Top Banner
1
14

Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

Jan 14, 2017

Download

Documents

truonganh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

1

Page 2: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

2

Page 3: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

3

ANALISIS PERKEMBANGAN GAYA ARSITEKTUR PADA FASADE

BANGUNAN STASIUN KERETA TANJUNG PRIUK

Rina Widayanti 1

Meyka Widyarsih 2

Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gunadarma

[email protected]

Abstrak

Perkembangan Stasiun kereta api sebagai tempat/ wadah turun naiknya

penumpang dan penantian antara sistem angkutan kereta api dengan sistem angkutan

lain dalam sebuah kota. Sebagai tempat transit, menjadikan stasiun kereta api sangat

strategis, ekonomis, banyak masyarakat antara lain pengelola stasiun, penumpang

kereta, pedagang atau siapa saja menggunakan stasiun sebagai tempat untuk memulai

aktivitasnya. Dengan mengadopsi bentukan fasade bangunan serta ornamen yang di

gunakan maka permainan garis – garis horizontal dan vertikal yang menjadi aksen

utama dalam bangunan untuk menciptakan kesan formal. Selain itu penggunaan kaca

pada bangunan untuk menciptakan kesan minimalis yang seolah-olah menggambarkan

kemajuan teknologi saat ini. Bagaimana perubahan perkembangan Fasade Bangunan

Stasiun Kereta Tanjung Priuk hingga saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan memahami perubahan fungsi dan gaya arsitektur pada fasade

bangunan Stasiun kereta Tanjung Priuk di Indonesia yang merupakan bangunan

kolonial. Stasiun Tanjung Priuk merupakan stasiun monumental dengan 8 jalur ganda,

6 jalur didalam peron dan 2 jalur diluar peron. Bangunan Stasiun Tanjung Priuk

memiliki bentuk dominan simetris dikarenakan pengaruh aliran Kubisme sehingga

berbentuk simpel dan geometris persegi empat dan garis garis vertical dan berlanggam

Indische Empire Style.

Kata Kunci : Stasiun kereta , fasade banguna, gaya arsitektur.

Abstract

The development of the railway station as a place / container fluctuations between

waiting passengers and rail transport system with other transit system in a city. As a

transit point, making the train station is very strategic, economical, many people

include managing station, passenger train, merchants or anyone using the station as a

place to start activities. By adopting formations building facade and ornaments are in

use then the game line - horizontal and vertical lines which became the main accent in

the building to create a formal impression. In addition the use of glass in buildings to

create the impression as if the minimalist describe the current technological

advances. How changes in the development of building facade Tanjung Priok Station

today. The purpose of this study is to investigate and understand changes in the function

and style of architecture in the station building facade Tanjung Priok in Indonesia,

Page 4: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

4

which is a colonial building.Tanjung Priok Station is a monumental station with 8

double lines, 6 lines and 2 lines in the platform outside of the platform. Tanjung Priok

Station building has a symmetrical shape in because of the dominant influence of

Cubism flow so simple and geometric shaped rectangular vertical and horizontal lines

and berlanggam Indische Empire Style.

Keywords: station, building facade, architectural style.

PENDAHULUAN

Perkeretaapian sebagai salah satu bagian dari angkutan darat, dan juga merupakan

elemen terpenting dalam perkembangan transportasi massal di Indonesia. Seiring

dengan perkembangan tersebut, proses pengembangan sarana dan prasarana harus terus

di tingkatkan baik dari segi kualitas pelayanan maupun kuantitas pada bangunan stasiun.

Sejarah perkembangan kereta api di Indonesia dimulai pada masa pemerintahan

Kolonial Belanda diawali sekitar tahun 1864 dengan dibangunnya jalur rel kereta api

dari Semarang sampai Tanggung, Jawa Tengah dan selanjutnya perkembangan kereta

api di masa itu begitu pesat dengan dibangunnya berbagai jalur dan jaringan kereta api

yang menghubungkan sejumlah kota di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi.

Mengingat berbagai aset peninggalan tersebut merupakan saksi tumbuh

kembangnya sejarah perkeretapian di Indonesia, maka pada tanggal 1 April 2009 PT

Kereta API Indonesia (Persero) telah membentuk unit organisasi “Pusat Pelestarian

Benda dan Bangunan” dengan tujuan menyelamatkan serta melestarikan berbagai aset

peninggalan perkeretapian dengan memakai kaidah konservasi yang baik dan tepat serta

mengupayakan asset-aset tersebut untuk dapat dimanfaatkan dengan optimal baik untuk

kepentingan sosial dan pendidikan maupun untuk memenuhi kebutuhan komersial

perusahaan.

Selama perkembangan sejarah tersebut, kereta api merupakan transportasi yang di

pilih sebagai alat angkut yang mampu mengangkut hasil bumi dan penumpang dalam

jumlah banyak, bebas hambatan serta memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Hal ini

sesuai dengan UU No.13/1992 tentang moda transportasi yaitu :

“Perkeretaapian adalah salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan

keunggulan khusus terutama dalam kemampuan mengangkut, baik penumpang maupun

barang secara massal, hemat energi, hemat dalam pengunaan ruang. Mempunyai

faktor keamanan yang tinggi dan tingkat pencemaran rendah serta lebih efisien di

bandingkan dengan moda lainnya.” Dengan keunggulan dan karakteristik

perkeretaapian tersebut, peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya

pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu.

Untuk itu penyelenggaraan perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan,

pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya

sehingga dapat terselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman,

nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan moda transportasi lain.

Dengan demikian, terdapat keserasian dan keseimbangan beban antar moda transportasi

yang mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang

dan barang.

Suatu kota akan mengalami perkembangan seiring perubahan dinamika zaman.

Perkembangan perkotaan merupakan suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari

Page 5: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

5

suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Proses perubahan

tersebut dapat berjalan secara alami, atau dapat pula berjalan secara artificial dengan

campur tangan manusia yang mengatur arah perubahan tersebut. Tuntutan masyarakat

akan kualitas pelayanan di bidang transportasi darat yang benar-benar baik pun semakin

meningkat. Pada dasarnya transportasi termasuk komponen utama dalam industri baik

itu ke hilir maupun ke hulu.

Stasiun kereta api sebagai tempat/wadah turun naiknya penumpang dan penantian

antara sistem angkutan kereta api dengan sistem angkutan lain dalam sebuah kota.

Sebagai tempat transit, menjadikan stasiun kereta api sangat strategis, ekonomis, banyak

masyarakat antara lain pengelola stasiun, penumpang kereta, pedagang atau siapa saja

menggunakan stasiun sebagai tempat untuk memulai aktivitasnya.

Berdasarkan sejarah dan keterkaitannya bentuk dan gubahan bangunan dalam

perkeretaapian di Indonesia Infrastruktur perkeretaapian di mulai dengan membangun

jalan kereta api (rel) serta stasiun. Tipologi bentuk bangunan stasiun yang berada di

Indonesia dari masa ke masa hampir selalu menggunakan bentuk yang sama yaitu

memanjang mengikuti Jalur / Rel kereta api sampai pada batas tertentu.

Pada awalnya perkembangan stasiun memiliki massa bangunan “Single Building”, jadi

terlihat solid (massif) dan juga berbentang lebar dengan menggunakan atap pelana hal

itu di karenakan stasiun di Indonesia berada di daerah yang memiliki iklim yang tropis.

Fasade bangunan hampir sebagian besar bentuk bangunan khususnya bangunan stasiun

kereta yang berada di Indonesia masih menggunakan langgam arsitektur kolonial di

karenakan faktor keterkaitan sejarah bangsa Indonesia.

Dengan mengadopsi bentukan fasade bangunan serta ornamen yang di gunakan

maka permainan garis – garis horizontal dan vertikal yang menjadi aksen utama dalam

bangunan untuk menciptakan kesan formal. Selain itu penggunaan kaca pada bangunan

untuk menciptakan kesan minimalis yang seolah-olah menggambarkan kemajuan

teknologi saat ini.

Berdasarkan kecenderungan permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana gaya arsitektur dari bentuk fasade bangunan Stasiun Kereta Tanjung

Priuk?

b. Bagaimana perubahan perkembangan Fasade Bangunan Stasiun Kereta Tanjung

Priuk?

Tujuan penelitian ini adalah :

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami perubahan

fungsi dan gaya arsitektur pada fasade bangunan Stasiun kereta Tanjung Priuk di

Indonesia yang merupakan bangunan kolonial.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Kualitatif yaitu

mendeskripsikan terlebih dahulu teori-teori yang ada kemudian di buktikan dengan

gambaran atau hasil dari berbagai sumber.. Metode analisis deskriptif digunakan untuk

menganalisis elemen-elemen bangunan dan karakter bangunan Stasiun Tanjung Priuk.

Beberapa aspek yang akan dilakukan analisis menggunakan metode deskriptif analisis

ini, yaitu :

Page 6: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

6

1. Identifikasi Karakter Bangunan:

Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui karakter bangunan yang didapat dari

berbagai sumber, baik melalui obeservasi lapangan maupun wawancara. Dalam

tahap ini diperlukan analisis yang membahas mengenai:

a. Usia Bangunan, menunjukan bahwa bangunan tersebut masuk ke dalam

kategori pelestarian.

b. Fungsi Bangunan, menunjukan bahwa bangunan tersebut masih memiliki

fungsi yang sama seperti pada saat pertama kali dibangun.

c. Kondisi Fisik Bangunan, menunjukkan tingkat keterawatan dan keaslian

bangunan.

2. Kondisi Bangunan:

Analisis bangunan dilakukan pada seluruh bagian bangunan. Analisis tersebut

meliputi luas bangunan, jumlah dan pola tata ruang serta orientasi bangunan.

Analisis secara khusus dilakukan untuk mengetahui kriteria bangunan, yaitu

meliputi gaya bangunan, fungsi dan bahan. Hasil analisis berupa gambaran umum

kondisi bangunan yang sekarang dibandingkan dengan kondisi asli bangunan yang

dulu.

Pengumpulan Data

a. Observasi Literatur

Yaitu mengambil dari beberapa sumber antara lain dari Dinas Perhubungan, buku-

buku, dan sumber-sumber lain yang bisa menjawab permasalahan dengan pemecahan

yang mendasar.

b. Observasi lapangan

Dilakukan dengan melakukan pengambilan gambar (visual) dengan menggunakan

kamera digital, terdiri dari gambar fasade bangunan, kawasan sekitar bangunan, dan

interior bangunan. Dengan melakukan pengambilan gambar bertujuan juga untuk

mengetahui berbagai aktifitas dalam bangunan yang dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam upaya konservasi bangunan.

c. Wawancara / Interview

Yaitu dengan mengutip beberapa kalimat dari orang-orang tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stasiun Tanjung Priuk dibangun pertama kali pada tahun 1885 tepatnya satu

kilometer di sebelah utara bangunan yang ada sekarang. Di karenakan aktivitas dan

tingkat keramaian di Pelabuhan Tanjung Priuk semakin melonjak mengakibatkan

stasiun yang pertama tidak memadai lagi untuk menampung jumlah penumpang dan

barang-barang kiriman yang terus meningkat dari dalam maupun luar negeri.

Proses pembangunannya di mulai pada tahun 1914 dengan luas lahan mencapai

46.930 meter persegi dan luas bangunan sebesar 3.768 meter persegi. Sedangkan

arsiteknya adalah C.W. Koch yang merupakan insinyur utama dari Staats-Spoormegen

(SS- perusahaan kereta api Negara Hindia Belanda yang berdiri sejak 6 April 1875.

Untuk menyelesaikan stasiun ini diperlukan sekitar 1.700 tenaga kerja dan 130

diantaranya adalah pekerja berbangsa Eropa). Stasiun Tanjung Priuk merupakan salah

satu stasiun terbesar milik kota Jakarta yang terletak di Jalan Taman Stasiun No.1,

Jakarta Utara.

Page 7: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

7

Stasiun Tanjung Priuk pernah memiliki peranan yang sangat penting dan tidak

dapat dipisahkan dengan Pelabuhan Tanjung Priuk pada masa lalu. Karena, stasiun

Tanjung Priok merupakan penunjang transportasi orang dan barang dari dan ke wilayah

pelabuhan.

Stasiun Tanjung Priuk dibangun semasa pemerintahaan Gubernur Jendral A.F.W

Indeenburg tahun 1914, dan merupakan stasiun pengganti dari stasiun lama yang

dianggap tidak lagi memadai untuk menampung arus manusia dan barang.

Dengan bentuk bangunan bergaya Art Deco, ditambah 8 peron dan jalur ganda yang

dimiliki, membuat stasiun Tanjung Priuk menjadi lebih megah dibandingkan dengan

Batavia Zuid ( Stasiun Jakarta Kota ). Sekitar 1.700 orang tenaga kerja yang 130 orang

diantaranya merupakan pekerja berkebangsaan Eropa, dilibatkan dalam proses

pembangunannya.

Stasiun Tanjung Priuk pertama kali dibuka untuk umum pada tanggal 6 April

1925 bertepatan dengan ulang tahun ke-50 Staats-Spoorwegen ( instansi perkeretaapian

Belanda ) dengan jalur kereta listrik ( trem ) Tanjung Priok – Mesteer Cornelis

menggunakan lokomotif listrik seri SS.3200 ( lokomotif listrik pertama yang

dioperasikan diIndonesia ) .

Keberadaan Stasiun Tanjung Priuk tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan

Pelabuhan Tanjung Priuk yang dibangun pada akhir abad ke-19 oleh Gubernur Jendral

Johan Wilhelm van Lansberge. Pelabuhan Tanjung Priuk merupakan pintu gerbang kota

Batavia serta Hindia Belanda menggantikan pelabuhan Sunda Kelapa yang tidak lagi

memadai.

Stasiun ini dibangun untuk mengakomodir perdagangan dan wisatawan Eropa di

Batavia karena pada masa lalu wilayah Tanjung Priuk yang terletak di bagian utara

Jakarta sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya sehingga

dibutuhkan sarana transportasi yang aman untuk menghubungkan Pelabuhan Tanjung

Priuk dengan kawasan pusat kota melalui Batavia Centrum (Stasiun Jakarta Kota).

Meskipun bukan merupakan stasiun pusat, stasiun Tanjung Priuk dibangun di atas tanah

seluas 46.930 m2 dengan luas bangunan 3.768 m2 yang megah dan mewah. Memiliki

delapan peron sehingga nyaris sebesar stasiun Jakarta Kota.

Fungsinya pada masa itu tidak hanya untuk stasiun saja tetapi juga menyediakan

penginapan bagi penumpang yang akan menunggu kedatangan kapal laut untuk

melanjutkan perjalanan. Kamar-kamar penginapan tersebut terletak di sayap kiri

bangunan yang khusus disediakan untuk penumpang Belanda dan orang Eropa, serta

dilengkapi dengan ruang di bawah tanah yang diperkirakan berfungsi sebagai gudang

logistik.

Stasiun Tanjung Priuk diresmikan penggunaaannya tepat pada ulang tahun ke-50

Staats Spoorwegen (SS) tanggal 6 April 1925 dan bersamaan dengan pembukaan jalur

Tanjung Priuk - Beos Qakarta Kota) yang dilayani kereta dengan lokomotif listrik seri

ESS 3200 (buatan Werkspoor, Belanda) serta jaringan listrik aliran atas (LAA) yang

terbentang mulai dari Tanjung Priuk - Bogor, dan jalur lingkar sekitar Jakarta.

Sejak kemerdekaan Indonesia, perusahaan kereta api pemerintah Belanda diambil alih

oleh pemerintah Indonesia yang pada saat itu bernama DKA (Djawatan Kereta Api).

Stasiun Tanjung Priuk sempat tidak dioperasikan selama sejak Juni 1999 ketika terjadi

pergantian status PT. KA menjadi Persero dan baru dioperasikan kembali pada 13 April

2009.

Renovasi bangunan stasiun tersebut bukan hanya untuk keperluan transportasi

namun juga bertujuan melestarikan bangunan stasiun sebagai cagar budaya dan yang

Page 8: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

8

dapat menjadi pusat studi dan tujuan wisata sejarah. Maka dalam pemugarannya

keaslian bentuk bangunan stasiun ini dipertahankan, termasuk bentuk gedung pengatur

perjalanan kereta api (PPKA) atau rumah sinyal serta menggali kembali ruang bawah

tanah yang sudah sempat tergenang lumpur.

Arsitektur bangunan Stasiun Tanjung Priuk

Gedung Stasiun KA Tanjung Priuk yang didirikan sekitar tahun 1918 ini (lebih

awal dibanding Stasiun KA Jakarta Kota) memiliki massa bangunan berbentuk huruf U.

Bagian utama berlantai dua yang menghadap ke arah timur laut (Pelabuhan Tanjung

Priok) berfungsi sebagai gerbang masuk utama stasiun. Sedangkan bangunan berlantai

dua yang membujur ke arah barat di kedua sayapnya dipakai untuk menampung

kegiatan penunjangnya.

Desain bangunan Stasiun Tanjung Priuk bersiluet simetris dengan gaya arsitektur

modern awal yang dipengaruhi aliran Kubisme sehingga berbentuk simpel dan

geometris. Bentuk dominan bangunan stasiun ini adalah persegi, baik bentuk

keseluruhan bangunan maupun bentuk bidang-bidang bukaan, pintu - pintu dan jendela-

jendelanya. Permainan garis-garis vertikal dan hori-sontal menjadi ciri ornamentasi

berlanggam Art Deco yang populer pada awal abad ke-20.

Garis-garis tersebut terdiri dari garis-garis moulding (list) atap yang horizontal serta

lubang-lubang pada cornice (mahkota) berupa ballustrade atapnya, garis-garis vertikal

kolom-kolom, dan lekukan pada dinding menyerupai jendela palsu disamping jendela-

jendela sesungguhnya yang berjalusi kayu. Kaca patri dan ornamen profil keramik

menghias dinding stasiun. Kesan megah diperkuat oleh kolom-kolom besar dan kokoh

pada beranda utama yang didukung dengan tangga di sepanjang bangunan.

Struktur baja pada bangunan utama emplasemen memberi kesan kokoh dan

megah. Area loket penjualan karcis berupa ceruk yang dipertegas dengan lapisan

dinding marmer. Ruang hall diterangi cahaya yang masuk dari deretan jendela kaca.

Fasade Bangunan Stasiun Tanjung Priuk Pada Tahun 1885-1895

Page 9: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

9

Gambar 1 Tampak Depan Stasiun Tanjung Priuk 1885.

Atap bangunan Stasiun pada awal pembangunan tahun 1885-1895 masih sama

yaitu berbentuk Segitiga dengan sudut kemiringan sekitar 30º-45º. Ornament pada list

atap menggunakan kayu.

Pada bagian pintu masuk masih ada nya pengaruh dari Gaya arsitektur Neo

Classic yaitu menggunakan unsur lengkungan pada bagian atas pintu. Pada bagian Main

Enterance dengan 3 pintu masuk, pintu masih menggunakan material kayu yang kokoh

dan kuat. Bentuk fasade bangunan stasiun kereta tanjung priuk pada tahun 1885-1895

dominan simetri. Rancangan pintu kolonial ini mempunyai ciri khas, yaitu adaptif

dengan iklim setempat. Pintu pada bagian main enterance menggunakan material kayu

jati dan kaca bening. Pagar depan Stasiun dapat di lihat simetri , terjadi pengulangan

bentuk yang sama dan seimbang dengan menggunakan material Besi.

Fasade Bangunan Stasiun Pada Tahun 1914 – 1955

Gambar 2 Tampak Depan Stasiun Tanjung Priuk 1930

Pada tahun 1914 terjadi perubahan pada bangunan stasiun dan pemindahan lokasi

maka diputuskan untuk membangun stasiun baru yang lebih besar, dengan luas lahan

mencapai 46.930 m² dan luas bangunan 3.678 m².

Atap pada bangunan utama sudah berubah menggunakan jenis atap dak

dikarenakan pada jaman tersebut adanya pengaruh dari bentuk transformasi gaya Empire

atau disebut Colonial style / Indisch classicism. Pada atap bagian Emplasmen

mempunyai bentuk lengkung di karenakan pengaruh gaya arsitek pada jaman itu

Page 10: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

10

berstukturkan baja bentang lebar, penggunaan seng gelombang. Pada fasade bangunan

didominasi oleh garis-garis vertikal. Di pengaruhi aliran Kubisme sehingga berbentuk

simpel dan geometris persegi empat dan garis garis vertikal dan horisontal pada semua

bagian bangunan.

Fasade Bangunan Stasiun Tanjung Priuk Pada Awal Tahun 2009

Tampak bangunan tidak terawat di karenakan semenjak tahun 2001 – 2008

Stasiun Tanjung Priuk tidak di operasikan kembali. Keadaan cat sudah memudar dan

mengelupas termakan jaman sehingga tidak tampak fasade tidak terlihat indah di

pandang.

Gambar 3 Tampak Depan Stasiun Tanjung Priuk 2009

Bentuk atap lengkung yang simetri dan seimbang dengan keadaan kaca dan

penutup pada atap emplasmen sudah banyak yang hilang dan rusak. Jalur antrian karcis

yang terbuat dari besi unik finishing cat berwarna hijau. Dinding yang dilapisi batu alam

marmer dengan sedikit ukiran pada sudut ornament yang merupakan gaya corak

bangunan kolonial. Finishing cat menggunakan 2 warna yaitu warna dinding atas

berwarna putih sedangkan bagian bawah berwarna orange, menggunakan 2 warna pada

warna dinding merupakan ciri khas jaman kolonial. Penggunaan kaca patri pada setiap

sudut bangunan utama, namun sudah tidak terlihat utuh lagi dan tidak terawat.

Gambar 4 Bagian Dalam Ruang-Ruang Stasiun Tanjung Priuk

Page 11: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

11

Fasade Bangunan Stasiun Tanjung Priuk Pada Tahun 2012

Fasade bangunan Stasiun Tanjung Priuk sudah di restorasi/ perbaikan dan di

operasikan kembali. Gaya arsitektur pada fasade bangunan Stasiun kereta Tanjung Priuk

pada tahun 2012 berlanggam Indische Empire Style. Denah pada Stasiun Tanjung Priuk

memiliki ciri bentuk ruang yang segi empat dan dominan pola simetris dan mempunyai

bentuk “U”.. pada lantai 1 terdapat ruang-ruang utama dan ruang-ruang penunjang

kegiatan stasiun, Lantai 2 ruang para petugas stasiun.

Dinding pada stasiun ini terbagi atas dua macam, yaitu dinding pada tampak

depan bangunan dan dinding pada ruang tunggu atau peron. Bangunan mempunyai

tembok yang tebal dengan langit-langit yang cukup tinggi. Dinding finishing dengan

menggunakan 2 warna, warna bagian atas dengan cat putih polos dan warna bagian

bawah dengan cat abu-abu tua, bagian aula dinding menggunakan keramik marmer

mempertahankan originalitas fasade. Ornamentasi yang terdapat pada fasade mengikuti

gaya arsitektur Art Deco yang populer pada awal abad ke-20. Lengkungan pada dinding

merupakan jendela palsu di samping jendela- jendela sesungguhnya yang berjalusi kayu.

Bentuk di pengaruhi aliran Kubisme yaitu persegi dan simetri.

Gambar 5 Tampak Depan Stasiun Tanjung Priuk 2012

Page 12: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

12

Area loket penjualan karcis berupa ceruk yang dipertegas dengan lapisan dinding

marmer. Detail ornament tersebut merupakan gaya corak khas dari bangunan-bangunan

kolonial dan tetap di pertahankan hingga saat ini.

Lantai bangunan utama menggunakan keramik ukuran 30cm x 30cm warna putih

polos, hitam dan keramik berwarna abu-abu.

Rancangan pintu pada fasade bangunan kolonial ini mempunyai ciri khas, yaitu

adaptif dengan iklim setempat.

Penggunaan atap pada bangunan utama menggunakan jenis atap Dak di karenakan

pada jaman tersebut sudah adanya pengaruh dari bentuk transformasi gaya Empire atau

disebut Colonial style/Indisch classicism. Pada bagian dalam bangunan utama stasiun

terdapat atap segitiga menggunakan kaca, selain itu berfungsi sebagai sumber

pencahayaan alami. Atap peron/emplasmen berupa struktur baja bentang lebar dengan

bentuk kuda-kuda melengkung, memberi kesan kokoh dan megah. Bentuk lengkung di

karenakan pengaruh gaya arsitek pada jaman nya, masih di pertahankan originalitas dari

bangunan itu hingga kini. Penggunaan material seng gelombang pada bagian atap dan

hiasan kaca pada sisi atap terluar yang di import dari luar negeri (pada waktu itu).

Struktur bangunan stasiun kereta api menggunakan struktur rangka, dimana

seluruh beban bangunan disalurkan melalui struktur berupa kolom. Stasiun Tanjung

Priuk menggunakan struktur dengan kolom utama dan dan kolom praktis. Struktur

utama adalah struktur yang menahan beban keseluruhan bangunan. Struktur utama

terdapat pada tepi/layout bangunan. Bangunannya bertumpu pada ratusan tiang pancang.

Struktur praktis adalah struktur yang hanya ada karena penyatuan antar dinding. Kolom

ini terdapat di dalam bangunan.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Stasiun Tanjung Priuk merupakan stasiun monumental dengan 8 jalur ganda, 6

jalur didalam peron dan 2 jalur diluar peron. Bangunan Stasiun Tanjung Priuk memiliki

bentuk dominan simetris di karenakan pengaruh aliran Kubisme sehingga berbentuk

simpel dan geometris persegi empat dan garis garis vertical dan berlanggam Indische

Empire Style.

Untuk karakter spasialnya Stasiun Tanjung Priuk memiliki proporsi bangunan

antara tinggi dan lebar bangunan dibuat horisontal agar tercipta kesan lebar dan mewah.

Pada bagian tengah bangunan memiliki ketinggian yang berbeda dengan sayap kanan

dan sayap kiri bangunan. Dilihat dari bentuk denah, bangunan Stasiun Tanjung Priuk

memiliki denah dan tampak depan yang dominan simetris dan persegi.

Bangunan stasiun Tanjung Priuk memiliki point of interest pada bagian tengah yang

merupakan main entrance dari bangunan, yaitu berupa list ornament pada kolomnya.

Penonjolan pada bagian tengah dan terdapat sistem trass pada atap dari main entrance

ini. Terjadi perulangan kolom yang simetri pada tampak depan bangunan.

Perubahan Fasade bangunan Stasiun Tanjung Priuk terjadi pada tahun 1914 terjadi

perubahan pada bangunan Stasiun dan pemindahan lokasi maka diputuskan untuk

membangun stasiun baru yang lebih besar, dengan luas lahan mencapai 46.930 m² dan

luas bangunan 3.678 m².

Perubahan dan pemindahan lokasi bangunan Stasiun di karenakan semakin

melonjaknya penumpang mengakibatkan stasiun yang pertama tidak memadai lagi

Page 13: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

13

untuk menampung jumlah penumpang dan barang-barang kiriman yang terus meningkat

dari dalam maupun luar negeri.

Pada bagian Atap bangunan Stasiun pada awal pembangunan tahun 1885-1895

masih sama yaitu berbentuk Segitiga dengan sudut kemiringan sekitar 30º – 45º. Namun

Atap pada bangunan utama pada tahun 1914 sudah berubah menggunakan jenis atap dak

di karenakan pada jaman tersebut sudah di pengaruhi dari bentuk transformasi gaya

Empire atau disebut Colonial style/Indisch classicism.

Dinding yang dilapisi batu alam marmer dengan sedikit ukiran pada sudut

ornament yang merupakan gaya corak bangunan kolonial. Di pengaruhi aliran Kubisme

sehingga berbentuk simpel dan geometris persegi empat dan garis garis vertikal dan

horisontal pada semua bagian bangunan.

Saran

Dari kesimpulan yang mana terdapat beberapa masalah, maka penulis mencoba

memberikan beberapa saran terkait dengan fasade Bangunan Stasiun Kereta Tanjung

Priuk sebagai berikut :

1. Stasiun Tanjung Priuk merupakan bangunan yang perlu dilestarikan

keberadaanya. Karena sebagai cagar budaya yang dapat menjadi pusat studi dan

tujuan wisata sejarah. Maka dalam proses pemugarannya keaslian dari fasade

bangunan tetap di pertahankan, termasuk PPKA atau rumah sinyal dan penggalian

ruang bawah tanah.

2. Sangat berguna menambah ide untuk merancang dari suatu rancangan bangunan

bergaya kolonial salah satu contohnya yaitu Stasiun Tanjung Priuk.

3. Dari segi kriteria umum yang merupakan persyaratan dari sebuah bangunan

stasiun. Stasiun Tanjung Priuk masih kurang segi fasilitas saran dan prasaran yang

sudah menjadi persyaratan sebuah stasiun.

DAFTAR PUSTAKA

Adhitya Hatmawan, (2004). Perkembangan Transportasi Kereta Api di Batavia 1870-

1925, Skripsi Universitas Indonesia Depok.

Adhitia Panduwinata, (2005). Prinsip-prinsip Estetika pada Fasade Bangunan, Skripsi

Universitas Indonesia , Depok.

Ardiansyah Surojo, Juli 2011, “PELESTARIAN BANGUNAN STASIUN

BONDOWOSO”, arsitektur e-106 Journal, Volume 4 Nomor 2, Jurusan Arsitektur

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Handinoto, (Desember 1994). INDISCHE EMPIRE STYLE, Gaya Arsitektur “Tempo

Doeloe” Yang sekarang sudah mulai punah, Universitas Kristen Petra Surabaya,

Surabaya.

Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya

1870-1940. Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya, Surabaya.

Kementrian Perhubungan Ditjen Perkeretaapian, (2011). Rencana Induk Perkeretaapian

Nasional, Jakarta Pusat.

Krier, R. 2001. Architectural Compotition. London: Academy Edition.

M Ade Nugraha, (Desember 1999). Art Deco Pada Arsitektur, Skripsi Universitas

Indonesia, Depok.

Page 14: Jurnal stasiun tj priuk.pdf (501Kb)

14

Nix, T. 1958. Stedebouw in Indonesie en de Stedebouwkundige Vormgeving, Nix,

Bandung.

Pamungkas, S. T. & Tjahjono, Rusdi. (2002). Tipologi-tipologi-Morfologi Arsitektur

Kolonial Bealanda di Komples PG. Kebon Agung Malang. Malang: Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: Pm. 33 Tahun 2011”Persyaratan Teknis

Bangunan Stasiun Kereta Api”. Jakarta.

Soekiman, Djoko, Prof, Dr. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat

Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII – Medio Abad XX). Yayasan Bentang

Budaya. Yogyakarta.

The Liang Gie, Sedjarah Pemerintahan Kota Djakarta.

Tri Prasetyo, Nopi,(2010) . Stasiun Kereta Api Pasar Turi di Surabaya, Tugas Akhir

Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur.