-
JURNAL GEOFISIKA 2007/2
8
Identifikasi Mineral Magnetik pada Lindi (Leachate)
Estevanus Kristian Huliselan dan Satria Bijaksana
Kelompok Keahlian Fisika Sistem Kompleks, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha
10, Bandung 40132, Indonesia.
email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Variasi jenis dan kandungan mineral magnetik pada lindi belum
pernah diteliti sebelumnya. Mineral-mineral magnetik pada lindi
mungkin berasal dari sampah atau dari lapisan tanah penutup di
sekitar tempat pembuangan akhir (TPA). Pada penelitian ini,
dilakukan identifikasi mineral magnetik pada lindi yang berasal
dari TPA) Jelekong di luar kota Bandung. Conto lindi dianalisa
melalui pengukuran suseptibilitas magnetik, pengukuran saturasi IRM
(Isothermal Remanent Magnetization), dan pengukuran peluruhan ARM
(Anhysteretic Remanent Magnetization). Mineral magnetik pada lindi
selanjutnya diekstraksi secara magnetik dan dianalisa dengan
menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-ray
diffraction). Hasil analisa menunjukan bahwa mineral magnetik yang
terkandung pada lindi adalah magnetite (Fe3O4) yang berukuran cukup
besar dan memiliki domain jamak (multidomain, MD). Selain itu,
bulir-bulir mineral magnetik lindi cenderung berbentuk bulat atau
flamboid sehingga diyakini berasal dari sumber-sumber yang bersifat
anthropogenic seperti sampah.
Abstract
Variation in quantity and composition of magnetic minerals in
leachate has never been studied before. Magnetic minerals in
leachate could be originated from the solid wastes or from the
covering clays or soils near the municipal solid waste disposal
site. In this research, we have identified the magnetic minerals in
leachate from Jelekong Disposal Site near Bandung. Leachate samples
were analysed using magnetic measurements such as magnetic
susceptibility, saturation of IRM (Isothermal Remanent
Magnetization, and decay curve of ARM (Anhysteretic Remanent
Magnetization). Magnetic minerals were then magnetically extracted
and were then analysed using SEM (Scanning Electron Microscope) dan
XRD (X-ray diffraction). The results show that the main magnetic
mineral in leachate is coarse grained magnetite (Fe3O4). The
magnetic grains in leachate are spherules or framboid in shape
indicating their anthropogenic origin.
1. Pendahuluan
Dalam satu dekade terakhir, metoda sifat magnetik batuan (rock
magnetic methods) telah banyak digunakan dalam kajian tentang
pencemar atau polutan lingkungan. Tujuan dari kajian seperti ini,
umumnya adalah untuk mengidentifikasi mineral magnetik yang dominan
pada pencemar dan menghubungkannya dengan sumber atau mekanisme
pencemaran.
Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Yoshida dkk.
(2003) terhadap kompos tanah pertanian yang berasal dari Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) di Mornag, Tunisia, menunjukkan bahwa
mineral ferrimagnetik yang berperan dalam percemaran tanah adalah
magnetite (Fe3O4) dan maghemite (Fe2O3). Sementara itu, Kapika dkk.
(2003) berhasil mengidentifikasi pencemaran akibat aktifitas
industri di Taman Nasional Republik Ceko. Penelitian ini menunjukan
bahwa mineral magnetik yang dikandung polutan pada 160 sampel tanah
adalah magnetite. Penelitian lain yang dilakukan oleh Urbat dkk.
(2004) juga mengidentifikasi magnetite adalah mineral
magnetik pembawa pencemaran udara pada 56 sampel pinus nigra di
Jerman.
Selain mengidentifikasi mineral magnetik pada pencemar, sejumlah
penelitian juga berusaha mengidentifikasi bentuk dan ukuran bulir
(grain sizes and shapes) dari mineral tersebut. Bentuk dan ukuran
bulir ikut mempengaruhi sifat magnetik dari pencemar. Jordanova
dkk. (2006) mengungkapkan bahwa bentuk bulir magnetik dari pencemar
akibat aktifitas pembangkit tenaga listrik dan kegiatan industri
logam pada debu terbang adalah spherules (bulatan-bulatan seperti
bola). Bulir magnetik berbentuk spherules berukuran besar (39 m
hingga 1.5 mm) juga ditemui pada pencemar di sungai Danube
(Jordanova dkk., 2004). Bulir berukuran tersebut seyogyanya
bersifat domain jamak (multi-domain, MD). Bulir-bulir magnetik pada
pencemar juga dapat berukuran lebih kecil, seperti halnya yang
ditemukan pada debu terbang di Bulgaria (Veneva dkk., 2004), dimana
bulir-bulir pencemar berukuran domain tunggal (single-domain, SD)
dan domain tunggal semu (pseudosingle-domain, PSD).
-
JURNAL GEOFISIKA 2007/2
9
Mineral magnetik sebenarnya selalu ada secara alamiah pada
batuan, tanah, atau endapan sedimen, meskipun secara kuantitatif
kelimpahannya cukup kecil yaitu sekitar 0.1 % dari massa total
batuan atau endapan (Bijaksana, 2002). Mineral magnetik ini
memiliki sifat, jenis dan morfologi yang beragam yang bergantung
pada sumbernya. Pada kasus pencemaran, perlu dilakukan identifikasi
apakah mineral magnetik berasal dari sumber-sumber alamiah atau
dari proses pencemaran.
Dalam penelitian ini, akan diidentifikasi mineral magnetik pada
lindi (leachate) yang berasal dari tempat pembuangan akhir (TPA)
Jelekong di Bandung. Lindi merupakan suatu cairan yang berwarna
kuning, coklat atau hitam (Zouboulis, dkk., 2004) dan timbul akibat
proses dekomposisi karena masuknya air, baik itu berupa air hujan
ataupun air tanah, kedalam tumpukan sampah (Christensen, dkk.,
2001). Cairan ini muncul baik di tempat penampungan sampah terbuka
ataupun yang disertai lapisan tanah penutup (Aziz, dkk., 2007).
Lindi terdiri dari berbagai senyawa yang kompleks. Kompleksitas ini
terjadi tidak saja akibat variasi senyawa organik dan anorganik
yang dikandung oleh sampah, tetapi juga karena pengaruh lapisan
penutup serta kondisi hidrogeologi pada daerah TPA. Sejauh ini,
belum ada penelitian tentang mineral magnetik pada lindi. Karena
itu dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi mineral
magnetik pada lindi untuk menentukan jenis mineral, morfologi serta
sumber mineral magnetik yang dikandung lindi.
2. Metodologi Penelitian
Conto lindi pada penelitian ini diambil dari endapan lindi yang
berasal dari TPA Jelekong di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung
(Gambar 1). TPA yang berjarak kurang lebih 19 km dari pusat kota
Bandung ini mulai digunakan tahun 1991 dan mempunyai luas
penimbunan sampah adalah 10 hektar dengan tinggi optimum timbunan
rata-rata 15 meter.
Pengambilan conto endapan lindi sebanyak 12 conto pada 3 kolam
lindi (Gambar 2) yang dilakukan pada bulan September 2005 dengan
menggunakan alat corer yang didesain dengan menggunakan pipa PVC
sehingga endapan lindi pada dasar kolam dapat diperoleh. Penamaan
conto dilakukan menurut kode posisi dan kolam, misalnya conto C2
berarti conto 2 pada kolam C.
Di laboratorium, conto-conto yang telah diperoleh kemudian
dimasukan kedalam wadah (holder) plastik yang berbentuk silinder
yang bervolume 10 ml. Pada proses ini selalu dijaga agar sifat
kemagnetan endapan tidak terganggu dan penamaan conto dilakukan
menurut kode posisi atau kedudukan.
Gambar 1. Lokasi TPA Jelekong.
Gambar 2. Lokasi pengambilan conto di tiga kolam lindi,
masing-masing kolam (pool) A, B, dan C.
Conto yang telah dimasukan kedalam holder kemudian menjalani
serangkaian pengukuran magnetik, diantaranya pengukuran
suseptibilitas magnetik (low field or DC magnetic susceptibility),
pengukuran dan peluruhan ARM (anhysteretic remanent magnetization),
serta pengukuran IRM (isothermal remanent magnetization).
Pengukuran suseptibilitas magnetik pada conto memberikan indikasi
tentang seberapa magnetik conto tersebut. Jika pengukuran
suseptibilitas magnetik digabungkan antara pengukuran intensitas
ARM maka dapat diketahui ukuran bulir-bulir magnetik pada conto.
Ukuran bulir-bulir magnetik juga dapat diketahui dari pola
peluruhan ARM. Sementara itu pengukuran nilai saturasi IRM dapat
mengindikasikan jenis mineral magnetik pada conto.
-
JURNAL GEOFISIKA 2007/2
10
Pengukuran suseptibilitas magnetik dilakukan dengan magnetic
susceptibility meter merek Bartington tipe MS2 dengan sensor MS2B.
Sementara itu, ARM diberikan pada conto melalui pemberian medan
magnetik bolak balik (alternating magnetic field) yang meluruh
serta medan magnetik searah yang kecil. Pemberian ARM dilakukan
dengan alat Molspin AF (alternating field) demagnetizer dengan
intensitas puncak maksimum sebesar 100 mT. Intensitas ARM diukur
dengan alat Minispin magnetometer. Selanjutnya peluruhan ARM
dilakukan dengan memberikan medan demagnetisasi pada conto.
Demanetisasi dilakukan hingga intensitas ARM tinggal tersisa 5%
dari intensitas ARM mula-mula. Conto juga diberi IRM melalui
ekspose terhadap medan magnetik yang kuat dan intensitasnya terus
ditambah hingga mencapai 0.8 T. Intensitas medan magnetik yang
tinggi tersebut diberikan melalui alat elektromagnet merek Weiss.
Sebagaimana intensitas ARM, intensitas IRM juga diukur dengan
menggunakan Minispin magnetometer.
Selain pengukuran-pengukuran magnetik, dilakukan juga analisa
melalui peralatan SEM (Scanning Electron Microscopy) yang
dilengkapi dengan kemampuan EDS (Energy Dispersion Spectroscope).
Untuk itu dilakukan separasi mineral magnetik pada lindi dengan
menggunakan pelarut ethanol dan sebatang magnet yang kuat.
Bulir-bulir magnetik yang dihasilkan dari proses separasi magnetik
ini kemudian dianalisa pada SEM model Jeol JSM-6360LA di
Laboratorium Geologi Kuarter, Pusat Survey Geologi (PSG), Bandung.
Analisa SEM difokuskan pada moda BSE (backscattering electron)
karena pada moda ini bulir-bulir oksida besi menunjukkan penampakan
yang sangat konstras dibanding mineral-mineral lainnya. Sejumlah
bulir yang diduga oksida besi dianalisa lebih lanjut dengan
EDS.
Bulir-bulir hasil separasi magnetik juga dianalisa dengan
difraksi sinar X (XRD, X-ray diffraction), untuk melihat komposisi
mineralnya. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan X-Ray Shimadzu
XRD-7000 Maxima-X dengan target CuK yang dioperasikan pada tegangan
40 kV di Laboratorium Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM),
Bandung.
3. Hasil dan Diskusi
Hasil pengukuran mineral magnetik lindi yang berasal dari TPA
Jelekong menunjukan bahwa kandungan mineral magnetiknya adalah
magnetite (Fe3O4). Penentuan mineral ini dibuktikan dengan hasil
interpretasi kurva saturasi IRM pada ke 12 conto yang berada pada
tiga kolam (Gambar 3). Kurva IRM menunjukan bahwa lindi mudah
tersaturasi dengan medan magnetik yang relatif
rendah sekitar 200-300 mT. Perilaku mineral magnetik dengan
harga saturasi yang rendah ini mengindikasikan koersifitas magnetik
yang rendah. Rendahnya nilai saturasi dan koersifitas ini
mengindikasikan bahwa jenis mineral magnetik yang dikandung lindi
adalah mineral ferrimagnetik seperti magnetite (Fe3O4). Beberapa
penelitian sebelumnya menunjukan bahwa magnetite tersaturasi pada
rentang 100 hingga 300 mT, sedangkan hematite (Fe2O3) pada sekitar
800 mT (Butler, 1992).
Gambar 3. Kurva saturasi IRM
Gambar 4 menunjukkan kurva peluruhan ARM dari ke 12 conto lindi.
Menurut Urbat dkk. (2004), ARM sangat sensitif dalam menentukan
partikel ferrimagnetik meskipun dalam ukuran yang sangat halus.
Kestabilan mineral magnetik bergantung pada ukuran bulir. Beberapa
eksperimen menunjukkan perbedaan respon berbagai ukuran mineral
magnetik terhadap peluruhan ARM ini (Dunlop dan Ozdemir, 1997).
Pola peluruhan intensitas ARM terhadap medan magnetisasi untuk
setiap ukuran bulir tertentu sangat spesifik yang umumnya ditandai
dengan nilai MDF (median destructive field), yaitu nilai medan
demagnetisasi yang diperlukan untuk menurunkan intensitas ARM
hingga menjadi setengahnya. Makin kecil MDF maka makin tidak stabil
mineral magnetik itu atau sebaliknya (Moskowitz, 1991).
Berdasarkan kurva peluruhan ARM, mineral magnetik lindi ternyata
tidak begitu stabil. Intensitas ARM berkurang secara cukup drastis
pada medan demagnetisasi yang relatif rendah. Ini berarti bahwa
mineral magnetite yang berada dalam lindi didominasi oleh
bulir-bulir berukuran besar atau multi-domain.
Selain dari peluruhan ARM, distribusi ukuran bulir juga dapat
diduga melalui plot suseptibilitas magnetik versus suseptibilitas
atau intensitas ARM. Plot serupa ini dipopulerkan oleh King dkk.
(1982) sehingga kerap disebut sebagai Kings plot. Gambar 5
-
JURNAL GEOFISIKA 2007/2
11
menunjukkan hasil plot bagi ke 12 conto yang menunjukkan bahwa
sebagian besar conto cenderung berukuran kecil di bawah 1m.
Gambar 4. Kurva Peluruhan ARM
Gambar 5. Identifikasi ukuran bulir magnetite dengan metoda King
Plot
Sementara itu, analisa SEM (Gambar 6) menunjukkan bahwa sebagian
besar bulir magnetik hasil ekstraksi berupa fragmen-fragmen, yang
besar kemungkinan merupakan bagian dari sebuah framboid yaitu
struktur semacam delima, dimana bulir-bulir magnetik terkumpul
bersama menyerupai biji-biji delima. Struktur semacam ini lazim
dijumpai pada mineral-mineral magnetik yang berasal dari aktivitas
manusia (anthropogenic).
Hasil analisa EDS terhadap sejumlah bulir menunjukkan bahwa
bulir-bulir tersebut adalah oksida besi (81.30% massa). Untuk
menentukan
fasa dari mineral magnetik secara lebih pasti, dilakukan
perhitungan terhadap nilai indeks x, dengan mengasumsikan bahwa
mineral magnetik dimaksud merupakan bagian dari deret (solid
solution series) titanomagnetite dengan rumus kimia (Fe3-xTixO4),
dan anggota ujung (end members) magnetite (Fe3O4, x = 0) dan
ulvspinel (Fe2TiO4, x = 1) (Tauxe, 2007). Nilai x dapat diperoleh
melalui data persentase komposisi mineral masing-masing unsur pada
spektra EDS.
Hasil perhitungan persentase komposisi masing-masing unsur yang
ada pada spektra EDS, diperoleh nilai x = 0.42. Keberadaan nilai
indeks x ini, membuktikan bahwa mineral magnetik titanium
besi-oksida adalah Fe2.58Ti0.42O4. Dengan demikian diketahui bahwa
selain magnetite juga ada mineral oksida besi titanium lain yang
terkandung di dalam bulir-bulir.
Gambar 7 menunjukkan hasil analisa difraksi sinar X terhadap
bulir-bulir hasil ekstraksi magnetik. Menurut Tahiri dkk. (2007)
difraksi sinar X dapat digunakan untuk menggambarkan fase kristal
melalui bentuk atau pola-pola difraksi. Pola-pola difraksi yang
dipantulkan saat conto dikenakan sinar X menunjukkan bahwa mineral
utama pada bulir-bulir hasil ekstraksi pada lindi adalah
magnetite.
Hasil-hasil di atas, seperti kurva saturasi IRM, EDS, dan XRD,
menguatkan indikasi bahwa mineral magnetik yang mendominasi lindi
adalah magnetite yang juga merupakan mineral magnetik utama pada
pencemar-pencemar lainnya. Bentuk bulir magnetik pada lindi
cenderung bulat (spherules) atau framboid yang mengindikasikan
bahwa bulir-bulir magnetik tersebut dihasilkan oleh proses
anthropogenic, artinya mineral magnetik pada lindi berasal dari
sampah dan bukan dari lempung penutup sampah atau bahan alamiah
lainnya.
Menurut Pontoh (2003), lindi dapat melarutkan batuan karena
kadar organik yang tinggi sehingga mampu melunakan batuan. Dengan
sifat seperti itu, lindi dapat melarutkan seluruh materi sampah
baik organik maupun anorganik. Sejalan dengan proses ini,
mineral-mineral magnetik yang terkandung dalam sampah akan terlepas
kemudian dipindahkan ke kolam penampungan bersama lindi.
Salah satu pertanyaan yang belum cukup tuntas terjawab adalah
mengenai ukuran bulir-bulir magnetik. Secara visual melalui
pengamatan SEM, terbukti bahwa mineral-mineral magnetik berukuran
cukup besar antara 1 hingga 3m. Hal ini juga diperkuat oleh
interpretasi dari kurva peluruhan ARM yang menunjukkan bahwa minera
magnetik pada lindi cenderung tidak memiliki stabilitas yang tinggi
sehingga cenderung memiliki
-
JURNAL GEOFISIKA 2007/2
12
domain jamak (multi-domain). Namun demikian hasil dari Kings
plot menunjukkan bahwa mineral magnetik cenderung berukuran lebih
kecil dari 0.1 m. Hal ini sangat mungkin diakibatkan karena mineral
magnetik berasal dari sumber
anthropogenic yang memiliki perilaku berbeda dengan magnetite
yang murni. Garis-garis pada Kings plot diberikan oleh mineral
magnetite murni yang diproduksi secara sintetis.
Gambar 6. SEM dan Spektra EDS lindi dari conto C2.
Gambar 7. Spektra X-Ray lindi dari conto C2.
-
JURNAL GEOFISIKA 2007/2
13
4. Kesimpulan
Karakteristik mineral magnetik pada lindi sangat ditentukan oleh
sumber dan mekanisme pembentukannya. Karakteristik ini
diidentifikasi melalui pengukuran jenis mineral dan morfologi
magnetik. Melalui pengukuran kurva saturasi IRM yang dikombinasikan
dengan pengamatan melalui EDS dan XRD, diketahui bahwa mineral
magnetik pada lindi, sebagai salah satu pencemar lingkungan, adalah
magnetite (Fe3O4). Selain itu, hasil analisa morfologi dengan SEM
pada moda BSE menunjukan bahwa mineral-mineral magnetik pada lindi
cenderung berbentuk bulat (spherules) atau framboid sehingga
diyakini berasal dari sumber-sumber anthropogenic. Dengan demikian,
berdasarkan karakteristik dan morfologi mineral magnetik ini,
diketahui bahwa sumber utama pencemar pada lindi berasal dari
sampah padat yang ditimbun di TPA.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini didanai oleh Hibah Pascasarjana dari Direktorat
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Republik
Indonesia. Terima kasih disampaikan kepada Hamdi Rifai, Simon
Siregar dan Iriwi Sinon yang telah membantu dalam proses
pengambilan conto di lapangan serta kepada Muhammad Irvan yang
banyak membantu dalam proses pengukuran.
Daftar Pustaka
Aziz, H. A., S. Alias., M. N. Adlan., F.A.H. Asaari and. Zahari,
M. S., 2007, Colour Removal from Landfill Leachate by Coagulation
and Flocculation Processes. Bioresource Technology, v. 98, p
218-220.
Bijaksana, S., 2002, Analisa Mineral Magnetik dalam Masalah
Lingkungan, Journal Geofisika, v. 1, p 19-27.
Butler, R.F., 1992, Paleomagnetism, Blackwell, Oxford, p
319.
Christensen, T.H., Kjeldsen, P., Bjerg, P.L., Jensen, D.L.,
Christensen, J.B., Baun, A., Albrechtsen, H.-J and Heron. G., 2001,
Biogeochemistry of Landfill Leachate Plumes, Applied Geochemistry,
v. 16, p 659-718.
Dunlop, D.J., and O. Ozdemir, 1997, Rock Magnetism: Fundamental
and Frontiers, Cambridge University Press, p 573.
Jordanova, D., Hoffmann, V., Fehr, K.T., 2004, Mineral magnetic
characterization of anthropogenic magnetic phase in Danube River
sediments (Bulgarian part). Earth and Planetary Science Letters, v.
221, p 71-89.
Jordanova, D., Jordanova, N., and Hoffmann, V., 2006, Magnetic
Mineralogy and Grain-Size Dependence of Hysteresis Parameters of
Single Spherules from Industrial Waste Products, Physics of The
Earth and Planetary Interiors, v. 154, p 255-265.
Kapika, A., Jordanova, N., Petrovsk, E., and Podrzsk, V., 2003,
Magnetic Study of Weakly Contaminated Forest Soils, Water, Air, and
Soil Pollution, v. 148, p 1-4.
King, J., Banerjee, S.K., Marvin, J., and Ozdemir, O., 1982, A
Comparison of Different Magnetic Methods for Determining the
Relative Grain Size of Magnetite in Natural Material: Some Result
from Lake Sediment, Earth Planetary Science Letter, v. 59, p
404-419.
Moskowitz, B.M., 1991, Hitchhikers Guide to Magnetism,
Environmental Magnetism Workshop, p 1-40.
Pontoh, M.S., 2003, Pengaruh Polutan Lindi Terhadap Resistivitas
Tanah, Tugas Akhir Sarjana, Institut Teknologi Bandung, p. 49.
Tahiri, S., Albizane, A., Messaoudi, A., Azzi, M., Bennazha, J.,
Younssi, S. A., and Bouhria, M., 2007, Thermal Behaviour of Chrome
Shavings and of Sludges Recovered after Digestion of Tanned Solid
Wastes with Calcium Hydroxide, Waste Management, v.27, p 89-95.
Tauxe, L., 2007, Lectures in Paleomagnetism
http://earthref.org/MAGIC/books/Tauxe/2007/ lecture6.pdf.
Urbat, M., Lehndorff, E., and Schwark, L., 2004, Biomonitoring
of Air Quality in the Cologne Conurbation Using Pine Needles as a
Passive SamplerPart I: Magnetic Properties, Atmospheric
Environment, v. 38, p 3781-3792.
Veneva, L., Hoffmann, V., Jordanova, D., Jordanova, N., and
Fehr, Th., 2004, Rock Magnetic, Mineralogical and Microstructural
Characterization of Fly Ashes from Bulgarian Power Plants and the
Nearby Anthropogenic Soils, Physics and Chemistry of the Earth, v.
29, p 1011-1023.
Yoshida, M., Jedidi, N., Hamdi, H., Ayari, F., and Hassen, A.,
20003, Magnetic Susceptibility Variation of MSW Compost-Amended
Soil: In Situ Method for Monitoring Heavy Metal Contamination,
Waste Management Research, v.21, p155-160.
Zouboulis, A.I., Chai, X.-L., and Katsoyiannis, I.A., 2004, The
Application of Bioflocculant for the Removal of Humic Acids from
Stabilized Landfill Leachates. Journal of Environmental Management,
v. 70, p 3541.