Top Banner
i PENGANTAR REDAKSI Edisi keenam jurnal ini mengetengahkan tema peranan dan fungsi tenaga kependidikan yang perlu dimainkan oleh setiap tenaga kependidikan karena masih adanya tumpang tindih peranan dan fungsi tenaga kependidikan di sekolah-sekolah kita. Sebagai contoh, peranan dan fungsi antara petugas Badan Pengawas Daerah (Bawasda) dengan pengawas sekolah, peranan dan fungsi kepala sekolah dengan pengawas sekolah, peranan dan fungsi kepala sekolah dengan petugas tenaga administrasi sekolah. Tenaga kependidikan perlu mengingat, memahami, dan mematuhi kembali peranan dan fungsinya masing-masing sehingga tumpang tindih dan konflik peranan dan fungsi antara tenaga kependidikan tidak sampai terjadi. Semua tenaga kependidikan pada hakikatnya mempunyai perjuangan yang sama yaitu memerangi kebodohan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam perjuangan tersebut, setiap tenaga pendidikan memiliki peranan dan fungsinya masing-masing. Tujuan meningkatkan peranan dan fungsi tenaga kependidikan adalah agar terjadi kerja yang sinergi antar tenaga kependidikan dalam upaya memajukan sekolahnya masing-masing sehingga pendidikan kita diharapkan mampu bersaing secara sehat baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional. Untuk mewujudkan pandangan di atas, Surya Dharma membahas peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah. Peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah menurut Surya Dharma cukup banyak dan kompleks. Salah satu fungsi umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai supervisi. Supervisi meliputi supervisi akademik dan manajerial. Masing-masing terdapat empat peranan dan fungsi umum pengawas sekolah/madrasah dan terdapat masing-masing 17 peranan dan fungsi khusus pengawas sekolah/madrasah masing-masing ada 17. Peranan pengawas sangat strategik di dalam melakukan fungsi supervisi akademik dan manajerial di sekolah/madrasah. Sebagai supervisor akademik, ia dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang proses pembelajaran sehingga ia dapat memainkan peranan dan fungsinya membantu guru dalam meningkatkan proses dan strategi pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, ia dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang manajemen dan leadership sehingga ia dapat memainkan peranan dan fungsinya dalam membantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola sumberdaya sekolah/madrasah secara efisien dan efektif. Seorang pengawas juga harus dapat
82

Jurnal Tendik April 2008

Jul 05, 2015

Download

Documents

myudiridhom
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal Tendik April 2008

i

PENGANTAR REDAKSI

Edisi keenam jurnal ini mengetengahkan tema peranan dan fungsi tenaga kependidikan yang perlu dimainkan oleh setiap tenaga kependidikan karena masih adanya tumpang tindih peranan dan fungsi tenaga kependidikan di sekolah-sekolah kita. Sebagai contoh, peranan dan fungsi antara petugas Badan Pengawas Daerah (Bawasda) dengan pengawas sekolah, peranan dan fungsi kepala sekolah dengan pengawas sekolah, peranan dan fungsi kepala sekolah dengan petugas tenaga administrasi sekolah.

Tenaga kependidikan perlu mengingat, memahami, dan mematuhi kembali peranan dan fungsinya masing-masing sehingga tumpang tindih dan konflik peranan dan fungsi antara tenaga kependidikan tidak sampai terjadi. Semua tenaga kependidikan pada hakikatnya mempunyai perjuangan yang sama yaitu memerangi kebodohan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam perjuangan tersebut, setiap tenaga pendidikan memiliki peranan dan fungsinya masing-masing. Tujuan meningkatkan peranan dan fungsi tenaga kependidikan adalah agar terjadi kerja yang sinergi antar tenaga kependidikan dalam upaya memajukan sekolahnya masing-masing sehingga pendidikan kita diharapkan mampu bersaing secara sehat baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional.

Untuk mewujudkan pandangan di atas, Surya Dharma membahas peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah. Peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah menurut Surya Dharma cukup banyak dan kompleks. Salah satu fungsi umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai supervisi. Supervisi meliputi supervisi akademik dan manajerial. Masing-masing terdapat empat peranan dan fungsi umum pengawas sekolah/madrasah dan terdapat masing-masing 17 peranan dan fungsi khusus pengawas sekolah/madrasah masing-masing ada 17. Peranan pengawas sangat strategik di dalam melakukan fungsi supervisi akademik dan manajerial di sekolah/madrasah. Sebagai supervisor akademik, ia dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang proses pembelajaran sehingga ia dapat memainkan peranan dan fungsinya membantu guru dalam meningkatkan proses dan strategi pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, ia dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang manajemen dan leadership sehingga ia dapat memainkan peranan dan fungsinya dalam membantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola sumberdaya sekolah/madrasah secara efisien dan efektif. Seorang pengawas juga harus dapat

Page 2: Jurnal Tendik April 2008

ii

memainkan peranan dan fungsinya di dalam membina kepala sekolah/madrasah untuk mampu membawa berbagai perubahan di sekolah/madrasah.

Selanjutnya, Husaini Usman membahas peranan dan fungsi kepala sekolah/madrasah. Peranan kepala sekolah/madrasah menurut Husaini Usman adalah sebagai EMASLIM, EMASLEC, dan primaentrevisi tetapi belum banyak kepala sekolah/madrasah mengetahuinya. Terdapat sejumlah fungsi umum dan khusus kepala sekolah/madrasah sebagai manajer sekolah/madrasah yang perlu diketahui oleh para kepala sekolah/madrasah. Untuk mengefektifkan peranan dan fungsi kepala sekolah/madrasah diperlukan kompetensi yang memadai di antaranya melakukan diklat peningkatan kompetensi primavisiku yang dikelola secara profesional dan berkelanjutan.

Berikutnya, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, Wukir Ragil menguraikan peranan pengawas sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan. Peranan pengawas` sekolah yang dilakukan oleh pengawas sekolah menurut Wukir Ragil adalah dianggap sangat strategis karena lebih dekat dengan sekolah, kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan lainnya, siswa dibandingkan dengan posisi lain dalam manajemen pendidikan secara umum. Peranan pengawas sekolah ini dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yakni berkaitan dengan informasi pendidikan, hubungan interpersonal, dan pengambilan keputusan sekolah.

Di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan dipengaruhi oleh kepemimpinan. Dalam menghadapi dunia pendidikan yang selalu berubah, Lantip Diat Prasojo menyampaikan gagasannya tentang kepemimpinan transformasional kepala tenaga administrasi sekolah. Salah satu model kepemimpinan yang sesuai untuk menciptakan perubahan menurut Lantip Diat Prasojo adalah kepemimpinan transformasional yaitu kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan mendasar dan menyeluruh yang dilandasi oleh nilai-nilai agama, sistem dan budaya untuk menciptakan inovasi dan kreativitas pengikutnya dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi.

Selanjutnya, visi dan misi yang telah ditetapkan sekolah perlu dukungan peranan tenaga administrasi sekolah. Untuk maksud itu, Muhyadi mengemukakan peranan kepala tenaga administrasi sekolah dalam mendukung pencapaian visi dan misi sekolah. Peranan kepala tenaga administrasi sekolah menurut Muhyadi sangat penting karena ikut menentukan kualitas keputusan yang diambil kepala sekolah. Peranan tersebut diwujudkan dalam bentuk penyediaan informasi yang akurat, benar, cermat, dan tepat waktu. Agar dapat memenuhi perannya tersebut, kepala

Page 3: Jurnal Tendik April 2008

iii

TAS seharusnya memiliki kualifikasi yang sesuai yaitu berlatar belakang pendidikan administrasi perkantoran dengan jenjang pendidikan sekurang-kurangnya SMK untuk tingkat pendidikan dasar dan D3 untuk jenjang pendidikan menengah.

Akhirnya, Rokhmaniyah mencoba mengefektifkan semua peranan yang dimainkan tenaga kependidikan di atas dengan gagasan-gagasannya berupa mengefektifkan peranan tenaga kependidikan. Banyak definisi efektif, tetapi yang dipilih efektif menurut Covey karena relevan dengan judul. Efektif ialah keseimbangan berbagai peranan dengan yang dihasilkannya. Cara mengefektifkan peranan sepuluh tenaga kependidikan adalah dengan membiasakan menerapkan tujuh kebiasaan Covey dalam melaksanakan peranan-peranan terebut. Dalam penerapannya, ada budaya kita yang mendukung dan menghambat. Cara memulainya dari yang diri sendiri, dari yang mudah, dari yang kecil, dan dari yang murah dulu.

Semoga dengan terbitnya edisi ini, pandangan dan pengalaman yang dikemukakan dapat memberikan inspirasi pemikiran-pemikiran yang lebih menggali hingga ke akar permasalahan. Akhirnya, kami sangat menantikan saran-saran dengan senang hati sebagai masukan untuk meningkatkan peranan dan fungsi jurnal ini ke forum kewacanaan nasional.

Redaksi

Page 4: Jurnal Tendik April 2008

Jurnal Tenaga Kependidikan Vol. 3, No. 1, April 2008

1

PERANAN DAN FUNGSI PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH

Surya Dharma Direktur Tenaga Kependidikan

Abstrak Peranan adalah aspek dinamis yang melekat pada posisi atau status seseorang di dalam suatu organisasi. Peranan inheren dengan fungsi. Permasalahan pengawas sekolah/madrasah selama ini adalah masih banyaknya mereka yang belum mengetahui peranan dan fungsi yang diembannya. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan sumbangan konsep dan teori tentang peranan dan fungsi bagi pengawas sekolah/madrasah. Salah satu fungsi umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai supervisi. Supervisi meliputi supervisi akademik dan manajerial. Peranan dan fungsi umum pengawas sekolah/madrasah masing-masing ada empat. Peranan dan fungsi khusus pengawas sekolah/madrasah masing-masing ada 17.

Kata Kunci: peranan, fungsi, tugas pokok, pengawas sekolah, supervisi.

PENDAHULUAN

Peningkatan mutu pendidikan telah menjadi komitmen Departemen Pendidikan Nasional yang ditunjukkan dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK). Ada beberapa direktorat di lingkungan Ditjen PMPTK, satu di antaranya adalah Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat ini bertugas meningkatkan mutu tenaga kependidikan yang terdiri atas: (1) tenaga pengawas satuan pendidikan, (2) kepala sekolah/madrasah, (3) tenaga administrasi sekolah/madrasah, (4) tenaga laboratorium laboran/teknisi, dan (5) tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.

Salah satu tenaga kependidikan yang dinilai strategik dan penting untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah dan kepala sekolah/madrasah adalah tenaga pengawas sekolah/madrasah. Usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu tenaga pengawas sekolah/madrasah antara lain adalah penyempurnaan sejumlah unsur mulai dari rumusan konsep dasar pengawasan, peranan dan fungsi pengawas, kompetensi kualifikasi dan sertifikasi, rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, pengembangan karir, pendidikan dan pelatihan, penghargaan dan perlindungan sampai pada pemberhentian dan pensiun. Mengingat banyaknya unsur-

Page 5: Jurnal Tendik April 2008

Surya Dharma

2

unsur yang harus ditingkatkan pembinaannya dan dibahas, maka pada kesempatan ini pembahasan dibatasi pada peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah saja.

Masalahnya adalah pengawas sekolah/madrasah selama ini masih banyak yang belum mengetahui dan memahami peranan yang harus dimainkannya serta fungsi yang diembannya. Terlebih-lebih melaksanakan peranan dan fungsi tersebut. Permasalahan ini muncul karena sejak diberlakukannya otonomi daerah, banyak bupati/walikota mengangkat pengawas sekolah bukan berasal dari guru dan atau kepala sekolah. Ada pengawas sekolah yang diangkat dari mantan pejabat atau staf dinas dengan maksud untuk memperpanjang masa pensiunnya, pada hal mereka belum pernah menjadi guru atau kepala sekolah. Bahkan ada pula yang diangkat sebagai balas budi “tim sukses” bupati/walikota terpilih. Ironisnya, setelah mereka dilantik sebagai pengawas sekolah, mereka tidak pernah mendapatkan pelatihan pengawas sekolah. Pengangkatan dengan cara tersebut sebenarnya bertentangan dengan pendapat Wiles & Bondi (2007) yang menyatakan:

Selection criteria for supervisors, based on their training and experience.

Experience: A. Minimum of two years of classroom teaching experience. B. Minimum of one year of leadership experience (such as

principal). C. Cerification as a teacher.

Tetapi, yang lebih parah lagi adalah pengangkatan tersebut di atas telah melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 39 yang berbunyi:

(2) Kriteria minimal untuk menjadi pengawas satuan pendidikan meliputi: a. berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala

sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi,

b. memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan,

c. lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan.

Penulisan ini bertujuan untuk memberikan sumbangan konsep dan teori tentang peranan dan fungsi pengawas sekolah/madrasah bagi para pengawas sekolah/madrasah. Harapannya adalah agar para pengawas sekolah/madrasah semakin bertambah pengetahuan dan pemahaman tentang peranan yang harus dimainkan dan fungsi yang diembannya serta yang lebih penting lagi mereka mampu mempraktikannya dengan baik di tempat tugasnya masing-masing.

Page 6: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Pengawas Sekolah/Madrasah

3

PERANAN PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH

Peranan menurut Getzels (1967), “That roles are defined in terms of role expectations-the normative rights and duties that define within limits what a person should or should not do under various circumtances while he is the incumbent a particular role within an intitution.” Dari pendapat Getzels tersebut, maka peranan-peranan dapat didefinisikan dalam terminologi harapan-harapan peranan yang bersifat kebenaran normatif dan menetapkan batasan-batasan kewajiban-kewajiban apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan seseorang secara khusus di dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu, setiap kita berbicara tentang peranan seseorang di dalam suatu organisasi termasuk juga organisasi sekolah/madrasah tentunya, selalu berupa peranan-peranan yang normatif atau yang ideal-ideal saja.

Peranan adalah aspek dinamis yang melekat pada posisi atau status seseorang di dalam suatu organisasi seperti yang dinyatakan oleh Lipham & Hoeh (1974), “Weindicate that a role is a dynamis aspect of a position, office, or status in institution.”. Karena peranan bersifat dinamis, maka ia berkembang terus sesuai dengan tuntutan kebutuhan organisasi.

Peranan pengawas sekolah/madrasah menurut Wiles & Bondi (2007), “Therole of the supervisor is to help teachers and other education leaders understand issues and make wise decisions affecting student education.” Bertitik tolak dari pendapat Wiles & Bondi tersebut, maka peranan pengawas sekolah/madrasah adalah membantu guru-guru dan pemimpin-pemimpin pendidikan untuk memahami isu-isu dan membuat keputusan yang bijak yang mempengaruhi pendidikan siswa. Untuk membantu guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta meningkatkan prestasi belajar siswa, maka peranan umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai: (1) observer (pemantau), (2) supervisor(penyelia), (3) evaluator (pengevaluasi) pelaporan, dan (4) successor (penindak lanjut hasil pengawasan). Apa saja yang dilakukan setiap peranan akan dibahas pada subbab fungsi pengawas sekolah/madrasah di bawah ini.

Dalam praktiknya, orang sering menyamakan antara arti pengevaluasian dengan penilaian. Pada hal, arti pengevaluasian berbeda dengan penilaian. Pengevaluasian pendidikan ialah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan penilaian ialah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa.

Page 7: Jurnal Tendik April 2008

Surya Dharma

4

Peranan sebagai penyelia adalah melaksanakan supervisi. Supervisi meliputi: (1) supervisi akademik, dan (2) supervisi manajerial. Kedua supervisi ini harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas sekolah/madrasah.

Sasaran supervisi akademik antara lain adalah untuk membantu guru dalam hal: (a) merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbingan, (b) melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan, (c) menilai proses dan hasil pembelajaran/bimbingan, (d) memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran/bimbingan, (e) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik, (f) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (g) memberikan bimbingan belajar pada peserta didik, (h) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, (i) mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan, (j) memanfaatkan sumber-sumber belajar, (k) mengembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan dan sebagainya) yang tepat dan berdaya guna, (l) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan, dan (m) mengembangkan inovasi pembelajaran/bimbingan.

Dalam melaksanakan supervisi akademik, pengawas sekolah/madrasah hendaknya memiliki peranan khusus sebagai:

(1) patner (mitra) guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya,

(2) inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya,

(3) konsultan pendidikan dan pembelajaran di sekolah/madrasah binaannya, (4) konselor bagi guru dan seluruh tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, dan (5) motivator untuk meningkatkan kinerja guru dan semua tenaga kependidikan

di sekolah/madrasah.

Sasaran supervisi manajerial adalah membantu kepala sekolah/madrasah dan tenaga kependidikan di sekolah di bidang administrasi sekolah/madrasah yang meliputi: (a) administrasi kurikulum, (b) administrasi keuangan, (c) administrasi sarana prasarana/perlengkapan, (d) administrasi tenaga kependidikan, (e) administrasi kesiswaan, (f) administrasi hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat, dan (g) administrasi persuratan dan pengarsipan.

Dalam melaksanakan supervisi manajerial, pengawas sekolah/madrasah memiliki peranan khusus sebagai:

Page 8: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Pengawas Sekolah/Madrasah

5

1. konseptor yaitu menguasai metode, teknik, dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah/madrasah;

2. programer yaitu menyusun program kepengawasan berdasarkan visi, misi, tujuan, dan program pendidikan di sekolah/madrasah;

3. komposer yaitu menyusun metode kerja dan instrumen kepengawasan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawas di sekolah/madrasah;

4. reporter yaitu melaporkan hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah/madrasah;

5. builder yaitu: (a) membina kepala sekolah/madrasah dalam pengelolaan (manajemen) dan administrasi sekolah/madrasah berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah/madrasah dan (b) membina guru dan kepala sekolah/madrasah dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah/madrasah;

6. supporter yaitu mendorong guru dan kepala sekolah/madrasah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapai untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah/madrasah; dan

7. observer yaitu memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah/madrasah; dan

8. user yaitu memanfaatkan hasil-hasil pemantauan untuk membantu kepala sekolah dalam menyiapkan akreditasi sekolah.

Pengawas sekolah/madrasah selama ini menurut pengamatan sekilas di lapangan cenderung lebih banyak melaksanakan supervisi manajerial daripada supervisi akademik. Supervisi akademik misalnya seperti berkunjung ke kelas-kelas mengamati guru yang sedang mengajar tanpa mengganggu. Hasil pengamatan dianalisis dan didiskusikan dengan guru serta akhirnya dapat menjadi masukan guru dalam memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian, hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat. Komposisi kegiatan supervisi manajerial dengan kegiatan supervisi akademik disarankan 25 persen berbanding 75 persen (Pokja Pengawas, 2006).

Istilah pengawasan dalam beberapa literatur asing sekurang-kurangnya dapat dipahami dalam konteks: (1) inspection, (2) control, dan (3) supervision. Ketigaistilah di atas memiliki makna berbeda. Inspection memiliki esensi membangun legal complience, yaitu kepatuhan pada perundangan dan peraturan kelembagaan yang mengikat. Control mempunyai esensi membangun managerial compliance,yaitu kepatuhan pada kaidah manajerial, kepemimpinan, kebijakan, keputusan,

Page 9: Jurnal Tendik April 2008

Surya Dharma

6

perencanaan dan program institusi yang telah ditetapkan. Supervision memiliki esensi professional compliance, yaitu kepatuhan profesional dalam arti jaminan bahwa seorang profesional akan menjalankan tugasnya didasarkan atas teori, konsep-konsep, hasil validasi empirik, dan kaidah-kaidah etik. Kontrol dan inspeksi dalam praktek pengawasan satuan pendidikan hanya diperlukan dalam batas-batas tertentu, sedangkan yang lebih utama terletak pada supervisi pendidikan.

Berdasarkan tuntutan profesionalisme, otonomi dan akuntabilitas profesional; pengawasan pendidikan dikembangkan dari kajian supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan merupakan fungsi yang ditujukan pada penjaminan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Supervisi akademik sama maksudnya dengan konsep supervisi pendidikan. Educational supervision sering disebut pula sebagai Instructional Supervision atau Instructional Leadership. Fokusnya utamanya adalah mengkaji, menilai, memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan mutu proses pembelajaran yang dilakukan bersama dengan guru (perorangan atau kelompok) melalui pendekatan dialog, bimbingan, nasihat dan konsultasi dalam nuansa kemitraan yang profesional. Merujuk pada konsep supervisi pendidikan di atas, maka pengawas sekolah/madrasah pada hakekatnya adalah supervisor (penyelia) pendidikan, sehingga tugas utamanya adalah melaksanakan supervisi akademik yaitu membantu guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang lebih optimal. Di luar tugas itu, pengawas sekolah/madrasah melaksanakan juga supervisi manajerial yakni membantu kepala sekolah dan staf sekolah untuk mempertinggi kinerja sekolah agar dapat meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah yang dibinanya.

Pengawasan pendidikan juga diartikan sebagai proses kegiatan monitoring dan evaluasi untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan pendidikan di satuan pendidikan terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins,1997). Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja satuan pendidikan atau unit-unit dalam suatu organisasi sekolah guna menetapkan kemajuan sekolah sesuai dengan arah yang dikehendaki (Wagner dan Hollenbeck dalam Mantja,2001). Oleh karena itu pengawasan pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya (Mantja, 2001).

Dalam pendidikan, pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Sahertian (2000) menegaskan

Page 10: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Pengawas Sekolah/Madrasah

7

bahwa pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain adalah usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran. Atas dasar itu hakikat dari pengawasan pendidikan pada hakikat adalah bantuan profesional kesejawatan kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan kualitas pembelajaran. Bantuan profesional yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran sehingga mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih bermutu dan berdaya guna.

Atas dasar uraian di atas, maka kegiatan pengawasan pendidikan harus berfokus pada: (1) standar dan prestasi yang harus diraih siswa, (2) kualitas layanan siswa di sekolah (keefektivan belajar mengajar, kualitas program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan manajemen sekolah.

Jadi, keutamaan supervisi adalah membantu guru untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi siswa sebagaimana yang diungkapkan oleh Wiles & Bondi (2007), “Supervision is first about helping people grow and develop. It is the job of the supervisor in education to work with others to provide an improved process for aiding the growth and development of students.”

Menurut Staf Tenaga Kependidikan (2006) dalam Laporan Rapat Kordinasi Pengembangan Tenaga Kependidikan, tugas pokok pengawas adalah:

(1) menyusun program kerja kepengawasan untuk setiap semester pada sekolah/madrasah binaannya;

(2) melaksanakan penilaian, pengolahan, dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru;

(3) mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses pembelajaran/bimbingan, lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan hasil belajar/bimbingan siswa;

(4) melaksanakan analisis komprehensif hasil analisis berbagai faktor sumber daya pendidikan sebagai bahan untuk melakukan inovasi sekolah;

(5) memberikan arahan, bantuan, dan bimbingan kepada guru tentang proses pembelajaran/bimbingan yang bermutu untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar/bimbingan siswa;

Page 11: Jurnal Tendik April 2008

Surya Dharma

8

(6) melaksanakan penilaian dan pemantauan penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah binaan mulai dari penerimaan siswa baru, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan ujian sampai kepada pelepasan lulusan/pemberian ijazah;

(7) menyusun laporan hasil pengawasan di sekolah/madrasah binaannya dan melaporkannya kepada Dinas Pendidikan, Komite Sekolah, dan stakeholderlainnya;

(8) melaksanakan penilaian hasil pengawasan seluruh sekolah/madrasah sebagai bahan kajian untuk menetapkan program kepengawasan semester berikutnya;

(9) memberikan bahan penilaian kepada kepala sekolah dalam rangka akreditasi sekolah; dan

(10) memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak sekolah dalam memecahkan masalah yang dihadapi sekolah berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan tugas pokok pengawas tersebut di atas, maka peranan pengawas

adalah sebagai: inspector, observer, reporter, coordinator, dan performer leadership (Surya Dharma, 2006).

FUNGSI PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH

Dengan mengacu pada Surat Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 118 tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya, Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, dapat diketahui tentang fungsi pengawas sekolah adalah sebagai berikut.

1. Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA.

2. Peningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Fungsi yang pertama merujuk pada pengawasan manajerial, sedangkan fungsi yang kedua merujuk pada pengawasan akademik. Pengawasan manajerial pada dasarnya berfungsi sebagai pembinaan, penilaian dan bantuan/bimbingan kepada kepala sekolah/madrasah dan seluruh tenaga kependidikan lainnya di sekolah/madrasah dalam pengelolaan sekolah/madrasah untuk meningkatkan kinerja sekolah dan kinerja kepala sekolah serta kinerja tenaga kependidikan lainnya.

Page 12: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Pengawas Sekolah/Madrasah

9

Pengawasan akademik berkaitan dengan fungsi pembinaan, penilaian, perbantuan, dan pengembangan kemampuan guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan kualitas hasil belajar siswa.

Sejalan dengan fungsi pengawas sekolah/madrasah di atas, maka kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas adalah:

1. melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah/madrasah, kinerja sekolah/madrasah, kinerja kepala sekolah/madrasah, kinerja guru, dan kinerja seluruh tenaga kependidikan di sekolah/madrasah;

2. melakukan monitoring pelaksanaan program sekolah/madrasah beserta pengembangannya;

3. melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah/madrasah;

Berdasarkan kajian tentang fungsi pengawas sekolah/madrasah sebagaimana dikemukakan di atas, maka perspektif ke depan fungsi umum pengawas sekolah/madrasah melakukan: (1) pemantauan, (2) penyeliaan, (3) pengevaluasian pelaporan, dan (4) penindaklanjutan hasil pengawasan.

Fungsi pemantauan meliputi pemantauan pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan hasil belajar siswa serta menganalisisnya untuk memperbaiki mutu pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran yang relevan di sekolah/madrasah, pemantauan terhadap penjaminan/standar mutu pendidikan, pemantauan terhadap pelaksanaan kurikulum, pemantauan terhadap penerimaan siswa baru, pemantauan terhadap proses pembelajaran di kelas, pemantauan terhadap hasil belajar siswa, pemantauan terhadap pelaksanaan ujian, pemantauan terhadap rapat guru, pemantauan terhadap kepala sekolah/madrasah dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah/madrasah, pemantauan terhadap hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat, pemantauan terhadap data statistik kemajuan sekolah/madrasah, dan program-program pengembangan sekolah/madrasah.

Fungsi penyeliaan meliputi penyeliaan terhadap: kinerja sekolah/madrasah, kinerja kepala sekolah/madrasah, kinerja guru, kinerja tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, pelaksanaan kurikulum/mata pelajaran, proses pembelajaran, pemanfaatan sumberdaya, pengelolaan sekolah/madrasah, dan unsur lainnya seperti: keputusan moral, pendidikan moral, kerjasama dengan masyarakat. mensupervisi sumber-sumber daya sekolah/madrasah sumber daya manusia, material, kurikulum dan sebagainya, penyeliaan kegiatan antar sekolah/madrasah binaannya, kegiatan inservice training bagi kepala sekolah/madrasah, guru dan tenaga kependidikan di sekolah lainnya, dan penyeliaan pelaksanaan kegiatan inovasi sekolah/madrasah.

Page 13: Jurnal Tendik April 2008

Surya Dharma

10

Fungsi pengevaluasian pelaporan meliputi pengevaluasian pelaporan terhadap kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan di sekolah/madrasah sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan, pelaporan perkembangan dan hasil pengawasan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Propinsi dan/atau Nasional, pelaporan perkembangan dan hasil pengawasan ke sekolah/madrasah binaannya, Komite Sekolah/Madrasah dan stakeholder lainnya.

Fungsi penindaklanjutan meliputi penindaklanjutan terhadap laporan hasil-hasil pengawasan untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah/madrasah; penindaklanjutan terhadap kelebihan-kelebihan dan kekurangan sekolah/madrasah hasil refleksi guru, kepala sekolah/madrasah, dan tenaga kependidikan lainnya; penindaklanjutan terhadap hasil-hasil pemantauan pelaksanaan standar nasional untuk membantu kepala sekolah/madrasah dalam menyiapkan akreditasi sekolah/madrasah; dan penindaklanjutan terhadap karya tulis ilmiah yang telah dihasilkan oleh guru dan kepala sekolah/madrasah.

Berdasarkan uraian di atas, maka peranan umum dan peranan khusus pengawas sekolah/madrasah dapat disimpulkan sebagai berikut. Peranan umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai: (1) observer, (2) supervisor, (3) evaluator pelaporan, dan (4) successor. Peranan khusus pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai: (1) patner, (2) inovator, (3) pelopor, (4) konsultan, (5) konselor, (6) motivator, (7) konseptor, (8) programer, (9) komposer, (10) reporter, (11) builder, (12) supporter, (13) observer, (14) user, (15) inspector, (16) koordinator,dan (17) performer leadership.

Peranan tidak dapat dipisahkan (inherent) dengan fungsi seperti yang dinyatakan Stoner & Freeman (2000), “For the purpose of managerial thinking, a role is the behavioral pattern expected of someone within functional unit. Roles are thus inherent in functions.” Sebagai konsekuensi dari pendapat Stoner & Freeman tersebut, maka dapat dimaknai bahwa peranan adalah orang yang memainkan fungsi, sedangkan fungsi adalah kegiatan atau proses yang harus dimainkan oleh pemeran. Jadi, peranan harus berkaitan dengan fungsi atau sebaliknya fungsi berkaitan dengan peranan. Atas rasional tersebut, maka fungsi umum dan fungsi khusus pengawas sekolah harus nyambung dengan peranan umum dan peranan khusus seperti yang telah diutarakan di atas. Adapun fungsi umum dan fungsi khusus pengawas sekolah/madrasah seperti berikut ini.

Fungsi umum pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai: (1) pemantauan, (2) penyeliaan (supervision), (3) pengevaluasian pelaporan, dan (4)

Page 14: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Pengawas Sekolah/Madrasah

11

penindaklanjutan hasil pengawasan. Fungsi khusus pengawas sekolah/madrasah adalah sebagai: (1) persekutuan (kemitraan), (2) pembaharuan, (3) pempeloporan, (4) konsultan, (5) pembimbingan, (6) pemotivasian, (7) pengonsepan, (8) pemegrograman, (9) penyusunan, (10) pelaporan, (11) pembinaan, (12) pendorongan, (13) pemantauan, (14) pemanfaatan, (15) pengawasan, (16)pengkoordinasian, dan (17) pelaksanaan kepemimpinan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan pengawas sangat strategik di dalam melakukan fungsi supervisi akademik dan manajerial di sekolah/madrasah. Sebagai supervisor akademik, ia dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang proses pembelajaran sehingga ia dapat memainkan peranan dan fungsinya membantu guru dalam meningkatkan proses dan strategi pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, ia dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang manajemen dan leadership sehingga ia dapat memainkan peranan dan fungsinya dalam membantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola sumberdaya sekolah/madrasah secara efisien dan efektif. Seorang pengawas juga harus dapat memainkan peranan dan fungsinya di dalam membina kepala sekolah/madrasah untuk mampu membawa berbagai perubahan di sekolah/madrasah. Kepemimpinan kepala sekolah/madrasah dalam mentransformasikan perubahan organisasi sekolah/madrasah merupakan peranan yang sangat penting. Dengan demikian, pengawas sekolah/madrasah dituntut memiliki pengetahuan dan wawasan untuk membina kepala sekolah/madrasah di bidang leadership yang dapat menciptakan iklim dan budaya sekolah/madrasah yang kondusif bagi proses pembelajaran sehingga mencapai kinerja sekolah/madrasah, kinerja kepala sekolah/madrasah, dan prestasi siswa yang maksimal.

Rekomendasi

Peranan-peranan dan fungsi-fungsi pengawas sekolah/madrasah di atas tentu saja masih dalam tataran teoritis. Oleh karena itu, direkomendasi kepada para pengawas sekolah/mandrasah untuk mengujicobanya di lapangan sehingga dapat diketahui peranan dan fungsi mana yang cocok dan tidak cocok. Untuk peran dan fungsi yang tidak cocok, pengawas dapat merevisinya agar dapat diterapkan di

Page 15: Jurnal Tendik April 2008

Surya Dharma

12

lapangan sehingga kinerja kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan lainnya semakin meningkat dan pada gilirannya dapat meningkatkan hasil prestasi belajar siswa dan mutu pendidikan di sekolah/madrasah.

DAFTAR RUJUKAN

Getzels, J.W. 1967. Administration as a Social Process, in Administrative Theory in Education. New York: Macmillan.

Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118/1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Keputusan Mendikbud Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.

Lipham, J.M. & Hoeh, J.A. 1974. The Principalships: Foundations and Functions. New York: Harper & Row, Publisher.

Mantja, W. 2001. Organisasi dan Hubungan Kerja Pengawas Pendidikan. Makalah,disampaikan dalam Rapat Konsultasi Pengawasan antara Inspektorat Jendral Departemen Pendidikan Nasional dengan Badan Pengawasan Daerah di Solo, tanggal 24 s/d 28 September 2001.

Pokja Tenaga Pengawas. 2006. Manajemen Pengembangan Tenaga Pengawas Satuan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Page 16: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Pengawas Sekolah/Madrasah

13

Robins, S.P. 1984. Management: Concepts and Practices. Englewood Cliffs: Prentice-Hall

Sahertian, P.A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bineka Cipta.

Staf Tenaga Kependidikan. 2006. Laporan Rapat Kordinasi Pengembangan Kebijakan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Stoner, J.A.F. & Freeman, R.A. 2000. Management. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall International Editions.

Surya Dharma. 2006. Kepemimpinan Pengawas Sekolah: Mengembangkan Budaya Tanggung Jawab. Dalam Jurnal Tenaga Kependidikan. Vol. 1, No. 2-Agustus, hal. 9.

Wiles, J. & Bondi. 2007. Supervision A Guide to Practice. Second Edition. London: Charles E. Merril Publishing Company.

Page 17: Jurnal Tendik April 2008

Jurnal Tenaga Kependidikan Vol. 3, No. 1, April 2008

14

PERANAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

Husaini Usman Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak Peranan ialah bentuk perilaku yang diharapkan pada setiap orang untuk menjalankan fungsinya. Peranan ditetapkan oleh otoritas formal yang menentukan status seseorang dalam suatu organisasi. Tampaknya masih banyak kepala sekolah/madrasah yang belum mengenal peranannya baik sebagai EMASLIM, EMASLEC, maupun sebagai primaentrevisi. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan pengayaan dan pencerahan terhadap konsep peranan dan fungsi kepala sekolah/madrasah baik secara umum maupun secara khusus. Terdapat sejumlah peranan umum dan khusus kepala sekolah/madrasah sebagai manajer sekolah/madrasah. Terdapat sejumlah fungsi umum dan khusus kepala sekolah/madrasah sebagai manajer sekolah/madrasah. Untuk mengefektifkan peranan dan fungsi kepala sekolah/madrasah diperlukan kompetensi yang memadai di antaranya melakukan diklat peningkatan kompetensi primavisiku yang dikelola secara profesional dan berkelanjutan.

Kata Kunci: peranan, fungsi, kepala sekolah, manager, entrepreneur, leader.

PENDAHULUAN

Peranan ialah bentuk-bentuk perilaku yang diharapkan pada setiap orang untuk menjalankan fungsinya di dalam suatu organisiasi seseorang (Stoner & Freeman, 2005). Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa peranan dan fungsi sangat erat hubungannya. Dalam salah satu lagu top hit Akhmad Akbar yang berjudul, “Panggung Sandiwara” disenandungkan syair bahwa dunia ini adalah panggung sandiwara di mana setiap manusia memainkan peranannya masing-masing. Demikian pula halnya dengan kepala sekolah/madrasah. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa tidak ada sekolah/madrasah efektif tanpa dikelola oleh kepala sekolah/madrasah yang efektif. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa semua sekolah/madrasah yang efektif atau bermutu tinggi, selalu dikelola oleh kepala sekolah/madrasah yang efektif pula.

Page 18: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Kepala Sekolah/Madrasah

15

Banyak peranan yang harus dimainkan kepala sekolah/madrasah di sekolah/madrasah yang dipimpinnya. Secara yuridis, peranan kepala sekolah/madrasah menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah adalah sebagai EMASLEC yaitu Educator (pendidik), Manager (pengelola), Administrator (pengadministrasi), Supervisor (penyelia), Leader(pemimpin), Enterpreneur (pengusaha), dan Climate creator (pencipta iklim). Sejak berlakunya Kepmendiknas tersebut, maka peranan kepala sekolah/madrasah sebagai EMASLIM (Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Inovator, dan Motivator) dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.

Peranan kepala sekolah/madrasah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai sebagai: pribadi, manajer, enterpreneur (primaentrevisi), supervisor, sosial, dan. Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai leader dalam hal ini sudah termasuk di dalam peranan kepala sekolah/madrasah sebagai manager karena manager meliputi leader (Hunsaker, 2001). Demikian pula halnya dengan climate creator yaitu kepala sekolah/madrasah sebagai pencipta budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik juga sudah termasuk peranan kepala sekolah/madrasah sebagai manager karena sebagai kepala sekolah/madrasah harus mampu menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik (Sergiovanni, 1991). Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai administrator sudah merupakan bagian dari peranan sebagai manajer karena sebagai manajer dia juga berperan sebagai reporter. Karena fungsi manajemen menurut Urwick dan Gullick (1937) dalam Husaini Usman (2006) adalah: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting,and Budgeting (POSDCoRB). Sebagai reporter, ia tentu saja melakukan kegiatan catat-mencatat, tulis-menulis atau ketatausahaan sekolah/madrasah yang sekarang berganti nama administrasi sekolah/madrasah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan umum kepala sekolah/madrasah adalah sebagai primaentrevisi.

Mengingat banyaknya peranan yang harus dimainkan kepala sekolah/madrasah, maka pada kesempatan ini, pembahasan peranan kepala sekolah/madrasah dibatasi pada peranannya sebagai manajer saja. Peranan manajer dipilih karena menurut pendapat Roe & Drake (1980) dan Hoy & Miskel (2005), kepala sekolah/madrasah sebagai manajer merupakan faktor kunci yang menentukan sukses atau gagalnya sekolah/madrasah dalam mencapai tujuannya.

Page 19: Jurnal Tendik April 2008

Husaini Usman

16

Masalah yang diajukan dalam penulisan artikel ini adalah tampaknya masih banyak kepala sekolah/madrasah yang belum mengenal peranan yang harus dimainkannya di sekolah/madrasah. Baik berperan semasa EMASLIM,EMASLEC, maupun masa primaentrevisi yang sekarang ini sedang hangat-hangatnya dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan, dan dipraktikkan para kepala sekolah/madrasah. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan pengayaan dan pencerahan terhadap konsep peranan dan fungsi kepala sekolah/madrasah baik secara umum maupun secara khusus sebagai manajer.

PERANAN KEPALA SEKOLAH/MADRASAH SEBAGAI MANAJER

Menurut Stoner & Freeman (2000), peranan manajer muncul karena adanya pemberian otoritas formal berupa surat keputusan kepada seseorang sekaligus dengan status atau kedudukannya. Untuk melaksanakan otoritas formal dan statusnya, setiap manajer minimal mempunyai tiga peranan yaitu sebagai: interpersonal, informasional, dan pengambilan keputusan. Hubungan antara otoritas formal dan status dengan ketiga peranan tersebut digambarkan seperti berikut ini.

Gambar: Peranan Manajer (Stoner & Freeman, 2000).

Peranan Interpersonal

Peranan interpersonal meliputi kepala sekolah/madrasah sebagai: (1) figurehead (kepala sekolah/madrasah sebagai lambang atau simbol), (2) pemimpin (leader), dan (3) penghubung (liaison). Kepala sekolah/madrasah sebagai lambang, ia mewakili sekolah/madrasahnya dalam menghadiri acara-acara seremonial baik resmi maupun tidak resmi seperti upacara-upacara resmi di sekolah/madrasah dan pemerintahan/swasta, menerima tamu, menyampaikan pidato-pidato, menghadiri undangan pernikahan pendidik dan tenaga kependidikannya, meninjau ke sekeliling

FORMALAUTHORITY AND STATUS

INTERPERSONAL ROLES Figured Leader Liaison

INFORMATIONAL ROLES Monitor

Disseminator Spokesperson

DECISIONAL ROLES

Enterpreneur Disturbance Handler Resource Allocator

Negotiator

Page 20: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Kepala Sekolah/Madrasah

17

sekolah/madrasahnya, mengunjungi kelas-kelas, mengenal siswa-siswanya, menyiapkan visi, dan sebagainya (Sergiovanni, 1991; Stoner & Freeman, 2000). Satu hal yang lebih penting kepala sekolah/madrasah sebagai lambang adalah pendidik dan tenaga kependidikan dan masyarakat luas mengamati bahwa peranan ini menentukan sukses atau gagalnya sekolah/madrasah yang dikelolanya seperti yang dinyatakan Stoner & Freeman (2005), “More importantly, manager are symbols and pesonity, for both organizational members and outside observers, an organization’s successes and failures.”

Berkenaan kepala sekolah/madrasah sebagai pemimpin simbolik (symbolic leaders), Deal & Peterson (2000) ada delapan peranan yang harus dimainkannya yaitu sebagai: (1) historian (penulis sejarah), (2) antropological sleuth (detektifantropologi), (3) visionary (pemimpi), (4) symbol (lambang), (5) potter (pengrajin),(6) poet (penyair), (7) actor (pemain), dan (8) healer (penyembuh). Sebagai historian, ia selalu berusaha memahami keadaan sosial, ekonomi, dan norma-norma sekolah/madrasah di masa lampau. Sebagai antropological sleuth, ia menganalisis dan menyelidiki budaya (norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan) sekolah/madrasah saat ini untuk dikembangkan di masa yang akan datang. Sebagai visionary), ia bekerjasama dengan kepala sekolah/madrasah lainnya dan masyarakat di sekitarnya untuk menetapkan secara baik fokus gambaran nilai-nilai sekolah/madrasah masa depan yang akan diterapkan menjadi visi sekolah/madrasah untuk dilaksanakan dengan baik. Sebagai symbol, ia menyatakan nilai-nilai melalui cara berpakaian, berperilaku, dan menaruh perhatian secara rutin. Sebagai potter, ia membentuk dan dibentuk oleh budaya sekolah/madrasah seperti ritual-ritual, tradisi-tradisi, simbol-simbol yang membuat pendidik dan tenaga kependidikan bersatu dalam nilai-nilai inti (core values) sekolah/madrasahnya. Sebagai poet), ia menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dipraktikkan untuk mendukung nilai-nilai inti sekolah/madrasah secara berkelanjutan sehingga menjadikan nilai-nilai inti itu sebagai citra terbaik sekolah/madrasahnya. Sebagai actor, iamenciptakan drama-drama, komedi-komedi, dan tragedi-tragedi sekolah/madrasah yang harus dimainkannya. Sebagai healer, ia mengawasi transisi dan merubah kehidupan sekolah/madrasah serta menyembuhkan baik luka hati maupun luka fisik akibat konflik-konflik, pertandingan-pertandingan olah raga atau kecelakaan yang terjadi di sekolah/madrasahnya (Deal & Peterson, 2000).

Pendapat Deal & Peterson di atas dapat membingungkan pembaca karena di dalam pemimpin simbolik ada pula istilah pemimpin sebagai simbol. Pemimpin simbolik berarti pemimpin bersifat simbol yang sudah tentu di dalamnya tidak perlu

Page 21: Jurnal Tendik April 2008

Husaini Usman

18

lagi ada kepala sekolah/madrasah sebagai simbol. Demikian pula sebagai potter, ia membentuk dan dibentuk oleh budaya sekolah/madrasah seperti ritual-ritual, tradisi-tradisi, dan simbol-simbol. Pernyataan membentuk dan dibentuk oleh simbol-simbol juga sudah termasuk dalamarti pemimpin simbolik.

Kepala sekolah/madrasah sebagai leader, ia memainkan peranannya sebagai pemimpin yaitu memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal. Ia berkemampuan mengembangkan visi dan melaksanakan visi sekolah/madrasah, dan merasa sekolah/madrasah sebagai miliknya dalam makna positif. Sebagai leader, ia juga harus mampu berperan sebagai coordinator, director, motivator, communicator, delegator, resolver of conflict, and decision maker (Hunsaker, 2001). Kepala sekolah/madrasah sebagai leader sering dikaburkan orang dengan kepala sekolah/madrasah sebagai managers.Perbedaannya menurut Hunsaker (2001) adalah managers dapat menjadi leaders, tetapi leaders tidak dapat menjadi managers.. Secara lebih rinci, perbedaan antara managers dengan leaders seperti tabel berikut ini.

Tabel 1. Perbedaaan Managers dengan Leaders

Managers fokus pada: Leaders fokus pada:

Tujuan (Objective) Visi (Vision)

Banyak bertanya, “Bagaimana? Kapan?” Banyak bertanya, “Apa? Mengapa?”

Berpikir dan bertindak jangka pendek Berpikir dan bertindak jangka panjang

Organisasi dan struktur Manusia

Otoriter Demokratis

Perintah Membimbing, melatih, menanyakan

Pemeliharaan Pengembangan

Kompromi Penantang

Peniruan Keaslian

Pengadministrasian Inovasi

Pengawasan Pembimbingan

Prosedur Kebijakan

Konsistensi Keluwesan

Menghindari resiko Mencari sebagai peluang

Bawahan Atasan

Page 22: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Kepala Sekolah/Madrasah

19

Manager yang baik: do things right Leader yang baik: do the right things

Efisiensi (efficiency) Keefektivan (effectiveness)

Kekuasaan Kebaikan

Membuat rasa takut Membuat rasa bangga

Saya Kita

Menyalahkan Memecahkan masalah

Mempraktikkan caranya Mengetahui caranya (teoritis)

Menggunakan (menyuruh) orang Melayani orang

Menasehati Menggurui

Mengambil kredit Memberi kredit

Berkata, “Go” Berkata, “Let’s go”(Husaini Usman, 2006)

Kepala sekolah/madrasah sebagai penghubung (liaison), ia berperan sebagai politisi dan sebagai pengelola hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat. Sebagai politisi, ia harus mempelajari kerjasama dengan setiap orang baik di dalam maupun di luar sekolah/madrasah yaitu orang-orang yang dapat memenuhi kepentingannya yaitu untuk mencapai tujuan sekolah/madrasah, membangun jaringan kerja dan dukungan terhadap kepemimpinannya, beraliansi dan berkoalisi jika masih lemah, dan bila sudah kuat berani berkompetisi dalam rangka memenangkan sekolah/madrasahnya sebagai yang paling unggul (Stoner & Freeman, 2000). Dalam politik, tidak ada sahabat yang abadi, yang ada adalah kepentingan abadi.

Dinamika politik dapat menjadikan politik itu kotor, busuk, dan merusak. Sebaliknya, politik juga dapat menjadi kendaraan kepala sekolah/madrasah untuk mencapai tujuan sekolah/madrasah dan memenangkan persaingan sekolah/madrasah. Politisi yang konstruktif harus mengenal dan memahami kenyataan politik. Mereka harus mengetahui cara: (1) membuat dan menggunakan agenda, (2) memetakan kekuatan politik saat ini, (3) membentuk jaringan kerja dan koalisi, (4) melakukan tawar-menawar (bargaining) dan negosiasi (Bohman & Deal, 2007). Kepala sekolah/madrasah juga harus mengetahui empat hal yang paling sensitif dalam berpolitik yaitu: (1) bergabung kekuasaan, (2) bergabung sumber daya, (3) memberdayakan masyarakat lokal, dan (4) mengakui keberadaan identitas daerah.

Page 23: Jurnal Tendik April 2008

Husaini Usman

20

Peranan Informasional

Menerima dan menyampaikan informasi adalah aspek terpenting bagi setiap manajer seperti yang disarankan Mintzberg (Stoner & Freeman, 2000). Peranan informasional menurut Mintzberg (Stoner & Freeman, 2000) meliputi peranan sebagai monitor, disseminator, dan spokesperson.

Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai monitor, ia mencari informasi di dalam dan di luar sekolah/madrasah secara konstan. Informasi diperoleh antara lain melalui kontak-kontak dengan jaringan kerja, membaca buku dan hasil penelitian, membaca koran, dan memanfaatkan internet. Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai monitor mengakibatkan kepala sekolah/madrasah sebagai orang yang paling banyak memiliki informasi terbaik dibandingkan dengan pendidik dan tenaga kependidikannya. Sebagai monitor, kepala sekolah/madrasah sering dijadikan tempat bertanya oleh pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, anggota komite sekolah/madrasah, dewan sekolah/madrasah, aparat pemerintah, dan masyarakat (Stoner & Freeman, 2000). Akhirnya, sebagai monitor, ia mengelola sistem informasi sekolah/madrasah, pemanfaat kemajuan teknologi informasi. Di samping itu, ia juga sebagai pelaksanaan pemantauan, pengevaluasian, dan pelaporan.

Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai disseminator, ia mendistribusikan informasi-informasi penting kepada pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, anggota komite sekolah/madrasah, dewan sekolah/madrasah, aparatur pemerintah, dan masyarakat. Dalam beberapa kasus, kepala sekolah/madrasah bertanggung jawab memberikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan pendidik dan tenaga kependidikannya sehingga pendidik dan tenaga kependidikannya dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara profesional (Stoner & Freeman, 2000).

Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai spokesperson, ia bagaikan menjadi seorang diplomat. Sebagai seorang diplomat ia harus mampu berbicara dengan penuh diplomasi dan mampu membuat pendengarnya terpesona dan siap melaksanakan yang ia bicarakan. Sebagai orator yang profesional, kepala sekolah/madrasah menyampaikan pembicaraannya di depan pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, anggota komite sekolah/madrasah, dewan sekolah/madrasah, aparatur pemerintah, dan masyarakat dalam rangka membangun citra positif mereka terhadap sekolah/madrasahnya (Stoner & Freeman, 2000). Sebagai spokesperson, ia juga dapat berperan sebagai pemotivasi atau pengarah (leading).

Page 24: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Kepala Sekolah/Madrasah

21

Peranan Decisional

Menurut Mintberg (Stoner & Freeman, 2000), peranan decisional meliputi: (1) entrepreneur, (2) disturbance hander, (3) resources allocator, dan (4) negotiator. Kepala sekolah/madrasah sebagai enterpreneur, ia kreatif dan inovatif dalam mengembangkan sekolah/madrasahnya dengan menciptakan produk/jasa pendidikan, mampu memasarkan sekolah/madrasahnya agar banyak diminati oleh masyarakat, pekerja keras yang memiliki motivasi pantang menyerah, mampu memanfaatkan dan menciptakan peluang, dan berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan yang matang (Afaim, 2002). Selain itu, agar sekolah/madrasah mampu sebagai sumber belajar berwirausaha peserta didik dan sebagai salah satu sumber pendanaan sekolah/madrasah.

Pemasaran adalah faktor penting dalam berusaha. Pemasaran lebih mengutamakan kepuasan pelanggan, sedangkan penjualan mengutamakan pada produk/jasa (Afaim, 2002). Bagaimanapun hebatnya suatu produk/jasa yang dibuat, namun tidak dapat dipasarkan; maka lama kelamaan usaha akan tutup. Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai enterpreneur sangat diutamakan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dalam mengelola unit produksi sekolah/madrasahnya sehingga unit produksi dapat dijadikan sebagai sumber belajar peserta didik dan salah satu sumber pendanaan sekolah/madrasah. Melalui unit produksi sekolah/madrasah, siswa ditumbuhkembangkan jiwa kewirausahaannya sehingga lulusannya diharapkan bukan menjadi pencari kerja tetapi menjadi pencipta lapangan kerja secara mandiri atau berwirausaha. Karena tujuan utama SMK/MAK adalah untuk menyiapkan tamatan yang bekerja sesuai bidangnya.

Berikut ini disajikan perbedaan antara enterpreneurs dengan managers.

Tabel 2. Perbedaan Enterpreneurs dengan Managers

Entrepreneurs Managers

Memanfaatkan lingkungan (peluang) Inovator Asli Pengembangan Fokus pada orang Mengilhami/memberikan kepercayaan Pandangan jangka panjang Bertanya, apa dan mengapa?

Menyerah pada lingkungan Administrator Duplikasi (imitasi) Pemeliharaan Focus pada sistem dan pengawasan Tergantung pada pengawasan Pandangan jangka pendek Bertanya, bagaimana dan kapan?

Page 25: Jurnal Tendik April 2008

Husaini Usman

22

Berurusan ke atas dan setara Melawan kemapanan (status qou)Keefektifan Memakai topi lebar Belajar untuk pendidikan Induktif TentatifDinamis, perubahan Ide-ideLuasMendalamPercobaanAktifBertanya Proses StrategiAlternatifEksplorasiPenemuan Pro Aktif InisiatifKeseluruhan OtakKehidupan LuwesRisikoSintesisTerbukaImajinasi Leader

Berurusan ke bawahMenerima kemapanan Efisiensi Memakai topi tentara Belajar untuk pelatihan DeduktifPermanen Statis, stabilitas Fakta-faktaSempit Dangkal (di permukaan saja) Hafalan tanpa berpikir Pasif Menjawab KontenTaktikSatu tujuan PrediksiDogmaReaktif Direktif (pemimpinan ) Hanya otak kiri (rasional, matematis) Pekerjaan KakuPeraturan yang berlaku Tesis Tertutup Akal sehat Manager

(Afaim, 2002).

Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai disturbance hander, ia menangani sesuatu yang mengganggu sekolah/madrasah karena tidak satupun organisasi yang berjalan mulus di setiap waktu. Ia juga berperan sebagai pengelola perubahan dan pengembangan, pencipta budaya dan iklim sekolah/madrasah. Setiap organisasi memiliki masalahnya masing-masing. Untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul di sekolah/madrasah, kadang-kadang kepala sekolah/madrasah menggunakan keputusan yang tidak populer (kontroversial) yaitu keputusan yang

Page 26: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Kepala Sekolah/Madrasah

23

tidak diharapkan oleh berbagai pihak terutama pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Untuk mengatasi masalah-masalah yang sulit, kepala sekolah/madrasah harus mampu berpikir secara analisis dan konseptual (Stoner & Freeman, 2000).

Berpikir analisis artinya memecahkan masalah-masalah tersebut dalam berbagai bagian masalah. Kemudian dipilih bagian masalah yang paling penting dan paling mendesak dianalisis sebab dan akibatnya guna mendapatkan pemecahannya. Berpikir konseptual bararti kepala sekolah/madrasah menggunakan konsep-konsep dan teori-teori dalam memecahkan masalahnya serta menggunakan teori pemecahan masalah. Berpikir konseptual lebih utama dan mempunyai dampak yang lebih besar dalam mencapai tujuan sekolah/madrasah (Stoner & Freeman, 2000). Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai disturbance hander ada kemiripan dengan peranan kepala sekolah/madrasah sebagai healer di atas.

Kepala sekolah/madrasah sebagai resource allocator, ia harus mampu mengalokasikan sumber daya sekolah/madrasah (peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana sekolah/madrasah, kurikulum, keuangan, dan informasi) yang ada di sekolah/madrasah berdasarkan skala prioritas. Sumber daya sekolah/madrasah terutama keuangan sekolah/madrasah biasanya selalu terbatas. Oleh sebab itu, kepala sekolah/madrasah harus pandai-pandai mengalokasikannya berdasarkan prioritas sekolah/madrasah dan membelanjakannya sehemat mungkin (Stoner & Freeman,2000). Peranan kepala sekolah/madrasah sebagai resource allocator merupakan salah satu kegiatan manajemen sarana dan prasarana, manajemen peserta didik, manajemen pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen keuangan, manajemen kurikulum, manajemen informasi sekolah/madrasah, perencanaan, dan pengorganisasian.

Kepala sekolah/madrasah sebagai negotiator, ia dituntut untuk mengadakan negosiasi. Negosiasi menurut Hendarman dan Srie Haryati Martono (2002) ialah serangkaian diskusi antar individu atau kelompok dengan latar belakang yang berbeda untuk mendapatkan kesepakatan. Negosiasi dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berada di dalam sekolah/madrasah (peserta didik dan pendidik dan tenaga kependidikan) maupun pihak di luar sekolah/madrasah (orang tua peserta didik, anggota komite sekolah/madrasah, dewan sekolah/madrasah, aparat pemerintah, dan masyarakat) (Stoner & Freeman, 2000). Negosiasi dapat terjadi dalam empat kejadian: (1) saya kalah, anda juga kalah; (2) saya menang, anda kalah; (3) saya kalah, anda menang, dan (4) saya menang-anda juga menang. Hasil negosiasi yang terbaik adalah saya menang-anda juga menang (win-win) karena

Page 27: Jurnal Tendik April 2008

Husaini Usman

24

tidak ada manfaatnya kemenangan (bahagiaan) di atas kekalahan (penderitaan) orang lain (Husaini Usman, 2006).

FUNGSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

Seperti yang telah dinyatakan di atas bahwa peranan ialah bentuk-bentuk perilaku yang diharapkan pada setiap orang untuk menjalankan fungsinya di dalam suatu organisiasi seseorang (Stoner & Freeman, 2005). Berdasarkan peranan-peranan kepala sekolah/madrasah di atas, maka peranan umum kepala sekolah/madrasah adalah primavisiente. Dengan demikian, secara umum kepala sekolah/madrasah berfungsi untuk: (1) pengembangan pribadi, (2) pengelolaan (manajemen) sekolah/madrasah, (3) pengawasan, (4) kegiatan sosial, dan (5) pengusahaan sekolah/madrasah.

Peranan interpersonal dapat diidentikan dengan peranan sosial. Peranan informasional dapat diidentikan dengan pengelola sistem informasi sekolah/madrasah dan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi. Peranan decisional dapat diidentikan dengan pengelolaan perubahan dan pengembangan, penciptaan budaya dan iklim sekolah/madrasah, pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasarana sekolah/madrasah, pengelolaan hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat, pengelolaan peserta didik, pengelolaan pengembangan kurikulum, pengelolaan keuangan sekolah/madrasah, dan pengelolaan ketatausahaan sekolah/madrasah.

Fungsi manajemen adalah: Planning, Organizing, Leading, and Controlling(Hunsaker, 2001; Gibson, et.al., 2003; Dressler, 2003; dan Casio, 2003). Fungsi manajemen Hunsaker tersebut masih bersifat umum. Oleh sebab itu, fungsi manajemen Hunsaker tersebut perlu dijabarkan ke dalam fungsi manajemen yang cocok dengan sekolah kita

Fungsi khusus kepala sekolah/madrasah sebagai manajer adalah untuk melaksanakan kegiatan (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan (leading); (4) pengelolaan: perubahan dan pengembangan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat, peserta didik, pengembangan kurikulum, keuangan, administrasi, unit layanan khusus, sistem informasi; (5) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi; (6) penciptaan budaya dan iklim sekolah/madrasah; (7) pengambilan keputusan dan pemecahan masalah; (8) pengkoordinasian dan penyerasian; (9) pendelegasian; (10) perundingan (negosiasi); (11) pelaksanaan pemantauan, pengevaluasian, dan pelaporan.

Page 28: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Kepala Sekolah/Madrasah

25

Fungsi kepala sekolah/madrasah di atas mendukung pernyataan Sergiovanni (1991) yang menyatakan: :

The principal’s job- To coordinate, direct, and support the work of others-is accomplished by defining objectives, evaluating performance, providing the necessary resources, building a supportive climate, running interference with parents, planning, scheduling, book-keeping, resolving teaching conflics, handing student problems, dealing with school district central office,and otherwise helping to keep the school running day by day.

Perbedaan antara fungsi kepala sekolah hasil analisis di atas dengan pendapat hanya terletak dalam penggunaan istilah dan jumlahnya saja. Sedangkan subtansinya relatif hampir sama.

Peran dan fungsi kepala sekolah/madrasah akan lebih efektif bila didukung oleh kompetensi yang memadai. Untuk maksud tersebut, perlu diadakan pendidikan dan pelatihan (diklat) atau bimbingan teknis untuk peningkatan kompetensi: pribadi,managerial, kewirausahaan, supervisi, sosial, (primakuvisi) yang dikelola secara profesional dan berkelanjutan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Sukses atau gagalnya kepala sekolah mengelola sekolahnya antara lain ditentukan oleh kefektivan (effectiveness) kepala sekolah dalam memainkan peranan sebagai sebagai primaentrevisi, interpersonal, informasional, dan decisional. Di samping itu, keberhasilan sekolah antara lain juga ditentukan oleh keefektivannya kepala sekolah dalam memfungsikan dirinya sebagai pengembangan kepribadiannya, pengelolaan, pengawasan, pelaksanaan hubungan sosial, dan pemberdayaan sekolah/madrasah. Peranan dan fungsi kepala sekolah semakin efektif jika ditingkatkan kompetensi primakuvisi-nya melalui diklat.

Rekomendasi

Bagi kepala sekolah/madrasah diharapkan untuk mempraktikkan teori peranan dan fungsi kepala sekolah/madrasah ini sehingga dapat diketahui permasalahannya dan direvisi teorinya. Karena apalah artinya teori jika tidak dapat dipraktikkan.

Bagi penulis berikutnya, diharapkan untuk melanjutkan tulisan ini dengan mengambil peranan kepala sekolah/madrasah sebagai: pribadi, entrepreneurmanager, supervisor, dan sosial, baik secara teoritis maupun hasil best practice.

Page 29: Jurnal Tendik April 2008

Husaini Usman

26

Atau menulis judul yang sama dengan pendekatan teori lainnya yang lebih komprehensif dan mendalam dan dapat diterapkan lebih operasional.

Bagi Direktur Tenaga Kependidikan, perlu diadakan pembinaan mutu tenaga kependidikan antara lain melalui diklat atau bimbingan teknis untuk peningkatan kompetensi: pribadi, managerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial,(primakuvisi) yang dikelola secara profesional dan berkelanjutan.

DAFTAR RUJUKAN

Afaim, R.O. 2002. Are You: An Entrepreneur? Tips, Quizzes, Case Studies and Test to Improve Your Entrepreneural Skills. Singapore: Wharton Books (S) Pte Ltd.

Bohman, L.G. & Deal, T.E. 2007. The Manager as Politician. In The Jossey-Bass Reader on Educational Leadership (Introduction by Fullan, M). San Francisco: John Wiley & Sons, Inc.

Casio, F.C. 2003. Managing Human Resources Productivity, Quality of Work Life, Profits. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Deal, T.E & Peterson, K.D. 2007. Eight Roles of Symbolic Leadership. In The Jossey-Bass Reader on Educational Leadership (Introduction by Fullan, M). San Francisco: John Wiley & Sons, Inc.

Dressler, G. 2003. Human Resources Management. Ninth Edition. Upper Sadle River, Ner Jersey: Prentice Hall.

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnelly, J.H. & Konopaske, R. 2003. Organizations: Behavior, Structure, Processes. 11th Edition. New York: McGraw-Hill Irwin.

Hendarman dan Srie Peryati Martono. 2002. Negosiasi. Jakarta: Depdiknas.

Hoy, W.K & Miskel, C.G. 2005. Educational Administration Theory, Research, and Practice. 10th Edition. New York: Random House, Inc.

Page 30: Jurnal Tendik April 2008

Peranan dan Fungsi Kepala Sekolah/Madrasah

27

Hunsaker, P.L. 2001. Training in Management Skills. Upper Sadle River, New Jersey: Prentice Hall.

Husaini Usman. 2006. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.

Roe, W.H. & Drake, T.L. 1980. The Principalship. Second Edition. New York: Macmillan Publishing, Co., Inc.

Sergiovanni, T.J. 1991.The Principalship A Reflective Practice Perspective. Second Edition. Needham Heights, Massachusetts: Allyn and Bacon A Division of Simon & Schuster,Inc.

Stoner, J.A.F. & Freeman, R.A. 2000. Management. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall International Editions.

Page 31: Jurnal Tendik April 2008

Jurnal Tenaga Kependidikan Vol. 3, No. 1, April 2008

28

PERANAN PENGAWAS SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

Wukir Ragil Staf Ahli Mendiknas Bidang Hukum dan Sosial

Abstrak Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sebagai suatu sistem untuk mencapainya dipengaruhi oleh beberapa komponen antara lain, keberadaan siswa, guru/pendidik, tenaga kependidikan lainnya, seperangkat kurikulum yang disusun sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan berdasarkan kerangka dasar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, sarana dan prasarana pembelajaran lainnya. Proses pembinaan/pengawasan yang dilakukan oleh pengawas sekolah adalah hal yang tidak bisa diabaikan. Fungsi pengawas sekolah sebagai pemantau pelaksanaan pembelajaran bertugas memberikan layanan, bantuan, dan arahan sekaligus berperan sebagai mitra kerja pendidik harus mempunyai kualifikasi dan kompetensi yang memadai agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan standar dan tujuan yang telah ditetapkan. Agar pengawas sekolah mampu melakukan pembinaan/pengawasan sekolah maka seorang pengawas sekolah berkualifikasi yang sesuai, memiliki kemampuan, dan menguasai metodologi pembelajaran, memiliki kemampuan dalam memajemen pendidikan, menguasai mata pelajaran/bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, memiliki kemampuan dalam membangun jejaring kerja dan memiliki jiwa pendidik.

Kata Kunci: pengawas sekolah, kualifikasi, kompetensi.

PENDAHULUAN

Latar belakang

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar di sekolah dipengaruhi seperangkat komponen antara lain: (1) siswa, (2) guru, (3) tenaga kependidikan lainnya, (4) kurikulum, (5) buku teks pelajaran, (6) ruang belajar/bimbingan, (7) pedoman pengelolaan sekolah, (8) pembinaan dan pengawasan sekolah, dan lain-lainnya. Mutu pendidikan sangat berkaitan dengan banyak faktor, antara lain sarana

Page 32: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Pengawas Sekolah

29

prasarana, tenaga kependidikan lainnya, serta sistem pembinaan/pengawasan. Faktor yang paling menentukan adalah kualifikasi dan kompetensi tenaga kependidikan lainnya, antara lain pengawas sekolah. Pengawas sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah dan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah.

Pembinaan dan/atau penilaian yang dilakukan oleh pengawas sekolah adalah untuk menentukan derajat kualitas berdasarkan standar yang telah ditetapkan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Tujuan pembinaan dan/atau penilaian ialah agar penyelenggaraan pendidikan menghasilkan luaran yang lebih baik, di samping itu akan diketahui proses hasil pendidikan yang dapat dijadikan pembinaan selanjutnya.

Pada tahun 1996 dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118 telah ditetapkan rumusan tugas pengawas sekolah yang terukur dalam melakukan pembinaan dan penilaian sekolah sehingga dapat membantu sekolah dalam mencapai tujuan pembelajaran dan sekaligus dapat meningkatkan karier pengawas sekolah karena setiap komponen tugas yang dilakukan dihargai dengan angka kredit. Rumusan tugas itu antar lain meliputi: (1) memberikan arahan kepada guru dan tenaga kependidikan lainnya agar dalam melaksanakan tugasnya sesuai tujuan yang telah dirumuskan, (2) memberikan bimbingan agar guru dan tenaga kependidikan lainnya mengetahui secara rinci kegiatan yang harus dilaksanakan, (3) memberikan contoh agar kegiatan belajar mengajar dan bimbingan di kelas/ruang bimbingan dapat dilaksanakan lebih baik. Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut, pengawas sekolah mempunyai wewenang antara lain: (1) memilih metode kerja agar dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan kode etik profesi pengawas sekolah, (2) menetapkan kinerja guru dan tenaga kependidikan lainnya yang diawasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi, (3) mengusulkan program pembinaan selanjutnya. Lebih lanjut suatu penelitian yang telah dilakukan dan direkomendasikan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu seorang Pengawas sekolah harus memiliki profesionalisme yang tinggi, dedikasi, komitmen minat dan bakat dalam bekerja pada diri pengawas sekolah. Rekomendasi ini mencerminkan bahwa di lapangan Pengawas sekokah masih banyak yang belum memenuhi kriteria profesional.

Page 33: Jurnal Tendik April 2008

Wukir Ragil

30

Identifikasi masalah

Beberapa masalah yang dihadapi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan yang bersumber pada pengawas sekolah antara lain adalah: (1) kemampuan yang dimiliki kurang, (2) pesatnya perkembangan lingkungan kerja yang tidak mampu direspons, (3) kurang memahami perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) suasana kerja yang kurang kondusif, (5) sarana kerja yang kurang memadai, (5) jaminan sosial yang tidak memadai, (6) motivasi belajar siswa yang rendah, (7) kurangnya guru yang memiliki minat dan bakat sebagai pendidik, (8) gaji dan tunjangan yang belum memadai, (9) jauhnya wilayah kerja, (10) biaya operasional yang kurang memadai, (11) kurang responsnya sekolah terhadap pentingnya tugas pengawas sekolah, dan lain sebagainya.

Dari berbagai fenomena permasalahan yang digambarkan di atas tercermin beberapa dimensi masalah yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas pengawas sekolah dan akan berdampak kepada kualitas produktivitas kerja. Supervisi yang dilaksanakan dalam rangka melaksanakan pembinaan dan/atau penilaian bertumpu pada aspek proses/kegiatan belajar mengajar sehingga bergantung juga kepada jumlah Pengawas sekoah sesuai bidang studi/mata pelajaran yang dikuasainya. Jika kebutuhan akan pengawas sekolah yang menguasai mata pelajaran/bidang studi yang sesuai bidang tugasnya terbatas/sangat kurang, maka Pengawas sekolah mata pelajaran yang lain akan tidak mampu menggantikannya karena mereka terbatas kemampuannya pada mata pelajaran yang dikuasainya saja sehingga mata pelajaran lainnya yang tidak dikuasai praktis tidak dilakukan pembinaan/ supervisi.

Tujuan Penulisan

Secara umum tulisan ini bertujuan memberikan gambaran bahwa terdapat beberapa kendala dalam kegiatan belajar mengajar/bimbingan di sekolah yang bersumber pada tugas dan kemampuan pengawas sekolah dalam upaya mencapai mutu pendidikan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Secara khusus tulisan ini akan memberikan gambaran faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan pengawas sekolah dan sekaligus memberikan rekomendasi dalam meningkatkan peran dan kompetensi Pengawas sekolah.

KAJIAN TEORI

Badan Kepegawaian Negara tahun 1996 dalam mengukur kinerja seorang pengawas sekolah telah menetapkan ketentuan bahwa pengawas sekolah merupakan

Page 34: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Pengawas Sekolah

31

supervisor yang bertugas melaksanakan supervisi pendidikan di sekolah sehingga seorang pengawas sekolah harus memiliki kemampuan supervisi instruksional. Supervisi instruksional ini merupakan suatu proses yang digunakan oleh personalia sekolah dengan bertanggung jawab terhadap aspek tujuan sekolah dan saling bergantung pada personalia lain (guru, tenaga kependidikan lainnya). Jadi sifatnya bantuan untuk pengembangan kegiatan belajar mengajar agar dapat berlangsung lebih baik lagi.

Lebih lanjut Wiles & Lovel (tahun?) menyatakan:

What school personnel do with and things to maintain or change the school operation in ways that directly influence the teaching processes employed to promote pupil learning. Supervision is highly instruction related, not a task a specific job or a set of techniques. Supervision of instruction is directed learning processes of the school.

Supervisi instruksional ini dimaksudkan sebagai upaya memelihara dan mengadakan perubahan operasional sekolah dengan cara mempengaruhi pendidik dan siswa dalam proses/kegiatan belajar mengajar di sekolah. Lebih lanjut Kimbal menyatakan bahwa Supervisi dilaksanakan untuk menciptakan situasi yang memungkinkan dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung lebih baik.

Neagley & Evans (1980) lebih menegaskan bahwa supervisi merupakan pelayanan kepada pendidik agar dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih baik lagi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa untuk mencapai itu seorang pengawas sekolah sebagai supervisor mempunyai tugas antara lain: (1) mengorganisasikan kegiatan belajar mengajar, (2) menyiapkan staf pendukung, (3) menyiapkan fasilitas belajar mengajar, (4) menyiapkan materi ajar, (5) melatih para pendidikan, (6) memberikan konsultasi, (7) mengkoordinasikan layanan kepada siswa, (8) mengadakan hubungan kepada masyarakat, dan (9) melakukan penilaian pengajaran.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan, pengawasan sekolah atau supervisi yang dilakukan oleh pengawas sekolah merupakan suatu upaya pemberian bantuan dan bimbingan terhadap tugas pendidik sehari-hari di sekolah sehingga para pendidik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran agar kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat berlangsung dan hasilnya sesuai dengan tujuan pendidikan dan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang optimal. Ruter (Tahun?) menyatakan bahwa dalam proses supervisi mensyaratkan prerequisite yang harus dimiliki seorang supervisior adalah: (1) kemampuan kepribadian, (2) pengetahuan tentang kegiatan belajar mengajar yang memadai, dan (3) kemampuan teknis kepengawasan.

Page 35: Jurnal Tendik April 2008

Wukir Ragil

32

Dari uraian di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi indikator keberhasilan seorang pengawas sekolah sebagai seorang “pembina” kegiatan belajar mengajar di sekolah yaitu: (1) kegiatan pembinaan yang berhubungan antar manusia, (2) kegiatan pembinaan yang berhubungan secara hirarkis/struktural, (3) kegiatan pembinaan yang berhubungan dengan pemberian bantuan/pelayanan, (4) kegiatan pembinaan yang berhubungan dengan kurikulum, (4) kegiatan pembinaan yang berhubungan dengan manajemen kepegawaian, (5) kegiatan pembinaan yang berhubungan administrasi, (6) kegiatan pembinaan yang berhubungan dengan teknis pengembangan kurukulum, dan lain-lain yang apabila digambarkan dapat dilihat seperti dalam gambar sebagai berikut.

Gambar IndiKator Supervisi.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Peranan supervisi yang dilakukan oleh pengawas sekolah dianggap sangat strategis karena lebih dekat dengan sekolah, kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan lainnya, siswa dibandingkan dengan posisi lain dalam manajemen pendidikan secara umum. Peranan pengawas sekolah ini dapat dikelompokkan

Kegiatan Pembinaan Kegiatan Pengelolaan KegiatanPengembangan

Hubungan antar manusia Administrasi Sekolah Administrasi sekolah

Hubungan hirarkhis/ Struktural

Kurikulum Kurikulum

Bantuan/layanan Kepegawaian Kepegawaian

SUPERVISI

Page 36: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Pengawas Sekolah

33

dalam tiga kategori yakni berkaitan dengan informasi pendidikan, hubungan interpersonal, dan pengambilan keputusan sekolah. Dalam hubungan dengan informasi merupakan translator terhadap kebijakan pendidikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam kaitannya dengan hubungan antar individu dalam kegiatan kepengawasan, merupakan pemimpin, pemantau, dan wakil dari pemerintah daerah. Sedangkan dalam hubungannya dengan proses pengambilan keputusan seorang pengawas sekolah mengambil posisi sebagai penjamin terhadap resiko dari kebijakan pengambil keputusan karena ia harus yakin bahwa putusan pimpinan kantor pemangku pendidikan dan satuan pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik oleh pendidik. Ketiga peran ini saling melengkapi dan bersifat menyeluruh.

Kegiatan kepengawasan dalam kegiatan belajar mengajar meliputi tugas yang bersifat pemenuhan kualitas pembelajaran, pembinaan sekolah, sedikit yang bersifat administrasi, dan menajerial pendidikan. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang pengawas sekolah harus mampu berperan sebagai true leader yang dapat diterima semua kelompok. Oleh karena itu, seorang pengawas sekolah harus memiliki: (1) kompetensi kepengawasan yang handal; (2) metodologi pembelajaran yang efektif; (3) kualifikasi yang sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya; (4) kemampuan dalam mengadakan hubungan interpersonal, (5) manajemen kepegawaian yang memadai; (6) kemampuan menyerap aspirasi dari masyarakat dan pemangku kepentingan terhadap pendidikan; (7) kejujuran dalam berkarya; (8) kemampuan untuk bertindak sebagai fasilitator, teman sejawat bagi pendidik, pembimbing, pemberi arahan; dan (9) kemampuan menerjemahkan kebijakan pendidikan baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah maupun berbagai aspirasi dari masyarakat.

Seorang pengawas sekolah dianggap mempunyai kemampuan lebih baik dibanding kepala sekolah dan pendidik. Oleh karena itu, pengawas sekolah harus mampu berimprovisasi dalam melakukan pembinaan sepanjang tidak menyimpang dari tujuan pendidikan. Kondisi ini akan mendorong pengawas sekolah untuk selalu menciptakan suasana baru yang memungkinkan timbulnya kreativitas guru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Di sini peran pengawas sekolah sebagai fasilitator dan kolega/mitra kerja pendidik dan kepala sekolah sangat bermanfaat. Di samping itu, seorang pengawas sekolah akan dituntut dapat memberi respons terhadap perubahan lingkungan dan intelektual untuk secara terus menerus selalu mencari kebenaran, dan peluang untuk mencapai sasaran kepengawasan, dan

Page 37: Jurnal Tendik April 2008

Wukir Ragil

34

mampu memahami segala permasalahan pembelajaran yang timbul serta mencari solusinya.

Rekomendasi

Dari kesimpulan tersebut di atas, agar proses pembinaan dan supervisi dapat dilakukan dengan baik sehingga kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan berikut ini disampaikan beberapa rekomendasi yaitu: (1) memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pengawas sekolah agar dapat merespons perkembangan informasi baik dari dalam maupun luar negeri sehingga mampu berimprovisasi dalam tugasnya dengan mengacu pada ketentuan yang ada; (2) membudayakan kehidupan berdemokrasi dengan dibentuk organisasi profesi sehingga mampu mengubah pola pikirnya dari cara berpikir yang konvensional ke cara berpikir sistematis, analitis, kritis yang bertanggungjawab; (3) menciptakan suatu sistem berkompetitif untuk mendorong mereka berpikir logis yang mampu meningkatkan wawasannya dalam supervisi; (4) Peningkatan kemampuan pengawas sekolah baik dalam pendidikan dan pelatihan, maupun keikutsertaan dalam seminar dan lain-lain; (5) meningkatkan sarana dalam melakukan pengawasan di sekolah sehingga kesulitan transportasi bukan sebagai penghalang untuk menjangkau sekolah; (6) meningkatkan jumlah dan kualitas pembelajaran di sekolah; (7) menyediakan bahan pustaka yang memadai yang dapat dijadikan rujukan oleh pengawas sekolah dalam menjalankan tugasnya; (8) menyediakan data hasil pengawasan terdahulu yang dapat dipelajari oleh pengawas sekolah; (9) penyediaan data dan profil sekolah; (10) menetapkan system reward dan punishment yang dapat mendorong motivasi bagi pengawas sekolah; (11) memberikan gaji yang berdasarkan kinerja; dan (12) mewujudkan kesejahteraan yang memadai sehingga mereka tidak memikirkan hal lain lagi untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.

Page 38: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Pengawas Sekolah

35

DAFTAR RUJUKAN

Alfonso, R.J., Firth, G.R., & Nevile, R.F. Tanpa Tahun. Instructional Supervision, A Behavior System. Boston: Allyn and Bacon,. Inc

Grene, C.N., E.E. Jr, & Robnal J Ebert, R.J. 1985. Management for Effective Performance, Englewood Cliffts, New Jersey: Prentice Inc.

Wiles, J. & Lovel, J.T. Tanpa Tahun. Supervision for Better School, London. Prentice Hall.

Raymond, M.L.Jr. 1997. Management of Information System. New York: Simon and Schester, 1997.

Neagly, R.L. & Evans, N.D. 1999. Handbook for Effective Supervision of Instruction. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Ruter. Tanpa Tahun. Fifteen Thousand Hours Supervision of Instructional. TanpaKota Penerbit: Tanpa Nama Penerbit.

Page 39: Jurnal Tendik April 2008

Jurnal Tenaga Kependidikan Vol. 3, No. 1, April 2008

36

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH

Lantip Diat Prasojo Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak Dalam suatu organisasi kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting, termasuk organisasi pendidikan. Kepemimpinan sangat berpengaruh dalam menciptakan perubahan yang lebih baik dalam suatu organisasi khususnya bidang pendidikan. Salah satu model kepemimpinan yang sesuai untuk menciptakan perubahan tersebut adalah kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan mendasar dan menyeluruh yang dilandasi oleh nilai-nilai agama, sistem dan budaya untuk menciptakan inovasi dan kreativitas pengikutnya dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi atau negara. Implementasi kepemimpinan transformasional dalam bidang pendidikan perlu dicoba khususnya dalam level Kepala TAS. Kepemimpinan pada level ini memerlukan perubahan ke dalam secara menyeluruh dalam rangka membantu kepala sekolah mencapai tujuan sekolah.

Kata Kunci: kepemimpinan, transformasional, kepala tenaga administrasi sekolah, manajer.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Salah satu penyebab jatuhnya rezim orde baru antara lain adalah karena terjadi krisis kepemimpinan. Krisis kepemimpinan ini tampaknya terjadi pula pada bidang pendidikan level pelaksana yang ditunjukkan oleh gejala belum mampunya sebagian besar Kepala Tenaga Administrasi Sekolah (KTAS) mengantisipasi akan terjadinya kesulitan dalam melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Dalam masa krisis multidimensional termasuk di dalamnya krisis kepemimpinan dewasa ini menurut Rumtini (2002), selalu muncul seorang pemimpin dengan perilaku ”kepemimpinan yang mentransformasi (transforming)”. Perilaku kepemimpinan transforming ialah kepemimpinan yang memiliki kesadaran

Page 40: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

37

sendiri tentang emosionalnya, manajemen diri sendiri, kesadaran sosial dan manajemen hubungan kerja (Golemen,et al,2003). Pola perilaku kepemimpinan yang seperti ini diharapkan berpengaruh positif terhadap bawahannya dalam membentuk nilai-nilai dan keyakinan untuk mencapai tujuan organisasi (Anderson, 1998).

Organisasi tanpa perilaku kepemimpinan transformasinal digambarkan Hamilton (1998) seperti pedati yang penuh muatan sangat berat dengan roda segi empat sedang mendaki gunung terjal berbatu, terjerembab di jalan berlobang, yang ditarik oleh pemimpin dan didorong oleh anak buahnya. Gambaran tersebut mencerminkan bahwa organisasi tanpa kepemimpinan transformasional bagaikan organisasi yang susah untuk maju, tidak efektif, tidak memiliki metode yang memadai, resisten terhadap perubahan, kaku, tidak inovatif, mati menanggung beban, hidup segan mati tak mau, dan tidak mampu mengantisipasi masa depan.

Banyak teori dan hasil penelitian membuktikan bahwa keberhasilan atau kegagalan suatu sekolah sangat tergantung pada kehandalan pimpinan kepala sekolahnya (Lipham & Hoeh, 1974; Roe & Drake, 1980; Kezsbom, et.al, 1989; Verma, 1998 dan Kaming, 1999). Hal ini disebabkan oleh perannya sebagai orang kunci yang menentukan sukses atau gagalnya suatu organisasi sekolah dalam mencapai tujuan sekolahnya secara efektif dan efisien. Pernyataan ini mendukung penelitian Watson Wyatt Wordwide yang menemukan 75 persen respondennya berpendapat bahwa kepemimpinan yang buruk merupakan penyebab utama kegagalan suatu sekolah atau urusan bisnis (Anonim, 1999).

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: (1) terjadinya krisis kepemimpinan dalam bidang pendidikan yang memerlukan perhatian serius, (2) masih jarang pemimpin dalam bidang pendidikan (khususnya KTAS) yang memiliki perilaku sebagai seorang pemimpin transformasional; dan (3) implementasi model kepemimpinan transformasional sebagai salah satu solusi masalah krisis kepemimpinan pendidikan belum terlaksana secara baik dan menyeluruh.

Rumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan kajian dalam penulisan makalah ini, maka diformulasikan satu rumusan masalah berdasarkan identifikasi masalah di atas.

Page 41: Jurnal Tendik April 2008

Lantip Diat Prasojo

38

Adapun rumusan masalah tersebut adalah “mengapa model kepemimpinan transformasional menjadi salah satu solusi krisis kepemimpinan KTAS dalam bidang pendidikan?”.

Prosedur Pemecahan Masalah

Prosedur pemecahan masalah dalam makalah ini dengan memahami model kepemimpinan transformasional (definisi, dimensi-dimensi, komparasi dengan model kepemimpianan yang lain) kemudian mengimplementasikannya pada bidang pendidikan yang dilandasi oleh nilai-nilai sistem, budaya, situasi dan kondisi organisasi/instansi serta ada kritisi terhadap model kepemimpinan transformasional.

PEMBAHASAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

Landasan Teori Kepemimpinan Transformasional

Bass (1985) mengemukakan sebuah teori kepemimpinan transformasional (transformational leadership) yang dibangun atas gagasan-gagasan yang lebih awal dari Burns (1978). Tingkatan sejauh mana seorang pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikutnya. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut serta mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan: (a) membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, (b) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan (c) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi.

Formulasi asli dari teori tersebut di atas mencakup tiga komponen kepemimpinan transformasional yaitu: (1) karisma, (2) stimulasi intelektual dan (3) perhatian yang diindividualisasi. Karisma telah didefinisikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang pemimpin mempengaruhi para pengikutnya dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual adalah sebuah proses yang padanya para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikutnya terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikutnya untuk memandang masalah-masalah tersebut dari sebuah perspektif yang baru. Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi dukungan, membesarkan hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang

Page 42: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

39

pengembangan kepada para pengikut. Sebuah revisi baru dari teori tersebut menambahkan perilaku transformasional yang lain yang disebut ”inspirasi” atau ”motivasi inspirasional”. Motivasi inspirasional didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pemimpin mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha-usaha bawahan dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai (Bass & Avolio, 1990).

Kepemimpinan transformasional dibangun dari dua kata, yaitu kepemimpinan (leadership) dan transformasional (transformational). Kepemimpinan sebagaimana telah dijelaskan di awal merupakan setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengkoordinasikan, mengarahkan dan mempengaruhi orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Istilah transformasi berasal dari kata to transform, yang bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda, misalnya mentransformasikan visi menjadi realita, atau mengubah sesuatu yang potensial menjadi aktual.

Dengan demikian seorang KTAS dapat dikatakan menerapkan kepemimpinan transformasional jika dia mampu mengubah energi sumber-sumber daya baik manusia ataupun non manusia untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah. Sebagaimana didefinisikan oleh Sudarwan Danim (2003) adalah:

Kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi yang langka dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan.

Para ahli seperti Bass, 1985 ; Bass & Avoilo, 1990 meyakini bahwa seiring dengan perubahan-perubahan yang cepat, kompleks, dan canggih dalam kehidupan manusia, kepemimpinan transformasional dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma-paradigma baru di dalam proses perubahan. Perubahan sebagai konsep masa depan sering disebut dengan pembaharuan atau reformasi. Kata reformasi menjadi sebuah kata yang sangat popular di kalangan kita, lalu apa sebenarnya yang disebut dengan perubahan atau reformasi? Perubahan atau reformasi adalah suatu proses transformasi yang menuju kearah terwujudnya keadaan baru, kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya (Wahyo Sumidjo, 1999). Transformasi tersebut tidak hanya menyangkut salah satu aspek kehidupan secara total. Seperti dalam bidang sosial, politik, ekonomi pemerintahan dan budaya. Dalam aspek pemerintahan termasuk di dalamnya adalah aspek administrasi, manajemen, organisasi, proses kerja, sumber daya manusia, dan sebagainya.

Seorang pemimpin dalam era pembaharuan adalah seseorang yang mampu menciptakan suatu lingkungan yang inovatif yang tidak menghambat kreativitas

Page 43: Jurnal Tendik April 2008

Lantip Diat Prasojo

40

murni dan potensi kekuatan kerja. Pemimpin pembaharuan memberikan arah dan pandangan keluar demi kebutuhan bawahan. Pemimpin membantu untuk menciptakan suatu lingkungan kebanggaan, loyalitas, bukan ketakutan dan intimidasi.

Peran seorang pemimpin pembaharuan menyangkut hal-hal strategis sebagai berikut.

a. Memperbaiki penampilan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sumber daya lainnya, serta untuk memperbaiki kualitas, meningkatkan hasil, dan secara simultan untuk menimbulkan kebanggaan semangat kerja para bawahan.

b. Tidak hanya menemukan dan mencatat kegagalan SDM, melainkan untuk menghasilkan sebab-sebab kegagalan, membantu bawahan untuk melakukan tugas yang lebih baik.

c. Menciptakan suatu lingkungan kerja yang produktif, menampilkan kepemimpinan yang inovatif, dan melatih para bawahan demi melaksanakan tugas.

Definisi Kepemimpinan Transformasional

Adapun komitmen perilaku kepemimpinan transformasional menurut Leithwood dkk (1999) mengatakan, “transformational leadership is seen to be sensitive to organiation building developing shared vision, distributing leadership and building school culture necessary to current restructuring efforts in school”.Adapun Burns (1978), orang yang disebut-sebut sebagai yang Pertama kali menggagasnya, mendefinisikan kepemimpinan trasnformasional sebagai, “a process in which leaders and followers raise to higher levels of morality and motivation”.Gaya kepemimpinan semacam ini akan mampu membawa kesadaran para pengikut (followers) dengan memunculkan ide-ide produktif, hubungan yang sinergikal, kebertanggungjawaban, kepedulian edukasional, dan cita-cita bersama. Pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mampu mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi; mempelopori perubahan dan memberikan motivasi dan inspsirasi kepada individu-individu karyawan untuk kreatif dan inovatif, serta membangun team work yang solid; membawa pembaharuan dalam etos kerja dan kinerja manajemen; berani dan bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi (Bass, 1985). Yukl (1994) menyimpulkan esensi kepemimpinan transformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk berkinerja secara efektif dengan membangun komitmen mereka

Page 44: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

41

terhadap nilai-nilai baru, mengembangkan ketrampilan dan kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya inovasi dan kreativitas. House et.al (1996) dalam Suyanto (2003) menyatakan bahwa pemimpin yang transformasional memotivasi bawahan mereka untuk “berkinerja di atas dan melebihi panggilan tugasnya.” Esensi kepemimpinan transformasional adalah sharing of power dengan melibatkan bawahan secara bersama-sama untuk melakukan perubahan (http:www.pdk.go.id/jurnal/38/kepemimpinan%digilib .ti.itb.ac.id/go.php?id=jbptibti-gdl-s2-1998-miraamir.transformasional.htm diambil tanggal 20 Maret 2005). Dalam merumuskan perubahan biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, dimana lingkungan kerja yang partisipatif dengan model manajemen yang kolegial yang penuh keterbukaan dan keputusan diambil bersama. Dengan demikian kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan yang mendasar dan dilandasi oleh nilai-nilai agama, sistem dan budaya untuk menciptakan inovasi dan kreativitas pengikutnya dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan.

Pemimpin transformasional sesungguhnya merupakan agen perubahan, karena memang erat kaitannya dengan transformasi yang terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi utamanya adalah berperan sebagai katalis perubahan, bukannya sebagai pengontrol perubahan. Seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistik tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai (Covey, 1989 dan Peters, 1992).

Sergiovanni (1990:21) berargumentasi bahwa makna simbolis dari tindakan seorang pemimpin transformasional adalah lebih penting dari tindakan aktual. Nilai-nilai yang dijunjung oleh pemimpin yang terpenting adalah segalanya. Artinya ia menjadi model dari nilai-nilai tersebut, menstrasformasikan nilai organisasi jika perlu untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Elemen yang paling utama dari karakteristik seorang pemimpin transformasional adalah dia harus memiliki hasrat yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin transformasional adalah seorang pemimpin yang mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek. Bass (1994) memberikan model transformasional seperti ditunjukan pada gambar berikut.:

Page 45: Jurnal Tendik April 2008

Lantip Diat Prasojo

42

Gambar Model Kepemimpinan Transformasional (Bass & Avolio, 1994)

Dimensi-dimensi Kepemimpinan Transformasional

Bass dan Avolio (1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan seseorang dengan konsep “4i” yang artinya :

a) “i” pertama adalah idealized influence, yang dijelaskan sebagai perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang-orang yang dipimpinnya. Idealized influence mengandung makna saling berbagi resiko, melalui pertimbangan atas kebutuhan yang dipimpin di atas kebutuhan pribadi, dan perilaku moral serta etis.

Kondisi sekarang dari upaya yang diharapkan bawahan

Makin meningginya motivasi bawahan untuk mencapai hasil dengan upaya

tambahan

Bawahan menghasilkan kinerja sebagaimana yang diharapkan

Bawahan mempersembahkan kinerja melebihi apa yang diharapkan

Pemimpin mempetinggi nilai kebenaran

bawahan

Pemimpin memperluas kebutuhan bawahan

Pemimpin mentrans- formasikan perhati-

an kebutuhan bawahan

Pemimpin mengangkat nuansa kebutuhan bawahan ke tingkatan

yang lebih tinggi pada hirarki motivasi

Pemimpin mempertinggi probabilitas keberhasilan

yang subjektif

Pemimpin membangun rasa percaya diri

bawahan

Transformasional organisasi

Page 46: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

43

b) “i” kedua adalah inspirational motivation, yang tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan dan makna atas pekerjaan orang-orang yang dipimpin, termasuk di dalamnya adalah perilaku yang mampu mengartikulasikan ekspektasi yang jelas dan perilaku yang mampu mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi. Semangat ini dibangkitkan melalui antusiisme dan optimisme.

c) “i” ketiga adalah intellectual simulation. Pemimpin yang mendemonstrasikan tipe kepemimpinan senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya. Ia juga selalu mendorong pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan.

d) “i” keempat adalah individualized consideration, yang direfleksikan oleh pemimpin yang selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan prestasi dan kebutuhan dari orang-orang yang dipimpinnya.

Perbandingan Kepemimpinan Transforming, Transformasional dan Transaksional

Kepemimpinan transforming atau kepemimpinan yang mentransformasi adalah pendekatan teori kepemimpinan mutakhir yang dalam dua dekade ini sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Perilaku kepemimpinan transforming ialah kepemimpinan yang memiliki kesadaran sendiri tentang emosionalnya, manajemen diri sendiri, kesadaran sosial dan manajemen hubungan kerja (Golemen, et al, 2003). Pola perilaku kepemimpinan yang seperti ini diharapkan berpengaruh positif terhadap bawahannya dalam membentuk nilai-nilai dan keyakinan untuk mencapai tujuan organisasi (Anderson, 1998). Bass (1985) mengemukakan bahwa pemimpin transformasional adalah seseorang yang mampu meningkatkan motivasi dan komitmen bawahan terhadap kelompok tanpa menghiraukan akibat negatifnya.

Pencapaian perwujudan transformasional memerlukan kerangka pikir kerja sumber daya manusia dan manusia bersumber daya. Tabel berikut menunjukkan perbandingan antara konsep sumber daya manusia dengan manusia bersumber daya.

Page 47: Jurnal Tendik April 2008

Lantip Diat Prasojo

44

Tabel Perbandingan Paradigma

Paradigma Sumber Daya Manusia

Paradigma Manusia Bersumber Daya

Doktrin Hubungan Organisasi *Termination-at Will* Keanggotaan Organisasi

Fokus Manajemen Orang Kepentingan Organisasi dan Penguasa Kesejahteraan anggota organisasi dan

keunggulan organisasi Pendekatan Psikologi Dominan Psikologi organisasi Psikologi vocational

Satuan Analisis Pekerjaan Pekerja

Potensi orang yang dicari Kompetensi Kompetensi, wawasan, motivasi kerja

dan semangat belajar inovatif Makna Pekerjaan Okupasi yang disediakan organisasi bagi pekerja

Vokasi yang menjadi pilihan pekerja

Sifat hubungan kerja Kontraktual Atas dasar rasa saling percaya

Pengembangan Orang Membangun kompetensi spesifik Membangun kompetensi generic,

wawasan usaha, dan budaya belajar inovatif

Kepemimpinan yang efektif di Tempat Kerja Supervisi dan transaksional Visioner dan transformasional

Sikap Terhadap Perubahan Tanggungjawab manajemen Tanggungjawab bersama

Fokus Perhatian Manajemen Efisiensi,produktivitas dan efektivitas Keunggulan sistem usaha dan kesejah-

teraan pekerja Proses Manajemen Baku,spesifik, tuntas dan efektifitas Berkembang, umum, incremental, dan

berkesinambungan Orientasi Kerja Berjangka pendek, ruang lingkup spesifik, dan statis

Berjangka panjang, berwawasan luas,dan dinamis

(Bass & Aviolo (1994)

Page 48: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

45

Keberhasilan transformasional sangat ditentukan oleh manusia bersumber daya melalui berbagai upaya secara holistik.

Perbedaan pandangan Burns dan Bass terdapat beberapa aspek, antara lain :

1) Burns membatasi proses transformasi sebagai sesuatu yang menanamkan nilai-nilai moral yang positif dan dapat meningkatkan ordo kebutuhan bawahan. Sedangkan Bass, mengemukakan bahwa pemimpin transformasional adalah seseorang yang mampu meningkatkan motivasi dan komitmen bawahan terhadap kelompok tanpa menghiraukan akibat negatifnya.

2) Burns memandang kepemimpinan transformasional sebagai sesuatu yang bertolak belakang dan berdiri sendiri terlepas dari kepemimpinan transaksional. Sedangkan Bass, berpendapat bahwa secara konseptual dan empiris banyak pemimpin yang memperlihatkan kepemimpinan transformasional dan transaksional sekaligus, tetapi masing-masing dalam kadar tertentu.

Kepemimpinan transformasional dapat dipandang secara makro dan mikro, kepemimpinan transformasional sebagai proses mempengaruhi antar individu, sementara secara makro merupakan proses memobilisasi kekuatan untuk merubah sistem sosial dan mereformasi kelembagaan.

Konsep transformasional dan transaksional muncul disebabkan adanya gejala bahwa praktek-praktek kepemimpinan terdahulu hanya mampu menciptakan perubahan yang kurang mendasar seperti; menetapkan sasaran yang baru, merubah suatu tindakan yang kurang di sukai. Bass & Avolio (1990) menjelaskan bahwa model kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional mirip dengan konsep model pemimpin dan manajer. Dalam pengertian ini, seorang pemimpin transformasional selalu muncul dalam situasi krisis, masa perubahan, dan selalu berkembang, sementara pemimpin transaksional bekerja dalam situasi yang lebih bersifat birokratis mekanistis, yang cenderung menyukai kondisi status quo.

Bennis & Drucker yang menjelaskan bahwa perbedaan manajer dan pemimpin dalam suatu ungkapan popular “manajemen adalah bagaimana mengerjakan sesuatu dengan benar”, sedangkan kepemimpinan adalah “bagaimana menentukan sesuatu yang benar untuk dikerjakan” (management is doing things right, leadership is doing the right thing). Sebagai gambaran perbedaan konsep manajer dan pemimpin dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Page 49: Jurnal Tendik April 2008

Lantip Diat Prasojo

46

Tabel 2 Perbandingan antara Manajer dan Pemimpin

MANAJER PEMIMPIN Perbedaan Perilaku Manajerial Bekerja di dalam batas-batas ruang lingkup tanggung jawabnya dan memenuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku

Lebih tertarik untuk memenuhi kebutuhan perusahaan yang lebih besar dan merealisasikan tanggung jawab social

Lebih tertarik untuk mengerjakan tugas dengan baik sesuai dengan cara yang sudah ditetapkan

Merumuskan perhatian pada pelaksanaan tugas yang benar, memilih apa yang baru dikerjakan dan mengapa hal itu perlu dikerjakan

Perbedaan Fungsional Perencanaan bersifat ritun dan terbatas pada biadng tugasnya

Perencanaan yang berwawasan luas dan menjangkau jauh ke depan

Mengatur penempatan staff untuk mengisi lowongan di dalam struktur organisasi

Menemukan dan mengembangkan professional dalam rangka membangun institusi

Menugaskan apa yang harus dikerjakan bawahan

Menjelaskan apa yang perlu dicapai

Mengendalikan pekerja agar mereka mengerjakan apa yang ditugaskan sesuai dengan peraturan yang berlaku

Memberi kebebasan pada pengikut untuk mencari cara yang terbaik guna mencapai tujuan secara bertanggung jawab

Perbedaan Minat Perhatian lebih banyak ke dalam (internal)

Berminat pada penggalangan dukungan dari para konsultan dan mendapatkan sumberdaya

Lebih tertarik pada hal-hal teknis daripada kegiatan bisnis

Lebih tertarik pada aspek-aspek sosio politis dan psikologis dan kegiatan bisnis

Menjual produk dan jasa konkret Menjual gagasan, pemikiran, perasaan, dan emosi yang dikaitkan dengan tindakan konkret

Menghindarkan konflik Konflik adalah hal yang wajar Pemecahan persoalan jangka pendek dengan tindakan yang berencana

Membangun consensus tentang visi masa depan dan tindakan konkret untuk mewujudkannya

Perbedaan Dalam Membangun Pengaruh Memiliki bawahan Memiliki pengaruh Besar kekuasaan ditentukan oleh Kekuasaan terbentuk dari visi pimpinan

Page 50: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

47

posisinya di dalam organisasi dan kemampuannya untuk mengkomunikasikan visi itu kepada pengikutnya

Mencari stabilitas, kepastian dan kemampuan untuk mengontrol

Mencari fleksibilitas dan perubahan

Perubahan perlu dihindari, dikelola atau dikendalikan

Perubahan dianggap biasa dan perlu dimanfaatkan

Kegagalan perlu dihindari dan dicegah sekuat tenaga

Kegagalan adalah konsekuensi logis dari usaha menjadi wilayah yang tidak diketahui dan dapat menjadi pelajaran yang berharga

Perbedaan Dalam Pola Pikir Analitis dan konvergen Intuitif dan divergen Mengambil keputusan dan memecah-kan persoalan bagi pekerjanya

Memberi pengarahan dan kebebasan kepada para pengikut untuk mengambil keputusan dan memecahkan persoalan mereka sendiri secara betanggung jawab

Menekankan hal-hal yang rasional dan konkret

Menekankan hal-hal yang kurang konkret, seperti visi, wawasan, tata nilai dan motivasi

Berpikir dan bertindak untuk jangka pendek

Berpikir dan bertindak dalam jangka panjang

Menerima dan mematuhi secara ketat struktur organisasi, kebijakan, prosedur dan metodologi yang ada

Selalu mencari cara-cara yang lebih baik

(Bass & Aviolo (1994)

Burns membedakan kepemimpinan yang mentransformasi (transforming leadership) dengan kepemimpinan transaksional (transactional leadership). Jenis kepemimpinan yang terakhir memotivasi para pengikut dengan menunjuk pada kepentingan diri sendiri. Para pemimpin politik tukar menukar pekerjaan, subsidi dan kontrak-kontrak pemerintah yang menguntungkan untuk memperoleh suara dan kontribusi untuk kampanye. Para pemimpin korporasi saling menukar upah dan usaha transaksional dengan bawahan menyangkut nilai-nilai, berupa nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran, seperti kejujuran, keadilan, tanggungjawab. Kepemimpinan adalah sebuah proses, bukan sejumlah tindakan yang mempunyai ciri-ciri sendiri.

Page 51: Jurnal Tendik April 2008

Lantip Diat Prasojo

48

Implementasi Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan

Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam bidang pendidikan memang perlu diterapkan seperti kepala sekolah, kepala dinas, dirjen, kepala departemen dan lain-lain. Model kepemimpinan ini memang perlu diterapkan sebagai salah satu solusi krisis kepemimpinan terutama dalam bidang pendidikan. Adapun alasan-alasan mengapa perlu diterapkan model kepemimpinan transformasional didasarkan pendapat Olga Epitropika (2001) mengemukakan enam hal mengapa kepemimpinan transformasional penting bagi suatu organisasi, yaitu :

a. secara signifikan meningkatkan kinerja organisasi, b. secara positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran jangka panjang dan

kepuasan pelanggan, c. membangkitkan komitmen yang lebih tinggi para anggotanya terhadap

organisasi,d. meningkatkan kepercayaan pekerja dalam manajemen dan perilaku keseharian

organisasi,e. meningkatkan kepuasan pekerja melalui pekerjaan dan pemimpin, dan f. mengurangi stress para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan

Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam organisasi pendidikan perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.

a. Mengacu pada nilai-nilai agama yang ada dalam organisasi/instansi khususnya sekolah-sekolah.

b. Disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem sekolah tersebut.

c. Menggali budaya yang ada dalam sekolah tersebut. d. Karena sistem pendidikan merupakan suatu sub sistem maka harus

memperhatikan sistem yang lebih besar yang ada di atasnya seperti sistem negara.

Kritisi Model Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional sama dalam banyak aspek dengan kepemimpinan Transforming, namun terdapat juga perbedaan-perbedaannya. Burns membatasi kepemimpinan yang mentransformasi kepada para pemimpin yang selalu mendapat pencerahan (enlightened) yang menunjuk kepada nilai-nilai moral yang positif dan kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih tinggi dari para pengikutnya. Bagi Bass, seorang pemimpin yang mengaktifkan motivasi pengikut dan meningkatkan komitmen pengikut adalah transformasional, tanpa memperhatikan

Page 52: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

49

apakah efeknya menguntungkan para pengikutnya atau tidak. Bass tidak akan mengesampingkan para pemimpin yang menunjuk kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah seperti rasa aman, nafkah hidup dan kebutuhan-kebutuhan ekonomi. Jadi para pemimpin seperti Hitler dan Stalin dianggap transformasional meskipun efeknya negatif. Dengan demikian kepemimpinan Transforming merujuk pada pencerahan yang memperhatikan nilai-nilai moral positif dan kebutuhan-kebutuhan yang pada tingkat yang lebih tinggi dari para pengikutnya, sedangkan kepemimpinan transformasional tanpa memperhatikan efeknya menguntungkan atau tidak atau mengesampingkan nilai-nilai moral yang positif.

Hal ini senada dengan pendapat Golemen, et al (2003) yang mengatakan kepemimpinan transforming ialah kepemimpinan yang memiliki kesadaran sendiri tentang emosionalnya, manajemen diri sendiri, kesadaran sosial dan manajemen hubungan kerja. Pola perilaku kepemimpinan yang seperti ini diharapkan berpengaruh positif terhadap bawahannya dalam membentuk nilai-nilai dan keyakinan untuk mencapai tujuan organisasi (Anderson, 1998).

Model kepemimpinan yang lain yang perlu diperhatikan sebagai kritisi terhadap kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan amanah. Kepemimpinan amanah adalah kepemimpinan yang dilandasi oleh keimanan dalam rangka mencapai tingkat ketaqwaan kepada Alloh SWT. Model kepemimpinan ini selalu memikirkan keadaan umatnya dan jauh dari memikirkan kepentingan pribadi atau golongannya. Pemimpin model ini sadar betul akan adanya pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya sebagaimana sunnah rosul yang artinya ”... dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” Salah satu contoh model kepemimpinan amanah adalah masa kepemimpinan khalifah Umar Bin Khotob r.a. Pada suatu waktu khalifah Umar menerima tamu untuk urusan kenegaran. Ditengah-tengah pembicaraan tiba-tiba Khalifah umar meniup lampu penerangan ruang tamu. Pada saat itu sang tamu bertanya: ”mengapa engkau mematikan lampu wahai khalifah?” Khalifah Umar menjawab: ”Urusan negara yang kita bicara sudah selesai dan saat ini kita bicara yang bukan urusan negara sedangkan minyak lampu itu dibeli dari uang negara untuk urusan negara.” Kisah serupa juga digambarkan pada masa kepemimpinan Umar Bin Abdul Azis yang menutupi hidungnya dengan kain ketika memasuki gudang minyak wangi milik negara agar bau minyak yang bukan haknya tidak terhirup oleh dirinya. Dari kedua kisahnya ini menggambarkan pemimpin yang selalu berhati-hati dalam menjaga keimanannya dan adanya nilai kejujuran yang tinggi yang dilandasi nilai keimanan untuk memperoleh derajat taqwa disisi Alloh SWT (Ash Shalabi, 2003)

Page 53: Jurnal Tendik April 2008

Lantip Diat Prasojo

50

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

1. Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan mendasar dan menyeluruh yang dilandasi oleh nilai-nilai agama, sistem dan budaya untuk menciptakan inovasi dan kreativitas pengikutnya dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan oleh suatu sekolah.

2. Kepemimpinan transformasional merupakan salah satu model untuk mengatasi krisis kepemimpinan KTAS dalam bidang pendidikan.

3. Sebagai salah satu model kepemimpinan, kepemimpinan transformasional juga memiliki kekurangan dan dalam implementasinya harus disesuaikan dengan nilai-nilai agama, sistem, dan budaya serta situasi dan kondisi yang ada dalam suatu sekolah.

REKOMENDASI

1. Implementasi model kepemimpinan transformasional perlu dilakukan tetapi harus memperhatikan nilai-nilai agama, sistem, budaya, situasi dan kondisi dari sekolah.

2. Penyempurnaan secara konsep model kepemimpinan transformasional perlu dilakukan agar implementasinya mudah dipahami dan dimengerti oleh KTAS dan bawahannya.

3. Model kepemimpinan transformasional merupakan salah satu model kepemimpinan yang dapat menyelesaikan krisis kepemimpinan KTAS.

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, T.D. 1998. Transforming Leadership. New York: St. Lucic Press.

Ash Shalabi A.M. 2004. Bangkit dan runtuhnya khilafah Usmaniyah. Terjemahan: Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Avolio, B.J. & Howell, J.M. 1992. The impact of leadership behavior and leader follower personality match on satisfaction and unit performance. In K. Clark, and D.P. Campbell (Eds.), Impact of leadership. Greensboro. NC: Center for Creative Leadership, 225-235.

Page 54: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

51

Bass, B.M. 1985. Leadership and Performance Beyond Expectations. New York: Free Press.

Bass, B.M. & Avolio, B.J. 1994. ”The implication of transactional and transformational leadership: 1994 and beyond. Journal of European industrial training. 14, 21-47.

Burns, R.J. 1978. Leadership. New York: Harper & Row.

Bennis, W.G., Benne, K.D., & Chin, R. 1990. Merencanakan Perubahan. Jakarta : Intermedia.

Epitropika, Olga. (2001). What is? Transformational Leadership. Inggris: Institute of Work Psychology University of Sheffield.

Erlbaum, L. 2003. Transformational Leadership: Industrial, Military and Education Impact Bernard M. Bass. England: NSCL.

Golemen, D., Boyatzis, R., & McKee, A. 2003. The new leaders transforming the art of leadership into the science of result. London: Little Brown.

Gibson, Ivancevich, Donnely. 1984. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.

Hamilton, M. 1998. How building a leadership organization prepares the way for learning in transformational leadership. (Editor: Anderson, Terry, D). New York D.C St. Lucie Press.

Kapp, K. M. 1999. Transforming Your Manufacturing Organization Into a Learning Organizatin. Hospital Material Management Qurterly (HMM). ISSN : 0192-2262 Vol: 20 Iss Date May 1999 p:46-54.

Kezsbom, et.al,. 1989 http://www.pendidikan.net/amharsiwi2.html. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin.Internet.

Lako, A. 2004. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi (Isu, Teori, dan Solusi).

Page 55: Jurnal Tendik April 2008

Lantip Diat Prasojo

52

Yogyakarta : Amara Books.

Lethwood, K., & Janti, D., & Steinbach, R. 1999. Transformational Leadership: How Principals can help Reform School Cultures. School Effectiveness and School Imprevement, 1 (4).

Lipham & Hoeh. 1974. http://www.saskschools.ca/curr-content/adhs/-30k. AdaptiveDimension Main. Internet

Blaster, L.L. 1992. Transformational Leadership. [online]. Tersedia: http://www.ericdigests.org/1992-2/leadership.htm [15 pebruari 2005].

Rumtini Ikhsan . Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SLTP dan Korelasinya dengan Manajemen Instruksional di Beberapa Sekolah di Yogyakarta [online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/ jurnal/38/kepemimpinan%20transformasional.htm.

Roe & Drake, 1980 http://www.pendidikan.net/amharsiwi2.html. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin.Internet.

Suyanto, M.Lies Endarwati, dan Ali Muhson. 2003. Gaya kepemimpinan transformasional kepala SD dan kepuasan kerja guru. Jurnal Kependidikan. 1,(5); 52.

Sergiovani, T. J.,et al. 1990. Educational Governance and Administration (third edition) . Massasuchests: Publishing Group.

Siagian, S.P. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan (cetakan kelima). Jakarta: Rineka Cipta.

Sudarwan Danim. 2003. Menjadi Komunitas Pembelajar: Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahyusumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Page 56: Jurnal Tendik April 2008

Kepemimpinan Transformasional

53

Winarno Surakhmad. 1985. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode, Tekhnik. Bandung : Tarsito.

Yukl, G.. 1994. Leadership In Organization (thirdth edition). Upper Sadle River, New Jersey: Prentice Hall.

Yukl, G. 1998. Leadership In Organization. London: Prentice Hall.

Page 57: Jurnal Tendik April 2008

Jurnal Tenaga Kependidikan Vol.3, No. 1 ,April 2008

54

PERANANKEPALA TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH

DALAM MENDUKUNG PENCAPAIAN VISI DAN MISI SEKOLAH

Muhyadi Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak Layanan administrasi sekolah selama ini kurang mendapatkan perhatian memadai padahal peranannya dalam mendukung keberhasilan sekolah sangat besar. Menyadari pentingnya peran layanan administrasi sekolah tersebut, pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara eksplisit dicantumkan perlunya dukungan TAS mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi, termasuk Kejar Paket A, B, maupun C. Agar fungsi layanan administrasi dapat berjalan dengan baik maka TAS yang menanganinya harus memiliki kompetensi dan kualifikasi yang sesuai. Sekolah-sekolah yang memiliki unit khusus layanan administrasi, tidak saja memerlukan TAS yang profesional tetapi juga kepala TAS yang handal. Kepala TAS dituntut memiliki kemampuan sebagai pemimpin, berupa kompetensi: manajerial, kepribadian, sosial, dan teknis. Kompetensi manajerial terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang mencakup: perencanaan kerja, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian staf. Kompetensi kepribadian adalah sifat-sifat positif dan terpuji sebagai seorang atasan yang dapat diteladani oleh bawahan, kompetensi sosial adalah kemampuan berinteraksi dan bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka mendukung kelancaran administrasi sekolah, sedangkan kompetensi teknis adalah kemampuan melaksanakan dan mengendalikan tugas-tugas yang bersifat teknis dalam bidang administrasi sekolah. Peranan kepala TAS sangat penting karena ikut menentukan kualitas keputusan yang diambil kepala sekolah. Peranan tersebut diwujudkan dalam bentuk penyediaan informasi yang akurat, benar, cermat, dan tepat waktu. Agar dapat memenuhi perannya tersebut, kepala TAS seharusnya memiliki kualifikasi yang sesuai yaitu berlatar belakang pendidikan administrasi perkantoran dengan jenjang pendidikan sekurang-kurangnya SMK untuk tingkat pendidikan dasar dan D3 untuk jenjang pendidikan menengah.

Kata kunci: tenaga administrasi sekolah, visi, misi, kompetensi, kualifikasi.

Page 58: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Kepala Tenaga Administrasi Sekolah

55

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu bentuk organisasi, sekolah dapat dikategorikan sebagai sebuah sistem. Sekolah memiliki sejumlah komponen yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua: (1) sumber daya manusia, dan (2) sumber daya non manusia. Sumber daya manusia (SDM) di sekolah terdiri dari: kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, Tenaga Administrasi Sekolah (TAS), dan peserta didik. Di luar sumber daya internal tersebut masih terdapat SDM eksternal yang juga ikut memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah antara lain komite sekolah. Sementara itu sekolah juga memiliki sejumlah sumber daya non manusia yang berfungsi mendukung tercapainya tujuan sekolah antara lain berupa: gedung, peralatan, dana, sarana, serta perlengkapan lainnya. Seluruh komponen tersebut harus dikelola dengan baik sehingga masing-masing berfungsi secara optimal dalam mendukung keberhasilan sekolah.

Sebagai salah satu komponen sekolah, TAS memegang peran penting dalam mendukung kelancaran sekolah baik menyangkut kelancaran proses manajemen maupun proses pembelajaran. Sekolah yang tidak didukung oleh layanan administrasi yang efisien tidak akan berhasil mencapai sasaran sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu, penyelenggaraan administrasi sekolah harus ditangani secara profesional di bawah kepemimpinan seorang kepala TAS yang memiliki kualifikasi dan kompotensi yang memadai.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa layanan administrasi sekolah yang selama ini dikenal dengan istilah tatausaha, sering dipersepsi keliru dan dianggap tidak penting oleh sebagian anggota masyarakat. Hal ini terlihat antara lain dari fakta tidak dimilikinya tenaga tatausaha pada sekolah dasar dan pendidikan luar biasa (PLB) di Indonesia sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel Jumlah Sekolah dan Tenaga Tata Usaha

No.Jenjang Sekolah

Jumlah Negeri Swasta Tenaga Tata Usaha

1. TK 305 47.632 - 2. SD 135.644 10.223 - 3. SMP 11.234 10.022 12.404 4. SMA 3.203 4.925 5.704 5. SMK 899 4.216 4.454 6. PLB 224 905 -

(Direktorat Tenaga Kependidikan 2006)

Page 59: Jurnal Tendik April 2008

Muhyadi

56

Dari segi fungsi, aktivitas ketatausahaan berperan mendukung penyelenggaraan tugas pokok. Namun demikian fungsi sebagai pendukung ini tidak mengurangi posisinya yang sangat penting dalam memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Tanpa dukungan layanan administrasi yang baik dan tertib, mustahil sekolah dapat mencapai visi dan misi yang sudah ditentukan. Layanan yang baik hanya dimungkinkan jika sekolah memiliki unit kesekretariatan dengan tenaga administrasi yang kompeten dan profesional. Jika sekolah diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas, maka keberadaan dukungan layanan administrasi yang profesional merupakan suatu keharusan yag tidak bisa dihindari.

Fungsi layanan administrasi sekolah, khususnya dalam mendukung tercapainya visi dan misi sekolah, hingga kini belum mendapatkan perlakuan yang proporsional. Bahkan pada tingkat sekolah dasar dan pendidikan luar biasa, (sebagaimana terlihat pada tabel di depan), kegiatan tersebut tidak ditangani oleh petugas khusus melainkan dirangkap oleh kepala sekolah atau guru yang ada. Untuk tingkat sekolah menengah, layanan administrasi sekolah memang sudah ditangani oleh bagian tatausaha. Akan tetapi dari hasil survei lapangan yang dilakukan oleh Pokja Pengembangan Standar Mutu Tenaga Administrasi Sekolah (2007) diketahui adanya sejumlah masalah antara lain: (1) penghargaan pemerintah terhadap kepala tenaga administrasi sekolah dirasakan belum adil karena adanya perbedaan eselonisasi pada jenjang sekolah yang sama yaitu antara sekolah menengah umum dan sekolah menengah kejuruan, (2) pada beberapa daerah tunjangan struktural kepala tenaga administrasi sekolah tidak dibayarkan, (3) kepala tenaga administrasi sekolah yang ada belum semuanya mengikuti diklat kepala tenaga administrasi sekolah (Diklatpim IV), (4) kepala tenaga administrasi sekolah yang telah mengikuti Diklatpim IV tidak dapat menerapkan pengetahuan yang diperolehnya karena ternyata materi yang diberikan tidak mencakup pengetahuan tentang administrasi sekolah melainkan administrasi perkantoran terpadu untuk dinas/badan di Pemda. Kondisi sebagaimana disebutkan di atas menyebabkan kurang optimalnya layanan administrasi sekolah dalam rangka mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar yang merupakan fungsi pokok sekolah. Akibatnya, kinerja organisasi rendah dan output sekolah (lulusan yang dihasilkan) tidak mencapai kualitas sebagaimana diharapkan.

Kajian singkat tentang layanan administrasi sekolah, khususnya peran kepala TAS dalam mendukung keberhasilan sekolah ini, bertujuan untuk: (1) memberikan gambaran tentang pentingnya kegiatan administrasi dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran dan (2) pentingnya peran kepala TAS mendukung proses manajemen

Page 60: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Kepala Tenaga Administrasi Sekolah

57

sekolah yang sehat dan profesional. Pelaksanaan tugas pokok sekolah berupa kegiatan belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan layanan administrasi yang efisien.

Permasalahan ini menjadi penting untuk dibahas karena di samping secara faktual keberadaan layanan administrasi memang sangat dibutuhkan, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara tegas dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah sampai dengan perguruan tinggi, termasuk Paket A, B, maupun C, harus memiliki tenaga administrasi. Keefektifan kegiatan layanan administrasi sekolah banyak ditentukan oleh kualifikasi dan kinerja petugas yang menanganinya. Sementara itu keberhasilan unit tatausaha dalam melaksanakan fungsinya banyak ditentukan oleh kualitas dan kemampuan kepala TAS, yang selama ini dikenal dengan istilah kepala tatausaha sekolah. Kajian singkat ini diharapkan memberikan pemahaman yang benar tentang posisi layanan administrasi sekolah, kualifikasi dan kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh kepala TAS dan peran yang harus dimainkan dalam mendukung keefektifan manajemen sekolah.

KOMPETENSI KEPALA TAS

Kepala tenaga administrasi sekolah adalah pemimpin unit administrasi sehingga perlu memahami prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik. Kepemimpinan menurut Hoy & Miskel (2001) adalah suatu proses sosial di mana seseorang mempengaruhi interpretasi terhadap peristiwa-peristiwa internal dan eksternal, tujuan atau outcome yang diinginkan, pengorganisasian aktivitas kerja sama, motivasi dan kemampuan individu, hubungan kekuasaan, dan orientasi bersama; sedangkan menurut Husaini Usman (2006) adalah: ilmu dan seni mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk bertindak seperti diharapkan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. .

Sebagaimana halnya dengan pemimpin organisasi pada umumnya, kepala tenaga administrasi sekolah juga dituntut memiliki kemampuan manajerial yang memadai, terdiri dari kemampuan: konseptual, sosial, dan teknis. Dari segi hirarkhi organisasi, kepala tenaga administrasi termasuk dalam kelompok manajer tingkat bawah (low management) karena membawahi karyawan yang secara langsung melaksanakan tugas operasional di lapangan. Oleh karena itu, kemampuan yang dituntut dari seorang kepala tenaga administrasi sekolah lebih banyak berupa keterampilan sosial (social skills) dan keterampilan teknis (technical skills).Mengacu pada pengelompokan jenis kemampuan dikaitkan dengan tingkatan

Page 61: Jurnal Tendik April 2008

Muhyadi

58

manajemen sebagaimana dikemukakan oleh Manning & Curtis (2003), keterampilan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

--

Gambar Tipe Keterampilan yang Dibutuhkan Setiap Level Manajemen (Manning & Curtis, 2003)

Dari gambar tersebut tampak bahwa seorang manajer tingkat bawah (sekelas kepala TAS) memerlukan kompetensi keterampilan sosial dan keterampilan teknis dengan porsi yang cukup besar yaitu sekitar 50% untuk keterampilan sosial dan 40% untuk keterampilan teknis. Hal ini disebabkan oleh adanya keharusan bagi kepala tenaga administrasi sekolah untuk (1) berkomunikasi dan berinteraksi secara intens baik dengan bawahan maupun atasannya, dan (2) memotivasi dan mengarahkan bawahan yang merupakan tenaga operasional yang mengerjakan kegiatan yang bersifat teknis. Setiap saat kepala TAS berada di tengah-tengah karyawan yang mengerjakan tugas kesekretariatan dan kepala sekolah sebagai atasannya. Dalam praktik yang selama ini terjadi di sekolah, kepala TAS membawahi tidak saja tenaga yang secara khusus melaksanakan kegiatan kesekretariatan (seperti: pelaksana urusan kesiswaan, keuangan, kurikulum, kepegawaian, dan sejenisnya), tetapi juga tenaga lain di sekolah yang memberikan layanan khusus seperti: pembersih, tukang kebun, pengemudi, dan pesuruh. Mereka bertanggung jawab kepada kepala TAS.

Dengan cara yang lebih rinci, kompetensi seorang kepala TAS tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat aspek yaitu: (1) manajerial, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) teknis. Rincian dari keempat aspek tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.

Kompetensi manajerial ialah kemampuan seorang pemimpin untuk melaksanakan fungsi manajemen berupa penyusunan rencana (planning),pengorganisasian (organizing), pengarahan dan pemotivasian bawahan

Technical10%

Technical25%

Technical40%

Social50%

Social50%

Social50%

Concept.40%

Concept.25%

Concept. 10%

Top�Manager�

Middle�Manager�

Low�Manager�

Page 62: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Kepala Tenaga Administrasi Sekolah

59

(actuating/directing), dan pengawasan serta pengendalian bawahan (controlling).Secara lebih operasional, kompetensi yang terkait dengan aspek manajerial bagi seorang kepala tenaga administrasi sekolah mencakup kemampuan dalam hal: (1) pengadministrasian pelaksanaan standar nasional pendidikan, (2) penyusunan program kerja, (3) pengorganisasian dan pengkoordinasian staf, (4) pengarahan, pembimbingan, dan pengembangan staf, (5) pengambilan keputusan, (6) penciptaan iklim kerja yang kondusif, (7) optimalisasi pemanfaatan sumber daya, (8) pengendalian staf, (9) pengelolaan konflik, dan (10) penyusunan laporan. Dalam pelaksanaan tugas yang sesungguhnya, masing-masing kompetensi tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi sejumlah subkompetensi yang lebih konkrit.

Kepala TAS adalah figur pemimpin yang perilakunya dijadikan panutan oleh bawahannya. Oleh karena itu kepala TAS harus memiliki kepribadian yang baik dan terpuji. Kompetensi yang terkait dengan aspek kepribadian bagi seorang kepala TAS mencakup sejumlah sifat positif yang harus dimiliki berupa: (1) integritas dan akhlak mulia, (2) etos kerja, (3) pengendalian diri, (4) rasa percaya diri, (5) fleksibilitas, (6) ketelitian, (7) disiplin, (8) kreatif dan inovatif, dan (9) tanggung jawab. Seperti halnya kompetensi manajerial, aplikasi kompetensi kepribadian inipun di dalam pelaksanaan tugas yang sesungguhnya, masing-masing dijabarkan lebih lanjut menjadi sejumlah subkompetensi yang lebih operasional.

Sebagai pemimpin unit kerja, kepala TAS juga harus harus memiliki kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik dengan semua pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan tugas pokoknya. Mereka itu adalah atasan, teman sejawat, bawahan, dan juga pihak luar yang biasa disebut stakeholder. Kompetensi yang terkait dengan aspek sosial bagi seorang kepala TAS mencakup sejumlah kemampuan untuk: (1) bekerja sama dalam tim, (2) memberikan layanan prima, (3) memiliki kesadaran berorganisasi, (4) berkomunikasi secara efektif, dan (5) membangun hubungan kerja.

Kepala TAS sebagai manajer tingkat bawah, banyak berinteraksi dengan karyawan yang menangani pekerjaan yang bersifat teknis operasional. Oleh karena itu ia harus memiliki kemampuan teknis yang memadai karena banyak persoalan-persoalan yang bersifat teknis yang harus dihadapinya. Kompetensi teknis yang harus dimiliki kepala tenaga administrasi sekolah pada dasarnya berupa kemampuan untuk memberikan layanan seluruh aspek administrasi sekolah yang terdiri dari: (1) administrasi kepegawaian, (2) administrasi keuangan, (3) administrasi sarana dan prasarana, (4) administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat, (5) administrasi persuratan dan pengarsipan, (6) administrasi kesiswaan, (7) administrasi kurikulum,

Page 63: Jurnal Tendik April 2008

Muhyadi

60

(8) administrasi layanan khusus, dan (9) penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mendukung seluruh jenis kegiatan yang bersifat teknis tersebut.

KUALIFIKASI KEPALA TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH

Kompetensi kepala TAS sebagaimana disebutkan di atas dapat diperoleh apabila yang bersangkutan memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan, baik dari segi latar belakang pendidikan maupun pengalaman kerja. Perbedaan jenjang sekolah (pendidikan dasar dan menengah) menyebabkan perbedaan volume dan jenis tugas kesekretariatan yang dihadapi. Oleh karena itu kualifikasi yang dipersyaratkan bagi kepala TAS untuk masing-masing jenjang juga berbeda.

Untuk tingkat pendidikan dasar (SD/MI/SDLB, dan SMP/MTs./SMPLB), seorang kepala TAS perlu memiliki latar belakang pendidikan sekurang-kurangnya lulusan SMK atau sederajat, diutamakan Jurusan Administrasi Perkantoran. Latar belakang pendidikan administrasi perkantoran diperlukan karena tugas yang menjadi tanggungjawabnya adalah tugas-tugas kesekretariatan/administrasi perkantoran. Kecuali itu diperlukan juga pengalaman (masa kerja) yang memadai sebagai staf administrasi sekolah serta memiliki kemampuan sebagai kepala TAS yang dibuktikan dengan sertifikat calon kepala TAS yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan tinggi yang ditunjuk pemerintah.

Untuk tingkat pendidikan menengah (SMA/MA/MALB/SMK/SMKLB), karena volume pekerjaan kesekretariatan umumnya lebih besar dari tingkat pendidikan dasar, maka kepala TAS perlu memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai yaitu sekurang-kurangnya lulusan D3 diutamakan jurusan Administrasi Perkantoran/Administrasi Pendidikan atau sejenisnya. Kecuali itu diperlukan juga pengalaman (masa kerja) yang memadai sebagai staf administrasi sekolah serta memiliki kemampuan sebagai kepala TAS yang dibuktikan dengan sertifikat calon kepala TAS yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan tinggi yang ditunjuk pemerintah.

PERANAN KEPALA TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH DALAM PROSES PENCAPAIAN VISI DAN MISI SEKOLAH

Untuk mengetahui peranan yang dimainkan seorang kepala tenaga administrasi sekolah dalam organisasi sekolah, perlu dipahami terlebih dahulu hakekat tentang organisasi itu sendiri. Teori organisasi modern memandang setiap

Page 64: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Kepala Tenaga Administrasi Sekolah

61

organisasi (termasuk sekolah) sebagai sebuah sistem. Yang dimaksud sistem adalah satu kesatuan yang utuh (wholism), di dalamnya terdapat banyak komponen, satu sama lain saling berinteraksi, saling terkait, saling bergantung, dan secara simultan berproses ke arah tercapainya tujuan yang sudah ditetapkan. Setiap komponen organisasi memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang jelas sehingga masing-masing memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Semua sistem melakukan pengolahan input menjadi output tertentu. Sistem juga merupakan bagian dari lingkungan, oleh karenanya sistem mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan (Muhyadi, 1989). Implikasinya ialah, setiap organisasi harus responsif terhadap perubahan dan tuntutan lingkungan.

Dalam organisasi sekolah, unit kesekretariatan/ketatausahaan merupakan salah satu komponen sekolah. Bersama-sama dengan komponen yang lain, ia berproses ke arah tercapainya tujuan sekolah. Dalam struktur sekolah, unit kesekretariatan merupakan bawahan dan oleh karenanya bertanggung jawab langsung kepada kepala sekolah. Unit kesekretariatan merupakan bagian penting dari sekolah, berfungsi memberikan dukungan dalam bentuk layanan administratif sehingga memungkinkan sekolah melaksanakan tugas pokoknya dengan baik. Kepala TAS membawahi tenaga administrasi yang bertugas memberikan pelayanan kepada pelanggan internal maupun eksternal (Sallis, 2003). Yang dimaksud pelanggan internal dalam hal ini adalah kepala sekolah dan guru. Sebagai institusi, tugas pokok sekolah adalah memproses input (dalam hal ini peserta didik) menjadi out put (berupa lulusan) yang diharapkan memiliki kompetensi tertentu melalui suatu kegiatan yang disebut proses belajar mengajar.

Dalam pengertian seperti itu peran unit kesekretariatan/ketatausahaan pada sebuah organisasi sekolah tidak dapat diabaikan karena tanpa dukungan layanan administrasi yang baik, kecil kemungkinan sekolah berhasil mencapai visi dan misi yang ditetapkan. Dukungan administrasi bukan saja diperlukan dalam rangka memperlancar pelaksanaan kegiatan utama yang bersifat rutin tetapi juga dalam rangka pengembangan sekolah. Unit kesekretariatan berfungsi menghimpun, mengolah, dan menyiapkan semua data yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan. Dengan kata lain, kesekretariatan berfungsi menyediakan data base yang handal bagi kelancaran seluruh kegiatan sekolah. Jika salah satu saja dari aspek layanan administrasi tidak berfungsi dengan baik maka dapat dipastikan kinerja sekolah secara keseluruhan akan mengalami penurunan. Sekolah yang penyelenggaraan administrasi kesiswaannya kacau misalnya, kinerja sekolah tentu tidak akan optimal. Keefektifan sistem administrasi sebuah sekolah sangat

Page 65: Jurnal Tendik April 2008

Muhyadi

62

bergantung pada kualitas dan kompetensi kepala TAS yang bersangkutan. Di sinilah pentingnya peran seorang kepala unit kerja yang diharapkan mampu menyelenggarakan sistem layanan administrasi yang handal.

Kepala TAS perlu menyadari posisinya yang sangat strategis itu. Ia ikut menentukan kualitas keputusan yang diambil kepala sekolah karena kualitas keputusan sangat bergantung pada kelengkapan, keakuratan, dan kesesuaian data/informasi yang digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan tersebut. Ini berarti bahwa secara langsung maupun tidak, kepala TAS ikut mempengaruhi kinerja sekolah yang pada gilirannya berpengaruh pada kualitas output/lulusan yang dihasilkan.

KESIMPULAN

Semua jenis organisasi, termasuk sekolah, harus dikelola secara profesional agar mampu mencapai tujuan secara efisien. Untuk mewujudkan tujuan sekolah, ada dua jenis kegiatan yang harus dilakukan secara simultan, yaitu (1) kegiatan pokok berupa proses belajar mengajar, dan (2) kegiatan penunjang berupa layanan administrasi yang berfungsi mendukung terlaksananya proses belajar mengajar yang meliputi administrasi: kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dengan masyarakat, persuratan dan pengarsipan, kesiswaan, kurikulum, dan layanan khusus. Pelaksanaan sejumlah aspek tersebut harus didukung teknologi informasi dan komunikasi yang memadai sehingga dicapai tingkat efisiensi yang tinggi.

Kegiatan layanan administrasi sekolah sangat mempengaruhi keberhasilan sekolah sebab semua keputusan kepala sekolah (yang berarti semua kegiatan yang dilaksanakan sekolah) sangat bergantung pada kualitas data/informasi yang disediakan oleh unit layanan administrasi. Implementasi kebijakan yang datang dari institusi yang lebih tinggi (misalnya standar pendidikan) juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan unit administrasi dalam memberikan layanan yang diperlukan. Sementara itu keefektifan unit layanan administrasi sangat ditentukan oleh kinerja kepala TAS. Ini berarti bahwa kepala TAS memegang posisi yang cukup strategis dalam memberikan kontribusi terhadap keberhasilan sekolah. Kinerja kepala TAS ditentukan oleh kualifikasi dan kompetensi yang dimilikinya.

Agar kepala TAS dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, pengangkatannya harus benar-benar mempertimbangkan persyaratan kompetensi dan kualifikasi sebagaimana disebutkan di bagian depan tulisan ini. Kecuali itu, pendidikan dalam jabatan juga perlu diberikan secara berkala dengan materi yang

Page 66: Jurnal Tendik April 2008

Peranan Kepala Tenaga Administrasi Sekolah

63

sesuai dengan bidang administrasi sekolah. Ke depan, pengelolaan administrasi sekolah harus mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi yang mutakhir agar layanan administrasi berlangsung secara efisien dan efektif. Oleh karena itu pemahaman dan kemampuan mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi juga harus dikuasai dengan baik oleh seluruh pelaksana termasuk kepala TAS.

DAFTAR RUJUKAN

Draf Naskah Akademik Standar Tenaga Administrasi Sekolah. 2006. Jakarta: PMPTK Direktorat Tenaga Kependidikan, Depdiknas.

Hoy, W.K. dan C.G. Miskel, 2001. Educational Administration: Theory, Research, and Practice. Boston: McGraw Hill.

Husaini Usman. 2006. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Lunenberg, F.C. & Ornstein, A.C., 2000. Educational Administration: Concept and Practices. Belmont: Wadsworth Thomson Learning.

Manning G., & Curtis, K. (2003). The Art of Leadership. New York: McGraw Hill Irwin.

Muhyadi. 1989. Organisasi: Teori, Stuktur, dan Proses. Jakarta: P2LPTK.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, 2006. BSNP.

Sallis, E. (2003). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Educational Management Series.

Yukl, G. 2002. Leadership in Organization. 5th edition. Upper Sadle River, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Page 67: Jurnal Tendik April 2008

Jurnal Tenaga Kependidikan Vol. 3, No. 1, April 2008

64

MENGEFEKTIFKAN PERANAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Rokhmaniyah Universitas Negeri Jakarta

Abstrak Banyak definisi efektif, tetapi yang dipilih efektif menurut Covey. Efektif ialah keseimbangan berbagai peranan dengan yang dihasilkannya. Tenaga kependidikan minimal ada sepuluh. Cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan adalah dengan membiasakan menerapkan tujuh kebiasaan Covey dalam melaksanakan peranan-peranan terebut. Dalam penerapannya, ada budaya kita yang mendukung dan menghambat. Cara memulainya dari yang diri sendiri, dari yang mudah, dari yang kecil, dan dari yang murah dulu.

Kata Kunci: efektif, kebiasaan, cara mengefektifkan.

PENDAHULUAN

Setiap manusia dalam hidupnya memiliki berbagai macam peranan. Peranan itu bermacam-macam tergantung banyaknya kegiatan dinamika hidup yang ia jalani dan lakukan. Demikian pula halnya pada tenaga kependidikan. Sebagai contoh: seseorang di sekolah berperan sebagai kepala sekolah dan di luar sekolah mungkin saja ia berperan sebagai kepala atau ibu rumah tangga, ketua RT, anggota arisan, anggota kegiatan sosial, budaya, dan sebagainya. Di sekolah, kepala sekolah misalnya adalah sebagai atasan tetapi di Dinas Pendidikan setempat ia menjadi sebagai bawahan kepala dinasnya.

Setiap orang pada hakikatnya ingin memainkan peranannya masing-masing secara efektif. Namun, pada kenyataannya banyak yang mengalami kesulitan melakukan berbagai peranan yang harus dimainkan seimbang dengan hasil yang dicapai. Dengan tuntutan peranan yang bermacam-macam, dan waktu yang terbatas, apakah semua peranan dapat dijalankan seimbang dengan hasil yang dicapai?. Oleh sebab itulah penulisan artikel ini menggunakan pendekatan teori Covey. Menurut Covey (1989), peranan seseorang disebut efektif apabila kemampuan menggunakan peranan-peranan tersebut seimbang dengan hasil yang dicapai. Jadi, kunci efektif adalah pada keseimbangan.

Page 68: Jurnal Tendik April 2008

Mengefektifkan Peranan Tenaga Kependidikan

65

Masalahnya adalah, “Bagaimana mengefektifkan peranan tenaga kependidikan?” Dari masalah tersebut, maka tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan salah satu alternatif konsep cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan. Mudah-mudahan konsep ini bermanfaat bagi tenaga kependidikan untuk mengefektifkan peranannya masing-masing.

Tenaga kependidikan ialah kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah (PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 35 ayat a sampai dengan e), sedangkan untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis (PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 35 ayat e). Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39, Ayat (1).

PENGERTIAN EFEKTIF

Efektif atau hasil guna ialah cara melakukan sesuatu (pekerjaan) yang benar (do the right thimgs), sedangkan efisiensi (daya guna) ialah cara melakukan pekerjaan dengan benar (do things right) (Verma,1996). Efektif dapat ditinjau dari sudut kuantitatif dan kualitatif. Pengertian efektif secara kuantitatif ialah perbandingan antara realisasi dengan target. Semakin tinggi realisasi yang dicapai, semakin tinggi nilai efektifnya. Efektif menurut pengertian kualitatif ialah tingkat pencapaian tujuan organisasi atau tingkat kepuasan yang dicapai organisasi. Semakin tercapai tujuan seseorang atau organisasi semakin efektif seseorang atau organisasi itu. Semakin puas seseorang atau organisasi, semakin efektif seseorang atau organisasi itu. Kepuasan meliputi kepuasan internal dan eksternal organisasi (Husaini Usman, 2006).

Namun, dalam artikel ini tidak menggunakan pengertian efektif pada umumnya seperti yang telah disebutkan di atas. Artikel ini secara khusus menggunakan pengertian efektif menurut Covey (1986). Efektif menurut Covey (1986) ialah kemampuan menggunakan peranan-peranan tersebut seimbang dengan hasil yang dicapai. Teori efektif Covey ini dipilih karena relevan dengan judul artikel di atas.

Page 69: Jurnal Tendik April 2008

Rokhmaniyah

66

CARA MENGEFEKTIFKAN PERANAN TENAGA KEPENDIDIKAN MENURUT COVEY

Covey (1986) memberikan cara-cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan melalui tujuh kebiasaan (seven habits) yaitu: (1) bersikap proaktif bukan reaktif, (2) memulai dari akhir, (3) mengutamakan yang paling utama, (4) tak ada yang kalah, menang vs menang, (5) mencoba mengerti lebih dahulu, baru dimengerti, (6) bersinergi, dan (7) menajamkan diri.

Program seven habits adalah memadukan skill dan karakter secara seimbang yang dimulai bukan dari melatih skill, melainkan dari pembentukan karakter. Karakter hanya dapat dibentuk melalui pembiasaan atau (habit). Pembentukan karakter memerlukan waktu yang lama dan memperhatikan tujuh kebiasaan sebagai berikut.

Bersikap Proaktif Bukan Reaktif

Seseorang adalah orang yang paling bertanggung jawab atau menjadi penanggung jawab utama tindakannya sendiri. Covey (1986) mengatakan bahwa manusia adalah programmer perilakunya sendiri. Sebagai manusia kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Perilaku kita adalah fungsi dari keputusan kita sendiri. Keputusan yang rasional adalah berdasarkan nilai-nilai. Jadi, dalam hal ini, kita dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Orang yang proaktif dapat mengatur suasana hati mereka sendiri. Entah hati sedang senang, sedih, takut, cemas atau kombinasi di antaranya. Bagi mereka yang proaktif menurut Covey (1986) tidak ada bedanya.

Setiap orang diberi kebebasan untuk memilih respons, dan tidak ditentukan oleh stimulus lingkungannya. Tindakan yang mereka keluarkan bukan hasil dari situasi perasaannya atau kondisi sekitarnya. Sebagai contoh: jika ada orang selalu menyebalkan perasannya, ia tidak mengikuti stimulus itu, dengan berwajah cemberut atau marah-marah. Tetapi, ia dapat mengambil respons lain misalnya dengan sikap diam dan bersabar. Ia menjadi lebih banyak akal, rajin, kreatif, inovatif, dan lebih kooperatif. Orang proaktif tidak suka memaksa. Ia cerdik, digerakkan oleh nilai, membaca realitas, dan tahu membedakan mana yang dibutuhkan (need) dan mana yang diinginkan (want). Orang proaktif tidak bertindak reaktif untuk jangka pendek tetapi penuh antisipasi untuk jangka panjang. Orang yang proaktif berpikir, berperasaan, dan bertindak untuk kepentingan jangka sebaiknya bukan seperti orang reaktif yang berpikir, berperasaan, dan bertindak untuk kepentingan sesaat atau jangka pendek.

Page 70: Jurnal Tendik April 2008

Mengefektifkan Peranan Tenaga Kependidikan

67

Sebaliknya, orang yang reaktif sering dipengaruhi olah lingkungan fisik mereka. Jika cuaca cerah, mereka akan senang. Jika cuaca jelek, mereka akan sedih. Cuaca itu mempengaruhi sikap dan prestasi mereka. Orang yang reaktif juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka. Ketika orang memperlakukan mereka dengan kurang baik, mereka menjadi bertahan (defensif) atau melindungi diri (protektif). Orang yang reaktif membangun kehidupan emosional mereka di sekitar perilaku orang lain, memberi kekuatan pada kelemahan orang lain untuk mengendalikan mereka. Sifat dasar orang reaktif adalah untuk membebaskan diri mereka dari tanggung jawab.

Sebenarnya, kebiasaan proaktif yang diungkapkan Covey di atas, sudah sejalan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, masyarakat Jawa khususnya. Kebiasaan proaktif, hampir sama dengan nilai tanggap lan sembada dalam budaya Jawa yang artinya tanggap (respons) dengan apa yang diperbuat sekaligus bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan adalah dengan membiasakan berperilaku proaktif atau bersikap antisipatif futuristik dalam menghadapi permasalahan pendidikan.

Memulai Dari Akhir

Memulai dari akhir berarti memulai dengan memahami tujuan akhir yang ingin dicapai dengan sebaik-baiknya. Hal ini berarti mengetahui ke mana ia akan pergi sehingga ia mengetahui di mana ia berada sekarang dan ke mana ia akan pergi (Covey,1986). Dengan demikian, ia mengetahui langkah-langkah yang akan ia ambil dan selalu berada pada arah yang benar karena tujuan memberikan arah yang ingin dituju atau dicapai.

Memulai dari akhir atau menetapkan tujuan merupakan latihan untuk memimpin diri sendiri. Dalam memulai segala kegiatan tujuan akhirlah yang lebih dahulu dipancangkan sehingga arah kegiatan menjadi jelas dan cara-cara pencapaiannyapun bisa ditentukan lebih terarah. Orang bertindak karena ada motivasi. Motivasi akan efektif jika tujuan yang ingin dicapai jelas (Maslow, 1954).

Orang-orang yang efektif sadar sepenuhnya bahwa semua hal diawali dari ”niat” dalam dirinya. Mereka lalu menciptakan visi, misi, dan tujuan dalam hidupnya. Mereka memperjelas tujuan-tujuan yang harus dicapai. Biasanya tujuan-tujuan yang muncul sangat banyak. Oleh karena itu, orang-orang di dalam organisasi

Page 71: Jurnal Tendik April 2008

Rokhmaniyah

68

membuat prioritas yaitu mana yang paling penting dan paling mendesak, itu yang diutamakan paling utama yang diuraikan kemudian.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan adalah tenaga kependidikan harus membiasakan mengetahui lebih dulu apa tujuan pendidikan yang ingin dicapai sehingga kegiatannya selalu menjadi terarah.

Mengutamakan yang Paling Utama

Menurut Covey (1986), kebanyakan orang membuang waktunya dalam kegiatan yang sangat mendesak tetapi tak penting. Misalnya, interupsi telepon, membaca dan membalas surat laporan, atau kegiatan-kegiatan yang sifatnya ”populer ”saja. Hal–hal yang sangat mendesak tetapi sering menyita sebagian besar waktu bahkan sering orang dipaksa menanggapinya. Untuk menangkalnya, menurut Covey (1986), seseorang mesti mengambil sikap proaktif. Katakan ”tidak” pada hal-hal yang tidak penting dan katakan ”ya” pada hal-hal yang lebih penting, sekalipun tak mendesak. Kita harus berani berkata ”tidak” jika memang harus tidak. Salah satu kelemahan kita ialah sering tidak berani bilang tidak pada hal-hal yang seharusnya tidak kita setujui atau inginkan.

Penentuan prioitas ini penting karena keterbatasan sumber daya termasuk waktu yang kita miliki. Ingat, banyak orang penting yang lebih penting dan membutuhkan waktu dan perhatian kita. Semua ini merupakan latihan manajemen diri. Prosesnya melibatkan manajemen waktu dan aktivitas yang harus dilalui. Waktu dan kegiatan biasanya dibagi berdasarkan tingkat kemendesakan dan kepentingannya. Jadi, kegiatan yang diutamakan dapat dipilih berdasarkan: (1) sangat mendesak dan sangat penting, (2) mendesak dan penting, (3) mendesak dan tidak penting, dan (4) tidak mendesak dan tidak penting

Orang sukses mempunyai kebiasaan mengerjakan hal-hal yang sangat mendesak dan sangat penting atau orang yang mampu menentukan mana yang prioritas dan mana yang belum atau tidak prioritas. Orang yang gagal mempunyai kebiasaan mengerjakan yang sebenarnya tidak penting dan tidak mendesak. Kebanyakan orang mengatakan kesalahan utama mereka adalah kurangnya disiplin. Prioritas mereka belum tertanam di dalam hati dan pikiran mereka. Untuk pandai dalam menentukan prioritas perlu latihan-latihan terutama manajemen waktu dan membiasakan memilih prioritas dalam kehidupan dan pemghidupan sehari-hari. Di dalam manajemen waktu, ditangkap satu frasa: Organisasikan dan laksanakan menurut prioritas (Covey,1986). Sumber daya pendidikan selalu terbatas, oleh sebab

Page 72: Jurnal Tendik April 2008

Mengefektifkan Peranan Tenaga Kependidikan

69

itu, pengadaannya, pendistribusiannya, dan pemanfaatannya harus mengutamakan prioritas. Banyak hal yang harus dikerjakan oleh tenaga kependidikan tetapi dengan sumber daya dan waktu yang terbatas, maka diperlukan prioritas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan adalah dengan membiasakan menentukan prioritas kegiatan dalam memecahkan permasalahan pendidikan.

Tak Ada yang Kalah, Menang VS Menang

Menang VS menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama di dalam semua interaksi manusia (Cover, 1986). Menang VS menang berarti bahwa kesepakatan atau solusi memberikan keuntungan dan kepuasan bersama dari berbagai pihak yang berunding atau bekerjasama ataupun berkonflik. Istilah menang VS menang dalam pemecahan masalah mereka yang berkonflik disebut win-win solution. Dengan solusi menang VS menang, semua pihak merasa bahagia. Tidak ada pihak yang bahagia tetapi di atas penderitaan orang lain. Tidak ada pihak yang merasa terzalimi, semua merasa terayomi. Masing-masing mereka yang terlibat dalam peristiwa menang VS menang biasanya akan merasa terikat, bertanggung jawab, dan merasa memiliki terhadap semua kesepakatan yang telah diputuskan. Kemenangan bersama berarti kita bisa bersama (bekerjasama), berkomunikasi bersama, dan membuat segalanya terjadi bersama. Di sini terjadi ”bersama kita bisa” . Hal ini merupakan kebiasaan latihan kepemimpinan antar individu. Dalam kehidupan dan penghidupan, keefektifan hanya dapat dicapai apabila ada kerjasama yang baik antarindividu. Sikap menang VS menang, adalah cara untuk mencapai keadaan saling menguntungkan. Jangan harap rekan kerja atau bawahan kita akan kooperatif, jika kita membuatnya merasa kalah, salah atau terpojok.

Cara berpikir menang VS menang dimulai dengan komitmen untuk melihat segala alternatif yang tersedia. Selanjutnya, memilih beberapa yang menguntungkan kedua pihak. Jika tak ada yang memungkinkan, tak usah adanya perjanjian untuk bekerja sama. ” Win-win or no deal at all,” demikian ungkap Covey (1986). Sebab jika diteruskan sudah pasti hubungan yang dibina akan retak di tengah jalan.

Selanjutnya, kebiasaan ”Tak ada yang kalah” sangat sesuai dengan nilai Menang Tanpa Ngasorake (menang tanpa merendahkan) yang dipakai saat menghadapi pertentangan dengan orang lain. Namun, sayangnya nilai-nilai ”lokal” itu di Indonesia belum ada yang membuatnya menjadi buku yang sifatnya praktis. Apalagi menjadikannya paket training utuh.

Page 73: Jurnal Tendik April 2008

Rokhmaniyah

70

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan adalah dengan membiasakan menang VS menang dalam setiap konflik ketika memecahkan permasalahan pendidikan.

Mencoba Mengerti Lebih Dahulu, Baru Dimengerti

Menurut Covey (1986), kadang-kadang orang melihat dunia sesuai dengan persepsi masing-masing. Tidak sebagaimana adanya. Untuk bisa berkomunikasi dengan baik, orang harus lebih dahulu bisa memahami orang lain, melihat dunia orang lain dengan kaca mata lain. Untuk ini, kita harus dapat mengerti orang lain lebih dahulu, baru kita bisa mengerti orang lain. Dengarkan dengan penuh perhatian dan empati pendapat orang lain, jangan diinterupsi dulu apa yang dikatakannya. Jadilah pendengar yang baik. Setelah lawan bicara selesai barulah kita melakukan klarifikasi dan diskusi. Hal ini sangat sulit dan membutuhkan latihan-latihan dan pembiasaan serta merupakan latihan untuk membiasakan komunikasi dengan baik. Sekaligus merupakan kunci untuk membina hubungan menang VS menang. Komunikasi adalah keterampilan paling penting di dalam kehidupan. Bukankah dokter selalu lebih dahulu mendiagnosa sebelum memberi resep? Jadi, faham dahulu apa keinginan lawan bicara, baru sampaikan maksud anda sendiri.

Empati bukanlah simpati. Simpati adalah semacam kesepakatan, semacam penilaian, kadang merupakan emosi dan respons yang lebih sesuai. Akan tetapi, orang sering hidup dari simpati sehingga membuat mereka tergantung. Berbeda dengan empati. Empati bukanlah Anda setuju dengan seseorang, tetapi Anda mengerti orang lain sepenuhnya, secara mendalam, emosional, dan sekaligus intelektual (Covey, 1986).

Nasihat apapun tak akan ada gunanya bagi rekan atau bawahan bila maksud mereka belum kita pahami. Yang mesti diberikan pertama-tama adalah ”fahami dia” baru kemudian kita dapat memberikan masukan, bahkan mempengaruhinya. Menurut Mochtar Lubis (1990) yang menyatakan bahwa sifat orang Indonesia yang berhati lembut dan suka damai, humoris, cepat belajar dan berlatih, dan penyabar mendukung pelatihan dan pembiasaan menurut pendapat Covey di atas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan adalah dengan membiasakan mencoba mengerti orang lebih dahulu baru kita mengerti tentang orang itu di dalam memecahkan permasalahan pendidikan.

Page 74: Jurnal Tendik April 2008

Mengefektifkan Peranan Tenaga Kependidikan

71

Bersinergi

Sinergi adalah intisari dari kepemimpinan yang berpusat pada kebiasaan. Sinergi adalah intisari dari keorangtuaan yang berpusat pada kebiasaan. Sinergi berfungsi sebagai katalisator, menyatukan, dan melepaskan kekuatan terbesar di dalam diri manusia (Covey,1986). Sinergi dapat dimaknai bekerja bersama-sama hasilnya lebih besar dibandingkan bekerja sendiri. Sinergi juga dapat diartikan bekerja sendiri-sendiri hampir tidak berarti dibandingkan dengan bekerja bersama-sama. Contoh sinergi ialah sapu lidi. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Lidi kalau hanya satu buah tidak dapat digunakan untuk menyapu dan sangat mudah dipatahkan dan hampir tidak ada nilai jualnya. Sebaliknya, jika lidi disatukan ia bersinergi menjadi sapu lidi, tidak bisa dipatahkan, dan memiliki nilai jual yang memadai.

Sinergi merupakan pendekatan untuk pemecahan masalah kelompok. Berbeda dengan ” sekedar menyenangkan atasan”, di sini dibutuhkan rasa saling menghargai. Pandangan-pandangan dalam kelompok, meskipun berlainan dibicarakan bersama. Alternatif terbaik akan muncul dari masukan yang diberikan oleh kelompok itu. Tiap orang merasa bebas untuk mencari alternatif terbaik. Tak ada istilah tekanan dari atas atau protes dari bawah. Segalanya bisa didiskusikan dengan hati tebuka. Semua berpegang pada kebiasaan” saling tergantung”.

Orang yang merasa ” tak aman” biasanya berkelompok dengan orang-orang yang satu ide dengannya. Kesatuan, bagi mereka adalah kesamaan, keseragaman. Padahal, kesatuan sejati adalah kemampuan untuk saling melengkapi. Koentjaraningrat (2002) juga mengatakan bahwa mentalitas bangsa Indonesia adalah senang bergotong royong (kerja bakti) hampir ada kesamaannya dengan kebiasaan sinergi Covey di atas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan adalah dengan membiasakan bersinergi dengan stakeholder pendidikan dalam memecahkan permasalahan pendidikan.

Menajamkan Diri

Menurut Covey (1986), penajaman diri ini meliputi empat dimensi sifat: fisik, spiritual, mental, sosial/emosional. Jika dilalaikan, tubuh orang akan melemah, mentalnya menjadi mekanis, emosinya tumpul, jiwanya tidak peka dan ujung-ujungnya orang itu jadi mementingkan diri sendiri (egois). Agar orang memiliki ketajaman diri, ia perlu latihan untuk terus menerus membiasakan menajamkan

Page 75: Jurnal Tendik April 2008

Rokhmaniyah

72

dirinya. Kadang-kadang ketika sibuk bekerja, orang lupa akan keseimbangannya. Seharusnya antara pemeliharaan jiwa dan raga diseimbangkan dengan produksi jiwa dan raga. ”Perawatan secara tekun dan rutin selalu lebih sulit dilakukan”, demikian pernyataan Covey (1986). Menajamkan diri berarti juga mencerdaskan diri dengan belajar sepanjang hayat, selalu ingin mengetahui sesuatu, dan selalu ingin berkembang dan berprestasi, serta selalu berupaya menjadi dan memberi yang terbaik.

Sesibuk apapun diri kita, harus disadari bahwa diri kita terdiri dari beberapa bagian. Jika ingin efektif, empat dimensi di atas diseimbangkan. Jelas memang tidak mudah untuk membangun empat dimensi total dan menjalani kehidupan penuh kasih dan pelayanan yang menciptakan kesatuan seperti ini. Ini memerlukan waktu dan pembiasaan. Dari ketujuh pembiasaan Covey ada yang telah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia antara lain: budaya gotong royong setara dengan sinergi dan penyabar, berhati lembut dan suka damai setara dengan empati.

Di samping budaya yang mendorong melaksanakan kebiasaan Covey, ada pula budaya yang menghambat kebiasaan Covey yaitu budaya kurang menghargai waktu dan tidak berdisiplin murni (Koentjaraningrat, 2002). Tidak berdisiplin murni artinya disiplin semu. Baru disiplin kalau diawasi. Sebagai contoh: bangsa kita cenderung hanya tertib dan disipin berlalu lintas jika diawasi polisi lalu lintas. Jika tidak ada polisi lalu lintas, kita cenderung melanggar rambu-rambu lalu lintas (parkir di sembarang tempat), tidak pakai helm, dan menyerobot jalan orang. Orang-orang yang demikian menurut teori X dan Y McGregor (1967) adalah penganut teori X yaitu: malas (pasif), hanya bekerja kalau diperintah atau diawasi, senang mengindari tanggung jawab, tidak berambisi, dan tidak mandiri

Pemecahan masalahnya antara lain adalah menerapkan tujuh kebiasaan tersebut dimulai dari diri sendiri, dari keluarga, dan keteladanan pemimpin. Dari diri sendiri dimulai dengan dari yang mudah dan murah, misalnya disiplin waktu, sikap inovatif, bepergian harus bertujuan, menghargai pendapat orang lain, menjaga perasaan orang lain, suka dan saling membantu, dan selalu belajar. Dari keluarga, misalnya inisiatif dan inovasi untuk keluarga, memiliki visi dan misi, skala prioritas dalam berbelanja, tidak mengalahkan, bermusyawarah, saling membutuhkan, dan saling asah dan asuh. Dari keteladanan pemimpin, misalnya proaktif mengantisipasi masalah seperti mengefektifkan ketertiban dan keamanan, memiliki visi dan misi, skala prioritas dalam mengatasi masalah, kemenangan bersama dalam kerja sama, empati dalam bermusyawarah, menunjukkan kesamaan dan kebersamaan, dan menerima masukan dari anggota atau bawahan.

Page 76: Jurnal Tendik April 2008

Mengefektifkan Peranan Tenaga Kependidikan

73

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara mengefektifkan peranan tenaga kependidikan adalah dengan membiasakan menajamkan diri dalam mengatasi permasalahan pendidikan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Efektif ialah keseimbangan memanfaatkan berbagai peranan dengan yang dihasilkan oleh peranan-peranan. Tenaga kependidikan minimal ada sepuluh macam masing-masing memainkan peranannya. Agar peranan yang mereka mainkan efektif maka tenaga kependidikan antara lain dapat membiasaan tujuh kebiasaan yang dikembangkan oleh Covey. Cara memulai kebiasaan itu adalah dimulai dari diri sendiri, dari yang mudah, dari yang kecil, dan dari yang murah.

Rekomendasi

Untuk para tenaga kependidikan diharapkan untuk mencoba kebiasaan-kebiasaan Covey tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing secara bertahap. Dengan dibiasakannya tujuh kebiasaan Covey, tenaga kependidikan diharapkan semakin efektif memainkan peranannya masing-masing. Selamat mencoba semoga sukses.

DAFTAR RUJUKAN

Covey, S.R. 1989. The 7 Habits of Highly Effective People. New York: Rockefeller Center

Husaini Usman. 2006. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:Gramedia.

Maslow, A.H. Motivation and Personality. New York: Addison-Wesley.

McGregor. 1967. The Human Side Enterprise. New York: McGraw Hill.

Page 77: Jurnal Tendik April 2008

Rokhmaniyah

74

Mochtar Lubis. 1990. Manusia Indonesia Sebuah Pertanggungjawaban. Jakarta: Obor Baru.

PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Verma, V.K. 1996. The Human Aspects of Project Management Human Resources Skills for the Project Manager. Volume Two. Harper Darby, PA: Project Management Institute.

Page 78: Jurnal Tendik April 2008

75

Petunjuk Bagi Penulis Artikel

1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Tenaga Kependidikan meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian di bidang tenaga kependidikan. Naskah diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi 1,5, dicetak pada kertas A4 maksimal 20 halaman, diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya atau dibuat dalam bentuk file dengan Microsoft Word (MS) dan dikirimkan ke alamat e-mail: [email protected] atau [email protected]

2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika penulis empat orang atau lebih, yang dicantumkan cukup penulis utamanya saja, sedangkan penulis lainnya dicantumkan pada bagian bawah halaman pertama artikel.

3. Penulis disarankan menuliskan alamat e-mail dan nomor telepon atau handphone pada halaman terakhir artikel untuk memudahkan komunikasi.

4. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan disajikan tanpa judul bagian.

5. Judul artikel dicetak tebal dan huruf besar semua, di tengah-tengah dengan huruf Times New Roman, ukuran 14 pts.

6. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts dan dicetak tebal. Pada judul bagian tidak menggunakan sistem angka/nomor. Peringkat 1 (huruf besar semua, tebal, rata tepi kiri. Peringkat 2 (Hanya awal kata huruf besar, cetak tebal, rata tepi kiri. Peringkat 3 (Hanya awal kata huruf besar, cetak tebal, miring (italic) dan rata tepi kiri.

7. Sistematika artikel hasil pemikiran: judul, nama penulis (tanpa gelar), abstrak (maksimal 100 kata), kata kunci maksimal enam kata. Pendahuluan (tanpa judul) berisikan latar belakang, tujuan penulisan, dan ruang lingkup penulisan.

Page 79: Jurnal Tendik April 2008

76

Bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa subbagian). Penutup atau Kesimpulan. Daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk saja).

8. Sistematika artikel hasil penelitian: judul, nama penulis (tanpa gelar), abstrak (maksimal 100 kata) yang berisikan tujuan penelitian, metode penelitian, hasil penelitian, dan kata kunci maksimal enam kata. Pendahuluan (tanpa judul) berisikan latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian. Metode penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan. Kesimpulan dan saran. Daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk saja).

9. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis. Satu spasi.

BukuHughes, R.L., Ginnett, R.C. & Curphy, G.J. 2004. Leadership Enchancing the

Lessons of Experience.New York: McGraw-Hill Irwin.

Buku dalam Kumpulan Artikel Leitwood, K.A. 2007. Transformation School Leadership in a Transactional

Policy World. Dalam M. Fullan (Editor), The Jossey-Bass Reader on Educational Leadership (hlm. 183-196).

Artikel dalam JurnalSurya Dharma. 2006. Kepemimpinan Pengawas Sekolah: Mengembangkan

Budaya Tanggung Jawab dalam Jurnal Tenaga Kependidikan, Vol. 1, No. 2, Agustus:1-13.

Artikel dalam Majalah Surya Dharma. 2007. Fatal Jika Tenaga Kependidikan Bermutu Rendah dalam

Forum Tenaga Kependidikan. Edisi 1, Vol. 1. April: 14-16. Artikel dalam Koran Bro. Februari, 2007. Mobil untuk Kepala Sekolah. Kompas, hlm 22.

Artikel dalam Koran (tanpa nama pengarang) Kompas, 3 Mei 2005. Tajuk Rencana Pendidikan Sangat Penting untuk

Bangsa.

Page 80: Jurnal Tendik April 2008

77

Dokumen Resmi Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar

Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Buku Terjemahan Kouzes, J.M. & Posner, B.Z.1999. Tantangan kepemimpinan. Terjemahan oleh

Anton Adiwiyoto. 1999. Jakarta: Interaksara.

Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Laporan Penelitian Husaini Usman dan Darmono. 2007. Model Pendidikan Kecakapan Hidup

Berbasis Masyarakat Pedesaan sebagai Usaha Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Kulon Progo DIY. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahap II. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Internet (artikel dalam jurnal online)Surya Dharma & Husaini Usman. 2007. Kemitraan sinerjis Perguruan Tinggi,

Pemda, dan Masyarakat. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), Jilid 16, No. 1, (http://www.malang.ac.id, diakses 8 Januari 2008).

10. Tata cara mengutip langsung kurang dari lima baris, kalimat dikutip sesuai dengan aslinya diberi tanda petik di awal dan diakhir bagian yang dikutip. Tuliskan sumber dan tahunnya di awal atau diakhir kutipan. Contoh: Menurut Hunsaker (2001), ”Managers can be leaders, but leaders do not have to be manager.”atauHunsaker (2001) menyatakan, ”Managers can be leaders, but leaders do not have to be manager.”atau”Managers can be leaders, but leaders do not have to be manager.” (Hunsaker, 2001).

Page 81: Jurnal Tendik April 2008

78

11. Tata cara mengutip langsung empat baris atau lebih, dibuat alinia baru, menjorok ke dalam lima ketukan, satu spasi, dan tanpa tanda petik. Tuliskan sumber dan tahunnya di awal atau diakhir kutipan. Contoh: Menurut Wiles & Bondi (2007) menyatakan: The role of supervisor has many dimensions or facets, and for this reason supervision often overlaps with administrative, curricular, and instructional functions. Because supervision is a general leadership role and a coordinating role among all school activities concerned with learning, such overlap is natural and should be perceived as an asset in a school setting. atauWiles & Bondi (2007) menyatakan: The role of supervisor has many dimensions or facets, and for this reason supervision often overlaps with administrative, curricular, and instructional functions. Because supervision is a general leadership role and a coordinating role among all school activities concerned with learning, such overlap is natural and should be perceived as an asset in a school setting. atauThe role of supervisor has many dimensions or facets, and for this reason supervision often overlaps with administrative, curricular, and instructional functions. Because supervision is a general leadership role and a coordinating role among all school activities concerned with learning, such overlap is natural and should be perceived as an asset in a school setting (Wiles & Bondi, 2007).

12. Cara mengutip tidak langsung, kalimat yang dikutip langsung ditulis dalam kalimat penulis tanpa tanda petik. Tuliskan sumber dan tahunnya di awal atau diakhir kutipan. Contoh: Menurut Wiles & Bondi (2007), ada delapan kompetensi pengawas yaitu pengawas sebagai: (1) pengembang peserta didik, (2) pengembang kurikulum, (3) spesialis pembelajaran, (4) pekerja hubungan manusiawi, (5) pengembang personil sekolah, (6) administrator, (7) manajer perubahan, dan (8) evaluator. atauWiles & Bondi (2007) menyatakan bahwa ada delapan kompetensi pengawas yaitu pengawas sebagai: (1) pengembang peserta didik, (2) pengembang kurikulum, (3) spesialis pembelajaran, (4) pekerja hubungan manusiawi, (5)

Page 82: Jurnal Tendik April 2008

79

pengembang personil sekolah, (6) administrator, (7) manajer perubahan, dan (8) evaluator.

atauAda delapan kompetensi pengawas yaitu pengawas sebagai: (1) pengembang peserta didik, (2) pengembang kurikulum, (3) spesialis pembelajaran, (4) pekerja hubungan manusiawi, (5) pengembang personil sekolah, (6) administrator, (7) manajer perubahan, dan (8) evaluator (Wiles & Bondi, 2007).

13. Semua artikel ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk. Penulis artikel diberi kesempatan untuk memperbaiki artikelnya atas dasar saran dari mitra bestari.

14. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.

15. Artikel yang tidak dimuat akan dikembalikan jika ada permintaan tertulis dari penulis.

16. Artikel yang dimuat, kepada penulis diberikan satu eksemplar dan penghargaan.

17. Semua kata asing diketik miring (italic).