Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 1 Jurnal Penelitian FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA KECAMATAN MAKASSAR KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2014 Risk Factors Of Pulmonary Tuberculosis In The Working Area Of Bara-Baraya Health Center, Sub-District Of Makassar, Makassar City, South Sulawesi Province In 2014 Andi Marjuni (141 2010 0281) DR. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes (Pembimbing I) Muh. Ikhtiar, SKM.,M.Kes (Pembimbing II) Alamat Koresponden Jl. Pelabuhan Bajoe No.17 Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan [email protected]PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2014
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 1
Jurnal Penelitian
FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA KECAMATAN MAKASSAR
KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2014
Risk Factors Of Pulmonary Tuberculosis In The Working Area Of Bara-Baraya Health
Center, Sub-District Of Makassar, Makassar City, South Sulawesi Province In 2014
Andi Marjuni (141 2010 0281)
DR. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes (Pembimbing I)
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 3
Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bara-Baraya Kecamatan Makassar
Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2014
Risk Factors Of Pulmonary Tuberculosis In The Working Area Of Bara-Baraya Health Center, Sub-District Of Makassar, Makassar City, South Sulawesi Province In 2014
Andi Marjuni*, Andi Zulkifli**, Muh. Ikhtiar**
Epidemiology Department of Public Health Faculty of Indonesian Moslem
University
ABSTRACT
Background : Pulmonary tuberculosis is the number one cause of disease in the group of infectious diseases or infectious diseases. the level of the highest prevalence of cases of pulmonary tuberculosis in a health center is the city of Makassar in 2012 in the coal-baraya health centers, the incidence rate is 64 cases, while the prevalence rates were 68 cases, or 183 per 100,000 population. in 2013, the incidence rate of as many as 71 cases of pulmonary tuberculosis. when compared to the last five years of data, namely in 2009 and 2013, the incidence rate of lung tuberculosis is increasing. This study aims to analyze the risk factors of pulmonary tuberculosis in the working area of Bara-Baraya Health Center, Sub-District Of Makassar, Makassar City, South Sulawesi Province In 2014.
Methods : This study is an observational analytic study using a case-control study design, in which the independent variable is suspected as a factor affecting the dependent variable. independent variable in this study is the knowledge, personal hygiene, nutritional status, occupation, and residential density, while the dependent variable was the incidence of pulmonary tuberculosis. cases were pulmonary tuberculosis patients, the control is not pulmonary tuberculosis patients or neighbors of patients with pulmonary tuberculosis. sample size is determined by the formula Lemeshow, namely 71 cases and 71 controls. sampling is purposive sampling is sampling based on certain considerations. Data analysis was univariate analysis (frequency distribution), bivariate analysis (odds ratios) and multivariate analysis (multiple logistic regression).
Result : Results of the bivariate analysis showed, the knowledge (OR=5.057, 95% CI: 2.328-10.985), personal hygiene (OR=2.515, 95% CI: 1.277-4.951), nutritional status (OR=2.902, 95% CI: 1.453-5.795), type of work (OR=2.403, 95% CI: 1.216-4.751), and residential density (OR=4.024, 95% CI: 1.973-8.205). Multivariate analysis showed that risk factors influence the incidence of pulmonary tuberculosis is the density residential (OR=4.683, 95% CI: 2.036-10.770), and the obtained logistic regression model, namely logit = -2.170 + pulmonary tuberculosis 1.544 (density residential) + 1.422 (knowledge) + 1.348 (nutritional status) + 0.704 (type of work). The forecast probability (risk) of a person or an individual who lived in crowded homes occupants or 10m² > 1 person, with knowledge score of < 50 %, nutritional status with BMI < 18.5, and the type of work, such as drivers, carpenters / laborers, carpenters tricycles, retired, scavengers, klining service, newspaper sellers, etc. have a probability for pulmonary tuberculosis disease by 94 % .
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 4
Conclusion : The knowledge of risk factors on the incidence of pulmonary tuberculosis, personal hygiene is a risk factor on the incidence of pulmonary tuberculosis, nutritional status is a risk factor for pulmonary tuberculosis incidence, type of work is a risk factor on the incidence of pulmonary tuberculosis, and residential density is a risk factor for the incidence of tuberculosis lung because each independent variable has a value OR > 1.
Suggestion : Expected for local health officers to remain on efforts to increase public knowledge about the prevention of disease transmission potential of pulmonary tuberculosis, for patients and visitors Baraya-Baraya other Health Centers in order to carry out good hygiene measures, such as closing the mouth when coughing and sneezing, and do not spit in any place, so as to isolate the transmission of pulmonary tuberculosis, the local community with a low nutritional status nutritional status need to make improvements, such as eating foods that contain carbohydrates, proteins, vitamins, and minerals sufficient protection efforts in anticipation of the work environment-related tuberculosis lung, such as using a mask, and hands sanitizers, and as residents or homeowners who are going to renovate the house, so that environmental sanitation aspects need to be considered, especially those in crowded housing conditions of residents.
Keywords : Pulmonary Tuberculosis, An Infectious Disease
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 5
Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bara-Baraya Kecamatan Makassar
Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2014
Andi Marjuni*, Andi Zulkifli**, Muh. Ikhtiar**
Peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia
RINGKASAN
Latar Belakang : Tuberkulosis paru merupakan penyebab penyakit nomor satu pada kelompok penyakit menular atau penyakit infeksi. Tingkat prevalensi kasus Tuberkulosis Paru tertinggi se Puskesmas di Kota Makassar tahun 2012 adalah di Puskesmas Bara-Baraya, dengan tingkat insidensi sebanyak 64 kasus, sedangkan tingkat prevalensi sebanyak 68 kasus atau 183 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2013, tingkat insidensi Tuberkulosis Paru sebanyak 71 kasus. jika dibandingkan data lima tahun terakhir yaitu tahun 2009 hingga 2013, tingkat insidensi penyakit Tuberkulosis Paru semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Bara-Baraya, Kecamatan Makassar, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain case-control study, dimana variabel independen diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, higiene perorangan, status gizi, jenis pekerjaan, dan kepadatan hunian, sedangkan variabel dependen adalah kejadian Tuberkulosis Paru. Kasus adalah penderita Tuberkulosis Paru, Kontrol adalah bukan penderita Tuberkulosis Paru atau tetangga dari penderita Tuberkulosis Paru. Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus lemeshow, yaitu 71 kasus dan 71 kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat (distribusi frekuensi), analisis bivariat (odds ratio) dan analisis multivariat (multiple logistic regression).
Hasil : Hasil analisis bivariat menunjukkan, pengetahuan (OR=5,057; 95%CI: 2,328-10,985), higiene perorangan (OR=2,515; 95%CI: 1,277-4,951), status gizi (OR=2,902; 95%CI: 1,453-5,795), jenis pekerjaan (OR=2,403; 95%CI: 1,216-4,751), dan kepadatan hunian (OR=4,024; 95%CI: 1,973-8,205). Hasil analisis multivariat menunjukkan, faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian Tuberkulosis Paru yaitu kepadatan hunian (OR=4,683; 95%CI: 2,036-10,770), dan didapatkan model persamaan regresi logistik, yaitu Logit Tuberkulosis Paru = -2,170 + 1,544 (Kepadatan Hunian) + 1,422 (Pengetahuan) + 1,348 (Status Gizi) + 0,704 (Jenis Pekerjaan). Dengan ramalan probabilitas (risiko) seseorang atau individu yang tinggal di rumah yang padat penghuni atau 10m
2 > 1 orang, pengetahuan dengan
skor < 50%, status gizi dengan IMT < 18,5, dan jenis pekerjaan, seperti supir, tukang/buruh, tukang becak, pensiunan, pemulung, klining servis, penjual koran, dll mempunyai probabilitas untuk terkena penyakit Tuberkulosis Paru sebesar 94%.
Kesimpulan : Pengetahuan merupakan faktor risiko terhadap kejadian Tuberkulosis Paru, higiene perorangan merupakan faktor risiko terhadap kejadian Tuberkulosis Paru, status gizi
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 6
merupakan faktor risiko terhadap kejadian Tuberkulosis Paru, jenis pekerjaan merupakan faktor risiko terhadap kejadian Tuberkulosis Paru, dan kepadatan hunian merupakan faktor risiko terhadap kejadian Tuberkulosis Paru karena masing-masing variabel independen tersebut mempunyai nilai OR > 1.
Saran : Diharapkan bagi petugas Puskesmas setempat untuk tetap melakukan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan potensi penularan penyakit Tuberkulosis Paru, bagi penderita dan pengunjung Puskesmas Baraya-Baraya lainnya agar melakukan tindakan higiene yang baik, misalnya menutup mulut pada waktu batuk dan bersin, serta tidak meludah di sembarang tempat, sehingga dapat mengisolir penularan penyakit Tuberkulosis Paru, masyarakat setempat dengan status gizi yang rendah perlunya melakukan perbaikan status gizi, seperti makan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang cukup, melakukan upaya proteksi di lingkungan kerja terkait antisipasi terhadap penyakit Tuberkulosis Paru, seperti menggunakan masker, dan hands sanitizer, dan sebagai penghuni rumah atau pemilik rumah yang sedang akan merenovasi rumah, agar aspek sanitasi lingkungan perlu diperhatikan, terkhusus pada kondisi rumah yang padat penghuni.
Kata Kunci : Tuberkulosis Paru, Penyakit Infeksi
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 7
PENDAHULUAN
Tuberkulosis Paru merupakan penyebab
kematian nomor tiga terbesar setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernapasan atas (ISPA) pada semua
golongan umur. Tuberkulosis Paru juga
penyebab penyakit nomor satu pada
kelompok penyakit menular atau penyakit
infeksi23.
Sampai saat ini, belum ada negara yang
berhasil terbebas dari Mycobacterium
Tuberculosis. India, Cina dan Indonesia
berkontribusi > 50% dari seluruh kasus
Tuberkulosis yang terjadi di 22 negara.
Sekitar 583 ribu orang dan diperkirakan
sekitar 140 ribu orang meninggal dunia tiap
tahun akibat Tuberkulosis Paru22.
Di Indonesia penyakit ini adalah
pembunuh nomor satu di antara penyakit
menular dan merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan
penyakit pernapasan akut pada seluruh
kalangan usia. Meskipun keberhasilan
strategi dalam mengontrol kasus
Tuberkulosis cukup tinggi, keberadaan
Tuberkulosis di berbagai belahan dunia
menunjukkan kebutuhan untuk
mengidentifikasi berbagai faktor yang
meningkatkan risiko terjadinya TB11.
Indonesia masih menempati urutan
kelima dari 22 negara dengan beban tinggi
Tuberkulosis Paru semenjak tahun 2010.
Pada tahun 2012, jumlah penderita
Tuberkulosis Paru 429.730 kasus dan jumlah
kasus baru dari 183.366 kasus. Jumlah kasus
pengobatan ulang sebanyak 6.589 kasus dan
(67%) adalah kasus kambuh8.
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan (2012), untuk
tahun 2011, penderita penyakit menular ini
mencapai 8.939 kasus dengan peningkatan
jumlah penderita sebesar 55%. Angka ini
meningkat signifikan dibanding tahun
sebelumnya yang hanya 7.783 kasus.
Kabupaten Takalar menduduki peringkat
pertama dalam jumlah kasus dengan
pertumbuhan penderita Tuberkulosis Paru
di atas 109%, menyusul Pare-pare 79%,
Pinrang 75%, disusul Makassar 70%,
Kabupaten Luwu 33%, Jeneponto 36%.
Angka insidens Tuberkulosis Paru BTA
positif sebesar 9,162% per 100.000
penduduk yaitu 5.367 laki-laki dan 3.795
perempuan, prevalensi Tuberkulosis Paru
sebesar 107 per 100.000 penduduk yaitu 127
laki-laki dan 87 perempuan dan kematian
akibat Tuberkulosis Paru BTA positif
sebesar 322 (3,7%) per 100.000 penduduk,
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 8
angka penemuan penderita Tuberkulosis
Paru BTA positif Case Detection Rate
(CDR) sebesar 55,13% sedangkan angka
kesuksesan (Success Rate) sebesar 89,18%
bila dibandingkan pada tahun 2010
mengalami penurunan. Berdasarkan angka
penemuan kasus Tuberkulosis Paru
sebanyak 12.310 kasus atau sebesar 56%,
sedangkan jumlah kasus Tuberkulosis Paru
BTA positif sebanyak 9.404 kasus.
Kabupaten Takalar menempati urutan
pertama dengan angka penemuan kasus
sebesar 103,39%, Pinrang 76,13%,
Makassar 72,92%, dan 18,52% di Tana
Toraja sebagai Kabupaten dengan angka
penemuan yang terendah dari 24
Kabupaten6.
Khusus di kota Makassar, berdasarkan
data yang diperoleh dari Bidang Bina
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Dinas Kesehatan Kota
Makassar, pada tahun 2009 jumlah penderita
Tuberkulosis Paru Klinis sebanyak 9.916
penderita, dengan rincian 3.568 berdasarkan
pencatatan dan pelaporan Puskesmas se
Kota Makassar, sisanya 4.412 berdasarkan
laporan dari 15 RS yang ada di Kota
Makassar. Sedangkan jika dibandingkan
pada tahun 2009, angka kejadian
Tuberkulosis Paru meningkat pada tahun
2010, dimana jumlah penderita Tuberkulosis
Paru Klinis sebanyak 18.835 penderita,
berdasarkan pencatatan dan pelaporan dari
Puskesmas, dan RS. Pada tahun 2011, angka
kejadian Tuberkulosis Paru mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2010,
dilaporkan jumlah penderita Tuberkulosis
Paru Klinis di Puskesmas dan Rumah Sakit
sebanyak 511 jumlah penderita Tuberkulosis
Paru Klinis, Tuberkulosis BTA + sebanyak
1.608 penderita (Puskesmas dan Rumah
Sakit)13.
Pada tahun 2012, angka kejadian
Tuberkulosis Paru mengalami penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya, tingkat
insidensi Tuberkulosis Paru di Puskesmas
dan RS se Kota Makassar sebanyak 1.819
kasus, tingkat prevalensi Tuberkulosis Paru
sebanyak 1.932 kasus atau 143 per 100.000
penduduk, dengan jumlah keseluruhan kasus
Tuberkulosis Paru BTA positif untuk
wilayah Puskesmas dan RS se Kota
Makassar sebanyak 1.819 kasus, sedangkan
untuk angka kesuksesan (Success Rate)
adalah 80,3%5.
Tingkat prevalensi kasus Tuberkulosis
Paru tertinggi se- Puskesmas di Kota
Makassar tahun 2012 adalah di Puskesmas
Bara-Baraya, dengan tingkat insidensi
sebanyak 64 kasus, sedangkan tingkat
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 9
prevalensi sebanyak 68 kasus atau 183 per
100.000 penduduk5.
Berdasarkan Data P2PM Puskesmas
Bara-Baraya (2013), tingkat insidensi
Tuberkulosis Paru sebanyak 71 kasus. jika
dibandingkan data lima tahun terakhir yaitu
tahun 2009 hingga 2013, tingkat insidensi
penyakit Tuberkulosis Paru semakin
meningkat7.
Dari uraian di atas maka akan dianalisis
besar risiko yang mempengaruhi kejadian
Tuberkulosis Paru diantaranya pengetahuan,
higiene perorangan, status gizi, pekerjaan,
kepadatan hunian di wilayah kerja
Puskesmas Bara-Baraya, Kecamatan
Makassar, Kota Makassar, Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2014.
BAHAN DAN METODE
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian
kuantitatif dengan menggunakan metode
observasional analitik dengan rancangan
“Case Control Study”, dimana variabel
independen diduga sebagai faktor yang
mempengaruhi variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah
pengetahuan, higiene perorangan, status
gizi, jenis pekerjaan, dan kepadatan hunian.
Sedangkan variabel dependen adalah
kejadian Tuberkulosis Paru.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas Bara-Baraya, Kecamatan
Makassar, Kota Makassar, Provinsi
Sulawesi Selatan pada tanggal 2 Desember
sampai dengan 20 Februari 2014
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien yang datang berkunjung di
Puskesmas Bara-Baraya, Kecamatan
Makassar, Kota Makassar, Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2013. Penelitian ini
terdiri dari 2 kelompok sampel, yakni
kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Kelompok kasus adalah pasien yang telah
didiagnosis dan tercatat sebagai penderita
Tuberkulosis Paru (BTA positif dan BTA
negatif) yang berjumlah 71 orang di ruangan
program P2PM Puskesmas Bara-Baraya.
Sedangkan kelompok kontrol adalah
Tetangga dari penderita penyakit
Tuberkulosis Paru yang belum pernah
didiagnosis menderita Tuberkulosis Paru
(BTA positif maupun BTA negatif) dan
dalam sebulan terakhir. Sampel diambil
dengan metode “ purposive sampling”.
D a n b esar sampel yang diperoleh
berdasarkan rumus Lemeshow untuk kasus
dan kontrol sebesar 7 1 responden dengan
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 10
perbandingan 1:1, sehingga jumlah sampel
secara keseluruhan adalah 142.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dengan dua
cara, yakni data primer (wawancara
langsung antara peneliti dengan responden
yang terpilih sebagai sampel dengan
menggunakan kuesioner dan observasi) dan
data sekunder diperoleh dari catatan medik
berupa nama dan alamat pasien yang
terkumpul di Puskesmas Bara-Baraya Kota
Makassar Tahun 2014.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis
univariat (Distribusi Frekuensi) untuk
mengetahui distribusi frekuensi atau
distribusi tunggal pada masing-masing
variabel independen, analisis bivariat (Odds
Ratio) untuk melihat besaran risiko variabel
indepeden terhadap variabel dependen, dan
analisis multivariat (Multiple regression
logistic) untuk mengetahui besarnya OR
murni yang sudah dikontrol dengan
menghilangkan pengaruh variabel yang
diduga sebagai variabel lain dengan variabel
bebas utama, setelah memperhitungkan
variabel lain.
HASIL PENELITIAN
Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian
Berdasarkan karakteristik responden pada
subvariabel pengetahuan menunjukkan,
bahwa dari 94 orang (66,2%) pada
pengetahuan risiko tinggi, terdapat lebih
banyak pada penderita Tuberkulosis Paru
yaitu 59 orang (83,1%), dibandingkan pada
bukan penderita Tuberkulosis Paru yaitu 35
orang (49,3%), sedangkan dari 48 orang
(33,8%) pada pengetahuan risiko rendah,
terdapat lebih banyak pada bukan penderita
Tuberkulosis Paru yaitu 36 orang (50,7%),
dibandingkan pada penderita Tuberkulosis
Paru yaitu 12 orang (16,9%).
Pada subvariabel higiene perorangan
menunjukkan, bahwa dari 66 orang (66,2%)
pada higiene perorangan risiko tinggi,
terdapat lebih banyak pada penderita
Tuberkulosis Paru yaitu 41 orang (57,7%),
dibandingkan pada bukan penderita
Tuberkulosis Paru yaitu 25 orang (35,2%),
sedangkan dari 76 orang (53,5%) pada
higiene perorangan risiko rendah, terdapat
lebih banyak pada bukan penderita
Tuberkulosis Paru yaitu 76 orang (53,5%),
dibandingkan pada penderita Tuberkulosis
Paru yaitu 30 orang (42,3%).
Pada subvariabel status gizi
menunjukkan, bahwa dari 60 orang (42,3%)
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 11
pada status gizi risiko tinggi, terdapat lebih
banyak pada penderita Tuberkulosis Paru
yaitu 39 orang (54,9%), dibandingkan pada
bukan penderita Tuberkulosis Paru yaitu 21
orang (29,6%), sedangkan dari 82 orang
(57,7%) pada status gizi risiko rendah,
terdapat lebih banyak pada bukan penderita
Tuberkulosis Paru yaitu 50 orang (70,4%),
dibandingkan pada penderita Tuberkulosis
Paru yaitu 32 orang (45,1%).
Pada subvariabel jenis pekerjaan
menunjukkan, bahwa dari 81 orang (57,0%)
pada jenis pekerjaan risiko tinggi, terdapat
lebih banyak pada penderita Tuberkulosis
Paru yaitu 48 orang (67,6%), dibandingkan
pada bukan penderita Tuberkulosis Paru
yaitu 33 orang (46,5%), sedangkan dari 61
orang (43,0%) pada jenis pekerjaan risiko
rendah, terdapat lebih banyak pada bukan
penderita Tuberkulosis Paru yaitu 38 orang
(53,5%), dibandingkan pada penderita
Tuberkulosis Paru yaitu 23 orang (32,4%).
Pada subvariabel kepadatan hunian
menunjukkan, bahwa dari 83 orang (58,5%)
pada kepadatan hunian risiko tinggi, terdapat
lebih banyak pada penderita Tuberkulosis
Paru yaitu 53 orang (74,6%), dibandingkan
pada bukan penderita Tuberkulosis Paru
yaitu 30 orang (42,3%), sedangkan dari 59
orang (41,5%) pada kepadatan hunian risiko
rendah, terdapat lebih banyak pada bukan
penderita Tuberkulosis Paru yaitu 41 orang
(57,7%), dibandingkan pada penderita
Tuberkulosis Paru yaitu 18 orang (25,4%).
Analisis Risiko Variabel Bebas Dengan
Kejadian TB Paru
Hasil analisis odds ratio terhadap variabel
pengetahuan diperoleh nilai OR = 5,057
yang berarti risiko kejadian Tuberkulosis
Paru pada responden yang mempunyai
pengetahuan dengan skor < 50% (risiko
tinggi) adalah 5,057 kali lebih besar
dibanding responden yang mempunyai
pengetahuan dengan skor > 50% (risiko
rendah). Berdasarkan 95% Confidence
Interval (CI) diperoleh nilai Lower Limit dan
Upper Limit = 2,328 - 10,985, dalam hal ini
tidak mencakup nilai 1 yang berarti faktor
pengetahuan rendah merupakan faktor risiko
yang bermakna terhadap kejadian
Tuberkulosis Paru.
Hasil analisis odds ratio terhadap variabel
hygiene perorangan diperoleh nilai OR =
2,515 yang berarti risiko kejadian
Tuberkulosis Paru pada responden dengan
higiene perorangan yang kurang (risiko
tinggi) adalah 2,515 kali lebih besar
dibanding responden dengan higiene
perorangan yang baik (risiko rendah).
Berdasarkan 95% Confidence Interval (CI)
diperoleh nilai Lower Limit dan Upper Limit
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 12
= 1,277 - 4,951, dalam hal ini tidak
mencakup nilai 1 yang berarti faktor higiene
perorangan yang kurang baik merupakan
faktor risiko yang bermakna terhadap
kejadian Tuberkulosis Paru.
Hasil analisis odds ratio terhadap variabel
status gizi diperoleh nilai OR = 2,902 yang
berarti risiko kejadian Tuberkulosis Paru
pada responden dengan status gizi < 18,5
(risiko tinggi) adalah 2,902 kali lebih besar
dibanding responden dengan status gizi ≥
18,5 (risiko rendah). Berdasarkan 95%
Confidence Interval (CI) diperoleh nilai
Lower Limit dan Upper Limit = 1,453 -
5,795, dalam hal ini tidak mencakup nilai 1
yang berarti faktor status gizi kurang
merupakan faktor risiko yang bermakna
terhadap kejadian Tuberkulosis Paru.
Tabel 1
Hasil Analisis Bivariat Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Bara-Baraya Kecamatan Makassar
Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2014
No Variabel
Independen
Kasus Kontrol n % OR 95%CI
n % n %
1. Pengetahuan
a. Risiko tinggi
b. Risiko rendah
59
12
83,1
16,9
35
36
49,3
50,7
94
48
66,2
33,8
5,057
2,328-10,985
2. Higiene Perorangan
a. Risiko tinggi
b. Risiko rendah
41
30
57,7
42,3
25 46
35,2
64,8
66
76
46,5
53,5
2,515 1,277-4,951
3. Status Gizi
a. Risiko tinggi
b. Risiko rendah
39
32
54,9
45,1
21
50
29,6
70,4
60
82
42,3
57,7
2,902
1,453-5,795
4. Jenis Pekerjaan
a. Risiko tinggi
b. Risiko rendah
48
23
67,6
32,4
33
38
46,5
53,5
81
61
57,0
43,0
2,403
1,216-4,751
5. Kepadatan Hunian
a. Risiko tinggi
b. Risiko rendah
53
18
74,6
25,4
30
41
42,3
57,7
83
59
58,5
41,5
4,024
1,973-8,205
Sumber : Data Primer
Hasil analisis odds ratio terhadap
variabel jenis pekerjaan diperoleh nilai OR
= 2,403 yang berarti risiko kejadian
Tuberkulosis Paru pada responden dengan
jenis pekerjaan seperti, supir, tukang/buruh,
tukang becak, pensiunan, pemulung, klining
servis, penjual koran, dll adalah 2,403 kali
lebih besar dibanding responden dengan
jenis pekerjaan seperti pekerja kantoran.
Berdasarkan 95% Confidence Interval (CI)
diperoleh nilai Lower Limit dan Upper Limit
= 1,216 - 4,751, dalam hal ini tidak
mencakup nilai 1 yang berarti faktor jenis
pekerjaan risiko tinggi merupakan faktor
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Online di http://epidemiologmu.blogspot.com
Andi Marjuni Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI @2014 Page 13
risiko yang bermakna terhadap kejadian
Tuberkulosis Paru.
Hasil analisis odds ratio terhadap
variabel kepadatan hunian diperoleh nilai
OR = 4,024 yang berarti risiko kejadian
Tuberkulosis Paru pada rumah yang padat
penghuni atau 10m2 > 1 orang (risiko tinggi)
adalah 4,024 kali lebih besar dibanding
rumah yang tidak padat penghuni atau 10m2
= 1 orang (risiko rendah). Berdasarkan 95%
Confidence Interval (CI) diperoleh nilai
Lower Limit
Lower Limit dan Upper Limit = 1,973 -
8,205, dalam hal ini tidak mencakup nilai 1
yang berarti faktor kepadatan hunian
merupakan faktor risiko yang bermakna
terhadap kejadian Tuberkulosis Paru.
Analisis Faktor Risiko Yang Paling
Dominan Terhadap Kejadian TB Paru
Pada tahap ini, variabel pengetahuan,
higiene perorangan, status gizi, jenis
pekerjaan, dan kepadatan hunian di analisis
secara bersama-sama untuk menjawab faktor
mana yang dominan berisiko terhadap
kejadian Tuberkulosis Paru, maka perlu
dilakukan analisis multivariat.
Variabel
Variabel independen yang diikutkan
dalam analisis multivariat adalah variabel
yang mempunyai nilai p < 0,25 dan
Tabel 2
Hasil Analisis Bivariat Untuk Menilai Variabel Yang Akan Diikutkan Dalam Analisis Multivariat Pada
Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Baraya Kecamatan Makassar
Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2014
No Variabel OR LL – UL (CI:95%) p Diikutkan
1 Pengetahuan 5,057 2,328 – 10,985 0,000 Ya
2 Higiene Perorangan 2,515 1,277 – 4,951 0,012 Ya
3 Status Gizi 2,902 1,453 – 5,795 0,004 Ya
4 Jenis Pekerjaan 2,403 1,216 – 4,751 0,018 Ya
5 Kepadatan Hunian 4,024 1,973 – 8,205 0,000 Ya Sumber: Data Primer
Tabel 3
Hasil Model 1 Analisis Multivariat Multiple Logistic Regression Faktor Risiko Kejadian
Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Baraya Kecamatan Makassar