Top Banner
Forum Berbagi Pembelajaran Antarproyek Pinjaman Luar Negeri irektorat Pendanaan Luar D Negeri Multilateral Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menggelar forum berbagi pembelajaran antarproyek pinjaman luar negeri pada Jumat (12/6), di Bogor, Jawa Barat. Hadir pada forum tersebut perwakilan dari beberapa pemangku kepentingan dan pelaksana beberapa proyek yang ditangani oleh Bappenas, di antaranya dari proyek Rural Empowerment and Agricultural Development Programme (READ), Health Professional Education Quality Project (HPEQ), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perkotaan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU- Pera), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan perwakilan dari Bappenas itu sendiri. Dalam kesempatan tersebut, masing- masing proyek berkesempatan memaparkan pengalaman pelaksanaan dan pengelolaan proyeknya. Diskusi berlangsung menarik karena antusiasme peserta cukup tinggi. Masing-masing pemangku kebijakan dan pelaksana proyek saling berbagi pengetahuan dan pengalaman terbaik, serta kekurangan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan masing-masing proyek. Berbagai proyek yang telah dilaksanakan selama ini telah menghasilkan banyak dokumen berisi pembelajaran praktis dan kontekstual. Namun, selama ini dokumen-dokumen proyek tersebut hanya dimanfaatkan oleh kalangan terbatas. Karena itu, pembelajaran dari proyek-proyek yang sudah selesai dilaksanakan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembelajaran bagi pelaksanaan proyek yang lain. “Tujuan dari kegiatan ini adalah kami ingin mengetahui pembelajaran dari proyek-proyek yang telah berakhir di Desember 2014. Kami ingin mendengar apa praktik terbaik dari proyek, bagaimana cara menggalinya, dan bagaimana cara melembagakannya,” ungkap Ade Kuswoyo, fungsional perencana Bappenas yang berperan sebagai moderator di dalam pertemuan tersebut. Dari kegiatan tersebut, diharapkan praktik terbaik proyek yang memiliki potensi untuk scaling up dapat teridentifikasi. Di samping itu, rencana dan langkah-langkah yang telah dilakukan, serta hambatan-hambatan yang dihadapi pada perencanaan dan pelaksanaan proyek dapat menjadi masukan berharga dalam merumuskan tindak lanjut pelaksanaan scaling up proyek. Forum berbagi pembelajaran ini adalah bagian dari kegiatan penyusunan studi kebijakan mengenai scaling up praktik terbaik dari kegiatan pinjaman dan hibah luar negeri di bawah program hibah Sustainable Economic Development through South-South and Triangular Cooperation. Ini merupakan program hibah kerja sama antara Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral Bappenas dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD) pada 2014. Program tersebut berfokus pada pelaksanaan dokumentasi dan pembagian pembelajaran dalam kegiatan pembangunan di Indonesia. Apakah scaling up itu? Scaling up merupakan upaya untuk mengembangkan, mengimplemen- tasikan, dan mendukung pembelajaran, program, serta kebijakan-kebijakan terbaik untuk mendapatkan hasil yang lebih berkelanjutan. Scaling up menjadi nilai penting yang ada di setiap tahap proyek-proyek pembangunan. Ketika proyek mulai dilaksanakan, pemantauan kegiatan dilakukan agar refleksi yang berlanjut dapat dilakukan untuk mencoba upaya awal scaling up serta mengidentifikasi praktik terbaik lainnya. Dalam konteks pengelolaan kemitraan pembangunan internasional, scaling up menjadi manifestasi dari fungsi kemitraan pembangunan internasional sebagai pendorong pembangunan. Investasi yang dilakukan diharapkan dapat memberikan nilai tambah berupa transfer pengetahuan dalam bentuk pembelajaran, baik teknis dan non-teknis, mengenai cara mempercepat pencapaian tujuan, sasaran, dan target pembangunan. Scaling up menjadi wujud kepemilikan pemerintah terhadap pelaksanaan proyek yang dibiayai pinjaman dan hibah luar negeri. Ini karena scaling up tidak hanya sekadar memiliki potensi perbaikan pada tingkat proyek, melainkan juga pada tingkat sistem dan tata kelola pemerintahan. BAPPENAS/NRAW kabarsedsstc Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral N o . 1 / J u l i 2 0 1 5
4

Kabar SEDSSTC Juli 2015

Jul 25, 2016

Download

Documents

Buletin pelaksanaan proyek Sustanable Economic Development through South-South and Triangular Cooperation Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral Bappenas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kabar SEDSSTC Juli 2015

Forum Berbagi PembelajaranAntarproyek Pinjaman Luar Negeri

irektorat Pendanaan Luar DNegeri Multilateral Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) menggelar forum berbagi pembelajaran antarproyek pinjaman luar negeri pada Jumat (12/6), di Bogor, Jawa Barat.

H a d i r p a d a f o r u m t e r s e b u t perwakilan dari beberapa pemangku kepentingan dan pelaksana beberapa proyek yang ditangani oleh Bappenas, di a n t a r a n y a d a r i p r o y e k R u r a l E m p o w e r m e n t a n d A g r i c u l t u r a l Development Programme (READ), Health Professional Education Quality Project ( H P E Q ) , P r o g r a m N a s i o n a l Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perkotaan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-P e r a ) , K e m e n t e r i a n K e u a n g a n (Kemenkeu), dan perwakilan dari Bappenas itu sendiri.

Dalam kesempatan tersebut, masing-m a s i n g p r o y e k b e r k e s e m p a t a n memaparkan pengalaman pelaksanaan dan pengelolaan proyeknya. Diskusi berlangsung menarik karena antusiasme peserta cukup tinggi. Masing-masing pemangku kebijakan dan pelaksana proyek saling berbagi pengetahuan dan pengalaman terbaik, serta kekurangan dan kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan masing-masing proyek.B e r b a g a i p r o y e k y a n g t e l a h

d i l a k s a n a k a n s e l a m a i n i t e l a h menghasilkan banyak dokumen berisi pembelajaran praktis dan kontekstual. Namun, selama ini dokumen-dokumen proyek tersebut hanya dimanfaatkan oleh kalangan terbatas. Karena itu, pembelajaran dari proyek-proyek yang sudah selesai dilaksanakan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembelajaran bagi pelaksanaan proyek yang lain.

“Tujuan dari kegiatan ini adalah kami ingin mengetahui pembelajaran dari proyek-proyek yang telah berakhir di Desember 2014. Kami ingin mendengar apa praktik terbaik dari proyek, bagaimana cara menggalinya, dan bagaimana cara melembagakannya,” ungkap Ade Kuswoyo, fungsional perencana Bappenas yang berperan sebagai moderator di dalam pertemuan tersebut.

Dari kegiatan tersebut, diharapkan praktik terbaik proyek yang memiliki potensi untuk scal ing up dapat teridentifikasi. Di samping itu, rencana dan langkah- langkah yang te lah dilakukan, serta hambatan-hambatan yang dihadapi pada perencanaan dan pelaksanaan proyek dapat menjadi

masukan berharga dalam merumuskan tindak lanjut pelaksanaan scaling up proyek.

Forum berbagi pembelajaran ini adalah bagian dari kegiatan penyusunan studi kebijakan mengenai scaling up praktik terbaik dari kegiatan pinjaman dan hibah luar negeri di bawah program hibah Sustainable Economic Development through South-South and Triangular Cooperation. Ini merupakan program hibah kerja sama antara Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral Bappenas dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD) pada 2014. Program tersebut berfokus pada p e l a k s a n a a n d o k u m e n t a s i d a n pembagian pembelajaran dalam kegiatan pembangunan di Indonesia.

Apakah scaling up itu?

Scaling up merupakan upaya untuk

mengembangkan, mengimplemen-

tasikan, dan mendukung pembelajaran,

program, serta kebijakan-kebijakan

terbaik untuk mendapatkan hasil yang

lebih berkelanjutan.Scaling up menjadi nilai penting

yang ada di setiap tahap proyek-proyek

pembangunan. Ketika proyek mulai

dilaksanakan, pemantauan kegiatan

dilakukan agar refleksi yang berlanjut

dapat dilakukan untuk mencoba upaya

awal scaling up serta mengidentifikasi

praktik terbaik lainnya.Dalam konteks pengelolaan

kemitraan pembangunan internasional,

scaling up menjadi manifestasi dari

fungsi kemitraan pembangunan

internasional sebagai pendorong

pembangunan. Investasi yang dilakukan

diharapkan dapat memberikan nilai

tambah berupa transfer pengetahuan

dalam bentuk pembelajaran, baik teknis

dan non-teknis, mengenai cara

mempercepat pencapaian tujuan,

sasaran, dan target pembangunan.Scaling up menjadi wujud

kepemilikan pemerintah terhadap

pelaksanaan proyek yang dibiayai

pinjaman dan hibah luar negeri. Ini

karena scaling up tidak hanya sekadar

memiliki potensi perbaikan pada

tingkat proyek, melainkan juga pada

tingkat sistem dan tata kelola

pemerintahan.

BAPPENAS/NRAW

kabarsedsstcDirektorat

PendanaanLuar NegeriMultilateral

N o . 1 / J u l i 2 0 1 5

Page 2: Kabar SEDSSTC Juli 2015

1999 2007 2015

Urban Poverty Project (UPP) PNPM Perkotaan P2KP-Kota

2019

Landasan: Kebijakan Nasional Pelaksanaan PNPM Mandiri

Bentuk scale up:1. Perluasan lokasi sasaran ke seluruh

desa/kelurahan di kecamatan perkotaan se-Indonesia

2. Penambahan cakupan desa/kelurahan dari 4.363 menjadi 11.066

Landasan: Kebijakan Nasional Penanganan Kumuh (RPJMN 2015-2019)

Bentuk scale up:1. Scale up pilot PLP-BK ke selueuh

desa/kelurahan di kawasan prioritas kumuh sesuai SK Bupati/Walikota dan Dit. Bangkim

2. Scale up PLBK di tingkat kota di seluruh kota/kabupaten untuk pencapaian target 100-

0-1003. Scale up pilot P2B (Bappenas) di seluruh lokasi penanganan kumuh dan

pencapaian target 100-0-100

Transformasi UPP, PNPM Urban dan P2KP-Kota

caling up idealnya menjadi nilai penting Syang ada di setiap tahap proyek-proyek pembangunan. Perencanaan proyek

telah mengindikasikan potensi scaling up sebagai bagian dari strategi keberlanjutan. Ke t i k a p r o y e k m u l a i d i l a k s a n a k a n , pemantuan kegiatan menjaga agar refleksi yang berlanjut dapat dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencoba upaya awal scaling up serta mengidentifikasi praktik terbaik lainnya.

Pedoman dalam menanamkan nilai scaling up tersebut saat ini belum dimiliki oleh pemerintah, khususnya dalam pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri. Karena itu, diperlukan suatu kerangka kerja scaling up. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga perumus kebijakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dapat memfasilitasi pengembangan kerangka kerja tersebut.

Dokumentasi proses pelaksanaan scaling up dapat berkontribusi untuk semakin mendekatkan pembangunan teknokratik dengan konteks pembangunan di tingkat masyarakat. Secara khusus, pengetahuan dan p e n g a l a m a n y a n g d i p e r o l e h d a p a t m e m b e r i k a n m a s u k a n b a g a i m a n a melembagakan scaling up dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kemitraan pembangunan internasional.

Dalam konteks pengelolaan kemitraan pembangunan internasional, scaling up menjadi manifestasi dari fungsi kemitraan pembangunan internas ional sebagai pendorong pembangunan. Investasi yang dilakukan diharapkan dapat memberikan nilai tambah berupa transfer pengetahuan dalam bentuk pembelajaran, baik teknis dan non-teknis, mengenai cara mempercepat pencapaian tujuan, sasaran, dan target pembangunan.

Scaling up menjadi wujud kepemilikan pemerintah terhadap pelaksanaan proyek yang dibiayai pinjaman dan hibah luar negeri. Ini karena scaling up tidak hanya sekadar memiliki potensi perbaikan pada tingkat

proyek, melainkan juga pada tingkat sistem dan tata kelola pemerintahan.

Dalam forum berbagi pembelajaran antarproyek yang diselenggarakan oleh Bappenas pada Jumat (12/6) di Bogor, Jawa Barat, dua pertanyaan kunci diajukan untuk mengidentifikasi praktik scaling up dari beberapa proyek. Jawaban atas pertanyaan mengenai faktor-faktor pendukung, serta perbaikan pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri untuk pelaksanaan scaling up, mengemuka memadu seluruh rangkaian diskusi.

“Salah satu pendekatan kami adalah mendukung inisiatif untuk meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dalam mengelola pembangunan sosial ekonominya. Harpannya, dapat terbentuk lembaga masyarakat yang lebih transparan, akuntabel, adil, dan kompeten,” papar Jaka, perwakilan dar i proyek Ru ra l Em p o w e r m e n t a n d Agricultural Development Programme (READ).

Dalam menjalankan proyeknya, READ berpijak pada pembangunan di empat komponen program. Keempat komponen tersebut yaitu pemberdayaan masyarakat, perbaikan mata pencaharian, infrastruktur pedesaan, serta manajemen program dan analisis kebijakan.

Pe m b a n g u n a n p a d a k o m p o n e n -komponen program tersebut diupayakan melalui beberapa strategi yang mengarah pada penguatan kapasitas dan partisipasi masyarakat . Strategi pertama adalah p e m b a n g u n a n m o d a l s o s i a l u n t u k mendukung proses pengambilan keputusan dan perencanaan di tingkat desa, serta pengelolaan aset dan peluang ekonomi di tingkat masyarakat. Perluasan partisipasi dan manfaat juga didorong terhadap kelompok masyarakat marginal, seperti kelompok miskin, kelompok perempuan, dan kelompok minoritas. Strategi program juga dilakukan dengan pengaitan kelembagaan dan kegiatan di tingkat masyarakat dengan kelembagaan publik dan swasta di tingkat yang lebih tinggi dan relevan.

Dalam jangka waktu enam tahun pelaksanaannya, READ telah membentuk 1.075 kelompok masyarakat yang berbasis komoditas unggulan. Kelompok-kelompok tersebut di antaranya kelompok petani padi, jagung, kakao, kopra, sayuran, ternak kecil, usaha off farm untuk kelompok perempuan, dan kelompok dana bergulir. Kelompok masyarakat tersebut mendapatkan dukungan pengembangan kegiatan pertanian produktif melalui pendampingan, pelatihan, dukungan s a r a n a d a n p r a s a r a n a , d u k u n g a n infrastruktur, serta bantuan dana bergulir.

Evaluasi hasil READ pada pertengahan tahun 2014 yang dilakukan oleh pengelola proyek, menunjukkan bahwa pendekatan pemberdayaan READ telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan berkontribusi pada peningkatan produksi pertanian m a s y a r a k a t . E v a l u a s i t e r s e b u t mengidentifikasi keunggulan READ yang didapatkan dari pembelajaran pelaksanaan proyek. Pertama, READ membangun desain proyek yang komprehensif, mencakup seluruh aspek pendukung kegiatan pertanian. K e d u a , p e n d e k a t a n p e m b e r d a y a a n masyarakat, yang mendorong inisiatif dan rasa kepemilikan dari masyarakat dalam melaksanakan kegiatan. Ketiga, manajemen proyek lintas sektoral, yang meningkatkan kerjasama antar dinas terkait di daerah. Keempat, adanya kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dikontrak oleh proyek sebagai fasilitator masyarakat, dan inisiasi kemitraan dengan pihak swasta melalui kerjasama pelatihan komoditas kakao dengan PT Mars. Kelima, penguatan kelembagaan masyarakat dan perluasan jejaring bagi penerima manfaat dan pengelola READ dengan lembaga penelitian teknologi pertanian dan pihak swasta.

D a l a m p r o y e k R E A D, s c a l i n g u p direncanakan sebagai bagian dari exit strategy (strategi keberlanjutan) hasil setelah proyek berakhir. Pada 30 Juni 2014, dokumen awal exit strategy READ difinalkan oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM

Pertanian (BPPSDMP) Kementer ian Pertanian sebagai bahan konsultasi untuk penyusunan strategi lebih lanjut. Dalam dokumen exit strategy tersebut, model READ akan dilembagakan menjadi salah satu model pengembangan pertanian di Indonesia. Exit strategy READ menyasar dua tujuan utama, yaitu menjaga keberlanjutan pelaksanaan komponen READ di lima kabupaten di Sulawesi Tengah, serta mereplikasi kegiatan dan komponen Program READ di beberapa wilayah perbatasan seperti Kalbar dan Nusa Tenggara Timur.

Bidang Pendidikan

Pada bidang pembangunan lain, Health Professional Education Quality Projects (HPEQ), merupakan proyek yang bertujuan untuk memperkuat kualitas kebijakan pendidikan di bidang kesehatan di Indonesia, memberikan contoh strategi yang berbeda. Melibatkan banyak pihak dan lembaga, mulai dari asosiasi profesi, perguruan tinggi, hingga lembaga-lembaga negara, HPEQ banyak melakukan penguatan pada nilai-nilai kolaborasi profesi, public-private partnership, maupun resource sharing untuk menciptakan sebuah model kemitraaan yang berlanjut.

Ketika proyek berakhir pada Desember 2014, kegiatan HPEQ telah membentuk dua lembaga independen yaitu LPUK-Nakes (Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan) dan LAM-PTKes (Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan). Selain itu, HPEQ juga telah berhasil membentuk sistem akreditasi baru dan telah menjalankan uji kompetensi khusus disiplin ilmu kesehatan.

Keberhasilan HPEQ ini membuatnya dijadikan model percontohan bagi pendirian lembaga mandiri untuk bidang ilmu lain, terutama yang berbasis masyarakat profesi, o l e h p e m e r i n t a h . Da l a m u p a ya i n i , pemerintah mengadakan workshop dan sosialisasi yang meluas perihal mekanisme pendirian LAM dan LPUK untuk bidang lain, dengan melibatkan pengurus atau pendiri LPUK-Nakes dan LAM-PTKes. Selain itu, dilakukan pula penguatan komitmen Dewan LPUK-Nakes dan LAM-PTKes sebagai

Identifikasi Praktik Terbaik Proyek

2 3

DOK. PT MARS

Petugas dari PT Mars mendampingi petani memeriksa kualitas buah kakao. Proyek READ menjalin kemitraan dengan PT Mars untuk mengadakan pelatihan komoditas kepada petani kakao.

pendiri untuk mengawal misi keberlanjutan lembaga, yang dapat dijaga oleh Dewan Penasihat dan pemerintah sebagai konseptor dan pendukung utama pendirian LPUK-Nakes dan LAM-PTKes.

“Ini merupakan hal yang baik karena telah memberikan jaminan mutu pendidikan t inggi bidang kesehatan. Proyek ini memberikan contoh baik proses kemitraan antar perguruan tinggi. Melalui proyek ini, Perguruan Tinggi (PT) besar memberikan banyak pelajaran kepada PT yang masih berkembang. Proses pelembagaannya memang belum terbentuk, tetapi saya yakin ini akan semakin menguat dan membaik ke depannya,” ungkap Amich Alhumami, perwakilan dari Bappenas, menyampaikan apresiasi.

Selain dari pemerintah, proyek HPEQ juga mendapat pengakuan dari Bank Dunia sebagai proyek yang unik karena desain proyek yang berbasis pengembangan program. Di samping itu, proyek juga serta m e n g i n t e g r a s i k a n d a n m e n d o r o n g internal isas i program-program yang dikembangkan proyek ke dalam program Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) sejak tahap awal, untuk menjaga keberlanjutan program pasca-periode implementasi proyek.

Untuk pengembangkan lebih lanjut, scaling up terhadap proyek dilakukan dengan institusionalisasi program utama Proyek HPEQ pada program Kemristekdikti . Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristekdikti mencanangkan KPI terkait peningkatan kualitas pendidikan tinggi ( jumlah program studi yang terakreditasi dan persentase kelulusan peserta uji kompetensi), tidak hanya untuk bidang kesehatan, tetapi bidang ilmu lainnya.

Proyek Pembangunan

Sementara i tu, Program Nasional Pengembangan Masyarakat (PNPM) Perkotaan, yang dapat dikatakan lahir sebagai bentuk scaling up dari kegiatan Urban Poverty Project, juga menawarkan praktik lain dalam upaya scaling up. Selama pelaksanaannya, upaya scaling up pada PNPM Perkotaan

dilakukan di antaranya melalui pelaksanaan pi lot ing skema Penataan Lingkungan P e m u k i m a n B e r b a s i s Komunitas/Neighborhood Development (PLPBK/ND).

“PLPBK/ND kami sudah bekerja di 11 ribu desa. Sementara program Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (P2B) atau sustainable livelihood sudah bekerja di 56 kelurahan atau desa. Ini faktor yang mendukung scaling up proyek kami”, ungkap Mita, perwakilan dari PNPM Perkotaan.

Scal ing up pada PNPM Perkotaan dilakukan dalam dua bentuk, yaitu horisontal dan vertikal. Scaling up horisontal dilakukan dengan perluasan lokasi sasaran ke seluruh kelurahan dan desa di kecamatan perkotaan d i s e l u r u h I n d o n e s i a d a n d e n g a n penambahan cakupan kelurahan dan desa sasaran menjadi 11.066 kelurahan dan desa. Sementara itu, scaling up vertikal dilakukan melalui scaling up pilot PLPBK/ND ke seluruh kelurahan dan desa di kawasan prioritas kumuh sesuai dengan ketetapan walikota dan bupati.

D i l u n c u r k a n p a d a 2 0 0 7, P N P M dilaksanakan dengan dukungan pendanaan Bank Dunia, yang dimulai pada tahun 2008. Proyek dibedakan berdasarkan karakteristik lokasi: berlokasi di wilayah perdesaan (PNPM Mandiri Pedesaan) dan berlokasi di wilayah perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Lebih jauh, cikal bakal PNPM dapat ditarik kembali hingga 1998, yang diawali dengan pinjaman Bank Dunia. Pada saat itu, terdapat dua jenis program, yaitu Kecamatan Development Program (KDP) dan Urban Poverty Program (UPP).

Hingga 2014, PNPM berjalan dan menjadi salah satu program utama pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dan merupakan program berbasis pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia. Desain PNPM berpusat pada pendekatan program yang berbasis pada part is ipasi dan penguatan kapasitas masyarakat , sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran dana pemerintah untuk program penanggulangan kemiskinan.

Page 3: Kabar SEDSSTC Juli 2015

1999 2007 2015

Urban Poverty Project (UPP) PNPM Perkotaan P2KP-Kota

2019

Landasan: Kebijakan Nasional Pelaksanaan PNPM Mandiri

Bentuk scale up:1. Perluasan lokasi sasaran ke seluruh

desa/kelurahan di kecamatan perkotaan se-Indonesia

2. Penambahan cakupan desa/kelurahan dari 4.363 menjadi 11.066

Landasan: Kebijakan Nasional Penanganan Kumuh (RPJMN 2015-2019)

Bentuk scale up:1. Scale up pilot PLP-BK ke selueuh

desa/kelurahan di kawasan prioritas kumuh sesuai SK Bupati/Walikota dan Dit. Bangkim

2. Scale up PLBK di tingkat kota di seluruh kota/kabupaten untuk pencapaian target 100-

0-1003. Scale up pilot P2B (Bappenas) di seluruh lokasi penanganan kumuh dan

pencapaian target 100-0-100

Transformasi UPP, PNPM Urban dan P2KP-Kota

caling up idealnya menjadi nilai penting Syang ada di setiap tahap proyek-proyek pembangunan. Perencanaan proyek

telah mengindikasikan potensi scaling up sebagai bagian dari strategi keberlanjutan. Ke t i k a p r o y e k m u l a i d i l a k s a n a k a n , pemantuan kegiatan menjaga agar refleksi yang berlanjut dapat dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencoba upaya awal scaling up serta mengidentifikasi praktik terbaik lainnya.

Pedoman dalam menanamkan nilai scaling up tersebut saat ini belum dimiliki oleh pemerintah, khususnya dalam pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri. Karena itu, diperlukan suatu kerangka kerja scaling up. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga perumus kebijakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dapat memfasilitasi pengembangan kerangka kerja tersebut.

Dokumentasi proses pelaksanaan scaling up dapat berkontribusi untuk semakin mendekatkan pembangunan teknokratik dengan konteks pembangunan di tingkat masyarakat. Secara khusus, pengetahuan dan p e n g a l a m a n y a n g d i p e r o l e h d a p a t m e m b e r i k a n m a s u k a n b a g a i m a n a melembagakan scaling up dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kemitraan pembangunan internasional.

Dalam konteks pengelolaan kemitraan pembangunan internasional, scaling up menjadi manifestasi dari fungsi kemitraan pembangunan internas ional sebagai pendorong pembangunan. Investasi yang dilakukan diharapkan dapat memberikan nilai tambah berupa transfer pengetahuan dalam bentuk pembelajaran, baik teknis dan non-teknis, mengenai cara mempercepat pencapaian tujuan, sasaran, dan target pembangunan.

Scaling up menjadi wujud kepemilikan pemerintah terhadap pelaksanaan proyek yang dibiayai pinjaman dan hibah luar negeri. Ini karena scaling up tidak hanya sekadar memiliki potensi perbaikan pada tingkat

proyek, melainkan juga pada tingkat sistem dan tata kelola pemerintahan.

Dalam forum berbagi pembelajaran antarproyek yang diselenggarakan oleh Bappenas pada Jumat (12/6) di Bogor, Jawa Barat, dua pertanyaan kunci diajukan untuk mengidentifikasi praktik scaling up dari beberapa proyek. Jawaban atas pertanyaan mengenai faktor-faktor pendukung, serta perbaikan pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri untuk pelaksanaan scaling up, mengemuka memadu seluruh rangkaian diskusi.

“Salah satu pendekatan kami adalah mendukung inisiatif untuk meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dalam mengelola pembangunan sosial ekonominya. Harpannya, dapat terbentuk lembaga masyarakat yang lebih transparan, akuntabel, adil, dan kompeten,” papar Jaka, perwakilan dar i proyek Ru ra l Em p o w e r m e n t a n d Agricultural Development Programme (READ).

Dalam menjalankan proyeknya, READ berpijak pada pembangunan di empat komponen program. Keempat komponen tersebut yaitu pemberdayaan masyarakat, perbaikan mata pencaharian, infrastruktur pedesaan, serta manajemen program dan analisis kebijakan.

Pe m b a n g u n a n p a d a k o m p o n e n -komponen program tersebut diupayakan melalui beberapa strategi yang mengarah pada penguatan kapasitas dan partisipasi masyarakat . Strategi pertama adalah p e m b a n g u n a n m o d a l s o s i a l u n t u k mendukung proses pengambilan keputusan dan perencanaan di tingkat desa, serta pengelolaan aset dan peluang ekonomi di tingkat masyarakat. Perluasan partisipasi dan manfaat juga didorong terhadap kelompok masyarakat marginal, seperti kelompok miskin, kelompok perempuan, dan kelompok minoritas. Strategi program juga dilakukan dengan pengaitan kelembagaan dan kegiatan di tingkat masyarakat dengan kelembagaan publik dan swasta di tingkat yang lebih tinggi dan relevan.

Dalam jangka waktu enam tahun pelaksanaannya, READ telah membentuk 1.075 kelompok masyarakat yang berbasis komoditas unggulan. Kelompok-kelompok tersebut di antaranya kelompok petani padi, jagung, kakao, kopra, sayuran, ternak kecil, usaha off farm untuk kelompok perempuan, dan kelompok dana bergulir. Kelompok masyarakat tersebut mendapatkan dukungan pengembangan kegiatan pertanian produktif melalui pendampingan, pelatihan, dukungan s a r a n a d a n p r a s a r a n a , d u k u n g a n infrastruktur, serta bantuan dana bergulir.

Evaluasi hasil READ pada pertengahan tahun 2014 yang dilakukan oleh pengelola proyek, menunjukkan bahwa pendekatan pemberdayaan READ telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan berkontribusi pada peningkatan produksi pertanian m a s y a r a k a t . E v a l u a s i t e r s e b u t mengidentifikasi keunggulan READ yang didapatkan dari pembelajaran pelaksanaan proyek. Pertama, READ membangun desain proyek yang komprehensif, mencakup seluruh aspek pendukung kegiatan pertanian. K e d u a , p e n d e k a t a n p e m b e r d a y a a n masyarakat, yang mendorong inisiatif dan rasa kepemilikan dari masyarakat dalam melaksanakan kegiatan. Ketiga, manajemen proyek lintas sektoral, yang meningkatkan kerjasama antar dinas terkait di daerah. Keempat, adanya kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dikontrak oleh proyek sebagai fasilitator masyarakat, dan inisiasi kemitraan dengan pihak swasta melalui kerjasama pelatihan komoditas kakao dengan PT Mars. Kelima, penguatan kelembagaan masyarakat dan perluasan jejaring bagi penerima manfaat dan pengelola READ dengan lembaga penelitian teknologi pertanian dan pihak swasta.

D a l a m p r o y e k R E A D, s c a l i n g u p direncanakan sebagai bagian dari exit strategy (strategi keberlanjutan) hasil setelah proyek berakhir. Pada 30 Juni 2014, dokumen awal exit strategy READ difinalkan oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM

Pertanian (BPPSDMP) Kementer ian Pertanian sebagai bahan konsultasi untuk penyusunan strategi lebih lanjut. Dalam dokumen exit strategy tersebut, model READ akan dilembagakan menjadi salah satu model pengembangan pertanian di Indonesia. Exit strategy READ menyasar dua tujuan utama, yaitu menjaga keberlanjutan pelaksanaan komponen READ di lima kabupaten di Sulawesi Tengah, serta mereplikasi kegiatan dan komponen Program READ di beberapa wilayah perbatasan seperti Kalbar dan Nusa Tenggara Timur.

Bidang Pendidikan

Pada bidang pembangunan lain, Health Professional Education Quality Projects (HPEQ), merupakan proyek yang bertujuan untuk memperkuat kualitas kebijakan pendidikan di bidang kesehatan di Indonesia, memberikan contoh strategi yang berbeda. Melibatkan banyak pihak dan lembaga, mulai dari asosiasi profesi, perguruan tinggi, hingga lembaga-lembaga negara, HPEQ banyak melakukan penguatan pada nilai-nilai kolaborasi profesi, public-private partnership, maupun resource sharing untuk menciptakan sebuah model kemitraaan yang berlanjut.

Ketika proyek berakhir pada Desember 2014, kegiatan HPEQ telah membentuk dua lembaga independen yaitu LPUK-Nakes (Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan) dan LAM-PTKes (Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan). Selain itu, HPEQ juga telah berhasil membentuk sistem akreditasi baru dan telah menjalankan uji kompetensi khusus disiplin ilmu kesehatan.

Keberhasilan HPEQ ini membuatnya dijadikan model percontohan bagi pendirian lembaga mandiri untuk bidang ilmu lain, terutama yang berbasis masyarakat profesi, o l e h p e m e r i n t a h . Da l a m u p a ya i n i , pemerintah mengadakan workshop dan sosialisasi yang meluas perihal mekanisme pendirian LAM dan LPUK untuk bidang lain, dengan melibatkan pengurus atau pendiri LPUK-Nakes dan LAM-PTKes. Selain itu, dilakukan pula penguatan komitmen Dewan LPUK-Nakes dan LAM-PTKes sebagai

Identifikasi Praktik Terbaik Proyek

2 3

DOK. PT MARS

Petugas dari PT Mars mendampingi petani memeriksa kualitas buah kakao. Proyek READ menjalin kemitraan dengan PT Mars untuk mengadakan pelatihan komoditas kepada petani kakao.

pendiri untuk mengawal misi keberlanjutan lembaga, yang dapat dijaga oleh Dewan Penasihat dan pemerintah sebagai konseptor dan pendukung utama pendirian LPUK-Nakes dan LAM-PTKes.

“Ini merupakan hal yang baik karena telah memberikan jaminan mutu pendidikan t inggi bidang kesehatan. Proyek ini memberikan contoh baik proses kemitraan antar perguruan tinggi. Melalui proyek ini, Perguruan Tinggi (PT) besar memberikan banyak pelajaran kepada PT yang masih berkembang. Proses pelembagaannya memang belum terbentuk, tetapi saya yakin ini akan semakin menguat dan membaik ke depannya,” ungkap Amich Alhumami, perwakilan dari Bappenas, menyampaikan apresiasi.

Selain dari pemerintah, proyek HPEQ juga mendapat pengakuan dari Bank Dunia sebagai proyek yang unik karena desain proyek yang berbasis pengembangan program. Di samping itu, proyek juga serta m e n g i n t e g r a s i k a n d a n m e n d o r o n g internal isas i program-program yang dikembangkan proyek ke dalam program Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) sejak tahap awal, untuk menjaga keberlanjutan program pasca-periode implementasi proyek.

Untuk pengembangkan lebih lanjut, scaling up terhadap proyek dilakukan dengan institusionalisasi program utama Proyek HPEQ pada program Kemristekdikti . Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristekdikti mencanangkan KPI terkait peningkatan kualitas pendidikan tinggi ( jumlah program studi yang terakreditasi dan persentase kelulusan peserta uji kompetensi), tidak hanya untuk bidang kesehatan, tetapi bidang ilmu lainnya.

Proyek Pembangunan

Sementara i tu, Program Nasional Pengembangan Masyarakat (PNPM) Perkotaan, yang dapat dikatakan lahir sebagai bentuk scaling up dari kegiatan Urban Poverty Project, juga menawarkan praktik lain dalam upaya scaling up. Selama pelaksanaannya, upaya scaling up pada PNPM Perkotaan

dilakukan di antaranya melalui pelaksanaan pi lot ing skema Penataan Lingkungan P e m u k i m a n B e r b a s i s Komunitas/Neighborhood Development (PLPBK/ND).

“PLPBK/ND kami sudah bekerja di 11 ribu desa. Sementara program Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (P2B) atau sustainable livelihood sudah bekerja di 56 kelurahan atau desa. Ini faktor yang mendukung scaling up proyek kami”, ungkap Mita, perwakilan dari PNPM Perkotaan.

Scal ing up pada PNPM Perkotaan dilakukan dalam dua bentuk, yaitu horisontal dan vertikal. Scaling up horisontal dilakukan dengan perluasan lokasi sasaran ke seluruh kelurahan dan desa di kecamatan perkotaan d i s e l u r u h I n d o n e s i a d a n d e n g a n penambahan cakupan kelurahan dan desa sasaran menjadi 11.066 kelurahan dan desa. Sementara itu, scaling up vertikal dilakukan melalui scaling up pilot PLPBK/ND ke seluruh kelurahan dan desa di kawasan prioritas kumuh sesuai dengan ketetapan walikota dan bupati.

D i l u n c u r k a n p a d a 2 0 0 7, P N P M dilaksanakan dengan dukungan pendanaan Bank Dunia, yang dimulai pada tahun 2008. Proyek dibedakan berdasarkan karakteristik lokasi: berlokasi di wilayah perdesaan (PNPM Mandiri Pedesaan) dan berlokasi di wilayah perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Lebih jauh, cikal bakal PNPM dapat ditarik kembali hingga 1998, yang diawali dengan pinjaman Bank Dunia. Pada saat itu, terdapat dua jenis program, yaitu Kecamatan Development Program (KDP) dan Urban Poverty Program (UPP).

Hingga 2014, PNPM berjalan dan menjadi salah satu program utama pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dan merupakan program berbasis pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia. Desain PNPM berpusat pada pendekatan program yang berbasis pada part is ipasi dan penguatan kapasitas masyarakat , sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran dana pemerintah untuk program penanggulangan kemiskinan.

Page 4: Kabar SEDSSTC Juli 2015

Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan melalui Kerja SamaTriangular dan Selatan-Selatan (SEDSSTC)

Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral Kementerian PPN/BappenasJalan Taman Suropati 2 Jakarta 10310Tel: +62-21-3160159 Fax: +62-21-31934203 E-mail: [email protected]

4

Sabtu Berbagi IlmuDirektorat Pendanaan Luar Negeri (PLN) Multilateral Bappenas, Sabtu (13/6), mengadakan forum berbagi pengetahuan tentang pengelolaan proyek. Forum peningkatan kapasitas tersebut diikuti oleh 12 tenaga pendukung di Direktorat PLN Multilateral. Hadir sebagai narasumber Alit Merthayasa, konsultan Tenaga Ahli ADB di Direktorat PLN Multilateral. Dalam forum tersebut, Alit membagikan pengetahuan tentang kerangka persiapan desain dan pemantauan, serta peningkatan kualitas proyek. Di akhir kegiatan, ALit mengajak para peserta untuk melakukan studi kasus dan analisis terhadap satu proyek di dalam kelompok-kelompok kecil. Peserta kemudian berkesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan forum.

Foto-foto: Bappenas/RS

Komitmen, keterbukaan informasi dan komunikasi, keberanian untuk

memulai dari nol.

Setiap program memiliki nilai kelebihan dan kekurangan. Bagaiamana kita belajar dari program lain untuk menyempurnakan program yang kita laksanakan.

Bahwa dalam melakukan scaling up, diperlukan komitmen yg

sangat kuat baik pada pemerintah pusat, daerah maupun masyarakat.

Testimoni PesertaNilai inspiratif apa saja yang Anda

peroleh dari forum ini ?