik. Contohnya antara lain membatasi investasi baru, tingkat penetrasi
pasar untuk teknologi baru, ketersediaan dan perdagangan bahan bakar, emisi
lingkungan, dll. MESSAGE sangat fleksibel dan dapat juga digunakan untuk
menganalisa energi/listrik pasar dan isu perubahan iklim. Model ini memiliki
karakteristik yang sama model sebagai MARKAL, EFOM dan KALI. MESSAGE
dapat memilih biaya yang paling efektif dan sistem teknologi termasuk sistem
distribusi energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan layanan energi yang
sudah ditentukan. Tidak seperti model optimasi lain, aplikasi ini tidak
memerlukan pembelian GAMS, atau solver komersial. Di dalamnya sudah
tersedia Linear Programming (LP) sebagai solver gratis.
III.2.5.9. RETScreen
RETScreen International Clean Energy Project Analysis Software dapat
digunakan di seluruh dunia untuk mengevaluasi produksi energi, biaya siklus-
hidup dan pengurangan emisi gas rumah kaca untuk berbagai jenis hemat energi
dan teknologi energi terbarukan (RETs). Software ini juga mencakup produk,
biaya dan database cuaca. The RETScreen International Online Product Database
menyediakan akses informasi ke lebih dari 1.000 produsen teknologi energi bersih
di seluruh dunia, termasuk situs web dan internet langsung link dari dalam
perangkat lunak dan RETScreen dari Situs Marketplace. Selain itu, database
menyediakan akses ke sejumlah produsen produk yang terkait dengan data kinerja
dan spesifikasi produk. Data ini dapat "disisipkan" ke sel-sel yang relevan dalam
perangkat lunak RETScreen. Perangkat lunak RETScreen ini termasuk modul
untuk mengevaluasi energi angin, hydro kecil, tenaga surya fotovoltaik (PV),
gabungan panas dan tenaga, biomassa pemanas, pemanas air matahari, pemanas
tenaga surya pasif dan pendinginan.
27
III.2.5.10. SUPER
SUPER adalah model yang berguna untuk studi perencanaan koneksi energi
dalam kurun waktu beberapa tahun. Parameter yang digunakan seperti hydro-risk,
fitur reservoir, pertumbuhan permintaan, karakteristik parameter per jam,
konservasi energi dan program pengelolaan beban, biaya bahan bakar, periode
pelaksanaan proyek, interkoneksi, dll. Program ini digunakan oleh lebih dari 10
negara, oleh entitas perencanaan listrik nasional, regulasi sektor listrik dan
lembaga kontrol, konsultan, serta perusahaan pembangkitan dan transmisi.
III.2.5.11. TIMES/MARKAL
MARKAL (Market Allocation) adalah perangkat untuk pemodelan terkait
dengan energi, ekonomi dan lingkungan. Hal ini dikembangkan sebagai upaya
kolaborasi yang berada di bawah pengawasan Badan Energi Internasional
Teknologi Energi Program Analisis Sistem (ETSAP). MARKAL adalah model
generik yang disesuaikan dengan data input untuk mewakili perubahan selama
periode tertentu, biasanya 20-50 tahun dari energi spesifik-sistem lingkungan di
tingkat nasional, regional, negara bagian atau provinsi, maupun tingkatan tertentu
dalam masyarakat. Sistem yang ada direpresentasikan sebagai jaringan,
menggambarkan semua kemungkinan aliran energi dari ekstraksi sumber daya,
melalui transformasi energi dan perangkat dalam pengguna akhir (end-use), dan
berguna untuk pemenuhan permintaan energi. Setiap link dalam jaringan dicirikan
oleh satu set koefisien teknis (misalnya, kapasitas, efisiensi), koefisien emisi
lingkungan (misalnya, CO2, Sox, Nox), dan koefisien ekonomi (misalnya, biaya
modal, tanggal komersialisasi). Banyak pilihan sistem jaringan energi atau
Referensi Energy Systems (RES) yang layak untuk setiap jangka waktu
tertentu. MARKAL mampu menemukan RES terbaik untuk setiap jangka waktu
dengan memilih serangkaian pilihan yang meminimalkan total biaya untuk
masing-masing sistem perencanaan. Banyak model yang terpadu di dalam
perangkat lunak ini sehingga akan memperoleh banyak pilihan alternatif.
28
Data secara lengkap tentang spesifikasi dan informasi perangkat lunak untuk
perencanaan energi ada di bagian lampiran. Dalam penelitian ini akan
menggunakan perangkat lunak LEAP.
III.3. Perangkat Lunak LEAP
Sumber pembahasan mengenai LEAP ini merupakan rangkuman kombinasi
dari sumber [6,7,8,9,15,16]. LEAP adalah alat pemodelan dengan skenario
terpadu yang komprehensif berbasis pada lingkungan dan energi. LEAP mampu
merangkai skenario untuk berapa konsumsi energi yang dipakai, dikonversi dan
diproduksi dalam suatu sistem energi dengan berbagai alternatif asumsi
kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi, harga dan sebagainya. Hal ini
memudahkan untuk pengguna aplikasi ini memperoleh fleksibilitas, transparansi
dan kenyamanan.
LEAP bukan hanya merupakan sebuah alat hitung dan analisis, tetapi juga
dapat menyesuaikan keinginan pengguna dengan menentukan model perhitungan
lain berbasis ekonometri. Pengguna dapat melakukan kombinasi dan
mencocokkan metodologi ini seperti yang diperlukan dalam suatu
analisis. Sebagai contoh, pengguna dapat membuat top-down proyeksi permintaan
energi di satu sektor yang didasarkan pada beberapa indikator makroekonomi
(harga, PDB), sekaligus menciptakan dengan rinci perkiraan bottom-up
berdasarkan analisis pengguna akhir (end-use) di sektor lain.
LEAP mendukung untuk proyeksi permintaan energi akhir maupun
permintaan pada energi yang sedang digunakan secara detail termasuk cadangan
energi, transportasi, dan lain sebagainya. Pada sisi penawaran, LEAP mendukung
berbagai metode simulasi untuk pemodelan baik perluasan kapasitas maupun
proses pengiriman dari pembangkit. Di dalam LEAP terdapat database
Teknologi dan Lingkungan Database (TED) berisi data mengenai biaya, kinerja
dan faktor emisi lebih dari 1000 teknologi energi. LEAP dapat digunakan untuk
menghitung profil emisi dan juga dapat digunakan untuk membuat skenario emisi
dari sektor non- energi (misalnya dari produksi semen, perubahan penggunaan
lahan, limbah padat, dll).
29
LEAP memiliki fitur yang dirancang untuk membuat dan menciptakan
skenario, mengelola dan mendokumentasikan data dan asumsi, serta melihat
laporan hasil dengan mudah dan fleksibel. Sebagai contoh, struktur data utama
LEAP secara intuitif ditampilkan sebagai hirarki "pohon" (tree) yang dapat diedit
dengan “menyeret dan menjatuhkan” (drag and drop) atau copy dan paste setiap
“cabang” (branch) yang ada. Tabel standar neraca energi dan diagram Reference
Energy System (RES) secara otomatis digenerasi dan terus disinkronisasi
bersamaan dengan pengguna (user) mengedit pohon. Hasil tampilan adalah
laporan yang digenerasikan dengan sangat kuat sehingga mampu menghasilkan
ribuan laporan dalam bentuk diagram atau tabel.
LEAP dirancang untuk dapat bekerja secara terhubung dengan produk
Microsoft Office (Word, Excel, PowerPoint) sehingga mudah untuk impor, ekspor
dan menghubungkan ke data serta model yang dibuat di tempat lain. Perancang
program aplikasi ini adalah dari Stokholm Environment Institute (SEI) dan
memiliki komunitas yang saling berinteraksi yaitu COMMEND (Community for
Energy Environment and Development). Administrator dan moderatornya adalah
Dr. Charles Heaps.
III.3.1. Bagian-bagian LEAP
Ketika pertama membuka aplikasi LEAP, maka akan muncul tampilan seperti
pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Tampilan LEAP
Perangkat lunak LEAP yang digunakan adalah keluaran tahun 2008 seri
2008.0.0.65, Dictionary Version 285. Lisensi yang digunakan adalah lisensi untuk
30
pendidikan seperti ditunjukkan pada lampiran. Bagian-bagian menu yang ada
pada tampilan windows sangat mudah dimengerti dan dapat disesuaikan
bahasanya sesuai yang tersedia pada Operating System Windows yang digunakan.
LEAP memiliki beberapa terminologi umum, di antaranya sebagai berikut :
Area : sistem yang sedang dikaji (contoh : negara atau wilayah)
Current Accounts : data yang menggambarkan Tahun Dasar (tahun awal) dari
jangka waktu kajian.
Scenario : sekumpulan asumsi mengenai kondisi masa depan
Tree : diagram yang merepresentasikan struktur model yang disusun seperti
tampilan dalam Windows Explorer. Tree terdiri atas beberapa Branch. Terdapat
empat Branch utama, yaitu Driver Variable, Demand, Transformation, dan
Resources. Masing-masing Branch utama dapat dibagi lagi menjadi beberapa
Branch tambahan (anak cabang).
Branch : cabang atau bagian dari Tree, Branch utama ada empat, yaitu Modul
Variabel Penggerak (Driver Variable), Modul Permintaan (Demand), Modul
Transformasi (Transformation) dan Modul Sumber Daya Energi (Resources).
Expression : formula matematis untuk menghitung perubahan nilai suatu variabel.
Saturation : perilaku suatu variabel yang digambarkan mencapai suatu kejenuhan
tertentu. Persentase kejenuhan adalah 0% ≤ X ≤ 100%. Nilai dari total persen
dalam suatu Branch dengan saturasi tidak perlu berjumlah 100%.
Share : perilaku suatu variabel yang mengambarkan mencapai suatu kejenuhan
100%. Nilai dari total persen dalam suatu Branch dengan Share harus berjumlah
100%.
LEAP terdiri dari 4 modul utama yaitu Modul Variabel Penggerak (Driver
Variable) yang dalam versi baru disebut juga Key Assumptions, Modul
Permintaan (Demand), Modul Transformasi (Transformationn) dan Modul
Sumber Daya Energi (Resources). Proyeksi penyediaan energi dilakukan pada
Modul Transformasi dan Modul Sumber Daya Energi. Sebelum memasukkan data
ke dalam Modul Transformasi untuk diproses, terlebih dahulu dimasukkan data
cadangan sumber energi primer dan sekunder ke Modul Sumber Daya Energi
yang akan diakseskan ke Modul Transformasi. Demikian juga data permintaan
31
dengan beberapa skenario yang telah dimasukkan ke dalam Modul Permintaan,
diakseskan ke Modul Transformasi. Pada penelitian ini hanya akan menggunakan
2 modul yaitu modul variabel penggerak dan modul demand. Hal ini karena data
yang ada dan kondisi Kabupaten Sleman yang tidak memiliki penyediaan energi
mandiri. Struktur model LEAP ditunjukkan oleh Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Struktur model LEAP
III.3.2. Modul Variabel Penggerak (Driver Variable/Key Assumptions)
Modul variabel penggerak (Driver Variable) yang cabangnya dinamakan
dengan cabang “Key Assumptions” digunakan untuk menampung parameter-
parameter umum yang dapat digunakan pada Modul Permintaan maupun Modul
Transformasi. Parameter umum ini misalnya adalah jumlah penduduk, PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto), jumlah rumah tangga, intensitas energi,
tingkat aktivitas dan sebagainya. Modul Variabel Penggerak bersifat komplemen
terhadap modul yang lain. Pada model yang sederhana dapat saja modul ini tidak
digunakan.
32
III.3.3. Modul Permintaan (Demand)
Modul Permintaan (Demand)digunakan untuk menghitung permintaan
energi. Analisis yang digunakan dalam model ini menggunakan metode yang
didasarkan pada pendekatan end-use (pengguna akhir) secara terpisah untuk
masing-masing sektor pemakai (dalam penelitian ini dengan sektor tarif) sehingga
diperoleh jumlah permintaan energi per sektor pemakai dalam suatu wilayah pada
rentang waktu tertentu. Informasi mengenai variabel ekonomi, demografi dan
karakteristik pemakai energi dapat digunakan untuk membuat alternatif skenario
kondisi masa depan sehingga dapat diketahui hasil proyeksi dan pola perubahan
permintaan energi berdasarkan skenario-skenario tersebut. Sedangkan penentuan
proyeksinya menggunakan trend yang terjadi dalam beberapa waktu yang
ditentukan. Dalam penelitian ini menggunakan data tahun 2006 s/d 2008 (3
tahun).
Analisis permintaan energi dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis berdasarkan aktivitas (Activity Level Analysis). Pada metode ini jumlah
permintaan energi dihitung sebagai hasil perkalian antara aktivitas energi dengan
intensitas energi (jumlah energi yang digunakan per unit aktivitas). Metode ini
terdiri atas dua model analisis yaitu Analisis Permintaan Energi Final (Final
Energy Demand Analysis) dan Analisis Permintaan Energi Terpakai (Useful
Energy Demand Analysis).
III.3.3.1. Analisis Permintaan Energy Final (Final Energy Demand Analysis)
Permintaan energi dihitung sebagai hasil perkalian antara aktivitas total
pemakaian energi dengan intensitas energi pada setiap cabang teknologi
(technology branch). Dalam bentuk persamaan matematika perhitungan
permintaan energi menggunakan final energy demand analysis adalah :
Db,s,t = TAb,s,t × EIb,s,t (3.3)
di mana D adalah Permintaan (Demand), TA adalah aktivitas total (Total
Activity), EI adalah Intensitas Energi (Energy Intensity), b adalah “cabang”
(branch), s adalah tipe skenario (scenario), dan t adalah tahun di mana dilakukan
perhitungan (mulai tahun dasar hingga tahun akhir perhitungan). Intensitas energi
33
merupakan rata-rata tahunan konsumsi energi (Energy Consumption=EC) per unit
aktivitas (activity level). Secara matematik ditunjukkan dengan persamaan (3.4).
3.4
Aktivitas total teknologi adalah hasil dari activity level pada semua cabang
teknologi yang akan mempengaruhi demand branch.
TAb,s,t = Ab’,s,t × Ab’’,s,t × Ab’’’,s,t……. (3.5)
dimana Ab adalah level aktivitas pada cabang tertentu b, b’ adalah induk dari
cabang b, b’’ induk cabang b’, dan seterusnya.
III.3.3.2. Analisis Permintaan Energi Terpakai (Useful Energy Demand
Analysis)
Pada metode ini, intensitas energi ditentukan pada cabang Intensitas Energi
Gabungan (Aggregate Energy Intensity Branch), bukan pada cabang Teknologi
(Technology Branch). Pada tahun dasar, ketika digunakan 2 metode sekaligus
(yakni Final Energy Demand dan Useful Energy Demand), maka intensitas energi
untuk tiap cabang teknologi adalah ditunjukkan seperti pada Persamaan (3.6).
UEb.0 = EIAG,0 × FSb,0 × EFFb,0 (3.6)
dimana UEb.0 adalah useful energy intensity cabang b pada tahun dasar, EIAG,0
adalah final energy intensity cabang intensitas energi gabungan pada tahun dasar, FSb,0 adalah fuel share cabang b pada tahun dasar, dan EFFb,0 adalah efisiensi
cabang b pada tahun dasar.
Intensitas energi terpakai dari cabang intensitas energi gabungan adalah
penjumlahan dari intensitas energi terpakai pada setiap cabang teknologi. Dalam
persamaan matematika ditulis seperti Persamaan (3.7).
, ,
..
3.7
Bagian aktivitas (activity share) yakni bagian aktivitas suatu teknologi pada
suatu cabang teknologi terhadap aktivitas teknologi cabang intensitas energi
gabungan ditunjukkan oleh Persamaan (3.8).
34
,,
, (3.8)
dimana ASb,0 = activity share cabang b pada tahun dasar.
III.4. Elastisitas Energi
Elastisitas energi adalah perbandingan pertumbuhan konsumsi energi
terhadap pertumbuhan produk atau keluaran (∆ konsumsi energi terhadap ∆
produk atau keluaran) [12]. Menurut [13], elastisitas energi yakni perbandingan
pertumbuhan konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi. Semakin rendah
angka elastisitas, semakin efisien pemanfaatan energinya. Elastisitas energi
merupakan perbandingan antara pertumbuhan konsumsi intensitas energi terhadap
GDP (Gross National Product) [14]. Secara matematik dapat ditulis dengan
Persamaan (3.9).
3.9
Dengan pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi 5% per tahun dan
pertumbuhan konsumsi listrik 6% per tahun, angka elastisitas energi Indonesia
lebih dari 1,sedangkan rata-rata di negara maju berada di angka 0,5. Pertumbuhan
ekonominya dua kali lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi listrik [13].
35
BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN
IV.1. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Alat penelitian
No Nama Alat Spesifikasi Fungsi
1 Notebook/Laptop Pentium® Dual-Core CPU T4200@2,00 GHz(2CPUs), RAM 1GB, Operating System Windows XP SP3
Perangkat keras(hardware) untuk pengolahan data dan simulasi.
2 Microsoft Access Microsoft Office Access 2007
Sebagai alat pengolahan data awal dari PLN
3 Microsoft Excel Microsoft Office Excel 2007
Sebagai perangkat lunak pengolahan data (shorting) setelah pengolahan dengan Microsoft Access.
4 LEAP (Long-range Energy Alternative Planning)
LEAP seri 2008.0.0.65, Dictionary Version 285, Borland Database Engine System : 5,00, Lisence:akhisuhono
Sebagai perangkat lunak untuk simulasi dan proyeksi permintaan energi listrik Kabupaten Sleman.
5 Microsoft Word Microsoft Office Word 2007
Sebagai perangkat lunak dalam penyusunan laporan.
6 Alat Tulis Kertas dan Pulpen Melakukan pencatatan terhadap semua hal yang berkaitan dengan penelitian.
36
Gambar 4.1 .Spesifikasi Notebook sebagai alat penelitian
Gambar 4.2. Lisensi serial Perangkat Lunak LEAP
Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini ditunjukkan oleh Tabel 4.2.
37
Tabel 4.2. Bahan Penelitian
No Nama Sumber Data Keterangan
1 Data Jumlah Pelanggan PLN wilayah Kabupaten Sleman
PT PLN (Persero) APJ Yogyakarta
Data per bulan Juni tahun 2006-2009 dalam format Microsoft Access
2 Data Konsumsi Listrik Kabupaten Sleman
PT PLN (Persero) APJ Yogyakarta
Data per bulan Juni tahun 2006-2009 dalam format Microsoft Access
3 Data Daya Terpasang Listrik Kabupaten Sleman
PT PLN (Persero) APJ Yogyakarta
Data per bulan Juni tahun 2006-2009 dalam format Microsoft Access
4 Data PDRB Kabupaten Sleman
BPS-Bappeda Sleman
Data dalam bentuk Buku Laporan
5 Data Administrasi Kewilayahan Kabupaten Sleman
BPS-Bappeda Sleman
Data dalam bentuk Buku Laporan terdiri nama Dusun & Desa
6 Data Kependudukan Kabupaten Sleman
BPS-Bappeda Sleman
Data dalam bentuk Buku Laporan
IV.2 Tata Laksana Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dilakukan dengan enam tahap sebagai
berikut:
IV.2.1. Studi Pustaka
Sebelum melakukan penelitian maka perlu dilakukan studi pustaka. Studi
pustaka dilakukan untuk memperoleh teori mengenai perencanaan energi,
perangkat lunak LEAP, data-data variabel yang mempengaruhi tingkat konsumsi
energi listrik dan referensi lain yang mendukung dalam penelitian. Sumber
pustaka diperoleh baik melalui buku teks, literature dari internet, jurnal, makalah,
laporan teknis, tesis, skripsi, maupun peraturan perundangan dan dokumen
perencanaan pengembangan dari Kabupaten Sleman.
38
IV.2.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi beberapa instansi terkait
seperti PT PLN APJ Yogyakarta, BAPPEDA Kabupaten Sleman, BPS Kabupaten
Sleman dan melibatkan beberapa instansi seperti PLN UPJ Sedayu, PLN UPJ
Sleman, PLN UPJ Kalasan dan Depertemen Energi dan Sumber Daya Mineral
DIY.
IV.2.3. Pengolahan Data
Pengolahan data yang sudah diperoleh dilakukan dalam 2 tahap yaitu
pengelompokan data dan perhitungan data untuk simulasi.
IV.2.3.1. Pengelompokan Data
Data yang sudah diperoleh dari BPS dan BAPPEDA Sleman berupa data
kependudukan dan PDRB. Secara lengkap ditunjukkan oleh Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Data PDRB Kabupaten Sleman 2003-2007[17]
PDRB Harga Berlaku(juta Rp) Harga Konstan(juta Rp)
Rata-rata yang diambil untuk perhitungan 400.74 (W/m2)
Sebagian dari panel surya yang telah dipasang di wilayah Kabupaten
Sleman menggunakan panel surya merk KYOCERA(berada di Kecamatan
Tempel dan Prambanan) dengan jumlah total mencapai 30 unit. Di Kecamatan
Tempel terdapat 17 unit dan di Kecamatan Prambanan 13 unit ditambah beberapa
84
unit jenis PV yang lain. Dari hasil penelitian[20] diperoleh bahwa sebagian besar
panggunaan SHS di Kabupaten Sleman menghasilkan 70-100 Watt-jam per hari.
Untuk perhitungan daya output yang digunakan adalah Insolasi harian (IH)
sehingga diperoleh nilai IH sebesar 2,6 kWh/m2/hari. Nilai ini diperoleh dengan
mengambil asumsi nilai insolasi radiasi matahari ≈ 400,7 W/m2, rata-rata
intensitas 0,8 dari maksimum, dan lama penyinaran rata-rata 8 jam. Nilai 0,8
diperoleh akibat adanya rugi-rugi karena pengaruh lingkungan.
Maka, telah didapatkan nilai-nilai untuk menghitung besarnya daya yang
bisa dihasilkan PV, yaitu :
Wp1 : 54 W (untuk nilai Irradian 1000 W/m2 – sesuai spesifikasi PV)
Wp2 : 38 W (untuk nilai Irradian 800 W/m2 – sesuai spesifikasi PV)
IH : 2,6 kWh/m2/hari
η : 14 % (asumsi karena setiap pengurangan nilai irradians akan
mempengaruhi nilai efisiensi – berkurangnya Irradians dari 1000
W/m2 menjadi 200 W/m2 mengakibatkan berkurangnya efisiensi
hingga 6,2 % seperti yang tercantum dalam spesifikasi)
Sedangkan nilai PSH dapat dihitung dengan persamaan (5.1)
PSH = ΣĪ.Δt/IR (5.1)
Dengan nilai Ī = 400,7 W/m2 dan Δt = 1 jam (karena pengukuran dilakukan
tiap 1 jam), dan lama penyinaran matahari diasumsikan 10 jam per hari, maka
PSH1 = Σ(400,7 W/m2.1)/ 1000 W/m2 (STC)
= 10 (400,7 W/m2.1 Jam)/ 1000 W/m2
= 4,007 Jam (dengan Wp = 54 W)
PSH2 = Σ(400,7 W/m2.1)/ 800 W/m2 (NOCT)
= 10 (400,7 W/m2.1 Jam)/ 800 W/m2
85
= 5,008 Jam (dengan Wp = 38 W)
Dengan nilai PSH = 4,007 Jam, atau pada pembandingan operasi tes
laboratorium (Standard Test Conditions) dapat dihitung nilai daya total yang
dapat disuplai oleh sistem SHS, yaitu dengan persamaan (5.2).
Wh = Nmodul . PSH . Wpeak . ηsistem (5.2)
di mana :
Wh adalah daya beban yang diperlukan
Nmodul = 1
Wpeak = 54 W
ηsistem = 0,95 . 0,85 . 0,90
= 0,72675 ≈ 0,73
maka,
Wh = 1 . 4,007 Jam . 54 W . 0,73
= 157,96 Watt-Jam per hari ≈ 158 Watt-Jam per hari
Jadi untuk SHS yang dipasang oleh Departemen ESDM tahun 2007 secara
ideal akan memberikan daya listrik sebesar 158 Watt-Jam per hari.
Sedangkan jika dihitung menggunakan PSH = 5,008 Jam dengan Wpeak = 38
Watt pada kondisi NOCT (Normal Operating Cell Temperature), maka nilai Wh
adalah sebagai berikut :
Wh = Nmodul . PSH . Wpeak . ηsistem
di mana :
Wh adalah daya beban yang diperlukan
86
Nmodul = 1
Wpeak = 38 W
ηsistem = 0,90 . 0,95 . 0,85
= 0,72675 ≈ 0,73
maka,
Wh = 1 . 5,008 Jam . 38 W . 0,73
= 138,93 Watt-Jam per hari ≈ 139 Watt-Jam per hari
Pada kenyataannya yang terjadi tidak seperti pada perhitungan ideal.
Sebagai contoh adalah SHS milik Bapak Walidi di Dusun Tegal Domban RT
02/RW 25, Desa Margorejo, Kecamatan Tempel. Daya yang dihasilkan adalah
100 Watt-jam per hari. Dengan beban yang terpasang adalah lampu 10W, maka
akan mampu bertahan 10 jam per hari.
Contoh lain adalah SHS milik Ibu Mantodiharjo di Dlingosari Pedukuhan
Klumprit 1, Desa Wukirharjo, Kecamatan Prambanan. Daya keluaran SHS yang
dihasilkan hanya mampu bertahan 7 jam per hari dengan 1 buah lampu 10W
sebagai beban, sehingga daya per harinya adalah 70 Watt-jam.
Gambar 5.17 Instalasi SHS milik Bapak Walidi dan Ibu Mantodiharjo
87
V.4.3. Potensi Biomassa
Potensi biomassa yang ada di Kabupaten Sleman adalah berupa sampah dari
sisa buangan beberapa pasar yang ada. Potensi sampah mencapai 1268 m3/hari
dengan jumlah yang terangkut 285 m3/hari[10,19]. Studi lebih lanjut mengenai
Teknologi yang dapat dipergunakan untuk mengkonversi sampah menjadi listrik
perlu dilakukan, salah satu contohnya adalah Teknologi Insinerasi (pembakaran
sampah menjadi energi). Pada tahun 2009 bahkan sedang direncanakan untuk
membangun pembangkit listrik tenaga sampah di Kecamatan Gamping[21].
V.4.4. Potensi Biogas
Potensi biogas yang ada di Kabupaten Sleman berada di 5 titik potensial
lokasi peternakan. Dari lokasi tersebut mampu menghasilkan sekitar 83
GigaJoules atau setara 23 MWh. Studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk
menentukan lokasi dan teknologi yang akan digunakan[10].
88
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Permintaan energi listrik Kabupaten Sleman dari tahun 2008 hingga 2015
akan mengalami peningkatan dari 663,56 GWh menjadi 1.126,91 GWh.
Pertumbuhan selama periode tersebut adalah 7,9% per tahun. Komposisi
pada tahun 2015 terdiri dari sektor Bisnis dengan proporsi 17,5%, sektor
Industri 17,2%, sektor Publik 5,6%, sektor Sosial 7,9% dan sektor Rumah
Tangga 51,3%.
2. Permintaan energi listrik terbesar terjadi di Kecamatan Depok yaitu
mencapai 26,2% dari permintaan total Kabupaten Sleman pada tahun
2015. Permintaan energi listrik terendah berada di Kecamatan Moyudan
(0,8%), Cangkringan (0,8%) dan Turi (0,9%). Pertumbuhan tertinggi
terjadi di Kecamatan Berbah dengan 16,6% per tahun, sedangkan yang
terendah di Kecamatan Moyudan (3,3%) dan Kecamatan Cangkringan
(3,7%).
3. Elastisitas energi di Kabupaten Sleman menunjukkan angka rata-rata 0,5.
Angka tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Sleman cukup efisien
dalam memanfaatkan energi listrik. Untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi (PDRB) sebesar 1%, maka diperlukan pertumbuhan permintaan
energi listrik sebesar 0,5%.
4. Kabupaten Sleman memiliki beberapa potensi sumber energi terbarukan
yang dapat dimanfaatkan untuk menyediakan energi listrik di masa depan.
Sumber-sumber tersebut adalah mikrohidro, tenaga matahari, biomassa
dan biogas.
89
VI.2 Saran
Dari hasil dan kesimpulan penelitian ini, dapat diajukan beberapa saran agar
penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut di masa
yang akan datang. Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Hasil proyeksi permintaan energi listrik hendaknya dapat digunakan
sebagai bagian dari penyusunan kebijakan di bidang ketenagalistrikan.
Selain itu juga dapat menjadi acuan dalam melakukan perencanaan
pengembangan wilayah di Kabupaten Sleman agar lebih merata di setiap
kecamatan. Daerah-daerah yang boros energi seperti Kecamatan Depok
dan Sleman perlu mendapat perhatian khusus. Begitu juga wilayah yang
kurang dalam memanfaatkan listrik seperti Kecamatan Minggir,
Cangkringan dan Turi.
2. Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
memanfaatkan energi listrik, ada baiknya dibangun beberapa penyulang
baru melalui wilayah yang terisolir dari jaringan listrik PLN saat ini.
Wilayah tersebut seperti Kecamatan Minggir dan Moyudan. Dari sumber
PLN juga sudah mengungkapkan bahwa pada tahun 2010 akan dilakukan
penambahan penyulang dari Gardu Induk Medari kearah barat daya yang
akhirnya menuju ke Kabupaten Kulon Progo.
3. Dengan adanya potensi sumber energi terbarukan di Kabupaten Sleman,
sebaiknya segera dilakukan kajian dan penelitian tentang kemungkinan
membangun beberapa unit pembangkit dalam skala kecil maupun
menengah sebagai investasi awal penyediaan energi listrik di masa yang
akan datang seperti yang akan dilakukan di Kecamatan Gamping dalam
bentuk pengolahan sampah menjadi energi dan beberapa proyek PLTMH.
4. Dari sisi penelitian selanjutnya di masa yang akan datang, sangat
diperlukan untuk melakukan kajian proyeksi permintaan energi yang
terintegrasi dengan penyediaan energi listrik dari sumber energi
terbarukan. Hal ini menyangkut seberapa besar ketersediaan energi
terbarukan di Kabupaten Sleman yang mampu dikonversi serta rugi-rugi
yang terjadi selama proses distribusinya.
90
5. Untuk sumber data yang ada di PLN perlu dilakukan pembenahan
sehingga data yang ada akan memilki kualitas yang baik. Selama ini data
yang ada belum diperbarui mengenai identitas pelanggan sehingga apabila
diperlukan data dalam lingkup administrasi kewilayahan akan
menyulitkan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pengelompokan data
antara PLN dengan sistem administratif pemerintahan.
6. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan variasi dalam menentukan
metode yang digunakan seperti menggunakan interpolasi untuk
menentukan pertumbuhan permintaan energi listrik. Selain itu juga dapat
menggunakan input LEAP selain annual growth.
7. Penelitian ini sebenarnya dapat dilakukan tanpa menggunakan perangkat
lunak LEAP, yaitu dengan malakukan forecasting ke depan. Selain itu,
LEAP sendiri merupakan perangkat lunak yang sangat lengkap dan luas
sehingga dapat dikatakan penelitian ini hanya menggunakan sebagian kecil
dari fasilitas dan kemampuan LEAP.
91
DAFTAR PUSTAKA
[1] UU RI No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi [2] UU RI No 30 tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan [3] Agus Sugiyono dan Endang Suarna. “Optimasi Penyediaan Energi Nasional:
Konsep Dan Aplikasi Model Markal”. Seminar Nasional Matematika, Statistika, dan Pendidikan Matematika. hal. 1-7, Bandung, 22 April 2006.
[4] Harald Winkler, Mark Borchers, Alison Hughes, Eugene Visage and Glen
Heinrich. Cape Town Energy Futures: Policies and Scenarios for Sustainable City Energy Development. Energy Research Centre University of Cape Town, Cape Town, 2005.
[5] Baolei Guo, Yanjia Wang and Aling Zhang. “China Energy Future: LEAP
Tool Application in China”. Tsinghua University. [6] Muhammad Ery Wijaya and Bundit Limmeechokchai. “Optimization of
Indonesian Geothermal Energy Resources for Future Clean Electricity Supply: A Case of Java-Madura-Bali System”. The Conference on Energy Network of Thailand, General of the c-5 Naresuan University, hal.2-3, Phitsanulok, 29 April -1 Mei 2009.
[7] Muhammad Ery Wijaya. Supply Security Improvement of Electricity
Expansion Planning and CO2 Mitigation in Indonesia. Tesis, The Joint Graduate School of Energy And Environment at King Mongkut’s University of Technology Thonburi, Thonburi, 2009.
[8] Muhammad Ery Wijaya and Bundit Limmeechokchai. Thammasat Int. J. Sc.
Tech, Vol. 14, No. 4, October-December: 1-14, 2009. [9] Ragil Lanang Widiatmo Tri Purnomo. Kajian Perencanaan Permintaan dan
Penyediaan Energi di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Perangkat Lunak LEAP. Skripsi. Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005.
[10] Laporan Akhir Review Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan
Daerah (RUKD) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2008. Laporan Penelitian, RUKD, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Bidang Pertambangan dan Energi Pemerintah Propinsi DIY, Yogyakarta, 2008.
[11] Pedoman Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan. Keputusan
Menteri. 2003.
92
[12] Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b PP no 70 tahun 2009 Tentang Konservasi Energi. 2009.
[13] Administrator. Konsumsi Listrik Boros. Berita. Diakses dari URL
http://energialternatif.ekon.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=51, 10 Juni 2008.
[14] Wikipedia. Energy Elasticity. Encyclopedia. Diakses dari URL
http://en.wikipedia.org/wiki/Energy_elasticity, 31 Desember 2009. [15] Commend-energycommunity.org. Modeling Software. Diakses dari URL
http://energycommunity.org/default.asp?action=71, 1 Desember 2009. [16] LEAP User Guide 2006. Dokumen Teknis, Stockholm Environment
Institute, Stockholm, 2006. [17] Pendapatan Domestik Regional Bruto. Laporan Tahunan. BPS-Bappeda
Sleman, Sleman, 2007. [18] Bidang Niaga dan Distribusi. Data Pelanggan. Data Teknis. PLN APJ
Yogyakarta, Yogyakarta, 2009. [19] Kajian Potensi dan Kebutuhan Energi Listrik 2010-2015. Pemerintah
Kabupaten Sleman. 2009. [20] Suhono. Inventarisasi Permasalahan Pada Instalasi Solar House System di
Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Kerja Praktek. Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009.
[21] Humas UGM/Grehenson. UGM Tengah Kembangkan Teknologi
Pemanfaatan Limbah Menjadi Energi Biogas. Rilis. Diakses dari URL http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1568, 31 desember 2009.
[22] LEAP Training Exercise 2008, Stockholm Environment Institute, 2008. [23] Charles Heaps, An Introduction to LEAP, Stockholm Environment Institute,
2008. [24] Data Kecamatan. Diakses dari URL
http://www.slemankab.go.id/?hal=tampil_menu.php&id_menu=9 [25] Kabupaten Sleman Dalam Angka 2008. Katalog BPS:1102001.3404, BPS-
Kabupaten Sleman, 2008.
93
[26] Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2008. BAPPEDA Sleman, 2008.
94
LAMPIRAN
HASIL PROYEKSI PERMINTAAN ENERGI LISTRIK
Kabupaten Sleman
Sektor Konsumsi listrik (GWh)
Tarif 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Total