Kajian Kapasitas Kelembagaan Gizi di Indonesia
Kajian Kapasitas Kelembagaan Gizi di Indonesia
Kerangka Presentasi
Tujuan
Latar Belakang
Metodologi
Temuan
Rekomendasi
Tujuan Kajian
Tujuan dari studi ini adalah untuk melakukan kajian
kelembagaan dan kapasitas pemerintah daerah dalam
mengatur, merencanakan, dan mengelola program gizi
Latar Belakang
Kajian Sebelumnya
2012 Indonesian Nutrition Capacity Assessment
Fokus padaSDM
Kerangka Kajian Kapasitas Kelembagaan Gizi
Kebijakan, Perencanaandan kerangka
kerja
Sumber Dayadan
Infrastruktur
Koordinasi danKemitraan
PengambilanKeputusan
BerdasarkanBukti
1
3
2
4
• Sistem Informasi dan M&E• Pelaporan dan Diseminasi
• Komitmen Politik• Fokus pada kebijakan, strategi,
perencanaan, dan regulasi• Perencanaan, program dan
protokol untuk implementasiprogram
• Koordinasi dalam implementasikegiatan gizi di setiap tingkatan
• Kemitraan dan kolaborasi
• Kecukupan SDM terlatih di setiap tingkatan wilayah
• Mobilisasi sumber dana di Pusat dan pemenuhan dana di Daerah
• Bahan dan Peralatan
Based on: SUN UN Network Nutrition Capacity Assessment Tools and Resources July 2016
Metodologi
Dilakukan oleh: Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Ekonomi(LPEM) – Universitas Indonesia dengan dukungan teknis dariKementrian Kesehatan, Bappenas dan UNICEF
Desain: Metode Penelitian Kombinasi (kuantitatif dan Kualitatif)
Sampel: 7 provinsi dan 7 kabupaten dan 14 puskesmas
Jenis Data: (a) Kajian Dokumen
(b) Diskusi Kelompok Terarah/FGD (206 peserta)
(c) Wawancara Individu (143 peserta)
Pengambilan data dilakukan Agustus-September 2017
Data analysis: Analisa Tematik
Analisa Kuantitatif
≥50%
40-49%
30-39%
20-29%
Stunting prevalence (RISKESDAS, 2013)
Kota Sorong
Sikka
Klaten
Lampung Utara
Tanah Laut
Pinrang
MTB
TEMUAN KUNCI
Kerangka Kajian Kapasitas Kelembagaan Gizi
Kebijakan, Perencanaandan kerangka
kerja
Sumber Dayadan
Infrastruktur
Koordinasi danKemitraan
PengambilanKeputusan
BerdasarkanBukti
1
• Komitmen Politis• Fokus pada kebijakan, strategi
dan perencanaan• Perencanaan, program dan
protokol untuk implementasiprogram
Based on: SUN UN Network Nutrition Capacity Assessment Tools and Resources July 2016
Rencana Aksi Pangan dan GiziRANPG Memiliki kesamaan target untuk indikator gizi dengan RPJMN
RAD-PG (Provinsi) Hanya 6 Provinsi memiliki RADPG (kecuali Papua Barat)
RAD-PG (Kabupaten) Dua Kabupaten (Klaten dan Sikka) telah berakhir periode dokumen, 5 Kabupaten tidak memilki
Kebijakan dan Peraturan PendukungUU Kesehatan (2009), UU Pangan (2012), PerPres Percepatan Perbaikan Gizi (2013), InPresGerakan Masyarakat Hidup Sehat (2017), PP ASI Eksklusif (2012), SNI Wajib Tepung Terigu denganVitamin dan Mineral (2001), Keppres tentang Pengadaan Garam Beryodium (1994)
TANTANGAN:
LEMAHNYA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DAN PENEGAKAN HUKUM
Policies and supporting legislation
Contoh – Lemahnya Sinergi Pusat - Daerah
Target RPJMN (2015-2019)
Target RPJMD Provinsi
Lampung
(2015-
2019)
Central Java
(2013-2018)
East NTT
(2013-2018)
South
Kalimantan
(2013-2018)
South
Sulawesi
(2013-2018)
Maluku
(2014-2019)
West Papua
(2012-2016)
Prevalensi Stunting pada Baduta
(28%)X <5yrs
Prevalensi gizi kurang pada Balita
(17%)X X X
Prevalensi Wasting pada Balita (9.5%) X X X X
Prevalensi Anemia pada Bumil (28%)
Prosentase BBLR (8%)
Prosentasi ASI Ekskusif 0-6 Bulan
(50%)
Kelebihan Berat Badan dan Obesitas
pada dewasa >18 years (15.4%)
Total 0 0 2 2 3 1 0
MISMATCH DARI INDIKATOR NASIONAL DAN DAERAH
Intervensi Gizi Spesifik Esensial dan Standar Pelayanan Minimum
10 Intervensi Gizi Spesifik Esensial(The Lancet 2013)
SPM Terkait Gizi
1 Suplementasi tablet mikronutrien pada Bumil YA (TTD)
2 Suplementasi balanced energy protein untuk Bumil YA
3 Promosi dan Konseling Menyusui YA
4 Suplementasi kapsul Vitamin A YA
5 Garam Beryodium Untuk Semua kebijakan ada
6 Suplementasi Kalsium untuk Bumil NO
7 Promosi dan Konseling Pemberian Makanan Pendamping ASI yang tepat
NO
8 Tata Laksana balita Kurus NO
9 Tata Laksana balita Sangat Kurus NO
10 Suplementasi Zinc NO
ESEN
SIA
L
OPSIONAL
Intervensi Gizi Spesifik Esensial dan Standar Pelayanan Minimum (Balita)
SPM INTERVENSI GIZI ESENSIAL
Layanan Neonatus:
• Pelayanan kesehatan
neonatal esensial (mengacu
pada Pedoman Teknis)
Layanan Balita:
• Pemantauan Pertumbuhan
(minimal 8 kali/tahun)
• Suplementasi Vitamin A
(dua kali/ tahun)
1. Promosi dan Konseling Menyusui (IMD, ASI Eksklusif,
Menyusui hingga dua tahun atau lebih)
2. Promosi dan Konseling PMBA (termasuk pemberian
PMT pada daerah rawan pangan)
3. Suplementasi Vitamin A pada Balita 6-59 bulan
4. Suplementasi Zinc pada balita 12-59 bulan
5. Manajemen Penanganan Balita Kurus (moderate
wasting)
6. Manajemen Penanganan Balita Gizi Buruk (severe
wasting)
MISMATCH ANTARA INTERVENSI ESENSIAL DAN INDIKATOR SPM
Best Practice
• Kepemimpinan Lokal
(Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Pinrang)
Kepedulian pemimpin baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota terhadap gizi memiliki pengaruh besar terhadap prioritas program gizi baik dalam hal perencanaan maupun penganggaran. Contohnya dengan tercantumnya target-target gizi dalam RPJMD.
• Peran RAD-PG yang operasional
(Provinsi Jawa Tengah)
Keberadaan RAD-PG pada tingkat provinsi menjadi acuan inovasi program di tingkat kabupaten/kota seperti 1) Peningkatan gizi remaja putri dan Wanita Usia Subur(WUS), 2) Peningkatan gizi ibu hamil dan menyusui, 3) Peningkatan gizi bayi danbalita. (Metengi wong meteng)
• Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen penuh untukmenangani permasalahan gizi.
• Ketidaksesuaian (mismatch) target gizi dalam RPJMN denganindikator yang ada baik di Renstra dan SPM, maupun denganRPJMD yang ada di Provinsi dan Kabupaten.
• Kebijakan untuk memastikan terpenuhinya gizi bagi masyarakattelah ada, tetapi implementasi dan penegakan hukumnya masihlemah
• Kapasitas staf di daerah untuk merencanakan, melaksanakan, dan memantau, dan mengeveluasi program gizi masih lemah.
PESAN KUNCI
REKOMENDASI
• Perlu dibuat pedoman teknis untuk pemerintah daerah (mis. Kabupaten) mengenai bagaimana melakukan perencanaan (termasuk pembiayaan), pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program perbaikan gizi
• Sinergi seluruh dokumen perencanaan Pusat-Daerah untukmemastikan kontribusi pencapaian target nasional
• Memberikan bantuan teknis, petunjuk operasional dan format standarkepada daerah untuk membantu pembuatan perencanaan danpembiayaan multi-sector.
Framework for Institutional Capacity Assessment on Nutrition
Sumber Dayadan
Infrastruktur
2
• Kecukupan SDM terlatih di setiap tingkatan wilayah
• Mobilisasi sumber dana di Pusat dan pemenuhan dana di Daerah
• Bahan dan Peralatan
Based on: SUN UN Network Nutrition Capacity Assessment Tools and Resources July 2016
Kategori dan Deskripsi Pendanaan Gizi dan Kesehatan
• Saat ini belum ada Sistem Pengelolaan Keuangan untuk melacakpembiayaan dan pengeluaran untuk program gizi.
• Tidak terdapat standar yang sama dalam pengkategorian mataanggaran pendanaan gizi sehinggga susah untuk dipantau dandievaluasi.
Program perbaikan gizi (KEK, anemia, kekurangan
yodium, kekurangan vitamin A dan kekurangan
gizi mikro lainnya
Penyediaan dan distribusi PMT (biscuit dan vitamin)
Pembangunan TFC Pelatihan Surveilans
Pemantauan, evaluasi dan pelaporan
Diseminasi program perbaikan gizi
Perbaikan status gizi ibu dan anak
Layanan gizi untuk Masyarakat miskin
Program obesitas
Perbaikan status gizi Masyarakat
Perbaikan program perbaikan gizi keluarga
Contoh – Break Down Jenis PembiayaanUntuk 10 Program Gizi Esensial• Maternal multiple micronutrient
supplementation• Maternal balanced energy protein
supplementation• Promotion of breastfeeding• Vitamin A supplementation • Universal salt iodisation• Maternal calcium supplementation• Appropriate complementary feeding• Management of MAM• Management of SAM• Preventative zinc supplements
• Infrastruktur/Supply• Penyediaan PMBA Konseling Kit • Penyediaan modul dan KIE PMBA
• Sumber Daya Manusia• Pelatihan Konseling Menyusui• Pelatihan Konseling PMBA• Pelatihan Rumah Sakit Sayang Bayi• Refresher training
• Pemantauan dan Evaluasi• Supervisi Suportif• Penegakan Hukum
Best Practice• Penggunaan Dana Keuangan Provinsi
(Kalimanatan Selatan)
Provinsi Kalimantan Selatan mengatasi kesenjangan anggaran di tingkat kabupaten/kota denganmelakukan joint projects contohnya dengan pemberian tablet tambah darah oleh provinsi, pemberian TPG untuk ditempatkan di desa, serta pembangunan fasilitas lain di tingkat Kabupaten.
• Pengggunaan Dana Bagi Hasil
(Kota Sorong)
Pemda Sorong telah menggunakan Dana Bagi Hasil Daerah (DBH) Pajak dan Rokok dan DBH Migasuntuk pembiyaan program dan kegiatan terkait gizi. DBH Non Migas digunakan untuk pembiayaanPMT ibu hamil dan balita kurang gizi sementara DBH Pajak dan Rokok rencananya akan digunakanuntuk pembiayaan pelatihan tata laksana gizi buruk bagi TPG dan kader posyandu.
• Penggunaan Dana Desa
(Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Klaten)
Dana Desa telah digunakan untuk mendukung program gizi di tingkat kecamatan. Dana Desa pada umumnya digunakan untuk pemberian PMT dan kegiatan kader posyandu. Tetapi terdapat juga pemanfaatan dana desa untuk promosi kesehatan/gizi (Balai Pengetahuan- Kabupaten Pinrang).
• Perlu dibuat sebuah format standar untuk pembiayaan/budgeting yang denganmengacu pada 10 kegiatan gizi esensial.
• Diperlukan pedoman spesifik untuk pemerintah daerah mengenai bagaimanamerencanakan/membuat prioritas pembiayaan program gizi untuk memberikanlayanan yang berkualitas• Membuat pedoman terstandar mekanisme Supply and Procurement (khususnya
untuk Daerah)
• Diperlukan kajian mendalam mengenai pembiayaan/alokasi dana untuk program gizi.
Terbatasnya kapasitas dalam merancang pembiayaan untuk program perbaikan gizi
REKOMENDASI (Pembiayaan)
Sumber Daya Manusia• Jenjang karir (dan kesempatan) yang terbatas untuk petugas gizi/nutrisionis
• Distribusi nutrisionis tidak merata, walaupun jumlahnya cukup.
• Terbatasnya pengetahuan mengenai kejelasan tupoksi tenaga gizi menyebabkanpekerjaan tenaga gizi tidak efektif. Penyebabnya antara lain:
- belum memenuhi standar kompetensi yang ada
- inkonsistensi pada standar akademi
- terbatasnya kegiatan praktek langsung saat pelatihan
- keterbatasan pengetahuan mengenai jenis dan standar pelatihan
- pergantian petugas yang tinggi
• Petugas kesehatan (kecuali tenaga gizi) dan non-kesehatan (seperti PenyuluhPertanian Lapangan) memiliki pengetahuan terbatas mengenai gizi.
Best Practice
• Solusi Kekurangan TPG di Daerah Terpencil
(Provinsi Kalimantan Selatan)
Bekerja sama dengan Poltekkes seetempat pemerintah provinsi berinisiatif untuk mengatasi kekurangan TPG di tingkat kabupaten/kota dengan menyumbangkan tenaga gizi (lulusan poltekkes) untukditempatkan di desa-desa (satu TPG per 2-3 desa). Performa dari TPG dinilai setiap tahun.
Kunci Pesan & Rekomendasi
• Perlu dilakukan kajian mendalam mengenai beban kerja dan distribusi SDM untukmendukung program perbaikan gizi
• Membuat pedoman/kebijakan khusus kepada daerah terkait SDM (mis. Dokter, bidan, nutrisionis, kader) untuk memberikan layanan gizi
• Memperbarui tupoksi tenaga gizi dengan fokus pada layanan gizi esensial dandan supportive supervision/mentoring
• Membuat paket minium pelatihan in-service untuk gizi (mis. melalui e-learning) yang terakreditasi untuk mendapatkan SKP
Framework for Institutional Capacity Assessment on Nutrition
Koordinasidan
Kemitraan3
• Koordinasi dalam implementasi kegiatan gizi di setiap tingkatan
• Kemitraan dan kolaborasi
Based on: SUN UN Network Nutrition Capacity Assessment Tools and Resources July 2016
Koordinasi dan Kemitraan
Tingkat Nasional
• Telah terdapat perkembangan yang baik dalam koordinasi multisektor dipimpinoleh Dinas Kesehatan dan Bappenas dengan berbagai wacana program gizi yang akan dilakasanakan.
• Tantangan ada pada implementasi koordinasi di lapangan.
Tingkat Daerah
• Pertemuan koordinasi untuk membahas RAD-PG terbatas pada diskusi capaianserapan dana dan jarang dilakukan diskusi mengenai perencanaan danbagaimana melakukan integrasi/konvergensi di lapangan.
• Koordinasi dengan pendekatan multi-sektor (termasuk dengan swasta, akademisidan LSM) yang diampu oleh pimpinan tertinggi daerah seperti Gubernur atauBupati untuk membicarakan masalah gizi masih sangat terbatas dan bervariasiantar daerah.
Best Practice• Koordinasi Provinsi-Kabupaten/Kota (Provinsi Kalimanatan Selatan)
Fasilitas/kegiatan kesehatan dibangun/dikerjakan bersama olehpemerintah provinsi dan kabupaten dengan metode urun biaya untukmemastikan kesinambungan program.
• Koordinasi antar OPD (Kabupaten Lampung Utara)
Koordinasi Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan untuk pemberianTTD di SMP, sosialisasi kepada remaja putri mengenai gizi seimbang , kunjungan bersama ke SLB di disertai penimbangan anak.
• Koordinasi dengan Masyarakat dan Dunia Akademik (KabupatenKlaten)
Gerakan IKLAN (ikatan konselor klaten) terkait gizi serta pendirian Baby Café di tingkat desa yang menyediakan bahan makanan bayi dan anakmurah serta memberikan pelatihan pembuatan makanan bayi dengangizi berimbang.
• Terbatasnya koordinasi antara pemangku kepentingan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan desa
• Memperkuat koordinasi di tingkat tertinggi untuk memimpin pendekatan multisektoruntuk penanganan dan percepatan perbaikan gizi
Minimnya kapasitas untuk mengkoordinasikan perencanaan dan implementasi
program perbaikan gizi
Kunci Pesan dan Rekomendasi
Framework for Institutional Capacity Assessment on Nutrition
PengambilanKeputusan
BerdasarkanBukti
4
• Sistem Informasi & M/E• Pelaporan dan Diseminasi
Based on: SUN UN Network Nutrition Capacity Assessment Tools and Resources July 2016
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Bukti
• Sudah banyak survey dan database terkait gizi di Indonesia.
• Namun sumber data tersebut tidak terintegrasi satu sama lain.
• Tidak seluruh indikator yang esensial tersedia.
• Masih kurangnya indikator evaluasi proses dan lemahnya monitoring.
• Kapasitas untuk menganalisa dan menggunakan data untuk kebijakanmasih lemah.
Best Practice
• Evidence Based Policy
(Kabupaten Tanah Laut)
Terdapat survey puskesmas yang dilakukan oleh setiap Puskesmas di Tanah Laut atas arahan dari Dinas Kesehatan Kabupaten yang bertujuanuntuk mengetahui lalu memetakan masalah kesehtan termasuk giziyang paling banyak diderita masyarakat di tingkat kecamatan dan desa. Hasil dari survey tersebut kemudian dimanfaatkan untuk menjadirencana program di tahun depan.
Rekomendasi
• Melakukan integrasi dari survey dan database terkait gizi.
• Menambahkan lebih banyak indikator proses dan memperkuatkegiatan monitoring.
Terbatasnya kapasitas untuk pengambilan data, analisa, dan pelaporan data rutin-
seringkali data tidak tersedia sehingga menyulitkan proses perencanaan
TERIMA KASIH