1
1
2
3
ANALISIS PERKEMBANGAN GAYA ARSITEKTUR PADA FASADE
BANGUNAN STASIUN KERETA TANJUNG PRIUK
Rina Widayanti 1
Meyka Widyarsih 2
Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gunadarma
Abstrak
Perkembangan Stasiun kereta api sebagai tempat/ wadah turun naiknya
penumpang dan penantian antara sistem angkutan kereta api dengan sistem angkutan
lain dalam sebuah kota. Sebagai tempat transit, menjadikan stasiun kereta api sangat
strategis, ekonomis, banyak masyarakat antara lain pengelola stasiun, penumpang
kereta, pedagang atau siapa saja menggunakan stasiun sebagai tempat untuk memulai
aktivitasnya. Dengan mengadopsi bentukan fasade bangunan serta ornamen yang di
gunakan maka permainan garis – garis horizontal dan vertikal yang menjadi aksen
utama dalam bangunan untuk menciptakan kesan formal. Selain itu penggunaan kaca
pada bangunan untuk menciptakan kesan minimalis yang seolah-olah menggambarkan
kemajuan teknologi saat ini. Bagaimana perubahan perkembangan Fasade Bangunan
Stasiun Kereta Tanjung Priuk hingga saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan memahami perubahan fungsi dan gaya arsitektur pada fasade
bangunan Stasiun kereta Tanjung Priuk di Indonesia yang merupakan bangunan
kolonial. Stasiun Tanjung Priuk merupakan stasiun monumental dengan 8 jalur ganda,
6 jalur didalam peron dan 2 jalur diluar peron. Bangunan Stasiun Tanjung Priuk
memiliki bentuk dominan simetris dikarenakan pengaruh aliran Kubisme sehingga
berbentuk simpel dan geometris persegi empat dan garis garis vertical dan berlanggam
Indische Empire Style.
Kata Kunci : Stasiun kereta , fasade banguna, gaya arsitektur.
Abstract
The development of the railway station as a place / container fluctuations between
waiting passengers and rail transport system with other transit system in a city. As a
transit point, making the train station is very strategic, economical, many people
include managing station, passenger train, merchants or anyone using the station as a
place to start activities. By adopting formations building facade and ornaments are in
use then the game line - horizontal and vertical lines which became the main accent in
the building to create a formal impression. In addition the use of glass in buildings to
create the impression as if the minimalist describe the current technological
advances. How changes in the development of building facade Tanjung Priok Station
today. The purpose of this study is to investigate and understand changes in the function
and style of architecture in the station building facade Tanjung Priok in Indonesia,
4
which is a colonial building.Tanjung Priok Station is a monumental station with 8
double lines, 6 lines and 2 lines in the platform outside of the platform. Tanjung Priok
Station building has a symmetrical shape in because of the dominant influence of
Cubism flow so simple and geometric shaped rectangular vertical and horizontal lines
and berlanggam Indische Empire Style.
Keywords: station, building facade, architectural style.
PENDAHULUAN
Perkeretaapian sebagai salah satu bagian dari angkutan darat, dan juga merupakan
elemen terpenting dalam perkembangan transportasi massal di Indonesia. Seiring
dengan perkembangan tersebut, proses pengembangan sarana dan prasarana harus terus
di tingkatkan baik dari segi kualitas pelayanan maupun kuantitas pada bangunan stasiun.
Sejarah perkembangan kereta api di Indonesia dimulai pada masa pemerintahan
Kolonial Belanda diawali sekitar tahun 1864 dengan dibangunnya jalur rel kereta api
dari Semarang sampai Tanggung, Jawa Tengah dan selanjutnya perkembangan kereta
api di masa itu begitu pesat dengan dibangunnya berbagai jalur dan jaringan kereta api
yang menghubungkan sejumlah kota di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi.
Mengingat berbagai aset peninggalan tersebut merupakan saksi tumbuh
kembangnya sejarah perkeretapian di Indonesia, maka pada tanggal 1 April 2009 PT
Kereta API Indonesia (Persero) telah membentuk unit organisasi “Pusat Pelestarian
Benda dan Bangunan” dengan tujuan menyelamatkan serta melestarikan berbagai aset
peninggalan perkeretapian dengan memakai kaidah konservasi yang baik dan tepat serta
mengupayakan asset-aset tersebut untuk dapat dimanfaatkan dengan optimal baik untuk
kepentingan sosial dan pendidikan maupun untuk memenuhi kebutuhan komersial
perusahaan.
Selama perkembangan sejarah tersebut, kereta api merupakan transportasi yang di
pilih sebagai alat angkut yang mampu mengangkut hasil bumi dan penumpang dalam
jumlah banyak, bebas hambatan serta memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Hal ini
sesuai dengan UU No.13/1992 tentang moda transportasi yaitu :
“Perkeretaapian adalah salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan
keunggulan khusus terutama dalam kemampuan mengangkut, baik penumpang maupun
barang secara massal, hemat energi, hemat dalam pengunaan ruang. Mempunyai
faktor keamanan yang tinggi dan tingkat pencemaran rendah serta lebih efisien di
bandingkan dengan moda lainnya.” Dengan keunggulan dan karakteristik
perkeretaapian tersebut, peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya
pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu.
Untuk itu penyelenggaraan perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan,
pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya
sehingga dapat terselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman,
nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan moda transportasi lain.
Dengan demikian, terdapat keserasian dan keseimbangan beban antar moda transportasi
yang mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang
dan barang.
Suatu kota akan mengalami perkembangan seiring perubahan dinamika zaman.
Perkembangan perkotaan merupakan suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari
5
suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Proses perubahan
tersebut dapat berjalan secara alami, atau dapat pula berjalan secara artificial dengan
campur tangan manusia yang mengatur arah perubahan tersebut. Tuntutan masyarakat
akan kualitas pelayanan di bidang transportasi darat yang benar-benar baik pun semakin
meningkat. Pada dasarnya transportasi termasuk komponen utama dalam industri baik
itu ke hilir maupun ke hulu.
Stasiun kereta api sebagai tempat/wadah turun naiknya penumpang dan penantian
antara sistem angkutan kereta api dengan sistem angkutan lain dalam sebuah kota.
Sebagai tempat transit, menjadikan stasiun kereta api sangat strategis, ekonomis, banyak
masyarakat antara lain pengelola stasiun, penumpang kereta, pedagang atau siapa saja
menggunakan stasiun sebagai tempat untuk memulai aktivitasnya.
Berdasarkan sejarah dan keterkaitannya bentuk dan gubahan bangunan dalam
perkeretaapian di Indonesia Infrastruktur perkeretaapian di mulai dengan membangun
jalan kereta api (rel) serta stasiun. Tipologi bentuk bangunan stasiun yang berada di
Indonesia dari masa ke masa hampir selalu menggunakan bentuk yang sama yaitu
memanjang mengikuti Jalur / Rel kereta api sampai pada batas tertentu.
Pada awalnya perkembangan stasiun memiliki massa bangunan “Single Building”, jadi
terlihat solid (massif) dan juga berbentang lebar dengan menggunakan atap pelana hal
itu di karenakan stasiun di Indonesia berada di daerah yang memiliki iklim yang tropis.
Fasade bangunan hampir sebagian besar bentuk bangunan khususnya bangunan stasiun
kereta yang berada di Indonesia masih menggunakan langgam arsitektur kolonial di
karenakan faktor keterkaitan sejarah bangsa Indonesia.
Dengan mengadopsi bentukan fasade bangunan serta ornamen yang di gunakan
maka permainan garis – garis horizontal dan vertikal yang menjadi aksen utama dalam
bangunan untuk menciptakan kesan formal. Selain itu penggunaan kaca pada bangunan
untuk menciptakan kesan minimalis yang seolah-olah menggambarkan kemajuan
teknologi saat ini.
Berdasarkan kecenderungan permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana gaya arsitektur dari bentuk fasade bangunan Stasiun Kereta Tanjung
Priuk?
b. Bagaimana perubahan perkembangan Fasade Bangunan Stasiun Kereta Tanjung
Priuk?
Tujuan penelitian ini adalah :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami perubahan
fungsi dan gaya arsitektur pada fasade bangunan Stasiun kereta Tanjung Priuk di
Indonesia yang merupakan bangunan kolonial.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Kualitatif yaitu
mendeskripsikan terlebih dahulu teori-teori yang ada kemudian di buktikan dengan
gambaran atau hasil dari berbagai sumber.. Metode analisis deskriptif digunakan untuk
menganalisis elemen-elemen bangunan dan karakter bangunan Stasiun Tanjung Priuk.
Beberapa aspek yang akan dilakukan analisis menggunakan metode deskriptif analisis
ini, yaitu :
6
1. Identifikasi Karakter Bangunan:
Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui karakter bangunan yang didapat dari
berbagai sumber, baik melalui obeservasi lapangan maupun wawancara. Dalam
tahap ini diperlukan analisis yang membahas mengenai:
a. Usia Bangunan, menunjukan bahwa bangunan tersebut masuk ke dalam
kategori pelestarian.
b. Fungsi Bangunan, menunjukan bahwa bangunan tersebut masih memiliki
fungsi yang sama seperti pada saat pertama kali dibangun.
c. Kondisi Fisik Bangunan, menunjukkan tingkat keterawatan dan keaslian
bangunan.
2. Kondisi Bangunan:
Analisis bangunan dilakukan pada seluruh bagian bangunan. Analisis tersebut
meliputi luas bangunan, jumlah dan pola tata ruang serta orientasi bangunan.
Analisis secara khusus dilakukan untuk mengetahui kriteria bangunan, yaitu
meliputi gaya bangunan, fungsi dan bahan. Hasil analisis berupa gambaran umum
kondisi bangunan yang sekarang dibandingkan dengan kondisi asli bangunan yang
dulu.
Pengumpulan Data
a. Observasi Literatur
Yaitu mengambil dari beberapa sumber antara lain dari Dinas Perhubungan, buku-
buku, dan sumber-sumber lain yang bisa menjawab permasalahan dengan pemecahan
yang mendasar.
b. Observasi lapangan
Dilakukan dengan melakukan pengambilan gambar (visual) dengan menggunakan
kamera digital, terdiri dari gambar fasade bangunan, kawasan sekitar bangunan, dan
interior bangunan. Dengan melakukan pengambilan gambar bertujuan juga untuk
mengetahui berbagai aktifitas dalam bangunan yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam upaya konservasi bangunan.
c. Wawancara / Interview
Yaitu dengan mengutip beberapa kalimat dari orang-orang tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Stasiun Tanjung Priuk dibangun pertama kali pada tahun 1885 tepatnya satu
kilometer di sebelah utara bangunan yang ada sekarang. Di karenakan aktivitas dan
tingkat keramaian di Pelabuhan Tanjung Priuk semakin melonjak mengakibatkan
stasiun yang pertama tidak memadai lagi untuk menampung jumlah penumpang dan
barang-barang kiriman yang terus meningkat dari dalam maupun luar negeri.
Proses pembangunannya di mulai pada tahun 1914 dengan luas lahan mencapai
46.930 meter persegi dan luas bangunan sebesar 3.768 meter persegi. Sedangkan
arsiteknya adalah C.W. Koch yang merupakan insinyur utama dari Staats-Spoormegen
(SS- perusahaan kereta api Negara Hindia Belanda yang berdiri sejak 6 April 1875.
Untuk menyelesaikan stasiun ini diperlukan sekitar 1.700 tenaga kerja dan 130
diantaranya adalah pekerja berbangsa Eropa). Stasiun Tanjung Priuk merupakan salah
satu stasiun terbesar milik kota Jakarta yang terletak di Jalan Taman Stasiun No.1,
Jakarta Utara.
7
Stasiun Tanjung Priuk pernah memiliki peranan yang sangat penting dan tidak
dapat dipisahkan dengan Pelabuhan Tanjung Priuk pada masa lalu. Karena, stasiun
Tanjung Priok merupakan penunjang transportasi orang dan barang dari dan ke wilayah
pelabuhan.
Stasiun Tanjung Priuk dibangun semasa pemerintahaan Gubernur Jendral A.F.W
Indeenburg tahun 1914, dan merupakan stasiun pengganti dari stasiun lama yang
dianggap tidak lagi memadai untuk menampung arus manusia dan barang.
Dengan bentuk bangunan bergaya Art Deco, ditambah 8 peron dan jalur ganda yang
dimiliki, membuat stasiun Tanjung Priuk menjadi lebih megah dibandingkan dengan
Batavia Zuid ( Stasiun Jakarta Kota ). Sekitar 1.700 orang tenaga kerja yang 130 orang
diantaranya merupakan pekerja berkebangsaan Eropa, dilibatkan dalam proses
pembangunannya.
Stasiun Tanjung Priuk pertama kali dibuka untuk umum pada tanggal 6 April
1925 bertepatan dengan ulang tahun ke-50 Staats-Spoorwegen ( instansi perkeretaapian
Belanda ) dengan jalur kereta listrik ( trem ) Tanjung Priok – Mesteer Cornelis
menggunakan lokomotif listrik seri SS.3200 ( lokomotif listrik pertama yang
dioperasikan diIndonesia ) .
Keberadaan Stasiun Tanjung Priuk tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan
Pelabuhan Tanjung Priuk yang dibangun pada akhir abad ke-19 oleh Gubernur Jendral
Johan Wilhelm van Lansberge. Pelabuhan Tanjung Priuk merupakan pintu gerbang kota
Batavia serta Hindia Belanda menggantikan pelabuhan Sunda Kelapa yang tidak lagi
memadai.
Stasiun ini dibangun untuk mengakomodir perdagangan dan wisatawan Eropa di
Batavia karena pada masa lalu wilayah Tanjung Priuk yang terletak di bagian utara
Jakarta sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya sehingga
dibutuhkan sarana transportasi yang aman untuk menghubungkan Pelabuhan Tanjung
Priuk dengan kawasan pusat kota melalui Batavia Centrum (Stasiun Jakarta Kota).
Meskipun bukan merupakan stasiun pusat, stasiun Tanjung Priuk dibangun di atas tanah
seluas 46.930 m2 dengan luas bangunan 3.768 m2 yang megah dan mewah. Memiliki
delapan peron sehingga nyaris sebesar stasiun Jakarta Kota.
Fungsinya pada masa itu tidak hanya untuk stasiun saja tetapi juga menyediakan
penginapan bagi penumpang yang akan menunggu kedatangan kapal laut untuk
melanjutkan perjalanan. Kamar-kamar penginapan tersebut terletak di sayap kiri
bangunan yang khusus disediakan untuk penumpang Belanda dan orang Eropa, serta
dilengkapi dengan ruang di bawah tanah yang diperkirakan berfungsi sebagai gudang
logistik.
Stasiun Tanjung Priuk diresmikan penggunaaannya tepat pada ulang tahun ke-50
Staats Spoorwegen (SS) tanggal 6 April 1925 dan bersamaan dengan pembukaan jalur
Tanjung Priuk - Beos Qakarta Kota) yang dilayani kereta dengan lokomotif listrik seri
ESS 3200 (buatan Werkspoor, Belanda) serta jaringan listrik aliran atas (LAA) yang
terbentang mulai dari Tanjung Priuk - Bogor, dan jalur lingkar sekitar Jakarta.
Sejak kemerdekaan Indonesia, perusahaan kereta api pemerintah Belanda diambil alih
oleh pemerintah Indonesia yang pada saat itu bernama DKA (Djawatan Kereta Api).
Stasiun Tanjung Priuk sempat tidak dioperasikan selama sejak Juni 1999 ketika terjadi
pergantian status PT. KA menjadi Persero dan baru dioperasikan kembali pada 13 April
2009.
Renovasi bangunan stasiun tersebut bukan hanya untuk keperluan transportasi
namun juga bertujuan melestarikan bangunan stasiun sebagai cagar budaya dan yang
8
dapat menjadi pusat studi dan tujuan wisata sejarah. Maka dalam pemugarannya
keaslian bentuk bangunan stasiun ini dipertahankan, termasuk bentuk gedung pengatur
perjalanan kereta api (PPKA) atau rumah sinyal serta menggali kembali ruang bawah
tanah yang sudah sempat tergenang lumpur.
Arsitektur bangunan Stasiun Tanjung Priuk
Gedung Stasiun KA Tanjung Priuk yang didirikan sekitar tahun 1918 ini (lebih
awal dibanding Stasiun KA Jakarta Kota) memiliki massa bangunan berbentuk huruf U.
Bagian utama berlantai dua yang menghadap ke arah timur laut (Pelabuhan Tanjung
Priok) berfungsi sebagai gerbang masuk utama stasiun. Sedangkan bangunan berlantai
dua yang membujur ke arah barat di kedua sayapnya dipakai untuk menampung
kegiatan penunjangnya.
Desain bangunan Stasiun Tanjung Priuk bersiluet simetris dengan gaya arsitektur
modern awal yang dipengaruhi aliran Kubisme sehingga berbentuk simpel dan
geometris. Bentuk dominan bangunan stasiun ini adalah persegi, baik bentuk
keseluruhan bangunan maupun bentuk bidang-bidang bukaan, pintu - pintu dan jendela-
jendelanya. Permainan garis-garis vertikal dan hori-sontal menjadi ciri ornamentasi
berlanggam Art Deco yang populer pada awal abad ke-20.
Garis-garis tersebut terdiri dari garis-garis moulding (list) atap yang horizontal serta
lubang-lubang pada cornice (mahkota) berupa ballustrade atapnya, garis-garis vertikal
kolom-kolom, dan lekukan pada dinding menyerupai jendela palsu disamping jendela-
jendela sesungguhnya yang berjalusi kayu. Kaca patri dan ornamen profil keramik
menghias dinding stasiun. Kesan megah diperkuat oleh kolom-kolom besar dan kokoh
pada beranda utama yang didukung dengan tangga di sepanjang bangunan.
Struktur baja pada bangunan utama emplasemen memberi kesan kokoh dan
megah. Area loket penjualan karcis berupa ceruk yang dipertegas dengan lapisan
dinding marmer. Ruang hall diterangi cahaya yang masuk dari deretan jendela kaca.
Fasade Bangunan Stasiun Tanjung Priuk Pada Tahun 1885-1895
9
Gambar 1 Tampak Depan Stasiun Tanjung Priuk 1885.
Atap bangunan Stasiun pada awal pembangunan tahun 1885-1895 masih sama
yaitu berbentuk Segitiga dengan sudut kemiringan sekitar 30º-45º. Ornament pada list
atap menggunakan kayu.
Pada bagian pintu masuk masih ada nya pengaruh dari Gaya arsitektur Neo
Classic yaitu menggunakan unsur lengkungan pada bagian atas pintu. Pada bagian Main
Enterance dengan 3 pintu masuk, pintu masih menggunakan material kayu yang kokoh
dan kuat. Bentuk fasade bangunan stasiun kereta tanjung priuk pada tahun 1885-1895
dominan simetri. Rancangan pintu kolonial ini mempunyai ciri khas, yaitu adaptif
dengan iklim setempat. Pintu pada bagian main enterance menggunakan material kayu
jati dan kaca bening. Pagar depan Stasiun dapat di lihat simetri , terjadi pengulangan
bentuk yang sama dan seimbang dengan menggunakan material Besi.
Fasade Bangunan Stasiun Pada Tahun 1914 – 1955
Gambar 2 Tampak Depan Stasiun Tanjung Priuk 1930
Pada tahun 1914 terjadi perubahan pada bangunan stasiun dan pemindahan lokasi
maka diputuskan untuk membangun stasiun baru yang lebih besar, dengan luas lahan
mencapai 46.930 m² dan luas bangunan 3.678 m².
Atap pada bangunan utama sudah berubah menggunakan jenis atap dak
dikarenakan pada jaman tersebut adanya pengaruh dari bentuk transformasi gaya Empire
atau disebut Colonial style / Indisch classicism. Pada atap bagian Emplasmen
mempunyai bentuk lengkung di karenakan pengaruh gaya arsitek pada jaman itu
10
berstukturkan baja bentang lebar, penggunaan seng gelombang. Pada fasade bangunan
didominasi oleh garis-garis vertikal. Di pengaruhi aliran Kubisme sehingga berbentuk
simpel dan geometris persegi empat dan garis garis vertikal dan horisontal pada semua
bagian bangunan.
Fasade Bangunan Stasiun Tanjung Priuk Pada Awal Tahun 2009
Tampak bangunan tidak terawat di karenakan semenjak tahun 2001 – 2008
Stasiun Tanjung Priuk tidak di operasikan kembali. Keadaan cat sudah memudar dan
mengelupas termakan jaman sehingga tidak tampak fasade tidak terlihat indah di
pandang.
Gambar 3 Tampak Depan Stasiun Tanjung Priuk 2009
Bentuk atap lengkung yang simetri dan seimbang dengan keadaan kaca dan
penutup pada atap emplasmen sudah banyak yang hilang dan rusak. Jalur antrian karcis
yang terbuat dari besi unik finishing cat berwarna hijau. Dinding yang dilapisi batu alam
marmer dengan sedikit ukiran pada sudut ornament yang merupakan gaya corak
bangunan kolonial. Finishing cat menggunakan 2 warna yaitu warna dinding atas
berwarna putih sedangkan bagian bawah berwarna orange, menggunakan 2 warna pada
warna dinding merupakan ciri khas jaman kolonial. Penggunaan kaca patri pada setiap
sudut bangunan utama, namun sudah tidak terlihat utuh lagi dan tidak terawat.
Gambar 4 Bagian Dalam Ruang-Ruang Stasiun Tanjung Priuk
11
Fasade Bangunan Stasiun Tanjung Priuk Pada Tahun 2012
Fasade bangunan Stasiun Tanjung Priuk sudah di restorasi/ perbaikan dan di
operasikan kembali. Gaya arsitektur pada fasade bangunan Stasiun kereta Tanjung Priuk
pada tahun 2012 berlanggam Indische Empire Style. Denah pada Stasiun Tanjung Priuk
memiliki ciri bentuk ruang yang segi empat dan dominan pola simetris dan mempunyai
bentuk “U”.. pada lantai 1 terdapat ruang-ruang utama dan ruang-ruang penunjang
kegiatan stasiun, Lantai 2 ruang para petugas stasiun.
Dinding pada stasiun ini terbagi atas dua macam, yaitu dinding pada tampak
depan bangunan dan dinding pada ruang tunggu atau peron. Bangunan mempunyai
tembok yang tebal dengan langit-langit yang cukup tinggi. Dinding finishing dengan
menggunakan 2 warna, warna bagian atas dengan cat putih polos dan warna bagian
bawah dengan cat abu-abu tua, bagian aula dinding menggunakan keramik marmer
mempertahankan originalitas fasade. Ornamentasi yang terdapat pada fasade mengikuti
gaya arsitektur Art Deco yang populer pada awal abad ke-20. Lengkungan pada dinding
merupakan jendela palsu di samping jendela- jendela sesungguhnya yang berjalusi kayu.
Bentuk di pengaruhi aliran Kubisme yaitu persegi dan simetri.
Gambar 5 Tampak Depan Stasiun Tanjung Priuk 2012
12
Area loket penjualan karcis berupa ceruk yang dipertegas dengan lapisan dinding
marmer. Detail ornament tersebut merupakan gaya corak khas dari bangunan-bangunan
kolonial dan tetap di pertahankan hingga saat ini.
Lantai bangunan utama menggunakan keramik ukuran 30cm x 30cm warna putih
polos, hitam dan keramik berwarna abu-abu.
Rancangan pintu pada fasade bangunan kolonial ini mempunyai ciri khas, yaitu
adaptif dengan iklim setempat.
Penggunaan atap pada bangunan utama menggunakan jenis atap Dak di karenakan
pada jaman tersebut sudah adanya pengaruh dari bentuk transformasi gaya Empire atau
disebut Colonial style/Indisch classicism. Pada bagian dalam bangunan utama stasiun
terdapat atap segitiga menggunakan kaca, selain itu berfungsi sebagai sumber
pencahayaan alami. Atap peron/emplasmen berupa struktur baja bentang lebar dengan
bentuk kuda-kuda melengkung, memberi kesan kokoh dan megah. Bentuk lengkung di
karenakan pengaruh gaya arsitek pada jaman nya, masih di pertahankan originalitas dari
bangunan itu hingga kini. Penggunaan material seng gelombang pada bagian atap dan
hiasan kaca pada sisi atap terluar yang di import dari luar negeri (pada waktu itu).
Struktur bangunan stasiun kereta api menggunakan struktur rangka, dimana
seluruh beban bangunan disalurkan melalui struktur berupa kolom. Stasiun Tanjung
Priuk menggunakan struktur dengan kolom utama dan dan kolom praktis. Struktur
utama adalah struktur yang menahan beban keseluruhan bangunan. Struktur utama
terdapat pada tepi/layout bangunan. Bangunannya bertumpu pada ratusan tiang pancang.
Struktur praktis adalah struktur yang hanya ada karena penyatuan antar dinding. Kolom
ini terdapat di dalam bangunan.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Stasiun Tanjung Priuk merupakan stasiun monumental dengan 8 jalur ganda, 6
jalur didalam peron dan 2 jalur diluar peron. Bangunan Stasiun Tanjung Priuk memiliki
bentuk dominan simetris di karenakan pengaruh aliran Kubisme sehingga berbentuk
simpel dan geometris persegi empat dan garis garis vertical dan berlanggam Indische
Empire Style.
Untuk karakter spasialnya Stasiun Tanjung Priuk memiliki proporsi bangunan
antara tinggi dan lebar bangunan dibuat horisontal agar tercipta kesan lebar dan mewah.
Pada bagian tengah bangunan memiliki ketinggian yang berbeda dengan sayap kanan
dan sayap kiri bangunan. Dilihat dari bentuk denah, bangunan Stasiun Tanjung Priuk
memiliki denah dan tampak depan yang dominan simetris dan persegi.
Bangunan stasiun Tanjung Priuk memiliki point of interest pada bagian tengah yang
merupakan main entrance dari bangunan, yaitu berupa list ornament pada kolomnya.
Penonjolan pada bagian tengah dan terdapat sistem trass pada atap dari main entrance
ini. Terjadi perulangan kolom yang simetri pada tampak depan bangunan.
Perubahan Fasade bangunan Stasiun Tanjung Priuk terjadi pada tahun 1914 terjadi
perubahan pada bangunan Stasiun dan pemindahan lokasi maka diputuskan untuk
membangun stasiun baru yang lebih besar, dengan luas lahan mencapai 46.930 m² dan
luas bangunan 3.678 m².
Perubahan dan pemindahan lokasi bangunan Stasiun di karenakan semakin
melonjaknya penumpang mengakibatkan stasiun yang pertama tidak memadai lagi
13
untuk menampung jumlah penumpang dan barang-barang kiriman yang terus meningkat
dari dalam maupun luar negeri.
Pada bagian Atap bangunan Stasiun pada awal pembangunan tahun 1885-1895
masih sama yaitu berbentuk Segitiga dengan sudut kemiringan sekitar 30º – 45º. Namun
Atap pada bangunan utama pada tahun 1914 sudah berubah menggunakan jenis atap dak
di karenakan pada jaman tersebut sudah di pengaruhi dari bentuk transformasi gaya
Empire atau disebut Colonial style/Indisch classicism.
Dinding yang dilapisi batu alam marmer dengan sedikit ukiran pada sudut
ornament yang merupakan gaya corak bangunan kolonial. Di pengaruhi aliran Kubisme
sehingga berbentuk simpel dan geometris persegi empat dan garis garis vertikal dan
horisontal pada semua bagian bangunan.
Saran
Dari kesimpulan yang mana terdapat beberapa masalah, maka penulis mencoba
memberikan beberapa saran terkait dengan fasade Bangunan Stasiun Kereta Tanjung
Priuk sebagai berikut :
1. Stasiun Tanjung Priuk merupakan bangunan yang perlu dilestarikan
keberadaanya. Karena sebagai cagar budaya yang dapat menjadi pusat studi dan
tujuan wisata sejarah. Maka dalam proses pemugarannya keaslian dari fasade
bangunan tetap di pertahankan, termasuk PPKA atau rumah sinyal dan penggalian
ruang bawah tanah.
2. Sangat berguna menambah ide untuk merancang dari suatu rancangan bangunan
bergaya kolonial salah satu contohnya yaitu Stasiun Tanjung Priuk.
3. Dari segi kriteria umum yang merupakan persyaratan dari sebuah bangunan
stasiun. Stasiun Tanjung Priuk masih kurang segi fasilitas saran dan prasaran yang
sudah menjadi persyaratan sebuah stasiun.
DAFTAR PUSTAKA
Adhitya Hatmawan, (2004). Perkembangan Transportasi Kereta Api di Batavia 1870-
1925, Skripsi Universitas Indonesia Depok.
Adhitia Panduwinata, (2005). Prinsip-prinsip Estetika pada Fasade Bangunan, Skripsi
Universitas Indonesia , Depok.
Ardiansyah Surojo, Juli 2011, “PELESTARIAN BANGUNAN STASIUN
BONDOWOSO”, arsitektur e-106 Journal, Volume 4 Nomor 2, Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Handinoto, (Desember 1994). INDISCHE EMPIRE STYLE, Gaya Arsitektur “Tempo
Doeloe” Yang sekarang sudah mulai punah, Universitas Kristen Petra Surabaya,
Surabaya.
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya
1870-1940. Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya, Surabaya.
Kementrian Perhubungan Ditjen Perkeretaapian, (2011). Rencana Induk Perkeretaapian
Nasional, Jakarta Pusat.
Krier, R. 2001. Architectural Compotition. London: Academy Edition.
M Ade Nugraha, (Desember 1999). Art Deco Pada Arsitektur, Skripsi Universitas
Indonesia, Depok.
14
Nix, T. 1958. Stedebouw in Indonesie en de Stedebouwkundige Vormgeving, Nix,
Bandung.
Pamungkas, S. T. & Tjahjono, Rusdi. (2002). Tipologi-tipologi-Morfologi Arsitektur
Kolonial Bealanda di Komples PG. Kebon Agung Malang. Malang: Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: Pm. 33 Tahun 2011”Persyaratan Teknis
Bangunan Stasiun Kereta Api”. Jakarta.
Soekiman, Djoko, Prof, Dr. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat
Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII – Medio Abad XX). Yayasan Bentang
Budaya. Yogyakarta.
The Liang Gie, Sedjarah Pemerintahan Kota Djakarta.
Tri Prasetyo, Nopi,(2010) . Stasiun Kereta Api Pasar Turi di Surabaya, Tugas Akhir
Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur.