Top Banner
1. Pendahuluan Untuk meningkatkan kwalitas produk yang ada didalam dunia industri keteknikan khususnya dalam pembuatan mata pisau pemanen sawit maka dalam skripsi ini saya membahas cara untuk memperbaiki atau meningkatkan sifat mekanis pada mata pisau pemanen sawit.Seiring dengan perkembangan yang ada maka dibutuhkan baja dengan sifat dan karakteristik yang sesuai terhadap kondisi pada saat diaplikasikan. Hal yang mendasari penelitian ini adalah sifat mekanis dari mata pisau pemanen sawit yang kurang baik, salah satunya kekerasan yang tidak merata akibat proses penempaan konvensional, dan sifat tangguh yang masih rendah menyebabkan sering terjadinya patah atau lecetnya mata pisau sehingga umur masa pakai mata pisu lebih singkat. Alasan yang mendasari penelit mengambil baja per karena baja tersebut banyak dipergunakan dalam bidang keteknikan atau industri. Baja ini memiliki kekerasan yang tinggi sehingga cocok untuk PENGARUH PROSES MECHANO HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT KELELAHAN BAJA KARBON SEDANG UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT Darwin Rustiansyah Hsb Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pengaruh proses mechano heat treatment terhadap sifat kelelahan baja karbon sedang untuk mata pisau pemanen sawit. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui pengaruh perlakuan pada material baja karbon sedang terhadap kekuatan fatigue. Perbaikan sifat mekanis baja karbon sedang dengan proses mechano heat treatment pada suhu yang optimal dari setiap masing-masing perlakuan. Proses Mechano Heat Treatment adalah kombinasi (gabungan) antara proses pengerjaan panas pada temperatur 800 0 C 10 % - 20% dan 950 0 C 20%, pengerjaan dingin dibawah temperatur rekristalisasi pada suhu 600 0 C 5% dan 650 0 C 5% - 10%, serta perlakuan panas pada temperatur 550 0 C 1 jam (air es-udara), 550 0 C 2 jam (air es-udara), 550 0 C1 jam (udara-udara). Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai kekerasan maksimum adalah pada pengerjaan panas 420 BHN pada suhu 800 0 C dan deformasi 20%. Sedangkan pengujian kelelahan diperoleh pada proses pengerjaan panas diperoleh kekuatan lelah maksimum pada siklus 2584400 N selama 1820 menit dengan beban 7 kg. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh perlakuan panas pada baja karbon sedang terhadap kelelahan adalah
14

Jurnal Darwin

Apr 16, 2015

Download

Documents

Win Buan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal Darwin

1. Pendahuluan

Untuk meningkatkan kwalitas produk yang ada didalam dunia industri keteknikan khususnya dalam pembuatan mata pisau pemanen sawit maka dalam skripsi ini saya membahas cara untuk memperbaiki atau meningkatkan sifat mekanis pada mata pisau pemanen sawit.Seiring dengan perkembangan yang ada maka dibutuhkan baja dengan sifat dan karakteristik yang sesuai terhadap kondisi pada saat diaplikasikan. Hal yang mendasari penelitian ini adalah sifat mekanis dari mata pisau pemanen sawit yang kurang baik, salah satunya kekerasan yang tidak merata akibat proses penempaan konvensional, dan sifat tangguh yang masih rendah menyebabkan sering terjadinya patah atau lecetnya mata pisau sehingga umur masa pakai mata pisu lebih singkat. Alasan yang mendasari penelitmengambil baja per karena baja tersebut banyak dipergunakan dalam bidang keteknikan atau industri. Baja ini memiliki kekerasan yang tinggi sehingga cocok untuk

komponen yang membutuhkan kekerasan, keuletan, ketahanan terhadap gesekan, serta umur pakai yang tinggi. Untuk mendapatkan sifat mekanis baja yang baik maka dikembangkan baja dengan penambahan unsur paduan seperti silicon, mangan, chromium, nickel, aluminium, copper, vanadium dan sebagainya.

Masalah mechano heat treatment dipakai untuk memperbaiki sifat mekanis baja karbon sedang untuk mempertahankan kekerasan bahan tersebut karena didalam proses mechano heat treatment tedapat proses pengerjaan panas, pengerjaan dingin dan perlakuan panas yang dimana proses-proses ini dapat meningkatkan kekerasan pada baja karbon rendah.Dengan mengetahui tingkat kelelahan dan masa pakai suatu material,maka kita dapat mengetahui ketangguhuan dan masa pakai setelah pengujian fatigue. Pengujian ini amat penting dalam menentukan ketahanan suatu

PENGARUH PROSES MECHANO HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT KELELAHAN

BAJA KARBON SEDANG UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT

Darwin Rustiansyah HsbDepartemen Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pengaruh proses mechano heat treatment terhadap sifat kelelahan baja karbon sedang untuk mata pisau pemanen sawit. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui pengaruh perlakuan pada material baja karbon sedang terhadap kekuatan fatigue. Perbaikan sifat mekanis baja karbon sedang dengan proses mechano heat treatment pada suhu yang optimal dari setiap masing-masing perlakuan. Proses Mechano Heat Treatment adalah kombinasi (gabungan) antara proses pengerjaan panas pada temperatur 800 0C 10 % - 20% dan 950 0C 20%, pengerjaan dingin dibawah temperatur rekristalisasi pada suhu 600 0C 5% dan 650 0C 5% - 10%, serta perlakuan panas pada temperatur 550 0C 1 jam (air es-udara), 550 0C 2 jam (air es-udara), 550 0C1 jam (udara-udara). Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai kekerasan maksimum adalah pada pengerjaan panas 420 BHN pada suhu 8000C dan deformasi 20%. Sedangkan pengujian kelelahan diperoleh pada proses pengerjaan panas diperoleh kekuatan lelah maksimum pada siklus 2584400 N selama 1820 menit dengan beban 7 kg. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh perlakuan panas pada baja karbon sedang terhadap kelelahan adalah semakin tinggi kekerasan bahan maka semakin meningkat umur kelelahan pada baja karbon sedang. Hubungan struktur mikro dengan umur fatigue memperlihatkan bahwa semakin kecil diameter butir maka semakin meningkat umur lelahnya dan sebaliknya semakin besar diameter butir maka semakin rendah umur lelahnya.

Keywords: Mechano Heat Treatment, Fatigue, Baja Karbon Sedang, Diameter Butiran, Struktur Mikro

Page 2: Jurnal Darwin

material dan masa pakainya. Kelelahan material merupakan penyebab utama kegagalan komponen/struktur baja yang menerima pembebanan dinamis, disamping sebab lain seperti keausan, korosi, impact  dan karena rancangan/model yang telah kadaluarsa. Kelelahan didefinisikan sebagai proses perubahan struktur dalam material yang terjadi secara permanen sejalan dengan periode waktu, yang disebabkan oleh tegangan atau regangan yang mengakibatkan terjadinya retak atau patah setelah beberapa kali pengulangan pembebanan.

Permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat kelelahan dari prose mechano heat treatment pada baja karbon sedang yang digunakan sebagai per belakang mobil (per daun) yang dijual di pasaran yang diaplikasikan pada mata pisau pemanen sawit serta menganalisa massa pakai ( life time) pada benda uji terhadap sifat mekanik seperti kekerasan bahan, struktur mikro bahan dan bentuk patahan yang terjadi setelah pengujian fatigue. Per daun adalah per atau pegas yang berbentuk lempengan yang memeliki lebar yang sama namun berbeda-beda panjangnya pada mobil yang terletak dibagian belakang mobil yang tersusun bertingkat.

Ruang lingkup penelitian ini menitik beratkan pada sifat ketangguhan baja terhadap pengujian fatigue. Adapun batasan masalah pada skripsi ini yaitu :1) Material yang digunakan adalah baja

karbon sedang yang digunakan pada per mobil.

2) Setelah proses mechano heat treatment dilakukan pengujian fatigue untuk mengetahui sifat kelelahan dan masa pakai baja karbon sedang.

3) Pengujian fatigue hanya dilakukan pada nilai-nilai optimal dari proses mechano heat treatment.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 BajaBaja adalah logam paduan antara besi

(Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya.

Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan ( Alloy Steel )

2.2 Klasifikasi BajaBerdasarkan tinggi rendahnya presentase

karbon di dalam baja, baja karbon diklasifikasikan sebagai berikut:a. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)

mengandung karbon antara 0,10 s/d 0,30 %. Baja karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip dan baja batangan atau profil.

b. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel) mengandung karbon antara 0,30% - 0,60% C. Baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin.

c. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) mengandung kadar karbon antara 0,60% - 1,7% C dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70 – 130 kg.

2.3 Proses Mechano Heat TreatmentProses Mechano Heat Treatment adalah

proses pengerjaan pada suatu material yang menggunakan metode perpidahan panas dengan mengkombinasi (gabungan) antara proses pengerjaan panas, pengerjaan dingin, dan perlakuan panas. Dimana hasil pengujian dari proses mechano heat treatment ini yang diambil hasil optimalnya.

a. Proses Pengerjaan PanasPengerjaan panas adalah proses

pembentukan logam yang mana proses deformasinya dilakukan dibawah kondisi temperatur dan laju regangan dimana proses rekritalisasi dan deformasi terjadi bersamaan.

b. Proses Pengerjaan DinginProses pengrjaan dingin didefinisikan

sebagai proses pembentukan yang dilakukan pada daerah temperatur dibawah temperatur rekristalisasi. Dalam praktek memang pada umumnya pangerjaan dingin dilakukan pada temperatur kamar, atau dengan lain perkataan tanpa pemanasan benda kerja.

c. Perlakuan Panas (Heat Treatment)Perlakuan panas dari Metals Handbook

dapat diartikan sebagai ”Kombinasi dari pengerjaan panas dan dingin, dalam waktu tertentu yang diaplikasikan ke sebuah logam pada kondisi padat dengan cara tertentu pula dengan tujuan untuk memperoleh sifat material yang diinginkan.”

2.4 Pengujian KekerasanKekerasan logam didefinisikan sebagai

ketahanan terhadap penetrasi, dan memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi (Smallman, 2000). Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke permukaan logam dengan

Page 3: Jurnal Darwin

beban tertentu, dan bilangan kekerasan (Brinell atau piramida Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu. Bilangan kekerasan Vickers (VPN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan jejak piramida dan dinyatakan dalam satuan kgf/mm2 dan besarnya sekitar tiga kali tegangan luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan kerja yang berarti. Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan (2.4). Dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm2, diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang membentuk indentasi. Jadi

BHN= 2 PπD ¿¿

dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. Agar diperoleh hasil yang kosisten maka rasio d/D harus kecil dan diusahakan agar tetap konstan. Dengan begini nilai BHN untuk material lunak adalah sama. Pengujian kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja maupun penelitian, khususnya bilamana diperlukan informasi mengenai getas pada suhu tinggi.

2.5. Perhitungan Dimater ButirAda beberapa metode yang dapat

dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti pada gambar 1.

Gambar 1 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri

Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (5).

N A=f (N inside+N intercepted

2)

Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetukan melalui tabel 1.

Untuk selanjutnya setelah diperoleh nilai NA maka ukuran butir dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

d = (3,322 log NA) – 2,95

Tabel 1. Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali JeffriesPerbes

aran (M)

Pengali Jefrries( f) untuk menetukan butiran/mm2

1 0.000210 0.0225 0.12550 0.575 1.125

100 2.0150 4.5200 8.0250 12.5300 18.0500 50.0750 112.5

1000 200.0Sumber: ASTM E 112-96, 2000

2.6 Metode-Metode Pengujian FatigueBatas lelah merupakan batas tegangan

suatu spesimen saat spesimen tersebut masih dapat menerima tegangan bolak-balik yang tak hingga tanpa terjadi patah. Batas lelah material dapat ditentukan dari pengujian lelah lentur putar (rotary bending fatique test) terhadap beberapa specimen uji. Beban yang diberikan pada masing-masing specimen uji dibuat berbeda-beda.

Bentuk penampang patahan akibat pembebanan dinamik dapat dicirikan oleh adanya : a. Retakan awal (crack inisiation) b. Daerah rambatan retak (crack growth) c. Daerah beban berlebih (overload area)

Gambar 2. Bentuk siklus tegangan lelah

Page 4: Jurnal Darwin

2.7 Karakteristik Mata Pisau Pemanen SawitAdapun karakteristik dari mata pisau

pemanen sawit ini adalah:

1. Memiliki bentuk pipih memanjang dengan sudut lengkung ditengahnya.

2. Mata pisau terbuat dari baja karbon sedang yang khususnya baja yang digunakan sebagai bahan baku per belakang mobil.

3. Umur pakai mata pisau bisa mencapai 1,5 – 2 tahun tergantung pemakaian.

4. Warna mata pisau adalah coklat kehitaman.

5. Tidak tahan terhadap karat karena pengaruh sistem tempah yang masih manual.

6. Pisau sering tumpul karena pemakaian yang berulang-ulang yang mengakibatkan pisau harus sering di asah.

Tabel 2. Karakteristik mata pisau pemanen sawit:

3. Metodologi Penelitian3.1. Alat-Alat dan Bahan

Adapun peralatan yang di pergunakan selama penelitian ini adalah:

1. Tungku Pemanas (Furnace Naber) 2. Thermocouple Type-K3. Pengerol4. Jangka sorong5. Penjepit spesimen6. Mesin poles (polisher)7. Mikroskop optik8. Mikroskop VB9. Alat uji kekerasan Brinell10. Mesin Fatigue TECO 3-Phase

Induction

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:1. Baja karbon sedang yang merupakan

bahan yang digunakan sebagai per belakang mobil (per daun) yang

diaplikasikan pada mata pisau pemanen sawit.

2. Resin dan hardener.3. Kertas pasir dengan grade 120, 240, 400,

600, 800, 1000, 1200 dan 1500.4. Larutan etsa nital 5%5. Kain Panel6. Larutan alumina

3.2. Langkah-Langkah Penelitian Perlakuan Mechano Heat Treatment

Pemanasan spesimen dilakukan pada perlakuan panas suhu 550 0C, cold working 600 0C 5% - 650 0C 5% dan 10%, hot working 800 0C 10 % dan 20%- 950 0C 20% dan digunakan thermocouple digital untuk didapatkan pembacaan suhu yang akurat di dalam furnace, kemudian ditahan selama 60 menit untuk didapatkan panas yang menyeluruh pada specimen

3.3 Pengujian Pengujian yang dilakukan terhadap baja karbon sedang yang telah mengalami proses termomekanik meliputi uji kekerasan, uji kelelahan, dan metalografi.

a. Pengujian KekerasanPengujian kekerasan dilakukan di

laboratorium metallurgi fakultas teknik USU. Sebelum diuji kekerasannya, spesimen dibersihkan dan diratakan permukanya terlebih dahulu dengan mesin polish dan kertas pasir. Setelah itu pengujian kekerasan dilakukan dengan alat brinell dengan pembebanan 3000 kg dan diameter jejak diukur menggunakan teropong indentor.

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian kekerasan dengan metode Brinell :1. Spesimen dibersihkan permukaannya

dengan mesin polish.2. Setelah bersih, spesimen diletakkan pada

landasan uji dan bola indentor yang digunakan adalah bola dengan diameter 10 mm.

3. Spesimen dinaikkan hingga menyentuh bola indentor, kemudian katup hidrolik dikunci.

4. Tuas hidrolik ditekan berulang-ulang hingga skala pada panel menunjukkan angka 3000 kg kemudian ditahan selama 30 detik.

5. Setelah 30 detik katup hidrolik dibuka untuk mengembalikan beban ke posisi semula (0 kg).

6. Pengambilan data kekerasan diulang sebanyak 5 kali untuk masing-masing spesimen dan diambil data rata-ratanya.

7. Pengamatan diameter indentasi dilakukan dengan menggunakan teropong Indentor

Page 5: Jurnal Darwin

dan data diameternya disesuaikan dengan tabel kekerasan.

b. Pengujian KelelahanPada penelitian ini pengujian

kelelahan dilakukan hanya pada kondisi termomekanik yang optimal dari proses heat treatment 550 0C, cold working 600 0C 5% - 650 0C 5% dan10%, dan hot working 800 0C 10% dan 20% - 950 0C 20%. Pada pengujian kelelahan dicari massa pakai (kekuatan lelah) dan yield strengh. Karena terjadi perbedaan batas lelah bahan yang berlainan maka perlu dilakukan pengujian yang berulang-ulang dengan beban yang sama sebesar 7000 gram dengan perbedaan beberapa perlakuan pada benda uji tersebut.

Berikut ini adalah metode percobaan untuk proses perlakuan panas atau heat treatment yang dilakukan dalam penelitian ini :1. Benda uji yang sudah melalui proses

mechano heat treatment pada suhu optimal dari proses heat treatment 550 0C, cold working 600 0C 5% - 650 0C 5% dan10%, dan hot working 800 0C 10% dan 20% - 950 0C 20% yang sesuai ASTM E 466 di letakkan pada chuck poros pada posisi horizontal kemudian dikunci dengan rapat.

2. Benda uji diberi beban 7 Kg.3. Motor pada mesin fatigue dihubungkan ke

poros melalui pully dan belt.4. Setelah semua sudah terpasang dengan

baik kemudian mesin uji Fatigue TECO 3-Phase Induction dengan putaran 1420 rpm dihidupkan melalui tombol kontaktor.

5. Setelah mesin dihidupkan putaran mesin menjadi menurun sebesar 1398 rpm hal ini dikarenakan penambahan beban 7 Kg.

6. Pada setiap perlakuan suhu optimal pada proses mechano heat treatment didapat umur lelah yang berbeda-beda.

c. Pengujian MetallografiPengujian metalografi agar dapat diamati

mikrostrukturnya, maka terlebih dahulu benda uji di potong yang merupakan bagian dari spesimen kekerasan yaitu pada bagian ujungnya, kemudian di mounting mengunakan resin dan hardener.

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pada pengujian Metallografi :1. Spesimen yang telah dimounting dengan

resin dipolish dengan polisher.2. Spesimen dipolish dengan kertas pasir

grade 120 dan 240 selama 15 menit, kemudian dilanjutkan dengan grade 400, 600, 800, 1000, dan 1500 selama 15 menit.

3. Setelah dipolish dengan kertas pasir, spesimen dipolish dengan bubuk alumina sampai terbentuk kilatan seperti cermin.

4. Etsa nital 5% dituangkan dalam wadah atau cawan kemudian spesimen dicelupkan kedalam etsa selama 5-30 detik.

5. Spesimen yang telah dietsa dibersihkan dengan cara dicelupkan lagi ke dalam alkohol kemudian dikeringkan di udara bebas atau dikeringkan dengan kipas angin.

6. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop optik rax vision yang disambungkan ke program Rax Vision Plus 4.1 pada komputer.

7. Spesimen diletakkan diatas bidang uji atau meja mikroskop kemudian didekatkan dengan optic mikroskop.

8. Digunakan perbesaran 200X dan diambil photo dari masing-masing spesimen.

9. Fokus pada mikroskop diputar untuk mendapatkan pengamatan yang baik pada spesimen.

10. Setelah didapatkan fokus dan pencahayaan yang yang pas, diambil photo dari spesimen dengan mengklik icon Capture frame pada program Rax Vision plus 4.1.

11. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk spesimen lainnya.

12. Setelah itu diukur diameter masing-masing spesimen dengan metode planimetri dan dicatat data hasil pengukuran.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 HasilBerikut ini adalah data hasil pengujian

sifat mekanis dan uji komposisi sebelum dilakukan pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi dapat dilihat pada tabel

Tabel 3 Sifat Mekanis Baja Karbon SedangSifat Mekanis

Tegangan Luluh (MPa) 782,13Tegangan Tarik (MPa) 1134,546

Elongasi (%) 20Kekerasan (HB) 349,8

Tabel 4 Hasil Uji Komposisi Bahan Baja Karbon Sedang

Komposisi Kimia Unsur (%)Fe 98C 0,596Si 0,0100Mn 0,600P 0,0020S 0,0020

Page 6: Jurnal Darwin

Cr 0,569Mo 0,0100Ni 0,0050Al 0,0200Cu 0,163Ti 0,0050V 0,0075

Sn 0,0094Nb 0,0020

a. Hasil Uji Kekerasan Kekerasan logam dapat diartikan sebagai

kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji. Pengujian kekerasan yang optimal dalam penelitian ini dilakukan agar dapat diketahui pengaruh suhu dan deformasi ketebalan terhadap perubahan kekerasan material baja karbon sedang. Pengujian di lakukan pada suhu yang optimal pada masing-masing proses mechano heat treatment yang diantarana proses cold working, hot working dan perlakuan panas. Secara umum hasil pengujian kekerasan dari penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5. Pengujian kekerasan perlakuan panas badasarkan skala Brinell

Tabel 6. Pengujian kekerasan pengerjaan dingin badasarkan skala Brinell

Tabel 7. Pengujian kekerasan pengerjaan panas badasarkan skala Brinell

b. Hasil Uji Fatigue

Pengujian fatigue dilakukan untuk mengetahui hubungan kekuatan fatigue terhadap masa pakai (life time) serta mengetahui pengaruh perlakuan pada material baja karbon sedang terhadap kekuatan fatigue. Dalam penelitian ini pengujian fatigue hanya dilakukan pada hasil yang optimal pada proses mechano heat treatment.

Tabel 8. Hasil uji fatigue pada suhu optimal

Gambar 3. Grafik Kurva S-N Cold Working

Page 7: Jurnal Darwin

Gambar 4. Grafik Kurva S-N Hot Working

Gambar 5. Grafik Kurva S-N Perlakuan Panas

c. Hasil Pengamatan Mikrostruk Setelah Pengerolan

Dalam pengamatan struktur mikro, perlu dilakukan persiapan benda uji. Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengamati besar ukuran butir pada nilai-nilai optimal pada proses mechano heat treatment yang diambil sebelumnya. Dengan menggunakan metode planimetri maka dapat diketahui besar butir dari spesimen.

1. Foto mikro pada pengerolan Dingin (Cold Working)

Gambar 6. Foto Mikro Pembesaran 500x (a) Raw Material, (b) Roll Dingin Opt. 1, (c) Roll

Dingin Opt.2 , dan (d) Roll Dingin Opt. 3

Tabel 9. Hasil Pengukuran Diameter Butir pengerolan Dingin (Cold Working)

b. Foto mikro pada pengerolan Panas (Hot Working)

Gambar 7. Foto Mikro ( a ) 800° C 20%( b ) 800° C 10% ( c ) 950° C 20% (perbesaran

500x)

Tabel 10. Hasil Pengukuran Diameter Butir pengerolan Panas (Hot Working)

c. Foto mikro pada Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Gambar 8. Foto Mikro Pembesaran 500X (a) 550 0C 1 jam (air es-udara) (b) 550 0C 2 jam (air es-udara), (c) 550 0C 1jam (udara-udara)

Page 8: Jurnal Darwin

Tabel 11. Hasil Pengukuran Diameter Butir Perlakuan Panas (Tempering)

d. Bentuk Patahan Pada Pengujian FatigueFaktor utama yang menyebabkan

terjadinya patah lelah adalah fluktuasi tegangan, dan secara umum kondisi tegangan dibagi menjadi tiga jenis yaitu tegangan pembalikan, tegangan berulang dan tegangan tidak beraturan.

1. Bentuk Patahan Pada Proses Cold WorkingDilihat pada gambar disini bentuk patahan

pada raw material adalah patah getas hal ini dikarenakan kekerasan pada raw material lebih tinggi dan bentuk permukaan patah tidak rata.

Gambar 9. Patahan (a) RAW Material (1190 Menit), (b) Roll Dingin 650 0C 10% (1713

menit), (c) Roll Dingin 650 0C 5% (1177 menit), (d) Roll Dingin 600 0C 5% (1087 menit)

2. Bentuk Patahan Pada Proses Hot WorkingPada proses pengerolan dingin patahan

yang terbentuk adalah patah campuran hal ini disebabkan karena kekerasan pada proses pengerolan panas lebih besar dibandingkan dengan proses pengerolan dingin dan tidak rata pada permukaan patahnya.

Gambar 10. Patahan (a) Roll Panas 800 0C 20% (1820 menit), (b) Roll Panas 800 0C 10%

(1398 menit), (c) Roll Panas 950 0C 20% (1247 menit)

3. Bentuk Patahan Pada Proses Heat Treatmen

Untuk proses perlakuan panas patahan yang terbentuk adalah patah getas hal ini disebabkan karena kekerasan pada proses perlakuan panas lebih besar dan konstan kekerasannya dibandingkan dengan proses pengerolan dingin dan menyebabkan tidak rata pada permukaan patahnya.

Gambar 11. (a) Perlakuan Panas 550 0C 1 jam (air es-udara) 1390 menit, (b) Perlakuan

Panas 550 0C 2 jam (air es-udara) 1205 menit, (c) Perlakuan Panas 550 0C 1 jam (udara-

udara) 620 menit

Page 9: Jurnal Darwin

4.2. Pembahasan

Hubungan Antara Kekerasan Dengan Umur Lelah

Dari data yang telah di dapat menghasilkan pengerjaan dingin (cold working) yang paling keras didapat kekerasannya pada suhu 650°C dengan deformasi 5 % menghasilkan kekerasan sebesar 295,2 BHN dan umur lelah yang dihasilkan 1713 menit, pada pengerjaan panas (hot working) yang paling keras didapat kekerasannya pada suhu 800°C dengan deformasi 20 % menghasilkan kekerasan sebesar 420 BHN dan umur lelah yang dihasilkan 1820 menit, dan pada perlakuan panas (heat treatment) yang paling keras didapat kekerasannya pada suhu 550°C dengan media pendingin (cuencing) Air es – Udara Selama 2 jam menghasilkan kekerasan sebesar 307,4 BHN dan umur lelah yang dihasilkan 620 menit.

Kekerasan yang paling tinggi pada suhu optimal mengakibatkan meningkatnya umur lelah yang tinggi pula dan apabila kekerasan berangsur-angsur turun maka semakin menurun juga umur lelahnaya. Pada kekerasan yang paling tinggi jumlah butir yang terdiri dari ferit dan perlite sama banyak dan memeliki diameter butir yang kecil dibandingkan dengan benda uji pada setiap perlakuan. Kekerasan yang paling tinggi pada pengerjaan panas pada suhu 800 °C dengan deformasi plastis 20 % dengan kekerasan 420 BHN menghasilkan umur lelah 2584400 N dengan masa pakai selama 1820 menit jika terus mengalami pembebanan berulang dengan besar beban 7 kg.

Pada kekerasan yang paling tinggi patah yang diakibatkan pembebanan membentuk patah campuran hal ini disebabkan karena kekerasan pada proses pengerolan panas lebih besar dibandingkan dengan proses pengerolan dingin dan tidak rata pada permukaan patahnya. Disini menunjukkan retak awal dan daerah rambat retak semakin kecil tetapi semakin menurun kekerasannya maka semakin menurun juga umur lelahnya yang menyebabkan retak awal dan daerah rambat retak semakin membesar dan rata pada permukaan.

Gambar 12. Hubungan antara kekerasan dengan umur lelah (life time)

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Pada proses pengujian fatigue terhadap berbagai perlakuan diperoleh hasil sebagai berikut :

• Pada proses pengerolan dingin diperoleh kekuatan lelah maksimum pada siklus 2432460 N selama 1713menit dengan beban 7kg.

• Pada proses pengerolan panas diperoleh kekuatan lelah maksimum pada siklus 2584400 N selama 1820 menit dengan beban 7kg.

• Pada proses perlakuan panas diperoleh kekuatan lelah maksimum pada siklus 1973800 N selama 1390 menit dengan beban 7kg.

2. Hubungan kekuatan lelah dengan masa pakai dapat dilihat dari hasil uji kelelahan dimana diantara berbagai perlakuan, nilai kekuatan lelah yang paling tinggi yaitu sebesar 2584400 N dengan masa pakai selama 1820 menit jika terus mengalami pembebanan berulang dengan besar beban 7 kg.

3. Dari hasil perbandingan antara kekerasan dengan umur lelah maka semakin tinggi kekerasannya maka semakin tinggi juga umur lelah pada baja karbon sedang.

4. Hubungan struktur mikro dengan umur fatigue memperlihankan bahwa semakin kecil diameter butir maka semakin meningkat umur lelahnya dan sebaliknya semakin besar diameter butir maka semakin rendah umur lelahnya.

Page 10: Jurnal Darwin

Daftar Pustaka

1. Sujita, “perilaku kekuatan fatigue baja karbon rendah akibat proses termomekanikal aging”, 2001

2. Muchtar Karokaro, “ pengaruh normalizing ulang terhadap sifat fatigue baja DIN 42MnV7 “, 2004

3. ASM Handbook vol 9. Metallography and Microstructures, ASM International: USA, 2004.

4. Alexander,W.O. Davies, G.J. Heslop, S. Reynolds,K.A. Dasar Metalurgi Untuk Rekayasawan. Jakarta: PT. Gramedia Utama, 1991

5. Ariati , M., Sulistio, T.W., A. Manaf, Sutopo, dan Siradj, E.S., Persamaan Empiris Pertumbuhan Butir Austenit Baja HSLA-0,019% Nb pada Proses Pendinginan non-Isotermal, Jurnal Teknik Mesin Universitas Indonesia Vol. 11 No. 1 April 2009: 59 – 66.

6. ASM Handbook, Volume 1, Properties and Selection: Irons Steels and High Performance Alloys. ASM International, 2005.

7. ASTM E 10-01. Standard Test Method for Brinell Hardness of Metallic Materials. ASTM International, 2004

8. ASTM E 112-96 rev, Standart Test Methods for Determining Average Grain Size. ASTM International, 2000.

9. Callister Jr, W.D. Material Science and Engineering: An Introduction. New York: John Wiley&Sons: 2004.

10. Dieter, George E. Metalurgi Mekanik, Jakarta: Erlangga, 1987.

11. http://nurazizoctoviawan.blogspot.com/ 2010_11_01_archive.html (20-04-2012 : 4.31)

12. http://www.efunda.com (05-05-2012 : 6.23)

13. Khzouz, Erik. Grain Growth Kinetics in Steels, Worcester Polytechnic Institute April 2011.

14. Sudjito, “perbandingan karakteristik ketahanan fatigue rotary bending baja AISI 1045 dan baja poros untuk turbin”, 2011

15. Leslie, William C. The physical metallurgy of Steel, McGraw-Hill, 1982

16. Nash, William. Strength of Materials. Schaum’s Outlines, 1998.

17. Rullyani, Cut. Pengaruh Derajat Deformasi Terhadap Struktur Mikro, Sifat Mekanik Dan Ketahanan Korosi Baja Karbon Aisi 1010. Tesis UI. Depok: 2010

18. Smallman, R.E. Metalurgi Fisik Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1991.

19. Sularso dan Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Pradnya Paramita: Jakarta. 1994.

20. Zrnik, J. Dobtkin, S.V. Stejskal, O. Efect Of Thermomechanical Conditions On Ultrafine Grained Structure Formation In Carbon Steels By Severe Plastic Deformation. Hradec nad Moravicí (2008), 13-15.