1 Metode Pendekatan Struktur Modal dan Perilaku Pasar dalam Keputusan Pendanaan Perusahaan Indonesia Daniel Tumada dan Bunsom Panjaitan ABSTRAK Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode pendekatan struktur modal yang signifikan dipergunakan pada perusahaan-perusahaan Indeks Kompas-100 baik secara keseluruhan maupun pada masing-masing sektor, serta mengetahui jenis perilaku praktisi pasar modal seperti apakah yang mempengaruhinya. Data diperoleh dari laporan keuangan perusahaan- perusahaan Indeks Kompas-100 dalam periode 5 tahun (2004-2007). Dengan menggunakan tiga pendekatan struktur modal yaitu metode pendapatan operasional, biaya modal minimum dan pecking order maka ditemukan secara signifikan secara keseluruhan bahwa metode yang dipergunakan perusahaan adalah metode biaya modal minimum, sedangkan perilaku pasar bersifat irasional dalam hubungannya dengan struktur modal perusahaan. Kata kunci: Struktur Modal, WACC, Perilaku Pasar ABSTRACT The main objective of this paper to investigate as globally and as per sector about the method of capital structure that significant implicated by the firms of Kompas-100 indices and also for knowing the type of behaviour finance that have significant correlation with capital structure of the firms. The data come from financial statements of the companies and cover 5 year period (2004-2007). By using methods that commonly founded in corporate finance litearture, operational income method, cost of capital method and pecking order method, we founded that the method that signifiant implicated by the firms of Kompas-100 indices is cost of capital method and the type of behavior finance is irasional which also have significant correlation with capital structure of the firms Key words: Capital Structure, WACC, Behaviour Finance
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Metode Pendekatan Struktur Modal dan Perilaku Pasar dalam Keputusan Pendanaan
Perusahaan Indonesia
Daniel Tumada dan Bunsom Panjaitan
ABSTRAK
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode pendekatan struktur
modal yang signifikan dipergunakan pada perusahaan-perusahaan Indeks Kompas-100 baik secara
keseluruhan maupun pada masing-masing sektor, serta mengetahui jenis perilaku praktisi pasar
modal seperti apakah yang mempengaruhinya. Data diperoleh dari laporan keuangan perusahaan-
perusahaan Indeks Kompas-100 dalam periode 5 tahun (2004-2007). Dengan menggunakan tiga
pendekatan struktur modal yaitu metode pendapatan operasional, biaya modal minimum dan
pecking order maka ditemukan secara signifikan secara keseluruhan bahwa metode yang
dipergunakan perusahaan adalah metode biaya modal minimum, sedangkan perilaku pasar bersifat
irasional dalam hubungannya dengan struktur modal perusahaan.
Kata kunci: Struktur Modal, WACC, Perilaku Pasar
ABSTRACT
The main objective of this paper to investigate as globally and as per sector about the
method of capital structure that significant implicated by the firms of Kompas-100 indices and also
for knowing the type of behaviour finance that have significant correlation with capital structure of
the firms. The data come from financial statements of the companies and cover 5 year period
(2004-2007). By using methods that commonly founded in corporate finance litearture, operational
income method, cost of capital method and pecking order method, we founded that the method that
signifiant implicated by the firms of Kompas-100 indices is cost of capital method and the type of
behavior finance is irasional which also have significant correlation with capital structure of the
firms
Key words: Capital Structure, WACC, Behaviour Finance
2
1. Pendahuluan
Struktur modal pada dasarnya merupakan salah satu keputusan keuangan yang kompleks
karena memiliki hubungan dengan variabel keuangan lainnya. Keputusan penentuan struktur modal
yang tidak optimal dapat menimbulkan biaya penggunaan dana yang tinggi sehingga membawa
dampak menurunnya nilai Return on Investment (ROI) atas proyek investasi perusahaan.
Berbicara mengenai komposisi modal, maka dalam prosesnya penentuan komposisi
dipengaruhi oleh jenis metode pendekatan yang diterapkan oleh perusahaan. Jenis metode
pendekatan yang dipergunakan pun ada bermacam-macam dan masing-masing memiliki hasil
komposisi modal yang berbeda. Metode penentuan komposisi modal beberapa diantaranya adalah
metode pendapatan operasional, metode biaya modal minimum, dan metode pecking order.
Selain ditentukan oleh metode pendekatannya yang diterapkan perusahaan, besarnya biaya
penggunaan dana (cost of fund) juga dipengaruhi oleh perilaku para pasar modal (faktor eksternal).
Woody Dorsey dalam bukunya Behavioural Trading (2003) menegaskan bahwa besarnya
pergerakan harga saham perusahaan semata-mata tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fundamental
perusahaan, namun dipengaruhi juga oleh perilaku pasar modal yang dibentuk dari harapan dan
keyakinan investor. Dalam kata lain berapa besarnya ekspektasi return saham perusahaan yang
dicerminkan dari besarnya biaya ekuitas perusahaan, semata-mata tidak ditentukan hanya oleh
besarnya tingkat resiko perusahaan tersebut, namun juga ditentukan juga dari perilaku para investor
itu sendiri.
Berkaitan dengan uraian diatas bahwa fenomena pola pengambilan keputusan pendanaan
adalah merupakan suatu obyek yang menarik untuk diteliti, serta terdapat kenyataan bahwa
kebijakan penentuan struktur modal dipengaruhi oleh faktor internal perusahaan (metode
pendekatan) dan faktor eksternal perusahaan (perilaku pasar modal), maka kami hendak meneliti
metode pendekatan seperti apakah yang signifikan dipergunakan dalam menentukan struktur modal
perusahaan di Indonesia, baik secara keseluruhan maupun pada masing-masing sektor industri.
Selain metode pendekatan yang dipergunakan, kami juga hendak meneliti sejauh mana perilaku
pasar modal dalam mempengaruhinya. Metode pendekatan yang kami teliti adalah metode
pendekatan yang secara umum dibahas dalam literatur keuangan, yaitu metode pendapatan
operasional, biaya modal minimum dan pecking order.
Penulisan penelitian ini disusun dengan urutan sebagai berikut. Bagian kedua khusus
membahas mengenai tinjauan literatur yang kemudian dilanjutkan dengan hipotesis penelitian pada
bagian ketiga. Pada bagian keempat berisi metodologi penelitian yang mencakup sumber data
penelitian, variabel-variabel dalam penelitian, definisi operasional variabel penelitian, serta asumsi-
asumsi yang membatasi penelitian. Estimasi dan hasil pengujian dari analisa regresi linear akan
3
dibahas pada bagian kelima dan terakhir pada bagian keenam berisi kesimpulan dari hasil penelitian
kami.
2. Tinjauan Literatur
Teori Trade Off (TOT), yang merupakan buah karya hasil studi yang dilakukan oleh Krauss
dan Litzenberg (1973), Scott (1977) dan Kim (1978). Teori ini pada prinsipnya memperkirakan
bahwa terdapat tingkat leverage (debt ratio) yang ideal untuk mencapai nilai perusahaan yang
maximum. Dalam kata lain teori ini memprediksi bahwa antara hubungan struktur modal dengan
nilai perusahaan terdapat suatu tingkat leverage (debt ratio) yang optimal. Oleh karena itu
perusahaan akan cenderung terus berusaha menyesuaikan tingkat leverage kearah yang optimal.
Hal ini berarti tingkat leverage perusahaan akan bergerak terus menerus dari periode ke periode
untuk ke arah suatu target yang ingin dicapai. Para peneliti menemukan bahwa semakin perusahaan
mampu menciptakan profit maka semakin cenderung perusahaan untuk lebih menambah
hutangnya.
Dalam menentukan struktur modal perusahaan, terdapat berbagai metode yang dapat
dipergunakan. Beberapa diantaranya yang umum adalah metode pendapatan operasional, metode
biaya modal minimum dan metode pecking order. Pendekatan pendapatan operasional adalah suatu
bentuk pendekatan yang paling sederhana. Pada metode ini perusahaan berusaha menentukan
maximum hutang yang dapat dilakukan berdasarkan distirbusi probabilitas operating income yang
dihasilkan (Damodaran, 2002). Sedangakan pendekatan biaya modal minimum (cost of capital)
dilakukan dengan menghitung rata-rata tertimbang dari beberapa komponen pendanaan, yaitu debt,
ekuitas dan hybrid sekuritas (Gitman Lawrance, 2006). Pendekatan Cost of Capital dipergunakan
dengan asumsi bahwa sejalan dengan meningkatnya volume pendanaan maka biaya dari berbagai
komponen pendanaan akan turut meningkat. Dengan metode ini maka perusahaan dapat
mempergunakan tingkat biaya modal yang minimum dengan ekspektasi mencapai nilai perusahaan
yang maksimum.
Lain halnya dengan metode pecking order. Dalam metode ini perusahaan menentukan
struktur modalnya dengan dasar hierakis preferensi tertentu. Hierarkis preferensi ini berkaitan
dengan sumber pendanaan yang dipilih perusahaan. Sumber pendanaan dari dalam perusahaan
(internal financing) akan lebih didahulukan daripada sumber pendanaan dari luar perusahaan
(external financing). Dalam hal perusahaan menggunakan pendanaan dari luar, pinjaman (debt)
lebih diutamakan daripada pendanaan dengan tambahan modal dari pemegang saham baru (external
equity). Dasar preferensi ini diberlakukan karena adanya faktor informasi assymetris. Informasi
assymetris adalah suatu informasi yang hanya diketahui oleh manajemen mengenai prospek
perusahaan di masa mendatang. Atas dasar faktor informasi yang tidak transparansi ini maka pihak
4
manajemen akan lebih menyukai mencari tambahan modal mulai dari hierakis yang termudah (laba
ditahan), sedang (pinjaman hutang), dan tersulit (saham).
Penelitian empiris mengenai struktur modal perusahaan telah banyak dilakukan. Salah
satunya oleh Philippe Gaud, Elion Jani, Martin Hoesli and Andre´ Bender (2005) yang meneliti
struktur modal pada perusahaan di Swiss. Phillipine dkk dengan model penelitiannya menemukan
hasil bahwa ukuran perusahaan dan besarnya tangible assets secara positif memiliki konektivitas
kepada leverage, sementara pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan memiliki konenktivitas
negative terhadap leverage. Penelitian Philippe dan kawan-kawan rupanya tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Guanqun Tong and Christopher J. Green (2004) yang
obyek penelitiannya adalah perusahaan di China. Hasil penelitian mereka dapat disimpulkan bahwa
pola pendanaan pada perusahaan di China mempergunakan pola Pecking Order Theory.
Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh Kinga Manzur (2007) mengenai pola pendanaan
dalam perusahaan Polandia yang tercatat di Warsaw Stock Exchange (WSE). Kinga Manzur
mencoba menganalisa apakah pola pendanaan pada perusahaan-perusahaan tersebut lebih
berlandaskan teori Pecking Order atau Trade Off teori. Dengan mempergunakan variabel struktur
asset, profitabilitas, pertumbuhan, likuiditas, ukuran perusahaan, keunikan produk, volatilitas
pendapatan, non debt tax shield, kebijakan dividen dan tingkat pajak efektif, Kinga Manzur
menemukan bahwa pola pendanaan yang terjadi dalam perusahaan lebih berlandaskan pola Pecking
Order.
Terlepas dari metode pendekatan struktur modal yang dipergunakan perusahaan, keputusan
pendanaan rupanya juga dipengaruhi oleh perilaku praktisi pasar modal. Pengaruh para praktisi
modal dapat dilihat melalui variabel beta yang dipergunakan perusahaan dalam menentukan tingkat
biaya ekuitasnya. Berdasarkan Gitman Lawrence J (2006), salah satu cara perhitungan besarnya
biaya ekuitas perusahaan adalah dengan mempergunakan persamaan Capital Asset Pricing Model
(CAPM)
Namun dalam penelitian yang dilakukan De Bondt dan Thaler (1985) ditemukan bahwa
return dari saham suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besarnya tingkat beta perusahaan seperti
yang tertera dalam model Capital Asset Prcing Model. Hasil penemuan menunjukkan bahwa loser
portofolio yang memilki beta rendah justru memberikan return saham yang tinggi, dibandingkan
return saham yang dihasilkan winner portofolio. Mereka menyebut fenomena ini sebagai suatu
perilaku berlebihan (overreaction) terhadap harga saham perusahaan akibat berita atau kejadian
yang tidak diekspektasikan. Perilaku overreaction ini adalah salah satu perilaku dalam ilmu
Behaviour Finance.
5
3. Hipotesis Penelitian
3.1 Return on Investment
Hipotesa kami yang pertama adalah terdapat korelasi negatif dan signifikan antara struktur
modal dan Return on Investment. Dasar prediksi kami adalah Wright (1996) yang menyatakan
bahwa salah satu cara untuk meningkatkan ROI adalah dengan mengurangi biaya penggunaan dana.
Berdasarkan argumentasi Wright maka bisa diambil suatu kesimpulan bahwa terdapat korelasi
negatif antara biaya penggunaan dana (cost of fund) dengan Return on Investment (ROI). Selain
pernyataan Wright, penelitian ilmiah terhadap proxy yang serupa juga dilakukan oleh Titman dan
Wesssels (1988), Friend dan Lang (1988), Rajan dan Zingales (1995) dan Kinga Manzur (2007).
Para peneliti ini menemukan adanya korelasi negatif antara likuiditas dengan rasio pinjaman.
Dimana semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan maka semakin rendah pula rasio
pinjamannya. Dalam hal ini diasumsikan perusahaan hanya akan melakukan pinjaman
(penambahan debt rasio) apabila telah kekurangan dana internal.
3.2 Standar deviasi pendapatan operasional
Dalam metode pendekatan pendapatan operasional, diketahui bahwa semakin tinggi standar
deviasi pendapatan operasional maka semakin rendah rasio pinjaman perusahaan. Hal ini akibat
dari berkurangnya optimum level pinjaman perusahaan (Damodaran, 2002). Hal yang serupa juga
dikemukakan oleh Kinga Manzur (2007), bahwa perusahaan yang tingkat variasi cash flownya
tinggi (resiko bisnis tinggi) akan memiliki tingkat probability bankrupcity yang tinggi juga. Situasi
demikian akan mendorong perusahaan untuk mengurangi rasio pinjamannya. Pengurangan
pinjaman ini dianggap sebagai langkah penghindaran resiko (risk averse). Berdasarkan hasil
penelitian yang dikemukakan oleh Damodaran dan Kinga Manzur, maka hipotesa bahwa
pendekatan pendapatan operasional signifikan apabila ditemukan korelasi positif antara variabel
standar deviasi pendapatan operasional terhadap Return on Investment. Namun apabila sebaliknya,
yaitu standar deviasi pendapatan operasional memiliki korelasi yang negatif terhadap ROI, maka
diambil kesimpulan bahwa pecking order adalah metode yang signifikan dipergunakan. Indikasi
dari korelasi ini adalah pendanaan perusahaan tidak dilakukan berdasarkan pinjaman
(meningkatnya rasio pinjaman) namun dilakukan melalui dana internal perusahaan yang telah
dicadangkan perusahaan sebelumnya (Kinga Manzur, 2007)
6
3.3 Aliran kas (Free Cash Flow)
Hipotesa bahwa metode pendapatan operasional secara signifikan dipergunakan perusahaan
apabila terdapat korelasi negatif antara variabel Free Cash Flow terhadap Return on Investment.
Jadi peningkatan Free Cash Flow akan mengurangi pembayaran pinjaman dan pada tahap
selanjutnya membuat optimum debt level perusahaan meningkat atau rasio pinjaman meningkat
(Damodaran, 2002). Selain dari teori Damodaran, dasar hipotesa kami juga berlandasakan
penelitian yang dilakukan oleh Jensen (1986). Jensen menemukan bahwa terdapat korelasi positif
antara profitabilitas dengan rasio pinjaman. Argumentasi yang diberikan oleh Jensen bahwa adanya
motivasi perusahaan untuk memperoleh perlindungan pajak (tax shield). Sebaliknya, apabila
adanya korelasi positif signifikan antara Free Cash Flow dan Return on Investment, maka berarti
metode yang signifikan dipergunakan adalah metode Pecking Order. Dasar interprestasi adalah
bahwa kelebihan kas perusahaan tidak dipergunakan untuk penambahan pembayaran hutang agar
dapat meningkatkan optimum debt level, namun dicadangkan oleh perusahaan untuk sumber
pendanaan pada periode yang akan datang. (Kinga Manzur, 2007).
3.4 WACC (Biaya Modal Minimum)
Gitman Lawrance (2006) menyatakan bahwa semakin rendah biaya modal perusahaan maka
semakin tinggi nilai suatu perusahaan. Kemudian Wright (1996) dalam teorinya mengenai cara
peningkatan ROI (ROI Improvement) berpendapat bahwa ROI dapat meningkat apabila biaya
modal perusahaan (cost of fund) dikurangi. Berdasarkan argumentasi dari Gitman Lawrance dan
Wright, maka hipotesa metode pendekatan biaya modal minimum akan dianggap signifikan dan
dipergunakan apabila terdapat korelasi negatif dengan antara variabel Biaya Modal Minimum
(WACC) terhadap Return on Investment.
3.5 Dividen
Martin dan Scott (1974) dan Frank dan Goyal (2004) menyatakan bahwa pembayaran
dividen kepada pemegang saham akan menyebabkan menurunnya dana internal. Penuruan dana
internal ini selanjutnya akan meningkatkan kebutuhan dana melalui sumber eksternal (pinjaman
atau pasar modal). Berdasarkan ini maka bisa diambil suatu hipotesa bahwa apabila peningkatan
pembagian dividen akan menyebabkan peningkatan rasio pinjaman dan kemudian menurunkan
Return on Investment, maka metode yang signifikan dipergunakan adalah metode pecking order.
Sedangkan apabila korelasi antara variabel dividen terhadap variabel Return on Investment adalah
positif maka bisa disimpulkan bahwa metode yang signifikan dipergunakan adalah metode biaya
modal minimum. Dalam hal ini peningkatan Return on Investment terjadi akibat sinyal positif pasar
7
dari kebijakan pembagian dividen. Mengutip pendapat dari Gitman Lawrance (2006) yang
menyatakan pembagian dividen memberikan sinyal positif kepada para pemegang saham tentang
prospek perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga pada tahap selanjutnya mengakibatkan
meningkatnya harga saham perusahaan di pasar modal. Peningkatan harga saham perusahaan
cenderung mendorong perusahaan meningkatkan komposisi ekuitas perusahaan.
3.6 Beta terhadap Return on Invesment
Beta berdasarkan teori CAPM akan memiliki korelasi positif terhadap biaya ekuitas
perusahan atau ekspektasi return harga saham perusahaan. Sehingga apabila dikaitkan dengan rasio
pinjaman dan Return on Investment, biaya ekuitas yang semakin tinggi akan mendorong perusahaan
mengurangi komposisi ekuitas dan meningkatkan komposisi pinjaman. Peningkatan rasio pinjaman
ini pada akhirnya akan menurunkan tingkat Return on Investment. Dalam kondisi dimana beta
memiliki korelasi negatif terhadap Return on Investment, para pelaku pasar dapat diinterprestasikan
berprilaku rasional. Rasional disini berarti bahwa para praktisi pasar modal tidak berprilaku
berlebihan (overreaction) terhadap informasi atau peristiwa yang tidak diekspektasikan (De Bondt
dan Thaler,1985)
Namun apabila yang terjadi justru sebaliknya, dimana antara variabel beta terhadap variabel
Return on Investment terdapat korelasi positif maka pasar dapat diinterprestasikan berprilaku tidak
rasional. Interprestasi dari korelasi ini adalah bahwa para praktisi pasar modal berperilaku
berlebihan (overreaction) terhadap harga saham perusahaan akibat berita atau kejadian yang tidak
diekspektasikan. Perilaku overreaction ini adalah salah satu perilaku dalam ilmu Behaviour
Finance
4. Model dan Metodologi
Penelitian ini mengambil populasi perusahaan Indonesia yang tercatat dalam Bursa Efek
Indonesia. Pengambilan populasi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dikarenakan
pertimbangan kemudahan akses data dan informasi, biaya dan waktu penelitian. Sedangkan sampel
yang diambil adalah perusahaan-perusahaan yang telah tercatat dalam Bursa Efek Indonesia dan
masuk atau tergabung dalam Indeks Kompas-100. Dari 100 jumlah perusahaan dalam Indeks
Kompas-100, terdapat 3 (tiga) perusahaan yang tidak kami ikut sertakan dalam penelitian. Ketiga
perusahaan tersebut adalah Apexindo Pratama Duta, Bank Century, dan Bank Permata. Alasan
tidak diikutsertakan perusahaan Apexindo dan Bank Permata karena ketidak lengkapan laporan
keuangan perusahaan pada periode tahun 2004. Sedangkan untuk Bank Century dikarenakan bank
tersebut pada tahun ini sudah di non-aktifkan kegiatan operasionalnya dan sedang dalam proses
8
pengambilalihan (akuisisi) oleh perusahaan lain. Selanjutnya bentuk penyajian data berupa Panel
data atau Longitudinal Data yang bersumber dari database Reuters (sumber: www.reuters.com).
Spesifikasi model penelitian ini adalah dengan mempergunakan persamaan linear berganda sebagai
berikut:
Y = ∑ α+ ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß4X4 + ß5X5 + ß6X6 + е
Dimana:
Y = Return on Investment
x1 = Standar Deviasi Pendapatan Operasional
x2 = WACC
x3 = Debt Ratio Perusahaan
x4 = Free Cash Flow
x5 = Dividend
x6 = Beta
e = Error term
4.2 Definisi Operasional Variabel
1. Standar Deviasi Pendapatan Operasional : Dihitung dengan standard deviasi persentase
perubahan pendapatan operasional perusahaan pada tahun t dan tahun t-1.
2. Biaya Modal Minimum (WACC): dihitung dengan rumus sebagai berikut:
WACC = Cost of Equity (Equity / Equity + Debt) + After Tax Cost of Debt (Debt / Debt +
Equity)
Dimana:
• Cost Equity dihitung dengan rumus Capital Asset Pricing Model.
• Risk Free Rate sebesar Surat Utang Negara pada tahun yang bersangkutan dan Risk
Premium sebesar Risk Premium US ditambah Country Default Spread negara Indonesia
yang merupakan hasil penelitian Standard & Poor (Damodaran, 2002).
• After Tax Cost of Debt dihitung dengan mempergunakan synthetic rating (Damodaran,
2002) dengan pajak badan sebesar 30%.
9
3. Rasio Pinjaman : Dihitung dengan total utang jangka panjang dan jangka pendek dibagikan
dengan total asset perusahaan
4. Arus Kas Bebas Perusahaan (Free Cash Flow): Dihitung dengan rumus sebagai berikut: