PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL JURNAL FORMULASI SEDIAAN GEL SULFUR SULFIX® Dosen I.G.N. Agung Dewantara, S. Farm., M. Sc., Apt. Asisten Gede Mas Teddy Wahyudana Oleh: Andri Normansyah (0908505009) Ni Putu Chintya Sandra Bhuana (0908505011) Putu Yuri Candra Dewi (0908505013) I Gusti Agung Ayu Kartika (0908505014) I Gusti Agung Ayu Devi Yanti
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL
JURNAL FORMULASI SEDIAAN GEL SULFUR
SULFIX®
Dosen
I.G.N. Agung Dewantara, S. Farm., M. Sc., Apt.
Asisten
Gede Mas Teddy Wahyudana
Oleh:
Andri Normansyah (0908505009)
Ni Putu Chintya Sandra Bhuana (0908505011)
Putu Yuri Candra Dewi (0908505013)
I Gusti Agung Ayu Kartika (0908505014)
I Gusti Agung Ayu Devi Yanti (0908505015)
Iwan Saka Nugraha (0908505016)
Putu Eka Utami Dewi Artini (0908505017)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
BAB I
TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT
1.1 Indikasi
Sulfur digunakan sebagai keratolitik parasitisida dan antiseptik lembut
yang banyak digunakan dalam bentuk lotion, krim, atau ointment dengan
konsentrasi mencapai 10%, yang biasa dikombinasi dengan agen lain. Sulfur
juga biasa digunakan untuk terapi acne, dandruff atau ketombe, scabies,
seborroic condition atau kelebihan minyak pada kulit kepala, dan infeksi
jamur permukaan (Sweetman, 2002).
Sulfur memiliki khasiat bakterisida dan fungisida lemah berdasarkan
dioksidasinya menjadi asam pentathionat (H2S5O6) oleh kuman tertentu di
kulit. Zat ini juga bersifat melarutkan kulit tanduk (keratolitik), sehingga
banyak digunakan bersama asam salisilat dalam salep dan lotion (2-10%)
untuk pengobatan jerawat dan kudis. Sulfur praecipitatum adalah yang paling
aktif, karena serbuknya yang terhalus. Dahulu zat ini digunakan sebagai
laksan lemah berkat perombakan dalam usus menjadi sulfide (natrium/kalium)
yang merangsang peristaltik usus (Tjay dan Rahardja, 2008).
1.2 Famakokinetik
Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi dari sulfur tidak dapat
dikarakterisasi seluruhnya. Pemakaian sulfur secara topikal terpenetrasi ke
dalam kulit dan mencapai epidermis dalam waktu 2 jam setelah digunakan dan
melewati kulit selama 8 jam. Obat tidak terdeteksi dalam kulit 24 jam setelah
digunakan. Absorbsi perkutan obat ke dalam sirkulasi sistemik dilaporkan
terjadi setelah penggunaan topikal dari 25 % salep sulfur yang dioleskan pada
kulit hewan, tetapi tidak terjadi ketika obat digunakan pada kulit yang tidak
rusak (McEvoy, 2002).
1.3 Mekanisme
Sulfur digunakan untuk terapi acne (jerawat) tetapi tidak diketahui
mekanisme aksinya. Namun, telah dilaporkan bahwa sulfur dapat menghambat
pertumbuhan jerawat yang diakibatkan oleh Propionibacterium acne dan
pembentukan asam lemak bebas. Sulfur mengeluarkan kelebihan sebum pada
wajah dengan cara melunakkan sel keratin (Reynolds, 1982). Sulfur
mengeluarkan sebum pada wajah dengan cara mengeluarkan sel keratin.
Sebum dikeluarkan dari kelenjar sebaceous, sehingga pH kulit menjadi sedikit
asam. Sel keratin disekitar pori-pori menjadi tebal sehingga sebum tersumbat
dan tidak keluar kepermukaan kulit. Pori-pori yang tersumbat tersebut
menyebabkan inflamasi atau peradangan yang meluas dipermukaan kulit jika
tidak segera diatasi, dapat meninggalkan bekas parut pada wajah.
Sulfur bekerja sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat yang dapat
menghilangkan sisik-sisik kulit yang kasar atau melunakkan/menipiskan
lapisan keratin, disamping itu juga memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri
lemah. Sulfur sering dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek
keratolitik yang sinergis. Sulfur dipakai sebesar 10% adalah dosis yang
optimal sebagai keratolotik agent dan merupakan dosis maksimum untuk
terapi scabies/kudis sehingga akan mendapatkan hasil yang efektif (Sweetman,
2002).
1.4 Dosis
Tidak terdapat dosis lazim untuk pemakaian secara topikal.
1.5 Efek Samping
Pemakaian sulfur secara topikal dapat mengakibatkan iritasi dan
dilaporkan pula adanya dermatitis setelah pemakaian berulang-ulang. Kontak
dengan membran mukosa sebaiknya dihindari. Pemakaian sulfur dengan
komponen merkurial secara topikal dapat menghasilkan turunan hidrogen
sulfida yang berbau busuk dan dapat menimbulkan noda hitam pada kulit
(Sweetman, 2002).
1.6 Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap sulfur dan bahan tambahan lainnya (Anonim b,
2007). Penggunaan yang lama dapat mengganggu fungsi tiroid, oleh karena itu
tidak dianjurkan (Francisca, 2000).
1.7 Interaksi Obat
Penggunaan sulfur dengan sediaan topikal yang mengandung merkuri akan
membentuk hidrogen sulfida yang dapat menyebabkan kulit menghitam
(Sweetman, 2002).
1.8. Peringatan
Hanya untuk pemakaian luar, hindari kontak dengan mata dan membran
mukosa. Jika terkena mata cepat cuci dengan air. Jangan digunakan pada
luka terbuka (Anonim b, 2007).
Jangan gunakan pada kulit sensitif.
Hentikan penggunaan apabila terjadi iritasi.
1.9 Penyimpanan
Simpan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
BAB II
SIFAT FISIKOKIMIA BAHAN
2.1 Bahan Aktif
a. Sulfur Praecipitatum
Sulfur merupakan belerang endap, mengandung tidak kurang dari 99,5%
dan tidak lebih dari 100,5% S, dihitung terhadap zat anhidrat.
Struktur dan Berat Molekul
Sulfur Praecipitatum mempunyai rumus struktrur S dengan berat
molekul 32,06 gram/mol.
Pemerian
Serbuk amorf atau serbuk hablur renik; sangat halus; warna kuning
pucat; tidak berbau; dan tidak berasa.
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam karbon
disulfida; sukar larut dalam minyak zaitun; praktis tidak larut dalam
etanol.
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
Stabilitas
Preparasi yang mengandung sulfur dapat bereaksi dengan logam
termasuk perak, dapat menyebabkan logam mengalami perubahan
warna. Preparasi yang mengandung sulfur sebaiknya disimpan dalam
wadah tertutup baik (McEvoy, 2002).
Titik Lebur
T22itik lebur sulfur praecipitatum yaitu 388,6 K atau 115, 210C
(Depkes RI, 1979).
Inkompatibilitas
Inkompatibilitas dengan alkali, logam alkali, bromin, klorat, klorin
dioksida, nitrat, kalium (Anonim a, 2006).
2.2. Bahan Tambahan
a. Karboksimetilselulosa Natrium (Na-CMC)
Struktur Kimia
Karboksimetilselulosa Natrium adalah garam natrium dari
polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5%
dan tidak lebih dari 9,5%, natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Struktur Kimia Na-CMC yaitu sebagai berikut :
Pemerian
Serbuk atau granul, putih sampai krem; higroskopik
Kelarutan
Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal; tidak larut
dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain.
Wadah dan penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
Khasiat dan Penggunaan :
Sebagai pensuspensi, peningkat viskositas, Gelling agent, dan penyerap
air (Rowe et al, 2003).
Stabilitas
CMC Na merupakan senyawa yang stabil, bersifat higroskopis. Pada
kondisi dengan kelembaban yang tinggi CMC Na dapat menyerap air >
50%. Pada larutan air CMC Na stabil dalam pH 2-10, dan akan terjadi
pengendapan pada pH dibawah 2, serta penurunan viskositas dapat
terjadi dengan cepat pada pH diatas 10 (McEvoy, 2002).
Inkompatibilitas
Na CMC inkompatibel dengan larutan asam kuat, bentuk garam dari
besi dan logam lain (aluminium, seng, merkuri). Pengendapan terjadi
pada pH kurang dari 2 dan jika dicampur dengan etanol 95%. Na-CMC
akan membentuk kompleks dengan gelatin, kolagen, dan pektin
(Anonim a, 2006).
b. Propilen Glikol
Propilen glikol mempunyai rumus molekul 1,2-Propanediol mengandung
tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 101,1% C3H8O3.
Pemerian
Propilen glikol bening, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, cair
dengan rasa manisliquid, with a sweet, sedikit rasa tajam menyerupai
gliserin (Moffat et al, 2005).
Kelarutan
Larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air; larut 1
bagian dalam 6 bagian eter; tidak bercampur dengan minyak mineral
atau minyak cahaya tetap, tetapi akan melarutkan beberapa minyak
esensial (Moffat et al, 2005).
Wadah dan penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik di tempat sejuk (Moffat et al, 2005).